Data Skizoprenia Di NTB

4
Sasak.org: MATARAM-Fakta mencengangkan diungkap oleh Kepala Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mataram, Dr. Elly Rosila SPKj dalam jumpa pers di Kantor Gubernur NTB (10/10), kemarin. Disampaikannya jumlah pasien gangguan jiwa di NTB dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. “Tahun 2007 saja terjadi kenaikan pasien rawat jalan sebesar 17,21 persen dan 22,93 persen pasien rawat inap. Dibanding tahun 2006, tahun 2008 juga sepertinya ada peningkatan,”ujarnya. Total kunjungan pasien yang mengalami gangguan mental emosional di RSJ Mataram mencapai 30 – 50 orang/hari, totalnya mencapai 9.206 pada tahun 2007 ini, dari jumlah tersebut sebanyak 48,29 persen di antaranya merupakan kelompok usia produktif yakni 25 – 44 tahun. Kunjungan untuk pasien rawat jalan dan 30 – 40 orang pasien rawat inap, bahkan dapat mencapai 70 orang dari kapasitas tampung tempat tidur aktif sebanyak 90 unit dari total kapasitas tampung 120 unit. “Peningkatan kunjungan pasien di RSJ Mataram itu merupakan bukti kesadaran sanak keluarga pasien terhadap proses penyembuhan gangguan kesehatan jiwa gangguan mental emosional itu,” tambahnya. “Meningkatnya pasien gangguan jiwa lebih banyak diakibatkan oleh ketidaktahuan masyarakat dalam menangani pasien gangguan kesehatan jiwa,”lanjutnya. Hasil diagnosa menunjukkan pasien RSJ Mataram terbanyak terindikasi mengalami gangguan skizofrenia (jogang atau gila dalam bahasa Sasak), depresi, kecemasan dan pobia, yang pada umumnya dilatari oleh persoalan ekonomi (kemiskinan), status sosial, faktor keturunan dan pengaruh lingkungan. Diakuinya, di NTB belum ada survei yang dilakukan untuk mengetahui angka pasti jumlah penderita gangguan jiwa. Tetapi melihat data kunjungan ke RSJ Mataram saja, terjadi kenaikan dari tahun ke tahun. Data tersebut memang tidak bisa menggambarkan angka real jumlah pasien jiwa di NTB. Namun berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1995 lalu, secara nasional ditemukan 185 dari seribu penduduk

Transcript of Data Skizoprenia Di NTB

Page 1: Data Skizoprenia Di NTB

Sasak.org: MATARAM-Fakta mencengangkan diungkap oleh Kepala Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mataram, Dr. Elly Rosila SPKj dalam jumpa pers di Kantor Gubernur NTB (10/10), kemarin. Disampaikannya jumlah pasien gangguan jiwa di NTB dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. “Tahun 2007 saja terjadi kenaikan pasien rawat jalan sebesar 17,21 persen dan 22,93 persen pasien rawat inap. Dibanding tahun 2006, tahun 2008 juga sepertinya ada peningkatan,”ujarnya.

Total kunjungan pasien yang mengalami gangguan mental emosional di RSJ Mataram mencapai 30 – 50 orang/hari, totalnya mencapai 9.206 pada tahun 2007 ini, dari jumlah tersebut sebanyak 48,29 persen di antaranya merupakan kelompok usia produktif yakni 25 – 44 tahun. Kunjungan untuk pasien rawat jalan dan 30 – 40 orang pasien rawat inap, bahkan dapat mencapai 70 orang dari kapasitas tampung tempat tidur aktif sebanyak 90 unit dari total kapasitas tampung 120 unit. “Peningkatan kunjungan pasien di RSJ Mataram itu merupakan bukti kesadaran sanak keluarga pasien terhadap proses penyembuhan gangguan kesehatan jiwa gangguan mental emosional itu,” tambahnya.

“Meningkatnya pasien gangguan jiwa lebih banyak diakibatkan oleh ketidaktahuan masyarakat dalam menangani pasien gangguan kesehatan jiwa,”lanjutnya. Hasil diagnosa menunjukkan pasien RSJ Mataram terbanyak terindikasi mengalami gangguan skizofrenia (jogang atau gila dalam bahasa Sasak), depresi, kecemasan dan pobia, yang pada umumnya dilatari oleh persoalan ekonomi (kemiskinan), status sosial, faktor keturunan dan pengaruh lingkungan.

Diakuinya, di NTB belum ada survei yang dilakukan untuk mengetahui angka pasti jumlah penderita gangguan jiwa. Tetapi melihat data kunjungan ke RSJ Mataram saja, terjadi kenaikan dari tahun ke tahun. Data tersebut memang tidak bisa menggambarkan angka real jumlah pasien jiwa di NTB. Namun berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1995 lalu, secara nasional ditemukan 185 dari seribu penduduk dewasa mengalami gangguan jiwa. Tahun-tahun selanjutnya diasumsikan angka tersebut terus bertambah.

Berdasarkan data tersebut, sudah sewajarnya masalah gangguan jiwa mendapat perhatian serius.  Disamping penyebab diatas, kurangnya kepedulian masyarakat terhadap penderita sakit jiwa dan penanganan serta sikap keliru dari masyarakat dan lingkungan menjadi faktor pendorong meningkatnya kasus ini.  Diskriminasi masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa masih cukup kuat. Kerap kali pasien jiwa diperlakukan tidak manusiawi, bahkan sampai dipasung. Akibatnya, penyakit mereka tidak kunjung sembuh bahkan makin parah.

Selain itu, penanganan terhadap penderita gangguan jiwa cenderung terputus setelah pasien berhenti dirawat di RSJ. Karena kurangnya perhatian, kualitas pelayanan terhadap pasien gangguan jiwa juga tidak maksimal. Menurut Elly, sistem yang seperti inilah yang menyebabkan penderita gangguan jiwa menjadi sulit  sembuh dan penyakitnya sering kambuh secara tiba-tiba. ”Ke depan, kita berharap penanganan terhadap kasus sakit jiwa

Page 2: Data Skizoprenia Di NTB

menjadi prioritas. Kualitas sistem perawatan pasien jiwa juga harus senantiasa ditingkatkan,” ujarnya.

“Sudah saatnya paradigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa juga harus diubah. Selama ini masyarakat enggan mengunjungi RSJ karena takut dianggap gila. Padahal, gangguan jiwa merupakan penyakit biasa yang memiliki tingkat keparahan yang bertingkat sebagaimana penyakit lainnya.Yang penting, masyarakat harus disadarkan agar tidak takut berobat di RSJ. Dan jangan menganggap semua pasien yang berobat di RSJ itu gila,” “tambahnya. (putrarinjani*)

PASIEN Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun.     "Dari tahun ke tahun ada ’trend’ peningkatan jumlah pasien, itu menunjukkan masyarakat makin paham peran rumah sakit jiwa," kata Direktur RSJ Mataram, dr Elly Rosila W. SpKj, di Mataram, Jumat.     Ia mengatakan, dari tahun 2006 hingga 2007 terjadi peningkatan pasien RSJ Mataram sebesar 17,21 persen untuk pasien rawat jalan dan 22,93 persen pasien rawat inap.

Total kunjungan pasien yang mengalami gangguan mental emosional di RSJ Mataram dalam tahun 2007 itu mencapai 9.206 kunjungan, sebanyak 48,29 persen diantaranya merupakan kelompok usia produktif yakni 25 - 44 tahun.

Saat ini, rata-rata kunjungan pasien RSJ Mataram mencapai 30 - 50 orang/hari untuk pasien rawat jalan dan 30 - 40 orang pasien rawat inap, bahkan dapat mencapai 70 orang dari kapasitas tampung tempat tidur aktif sebanyak 90 unit dari total kapasitas tampung 120 unit.

Hasil diagnosa, pasien RSJ Mataram terbanyak terindikasi mengalami gangguan skizofrenia (masyarakat Lombok menyebutnya Jogang atau gila), gangguan depresi, kecemasan dan pobia, yang pada umumnya dilatari oleh persoalan ekonomi (kemiskinan), status sosial, faktor keturunan dan pengaruh lingkungan.

"Peningkatan kunjungan pasien di RSJ Mataram itu merupakan bukti kesadaran sanak keluarga pasien terhadap proses penyembuhan gangguan kesehatan jiwa dan gangguan mental emosional itu," ujarnya.     Rosila yang juga psikiater itu mengatakan, hingga kini belum pernah dilakukan Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) di wilayah NTB sehingga untuk sementara acuannya yakni hasil SKMRT nasional tahun 1995.     Hasil SKMRT nasional tahun 1995 itu yakni, ditemukannya 185 dari 1.000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa.     SKMRT itu juga menunjukkan gangguan mental emosional yang ditemukan pada 140

Page 3: Data Skizoprenia Di NTB

orang dari 1.000 orang penduduk pada usia 15 tahun ke atas dan 104 orang dari 1.000 orang penduduk pada kisaran usia 5-14 tahun.      "Jika mengacu kepada hasil SKMRT itu, maka diperkirakan penduduk NTB yang mengalami gejala gangguan kesehatan jiwa atau mental emosional mencapai 450 ribu jiwa dari total penduduk 4,2 juta jiwa," ujarnya.     Namun, dari angka asumsi itu baru sebagian kecil yang menjadi pasien RSJ Mataram baik yang menjalani rawat jalan maupun rawat inap.     Rosila menduga, banyak penduduk NTB yang mengalami gangguan kesehatan jiwa dan mental emosional yang masih mengandalkan pengobatan tradisional atau diabaikan sanak keluarganya.     "Ada juga yang sempat menjalani perawatan medis di RSJ Mataram namun ketika kembali ke sanak keluarganya dan gangguan kesehatan jiwa itu kembali kambuh, sanak keluarganya lebih memilih dukun Sasak atau dipasung agar terhindar dari masalah," ujarnya.     Dia mengimbau berbagai komponen masyarakat NTB agar memanfaatkan pelayanan RSJ Mataram jika ada sanak keluarganya yang menunjukkan gejala gangguan kesehatan jiwa atau mental emosional, agar ada proses penyembuhan.     "RSJ mataram telah dilengkapi dengan laboratorium dan berbagai peralatan canggih yang dapat menyembuhkan gangguan kesehatan jiwa dan mental emosional itu," tambah Rosila.