Hasil Riset Provinsi NTB

358
I 1 BAB I Perilaku Memilih: Analisis Penyebab Tingginya Surat Suara Tidak Sah di Kota Mataram Ainul Asikin * Bedi S * Faizah Sopan Sapoan H* Eka Sugih G A. Pendahuluan Pemilihan umum (Pemilu) sebagai cara menjalankan demokrasi telah dikenal dan dipraktekkan sejak lama. Bahkan kini pemilu telah menjadi keyakinan negara modern dalam mengelola sistem politik mereka. Tidak hanya itu, pemilu telah diyakini semua agama sehingga tidak perlu lagi diperdebatkan. Amerika Serikat sebagai pemeluk agama Kristen terbesar dunia, kini menjalankan pemilu, India sebagai pemeluk agama Hindu terbesar juga menjalankan pemilu, termasuk Indonesia sebagai pemeluk agama Islam terbesar sejak Orde Lama hingga kini menjalankan pemilu. Masyarakat (warga negara) adalah komponen penentu berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemilu. Karena pada dasarnya hanya kekuatan pemlih masyarakatlah yang bisa menentukan nasib negara dan bangsa ke depan. Setiap warga negara, apapun latar belakangnya seperti suku, agama, ras, jenis kelamin, status sosial, dan golongan, mereka memiliki hak yang sama untuk berserikat dan berkumpul, menyatakan pendapat, menyikapi secara kritis kebijakan pemerintah dan pejabat negara. Hak ini disebut hak politik yang secara luas dapat langsung diaplikasikan secara kongkrit melalui pemilihan umum. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk paritisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu wilayah dengan memberikan suara secara langsung. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan : “bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

Transcript of Hasil Riset Provinsi NTB

Page 1: Hasil Riset Provinsi NTB

I

1

BAB I

Perilaku Memilih:Analisis Penyebab Tingginya Surat Suara Tidak Sah di Kota Mataram

Ainul Asikin * Bedi S * FaizahSopan Sapoan H* Eka Sugih G

A. Pendahuluan

Pemilihan umum (Pemilu) sebagai cara menjalankan demokrasi telah

dikenal dan dipraktekkan sejak lama. Bahkan kini pemilu telah menjadi

keyakinan negara modern dalam mengelola sistem politik mereka. Tidak

hanya itu, pemilu telah diyakini semua agama sehingga tidak perlu lagi

diperdebatkan. Amerika Serikat sebagai pemeluk agama Kristen terbesar

dunia, kini menjalankan pemilu, India sebagai pemeluk agama Hindu terbesar

juga menjalankan pemilu, termasuk Indonesia sebagai pemeluk agama Islam

terbesar sejak Orde Lama hingga kini menjalankan pemilu.

Masyarakat (warga negara) adalah komponen penentu berhasil atau

tidaknya pelaksanaan pemilu. Karena pada dasarnya hanya kekuatan pemlih

masyarakatlah yang bisa menentukan nasib negara dan bangsa ke depan.

Setiap warga negara, apapun latar belakangnya seperti suku, agama, ras, jenis

kelamin, status sosial, dan golongan, mereka memiliki hak yang sama untuk

berserikat dan berkumpul, menyatakan pendapat, menyikapi secara kritis

kebijakan pemerintah dan pejabat negara. Hak ini disebut hak politik yang

secara luas dapat langsung diaplikasikan secara kongkrit melalui pemilihan

umum.

Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk paritisipasi politik

sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah,

rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu

wilayah dengan memberikan suara secara langsung.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945 menyatakan : “bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

Page 2: Hasil Riset Provinsi NTB

I

2

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Amanat konstitusi tersebut

untuk memenuhi tuntutan perkembangan demokrasi yang sejalan dengan

pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui pemilihan umum

secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil wakilnya.

Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan

kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Penyeleggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh

penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas,

dan akuntabilitas.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum yang kemudian disempurnakan melalui Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2011 dalam Pasal 1 angka (1) dikatakan bahwa Pemilihan

Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Sesuai Pasal 22 E ayat (2) UUD 1945, pemilihan umum

diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jadi Pemilu 2014 ini ada dua serangkaian

pemilihan umum, dimana pemilihan umum, di mana Pemilu putaran pertama

memilih anggota DPR, DPD dan DPRD atau lebih dikenal dengan pemilu

legislatif kemudian Pemilu putaran ke dua yaitu memilih Presiden dan Wakil

Presiden.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilihan umum

anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa

Page 3: Hasil Riset Provinsi NTB

I

3

sistem pemilu di Indonesia adalah sistem proporsional dengan daftar calon

terbuka untuk DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/Kota dan sistem

distrik untuk memilih anggota DPD. Hal ini mendorong seluruh partai politik

muncul di Indonesia untuk berebut dalam Pemilu pada bulan April 2014.

Sedangkan partisipasi politik merupakan pengejawantahan kedaulatan

rakyat yang sangat fundamental dalam sebuah proses demokrasi. Apabila

masyarakat mempunyai partisipasi yang cukup tinggi, maka proses

pembangunan politik dan praktik demokratisasi berjalan dengan baik.

Perwujudan demokrasi di tingkat lokal salah satunya adalah dengan

melaksanakan Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pemilukada) di daerah-

daerah.

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi. Asumsi

yang mendasari demokrasi (partisipasi) merupakan orang yang paling tahu

tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan

politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan

mempengaruhi kehidupan warga negara maka warga masyarakt berhak ikut

serta menentukan isi keputusan yang mempengaruhi hidupnya dalam

keikutsertaan warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan

pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan warga negara biasa dibagi dua

memepengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuatan dan

pelaksana keputusan politik.

Namun tidak semua perwujudan demokrasi ini berjalan dengan lancar.

Masih banyak polemik mengenai partisipasi masyarakat di tingkat bawah.

Kecenderungan masyarakat terhadap uang (money politic), tingkat kehadiran

pemilih ke TPS, tingginya surat suara tidak sah, melek politik warga, dan

langkanya kesukarelaan politik warga merupakan sebuah fenomena yang

selalu ada pada setiap penyelenggaraan Pemilu. Fenomena demikian dapat

berdampak pada menurunnya tingkat partisipasi masyarakat untuk

menentukan pilihan politiknya.

Page 4: Hasil Riset Provinsi NTB

I

4

Partisipasi pemilih sejak tahun 1999 sampai dengan pemilu 2014

mengalami fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih

sekitar 10% konsisten terjadi sampai pada pemilu 2009. Sementara pada

pemilu 2014 angka partisipasinya naik sebesar 5 %. Pada kasus Pilpres,

tercatat dalam pemilu 2014 pertama kalinya dalam sejarah angka

partisipasinya lebih rendah dibandingkan Pemilu Legislatif. Selain menurunnya

angka partisipasi pada pemilu, jumlah suara tidak sah juga terus mengalami

kenaikan dari 3.3 % pada Pemilu 1999 menjadi 9.7 % pada Pemilu 2004, dan

melonjak pada angka 14.4 % di Pemilu 2009.1 Di tengah tingkat partisipasi

pemilih yang meningkat, ternyata terdapat anomali pemilu dalam bentuk

suara tidak sah yang masih cukup tinggi pada pemilihan anggota legislatif

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang secara nasional mencapai 10,77 persen

atau sekitar 15.076.606 dari total suara yaitu 140.049.097 suara yang

diberikan pada pemilu legislatif yang lalu.2

Jumlah suara tidak sah pada Pemilu 2014 di Kota Mataram juga terjadi.

Dimana jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu Legeslatif tahun 2014

sebanyak 292.219 pemilih. Dari jumlah tersebut Surat Suara Sah berjumlah

179.769 sedangkan suara tidak sah sebanyak 38.288. Pada Pilpres tahun 2014

suara sah mencapai 215.388, sedangkan suara tidak sah mencapai 1.455.3

Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam Pemilu dan tingginya surat

suara tidak sah sangat penting untuk diteliti guna mencari akar masalah

penyebab hal tersebut dan mencari solusinya untuk perbaikan kedepan, guna

mengetahui seberapa jauh partisipasinya dalam mengawal penyelenggaraan

pemilu-pemilu selanjutnya khususnya di Kota Mataram. Kesadaran politik

yang cukup tinggi tentu sangat diharapkan. Jika partisipasi masyarakat tinggi

1 Sumber KPU RI2 Laporan Penelitian Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI

Pemilu 2014 (LP3ES-IFES) http://www.rumahpemilu.org/.3 Sumber KPUD Kota Mataram

Page 5: Hasil Riset Provinsi NTB

I

5

maka kesadaran politiknya juga tinggi, namun jika partisipasi masyarakat

rendah maka kesadaran politiknya juga rendah.

Bahwa untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dan

penyebab tingginya jumlah surat suara tidak sah yang ada di Kota Mataram

pada pemilu 2014 maka perlu diadakan penelitian mengenai hal tersebut.

Karena Kota Mataram merupakan salah satu Kota di Provinsi NTB yang

memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan Pemilu secara serentak

dengan daerah-daerah lain sesuai dengan Undang-Undang demi

mensukseskan demokrasi di negeri ini.

Dari uraian di atas, penelitian ini merumuskan tiga permasalahan, yakni;

1) Bagaimana respon dan tingkat partisipasi masyarakat Kota Mataram dalam

Pemilihan Umum 2014 ?, 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

tingkat kehadiran pemilih dalam Pemilihan Umum 2014 di Kota Mataram ? 3)

Bagaimana perilaku pemilih menyebabkan surat suara tidak sah pada saat

Pemilihan Umum 2014 di Kota Mataram?. Dengan demikian penelitian ini

bertujuan; 1) untuk mengetahui respon dan tingkat partisipasi masyarakat

Kota Mataram dalam Pemilihan Umum 2014; 2) Untuk mengetahui faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih dalam

Pemilihan Umum 2014 di Kota Mataram; 3) Untuk mengetahui perilaku

pemilih menyebabkan surat suara tidak sah pada Pemilihan Umum 2014 di

Kota Mataram.

B. Tinjauan Teoritis

B.1. Konseptualisasi Tentang Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi

merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan

politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun

yang bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah. Karya

pakar Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Wahyudi Kumorotomo

Page 6: Hasil Riset Provinsi NTB

I

6

mengatakan “partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun

individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbale balik antara

pemerintah dan warganya.”4

Lebih jauh Kumorotomo mengingatkan bahwa secara umum corak

partisipasi warga negara dibedakan menjadi empat macam, yaitu : pertama,

partisipasi dalam pemilihan (electoral participation), kedua, partisipasi

kelompok (group participation), ketiga, kontak antara warga negara dengan

warga pemerintah (citizen government contacting) dan keempat, partisipasi

warga negara secara langsung.

Linier dengan pandangan Kumorotomo, dua penggagas tentang

partisipasi politik yakni Samuel P. Hutington dan Joan Nelson dalam No Easy

Choice : Political participation in developing , mengemukakan:

“Partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusanoleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi atau kolektif,terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai ataudengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.”5

Dalam prespektif yang lebih teknis Guru Besar Ilmu Politik Universitas

Airlangga yang mantan KPU RI Ramlan Surbakti mendefinisikan, partisipasi

politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi pembuatan

dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin

pemerintah.6

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan

negara demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik.

Di negara-negara yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan

dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat.

Modernisasi politik dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintah.

4 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Jakarta : Rajawali Press, 1999, hal. 1125 Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice : Political Participation In Developing

Countries Cambridge, mass : Harvard University Press 1997, Hal. 3, dalam Miriam Budiarjo.6 Arifin Rahmat, Sistem Politik Indonesia, Surabaya : Penerbit SIC, 1998, hal. 128

Page 7: Hasil Riset Provinsi NTB

I

7

Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga

negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan

untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah7.

Sedangkan menurut Miriam Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan

seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehiudpan

politk, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau

tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.8

Dari pengertian mengenai partisipasi politik di atas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan

individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang

berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan

untuk berpatispasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi

kebijakan pemerintah.

Terkait dengan perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk

partisipasi politik yang dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi

kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan

dan keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan warga negara

mengajukan usul mengenai suatu kebijakana umum, mengajukan

alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah,

mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan,

membayar pajak, dan ikut srta dalam kegiatan pemilihan pimpinan

pemerintahan.

b. Partisipasi pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran

suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan mentaati peraturan/perintah,

menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.9

Selain kedua bentuk partisipasi diatas ilmuan politik juga

mengidentifikasi beberapa kecenderungan perilaku politik masyarakat, yang

7 Sastromatmodjo, S. Partisipasi Politik, Semarang, IKIP Semarang Press, 1995, hlm. 678 Ibid. Hlm 689 Sudijono, Sastroadmojo, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, 1995, hal. 74

Page 8: Hasil Riset Provinsi NTB

I

8

sering disebut sebagai perilaku apatis, sinisme, alienasi, dan anomie. Masing-

masing penyebutan ini dapat dikonseptualisasikan sebagai berikut:

1. Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak

punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala.

2. Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari

manusia”, dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang

kotor, tidak dapat dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam

bentuk apa pun sia-sia dan tidak ada hasilnya.

3. Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang dari

politik dan pemerintahan masyarakat dan kecenderungan berpikir

mengenai pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain

untuk oranng lain tidak adil.

4. Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan kehidupan

nilai dan ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami

perasaan ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli

yang mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi

untuk bertindak.10

Pertanyaan yang sering muncul dan perlu dijelaskan dalam tulisan ini adalah

mengapa sebagian orang enggan berpartisipasi dalam politik? Untuk

menjawab pertanyaan ini dapat ditelusuri karya Rosenberg, yang

menyebutkan ada tiga alasan orang enggan sekali berpartisipasi politik:11

Pertama bahwa individu memandang aktivitas politik merupakanancaman terhadap beberapa aspek kehidupannya. Ia beranggapan bahwamengikuti kegiatan politik dapat merusak hubungan sosial, denganlawannya dan dengan pekerjaannya karena kedekatannya dengan partai-partai politik tertentu. Kedua, bahwa konsekuensi yang ditanggung darisuatu aktivitas politik mereka sebagai pekerjaan sia-sia. Mungkin disiniindividu merasa adanya jurang pemisah antara cita-citanya denganrealitas politik. Karena jurang pemisah begitu besarnya sehingga dianggaptiada lagi aktifitas politik yang kiranya dapat menjembatani. Ketiga,

10 Michael Rush dan Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : PT Rajawali, 1989, hal. 13111 ibid

Page 9: Hasil Riset Provinsi NTB

I

9

beranggapan bahwa memacu diri untuk tidak terlibat atau sebagaiperangsang politik adalah sebagai faktor yang sangat penting untukmendorong aktifitas politik. Maka dengan tidak adanya perangsang politikyang sedemikian, hal itu membuat atau mendorong kearah perasaanyang semakin besar bagi dorongan apati. Disini individu merasa bahwakegiatan bidang politik diterima sebagai yang bersifat pribadi sekalidaripada sifat politiknya. Dan dalam hubungan ini, individu merasa bahwakegiatan-kegiatan politik tidak dirasakan secara langsung menyajikankepuasan yang relative kecil. Dengan demikian partisipasi politik diterimasebagai suatu hal yang sama sekali tidak dapat dianggap sebagai suatuyang dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan materialindividu itu.

B.2. Tinjauan Umum Tentang Pemilihan Umum

Salah satu sub-bagian yang mendapat perhatian dalam pembahasan

sistem politik demokrasi adalah sistem pemilu. Karena itu, bagian ini perrlu

menjeaskan konseptualisasi tematik ini dengan dimulai dari penelaahan

tentang pemilu.

Pemilu adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih

wakil-wakil rakyat atau presiden dan wakilnya yang akan duduk di lembaga

perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga

megara dibidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan

rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu,

diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu Negara

selama jangka waktu tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Konseptualisasi pemilu di atas telah diabstraksikan dalam UUD 1945 Bab

I Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan

rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam demokrasi

modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang

ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang berwenang

mewakili rakyat maka dilaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah

suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dilembaga perwakilan

Page 10: Hasil Riset Provinsi NTB

I

10

rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang

politik.12

Lebih lanjut Ali Moertopo, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi

rakyat untuk menjalankan kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub

dalam pembukaan UUD 1945. Senada dengan itu, Suryo Untoro,

mendefinisikan pemilu suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga Negara

Indonesia yang mempunyai hak pilih untuk memilih wakil-wakilnya yang

duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, pemilu dapat dimaknai

menjadi tiga macam perspektif, yakni perspektif tujuan, perspektif tingkat

perkembangan Negara dan perspektif demokrasi liberal. Ketiga makna ini

semakin memperkuat pengetahuan kita mengenai pengertian pemilu menurut

para ahli. Rakyat memang harus memahami hal semacam ini agar tidak terjadi

kekeliruan dan agar rakyat bisa ikut memantau system politik di Negara ini.

Setiap sistem pemilihan umum, yang biasanya diatur dalam peraturan

perundang-undangan, setidak-tidaknya mengandung tiga variabel pokok, yaitu

penyuaraan (balloting), distrik pemilihan (electoral district), dan formula

pemilihan.13

Secara umum Pemilu memiliki tujuan sebagai berikut; 1) Melaksanakan

kedaulatan rakyat; 2) Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat; 3) Untuk

memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD dan DPRD, serta memilih

Presiden dan Wakil Presiden; 4). Melaksanakan pergantian personal

pemerintah secara damai, aman dan tertib (secara konstitusional); 5)

Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Sedangkan dalam praktek bernegara di Indonesia tujuan pemilu

tercantum dalam UUD 1945 Bab VII B pasal 22 E ayat (2) yang menyebutkan

12 Syarbaini, S. DKK, Sosiologi dan Politik, Jakarta, Galia Indonesia, 2002, hlm. 8013 Douglas W. Rae, The Political Conquences of Electoral Laws, New Haven : Yale University Press,

1967, hal. 6-39

Page 11: Hasil Riset Provinsi NTB

I

11

pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kemudian dijabarkan dalam UU RI

Nomor 15 tahun 2011 bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat konstitusional yang diselenggarakan

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indoneisa tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil.

a. Langsung yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk secara

langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya,

tanpa perantara.

b. Umum, pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan

minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah

kawin, berhak ikut memilih dalam pemilu. Warga negara yang sudah

berumur 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi

(pengecualian).

c. Bebas, setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa

tekanan dan paksaan dari siapapun/dengan apapun.Dalam melaksanakan

haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat

memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.

d. Rahasia, dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya

tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan apapun. Pemilih

memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui

oleh orang lain kepada siapapun suaranya akan diberikan.

e. Jujur, dalam penyelenggaraan pemilu seitap penyelenggara/pelaksana

pemilu, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas, dan

pemantau pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat

Page 12: Hasil Riset Provinsi NTB

I

12

secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan

peraturan perundang-udangan yang berlaku.

f. Adil, berarti dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilih dan parpol

perserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari

kecurangan pihak manapun.

Para ilmu politik mengenal bermacam-maca sistem pemilhan umum,

akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : “single member

constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil ; biasanya disebut

Sistem Distrik) dan multi-member constituency (satu daerah pemilihan

memilih beberapa wakil ; biasanya dinamakan prorportional Representation

atau sistem Perwakilan Berimbang)”.14

a. Sistem Distrik (Single-member constituency)

Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan

atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya

daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan

Rakyat. Untuk keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah

besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat

ditentukanoleh jumlah distrik.

Dalam pemilihan umum legislatif tahun 2014, untuk anggota Dewan

Perwakilan Daerah pesertanya perseorangan menggunakan sistem distrik.

b. Sistem Perwakilan Berimbang (Multi-member constituency)

Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan

proportional representation atau sistem perwakilan berimbang. Sistem ini

dimaksud untuk menghilangkan bebarapa kelemahan dari sistem distrik.

Gagasan pokok ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu

golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang

diperolehnya. Untuk keperluan ini diperlukan suatu pertimbangan.15

14Rahman, H.A. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta, Garaha Ilmu, 2007, hlm. 15115 Ibid. 152

Page 13: Hasil Riset Provinsi NTB

I

13

Jumlah total anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan atas dasar

pertimbangan dimana setiap daerah pemilih memilih sejumlah wakil

sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilih itu.

B.3. Tinjauan Umum Surat Suara Tidak Sah Pemilu 2014

Perbandingan suara tidak sah dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI

antara tahun 2009 dan 2014 menunjukkan kecenderungan penurunan. Pada

pemilu 2009, suara tidak sah dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI

mencapai 17,196,020 atau 14.39 persen dari total suara pemilih nasional,

sedangkan pemilihan anggota legislatif DPR RI, pemilu tahun 2014, jumlah

suara tidak sah mencapai 15,076,606 atau 10.77 persen dari total suara

pemilih nasional. Dengan demikian sesungguhnya telah terjadi penurunan

jumlah suara tidak sah pada pemilu 2014 sebesar 2,119,414 suara atau 3.63

persen suara dari total suara pemilih nasional.16

Pada saat pemungutan suara pemilu legislatif 2014, suara tidak sah

merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan sebagai deviasi yang

sebenarnya masih dapat ditoleransi. Hal tersebut menjadi tidak biasa karena

pengamatan terhadap data-data suara tidak sah menunjukkan pola yang

relatif merata, tetap dan tidak acak. Suara tidak sah pada tingkat pemilihan

anggota legislatif nasional DPR RI, lebih tinggi dibandingkan dengan suara

tidak sah pada tingkat pemilihan anggota legislatif kabupaten (DPRD

Kabupaten).17

Secara common sense, penyebab suara sah dapat dengan mudah

dikaitkan dengan perilaku pemilih dalam memberikan hak suaranya pada saat

pemungutan suara. Dengan mengkaitkan aspek perilaku pemilih sebagai

faktor tingginya suara tidak sah, maka hulu persoalan suara tidak sah

bersumber dari apa yang mempengaruhi preferensi politik pemilih terhadap

16 Sumber www.KPU.go.id17 Laporan Penelitian Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI

Pemilu 2014 (LP3ES-IFES) http://www.rumahpemilu.org/

Page 14: Hasil Riset Provinsi NTB

I

14

calon, seperti tingkat pengetahuan terhadap calon sebagai hal yang paling

cepat diduga.

Dugaan tingkat pengetahuan sebagai faktor suara tidak sah dari hasil

pemungutan suara, sesungguhnya bukanlah hal yang secara independent

terbentuk dengan sendirinya. Menjadikan tingkat pengetahuan pemilih

sebagai konstributor suara tidak sah berkonsekuensi penulusuran dari aspek

lain, yaitu sosialisasi. Tema sosialisasi memiliki dua dimensi. Dimensi pertama,

yaitu sosialisasi yang terkait dengan tingkat pengetahuan masyarakat

terhadap calon anggota legislatif yang berarti hal tersebut tentang bagaimana

upaya yang dilakukan oleh para calon untuk memperkenalkan dirinya kepada

masyarakat sehingga layak untuk dipilih. Dimensi kedua, yaitu terkait dengan

sosialisasi tentang bagaimana cara masyarakat memberikan suara mereka di

tempat pemungutan suara secara benar. Pada dimensi ini menunjuk kepada

kinerja perangkat KPU dalam memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai tatacara pemilihan.

Dengan kata lain, mencari akar persoalan yang menyebabkan suara tidak

cukupdengan menyelediki perilaku pemilih, namun juga perlu memasukkan

aspek lain, seperti (a) partai politik yang didalamnya juga termasuk calon

anggota legislatif, dan (b) kinerja aparat penyelenggara pada tingkat yang

langsung berhubungan dengan keputusan penetapan suara sah atau tidak sah

pada saat pemungutan suara dan perhitungan suara.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di enam kecamatan di Kota Mataram,

yakni; Kec. Ampenan, Kec.Sekarbela, Kec. Mataram, Kec. Selaparang, Kec.

Cakra dan Kec. Sandubaya. Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang

terdaftar di Data Pemilih Tetap pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

tahun 2014. Sebagai representasi seluruh populasi, sampel penelitian adalah

200 pemilih dari 292.219 orang yang terdaftar dalam i Daftar Pemilih Tetap

(DPT) di enam kecamatan tersebut.

Page 15: Hasil Riset Provinsi NTB

I

15

Data dikelompokkan menjadi dua, yakni data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang didasarkan pada peninjauan langsung pada

objek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi

lapangan yang dilakukan dengan datang langsung ke lokasi penelitian dengan

cara menyebarkan angket/kuesioner kepada responden yang dijadikan

sebagai sampel penelitian. Responden menjawab dengan memilih pilihan

jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan. Data sekunder yaitu

dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku-buku, jurnal,

internet dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

D. Hasil Penelitian

D.1. Karekteristik Sosial Kota Mataram

Penduduk sebagai subyek maupun objek pembangunan merupakan

variabel dependen yang utama, karenanya informasi mengenai

kependudukan menjadi sesuatu yang penting untuk dicermati. Sensus

penduduk tahun 2008 yang mencatat dimana jumlah penduduk di Kota

Mataram adalah 362.243 jiwa. Sedangkan berdasarkan data BPS tahun 2012,

jumlah penduduk kota Mataram tercatat 406.910 jiwa dengan rata-rata orang

per KK untuk masing-masing kecamatan adalah 4 5 orang per KK. Sedangkan

jumlah penduduk Kota Mataram berdasarkan Surat Keputusan KPU No.

110/Kpts/KPU/Tahun 2013 adalah 427.640 jiwa dengan jumlah masing-masing

kecamatan dalam tabel dibawah ini sebagai berikut :

Tabel 1.1: Jumlah Penduduk per-Kecamatan

No. Kecamatan Jumlah

1. Ampenan 87.555

2. Sekarbela 53.329

Page 16: Hasil Riset Provinsi NTB

I

16

No. Kecamatan Jumlah

3. Selaparang 72.235

4. Mataram 79.240

5. Sandubaya 63.538

6. Cakranegara 71.743

Selain sebagai ibukota provinsi, Mataram juga telah menjadi pusat

pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri dan jasa, serta saat ini

sedang dikembangkan untuk menjadi kota pariwisata.

Suku Sasak merupakan suku asli sekaligus suku bangsa mayoritas

penghuni Kota Mataram. Mataram juga menjadi tempat tinggal berbagai suku

bangsa di Indonesia termasuk suku Bali, Tionghoa dan Arab. Islam adalah

agama mayoritas penduduk Mataram. Agama lain yang dianut adalah Kristen,

katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.

Peningkatan sumber daya manusia di Kota Mataram diarahkan maju

dan modern yang tetap berakar pada budaya dan religi. Oleh karenanya

fasilitas pendidikan di Kota Mataram menjadi hal yang terpenting dimana

ketersediaan saranan pendidikan cukup memadai, di Kota ini terdapat

beberapa perguruan tinggi baik Negeri maupun Swasta. Perguruan Tinggi

Negeri yang cukup terkenal di kota ini adalah Universitas Mataram yang sering

disingkat Unram. Selain itu terdapat juga Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Mataram, Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri (STPDN) untuk wilayah

Nusa Tenggara, ada Universitas HIndu Negeri "Gede Puja" Mataram.

Sementara Perguruan Tinggi Swasta diantaranya adalah Universitas Al-

Azhar (Unizar), Universitas Muhammadiyah Mataram, IKIP Mataram,

Universitas NTB, Universitas 45 Mataram, Universitas Saraswati, Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram, STIE Mataram, dan berbagai macam

akademi-akademi atau perguruan tinggi lainnya. Dengan jumlah perguruan

tinggi yang seluruhnya ada di Kota Mataram adalah 22 buah.

Page 17: Hasil Riset Provinsi NTB

I

17

D.2. Tingkat Kehadiran Pemilih

Dalam pemiu legislatif Tahun 2014 jumlah pemilih yang terdaftar dalam

pemilih tetap di Kota Mataram sebanyak 289.799 orang yang terdiri dari

pemilih Laki-laki yaitu sebanyak 140.515 orang dan Pemilih perempuan yaitu

sebanyak 149.284 orang. Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam pemilih

per-kecamatan dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1.2: DPT Pemilu Legislatif tahun 2014

No Kecamatan JumlahKeluruhan

JumlahTPS

Jumlah PemilihL P L + P

1 Ampenan 10 205 28.805 31.126 59.9312 Cakranegara 10 164 22.121 23.745 45.8663 Mataram 9 187 26.348 27.982 54.3304 Sandubaya 7 147 20.910 21.884 42.7945 Sekarbela 5 123 17.103 17.727 34.8306 Selaparang 9 171 24.751 26.162 50.913Jumlah 50 997 140.038 148.626 288.664

Sumber: KPU Kota Mataram

Data di atas memperlihatkan bahwa jumlah DPT Kota Mataram

288.664, dengan komposisi pemilih laki-laki dengan 140,038 pemilih Laki-laki

dan 148,626 pemilih perempuan. Pemilih tersebut tersebar di 997 TPS dengan

50 Kelurahan. Dari keseluruhan pemilih tersebut, setelah pemungutan suara

berlangsung, Nampak bahwa surat suara sah berjumlah 179.769 suara

sedangkan suara tidak sah sebanyak 38.288 suara. Artinya dari jumlah total

DPT yakni 288.644 partisipasi masyarakat sebanyak 218.057 (suara sah

179,769 + suara tidak sah 38.288) atau 75,57% sedangkan jumlah yang tidak

menggunakan hak pilihnya sejumlah 70,587 atau 24,45%

Secara kuantitatif data di atas memperlihatkan fenomena sisi teknis

pemilu yang menerangkan angka partisipasi pemilih belum simetris dengan

angka keterampilan pemilih menggunakan hak pilihnya. Meskipun angka

partisipasi pemilih cukup tinggi (75,57%) namun jumlah surat suara tidak sah

juga sangat tinggi (24,45%). Sehingga data ini dapat dibaca kedalam dua

makna, yakni; (1) keterampilan masyarakat Kota Mataram dalam

menggunakan hak pilihnya masih rendah; (2) akibat keterampilan yang rendah

Page 18: Hasil Riset Provinsi NTB

I

18

24,45% masyarakat yang menggunakan hak pilihnya tidak memiliki nilai positif

untuk tidak disebut pemilih golput.

Pemilu tahun 2014 mengenal bebarapa jenis pemilih yaitu Daftar Pemilih

Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK)

dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) (Penggunaan KTP atau

indentitas lain lain atau paspor). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang

ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan.Kemudian

Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar setelah pengumuman

DPT sehingga dia masuk tambahan. Kemudian Daftar Pemilih Khusus adalah

mereka yang pindah memilih dengan menggunakan formulir A5. Dan terakhir

adalah Daftar Pemilih Khusus Tambahan adalah mereka yang menggunakan

KTP atau identitas lainnya meskipun tidak terdaftar dalam tiga kategori daftar

pemilih di atas.

Dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 KPU Kota

Mataram, mencatat jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT sebanyak

292.219 orang yang terdiri dari pemilih laki-laki 141.913 orang dan pemilih

perempuan 150.306 orang. Jumlah DPTb 665 orang yang terdiri dari pemilih

laki-laki 333 orang dan pemilih perempuan 332 orang. Pemilih terdaftar dalam

DPK sebesar 984 orang yang terdiri dari pemilih laki-laki 505 orang dan pemilih

perempuan 479 orang. DPKTb /pengguna KTP atau identitas lain atau paspor

9.694 orang yang terdiri dari pemilih laki-laki 4.321 orang dan pemilih

perempuan 5.373 orang. Total dari semua pemilih yang terdaftar dalam semua

kategori itu adalah 303.562 orang yang terdiri dari laki-laki 147.072 orang dan

pemilih perempuan sebanyak 156.490 orang.

Yang menarik adalah partisipasi pemilih pada pemilu presiden menurun

disbanding pemilu legislative. Dari seluruh kategori pemilih (DPT, DPTb, DPK

dan DPKTb) yang berjumlah 303.562 orang, jumlah pemilih yang

menggunakan hak pilihnya sebanyak 216.843 orang atau 71,44% dan yang

tidak menggunakan hak pilihnya 86.719 atau 28,56%. Jumlah surat suara sah

adalah 215.508 dan suara tidak sah 1.435 suara.

Page 19: Hasil Riset Provinsi NTB

I

19

D.3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakhadiran pemilih di TPS dalam

kasus pemilu Kota Mataram dapat di klasifikasikan kedalam dua kelompok

besar yaitu faktor internal pemilih dan faktor ekternal. Faktor internal adalah

factor yang bersumber dari diri si pemilih sendiri, sedangkan ekternal adalah

faktor dari luar dirinya. Secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini

sebagai berikut :

Tabel 1.3: Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakhadiran Pemilih

No Internal Eksternal1 Teknis Administratif2 Pekerjaan Sosialisasi3 - Politik

a. Faktor Internal

Dari wawancara mendalam yang dilakukan, penelitian ini

menemukan dua faktor internal yang mempengaruhi ketidakhadiran

pemilih di TPS, yakni alasan teknis dan alasan pekerjaan. Alasan teknis

adalah adanya kendala yang bersifat teknis yang dialami oleh pemilih

sehingga menghalanginya untuk menggunakan hak pilih. Seperti pada saat

hari pencoblosan pemilih sedang sakit, pemilih sedang ada kegiatan yang

lain serta berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih.

Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak datang ke TPS

untuk menggunakan hak pilihnya.

Faktor pekerjaan adalah pekerjaan sehari-hari pemilih. Faktor

pekerjaan pemilih ini dalam pemahaman peneliti memiliki kontribusi

terhadap jumlah orang yang tidak memilih. Sebagian besar penduduk Kota

Mataram bekerja di sektor informal, dimana penghasilanya sangat terkait

dengan intensitasnya bekerja. Banyak dari sektor informal yang baru

mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja, tidak bekerja berarti

tidak ada penghasilan.

Page 20: Hasil Riset Provinsi NTB

I

20

Maka dalam pemahaman responden penelitian, faktor pekerjaan cukup

singifikan pada pada factor internal membuat pemilih untuk tidak memilih.

Pemilih dalam kondisi seperti ini dihadapkan pada dua pilihan

menggunakan hak pilih yang akan mengancam berkurang yang

penghasilannya atau pergi bekerja dan tidak memilih.

b. Faktor Eksternal

Faktor ektenal merupakan faktor yang berasal dari luar yang

mengakibatkan pemilih tidak menggukan hak pilihnya dalam pemilu. Ada

tiga yang masuk pada kategori ini menurut pemilih yaitu aspek

administratif, sosialisasi dan politik.

1. Aspek Administrasi

Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan

aspek adminstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa

menggunakan hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih,

tidak mendapatkan kartu pemilihan tidak memiliki identitas

kependudukan (KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang

membuat pemilih tidak bisa ikut dalam pemilihan. Pemilih tidak akan

bisa menggunakan hak pilih jika tidak terdaftar sebagai pemilih. Kasus

pemilu legislatif 2009 adalah buktinya banyaknya masyarakat

Indonesia yang tidak bisa ikut dalam pemilu karena tidak terdaftar

sebagai pemilih.

Faktor berikut yang menjadi penghalang dari aspek administrasi

adalah permasalahan kartu identitas. Masih ada masyarakat tidak

memilki KTP. Jika masyarakat tidak memiliki KTP maka tidak akan

terdaftar di DPT (Daftar Pemimilih Tetap) karena secara administtaif

KTP yang menjadi rujukkan dalam mendata dan membuat DPT. Maka

masyarakat baru bisa terdaftar sebagai pemilih menimal sudah tinggal

6 bulan di satu tempat.

Page 21: Hasil Riset Provinsi NTB

I

21

2. Aspek Sosialisasi

Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan pemilu di

Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka memenimalisir

golput. Hal ini di sebabkan intensitas pemilu di Indonesia cukup tinggi

mulai dari memilih kepala desa, bupati/walikota, gubernur pemilu

legislatif dan pemilu presiden hal ini belum dimasukkan pemilihan yang

lebih kecil RT/RW.

Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam

upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap

pemilu terutama pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian

peserta pemilu yang berbeda. Pada Pemilu 1999 diikuti sebanyak 48

partai politik, pada pemilu 2004 dikuti oleh 24 partai politik, pemilu

2009 dikuti oleh 41 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di

Aceh sedangkan pada Pemilu 2014 diikuti oleh 12 partai politik

nasional dan 3 partai politik lokal di Aceh. Kondisi ini menuntut

perlunya sosialisasi terhadap masyarakat. Permasalahan berikut yang

menuntut perlunya sosialisasi adalah mekanisme pemilihan yang

berbeda antara pemilu sebelum reformasi dengan pemilu sebelumnya.

Dimana pada era orde baru hanya memilih lambang partai sementara

sekarang sekalian memilih lambang juga harus memilih nama salah

satu calon di partai tersebut. Perubahan yang signifikan adalah pada

pemilu 2009 dan 2014.

3. Aspek Politik

Faktor politik adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan

oleh aspek politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti ketidak

percaya dengan partai, tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia

atau tak percaya bahwa pileg/pilres akan membawa perubahan dan

perbaikan. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat untuk tidak

menggunakan hak pilihnya.

Page 22: Hasil Riset Provinsi NTB

I

22

Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan

lain sebagainya memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap

politik sehingga membuat masyarakat enggan untuk menggunakan hak

pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk

pada kategori politik instan. Politik dimana baru mendekati masyarakat

ketika akan ada agenda politik seperti pemilu. Maka kondisi ini

meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi.

Faktor lain adalah para politisi yang tidak mengakar, politisi

yang dekat dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Sebagian politisi lebih

dekat dengan para petinggi partai, dengan pemegang kekuasaan.

Mereka lebih menngantungkan diri pada pemimpinnya di bandingkan

mendekatkan diri dengan konstituen atau pemilihnya. Kondisi lain

adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik

internal partai dalam mendapatkan jabatan strategis di partai,

kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda partai. Konflik

seperti ini menimbulkan anti pati masyarakat terhadap partai politik.

Idealnya konflik yang di tampilkan para politisi seharusnya tetap

mengedepankan etika politik (fatsoen).

D.4. Respon Pemilih tentang Pemilu

Ketika penelitian ini mengajukan pertanyan seputar pemilu kepada

responden, maka ditemukan respon mereka sebagaimana tampak pada tabel

di bawah.

Tabel 1.4: Tingkat Respon Pemilih Tentang Pemilu

No RESPON terhadap pertanyaanKecamatan

JumlahAmp Mtrm Slpg Skrbl Cakra Sdby

1. Apakah Anda terdaftar sebagaipemilih dalam pemilu 2014?

a. Sudah 45 35 22 28 27 33 190

Page 23: Hasil Riset Provinsi NTB

I

23

No RESPON terhadap pertanyaanKecamatan

JumlahAmp Mtrm Slpg Skrbl Cakra Sdby

b. Belum 0 3 0 0 0 0 3

c. Tidak tahu 0 2 3 2 0 0 7

2. Apakah Anda diarahkan olehtokoh untuk memilih parpol/calontertentu pada pemilu 2014?

a. Ya 4 5 2 0 0 0 11

b. Tidak 41 35 23 30 27 33 189

3. Informasi apa saja yang perluAnda ketahui terkait pemilu 2014(boleh lebih dari satu jawaban)?

a. Waktu pelaksanaan 22 6 9 15 9 25 86

b. Calon-calon yang akan dipilih 39 22 10 19 25 25 140

c. Cara menggunakan hak pilih 23 7 8 3 8 10 59

d. Lainnya,...... 0 3 2 4 0 1 10

4. Informasi apa saja yang Andaketahui terkait dengan pemilu2014? (boleh lebih dari satujawaban)

a. Waktu pelaksanaan 21 15 4 8 9 8 65

b. Calon-calon yang akan dipilih 27 19 19 11 25 20 121

c. Cara menggunakan hak pilih 17 5 7 4 8 20 61

d. Lainnya,...... 4 4 0 5 0 6 19

5. Dari manakah Anda memperolehinformasi mengenai pemilu 2014?(boleh lebih dari satu jawaban)

a. Media cetak (surat kabar,majalah)

6 4 1 2 7 9 29

b. Media elektronik (TV, radio,internet)

17 18 18 19 19 31 122

c. Media pendukung (poster,brosur, spanduk, binner,baliho)

18 13 6 4 11 1 53

d. Sosialisasi langsung dariKPU

14 7 0 9 12 0 42

e. Lainnya,.... 0 0 0 0 0 0 0

Page 24: Hasil Riset Provinsi NTB

I

24

No RESPON terhadap pertanyaanKecamatan

JumlahAmp Mtrm Slpg Skrbl Cakra Sdby

6. Apa pendapat Anda tentang jaraktempuh TPS dengan tempattinggal Anda pada pemilu 2014?

a. Jauh 14 8 2 2 5 2 33

b. Dekat 31 32 23 28 22 31 167

7. Apa indentitas yang Andagunakan untuk memilih dalampemilu 2014?

a. Kartu Pemilih 45 32 19 29 25 30 180

b. KTP 6 4 1 2 3 16

c. Keterangan Domisili 2 1 0 0 0 3

d. Lainnya,...... 0 0 1 0 0 0 1

8. Apakah Anda mengetahui tatacara pencoblosan pada pemilu2014

a. Ya 43 34 23 27 25 23 175

b. Tidak 2 6 2 3 2 10 25

9. Dari mana Anda mengetahui tatacara pencoblosan pada Pemilu2014?

a. Media cetak (surat kabar,majalah)

6 3 0 3 7 11 30

b. Media elektronik (TV, radio,internet)

19 15 13 20 19 32 118

c. Media pendukung (poster,brosur, spanduk, binner,baliho)

12 13 6 5 4 2 42

d. Sosialisasi langsung dariKPU

23 7 11 7 17 0 65

10. Apakah dilakukan peragaan tatacara pencoblosan oleh panitiasebelum waktu pencoblosandimulai pada Pemilu 2014?

a. Ya 35 36 18 28 23 20 160

b. Tidak 10 4 7 2 4 13 40

11. Apakah Anda datang ke TempatPemungutan Suara (TPS) atauPanitia yang mendatangi Andapada Pemilu 2014?

a. Datang sendiri ke TPS 43 36 24 30 27 33 193

b. Panitia yang datang ke .....karena.......

2 4 1 0 0 0 7

Page 25: Hasil Riset Provinsi NTB

I

25

No RESPON terhadap pertanyaanKecamatan

JumlahAmp Mtrm Slpg Skrbl Cakra Sdby

12. Apakah Anda dibacakan ataudiberi tahu terlebih dahulusebelum menentukan pilihan padaPemilu 2014?

a. Ya 20 39 19 25 18 6 127

b. Tidak 25 1 6 5 9 27 73

13. Setelah dibacakan apakah Andadiarahkan untuk menentukanpilihan terhadap parpol/calontertentu atau diputuskan sendiripada Pemilu 2014?

a. Diarahakan 1 13 0 0 0 1 15

b. Keputusan Sendiri 44 27 25 30 27 32 185

14. Apakah Anda sendiri yangmelakukan pencoblosan ataumemandatkan kepada panitiapada Pemilu 2014?

a. Sendiri 45 40 25 30 27 32 199

b. Dimandatkan kepada panitia 0 0 0 0 0 1 1

15 Apakah terjadi anterian panjang diTPS pada saat Anda melakukanpencoblosan pada Pemilu 2014?

a. Ya 24 6 8 8 8 15 69

b. Tidak 21 34 17 22 19 18 131

16. Kesulitan apa yang Anda temukanpada saat pencoblosan padaPemilu 2014? (boleh lebih darisatu jawaban)

a. Surat Suara lebih dari satu 9 12 5 6 7 23 62

b. Parpol yang banyak 19 14 16 17 15 24 105

c. Nama calon yang tidakdisertai dengan poto calon

26 17 8 11 8 5 75

d. Lainnya......................................

3 1 2 1 7

17. Apakah Anda membukakeseluruhan atau sebagian suratsuara sebelum dicoblos padaPemilu 2014?

a. Membuka keseluruhan 37 35 21 28 21 26 168

b. Hanya membuka sebagiansaja

8 5 4 2 6 7 32

Page 26: Hasil Riset Provinsi NTB

I

26

No RESPON terhadap pertanyaanKecamatan

JumlahAmp Mtrm Slpg Skrbl Cakra Sdby

16. Dari point di bawah ini yang manaAnda coblos pada Pemilu 2014?

a. Gambar parpol saja 15 17 13 12 14 22 93

b. Satu nama caleg saja 23 14 10 14 11 18 90

c. Lebih dari satu nama calegpada partai yang sama

7 2 2 2 5 8 26

d. Lebih dari satu nama calegpada partai yang berbeda

0 0 0 2 0 0

19. Apakah ukuran besarnya alatpencoblosan sesuai denganbesarnya kotak pencoblosan padasurat suara pada Pemilu 2014?

a. Sesuai 36 38 23 26 23 32 178

b. Terlalu Besar 9 2 2 4 4 1 22

21. Apakah Anda menemukan suratsuara dobel pada Pemilu 2014 ?

a. Ya 3 0 3 0 0 2 8

b. Tidak 42 40 22 30 27 31 192

22. Apakah Anda melaporkanpenemuan surat suara yang dobeltersebut kepada panitia?

a. Ya 8 3 4 0 0 8 23

b. Tidak 14 0 18 0 0 6 38

23. Apakah Anda mengalamikesulitan pada saat memasukkanSurat Suara ke dalam kotak suarapada Pemilu 2014 ?

a. Ya 5 6 2 13 0 2 28

b. Tidak 40 34 23 17 27 31 172

24. Apa jenis kesulitan yang Andaalami pada saat memasukkankertas Surat Suara ke dalamkotak suara pada Pemilu 2014?(jawaban boleh lebih dari satu)

a. Surat Suara terlalu besar 14 8 7 6 0 1 36

b. Lubang kotak suara terlalusempit

10 12 2 3 1 3 31

c. Surat suara banyak 14 17 12 20 25 3 91

d. Lainnya.........................................

3 3 3 1 1 2 13

Page 27: Hasil Riset Provinsi NTB

I

27

Data Hasil Olahan Dari tabel di atas terlihat bahwa respon masyarakatterhadap pemilu cukup positif. Ditemukan dua faktor yang menyebabkannya,sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan dan partisipasi masyarakat Kota Mataram dalam

pemilu yang cukup tinggi. Pengetahuan dan partisipasi baik atas

pengetahuan yang didapatkan secara autodidak melalui media misalnya

maupun melalui sosialisasi yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan

Umum (KPU). Kepastian sebagai pemilih tetap misalnya dari 200

responden yang ada yang mengetahui dirinya terdaftar sebanyak 190

(95%), belum terdaftar 3 (0,15%), dan yang belum mengetahui hanya 7

(0,35%). Pada tingkat kesadaran politik kecenderungan pengaruh dari luar

tidak signifikan merubah pilihan dalam menggunakan hak suaranya 94,5%

menyatakan tidak diarahkan, dan hanya 0,5% yang menyatakan

diarahkan. Sementara itu terkait dengan informasi yang paling banyak

diperlukan oleh para responden adalah calon-calon yang akan mereka

pilih mencapai 70% setelah itu waktu pelaksanaan, cara menggunakan

hak pilih, dan lainnya. Intensitas pengunaan media cetak dan elektronik

sebagai sarana sosialisasi penyelenggara pemilu dalam hal ini oleh KPU

cukup signifikan dirasakan dibanding dengan secara langsung yang

terkadang tempat, waktu, pesertanya terkadang terbatas. Media

elektronik misalnya 61%, media pendukung 26% sedangkan sosialisasi

langsung oleh KPU 21%.

2. Efektivitas sosialisasi yang dilakukan oleh KPU, termasuk intensitas

penggunaan media dalam hal memberikan informasi dan simulasi-

simulasi pemungutan suara telah memberikan dampak signifikan bagi

pemilih. Dari 200 responden 59% mendapatkan informasi dari media,

32,5% informasi dari KPU secara langsung. Sementara itu peragaan dan

pembacaan/pemberitahuan berulang-ulang pada saat pemungutan suara

juga sangat penting untuk tetap dilakukan. Terhadap peragaan tersebut

80% menjawab diperagakan, 20% menjawab tidak diperagakan. 63%

menjawab dibacakan dan 33% menjawab tidak.

Page 28: Hasil Riset Provinsi NTB

I

28

D.5. Faktor Penyebab Surat Suara Tidak Sah

Penelitian ini menemukan faktor-faktor yang menyebabkan suara tidak

sah kedalam tiga aspek, (1) faktor suara tidak sah yang bersumber dari aspek

penyelenggara, (2) faktor suara tidak sah yang bersumber dari aspek perilaku

pemilih, (3) faktor suara yang dipengaruhi oleh peran partai politik adalah

sebagai berikut

1. Aspek Penyelenggara

Kapasitas tentang kepemiluan merupakan suatu hal yang urgent bagi

penyelenggara pemilu, terutama pada tingkat ad-hoc, karena keberadaan

mereka merupakan garis pertama dalam keputusan-keputusan terhadap

hasil pemilu, seperti penetapan suara sah dan tidak sah. Kesalahan

keputusan atas penetapan hasil pemilu, seperti sah atau tidaknya suara pada

waktu perhitungan akan berimplikasi terhadap penetapan hasil pemilu pada

rentang yang lebih luas. Bekal kapasitas kepemiluan bagi penyelenggara

pemilu pada tingkat adhoc, terutama KPPS akan membuat kualitas pemilu

menjadi lebih baik. Bimbingan teknis (Bimtek) kepemiluan telah dilakukan

KPU dan jajaran dibawahnya secara berjenjang/ hirarki, mulai dari tingkat

KPU Provinsi, KPU Kabupaten, PPK, PPS sampai dengan KPPS. Untuk lebih

memperkuat kapasitas penyelenggara di tingkat ad hoc, KPU menerbitkan

buku panduan KPPS, yang didalamnya juga memuat materi tentang tata-cara

mencoblos bagi pemilih yang hasilnya dapat dinilai sah atau tidak sah.

Kualitas SDM dalam perekrutan anggota KPPS juga menentukan

kapasitas penyelenggara pemilu. Sebagian besar PPS mengaku kesulitan

merekrut anggota KPPS yang memiliki kemauan dan kemampuan sebagai

KPPS sebagaimana yang diamanatkan dalam aturan tertulis KPU. Di tingkat

pengawas pemilu, tidak berimbangnya jumlah Petugas Pengawas Lapangan

(PPL) dibandingkan dengan jumlah TPS berimplikasi kepada tidak

maksimalnya fungsi PPL sebagai mitra kerja PPS dan KPPS dalam mengawal

proses pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS.

Page 29: Hasil Riset Provinsi NTB

I

29

Pemahaman suara tidak sah dari penyelenggara pemilu pada tingkat

adhoc juga menjadi salah satu penyebab juga tingginya surat suara tidak sah.

Pengadministrasian hasil suara pemilu legislatif (Pileg) dicatat dalam sertfikat

rekapitulasi perhitungan suara mulai dari tingkat KPPS hingga KPU Provinsi.

Di dalam sertifikat termuat 3 jenis kolom yang harus diisikan oleh

petugas/penyelenggara pemilu pada setiap tingkatan, yaitu : kolom I adalah

kolom Data Pemilih dan Penggunaan Hak Pilih, kolom II adalah kolom Data

Penggunaan Hak Suara, dan kolom III adalah kolom Suara Sah dan Tidak Sah.

Dalam hal suara tidak sah, KPU telah memberikan petunjuk mengenai surat

suara yang dinilai sah dan tidak sah berdasarkan cara mencoblos. Terdapat

15 poin cara mencoblos yang dinilai sah dalam memberikan suara dan 4 poin

cara mencoblos yang menyebabkan suara tidak sah. Keempat poin tersebut

sebagai berikut :

No Cara Mencoblos Tidak Sah Surat Suara Pemilu Legislatif 2014

1 Tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar,dan nama Partai Politik, Sedangkan tanda coblos calon terletakpada partai politik yg berbeda, suaranya dinyatakan TIDAK SAH

2 Tanda coblos terletak hampir mengenai garis/diluar kolom padakolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama PartaiPolitik, suaranya dinyatakan TIDAK SAH

3 Tanda coblos terletak diantara kolom Partai Politik, suaranyadinyatakan TIDAK SAH

4 Tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambardan nama Partai Politik, DAN tanda coblos pada kolom yangmemuat nomor urut dan nama calon, SERTA ada tanda coblosdiluar kolom, suaranya dinyatakan TIDAK SAH

Sumber : Buku Panduan KPPS, Pemilu Legislatif 2014

Penjelasan KPU mengenai surat suara tidak sah adalah dalam kerangka

tata-cara pencoblosan, karena memang sebagai hal yang paling mudah

dijelaskan untuk mengantisipasi kesalahan pada tingkat pencoblosan maupun

Page 30: Hasil Riset Provinsi NTB

I

30

pada tingkat penulisan hasil. Kesalahan yang bersumber dari kesalahan

pencatatan oleh petugas (human error) dinilai akan dapat terdeteksi melalui

proses pencatatan dan pendokumentasian rekapitulasi hasil perhitungan

suara pemilu legislative yang dilakukan secara berjenjang.

2. Aspek Perilaku Pemilih

Sejak pemilu dilaksanakan dengan cara masyarakat memilih langsung

calon legislatif maupun sejak dilakukan pemilihan langsung terhadap presiden

dan wakil presiden sejak tahun 2004 di berbagai tingkatan, telah membentuk

kesadaran politik masyarakat yang cukup baik untuk menentukan pilihan pada

saat pemilu. Dibalik suara tidak sah, sesungguhnya mengimplikasikan

kesadaran politik pemilih yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari perilaku

partai politik. Dengan kata lain, menganalisa fenomena suara tidak sah masih

sah saja tinggi mulai dari pemilu tahun 2009, kiranya perlu melihat perilaku

partai politik dalam melakukan pendekatan politik ke masyarakat.

Pada pemilu legislatif dan presiden yang lalu, ketika mendatangi TPS

masyarakat cenderung mengatakan “negara minta milih, kita milih”, atau

“yang penting menggugurkan kewajiban”. Menggaris bawahi ungkapan “yang

penting menggugurkan kewajiban” merupakan ungkapan yang dapat dilihat

dari dua perspektif dan konteks, yaitu (1) sikap yang skeptis terhadap pemilu,

dan (2) sikap imbal balik dari sesuatu yang mereka terima. Sikap skeptis

terhadap pemilu merefleksikan kesadaran yang sesungguhnya

mempertanyakan pengaruh pemilu terhadap kehidupan mereka, karena

pemilu lebih dilihat dalam kerangka kewajiban warga negara daripada sebagai

hak. Sehingga kedatangan mereka ke TPS lebih sebagai bentuk kepatuhan

sebagai warga negara, daripada sebagai bentuk kesadaran untuk menyalurkan

aspirasi politik dengan memilih calon anggota lagislatif. Sedangkan yang kedua

merupakan bentuk sikap yang lahir dari kesadaran penuh atas imbal balik dari

pemberian yang diterima oleh masyarakat dari tim sukses calon anggota

Page 31: Hasil Riset Provinsi NTB

I

31

legislatif maupun tim sukses calon presiden yang menuntut komitmen untuk

memilih calon anggota legislatif tertentu yang diminta.

Dalam kontek suara tidak sah, sikap skeptis terlihat dari adanya blanko

surat suara yang tidak dicoblos, meski dimasukkan dalam kotak suara, sehigga

tidak dapat dihitung dan dinyatakan tidak sah. Demikian pula tidak dikenal

maka tidak dipilih merupakan ungkapan yang dapat memberikan deskripsi

mengenai satu diantara penyebab fenomena suara tidak sah. Kondisi ini

menjadi wajar karena kurangnya sosialisasi calon DPD, DPR RI, DPRD Provinsi

dan bahkan DPRD Kota kurang tedengar atau dapat dikatakan sama sekali

tidak ada yang sampai kepada pemilih tersebut, walaupun fhoto calon

tersebut tersebar dimana-mana, akan tetapi mesosialisasikan dirinya kepada

pemilih yang masih sangat minim.

Adapun suara tidak sah yang disebabkan oleh ketidaktahuan pemilih

mengenai tata cara pencoblosan, mungkin saja terjadi, terutama untuk

pemilih usia lanjut meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit. Sedikitnya

sosialisasi yang dilakukan oleh caleg DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD

Kota membuat sebagian besar pemilih tidak memiliki pengetahuan tentang

profil calon yang berkonsekuensi logis terhadap rendahnya tingkat keinginan

untuk mencoblos kertas suara DPR. Situasi ini terjadi di semua lokasi studi di

kecamatan. Terlebih, calon anggota legislatif secara etnis tidak

merepresentasikan wilayah daerah pemilihannya.

Modus suara tidak sah lainnya adalah terdapat coblosan ganda pada

kolom yang berbeda. Perilaku mencoblos ganda dapat dikategorikan karena

dua hal: (1) dimotivasi oleh adanya pemberian uang atau barang dari para

caleg agar mereka memilih para caleg tersebut, (2) faktor kesalahan

pencoblosan, yang mana pada saat pencoblosan, surat suara tidak dibuka

secara benar, sehingga semua kolom tercoblos yang menyebabkan lubang

coblosan lebih di satu kolom, dan (3) karena masyarakat lebih kenal atau lebih

Page 32: Hasil Riset Provinsi NTB

I

32

menyukai partai daripada caleg sehingga mereka terdorong lebih memilih

caleg dari partai yang berbeda.

3. Aspek Peran Partai Politik

Sedangkan terkait dengan aspek peran partai politik, sosialisasi

menjadi kata kunci dalam proses pemilihan anggota legislatif 2014. Sosialisasi

yang dilakukan baik oleh partai maupun caleg sangat menentukan bagi

masyarakat dalam menentukan pilihan politik mereka pada saat pemungutan

suara.

Dalam konteks ini, sosialisasi calon anggota legislatif (caleg) DPD, DPR

RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota dirasa kurang intensif bahkan tidak ada sama

sekali. Sosialisasi calon anggota legislatif dengan cara langsung mendatangi

masyarakat, baik yang dilakukan oleh calon anggota legislatif itu sendiri, baik

yang dilakukan oleh tim sukses atau partai politik, lebih intensif dilakukan oleh

calon anggota legislatif ditingkat kabupaten. Sosialisasi caleg DPD, DPR RI,

DPRD Provinsi, DPRD Kota lebih cenderung dilakukan melalui media luar ruang

yang lebih bersifat impersonal, meski menampilkan fhoto dan nama, namun

masyarakat tidak pernah bisa mengenal profil caleg DPD, DPR RI, DPRD

Provinsi, DPRD Kota yang akan dikenal secara dekat.

Minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh calon anggota legisatif (caleg)

DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota merupakan hal yang turut

mempengaruhi suara tidak sah. Sebab pada saat pemungutan suara, pemilih

cenderung membiarkan surat suara DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan bahkan

DPRD Kota tidak dicoblos atau dicoblos dengan cara tidak tepat, seperti coblos

ganda di kolom yang berbeda. Sosialisasi oleh para calon aggota legislatif

(caleg) penting dilakukan untuk memberikan pengetahuan terhadap para

pemilih, sehingga memiliki preferensi untuk memilih calon yang sesuai dengan

aspirasi politik mereka. Minimnya sosialisasi dinilai menyebabkan pemilih

tidak mencoblos caleg DPR, membiarkannya kosog, meskpiun demikian tetap

Page 33: Hasil Riset Provinsi NTB

I

33

dimasukkan dalam kotak suara, sehingga suara yang diberikan menjadi tidak

sah.

Page 34: Hasil Riset Provinsi NTB

I

34

Daftar Pustaka

Arifin Rahmat, Sistem Politik Indonesia, Surabaya : Penerbit SIC, 1998

Buku Putih Sanitasi, Gambaran Umum Kota Mataram, Pemerintah Kota mataramtahun 2009

Douglas W. Rae, The Political Conquences of Electoral Laws, New Haven : YaleUniversity Press, 1967

Laporan Penelitian Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan AnggotaLegislatif DPR RI Pemilu 2014 (LP3ES-IFES) http://www.rumahpemilu.org/

Michael Rush dan Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : PT Rajawali, 1989

Nawawi, Hadari, Metodologi Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress, 1987

Rahman, H.A. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta, Garaha Ilmu, 2007WahyudiKumorotomo, Etika Administrasi Negara, Jakarta : Rajawali Press, 1999

Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice : Political ParticipationIn Developing Countries Cambridge, mass : Harvard University Press 1997, dalamMiriam Budiarjo.

Sastromatmodjo, S. Partisipasi Politik, Semarang, IKIP Semarang Press, 1995

Sudijono, Sastroadmojo, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, 1995

Syarbaini, S. DKK, Sosiologi dan Politik, Jakarta, Galia Indonesia, 2002

www.KPU.go.id

Page 35: Hasil Riset Provinsi NTB

I

35

BAB II

Kehadiran Dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS:Perbandingan Kota dan Desa di Kabupaten Dompu

Rusdiyanto* Suherman*Sri RahmawatiAgus Setiawan*Arifudin

A. Pendahuluan

Kabupaten Dompu merupakan daerah yang memiliki angka partisipasi

pemilih paling tinggi di NTB. Pada pemilu legislatif, angka partisipasi pemilih

mencapai posisi 83,69 %. Meskipun pada pemilu presiden mengalami

penurunan menjadi 76,30%, namun angka tersebut masih lebih tinggi di

banding kabupaten/kota yang lain.

Proses pelaksanaan pemilu legislative maupun pemilu presiden tahun

2014 di Dompu secara umum berjalan dengan aman, tertib dan telah

menghasilkan anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi NTB maupun DPRD

Kabupaten Dompu serta Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Suksesnya penyeleggaran kedua pemilu ini setidaknya dapat di lihat dari 2

(dua) aspek yaitu; tidak adanya gugatan proses pemilu dan hasil pemilu, serta

tingginya partisipasi masyarakat sebagaimana penjelasan di atas.

Banyak atau sedikitnya gugatan hasil pemilu di MK merupaan salah satu

indicator mengukur kualitas pemilu di daerah. Dari indicator ini terlihat bahwa

selama proses dan hasil Pemilu Legislatif, tidak ada satu pun gugatan yang

dilayangkan oleh peserta Pemilu. Meskipun pada pemilu presiden terdapat

gugatan di beberapa TPS, namun gugatan tersebut ditolak seluruhnya oleh

Mahkamah Konstitusi. Sukses tersebut tidak terlepas dari keterbukaan,

netralitas, dan penyelesaian setiap masalah yang diselesaikan pada tiap

tingkatan oleh penyelenggara Pemilu. Disamping itu, peran aktif dari seluruh

stakeholder dan masyarakat Kabupaten Dompu ikut member kontribusi

terhadap kesuksesan di atas. .

Page 36: Hasil Riset Provinsi NTB

I

36

Melihat fakta-fakta di atas, penelitian ini mengajukan empat rumusan

masalah, sebagai berikut; 1) bagaimana tingkat kehadiran dan ketidakhadiran

pemilih di TPS pada Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Dompu?; 2) Mengapa

angkapartisipasi Pemilu Legislatif Tahun 2014 naik dibandingkan Pemilu

Legislatifsebelumnya?; 3) Mengapa tingkat kehadiran pemilih pada Pileg lebih

tinggi dari Pilpres Tahun 2014 di Kabupaten Dompu ?; 4) Mengapa golput

tetap sajahadir dalam PemiluTahun 2014?

B. Tinjauan Teoritis

B.1. Teori Partisipasi Politik

Partisipasi secara harfiah berarti keikutsertaan. Dalam konteks politik

hal ini mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik.

Partisipasi politik dapat juga dipahami sebagai proses keterlibatan warga

dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan

sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta

dalam pelaksanaan keputusan.

Menurut Ramlan Surbakti,18partisipasi politik merupakan

keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang

menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Sementara Michael Rush dan

Philip Althof menjelaskan partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh

para warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan

mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum.19 Berbeda dengan

pedapat-pendapat terdahulu, Sudijono Sastroatmodjo20 mengartikan

partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut

serta secara efektif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih

pimpinan negara secara langsung dalam mempengaruhi kebijakan

pemerintah. Sedangkan menurut Samuel P. Huntington partisipasi politik juga

18 Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia19 Rush, Michael & Althof. 2000. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali Press.20 Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press

6

Page 37: Hasil Riset Provinsi NTB

I

37

mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah, terlepas

tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal.

Pengertian lainnya adalah partisipasi politik berupa kegiatan

mempengaruhi pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung

berarti dia melakukan sendiri tanpa menggunakan perantara, tetapi ada pula

yang tidak langsung melalui orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan

pemerintah.21

Ramlan Surbakti22 mengelompokkan partisipasi politik menjadi dua, yakni

partisipasi aktif dan pasif. Partisipasi aktif merupakan kegiatan yang

berorientasi pada proses input dan output politik. Yang termasuk pada

partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum,

mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang

dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan

kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan. Sedangkan

partisipasi passif adalah kegiatan yang berorientasi pada proses output.

Kegiatan yang termasuk pada partisipasi pasif adalah kegiatan yang mentaati

pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan

pemerintah.23

Para ilmuan Sosiologi Politik membagi dua tipe partisipasi politik, yakni

partisipasi konvensional dan non konvensional. Bentuk partisipasi politik

konvensional adalah pemberian suara, aktivitas diskusi politik, kegiatan

kampanye, aktivitas membentuk dan bergabung dengan kelompok

kepentingan lain, dan komunikasi individu dengan pejabat politik.24

Sedangkan bentuk partisipasi politik non-konvensional adalah melakukan

protes terhadap pemerintah, diskusi, dan lain-lain.

21 Huntington, Samuel P dan Nelson, Joan. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang.Jakarta: Renika Cipta.

22 Ramlan Surbakti. Log. Cit, h. ….23Ibid., h. ….24 Almond dalam Mochtar Masoed. 2001. Perbandingan Sistem Politik. Jogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Page 38: Hasil Riset Provinsi NTB

I

38

Penelitian ini melihat partisipasi politik dalam tipologi konvensional,

yaitu bagaimana masyarakat terlibat dalam pemberian suara pada pemilu

legislative maupun pemilu presiden tahun 2014.

B.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik.

Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkan sistem politik

demokrasi merupakan hak warga negara. Karena itu, tidak semua warga

negara berperan serta dalam proses politik. Menurut pendapat beberapa ahli

faktor yang menyebabkan orang mau atau tidak mau ikut berpartisipasi dalam

politik antara lain; status social ekonomi,situasi, afiliasi politik orang tua,

pengalaman organisasi, kesadaran politik, kepercayaan terhadap pemerintah,

rangsangan dari sosialisasi.

Status sosial ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena

keturunan, pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan status ekonomi ialah

kedudukan seseorang dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan

kekayaan. Seseorang yang memiliki status sosial yang tinggi diperkirakan tidak

hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan

perhatian pada politik.25

Menurut Ramlan Surbakti, situasi politik juga dipengaruhi oleh

keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung seperti cuaca, keluarga,

kehadiran orang lain, keadaan ruang, suasana kelompok, dan ancaman.26

Sedangkan aspek afiliasi politik orang tua dimana seseorang ikut

berpartisipasi karena pengaruh afiliasi politik orang tua. Afiliasi politik dapat

dirumuskan sebagai keanggotaan atau kerjasama yang dilakukan individu atau

kelompok yang terlibat ke dalam aliran-aliran politik tertentu.27 Afiliasi politik

mendorong tumbuhnya kesadaran dan kedewasaan politik masyarakat untuk

menggunakan hak politiknya secara bebas dan bertanggungjawab dalam

melakukan berbagai aktifitas politik, seperti ikut dalam partai politik dalam

25 Ibid.26 Ramlan Surbakti, Log. Cit. h. ….27 B.N. Marbun. 1996. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan142 DEMOKRASI Vol. IX

No. 2 Th. 2010

Page 39: Hasil Riset Provinsi NTB

I

39

pemerintahan, ikut dalam proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan

politik.28

Pengalaman berorganisasi merupakan suatu sistem yang mengatur

kehidupan masyarakat atau bisa diartikan sebagai suatu prilaku yang terpola

dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan

fungsi tertentu demi pencapaiantujuan bersama.29 Sejalan dengan pendapat

tersebut, Ibnu Kencana,30 menegaskan partisipasi politik merupakan

penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan

kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu untuk

berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi serta ambil bagian dalam

sikap pertanggung jawaban bersama baik dalam situasi politik yang

melibatkan dukungan. Dalam konteks itu kepentingan organisasi mendorong

orang untuk ikut serta dalam pemberian suara

Orang ikut dalam proses pemilihan sampai dengan pemberian suara di

TPS juga ddorong oleh kesadaran politik mereka. Paling tidak bentuk

kesadaran politik itu adalah mereka menginginkan pemimpin politik terpilih

sesuai dengan idealitasnya. Orang yang memiliki tipologi seperti ini biasanya

menjadi pemilih yang otonom atau mandiri. Kepercayaan terhadap

pemerintah. Munculnya pemilih yang demikian, menandakan kemajuan

demokrasi suatu bangsa dalam kehidupan politiknya.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah termasuk para elit politik ikut

memberi kontribusi terhadap minat seseorang menggunakan hak pilihnya.

Ketika mereka memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah, maka

kecenderungan untuk ikut memilih tinggi, demikian sebaliknya. Oleh karena

itu kinerja pemerintah dalam masa pemerintahaannya menjadi medan yang

subur bagi peningkatan partisipasi pemilih. Dalam beberapa kasus,

masyarakat bersikap a-politik ketika menyaksikan kinerja pemerintah terus

memburuk.

28 Ibnu Kencana. 1997. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.29 Bonar Simangunsong. 2004. Negara. Demokrasi dan Berpolitik Yang Profesional. Jakarta:

Gramedia30 Ibnu Kencana. Op. Cit. h. ….

Page 40: Hasil Riset Provinsi NTB

I

40

Kalangan behaviorism juga meyakini partisipasi politik tidak hadir

secara tiba-tiba. Mereka berpendapat bahwa partisipasi politik lahir dari

sosialisasi politik yang diterima individu sejak anak-anak hingga dewasa. Para

ahli sosiologi menyebutkan agen sosialisasi politik dapat dikelompokkan

menjadi dua, yakni sekunders groups dan primery groups. Kelompok sekunder

adalah pemerintah, KPU, media massa, partai politik, dan lain-ain. Sedangkan

kelompok primer misalnya teman bermain, orang tua, saudara, suami/istri.

Proses sosialiasi yang berlangsung sepanjang masa ini yang kemudian

membentuk partisipasi politik masyarakat.

B.3. Perilaku Pemilih (Voting Behavior)

Penulis menggunkan teori perilaku pemilih agar kulaifikasi dari sikap serta

oreintasi masyarakat didalam memilih dapat dikarakteristikkan berdasar tiga

pendekatan yang penulis pakai yaitu : pendekatan sosiologis, pendekatan

psikologis dan pendkatan pilihan rasional. Perilaku merupakan sifat alamiah

manusia yang membedakannya atas manusia lain, dan menjadi ciri khas

individu atas individu yang lain. Dalam konteks politik, perilaku dikategorikan

sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga

pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam

rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan politik

pada dasarnya merupakan perilaku politik.

Ditengah masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi, sebagian

dari perilaku dan interaksi dapat berupa perilaku politik, yaitu perilaku yang

bersangkut paut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku

ekonomi, keluarga, agama, dan budaya. Termasuk kedalam kategori ekonomi,

yakni kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menjual dan membeli

barang dan jasa, mengkonsumsi barang dan jasa, menukar, menanam, dan

menspekulasikan modal. Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua

individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik.31.

31 Ramlan Surbakti “Memahami Ilmu Politik”, hal 15 PT.Grasindo, Jakarta 1992.

Page 41: Hasil Riset Provinsi NTB

I

41

Memilih ialah suatu aktifitas yang merupakan proses menentukan

sesuatu yang dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau

kelompok, baik yang bersifat eksklusif maupun yang inklusif.Memilih

merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung maupun tidak

langsung. Menurut Surbakti (tahun:1992) menilai perilaku memilih ialah

keikutsertaan warga Negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian

kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih

dalam pemilihan umum.32

Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari

pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik

merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan

secara internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Misalnya

saja isu-isu dan kebijakan politik, tetapi pula sekelompok orang yang memilih

kandidat karena dianggap representasi dari agama atau keyakinannya,

sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena

dianggap representasi dari kelas sosialnya bahkan ada juga kelompok yang

memilih sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu.

Sehingga yang paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku pemilih antara

lain pengaruh elit, identifikasi kepartaian sistem sosial,media massa dan aliran

politik.

Sedikitnya terdapat tiga pendekatan yang biasanya digunakan dalam

melihat perilaku pemilih, yakni pendekatan sosiologis, psikologis, dan

pendekatan pilihan rasional.

a. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial

dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup

signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial ini

32 Ibid, hal 145

Page 42: Hasil Riset Provinsi NTB

I

42

misalnya berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin (laki-laki dan

perempuan), agama dan semacamnya, dianggap mempunyai peranan cukup

menentukan dalam membentuk perilaku pemilih. Untuk itu, pemahaman

terhadap pengelompokan sosial baik secara formal seperti keangggotaan

seseorang didalam organisasi keagamaan, organisasi profesi, kelompok-

kelompok okupasi dan sebagainya, maupun kelompok informal seperti

keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya. Ini

merupakan sesuatu yang vital dalam memahami perilaku politik, karena

kelompok-kelompok ini mempunyai peranan besar dalam bentuk sikap,

persepsi dan orientasi seseorang. Jadi bisa dikatakan bahwa keangotaan

seseorang kepada kelompok-kelempok soisal tertentu dapat mempengaruhi

seseorang didalam menentukan pilihnaya pada saat pemilu. Hal ini tidak

terlepas dari seringnya anggota kelompok, organisasi profesi dan kelompok

okupasi berinteraksi satu sama lain sehingga timbulnya pemikiran-pemikiran

untuk mendukung salah satu dari caleg yang mengikuti pemilu.

Gerald pomper merinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian

voting behavior ke dalam 2 variabel yaitu predisposisi (kecendrungan) sosial

ekonomi pemilih dan keluarga pemilih. Apakah preferensi politik ayah atau ibu

akan berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi sosial

ekonomi berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik

demografis dan sebagainya.33

Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih nampaknya sangat

mempengaruhi dimana nilai-nilai agama selalu hadir didalam kehidupan privat

dan public dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para

pemilih. Di kalangan partai politik, agama dapat melahirkan dukungan politik

dari pemilih atas dasar kesamaan teologis, ideologis, solidaritas dan

emosional. Fenomena partai yang berbasis agama dianggap menjadi daya

tarik kuat dalam preferensi politik.

33 A.Rahman Zainuddin, hal.47-48

Page 43: Hasil Riset Provinsi NTB

I

43

Dalam literatur perilaku pemilih, aspek agama menjadi pengamatan

yang penting. Pemilih cenderung untuk memilih partai agama tertentu yang

sesuai dengan agama yang dianut. Di Indonesia faktor agama masih dianggap

penting untuk sebahagian besar masyarakat. Misalnya seorang muslim

cenderung untuk memilih partai yang berbasis Islam dan sebaliknya seorang

non-muslim cenderung untuk memilih partai non-muslim.34

b. Pendekatan psikologis

Psikologi adalah ilmu sifat, dimana fungsi-fungsi dan fenomena pikiran

manusia dipelajari. Setiap tingkah laku dan aktivitas masyarakat dipengaruhi

oleh akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku

masyarakat umum sehingga ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan

psikologi.35

Pendekatan ini muncul merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka

terhadap pendekatan sosiologis. Secara metodologis, pendekatan sosiologis

dianggap sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat sejumlah

indikator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama, dan sebagainya. Pendekatan

ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep

sikap dan sosialisasi untuk memperjelaskan perilaku pemilih. Disini para

pemilih menentukan pilihannya karena pengaruh kekuatan psikologis yang

berkembang dalam dirinya sebagai produk dari proses sosialisasi, artinya sikap

seseorang merupakan refleksi dari kepribadian dan merupakan variabel yang

menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Pendekatan psikologis

menganggap sikap sebagai variabel utama dalam menjelaskan perilaku politik.

Hal ini disebabkan oleh fungsi sikap itu sendiri, menurut Greenstein ada 3

yakni:

34 Dikutip dari Sulhardi, Political Psycology Socialization, and culture,http://pangerankatak.blogspot.com/2008/04/governing-intoduction-to-political, 28 April 2008

35 Suhardi, Op.Cit.

Page 44: Hasil Riset Provinsi NTB

I

44

Sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap objek

diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang

tersebut.

Sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap

tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak

sama dengan tokoh yang diseganinya atau kelompok panutan.

Sikap merupakan fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri, artinya

sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin

atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan

dan eksternalisasi diri.

Namun, sikap bukanlah sesuatu hal yang cepat terjadi, tetapi

terbentuk melalui proses yang panjang, yakni mulai dari lahir sampai dewasa.

Pada tahap pertama, informasi pembentukan sikap berkembang dari masa

anak-anak. Pada fase ini, keluarga merupakan tempat proses belajar. Anak-

anak belajar dari orangtua menganggap isu politik dan sebagainya. Pada

tahap kedua, adalah bagaimana sikap politik dibentuk pada saat dewasa

ketika menghadapi situasi di luar keluarga. Tahap ketiga, bagaimana sikap

politik dibentuk oleh kelompok-kelompok acuan seperti pekerjaan, gereja,

partai politik dan asosiasi lain.

Melalui proses sosialisasi ini individu dapat mengenali sistem politik yang

kemudian menentukan sifat persepsi politiknya serta reaksinya terhadap

gejala-gejala politik di dalam kaitannya dengan pemilihan kepala daerah.

Sosialisasi bertujuan menungkatkan kualitas pemilih

c. Pendekatan Pilihan Rasional

Dua pendekatan terdahulu secara implisit atau eksplisit menempatkan

pemilih pada waktu dan ruang kosong. Dimana pendekatan tersebut

beranggapan bahwa perilaku pemilih bukanlah keputusan yang dibuat pada

saat menjelang atau ketika berada dibalik suara, tetapi sudah ditentukan jauh

sebelumnya, bahkan jauh sebelum kampanye dimulai. Karakteristik sosiologis,

latar belakang keluarga, pembelahan kultural, identifikasi partai melalui

Page 45: Hasil Riset Provinsi NTB

I

45

proses sosialisasi,pengalaman hidup, merupakan variabel yang secara sendiri-

sendiri mempengaruhi perilaku politik seseorang. Ini berarti variabel lain

menentukan atau ikut menentukan dalam mempengaruhi perilaku pemilih.

Ada faktor situasional yang ikut mempengaruhi pilihan politik seseorang.

Dengan begitu para pemilih bukan hanya pasif tetapi juga aktif, bukan hanya

terbelenggu oleh karakteristik sosiologis tetapi bebas untuk bertindak. Faktor

situasional ini bisa berupa isu-isu politik pada kandidat yang dicalonkan.

Perilaku pemilih tidak harus tetap atau sama, karena karakteristik

sosiologis dan identifikasi partai dapat berubah-ubah sesuai waktu dan

peristiwa-peristiwa politik tertentu. Dengan begitu, isu-isu politik menjadi

pertimbangan yang penting dimana para pemilih akan menentukan pilihan

berdasarkan penilaian terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan.

Artinya para pemilih (masyarakat) dapat menentukan pilihannya berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan rasional.36

Pendekatan pilihan rasional mencoba menjelaskan bahwa kegiatan

memilih sebagai kalkulasi untung dan rugi yang di pertimbangkan tidak hanya

“ongkos” memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang

di harapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada.

Pertimbangan ini digunakan pemilih dan kandidat yang hendak mencalonkan

diri untuk terpilih sebagai wakil rakyat atau pejabat pemerintah. Bagi pemilih,

pertimbangan untung dan rugi digunakan untuk membuat keputusan tentang

partai atau kandidat yang dipilih, terutama untuk membuat keputusan apakah

ikut memilih atau tidak ikut memillih.37

Beberapa pendekatan diatas sama-sama berasumsi bahwa memilih

merupakan kegiatan yang otonom, dalam arti tanpa desakan dan paksaan dari

pihak lain. Namun, dalam kenyataan di Negara-negara berkembang perilaku

memilih bukan hanya ditentukan oleh pemilih sebagaimana disebutkan oleh

beberapa pendekatan diatas, tetapi dalam banyak hal justru ditentukan oleh

36Ibid., h. 50-5237 Surbakti ramlan. Memahami ilmu politik. Gramedia widiasarana Indonesia. Jakarta Hal 146

Page 46: Hasil Riset Provinsi NTB

I

46

tekanan kelompok, intimidasi, dan paksaan dari kelompok atau pemimpin

tertentu.

Disamping melakukan identifikasi terhadap factor yang mempengaruhi

perilaku pemilih, para ilmuan sosial juga berusaha menyelami karekteristik

atau tipologi pemilih. Informasi tentang karekteristik pemilih penting,

mengingat perilaku indivu dalam menentukan pilihannya juga ditentukan oleh

karekteristik mereka. Tulisan ini mengungkap tiga karekteristik pemilih, yakni;

pemilih emosional, pemilih transaksional, dan pemilih cerdas,

Pada faktor ini pemilih memilih karena ikatan emosional dan kesamaan

etnisitas. Pemilih memilih kandidat yang paling menarik secara emosional

atau yang lebih disukai, pemilih menentukan pilihannya berdasarkan hasil

rekomendasi dari kerabat dekat, elit politik yang dipercaya. Pada faktor ini

pemilih cenderung mempertimbangkan materi dalam memberikan hak pilih

atau dengan kata lain secara materialistik masyarakat pada faktor ini bisa

memberikan hak pilih berdasarkan motivasi berupa imbalan yang di dapat dari

pemberian hak pilih mereka.

Pada karekteristik pemilih cerdas, pemilih lebih mengutaman pada

kualitas para calon yang diutamakan baik lihat dari segi visi dan misi serta

program yang ditawarkan oleh para calon. Pemilih yang ada pada faktor ini

kecenderungan kelompoknya kecil karena hanya orang-orang yang peduli,

memiliki kecerdasan dan mau berpikir untuk lima tahun ke depan saja yang

akan menjadikan visi misi calon sebagai tolok ukur dalam memilih.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan

pendekatan naturalistik setting. Penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif, dimana ucapan atau tulisan

dan prilaku yang dapat diamati dari orang-orang atau subjek itu sendiri.

Alas an pemilihan metode ini sebagai berikut; (1) Untuk menanggulangi

banyaknya informasi yang hilang, seperti yang dialami oleh penelitian

Page 47: Hasil Riset Provinsi NTB

I

47

kuantitatif, sehingga intisari konsep yang ada dalam data dapat diungkap,

(2) Untuk menanggulangi kecenderungan menanggulangi data empiris

dengan tujuan membuktikan kebenaran hipotesis yang disusun

sebelumnya, (3) Untuk menanggulangi kecendrungan pembatasan variabel

sebelumnya.(4) Menyelesaikan penelitian kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan ganda. (5) Metode kualitatif menyajikan

secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden/sumber

data. (6) Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan

banyak pengaruh yang timbul dari pola-pola nilai yang dihadapi

Penelitian ini mengambil tujuh kecamatan, yakni (1) Kecamatan Huu,

(2) Kecamatan Kempo, (3) Kecamatan Kilo, (4) Kecamatan Dompu, dan (5)

KecamatanManggelewa. Sedangkan jumlah responden penelitian adalah

105 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni

wawancara dan dokumentasi.

D. Hasil Penelitian

D.1. Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih Pada Pemilu Legislatif

a. Masyarakat Kota

Pada masyarakat perkotaan, penelitian ini menemukan beberapa

factor yang mendorong kehadiran pemilih di TPS, sebagai berikut:

a) Faktor kedekatan emosional (keluarga) antara pemilih dengan

calon

b) Faktor politik uang

c) Faktor janji para calon

d) Faktor emosional karena tentangga dan

e) Faktor penggerakan massa oleh pada calon

f) Jasa masa lalu.

Disamping itu dilapangan peneliti mengemukakan temuan bahwa

sebagian masyarakat beranggapan bahwa KPU belum maksimal

Page 48: Hasil Riset Provinsi NTB

I

48

melaksanakan sosialisasi secara langsung ke masyarakat karena

masyarakat mengetahui tata cara Pemilu atau pencoblosan melalui

lisan, dari mulut kemulut, oleh tim sukses dan para calon itu sendiri.

Sosialisasi KPU kepada masyarakat masih terasa umum dan kabur

karena menggunakan media baliho dan spanduk yang dipasang

beberapa tempat di pusat Kecamatan dan Desa yang hanya dapat

dibaca oleh orang-orang tertentu saja.Tetapi sosialisasi yang dirasakan

oleh masyarakat pada saat KPPS memberikan tata cara pencoblosan

pada hari “H”

Faktor kemudahan lain bahwa jarak TPS dengan tempat tinggal

masyarakat terjangkau oleh jalan kaki dan mobilitas lainnya.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa kehadiran

masyarakat/pemilih di TPS merupakan tanggung jawab moral dalam

hal menyalurkan sebagai aspirasi masyarakat melalui wadah DPR.

Masyarakat menganggap bahwa DPR merupakan salah satu wadah

untuk menyalurkan aspirasi demi keberlangsungan pembangunan di

daerah masing-masing. Masyarakat merasa berkepentingan terhadap

wadah DPR, karena dengan hasil Pileg masyarakat akan dapat

merasakan langsung dampaknya karena berada lingkungan tempat

tinggal masyarakat. Dengan demikian masyarakat lebih mementingkan

Pileg dari pada Pilpres.Pemilihan anggota DPR masyarakat dapat

menagih kembali janji-janji politik mereka setelah mereka duduk

dikursi DPR walaupun saat ini masyarakat belum merasakan hasil Pileg

tahun 2014.

Harapan sebagian masyarakat kepada pemerintah atau

penyelenggara Pemilu (KPU Kabupaten Dompu) agar pelaksanaan

Pemilu dilaksanakan secara transparan, akuntabel, luber, tidak ada

tekanan dari pihak manapun, dan dilaksanakan dengan penuh

amanah. Masyarakat berharap KPU lebih gebyar melaksanakan

sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh terutama

Page 49: Hasil Riset Provinsi NTB

I

49

masyarakat yang berpendidikan rendah, karena yang berpendidikan

rendah lebih mudah terpengaruhi oleh sosialisasi yang sifatnya

langsung seperti terjun langsung kepada masyarakat pemilih.

b. Masyarakat Pedesaan

Secara umum temuan di lapangan membuktikan bahwa

masyarakat pedesaan lebih konsisten partisipasinya pada pemilu

legislatif dari masyarakat perkotaan. Hal ini dapat dlihat dari

kecenderungan masyarakat dalam memilih pada calon DPR karena

dengan beberapa faktor yaitu (1) faktor kedekatan emosional

(keluarga) antara pemilih dengan calon, (2) faktor politik uang, (3)

faktor janji para calon, (4) faktor emosional karena tentangga, (5)

faktor penggerakan masa oleh pada calon, dan (6) jasa masa lalu.

Disamping itu masyarakat pedesaan sangat berkepentingan

besar terhadap para calon karena masyarakat akan merasakan dampak

langsung terhadap program calon yang dipilih walaupun tidak

dirasakan secara merata oleh masyarakat seluruhnya. Bagi masyarakat

pedesaan bahwa memilih berdasarkan kedekatan baik secara nasab

(keluarga), tetangga maupun yang lainnya lebih puas dirasakan untuk

dapat diperjuangkan walaupun pada akhirnya mengalami kekalahan.

Disamping faktor tersebut politik uang tetap menjadi faktor

utama bagi masyarakat untuk hadir di TPS. Jadi faktor politik uang dan

kedekatan antara calon dengan masyarakat pedesaan menjadi faktor

utama masyarakat untuk memilih calon pilihan mereka. Masyarakat

juga mudah percaya terhadap janji-janji atau iming-iming para calon

DPR untuk melakukan sesuatu setelah anggota DPR tersebut menjadi

wakil rakyat. Masyarakat juga terpengaruhi oleh jasa-jasa masa lalu

antara calon dengan masyarakat.

Dari segi bentukan Tim sukses masyarakat pedesaan lebih

terlihat perjuangannya untuk memenangkan para calon dukungannya

Page 50: Hasil Riset Provinsi NTB

I

50

bahkan menjadi alat pemicu retaknya antar anggota keluarga bila

terdapat perbedaan pilihan seperti pemutusan aliran listrik, tidak

saling sapa bahkan menimbulkan permusuhan antara satu keluarga

dengan anggota keluarga lainnya.

D.2. Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih Pada Pemilu Presiden

a. Masyarakat Kota

Anggapan masyarakat bahwa Pilpres merupakan tanggung

jawab masyarakat sebagai warga Negara untuk memilih dan dipilih

pada pesta demokrasi. Pemilu Pilres tahun 2014 merupakan moment

bagi masyarakat untuk memilih pemimpin bangsa demi kelanjutan

pembangunan ke depan. Ada sebagian masyarakat beranggapan

bahwa Pilpres tidak ada dampak langsung bagi setiap individu, maka

sedikit minat masyarakat untuk mencoblos pada Pilpres. Politik uang

pada Pilpres tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat bahkan tidak

pernah menerima uang pada tim sukses. Disamping itu gesekan

kepentingan antar masyarakat pada saat Pilpres tidak begitu terlihat.

Pada sisi yang lain Pilpres lebih mudah dipahami oleh masyarakat

seperti tata cara pelaksanaannya karena sosialisasi Komisi Pemilihan

Umum Republik Indonesia (KPU RI) dan para calon melalui media

elektronik seperti TV One, Metro TV mapun media cetak lainnya. Dari

segi proses pencoblosan Pilpres lebih mudah dilaksanakan oleh

masyarakat karena jumlah calon lebih sedikit bila dibandingkan pada

Pileg. Pada Pilpres keterlibatan masyarakat/pemilih lebih didominasi

karena faktor figur calon presiden dan wakil presiden dilihat dari treck

record para calon. Trik record tersebut masyarakat menilai dari

pemberitaan melalui media massa baik eloktronik maupun media

cetak disamping oleh para tim sukses, anggota partai pengusung

maupun simpatisan masing-masing calon ditempat tinggal masyarakat

tersebut. Dari segi TPS dan tempat tinggal masyarakat kota sangat

terjangkau.

Page 51: Hasil Riset Provinsi NTB

I

51

Dengan demikian bahwa rendahnya motivasi masyarakat pada

Pilpres karena tidak ada kepentingan langsung dengan calon dan tidak

ada uang yang dibagi oleh para calon dan tim sukses menjadi

penyemangat bagi pemilih. Pemilu juga bagi sebagian masyarakat

sebagai sebagai momentum “mengais rejeki” karena ada kesempatan

atau peluang yang dilakukan oleh para calon atau dengan kata lain

adalah “mini proyek”.

b. Masyarakat Pedesaan

Secara umum pandangan masyarakat pedesaan terhadap

Pemilu Presiden dan wakil Presiden tidak memiliki kepentingan

langsung dengan para calon presiden dan wakil presiden, tidak ada

penggerakan masa oleh tim sukses dan tidak pernah merasakan,

melihat, dan mendengar pembagian uang untuk kepentingan calon

tertentu tetapi masyarakat pedesaan merasakan secara tidak langsung

pembangunan disamping masyarakat menganggap adalah kewajiban

sebagai warga negara untuk memilih pemimpin bangsa demi

keberlanjutan cita-cita bangsa dan negara yang lebih baik. Masyarakat

masih mempercayai hal tersebut.

Walaupun masyarakat tidak merasakan dampak langsung

secara individu tapi masyarakat masih mempercayai bahwa dengan

memilih presiden dan wakil presiden yang baik akan dapat

mensejahterakan masyarakat dengan program pro rakyat walaupun

saat ini masyarakat belum merasakan dampak yang signifikan dan

merata terhadap hasil Pilpres tahun 2014 yang lalu.

D.3. Penyebab Golput di Dompu

Sebagai fenomena yang selalu muncul dalam setiap momentum

pemilu, penelitian ini berhasil mengungkap penyebab golput pada

masyarakat perkotaan dan pedesaan. Berikut paparan temuan penelitian

ini.

Page 52: Hasil Riset Provinsi NTB

I

52

D.3.1. Golput Pada Pemilu Legislatif

Ketidakhadiran pemilih di TPS disebabkan dua sumber yakni

sumber subjektifitas dan sumber lingkungan. Sumber

subjektifitas, yakni; tidak berada di tempat, persepsi terhadap

pemilu yang tidak membawa perubahan, dan move atau tidak

percayanya masyarakat terhadap elit politik. Sedangkan

sumber lingkungan adalah bekerjanya pengaruh ideology

agama. Semua penyebab ini ditemukan pada masyarakat

perkotaan maupun masyarakat pedesaan.

1. Tidak berada ditempat. Pada dasarnya tidak ada

masyarakat tidak memilih berdasarkan DPT tetapi

masyarakat tidak berada di tempat pada saat pencoblosan

karena meninggalkan kampung halaman seperti bekerja,

sekolah dan lain-lainnya.

2. Pemilu tidak membawa perubahan. Sebagian masyarakat

berpendapat bahwa pemilu legislatif tidak membawa

perubahan apa-apa. Siapapun anggota DPR menghiasi

meja dan kursi DPR tidak akan berjuang membela

kepentingan masyarakat secara umum karena mereka

lebih mementingkan kepentingan partainya dan

keluarganya serta kepentingan kelompok-kelompok

sendiri.

3. Move tidak percaya. Sebagian masyarakat tidak percaya

terhadap calon yang pernah masyarakat pilih pada pemilu

sebelumnya atau dengan kata lain para calon lebih banyak

memberikan janji-janji politik pada saat kampanye tetapi

mereka tidak amanah, ketika menjadi DPR. DPR tidak lagi

mengingat atau menempati janjinya. Janji para calon yang

pernah diucapkan antara lain ingin memberikan proyek,

Page 53: Hasil Riset Provinsi NTB

I

53

diberikan pekerjaan (diangkat jadi pegawai) atau

kemudahan-kemudahan lainnya.

4. Idiologi Agama. Sebagian golongan masyarakat tertentu

berpendapat bahwa pelaksanaan Pemilu tidak

dilaksanakan melalui aturan agama Islam. Setiap hasil

Pemilu tidak mampu menjalankan syariat Islam pada hal

bangsa Indonesia negara mayoritas beragama Islam.

Pemimpin bangsa lebih mengutamakan kaum minoritas

(non muslim) dari pada kaum mayoritas (Islam).

D.3.2. Golput Pada Pemilu Presiden

Fenomena golput pada pemilu presiden lebih tinggi dibanding

pemilu legislatif baik pada masyarakat perkotaan maupun pedesaan.

Penelitian ini menemukan lima factor yang menyebabkan angka

golput tinggi pada pemilu presiden dan wakil presiden 2014 di

Kabupaten Dompu, sebagai berikut:

Tidak ada di tempat tinggalnya. Masyarakat perkotaan yang

memiliki mobilitas sosial tinggi tidak berada di tempat tinggalnya

pada saat hari pemungutan suara. Sedangkan pada masyarakat

pedesaan, komunitas trasmigrasi merupakan kelompok yang

memanfaatkan waktu untuk pulang ke daerah asal mereka.

Akibat mobilitas sosial tersebut mereka tidak bisa menggunakan

hak pilihnya.

Sikap a-politik. Kemajuan di bidang ekonomi dengan

meningkatnya lapangan kerja menyebabkan masyarakat

perkotaan dan pedesaan memiliki sikap a-politik. Bagi mereka

politik bukan urusan mereka melainkan urusan elit. Yang menjadi

urusan mereka adalah ekonomi, sosial, dan keagamaan.

Sedangkan dalam kehidupan politik masyarakat merasa hanya

sebagai objek bukan subjek.

Page 54: Hasil Riset Provinsi NTB

I

54

Tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan tidak memiliki identitas

kependudukan. Sistem administrasi pemilih dalam pemilu 2014

mengenal beberapa kategori, yakni; DPT, DPTb, DPK, dan DPKTb.

Khusus dalam kategori terakhir, meskipun tidak terdaftar dalam

daftar pemilih (DPT, DPTb, dan DPK), pemilih dapat menggunakan

hak pilihnya apabila memiliki identitas kependudukan yang harus

ditunjukkan pada KPPS pada saat pemungutan suara. Kondisi ini

menyebabkan masyarakat yang tidak memiliki identitas

kependudukan tidak bisa menggunakan hak pilihnya, sehingga

dikategorikan sebagai golput. Meskipun golput karena tidak

memiliki identitas kependudukan ini tidak terdeteksi dalam

rekapitulasi hasil pemilu, namun jumlahnya cukup signifikan

untuk ukuran pemilu berdasarkan suara terbanyak.

Efek kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan publik yang

diproduksi oleh pemerintah pusat mendapatkan evaluasi dari

masyarakat sepanjang masa kekuasaan pemerintah berlangsung.

Hasil evaluasi atas kebijakan yang dampaknya dirasakan langsung

oleh masyarakat di daerah dipandang tidak efektif oleh mereka

yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilu presiden dan

wakil presiden.

Page 55: Hasil Riset Provinsi NTB

I

55

Daftar Pustaka

Almond dalam Mochtar Masoed. 2001. Perbandingan Sistem Politik. Jogyakarta:Gajah Mada University Press.

Bonar Simangunsong. 2004. Negara. Demokrasi dan Berpolitik Yang Profesional.Jakarta: Gramedia.

B.N. Marbun. 1996. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

David Marsh & Gerry Stoker. 2010. Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik.Bandung: Nusa Media.

George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Kencana.

Huntington, Samuel P dan Nelson, Joan. 1994. Partisipasi Politik di NegaraBerkembang. Jakarta: Renika Cipta.

Ibnu Kencana. 1997. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.

Joko Subagio P., 1997. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktik. Cet.II.Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Lexy Moleong.2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. IX.Bandung:PT. RemajaRosda Karya.

Margono. 2000.Metodologi Penelitian Pendidikan.Cet. II.Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Rush, Michael & Althof. 2000. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali Press.

Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press

http://perilakuorganisasi.com/teori-pertukaran-sosial-dan-pilihan-rasional-2.html diakses pada 5 Januari 2013 pukul 11.45

Page 56: Hasil Riset Provinsi NTB

I

56

BAB III

Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS:Faktor Penyebab Rendahnya Partisipasi Memilih di Gili Indah

Fajar Marta*Burhan Ekwanto*Juraidin*Muzakar*Abdul Karim

A. Pengantar

Sebagai mekanisme rotasi kekuasaan politik, pemilihan umum erat

kaitannya dengan partisipasi politik. Partisipasi politik warga Negara yang

ditunjukkan melalui pemberian suara dalam pemilihan umum menjadi basis

legitimasi yang diperebutkan dan dimenangkan pemimpin-pemimpin politik.

Ini menunjukkan bahwasanya partisipasi politik warga negara dalam

pemberian suara menjadi awal dari seluruh proses politik selama satu

periode kekuasan politik. Oleh karena itu, tinggi-rendahnya partisipasi politik

sangat menentukan capaian dari proses politik, sekaligus menunjukkan

besar-kecilnya legitimasi yang didapatkan.

Perdebatan mengenai pentingnya partisipasi warga Negara dalam

berbagai proses politik menjadi penting ditengah berbagai hasil pemilihan

umum (pemilu) yang masih menjauhkan harapan publik terhadap perbaikan

sistem, taraf hidup dan disharmoni diantara berbagai lembaga Negara. Untuk

itu, keterlibatan publik dalam mengawal berbagai kerja sistem politik menjadi

kerja kolektif semua unsur Negara yang tidak bisa diserahkan kepada satu

kelompok tertentu. Munculnya kesadaran publik untuk mengawal dan

mendorong proses politik yang transparan terlihat dari munculnya berbagai

gerakan relawan yang independen maupun berafiliasi dengan kekuatan

politik tertentu, seperti terlihat pada gerakan relawan Pemilihan Presiden

(Pilpres) 2014.

Munculnya berbagai relawan tersebut mengindikasikan munculnya

kesadaran terhadap pentingnya politik sebagai jalur perjuangan. Gagasan ini

paling tidak senada dengan cara berpikir Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai

Page 57: Hasil Riset Provinsi NTB

I

57

media koreksi dan perbaikan terhadap sistem dan aktor politik yang terpilih

pada periode pemilu sebelumnya. Dengan demikian pemilu bukan hanya

sebagai media rotasi kekuasaan berkala melainkan cara untuk terus menerus

menemukan dan menciptakan sistem politik terbaik, yang sesuai dengan

harapan dan tantangan perubahan berbangsa dan bernegara.

Munculnya antusiasme warga Negara menyambut pemilihan umum

(pemilu) tidak serta merta menciptakan euphoria yang sama di semua daerah

di Indonesia. Masih terdapat warga Negara di suatu daerah tertentu yang

masih rendah tingkat partisipasi politiknya, khususnya untuk datang memilih

pada Pemilihan Umum. Fakta pemilu ini kembali menegaskan bahwasanya

tinggi rendahnya partisipasi politik bukan hanya persoalan administratif

melainkan bentuk sikap politik tertentu atas realitas politik (Golput). Kondisi

ini tentu saja membutuhkan perhatian lebih terutama kepada Komisi

Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilihan umum untuk terus

meningkatkan kuantitas dan kualitas pemilu.

Tingginya angka Golput paling tidak disebabkan beberapa hal.

Pertama; tingginya partisipasi tidak menjamin pemilu menghasilkan

pemimpin dan perwakilan politik yang berkualitas. Artinya tingkat partisipasi

tidak menggambarkan proses seleksi yang baik terhadap para calon

pemimpin dan wakil rakyat. Kedua;tingginya partisipasi tidak memberikan

jaminan pemimpin dan wakil rakyat mampu merubah kondisi warga Negara

menjadi lebih baik, baik pada akses layanan publik maupun pada perubahan

perekonomian. Potret inilah yang kemudian terefleksi dengan semakin

meningkatnya angka golongan putih (golput) di setiap pemilu. Argumentasi

ini mendasarkan diri pada golput sebagai bentuk perlawanan terhadap

elemen demokrasi yang belum mampu menawarkan pilihan-pilihan terbaik.

Argumentasi ini sekaligus menjadi dasar pertimbangan rendahnya tingkat

partisipasi belum tentu paralel dengan rendahnya kesadaran politik.

Page 58: Hasil Riset Provinsi NTB

I

58

Di sisi lain, pilihan untuk tidak terlibat dalam pemilihan umum

(Golput) berimplikasi pada beberapa hal berikut. Pertama; rendahnya

partisipasi politik berimplikasi terhadap semakin jauhnya harapan publik

memiliki pemimpin dan wakil rakyat yang berintegritas dan berkapasitas

menjalankan peran politiknya. Artinya keengganan warga Negara terlibat

dalam pemilihan umum memperbesar peluang munculnya pemimpin dan

wakil rakyat tanpa visi dan program perubahan yang jelas. Kedua; rendahnya

partisipasi politik berimplikasi terhadap tidak terbangunnya komunikasi

diantara warga Negara dengan pemerintah maupun wakil rakyat dalam

memperjuangkan perubahan yang diinginkan publik. Hal ini mengacu kepada

rendahnya akses publik mempengaruhi tokoh-tokoh politik yang berkapasitas

dan berpengaruh dalam menghasilkan berbagai keputusan politik. Artinya

terlibat memberikan suara dalam pemilihan umum sekaligus menjadi jejaring

dan “kontrak” dalam memperjuangkan kepentingan publik yang lebih luas.

Berbagai argumentasi tersebut mensiratkan pilihan untuk tidak

terlibat dalam pemberian suara merupakan sikap politik yang terbangun atas

basis politik, pengalaman dan pengetahuan politik tertentu. Jika perspektif

tersebut menjadi dasar argumentasi maka pendekatan untuk membangun

kesadaran warga Negara terlibat dalam pemberian suara tidak hanya

dibebankan kepada Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara

pemilihan umum, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh perangkat

demokrasi lainnya. Terutama partai politik yang menjalankan fungsi

rekruitmen, pendidikan dan kaderisasi politik.

Tidak terlibat dalam proses pemilu tidak hanya sebagai sikap politik,

pada faktanya banyak persoalan administratif membuat warga tidak

terdaftar sebagai wajib pilih menyebabkan warga kehilangan hak sipil dan

politiknya. Kondisi ini bisa saja bertalian dengan tingkat partisipasi warga

dalam pemilihan umum yang tidak mengalami perubahan substantif.

Berbagai persoalan tersebut terjadi diberbagai daerah tanpa terkecuali

Page 59: Hasil Riset Provinsi NTB

I

59

termasuk di Kabupaten Lombok Utara, NTB. Dari beberapa daerah yang

menjadi locus pemilihan umum, Desa Gili Indah (Gili Trawangan, Meno dan

Air) menjadi daerah dengan tingkat partisipasi terendah yakni sebesar 51,69

persen pada pemilihan Legislatif di Kecamatan Pemenang. Rendahnya

partisipasi warga di Desa Gili Indah berbeda dengan beberapa desa lainnya di

Kecamatan Pemenang, meskipun dengan karakteristik masyarakat yang

sama-sama bekerja pada sektor pariwisata. Fakta ini tentu saja menarik

untuk diamati mengingat mayoritas penduduk di Desa Gili Indah berprofesi di

sektor pariwisata dengan tingkat perekonomian yang tinggi.

Dengan mendasarkan pada argumentasi di atas, penelitian ini

mengajuan tiga rumusan masalah penelitian sebegai berikut; 1) bagaimana

pelaksanaan Pemilihan Umum di Desa Gili Indah? 2) faktor-faktor apa yang

mempengaruhi rendahnya partisipasi warga dalam Pemilihan Umum di Gili

Indah? 3) bagaimana Strategi Peningkatan Partisipasi Pemilih di Gili Indah?

B. Tinjauan Teoritis

Sistem politik membutuhkan dukungan dari lingkungan politik. Salah

satu dukungan yang penting itu ialah partisipasi politik warga Negara dalam

proses politik. Salah satunya partisipasi warga negara dalam pemberian suara

di pemilihan umum. Partisipasi politik bukan sekedar keterlibatan warga

Negara dalam pemberian suara, tetapi implikasi dari proses pemberian suara

tersebut mampu menghasilkan struktur politik yang bekerja melaksanakan

mandat menghasilkan dan melaksanakan kebijakan selama lima tahun. Fakta

ini tentu saja berimplikasi terhadap munculnya berbagai cara dan gaya dalam

menjalankan pemerintahan. Pada fase inilah masyarakat dituntut untuk aktif

mengawasi dan menjadi mitra dalam menghasilkan kebijakan yang merakyat.

Pemilihan umum merupakan rutinitas dalam negara demokratis,

pemilu tidak hanya menyangkut pemilihan pemimpin politik melainkan

bentuk dari kedaulatan rakyat. Menurut teori demokrasi minimalis

(Schumpeterian), pemilu merupakan sebuah arena yang mewadahi kompetisi

Page 60: Hasil Riset Provinsi NTB

I

60

(kontestasi) antar aktor politik untuk meraih kekuasaan; partisipasi politik

rakyat untuk menentukan pilihan; serta liberalisasi hak-hak sipil dan politik

warga negara.38 Sejalan dengan itu, pemilu menyangkut dua hal utama yakni

proses dan hasil. Pemilu dapat dikatakan berkualitas dari sisi prosesnya,

apabila pemilu berlangsung secara demokratis, aman, jujur dan adil.

Sedangkan dilihat dari hasilnya, pemilu berkualitas jika mampu menghasilkan

wakil rakyat dan pemimpin negara/politik yang mampu menyejahterakan

rakyat.39

Di negara-negara demokrasi tingginya partisipasi masyarakat

menunjukkan bahwa warga Negara mengikuti dan memahami masalah

politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan politik. Hal ini juga

menunjukkan bahwa rezim yang besangkutan memiliki kadar keabsahan

(legitimacy) yang tinggi. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah umumnya

dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan banyak

warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan. Partisipasi

yang rendah dianggap menunjukkan legitimasi yang rendah pula.40

Secara teoritik Herbert McClosky mendefiniskan partisipasi politik

sebagai kegiatan sukarela dari warga masyarakat mengambil bagian dalam

proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam

proses pembentukan kebijakan umum.41 Penekanan terhadap pentingnya

proses memilih penguasa dan mempengaruhi kebijakan Negara sebagai yang

ditekankan Herbert McClosky menjadi satu rangkaian dari proses politik yang

panjang selama satu periode kekuasaan. Huntington dan Nelson menyatakan

partisipasi politik sebagai kegiatan yang dilakukan oleh para warga Negara

38 Lihat Sutoro eko, Krisis Demokrasi Elektoral “ dalam Demokrasi danPotret Lokal Pemilu 2004”, penyunting Prajarta dan Kana, Percik danPustaka Pelajar Yogyakarta, 2006

39 Lihat Abdullah Rozali, Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas, RajawaliPers, Jakarta, 2009

40 Lihat Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta,2008, hal 369.

41Ibid, hal 367

Page 61: Hasil Riset Provinsi NTB

I

61

preman dengan tujuan mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.

Partisipasi itu dapat secara spontan, sinambung atau sporadik, secara damai

atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak.42

Sedangkan Rush dan Althoff mendefinisikan partisipasi politik sebagai

keterlibatan individu sampai pada macam-macam tingkatan di dalam sistem

politik. Aktivitas politik itu bisa bergerak dari ketidakterlibatan sampai

dengan aktivitas jabatannya.43 David Road dan Wilson membagi empat

kategori partisipasi politik yang akan disajikan dalam bentuk piramida

partisipasi politik.

Sumber: David Road dan Wilson Dalam Bukunya Said dan Sahid Gatara,

Sosiologi Politik “Konsep dan Dinamika Perkembangan Kajian” Pustaka

Setia, 2007.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat dipahami bahwasanya partisipasi

politik bukan sekedar proses menjalankan pilihan-pilihan politik pada

pemilihan umum melainkan seluruh rangkaian dari proses memilih,

mengawasi, mempengaruhi dan evaluasi terhadap kepemimpinan politik

42 Huntington dan Nelson, Partisipasi Politik di Negara berkembang,Rineka Cipta, Jakarta,1994, hal 643 Michael Rush dan Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Rajawali Pers,Jakarta, 2007, hal 23

Aktivis

Partisipan

Pengamat

Apolitis

Page 62: Hasil Riset Provinsi NTB

I

62

periode sebelumnya. Dalam konteks penelitian rendahnya tingkat partispasi

memilih warga Desa Gili Indah, peneliti memfokuskan pada rendahnya

partisipasi memilih dengan mengacu pada kualitas pelaksanaan pemilu dan

partisipasi politik warga dalam menyalurkan hak-hak sipil dan politik sebagai

warga negara dalam pemilihan umum (Pemilu). Dengan demikian penelitian

ini diharapkan dapat memberikan deskripsi mengenai persoalan-persoalan

pelaksanaan pemilu dan faktor-faktor rendahnya partisipasi dalam memilih

sebagaimana yang dikemukakan McClosky (1972:20) bahwa: “Ada yang tidak

ikut pemilihan karena sikap acuh tak acuh dan tidak tertarik oleh, atau kurang

paham mengenai, masalah politik. Ada juga karena tidak yakin bahwa usaha

untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah akan berhasil dan ada juga yang

sengaja tidak memanfaatkan kesempatan memilih karena kebetulan berada

dalam lingkungan dimana ketidaksertaan merupakan hal yang terpuji”.44

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam menemukan

makna dibalik rendahnya tingkat partisipasi memilih warga di Gili Indah.

Pendekatan kualitatif dianggap mampu memberikan keleluasaan bagi peneliti

untuk mendalami keseluruhan situasi sosial yang kompleks. Pada dasarnya

penelitian kualitatif dipilih karena permasalahan yang belum jelas, holistik,

kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada

situasi social menggunakan pendekatan kuantitatif dengan instrument seperti

test, kuesioner maupun pedoman wawancara45. Metode kualitatif juga dapat

diketahui untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit

diketahui.46

Memilih informan yang memahami situasi sosial adalah salah satukunci keberhasilan dalam penelitian. Untuk itu dalam menentukan Informan,

44 Soebagio, Implikasi Golongan Putih Dalam Perspektif PembangunanDemokrasi Di Indonesia, Jurnal, Makara, Sosial Humaniora, Vol 12, No2, Desember 2008:82-86

45 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,Alfabeta, Bandung, 2013, hal 292.

46 Strauss dan Corbin, Dasar-dasar penelitian kualitatif, PustakaPelajar, Yogyakarta, 2013, hal 5.

Page 63: Hasil Riset Provinsi NTB

I

63

digunakan teknik Purposive Sampling. Yaitu teknik penentuan narasumberdengan menentukan narasumber terlebih dahulu berdasarkan karakteristik

tertentu.

Peneliti akan menggunakan dua komponen data utama yaitu data

primer yang akan diperoleh secara langsung melalui wawancara, dan datasekunder seperti data jumlah pemilih, perolehan suara dan dokumen terkait

Pemilihan Umum yang bisa didapatkan di Kantor Komisi Pemilihan Umum

(KPU) dan data-data pendukung melalui Media Massa.Penelitian ini menggunakan teknik Indepth Interview dengan

mewawancarai informan kunci (key person) yang merupakan sebaran dari

karakteristik tertentu seperti pekerjaan, status sosial dan jenis kelamin padadaerah yang menjadi locus penelitian. Indepth interview diharapkan dapat

memberikan informasi mendalam kepada peneliti mengenai kompleksitas

pada situasi sosial.Analisis Data sebagai seperangkat proses dalam membaca dan

menemukan makna dari seluruh informasi yang disampaikan menjadi sangat

vital dalam menjamin hasil penelitian menjadi reliable. Untuk itu, penelitian

ini menggunakan teknik interaktive model. Analisis data menggunakan modelini terdiri dari reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi.47

Alur analisis data dengan model interaktif akan tampak seperti pada gambar

berikut.

Gambar 3.1Skema Analisis Data Model Interaktif

Sumber : Miles dan Huberman (edisi 2014:16)

47 Miles Matthew dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, PenerbitUniversitas Indonesia, Jakarta, 2014, hal 16

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Kesimpulan-Kesimpulan:Penarikan/Verifikasi

Page 64: Hasil Riset Provinsi NTB

I

64

D. Hasil Penelitian

D.1.Perihal Desa Gili Indah

Gili indah merupakan territorial Desa yang ada di kecamatan

pemenang, terdiri dari Dusun Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan dari

gugusan tiga pulau yang secara kewilayahan berada di sebelah utara

Kabupaten Lombok Utara. Sebagai gugusan kepulauan, pariwisata

merupakan sektor yang diandalkan dan menjadi pusat kedatangan utama

dari berbagai wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Dengan

berkah gugusan kepulauan yang indah tidak heran gili indah dianggap sebagai

surganya wisata bahari. Limpahan keindahan bahari tersebut mampu

dimanfaatkan secara baik oleh masyarakatnya dimana sebagian besar

penduduknya bermata pencaharian pada sector partiwisata dari berbagai

dimensi, sebagian nelayan, pedagang, pemandu wisata, boatman, kusir

cidomo hingga pengusaha dan sebagainya.

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Desa Gili Indah

Sumber: server Dinas Dukcapil Kab. Lombok Utara, Data Per: 31 Januari 2015

Desa

DAK 2

Jumlah

DP 4

Jumlah Jumlah KKLaki Perempuan

Laki Perempuan

Gili

Indah

2.564 2.526

5.090 1.708 1.74

7

3.455 1.510

Page 65: Hasil Riset Provinsi NTB

I

65

D.2. Pemilih Desa Gili Indah

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lombok

Utara jumlah wajib pilih di Desa Gili Indah berjumlah 3.430 wajib pilih dengan

rincian wajib pilih perempuan berjumlah 1.748 pemilih dan wajib pilih laki-laki

berjumlah 1682 wajib pilih yang tersebar melalui 5 tempat pemungutan suara

(TPS) terdiri dari 1 TPS berada di Dusun Gili Air, 1 TPS di Dusun Gili Meno dan

3 TPS di Dusun Gili Trawangan.

Tabel 3.3

Pemilih Desa Gili Indah

No.

TPS

Pemilih

JumlahLaki-Laki Perempuan

1. TPS 1 337 372 709

2. TPS 2 363 367 730

3. TPS 3 241 259 500

4. TPS 4 388 373 761

5. TPS 5 353 377 730

Total 1682 1748 3430

Sumber: KPU KLU, Pilpres 2014

D.3.Tingkat Kehadiran Pemilih

Tingkat kehadiran pada masing-masing tempat pemungutan suara

(TPS) di Desa Gili Indah berdasarkan hasil Pilpres 2014 sebesar 51,69 persen.

Angka partisipasi memilih tersebut mengindikasikan adanya persoalan

kepemiluan yang penting untuk segera ditindaklanuti oleh penyelenggara

pemilihan umum. Rendahnya tingkat partisipasi tersebut masih bisa

Page 66: Hasil Riset Provinsi NTB

I

66

diintervensi mengingat masih terdapat keperdulian dari warga untuk terlibat

dalam proses politik terbukti dari masih adanya tingkat partisipasi sebesar 83

persen pada salah satu tempat pemungutan suara (TPS).

Tabel.3.4.Tingkat Kehadiran Pemilih

No TPSProsentase

MemilihKeterangan

1. TPS 1 47 % Tingkat partisipasi

memilih terbesar pada

TPS 3 sebesar 83 persen,

terkecil di TPS 5 sebesar

33 persen. Sedangkan

rata-rata partisipasi

memilih di Gili Indah

berkisar 51,69 persen.

2. TPS 2 56 %

3. TPS 3 83 %

4. TPS 4 50 %

5. TPS 5 33 %

Rata-Rata 51, 69 %

Sumber: KPU KLU, Pilpres 2014

Rendahnya tingkat partisipasi memilih warga Desa Gili Indah merupakan

gejala munculnya apatisme warga terhadap proses politik yang seharusnya

mampu menjadi media evaluasi terhadap kepemimpinan dan perwakilan

politik. Angka 51,69 persen tentu merupakan angka partisipasi memilih

terendah jika dibandingkan dengan angka partisipasi dengan desa lain yang

berada di wilayah administratif Kecamatan Pemenang. Tingkat partisipasi

memilih sangat dipengaruhi oleh banyak variable. Seperti persoalan

administratif yang membuat warga tidak terdaftar sebagai pemilih. Persoalan

administratif ini terjadi hampir disetiap pemilihan umum, baik pilpres, pileg

maupun pilkada yang membuat warga dan kontestan politik kehilangan hak

memilih dan dipilih. Termasuk keterlambatan logistik pemilu dan minimnya

Page 67: Hasil Riset Provinsi NTB

I

67

sosialisasi publik terkait pelaksanaan dan tata cara memilih juga menjadi

persoalan yang harus menjadi pertimbangan untuk menjawab rendahnya

tingkat partisipasi memilih.

Untuk menjawab penyebab rendahnya partisipasi memilih warga di Desa Gili

Indah, pembahasan ini akan di susun berdasarkan analisis terhadap

pelaksanaan pemilu, analisis terhadap faktor-faktor partisipasi memilih,

analisa terhadap potensi (kearifan) lokal dan analisa terhadap pola

peningkatan partisipasi. Sistematika penyusunan ditujukan untuk

memudahkan pemetaan rendahnya tingkat kehadiran memilih dan potensi

lokal yang bisa digunakan mendorong perbaikan pelaksanaan pemilu

termasuk menemukan solusi komprehensif yang bisa diintervensi oleh

penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten

Lombok Utara.

D.4. Pelaksanaan Pemilihan Umum

Secara umum pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di Desa Gili

Indah berjalan dengan lancar, seperti yang terjadi pada pemilihan umum

presiden (Pilpres) dan Pemilihan legislatif (Pileg) 2014 yang ditandai dengan

tersalurnya logistik pemilu secara lancar tanpa hambatan tertentu yang bisa

menggagalkan pelaksanaan pemilihan umum. Perangkat pemilu di Desa juga

telah melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga proses pencoblosan

berlangsung dengan aman dan tertib.

Selama ini pelaksanaan pemilu berjalan sesuai dengan prosedur dan

mekanisme yang diberlakukan. Dari pemilu ke pemilu masyarakat pemilih di

Gili Indah mengetahui adanya pemilu, namun dominan terkendala pada hal-

hal teknis ke tempat pemungutan suara untuk pencoblosan serta pemahaman

mengenai boleh tidaknya pindah tempat pemungutan suara (TPS) untuk

memilih. Sebagai daerah yang mayoritas masyarakatnya pekerja persoalan

teknis pemilu menjadi persoalan utama mengingat keinginan untuk

menggunakan hak pilihnya sebagai warga Negara belum selaras dengan ritme

Page 68: Hasil Riset Provinsi NTB

I

68

kerja di perusahaan dan jarak tempuh dari TPS ke tempat kerja sehingga

diperlukan kesesuaian kebijakan perusahaan dengan waktu pencoblosan,

terutama kepada pekerja di perusahaan. Berkenaan dengan pelaksanaan dan

persoalan pemilu, Kepala Dusun Gili Trawangan mengatakan sebagai berikut:

Pemilu berjalan lancar, dan kita sudah laksanakan, tidak ada persoalan logistik

Cuma perlu ada rangsangan kepada orang-orang ini (Pemilih) supaya

bagaimana dia untuk menyampaikan hak mereka terutama untuk kepentingan

pemerintahan kita mendatang. Banyak yg dapat undangan dari TPS lain mau

memilih di Trawangan karena mereka bekerja di sini. Banyak kendala seperti

itu di sini. KPU harus sering turun untuk konfirmasi supaya pemilu ini efektif

nantinya. Terutama yang memilih ditempat lain (H. Lukman, Wawancara, 5

Juli 2015).

Hal yang sama juga disampaikan oleh salah seorang tokoh pemuda

sekaligus pengusaha di Gili Trawangan sebagai berikut:

Pelaksanaan pemilu sudah bagus, dari sisi logistik dan ketepatan waktu

penyelenggaraan pemilu. Masyarakat sebenarnya tahu dirinya sebagai

pemilih, hanya saja banyak masyarakat yang bekerja di Gili (kepulauan) tetapi

tinggal di luar gili (Safari Mahdan, S.Kom, wawancara tanggal 5 juli 2015)

Jika mencermati beragamnya persoalan pelaksanaan pemilu di Gili

Indah, dapat ditekankan bahwasanya persoalan pemilu tidak hanya

menyangkut pemenuhan aspek logistik melainkan hal-hal menyangkut aspek

administratif lainnya seperti wajib pilih yang tidak terdata sebagai penduduk

lokal dan wajib pilih yang berasal dari luar gili (kepulauan) tetapi bekerja dan

beraktivitas keseharian di Gili Indah. Karakteristik wajib pilih seperti yang ada

di Gili Indah membutuhkan pendekatan khusus dari penyelenggara pemilu.

Posisi Gili Indah sebagai wilayah mata pencaharian dengan identitas

kependudukan pekerja yang beragam juga berkontribusi bagi rendahnya

tingkat partisipasi memilih di daerah lain, sehingga sosialisasi mengenai

mekanisme pindah tempat pemungutan suara menjadi penting dilakukan.

Page 69: Hasil Riset Provinsi NTB

I

69

D.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Memilih

Angka partisipasi sebesar 51,69 persen tentu mengindikasikan ada

persoalan pemilu yang kompleks dan membutuhkan penanganan serius tidak

hanya oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU)

dan pranata kelengakapan pemilu lainnya di Kecamatan dan Desa melainkan

membutuhkan perhatian dari stuktur politik lainnya seperti partai politik,

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR/DPD/DPRD) dan eksekutif dan elemen

demokrasi lainnya. Rendahnya tingkat partisipasi di Gili Indah berdasarkan

hasil penelitian ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

1. Adanya apatisme memilih: Anggapan bahwa memilih dan tidak memilih

dimaknai sama saja, tidak memberikan perubahan bagi tingkat

kesejahteraan individu yang berkaitan dengan matapencahariannya

sehari-hari. Munculnya apatisme warga untuk tidak terlibat dalam proses

pemilihan umum menjadi peringatan bagi unsur demokrasi lain,

khususnya peringatan bagi Partai Politik, Dewan Perwakilan Rakyat dan

Eksekutif untuk segera berbenah menciptakan kesadaran dan

pembelajaran politik kepada warga Negara. Mengenai apatisme warga Gili

Indah disampaikan oleh beberapa tokoh Desa Gili Indah sebagai berikut:

“Belum ada bukti nyata yang ada di masyarakat yang disampaikan olehtokoh-tokoh politik yang terpilih. Kalau di Desa kan sudah ada bukti,sekarang anak-anak muda jadi pengusa, jalan sudah masuk” (H. Taufik,Wawancara, 5 Juli, 2015). “Apatis terhadap proses pemilu, ngapain kitamilih. Yang bekerja sibuk dengan pekerjaannya. Masyarakat juga Gak tahucalon yang mau dipilih jadi banyak yang g milih” (Humaidi, Wawancara, 13Juli 2015).

Munculnya apatisme warga terlibat dalam proses pemilihan umum

menjadi persoalan serius mengingat keengganan warga Negara terlibat dalam

proses politik bisa menyebabkan pemimpin menggunakan kekuasaan hanya

untuk kepentingan dan golongannya saja seperti yang disampaikan oleh Miriam

Budiarjo bahwasanya partisipasi politik terkait dengan kadar keabsahan dan

legitimasi yang rendah pula. Apatisme politik selain menghilangkan bermaknanya

Page 70: Hasil Riset Provinsi NTB

I

70

satu suara juga berdampak terhadap rendahnya tingkat keterpilihan bagi calon

pemimpin dan calon perwakilan yang punya komitmen terhadap perubahan

rakyat. Keresahan ini muncul dari seorang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

(DPRD) KLU Dapil Tanjung dan Pemenang sebagaimana yang dikemukakan

berikut ini:

“Satu suara itu penting, peran serta tokoh untuk memilih punya pengaruhlewat sosialisasi, memastikan pilihan dan datang ke TPS” (H.M. Arsan,S.Pd.i, Wawancara 5 juli 2015).

Terkait rendahnya tingkat partisipasi memilih di Gili Indah, tidak

semua proses kontestasi politik diwarnai apatisme warga dalam memilih

terbukti dari antusiasme masyarakat Gili Indah ketika memilih pada

kontestasi politik lokal (Pilkades) yang begitu tinggi. Ada bebarapa hal

yang mempengaruhi, seperti faktor kedekatan, aduan yang cepat diproses

dan proses penyelesaian persoalan yang lebih cepat diselesaikan menjadi

faktor warga memilih dalam kontestasi Pilkades. Fakta ini tentu saja harus

direspon oleh instrumen dan kelembagaan politik lainnya untuk berbenah

memperbaiki kinerjanya. Antusiasme pilkades terangkum dalam

pengakuan H.Taufik selaku Kepala Desa Gili Indah berikut ini:

“Pemilihan di tingkat lokal (Pilkades) lebih antusias, dari 2800 pemilih yangmemberikan hak pilihnya mencapai 2600 pemilih. Pilkades antusias dibandingpemilihan lainnya karena lebih dekat dalam komunikasi, tiap hari bisamenyampaikan keluhan mereka bisa sampaikan dan tindakan penyelesaianmasalah lebih cepat. Proses penyelesaian seperti itu tidak ditemukan dipemilihan lainnya” (H. Taufik, Wawancara, 5 Juli 2015)

Rendahnya tingkat partisipasi memilih di Desa Gili Indah masih bisa

ditingkatkan mengingat masih adanya kesadaran politik warga dalam kontestasi

politik lokal (Pilkades). Dengan kata lain intensitas masyarakat Gili dalam proses

politik terjadi ketika ada kepentingan langsung yang berhubungan dengan

pembangunan masyarakat Desa sehingga intervensi merubah perilaku politik

tersebut tidak bisa hanya dibebankan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU)

melainkan membutuhkan sinergisitas dengan Partai Politik, Pemerintah Daerah,

dan perangkat demokrasi lainnya.

Page 71: Hasil Riset Provinsi NTB

I

71

2. Faktor Pekerjaan

Masyarakat Desa Gili Indah yang mayoritas pekerja disatu sisi

menyumbang sumbangsih dalam peningkatan taraf perekonomian

masyarakat dan sisi lain membutuhkan kedisiplinan dan semangat

profesionalisme faktanya menjadi persoalan selama ini terkait

rendahnya tingkat partisipasi memilih warga Desa Gili Indah. Benturan

waktu pencoblosan dan waktu bekerja menyebabkan wajib pilih tidak

mempunyai waktu untuk melakukan pencoblosan. Persoalan ini tentu

saja harus segera dibenahi oleh penyelengara pemilu dengan

membangun komitmen bersama diantara para pengusaha untuk

mengijinkan pegawainya memberikan hak suaranya. Sebagaimana

yang disampaikan oleh Kepala Dusun Gili Trawangan seperti berikut

ini:

“Trawangan daerah bisnis mereka berfikir lebih mementingkan pekerjaan.masyarakat trawangan banyak yang di pinggir jadi agak susah balik untukmemilih Untuk Pemuda kesibukan malam, kerja, mereka bangun jam 1-2siang sehingga itu jadi kendala ikut memilih. Seperti boatman berangkat jam7 pulang sore sehingga tidak bisa memilih sementara ada batasan jammemilih” (H. Lukman, Wawancara, 5 Juli 2015). Persoalan menyangkutbenturan antara jam kerja dan waktu pencoblosan juga menjadi perhatiantokoh Desa Gili Indah lainnya, seperti berikut ini:

“Disini kawasan pariswisata hidupnya di pantai, senang surfing tidak pulangsemalaman itu susahhnya kalau untuk memilih. kita kami siap membantu”(Muktamat Rasmanto, Wawancara, 5 Juli 2015).

“Waktu bertepatan dengan kerja, contoh mereka orang sini masuk kerja 7.30harus standby di tempat kerja break jam 12. Tutupnya jam 1 Banyak yangdatang setelah jam 1 TPS sudah tutup (H. Taufik, wawancara 5 juli 2015).

Benturan antara jam bekerja dengan waktu pencoblosan

tersebut harus mampu disiasati oleh penyelenggara pemilu dengan

membangun kerjasama dengan seluruh stakeholders dalam

menyediakan tempat pemungutan suara yang relatif bisa dijangkau

oleh masyarakat pekerja. Meskipun telah ada keputusan pemerintah

Page 72: Hasil Riset Provinsi NTB

I

72

untuk menjadikan hari pencoblosan sebagai hari libur nasional, tidak

memberikan jaminan mengingat karakteristik pekerjaan pada sektor

pariwisata berbeda dengan sektor formal yang lain.

3. Minimnya Sosialisasi

Penyampaian informasi publik terkait kepemiluan dari Komisi

Pemilihan Umum (KPU) masih sangat minim. Informasi mengenai

pemilu banyak didapatkan melalui media baik cetak maupun

elektronik, keberadaan media sosial juga berkontribusi terhadap

pemenuhan informasi kepemiluan. Persoalannya tidak semua media

tersebut mampu memberikan informasi pemilu yang refresentatif bagi

wajib pilih. Keberhasilan pemilu tidak hanya ditentukan variable

terpenuhinya logistik dan perangkat pemilu, peran informasi sangat

penting menunjang keberhasilan pemilu sehingga kehadiran

penyelenggara pemilu dalam menyampaikan berbagai macam

informasi seperti tahapan pemilu, identitas kandidat dan cara

mencoblos sangat penting diketahui wajib pilih.

Minimnya sosialisasi tentang informasi pemilu tidak hanya

berdampak terhadap rendahnya pengetahuan pemilu masyarakat

melainkan juga merugikan para kandidat yang akan berkompetisi. Jika

hal ini terjadi dapat mengakibatkan ketidakpercayaan publik terhadap

penyelenggara pemilu dan tidak menutup kemungkinan muncul

gugatan terhadap keabsahan hasil pemilu. Dalam konteks dukungan

politik, bisa menyebabkan benturan pada akar rumput atas

ketidakpuasaan penyelenggaraan pemilu. Untuk konteks Desa Gili

Indah minimnya sosialisasi juga menjadi perhatian dari Pranata Desa

Gili Indah seperti beberapa pernyataan berikut:

“ Gili indah belum tersentuh sosialisasi yang benar-benar ya sosialisasi itu.Sosialisasi baliho-baliho harus sudah ada ini lagi berapa bulan sudah harusefektif dipelabuhan disemua area publik. KPU harus jemput bola dan sering-

Page 73: Hasil Riset Provinsi NTB

I

73

sering diumumkan mengenai jadwal pemilihan untuk mengingatkan warga”(H. Taufik, wawancara, 5 juli, 2015)

Sosialisasi minim pas mau pemilu, tidak ada baliho mungkin dari KPUmasyarakat kita kumpul hari jumat mungkin ada penceramah tentangpemilu, sosialisasi melalui masjid paling bagus. Sedini mungkin masyarakattahu lewat ceramah masjid, karena kalau mau dikumpulkan sulit jadi momenpaling bagus di masjid melalui jumatan supaya masyarakat menggunakan hakpilihnya (H. Lukman, wawancara, 5 Juli 2015).

Untuk memaksimalkan sosialisasi perlu dilakukan hal-hal

semisal forum pertemuan antar stakeholders, pemasangan billboard,

spanduk-leaflet pada tempat umum dan terjangkau oleh masyarakat

pemilih. Pentingnya peningkatan kuantitas dan kualitas pesan menjadi

perhatian akademisi Institut Agama Islam Negeri Mataram seperti

berikut ini:

Himbauan tokoh agama dan tokoh masyarakat melalui lembaga atau forumpertemuan dapat memberikan pemahaman pentingnya berpartisipasi dalampemilu, misalnya melalui materi khutbah, brosur atau corong peneranganumat. Pada saat hari pemilihan, perlu adanya suasana lokal yangmenggambarkan pesta demokrasi dengan menggunakan busana adat sebagaiajang promosi bagi wisatawan (Dr. H. Lalu Muchsin Afendi, M.A. wawancara11 Juli 2015). Hal yang sama juga disampaikan oleh tokoh muda Dusun GiliTrawangan.

Perlu ada hiburan tradisional seperti presean, ada urusan di pak kadus kitayang ikut selesaikan. Untuk pemuda menurut saya karena di sini mau beginibegitu pada sibuk, hanya sedikit waktunya, itu susahnya kita kalau sore bisakita manfaatkan untuk presean sebagai media sosialisasi (MuktamatRasmanto, Wawancara, 5 juli 2015)

4. Jarak Tempuh Pemilih

Mengingat ritme kesibukan yang dinamis berkaitan dengan

siklus pemilih dari daratan ke pulau maupun sebaliknya dan

keterjangkauan tempat pemungutan suara (TPS) bagi sebagian pemilih

masih menjadi kendala, sebagai konskuensi topografi Desa Gili Indah

yang bergugus kepulauan. Sebagai daerah pariwisata dengan tingkat

kunjungan yang besar dan mobilitas antar pulau yang begitu tinggi

Page 74: Hasil Riset Provinsi NTB

I

74

dibutuhkan penanganan khusus bagi para wisatawan maupun

masyarakat yang berasal dari luar Gili Indah yang sedang berlibur

maupun masyarakat gili yang berada di daratan diakomodir

keinginannya sebagai warga Negara dalam memberikan hak pilih.

Banyak dari warga Trawangan yang sudah memiliki rumah di daratan

(Pemenang dan sekitarnya) ketika pemilu sedang berada di luar

trawangan tidak memilih karena jarak tempuh hanya untuk sekedar

datang memilih tentu saja persoalan ini memberikan sumbangsih bagi

rendahnya tingkat partisipasi warga dalam memilih.

D.6. Potensi (Kearifan) Lokal

Dalam perkembangannya, penelitian ini juga mengidentifikasi potensi

lokal sebagai upaya partisipasi memilih di Gili Indah yaitu sebagai berikut:

1. Harmomi akulturasi ritual keagamaan dan kebudayaan yang berlangsung

sinergis dan berkesinambungan. Aktivitas peribadatan dan agenda atraksi

budaya bisa berjalan beriringan dengan spesifik Gili Indah dengan ragam

kemajemukannya tanpa mereduksi tradisi yang sudah berlangsung lawas.

2. Potensi kecenderungan pemuda pada kegiatan-kegiatan olahraga, seperti

kompetisi liga bola antara perusahaan.

3. Event-event kolosal budaya dan pariwisata yang regular/berkala

dilaksanakan di Gili Indah. Semisal presean, rebo bontong-mandi shafar,

rangkaian kegiatan agustusan kemerdekaan dan sebagainya.

Berbagai potensi lokal yang ada di Gili Indah tersebut pada dasarnya

bisa digunakan sebagai media dalam upaya menyampaikan pesan-pesan

seputar pemilihan umum. Pendekatan kebudayaan yang terefleksi dalam nilai-

nilai kultural bisa menjadi agen pengenalan politik. Dalam konteks rendahnya

partisipasi memilih di Desa Gili Indah tidak bisa dilepaskan dari sosialisasi

politik. Yakni Suatu upaya untuk terus meneruskan mengenalkan pentingnya

partisipasi dalam proses politik. Potensi lokal seperti kegiatan kepemudaan

Page 75: Hasil Riset Provinsi NTB

I

75

dan lingkungan kerja menjadi agen sosialisasi yang efektif untuk

menyampaikan hak dan kewajiban politik sebagai warga Negara.

Mengenalkan pentingnya keterlibatan politik tidak hanya dilakukan

melalui lembaga-lembaga formal seperti sekolah, tetapi menyatu dalam

kebudayaan masyarakat setempat bisa menjadi pendekatan alternatif,

mengingat agen sosialisasi politik seperti partai politik, kurang mampu

memberikan perubahan signifikan. Terbukti dengan memudarnya

kepercayaan publik terhadap keberadaan partai politik. Sehingga pendekatan

kebudayaan bisa menjadi alternatif dalam mengenalkan politik kepada warga.

D.7. Strategi Peningkatan Partisipasi

Dari berbagai persoalan kepemiluan yang menyebabkan rendahnya

partisipasi memilih warga Desa Gili Indah, dapat kami kemukakan beberapa

tools pola peningkatan partisipasi memilih, diantaranya:

1. Pengumuman formal: Adanya sosialisasi yang diadakan dengan

pemasangan billboard-spanduk dan pembagian leaflet mengenai

pentingnya berpartisipasi dalam pemilihan umum, serta pengumuman

yang disampaikan melalui fasilitas publik secara terjadwal yang

mendapatkan permakluman dari pihak pemerintah setempat termasuk

juga bekerjasama dengan pemilik perusahaan untuk menyampaikan

beberapa pengumuman kepada pekerja.

2. Forum interaktif: Melalui pertemuan antar-stakeholders untuk bersama-

sama membangun dialog dan menemukan kesepemahaman mengenai

pentingnya partisipasi dan penggunaan hak pilih dalam pemilihan umum

(Pemilu).

3. Sinergi kegiatan kolosal: Membangun kerjasama yang baik antara

penyelenggara teknis pemilu setempat dengan lembaga/perusahaan yang

mengadakan event/kegiatan kolosal untuk menyosialisasikan partisipasi

memilih dan pentingnya menggunakan hak pilih.

Page 76: Hasil Riset Provinsi NTB

I

76

4. Edukasi Entertainment-cultural: dengan menciptakan inovasi spesifik

bernuansa pariwisata dengan menyuasanakan TPS pada saat hari

pencoblosan melalui pemakaian busana adat pada TPS-TPS setempat.

D.8. Solusi Komfrehensif

Adapun dari berbagai pemetaan dan tanggapan responden pada

penelitian ini, diperoleh beberapa solusi berdasarkan realita (sebelumnya)

tentang rendahnya partisipasi memilih di Gili Indah diantaranya sebagai

berikut:

1. Prakondisi pemilu berkaitan dengan sosialisasi pemilihan umum dengan

mengacu pada tahapan pemilu yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan

Umum.

2. Pelaksanaan pemilihan umum berkaitan dengan implementasi teknis

pemilu pada tempat pemungutan suara (TPS) setempat.

3. Evaluasi pemilihan umum yang mengacu pada database perbandingan

tingkat partisipasi memilih dari pemilu ke pemilu di gili indah.

Page 77: Hasil Riset Provinsi NTB

I

77

Daftar Pustaka

Abdullah Rozali, Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas, Rajawali Pers, Jakarta,2009.

Amin Ibrahim, Pokok-Pokok Pengantar Ilmu Politik, Mandar Maju, Bandung.

Huntington dan Nelson, Partisipasi Politik di Negara berkembang, Rineka Cipta,Jakarta,1994.

Miles Matthew dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta, 2014.

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2008.

Michael Rush dan Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Rajawali Pers, Jakarta.

Sahid Gatara dan Dzulkiah Said, Sosiologi Politik, Konsep dan DinamikaPerkembangan, Pustaka Setia Bandung, 2007.

Sutoro eko, Krisis Demokrasi Elektoral “ dalam Demokrasi dan Potret LokalPemilu 2004”, penyunting Prajarta dan Kana, Percik dan Pustaka PelajarYogyakarta, 2006.

Soebagio, Implikasi Golongan Putih Dalam Perspektif Pembangunan DemokrasiDi Indonesia, Jurnal, Makara, Sosial Humaniora, Vol 12, No 2, Desember 2008:82-86.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung,2013.

Strauss dan Corbin, Dasar-dasar penelitian kualitatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2013.

Page 78: Hasil Riset Provinsi NTB

I

78

BAB IV.

Analisis Partisipasi Pemilih Pada Pemilu 2014:

Studi Kasus di Kabupaten Lombok TengahAri Wahyudi * Sansuri * Zaeroni *

Baiq Husnawati * Lalu Puji H.

A. Pengantar

Masyarakat menjadi komponen penentu berhasil atau tidaknya

pelaksanaan pemilu. Posisioning masysrakat ini menjadi strategis karena

setiap individu, apapun latar belakangnya seperti suku, agama, ras, jenis

kelamin, status sosial, dan golongan. Mereka memiliki hak yang sama untuk

berserikat dan berkumpul, menyatakan pendapat, menyikapi secara kritis

kebijakan pemerintah dan pejabat negara. Hak ini disebut hak politik yang

secara luas dapat langsung diaplikasikan melalui pemilihan umum.

Dalam menjelaskan prinsip universal di atas, Sastroatmodjo

menyatakan negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan pirnsip

kedaulatan rakyat dalam kerangka demokrasi Pancasila. Di mana untuk

mewujudkan pola kehiudpan sistem kedaulatan rakyat yang demokratis

tersebut adalah melalui pemilihan umum (pemilu). Melalui pemilu, rakyat

Indoneisa turut serta secara aktif untuk berpartisipasi dalam pengisian

pemimpin politik mereka di jabatan legislative (DPR, DPD, DPRD) maupun

eksekutif (presiden, gubernur bupati/wali kota). Pemilu juga merupakan salah

satu bentuk paritisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat,

karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan

bagi proses politik di suatu wilayah dengan memberikan suara secara

langsung.

Jika demikian logikanya, maka partisipasi masyarakat merupakan salah

satu aspek penting dari demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi

(partisipasi) masyarakat merupakan aktor yang paling tahu tentang apa yang

Page 79: Hasil Riset Provinsi NTB

I

79

baik bagi diri mereka. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan

oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga negara

maka warga masyarakt berhak ikut serta menentukan isi keputusan yang

mempengaruhi hidup mereka. Ilmuan politik membagi partisipasi politik

masyaraka menjadi dua, yakni; memepengaruhi isi kebijakan umum dan ikut

menentukan pembuatan dan pelaksana keputusan politik.

Kesadaran politik masyarakat menjadi faktor determinan dalam

partisipasi politik, artinya sebagai hal yang berhubungan dengan pengetahuan

dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan

masyarakat dan kegiatan politik menjadi ukuran dan kadar seseorang terlibat

dalam proses partisipasi politik. Pengalaman pemilu yang berlangsung dalam

beberapa dekade menunjukkan banyaknya para pemilih yang tidak

memberikan suaranya. Sebagai fenomena penggambaran di atas apabila

seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah

tinggi maka partisipasi pilitik cenderung aktif, sedangka apabila kesadaran dan

kepercayaan sangat kecil maka paritisipasi politik menjadi pasif dan apatis.

Berpijak dari proposisi di atas, penelitian ini merumuskan masalah

sebagai berikut; 1) bagaimana tingkat kehadiran pemilih pada Pemilihan Umum

2014?; 2) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kehadiran mereka di

TPS?.

B. Tinjauan Teoritis

B.1. Konseptualisasi Seputar Partisipasi Politik

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara

demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Di

negara-negara yang proses modrnisasinya secara umum telah berjalan dengan

baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat. Modernisasi politik

dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintah.

Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan

warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan

Page 80: Hasil Riset Provinsi NTB

I

80

tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan

pemerintah48.

a. Pengertian partisipasi politik

Pemerintah dalam membuat dan melaksanakan keuptusan politik

akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Dasar

inilah yang digunakan warga masyarakat agar dapat ikut serta dalam

menentukan isi politik. Prilaku-prilaku yang demikian dalam konteks politik

mencakup semua kegiatan sukarela, dimana seorang ikut serta dalam

proses pemilihan pemimipin-pemimpin politik dan turut serta secara

langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijakan umum.

Menurut Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau

kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehiudpan politk, yaitu

dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak

langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.49

Menrut Hutington dan Nelson, bahwa parpartisipasi politik adalah

kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang

dimaksud untuk mempengaruhi pembuat keputusan oleh pemerintah.

Partisipasi bisa bersifat individual dan kolektif, terorganisir dan spontan,

mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan. Legal atau

ilegal, efektif atau tidak efektif.50

Menurut davis, partisipasi politik adalah sebagai mental dan emosinal

yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada tujuan atau cita-

cita kelompok atau turut bertanggung jawab padanya.51

Dalam negara demokratis yang mendasari konsep partisipasi politik adalah

bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakannya memalui

kegiatan bersama untuk menentukan tujuan serta masa depan suatu

48 Sastromatmodjo, S. Partisipasi Politik, Semarang, IKIP Semarang Press, 1995, hlm.67

49 Ibid. Hlm 6850 Budiarjo, M. Partisipasi dan Partai Politik, 1998, hlm. 351 Sastromatmodjo, S, Op.Cit. hal. 85

Page 81: Hasil Riset Provinsi NTB

I

81

negara itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang

pimpinan.

Dari pengertian mengenai paritiisipasi politi di atas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan

individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang

berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan

untuk berpatispasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka

mempengaruhi kebijakan pemerintah.

b. Bentuk-bentuk partisipasi politik

Bentuk partisipasi politik seorang tampak dalam aktivitas-aktivitas

politiknya. Bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah

pemungutan suara (voting) entan untuk memilih calon wakil rakyat atau

untuk memilih kepala negara.

Dalam buku pengantar sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff

mengidentifkasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagi berikut:

a. Menduduki jabatan politik atau adiministarasi;

b. Mencari jabatan politik atau administrasi;

c. Mencari anggota aktif dalam suatu organisasi politik;

d. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik.

e. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik

f. Menjadi anggtota pasif dalam suatu organisasi semi politik

g. Paritispasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb

h. Partisipasi dalam diskusi politik internal

i. Partisipasi dalam pemungutan suara.

Sastroatmodjo juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk

paritipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya yang dikategorikan

menjadi dua yaitu partisipasi individual dan partisipasi kolektif. Partisipasi

individual dapat berwujud kegiatan seperti menulis surat yang berisi

Page 82: Hasil Riset Provinsi NTB

I

82

tuntutan atau keluhan kepada pemerintah. Partisipasi kolektif adalah

bahwa kegiatan warga negara secara serentak dimaksudkan untuk

mempengaruhi penguasa seperti dalam kegiatan pemilu.

Sementara itu, Maribath dan Goel membedakan partisipasi politik

menjadi beberapa kategori:

a. Apatis, adalah orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari

prose politik.

b. Spektator, adalah orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih

dalam pemilu.

c. Gladiator, adalah mereka yang aktif terlibat dalam prose politik

misalnya momunikator, aktifis partai dan aktifis masyarakat.

d. Pengkritik, adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang

tidak konvensional.

Menurut Rahman, kegiatan politik yang tercakup dalam konsep

partisipasi politik mempunyai berbagai mcam bentuk. Bentuk-bentuk

partisipasi politik yang terjadi berbagai negara dan waktu dapat dibedakan

menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensional dan non konvensional,

termasuk yang mungkin legal (seperti peitisi) maupun ilegal, penuh kekerasan,

dan revolusioner. Bentuk-bentuk frekuensi partisipasi politik dapat dipakai

sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan

politik, kepuasan/ketidakpuasan warga negara. Bentuk-bentuk partispasi

politik yang dikemukakan oleh Alomond yang terbagi dalam dua bentuk yaitu

partisipasi politik konvensional dan partisipasi politik non konvensional. Rincian

bentuk partispasi politik sebagai berikut :

Page 83: Hasil Riset Provinsi NTB

I

83

Tabel 4.1.

Bentuk partisipasi politik konvension dan non-konvensional

Konvensional Non konvensional

Pemberian suara (voting) Pengajuan petisi

Diskusi politik Berdemonstrasi

Kegiatan kampanye Konfrontasi, mogok

Membentuk dan bergabung dalam

kelompok kepentingan

Tindak kekerasan politik harta benta

(pengerusakan, pengeboman)

Komunikasi individual dengan pejabat

politik dan administrative

Tindak kekerasan politik terhadap

manusia (penculikan, pembubuhan)

c. Tujuan Partisipasi Politik

Adanya kondisi masyarakat yang beraneka ragam tentunya tiap-tiap

warga masyrakat mempunyai tujuan hidup yang beragam pula sesuai dengan

tingkat kebutuhannya, dan upaya memenuhi kebutuhan itu di refleksikan

dalam bentuk kegiatan, yang tentunya kebutuhan yang berbeda akan

menghasilkan kegiatan yang berbeda pula. Demikian pula dalam partisipasi

politiknya tentu tujuan yang ingin dicapai antara warga satu berbeda dengan

yang lain.

Menurut Waimer menyatakan bahwa yang menyebabkan timbulnya

pergerakan ke arah partispasi yang lebih luas dalam prose politik yaitu :

Modernisasi di segala bidang, berimplikasi pada komersialisme pertanian,

industri, perbaikan pendidikan, pengembangan metode masa, dan

sebagainya.

Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Perubahan

sturktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menegah

dan pekerja baru yang semakin meluas dalam era industrialisasi dan

modernisasi. Dari hal itu muncul persoalan yaitu siapa yang berhak ikut

serta dalam pembuatan-pembuatan keputusan-keputusan politik yang

Page 84: Hasil Riset Provinsi NTB

I

84

akhirnya membawa perubahan dalam pola partisipasi politik. Kelas

menegnah baru itu secara praktis menyuarakan kepentingan-kepentingan

msyarakat yang terkesaan demokrtis.

Pengaruh kaum intlektual dan meningkatnya komunikasi masa

merupakan faktor yang meluasnya komunikasi politik masyarakat. Ide-ide

baru seperti nasionalisme, liberalisasi akan membangkitkan tuntutan-

tuntan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi

yang luas mempermudah penyebaran ide-ide seluruh masyarakat.

Dengan masyarakat yang belum maju sekalipun akan dapat menerima

ide-ide politik tersebut secara tepat. Hal itu berimplikasi pada tuntutan-

tuntutan rakyat ikut serta menentukan dan mempengaruhi kebijakan

pemerintah.

Adanya konflik di antara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin politik

yang bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali untuk mencapai

kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan masa. Dalam hal

mereka beranggapan, adalah sah apabila yang mereka lakukan demi

kempentingan rakyat dan dalam uapaya memerjuangkan ide-ide

partisipasi masa. Implikasinya adalah munculnya tuntutan terhadap hak-

hak rakyat, baik hak asasi manusia, keterbukaan, demokratisasi, maupun

isu-isu kebebasan pers. Dengan demikian pertentangan dan perjuangan

kelas menengah kekuasaan mengakibatkan perluasan hak pilih rakyat.

Adanya keterlibatan pemerintah yang semaki meluas dalam urusan sosial,

ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah

ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan-tuntutan yang

berorganisasi untuk ikut serta dalam mempengaruhi keputusan politik.

Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam

segala bidang kehidupan.

Menurut Davis, partisipasi politik bertujuan untuk mempengaruhi

pengasa baik dalam arti memperkuat maupun dalam pengertian

menekannya sehingga mereka memperhatikan atau memenuhi kepentingan

Page 85: Hasil Riset Provinsi NTB

I

85

pelaku partisipasi. Tujuan tersebut sangat beralasan karena sasaran

partisipasi politik adalah lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang

memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan politik.

Sedangkan bagi pemerintah, partisipasi politik dari masyarakat mempunyai

tujuan sebagai berikut:

a. Untuk mendukung program-program pemerintah, artinya peran serta

masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan

pembangunan.

b. Sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk

masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan

pembangunan.

Jadi partisipasi politik sangatlah penting bagi masyarakat maupun

pemerintah. Bagi masyarakat dapat sebagai sarana untuk memberikan

masukan, kritik, dan saran terhadap pemerintah dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan, sedangkan bagi pemerintah partisipasi politik

merupakan sebuah mekanisme pelaksanaan fungsi kontrol terhadap

pemerintah dan pelaksanaan kebijakan.

d. Landasan Partisipasi Politik

Hutington dan Nelson mengemukakan bahwa landasan yang lazim

digunakan untuk menyelenggarakan partisipasi politik adalah:

Kelas : perorangan-perorangan dengan status sosial, pendapatan,

pekerjaan yang serupa.

Kelompok/komunal : perorangan-perorangan dari ras, agama, bahasa

atau etnisitas yang sama.

Lingkungan (negihborhood) : perorangan-perorangan yang secara

geografi bertempat tinggal berdekatan satu sama lain.

Page 86: Hasil Riset Provinsi NTB

I

86

Partai : perorangan yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi

formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan

kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintah.

Golongan (function) : perorangan-perorangan yang dipersatukan oleh

intraksi yang terus menerus atau intens satu sama lain, dan salah satu

manifestasinya adalah pengelompokan patro-klien, artinya satu golongan

yang melibatkan pertukaran manfaat-manfaat secara timbal balik di

antara perorangan-perorangan yang mempunyai sistem status, kekayaan

dan pengaruh yang tidak sederajat.

Hermawan berpendapat bahwa yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi prilaku politik, adalah:

Lingkungan sosial politik tidak langsung seperti sistem politik, media masa,

sistem budaya, dan lain-lain.

Lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk

kepribadian aktor seperti keluarga, teman agama, kelas, dan sebagainya.

Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

Faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang

mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu

kegiatan politik, seperti suasana kelompok, ancaman, dan lain-lain.

B.2. Konseptualisasi Perihal Pemilu

a. Definisi Pemilu

Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada

ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam

demokrasi modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat

yang ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang

berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakan pemilihan umum. Pemilihan

umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk

Page 87: Hasil Riset Provinsi NTB

I

87

dilembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga

negara dalam bidang politik.52

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2007 tentang

penyelenggara pemiliham umum dinyatakan bahwa pemilihan umum, adalah

saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Repbulik Indonesia tahun 1945.

Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu hak asasi warga negara

yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi

adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai

dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semuanya itu harus

dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatu pelanggaran

suatu hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau

memperlambat pemilu.53

Dari pengertian di atas bahwa pemilu adalah sarana mewujudkan pola

kedaulatan rakyat yang demokratis dengan cara memilih wakil-wakil rakyat,

Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

dan adil. Karena pemilu merupakan hak asasi mansia maka pemilu 2014 warga

negara yang terdaftar pada daftar calon pemilih berhak memilih langsung

wakil-wakilnya dan juga memilih langsung Presiden dan Wakil Presidennya.

b. Tujuan Pemilu

Tujuan pemilu adalah menghasilkan wakil-wakil rakyat yang

representatif dan selanjutnya menentukan pemerintahan. Dalam UUD 1945

Bab VII B pasal 22 E ayat (2) pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden

52 Syarbaini, S. DKK, Sosiologi dan Politik, Jakarta, Galia Indonesia, 2002, hlm. 8053 Kusnardi, M. dan Ibrahim, H. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta,

Sinar Bakti, 1994, hlm. 329

Page 88: Hasil Riset Provinsi NTB

I

88

dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kemudian

dijabarkan dalam UU RI Nomor 15 tahun 2011 bahwa pemilihan umum adalah

sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat konstitusional

yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Asas Pemilihan Umum

Berdasarkan Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indoneisa tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil.

1. Langsung

Yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk secara langsung

memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa

perantara.

2. Umum

Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal

dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin,

berhak ikut memilih dalam pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21

tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

3. Bebas

Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan

dan paksaan dari siapapun/dengan apapun. Dalam melaksanakan haknya

setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai

dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.

4. Rahasia

Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan

diketahui oleh pihak manapun dan dengan apapun. Pemilih memberikan

suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain

kepada siapapun suaranya akan diberikan.

Page 89: Hasil Riset Provinsi NTB

I

89

5. Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu seitap penyelenggara/pelaksana pemilu,

pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas, dan pemantau

pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak

langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan

perundang-udangan yang berlaku.

6. Adil

Berarti dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilih dan parpol perserta

pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak

manapun.

d. Sistem Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-maca sistem pemilhan umum, akan

tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : “single member

constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil ; biasanya disebut

Sistem Distrik) dan multi-member constituency (satu daerah pemilihan

memilih beberapa wakil ; biasanya dinamakan prorportional

Representation atau sistem Perwakilan Berimbang)”.54

1. Single-member constituency (Sistem Distrik)

Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan

atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya

daerah yang dilipunti) mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan

Rakyat. Untuk keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah

besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat

ditentukanoleh jumlah distrik. Dalam pemilihan umum legislatif tahun

2014, untuk anggota Dwan Perwakilan Daerah pesertanya

perseorangan menggunakan sistem distrik.

54 Rahman, H.A. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta, Garaha Ilmu, 2007, hlm. 151

Page 90: Hasil Riset Provinsi NTB

I

90

2. Multi-member constituency (sistem Perwakilan Berimbang)

Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan

prorportional representation atau sistem perwakilan berimbang. Sistem

ini dimaksud untuk menghilangkan bebarapa kelemahan dari sistem

distrik. Gagasan pokok ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh

suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang

diperolehnya. Untuk keperluan ini diperlukan suatu pertimbangan.55

Jumlah total anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan atas dasar

pertimbangan dimana setiap daerah pemilih memilih sejumlah wakil

sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilih itu.

Indonesia merupakansalah satu negara demokrasi dimana dengan

adanya sistem pemilihan umum yang bebas untuk membentuk dan

terselenggaranya pemerintahan yang demokratis. Hal ini sesuai dengan

tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan

sebagai saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang berdasrkan Pancasila dan Undang-Undang

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu 2014 dilakukan dua kali

putaran dimana pemilu putran pertama memilih anggota DPR, DPD,

dan DPRD (legislatif) kemudian pemilu putaran ke dua yaitu memilih

Perseiden dan Wakil Presiden (eksekutif).

Dalam pemilu legislatif rakyat dapat memilih secara langsung wakil-

wakil mereka yang akan duduk di kursi DPR, DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota. Pada pemilihan umum anggota legislatif

menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka dimana

dalam memilih, rakyat dapat mengetahui siapa saja calon wakil-

wakilnya yang akan mewakilinya daerahnya. Selain dilaksanakan sistem

proporsional juga adanya sistem distrik dalam pemilihan untuk anggota

55 Ibid. hal.152

Page 91: Hasil Riset Provinsi NTB

I

91

DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Dengan adanya sistem pemilihan

umum yang terbuka inilah diharapkan dapat memilih wakil-wakil rakyat

yang mempunyai integritas dan benar-benar mewakili aspirasi,

keagaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat yang memilihnya.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa angka-angka yang

kemudian dijabarkan dengan kata-kata yang memperoleh gambaran yang

jelas terhadap kecenderungan prilaku yang diamati. Fokus penelitian ini

adalah adalah partisipasi politik pemilih yang berupa kehadiran pemilih di lokasi TPS

untuk memberikan hak suaranya pada pelaksanaan pemilu 2014 di Kabupaten

Lombok Tengah. Agar dapat memberikan hasil yang lengkap maka fokus penelitian

tersebut dirinci dalam unit-unit kajian sebagai berikut. Pertama, yaitu tingkat

kehadiran pemilih dalam pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Lombok Tengah.

Kedua yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih

untuk memberikan hak suaranya pada pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten

Lombok Tengah.

Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data pemilihan dari

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lombok Tengah mulai dari Pemilu

tahun 2009 sampai dengan data pemilu tahun 2014. Kemudian ditambah

dengan data statistik yang diambil dari Lombok Tengah Dalam Angkat tahun

2014. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Seleksi Data, yaitu pemeriksaan data untuk mengetahui apakah data

tersebut sudah lengkap sesuai dengan keperluan penelitian.

2. Klasifikasi Data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang pokok

bahasan agar mudah dalam menganalisisnya.

3. Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang

ditetapkan dalam penelitian sehingga mempermudah dalam analisa.

Page 92: Hasil Riset Provinsi NTB

I

92

Data yang telah diolah, dianalisis secara kuantitatif dengan teori yang

digunakan, yaitu memberi arti dan menginterpretasikan setiap data yang telah

diolah kemudian diuraikan secara komperhensif dan mendalam dalam bentuk

uraian kalimat yang sistematis untuk kemudian ditarik kesimpulan. Selain itu

dalam menjawab permasalah pertama peneliti menggunakan analisa isi

(contain analysis) untuk mendeskripsikan hasil pemilihan dalam 10 tahun

terakhir kemudian menyusun dan mengklasifikasikannya. Terdapat tiga tahap

model dalam analisis bahan hukum, yaitu reduksi data, penyajian data, dan

verifikasi data. Ketiga tahapan tersebut akan dilakukan secara simultan.

D. Hasil Penelitian

D.1. Tingkat Kehadiran Pemilih

a. Pemilu tahun 2009

Pada pemilu legislatif Tahun 2009 jumlah pemilih yang terdaftar

dalam pemilih tetap di Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 615.655 orang

yang terdiri dari pemilih Laki-laki yaitu sebanyak 293.608 orang dan Pemilih

perempuan yaitu sebanyak 322.047 orang. Adapun jumlah pemilih yangterdaftar dalam pemilih perkecamatan dijelaskan dalam grafik sebagai

berikut.

Grafik 4.2.Daftar pemilih Tetap Pileg 2009

01000020000300004000050000600007000080000

Jumlah Pemilih dalam Daftar PemilihTetap

DATA PEMILIH DANPENGGUNAAN HAK PILIH

Jumlah Pemilih dalamDaftar Pemilih Tetap(1a+1b) LKJumlah Pemilih dalamDaftar Pemilih Tetap(1a+1b) PRJumlah Pemilih dalamDaftar Pemilih Tetap(1a+1b) JML

Page 93: Hasil Riset Provinsi NTB

I

93

Sedangkan pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

jumlah pemilih yang terdaftar dalam pemilih tetap di Kabupaten Lombok

Tengah sebanyak 642.966 orang yang terdiri dari pemilih Laki-laki sebanyak

304.286 pemilih dan pemilih berjenis kelamin perempuan sebanyak 338.680

pemilih. Akan tetapi pada pemilihan umum ini setelah diumumkan keputusan

oleh Mahkamah Konstitusi pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih

tetap dapat melakukan pemilihan. Sehingga jumlah DPT yang ada masih

dinamis. Adapun jumlah pemilih perkecamatan digambarkan dalam grafik

sebagai berikut.

Grafik 4.3

DPT per-Kecamatan Pilpres 2009

b. Pemilu tahun 2010

Pada tahun 2010, Lombok Tengah menyelenggarakan pemilukada.

Apabila pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 jumlah

pemilih yang terdaftar dalam pemilih tetap sebanyak 655.027 orang yang

terdiri dari pemilih Laki-laki sebanyak 310.277 pemilih dan pemilih berjenis

kelamin perempuan sebanyak 344.750 pemilih. Maka pada pemilukada 2010

terjadi penambahan DPT sebanyak 12061 orang. Meskipun terjadi dua kali

putaran pemilihan bupati dan wakil bupati Kabupaten Lombok Tengah akan

Page 94: Hasil Riset Provinsi NTB

I

94

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

80000

DATA PEMILIH

Jumlah Pemilih dalam Salinan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk TPS dalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah LK

Jumlah Pemilih dalam Salinan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk TPS dalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah PR

Jumlah Pemilih dalam Salinan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk TPS dalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah JML

Jumlah Pemilih dalam Salinan DPT yang menggunakan Hak Pilih DalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah LK

Jumlah Pemilih dalam Salinan DPT yang menggunakan Hak Pilih DalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah PR

Jumlah Pemilih dalam Salinan DPT yang menggunakan Hak Pilih DalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah JML

Jumlah Pemilih dalam Salinan DPT yang tidak menggunakan hak pilih dalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah LK

Jumlah Pemilih dalam Salinan DPT yang tidak menggunakan hak pilih dalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah PR

Jumlah Pemilih dalam Salinan DPT yang tidak menggunakan hak pilih dalamWilayah KPU Kab. Lombok Tengah JML

Jumlah Pemilih dari TPS lain dalam Wilayah KPU Kabupaten Lombok TengahLK

Jumlah Pemilih dari TPS lain dalam Wilayah KPU Kabupaten Lombok TengahPR

Jumlah Pemilih dari TPS lain dalam Wilayah KPU Kabupaten Lombok TengahJML

tetapi data dalam DPTnya tetap. Adapun jumlah DPT yang terdaftar dalam

masing-masing kecamatan digambarkan dalam gerafik sebagai berikut.

Grafik 4.4

DPT Pilbup Per-Kecamatan 2010

c. Pemilu Tahun 2014

Pada pemilu Legislatif Tahun 2014 ada bebarapa jenis pemilih yaitu Daftar

Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus

(DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) (Penggunaan KTP atau

indentitas lain atau paspor). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang

ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan.

Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar setelah

pengumuman DPT sehingga dia masuk tambahan. Kemudian Daftar Pemilih

Khusus adalah mereka yang pindah memilih dengan menggunakan form A5.

Dan terakhir adalah Daftar Pemilih Khusus Tambahan adalah mereka yang

menggunakan KTP atau identitas lainnya meskipun tidak terdaftar dalam tiga

kategori daftar pemilih di atas.

Page 95: Hasil Riset Provinsi NTB

I

95

Adapun jumlah daftar pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih dengan

semua kategori yaitu 728.968 orang, yang terdiri dari pemilih laki-laki

sebanyak 354.870 pemilih dan perempuan sebanyak 374.098 pemilih.

Adapun jumlah daftar pemilih perkecamatan digambarkan dalam grafik

sebagai berikut.

Grafik 4.5

Jumlah Pemilih dalam DPT

Dalam pemilihan umum Tahun 2014 ada bebarapa jenis pemilih

yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar

Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)

(Penggunaan KTP atau indentitas lain lain atau paspor). Daftar pemilih tetap

yaitu pemilih yang ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan

diumumkan. Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar

setelah pengumuman DPT sehingga dia masuk tambahan. Kemudian Daftar

Pemilih Khusus adalah mereka yang pindah memilih dengan menggunakan

form A5. Dan terakhir adalah Daftar Pemilih Khusus Tambahan adalah

mereka yang menggunakan KTP atau identitas lainnya meskipun tidak

terdaftar dalam tiga kategori daftar pemilih di atas.

Page 96: Hasil Riset Provinsi NTB

I

96

Pemilihan umum Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014 di

Kabupaten Lombok Tengah, pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih

tetap yaitu 723.952 orang. Jumlah daftar pemilih yang terdaftar dalam daftar

pemilih Tambahan (DPtb) yaitu 144 orang. Pemilih terdaftar dalam Daftar

Pemilih Khusus (DPK) yaitu sebesar 827 orang. Pemilih Khusus Tambahan

(DPKTb) /pengguna KTP atau identitas lain atau paspor 5.234 orang. Total

dari semua pemilih yang terdaftar dalam semua kategori itu adalah 730.164

orang yang terdiri dari laki-laki 355.698 orang dan pemilih perempuan

sebanyak 374.698 orang.

Grafik 4.6

DPT Pilpres 2014

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Data Pemilih

5. Jumlah Pemilih(1+2+3+4) LK

5. Jumlah Pemilih(1+2+3+4) PR

5. Jumlah Pemilih(1+2+3+4) JML

Page 97: Hasil Riset Provinsi NTB

I

97

NO. URAIAN

I. Data Pemilih Praya Jonggat Batukliang Pujut Praya

BaratPrayaTimur

Janapria

Pringgarata Kopang Praya

Tengah

PrayaBaratDaya

BatukliangUtara

JumlahAkhir

A. Data Pemilih1. Jumlah pemilih

terdaftar dalamDaftar PemlihTetap (DPT)

LK 40.103 36.101 29.717 41.117 29.290

26.142

29.188

25.224 31.937 24.284 20.777 19.246

353.126

PR 41.868 38.345 30.761 44.098 30.749

28.171

30.059

25.847 33.144 25.165 22.723 19.903

370.833

JML 81.971 74.446 60.47885.215

60.039

54.313

59.247

51.071 65.081 49.449 43.500 39.149

723.959

2. Jumlah pemilihterdaftar dalamDaftar PemilihTambahan(DPTb)

LK 24 9 0 13 11 17 0 0 3 1 2 1 81PR 20 6 0 4 11 14 0 0 4 1 1 2 63JML 44 13 0 17 22 31 0 0 7 2 3 3 144

3. Pemilihterdaftar dalamDaftar pemilihKhusus (DPK)

LK 83 83 5 9 17 28 5 10 25 44 10 8 327PR 52 145 11 7 25 60 17 33 74 58 15 3 500JML 135 228 16 16 42 88 22 43 99 102 25 11 827

4. Pemilih KhususTambahan(DPKTb)/Pengguna KTP atauidentitas lainatau paspor

LK 691 222 139 102 227 71 110 221 101 139 20 121 2.164PR 1.022 313 201 112 280 74 194 294 213 203 39 125 3.070JML 1.713 535 340 214 507 145 304 515 314 342 59 246 5.234

5. Jumlah Pemilih(1+2+3+4)

LK 40.901 36.415 29.861 41.241 29.545 26.258 29.303 25.455 32.066 24.468 20.809 19.376 355.698

PR 42.962 38.809 30.973 44.221 31.065 28.319 30.270 26.174 33.435 25.427 22.778 20.033 374.466

JML 83.863 75.224 60.834 85.462 60.610 54.313 59.573 51.629 65.501 49.489 43.587 39.409 730.164

Tabel. 4.7Daftar Pemiilih Dalam Semua Kategori Per-Kecamatan Pilpres 2014

Page 98: Hasil Riset Provinsi NTB

I

98

D.2. Jumlah Pemilih Yang Memberikan Hak Suara

a. Pemilu tahun 2009

Dalam pemilihan umum legislatif Tahun 2009 bahwa dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam pemilih tetap 615.655 orang dan yang

menggunakan hak pilih sebanyak sebanyak 457.299 orang yang terdiri dari

Pemilih Laki-laki yaitu sebanyak 212.588 orang dan pemilih perempuan sebayak

244.711orang. Sehingga jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya yaitu

sebanyak 74,28 %.

Tabel 4.8.

Jumlah Pemilih dalam pileg 2014 yang memberikan hak suaranya

No. Kecamatan Jumlah KehadiranPemilih

Persentase(%)

1. Praya 54.853 77,92

2. Pujut 51.156 76,15

3. Jonggat 45.171 72,35

4. Kopang 41.571 71,38

5. Batukliang 38.005 74,57

6. Janapria 38.212 70,32

7. Praya Timur 38.192 82,68

8. Praya Barat 36.478 74,73

9. Praya Tengah 32.261 76,17

10. Pringgarata 29.736 68,17

11. Batukliang Utara 23.660 70,91

12. Praya Barat Daya 28.004 74,15

Jumlah 457.299 74,28

Page 99: Hasil Riset Provinsi NTB

I

99

Dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

bahwa dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam pemilih tetap 642.966 orang

dan yang menggunakan hak pilih sebanyak sebanyak 482.212 orang yang terdiri

dari Pemilih Laki-laki yaitu sebanyak 221.686 orang dan pemilih perempuan

sebayak 260.526 orang. Sehingga jumlah pemilih yang menggunakan hak

pilihnya yaitu sebanyak 75%.

Tabel 4.9

Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih Dalam Pilpres 2009

b. Pemilu tahun 2010

Dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2010 Putaran

Ibahwa dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam pemilih tetap 655.027 orang

No. Kecamatan Jumlah KehadiranPemilih

Persentase(%)

1. Praya 57.046 76,21

2. Pujut 51.783 72,82

3. Jonggat 50.197 77,45

4. Kopang 44.75 9 74,41

5. Batukliang 40.861 76,22

6. Janapria 41.723 75,58

7. Praya Timur 39.186 82,34

8. Praya Barat 37.169 71,78

9. Praya Tengah 33.505 77,43

10. Pringgarata 32.029 68,88

11. Batukliang Utara 25.835 74,58

12. Praya Barat Daya 28.119 71,19

Jumlah 482.212 75

Page 100: Hasil Riset Provinsi NTB

I

100

dan yang menggunakan hak pilih sebanyak sebanyak 481.259 orang yang terdiri

dari Pemilih Laki-laki yaitu sebanyak 222.792 orang dan pemilih perempuan

sebayak 258.467 orang. Sehingga jumlah pemilih yang menggunakan hak

pilihnya yaitu sebanyak 73,47 %.

Tabel 4.10

Jumlah Pemilih Yang Menggunakan Hak Pilih Pilbup 2010

Dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2010 Putaran II

bahwa dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam pemilih tetap 655.027 orang

dan yang menggunakan hak pilih sebanyak sebanyak 462.660 orang yang terdiri

dari Pemilih Laki-laki yaitu sebanyak 214.113 orang dan pemilih perempuan

No. Kecamatan Jumlah KehadiranPemilih

Persentase(%)

1. Praya 58.446 76,83

2. Pujut 53.313 73,12

3. Jonggat 50.592 75,76

4. Kopang 44.205 72,83

5. Batukliang 40.859 73,97

6. Janapria 41.160 73,71

7. Praya Timur 37.749 78,60

8. Praya Barat 36.481 69,31

9. Praya Tengah 33.180 74,24

10. Pringgarata 31.934 68,25

11. Batukliang Utara 26.540 75,27

12. Praya Barat Daya 26.800 66,83

Jumlah 481.259 73,47

Page 101: Hasil Riset Provinsi NTB

I

101

sebayak 248.547 orang. Sehingga jumlah pemilih yang menggunakan hak

pilihnya yaitu sebanyak 70,63 %.

Tabel 4.11

Jumlah Pemilih Yang Menggunakan Hak Pilih dalam Pilkada putaran II

c. Pemilu Tahun 2014

Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014, di Kabupaten Lombok

Tengah pemilih yang datang ke lokasi TPS masih dapat dikatakan banyak karena

hampir 50% lebih, namun masih jauh dari angka 100%. Hal ini bisa dilihat jumlah

pemilih yang terdaftar dalam semua kategori yaitu sebanyak 728.968 orang dan

yang datang ke lokasi TPS untuk melakukan pemungutan suara sebanyak

548.816 yang terdiri dari pemilih laki-laki 253.816 orang dan pemilih perempuan

295.000 orang atau sekitar 75,29 %.

No. Kecamatan Jumlah KehadiranPemilih

Persentase(%)

1. Praya 56.669 74,49

2. Pujut 51.227 70,26

3. Jonggat 46.921 70,26

4. Kopang 43.845 72,24

5. Batukliang 40.142 72,67

6. Janapria 39.919 71,49

7. Praya Timur 36.570 76,15

8. Praya Barat 33.789 64,19

9. Praya Tengah 32.144 71,92

10. Pringgarata 30.479 65,15

11. Batukliang Utara 26.131 74,11

12. Praya Barat Daya 24.824 61,91

Jumlah 462.660 70,63

Page 102: Hasil Riset Provinsi NTB

I

102

Table 4.12

Jumlah Pemilih Yang Menggunakan Hak Pilih dalam Pileg 2014

Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, di

Kabupaten Lombok Tengah pemilih yang datang ke lokasi TPS masih dapat

dikatakan banyak karena hampir 50% lebih, masih jauh dari angka 100%. Hal ini

bisa dilihat jumlah pemilih yang terdaftar yaitu sebanyak 730.164 orang dan yang

datang ke lokasi TPS untuk melakukan pemungutan suara sebanyak 496.106

orang atau sekitar 72,52 %.

No. Kecamatan Jumlah KehadiranPemilih

Persentase(%)

1. Praya 64.167 76,57

2. Pujut 70.463 83,80

3. Jonggat 53.732 71,46

4. Kopang 46.346 71,04

5. Batukliang 44.424 73,42

6. Janapria 43.379 73,18

7. Praya Timur 45.161 82,92

8. Praya Barat 45.571 74,90

9. Praya Tengah 37.792 74,92

10. Pringgarata 37.229 71,58

11. Batukliang Utara 28.691 74,24

12. Praya Barat Daya 31.861 71,40

Jumlah 548.816 75.29

Page 103: Hasil Riset Provinsi NTB

I

103

Tabel 4.13Jumlah Pemilih yang memberikan Hak Suara dalam Pilpres 2014

Grafik 4.14.

Jumlah Pemilih yang Memberikan Hak Suara

No. Kecamatan Jumlah KehadiranPemilih

Persentase(%)

1. Praya 59.579 71,04

2. Pujut 55.739 65,22

3. Jonggat 51.072 67,89

4. Kopang 45.049 68,78

5. Batukliang 42.019 69,07

6. Janapria 40.505 67,99

7. Praya Timur 39.789 72,9

8. Praya Barat 38.595 63,68

9. Praya Tengah 34.696 69,54

10. Pringgarata 34.531 66,88

11. Batukliang Utara 27.404 69,54

12. Praya Barat Daya 27.128 62,24

Jumlah 496.106 72,52

0

10

20

30

40

50

60

70

URAIAN

5. Jumlah seluruhpengguna Hak Pilih(1+2+3+4) LK

5. Jumlah seluruhpengguna Hak Pilih(1+2+3+4) PR

5. Jumlah seluruhpengguna Hak Pilih(1+2+3+4) JML

Page 104: Hasil Riset Provinsi NTB

I

104

D.3. Perbandingan Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih

a. Pemilu tahun 2009

Dalam pemilihan Umum Legislatif 2009 terdapat beberapa

perbandingan antara jumlah pemilih dengan pemilih yang memberikan hak

suaranya seperti yang tergambar dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 4.15.

Perbandingan Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pileg 2009

No. KecamatanJumlahDaftar

PemilihNo. Kecamatan

JumlahKehadiran

Pemilih

Persentase(%)

1. Praya 70.396 1. Praya 54.853 77,92

2. Pujut 67.179 2. Pujut 51.156 76,15

3. Jonggat 62.431 3. Jonggat 45.171 72,35

4. Kopang 58.239 4. Kopang 41.571 71,38

5. Janapria 54.337 5. Janapria 38.212 70,32

6. Batukliang 50.964 6. Praya Timur 38.192 82,68

7. Praya Barat 48.810 7. Batukliang 38.005 74,57

8. Praya Timur 46.193 8. Praya Barat 36.478 74,73

9. Pringgarata 43.621 9. Praya Tengah 32.261 76,17

10. Praya

Tengah

42.352 10. Pringgarata 29.736 68,17

11. Praya BaratDaya

37.767 11. Praya BaratDaya

28.004 74,15

12. BatukliangUtara

33.366 12. BatukliangUtara

23.660 70,91

Total 615.655 457.299 74,28

Page 105: Hasil Riset Provinsi NTB

I

105

Dalam pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 terdapat

beberapa perbandingan antara jumlah Daftar Pemilih dengan pemilih yang

menggunakan hak suaranya seperti yang tergambar dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 4.16.

Perbandingan Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pilpres 2009

No. Kec.JumlahDaftar

PemilihNo. Kec.

JumlahKehadiran

Pemilih

Persent(%)

1. Praya 74.855 1. Praya 57.046 76,21

2. Pujut 71.045 2. Pujut 51.783 72,89

3. Jonggat 64.814 3. Jonggat 50.197 77,45

4. Kopang 60.155 4. Kopang 44.759 74,41

5. Janapria 55.204 5. Janapria 41.723 75,58

6. Batukliang 53.609 6. Batukliang 40.861 82,34

7. Praya Barat 51.781 7. Praya Timur 39.186 76,22

8. Praya Timur 47.591 8. Praya Barat 37.169 71,78

9. Pringgarata 46.502 9. Praya Tengah 33.505 77,43

10. PrayaTengah

43.273 10. Pringgarata 32.029 68,88

11. Praya BaratDaya

39.496 11. Praya BaratDaya

28.119 71,19

12. BatukliangUtara

34.641 12. BatukliangUtara

25.835 74,58

Total 642.966 482.212 75

Page 106: Hasil Riset Provinsi NTB

I

106

b. Pemilu tahun 2010

Dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2010 Putaran I terdapat

beberapa perbandingan antara jumlah Daftar Pemilih dengan pemilih yang

menggunakan hak suaranya seperti yang tergambar dalam tabel sebagai

berikut.

Tabel 4.17.

Perbandingan Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pilkada 2010

Putaran I

No. KecamatanJumlahDaftar

PemilihNo. Kecamatan

JumlahKehadiran

Pemilih

Persentase(%)

1. Praya 76.072 1. Praya 58.446 76,83

2. Pujut 72.908 2. Pujut 53.313 73,12

3. Jonggat 66.781 3. Jonggat 50.592 75,76

4. Kopang 60.692 4. Kopang 44.201 72,83

5. Janapria 55.840 5. Janapria 41.160 73,71

6. Batukliang 55.239 6. Batukliang 40.859 73,97

7. Praya Barat 52.638 7. Praya Timur 37.749 78,60

8. Praya Timur 48.022 8. Praya Barat 36.481 69,31

9. Pringgarata 46.784 9. PrayaTengah

33.180 74,24

10. Praya Tengah 44.691 10. Pringgarata 31.934 68,26

11. Praya BaratDaya

40.103 11. Praya BaratDaya

26.800 66,83

12. BatukliangUtara

35.257 12. BatukliangUtara

26.540 75,27

Total 655.027 481.259 73,47

Page 107: Hasil Riset Provinsi NTB

I

107

Dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2010 Putaran II terdapat beberapa

perbandingan antara jumlah Daftar Pemilih dengan pemilih yang menggunakan hak

suaranya seperti yang tergambar dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 4.18.

Perbandingan Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pilkada 2010

Putaran ke-II

No. KecamatanJumlahDaftar

PemilihNo. Kecamatan

JumlahKehadiran

Pemilih

Persenta

se(%)

1. Praya 76.072 1. Praya 56.669 74,49

2. Pujut 72.908 2. Pujut 51.227 70,26

3. Jonggat 66.781 3. Jonggat 46.921 70,26

4. Kopang 60.692 4. Kopang 43.845 72,24

5. Janapria 55.840 5. Janapria 39.919 71,49

6. Batukliang 55.239 6. Batukliang 40.142 72,67

7. Praya Barat 52.638 7. Praya Timur 36.570 76,16

8. Praya Timur 48.022 8. Praya Barat 33.789 64,19

9. Pringgarata 46.784 9. PrayaTengah

32.144 71,92

10. Praya Tengah 44.691 10. Pringgarata 30.479 65,15

11. Praya BaratDaya

40.103 11. Praya BaratDaya

24.824 61,90

12. BatukliangUtara

35.257 12. BatukliangUtara

26.131 74,11

Total 655.027 462.660 70,63

Page 108: Hasil Riset Provinsi NTB

I

108

c. Pemilu tahun 2014

Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014 terdapat beberapa perbandingan

antara jumlah Daftar Pemilih dengan pemilih yang menggunakan hak suaranya

seperti yang tergambar dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 4.19.

Perbandingan Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pileg 2014

Dalam pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 terdapat

beberapa perbandingan antara jumlah pemilih dengan pemilih yang

memberikan hak suaranya. Trend yang terjadi tidak selamanya jumlah pemilih

No KecamatanJumlahDaftar

PemilihNo. Kecamatan

JumlahKehadir

anPemilih

Persenta

se(%)

1. Praya 83.804 1. Praya 64.167 76,57

2. Pujut 84.088 2. Pujut 70.463 83,80

3. Jonggat 75.189 3. Jonggat 53.732 71,46

4. Kopang 65.240 4. Kopang 46.346 71,04

5. Janapria 59.082 5. Janapria 43.379 73,42

6. Batukliang 60.705 6. Batukliang 44.424 73,18

7. Praya Barat 60.839 7. Praya Timur 45.161 82,92

8. Praya Timur 54.462 8. Praya Barat 45.571 74,90

9. Pringgarata 52.013 9. PrayaTengah

37.792 74,92

10. Praya Tengah 50.445 10. Pringgarata 37.229 71,58

11. Praya BaratDaya

42.917 11. Praya BaratDaya

31.861 74,24

12. BatukliangUtara

40.184 12. BatukliangUtara

28.691 71,40

Total 728.968 548.816 75.29

Page 109: Hasil Riset Provinsi NTB

I

109

yang banyak dan yang menggunakan hak pilihnya banyak. Seperti yang terjadi di

beberapa kecamatan seperti di Kecamatan Pujut memilik daftar pemilih

terbanyak dalam semua kategori yaitu sebanyak 85.462 orang dan pemilih yang

datang ke lokasi TPS untuk melakukan pemilihan hanya sebanyak 55.739 orang

atau kalau di nomor urutkan bertempat di nomor urut dua setelah Kecamatan

Praya. Kecamatan Praya yang menempati pringkat ke-dua dalam daftar jumlah

pemilih yaitu sebanyak 83.863 orang namun jumlah pemilih yang datang ke

lokasi pemilih menempati pringkat pertama, yaitu sebanyak 59.579 orang.

Hal demikian juga terjadi pada kecamatan Praya Barat dan Janapria. Di

Kecamatan Praya Barat menempati peringkat 6 dalam daftar jumlah pemilih

tetap dengan jumlah pemilih dalam berbagai kategori yaitu sebanyak 60.610

orang. Namun jumlah pemilih yang datang ke lokasi TPS untuk melakukan

pemilihan hanya sebanyak 38.595 orang atau menempati peringkat 8. Kalah

dengan Kecamatan Janapria yang menempati peringkat 7 dalam jumlah pemilih

tetap sebanyak 59.573 orang, namun jumlah pemilih yang datang ke TPS

menempati peringkat enam dari dua belas kecamatan yaitu sebanyak 40.505

orang.

Trend yang sama juga terjadi di Kecamatan Pringgarata dan Praya Tengah.

Kecamatan Pringgarata memiliki jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT

sebanyak 51.629 orang, atau menempati peringkat 9 dari 12 kecamatan. Namun

pemilih yang datang ke lokasi TPS untuk melakukan pemilihan hanya sebanyak

34.531 orang atau menempati peringkat sepuluh kalah dengan kecamatan Praya

Tengah. Kecamatan Praya Tengah jumlah daftar pemilih yang terdaftar dalam

semua kategori yaitu sebanyak 49.895 orang atau menempati peringkat 10.

Jumlah pemilih yang datang ke lokasi TPS sebanyak 34.696 orang atau peringkat

9 dari 12 kecamatan.

Page 110: Hasil Riset Provinsi NTB

I

110

Kecamatan Praya Barat Daya dan Batukliang Utara mengalami hal sama,

dimana Kecamatan Praya Barat Daya mempunyai jumlah pemilih yang terdaftar

dalam semua kategori yaitu sebanyak 43.587 orang atau peringkat 11 dari 12

kecamatan. Namun jumlah pemilih yang datang ke lokasi TPS yaitu sebanyak

27.128 orang atau menempati peringkat 12 dari 12 kecamatan atau yang

terakhir. Sebaliknya, kecamatan Batukliang Utara yang menempati peringkat 12

dari 12 kecamatan dalam daftar jumlah pemilih yang terdaftar dalam semua

kategori yaitu sebanyak 39.409 dan pemilih yang datang ke lokasi TPS untuk

melakukan pemilihan yaitu sebanyak 27.404 orang atau menempati peringkat

11 dari 12 Kecamatan.

Kecamatan yang memiliki tingkat partisipasi pemilih yang stabil di lihat dari

rasio jumlah daftar pemilih dan jumlah kehadiran pemilih di TPS yaitu hanya dua

kecamatan yaitu Kecamatan Jonggat dan Kecamatan Batukliang. Kecamatan

Jonggat yang memiliki daftar pemilih 75.274 orang dan jumlah pemilih yang

hadir ke TPS untuk memberikan hak suaranya sebanyak 51.072 orang. Demikian

juga Kecamatan Batukliang yang memiliki daftar pemilih 60.834 dan pemilih

yang hadir ke lokasi TPS sebanyak 42.019 orang.

Dari trend di atas dapat disimpulkan bahwa kalau dipetakan secara geografis

bahwa Kabupaten Lombok Tengah yang terbagi dalam 12 Kecamatan yaitu

kecamatan yang terbagi dalam wilayah selatan, tengah, dan utara bahwa terjadi

trend dimana kecamatan yang tergolong dari tengah ke Utara, seperti Praya,

Janapria, Mantang, Kopang, dan Batukliang Utara memiliki tingkat partisipasi

politik yang lebih tinggi dengan dibuktikan dengan tingkat kehadiran pemilih ke

lokasi TPS untuk memberikan hak suaranya. Sebaliknya tingkat partisipasi

memliki trend yang lebih rendah di kecamatan yang punya geografis di sebelah

selatan. Seperti kecamatan Pujut, Praya Timur, Prayat Barat, dan Praya Barat

Daya meskipun memiliki daftar pemilih yang terdaftar relatif lebih banyak

Page 111: Hasil Riset Provinsi NTB

I

111

dibandingkan dengan kecamatan sebelah utara akan tetapi yang datang ke

lokasi TPS untuk melakukan pemilihan relatif lebih rendah dari rasio jumlah

pemilih.

Tabel 4.18.

Perbandingan Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pilpres 2014

No. KecamatanJumlahDaftar

PemilihNo. Kecamatan

JumlahKehadiran

Pemilih

Persentase(%)

1. Pujut 85.462 1. Praya 59.579 71,04

2. Praya 83.863 2. Pujut 55.739 65,22

3. Jonggat 75.224 3. Jonggat 51.072 67,89

4. Kopang 65.501 4. Kopang 45.049 68,78

5. Batukliang 60.834 5. Batukliang 42.019 69,07

6. Praya Barat 60.610 6. Janapria 40.505 67,99

7. Janapria 59.573 7. Praya Timur 39.789 72,9

8. Praya Timur 54.577 8. Praya Barat 38.595 63,68

9. Pringgarata 51.692 9. Praya Tengah 34.696 69,54

10. Praya Tengah 49.895 10. Pringgarata 34.531 66,88

11. Praya Barat

Daya

43.587 11. Batukliang Utara 27.404 69,54

12. Batukliang

Utara

39.409 12. Praya Barat Daya 27.128 62,24

Total 730.164 496.106 67,95

Page 112: Hasil Riset Provinsi NTB

I

112

Tabel 4.19: Perbandingan Partisipasi Pemilih Dalam Jenis Pemilu

No. Jenis Pemilu Praya Pujut Jonggat Kopang BatukliAng

PrayatBarat

Janapria

PrayaTimur

PringgArata

PrayaTengah

Prabarda Batura Total

1. Pileg 2009 (%) 77,92 76,15 72,35 71,38 74,57 74,73 70,32 74,73 68,17 76,17 74,15 70,91 74,28

2. Pilpres 2009

(%)

76,21 72,89 77,45 74,41 82,34 71,78 75,58 76,22 68,88 77,43 71,19 74,58 75

3. Pilbup 2010 I

(%)

76,83 73,12 75,76 72,83 73,93 69,31 73,97 78,60 68,26 74,24 66,83 75,27 73,47

4. Pilbup 2010 II

(%)

74,49 70,26 70,26 72,24 72,67 64,19 71,49 76,16 65,15 71,92 61,90 74,11 70,63

5. Pileg 2014 (%) 76,57 83,80 71,46 71,46 73,18 74,90 73,42 82,92 71,58 74,92 74,24 71,40 75,29

6. Pilpres 2014

(%)

71,04 65,22 67,89 68,78 69,07 63,68 67,99 72,9 66,88 69,54 62,24 69,54 67,95

Rata-rata (%) 75,51 73,57 72,53 71,85 74,29 69,77 72,13 76,92 68,15 74,04 68,83 72,24 72,77

Page 113: Hasil Riset Provinsi NTB

113

D.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kehadiran Pemilih Dalam PemilihanUmum 2014 di Kabupaten Lombok Tengah

Tidak seperti pada pemilihan umum pada masa orde baru dimana partisipasi

pemilih tetap stabil di atas angka 90%, terlepas apakah ada intimidasi atau tidak oleh

pemerintah pada waktu itu. Pemilihan umum yang dilaksanakan di kabupaten Lombok

Tengah semenjak semenjak tahun 2009 memiliki fluktuasi yang disebabkan oleh

berbagai macam factor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi

pemilih untuk hadir di TPS untuk menggunakan hak pilihnya yaitu antara lain:

1. Jenis Pemilihan Umum

Jenis pemilihan umum sangat berdampak terhadap tingkat partisipasi pemilih

yang datang ke lokasi TPS untuk memberikan hak pilihnya. Hal ini terlihat dari

perbandingan jumlah pemilih yang menggunakan hak suara pada pemilihan umum

legilatif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan umum Presiden dan

Wakil Presiden atau pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah seperti yang

tergambar dalam data di bawah ini. Dalam pemilihan umum Legislatif Tahun 2014

tingkat kehadiran pemilih di TPS cukup jauh dibandingkan dengan Pemilihan umum

Presiden dan Wakil Presiden 2014, dimana tingkat kehadiran pemilih dalam pemilu

legislatif tahun 2014 yaitu sebanyak 75,29% sedangka pemilu presiden dan wakil

Presiden tahun 2014 hanya 67,95%. Tingkat kehadiran dalam pemilu presiden dan wakil

presden tahun 2014 menurun cukup signifikan dibandingkan dengan pemilihan umum

presiden dan wakil presiden tahun 2009 yaitu sebanyak 75%. Ini merupakan pekerjaan

rumah bagi KPU Kabupaten Lombok Tengah. Ini merupakan angka kehadiran terendah

dalam pemilihan 10 tahun terakhir.

Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2010 pada putaran pertama di

Kabupaten Lombok Tengah memiliki tingkat kehadiran sebanyak 73,47%, namun pada

pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Putaran ke II tingkat kehadiran pemilih di TPS

semakin menurun hanya mencapai 70,63%. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati ini tetap

stabil di bawah tingkat kehadiran pemilih dalam pemilihan umum legislatif tahun 2009

Page 114: Hasil Riset Provinsi NTB

114

maupun tahun 2014. Pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 KPU kabupaten

Lombok Tengah cukup berhasil meningkatkan tingkat kehadiran pemilih dari angka

74,28% pada pileg 2009 menjadi 75,29% pada pileg 2014.

Dengan data di atas kita bisa melihat bahwa trend partisipasi pemilih dengan

kehadiran di lokasi TPS untuk menggunakan hak pilihnya terlihat bahwa pada pemilihan

umum legislatif tingkat kehadiran pemilih di lokasi TPS untuk menggunakan hak pilihnya

cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan umum yang lain seperti pilpres

dan pemilihan kepala daerah. Hal ini disebabkan karena pada pemilihan umum legislatif

akan memilih calon-calon perwakilan atau calon pemimpin yang paling dekat. Pemilihan

legilatif terutama pemilan anggota DPRD Kabupaten hampir setiap kampung ada

calonnya. Hal inilah yang menyebabkan mobilisasi pemilih antusias untuk datang ke

lokasi pemilih. Berbeda dengan pemilihan kepada daerah atau pemilihan presiden dan

wakil presiden di mana tokoh yang akan dipilih relatif jauh dari masyarakat grass root.

Sehingga menjadi pemicu rendahnya tingkat kehadiran pemilih di lokasi TPS untuk

memberikan hak pilihnya.

2. Letak Geografis (kota – desa)

Tingkat partisipasi pemilih yang paling rendah dilihat dari tingkat kehadiran

pemilih di lokasi TPS untuk menggunakan hak pilihnya yaitu terjadi di kecamatan

Pringgarata dan Kecamatan Praya Barat Daya. Di Kecamatan Pringgarata hampir semua

dari tingkat kehadiran pemilih di bawah angka 70%. Dalam pemilihan legislatif tahun

2009 tingkat kehadiran pemilh 68,17%, pada pilpresa 2009 sebanyak 68,88%, pada

pemilihan Bupati tahun 2010 putaran I yaitu sebanyak 68,26%, pada putaran ke II

menurun ke angka 65,15%. Kemudian pada pileg tahun 2014 naik ke angka 71,58% dan

pada pilpres 2014 hanya 66,88%. Sehingga kalau dirata-ratakan tingkat kehadiran

pemilih untuk memberikan hak pilihnya di kecamatan Pringgarata sebanyak 68,15%. Hal

ini tentu KPU Kabupaten Lombok Tengah harus memperhatikan kecamatan ini dengan

serius karena kecamatan Pringgarata kalau dilihat dari letak geografis tidak jauh dengan

Page 115: Hasil Riset Provinsi NTB

115

Ibu Kota Kabupaten yaitu Kecamatan Praya sehingga nantinya akan meningkatkan

partisipasinya di Pemilu selanjutnya.

Sedangkan di Kecamatan Praya Barat Daya tingkat kehadiran pemilih pada pileg

2009 mencapai 74,15%, pada pilpres 2009 mencapai 71,19%, pada pilbub putaran I

angka partisipasi pemilih yaitu 66,83%, pada putaran kedua 61,90%, pada pileg 2014

mencapai 74,24%, dan pada pilpres 2014 terjadi penurunan yaitu hanya mencapai

62,24%. Sehingga kalau dirata-ratakan tingkat kehadiran pemilih yaitu sebanyak 68,83%.

Sedangkan tingkat partisipasi pemilih tertinggi dilihat dari tingkat kehadiran

pemilih yaitu terjadi di kecamatan Praya dan Praya Timur. Kecamatan ini merupakan

merupakan Ibu Kota Kabuapten. Tingkat kehadrian pemilih pada pileg 2009 mencapai

77,92%, pada pilpres 2009 mencapai 76,21, pada pilbub putaran I angka partisipasi

pemilih yaitu 76,83%, pada putaran kedua 74,49%, pada pileg 2014 mencapai 76,57%,

dan pada pilpres 2014 terjadi penurunan yaitu hanya mencapai 71,04%. Sehingga kalau

dirata-ratakan tingkat kehadiran pemilih yaitu sebanyak 75,51%.

Kecamatan yang tergolong tinggi juga terdapat di beberapa kecamatan yaitu

Kecamatan Praya Tengah, Jonggat. Dua kecamatan ini merupakan kecamatan yang

dekat dengan kecamatan Praya yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Lombok tengah.

Hal ini bisa dilihat dari tingkat kehadiran pemilih di Kecamatan Praya Tengah pada pileg

2009 mencapai 76,17%, pada pilpres 2009 mencapai 77,43%, pada pilbub putaran I

angka partisipasi pemilih yaitu 74,24%, pada putaran kedua 71,29%, pada pileg 2014

mencapai 74,92%, dan pada pilpres 2014 terjadi penurunan yaitu hanya mencapai

69,54%. Sehingga kalau dirata-ratakan tingkat kehadiran pemilih yaitu sebanyak 74,04%.

Sedangkan di Kecamatan Jonggat tingkat kehadiran pemilih pada pileg 2009

mencapai 72,35%, pada pilpres 2009 mencapai 77,45%, pada pilbub putaran I angka

partisipasi pemilih yaitu 75,76%, pada putaran kedua 70,26%, pada pileg 2014 mencapai

71,46%, dan pada pilpres 2014 terjadi penurunan yaitu hanya mencapai 67,89%.

Sehingga kalau dirata-ratakan tingkat kehadiran pemilih yaitu sebanyak 72,53%.

Page 116: Hasil Riset Provinsi NTB

116

Di bagian selatan kecamatan Pujut tingkat kehadiran pemilih untuk

memberikan hak suaranya pada pileg 2009 mencapai 76,15%, pada pilpres 2009

mencapai 72,89%, pada pilbub putaran I angka partisipasi pemilih yaitu 73,12%, pada

putaran kedua 70,26%, pada pileg 2014 mencapai 83,80%, dan pada pilpres 2014 terjadi

penurunan yaitu hanya mencapai 65,22%. Sehingga kalau dirata-ratakan tingkat

kehadiran pemilih yaitu sebanyak 73,57%.

Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa kecamatan yang punya tingkat

partisipasi yang lebih tinggi adalah kecamatan yang dekat dengan kecamatan yang

menjadi ibu kota kabupaten seperti Praya, Praya Timur, Praya Tengah dan Jonggat.

3. Perilaku Elite

Apatisme politik warga negara tentu bukan tanpa sebab. Beberapa faktor

menjadi penyebab rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilu, di antaranya adalah

perilaku elite politik hasil pemilu, baik pemilukada maupun pemilu legislatif yang dirasa

mengecewakan publik dengan serentetan kasus korupsi serta kiprahnya yang kurang

memuaskan publik. Selain itu, rakyat merasa tidak terkena dampak dari hasil proses

politik tersebut.

Pada dasarnya, mendatangi TPS dan kemudian menyalurkan hak pilihnya merupakan

sebuah hak, bukan kewajiban. Oleh karena itu, ketidakhadiran pemilih juga merupakan

hak individu yang juga harus dihormati. Namun alangkah lebih baiknya ketika sebagai

warga negara yang baik, ikut andil dan menyalurkan hak politiknya sesuai dengan

mekanisme yang ada. Terlebih ini merupakan hajat negara.

Dibutuhkan kesadaran dari warga negara terhadap sikap politiknya dalam

menentukan arah bangsa. Banyaknya pemilih yang menyalurkan hak pilihnya dalam

pemilu akan menentukan kualitas dari hasil yang diharapkan. Di samping itu diperlukan

keteladanan dari elite politik, terutama bagi mereka yang akan dipilih. Sosialisasi yang

Page 117: Hasil Riset Provinsi NTB

117

masif serta pendidikan politik harus terus dilakukan, baik oleh penyelenggara pemilu,

pemerintah, dan peserta pemilu.56

Hasil survei LSI itu menyimpulkan, bahwa mayoritas publik (51,5%) sudah tidak

percaya dengan perilaku moral elit politik. Menurut temuan LSI, ada tiga faktor yang

turut memupuk tumbuhnya ketidakpercayaan publik tersebut, yakni sebagai berikut:57

1. Minimnya elit politik yang bisa menjadi teladan bagi masyarakat;

Sebagai seorang tokoh sekaligus pemimpin, para elit politik seharusnya bisa

memberi teladan. Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa kehidupan para elit

politik justru makin berjarak dengan rakyat banyak. Sementara rakyat didera

kemiskinan dan kesulitan hidup, para elit politik justru sibuk mempertontonkan

kemewahan. Biaya hidup mewah itu dibiayai dengan uang hasil hasil korupsi uang

rakyat

2. Kebiasaan hipokrit elit politik, yakni berbeda antara ucapan dan perbuatan;

Pentas politik kita semakin disesaki oleh politisi-politisi hipokrit. Ketika musim

kampanye tiba, mereka akan menebar begitu banyak janji. Namun, begitu mereka

sudah menjabat, tak satupun janji itu yang dilaksanakan. Masalahnya, perilaku itu

menjalari hampir semua elit politik kita. Bahkan Presiden SBY juga sering melakukan

hal serupa

3. Semakin berjaraknya perilaku elit politik dengan ajaran agamanya.

Banyak politisi, juga partai politik, menggunakan klaim agama untuk menjustifikasi

langkah-langkah politiknya. Malahan tidak sedikit partai politik yang menjadikan

agama sebagai basis ideologi untuk menerangi jalan politiknya. Namun, kejadian

baru-baru ini, khususnya kasus korupsi yang menyeret petinggi partai Islam, telah

mematahkan klaim-klaim agama tersebut. Rakyat mulai menyadari bahwa partai

agama pun tak kebal dari virus korupsi.

56 Danang Munandar, Analisis Rendahnya Partisipasi Pemilih Pada Pemilu 2014, http://gema-nurani.com/2013/07/analisis-rendahnya-partisipasi-pemilih-pada-pemilu-2014/

57 : http://www.berdikarionline.com/editorial/20130708/ketika-rakyat-tak-lagi-percaya-perilaku-elit-politik.html#ixzz3hnAWlQGc

Page 118: Hasil Riset Provinsi NTB

118

Hasil riset LSI sendiri menegaskan beberapa hal. Pertama, selubung moral yang

selama ini sering dikenakan para politisi untuk menutupi kebusukannya sudah tidak

efektif lagi. Politik moralitas mulai kehilangan daya pikatnya. Lihat saja, seorang

tersangka korupsi memegang tasbih di ruang pengadilan Tipikor. Bahkan yang paling

tidak enak didengar: anggaran pengadaan kitab suci pun dikorupsi. Kedua, faktor

integritas–bersih, jujur, tegas, konsisten, dll–dari seorang politisi sangat berpengaruh

terhadap sikap atau pilihan politik rakyat. Di sini rakyat mulai memeriksa rekam jejak

dari setiap elit politik. Rakyat tidak mau lagi membeli kucing di dalam karung. Ketiga,

rakyat tidak lagi melihat perbedaan signifikan antara partai berbalut ideologi agama

dengan sekuler dalam praksis politik. Sebab, pada kenyataannya, partai-partai agama

pun banyak terjerembab dalam kasus korupsi, suap, dan lain-lain. Praktek politik partai-

partaai berlabel agama di parlemen juga tidak pernah memihak rakyat. Akhirnya, rakyat

makin sadar, bahwa label agama hanya dipakai untuk meraup suara pemilih. Keempat,

survei LSI mengindikasikan makin kuatnya apatisme massa rakyat terhadap politisi dan

politik. Sebetulnya, gejala ini bukan sesuatu yang baru. Sejak pemilu 1999 hingga

sekarang, partisipasi politik rakyat terus jatuh: 1999 (92 persen), 2004 (84 persen) dan

2009 (71 persen). Artinya, pemilu 2014 akan dibayang-bayangi oleh apatisme politik

yang terus meningkat. Dengan demikian, survei LSI menciptakan tantangan tersendiri. Di

satu sisi, ruang politik Indonesia makin didominasi politisi korup dan anti-rakyat. Namun,

di sisi lain pula, rakyat sebagai kekuatan perubahan juga terperangkap dalam apatisme

politik.

Page 119: Hasil Riset Provinsi NTB

119

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta.

Budiharjo, Mariam, 1998, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hafiz Anshary, Abdul, 2001, KPU Evaluasi Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu 2009,http://www.kpu.go.id Kamis, 04/03/2015 20.45 WITA

Hermawan, Eman. 2001, Politik Membela Yang Benar, Yogyakarta: Yayasan KLIK

Hutington, Samuel P. dan Juan M. Nelson. 1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang.Jakarta: Rineka Cipta.

Kurnardi Moh. Dan Harmaily Ibrahim. 1994, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:Sinar Bakti.

Mas’oed Mochtar dan Colin Mac Andrew, 2008. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: GajahMada University Press.

Rachman, Maman, 1999, Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian, Semarang: IKIP SemarangPers.

Raga Maran, Rafael, 2001, Pengntar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta.

Rahman H, A. 2007. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sastroatmodjo, Sudijono. 1995, Partisipasi Politik, Semarang: IKIP Semarang Press

Suryadi, Budi, 2007. Sosiologi Politik Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep. Yogyakarta:IRCiSoD

Wahyu Rahma Dani, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pelaksanaan Pemilu Tahun 2009Di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Skripsi Universitas Negeri Semarang 2010

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD

Page 120: Hasil Riset Provinsi NTB

120

BAB V.

Political Literacy :

Analisis Berbasis Siswa Sebagai Pemilih Pemula dan Gender di Lombok Barat

Suhaimi Syamsuri * Umar Achmad Seth * Suhardi

Muhammad Amrullah * Marlan

A. Pengantar

Angka pertumbuhan pemilih pemula di Kabupaten Lombok Barat cukup tinggi. Pada

pemilu legislatif 2009 dari 404.792 terdapat 61.467 (15,18%) adalah pemilih pemula.

Sedangkan pada pemilu presiden 2009 dari 416.367 terdapat 55.674 (13,37%) pemilih

pemula. Pada pemilu legislatif 2014 dari 470.823 terdapat 66.031 (14,02%) pemilih pemula.

Dan pada pemilu presiden dari 475.028 terdapat 58.661 (12,35%) adalah pemilih pemula.

Fenomena lain yang juga menarik di Lombok Barat adalah angka golput (pemilih yang

tidak menggunakan hak pilihnya) masih tinggi. Pada pemilu tahun 2009, terlihat angka golput

pada pemilu legislatif mencapai posisi 23,94% dan pada pemilu presiden 21,76%. Sedangkan

pada pemilu tahun 2014, angka golput pemilu legislatif 20,27% dan pemilu presiden 28,08%.

Para ilmuan politik mengelompokkan beberapa tipologi golput, yakni; golput

ideologis, golput teknis, dan golput skeptis. Golput ideologis merupakan perilaku golput pada

masyarakat karena memiliki alas an-alasan idealis, seperti; tidak percaya dengan kapasitas

partai politik dan kandidat, kinerja pemerintah yang dipandang buruk, tidak percaya

terhadap lembaga legislatif, dan berbagai alas an kritis lainnya. Golput ideologis banyak

terjadi pada pemilih pemula yang sedang mengikuti pendidikan. Golput menjadi ekspresi

sikap kritis mereka.

Golput teknis terjadi karena halangan teknis pemilu. Pada tipologi ini orang menjadi

golput karena tidak terdaftar dalam daftar pemilih, tidak mendapat undangan memilih, tidak

memiliki identitas kependudukan, jarak tempat tinggal yang jauh dengan tempat

pemungutan suara, surat suara tidak mencukupi, dan berbagai faktor teknis pemilu lainnya.

Golput jenis ini banyak terjadi di masyarakat marginal, masyarakat pendatang diperkotaan.

Sedangkan golput skeptis terjadi karena orang tidak peduli dengan pemilu, menempatkan

Page 121: Hasil Riset Provinsi NTB

121

pemilu bukan sebagai urusan mereka, ikut-ikutan tetangga atau teman yang tidak memilih.

Golput jenis ini biasanya terjadi pada kelompok pengusaha, atau pekerja yang sibuk.

Penelitian ini menduga golput ideologis masih banyak terjadi pada pelajar SLTA akibat

dari pengetahuan yang belum tuntas tentang demokrasi, pemilu dan kepartaian. Berpijak

dari kecurigaan tersebut, penelitian ini bertujuan mengungkap tiga perosalan, yakni; (1)

bagaimana kualitas partisipasi politik siswa SLTA?; (2) bagaimana tingkat melek politik siswa

dalam menggunakan hak pilih mereka; (3) faktor apa yang mempengaruhi terbentuknya

partisipasi dan melek politik siswa dalam menggunakan hak pilih mereka?.

B. Tinjauan Teoritis

B.1. Konseptualisasi Perihal Melek Politik

Secara harafiah, melek diartikan sama dengan melihat. Dengan melihat, kita akan

tahu apa yang dilihat/terlihat. Jika tahu dengan yang dilihat, maka kita akan tahu

bagaimana mesti bertindak atau bersikap. Lawan katanya adalah buta, yang berarti tidak

dapat melihat. Jelas sangat beda cara bersikap/bertindak antara orang yang buta dan

orang yang mampu melihat normal. Orang buta akan selalu meraba-raba. Tidak jarang

tertabrak atau bahkan sangat sulit untuk menempatkan sikap dan tindakan. Respon

orang buta secara lahiriah juga lamban. Semisal diajak adu lari, tentunya orang buta tidak

akan pernah mau untuk berlari karena akan membahayakan dirinya sendiri.

Politik adalah sesuatu yang berhubungan dengan kekuasaan yang ditujukan untuk

mengatur penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya tidak semua

orang atau semua golongan bisa begitu saja mengatur negara walaupun setiap orang

memiliki hak dan kesempatan yang sama. Kekuasaan adalah suatu alat yang diperlukan

untuk meraih hak dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kekuasaan itu sendiri tidak dijalankan begitu saja, akan tetapi dibutuhkan suatu

pemahaman dan pengetahuan untuk dapt dijalankan dengan sebagaimana mestinya.

Inilah yang namanya politik.

Jika pengertian di atas, MELEK dan POLITIK tadi disatukan, maka secara sederhana

dapat diartikan paham atau mengetahui tentang politik. melek politik ini adalah fondasi

Page 122: Hasil Riset Provinsi NTB

122

yang paling penting dalam membangun suatu bangsa dan negara. Akan lebih baik jika

suatu bangsa ini dibangun dan digerakkan oleh seluruh elemen masyarakat yang terlibat

secara aktif, ketimbang hanya digerakkan oleh segelinter kelompok tertentu. Peran

politik dari masyarakat ini sangat menentukan ke mana arah layar dan kemudi mesti

digerakkan baik ketika laut sedang teang, atau mungkin sedang bergejolak.

Pada umumnya, negara-negara yang melek politiknya tinggi, taraf kesejahteraan

masyarakatnya juga tinggi. Negara yang masyarakatnya memiliki kesadaran/kepedulian

politik yang tinggi juga lebih mampu untuk bersaing di perdagangan global. Iklim politik

yang sangat kondusif disertai dengan peran aktif masyarakat akan menentukan kekuatan

politik negara itu pada kawasan terbatas. Lihat saja Singapura. Negara kecil begini ini

sudah cukup bikin Indonesia manut. Ga sampai di situ, Malaysia sendiri sering dibuat

gerah oleh ulah politik negara kecil ini.

Untuk membantu memahami konsepsi melek politik, berikut dipaparkan cirri-ciri

masyarakat melek politik.

a. Mengenal Kandidat Pilihannya

Masyarakat mesti tahu dan sekaligus paham siapa-siapa kandidat yang akan dipilih.

lebih baik apabila masyarakat mengenal baik kandidat tersebut seperti latar

belakang, aktivitasnya selama ini, kontribusinya kepada masyarakat, dan termasuk

pula kelebihan dan kekurangannya. Jika masyarakat tidak mengetahui sama sekali

atau hanya mengetahui sebatas latar belakangnya, maka bisa dikatakan bahwa

masyarakat itu ibarat memilih kucing dalam karung.

b. Mengetahui Program Kerja Yang Diusung Oleh Kandidat

Sudah sepantasnya kandidat baik yang akan duduk di parlemen maupun di kursi

eksekutif itu mesti punya visi dan misi. Kesemuanya itu akan dituangkan ke dalam

program kerja jika nanti terpilih. Di sini masyarakat mesti yakin bahwa kandidat

pilihannya itu akan benar-benar dapat mewakili aspirasinya, bukan aspirasi dari

sekelompok tertentu. Di sinilah sebenarnya letak kepercayaan rakyat kepada para

pengemban kekuasaan itu. Seperti pada ciri pertama, apabila ini tidak dapat

dilakukan, sama saja bila rakyat itu memilih kucing dalam karung.

Page 123: Hasil Riset Provinsi NTB

123

Apapun bentuknya, melek politik ini bukan cuma sekedar dari masyarakat atau

rakyat, akan tetapi juga ditentukan oleh pemerintahannya. Sudah semestinya dalam

program politiknya ini pemerintah selalu meningkatkan dan kalau bisa

menggencarkan pemberantasan buta politik. Agak pesimis jika memang untuk

melek huruf saja masih sulit dilaksanakan, apalagi mesti memberantas buta politik.

Secara umum, pemberantasan buta politik itu sesungguhnya adalah kewajiban

seluruh warga negara. Dalam hal ini, kesadaran politik adalah modal utama untuk

membangun kerangka politik nasional yang kokoh. Setidaknya ada unsur dari

pemerintah sendiri, masyarakat, dan tentunya partai politik. Keseluruhan bangun

politik nasional ini mesti dilandaskan pada persamaan (persatuan) yang berprinsip

pada dasar negara. Ini namanya menjalankan fungsi negara yang berdaulat.

c. Mengenal Peran Partai Politik

Partai politik memiliki peran yang cukup penting dalam membangun fondasi politik

nasional. Partai politik ini memiliki tugas yang secara teknis akan menggerakkan

alat-alat politik yang dimilikinya untuk mencapai tujuan politik. Partai politik ini juga

satu-satunya institusi yang secara langsung (dan intensif) melakukan kontak politik

dengan masyarakat. Hal ini dikarenakan basis kekuatan politik dari partai politik itu

sendiri terletak di masyarakat (atau massa). Ini terlihat dari struktur organisasi yang

mengakar mulai dari tingkat DPP (Pusat) hingga ke PAC (tingkat kelurahan).

Alat politik di atas digerakkan sesuai dengan tujuan politik yang hendak dicapai.

Umumnya, tujuan politik itu tentunya adalah untuk meraih kekuasaan. Persoalannya

kemudian, setelah meraih kekuasaan, lalu kekuasaan itu ditujukan untuk siapa. Bisa

ditujukan untuk kepentingan partai sendiri, atau bisa juga memang untuk rakyat.

Idealnya, apabila suatu negara dibangun berdasarkan demokrasi rakyat, maka

kekuasaan itu semestinya dikembalikan kepada rakyat. Tapi tidak salah juga apabila

kekuasaan itu kemudian hanya untuk partai politik itu sendiri. Persoalannya tinggal

apakah memang kesemuanya itu dikembalikan untuk kepentingan bersama atau hanya

untuk segelinter orang tertentu.

Page 124: Hasil Riset Provinsi NTB

124

B.2. Mengenal Konsep Partisipasi Politik

Partisipasi politik itu merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara

demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dinegara-negara

yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat

partisipasi warga negara meningkat. Modernisasi politik dapat berkaitan dengan aspek

politik dan pemerintah. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang

dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan

tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah

(Sastroatmodjo, 1995:67).

Pemerintah dalam membuat dan melaksanakan keputusan politik akan

menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Dasar inilah yang

digunakan warga masyarakat agar dapat ikut serta dalam menentukan isi politik.

Prilaku-prilaku yang demikian dalam konteks politik mencakup semua kegiatan

sukarela, dimana seorang ikut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin

politik dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan

kebijakan umum. Menurut Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau

kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan

jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

kebijakan pemerintah (Sastroatmodjo, 1995:68).

Menurut Hutington dan Nelson, bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga

negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi

pembuat keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual dan kolektif,

terorganisir dan sepontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan.

Legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif (Budiarjo, 1998:3).

Menurut davis, partisipasi politik adalah sebagai mental dan emosional yang

mendorong untuk memberikan sumbangan kepada tujuan atau cita-cita kelompok atau

turut bertanggung jawab padanya (Sastroatmodjo, 1995:85). Dalam negara demokratis

yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan ada di tangan

rakyat, yang dilaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menentukan tujuan

Page 125: Hasil Riset Provinsi NTB

125

serta masa depan suatu negara itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan

memegang pemimpinan.

Dari pengertian mengenai partisipasi politik diatas maka dapat di ambil

kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau

kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan yang positif

dan dapat juga yang negatif yang bertujuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan

politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Bentuk partisipasi politik seorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya.

Bentuk patisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting)

entah untuk memilih calon wakil rakyat atau untuk memilih kepala negara (Maran,

2001:148). Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik (Maran, 2001:148), Michael Rush

dan Philip Althoff mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut :

menduduki jabatan politik atau administrasi

mencari jabatan politik atau administrasi

mencari anggota aktif dalam suatu organisasi politik

menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik.

menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik

menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik

partisipasi dalam rapat umum, demontrasi, dsb

partisipasi dalam diskusi politik internal

partisipasi dalam pemungutan suara

Sastroatmodjo (1995:77) juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk partisipasi

politik berdasarkan jumlah pelakunya yang dikategorikan menjadi dua yaitu partisipasi

individual dan partisipasi kolektif. Partisipasi individual dapat terwujud kegiatan seperti

menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan kepada pemerintah. Partisipasi kolektif

adalah bahwa kegiatan warga negara secara serentak dimaksudkan untuk

mempengaruhi penguasa seperti dalam kegiatan pemilu.

Page 126: Hasil Riset Provinsi NTB

126

Sementara itu Maribath dan Goel (Rahman, 2007:289) membedakan partisipasi

politik menjadi beberapa kategori:

Apatis, adalah orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses

politik.

Spektator, adalah rang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilu.

Gladiator, adalah mereka yang aktif terlibat dalam proses politik misalnya

komunikator, aktifis partai dan aktifis masyarakat.

Pengkritik, adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak

konvensional.

Menurut Rahman (2007:287) kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi

politik mempunyai berbagai macam bentuk. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang

terjadi berbagai negara dan waktu dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam

bentuk konvensional dan non konvensional, termasuk yang mungkin legal (seperti

petisi) maupun ilegal, penuh kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk frekuensi

partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik,

integritas kehidupan politik, kepuasan/ketidak puasan warga negara.

Adanya kondisi masyarakat yang beraneka ragam tentunya tiap-tiap warga masyarakat

mempunyai tujuan hidup yang beragam pula sesuai dengan tingkat kebutuhannya, dan

upaya memenuhi kebutuhan itu di refleksikan dalam bentuk kegiatan, yang tentunya

kebutuhan yang berbeda akan menghasilkan kegiatan yang berbeda pula. Demikian

pula dalam partisipasi politiknya tentu tujuan yang ingin dicapai antara warga satu

berbeda dengan yang lain. Menurut Waimer (Sastroatmodjo, 1995:85) menyatakan

bahwa yang menyebabkan timbulnya pergerakan ke arah partisipasi yang lebih luas

dalam proses politik yaitu :

Modernisasi disegala bidang, berimplikasi pada komersialisme pertanian,

industri, perbaikan pendidikan, pengembangan metode masa, dan sebagainya.

Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Perubahan struktur kelas

baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja batu yang

semakin meluas dalam era industrialisasi dan moderenisasi. Dari hal itu muncul

Page 127: Hasil Riset Provinsi NTB

127

persoalan yaitu siapa yang berhak ikut serta dalam pembuatan-pembuatan

keputusan-keputusan politik yang akhirnya membawa perubahan-perubahan

dalam pola partisipasi politik. Kelas menengah baru itu secara praktis

menyuarakan kepentingan-kepentingan masyarakat yang terkesan demokratis.

Menurut Davis (Sastroatmodjo, 1995:85) partisipasi politik bertujuan untuk

mempengaruhi penguasa baik dalam arti memperkuat maupun dalam

pengertian menekannya sehingga mereka memperhatikan atau memenuhi

kepentingan pelaku partisipasi. Tujuan tersebut sangat beralasan karena sasaran

partisipasi politik adalah lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang memiliki

kewenangan dalam pengambilan keputusan politik Sedangkan bagi pemerintah,

partisipasi politik dari warga negara mempunyai tujuan sebagai berikut :

Untuk mendukung program-program pemerintah, artinya peran serta

masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan pembangunan.

Sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan

bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan

(Sastroatmodjo, 1995:85).

Jadi partisipasi politik sangatlah penting bagi masyarakat maupun pemerintah. Bagi

masyarakat dapat sebagai sarana untuk memberikan masukan, kritik, dan saran

terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, sedangkan

bagi pemerintah partisipasi politik merupakan sebuah mekanisme pelaksanaan fungsi

kontrol terhadap pemerintah dan pelaksanaan kebijakan.

Huntington dan Nelson (1994:21) mengemukakan bahwa landasan yang lazim

digunakan untuk menyelenggarakan partisipasi politik adalah :

Kelas : perorangan-perorangan dengan setatus sosial, pendapatan, pekerjaan yang

serupa.

Kelompok/komunal : perorangan-perorangan dari ras, agama, bahasa atau

etnisitas yang sama.

Lingkungan (neighborhood): perorangan-perorangan yang secara geografis

bertempat tinggal berdekatan satu sama lain.

Page 128: Hasil Riset Provinsi NTB

128

Partai: perorangan yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang

sama yang berusaha untuk meraih atu mempertahankan kontrol atas bidang-

bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan.

Golongan (Fuction): perorangan-perorangan yang dipersatukan oleh intraksi yang

terus menerus atau intens satu sama lain, dan salah satu manifestasinya adalah

pengelompokan patron-klien, artinya satu golongan yang melibatkan pertukaran

manfaat-manfaat secara timbal balik diantara perorangan-perorangan yang

mempunyai sistem setatus, kekayaan dan pengaruh yang tidak sedrajat.

Hermawan (2001:72) berpendapat bahwa yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi prilaku politik, adalah :

Lingkungan sosial politik tidak langsung seperti sistem politik, media masa, sistem

budaya, dan lain-lain.

Lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kebribadian

aktor seperti keluarga, teman agama, kelas, dan sebagainya.

Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

Faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi

aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan politik, seperti

suasana kelompok, ancaman, dan lain-lain.

B.3. Konseptualisasi Seputar Pemilu

Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada di tangan rakyat

dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam demokrasi moderen yang

menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang ditentukan sendiri oleh

rakyat. Untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat maka

dilaksanakanlah pemilihan umum. Pemililu adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat

yang akan duduk dilembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi

warga negara dalam bidang politik (Syarbaini, 2002:80)

Page 129: Hasil Riset Provinsi NTB

129

Pemilu juga dipahami sebagai salah satu hak asasi warga negara yang sangat

prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan

bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang

berdaulat maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya.

Adalah suatu pelanggaran suatu hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu

atau memperlambat pemilu tanpa persetujuan dari wakil-wakil rakyat (Kusnardi,

1994:329). Dari pengertian diatas bahwa pemilu adalah sarana mewujudkan pola

kedaulatan rakyat yang demokratis dengan cara memilih wakil-wakil rakyat, Presiden

dan Wakil Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Karena

pemilu merupakan hak asasi manusia maka pemilu 2009 warga negara yang terdaftar

pada daftar calon pemilih berhak memilih langsung wakil-wakilnya dan juga memilih

langsung Presiden dan Wakil Presidennya.

Tujuan pemilu adalah menghasilkan wakil-wakil rakyat yang representatif dan

selanjutnya menentukan pemerintahan. Dalam UUD 1945 Bab VII B pasal 22 E ayat (2)

pemilihan umum diselenggrakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD), Persiden dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD). Melalui pemilu dan hasilnya, masyarakat mengharapkan perubahan

yang berarti untuk memperbaiki kehidupan mereka sehari-hari.

Sedangkan asas pemilu Berdasarkan pasal 22 E ayat (1) Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pengertian asas pemilu adalah :

Langsung. Yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk secara langsung

memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

Umum. Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal

dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut

memilih dalam pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih

dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian)

Bebas. Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan

dan paksaan dari siapapun/dengan apapun. Dalam melaksanakan haknya setiap

Page 130: Hasil Riset Provinsi NTB

130

warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan

kehendak hati nurani dan kepentingannya.

Rahasia. Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan

diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan

suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada

siapapun suarnanya akan di berikan.

Jujur. Dalam penyelenggaraan pemilu setiap penyelenggara/pelaksana pemilu,

pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas, dan pemantau pemilu,

termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus

bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Adil. Berarti dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilih dan parpol peserta

pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

B.4. Berkenalan Dengan Beragam Sistem Pemilu

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan

tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :“single-member

constituency(satu daerah pemilihan memilih satu wakil ; biasanya disebut Sistem

Distrik) dan multi-member constituency(satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil;

biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sitem Perwakilan Berimbang)”

(Rahman, 2007:151).

a. Single-member constituency (Sistem Distrik)

Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas

kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang

diliputi) mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk keperluan

itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat

dalam Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Dalam pemilihan

umum legislatif tahun 2014, untuk anggota Dewan Perwakilan Daerah pesertanya

perseorangan menggunakan sistem distrik.

Page 131: Hasil Riset Provinsi NTB

131

b. Multi-member constituency (Sitem Perwakilan Berimbang)

Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan proportional

representation atau sitem perwakilan berimbang. Sistem ini dimaksud untuk

menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan pokok ialah bahwa

jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan

jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini diperlukan suatu

pertimbangan (Rahman, 2007:152).

Jumlah total anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan atas dasar perimbangan

dimana setiap daerah pemilihan memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya

penduduk dalam daerah pemilihan itu. Indonesia merupakan salah satu negara

demokrasi dimana dengan adanya sistem pemilihan umum yang bebas untuk

membentuk dan terselenggaranya pemerintahan yang demokratis. Hal ini sesuai dengan

tujuan negara Republik Indonesia bagaimana tercantum didalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan

umum di Indonesia dilaksanakan sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilu 2014 dilakukan dua kali putaran dimana pemilu putaran pertama memilih

angota DPR, DPD dan DPRD (legislatif)kemudian pemilu putaran ke dua yaitu memilih

Presiden dan Wakil Presiden (eksekutif). Dalam pemilu legislatif rakyat dapat memilih

secara langsung wakil-wakil mereka yang akan duduk di kursi DPR, DPRD Provinsi dan

DPRD Kabupaten/Kota. Pada pemilu anggota legislatif menggunakan sistem

proporsional dengan daftar calon terbuka dimana dalam memilih, rakyat dapat

mengetahui siapa saja calon wakil-wakilnya yang akan mewakili daerahnya. Selain

dilaksanakan sistem proporsional juga adanya sistem distrik dalam pemilihan untuk

anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Dengan adanya sistem pemilihan umum yang

terbuka inilah diharapkan dapat memilih wakil-wakil rakyat yang mempunyai integritas

Page 132: Hasil Riset Provinsi NTB

132

dan benar-benar mewakili aspirasi, keragaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat yang

memilihnya.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Penelitian difokuskan pada

partisipasi dan melek politik siswa sebagai pemilih pemula dalam pelaksanaan pemilu

tahun 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi terhadap

siswa SLTA yang dijadikan sampel. Fokus sampel adalah penduduk berusia 17 tahun dan

wajib memilih pada pemilu 2014. Dari banyaknya penduduk kabupaten lombok barat

pada usia 16 – 18 tahun, atau usia yang sudah masuk kategori sebagai pemilih pemula

tersebut di atas, maka tim riset dapat mengelompokkan kelompok pemilih pemula

berbasis siswa SLTA sebagai fokus riset dengan jumlah objek sebagai sampel sebesar 277

siswa. Adapun pengelompokkan sampel dimaksud dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1. jumlah Sampel Penelitian

NO NAMA SEKOLAHJUMLAH SISWA

TOTAL SAMPELKELAS XI SAMPEL KELAS

XIISAMPEL

1 SMAN 1 GERUNG 386 39 411 41 80

2 SMAN 2 GERUNG 151 15 91 9 24

3 SMAN 1 NARMADA 476 48 384 38 86

4 SMAN 2 NARMADA 100 10 56 6 66

5 SMAN 1 GUNUNGSARI 304 30 411 41 72

JUMLAH 1.417 142 1.353 135 277

Data yang telah dikumpulkan selama proses penelitian berlangsung dianalisis dengan

tahapan sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, pengumpulan data di lakukan dengan cara mencari data danmengumpulkan berbagai jenis data atau sumber di lapangan yang mendukung Risetini.

2. Reduksi data, reduksi data yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian padapenyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar’’ yang muncul daricatatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yangmenajamkan, menggolongkan mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

Page 133: Hasil Riset Provinsi NTB

133

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnyadapat di tarik dan di verifikasi.

3. Penyajian data, penyajian data yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yangmemberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4. Menarik kesimpulan atau verifikasi, kesimpulan adalah suatu tinjauan ulang padacatatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul datayang harus diuji kebenarannya, kekokohanya yaitu merupakan validitasnya.Dari tahapan analisis data tersebut diatas dapat digambarkan dengan bentuk skemasebagai berikut :

Tabel 5.2Bentuk sekema analisis data

Sumber : Milles dan Hubermen (1999:20).

D. Hasil Penelitian

D.1. Sketsa Penduduk Lombok Barat

Menurut sumber data statistik tahun 2014 terdapat Jumlah penduduk Kabupaten

Lombok Barat berjumlah 620.412 jiwa yang terdiri dari 303.210 orang laki-laki dan 317.202

orang perempuan. Untuk mengetahui lebih jelas jumlah penduduk berdasarkan kelompok

umur dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 5.3. Penduduk Lombok Barat

No Kelompok umum Laki-laki Perempuan Jumlah1 0-4 32.783 30815 63.5982 5-9 31.083 29.576 60.6593 10-14 31.611 30.146 61.7574 15-19 31.852 30.729 62.5815 20-24 25.427 29.625 55.0526 25-29 26.371 31.542 57.913

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Kesimpulan-kesimpulan

Page 134: Hasil Riset Provinsi NTB

134

No Kelompok umum Laki-laki Perempuan Jumlah7 30-34 24.252 27.995 52.2478 35-39 23.094 25.219 48.3139 40-44 19.331 20.542 39.873

10 45-49 15.512 15.830 31.34211 50-54 13.076 13.669 26.74512 55-59 8.893 9.073 17.96613 60-64 7.616 8.037 15.65314 65-69 4.963 5.475 10.43815 70-74 3.729 4.345 8.07416 75 + 3.617 4.584 8.201

JUMLAH 303.210 317.202 620.412

Sumber : Data statistik Kabupaten Lombok Barat 2014

Tabel 5.4. Penduduk Lombok Tengah Menurut Jenis Kelamin

No Kecamatan Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

1. SEKOTONG 28.936 29.218 58.154 99,032. LEMBAR 22.491 23.507 45.998 95,683. GERUNG 36.450 40.557 77.007 89,874. LABUAPI 30.624 32.294 62.918 94,835. KEDIRI 27.356 28.714 56.070 95,276. KURIPAN 17.328 17.887 35.215 96,877. NARMADA 44.266 46.775 91.041 94,648. LINGSAR 32.067 33.610 65.677 95,419. GUNUNGSARI 40.241 41.117 81.358 97,87

10. BATU LAYAR 23.451 23.523 46.974 99,70

Sumber : Data statistik Kabupaten Lombok Barat 2014

Tabel 5.5. Penduduk Usia 16-18 tahun

No Kecamatan 2011 2012 20131. SEKOTONG 3.044 3.015 3.0492. LEMBAR 2.401 2.378 2.4053. GERUNG 4.626 4.582 4.6354. LABUAPI 3.607 3.572 3.6135. KEDIRI 4.089 4.050 4.0976. KURIPAN 2.067 2.047 2.0707. NARMADA 4.774 4.728 4.7838. LINGSAR 3.386 3.354 3.3939. GUNUNGSARI 4.676 4.631 4.685

10. BATU LAYAR 2.570 2.545 2.574

Sumber : Data statistik Kabupaten Lombok Barat 2014

Page 135: Hasil Riset Provinsi NTB

135

D.2. Pemahaman Siswa Perihal Kepemiluan

Bentuk pemahaman (melek) politik siswa sebagai pemilih pemula pada pemilu

2014, tampak dalam aktivitas-aktivitas kesehariannya yaitu dengan seringnya

membicarakan dan melakukan diskusi tentang kepemiluan, baik di tempat sekolah maupun

di kelompok belajar siswa, dan memiliki persepsi yang berbeda-beda karena membicarakan

masalah politik adalah merupakan bentuk partisipasi politik yang mudah untuk dilakukan

oleh semua orang. Namun demikian, tidak semua orang dapat melakukannya dalam

kenyataannya memang hanya pemilih pemula tertentu saja yang suka membicarakan

masalah politik.

a. Tentang Badan Penyelenggara Pemilu.Dalam melakukan wawancara maupun menjawab kuesioner tentang aspek

lembaga penyelenggara pemilu, sebagian besar siswa sudah memahami, seperti halnyadijawab oleh Herlin Wilya (18 tahun) dengan jelas dan mantap menyampaikanpernyataan bahwa :Yang saya tau pak, bahwa “salah satu lembaga penyelenggara pemilu adalah KomisiPemilihan Umum atau yang disingkat dengan KPU adalah lembaga penyelenggaraPemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakanPemilu”.

Demikian juga Fathurrahman (18 Tahun) dari kelas yang sama di SMA 1 Gerung,menyampaikan pernyataan bahwa :“Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagaipenyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugassecara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu”.

Seorang siswa bernama Ahmad Mualim (18 tahun) kelas XII, juga denganmantap memberikan pernyataan tentang sifat KPU yang mandiri,bahwa Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umumbebas dari pengaruh pihak manapun. Penyelenggaraan Pemilu, baik pemilu Presidendan Pemilukada dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penyelenggaraanditingkat provinsi dilakukan KPU Provinsi, sedangkan ditingkat kabupaten/kotadilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.

Page 136: Hasil Riset Provinsi NTB

136

Eka Angga Aditya (17 tahun) kelas XII, juga memberi pernyataan tentangpemahamannya terhadap badan penyelenggara pemilu,“bahwa selain badan penyelenggara pemilu di atas, terdapat juga penyelenggarapemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan KelompokPenyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk masing-masing TPS.

Demikian juga pendapat dari Hasbi Johari (17 Tahun) kelas XI bahwa:“Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembagapenyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruhwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.Dan lebih mantap lagi pendapat seorang siswa kelas XI yang bernama FarzanaMaesarah, bahwa :Dalam menjalankan fungsi pengawasannya, Bawaslu dibentuk secara berjenjangsampai ke tingkat desa. Bawaslu dan Bawaslu Provinsi adalah lembaga pengawas yangbersifat tetap, sedangkan jenjang yang ada dibawahnya bersifat ad-hoc, antara lainPengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Pengawas Pemilu Kecamatan, Pengawas PemiluLapangan”.

Berbeda dengan pendapat kelompok siswa kelas XI (kelompok diskusi) dandiwakili oleh I Komang Rodita. Dalam wawancara tentang DKPP, dengan ringan diamenjawab,: “tidak mengerti masalah DKPP, yang penting Pemilu aman mas”. Denganmenjawab seperti tersebut di atas, maka Tim riset telah menjelaskan bahwa DewanKehormatan Penyelenggara Pemilu yang disingkat DKPP, adalah lembaga yang bertugasmenangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuanfungsi penyelenggaraan Pemilu. Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu dianggapsangat penting keberadaannya, terutama untuk mewujudkan penyelenggaraan pemiluyang demokratis dan berkualitas dan untuk memberikan akuntabilitas penuh kepadapemenang dalam kontestasi pemilihan calon pemimpin. Keanggotaan DKPP berasal dariKPU, Bawaslu, DPR, Utusan Pemerintah dan Tokoh Masyarakat.

b. Tentang Pemilihan Umum.Pemilihan Umum atau disingkat dengan Pemilu adalah sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, danadil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tanggapan Kelompok belajar kelas XI terhadap Pemilu Legislatif 2014menyatakan diantaranya bahwa Pemilu 2014 rumit coblos gambar atau coblos calon,

Page 137: Hasil Riset Provinsi NTB

137

surat suara yang besar, perasaan masih masa bodoh, partisipasi masyarakat kurang,tidak peduli dengan calon yang jadi, seperti pernyataan berikut dari hasil wawancaradengan Irfan Fauzan Husni (18 tahun) bahwa :

“Pemilu 2014 itu rumit, mencoblos tanda gambar dan nama calonnya, ukuran suratsuara besar. Oleh sebab itu saya tidak perduli alias tidak memilih dan juga tidak pedulidengan calon yang jadi”.

Ada pula yang beranggapan Pemilu 2014 berjalan baik, tidak ada tekanan, hanyacalon tidak sesuai harapan, tidak dapat “sangu”dari calon / partai dan calon yang terpilihtidak memperhatikan masyarakat, seperti pernyataan berikut ini :

“Pemilunya berjalan baik, tidak ada tekanan hanya calon yang ada tidak sesuai denganharapan”.

Tanggapan lain dari kelompok ini adalah bahwa :

“Pemilu Legislatif 2014 tidak ada yang positif, tidak bisa menilai karena tidak tahutentang Pemilu, Calon mengandalkan pada partai bukan pada masyarakat, harapannyamestinya calon diseleksi di partai untuk mendapatkan yang terbaik”.

Di lain pihak ada pula yang tidak paham, kurang mengenal kader/ calon dari sisikepribadiannya, karena acuh tak acuh, sehingga yang dipahami terbatas karena tidakmengikuti informasi, sibuk dengan belajar untuk ujian, seperti pernyataan Hairil Amry(17 tahun) berikut ini :

“saya kurang paham dengan pemilu legislatif, karena tidak mau tau dan tidakmengurusi Pemilu, kurang tahu calon dan tidak mengerti masalah informasi, sibukdengan persiapan ulangan sekolah”.

c. Tentang Sistem PemiluPenjelasan awal telah disampaikan bahwa Sistem pemilu dikenal dua cara sistempemilihan umum yaitu :a. Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi ada juga yang

memakai istilah single-member-district untuk menyebut sistem ini). Pada intinya,sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana suatu negara dibagi menjadi be-berapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyatyang akan dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan. Dengan demikian, satu distrik

Page 138: Hasil Riset Provinsi NTB

138

akan menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak disuatu distrik akan menjadi wakil rakyat terpilih, sedangkan kandidat yangmemperoleh suara lebih sedikit, suaranya tidak akan diperhitungkan atau dianggaphilang-sekecil apapun selisih perolehan suara yang ada sehingga dikenal istilah thewinner-takes-all.

b. Sistem Perwakilan Proposional ialah sistem dimana kursi-kursi di LembagaPerwakilan Rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, disesuaikan denganprosentase atau pertimbangan jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik.Dalam praktiknya di Indonesia, pemilihan umum akhir-akhir ini adalahpenggabungan dari dua sistem itu. Pemilihan DPD dilaksanakan dengan sistemdistrik, yang diambil dari empat calon terpilih untuk setiap propinsi. Sedangkanuntuk pemilihan DPR dan DPRD serta Presiden dan wakil Presiden menggunakansistem perwakilan berimbang.

Pernyataan yang disampaikan oleh Hasdi (18 tahun) kelas XII tentang sistem pemilu diindonesia, bahwa :

“sistem pemilu di Indonesia, tidak jelas, tidak mengerti, kursi apa yang direbut di DPR,apa kursi bisa dibawa pulang ? wah repot pak, boro-boro mikirin sistem pemilu, bayarkos saya saja tidak karuan”.

Pernyataan yang lainpun demikian, siswa lebih banyak tidak mau tahu atau tidak perdulidengan sistem pemilu yang dianut, yang penting :

“Pelaksanaan pemilu harus jujur dan benar-benar dapat mewakili danmemperjuangkan aspirasi kami di DPR, atau Bapak presiden benar-benar seriusmemperhatikan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara menyeluruh, bukan hanyadi pulau jawa saja”.

Sikap dan pernyataan lain dari kelompok siswa ini adalah :

“bapak-bapak dari KPU, silakan selenggarakan sistem pemilu ini dengan aturan yangsudah ditentukan, jangan bapak-bapak bermain-main dengan kecurangan, kami sudahtahu apa yang diinginkan oleh calon legislatif itu, mereka juga semua tidak jelas,mereka masuk jadi calon karena punya uang, bukan karena mereka memahami apa ituwakil rakyat”

Page 139: Hasil Riset Provinsi NTB

139

Tanggapan lain menyatakan bahwa :

“apa semua partai peserta pemilu sudah memahami sistem pemilu, jangan-janganpartai tidak kenal namanya sitem pemilu, apalagi tokoh-tokohnya partai, aduh kasihandeh, bagaimana kami bisa mengerti ?”

Kelompok dari kelas dan sekolah yang berbeda juga memberikan pernyataan bahwa :

“Sistem pemilu sudah baik, tetapi kurang disosialisasikan ke kami sebagai pemilihpemula, sehingga dampaknya kami semua ini gampang diintimidasi oleh kelompoktertentu, seperti kami diberi uang untuk memilih calon A, atau pengaruh-pengaruhlainnya sehingga kami bingung sendiri”

d. Tentang Tujuan PemiluSecara sederhana tujuan dari pemilu adalah penyaluran kedaulatan rakyat.

Tujuan dari pada penyelenggaraan pemilihan umum (general election) menurut JimmlyAsshiddiqie dapat dirumuskan dalam empat bagian yaitu: Untuk memungkinkan terjadinya pemilihan kepemimpinan pemerintahan secara

tertib dan damai. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili

kepentingan rakyat di lembaga perwakilan. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.

Pernyataan yang mendasar dari seorang siswa yang bernama Annita (17 Thn) kelas XII,menyatakan :

“pemimpin yang kami pilih sudah bagus, kami memahami tujuan dia menjadi bupati,wakil Bupati, tapi yang merusak visi misi mereka adalah tim suksesnya, mentang-mentang bangat, malah mereka tim sukses itu yang mengatur struktur pimpinandibawahnya”

Pernyataan yang lain dari seorang siswa yang bernama Julkarnaen (18 Thn) kelas XII,menyatakan :

“pemimpin yang kami pilih awalnya baik, koq lama-lama jadi rusak, koq korupsi,nepotisme, keluarganya menjadi pejabat juga, hebathebathebat”

Page 140: Hasil Riset Provinsi NTB

140

Tujuan pemilu bukanlah sekedar untuk untuk memilih pemimpin pemerintahan yangbaik, tetapi juga untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, untuk melaksanakanprinsip hak-hak asasi kita sebagai siswa, seperti yang diungkapkan oleh Harmain (18tahun) kelas XII bahwa :“Karena pemimpin yang baik, maka kita bisa sekolah dengan baik, gedung sekolahsangat bagus, jalan aspal, listrik lengkap, ada lampu merah dan hijau, saya bisa belajardengan tenang, orang tua saya pegawai negeri yang bisa terima uang tiap bulan untukbayar sekolah saya dan bayar kredit motor untuk sekolah saya, iya kan pak?”

e. Pemahaman terhadap Manfaat Pemilu.

Pengetahuan bahwa Pemilu Legislatif adalah untuk memilih wakil rakyat,memilih partai dan calon, calon tidak dikenal masyarakat, ada kesan calon yang akandipilih tidak jelas atau latar belakangnya samar-samar, tergantung pada calon yangmendekat, dan calon yang dipilih bila terpilih lupa dengan pemilihnya, sehinggamengecewakan, calon hanya mencari suara terbanyak tetapi tidak mempunyai peranan.Seperti dalam pernyataan Sudarmaji, (18 Tahun) kelas XII berikut ini :

“ Manfaat pemilu sebenarnya luas sekali, tetapi tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya olehpeserta pemilu, partai-partai sebagai peserta pemilu tidak konsekwen dengan hasilpemilu, kalau kalah dia ngamuk, kalau menang dia melupakan kita, eehh malah sangatberkuasa sekali, tuh anggota DPR di kampung saya, mana dia mau lihat kita lagi”

Pengetahuan pada kelompok ini secara umum mengatakan kurang begitu tahu tentangPemilu Legislatif 2014, yang diketahui hanya sebatas untuk memilih wakil rakyat.Mereka sebatas ikut-ikutan saja tanpa mengerti apa maksud Pemilu, karena tidakmerasakan manfaatnya. Pemilu Legislatif bagi mereka justru sangat membingungkandan merepotkan ketika melakukan coblosan, seperti pernyataan berikut ini :

“saya tahu kalau Pemilu itu untuk memilih wakil rakyat, saya hanya ikut-ikutan sajayang sesungguhnya tidak merasakan manfaatnya. Kadang malah membingungkanketika mencoblos karena banyaknya partai”

Sementara itu pemahaman mereka tentang Pemilu Legislatif 2014 adalah untuk memilihcalon yang diinginkan yang dipandang baik maupun berwibawa, tentang aturan mainkurang memahami karena ruwet, karena banyak partai, surat suara besar danmembingungkan. Ada yang memahami lebih banyak tentang aturan main, karena yang

Page 141: Hasil Riset Provinsi NTB

141

bersangkutan kebetulan anak dari tokoh dan pengurus partai, seperti pernyataanberikut ini :

“Pemilu Legislatif itu untuk memilih calon yang dianggap baik dan berwibawa. Sayaagak paham banyak karena saya selalu mengikuti perkembangan partai yang sedangdiurus oleh orangtua sebagai pengurus partai”

Pengetahuan pada kelompok ini, memandang bahwa Pemilu Legislatif 2014 lebihterbuka, bisa memilih calon yang diinginkan. Yang diketahui dari mereka bahwa intinyauntuk memilih calon yang akan duduk di DPR, DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota,hanya masalahnya sebagian calon tidak dikenal masyarakat. Di dalam pemikiran merekadikatakan bahwa peranan wakil rakyat tidak berfungsi dengan baik ketika dudukmenjadi wakil rakyat, bahkan sama sekali lupa dengan yang memilihnya, sepertipernyataan berikut ini :

“Pemilu legislatif 2014 adalah untuk memilih calon anggota DPR. DPD dan DPRDprovinsi dan kabupaten/kota, bisa memilih calon yang diinginkan, tapi calon yang manayang harus dipilih, ini akibat dari informasi dan sosialisasi calon yang tidak menyentuhke level kami sebagai siswa artinya belum merata tentang sosialisasinya, sehinggapartisipasi kurang tinggi, dan peranan wakil rakyat tidak dapat berfungsi sebagai wakilrakyat dengan baik”.

Disisi lain pada tingkat kelas yang sama, ada yang tidak mengetahui sama sekali tentangPemilu Legislatif 2014, karena acuh tidak peduli. Pemilu Legislatif tidak merubah nasibmasyarakat. Tidak suka berpikir untuk masalah politik, seperti pernyataan berikut ini :

“saya tidak tahu kalau ada Pemilu, terus terang saya acuh saja sebab Pemilu itu tidakbisa merubah nasib rakyat dan saya tidak senang politik”

Pemahaman dalam kelompok ini tentang Pemilu Legislatif 2014 sebagian memahamiterhadap aturan yang ada meski tidak semuanya:

“Saya memahami Pemilu Legislatif dan pemilu presiden 2014, ya sebagaian besar sayapelajari. Kebetulan saya adalah kader partai, sehingga dituntut untuk belajar”

Sebagian lain tidak memahami, acuh tak acuh karena tidak berkepentingan langsung.Mereka hanya ikutan saja karena merupakan aturan negara. Sebagian karena sibukdengan membantu orang tua dengan usahanya sehingga tidak mengikuti perkembangan

Page 142: Hasil Riset Provinsi NTB

142

tentang Pemilu 2014. Sikap mereka pada kelompok ini secara umum menyatakan setujuterhadap Pemilu 2014, meski dengan catatan agar pemilu selanjutnya agar lebih baiklagi, seperti pernyataan berikut ini :

“Kalau kami setuju, Pemilu tetap berjalan terus, hanya perlu ada penyempurnaan yanglebih baik sehingga pemilu selanjutnya akan lebih baik dari pemilu sekarang”

Sebagian ada sikap yang menyatakan bahwa antara menggunakan hak pilih atau tidakmenggunakan hak pilih tidak ada pengaruh terhadap rakyatnya. Tanggapan padakelompok ini tentang Pemilu Legislatif 2014, menyatakan tanggapan bahwa secaraumum baik dan berjalan normal, sesuai harapan. Sebagian menyatakan belum sesuaiharapan terhadap calon yang jadi karena dalam kenyataannya belum memperhatikannasib rakyat/ pemilih yang memilihnya. Calon yang terpilih kebanyakan tidak memenuhijanjinya seperti ketika kampanye. Hal tersebut seperti terungkap dalam peryataanberikut ini :

“Pemilu berjalan bagus, sesuai harapan, cuma jago yang jadi lupa dengan masyarakatatau konstituennya”

Dari seluruh deskripsi hasil penelitian di atas, penelitian ini menemukan simpulan

sebagai berikut:

Bahwa kualitas pemilih ditingkat SLTA sangat ditentukan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah komunitas pergaulan mulai dari keluarga sampai ditingkat disekolah

dan yang paling signifikan adalah komunitas dan media informasi terutama media

elektronik. Kemudian terkait tingkat melek politik siswa dalam menggunakan hak

pilihnya hampir sama tetapi yang cukup memprihatinkan adalah pilihan politik siswa

juga sangat ditentukan oleh adanya imbalan/ money politik disamping karena pengaruh

keluarga atau media dan juga komunitas pergaulan.

Ketiga, faktor yang mempengaruhi terbentuknya partisipasi dan melek politik siswa

dalam menggunakan hak politiknya sangat ditentukan oleh komunitas pergaulan, baik

ditingkat keluarga, masyarakat, sampai ditingkat sekolah. Peran parpol tidak begitu

significant kalau dikomparasikan dengan media massa dan tokoh-tokoh tingkat

komunitas juga memberi kontribusi yang cukup significant dalam menentukan dan

menggunakan hak politiknya oleh siswa SLTA.

Page 143: Hasil Riset Provinsi NTB

143

Berdasarkan simpulan di atas, penelitian ini merekomendasikan: Pertama,

Kepada KPU sebagai Penyelenggara Pemilu melakukan roadshow pendidikan politik dan

pemilih kepada pemilih pemula. Kedua, kepada pemerintah khususnya Dinas Pendidikan

atau kemeterian terkait utuk memasukkan kurikulum khusus tentang kepemiluan mulai

dari tingakat SLTP dan SLTA. Ketiga, Kepada partai politik untuk terus-menerus

melakukan fungsi pendidikan politiknya khususnya kepada pemilu pemula. Keempat,

Penyelenggara Pemilu melakukan kerjasama yang permanen dengan aktor-aktor kunci

yang ada ditingkat Kabupaten sampai ketingkat Desa atau Kelurahan.

Page 144: Hasil Riset Provinsi NTB

144

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharismi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Renika Cipta

Anwar, 2008, Mencerdaskan Pemilih Pemula, http:/www.reessay_wordpress.com

Hasan, Ikbal, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya

Moleong, Lexy, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung; Remaja Rosdakarya

____________, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung; Remaja Rosdakarya

Rachman, Maman, 1999, Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian, Semarang-IKIP, Semarang

Press

Page 145: Hasil Riset Provinsi NTB

145

BAB VI.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat

Transmigrasi Kecamatan LabangkaSyukri Rahmat * Sudirman * Yuyun Nurul Azmi

Nur Kholis * Aryati

A. Pengantar

Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu bentuk perwujudan kedaulatan

rakyat. Pengakuan tentang kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan didalam Pasal 1 angka

(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Umum

presiden dan wakil presiden menyatakan “pemilihan umum untuk selanjutnya disebut

pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Tujuan pemilu menurut ketentuan Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa pemilihan umum tidak

lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara

yang menyebutnya sebagai negara yang demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan

dalam waktu-waktu tertentu.

Sastro Wardoyo (1995) menyatakan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara

yang berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat dalam kerangka demokrasi pancasila.Untuk

mewujudkan pola kehidupan sistem kedaulatan rakyat yang demokratis tersebut, adalah

melalui pemilihan umum.Dengan pemilihan umum tersebut, rakyat Indonesia ingin turut

serta secara aktif untuk berpartisipasi dalam memilih wakil mereka dan secara langsung

atau tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah karena partisipasi politik

merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan Negara demokrasi sekaligus merupakan

cirri khas adanya modernisasi politik.

Page 146: Hasil Riset Provinsi NTB

146

Sistem pemilu merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga

negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri.Metode berhubungan

erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di

parlemen.Baik yang memilih ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari

sebuah entitas yang samaTerdapat bagian-bagian atau komponen-komponen yang

merupakan sistem itu sendiri dalam melaksanakan pemilihan umum diantaranya:

Sistem hak pilih, Sistem pembagian daerah pemilihan, Sistem pemilihan, Sistem

pencalonan.Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa pemilihan umum

tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu

negara yang menyebutnya sebagai negara yang demokrasi, pemilihan umum itu harus

dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu.

Dalam pelaksanaan pemilu, diselenggarakan oleh suatu badan yaitu Komisi

Pemilihan Umum (KPU). KPU adalah suatu lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-

undang untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan

mandiri sebagaimana diatur pada Pasal 22E, Angka 5 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilu oleh KPU yang bersifat nasional,

tetap dan mendiri merupakan amanat konstitusi.

Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil hanya dapat terwujud

apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas,

profesionalitas, dan akuntabilitas, sebagaimana dimaksud pada huruf (b) Pertimbangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu.

Dalam hal ini diharapkan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dapat melaksanakan

tugasnya sebagai penyelenggara pemilu terlepas dari pengaruh serta kepentingan dari pihak

manapun.

Proses pemilu yang diselenggarakan oleh KPU yang melibatkan partsispasi

masyarakat dalam menentukan wakil mereka baik pemilihan legislative maupun presiden

disebut dengan partisipasi politik. Partisipasi politik merupakan suatu bentuk keterlibatan

Page 147: Hasil Riset Provinsi NTB

147

langsung masyarakat dalam memilih dan menentukan perwakilan mereka yang akan

menyuarakan dan menentukan kebijakan pemerintah. Partisipasi politik merupakan salah

satu bentuk demokrasi yang dijalankan oleh rakyat, dan adapun bentuk demokrasi yang

dianut oleh bangsa Indonesia yaitu demokrasi pancasila.Dalam sistem demokrasi pancasila

menjelaskan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dijalankan oleh

negara”.

Pemilihan presiden dan wakil presiden yang diselenggarakan pada tanggal 9 Juli

2014 melibatkan seluruh rakyat Indonesia yang telah memenuhi syarat termasuk masyarkat

yang ada di Sumbawa. Kabupaten Sumbawa memiliki 24 Kecamatan yang tersebar di

seluruh wilayah Sumbawa.Tiap-tiap kecamatan yang ada di Sumbawa memliki tingkat

partisipasi yang berbeda dalam pemilihan tahun lalu khusunya pada pemilihan presiden dan

wakil presiden.Pada pemilihan presiden dan wakil presiden yang diselenggarakan di

kabupaten Sumbawa, terjadi penurunan angka partisipasi politik jika dibandingkan dengan

pemilihan legislative.

Dari 24 kecamatan yang ada di Sumbawa, ternyata di kecamatan Labangka

merupakan tingkat partisipasi ter rendah.Pada kecamatan Labangka terjadi tingkat

penurunan partisipasi masyarakat.Pada pemilihan legislative, angka partisipasi masyarakat

adalah 72,58%, sedangkan pada pemilihan presiden terjadi penurunan menjadi

65,56%.Kecamatan Labangka merupakan kecamatan hasil pemekaran dari kecamatan

Plampang dan kecamatan Labangka merupakan salah satu daerah transmigran. Dari

kenyataan itu, peneliti selanjutnya berencana untuk mengadakan suatu penelitian untuk

mengetahui apakah ada hubungan antara daerah transmigran dengan rendahnya tingkat

partisipasi masyarakat dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya

tingkat partisipasi masyarakat Labangka.

Dari uraian di atas, penelitian ini mengajukan dua rumusan masalah, sebagai berikut:

Bagaimanakah tingkat partisipasi pemilih masyarakat transmigrasi Kecamatan Labangka

Page 148: Hasil Riset Provinsi NTB

148

pada masing-masing desa? Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi

masyarakat transmigran Kecamatan Labangka?

B. Tinjauan Teoritis

Partisipasi politik secara harfiah berarti “keikutsertaan”, dalam konteks politik hal ini

mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga

dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan

yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yangterjadi maka istilah yang

tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan setiap individu dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara dalam posisinya sebagai warganegara dengan

kehendak suka rela dalam segala tahapan kebijakan dan, mulai dari sejak pembuatan

keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta

dalam pelaksanaan keputusan dalam mencapai cita-cita bangsanya.

Partisipasi politik merupakan kegiatan atau keikutsertaan masyarakat dalam

menentukan dan memilih wakil mereka melalui suatu proses yaitu pemilihan umum atau

Pemilu. Partisipasi politik juga dapat diartikan sebagai kegiatan warganegara yang bertujuan

untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik.Partisipasi politik dilakukan orang

dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri dan sifat

partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang

berkuasa.

Menurut Bolgherini, bahwa tindakan memaksa dalam kegiatan atau aktivitas yang

berkaitan dengan kehidupan politik juga termasuk partisipasi politik. partisipasi politik

menurut Bolgherini adalah " ... a series of activities related to political life, aimed at

influencing public decisions in a more or less direct way—legal, conventional, pacific, or

contentious. Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan

kehidupan politik, yang ditujukan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa.

Page 149: Hasil Riset Provinsi NTB

149

Menurut Kevin R. Hardwick bahwa partisipasi politik memberi perhatian pada cara-

cara warga Negara berinteraksi dengan pemerintah, warga Negara berupaya menyampaikan

kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu

mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.

Ramlan Surbakti menjelaskan bahwa partisipasipolitik adalah keikutsertaan warga

Negara biasa dalam menentukan segala kekeputusan masyarakat atau mempengaruhi

hidupnya. Partisipasi politik berarti keikutsertaan warga Negara biasa (yang tidakmempunyai

kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

Herbert McClosky menerangkan bahwa partisipasi adalahkegiatan-kegiatan suka rela dari

warga masyarakat melalui mana mereka mengambilbagian dalam proses pemilihan

penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses penentuan kebijakan

umum.

Berdasarkan hasil Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P.

Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political

Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington and

Nelson memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga

termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh

Bolgherini yaitu bahwa dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah

satunya yang bersifat paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan

partisipasi politik sukarela dan mobilisasi (diarahkan, senada dengan dipaksa) hanya dalam

aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa,

warganegara tetap melakukan partisipasi politik.

Sementara menurut Rush dan Althoff, kata “politik” diartikan sebagai proses

penyelesaian dari konflik-konflik manusia atau proses dimana masyarakat membuat

keputusan-keputusan atau mengembangkan kebijakan tertentu atau secara otoritatif

mengalokasikan sumber-sumber dan nilai-nilai tertentu. Maka partisipasi politik dapat

Page 150: Hasil Riset Provinsi NTB

150

didefinisikan mengambil peranan atau bagian dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu

negara.

Kegiatan partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat untuk menentukan dan

mempengaruhi kebijakan pemerintahdapat dilakukan melalui suatu proses yaitu proses

pemilihan umum (Pemilu). Proses pemilu diselenggarakan oleh suatu badan independen

yang dibentuk oleh pemerintah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berdasarkan Peraturan

Komisi Pemilihan Umum Nomor 16 Tahun 2014 tentang kampanye pemilihan umum

presiden dan wakil presiden yang dijabarkan pada bab 1 ketentuan umum pasal 1 ayat 3

menjelaskan “komisi pemilihan umum, selanjtnya disebut KPU, adalah lembaga

penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri yang bertugas melaksanakan

Pemilu”.

Menurut Jimly Asshiddiqie dalam bukunya yang berjudul Konstitusi dan

Konstitusionalisme Indonesia mendefinsikan Komisi Pemilihan Umum Sebagai Berikut:

“Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum

di Indonesia, yakni meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah. Komisi Pemilihan Umum tidak dapat disejajarkan kedudukannya dengan lembaga-

lembaga negara yang lain yang kewenangannya ditentukan dan diberikan oleh UUD 1945.

Bahkan nama Komisi Pemilihan Umum belum disebut secara pasti atau tidak ditentukan

dalam UUD 1945, tetapi kewenangannya sebagai penyelenggara pemilihan umum sudah

ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yaitu Pemilihan umum diselenggarakan oleh

suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya, bahwa

Komisi Pemilihan Umum itu adalah penyelenggara pemilu, dan sebagai penyelenggara

bersifat nasional, tetap dan mandiri.

Ferry Kurnia Rizkiyansyah dalam bukunya yang berjudul Mengawal Pemilu Menatap

Demokrasi, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan penyelenggara pemilihan umum

adalah suatu lembaga khusus yang menangani proses pemilihan umum (Rizkiyansyah,

Page 151: Hasil Riset Provinsi NTB

151

2007:78). Definisi di atas menyebutkan bahwa penyelenggara pemilihan umum adalah

lembaga khusus yang menangani proses pemilihan umum. Komisi pemilihan umum

merupakan lembaga khusus yang menangani proses pemilihan umum di Indonesia. Komisi

pemilihan umum sesuai dengan amanat UUD 1945 merupakan lembaga khusus

penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

Ketentuan mengenai penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan

mandiri telah ditindaklanjuti dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga

independen ditunjukkan dalam Penjelasan Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 2007, yang menyebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum bersifat nasional,

tetap dan mandiri.Yang dimaksud bersifat nasional yaitu mencerminkan bahwa wilayah kerja

Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilihan umum mencakup seluruh negara

Republik Indonesia.Sifat tetap menunjukkan Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga yang

menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan

tertentu.Sifat mandiri menegaskan Komisi Pemilihan Umum dalam menyelenggarakan dan

melaksanakan pemilihan umum adalah bebas dari pengaruh pihak

manapun.Penyelenggaraan pemilihan umum harus memberikan derajad kompetisi yang

sehat, partisipatif dan mempunyai derajad keterwakilan yang tinggi sebagai amanat dari

reformasi.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, penyelenggara pemilihan umum (pemilu)

dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempunyai kewajiban untuk

menyelenggarakan proses kampanye yang merupakan bagian dalam pemilu yang nanti pada

akhirnya melakasanakan proses mencoblosan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai

bentuk dari partisipasi politik. Proses kampanye sangat penting agar masyarakat bisa

memahami calon yang akan mereka pilih sebelum proses pencoblosan. Disamping itu,

kampanye juga berfungsi agar masyarakat bisa mengetahui visi dan misi para calon sehingga

masyarakat bisa yakin dengan para calon.

Page 152: Hasil Riset Provinsi NTB

152

Proses kampanye diselenggarakan oleh para calon, baik calon legislatif, gubernur,

bupati/walikota dan juga calon presiden dan calon wakilpresiden. Proses kampanye

dilakssanakan oleh para calon tetapi berdasrkan waktu yang telah ditentukan oleh

penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum.

Kampanye adalah sebuah tindakan dan usaha yang bertujuan

mendapatkanpencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh peorangan

atausekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses

pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan guna

mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian. Dalam sistempolitik demokrasi,

kampanye politis berdaya mengacu padakampanye elektoralpencapaian dukungan, di mana

wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis tindakan politik berupaya

meliputi usaha terorganisir untuk mengubahkebijakan di dalam suatu institusi.

C. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

Metode deskriptif dianggap paling sesuai untuk penelitian ini sebagaimana dikemukakan

Nazir didalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian menyatakan bahwa, pengertian

deskriptif adalah “suatu metode dengan meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu

hal kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa

sekarang”.Penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk di uji hipotesis atau

menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian.Tipe yang paling

umum dari penelitian ini adalah penelitian sikap, atau pendapat individu, organisasi,

keadaan, atupun prosedur yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan, survey, wawancara

atau observasi.

Salah satu model pendekatan penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian dengan

metode atau pendekatan studi kasus (case study).Study kasus termasuk dalam penelitian

deskriptif yaitu suatu penelitian yang dilakukan terfokus pada suatu kasus tertentu untuk

diamati dan dianalisis secara cermat dan tuntas. Kasus bisa berupa individu atau

kelompok.Penelitian studi kasus merupakan studi mendalammengenai unit sosial tertentu

Page 153: Hasil Riset Provinsi NTB

153

dan hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit

sosial tertentu.Subjek yang diteliti relatif terbatas namun variabel-variabel dan fokus yang

diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2002).

Pada penelitian ini, peneliti terfokus untuk meneliti kasus yang terjadi di kecamatan

Labangka yang merupakan daerah transmigran dan adapun kasus yang terjadi yaitu

rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat pada pemilihan presiden tanggal 9 Juli

2014.Peneliti mencari akar permasalahan yang terjadi apakah ada hubungan antara daerah

transmigran dengan rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat Labangka dan mencari

penyebab-penyebab yang melatarbelakangi rendahnya tingkat partisipasi masyarakat

Labangka.

Adapun ruang lingkup penelitian dibatasi pada rendahnya tingkat partisipasi politik

masyarakat kecamatan Labangka pada pemilihan presiden dan wakil presiden 9 Juli 2014.

Sedangkan objek penelitian ini adalah masyarakat kecamatan Labangka yang tidak ikut

dalam pemilihan presiden dan wakilpresiden 9 Juli 2014 yang tersebar pada 5 Desa yaitu

Desa Labangka, Desa Suka Damai, Desa Suka Maju, Desa Sekokat dan Desa Jaya Makmur.

Disamping itu, responden juga terdiri dari 20% para pemilih yang ikut dalam partisipasi

politik pada pemilihan presiden dan wakil presiden untuk mengetahui motivasi mereka

kenapa mereka mau dan aktif dalam kegiatan partisipasi politik atau memilih.

Pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yakni; observasi dan wawancara

terstruktur. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala

yang tampakpada objek penelitian pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap objek di

tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa (Margono, 1997). Dengan cara ini, maka

peneliti dapat memahami secara langsung objek penelitian. Teknik pengumpulan data

dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses

kerja, gejala-gejala alamdan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiono, 2010).

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran umum tentang objek

penelitian dan ingin mengetahui gejala-gejala yang terjadi pada responden.Bentuk observasi

yang dilakukan oleh peneliti berupa pengamatan terhadap daerah penelitian untuk

Page 154: Hasil Riset Provinsi NTB

154

memahami karakteristik masyarakat, karakteristik pemilih, pengamatan terhadap lokasi

pemilhan, pengamatan terhadap kehidupan masyarakat, dan lain-lain.

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti

telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena

dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian

berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan

(Sugiono, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti menuliskan daftar-daftar pertanyaan sebagai

bahan wawancara dengan responden, dan peneliti juga menanyakan pertanyaan-pertanyaan

yang sama kepada semua responden. Disamping itu, peneliti juga sudah mempersiapkan

alternatif-alternatif jawaban yang akan disamapaikan oleh responden.

Analisis data dilakukan melalui empat tahap. Pertama pengumpulan data. Pengumpulan

data dilakukan melalui proses observasi dan wawancara. Selanjutnya data yang sudah

terkumpul kemudian disederhanakan ke dalam tulisan-tulisan yang mudah dipahami

sehingga mempermudah peneliti dalam mengkatagorikan data yang terkumpul.Dalam

penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan cara observasi lapangan untuk

memahami secara pasti kondisi dan situasi daerah penelitian yaitu kecamatan Labangka yang

meliputi 5 desa yang berada di kecamatan Labangka. Kedua Reduksi data. Mereduksi data

berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,

dicari tema dan polanya dan membuang hal-hal yang tidak diperlukan dalam penelitian.

Dengan demikian datayang sudah direduksikan akan memberikan gambaran yang jelas dan

mempermudah peneliti untukmelakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya

bila diperlukan (Sugiono, 2006). Dalam hal ini, peneliti merangkum dan menyederhanakan

hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap para responden di desa labangka sehingga

mempermudah peneliti dalam memberikan gambaran responden.

Ketiga penyajian data. Dalam hal ini, data yang sudah dirangkum kemudian disajikan

untuk menggambarka kondisi dan situasi para responden yang tidak ikut berpartisipasi

dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 9 Juli 2014 serta menjelaskan dan

menggambarkan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat

Labangka dalam pemilihan presiden dan wakilpresiden. Keempat penarikan kesimpulan. ada

Page 155: Hasil Riset Provinsi NTB

155

tahap ini peneliti menarikkesimpulan dari hasil analisis data yang sudah dilakukan.

Kesimpulan beruapa deskriptif atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum

jelas sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas (Sugiono, 2006).Penarikan kesimpulan yang

dilakukan oleh peneliti berupa deskripsi yang diuraikan dengan kata-kata berdasarkan hasil

yang diperoleh dan yang analisis sehingga bisa menjawab asumsi-asumsi yang dipaparkan

oleh peneliti.

D. Hasil Penelitian

D.1. Mengenal Kecamatan Lebangka

Kecamatan Labangka merupakan salah satu kecamatan dari dua puluh empat

kecamatan yang terdapat di wilayah administrasi Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa

Tenggara Barat. Wilayah kecamatan ini terletak di bagian tenggara wilayah Kabupaten

Sumbawa. Berikut ini adalah batas-batas wilayah Kecamatan Labangka :

- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Plampang

- Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ropang

- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Plampang

Luas wilayah Kecamatan Labangka adalah 243,08 km2 dan jumlah penduduk pada

tahun 2013 sebanyak 10.438 jiwa dengan kepadatan penduduk 43 jiwa/km2. Wilayah

Kecamatan Labangka terdiri dari 5 desa definitif. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72

Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruh desa di

wilayah Kecamatan Labangka diklasifikasikan sebagai desa swadaya. Desa swadaya adalah

suatu wilayah pedesaan yang hampir seluruh masyarakatnya mampu memenuhi

kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Ciri-ciri desa swadaya antara lain:

penduduknya masih jarang, mata pencaharian penduduk relatif homogen dan bersifat

Page 156: Hasil Riset Provinsi NTB

156

agraris, masyarakatnya masih memegang teguh adat serta sarana danprasarana pendukung

yang dimiliki masih kurang. Di antara kelima desa di Kecamatan Labangka, Desa Suka Damai

memiliki wilayah yang terluas, yaitu sekitar 21,68 % dari seluruh luas Kecamatan Labangka,

diikuti Desa Labangka (20,53 %) dan Desa Jaya Makmur (20,50 %). Luas wilayah untuk

masing-masing desa dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 6.1Luas Wilayah Kecamatan Labangka Dirinci

perDesa Tahun 2013 (Hektar)

Desa Luas wilayah Persentase

Jaya Makmur 4 984 20,50

Sekokat 4.587 18,87

Suka Damai 5.269 21,68

Labangka 4.990 20,53

Suka Mulya 4.478 18,42

Jumlah 24.308 100

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa

Karena letaknya yang berbatasan dengan laut yaitu SamuderaIndonesia disebelah

selatan maka seluruh desa di Kecamatan Labangkadikategorikan sebagai desa pantai.Iklim

sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat dan ekosistemyang ada di suatu daerah, tak

terkecuali di Kecamatan Labangka.Tingkat curah hujan dan banyaknya hari hujan per tahun

sangat berpengaruh bagimasyarakat, terutama bagi masyarakat dengan mata pencaharian

dibidang pertanian, seperti di Kecamatan Labangka yang sebagian besarpenduduknya

mengandalkan sektor pertanian.Dan mengingat sebagianbesar petani di Kecamatan

Labangka sangat mengandalkan air hujan untukmengairi tanamannya makanya tingkat

curah hujan memiliki pengaruhsangat besar di kecamatan ini. Pada tahun 2013 banyaknya

hari hujan dikecamatan Labangka sekitar 131 hari dengan rata-rata curah hujan

sebesar2,95 mm. Curah hujan tersebut relatif tinggi terjadi pada bulan Novemberhingga

Page 157: Hasil Riset Provinsi NTB

157

bulan Juni. Hanya pada bulan Mei curah hujan relatif rendah yaitusebesar 6 mm.

Sedangkan bulan Juli sampai dengan bulan Oktober telahmemasuki musim kemarau.

Kecamatan Labangka merupakan hasil pemekaran dari KecamatanPlampang pada

tahun 2004 menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Plampangdan Kecamatan Labangka.

Kecamatan Labangka terdiri dari 5 desa yang semuanya diklasifikasikan sebagai desa

swadaya.Demi terselenggaranya suatu pemerintahan desa yang dapatberjalan efektif dan

efisien serta dapat meningkatkan aksesibilitaspenduduk memperlancar pelayanan yang

baik kepada seluruh penduduk dimasing-masing desa, maka di Kecamatan Labangka

dibentuk satuanpemerintahan di tingkat desa dan satuan lingkungan setempat yang

lebihkecil.

Wilayah Kecamatan Labangka terdiri atas 5 desa, 22 dusun, 43 rukunwarga dan 95

rukun tetangga.Bertambahnya berbagai macam sarana perekonomian yang ada diwilayah

Kecamatan Labangka bisa menjadi salah satu indikator adanyapertumbuhan ekonomi

masyarakat.Keberadaan sarana perekonomianseperti pasar, pertokoan, kios serta warung

merupakan sarana mobilitas perekonomian masyarakat.Di Kecamatan Labangka terdapat 2

pasardengan bangunan permanen, tapi sayangnya pasar yang ada masih

kurangdimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat sebagai tempat transaksijual beli

sehari-hari.Banyak masyarakat yang masih melakukan transaksijual beli di pasar yang

berada di kecamatan lain, seperti salah satunya diPasar Plampang.

Penduduk merupakan salah satu modal dasar bagi pelaksanaanpembangunan.

Namun di sisi lain, penduduk juga menjadi beban beratdalam pembangunan. Untuk itu

perencanaan kependudukan harus benarbenarbaik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

Dengan mengetahuikeadaan penduduk memungkinkan perencanaan pembangunan akan

lebihtepat dan terarah.Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kecamatan Labangka

selalumengalami peningkatan.Hingga tahun 2013 berjumlah 10.438 jiwa yangterdiri dari

5.392 penduduk laki-laki dan 5.046 penduduk perempuan.Daridata tersebut diperoleh

angka sex ratio sebesar 107, yang berarti dalam100 penduduk perempuan terdapat 107

penduduk laki-laki.

Page 158: Hasil Riset Provinsi NTB

158

Dilihat daridata sex ratio yang dirinci per desa, ternyata seluruh desa di

KecamatanLabangka memiliki angka sex ratio di atas 100, yaitu berkisar antara 103hingga

113.Dengan luas wilayah 243,08 km2 dan jumlah penduduk 10.438 jiwadiperoleh

kepadatan penduduk Kecamatan Labangka secara rata-ratasebesar 43 jiwa/km2. Namun

kepadatan penduduk tersebut tidak tersebarsecara merata di seluruh desa. Desa Suka

Damai merupakan desa yangmempunyai kepadatan penduduk tertinggi yaitu 54 jiwa/km2,

disusul desaLabangka dengan kepadatan penduduk 51 jiwa/km2, kemudian desaSekokat

pada urutan ketiga dengan kepadatan penduduk 38 jiwa/km2,selanjutnya ada desa Jaya

Makmur dengan kepadatan penduduk 36 jiwa/km2. Sedangkan desa dengan kepadatan

penduduk terendah diKecamatan Labangka adalah desa Suka Mulya dengan

kepadatanpenduduk 34 jiwa/km2.Rumah tangga di Kecamatan Labangka sebagian

besarmengandalkan sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehariharinya,terutama tanaman pangan.Selain sektor pertanian ada jugarumah tangga

yang menekuni bidang perdagangan, angkutan, industri danlainnya.

Grafik 6.2Jumlah Penduduk Berdasakan Mata Pencaharian

Tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup dari suatu masyarakat dapat diukur

dengan berbagai indikator sosial. Indikator-indikator sosial yang umumnya dipergunakan

0100200300400500600700800

Jaya MakmurPertanian 443

Industri kerajinan

Perdagangan 35

Angkutan 11

Lainnya 33

158

Dilihat daridata sex ratio yang dirinci per desa, ternyata seluruh desa di

KecamatanLabangka memiliki angka sex ratio di atas 100, yaitu berkisar antara 103hingga

113.Dengan luas wilayah 243,08 km2 dan jumlah penduduk 10.438 jiwadiperoleh

kepadatan penduduk Kecamatan Labangka secara rata-ratasebesar 43 jiwa/km2. Namun

kepadatan penduduk tersebut tidak tersebarsecara merata di seluruh desa. Desa Suka

Damai merupakan desa yangmempunyai kepadatan penduduk tertinggi yaitu 54 jiwa/km2,

disusul desaLabangka dengan kepadatan penduduk 51 jiwa/km2, kemudian desaSekokat

pada urutan ketiga dengan kepadatan penduduk 38 jiwa/km2,selanjutnya ada desa Jaya

Makmur dengan kepadatan penduduk 36 jiwa/km2. Sedangkan desa dengan kepadatan

penduduk terendah diKecamatan Labangka adalah desa Suka Mulya dengan

kepadatanpenduduk 34 jiwa/km2.Rumah tangga di Kecamatan Labangka sebagian

besarmengandalkan sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehariharinya,terutama tanaman pangan.Selain sektor pertanian ada jugarumah tangga

yang menekuni bidang perdagangan, angkutan, industri danlainnya.

Grafik 6.2Jumlah Penduduk Berdasakan Mata Pencaharian

Tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup dari suatu masyarakat dapat diukur

dengan berbagai indikator sosial. Indikator-indikator sosial yang umumnya dipergunakan

Jaya Makmur Sekokat Suka Damai Labangka443 414 724 631

2 4 5 1

35 33 44 30

11 17 17 13

33 23 34 29

158

Dilihat daridata sex ratio yang dirinci per desa, ternyata seluruh desa di

KecamatanLabangka memiliki angka sex ratio di atas 100, yaitu berkisar antara 103hingga

113.Dengan luas wilayah 243,08 km2 dan jumlah penduduk 10.438 jiwadiperoleh

kepadatan penduduk Kecamatan Labangka secara rata-ratasebesar 43 jiwa/km2. Namun

kepadatan penduduk tersebut tidak tersebarsecara merata di seluruh desa. Desa Suka

Damai merupakan desa yangmempunyai kepadatan penduduk tertinggi yaitu 54 jiwa/km2,

disusul desaLabangka dengan kepadatan penduduk 51 jiwa/km2, kemudian desaSekokat

pada urutan ketiga dengan kepadatan penduduk 38 jiwa/km2,selanjutnya ada desa Jaya

Makmur dengan kepadatan penduduk 36 jiwa/km2. Sedangkan desa dengan kepadatan

penduduk terendah diKecamatan Labangka adalah desa Suka Mulya dengan

kepadatanpenduduk 34 jiwa/km2.Rumah tangga di Kecamatan Labangka sebagian

besarmengandalkan sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehariharinya,terutama tanaman pangan.Selain sektor pertanian ada jugarumah tangga

yang menekuni bidang perdagangan, angkutan, industri danlainnya.

Grafik 6.2Jumlah Penduduk Berdasakan Mata Pencaharian

Tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup dari suatu masyarakat dapat diukur

dengan berbagai indikator sosial. Indikator-indikator sosial yang umumnya dipergunakan

Suka Mulya379

1

22

16

15

Page 159: Hasil Riset Provinsi NTB

159

antara lain tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kehidupan beragama dan indikator-

indikator sosial lainnya. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam

membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Undang-undang nomor 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pengertian pendidikan adalah usaha sadar

terencana untuk mewujudkan

Suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritualkeagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang

diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dannegara.

Tingkat keberhasilan pendidikan masyarakat dapat dipengaruhioleh berbagai hal,

salah satu diantaranya adalah ketersediaan sarana danprasarana fisik seperti gedung

sekolah beserta berbagai fasilitaspenunjangnya. Dalam menghadapi berbagai tantangan

yang semakin beratdi masa yang akan datang pendidikan tidak cukup hanya

didukungketersediaan fisik semata tetapi perlu adanya tenaga pendidik yang

jugaberkualitas. Selain itu perlu didukung juga dengan system pendidikan

yangmengedepankan mutu dan efisiensi sehingga generasi muda dapat

tumbuhberkembang menjadi manusia yang berkualitas dan sesuai dengan pasarkerja.

Pada tahun 2013, di Kecamatan Labangka terdapat SekolahDasar/MI sebanyak 7

sekolah, SMP/MTs sebanyak 4 sekolah, SMAsebanyak 1 sekolah dan sarana pendidikan pra

sekolah sebanyak 1 TK.Pada tahun 2013, dari semua jenjang pendidikan yang ada di

KecamatanLabangka jenjang SD/MI memiliki jumlah murid yang paling banyak yaitu1.498

orang murid, yang terdiri dari 773 orang murid laki-laki dan 725orang murid perempuan.

Sedangkan rata-rata ratio murid-guru untukjenjang SD/MI sebesar 17, yang berarti untuk

setiap 1 orang guru rata-ratamembimbing sebanyak 17 orang murid. Menurut jenjang

pendidikanterakhir yang ditamatkan guru untuk jenjang SD/MI terdapat sebanyak 20orang

guru yang memiliki ijazah tertinggi SMA atau lebih rendah, 13 orangguru memiliki ijazah

tertinggi D1/D2/D3 dan 52 orang guru memiliki ijazahtertinggi S1 atau lebih tinggi.

Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat jugasangat penting dalam

mendukung peningkatan kualitas sumber dayamanusia.Hal ini mengingat tinggi rendahnya

Page 160: Hasil Riset Provinsi NTB

160

tingkat kesehatan masyarakattidak terlepas dari tersedia tidaknya sarana dan prasarana

dimaksud yangtentu saja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai. Sarana

kesehatanyang tersedia di Kecamatan Labangka antara lain 1 puskesmas, 4puskesmas

pembantu (pustu), 5 polindes, 1 tempat praktek dokter, 22posyandu, dan 5 praktek bidan.

Masih terkait dengan indikator sosial yang lain, yaitu menyangkutkehidupan

beragama di Kecamatan Labangka. Mayoritas pendudukKecamatan Labangka menganut

agama Islam yaitu diperkirakan lebih dari90 persen dari total seluruh penduduk kecamatan

ini, sementara sisanya menganut agama Hindu. Pada tahun 2013 di Kecamatan

Labangkaterdapat 8 buah masjid, 38 buah langgar/musholla, dan 2 buah pura.

Sebagian besar rumah tangga di Kecamatan Labangka tangga atau lebih dari 86

persen dari total jumlah rumah tangga bermatapencaharian sebagai petani. Sebagian besar

petani tersebut mengusahakan pertanian tanaman pangan, terutama jenis tanaman

palawija, seperti jagung, kacang hijau dan kacang tanah.Selain tanaman palawija banyak

petani yang juga menanam tanaman padi, tanaman hortikultura seperti jeruk dan rambutan

serta tanaman perkebunan seperti jambu mete, tanaman jarak dan sebagainya.

Lahan pertanian yang terdapat di Kecamatan Labangka umumnya berupa lahan

kering seperti tegalan dan ladang yang sangat mengandalkan air hujan untuk

pengairannya.Untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan memudahkan komunikasi

serta koordinasi antara petugas penyuluhan dengan para petani, maka dibentuk kelompok-

kelompok tani di setiap desa di Kecamatan Labangka. Kelompok tani yang ada pada tahun

2013 tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun 2012, dimana tercatat ada 84

kelompok tani dan 1 kontak tani yang tersebar di 5 desa.

Banyak rumah tangga yang selain bercocok tanam juga sekaligus menjadi

pemelihara ternak, baik itu ternak besar, ternak kecil maupun unggas.Ternak besar seperti

sapi dan kerbau biasanya dibiarkan oleh pemeliharanya untuk mencari makan sendiri di

ladang atau pekarangan. Data register peternakan tahun 2013 menunjukan adanya

peningkatan jumlah populasi ternak besar di Kecamatan Labangka dibandingkan dengan

tahun 2012 . Pada tahun 2013 populasi sapi meningkat dari 6.882 ekor menjadi 8.146 ekor,

Page 161: Hasil Riset Provinsi NTB

161

sementara populasi kerbau meningkat dari 95 ekor menjadi 121 ekor, dan populasi kuda

mengingkat dari 126 ekor menjadi 132 ekor.

Tabel 6. 3Luas Lahan Sawah dan Lahan Bukan Sawah di Kecamatan Labangka Dirinciper Desa Tahun 2013 (Ha)Desa Lahan Tegalan/kebun Pekarangan tambak Perkebunan

Jaya Makmur - 2147 87 - 50

Sekokat 25 1961 98 - 40

Suka Damai 105 2622 132 - 45

Labangka 25 2826 117 - 50

Suka Mulya 17 1834 88 50 55

Jumlah 172 11.390 522 50 240

Sumber: Dinas pertanian kecamatan Labangka

D.2. Pemilih di Kecamatan Labangka

Kecamatan Labangka terdiri dari 5 Desa, yaitu Desa Labangka, desa Suka Damai, Desa

Suka Mulya, Desa Sekokat dan desa Jaya Makmur. Dari 24 kecamatan yang ada di Sumbawa,

ternyata di kecamatan Labangka yang memiliki tingkat partisipasi ter rendah.Adapun jumlah

pemilih di kecamatan Labangka berdasarkan Daftar Pemilih Tetap adalah 8.022, terdiri dari

4.055 pemilih laki-laki dan 3.965 pemilih prempuan.Tiap-tiap desa memiliki jumlah TPS yang

berbeda dimana desa Labangka memiliki 5 TPS dan jumlah pemilih berdarkan Daftar Pemilih

Tetap adalah 2.024 pemilih, dimana jumlah pemilih laki-laki sebanyak 1.026 pemilih dan

prempuan sebanyak998 pemilih. Desa Jaya Makmur terdiri dari 3 TPS, dimana jumlah laki-

laki sebanyak 748 pemilih dan jumlah pemilih prempuan sebanyak 704 pemilih dan

keseluruahan pemilih sebnayak 1.452 pemilih. Desa Sekokat terdiri dari 3 TPS, dengan total

pemilih sebanyak 1.276, pemilih laki-laki sebanyak 1.026 dan pemilih prempuan sebanyak

652 orang. Desa Suka Mulya terdiri dari 3 TPS dengan jumlah pemilih laki-laki sebanyak 582

Page 162: Hasil Riset Provinsi NTB

162

pemilih dan jumlah pemilih prempuan sebanyak 566 dan jumlah keseluruhan pemilih

sebanyak 1.148.

Tabel 6.3Rekapitulasi daftar pemilih tetap kecamatan Labangka pada Pemilihan presiden dan

wakil presiden tahun 2014

No Nama Desa Jumlah

TPS

Jumlah pemilih

Laki-laki prempuan L+P

1 Jaya Makmur 3 748 704 1.452

2 Labangka 5 1.026 998 2.024

3 Sekokat 3 624 652 1.276

4 Suka Damai 5 1.075 1.047 2.122

5 Suka Mulya 3 582 566 1.148

TOTAL 19 4.055 3.967 8.022

Sumber: KPU Sumbawa

D.3. Pembahasan Data Hasil Penelitian

Angka partisipasi pemilih dalam pemilihan presiden dan wakil presiden pada

kecamatan Labangka hanya berjumlah 65,56%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan

dibandingkan dengan angka partisipasi politik masyarakat Labangka pada pemilihan

legislative. Dalam pemilihan legislative, angka partisipasi masyarakat Labangka berjumlah

72,58%. Dalam penelitian yang telah dilakukan, peneliti mencari faktor-faktor penyebab

terjadinya angka penurunan partisipasi politik tersebut.Pada penelitian ini, peneliti

mengklasifikan bentuk-bentuk partisipasi politik ke dalam beberapa bagian dengan mengacu

pada teori Huntington dan Nelson yaitu: mengikuti kegiatan kampanye, menjadi tim sukses,

mengikuti dan mengamati proses pemilihan, dan mencoblos.

Page 163: Hasil Riset Provinsi NTB

163

Selanjutnya, peneliti mencari akar permasalahan dengan cara melakukan

pengumpulan data melalui proses wawancara terstruktur, dimana peneliti mempersiapkan

beberapa pertanyaan yang ditanyakan kepada responden atau sampel. Dalam penentuan

sampel, peneliti menggunakan teknik purposive random sampling yaitu dengan cara peneliti

menentukan sampel penelitian dan adapun sampel penelitiannya adalah para masyarakat

Labangka yang tidak memilih atau tidak mencoblos pada pemilihan presiden dan wakil

presiden, Tanggal 9 Juli 2014. Adapun jumlah sampel yang diambil yaitu berjumlah 80

responden yang tersebar di 5 desa yaitu Desa Labangka, Desa Jaya Makmur, Desa Sekokat,

Desa Suka Damai, dan Desa Suka Mulya. Peneliti mengambil sampel 20 orang pada tiap-tiap

TPS yang telah ditentukan yang tingkat partisipasinya paling rendah pada tiap-tiap desa.

Selanjutnya peneliti juga mewawancarai masyarakat yang ikut mencoblos dalam

Pilpres lalu sebanyak 20 orang yang diambil pada tiap-tiap desa sebagai sampel untuk

mengetahui motivasi dan alasan mereka tidak mau terlibat dan mencoblos pada pemilihan

presiden dan wakil presiden tanggal 9 Juli 2014 yang lalu. Hal ini dilakukan sebagai

pembanding antara masyarakat yang terlibat dalam partisipasi politik dan mereka yang tidak

mau terlibat dalam partisipasi politik atau mencoblos.

Adapun hasil wawancara yang dijabarkan pada tiap-tiap desa berdasarkan tingkat

partisipasiterrendah berbasis TPS adalah sebagai berikut:

a. Desa Jaya Makmur

TPS 001 desa Jaya Makmur merupakan tempat partisipasi pemilih yang paling rendah

dari semua TPS yang ada di kecamatan Labangka. Adapun jumlah pemilih terdaftar

berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah 515 pemilih, dimana jumlah yang ikut

partisipasi politik (memilih) sejumlah 209 orang/pemilih sedangkan yang tidaknyoblos atau

tidak memilih sebanyak 306 pemilih. Bila dipersentasekan maka jumlah yang memilih

sebanyak 40,58% dan jumlah yang tidak memilih sebanyak 59,42%. Hal ini menunjukkan

bahwa angka yang tidak memilih lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah yang

memilih.

Page 164: Hasil Riset Provinsi NTB

164

Grafik 6.5Persentase yang memilih dan tidak memilih

Berdasarkan hasil wawancara, baik dengan DPTyang mencoblos maupuntidak

mencoblos,berdasarkankonsep partisipasi Samuel Huntington yang sudah dioperasionalkan

adalahsebagai berikut. Selama masa kampanye Pilpres yang berlansung sejak Tanggal 4 Juni

sampai 5 Juli 2014, dinyatakan olehseluruh respondenadalah tidak ada kampanye sama

sekali di wilayah kecamatan, apalagi di Desa Suka Makmur. Sehingga masyarakat Desa Suka

Makmur tidaktersentuh secara langsung dengankegiatan kampanye Pilpres.Media

Kampanye yang bisa diakses masyarakat adalah melalui stiker-stiker kecil calon presiden dari

beberapa tim yang berasal dari kader partai politik pendukung calon presiden dan wakil

presiden. Dengan demikian, masyarakat Desa SukaMakmur sangatterbatas dalam

memahami pasangan calon presiden yang maju dalamPilpres lalu, dan dari seluruh

responden yang tidak mencoblos menyatakan bahwa mereka tidak memiliki calon yang

diunggulkan. Lebih jauh ditelusuri juga tidak ada responden yang menjadi anggota tim

sukses pasangan calon atau tidak ada anggota tim sukses yang mendatangi mereka untuk

melakukan sosialisasi.

Hal diatas sungguh berbeda dengan pemilihan legislatif, dimana pada pemilihan

legislative banyak tim sukses yang melakukan proses kampanye bahkan mereka melakukan

proses kampanye dari rumah ke rumah. Proses kampanye terbuka pun sering dilakukan

seperti kampanye yang dilakukan di rumah penduduk bahkan pada kampanye tersebut para

calon legislatif turun secara langsung ke lapangan untuk menyampaikan visi dan misi mereka

kepada masyarakat. Dengan demikian, mereka tentu lebih kenal dengan calon legislative

lebih dekat dan dengan sendiri pada akhirnya mereka mempunyai pilihan.

66,33%

34%yang memilih

yang tidakmemilih

Page 165: Hasil Riset Provinsi NTB

165

Kurangnya sosialiasi dari penyelenggara pemilu seperti dari PPK dan PPS juga

merupakan salah satu faktor kurangnya informasi tentang calon presiden dan calon wakil

presiden sehingga mengakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap calon

presiden dan calon wakil presiden tersebut.

Semua hal diatas juga dibenarkan oleh beberapa responden kunci.Responden kunci

adalah para responden yang ditunjuk langsung oleh peneliti untuk menguji tingkat validitas

dari jawaban masyrakat.Adapun responden kunci dari desa Jaya Makmur adalah

sekdes.Beliau membenarkan pernyataan masyarakat tersebut sehingga membuat jawaban

mereka menjadi lebih kuat.

Dari jawaban responden yang tidak mencoblos pada saat Pilpres dapat dirinci alasan sebagai

berikut:

1. Pemilihan presidenbertepatan dengan panen jagung

Jawaban ini merupakan jawaban terbanyak dari responden.Dari 20 jumlah

responden, 13 menjawab sibuk dengan urusan panen jagung mereka.Bila di persentasekan

maka jumlah mereka adalah 65%.Berdasarkan hasil observasi dan diperkuat oleh data

penduduk, memang benar bahwa mayoritas petani di kecamatan Labangka khususnya di

desa Jaya Mamur adalah petani jagung dan pada bulan Juli para petani masih banyak yang

sibuk dengan urusan panen jagung mereka.

Disamping itu, jarak antara kampung mereka dengan lahanjagung cukup jauh

mengakibatkan mereka tidak mau memilih bahkan cuek dengan pemilu.Faktor lain juga

diperkuat dengan tidak adanya pilihan mereka dalam pemilu sebagai

dampakdaritidakadanya proses kampanye dan kurangnya sosialisasi dari pihak

penyelenggara atau dari pihak-pihak lain.

2. Masyarakat pulang kampung

Sebagian besar penduduk di kecamatan Labangka khususnya di desa Jaya Makmur

berasal dari Lombok.Ketika waktu pemilihan umum, sebagian dari petani ada yang pulang

Page 166: Hasil Riset Provinsi NTB

166

kampung sehingga mengakibatkan mereka tidak bisa ikut serta dalam partisipasi politik atau

mereka tidak bisa memilih.Pada bulan Juli, ada sebagian petani yang sudah selesai panen

bahkan mereka sudah menjual hasil panennya sehingga ada dari mereka yang pulang untuk

silaturrahmi ke keluarga mereka atau mungkin karena alasan lain.Dari 20 jumlah responden,

4 dari mereka menjawab dengan jawaban pulang kampung dan bila di persentasekan maka

jumlah mereka adalah 20%.

3. Tidak ada di tempat

Faktor lain yang mengakibatkan rendahnya partisipasi politik masyarakat Labangka

adalah mereka tidak ada di tempat. Sebagian dari masyarakat ada yang kuliah di luar daerah

seperti di Mataram, di Lombok, di Malang, dan di daerah lain. Disamping itu, ada juga

diantara mereka yang pergi merantau ke luar negeri seperti para TKW yang merantau ke

Arab Saudi dan negara-negara lain. Jumlah mereka lebih sedikit dari total jumlah sampel

yaitu 2 responden atau 10%

4. Data lama muncul lagi

Di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), masih terdapat data lama yang sudah dihapus

oleh anggota PPS tetapi nama tersebut masih muncul lagi di DPT. Hal ini berdasarkan hasil

yang telah ditelusuri oleh peneliti dan anggota PPS. Ketika peneliti dan anggota PPS

menelusuri nama-nama yang terdapat dalam DPT, ternyata ada beberapa dari nama

tersebut yang memang sudah dihapus oleh anggota PPS tetapi ketika daftar nama pemilih

tetap dikeluarkan oleh KPU, nama tersebut masih ada lagi. Ada beberapa faktor yang

menyebabkan data tersebut dihapus oleh anggota PPS yang terdahulu misalnya karena

alasan perkawinan, pindah domisili, dan lain-lain. Adapun jumlah atau persentase yang tidak

ikut partisispasi politik karena data lama muncul lagi sebanyak 5%.

Page 167: Hasil Riset Provinsi NTB

167

Grafik 6.6Persentase yang tidak memilih

b. Desa Labangka

Desa Labangka,TPS 005 merupakan sampel berikutnya. Adapun jumlah Daftar

Pemilih Tetap (DPT) adalah sebanyak 509 pemilih. Dari jumlah itu, sebanyak 168 pemilih

yang tidak ikut berpartisipasi politik atau memilih, sedangkan sisanya sebanyak 341

pemilihyang ikut dalam partisipasi politik atau memilih. Bila di persentasekan maka jumlah

yang tidak memilih sebanyak 33% dan jumlah yang memilih sebanyak 67%. Banyaknya

persentase yang tidak ikut dalam partisipasi politikmenunjukkan kurang pedulinya

masyarakat dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Sesungguhnya persoalan yang

terjadi di desaJaya Makmur yang berhubungan dengan tidak adanya proses kampanye juga

terjadi di desa Labangka.

Grafik 6.7Persentase yang ikut memilih dan yang tidak ikut memilih

65%

20%

10%5% bertepatan dengan

panen jagung

pulang kampung

tidak ada di tempat

data lama muncullagi

66,33%

34%yang memilih

yang tidakmemilih

Page 168: Hasil Riset Provinsi NTB

168

Ketika para responden diwawancara mengenai proses kampanye, mereka menjawab

bahwa tidak pernah ada proses kampanye, baik kampanye yang dilakukan di lapangan

terbuka ataupun di tempat umum dan juga kampanye yang dilakukan di rumah penduduk.

Dengan tidak adanya proses kampanye,otomatis mereka tidak tahu visi dan misi para calon

yang bermuara pada tidak adanya pilihan mereka. Disamping itu, kurangnya sosialisai dari

penyelenggara pemilu juga merupakan faktor lain yang mengakibatkan mereka kurang

paham dengan calon presiden calon wakil presiden.

Adapun jawaban para responden kenapa mereka ikut memilih, dapat digammbarkan

sebagai berikut:

1. Pemilu Bertepatan dengan masa panen jagung

Ketika peneliti mewawancarai para responden mengenai kenapa mereka tidak memilih

pada pemilihan presiden, sebagian besar dari mereka menjawab bahwa waktu pemilu

mereka sibuk dengan panen jagung. Pada waktu itu mereka masih dalam proses memetik

jagung yang sudah kering dan setelah itu jagung disemai dan dijual. Mereka tidak bisa

mengikuti proses pemilu dan mereka tidak bisa mencoblos karena mereka ingin jagungnya

cepat selesai. Adapun jumlah yang menjawab dengan jawaban ini berjumlah 60% dari

jumlah responden yang diwawancarai.

2. Tidak ada di tempat

Alasan lain yang mengakibatkan rendahnya partisipasi politik pada pemilihan

presiden dan wakil presiden adalah karena pemilih yang terdaftar dalam DPT tidak ada di

tempat. Jawaban ini berdasarkan pernyataan dan pembuktian yang disampaikan oleh

anggota PPS yang juga ikut dalam membantu proses penelitian ini. Ternyata, nama yang

tercantum dalam DPT sebagiannya memang tidak ada di tempat disebabkan oleh beberap

faktor diantaranya: karena sekolah atau kuliah diluar daerah, menjadi TKW/TKI, dan juga

karena ada yang pulang kampung dan juga karena alasan lain. Jumlah persentase

masyarakat yang tidak memilih karena alasan ini berjumlah 18%.

Page 169: Hasil Riset Provinsi NTB

169

3. Jarak TPS cukup jauh dari pemukiman

Alasan lain kenapa penduduk tidak mau memilih pada pemiihan presiden adalah

karena jarak antara pemukiman penduduk dengan TPS cukup jauh. Salah satu daerah yang

terisolir di desa Labangka adalah kampung Bali, kampung Bali ini dihuni oleh hampir

sebagian besar para pendatang dari Bali.Adapun jarak antara kampung Bali dengan TPS

sekitar 600 sampai 800 meter.Hal ini mengakibatkan kurangnya motivasi para penduduk

kampung Bali untuk mengikuti atau memilih pada waktu pemilihan presiden dan wakil

presiden.Adapun persentase dengan jawaban ini berjumlah 15% dari jumlah penduduk.

4. Data lama muncul lagi

Jawaban lain yang mengakibatkan rendahnya partisipasi politik pada masyarakat

Labangka adalah karena dalam DPT masih muncul data lama. Hal ini diketahui ketika nama

yang terdapat dalam DPT dan setelah ditelusuri bersama anggota PPS ternyata nama

tersebut memang sudah tidak ada lagi di desa Labangka. Nama-nama tersebut sebenarnya

sudah dihapus oleh anggota PPS sebelumnya tetapinama itu masih ada dalam DPT. Data

lama disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena sudah tidak berdomisili lagi, data

ganda, dan lain-lain.Jumlah yang tidak memilih karena data lama muncullagi sebanyak 7%.

Grafik 6.8Persentase yang tidak memilih

60%18%

15%

7% bertepatan denganpanen jagung

tidak ada di tempat

jarak TPS cukupjauh

data lama muncul lagi

Page 170: Hasil Riset Provinsi NTB

170

c. Desa Suka Mulya

DesaSuka Mulya mempunyai luas 4.478 hektar, dimana pada TPS 001 terjadi

rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat. Adapun jumlah DPT yang terdaftar

dalam Daftar Pemilih Tetap berjumlah 413, dimana yang ikut dalam partsispasi politik

sebanyak 269 pemilih atau 65% sementara yang tidak ikut dalam partisipasi politik atau

yang memilih sebanyak 144 pemilih atau 35%.

Grafik 6.9Persentase yang memilih dan yang tidak memilih

Rendahnya tingkat partisipasi politikdisebabkan oleh banyak faktor.Ketika

peneliti mewawancara responden apakah mereka pernah mengikuti kegiatan

kampanye, mereka menjawab bahwa mereka tidak pernah mengikuti kegiatan

kampanye bahkan ada diantara mereka yang tidak kenal dan tidak tahu calon presiden

dan calon wakil presiden. Mereka juga menjelaskan bahwa pada pemilihan presiden dan

wakil presiden tidak pernah ada kegiatan kampanye, baik yang dilakukan oleh tim

sukses ataupun yang dilakukan oleh masyarakat.

Dengan tidak adanya proses kampanye yang dilakukan baik oleh calon sendiri

ataupun yang dilakukan oleh tim sukses berdampak kepada tidak adanya pilihan

masyarakat. Disamping itu, juga tidak ada orang lain atau tim sukses yang mengajak

65%

35% memilihtidak memilih

Page 171: Hasil Riset Provinsi NTB

171

atau mempengaruhi mereka untuk memilih calon tertentu.Disamping itu, kurangnya

sosilaisasi yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu semakin melengkapi kurangnya

pemahaman masyarakat terhadap pentingya pemilu atau pemilhan umum yang

berdampak langsung terhadap rendahnya tingkat partisipasi politikmasyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti selanjtmya menggambarkan alasan yang

menyebabkan kenapa masyarakat Labangka tidak mau berpartsisipsi dalam pemilu

presiden tanggal 9 Juli 2014 seperti sebagai berikut:

1. Bertepatan dengan panen jagung

Mayoritas penduduk di kecamatan Labangka adalah petani jagung.Kesibukan

masyarakat dengan panen jagung mengakibatkan mereka tidak mau berpartisipasi

dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Jawaban masyarakat desa Suka Mulya

yang menjelaskan bahwa pada bulan Juli tahun lalu mereka masih sibuk dengan panen

jagung mereka dan mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka karena kalau

mereka pulang maka panen jagung mereka semakin lama. Disamping itu, jauhnya jarak

antara lahan jagung dengan desa juga menyebabkan mereka tidak mau mengikuti

proses pemilu. Dari 20 responden yang diwawancarai, 12 orang atau 60% dari mereka

menjawab bahwa mereka tidak memilih pada pemilihan presiden tanggal 7 Juli tahun

lalu karena mereka sibuk dengan urusan panen jagung mereka.

2. Tidak ada ditempat

Ketika dalam proses wawancara, peneliti mewawancarai responden untuk

mengetahui alasan mereka kenapa mereka tidak memilih atau mencoblos pada

pemilihan presiden tahun lalu dan beberapa dari responden menjawab bahwa mereka

tidak memilih karena tidak ada di tempat. Pada waktu pemilihan presiden dan

calonwakil presiden, sebagian dari mereka ada yang pulang ke Lombok untuk

silaturrahmi dan tujuan lain tetapi ada juga diantara mereka karena mereka sekolah dan

Page 172: Hasil Riset Provinsi NTB

172

kuliah diluar Sumbawa. Adapun jumlah yang tidak ikut memilih karena tidak ada di

tempat sebanyak 15%.

3. Data lama muncul lagi

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat adalah

data lama muncul lagi. Munculnya data lama disebakan oleh banyak faktor diantaranya

data orang yang sudah tidak ada di desa Suka Mulya muncul lagi, ada yang sudah pindah

domisili tetapi masih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ada yang sudah kawin

dengan penduduk desa lain tetapi masih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),

dan lain-lain. Adapun jumlah masyarakat yang tidak ikut memilih karena faktor data

lama muncu lagi sebanyak 15%

4. Jarak TPS cukup jauh dengan pemukiman

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat

desa Suka Mulya adalah karena jarak dari rumah mereka dengan TPS cukupjauh sekitar

600-800 meter. Masih banyak dari penduduk yang belum memiliki transposrtasi pribadi

atau sepeda motor sehingga menyulitkan mobilisasi masyarakat termasuk kesulitan

untuk pergi ke TPS untuk memilih calon presiden dan calonwakilpresiden. Adapun

persentase masyarakat Suka Mulya yang tidak ikut dalam partisipasi politik karena

alasan jarakTPS dengan rumah sebanyak 10% atau sebanyak3 responden dari 20

responden yang telah diwawancarai.

Grafik 6.10Persentase yang tidak memilih

60%15%

15%

10%bertepatan denganpanen jagung

tidak ada di tempat

data lamamuncullagi

jarak TPS cukupjauh

Page 173: Hasil Riset Provinsi NTB

173

d. Desa Sekokat

Desa Sekokat merupakan salah satu desa yang memiliki tingkat partisipasi

masyarakatnya rendah dalam pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2014

yang lalu.Adapun jumlah daftar pemilih tetap (DPT) pada TPS 002 sebanyak 328. Dari

jumlah tersebut, sebanyak 223 pemilih atau 67,99% yang ikut memilih sedangkan

sisanya sebanyak 105 pemilih atau 32,01% tidak ikut memilih.

Grafik 6.11Persentase yang memilih dan yang tidak memilih

Dari kenyataan tersebut, selanjutnya peneliti melakukan kegiatan wawancara untuk

mengetahui masalah yang terjadi pada desa Sekokat berhubungan dengan

rendahnya tingkat partisipasi masyarakat. Pertanyaan awal yang ditanyakan oleh

peneliti adalah sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan yang berhubungan dengan

kampanye.

Ketika peneliti menanyakan kepada responden apakah mereka pernah mengikuti

proses kampanya pada pemilihan presiden dan wakil presiden? Mereka menjawab

bahwa pada tahun lalu ketika pemilihan presiden dan wakil presiden tidak ada proses

kampanye baik itu kampanye yang dilakukan dilapangan atau kampanye terbuka

ataupun kampanye yang hanya diikuti oleh beberapa peserta atau kampanye tertutup.

67,99%

32,01%yang memilih

yang tidak memilih

Page 174: Hasil Riset Provinsi NTB

174

Disamping itu, juga tidak ada tim sukses yang mengajak atau mempengaruhi mereka

untuk memilih calon tertentu.

Dengan tidak adanya proses kampanye, berakibat pada kurangnya pemahaman

masyarakat terhadap visi dan misi yang dimiliki oleh calonpresiden dan calon wakil

presiden.Dampak dari semua itu adalah para masyarakat tidak bisa mengenal calon

presiden dan calon wakil presiden sehingga berujung pada tidak adanya pilihan

mereka.selanjutnya, peneliti menanyakan pertanyaan inti kepada responden mengenai

kenapa mereka tidak mau memilih presiden dan wakil presiden pada pemilu tahun lalu.

Kemudian mereka pun menjawab dengan masing–masing jawaban yang berbeda:

1. Bertepatan dengan masa panen

Sebagaimana yang terjadi di desa lain, ternyata permasalahan masyarakat

terhadap sibuknya dengan pekejaan jagung juga terjadi di desa Suka Damai. Pada bulan

Juli sebagian masyarakat Suka Damai masih sibuk dengan urusan panen jagung mereka

sehingga menyebabkan mereka tidak bisa bahkan cuek dengan urusan

pemilu.Disamping itu, jauhnya jarak antara lahan jagung dengan desa juga salah satu

faktor penyebab rendahnya motivasi masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam

pemilu.Adapun jumlah responden yang tidak ikut berpartisipasi dalam pemilu presiden

tanggal 9Juli 2004 sebanyak 13 atau 65% responden dari 20 responden.

2. Tidak ada di tempat

Rendahnya tingkat partisipasi politik pada kecamatan Labangka khususnya pada

desa Sekokat adalah karena di dalam DPT, masih terdapat beberapa nama yang tidak

ada di tempat sehingga mengakibatkan mereka tidak bisa ikut memilih.Mereka tidak

ada di tempat disebabkan oleh beberapa hal seperti karena ada diantara mereka yang

lagi sekolah atau kuliah di luar Sumbawa dan mereka malas pulang karena alasan-alasan

tertentu sehingga mengakibatkan mereka tidak bisa ikut dalam partisipasi politik. Sebab

lain mereka tidak ada di tempat karena sebagian dari mereka ada yang jadi TKW dan

bekerja di Arab Saudi atau kerja di negara-negara lain. Jumlah masyarakat yang tidak

Page 175: Hasil Riset Provinsi NTB

175

ikut memilih karena alasan tidak ada di tempat sebanyak 2responden dari 20 sampel

atau 15%

3. Data lama muncul lagi

Munculnya data lama mengakibatkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat

di desa Suka Damai. Didalam DPT, masih ada data-data penduduk yang sudah tidak

berdomisilli lagi dan sudah tidak menetap lagi di desa Suka Damai. Adanya ikatan

keluarga dan perkawinan yang mengakibatkan beberapa dari masyarakat Suka Damai

kadang-kadang tinggal selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dan khususnya

ketika masa panen jagung tetapi pada akhirnya mereka pulang kampung tetapi mereka

terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).Pada pemilihan legislative, mereka terdaftar

sebagai pemilih tetapi pada pemilihan preside ada sebagian dari mereka yang pulang

kampung. Jumlah masyarakat yang tidak memilih karena alasan ini berjumlah 10%.

4. Alasan lain

Ketika proses wawancara dengan responden, peneliti mendapat tanggapan yang

kurang baik. Sejak kedantangan peneliti, responden sudah menunjukkan sikap yang

tidak koperatif sehingga peneliti agak kesulitan untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti.Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh jawaban

bahwa mereka cuek dengan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pemilu, baik

pada pemilu legislative maupun pada pada pemilu presiden.Mereka hampir tidak

pernah mengikuti kegiatan seperti kampanye, dan mungkin mereka tidak pernah ikut

memilih.Disamping itu, alasan lain juga disebabkan oleh data ganda artinya ada

beberapa data atau nama yang terdaftar di DPT lebih dari satu nama. Jumlah

masyarakat yang tidak memilih karena alasan lain sebanyak 10%.

Page 176: Hasil Riset Provinsi NTB

176

Grafik 6.12Persentase yang tidak memilih

e. Desa Suka Damai

Desa Suka Damai merupakan salah satu desayang terdapat dikecamatan

Labangka dengan luas wilayah 52,69 km dengan jumlah penduduk 2.838. Dari 2.838

jumlah penduduk, yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap atau masyarakat yang

sudah mempunyaihakuntuk memilih sebanyak 2.122, terdiri dari 1.078 pemilih laki-laki

dan sebanyak 1.047 pemilih prempuan yang tersebar pada 5 TPS dimana pada TPS 1

terdapat 432 pemilih, TPS 2 memiliki 474 pemilih, TPS 3 terdiri dari 497 pemilih, TPS 4

terdiri dari 383 pemilih, dan TPS 5 terdiri dari 426 pemilih.

Adapun yang dijadikan sampel pada desa Suka Damai yaitu TPS 002. TPS 002

desa Suka Damai memiliki 474 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),

dimana jumlah yang ikut memilih sebanyak 334 pemilih dan yang tidak ikut memilih

sebanyak 140 pemilih. Selanjutnya peneliti mengadakan proses wawancara dengan

responden yang tidak ikut memilih atau yang tidak terlibat dalam partisipasi politik pada

pemilihan presiden 7 Juli 2014 sebanyak 20 responden sebagai sampel. Peneliti

mewawancarai para responden yang berhubungan dengan proses dan kegiatan pemilu.

Ketika peneliti bertanya tentang apakah responden pernah mengikuti kegiatan

65%

15%

10%

10% bertepatan denganpanen jagung

tidak ada di tempat

data lama muncullagi

alasan lain

Page 177: Hasil Riset Provinsi NTB

177

kampanye, mereka menjawab bahwa selama proses kampanye, tidak pernah ada

kegiatan kampanye dan otomatis mereka tidak ikut berkampanye.

Grafik. 6.13Persentase yang memilih dan tidak memilih

Disamping itu, selama waktu kampanye tidak pernah ada tim sukses yang mengajak

mereka untuk memilih calon tertentu apalagi mereka harus terlibat langsung sebagai tim

sukses pasangan tertentu. Kurangnya sosialisasi dari penyelenggara pemilu terhadap

pentingnya arti sebuah demokrasi juga mempengaruhi kurang pedulinya masyarakat

Labangka khususnya masyarakat Suka Damai terhadap arti sebuah demokrasi yang pada

akhirnya berujung pada tidak adanya pilihan masyarakat. Selanjutnya peneliti menguraikan

faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat Suka

Damai sebagai berikut:

1. Bertepatan dengan panen jagung

Faktor terbesar yang menyebabkan rendahnya tingkat partisispasi politik masyarakat

Suka Damai adalah karena pada waktu pemilihan umum masyarakat Suka Damai masih

sibuk dengan panen jagung. Pada umumnya pada bulan Juli tahun lalu masyarakata Suka

Damai masih dalam proses panen jagung. Mereka sibuk dengan segala kegiatan yang

berhubungan dengan urusan jagung mereka sehingga mereka tidak mau menyempatkan

waktu mereka untuk memilih. Hal ini terjadi juga disebabkan karena mereka

tidakmempunyai pilihan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

70%

30%

yang memilih yang tidak memilih

Page 178: Hasil Riset Provinsi NTB

178

Ketika peneliti mewawancarai para responden, mereka menjawab bahwa ketika proses

pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun lalu mereka masih sibuk dengan urusan

panen jagung sehingga mengakibatkan mereka tidak bisa mengikuti proses pemilu. Dari 20

responden yang diwawancarai, terdapat 13 responden atau 55% yang menjawab bahwa

mereka tidak bisa mengikuti partisipasi politik atau memilih.

2. Pulang kampung

Kemudian selanjutnya alasan kedua terbanyak yang menyebabkan rendahnya

tingkat partisipasi politik masyarkat Suka Maju adalah karena mereka pulang kampung.Pada

bulan Juli tahun lalu, ada beberapa masyarakat yang sedang pulang kampung. Mereka

pulang kampung untuk silaturrahmi atau karena alasan-alasan lain. Disamping itu, ada juga

sebagian dari mereka yang sudah selesai panen jagung sehingga mereka pulang untuk

beberapa waktu.Jumlah masyarakat yang tidak memilih karena alasan pulang kampung

sebanyak 20%.

3. Tidak ada di tempat

Tidak ada di tempat merupakan faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat

pemilih masyarakat desa Suka Damai. Dari data nama pemilih yang terdaftar dalam DPT,

terdapat beberapa nama yang pemilihnya tidak ada di tempat. Ada beberapa hal yang

menyebabkan mereka tidak ada di tempat seperti sekolah atau kuliah di luar Sumbawa, ada

yang jadi TKI/TKW, dan penyebab lain. Jumlah masyarakat yang tidak memilih karena faktor

tidak ada di tempat sebanyak 15%.

4. Data lama muncul lagi

Hal lain yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat Suka

Damai adalah karena data lama muncul lagi. Data lama yang muncul sebenarnya sudah

dihapus oleh anggota PPS tetapi data tersebut masih muncul lagi ketika nama-nama

tersebut dikeluarkan oleh KPU.Nama-nama yang muncul disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya karena perkawinan, sudah pindah domisili, dan lain-lain.Jumlah masyarakat

yang tidak memilih karena alasan ini sebanyak 10%.

Page 179: Hasil Riset Provinsi NTB

179

Grafik 6.14Persentase yang tidak memilih

Selanjutnya, peneliti juga mewawancarai sebanyak 10 responden yang ikut

memilih dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tanggal 7 Juli 2014 tahun lalu.Hal

ini dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui motivasi masyarakat Labangka kenapa

mereka mau mengikuti pemilihan presiden dan wakilpresiden.Berdasarkan jawaban

para responden, selanjutnya peneliti memafarkan beberapa jawaban para responden.

Dari jawaban responden, ada dua alasan utama yang menyebabkan mereka termotivasi

untuk memilih yaitu karena kesadaran sendiri dank arena mereka mempunyai pilihan

bahkan mereka menyebutkan nama pilihan mereka ketika mereka memilh pada tahun

lalu.

Berdasarkan hasil dari jawaban-jawaban yang disamapaikan oleh para

responden pada tiap-tiapdesa dimana pada tiap-tiap desa diambil satu TPS sebagai

sampel untuk mewakili keseluruhan masyarakat kecamatan Labangka.Dari jawababan-

jawaban para responden, selanjutnya dapat dikatagorikan ke dalam 5 bentuk jawaban

dengan persentase responden dan persentase jawaban yang berbeda. Adapun jawaban

masyarakat yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat adalah:

masa pemilu Bertepatan dengan waktu panen jagung, pulang kampung, tidak ada di

tempat, jarak TPS cukup jauh dengan pemukiman, data lama muncul lagi, serta ada juga

yang menjawab karena alasan lain seperti cuek dengan pemilu.

55%20%

15%

10%bertepatandengan panenjagung

pulang kampung

tidak ada ditempat

Page 180: Hasil Riset Provinsi NTB

180

Pada desa Jaya Makmur, terdapat empat jawaban responden dengan jawaban

dan pesentase yang berbeda yaitu karena Bertepatan dengan panen jagung, pulang

kampung, jarak TPS cukup jauh dengan pemukiman, dan tidak ada di tempat. Adapun

jumlah responden yang menjawab karena alasan Bertepatan dengan panen jagung

sebanyak 13 responden atau 65%, pulang kampung sebanyak 4 responden atau 20%,

tidak ada di tempat sebanyak 2 responden atau 10%, dan data lama muncu lagi

sebanyak 5%. Selanjtnya desa Labangka dengan jumlah TPS sebanyak 5 TPS dan adapun

yang menjadi sampel adalah TPS 005 dengan jumlah pemilih berdasarkan Daftar Pemilih

Tetap sebanyak 509 pemilih dengan jumlah yang ikut terlibat dalam partisipasi politik

sebanyak 341 pemilih dan jumlah yang tidak memilih sebanyak 168 pemilih.

Dari 168 jumlah responden, mereka menjawab dengan alasan yang berbeda

dengan persentase yang berbeda pula. Adapun jawaban terbanyak adalah karena

pemilihan umum Bertepatan dengan masa panen dengan jumlah responden sebanyak

60%, kemudian jawaban kedua terbanyak adalah karena tidak ada di tempat dengan

persentase 18%, jarak TPS cukup jauh dengan pemukiman sebanyak 15%, dan karena

data lama muncul lagi sebanyak 7%. Desa selanjutnya adalah desa Suka Mulya dengan

jumlah DPT sebanyak 413 pemilih dimana jumlah yang memilih sebanyak 269 pemilih

atau 65% dan jumlah yang tidak memilih sebanyak 144 pemilih atau 35%. Adapun

jawaban masyarakat desa Suka Mulya dengan persentse yang terbanyak adalah karena

pemilu Bertepatan dengan masa panen jagung dengan persentase 60%, tidak ada di

tempat sebanyak 20%, jarak TPS cukup jauh dengan pemukiman sebanyak 10%, dan

karena alasan data lama muncul lagi sebanyak 10%.

Desa berikutnya adalah desa Sekokat dan yang dijadikan sampel adalah TPS 002

dengan jumlah DPT sebanyak 328 dimana yang terlibat dalam partsipasi politik

sebanyak 223 pemilih atau 67,99%, dan yang tidak memilih sebanyak 32,01%. Dari

jumlah responden yang dijadikan sampel, jawaban terbanyak adalah karena pemilihan

Bertepatan dengan waktu panen sebanyak 65%, selanjutnya disusul oleh jawaban kedua

Page 181: Hasil Riset Provinsi NTB

181

terbanyak yaitu karena tidak ada di tempat sebanyak 15%, kemudian data lama muncul

lagi sebanyak 10%, dan karena alasan lain sebanyak 10%.

Desa terakhir adalah desa Suka Damai. Adapun jumlah TPS yang terdapat di desa

Suka Damai adalah sebanyak 3 TPS dan yang dijadikan sampel adalah TPS 002.Jumlah

pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap pada TPS 3 sebanyak 474 pemilih.Adapun

yang ikut memilih sebanyak 334 pemilih dan yang tidak memilih sebanyak 140 pemilih.

Berdasarkan jawaban para responden, dapat digambarkan bahwa alasan yang paling

banyak kenapa mereka tidak memilih adalah karena pemilihan umum Bertepatan

dengan masa panen jagung sebanyak 11 responden atau 55%, kemudian karena pulang

kampung sebanyak 20%, tidak ada di tempat sebanyak 15%, dan karena data lama

muncul lagi sebanyak 10% milu, dan malas.

E. Kesimpulan

Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat Labangka pada pemilihan presiden

dan wakil presiden dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kurangnya sosialisasi dari

penyelenggara pemilu, tidak adanya kegiatan kampanye, tidak adanya tim sukses, serta

hal-hal lain yang berhubungan dengan kegiatan pemilu. Selama proses kampanye yang

berlangsung dari tanggal 5 Juni sampai dengan tanggal 5 Juli tidak pernah ada kegiatan

kampanye baik kampanye terbuka maupun kegiatan tertutup. Dengan tidak adanya

kegiatan kampanye mengakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap calon

presiden dan calon wakil presiden, disamping itu masyarakat juga tidak bisa mengetahui

visi dan misi para calon yang bermuara pada tidak adanya pilihan masyarakat. Tidak

adanya tim sukses yang bisa mempengaruhi masyarakat untuk memilih calon tertentu

juga merupakan faktor lain yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi politik

masyarakat Labangka.

Kurangnya sosialisasi dari penyelenggara pemilu seperti KPU, PPK, dan PPS juga

merupakan faktor penting yang bisa mempengaruhi arti pentingnya sebuah demokrasi

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kurangnya sosialisasi dari

penyelenggara pemilu otomatis mengakibatkan dampak negatif terhadap pentingnya

Page 182: Hasil Riset Provinsi NTB

182

sebuah demokrasi. Selama proses menjelang pemilu dan pada waktu masa kampanye,

tidak pernah ada sosialisai yang dilakukan oleh pihak penyelenggara terhadap

masyarakat Labangka.

Selanjutnya, dari hasil pengumpulan data yang kemudiah diolah kemudian

peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi

politik masyarakat Labangka disebabkan oleh 6 faktor:

1. Pemilihan Bertepatan dengan masa panen jagung 61%

2. Tidak ada di tempat 14,50%

3. Data lama muncul lagi 9,50%4. Pulang kampung 8%

5. Jarak TPS cukup jauh dengan pemukiman 5%

6. Alasan lain 2%

Berdasarkan temuan di atas, penelitian ini memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Pemuktahiran data

2. Peningkatan kuantitas dan kualitas sosialisai

3. Adanya kordinasi intensif dengan seluruh jajaran penyelenggara pemilu dari KPU,

PPK, hingga PPS

4. KPU juga harus mendorong partai politik untuk melakukan pendidikan politik di

masyarakat

Page 183: Hasil Riset Provinsi NTB

183

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan, (2002), Menjadi Peneliti Kualitatif, CV. Pustaka Setia, Bandung

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31378/4/Chapter%20I.pdf

http://www.academia.edu/8746334/Resume_Memahami_Ilmu_Politik_oleh_Ramlan_Surbakti

http://blog.umy.ac.id/stratasatu/2012/06/25/pengertian-partisipasi-politik/

http://www.rumahpemilu.org/in/read/7448/Menguatkan-Penyelenggaraan-Pilkada-Langsung-oleh-Ferry-Kurnia-Rizkiyansyah

Jimly Asshiddiqie, 2002, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat StudiHTN FH UI, Jakarta, hlm.27-28.

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 16 tahun 2014 Tentang kampanye pemilihan umumpresiden dan wakil presiden

Rush, Michael dan Althoff.Pengantar Sosiologi Politik. Penerbit PT Rajawali.Jakarta 1989

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta:Rineka Cipta, 1990) h. 9-10

Silvia Bolgherini, "Participation" dalam Mauro Calise and Theodore J. Lowi, Hyperpolitics: AnInteractive Dictionary of Political Science Concept (Chicago: The University of Chicago, 2010) p.169.Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia. Hal 140

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara PemilihanUmum

Page 184: Hasil Riset Provinsi NTB

184

BAB VII

Partisipasi Pemilih:

Studi Kasus Di Kecamatan Maluk dan Sekongkong, Kabupaten Sumbawa BaratKhairuddin * Aliatullah * Fahroni *

Denny Saputra * Supriadi

A. Pengantar

Pemilihan umum merupakan salah satu sarana demokrasi dan bentuk perwujudan

kedaulatan rakyat untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin mulai dari tingkat pusat,

provinsi dan kabupaten/kota. Dalam implementasinya di Indonesia dikenal 3 pemilihan

umum, yaitu pemilihan umum, pemilihan umum presiden dan pemilihan umum kepala

daerah. Istilah pemilihan umum merujuk pada pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat

yang akan duduk mewakili rakyatpada lembaga perwakilan rakyat pada berbagai tingkatan

seperti dewan perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan daerah (DPD), Dewan

perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan pemilu

presiden dan wakil presiden merujuk pada pemilihan umum untuk memilih presiden dan

wakil presiden. Adapaun pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) merujuk pada

pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi (gubernur

dan wakil gubernur) dan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota.

Penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD

diselenggarakan secara bersamaan. Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD

provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah partai politik dan peserta Pemilu untuk memilih

anggota DPD adalah perseorangan. Sedangkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. Peserta

pemilu presiden dan wakil presiden adalah pasangan calon yang dicalonkan oleh partai

politik atau gabungan partai politik. Adapun Pemilukada diselenggarakan setelah

pelaksanaan pemilu DPR, DPD, dan DPRD dengan peserta dari pasangan calon yang

dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik ataupun pasangan calon

perseorangan yang memenuhi persyaratan menurut undang-undang.

Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri

Page 185: Hasil Riset Provinsi NTB

185

atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai satu

kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden

secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara

demokratis.

Sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, KPU sebagai salah satu penyelenggara

pemilihan umum, menggalang partisipasi penduduk atau warga negara yang memenuhi

syarat dalam memilih pemimpin dan wakilnya dalam setiap pemilu. Partisipasi warga negara

ini merupakan salah satu indikator legitimasi rakyat terhadap kekuasaan politik yang

terbentuk. Warga negara yang memenuhi syarat didaftar dalam daftar pemilih yang dapat

memberikan suaranya pada hari pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS).

Penggalangan partisipasi warga negara untuk memilih telah menjadi bagian yang

sangat penting dalam pemilu. Ini terlihat tegas dalam tahapan penyusunan daftar pemilih

yang diselenggarakan KPU.

Partisipasi pemilih dalam memberikan suaranya di TPS merupakan salah satu

indikator yang dapat memberikan gambaran tentang legitimasi politik terhadap pemimpin

maupun wakil rakyat yang akan memperjuangkan kepentingannya secara demokratis di

dalam melahirkan kebijakan publik. Semakin tinggi angka partisipasi pemilih berarti semakin

tinggi tingkat legitimasi rakyat terhadap pemimpin atau wakil mereka yang duduk di

lembaga pemerintahan. Sebaliknya, semakin rendah partisipasi politik pemilih berarti

semakin rendah legitimasi yang diberikan. Partisipasi pemilih ini biasanya diukur dengan

persentase kehadiran warga negara yang terdaftar dalam daftar pemilih dalam memberikan

suaranya di tempat pemungutan suara atau yang biasa disebut dengan voter turn out. Oleh

karena itu, semakin tinggi persentase voter turn-out, maka semakin tinggi juga tingkat

keberhasilan pemilihan umum yang berarti bahwa semakin tinggi pula legitimasi calon

pemimpin/wakil rakyat dalam menduduki jabatan politik pada lembaga pemerintahan.

Namun demikian, tingkat partisipasi pemilih tidak berpengaruh terhadap keabsahan hasil

Pemilu. Ini berarti bahwa berapapun tingkat partisipasi pemilih, hasil pemilu tetap sah.

Persoalannya semata terletak pada legitimasi terhadap wakil rakyat atau pemimpin terpilih

Page 186: Hasil Riset Provinsi NTB

186

yang dapat dipersepsikan bahwa tingkat partisipasi rendah berarti wakil rakyat/pemimpin

terpilih tidak mempunyai legitimasi yang kuat dalam membentuk pemerintahan, melahirkan

kebijakan publik dan menjalankan program pembangunan.

Di Kabupaten Sumbawa Barat, voter turn-out dalam momentum pemilihan umum

dalam 5 tahun terakhir ini menunjukkan angka persentase yang fluktuatif. Data yang

tersedia di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumbawa Barat (KPU KSB) menunjukkan

bahwa fluktuasi angka persentase voter turn-out tersebut mencapai interval 4-10% dalam

berbagai momentum pemilihan umum 5 tahun terakhir ini sebagaimana ditunjukkan pada

Grafik 7.1 berikut.

Grafik 7.1

Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa BaratTahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Fenomena yang sama juga terjadi pada partisipasi pemilih pada tingkat

kecamatan. Grafik 7.2 berikut ini menunjukkan angka persentase partisipasi pemilih di 8

(delapan) kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat.

64,00%

66,00%

68,00%

70,00%

72,00%

74,00%

76,00%

78,00%

80,00%

82,00%

84,00%

PemiluLegislatif

2009

75,23%

186

yang dapat dipersepsikan bahwa tingkat partisipasi rendah berarti wakil rakyat/pemimpin

terpilih tidak mempunyai legitimasi yang kuat dalam membentuk pemerintahan, melahirkan

kebijakan publik dan menjalankan program pembangunan.

Di Kabupaten Sumbawa Barat, voter turn-out dalam momentum pemilihan umum

dalam 5 tahun terakhir ini menunjukkan angka persentase yang fluktuatif. Data yang

tersedia di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumbawa Barat (KPU KSB) menunjukkan

bahwa fluktuasi angka persentase voter turn-out tersebut mencapai interval 4-10% dalam

berbagai momentum pemilihan umum 5 tahun terakhir ini sebagaimana ditunjukkan pada

Grafik 7.1 berikut.

Grafik 7.1

Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa BaratTahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Fenomena yang sama juga terjadi pada partisipasi pemilih pada tingkat

kecamatan. Grafik 7.2 berikut ini menunjukkan angka persentase partisipasi pemilih di 8

(delapan) kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat.

PemiluLegislatif

2009

PemiluPresiden

2009

PemilukadaKSB 2010

PemilukadaNTB 2013

PemiluLegislatif

2014

75,23%

71,36%

80,77%

73,38%

82,18%

186

yang dapat dipersepsikan bahwa tingkat partisipasi rendah berarti wakil rakyat/pemimpin

terpilih tidak mempunyai legitimasi yang kuat dalam membentuk pemerintahan, melahirkan

kebijakan publik dan menjalankan program pembangunan.

Di Kabupaten Sumbawa Barat, voter turn-out dalam momentum pemilihan umum

dalam 5 tahun terakhir ini menunjukkan angka persentase yang fluktuatif. Data yang

tersedia di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumbawa Barat (KPU KSB) menunjukkan

bahwa fluktuasi angka persentase voter turn-out tersebut mencapai interval 4-10% dalam

berbagai momentum pemilihan umum 5 tahun terakhir ini sebagaimana ditunjukkan pada

Grafik 7.1 berikut.

Grafik 7.1

Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa BaratTahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Fenomena yang sama juga terjadi pada partisipasi pemilih pada tingkat

kecamatan. Grafik 7.2 berikut ini menunjukkan angka persentase partisipasi pemilih di 8

(delapan) kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat.

PemiluLegislatif

2014

PemiluPresiden

2014

82,18%

72,05%

Page 187: Hasil Riset Provinsi NTB

187

Grafik 7.2

Perkembangan Partisipasi Pemilih 8 Kecamatandi Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Dari Grafik 7.2 di atas menujukkan fluktuasi angka partisipasi pemilih pada 8

kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat dalam 6 pemilu sepanjang 5 tahun terakhir. Data di

atas menunjukkan adanya konsisten tentang peringkat partisipasi pada 2 (dua) kecamatan

yang mempunyai kecenderungan (trend) selalu berada di bawah angka partisipasi Kabupaten

Sumbawa Barat dalam setiap pemilu yaitu pada Kecamatan Maluk dan Kecamatan

Sekongkang.

Partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dalam 6 pemilu sepanjang 5 tahun

terakhir ini tidak pernah melebihi angka 63,88% dengan konsisten berada pada

peringkat 8 atau psosisi peeringkat terakhir di antara 8 kecamatan yang ada di wilayah

Kabupaten Sumbawa Barat.

Fenomena yang hampir sama terjadi di Kecamatan Sekongkang. Dalam 6 pemilu

sepanjang 5 tahun terakhir ini, partisipasi pemilih Kecamatan Sekongkang konsisten

berada pada peringkat 7 dari 8 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Sumbawa

0,00%10,00%20,00%30,00%40,00%50,00%60,00%70,00%80,00%90,00%

100,00%

187

Grafik 7.2

Perkembangan Partisipasi Pemilih 8 Kecamatandi Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Dari Grafik 7.2 di atas menujukkan fluktuasi angka partisipasi pemilih pada 8

kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat dalam 6 pemilu sepanjang 5 tahun terakhir. Data di

atas menunjukkan adanya konsisten tentang peringkat partisipasi pada 2 (dua) kecamatan

yang mempunyai kecenderungan (trend) selalu berada di bawah angka partisipasi Kabupaten

Sumbawa Barat dalam setiap pemilu yaitu pada Kecamatan Maluk dan Kecamatan

Sekongkang.

Partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dalam 6 pemilu sepanjang 5 tahun

terakhir ini tidak pernah melebihi angka 63,88% dengan konsisten berada pada

peringkat 8 atau psosisi peeringkat terakhir di antara 8 kecamatan yang ada di wilayah

Kabupaten Sumbawa Barat.

Fenomena yang hampir sama terjadi di Kecamatan Sekongkang. Dalam 6 pemilu

sepanjang 5 tahun terakhir ini, partisipasi pemilih Kecamatan Sekongkang konsisten

berada pada peringkat 7 dari 8 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Sumbawa

187

Grafik 7.2

Perkembangan Partisipasi Pemilih 8 Kecamatandi Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Dari Grafik 7.2 di atas menujukkan fluktuasi angka partisipasi pemilih pada 8

kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat dalam 6 pemilu sepanjang 5 tahun terakhir. Data di

atas menunjukkan adanya konsisten tentang peringkat partisipasi pada 2 (dua) kecamatan

yang mempunyai kecenderungan (trend) selalu berada di bawah angka partisipasi Kabupaten

Sumbawa Barat dalam setiap pemilu yaitu pada Kecamatan Maluk dan Kecamatan

Sekongkang.

Partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dalam 6 pemilu sepanjang 5 tahun

terakhir ini tidak pernah melebihi angka 63,88% dengan konsisten berada pada

peringkat 8 atau psosisi peeringkat terakhir di antara 8 kecamatan yang ada di wilayah

Kabupaten Sumbawa Barat.

Fenomena yang hampir sama terjadi di Kecamatan Sekongkang. Dalam 6 pemilu

sepanjang 5 tahun terakhir ini, partisipasi pemilih Kecamatan Sekongkang konsisten

berada pada peringkat 7 dari 8 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Sumbawa

Seteluk

Poto Tano

Brang Rea

Brang Ene

Taliwang

Jereweh

Maluk

Sekongkang

KSB

Page 188: Hasil Riset Provinsi NTB

188

Barat, kecuali pada Pemilukada Tahun 2010 mengalami angka partisipasi lebih tinggi

0,40% dari angka partisipasi Kabupaten Sumbawa Barat.

Secara lebih spesipik, Grafik 7.3 berikut ini menunjukkan perbandingan angka

partisipasi pemilih Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang dibandingkan angka

partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat.

Grafik 7.3

Perbandingan Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang denganPartisipasi Pemilih Tingkat Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Fenomena ini menarik untuk dikaji secara mendalam tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi adanya konsistensi data tentang rendahnya partisipasi pemilih di

Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang dalam 5 tahun terakhir ini.

Dugaan sementara terhadap fenomena tersebut terkait dengan keberadaan 2

kecamatan tersebut yang bersentuhan langsung dengan aktivitas operasional

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

188

Barat, kecuali pada Pemilukada Tahun 2010 mengalami angka partisipasi lebih tinggi

0,40% dari angka partisipasi Kabupaten Sumbawa Barat.

Secara lebih spesipik, Grafik 7.3 berikut ini menunjukkan perbandingan angka

partisipasi pemilih Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang dibandingkan angka

partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat.

Grafik 7.3

Perbandingan Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang denganPartisipasi Pemilih Tingkat Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Fenomena ini menarik untuk dikaji secara mendalam tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi adanya konsistensi data tentang rendahnya partisipasi pemilih di

Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang dalam 5 tahun terakhir ini.

Dugaan sementara terhadap fenomena tersebut terkait dengan keberadaan 2

kecamatan tersebut yang bersentuhan langsung dengan aktivitas operasional

188

Barat, kecuali pada Pemilukada Tahun 2010 mengalami angka partisipasi lebih tinggi

0,40% dari angka partisipasi Kabupaten Sumbawa Barat.

Secara lebih spesipik, Grafik 7.3 berikut ini menunjukkan perbandingan angka

partisipasi pemilih Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang dibandingkan angka

partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat.

Grafik 7.3

Perbandingan Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang denganPartisipasi Pemilih Tingkat Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Fenomena ini menarik untuk dikaji secara mendalam tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi adanya konsistensi data tentang rendahnya partisipasi pemilih di

Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang dalam 5 tahun terakhir ini.

Dugaan sementara terhadap fenomena tersebut terkait dengan keberadaan 2

kecamatan tersebut yang bersentuhan langsung dengan aktivitas operasional

Maluk

Sekongkang

KSB

Page 189: Hasil Riset Provinsi NTB

189

pertambangan PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Kecamatan Maluk merupakan

wilayah terpadat penduduknya di Kabupaten Sumbawa Barat. Kepadatan penduduk

Kecamatan maluk mencapai 135 jiwa per km2. Sedangkan Kecamatan Sekongkang

merupakan wilayah yang terjarang penduduknya di Kabupaten Sumbawa Barat.

Kepadatan penduduk Kecamatan Sekongkang hanya 23 jiwa per km2 (BPS, 2014). Kedua

Kecamatan ini merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Jereweh pasca

berlangsungnya aktivitas operasional PTNNT. Sebagian besar penduduk Kecamatan

Maluk dan Sekongkang adalah penduduk pendatang.

Aktivitas operasional PTNNT telah menjadi daya tarik bagi sebagian orang untuk

datang mencari kerja, berbisnis dan menetap di Kecamatan Maluk. Sedangkan

Kecamatan Sekongkang, sebagian besar penduduknya merupakan pendatang dari

program transmigrasi dan pendatang karena daya tarik aktivitas operasional PTNNT.

Meskipun penduduk kedua kecamatan ini masih kental dengan corak agraris,

namun sentuhan langsung dengan aktivitas operasional PTNNT telah menyebabkan

perubahan sosial dan karakter masyarakat yang mendekati karakter masyarakat urban

yang mempunyai kecenderungan apatis terhadap perubahan sosial melalui pemilihan

umum.

Rendahnya partisipasi pemilih sebagai salah satu bentuk perilaku, tentu tidak

disebabkan oleh faktor tunggal. Barangkali ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi

yang harus dikaji secara teoritik dan empirik. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan

penelitian tentang partisipasi pemilih di daerah lingkar tambang PTNNT khususnya di

Kecamatan Maluk dan Sekongkang.

Ada 3 alasan yang mendasari penelitian ini diselenggarakan. Pertama karena

partisipasi pemilih sangat penting artinya dalam pemberian legitimasi pemerintahan

yang terbentuk pasac pemilu; Kedua, partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan

Sekongkang selalu lebih rendah dibandingkan angka partisipasi Kabupaten Sumbawa

Barat; Ketiga karena penelitian tentang partisipasi pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat

khususnya di kecamatan Maluk dan Sekongkang belum pernah dilakukan sehingga

Page 190: Hasil Riset Provinsi NTB

190

sangat diperlukan adanya penelitian ini untuk mengungkapkan permasalahan yang

menjadi penyebab rendahnya partisipasi pemilih.

Dari pemikiran di atas, penelitian ini mengajukan dua rumusan maslah, yakni; 1)

Bagaimana tingkat partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang? 2) Faktor-

faktor apakah yang mendukung dan menghambat partisipasi pemilih di Kecamatan

maluk dan Sekongkang?

B. Tinjauan Teoritis

B.1. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang pemilihan umum dari aspek partisipasi pemilih masih menjadi tema

yang menarik untuk diteliti. Partisipasi menjadi tema yang menarik minat banyak peneliti

karena karena memiliki arti penting dalam memberikan legitimasi terhadap pemerintahan.

a. Penelitian Doni Hendrik (2009)

Doni Hendrik melakukan penelitian dengan judul “Variabel-variabel yang

Mempengaruhi Rendahnnya Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pilkada Walikota dan

Wakil Walikota Padang Tahun 2008”. Penelitian ini berusaha mengungkapkan pengaruh

kesadaran politik warga, sosialisasi Komisi Pemilihan Umum daerah (KPUD) dan situasi hari

pemungutan suara terhadap rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilihan kepala daerah

di Kota Padang Tahun 2008.

Hasil penelitian dimuat dalam Jurnal Demokrasi Volume IX Nomor 2 Tahun 2010

dengan temuan bahwa variabel yang menyebabkan rendahnya partisipasi politik

masyarakat kota Padang dalam Pilkada Kota Padang tahun 2008 disebabkan kurangnya

sosialisasi dan cendrung lemahnya kesadaran politik warga kota Padang. Sementara situasi

pada hari H menunjukkan situasi yang biasa-biasa saja/baik-baik saja. Hal ini berarti bahwa

variabel situasi dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap rendahnya tingkat partisipasi.

Walapun demikian, data deskriptif juga menujukkan alasan lain ketidak- ikutan

masyarakat dalam pilkada ini disebabkan oleh alasan-alasan lain. Peneliti kemudian

melaukan pendalaman melalui wawancara kaultatif. Setelah didalami lebih lanjut melalui

wawancara dengan pertanyaan terbuka, maka alasan lain-lain yang dimaksud responden

Page 191: Hasil Riset Provinsi NTB

191

ialah oleh karena beberapa alasan yang pada umumnya terpola karena alasan: tidak

dososialisasikan, karena tidak terdaftar dalam DPT, serta tidak mau peduli dengan Pilkada.

Hal ini menunjukkan, bahwa persoalan rendahnya partisipasi yang muncul tersebut

disebabkan oleh masalah-masalah yang serupa dari data kuantitatif deskriptif sebelumnya,

dimana pada dasarnya berhubungan dengan rendahnya kinerja KPUD dan Pemerintah

daerah, sosialisasi politik dan penyadaran politik, serta proses pembuatan DPT yang

mengalami berbagai permasalahan. Hal ini membuat banyak masyarakat yang tidak

tercantum dalam DPT Pilkada Kota Padang Tahun 2008.

Berdasarkan hasil analisis data yang ada disimpulkan bahwa rendahnya sosialiasasi

politik merupakan variabel yang kuantitas pelaksanaanya terkecil dilakukan oleh KPUD kota

Padang. Sementara keasadaran politik, merupakan variabel yang berada pada posisi sedang

tetapi cendrung mendekati lemah. Sementara variabel situasi politik merupakan variabel

yang berada pada taraf yang sedang yang tidak memiliki pengaruh terhadap rendahnya

partisipasi politik. Dengan demikian, maka variabel sosialisasi politik yang rendah

merupakan variabel yang menyebabkan rendahya partisipasi politik masyarakat dalam

pilkada kota Padang tahun 2008.

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk melakukan usaha peningkatan

partisipasi dengan jalan meningkatkan kesadaran politik warga, meningkatkan sosialisasi

KPU dan pemerintah, serta memperbaiki situasi dan keadaan kearah yang lebih baik

sehingga masyarakat memiliki kepedulian atau keasadaran serta tidak memuncul sikap

apatis terhadap proses-proses politik.

b. Penelitian Martini Tarigan (2009)

Martini Tarigan menyoroti masalah partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan

Kepala Daerah di Kabupaten Temanggung Tahun 2008. Penelitian dengan metode survey

tipe eksplanatori ini ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi

partisipasi politik masyarakat Temanggung dalam pilkada.

Teknik pengambilan sampel menggunakan sample acak 2 cabang yang

menggabungkan sistem acak dan sistem acak proporsional. Adapun jumlah responden

Page 192: Hasil Riset Provinsi NTB

192

adalah 243 orang yang tersebar di 20 kecamatan se-Kabupaten Temanggung. Dengan

menggunakan analisa kualitatif dan deskriptif kuantitatif meliputi tabel frekuensi, tabel

silang, korelasi produk momen dengan taraf kepercayaan 95 dan 99%, dan regresi linier

berganda.

Berdasarkan hasil olah data menunjukkan bahwa dari keempat variabel yaitu

partisipasi politik (Y), popularitas calon (X1), status sosial ekonomi (X2) dan kondisi sosial

politik (X3), variabel popularitas calon dan variabel kondisi sosial politik menunjukkan

adanya korelasi dengan partisipasi politik. Sedangkan variable status sosial ekonomi

menunjukkan tidak ada hubungan positif terhadap partisipasi politik. Sedangkan

berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa hanya popularitas

calon yang mempunyai hubungan positif dengan partisipasi politik, sedangkan variabel

status sosial ekonomi dan kondisi sosial politik mempunyai hubungan negatif dengan

partisipasi politik.

c. Vivaldi E. C. Lasut (2014)

Vivaldi Lasut melakukan penelitian dengan judul “Partisipasi Politik Pemilih pemula pada

Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 di Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon”.

Penelitian kualitatif bertipe deskriptif ini mengkaji bentuk-bentuk partisipasi politik Pemilih

Pemula di Kecamatan Tomohon Utara dalam rangka pemilihan umum legislatif 2014.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa bentuk-bentuk partisipasi politik

yang dilakukan oleh pemilih pemula di Kecamatan Tomohon Utara dalam rangka pemilihan

umum legislatif 2014 yang pertama adalah berbicara atau berdiskusi tentang masalah dan

fenomena-fenomena politik menjelang pemilu legislatif melalui forum-forum informal yaitu

diskusi dengan teman-teman pada saat kumpul-kumpul, dan yang kedua adalah pemberian

suara pada saat hari pemungutan suara dengan antusiasme untuk datang ke TPS

memberikan hak suaranya. Sebagian besar pemilih pemula di Kecamatan Tomohon Utara

tidak dapat mengikuti kegiatan kampanye terbuka karena kegiatan kampanye dari calon-

calon anggota legislatif berbenturan dengan jam sekolah yang merupakan prioritas utama

bagi pemilih pemula yang masih duduk di bangku SMA.

Page 193: Hasil Riset Provinsi NTB

193

Faktor yang mendorong pemilih pemula di Kecamatan Tomohon Utara untuk

berpartisipasi dalam kegiatan pemilu adalah rasa ingin tahu yang besar dari dalam diri

pemilih pemula karena ini merupakan pemilu pertama bagi mereka dan idealisme kaum

muda yakni kesadaran politik yang ditunjukan pemilih pemula karena ingin berpartisipasi

membawa perubahan bagi bangsa dengan cara memberikan hak suara pada pemilu

legislatif 2014.

Adapun faktor yang menjadi penghambat partisipasi politik pemilih pemula di Kecamatan

Tomohon Utara adalah kegiatan sehari-hari yaitu ke sekolah dan kuliah kemudian pengaruh

dari pihak keluarga berupa larangan untuk mengikuti kegiatan politik karena anggapan dari

keluarga bahwa pemilih pemula yang masih usia sekolah harus fokus pada kegiatan belajar.

B.2. Perihal Pemilihan Umum

Indonesia sebagai salah satu negara penganut demokrasi modern, wakil-wakil rakyat

dan pemimpin negara dipilih secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan

umum (Pemilu). Mengacu pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu,

untuk melaksakan kedaulatan rakyat tersebut diselenggarakan pemilihan umum secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Dalam perkembangan sistem politik di Indonesia dikenal 3 pemilu, yaitu: 1). Pemilu

untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan daerah (DPD)

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota; 2). Pemilu

untuk memilih presiden dan wakil presiden; dan 3). Pemilu untuk memilih kepala daerah

dan wakil kepala daerah (Pemilukada) bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota.

Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik dan

peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Sedangkan Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota

DPR, DPD, dan DPRD. Peserta pemilu presiden dan wakil presiden adalah pasangan calon

yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Adapun Pemilukada

Page 194: Hasil Riset Provinsi NTB

194

diselenggarakan setelah pelaksanaan pemilu DPR, DPD, dan DPRD dengan peserta dari

pasangan calon yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas

Pemilu (Bawaslu). KPU bertugas menyelenggarakan pemilu dan Bawaslu bertugas

mengawasi penyelenggaraan pemilu. Untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat provinsi

dibentuk KPU provinsi dan pengawasannya diselenggarakan oleh Bawaslu provinsi. Untuk

untuk menyelanggarakan pemilu di tingkat kabupaten/kota dibentuk KPU kabupaten/kota,

sedangkan pengawasannya diselenggarakan oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)

Kabupaten/kota yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi.

Dalam perjalanan sejarah pemilu untuk memilih wakil rakyat, pemilu di Indonesia

diselenggarakan dengan sistem proporsional. Sebelum Pemilu Tahun 2004, pemilu

diselenggarakan dengan sistem proporsional tertutup. Artinya partai politik peserta pemilu

menawarkan daftar calon yang diajukan, pemilih cukup memilih partai. Alokasi kursi partai

didasarkan pada daftar urut yang sudah ada. Namun sejak pemilu 2004, pemilu

diselenggarakan dengan sistem proporsional terbuka dimana partai politik menawarkan

calon Kecuali untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil

banyak.

Pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD dapat dipandang

sebagai metode mentransfer kedaulatan yang ada di tangan rakyat yang diwujudkan dalam

sejumlah suara ke dalam sejumlah kursi pada lembaga perwakilan rakyat. Sedangkan

pemilihan umum untuk memilih presiden, gubernur, bupati dan walikota merupakan

pemberian mandat secara langsung dari rakyat dengan dasar jumlah suara yang diperoleh

secara mayoritas untuk menentukan kepada siapa mandat rakyat diberikan.

Syamsuddin Haris (1998) menyebutkan bahwa salah satu fungsi pemilu adalah

sebagai sarana legitimasi politik. Pemilu merupakan kebutuhan dalam pembentukan

pemerintahan. Keabsahan pemerintahan yang terbentuk sangat ditentukan oleh sejauh

mana partisipasi rakyat dalam pemilu. Partai poltik peserta pemilu, selain menawarkan

calon-calonnya, juga menawarkan kebijakan dan program kerja yang akan dijalankan jika

Page 195: Hasil Riset Provinsi NTB

195

membentuk pemerintahan. Semakin tinggi suara yang diperoleh partai politik peserta

pemilu diartikan sebagai tingginya legitimasi rakyat terhadap partai politik tersebut dalam

pembentukan pemerintahan dan kebijakan publik yang akan dijalankan.

Fungsi-fungsi lain pemilu di antaranya:

1. Fungsi Perwakilan Politik

Fungsi ini terutama menjadi kebutuhan rakyat, sebagai mekanisme demokratis bagi

rakyat untuk menentukan wakil-wakil yang dapat dipercaya untuk duduk dalam

pemerintahan maupun dalam lembaga legislatif. Tidak ada demokrasi tanpa

representasi.

2. Sebagai Mekanisme Sirkulasi Elite Politik

Fungsi ini didasarkan pada asumsi bahwa elite politik berasal dari rakyat dan bertugas

mewakili rakyat. Pemilu menjadi sarana bagi warga negara untuk mencapai posisi Elite

Politik. Dan untuk mencapai posisi elite politik bisa ditempuh dengan persaingan politik

yang adil, obyektif, terbuka, dan bermartabat.

3. Sebagai Sarana Pendidikan Politik Rakyat

Pemilu merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat

langsung, terbuka dan massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan masyarakat tentang

demokrasi.

B.3. Konseptualisasi Partisipasi Pemilih

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa pemilu merupakan sarana

legitimasi politik. Semakin tinggi partisipasi rakyat dalam pemilu yang diukur dengan tingkat

kehadirannya dalam memberikan suaranya di tempat pemungutan suara (vooter turn-out),

maka semakin tinggi juga kepercayaan rakyat terhadap pembentukan pemerintahan dan

kebijakan/program-program pembangunan yang direncanakan. Tingginya kepercayaan

rakyat mencerminkan tingginya legitimasi pemerintahan. Maka disinilah letak urgensitas

dari partisipasi pemilih dalam pemilu.

Page 196: Hasil Riset Provinsi NTB

196

1. Partisipasi

Ramlah Surbakti (1992) mengatakan bahwa partisipasi adalah salah satu aspek

penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (dan partisipasi) orang yang

paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu. Karena keputusan

politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi

kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi

keputusan politik.

Adapun Mikkelsen (1999) menawarkan arti partisipasi secera sederhana sebagai

bentuk keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan

sendiri. Sementara itu, Miriam Budiardjo (2008) mengatakan bahwa partisipasi politik

merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif

dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara

langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,

menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan

pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu

gerakan sosial dengan direct action-nya dan sebagainya.

Partisipasi mempunyai berbagai manfaat. Sondang Siagian (2002) menyebutkan

5 manfaat partisipasi di antaranya:

1. Turut memikirkan nasib sendiri dengan memanfaatkan lembaga-lembaga sosial dan

politik yang ada di masyarakat sebagai saluran aspirasi.

2. Mewujudkan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang tinggi dengan

tidak menyerahkan penentuan nasib sendiri kepada orang lain, seperti kepada

pimpinan, tokoh masyarakat yang ada, baik yang sifatnya formal maupun informal.

3. Memenuhi kewajiban sebagai warga negara yang bertanggungjawab.

4. Ketaatan kepada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 197: Hasil Riset Provinsi NTB

197

5. Kerelaan merupakan pengorbanan yang dituntut oleh pembangunan demi

kepentingan bersama yang lebih luas dan lebih penting.

Berdasarkan berbagai pendapat pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa partisipasi

rakyat dalam politik memberikan pengaruh yang penting bagi arah pemerintahan dan

pembangunan nasional dan daerah.

2. Pemilih

Memberikan suara dalam pemilihan umum merupakan salah satu hak

konstitusional warga negara yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar. Namun

demikian, tidak semua warga negara berhak menjadi pemilih. Hanya warga negara yang

memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu dapat didaftarkan sebagai pemilih.

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, pemilih didefinisikan sebagai Warga

Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau

sudah/pernah kawin. Definisi yang agak berbeda disebutkan dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

Menjadi Undang-Undang. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 disebutkan

bahwa pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun

atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam Pemilihan. Kedua definisi tersebut,

meskipun berbeda, namun dalam implementasinya mempunyai persamaan dalam

proses penentuan warga negara maupun penduduk untuk didaftarkan menjadi pemilih.

Untuk dapat memilih pada hari pemungutan suara, warga negara atau penduduk

didaftarkan, diumumkan dan divalidasi namanya oleh Komisi Penyuluhan Umum dan

perangkat di bawahnya sesuai dengan jadwal tahapan yang telah ditentukan. Pada

pemilu Tahun 2014 lalu, proses pendaftaran pemilih lebih teliti dan ada kelonggaran

bagi warga negara atau penduduk yang tidak terdaftar dapat didaftarkan langsung pada

hari pemungutan suara dengan menunjukkan identitas kependudukan yang sah kepada

Page 198: Hasil Riset Provinsi NTB

198

petugas di tempat pemungutan suara. Prosedur ini memberikan jaminan bahwa warga

negara atau penduduk yang memenuhi syarat terpenuhi hak konstitusionalnya untuk

dapat memberikan suaranya pada hari pemungutan suara.

3. Partisipasi Pemilih

Salah satu bentuk partisipasi politik warga negara adalah partisipasi atau

keikutsertaannya dalam memberikan suara dalam pemungutan suara di tempat

pemungutan suara. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan partisipasi pemilih disini

adalah keikutsertaan warga negara atau penduduk yang telah terdaftar dalam daftar

pemilih pada hari pemungutan suara di tempat pemungutan suara yang telah

ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum.

Partisipasi pemilih dalam memberikan memberikan suaranya di tempat

pemungutan suara sangat berpengaruh terhadap legitimasi pemerintahan yang

terbentuk. Disinilah letak pentingnya partisipasi pemilih bagi arah pembangunan

nasional dan daerah. Oleh karena itu, penelitian tentang partisipasi pemilih perlu

diselenggarakan secara rutin pasca pemungutan suara guna memperoleh kesimpulan

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya partisipasi pemilih. Dengan

mengetahui ragam faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian selanjutnya dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun strategi dan kebijakan yang

antisipatif untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu selanjutnya di masa

yang akan datang.

B.4. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pemilih

Ada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan pemilih untuk datang

memberikan suaranya dalam pemungutan suara. Miriam Budiardjo (2008) mengatakan

bahwa anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik seperti pemilu

terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan

tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat

mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang

Page 199: Hasil Riset Provinsi NTB

199

mengikat. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek

politik (political efficacy).

Sementara itu, Maran (2007) menyebutkan bahwa faktor utama yang mendorong

orang berpartisipasi politik antara lain:

1) Perangsang politik adalah suatu dorongan terhadap seorang pemilih agar mau

berpatisipasi dalam kehidupan politik. Perangsang politik dipengaruhi oleh kegiatan

kegiatan diskusi politik, pengaruh media massa, diskusidiskusi formal dan informal.

2) Karakteristik pribadi seseorang adalah watak sosial seorang pemilih yang mempunyai

kepedulian sosial yang besar terhadap masalah sosial, politik, ekonomi, dan hankam,

yang biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik.

3) Karakteristik sosial adalah status sosial, ekonomi, kelompok ras, etnis, dan agama

seseorang yang akan mempengaruhi persepsi, sikap, perilaku seseorang dalam

aktivitas.

4) Situasi atau lingkungan politik adalah keadaan lingkungan sosial sekitar seorang

pemilih yang baik dan kondusif agar seorang pemilih mau dengan senang hati

berpartisipasi dalam aktivitas politik.

5) Pendidikan politik adalah upaya pemerintah untuk merubah warga Negara agar dapat

memiliki kesadaran politik dengan terlibat dalam aktivitas politik.

Adapun Doni Hendrik (2010) berdasarkan pendapat beberapa ahli mengidentifikasi

beberapa faktor yang menyebabkan orang mau atau tidak mau ikut berpartisipasi

dalam politik antara lain:

1) Status sosial dan ekonomi

Status sosial ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan,

pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan status ekonomi ialah kedudukan seseorang

dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan. Seseorang yang

memiliki status sosial yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan

politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik.

Page 200: Hasil Riset Provinsi NTB

200

2) Situasi

Menurut Ramlan Surbakti, situasi politik juga dipengaruhi oleh keadaan yang

mempengaruhi aktor secara langsung seperti cuaca, keluarga, kehadiran orang

lain, keadaan ruang, suasana kelompok, dan ancaman (Surbakti, 1992).

3) Afiliasi politik orang tua

Afiliasi berarti tergabung dalam suatu kelompok atau kumpulan. Afiliasi politik

dapat dirumuskan sebagai keanggotaan atau kerjasama yang dilakukan individu

atau kelompok yang terlibat ke dalam aliran-aliran politik tertentu. Afiliasi politik

mendorong tumbuhnya kesadaran dan kedewasaan politik masyarakat untuk

menggunakan hak politiknya secara bebas dan bertanggungjawab dalam

melakukan berbagai aktifitas politik, seperti ikut dalam partai politik dalam

pemerintahan, ikut dalam proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan politik

(Marbun, 1996).

4) Pengalaman berorganisasi

Organisasi merupakan suatu sistem yang mengatur kehidupan masyarakat atau bisa

diartikan sebagai suatu prilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada

orang- orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan

bersama (Simangunsong, 2004). Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Ibnu

Kencana (1997) partisipasi politik merupakan penentuan sikap dan keterlibatan

hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada

akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian

tujuan organisasi serta ambil bagian dalam sikap pertanggung jawaban bersama

baik dalam situasi politik yang melibatkan dukungan.

5) Kesadaran politik

Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang menyangkut tentang

pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan menyangkut

minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik

tempat dia hidup.

Page 201: Hasil Riset Provinsi NTB

201

6) Kepercayaan terhadap pemerintah

Kepercayaan terhadap pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah

apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak,

baik dalam pembuatan kebijakan-kebijakan atau pelaksanaan pemerintahan.

7) Perangsang partisipasi melalui sosialisasi media massa dan diskusi-diskusi informal.

Adapun Bismar Arianto (2010) melakukan analisis tentang penyebab masyarakat

tidak memilih dalam Pemilu Tahun 2009. Hasil analisis mengungkapkan bahwa penyebab

pemilih tidak memilih dalam pemilu karena 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor teknis dan pekerjaan. Sedangkan faktor

eksternal terdiri dari faktor administrasi, sosialisasi dan politik.

1) Faktor Teknis

Faktor teknis terkait dengan kendala teknis yang dialami oleh pemilih sehingga

menghalanginya untuk menggunakan hak pilih. Seperti pada saat hari pencoblosan

pemilih sedang sakit, pemilih sedang ada kegiatan yang lain serta berbagai hal lainnya

yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih. Kondisi itulah yang secara teknis membuat

pemilih tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya.

Faktor teknis ini dalam pemahaman dapat diklasifikasikan ke dalam dua hal yaitu

teknis mutlak dan teknis yang bisa ditolerir. Teknis mutlak adalah kendala yang serta

merta membuat pemilih tidak bisa hadir ke TPS seperti sakit yang membuat pemilih

tidak bisa keluar rumah. Sedang berada di luar kota. Kondisi yang seperti yang penulis

maksud teknis mutlak. Teknis yang dapat ditolerir adalah permasalahan yang sifatnya

sederhana yang melakat pada pribadi pemilih yang mengakibat tidak datang ke TPS.

Seperti ada keperluan keluarga, merencanakan liburan pada saat hari pemilihan. Pada

kasus-kasus seperti ini dalam pemahaman penulis pemilih masih bisa mensiasatinya,

yaitu dengan cara mendatangi TPS untuk menggunakan hak pilih terlebih dahulu baru

melakukan aktivitas atau keperluan yang bersifat pribadi.

Pemilih yang tidak hadir di TPS karena alasan teknis yang tipe kedua ini cenderung

tidak mengetahui essensi dari menggunakan hak pilih, sehingga lebih mementingkan

Page 202: Hasil Riset Provinsi NTB

202

kepentingan pribadi dari pada menggunakan pilihnya. Pemilih ideal harus mengetahui

dampak dari satu suara yang diberikan dalam pemilu. Hakikatnya suara yang diberikan

itulah yang menentukan pemimpin lima tahun mendatang. Dengan memilih pemimpin

yang baik berarti pemilih berkontribusi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik

pula.

2) Faktor Pekerjaan

Faktor pekerjaan adalah pekerjaan sehari-hari pemilih. Faktor pekerjaan pemilih ini

memiliki kontribusi terhadap jumlah orang yang tidak memilih.Berdasarkan data

Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 dari 107,41 juta orang yang bekerja, paling

banyak bekerja di sektor pertanian yaitu 42,83 juta orang (39,88 persen), disusul sektor

perdagangan sebesar 22,21 juta orang (20,68 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan

sebesar 15,62 juta orang (14,54 persen).

Data di atas menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor

informal, dimana penghasilanya sangat terkait dengan intensitasnya bekerja. Banyak

dari sektor informal yang baru mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja, tidak

bekerja berarti tidak ada penghasilan. Seperti tukang ojek, buruh harian, nelayan,

petani harian.

Kemudian ada pekerjaan masyarakat yang mengharuskan mereka untuk meninggalkan

tempat tinggalnya seperti para pelaut, penggali tambang. Kondisi seperti membuat

mereka harus tidak memilih, karena faktor lokasi mereka bekerja yang jauh dari TPS.

Maka faktor pekerjaan cukup singifikan pada pada faktor internal membuat pemilih

untuk tidak memilih. Pemilih dalam kondisi seperti ini dihadapkan pada dua pilihan

menggunakan hak pilih yang akan mengancam berkurangnya penghasilan atau pergi

bekerja dan tidak memilih.

3) Faktor Administratif

Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek adminstrasi yang

mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Di antaranya tidak

Page 203: Hasil Riset Provinsi NTB

203

terdata sebagai pemilih, tidak mendapatkan kartu pemilihan tidak memiliki identitas

kependudukan (KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang membuat pemilih tidak

bisa ikut dalam pemilihan. Pemilih tidak akan bisa menggunakan hak pilih jika tidak

terdaftar sebagai pemilih.

Faktor berikut yang menjadi penghalang dari aspek administrasi adalah permasalahan

kartu identitas. Masih ada masyarakat tidak memilki KTP. Jika masyarakat tidak

memiliki KTP maka tidak akan terdaftar di DPT (Daftar Pemimilih Tetap) karena secara

administtaif KTP yang menjadi rujukkan dalam mendata dan membuat DPT. Maka

masyarakat baru bisa terdaftar sebagai pemilih menimal sudah tinggal 6 bulan di satu

tempat.

Pemilih yang tidak hadir di TPS yang diakibat oleh faktor administratif ini bisa

diminimalisir jika para petugas pendata pemilih melakukan pendataan secara benar

dan maksimal untuk mendatangi rumah-rumah pemilih. Selain itu dituntut inisiatif

masyarakat untuk mendatangi petugas pendataan untuk mendaftarkan diri sebagai

pemilih. Langkah berikutnya DPS (Daftar Pemilih Sementara) harus ditempel di tempat-

tempat strategis agar bisa dibaca oleh masyarakat. Masyarakat juga harus berinisiatif

melacak namanya di DPS, jika belum terdaftar segara melopor ke pengrus RT atau

petugas pendataan. Langkah berikut untuk menimalisir terjadi golput karen aspek

adminitrasi adalah dengan memanfaatkan data kependudukan berbasis IT. Upaya

elektoronik Kartu Tanda Penduduk (E-KTP) yang dilakukan pemerintahan sekarang

dalam pandangan penulis sangat efektif dalam menimalisir jumlah pemilih yang tidak

hadir di TPS karena alasan administratif.

4) Sosialisasi

Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan pemilu di Indonesia sangat penting

dilakukan dalam rangka memenimalisir jumlah pemilih yang tidak hadir di TPS. Hal ini

di sebabkan intensitas pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih kepala

desa, bupati/walikota, gubernur pemilu legislatif dan pemilu presiden hal ini belum

dimasukkan pemilihan yang lebih kecil RT/RW.

Page 204: Hasil Riset Provinsi NTB

204

Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan

partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap pemilu terutama pemilu di era

reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta pemilu yang berbeda. Pada Pemilu 1999

diikuti sebanyak 48 partai politik, pada pemilu 2004 dikuti oleh 24 partai politik dan

pemilu 2009 dikuti oleh 41 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh.

Kondisi ini menuntut perlunya sosialisasi terhadap masyarakat. Permasalahan berikut

yang menuntut perlunya sosialisasi adalah mekanisme pemilihan yang berbeda antara

pemilu sebelum reformasi dengan pemilu sebelumnya. Dimana pada era Orde Baru

hanya memilih lambang partai sementara sekarang selain memilih lambang juga harus

memilih nama salah satu calon di pertai tersebut. Perubahan yang signifikan adalah

pada pemilu 2009 dimana pemilih tidak lagi mencoblos dalam memilih tetapi dengan

cara menandai.

Kondisi ini menuntut pentingnya sosialisasi dalam rangka menyukseskan pelaksanaan

pemilu dan meminimalisir angka jumlah pemilih yang tidak hadir di TPS dalam setiap

pemilu. Terlepas dari itu semua penduduk di Indonesia sebagai besar berada di

pedesaan maka menyebar luaskan informasi pemilu dinilai pentingi, apalagi bagi

masyarakat yang jauh dari akses transportasi dan informasi, maka sosiliasi dari mulut

ke mulut menjadi faktor kunci mengurangi angka jumlah pemilih yang tidak hadir di

TPS.

5) Faktor Politik

Faktor politik adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan oleh aspek politik

masyarakat tidak mau memilih. Seperti ketidak percaya dengan partai, tak punya

pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan

membawa perubahan dan perbaikan. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat

untuk tidak menggunakan hak pilihnya.

Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain sebagainya

memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap politik sehingga membuat

masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat

Page 205: Hasil Riset Provinsi NTB

205

sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan. Politik dimana baru

mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti pemilu. Maka kondisi ini

meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi.

Faktor lain adalah para politisi yang tidak mengakar, politisi yang dekat dan

memperjuangkan aspirasi rakyat. Sebagian politisi lebih dekat dengan para petinggi

partai, dengan pemegang kekuasaan. Mereka lebih menngantungkan diri pada

pemimpinnya dibandingkan mendekatkan diri dengan konstituen atau pemilihnya.

Kondisi lain adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik internal

partai dalam mendapatkan jabatan strategis dalam struktur partai, kemudian konflik

dengan politisi lain yang berbeda partai. Konflik seperti ini menimbulkan anti pati

masyarakat terhadap partai politik. Idealnya konflik yang di tampilkan para politisi

seharusnya tetap mengedepankan etika politik.

Politik pragamatis yang semakin menguat, baik dikalangan politisi maupun di sebagian

masyarakat. Para politisi hanya mencari keuntungan sesaat dengan cara mendapatkan

suara rakyat. Sedangan sebagian masyarakat kita, politik dengan melakukan transaksi

semakin menjadi-jadi. Baru mau mendukung, memilih jika ada mendapatkan

keutungan materi, maka muncul ungkapan kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau

sudah jadi/terpilih mereka akan lupa janji. Kondisi-kondisi yang seperti ini secara

politik memengaruhi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Sebagian

masyarakat semakin tidak yakin dengan politisi. Harus diakui tidak semua politisi

seperti ini, masih banyak politisi yang baik, namun mereka yang baik tenggelam

dikalahkan politisi yang tidak baik.

Dari beberapa pendapat di atas, penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan

menemukan faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pemilihan

umum di masa yang akan datang. Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka dapat

disimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih memberikan

suaranya di tempat pemungutan suara meliputi:

Page 206: Hasil Riset Provinsi NTB

206

1) Faktor Internal Pemilih yaitu faktor yang berasal dari dorongan dari dalam diri pemilih.

Faktor ini meliputi: persepsi politik, hambatan fisik dan pertimbangan ekonomi.

Persepsi politik terkait dengan cara pandang pribadi seorang pemilih misalnya karena

pengaruh paham politik yang diyakininya. Pengalaman dan pengetahuan tentang

pemilu sebagai sarana demokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang melayani

rakyat, kepercayaan terhadap kejujuran lembaga penyelenggara pemilu, dan

kepercayaan terhadap peserta pemilu baik partai politik maupun calon yang

diusungnya membentuk persepsi yang mempengaruhi pemilih untuk berpartisipasi

dalam Pemilu.

Hambatan fisik yang dialami pemilih pada saat Pemilu juga turut mempengaruhi

partisipasinya dalam pemilu. Pemilih yang sedang sakit tertentu akan memilih

beristirahat di rumah sakit untuk mendapat perawatan medis. Begitupula halnya

dengan pemilih yang sedang berada jauh dari wilayah pemilihannya karena suatu

keperluan akan lebih memilih bertahan ketimbang memutuskan untuk pulang hanya

untuk memberikan suaranya dalam pemilu. Para penghuni lembaga pemasyarakatan

yang telah telah terdaftar di dalam daftar pemilih di tempat asalnya, tentu tidak

memungkinkan bagi mereka untuk turut memberikan suara di alamat asalnya.

Sedangkan pertimbangan ekonomi misalnya alasan pekerjaan. Ada orang-orang

tertentu yang menganggap memilih hanya membuang-buang waktu dan memilih

untuk bekerja yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi bagi kebutuhan

pribadi dan keluarganya.

2) Faktor Eksternal Pemilih yaitu faktor yang berasal dari luar diri pemilih. Faktor ini

meliputi faktor teknis dan pengaruh yang keras dari lingkungan organisasi terutama

lingkungan kerja dan instruksi organisasi massa yang menjadi preferensi pemilih.

Faktor teknis adalah faktor yang terkait langsung dengan teknis penyelenggaraan

Pemilu seperti data pemilih, undangan untuk memilih, cara memilih, waktu dan

tempat memilih. Keberadaan nama seorang di dalam daftar pemilih mempengaruhi

kehadirannya di tempat pemungutan suara untuk memilih. Keberadaan surat

Page 207: Hasil Riset Provinsi NTB

207

undangan memilih yang diedarkan oleh KPPS, dengan kondisi pengetahuan tentang

pemilu yang terbatas, mereka yang tidak menerima surat undangan memilih dari KPPS

menganggap diri tidak berhak hadir di TPS. Begitupula halnya dengan mereka yang

terbatas menerima informasi tentang teknis memberikan suara bisa mempengaruhi

kehadiran mereka di TPS.

Faktor eksternal lainnya adalah pengaruh kelompok referensi dari pemilih yang telah

terdaftar dalam daftar pemilih. Kelompok keagamaan tertentu memahami pemilu

sebagai bentuk demokrasi yang diharamkan. Kelompok keagamaan sejenis itu tidak

jarang juga mengelola suatu usaha sebagai sumber pembiayaan organisasinya. Sejalan

dengan pemahaman tentang demokrasi yang demikian terimplementasi dalam bentuk

pemberian instruksi kepada pengikutnya untuk tidak memberikan suaranya dalam

pemilu. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih ini sebagaimana

digambarkan pada Gambar dibawah ini.

Gambar 7.4Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pemilih

Page 208: Hasil Riset Provinsi NTB

208

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.

Fokus penelitian ini adalah partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang yaitu

angka kehadiran pemilih dalam memberikan suaranya di tempat pemungutan suara

dalam 5 tahun terakhir sejak Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 sampai dengan

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Adapun penjabaran fokus

penelitian ini meliputi:

1) Angka partisipasi pemilih yaitu angka kehadiran pemilih dalam memberikan suaranya

di tempat pemungutan suara dalam 5 tahun terakhir sejak Pemilu DPR, DPD dan DPRD

Tahun 2009 sampai dengan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun

2014.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih dalam memberikan suaranya di

tempat pemungutan suara yaitu faktor dorongan dari dalam diri pemilih maupun

dukungan/hambatan dari luar yang mempengaruhi keikutsertaan pemilih untuk

memberikan suaranya di tempat pemungutan suara pada waktu yang telah

ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum. Selanjutnya faktor-faktor tersebut akan

diuraikan dalam berbagai pertanyaan dalam instrumen penelitian, meliputi:

a) Pengaruh persepsi politik;

b) Pengaruh hambatan fisik;

c) Pengaruh pertimbangan ekonomi;

d) Pengaruh kesiapan teknis;

e) Pengaruh lingkungan organisasi; dan

f) Pengaruh terpaan informasi/sosialisasi pemilu.

Penelitian ini diselenggarakan di Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang

Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pertimbangan pemilihan lokasi

ini karena tingkat partisipasi pemilih dalam 6 pemilihan umum sejak Tahun 2009 sampai

dengan Tahun 2014 secara konsisten selalu rendah dibandingkan dengan 6 kecamatan

lainnya di Kabupaten Sumbawa Barat.

Page 209: Hasil Riset Provinsi NTB

209

Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner, wawancara, dan dokumentasi.

Penjelasannya sebagai berikut:

1) Kuesioner

Sejumlah daftar pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban yang diajukan oleh

peneliti untuk mendapatkan tanggapan responden.

Dengan pertimbangan jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 lalu di Kecamatan Maluk dan

Sekongkang yang berjumlah 18.263 sebagai populasi maka, daftar pertanyaan dalam

kuesioner ini akan ditanyakan kepada 100 responden sebagai sampel yang dipilih

secara acak (random sampling).

Jumlah sample tersebut akan didistribusikan secara proporsional masing-masing 62

sample di Kecamatan Maluk dan 38 sample di Kecamatan Sekongkang sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 7.5

Distribusi Jumlah Sample

No KecamatanUkuran

Populasi% dalamPopulasi

Jumlah SampleProporsional

1 Maluk 11.262 62% 62

2 Sekongkang 7.001 38% 38

Jumlah 18.263 100% 100

Jumlah 100 responden ditetapkan peneliti mengacu pada Tabel Pengambilan Sample

menurut Yamane dengan mempertimbangkan tingkat ketepatan (level precision),

tingkat kepercayaan (confidence) dan tingkat keanekaragaman (degree of variability).

Menurut Yamane (dalam Sarwono, 2011) bahwa untuk ukuran populasi sampai dengan

20,000 dengan pertimbangan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 95% maka

dibutuhkan sampel sebanyak 100.

Page 210: Hasil Riset Provinsi NTB

210

2) Wawancara

Kegiatan wawancara peneliti lakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada 25

informan sebagaimana pada Tabel dibawah ini.

Tabel 7.6

Daftar Informan Penelitian

No Informan Jumlah

1 Komisioner KPU KSB 1 orang

2 Camat 2 orang

3 Kepala Desa 2 orang

4 Mantan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan 2 orang

5 Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan yang masih aktif 2 orang

6 Mantan anggota Panitia Pemungutan Suara 2 orang

7 Anggota Panitia Pemungutan Suara yang masih aktif 2 orang

8 Mantan anggota Panitia Pengawas Kecamatan 2 orang

9 Mantan anggota KPPS 2 orang

10 Pengurus partai politik tingkat kecamatan 5 orang

11 Manager Social Responsibility PTNNT 1 orang

12 Anggota DPRD Terpilih dari Dapil 3 (Sekongkang) 2 orang

Jumlah 25 orang

Diharapkan dengan penggalian informasi melalui wawancara secara mendalam

terhadap 25 informan sebagaimana disebut di atas, akan diperoleh data yang valid

tentang partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang.

Page 211: Hasil Riset Provinsi NTB

211

3) Dokumentasi

Kegiatan dokumentasi peneliti lakukan dengan cara mengumpulkan data dengan

melakukan pencatatan pada sumber-sumber data yang ada meliputi dokumen Sertifikat

Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara, Laporan Periodik Penyelenggaraan

Pemilihan Umum, memo, dan arsip-arsip lain yang berkaitan dengan angka partisipasi

pemilih dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data Model Interaktif.

Hal ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang

mengutamakan proses daripada hasil. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini

bersifat tentatif, sehingga selalu merupakan proses yang interaktif dan terus-menerus.

Oleh karena itu peneliti mulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber yaitu dari hasil wawancara yang dilakukan, catatan laporan, serta

dokumen yang ada. Menurut Miles dan Huberman (1992) tahapan analisis dalam penelitian

kualitatif terdiri dari 3 (tiga) tahapan pokok yaitu:

1) Reduksi Data

Data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumen yang tersedia dituangkan

dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinci. Laporan tersebut oleh peneliti

direduksi, dirangkum, dipilah-pilah, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian

dicari tema atau polanya. Reduksi data dilakukan terus-menerus selama proses

penelitian berlangsung.

2) Penyajian Data

Penyajian data atau display data dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk

melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

3) Penarikan Kesimpulan/verifikasi

Verifikasi data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus-menenis sepanjang

proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses

pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari setiap

Page 212: Hasil Riset Provinsi NTB

212

data yang diperoleh yaitu mencari pola, tema, hubungan yang sama, hal-hal yang sering

dan yang jarang muncul, hipotesis serta hal lainnya yang dituangkan dalam kesimpulan

yang masih bersifat tentatif. Dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi yang

terus-menerus tersebut, maka diperoleh kesimpulan yang bersifat grounded.

Adapaun komponen analisis data tersebut oleh Miles dan Huberman (1992) disebut sebagai

model interaktif yang dapat digambarkan dalam Gambar sebagai berikut.

Gambar 7.7

Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif

Sumber: Miles dan Huberman (1992)

Lebih lanjut dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992), bahwa: “Ketiga hal utama, yaitu

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang

jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk

yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis”.

D. Hasil Penelitian

D.1. Sketsa Kabupaten Sumbawa Barat

Kabupaten Sumbawa Barat merupakan satu kabupaten di wilayah administratif Provinsi

Nusa Tenggara Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Sumbawa yang disahkan

pembentukannya berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003. Kabupaten Sumbawa

Kesimpulan-kesimpulan:Penarikan/verifikasi

Pengumpulan

dataPenyajian

data

Reduksi

data

Page 213: Hasil Riset Provinsi NTB

213

Barat mempunyai luas 184.902 ha, dengan ketinggian antara 0-1.730 meter di atas

permukaan laut, memiliki 16 pulau kecil.

Secara geografis Kabupaten Sumbawa Barat terletak antara 08o 29’ dan 9o 07’ lintang

selatan dan antara 116o 42’ - 117o 05’ bujur timur, dibatasi oleh Selat Alas di sebelah barat,

Samudra Indonesia di bagian selatan dan Kabupaten Sumbawa di sebelah utara dan timur.

Secara administratif pada Tahun 2013 Kabupaten Sumbawa Barat terdiri dari 8

kecamatan dan 64 desa/kelurahan. Masing-masing kecamatan mempunyai luas yang

berbeda-beda seperti tertera pada Tabel dibawah ini.

Tabel 7.8

Jumlah, Persentase Luas dan Jumlah Desa masing-masingKecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2013

Kecamatan Luas (ha)Persentase Luas

(persen)

JumlahDesa/Kelurahan

1. Sekongkang 372,42 20,14 7

2. Maluk 92,42 5,00 5

3. Jereweh 260,19 14,07 4

4. Taliwang 375,93 20,33 15

5. Brang Rea 212,07 11,47 9

6. Brang Ene 140,90 7,62 6

7. Seteluk 236,21 12,77 10

8. Poto Tano 158,88 8,59 8

Jumlah 1. 849,02 100,00 64

Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014.

Secara klimatologi, rata-rata hari hujan di Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2013

berada dalam rentang 8,00-15,67 hari dengan curah hujan mencapai 126,3 mm sampai

Page 214: Hasil Riset Provinsi NTB

214

dengan 218,2 mm setiap bulannya dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

Desember yang mencapai 802 mm. Rata-rata lama penyinaran sinar matahari pada Tahun

2013 mencapai 77,5 persen dengan rata-rata kecepatan angin 5,1 knots.

Secara topografi, Kabupaten Sumbawa Barat mempunyai permukaan bumi yang

beragam, mulai dari datar, bergelombang curam sampai sangat curam dengan ketinggian

berkisar antara 0 hingga 1.730 m di atas permukaan laut, meliputi: datar seluas 21.822

hektar (11,80 persen), bergelombang seluas 16.369 hektar (8,85 persen), curam seluas

53.609 hektar (28,99 persen), dan sangat curam seluas 93.102 hektar (50,35 persen).

Ketinggian untuk kota-kota kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat berkisar antara 10

sampai 650 m di atas permukaan laut.

Topografi yang semakin datar sebagian besar digunakan untuk kegiatan pertanian dan

lokasi permukiman, sedang topografi yang semakin curam hingga sangat curam merupakan

kawasan hutan yang berfungsi untuk melindungi kawasan sekitarnya yang lebih rendah

(BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014).

Sebagai daerah otonom yang menyelenggarakan roda pemerintahan dan pelayanan

publik, sejak terbentuk pada Tahun 2003 Kabupaten Sumbawa Barat telah mengalami 3

periode pemerintahan, yaitu:

1. Tahun 2003-2005, Pemerintahan yang dipimpin Drs. A. Wahab Yasin, MM (Penjabat

Bupati);

2. Tahun 2005-2015, Pemerintahan yang dipimpin Bupati DR. KH. Zulkifli Muhadli, SH, MM

dan Wakil Bupati Drs. H. Mala Rahman (selama 2 periode).

Dengan demikian, saat ini Kabupaten Sumbawa Barat dipimpin oleh seorang bupati

dan seorang wakil bupati hasil pemilihan kepala daerah langsung pada 22 Juni 2005 dan 26

April 2010 berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Unsur penyelenggara

pemerintahan lainnya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kabupaten Sumbawa

Barat telah mengalami 3 periode DPRD yaitu:

Page 215: Hasil Riset Provinsi NTB

215

1. DPRD Periode 2004-2009 dengan Ketua Drs. Manimbang Kahariadi, anggota berjumlah

20 orang hasil Pemilu Tahun 2004;2. DPRD Periode 2009-2014 dengan Ketua H.M Syafii, anggota berjumlah 25 orang hasil

Pemilu Tahun 2009; dan

3. DPRD Periode 2014-2019 dengan Ketua Muhammad Nasir, ST, MM, anggota berjumlah25 orang hasil Pemilu Tahun 2014.

Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat pada Tahun 2013 berjumlah 121.167 jiwa

dengan komposisi jumlah perempuan 59.814 jiwa dan laki-laki 61.353 jiwa. Penduduk

Sumbawa Barat mengalami perkembangan rata-rata 2,16 persen per tahun yaitu dari118.608 jiwa pada Tahun 2012 dan menjadi 121.167 jiwa pada Tahun 2013. Peningkatan

tersebut disebabkan karena adanya perbedaan penduduk yang lahir dan yang mati, serta

penduduk yang datang dan pergi dari kabupaten tersebut. Gambaran tentang komposisipenduduk 8 kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat dapat dilihat pada dibawah ini.

Tabel 7.9Jumlah dan Distribusi Penduduk

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2014

No KecamatanLaki-laki

(jiwa)

Perempuan

(jiwa)

Penduduk

(jiwa)

Kepadatan

(jiwa/km2)

1 Sekongkang 4.386 4.229 8.615 23

2 Maluk 6.512 6.004 12.516 124

3 Jereweh 4.402 4.429 8.831 34

4 Taliwang 23.373 23.132 46.505 135

5 Brang Rea 6.748 6.446 13.194 62

6 Brang Ene 2.723 2.565 5.379 38

7 Seteluk 8.227 8.059 16.286 69

8 Poto Tano 4.982 4.859 9.841 62

Jumlah 61.353 59.814 12.1167 66

Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014.

Page 216: Hasil Riset Provinsi NTB

216

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)58 memperlihatkan bahwa penduduk

Kabupaten Sumbawa Barat tergolong dalam kriteria menengah bawah, pendidikan (Angka

Melek Hurup dan Rata-rata Lama Sekolah) tergolong dalam kriteria menengah atas, dan

pendapatan (Paritas Daya Beli) tergolong dalam kriteria menengah bawah. Oleh karena itu,

IPM Kabupaten Sumbawa Barat pada Tahun 2004 secara umum tergolong dalam kriteria

menengah bawah. Tabel 4.3 berikut ini menggambarkan perbandingan IPM Kabupaten

Sumbawa Barat dengan kabupaten/kota lain di Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Tabel 7.10Perbandingan Index Pembangunan Manusia (IPM)

Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten/Kota Lain di Propinsi NTB Tahun 2014

NoKabupaten/

Kota

AngkaHarapan

Hidup

Pendidik-an

ParitasDaya Beli

IPM

(0–100)

PeringkatIPM

1. Lombok Barat 61,71 6,10 630,13 63,19 8

2. Lombok Tengah 61,96 6,19 632,97 62,57 9

3. Lombok Timur 61,88 6,91 628,09 64,91 7

4. Mataram 67,62 9,68 650,09 73,70 1

5. Sumbawa Barat 61,61 8,02 632,76 67,85 3

6. Sumbawa 60,93 7,64 638,03 67,23 5

7. Dompu 61,26 7,97 645,50 67,58 4

8. Lombok Utara 61,32 5,61 618,65 61,37 10

9. Bima 63,55 7,59 621,52 66,52 6

10. Kota Bima 63,22 10,22 622,00 69,83 2

11. Propinsi NTB 62,73 7,19 645,72 66,89 -

Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014

58 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang dikembangkan United Nation forDevelopment Programme (UNDP) untuk mengukur tingkat pencapaian upaya pembangunan manusia dari berbagaibidang, meliputi: kesehatan (Angka Harapan Hidup).

Page 217: Hasil Riset Provinsi NTB

217

Data di atas memberikan informasi bahwa kualitas sumberdaya manusia Kabupaten

Sumbawa Barat yang ditunjukkan oleh nilai IPM, berada di atas rata-rata Propinsi NTB dan

menempati peringkat ke-3, namun nilai IPM tersebut masih tergolong dalam kriteria

menengah bawah59. Apabila dilihat secara parsial, hanya indeks pendidikan yang berada di

atas rata-rata Propinsi NTB, sedang angka harapan hidup dan paritas daya beli masih

berada di bawah rata-rata Propinsi NTB. Keadaan tersebut menuntut perlunya percepatan

pembangunan bidang kesehatan dan ekonomi, serta juga pendidikan agar segera dapat

dihasilkan sumberdaya pembangunan yang semakin berkualitas.

Struktur ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat tercermin dari nilai Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) dalam tiga tahun terakhir masih didominasi oleh sektor primer,

yaitu sektor pertanian dan pertambangan, sedang kontribusi sektor ekonomi lainnya

terhadap PDRB sangat kecil. PDRB Kabupaten Sumbawa Barat atas dasar harga berlaku

pada Tahun 2013 sebesar Rp. 10.035.568.820.000 dan Tahun 2012 sebesar Rp.

9.342.335.600.000, sehingga terjadi peningkatan sebesar 7,42 persen.

Dari total nilai PDRB tersebut, kontribusi sektor primer terhadap PDRB Tahun 2012

sebesar 91,71 persen (meliputi pertanian dalam arti luas 3,72 persen dan pertambangan

87,99 persen) dan Tahun 2013 sebesar 91,17 persen (meliputi pertanian dalam arti luas

3,69 persen dan pertambangan 87,48 persen), sedang kontribusi sektor sekunder dan

tersier pada Tahun 2012 sebesar 8,29 persen dan tahun 2013 hanya 8,83 persen.

PDRB perkapita Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2013 sebesar Rp. 79.623.385. PDRB

perkapita ini menunjukkan besaran PDRB dibagi jumlah penduduk. PDRB perkapita ini tidak

mutlak menunjukkan rata-rata pendapatan yang diterima penduduk Kabupaten Sumbawa

Barat mengingat adanya transfer out atau pendapatan yang dibawa keluar kabupaten

Sumbawa Barat oleh pemilik faktor produksi (terjadi kebocoran wilayah), terutama pada

subsektor pertambangan non migas sangat besar (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014).

59 Keterangan:

kriteria tinggi apabila IPM 80,0 – 100,0; menengah atas apabila IPM 66,0 – 79,9; menengah bawah apabila IPM50,0 – 65,9; dan kriteria rendah apabila IPM < 50,0).

Page 218: Hasil Riset Provinsi NTB

218

Dari uraian tersebut, diperkirakan sampai 20 tahun ke depan, struktur ekonomi

Kabupaten Sumbawa Barat masih akan didominasi oleh sektor primer, yaitu pertanian

dalam arti luas dan pertambangan. Sektor sekunder, yang terdiri dari: lapangan usaha

industri pengolahan (manufaktur), lapangan usaha listrik, gas dan air minum, dan lapangan

usaha konstruksi diperkirakan berkembang sangat lambat, bahkan cenderung stagnan.

Sektor tersier juga berkembang lambat, karena kontribusi terbesar diperoleh dari lapangan

usaha perdagangan, hotel dan restoran serta lapangan usaha pengangkutan dan

komunikasi. Lapangan usaha Bank dan lapangan usaha jasa-jasa sangat kecil kontribusinya

kepada PDRB di Kabupaten Sumbawa Barat.

D.2. Sketsa Kecamatan Maluk & Kecamatan Sekongkong

Kecamatan Maluk merupakan salah satu dari delapan kecamatan yang ada di Kabupaten

Sumbawa Barat. Dengan luas wilayah mencapai 92,42 km2. Kecamatan Maluk terdiri dari 5 desa

desa yaitu Maluk, Benete, Bukit Damai, Mantun dan Pasir Putih. Dilihat dari letak geografisnya

di bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Sekongkang, di sebelah selatan berbatasan

dengan Kecamatan Jereweh di sebelah barat berbatasan dengan Selat Alas dan berbatasan

dengan Kecamatan Jereweh di sebelah timur.

Pada Tahun 2013 Kecamatan Maluk mempunyai penduduk sebesar 12.516 jiwa

yang terdiri dari 6.512 laki-laki dan 6.004 perempuan. dengan demikian sex ratio penduduk

Kecamatan Maluk 108. Dengan penduduk 12.516 jiwa dan luas wilayah Kecamatan Maluk

92,42 km2, maka kepadatan penduduk mencapai 135 jiwa/km2. Kecamatan Maluk

tergolong sebagai kecamatan dengan penduduk terpadat di Kabupaten Sumbawa Barat

(BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014).

Kecamatan Sekongkang merupakan salah satu dari delapan kecamatan yang ada diKabupaten Sumbawa Barat. Wilayah Kecamatan Sekongkang 372,42 km2 terdiri dari 8 desayaitu Sekongkang Bawah, Sekongkang Atas, Tongo, Ai Kangkung, Tatar, Talonang Baru,Kemuning dan Unit Pemukiman Terpadu (UPT) Tongo II SP2. Terletak di ujung selatanKabupaten Sumbawa Barat, berbatasan langsung dengan Kecamatan Lunyuk KabupatenSumbawa di sebelah timur dan Samudra Indonesia di sebelah selatan. Sedangkan di sebelahbarat berbatasan dengan Selatan Alas dan di sebelah utara berbatasan langsung denganKecamatan Maluk dan Kecamatan Jereweh.

Page 219: Hasil Riset Provinsi NTB

219

Pada Tahun 2013 Kecamatan Sekongkang mempunyai sebanyak 8.615 jiwa denganjumlah penduduk laki-laki 4.386 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 4.229 jiwadengan perbandingan jumlah berdasarkan jenis kelamin (sex ratio) 104. Hal inimenunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 4 persen dibandingkanpenduduk perempuan di Kecamatan Sekongkang. Dengan penduduk 8.615 jiwa dan luaswilayah Kecamatan Sekongkang 372,42 km2, maka kepadatan penduduk mencapai 23jiwa/km2. Kecamatan Sekongkang tergolong sebagai kecamatan dengan pendudukterjarang di Kabupaten Sumbawa Barat (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014).

D.3. Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat

D.3.1.Partisipasi Pemilih Tingkat Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab Pendahuluan bahwa partisipasipemilih Kabupaten Sumbawa Barat dalam pemilu sepanjang 5 tahun terakhir inimenunjukkan angka partisipasi yang fluktuatif. Data yang tersedia di KomisiPemilihan Umum Kabupaten Sumbawa Barat (KPU KSB) menunjukkan bahwafluktuasi angka partisipasi tersebut berkisar antara 4 sampai 10 persen dalamberbagai peristiwa pemilihan umum 5 tahun terakhir ini sebagaimana ditunjukkanpada Grafik dibawah ini.

Grafik 7.11Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat

Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

64,00%

66,00%

68,00%

70,00%

72,00%

74,00%

76,00%

78,00%

80,00%

82,00%

84,00%

PemiluLegislatif

2009

75,23%

219

Pada Tahun 2013 Kecamatan Sekongkang mempunyai sebanyak 8.615 jiwa denganjumlah penduduk laki-laki 4.386 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 4.229 jiwadengan perbandingan jumlah berdasarkan jenis kelamin (sex ratio) 104. Hal inimenunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 4 persen dibandingkanpenduduk perempuan di Kecamatan Sekongkang. Dengan penduduk 8.615 jiwa dan luaswilayah Kecamatan Sekongkang 372,42 km2, maka kepadatan penduduk mencapai 23jiwa/km2. Kecamatan Sekongkang tergolong sebagai kecamatan dengan pendudukterjarang di Kabupaten Sumbawa Barat (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014).

D.3. Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat

D.3.1.Partisipasi Pemilih Tingkat Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab Pendahuluan bahwa partisipasipemilih Kabupaten Sumbawa Barat dalam pemilu sepanjang 5 tahun terakhir inimenunjukkan angka partisipasi yang fluktuatif. Data yang tersedia di KomisiPemilihan Umum Kabupaten Sumbawa Barat (KPU KSB) menunjukkan bahwafluktuasi angka partisipasi tersebut berkisar antara 4 sampai 10 persen dalamberbagai peristiwa pemilihan umum 5 tahun terakhir ini sebagaimana ditunjukkanpada Grafik dibawah ini.

Grafik 7.11Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat

Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

PemiluLegislatif

2009

PemiluPresiden

2009

PemilukadaKSB 2010

PemilukadaNTB 2013

PemiluLegislatif

2014

PemiluPresiden

2014

75,23%

71,36%

80,77%

73,38%

82,18%

219

Pada Tahun 2013 Kecamatan Sekongkang mempunyai sebanyak 8.615 jiwa denganjumlah penduduk laki-laki 4.386 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 4.229 jiwadengan perbandingan jumlah berdasarkan jenis kelamin (sex ratio) 104. Hal inimenunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 4 persen dibandingkanpenduduk perempuan di Kecamatan Sekongkang. Dengan penduduk 8.615 jiwa dan luaswilayah Kecamatan Sekongkang 372,42 km2, maka kepadatan penduduk mencapai 23jiwa/km2. Kecamatan Sekongkang tergolong sebagai kecamatan dengan pendudukterjarang di Kabupaten Sumbawa Barat (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014).

D.3. Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat

D.3.1.Partisipasi Pemilih Tingkat Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab Pendahuluan bahwa partisipasipemilih Kabupaten Sumbawa Barat dalam pemilu sepanjang 5 tahun terakhir inimenunjukkan angka partisipasi yang fluktuatif. Data yang tersedia di KomisiPemilihan Umum Kabupaten Sumbawa Barat (KPU KSB) menunjukkan bahwafluktuasi angka partisipasi tersebut berkisar antara 4 sampai 10 persen dalamberbagai peristiwa pemilihan umum 5 tahun terakhir ini sebagaimana ditunjukkanpada Grafik dibawah ini.

Grafik 7.11Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat

Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

PemiluPresiden

2014

82,18%

72,05%

Page 220: Hasil Riset Provinsi NTB

220

Adapun gambaran jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT, jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilih, dan angka partisipasi pemilih di

Kabupaten Sumbawa Barat dalam 5 tahun terakhir ini sebagai berikut:

1. Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kabupaten

Sumbawa Barat dalam Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 (Pemilu Legislatif 2009)

mencapai 79.788 orang yang terdiri dari 40.692 laki-laki atau 51,00 persen dari jumlah

pemilih terdaftar dalam DPT dan 39.096 perempuan atau 49,00 persen dari total pemilih

terdaftar dalam DPT.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 60.024 pemilih yang diri dari 30.798 laki-laki atau 38,60 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 29.226 perempuan atau 36,67 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Legislatif 2009 di

Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 75,23 persen.

Adapun perbandingan angka partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan perempuan

sebagai berikut:

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 40.692 pemilih, sebanyak

30.798 atau sebesar 75,69 persen dari jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 39.096 pemilih,

sebanyak 29.226 atau sebesar 74,75 persen dari jumlah yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

c) Dengan demikian, angka partisipasi laki-laki lebih tinggi 0,93 persen dibandingkan

partisipasi perempuan dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kabupaten Sumbawa Barat.

Secara rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang terdaftar

dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel dibawah

ini

Page 221: Hasil Riset Provinsi NTB

221

Tabel 7.12Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Menggunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan

DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 40.692 30.798 38,60% 75,69%

Perempuan 39.096 29.226 36,63% 74,75%

Jumlah 79.788 60.024 75,23%

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan SuaraPartai Politik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu Tahun2009

2. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kabupaten Sumbawa Barat dalam

Pemilu Presiden Tahun 2009 mencapai 82.710 orang yang terdiri dari 41.983 laki-laki atau

50,76 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan 40.727 perempuan atau 49,24

persen dari total pemilih terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT

Pemilu Presiden Tahun 2009 ini bertambah sebanyak 2.922 pemilih atau mengalami

penambahan sebesar 3,66 persen dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu

Legislatif 2009.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak

pilihnya berjumlah 59.024 pemilih yang diri dari 30.308 laki-laki atau 36,64 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 28.716 perempuan atau 34,72 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Presiden

Tahun 2009 di Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 71,36 persen.

Page 222: Hasil Riset Provinsi NTB

222

Adapun perbandingan angka partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan perempuan

sebagai berikut:

1. Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 41.983 pemilih,

sebanyak 30.308 atau sebesar 367,64 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

2. Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 40.727 pemilih,

sebanyak 28.716 atau sebesar 34,72 persen pemilih perempuan yang terdaftar

dalam DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi laki-laki lebih tinggi 1,68 persen

dibandingkan partisipasi perempuan dalam Pemilu Presiden Tahun 2009 di Kabupaten

Sumbawa Barat. Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 7.13Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Presiden Tahun 2009

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 41.983 30.308 36,64% 72,19%

Perempuan 40.727 28.716 34,72% 70,51%

Jumlah 82.710 59.024 71,36%

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan SuaraPemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

Page 223: Hasil Riset Provinsi NTB

223

3. Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kabupaten Sumbawa Barat dalam

Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010 (Pemilukada KSB 2010)

mencapai 40.284 orang yang terdiri dari 40.284 laki-laki atau 49,29 persen dari jumlah

pemilih terdaftar dalam DPT dan 341.439 perempuan atau 50,71 persen dari total

pemilih terdaftar dalam DPT.

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada KSB 2010 ini berkurang

sebanyak 987 pemilih atau mengalami pengurangan sebesar 1,19 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Presiden Tahun 2009.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak

pilihnya berjumlah 66.007 pemilih yang diri dari 33.463 laki-laki atau 40,95 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 32.544 perempuan atau 39,82 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilukada KSB 2010

mencapai 80,77 persen.

Adapun perbandingan angka partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan

perempuan sebagai berikut:

1. Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 40.284 pemilih,

sebanyak 333.463 atau sebesar 83,07 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

2. Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 41.439 pemilih,

sebanyak 32.544 atau sebesar 78,53 persen pemilih perempuan yang terdaftar

dalam DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi laki-laki lebih tinggi 4,53 persen

dibandingkan partisipasi perempuan dalam Pemilukada KSB 2010. Secara lebih rinci

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT

yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel di bawah.

Page 224: Hasil Riset Provinsi NTB

224

Tabel 7.14Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilukada KSB 2010

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 40.284 33.463 40,95% 83,07%

Perempuan 41.439 32.544 39,82% 78,53%

Jumlah 81.723 66.007 80,77%

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluBupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010

4. Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Tahun 2013

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kabupaten Sumbawa Barat dalam

Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Tahun 2013 (Pemilukada

NTB 2013) mencapai 92.403 orang yang terdiri dari 45.038 laki-laki atau 48,74 persen

dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan 47.365 perempuan atau 51,26 persen dari

total pemilih terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada

NTB 2013 ini bertambah sebanyak 10.680 pemilih atau mengalami pertambahan sebesar

13,07 persen dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada KSB 2010.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak

pilihnya berjumlah 67.809 pemilih yang diri dari 33.172 laki-laki atau 35,90 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 34.637 perempuan atau 37,48 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilukada NTB

2013 di Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 73,38 persen. Adapun perbandingan

angka partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

Page 225: Hasil Riset Provinsi NTB

225

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 45.038 pemilih,

sebanyak 33.172 atau sebesar 73,65 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 47.365 pemilih,

sebanyak 34.637 atau sebesar 73,13 persen pemilih perempuan yang terdaftar

dalam DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi laki-laki lebih tinggi 0,53 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilukada NTB 2013 di Kabupaten Sumbawa

Barat . Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan

pada tabel di bawah ini

Tabel 7.15Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilukada NTB 2013

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 45.038 33.172 35,90% 73,65%

Perempuan 47.365 34.637 37,48% 73,13%

Jumlah 92.403 67.809 73,38%

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluGubernur dan Wakil Gubernur NTB Tahun 2013

5. Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kabupaten Sumbawa Barat dalam

Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 (Pemilu Legislatif 2014) mencapai 92.552 orang

yang terdiri dari 46.103 laki-laki atau 49,81 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam

Page 226: Hasil Riset Provinsi NTB

226

DPT dan 46.449 perempuan atau 50,19 persen dari total pemilih terdaftar dalam DPT.

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 ini

bertambah sebanyak 149 pemilih atau mengalami pertambahan sebesar 0,16 persen

dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada NTB 2013.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak

pilihnya berjumlah 76.057 pemilih yang diri dari 37.625 laki-laki atau 40,65 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 38.432 perempuan atau 41,52 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Legislatif 2014

di Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 82,18 persen. Adapun perbandingan angka

partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 46.103 pemilih,

sebanyak 37.625 atau sebesar 81,61 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 46.449 pemilih,

sebanyak 38.432 atau sebesar 82,74 persen pemilih perempuan yang terdaftar

dalam DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 1,13 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Sumbawa

Barat . Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel dibawah ini.

Page 227: Hasil Riset Provinsi NTB

227

Tabel 7.16Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Legislatif 2014

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 46.103 37.625 40,65% 81,61%

Perempuan 46.449 38.432 41,52% 82,74%

Jumlah 92.552 76.057 82,18%

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PartaiPolitik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu Tahun 2014

6. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kabupaten Sumbawa Barat dalam

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 mencapai 92.531 orang yang terdiri

dari 46.057 laki-laki atau 49,77 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan

46.474 perempuan atau 50,23 persen dari total pemilih terdaftar dalam DPT. Jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 ini

berkurang sebanyak 21 pemilih atau mengalami pengurangan sebesar 0,02 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Legislatif 2014.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak

pilihnya berjumlah 66.668 pemilih yang diri dari 32.690 laki-laki atau 35,33 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 33.978 perempuan atau 36,72 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Presiden dan

Wakil Presiden Tahun 2014 di Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 72,05 persen.

Adapun perbandingan angka partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan perempuan

sebagai berikut:

Page 228: Hasil Riset Provinsi NTB

228

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 46.057 pemilih,

sebanyak 32.690 atau sebesar 70,98 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 46.474 pemilih,

sebanyak 33.978 atau sebesar 73,11 persen pemilih perempuan yang terdaftar

dalam DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 2,13 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

di Kabupaten Sumbawa Barat . Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam

DPT dan jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

sebagaimana ditunjukkan pada tabel di bawah ini

Tabel 7.17Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 46.057 32.690 35,33% 70,98%

Perempuan 46.474 33.978 36,72% 73,11%

Jumlah 92.531 66.668 72,05%

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluPresiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Dari berbagai uraian yang dipaparkan di atas, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

antara lain:

1) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Sumbawa Barat senantiasa mengalami fluktuasi;

Page 229: Hasil Riset Provinsi NTB

229

2) Partisipasi perempuan dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Sumbawa Barat senantiasa lebih rendah

dibandingkan partisipasi laki-laki kecuali dalam 2 pemilu terakhir Tahun 2014.

D.3.2. Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagaimana partisipasi pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat, partisipasi pemilih di

Kecamatan Maluk pun mengalami fluktuasi dari berbagai momentum Pemilu sejak Tahun

2009 sampai 2014.

Grafik 7.18Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Dari Grafik di atas diketahui bahwa angka partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk selalu

lebih rendah dari angka partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat. Dalam 5 tahun

terakhir, angka partisipasi tertinggi pemilih di Kecamatan Maluk mencapai 63,88 persen

yaitu pada Pemilu KSB Tahun 2010. Sedangkan angka partisipasi terendah 41,90 persen yaitu

pada Pemilukada NTB Tahun 2013.

0,00%10,00%20,00%30,00%40,00%50,00%60,00%70,00%80,00%90,00%

PemiluLegislatif

2009

56,54%

75,23%

229

2) Partisipasi perempuan dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Sumbawa Barat senantiasa lebih rendah

dibandingkan partisipasi laki-laki kecuali dalam 2 pemilu terakhir Tahun 2014.

D.3.2. Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagaimana partisipasi pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat, partisipasi pemilih di

Kecamatan Maluk pun mengalami fluktuasi dari berbagai momentum Pemilu sejak Tahun

2009 sampai 2014.

Grafik 7.18Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Dari Grafik di atas diketahui bahwa angka partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk selalu

lebih rendah dari angka partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat. Dalam 5 tahun

terakhir, angka partisipasi tertinggi pemilih di Kecamatan Maluk mencapai 63,88 persen

yaitu pada Pemilu KSB Tahun 2010. Sedangkan angka partisipasi terendah 41,90 persen yaitu

pada Pemilukada NTB Tahun 2013.

PemiluLegislatif

2009

PemiluPresiden

2009

PemilukadaKSB 2010

PemilukadaNTB 2013

PemiluLegislatif

2014

56,54% 56,95%63,88%

41,90%

55,52%

75,23% 71,36%80,77%

73,38%82,18%

Kecamatan Maluk KSB

229

2) Partisipasi perempuan dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Sumbawa Barat senantiasa lebih rendah

dibandingkan partisipasi laki-laki kecuali dalam 2 pemilu terakhir Tahun 2014.

D.3.2. Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagaimana partisipasi pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat, partisipasi pemilih di

Kecamatan Maluk pun mengalami fluktuasi dari berbagai momentum Pemilu sejak Tahun

2009 sampai 2014.

Grafik 7.18Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kecamatan Maluk

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

Dari Grafik di atas diketahui bahwa angka partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk selalu

lebih rendah dari angka partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat. Dalam 5 tahun

terakhir, angka partisipasi tertinggi pemilih di Kecamatan Maluk mencapai 63,88 persen

yaitu pada Pemilu KSB Tahun 2010. Sedangkan angka partisipasi terendah 41,90 persen yaitu

pada Pemilukada NTB Tahun 2013.

PemiluLegislatif

2014

PemiluPresiden

2014

55,52%45,58%

82,18%72,05%

Page 230: Hasil Riset Provinsi NTB

230

Adapun gambaran jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT, jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilih, dan angka partisipasi pemilih di

Kecamatan Maluk dalam 5 tahun terakhir ini sebagai berikut:

1. Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan Maluk

dalam Pemilu Legislatif 2009 (Pemilu Legislatif 2009) mencapai 8.316 orang yang terdiri dari

4.708 laki-laki atau 56,61 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan 3.608

perempuan atau 43,39 persen dari total pemilih terdaftar dalam DPT.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 4.702 pemilih yang diri dari 2.567 laki-laki atau 30,87 persen dari jumlah pemilih

yang terdaftar dalam DPT dan 2.135 perempuan atau 25,67 persen dari jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang terdaftar dalam DPT

yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kecamatan Maluk

mencapai 56,54 persen. Adapun perbandingan angka partisipasi pemilih laki-laki

dibandingkan perempuan sebagai berikut:

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 4.708 pemilih, sebanyak

2.567 atau sebesar 54,52 persen dari jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 3.608 pemilih,

sebanyak 2.135 atau sebesar 59,17 persen dari jumlah yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 4,65 persen dibandingkan

partisipasi laki-laki dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kecamatan Maluk. Secara lebih rinci

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang

menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.

Page 231: Hasil Riset Provinsi NTB

231

Tabel 7.19Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kecamatan Maluk

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan

DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 4.708 2.567 30,87 persen 54,52 persen

Perempuan 3.608 2.135 25,67 persen 59,17 persen

Jumlah 8.316 4.702 56,54 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PartaiPolitik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu Tahun 2009

2. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Maluk dalam Pemilu Presiden

Tahun 2009 mencapai 8.913 orang yang terdiri dari 4.708 laki-laki atau 56,41 persen dari

jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan 3.608 perempuan atau 43,59 persen dari total

pemilih terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Presiden

Tahun 2009 ini bertambah sebanyak 597 pemilih atau mengalami penambahan sebesar

7,18 persen dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Legislatif 2009.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 5.076 pemilih yang diri dari 2.776 laki-laki atau 31,15 persen dari jumlah pemilih

yang terdaftar dalam DPT dan 2.300 perempuan atau 25,81 persen dari jumlah pemilih

yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang terdaftar

dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Presiden Tahun 2009 di

Kecamatan Maluk mencapai 56,95 persen. Adapun perbandingan angka partisipasi pemilih

laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

Page 232: Hasil Riset Provinsi NTB

232

1. Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 5,028 pemilih,

sebanyak 2,776 atau sebesar 55,21 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

2. Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 3.885 pemilih,

sebanyak 2,300 atau sebesar 59,20 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 3,99 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilu Presiden Tahun 2009 di Kecamatan Maluk.

Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada tabel

di bawah ini.

Tabel 7.20Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih dalam

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 di Kecamatan Maluk

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan

DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 5.028 2.776 31,15 persen 55,21 persen

Perempuan 3.885 2.300 25,81 persen 59,20 persen

Jumlah 8.913 5.076 56,95 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluPresiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

Page 233: Hasil Riset Provinsi NTB

233

3. Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Maluk dalam Pemilu

Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010 (Pemilukada KSB 2010) mencapai

8.680 orang yang terdiri dari 4.867 laki-laki atau 56,07 persen dari jumlah pemilih

terdaftar dalam DPT dan 3.813 perempuan atau 43,93 persen dari total pemilih

terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada KSB 2010 ini

berkurang sebanyak 233 pemilih atau mengalami pengurangan sebesar 2,61 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Presiden Tahun 2009.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak

pilihnya berjumlah 5,545 pemilih yang diri dari 3,032 laki-laki atau 34,93 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 2.513 perempuan atau 28,95 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilukada KSB 2010

di Kecamatan Maluk mencapai 63, 88 persen. Adapun perbandingan angka partisipasi

pemilih laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

1. Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 4.867 pemilih,

sebanyak 3.032 atau sebesar 62,30 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

2. Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 3.813 pemilih,

sebanyak 2,513 atau sebesar 65,91 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 3,61 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilukada KSB 2010 di Kecamatan Maluk. Secara

lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang terdaftar

dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada tabel di

bawah ini

Page 234: Hasil Riset Provinsi NTB

234

Tabel 7.21Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilukada KSB 2010 di Kecamatan Maluk

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 4.867 3.032 34,93 persen 62,30 persen

Perempuan 3.813 2.513 28,95 persen 65,91 persen

Jumlah 8.680 5.545 63,88 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluBupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010

4. Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Tahun 2013

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Maluk dalam Pemilu

Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Tahun 2013 (Pemilukada NTB 2013)

mencapai 10,865 orang yang terdiri dari 6,041 laki-laki atau 55,60 persen dari jumlah

pemilih terdaftar dalam DPT dan 4.824 perempuan atau 44,40 persen dari total pemilih

terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada NTB 2013 ini

bertambah sebanyak 2.185 pemilih atau mengalami pertambahan sebesar 25,17 persen

dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada KSB 2010.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 4.552 pemilih yang diri dari 2.369 laki-laki atau 21,80 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 2.183 perempuan atau 20,09 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilukada NTB 2013 di

Kecamatan Maluk mencapai 41,90 persen. Adapun perbandingan angka partisipasi

pemilih laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

Page 235: Hasil Riset Provinsi NTB

235

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 6,041 pemilih,

sebanyak 2.369 atau sebesar 39,22 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 4.824 pemilih,

sebanyak 2,183 atau sebesar 45,25 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 6,04 persen dibandingkan

partisipasi laki-laki dalam Pemilukada NTB 2013 di Kecamatan Maluk. Secara lebih rinci jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang

menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.22Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilukada NTB 2013 di Kecamatan Maluk

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan

DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 6.041 2.369 21,80 persen 39,22 persen

Perempuan 4.824 2.183 20,09 persen 45,25 persen

Jumlah 10.865 4.552 41,90 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluGubernur dan Wakil Gubernur NTB Tahun 2013

5. Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Maluk dalam Pemilu

DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 (Pemilu Legislatif 2014) mencapai 11,359 orang yang

terdiri dari 6.306 laki-laki atau 55,52 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan

Page 236: Hasil Riset Provinsi NTB

236

5.053 perempuan atau 44,48 persen dari total pemilih terdaftar dalam DPT. Jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT Pe Pemilu Legislatif 2014 ini bertambah sebanyak 494

pemilih atau mengalami pertambahan sebesar 4,55 persen dari jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT Pemilukada NTB 2013.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak

pilihnya berjumlah 6.306 pemilih yang diri dari 3.320 laki-laki atau 29,23 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 2.986 perempuan atau 26,29 persen dari

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih

yang terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Legislatif 2014

di Kecamatan Maluk mencapai 55,52 persen. Adapun perbandingan angka partisipasi

pemilih laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

1. Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 6.306 pemilih,

sebanyak 3.320 atau sebesar 52,65 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

2. Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 5.053 pemilih,

sebanyak 2.986 atau sebesar 59,06 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 6,45 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kecamatan Maluk.

Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada

tabel dibawah ini.

Page 237: Hasil Riset Provinsi NTB

237

Tabel 7.23Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kecamatan Maluk

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 6.306 3.320 29,23 persen 52,65 persen

Perempuan 5.053 2.986 26,29 persen 59,09 persen

Jumlah 11.359 6.306 55,52 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PartaiPolitik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu Tahun 2014

6. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Maluk dalam Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 mencapai 11,262 orang yang terdiri dari 6.237

laki-laki atau 55,38 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan 5.025

perempuan atau 44,62 persen dari total pemilih terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih

yang terdaftar dalam DPT Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 ini berkurang

sebanyak 97 pemilih atau mengalami pengurangan sebesar 0,85 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 5.133 pemilih yang diri dari 2.662 laki-laki atau 23,64 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 2.471 perempuan atau 21,94 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden Tahun 2014 di Kecamatan Maluk mencapai 45,58 persen.Adapun perbandingan

angka partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

Page 238: Hasil Riset Provinsi NTB

238

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 6.237 pemilih,

sebanyak 2.662 atau sebesar 42,68 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 5.025 pemilih,

sebanyak 2.471 atau sebesar 49,17 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 6,49 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

di Kecamatan Maluk. Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan

jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana

ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.24Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di Kecamatan Maluk

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 6.237 2.662 23,64 persen 42,68 persen

Perempuan 5.025 2.471 21,94 persen 49,17 persen

Jumlah 11.262 5.133 45,58 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluPresiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Page 239: Hasil Riset Provinsi NTB

239

Dari berbagai uraian yang dipaparkan di atas, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

antara lain:

1) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa lebih rendah dari angka

partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat;

2) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa mengalami fluktuasi;

3) Partisipasi perempuan dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa lebih tinggi dibandingkan

partisipasi laki-laki.

D.3.3. Partisipasi Pemilih di Kecamatan Sekongkang

Sebagaimana partisipasi pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat, partisipasi

pemilih di Kecamatan Sekongkang pun mengalami fluktuasi dari berbagai momentum

Pemilu sejak Tahun 2009 sampai 2014.

Grafik 7.25Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kecamatan Sekongkang

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

PemiluLegislatif

2009

PemiluPresiden

2009

61,54%

60,89%

75,23%

239

Dari berbagai uraian yang dipaparkan di atas, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

antara lain:

1) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa lebih rendah dari angka

partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat;

2) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa mengalami fluktuasi;

3) Partisipasi perempuan dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa lebih tinggi dibandingkan

partisipasi laki-laki.

D.3.3. Partisipasi Pemilih di Kecamatan Sekongkang

Sebagaimana partisipasi pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat, partisipasi

pemilih di Kecamatan Sekongkang pun mengalami fluktuasi dari berbagai momentum

Pemilu sejak Tahun 2009 sampai 2014.

Grafik 7.25Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kecamatan Sekongkang

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

PemiluPresiden

2009

PemilukadaKSB 2010

PemilukadaNTB 2013

PemiluLegislatif

2014

60,89%

81,17%

71,09%72,60%

75,23% 71,36%80,77% 73,38% 82,18%

Sekongkang KSB

239

Dari berbagai uraian yang dipaparkan di atas, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

antara lain:

1) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa lebih rendah dari angka

partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat;

2) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa mengalami fluktuasi;

3) Partisipasi perempuan dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk senantiasa lebih tinggi dibandingkan

partisipasi laki-laki.

D.3.3. Partisipasi Pemilih di Kecamatan Sekongkang

Sebagaimana partisipasi pemilih di Kabupaten Sumbawa Barat, partisipasi

pemilih di Kecamatan Sekongkang pun mengalami fluktuasi dari berbagai momentum

Pemilu sejak Tahun 2009 sampai 2014.

Grafik 7.25Fluktuasi Partisipasi Pemilih di Kecamatan Sekongkang

Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009-2014

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu2009-2014

PemiluLegislatif

2014

PemiluPresiden

2014

72,60%

59,32%

82,18%72,05%

Page 240: Hasil Riset Provinsi NTB

240

Dari Grafik di atas diketahui bahwa angka partisipasi pemilih di Kecamatan

Sekongkang mempunyai kecenderungan selalu lebih rendah dari angka partisipasi pemilih

Kabupaten Sumbawa Barat kecuali pada Pemilukada KSB Tahun 2010. Dalam 5 tahun

terakhir, angka partisipasi tertinggi pemilih di Kecamatan Sekongkang mencapai 81,17

persen yaitu pada Pemilukada KSB Tahun 2010. Sedangkan angka partisipasi terendah

59,32 persen yaitu pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014.

Adapun gambaran jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT, jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilih, dan angka partisipasi pemilih di

Kecamatan Sekongkang dalam 5 tahun terakhir ini sebagai berikut:

1. Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan

Sekongkang dalam Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 (Pemilu Legislatif 2009)

mencapai 6.508 orang yang terdiri dari 4.165 laki-laki atau 64,00 persen dari jumlah

pemilih terdaftar dalam DPT dan 2.343 perempuan atau 36,00 persen dari total pemilih

terdaftar dalam DPT.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 4.005 pemilih yang diri dari 2.218 laki-laki atau 34,08 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 1.787 perempuan atau 27,46 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Legislatif 2009 di

Kecamatan Sekongkang mencapai 61,54 persen. Perbandingan angka partisipasi pemilih

laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 4.165 pemilih,

sebanyak 2.218 atau sebesar 53,25 persen dari jumlah pemilih laki-laki yang

terdaftar dalam DPT menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 2.343 pemilih,

sebanyak 1.787 atau sebesar 76,27 persen dari jumlah yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

Page 241: Hasil Riset Provinsi NTB

241

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 23,02 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kecamatan Sekongkang.

Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada tabel

dibawah ini.

Tabel 7.26Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kecamatan Sekongkang

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 4.165 2.218 34,08 persen 53,25 persen

Perempuan 2.343 1.787 27,46 persen 76,27 persen

Jumlah 6.508 4.005 61,54 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PartaiPolitik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu Tahun 2009

2. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Sekongkang dalam Pemilu

Presiden Tahun 2009 mencapai 6.838 orang yang terdiri dari 4.393 laki-laki atau 64,24

persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan 2.445 perempuan atau 35,76 persen

dari total pemilih terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu

Presiden Tahun 2009 ini bertambah sebanyak 330 pemilih atau mengalami penambahan

sebesar 5,07 persen dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Legislatif 2009.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 4.164 pemilih yang diri dari 2.506 laki-laki atau 36,65 persen dari jumlah pemilih

yang terdaftar dalam DPT dan 1.658 perempuan atau 24,25 persen dari jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang terdaftar dalam DPT

Page 242: Hasil Riset Provinsi NTB

242

yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Presiden Tahun 2009 di Kecamatan

Sekongkang mencapai 60,89 persen. Perbandingan angka partisipasi pemilih laki-laki

dibandingkan perempuan sebagai berikut:

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 4.393 pemilih, sebanyak

2.506 atau sebesar 57,05 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 2.445 pemilih,

sebanyak 1.658 atau sebesar 67,810 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 10,77 persen dibandingkan

partisipasi laki-laki dalam Pemilu Presiden Tahun 2009 di Kecamatan Sekongkang. Secara

lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang terdaftar dalam

DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.27Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 di Kecamatan Sekongkang

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 4.393 2.506 36,65 persen 57,05 persen

Perempuan 2.445 1.658 24,25 persen 67,81 persen

Jumlah 6.838 4.164 60,89 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluPresiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

Page 243: Hasil Riset Provinsi NTB

243

3. Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Sekongkang dalam

Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010 (Pemilukada KSB 2010)

mencapai 4.876 orang yang terdiri dari 2.561 laki-laki atau 52,52 persen dari jumlah

pemilih terdaftar dalam DPT dan 2.315 perempuan atau 47,48 persen dari total pemilih

terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada KSB 2010 ini

berkurang sebanyak 1.962 pemilih atau mengalami pengurangan sebesar 28,69 persen

dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Presiden Tahun 2009.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 4.876 pemilih yang diri dari 2.561 laki-laki atau 42,27 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 2.315 perempuan atau 38,90 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilukada KSB 2010 di

Kecamatan Sekongkang mencapai 81,17 persen. Angka partisipasi pemilih Kecamatan

Sekongkang dalam Pemilukada KSB 2010 ini merupakan angka partisipasi tertinggi

sepanjang pemilu yang diselenggarakan sejak Tahun 2009 sampai 2014. Bahkan angka

partisipasi ini lebih tinggi 0,4 persen berada di atas angka partisipasi Kabupaten

Sumbawa Barat dalam pemilu yang sama yang mencapai 80,77 persen. Adapun

perbandingan angka partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan perempuan sebagai

berikut:

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 2.561 pemilih,

sebanyak 2.061 atau sebesar 80,48 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 2.315 pemilih,

sebanyak 1.897 atau sebesar 81,94 persen pemilih perempuan yang terdaftar

dalam DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 1,47 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilukada KSB 2010 di Kecamatan Sekongkang.

Page 244: Hasil Riset Provinsi NTB

244

Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada

tabel dibawah ini.

Tabel 7.28Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilukada KSB 2010 di Kecamatan Sekongkang

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 2.561 2.061 42,27 persen 80,48 persen

Perempuan 2.315 1.897 38,90 persen 81,94 persen

Jumlah 4.876 3.958 81,17 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluBupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010

4. Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Tahun 2013

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Sekongkang dalam Pemilu

Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Tahun 2013 (Pemilukada NTB 2013)

mencapai 6.011 orang yang terdiri dari 3.071 laki-laki atau 51,09 persen dari jumlah

pemilih terdaftar dalam DPT dan 2.940 perempuan atau 48,91 persen dari total pemilih

terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada NTB 2013 ini

bertambah sebanyak 1.135 pemilih atau mengalami pertambahan sebesar 23,28 persen

dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilukada KSB 2010.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 4.273 pemilih yang diri dari 2.221 laki-laki atau 36,95 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 2.052 perempuan atau 34,149 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang

Page 245: Hasil Riset Provinsi NTB

245

terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilukada NTB 2013 di

Kecamatan Sekongkang mencapai 71,09 persen. Perbandingan angka partisipasi pemilih

laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 3.071 pemilih,

sebanyak 2.221 atau sebesar 72,32 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 2.940 pemilih,

sebanyak 2,052 atau sebesar 69,80 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi pemilih laki-laki lebih tinggi 2,53 persen

dibandingkan partisipasi pemilih perempuan dalam Pemilukada NTB 2013 di Kecamatan

Sekongkang. Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 7.29Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilukada NTB 2013 di Kecamatan Sekongkang

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 3.071 2.221 36,95 persen 72,32 persen

Perempuan 2.940 2.052 34,14 persen 69,80 persen

Jumlah 6.011 4.273 71,09 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluGubernur dan Wakil Gubernur NTB Tahun 2013

Page 246: Hasil Riset Provinsi NTB

246

5. Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Sekongkang dalam

Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 (Pemilu Legislatif 2014) mencapai 6.990 orang

yang terdiri dari 3.673 laki-laki atau 52,49 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam

DPT dan 3.324 perempuan atau 47,51 persen dari total pemilih terdaftar dalam DPT.

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT Pemilu Legislatif 2014 ini bertambah sebanyak

986 pemilih atau mengalami pertambahan sebesar 16,40 persen dari jumlah pemilih

yang terdaftar dalam DPT Pemilukada NTB 2013.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 5.080 pemilih yang diri dari 2.606 laki-laki atau 37,20 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 2.477 perempuan atau 35,40 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Legislatif 2014 di

Kecamatan Sekongkang mencapai 72,60 persen. Perbandingan angka partisipasi pemilih

laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 3.673 pemilih,

sebanyak 2.603 atau sebesar 70,87 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 3.324 pemilih,

sebanyak 2.477 atau sebesar 74,52 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 3,65 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kecamatan Sekongkang.

Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT dan jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebagaimana ditunjukkan pada

Tabel dibawah ini.

Page 247: Hasil Riset Provinsi NTB

247

Tabel 7.30Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kecamatan Sekongkang

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 3.673 2.603 37,20 persen 70,87 persen

Perempuan 3.324 2.477 35,40 persen 74,52 persen

Jumlah 6.997 5.080 72,60 persen 3,65 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PartaiPolitik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu Tahun 2014

6. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Sekongkang dalam Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 mencapai 7.001 orang yang terdiri dari 3.668

laki-laki atau 52,39 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT dan 3.333 perempuan

atau 47,61 persen dari total pemilih terdaftar dalam DPT. Jumlah pemilih yang terdaftar

dalam DPT Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 ini berkurang sebanyak 4

pemilih atau mengalami pengurangan sebesar 0,06 persen dari jumlah pemilih yang

terdaftar dalam DPT Pemilu Legislatif 2014.

Adapun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

berjumlah 4.153 pemilih yang diri dari 2.103 laki-laki atau 30,04 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan 2.050 perempuan atau 29,28 persen dari jumlah

pemilih yang terdaftar dalam DPT. Dengan demikian partisipasi seluruh pemilih yang

terdaftar dalam DPT yang hadir memberikan suaranya dalam Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden Tahun 2014 di Kecamatan Sekongkang mencapai 59,32 persen. Perbandingan

angka partisipasi pemilih laki-laki dibandingkan perempuan sebagai berikut:

Page 248: Hasil Riset Provinsi NTB

248

a) Jumlah pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT berjumlah 3.668 pemilih, sebanyak

2.103 atau sebesar 57,33 persen pemilih laki-laki yang terdaftar dalam DPT

menggunakan hak pilihnya.

b) Jumlah pemilih perempuan yang terdaftar dalam DPT berjumlah 3.333 pemilih,

sebanyak 2.050 atau sebesar 61,51 persen pemilih perempuan yang terdaftar dalam

DPT menggunakan hak pilihnya.

Dengan demikian, angka partisipasi perempuan lebih tinggi 4,17 persen

dibandingkan partisipasi laki-laki dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

di Kecamatan Sekongkang. Secara lebih rinci jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT

dan jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya

sebagaimana ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.31Jumlah DPT dan Angka Partisipasi Pemilih

dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Kecamatan Sekongkang

GenderJumlah

DPT

Jumlah DPT

Mengunakan

Hak Pilih

Partisipasi dariKeseluruhan DPT

Partisipasi darimasing-masing

DPT

Laki-laki 3.668 2.103 30,04 persen 57,33 persen

Perempuan 3.333 2.050 29,28 persen 61,51 persen

Jumlah 7.001 4.153 59,32 persen

Sumber: Diolah dari Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara PemiluPresiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Dari berbagai uraian yang dipaparkan di atas, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

antara lain:

1) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Sekongkang senantiasa lebih rendah dari angka

Page 249: Hasil Riset Provinsi NTB

249

partisipasi pemilih Kabupaten Sumbawa Barat, kecuali pada Pemilu Bupati dan Wakil

Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010 yang mencapai 81,17 persen atau lebih tinggi 0,4

persen dibandingkan angka partisipasi Kabupaten Sumbawa Barat dalam pemilu

yang sama yang mencapai 80,77 persen.

2) Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Sekongkang senantiasa mengalami fluktuasi;

3) Partisipasi perempuan dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Sekongkang senantiasa lebih tinggi dibandingkan

partisipasi laki-laki kecuali pada Pemilukada KSB 2010.

D.4. Alasan Pemilih Berpartisipasi dan Tidak Berpartisipasi

D.4.1. Alasan Pemilih Berpartisipasi dalam Pemilu

Berdasarkan hasil wawancara dengan 100 responden di Kecamatan Maluk dan

Sekongkang, sebanyak 48 responden atau 48 persen mengatakan bahwa mereka ikut

memberikan suaranya di tempat pemungutan suara (TPS). Ada beragam alasan dari 48

responden tersebut yang melandasi mereka ikut serta memberikan suara sebagaimana

ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.32Alasan Pemilih Berpartisipasi dalam Pemilu

No Alasan Pemilih Berpartisipasi dalam Pemilu F % Peringkat

1 Anjuran salah satu calon yang akan dipilih 42 87,50% 1

2 Terdaftar dalam Daftar Pemilih 33 68,75% 2

3 Mendapat Undangan untuk Memilih 32 66,67% 3

4 Anjuran salah satu partai politik 29 60,42% 4

5 Anjuran penyelenggara Pemilu 28 58,33% 5

Page 250: Hasil Riset Provinsi NTB

250

No Alasan Pemilih Berpartisipasi dalam Pemilu F % Peringkat

6 Percaya dengan Pemilu dapat membuahkanperubahan 22 45,83%

6

7 Anjuran pemerintah 12 25,00% 7

8 Anjuran oleh Perusahaan tempat saya bekerja 11 22,92% 8

9 Anjuran oleh Pimpinan Ormas 8 16,67% 9

Dari tabel di atas diketahui bahwa faktor yang paling dominan mendorong pemilih

untuk memberikan suaranya dalam pemilu adalah adanya Anjuran dari Salah Satu Calon

yang akan Dipilih dengan persentase 87,50 persen, kemudian disusul dengan alasan

Terdaftar dalam Daftar Pemilih dengan persentase 68,75 persen. Alasan berikutnya dengan

persentase yang terpaut tipis karena Mendapat Undangan untuk Memilih dengan

persentase 66,67 persen.

Adapun anjuran partai politik sebagai peserta pemilu dengan persentase 60,42

persen yang menempati peringkat ke-4. Sedangkan anjuran penyelenggara pemilu seperti

KPU, PPK, PPS dan KPPS menempati peringkat ke-5 dengan persentase 58,33 persen.

Menyusul kemudian alasan karena Percaya dengan Pemilu dapat membuahkan perubahan

dengan persentase 45,83 persen pada peringkat ke-6. Pada peringkat ke-7 dengan

persentase 25,00 persen karena alasan Anjuran Pemerintah, peringkat ke-8 dengan

persentase 22,92 persen karena Anjuran oleh Perusahaan tempat bekerja dan pada

peringkat terakhir dengan persentase 16,67 persen karena Anjuran oleh Pimpinan Ormas.

Agar lebih jelas peringkat alasan pemilih memberikan suaranya sebagaimana ditampilkan

pada Grafik dibawah ini.

Page 251: Hasil Riset Provinsi NTB

251

Grafik 7.33Alasan Pemilih Ikut Memberikan Suaranya

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling

mempengaruhi partisipasi pemilih memberikan suaranya di TPS adalah adanya Anjuran dari

Salah Satu Calon yang akan Dipilih. Terhadap alasan ini perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut apakah faktor Anjuran dari Salah Satu Calon yang akan Dipilih murni menjadi alasan

pemilih datang ke TPS untuk memberikan suaranya secara sukarela atau kemungkinan

terdapat alasan lain yang masih belum tergali, misalnya kemungkinan adanya anjuran yang

disertai pemberian dari calon kepada pemilih berupa keuntungan material seperti dalam

kasus politik uang (money politics). Namun apabila pemilih datang ke TPS untuk

memberikan suaranya secara sukarela tanpa disertai politik uang, maka pelibatan calon-

calon yang diusung oleh partai politik peserta pemilu dalam upaya mendongkrak partisipasi

pemilih akan bernilai strategis.

Faktor lainnya yang cukup efektif mempengaruhi partisipasi pemilih adalah pemilih

terdaftar dalam DPT, pemilih mendapat Undangan untuk Memilih, adanya Anjuran partai

politik, adanya anjuran penyelenggara pemilu dan yang paling penting adalah kepercayaan

terhadap pemilu yang dapat membawa perubahan.

Anjuran salah satu calon yang akan dipilih

Terdaftar dalam Daftar Pemilih

Mendapat Undangan untuk Memilih

Anjuran salah satu partai politik

Anjuran penyelenggara Pemilu

Percaya dengan Pemilu dapat membuahkan…

Anjuran oleh Perusahaan tempat saya bekerja

Anjuran oleh Pimpinan Ormas

251

Grafik 7.33Alasan Pemilih Ikut Memberikan Suaranya

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling

mempengaruhi partisipasi pemilih memberikan suaranya di TPS adalah adanya Anjuran dari

Salah Satu Calon yang akan Dipilih. Terhadap alasan ini perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut apakah faktor Anjuran dari Salah Satu Calon yang akan Dipilih murni menjadi alasan

pemilih datang ke TPS untuk memberikan suaranya secara sukarela atau kemungkinan

terdapat alasan lain yang masih belum tergali, misalnya kemungkinan adanya anjuran yang

disertai pemberian dari calon kepada pemilih berupa keuntungan material seperti dalam

kasus politik uang (money politics). Namun apabila pemilih datang ke TPS untuk

memberikan suaranya secara sukarela tanpa disertai politik uang, maka pelibatan calon-

calon yang diusung oleh partai politik peserta pemilu dalam upaya mendongkrak partisipasi

pemilih akan bernilai strategis.

Faktor lainnya yang cukup efektif mempengaruhi partisipasi pemilih adalah pemilih

terdaftar dalam DPT, pemilih mendapat Undangan untuk Memilih, adanya Anjuran partai

politik, adanya anjuran penyelenggara pemilu dan yang paling penting adalah kepercayaan

terhadap pemilu yang dapat membawa perubahan.

Anjuran salah satu calon yang akan dipilih

Terdaftar dalam Daftar Pemilih

Mendapat Undangan untuk Memilih

Anjuran salah satu partai politik

Anjuran penyelenggara Pemilu

Percaya dengan Pemilu dapat membuahkan…

Anjuran pemerintah

Anjuran oleh Perusahaan tempat saya bekerja

Anjuran oleh Pimpinan Ormas

45,83%

25,00%

22,92%

16,67%

251

Grafik 7.33Alasan Pemilih Ikut Memberikan Suaranya

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling

mempengaruhi partisipasi pemilih memberikan suaranya di TPS adalah adanya Anjuran dari

Salah Satu Calon yang akan Dipilih. Terhadap alasan ini perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut apakah faktor Anjuran dari Salah Satu Calon yang akan Dipilih murni menjadi alasan

pemilih datang ke TPS untuk memberikan suaranya secara sukarela atau kemungkinan

terdapat alasan lain yang masih belum tergali, misalnya kemungkinan adanya anjuran yang

disertai pemberian dari calon kepada pemilih berupa keuntungan material seperti dalam

kasus politik uang (money politics). Namun apabila pemilih datang ke TPS untuk

memberikan suaranya secara sukarela tanpa disertai politik uang, maka pelibatan calon-

calon yang diusung oleh partai politik peserta pemilu dalam upaya mendongkrak partisipasi

pemilih akan bernilai strategis.

Faktor lainnya yang cukup efektif mempengaruhi partisipasi pemilih adalah pemilih

terdaftar dalam DPT, pemilih mendapat Undangan untuk Memilih, adanya Anjuran partai

politik, adanya anjuran penyelenggara pemilu dan yang paling penting adalah kepercayaan

terhadap pemilu yang dapat membawa perubahan.

87,50%

68,75%

66,67%

60,42%

58,33%

45,83%

Page 252: Hasil Riset Provinsi NTB

252

D.4.2. Alasan Pemilih Tidak Berpartisipasi dalam Pemilu

Ketidakpercayaan pemilih terhadap partai politik dan calon yang akan dipilih

memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap angka partisipasi pemilih dalam

memberikan suaranya di TPS. Gejala ini terungkap berdasarkan hasil wawancara dengan 100

responden di Kecamatan Maluk dan Sekongkang. Dari 100 responden yang diwawancara,

sebanyak 52 responden atau 52 persen mengatakan bahwa mereka tidak ikut memberikan

suaranya di TPS. Alasan yang paling dominan adalah adanya ketidakpercayaan pemilih

terhadap partai politik dan calon yang akan dipilih. Ada beragam alasan dari 52 responden

tersebut yang melandasi mereka tidak ikut serta memberikan suara sebagaimana ditunjukkan

pada tabel 7.25

Tabel 7.34

Alasan Pemilih Tidak Berpartisipasi dalam Pemilu

No Alasan Pemilih Tidak Berpartisipasidalam Pemilu

F % Peringkat

1. Tidak percaya dengan partai politik 21 40,38% 1

2. Tidak percaya dengan calon yang dipilih 12 23,08% 2

3. Berhalangan (bepergian/sakit) 8 15,38% 3

4. Tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih 5 9,62% 4

5. Lebih memilih bekerja 5 9,62% 4

6. Tidak mendapat Undangan untuk Memilih 4 7,69% 5

7. Bertentangan dengan ideologi/keyakinan 3 5,77% 6

8. Tidak tahu ada Pemilu 0 0,00% 7

9. Tidak tahu letak Tempat Pemungutan Suara 0 0,00% 8

10. Tidak tahu cara memberikan suara 0 0,00% 9

11. Dilarang oleh Perusahaan tempat saya bekerja 0 0,00% 10

Page 253: Hasil Riset Provinsi NTB

253

NoAlasan Pemilih Tidak Berpartisipasi dalam

PemiluF % Peringkat

12. Dilarang oleh Pimpinan Ormas 0 0,00% 11

13. Tidak percaya dengan Pemilu 0 0,00% 12

14. Tidak percaya dengan penyelenggara Pemilu 0 0,00% 13

15. Menganggap Pemilu tidak bermanfaat 0 0,00% 14

Dari tabel di atas diketahui bahwa faktor yang paling dominan mendorong pemilih

untuk tidak memberikan suaranya dalam pemilu adalah adanya ketidakpercayaan terhadap

partai politik persentase 40,38 persen, kemudian disusul dengan alasan Tidak percaya

dengan calon yang dipilih dengan persentase 23,08 persen. Alasan berikutnya karenaBerhalangan (bepergian/sakit) dengan persentase 15,38 persen.

Adapun karena tidak terdaftar dalam DPT dan alasan pemilih lebih memilih bekerja

menempati peringkat ke-4 dengan persentase sama persis 9,62 persen. Sedangkan anjuranpemilih yang tidak memberikan suaranya karena alasan Tidak mendapat Undangan untuk

Memilih menempati peringkat ke-5 dengan persentase 7,69 persen. Menyusul kemudian

pada peringkat terakhir alasan karena Bertentangan dengan ideologi/keyakinan dengan

persentase 5,77% persen pada peringkat ke-6.

Alasan-alasan lain yang ditawarkan peneliti seperti Tidak Tahu Ada Pemilu, Tidak

Tahu Letak TPS dan lain sebagainya tidak mendapatkan respon dari pemilih. Agar lebih jelas

peringkat alasan pemilih tidak memberikan suaranya sebagaimana ditampilkan pada Grafik

dibawah ini.

Grafik 7.35Alasan Pemilih Tidak Ikut Memberikan Suaranya

Tidak percaya dengan partai politikTidak percaya dengan calon yang dipilih

Berhalangan (bepergian/sakit)Tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih

Lebih memilih bekerjaTidak mendapat Undangan untuk Memilih

Bertentangan dengan ideologi/keyakinan

253

NoAlasan Pemilih Tidak Berpartisipasi dalam

PemiluF % Peringkat

12. Dilarang oleh Pimpinan Ormas 0 0,00% 11

13. Tidak percaya dengan Pemilu 0 0,00% 12

14. Tidak percaya dengan penyelenggara Pemilu 0 0,00% 13

15. Menganggap Pemilu tidak bermanfaat 0 0,00% 14

Dari tabel di atas diketahui bahwa faktor yang paling dominan mendorong pemilih

untuk tidak memberikan suaranya dalam pemilu adalah adanya ketidakpercayaan terhadap

partai politik persentase 40,38 persen, kemudian disusul dengan alasan Tidak percaya

dengan calon yang dipilih dengan persentase 23,08 persen. Alasan berikutnya karenaBerhalangan (bepergian/sakit) dengan persentase 15,38 persen.

Adapun karena tidak terdaftar dalam DPT dan alasan pemilih lebih memilih bekerja

menempati peringkat ke-4 dengan persentase sama persis 9,62 persen. Sedangkan anjuranpemilih yang tidak memberikan suaranya karena alasan Tidak mendapat Undangan untuk

Memilih menempati peringkat ke-5 dengan persentase 7,69 persen. Menyusul kemudian

pada peringkat terakhir alasan karena Bertentangan dengan ideologi/keyakinan dengan

persentase 5,77% persen pada peringkat ke-6.

Alasan-alasan lain yang ditawarkan peneliti seperti Tidak Tahu Ada Pemilu, Tidak

Tahu Letak TPS dan lain sebagainya tidak mendapatkan respon dari pemilih. Agar lebih jelas

peringkat alasan pemilih tidak memberikan suaranya sebagaimana ditampilkan pada Grafik

dibawah ini.

Grafik 7.35Alasan Pemilih Tidak Ikut Memberikan Suaranya

Tidak percaya dengan partai politikTidak percaya dengan calon yang dipilih

Berhalangan (bepergian/sakit)Tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih

Lebih memilih bekerjaTidak mendapat Undangan untuk Memilih

Bertentangan dengan ideologi/keyakinan

23,08%15,38%

9,62%9,62%

7,69%5,77%

253

NoAlasan Pemilih Tidak Berpartisipasi dalam

PemiluF % Peringkat

12. Dilarang oleh Pimpinan Ormas 0 0,00% 11

13. Tidak percaya dengan Pemilu 0 0,00% 12

14. Tidak percaya dengan penyelenggara Pemilu 0 0,00% 13

15. Menganggap Pemilu tidak bermanfaat 0 0,00% 14

Dari tabel di atas diketahui bahwa faktor yang paling dominan mendorong pemilih

untuk tidak memberikan suaranya dalam pemilu adalah adanya ketidakpercayaan terhadap

partai politik persentase 40,38 persen, kemudian disusul dengan alasan Tidak percaya

dengan calon yang dipilih dengan persentase 23,08 persen. Alasan berikutnya karenaBerhalangan (bepergian/sakit) dengan persentase 15,38 persen.

Adapun karena tidak terdaftar dalam DPT dan alasan pemilih lebih memilih bekerja

menempati peringkat ke-4 dengan persentase sama persis 9,62 persen. Sedangkan anjuranpemilih yang tidak memberikan suaranya karena alasan Tidak mendapat Undangan untuk

Memilih menempati peringkat ke-5 dengan persentase 7,69 persen. Menyusul kemudian

pada peringkat terakhir alasan karena Bertentangan dengan ideologi/keyakinan dengan

persentase 5,77% persen pada peringkat ke-6.

Alasan-alasan lain yang ditawarkan peneliti seperti Tidak Tahu Ada Pemilu, Tidak

Tahu Letak TPS dan lain sebagainya tidak mendapatkan respon dari pemilih. Agar lebih jelas

peringkat alasan pemilih tidak memberikan suaranya sebagaimana ditampilkan pada Grafik

dibawah ini.

Grafik 7.35Alasan Pemilih Tidak Ikut Memberikan Suaranya

40,38%23,08%

Page 254: Hasil Riset Provinsi NTB

254

Dari Grafik 7.29 di atas semakin jelas bahwa bahwa faktor ketidakpercayaan

terhadap partai politik paling dominan mendorong pemilih untuk tidak memberikan

suaranya dalam pemilu. Menyusul alasan lainnya yang masih senada adalah

ketidakpercayaan terhadap calon yang akan dipilih. Fenomena ini menjadi menarik, karena

faktor peserta pemilu baik terutama keberadaan calon yang diusung oleh partai politik

menjadi hal yang dapat mendongkrak angka partisipasi pemilih sebagaimana tampak pada

Grafik sebelumnya dan di sisi yang lain juga menjadi alasan pemilih untuk tidak

berpartisipasi dalam pemilu.

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling

mempengaruhi rendahnya angka partisipasi pemilih dalam memberikan suaranya di TPS

karena adanya ketidakpercayaan pemilih terhadap partai politik dan calon yang akan dipilih.

Fenomena ini tampaknya perlu menjadi bagian yang harus diperhatikan oleh partai politik

dalam rangka pembangunan kepercayaan pemilih kepada peserta pemilu ke depan.

Meskipun 52 persen pemilih yang terdaftar dalam DPT di Kecamatan Maluk dan

Sekongkang tidak ikut memberikan suaranya di TPS, namun secara keseluruhan, 100 persen

responden telah memperoleh informasi pemilu dari berbagai cara dan berbagai sumber.

Penelitian ini juga secara khusus mengkaji sumber dan cara pemilih memperoleh informasi

dan teknis pemilu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 100 responden diketahui bahwa 100 persen

pemilih telah memperoleh informasi pemilu. Menurut sumber dan cara pemilih

memperoleh informasi pemilu, mayoritas pemilih memperoleh informasi tentang pemilu

secara efektif dari alat peraga berupa baliho, spanduk, leaflet maupun pamflet yang

dipublikasikan oleh penyelenggara pemilu. Tampaknya faktor ini memberikan kontribusi

yang signifikan dalam meningkatkan partisipasi pemilih sebagaimana ditunjukkan pada

Grafik7.8 yang ditampilkan pada bagian sebelumnya. Selengkapnya respon pemilih

terhadap sumber dan cara pemilih memperoleh informasi pemilu sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel dibawah ini.

Page 255: Hasil Riset Provinsi NTB

255

Tabel 7.36Sumber dan Cara Pemilih Memperoleh Informasi Pemilu

No Sumber/Cara Perolehan Informasi Pemilu F % Peringkat

1Dari baliho/spanduk/leaflet/pamflet/brosuryang diedarkan oleh penyelenggara Pemilu

82 82,00% 1

2Dari sosialisasi yang disampaikan oleh pesertaPemilu (partai politik/calon)

71 71,00% 2

3Dari sosialisasi yang disampaikan olehpenyelenggara Pemilu

62 62,00% 3

4Dari sosialisasi yang disampaikan olehPemerintah

36 36,00% 4

5 Dari media massa elektornik (televisi/radio) 30 30,00% 5

6Dari media massa cetak(koran/tabloid/majalah)

18 18,00% 6

7Dari sosialisasi yang disampaikan olehPerusahaan tempat saya bekerja

15 15,00% 7

8Dari sosialisasi yang disampaikan olehlembaga sosial/kemasyarakatan (LSM/Ormas)

13 13,00% 8

9Dari informasi keluarga/kerabat/tetangga/teman

13 13,00% 9

10Dari media sosial online(internet/facebook/tweeter/messanger, dll)

9 9,00% 10

Dari Tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar pemilih (82 persen)

memperoleh informasi pemilu dari alat peraga berupa baliho, spanduk, leaflet maupun

pamflet yang dipublikasikan oleh penyelenggara pemilu. Pemilih juga efektif memperoleh

informasi pemilu dari sosialisasi yang disampaikan oleh peserta Pemilu baik partai politik

maupun calon yang diusungnya (71 persen). Sedangkan perolehan informasi pemilu dari

Page 256: Hasil Riset Provinsi NTB

256

sosialisasi secara massal dengan tatap muka yang diselenggarakan penyelenggara pemilu

diterima efektif oleh 62 persen pemilih. Sedangkan pemilih yang memperoleh informasi

pemilu dari pemerintah, media massa elektronik/cetak, informasi dari perusahaan,

lembaga sosial kemasyarakatan, dari keluarga dan media sosial online berada di bawah 36

persen. Untuk lebih jelasnya sumber informasi dan cara pemilih memperoleh informasi

pemilu sebagaimana ditampilkan pada Grafik dibawah ini.

Grafik 7.37Sumber dan Cara Penyampaian Informasi Pemilu

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sumber dan cara

pemilih memperoleh informasi pemilu yang paling efektif adalah melalui alat peraga

berupa baliho, spanduk, pamflet dan brosur yang diedarkan oleh penyelenggara Pemilu,

melalui sosialisasi yang disampaikan oleh penyelenggara dan peserta Pemilu (partai

politik/calon).

Dari baliho/spanduk/leaflet/pamflet/brosuryang diedarkan oleh penyelenggara Pemilu

Dari sosialisasi yang disampaikan oleh pesertaPemilu (partai politik/calon)

Dari sosialisasi yang disampaikan olehpenyelenggara Pemilu

Dari sosialisasi yang disampaikan olehPemerintah

Dari media massa elektornik (televisi/radio)

Dari media massa cetak(koran/tabloid/majalah)

Dari sosialisasi yang disampaikan olehPerusahaan tempat saya bekerja

Dari sosialisasi yang disampaikan olehlembaga sosial/kemasyarakatan (LSM/Ormas)

Dari informasi keluarga/kerabat/tetangga/teman

Dari media sosial online(internet/facebook/tweeter/messanger, dll)

256

sosialisasi secara massal dengan tatap muka yang diselenggarakan penyelenggara pemilu

diterima efektif oleh 62 persen pemilih. Sedangkan pemilih yang memperoleh informasi

pemilu dari pemerintah, media massa elektronik/cetak, informasi dari perusahaan,

lembaga sosial kemasyarakatan, dari keluarga dan media sosial online berada di bawah 36

persen. Untuk lebih jelasnya sumber informasi dan cara pemilih memperoleh informasi

pemilu sebagaimana ditampilkan pada Grafik dibawah ini.

Grafik 7.37Sumber dan Cara Penyampaian Informasi Pemilu

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sumber dan cara

pemilih memperoleh informasi pemilu yang paling efektif adalah melalui alat peraga

berupa baliho, spanduk, pamflet dan brosur yang diedarkan oleh penyelenggara Pemilu,

melalui sosialisasi yang disampaikan oleh penyelenggara dan peserta Pemilu (partai

politik/calon).

Dari baliho/spanduk/leaflet/pamflet/brosuryang diedarkan oleh penyelenggara Pemilu

Dari sosialisasi yang disampaikan oleh pesertaPemilu (partai politik/calon)

Dari sosialisasi yang disampaikan olehpenyelenggara Pemilu

Dari sosialisasi yang disampaikan olehPemerintah

Dari media massa elektornik (televisi/radio)

Dari media massa cetak(koran/tabloid/majalah)

Dari sosialisasi yang disampaikan olehPerusahaan tempat saya bekerja

Dari sosialisasi yang disampaikan olehlembaga sosial/kemasyarakatan (LSM/Ormas)

Dari informasi keluarga/kerabat/tetangga/teman

Dari media sosial online(internet/facebook/tweeter/messanger, dll)

36,00%

30,00%

18,00%

15,00%

13,00%

13,00%

9,00%

256

sosialisasi secara massal dengan tatap muka yang diselenggarakan penyelenggara pemilu

diterima efektif oleh 62 persen pemilih. Sedangkan pemilih yang memperoleh informasi

pemilu dari pemerintah, media massa elektronik/cetak, informasi dari perusahaan,

lembaga sosial kemasyarakatan, dari keluarga dan media sosial online berada di bawah 36

persen. Untuk lebih jelasnya sumber informasi dan cara pemilih memperoleh informasi

pemilu sebagaimana ditampilkan pada Grafik dibawah ini.

Grafik 7.37Sumber dan Cara Penyampaian Informasi Pemilu

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sumber dan cara

pemilih memperoleh informasi pemilu yang paling efektif adalah melalui alat peraga

berupa baliho, spanduk, pamflet dan brosur yang diedarkan oleh penyelenggara Pemilu,

melalui sosialisasi yang disampaikan oleh penyelenggara dan peserta Pemilu (partai

politik/calon).

82,00%

71,00%

62,00%

36,00%

Page 257: Hasil Riset Provinsi NTB

257

D.5. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pemilih dalam Pemilu

Selain mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih dalam

memberikan suaranya di TPS sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini juga

berusaha mengungkapkan faktor lain yang mempengaruhi performa partisipasi pemilih dalam

pemilu di Kecamatan Maluk dan Sekongkang.Berdasarkan data yang diperoleh dalam

penelitian ini ditemukan suatu kondisi yang mempengaruhi performa partisipasi pemilih

dalam pemilu di Kecamatan Maluk dan Sekongkang, yaitu keberadaan DPT Ganda yaitu

pemilih yang terdaftar pada lebih dari 1 TPS.

Dari 100 responden yang diwawancara, terdapat 3 (tiga) responden yang mengaku

pernah terdaftar pada lebih dari 1 (satu) TPS. Namun demikian, meskipun mereka terdaftar di

lebih dari TPS, namun dalam keputusannya mereka memilih untuk memberikan suaranya

hanya di satu TPS. Dalam kasus seperti ini, mereka mempunyai kecenderungan untuk memilih

di daerah asalnya dimana mereka juga terdaftar sebagai pemilih.

Seorang responden bernama Masrah Jayadi yang pada Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden tahun 2009 terdaftar di Nomor Urut 167 pada TPS V Desa Sekongkang Atas

Kecamatan Sekongkang dan juga terdaftar pada Nomor Urut 244 TPS III Desa Goa Kecamatan

Jereweh. Pemilih ini mengaku lebih memilih untuk memberikan suaranya di TPS III Desa Goa

Kecamatan Jereweh Kabupaten Sumbawa Barat dimana pemilih beralamat tetap. Oleh karena

hari Pemilu merupakan hari libur sehingga sembari pulang untuk memberikan suara, pemilih

juga dapat berlibur berkumpul dengan keluarga dan tetangga.

Adapun seorang responden lainnya juga menyampaikan bahwa dirinya pernah

terdaftar di lebih dari 1 TPS pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009. Pemilih ini

terdaftar di Nomor Urut 136 Desa Mantun Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat dan

juga terdaftar di daerah asalnya di Lombok Timur. Oleh karena memilih hanya diperkenankan

1 kali, maka responden tersebut lebih memilih memberikan suaranya di Lombok Timur

sehingga tidak ikut memberikan suaranya di Kecamatan Maluk.

Sedangkan responden lainnya mengaku pernah terdaftar pada 2 TPS pada Pemilukada

NTB Tahun 2013 yaitu pada TPS III Desa Mantun Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa

Page 258: Hasil Riset Provinsi NTB

258

Barat dan TPS lainnya di daerah asalnya di Kabupaten Lombok Barat. Sebagai seorang

karyawan perusahaan swasta yang berdomisili di Kecamatan Maluk, responden bekerja

dengan roster 5 hari kerja yaitu senin hingga jumat dan hari sabtu dan minggu adalah hari

libur bekerja. Sesuai dengan kebiasaan, pada hari jumat selepas bekerja responden pulang ke

Lombok Barat untuk berkumpul bersama keluarga.

Keberadaan hari Pemilukada NTB Tahun 2013 yang jatuh pada hari senin pada Tanggal

13 Mei 2013 yang ditetapkan sebagai hari libur di seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara

Barat menjadi libur tambahan bagi responden. Keputusan responden untuk pulang ke

Lombok Barat dan memilih di sana memberikan konsekuensi berkurangnya partisipasi pemilih

di Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat.

Berangkat dari kasus 3 responden ini, maka keberadaan DPT Ganda merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi performa partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan

Sekongkang. Oleh karena itu, rendahnya angka partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan

Sekongkang bukan semata-mata disebabkan oleh partisipasi pemilih untuk memberikan

suaranya, tetapi faktor kesalahan administrasi pemilu juga turut memberikan kontribusi.

Berdasarkan uraian yang disampaikan di atas, maka disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi partisipasi pemilih dalam memberikan suaranya di TPS antara lain:

D.5.1. Faktor-faktor pendukung partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang:

a) Faktor yang mendorong pemilih untuk memberikan suaranya dalam pemilu adalah

keberadaan anjuran untuk memilih dan faktor teknis terkait dengan keberadaan

pemilih dalam Daftar pemilih Tetap dan adanya surat undangan memilih dari

penyelenggara pemilu.

b) Keberadaan anjuran dari Salah Satu Calon yang akan Dipilih, partai politik dan

penyelenggara pemilu merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi

partisipasi pemilih;

c) Sedangkan anjuran dari pemerintah, perusahaan tempat bekerja dan pimpinan

ormas serta kepercayaan bahwa Pemilu dapat membuahkan perubahan tidak

banyak mempengaruhi partisipasi pemilih.

Page 259: Hasil Riset Provinsi NTB

259

D.5..2. Faktor penghambat partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang:

a) Faktor ketidakpercayaan pemilih terhadap partai politik dan calon yang akan

dipilih menjadi penghambat yang sangat signifikan terhadap partisipasi pemilih

dalam memberikan suaranya di TPS.

b) Faktor lainnya yang turut berkontribusi menghambat partisipasi pemilih adalah

faktor kebutuhan pemilih untuk bepergian/bekerja, kondisi kesehatan pemilih,

dan ideologi/keyakinan pemilih.

c) Sedangkan faktor teknis pemilu yang turut menghambat partisipasi pemilih

adalah pemilih tidak terdaftar dalam DPT dan Tidak mendapat Undangan untuk

Memilih

Dari seluruh proses dan temuan penelitian di atas, penelitian ini menarik simpulan

sebagai berikut:

1. Angka partisipasi pemilih dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk dan Sekongkang senantiasa mengalami

fluktuasi dengan kecenderungan senantiasa lebih rendah dari angka partisipasi

pemilih Kabupaten Sumbawa Barat, kecuali di Kecamatan Sekongkang pada Pemilu

Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010.

2. Partisipasi perempuan dalam berbagai Pemilu sejak Pemilu Tahun 2009 hingga

Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Maluk dan Sekongkang senantiasa lebih tinggi

dibandingkan partisipasi laki-laki, kecuali di Kecamatan Sekongkang pada Pemilu

Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Barat Tahun 2010.

3. Faktor yang paling dominan mendorong pemilih untuk memberikan suaranyadalam pemilu adalah keberadaan anjuran untuk memilih terutama anjuran dariCalon yang akan Dipilih, partai politik dan penyelenggara pemilu dan faktor teknisterkait dengan keberadaan pemilih dalam Daftar pemilih Tetap dan adanya suratundangan memilih dari penyelenggara pemilu. Sedangkan anjuran daripemerintah, perusahaan tempat bekerja dan pimpinan ormas serta kepercayaanbahwa Pemilu dapat membuahkan perubahan tidak banyak mempengaruhipartisipasi pemilih.

Page 260: Hasil Riset Provinsi NTB

260

4. Faktor yang paling dominan menghambat partisipasi pemilih untuk memberikan

suaranya di TPS di Kecamatan Maluk dan Sekongkang adalah faktor

ketidakpercayaan pemilih terhadap partai politik dan calon yang akan dipilih.

Faktor lainnya yang turut berkontribusi menghambat partisipasi pemilih adalah

faktor kebutuhan pemilih untuk bepergian/bekerja, kondisi kesehatan pemilih, dan

ideologi/keyakinan pemilih. Sedangkan faktor teknis pemilu yang turut

menghambat partisipasi pemilih adalah pemilih tidak terdaftar dalam DPT dan

Tidak mendapat Undangan untuk Memilih

5. Sumber dan cara pemilih memperoleh informasi pemilu, penyampaian informasi

melalui alat peraga berupa baliho, spanduk, leaflet maupun pamflet yang

dipublikasikan oleh penyelenggara pemilu merupakan cara yang paling efektif di

samping informasi pemilu yang diperoleh dari sosialisasi yang disampaikan oleh

peserta Pemilu baik partai politik maupun calon, informasi pemilu dari sosialisasi

secara massal dengan tatap muka yang diselenggarakan penyelenggara pemilu.

Sedangkan penyampaian informasi oleh pemerintah, media massa

elektronik/cetak, informasi dari perusahaan, lembaga sosial kemasyarakatan, dari

keluarga dan media sosial online tidak terlalu efektif.

6. Keberadaan DPT Ganda dan keputusan untuk memilih di luar Kecamatan Maluk

dan Sekongkang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performa

partisipasi pemilih di Kecamatan Maluk dan Sekongkang.

Berdasarkan kesimpulan di atas, akhirnya penelitian memberikan saran sebagai

berikut:

1. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumbawa Barat perlu terus mendorong

partisipasi peserta pemilu baik partai politik maupun calon agar memberikan

anjuran kepada pemilih untuk menggunakan hak pilihnya.

2. Penyelenggara Pemilu yang terdiri dari Komisi Pemilihan Umum, Panitia Pemilihan

Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, Kelompok Penyelenggara Pemungutan

Suara dan Panitia Pengawas Pemilu perlu meningkatkan perannya dalam

Page 261: Hasil Riset Provinsi NTB

261

memberikan anjuran melalui sosialisasi informasi pemilu kepada pemilih untuk

mengguanakan hak pilihnya;

3. Para pihak di luar lembaga penyelenggara pemilu baik itu pemerintah, perusahaan,

organisasi sosial kemasyarakatan maupun media massa elektronik dan cetak, perlu

dilibatkan dan diberi peluang memberikan anjuran melalui sosialisasi informasi

pemilu yang lebih massif kepada pemilih untuk menggunakan hak pilihnya.

4. Peserta pemilu baik partai politik maupun calon perlu membangun citra yang baik

melalui pelaksanaan perannya yang lebih baik di dalam lembaga pemerintahan

sehingga terbangun kepercayaan pemilih bahwa pemilu dapat membuahkan

perubahan.

5. Penyelenggara pemilu perlu menyediakan fasilitas yang dapat memberikan

kemudahan bagi pemilih yang mempunyai kondisi kesehatan fisik yang terbatas.

6. Penyelenggara pemilu perlu melakukan sosialisasi yang lebih massif dengan

membangun dialog dengan kelompok masyarakat yang mempunyai ideologi yang

tidak sejalan dengan upaya meningkatkan partisipasi pemilih.

7. Penyelenggara pemilu perlu membangun sistem yang dapat menjamin

pemenuhan hak-hak konstitusional pemilih melalui persiapan teknis yang

memadai sekaligus menjamin validitas daftar pemilih sehingga tidak menimbulkan

duplikasi.

8. Cara penyampaian informasi pemilu melalui alat peraga berupa baliho, spanduk,

leaflet maupun pamflet perlu tetap digunakan dengan senantiasa

menyelenggarakan penyampaian informasi pemilu melalui kegiatan tatap muka.

Page 262: Hasil Riset Provinsi NTB

262

DAFTAR PUSTAKA

Arianto, Bismar. 2010. Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih dalam Pemilu. Jurnal IlmuPolitik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, 2011.

BPS Kabupaten Sumbawa Barat. 2014. Sumbawa Barat dalam Angka Tahun 2014. Taliwang: BPSKabupaten Sumbawa Barat

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Faisal, Sanapiah. 2005. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Press,.

Haris, Syamsuddin. 1998. Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru. DKI Jakarta: Yayasan OborIndonesia.

Hendrik, Doni. 2010. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Rendahnnya Partisipasi PolitikMasyarakat dalam Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Padang Tahun 2008. DalamJurnal Demokrasi Volume IX Nomor 2 Tahun 2010.

Kencana, Ibnu. 1997. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.

Lasut, Vivaldi E. C. 2014. Partisipasi Politik Pemilih Pemula di Kecamatan Tomohon Utara dalamRangka Pemilihan Umum Legislatif 2014.

Maran, Rafael Raga. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Rineka Cipta.

Marbun, B.N. 1996. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Mikkelsen, Britha. (1999). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan:Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Miles, B, Mathew dan A, Michall Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Sarwono, Jonathan. 2011.Mixed Methods. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Simangunsong, Bonar. 2004. Negara Demokrasi dan Berpolitik Yang Profesional. Jakarta:Gramedia.

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widya Sarana.

Tarigan, Martini. 2009. Partisipasi Politik Masyarakat Kabupaten Temanggung dalamPelaksanaan Pilkada Tahun 2008. Tesis Magister Ilmu Politik Universitas DiponegoroSemarang.

Page 263: Hasil Riset Provinsi NTB

263

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan WalikotaMenjadi Undang-Undang.

Page 264: Hasil Riset Provinsi NTB

264

BAB VIII

Perilaku Memilih Masyarakat Petani Kecamatan Belo Kabupaten Bima:Studi Kasus Terhadap Pemilu 2014

Siti Nursusila * Muhammad Waru * Yudin C.N.A.Muhammad Taufik * Zuriati

A. Pengantar

Kedudukan pemilih dalam Pemilu menempati peran krusial. Partisipasi pemilih,

minimal dalam memberikan hak suaranya pada setiap pelaksanaan Pemilu merupakan

elemen yang sangat penting yang harus terus didorong agar dapat terus meningkat sampai

pada tingkat yang ideal. Hal ini disebabkan karena tingkat partisipasi pemilih dalam

memberikan hak suaranya dalam setiap Pemilu akan menentukan tingkat legitimasi politik

dan dukungan rakyat terhadap pemerintahan yang hendak dibangun melalui Pemilu

tersebut yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pula terhadap kinerja

Pemerintahan tersebut dalam merealisasikan program-programnya dalam rangka

mewujudkan mensejahterakan rakyat. Tingkat partisipasi pemilih dalam memberikan hak

suaranya pada setiap pelaksanaan Pemilu juga merupakan cerminan dari tingkat kesadaran

politik masyarakat yang harus terus dibangun dan ditingkatkan.

Hakekatnya pada negara-negara yang menganut faham demokrasi termasuk Negara

Indonesia, partisipasi warga masyarakat dalam setiap proses demokrasi, terutama dalam

pelaksanaan Pemilu merupakan suatu keharusan, karena demokrasi itu sendiri dibangun

melalui partisipasi. Dapat dikatakan bahwa tidak ada Demokrasi tanpa partisipasi, atau

dalam rumusan bahasa yang lain sebagaimana yang ditulis oleh Elvi Juliansyah, Demokrasi

tanpa partisipasi adalah manipulasi terhadap demokrasi, karena dengan partisipasi akan

terbentuk demokrasi. Antara Demokrasi dan partisipasi merupakan dua dasar dengan nilai

Page 265: Hasil Riset Provinsi NTB

265

etintas yang sama, Konsep Demokrasi tumbuh melalui partisipasi dan Demokrasi berasal

dari partisipasi.60

Umumnya hampir semua negara yang menganut faham atau sistim politik

demokrasi, partisipasi pemilih dalam memberikan hak pilihnya dalam Pemilu dipandang

sebagai hak, bukan kewajiban, sehingga setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai

pemilih dapat bebas menggunakan hak-nya tersebut untuk memilih sesuai dengan

kehendaknya ataupun tidak memilih tanpa suatu sanksi apapun. Secara hukum berapapun

tingkat partisipasi pemilih dalam memberikan hak suaranya dalam pemilu bukanlah

masalah, bukan suatu hal yang menentukan keabsyahan Pemilu, bahkan pada Negara yang

dianggap sudah lebih maju tingkat demokrasinya dibandingkan dengan Negara Indonesia,

seperti di Amerika Serikat, tingkat partisipasi Pemilih dalam memberikan hak suaranya

dalam Pemilu kurang dari 50 persen.61

Namun demikian, partisipasi pemilih dalam memberikan hak suaranya dalam pemilu

tetaplah merupakan elemen penting dalam pemilu yang harus terus diupayakan agar dapat

meningkat dan dipertahankan sampai pada tingkat tinggi/ ideal, karena alasan-alasan

sebagaimana yang telah diuraikan di atas.

Mencermati angka tingkat partisipasi pemilih dalam pelaksanaan Pemilu di

Indonesia, khususnya selama masa pasca Orde Baru, terlihat angka yang fluktuatif untuk

Pemilu Legislatif, yaitu 84, 10 persen pada Pemilu tahun 2004, turun menjadi 70,90 persen

pada Pemilu tahun 2009 dan kemudian naik lagi menjadi 75,11 pada pemilu tahun 2014.

Sedangkan untuk Pemilu Presiden dan wakil Presiden menunjukan trend angka yang terus

menurun sejak dilaksanakan untuk pertama kali tahun 2004, sebagaimana terlihat pada

tabel berikut:

60 Elvi Juliasyah. 2007. Pilkada, Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.CV. Mandar Maju, Bandung, hlm. 83.61 Lili Romli, 2007. Potret Otonomi daerah dan Wakil rakyat di tingkat lokal. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.Hlm. 350.

Page 266: Hasil Riset Provinsi NTB

266

Grafik 8.1Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Preseiden Secara Nasional

Tidak jauh berbeda dengan angka tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu secara

nasional tersebut di atas, angka tingkat partisipasi Pemilih dalam Pemilu di kabupaten Bima

dan di kecamatan Belo, kabupaten Bima pada dua Pemilu terakhir, juga menunjukan angka

yang rendah dengan trend yang cenderung menurun, terutama untuk Pemilu Presiden dan

wakil Presiden, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 8.2Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Presiden Di Kabupaten Bima

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

PEMILULEGISLATIF

JENIS PEMILU

TAHUN

2009 2014

Jmlah

Pemilih

Yang

Hadir%

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Pemilu Legislatif 292.121 241.432 82,78 360.310 274.348 76,14

Pemilu Presiden 301.459 233.965 77,75 358.832 237.798 66,27

266

Grafik 8.1Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Preseiden Secara Nasional

Tidak jauh berbeda dengan angka tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu secara

nasional tersebut di atas, angka tingkat partisipasi Pemilih dalam Pemilu di kabupaten Bima

dan di kecamatan Belo, kabupaten Bima pada dua Pemilu terakhir, juga menunjukan angka

yang rendah dengan trend yang cenderung menurun, terutama untuk Pemilu Presiden dan

wakil Presiden, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 8.2Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Presiden Di Kabupaten Bima

PEMILUPRESIDEN

JENIS PEMILU

TAHUN

2009 2014

Jmlah

Pemilih

Yang

Hadir%

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Pemilu Legislatif 292.121 241.432 82,78 360.310 274.348 76,14

Pemilu Presiden 301.459 233.965 77,75 358.832 237.798 66,27

266

Grafik 8.1Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Preseiden Secara Nasional

Tidak jauh berbeda dengan angka tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu secara

nasional tersebut di atas, angka tingkat partisipasi Pemilih dalam Pemilu di kabupaten Bima

dan di kecamatan Belo, kabupaten Bima pada dua Pemilu terakhir, juga menunjukan angka

yang rendah dengan trend yang cenderung menurun, terutama untuk Pemilu Presiden dan

wakil Presiden, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 8.2Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Presiden Di Kabupaten Bima

2004

2009

2014

JENIS PEMILU

TAHUN

2009 2014

Jmlah

Pemilih

Yang

Hadir%

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Pemilu Legislatif 292.121 241.432 82,78 360.310 274.348 76,14

Pemilu Presiden 301.459 233.965 77,75 358.832 237.798 66,27

Page 267: Hasil Riset Provinsi NTB

267

Dalam bentuk grafik, tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif dan pemilu

presiden di Kabupaten Bima mengalami penurunan secara persentase, meskipun secara

kuantitas tidaklah demikian.

Grafik. 8.3Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Presiden Di Kabupaten Bima

Tabel. 8.4Tingkat Partisipasi Pemilih

Dalam Pemilu Legislatif Dan Pemilu Preseiden Di Kecamatan Belo

JENIS PEMILU

TAHUN

2009 2014

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Pemilu

Legislatif16.525 14.547 88,08 21,354 17.066 79,92

Pemilu

Presiden17.262 13,195 76,50 21,354 12.720 60,44

0,00%10,00%20,00%30,00%40,00%50,00%60,00%70,00%80,00%90,00%

Pemilu Legislatif

267

Dalam bentuk grafik, tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif dan pemilu

presiden di Kabupaten Bima mengalami penurunan secara persentase, meskipun secara

kuantitas tidaklah demikian.

Grafik. 8.3Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Presiden Di Kabupaten Bima

Tabel. 8.4Tingkat Partisipasi Pemilih

Dalam Pemilu Legislatif Dan Pemilu Preseiden Di Kecamatan Belo

JENIS PEMILU

TAHUN

2009 2014

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Pemilu

Legislatif16.525 14.547 88,08 21,354 17.066 79,92

Pemilu

Presiden17.262 13,195 76,50 21,354 12.720 60,44

Pemilu Legislatif Pemilu Presiden

267

Dalam bentuk grafik, tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif dan pemilu

presiden di Kabupaten Bima mengalami penurunan secara persentase, meskipun secara

kuantitas tidaklah demikian.

Grafik. 8.3Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif

Dan Pemilu Presiden Di Kabupaten Bima

Tabel. 8.4Tingkat Partisipasi Pemilih

Dalam Pemilu Legislatif Dan Pemilu Preseiden Di Kecamatan Belo

JENIS PEMILU

TAHUN

2009 2014

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Jmlah

PemilihYang Hadir %

Pemilu

Legislatif16.525 14.547 88,08 21,354 17.066 79,92

Pemilu

Presiden17.262 13,195 76,50 21,354 12.720 60,44

2009

2014

Page 268: Hasil Riset Provinsi NTB

268

Grafik 8.5Grafik Tingkat Partisipasi Pemilih

Dalam Pemilu Legislatif Dan Pemilu Preseiden Di Kecamatan Belo

Angka-angka yang ditunjukan dalam tabel di atas berada jauh di bawah angka tingkat

partisipasi pemilih dalam memberikan hak pilihnya pada lima kali Pemilu Legislatif yang

dilaksanakan selama masa pemerintahan Orde Baru dan masa transisi pemerintahan pada

tahun 1999 yang mencapai angka di atas 90 persen. Angka-angka tersebut tidak termasuk

mereka yang tidak memberikan hak pilihnya karena alasan yang bersifat teknis administratif,

seperti tidak terdaftar dalam DPT atau DPTb atau karena tidak memiliki kartu Pemilih dan

lain sebagainya.

Hal yang cukup menarik dari fakta empirik yang ditunjukan oleh angka tingkat

partisipasi Pemilih di atas, khususnya untuk konteks Kabupaten Bima dan kecamatan Belo,

kabupaten Bima adalah rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu Presiden dan

wakil Presiden dibandingkan dengan Pemilu Legislatif pada setiap Pemilu, dan apabila

dibanding angka tingkat partisipasi pemilih pada kedua Pemilu tersebut, terjadi penurunan

angka tingkat partisipasi secara cukup signifikan padahal kedua pemilu tersebut dilaksanakan

dalam waktu yang berselang hanya beberapa bulan saja.

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

Pemilu Legislatif

268

Grafik 8.5Grafik Tingkat Partisipasi Pemilih

Dalam Pemilu Legislatif Dan Pemilu Preseiden Di Kecamatan Belo

Angka-angka yang ditunjukan dalam tabel di atas berada jauh di bawah angka tingkat

partisipasi pemilih dalam memberikan hak pilihnya pada lima kali Pemilu Legislatif yang

dilaksanakan selama masa pemerintahan Orde Baru dan masa transisi pemerintahan pada

tahun 1999 yang mencapai angka di atas 90 persen. Angka-angka tersebut tidak termasuk

mereka yang tidak memberikan hak pilihnya karena alasan yang bersifat teknis administratif,

seperti tidak terdaftar dalam DPT atau DPTb atau karena tidak memiliki kartu Pemilih dan

lain sebagainya.

Hal yang cukup menarik dari fakta empirik yang ditunjukan oleh angka tingkat

partisipasi Pemilih di atas, khususnya untuk konteks Kabupaten Bima dan kecamatan Belo,

kabupaten Bima adalah rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu Presiden dan

wakil Presiden dibandingkan dengan Pemilu Legislatif pada setiap Pemilu, dan apabila

dibanding angka tingkat partisipasi pemilih pada kedua Pemilu tersebut, terjadi penurunan

angka tingkat partisipasi secara cukup signifikan padahal kedua pemilu tersebut dilaksanakan

dalam waktu yang berselang hanya beberapa bulan saja.

Pemilu Legislatif Pemilu Presiden

268

Grafik 8.5Grafik Tingkat Partisipasi Pemilih

Dalam Pemilu Legislatif Dan Pemilu Preseiden Di Kecamatan Belo

Angka-angka yang ditunjukan dalam tabel di atas berada jauh di bawah angka tingkat

partisipasi pemilih dalam memberikan hak pilihnya pada lima kali Pemilu Legislatif yang

dilaksanakan selama masa pemerintahan Orde Baru dan masa transisi pemerintahan pada

tahun 1999 yang mencapai angka di atas 90 persen. Angka-angka tersebut tidak termasuk

mereka yang tidak memberikan hak pilihnya karena alasan yang bersifat teknis administratif,

seperti tidak terdaftar dalam DPT atau DPTb atau karena tidak memiliki kartu Pemilih dan

lain sebagainya.

Hal yang cukup menarik dari fakta empirik yang ditunjukan oleh angka tingkat

partisipasi Pemilih di atas, khususnya untuk konteks Kabupaten Bima dan kecamatan Belo,

kabupaten Bima adalah rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu Presiden dan

wakil Presiden dibandingkan dengan Pemilu Legislatif pada setiap Pemilu, dan apabila

dibanding angka tingkat partisipasi pemilih pada kedua Pemilu tersebut, terjadi penurunan

angka tingkat partisipasi secara cukup signifikan padahal kedua pemilu tersebut dilaksanakan

dalam waktu yang berselang hanya beberapa bulan saja.

2009

2014

Page 269: Hasil Riset Provinsi NTB

269

Data-data di atas, memperlihatkan tingkat partisipasi Pemilih pada Pemilu Legislatif

yang dilaksanakan pada tanggal 9 April tahun 2014 untuk tingkat kabupaten Bima adalah

76,14 persen dan untuk tingkat kecamatan Belo 79,92 persen. Sedangkan angka tingkat

partisipasi Pemilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan tiga bulan

kemudian, yaitu pada tanggal 9 Juli tahun 2014 untuk tingkat kabupaten Bima adalah 66,27

persen dan untuk tingkat kecamatan Belo 60,44 persen. Artinya terjadi penurunan angka

tingkat partisipasi pemilih pada skedua pemilu tersebut secara cukup signifikan, yaitu

sebesar 9,87 persen untuk tingkat kabupaten Bima dan sebesar 19,48 persen untuk tingkat

kecamatan Belo, kabupaten Bima.

Di bandingkan dengan 17 kecamatan lainnya yang ada di wilayah kabupaten Bima,

angka tingkat partisipisi pemilih dalam Pemilu Presiden dan wakil Presiden di kecamatan

Belo ini adalah yang paling rendah. Demikian juga dengan penurunan angka tingkat

partisipasi pemilih dari Pemilu Legislatif ke Pemilu Presiden dan wakil Presiden adalah yang

paling menonjol, yaitu sebesar 11, 58 persen pada Pemilu tahun 2009 dan 19,48 persen pada

Pemilu tahun 2014. Sedangkan dilihat dari karakteristik masyarakatnya, dapat dikatakan

tidak berbeda dengan masyarakat di kecamatan lainnya di kabupaten Bima, yaitu cukup

homogen dilihat dari tingkat kehidupan sosial ekonomi, tingkat pendidikan maupun jenis

pekerjaannyanya. Sama halnya dengan masyarakat di kecamatan lainnya di kabupaten Bima,

sekitar 80% dari penduduk dan pemilih di kecamatan Belo terdiri dari masyarakat petani.

Namun para petani di wilayah kecamatan ini dikenal sangat rajin dan ulet. Mereka tidak saja

mengolah sawah dan ladang yang ada di wilayah tempat tinggalnya seperti para petani pada

umumnya di kabupaten Bima, tetapi mereka juga berani berspekulasi dan mengambil resiko

dengan menyewa tanah pertanian milik orang lain secara musiman atau secara tahunan

yang berada di wilayah kecamatan lainnya di kabupaten Bima bahkan di luar kabupaten

Bima, yaitu di kabupaten Dompu dan kabupaten Sumbawa, terutama untuk tanaman

bawang merah. Hal inilah menarik untuk diteliti dan dikaji serta dicarikan jawabannya dalam

penelitian ini.

Dari uraian di atas, penelitian ini mengajukan dua permasalahan, sebagai berikut: (1)

Bagaimanakah perilaku pemilih(voting behavior dan non voting behavior ) masyarakat

Page 270: Hasil Riset Provinsi NTB

270

Petani di kecamatan Belo, kabupaten Bima, dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan

wakil Presiden tahun 2014? (2) Faktor-faktor apakah yang dominan mempengaruhi

rendahnya tingkat partisipasi masyarakat petani di kecamatan Belo, kabupaten Bima, pada

pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun 2014?

B. Tinjauan Teoritis

B.1. Mengenal Konsepsi Tentang Pemilih dan Partisipasi Politik

Pemilih adalah semua warga negara dewasa yang telah memenuhi syarat-syarat

tertentu. Dalam prespektif perundang-undangan di Indonesia, syarat-syarat yang dimaksud

diantaranya adalah, telah berusia 17 tahun dihitung pada hari pemilihan, bukan merupakan

anggota TNI/Polri, dan tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan partisipasi mempunyai pengertian yang

sangat luas, sehingga para pakar mengartikan partisipasi dengan berbagai definisi.

Penjelasan partisipasi mengacu kepada partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat.

Taliziduhu dengan mengutip Davis mengartikan partisipasi sebagai suatu dorongan

mental dan emosional yang menggerakan mereka untuk bersama-sama mencapai tujuan

dan bersama-sama bertanggung jawab. Secara sederhana partisipasi merupakan peran serta

masyarakat terhadap sebuah atau berbagai kegiatan dalam kehidupannya yang sifatnya

sosial (memasyarakat).62

Partisipasi merupakan salah satu pilar penting demokrasi. Jika demokrasi diartikan

secara sederhana sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari dan untuk-rakyat, maka

partisipasi merupakan sarana di mana partisipasi pemilih menjadi salah satu elemen penting

untuk dikaji. Kajian atas perilaku pemilih bukan saja dimanfaatkan untuk mendulang suara,

namun terutama untuk melihat dan memahami konstelasi harapan dan kepentingan rakyat

dalam konteks politik demokratis.63

62 Ndraha, Taliziduhu. 1993. Partisipasi Masyarakat. Yayasan Karya Dharma, IIP Jakarta. Hlm. 37.63 Partisipasi warga negara dapat dilihat melalui perilaku politiknya. Perilaku politik itu dapat dilihat dari

berbagai jenis yaitu melalui partai politik, kampanye, pemberian suara dan lain-lain. Bentuk perilakupolitik ini menjadi alat analisis untuk melihat partisipasi politik masyarakat itu sendiri.

Page 271: Hasil Riset Provinsi NTB

271

Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas modernisasi politik. Istilah

partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan perilaku, sikap

dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi partisipasi politik. Huntington dan Nelson

(1994) dalam bukunya No Easy Choice Politicall Participation in Developing Countries

memaknai partisipasi politik sebagai: “By political participation we mean activity by private

citizens designed to influence government decision-making. Participation may be individual

or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or

illegal, effective or ineffective.64

Senada dengan hal ini, Miriam Budiardjo memaknai partisipasi politik, yakni:

“Kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan

politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak

langsung, mempengaruhi kebijakan Pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup

tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum menghadiri rapat umum,

menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan

(contacting) dengan pejabat Pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya.65

Sebagaimana diketahui bahwa legitimasi dalam perspektif demokrasi adalah tingkat

partisipasi sebagai bentuk keterlibatan menentukan arah pengambilan keputusan. Legitimasi

merupakan kunci penentu yang secara fungsional kontributif sebagai faktor pendukung

kekuasaan sebagai output demokrasi itu sendiri. Jika tidak, maka keberadaan demokrasi itu

sendiri akan sama dengan ketidakberadaannya. Sementara Ramlan Surbakti menyatakan

bahwa Partisipasi politik sebagai:

“kegiatan warga negara biasa dalam memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaankebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatan yangdimaksud antara lain mengajukan tuntutan, membayar pajak, melaksanakan keputusan,

64 “partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yangdimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi biasa bersifatindividual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengankekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif”. Huntington, S.P. & Nelson, J. (1977:4). No easychoice political participation in developing countries. Cambridge: Harvard University Press.

65 Miriam, Budiardjo, 2010. Dasar-dasar Ilmu Politik, (edisi revisi). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Hlm. 183

Page 272: Hasil Riset Provinsi NTB

272

mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan suatu kebijakan umum dan mendukungatau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin dan memilihwakil rakyat dalam pemilihan umum. Oleh karena itu yang dimaksud dengan partisipasipolitik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yangmenyangkut atau mempengaruhi hidupnya.66

Beragam definisi partisipasi politik dari para pakar ilmu politik tersebut di atas, secara

eksplisit mereka memaknai partisipasi politik bersubstansi core political activity yang bersifat

personal dari setiap warga negara secara sukarela untuk berperan serta dalam proses

pemilihan umum untuk memilih para pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam proses penetapan kebijakan publik.

B.2. Konsepsi Tentang Perilaku Pemilih

Perilaku memilih (voting behavior) dan Partisipasi politik adalah paket dalam pemilu.

Partisipasi politik menyoal hubungan antara kesadaran politik dan kepercayaan kepada

pemerintahan. Sedangkan perilaku memilih adalah keikutsertaan warga negara dalam

pemilu sebagai rangkaian pembuatan keputusan. Oleh karena itu dapat dilihat hubungan

yang erat antara demokrasi, partisipasi politik, pemilihan umum, partai politik dan perilaku

memilih.

Bismar Arianto dengan mengutip Hasanuddin menyatakan bahwa dalam kajian

perilaku pemilih hanya ada dua konsep utama, yaitu; perilaku memilih (voting behavior) dan

perilaku tidak memilih (non voting behavior). David Moon mengatakan ada dua pendekatan

teoritik utama dalam menjelaskan perilaku non-voting yaitu: pertama, menekankan pada

karakteristik sosial dan psikologi pemilih dan karakteristik institusional sistem pemilu; dan

kedua, menekankan pada harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugian atas keputusan

mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih.67

66 Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Hlm.141

67 Bismar Arianto. Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu. Jurnal Ilmu Politik danIlmu Pemerintahan. Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UniversitasMaritim Raja Ali HajiVol. 1, No. 1, 2011.

Page 273: Hasil Riset Provinsi NTB

273

Keikutsertaan warga Negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian

kegiatan memubuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan

umum. Miriam Budiarjo (2008;136) mendefinisikan perilaku pemilih sebagai kegiatan

seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara

lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti

memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan

hubungan (contacting) atau (lobbying) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen,

menjadi anggota partai atau salah satu gerakan sosial dengan direct actionnya, dan

sebagainya.68

Secara teoretis, Dieter Roth (2008) menyatakan perilaku memilih (voting behavior)

dapat diurai dalam tiga pendekatan utama, masing-masing pendekatan sosiologi, psikologi,

dan pilihan rasional. Perilaku memilih atau voting behavior dalam pemilu adalah respons

psikologis dan emosional yang diwujudkan dalam bentuk tindakan politik mendukung suatu

partai politik.

Dalam ranah kajian ilmu sosial politik, ada beberapa kajian perihal pendekatan guna

memahami perilaku memilih (voting behavior) ini, pendekatan tersebut antara lain:

1) Pendekatan sosiologi, pendekatan ini lahir dari buah penelitian Sosiolog, Paul F.

Lazersfeld dan rekan sekerjanya Bernard Berelson dan Hazel Gaudet dari Columbia

University.69 Aliran ini melihat voter dari latar belakang perseorangan atau kelompok

berdasarkan jenis kelamin, kelas sosial, ras, etnik, agama, ideologi bahkan daerah asal

68 Perilaku memilih bisa dikategorikan ke dalam dua besaran, yaitu: Perilaku Memilih Rasional. Perilakumemilih ini, notabane disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari internal pemilih. Sehinggapemilih, disini berkedudukan sebagai makhluk yang independen, memiliki hak bebas untukmenentukan memilih partai atau kandidat mana pun. Dan sebagian besar mereka berasal dari internalpemilih sendiri, hasil berpikir dan penilaian terhadap objek politik tertentu. Perilaku Memilih Emosional.Sementara untuk perilaku memilih ini, lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal darilingkungan. Seperti factor sosiologis, struktursosial, ekologi maupun sosiopsikologi.

69 Mazhab sosiologis pada awalnya berasal dari Eropa yang kemudian berkembang di Amerika Serikat,yang pertama kali dikembangkan oleh Biro Penerapan Ilmu Sosial Universitas Colombia (Colombia`sUniversity Bureau of Applied Social Science), sehingga lebih di kenal dengan kelompok Colombia.Karenanya model ini juga disebut Mazhab Columbia (Columbia School).

Page 274: Hasil Riset Provinsi NTB

274

yang bisa menentukan keputusan untuk memberikan suara pada saat pemilihan.70

Kelompok ini melakukan penelitian mengenai The People’s Choice pada tahun 1948 dan

Voting pada tahun 1952. Di dalam 2 karya tersebut terungkap perilaku memilih

seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti sosial ekonomi, afiliasi etnis,

tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat

tinggal, dan lain-lain.

Umumnya yang menentukan pilihan adalah kelompok sosial yang mempengaruhi

individu untuk memilih. Baik besar maupun kecil. Latar belakang pilihan atas partai, calon

dan isu, ditentukan oleh karakteristik sosial pemilih. Seseorang akan memilih partai atau

figur tertentu, karena ada kesamaan karakteristik sosial antara si pemilih dan karakteristik

sosial figur atau partai.

Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan

pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam

menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial seperti umur (tua, muda), jenis

kelamin, agama dan semacamnya, dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan

dalam membentuk perilaku pemilih. Latar belakang pilihan atas partai atau calon, menurut

model sosiologis dikembangkan dari asumsi bahwa perilaku pemilih ditentukan oleh

karakteristik sosial pemilih.

Sejalan dengan pendekatan sosiologis tersebut, Saiful Mujani, R. William Liddle dan

Kuskridho Ambardi dalam bukunya Kuasa Rakyat (2012), menjelaskan bahwa faktor agama

menjadi hal yang dipercaya sangat berpengaruh dalam konteks pendekatan sosiologis. Hal

ini setidaknya bisa dicermati dengan eksistensi partai politik berlatar agama tertentu yang

tumbuh dan berkembang di negeri ini dengan segala dinamikanya.

2) Pendekatan psikologis, yakni cara memilih sebuah partai/ kandidat oleh faktor psikologis

karena pengaruh luar, bukan dari dirinya. Pendekatan ini memilih dalam pemilu

70 Di Amerika saja, Negara yang demokrasi-nya dianggap relatif maju, berdasarkan sejumlah penelitian,masih ada perilaku pemilih yang mendasarkan pada warna kulit, ras, atau agama. Kelompok sosialcenderung mempengaruhi aggotanya untuk memilih calon tertentu. Memang, perilaku politik itu kadangsangat aneh. Karena pilihan politik itu abstrak.

Page 275: Hasil Riset Provinsi NTB

275

berdasarkan kecenderungan-kecenderungan yang ditentukan oleh faktor psikologis.71

Pendekatan mazhab psikologis ini menekankan kepada 3 aspek variabel psikologis

sebagai telaah utamanya yakni, ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi

terhadap isu yang berkembang dan orientasi terhadap kandidiat. Inti dari mazhab ini

adalah identifikasi seseorang terhadap partai tertentu yang kemudian akan

mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap para calon dan isu-isu politik yang

berkembang. Kekuatan dan arah identifikasi kepartaian adalah kunci dalam menjelaskan

sikap dan perilaku pemilih.

Sejalan dengan pendekatan tersebut, Wllliam Liddle dan Saiful Mujani mengklasifikasi pada

tiga faktor.72

a) Pertama, Party Identification (Party ID), yaitu kecenderungan pemilih karena memiliki

kedekatan psikologis dengan partai tertentu. Seseorang merasa dekat kerena pergaulan

sosial. Biasanya pertama dibentuk oleh keluarga. Di sini fungsi keluarga sebagai agent of

socialization sangat mumpuni. Semakin orang tua menjadi idola, maka semakin kuatlah

pengaruh orang tua tersebut terhadap dirinya. Dia yakin dan percaya karena

berkembang dalam keluarganya bahwa partai tertentu itu baik atau layak dipilih. Jadi, dia

tidak perlu lagi mendapatkan atau mencari informasi tentang partai tersebut.

b) Kedua, orientasi isu. Kedekatan seseorang oleh isu tertentu. Seseorang tidak mengerti

betul dengan isu tersebut. Tapi dia menarik. Misalnya, isu neo-liberalisme, mereka

langsung tidak setuju dan menolak. Walau bila ditanya seseorang itu tidak mengerti

benar apa isu itu. Karena tidak diketahui berdasarkan informasi yang dia peroleh.

c) Ketiga, orientasi calon. Orang memilih bukan karena karya atau prestasi seorang calon.

Tapi lebih karena kharisma. Orientasi calon ini lebih melihat siapa dia, atau anak siapa.

71 Mazhab ini pertama kali dipergunakan oleh Pusat Penelitian dan Survey Universitas Michigan(University of Michigan`s Survey Research Centre) sehingga kelompok ini dikenal dengan sebutankelompok Michigan. Hasil penelitian kelompok ini yang dikenal luas adalah The Voter`s Decide (1954)dan The American Voter (1960).

72 Dalam pendekatan ini, Saiful Mujani, R. William Liddle dan Kuskridho Ambardi (2012) menjelaskanbahwa seorang warga berpartisipasi dalam Pemilu atau Pilpres bukan saja karena kondisinya lebihbaik secara sosial ekonomi, atau karena berada dalam jaringan sosial, akan tetapi karena ia tertarikdengan politik, punya perasaan dekat dengan partai tertentu (identitas partai), punya cukup informasiuntuk menentukan pilihan, merasa suaranya berarti, serta percaya bahwa pilihannya dapat ikutmemperbaiki keadaan (political efficacy).

Page 276: Hasil Riset Provinsi NTB

276

Tidak mendalami atau perlu tahu bagaimana prestasi dan ‘track record’-nya selama ini.

Anehnya, malah ada yang memilih bukan karena sosok kandidat, tapi karena orang

tuanya. Seperti orang yang memilih Megawati, karena ayahnya Soekarno, bukan dirinya.

3) Pendekatan rasional (rational choice). Pendekatan ini berkembang atas kritikan

terhadap kedua pendekatan sebelumnya baik itu pendekatan sosiologis maupun

pendekatan psikologis yang menempatkan pemilih pada ruang dan waktu yang kosong

(determinan). Pemilih seakan-akan menjadi pion yang mudah ditebak langkahnya. kritik

terhadap dua pendekatan di atas, kemudian memunculkan asumsi pemilih bukan

wayang yang tidak memiliki kehendak bebas dari kemauan, dalangnya oleh Anthony

Downs dalam Economic Theory of Democracy.73 Artinya, peristiwa-peristiwa politik

tertentu dapat mengubah preferensi pilihan seseorang.

Dalam pendekatan pilihan rasional ini, dipaparkan dua orientasi yang menjadi daya tarik

pemilih, yaitu orientasi isu dan kandidat. Orientasi isu berpusat pada pertanyaan; apa yang

seharusnya dan sebaiknya dilakukan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi

masyarakat? Dan orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi

kandidat tanpa mempedulikan label partainya. Di sinilah para pemilih menentukan

pilihannya berdasarkan pertimbangan rasional.74 Pemilih yang rasional memiliki motivasi,

prinsip, pengetahuan dan informasi yang cukup, tindakan mereka bukanlah faktor kebetulan,

bukan untuk diri sendiri melainkan untuk kepentingan umum menurut pikiran dan

pertimbangan logis. Perilaku pemilih yang rasional menekankan bahwa pemberian suara

berdasarkan perhitungan untung rugi atau rasional berfikir pemilih, artinya perilaku pemilih

rasional mengantarkan pada kesimpulan bahwa pemilih benar-benar melakukan penilaian

yang valid.

73 Model pilihan rasional bersumber pada karya Anthony Downs, James Buchannan, Gordon Tullock danManchur Olsen. Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh penilaian terhadap keadaanekonomi-sosial-politik ditingkat individu (egosentrik) dan ditingkat lokal-regional-nasional (sosiotropik).

74 Cara memilih berdasarkan informasi tentang apa dan siapa partai atau kandidat tersebut. Jadi, adakeingintahuan pemilih apakah sang kandidat itu sesuai atau tidak dengan keinginannya. Demokrasimengharapkan orang memilih secara rasional. Supaya yang dipilih itu benar-benar layak. Layak di siniadalah mampu. Dalam arti punya kemampuan memimpin dan mengelola pemerintahan menurutpandangan pemilih. Demokrasi mengharapkan rakyatlah yang menyeleksi siapa calon yang berhakdipilih. Dan obsesi demokrasi mengharapkan para pemilih mengetahui informasi tentang partai ataukandidat.

Page 277: Hasil Riset Provinsi NTB

277

Salah satu penelitian yang menggunakan teori pilihan rasional (rational choice) di Indonesia

adalah studi oleh Saiful Mujani dkk.75 Studi ini salah satunya untuk menjawab pertanyaan:

mengapa PDIP menang pada Pemilu 1999, Partai Golkar menang pada 2004, dan kemudian

Partai Demokrat menang pada tahun 2009. Hampir 3 kali Pemilu paska reformasi

dimenangkan oleh partai yang berbeda.

Pendekatan rasional ini sangat mahal dan sulit. Tapi, itulah yang ideal dalam kacamata

demokrasi. Kalau bisa berjalan dan berlaku, maka kualitas orang yang dipilih akan lebih

bagus. Bisa kita katakan semacam fit and propper test, dan memberikan kesempatan kepada

rakyat sebagai electorate yang menentukan sebuah partai atau kandidat untuk menang,

termasuk “menghukum” partai atau kandidat yang tidak patut untuk dipilih.

Perilaku memilih dapat disimpulkan bahwa memilih atau tidaknya seseorang dari 3

pendekatan di atas dikarenakan beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu faktor

sosiologis, faktor psikologis, faktor rasional yang satu sama lain saling melengkapi. Perilaku

pemilih seseorang dapat dipengaruhi oleh sikap seseorang yang terbentuk dari sosialisasi

panjang yang terdiri dari latar belakang keluarga, ruang lingkup pekerjaan, agama atau

kegiatan-kegiatan dalam kelompok formal dan informal. Sikap seseorang tersebut akan

memberikan pemahaman terhadap isu kebijakan dan kandidat.

Senada namun sedikit berbeda dengan pemaparan sebelumnya, Firmanzah (2007:

89) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor determinan bagi pemilih dalam

menentukan pilihan politiknya. Ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi pertimbangan

pemilih, yakni:

Pertama, Kondisi awal pemilih, ini dimaksudkan bahwa karakteristik yang melekat

dalam diri pemilih. Setiap individu memiliki sistem nilai, keyakinan dan kepercayaan yang

berbeda-beda dan mewarisi kemampuan yang berbeda-beda pula. Kondisi ini jelas sangat

mempengaruhi individu ketika mengambil keputusan politik.

75 Penelitian Saiful Munjani dkk diperoleh dari data survey oleh Lembaga Suvey Indonesia (LSI) dalamrentang waktu Pemilu tahun 1999, 2004 dan 2009. Penelitian ini merupakan satu-satunya studitentang perilaku memilih dalah skala nasional (banyak penelitian perilaku memilih mengambil sampeldaerah tertentu saja). Selain itu penelitian ini dirasa cukup lengkap, karena menggunakan ketigapendekatan (sosiologis, psikologis dan pilihan rasional) dalam memotret perilaku memilih di Indonesia.

Page 278: Hasil Riset Provinsi NTB

278

Kedua, faktor media massa yang mempengaruhi opini publik. Media massa yang

memuat data, informasi dan berita berperan penting dalam mempengaruhi oponi

dimasyarakat. Demikian pula dengan pemaparan para ahli, iklan politik, hasil seminar, survey

dan berbagai hal yang diulas dalam media massa akan menjadi pertimbangan pemilih.

Ketiga, Faktor parpol atau kontestan, pemilih akan menilai latar belakang, reputasi,

citra, ideologi dan kualitas para tokoh-tokoh parpol dengan pandangan mereka masing-

masing. Dalam hal ini masyarakat lebih sering melakukan penilaian terhadap figur tokoh

parpol, sekaligus menjadi barometer mereka dalam menilai parpol yang bersangkutan.

B.3. Ketidakhadiran Pemilih

Partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator implementasi

penyelenggaraan kekuasaaan negara tertinggi yang absah oleh rakyat (kedaulatan rakyat),

yang dimanifestasikan keterlibatan mereka dalam pesta demokrasi (Pemilu). Makin tinggi

tingkat partisipasi politik mengindikasikan bahwa rakyat mengikuti dan memahami serta

melibatkan diri dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya tingkat partisipasi politik yang

rendah pada umumnya mengindikasikan bahwa rakyat kurang menaruh apresiasi atau minat

terhadap masalah atau kegiatan kenegaraan. Rendahnya tingkat partisipasi politik rakyat

direfleksikan dalam sikap golongan putih (golput) dalam pemilu. Dalam perspektif

berdemokrasi, tentunya sikap golput akan berimplikasi pada pembangunan kualitas

demokrasi.

Isitilah perilaku non voting dalam bahasa Indonesia diartikan tidak memilih atau lebih

dikenal dengan golongan putih (golput).76 Golput belakangan ini menjadi momok tersendiri

bagi sistem demokrasi yang tengah berkembang di negara kita. Pada pemilu 2009, jumlah

suara Golput mencapai 49.677.776 (29 %), padahal saat itu Majelis Ulama Indonesia (MUI)

telah menyatakan haram untuk golput, melalui Ijtimaa Ulama setelah merespon usulan

Ketua MPR kala itu--Hidayat Nurwahid.

76 Golput di sini dimaknai sebagai sikap sadar untuk tidak mempergunakan hak pilihnya secarasubstantif, aktif, dan merupakan hak setiap warganegara Indonesia. Adapun pemilih yang datang keTPS namun salah dalam melakukan tata laksana peraturan tidak dimasukkan dalam kriteria golput.

Page 279: Hasil Riset Provinsi NTB

279

Dalam pelbagai literatur perilaku memilih, perilaku non voting umumnya digunakan

untuk merujuk pada fenomena ketidakhadiran seseorang dalam Pemilu.77 Gejala perilaku

non voting telah terjadi sejak masa orde baru di mana sistem politik hegemoni saat itu

dijalankan oleh rezim Soeharto. Penelitian Muhammad Asfar terhadap perilaku non voting

dilakukan pada masa orde baru yaitu tahun 1996 – 1997 yang membawa pada kesimpulan

hasil penelitian sebagai berikut:78

1. Pertama, berdasarkan pendekatan sosiologis, bahwa para non-voter memiliki

karakteristik sosial secara pendidikan memadai (tinggi), pekerjaan yang bervariasi

(pengusaha, PNS, aktivis LSM, dan petani), para non-voter berkecenerungan memiliki

latar belakang aktif di organisasi sosial dan kemahasiswaan, dari sisi pendapatan para

non-voter mengaku penghasilannya cukup atau lebih dari cukup.

2. Kedua, berdasarkan pendekatan sosio-psikologis, bahwa pada non-voter yang diteliti

memiliki tipe kepribadian yang toleran dan tidak otoriter. Para non-voter juga mengaku

sangat terbuka terhadap berbagai saran dan kritik dari orang lain dan tidak pernah

berpikir bahwa orang lain harus berpikiran, bersikap dan berperilaku seperti mereka.

Para non-voter secara orientasi kepribadian mempunyai orientasi kepribadian anomi

yang dimanifestasikan melalui penilaian mereka yang menganggap aktivitas politik

(voting) sebagai sesuatu yang sia-sia yang disebabkan ketidakmampuan lembaga-

lembaga demokrasi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat. Disamping itu, para non-

voter umumnya memiliki pengalaman sosialisasi politik yang kurang menyenangkan,

seperti pernah dikecewakan partai politik atau kecewa terhadap penampilan institusi-

institusi demokrasi.

3. Ketiga, berdasarkan pendekatan pilihan rasioal, bahwa pada non-voter yang diteliti

mempunyai persepsi dan evaluasi kurang baik terhadap sistem politik dibuktikan dengan

dwi fungsi ABRI, perlemahan institusi demokrasi seperti DPR dan PDRD, serta evaluasi

kurang baik terhadap sistem Pemilu yang dibuktikan dengan penggabungan partai

77 Muhammad Asfar. 1998. Perilaku Non Voting Di Bawah Sistem Politik Hegemonik, Tesis ProgramStudi Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogjakarta. Hal 173.78 Muhammad Asfar. Ibid , hal. 206 – 216.

Page 280: Hasil Riset Provinsi NTB

280

politik, pelaksanaan pemilu yang tidak jujur dan adil, serta keterlibatan ABRI dan

Birokrasi untuk pemenangan Golkar.

4. Keempat, berdasarkan faktor kepercayaan publik, bahwa para non-voter yang diteliti

memiliki kepercayaan politik yang sangat rendah. Kepercayaan politk ini ditujukan

kepada: tidak berfungsinya lembaga perwakilan (DPR dan DPRD), tidak berfungsinya

lembaga peradilan (Pengadilan Negeri), praktek korupsi kolusi dan nepotisme serta

kebijakan-kebijakan pemerintahan orde baru yang tidak kondusif bagi proses demokrasi.

5. Kelima, perilaku non-voting umumnya dimanifestasikan dalam bentuk ketidakhadiran di

tempat pemungutan suara. Separuh non-voter memanifestasikan perilaku tidak memilih

dalam bentuk semacam ini. Sementara itu, separuh lainya dimanifestasikan dalam

bentuk mencoblos semua tanda gambar, mencoblos bagian putih dari kartu suara dan

tidak mencoblos sama sekali.

Senada dengan penelitian Asfar, Eep Saefulloh Fatah, mengklasifikasikan

ketidakhadiran pemilih (golput) atas empat golongan:

a) Pertama, golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu (seperti

keluarga meninggal, ketiduran, dan lain-lain) berhalangan hadir ke tempat pemungutan

suara, atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.

b) Kedua, golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena

kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).

c) Ketiga, golput politis, yakni mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang

tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan membawa perubahan dan

perbaikan.

d) Keempat, golput ideologis, yakni mereka yang tak percaya pada mekanisme demokrasi

(liberal) dan tak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama

atau alasan politik-ideologi lain.79

79 Jadi berdasarkan hal di atas, golput adalah mereka yang dengan sengaja dan dengan suatu maksud dan tujuan yang jelas menolak memberikan suara dalam pemilu.

Dengan demikian, orang-orang yang berhalangan hadir di Tempat Pemilihan Suara (TPS) hanya karena alasan teknis, seperti jauhnya TPS atau terluput dari pendaftaran,

otomatis dikeluarkan dari kategori golput. Begitu pula persyaratan yang diperlukan untuk menjadi golput bukan lagi sekedar memiliki rasa enggan atau malas ke TPS tanpa

maksud yang jelas. Pengecualian kedua golongan ini dari istilah golput tidak hanya memurnikan wawasan mengenai kelompok itu, melainkan juga sekaligus memperkecil

kemungkinan terjadinya pengaburan makna, baik disengaja maupun tidak.

Page 281: Hasil Riset Provinsi NTB

281

Secara faktual fenomena Golput tidak hanya terjadi di negara demokrasi yang sedang

berkembang, di negara yang sudah maju dalam berdemokrasi pun juga menghadapi

fenomena Golput, seperti di Amerika Serikat yang capaian angka partisipasi politik

pemilihnya berkisar antara 50% s/d 60%, begitu pula di Perancis dan Belanda yang angka

capaian partisipasi politik pemilihnya berkisar 86%.80

Lebih lanjut, secara empirik, Soebagio menengarai peningkatan angka Golput

tersebut terjadi antara lain oleh realitas sebagai berikut:

1) Pemilu dan Pilkada langsung belum mampu menghasilkan perubahan berarti bagi

peningkatan kesejahteraan masyarakat;

2) Menurunnya kinerja partai politik yang tidak memiliki platform politik yang realistis dan

kader politik yang berkualitas serta komitmen politik yang berpihak kepada kepentingan

publik, melainkan lebih mengutamakan kepentingan kelompok atau golongannya;

3) Merosotnya integritas moral aktor-aktor politik (elit politik) yang berperilaku koruptif

dan lebih mengejar kekuasaan/kedudukan daripada memperjuangkan aspirasi publik;

4) Tidak terealisasikannya janji-janji yang dikampanyekan oleh elit politik kepada publik

yang mendukungnnya;

5) Kejenuhan pemilih karena sering adanya Pemilu/Pilkada yang dipandang sebagai

kegiatan seremonial berdemokrasi yang lebih menguntungkan bagi para elit politik;

6) Kurang netralnya penyelenggara Pemilu/Pilkada yang masih berpotensi melakukan

keberpihakan kepada kontestan tertentu, di samping juga kurangnya intensitas sosialisasi

Pemilu secara terprogram dan meluas.81

C. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif kualitatif. Populasi penelitian ini

adalah seluruh masyarakat petani di kecamatan Belo, kabupaten Bima propinsi Nusa

Tenggara barat yang terdaftar sebagai pemilih dalam Daftara Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar

Pemilil tetap tambahan (DPTb) Pemilihan Umum Presiden dan wakil Presiden tahun 2014.

80 Soebagio. Implikasi Golongan Putih Dalam Perspektif Pembangunan Demokrasi Di Indonesia Makara,Sosial Humaniora, vol. 12, no. 2, Desember 2008: 82-86.

81 Soebagio, Ibid.

Page 282: Hasil Riset Provinsi NTB

282

Khususnya pada 5 Desa yang diteliti, yaitu desa Diha, desa, Renda, desa, Ngali, desa Cenggu

dan desa Lido, yang diasumsikan sebesar 80 persen dari jumlah pemilih terdaftar dalam DPT

dan DPTb atau sebesar 11.709 orang. Alasan penetapan populasi ini adalah karena DPT dan

DPTb untuk Pemilu Presiden dan wakil Presiden merupakan hasil validasi dari DPT dan DPTb

Pemilu legislatif yang dilaksanakan tiga bulan sebelumnya, sehingga dianggap bahwa semua

pemilih yang terdaftar dalam DPT dan DPTb untuk Pemilu Presiden dan wakil Presiden

terdaftar pula dalam DPT dan DPTb untuk Pemilu legislatif tahun 2014.

Sedangkan sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 5 persen dari jumlah

populasi atau sebanyak 580 orang. Oleh karena jumlah populasi cukup besar dan populasi

tersebut memiki karakteristik yang sama (homogen) maka dalam penentuan sampel, semua

populasi diberikan kesempatan yang sama untuk tampil sebagai sampel. Atas dasar itu maka

penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik probability sampling atau

tepatnya teknik simple random sampling.

Di samping itu untuk mendukung validitas data primer yang dikumpulkan melalui

responden, maka diperlukan juga keterangan atau penjelasan-penjelasan dari pihak-pihak

yang dianggap berkompeten. Untuk itu dalam penelitian ini ditetapkan juga sampel dengan

teknik non probability sampling, yaitu snowball sampling dengan menetapkan ketua KPU

Kabupaten Bima sebagai informan utama (Key informan), serta dilakukan diskusi mendalam

dan berfokus dengan berbagai pihak dalam acara focus group discussion (FGD).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer dikumpulkan dengan dua cara, yaitu : pertama, dengan cara menyebarkan

Angket atau questionnaire yang berisi sejumlah daftar pertanyaan yang telah disiapkan

untuk dijawab oleh 550 orang responden yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal

ini disadari bahwa untuk dapat mengumpulkan data dari jumlah responden yang cukup

besar tersebut dalam waktu yang terbatas tentu tidaklah mudah. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini ditetapkan tingkat error tertinggi dalam pengumpulan data ini tidak

melebihi 10 persen dari jumlah questionnaire yang diedarkan. Kedua, dengan cara

melakukan wawancara mendalam (dept interview) dengan ketua KPU Kabupaten Bima

yang telah ditetapkan sebagai key informan dan pihak-pihak lain berdasarkan petunjuk

Page 283: Hasil Riset Provinsi NTB

283

dari kedua key informan tersebut dan seterunya dengan pola snowball. Sebagai alat

bantu dalam pengumpulan data ini digunakan digital voice recorder dan buku notebook

untuk mencatat.

2. Data sekunder dikumpulkan dengan cara melakukan studi dan penelusuran

kepustakaan, terutama di kantor KPU Kabuaten Bima, perpustakaan STIH

Muhammadiyah Bima, perpustakaan STISIP Mbojo Bima dan melalui media online.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa

deskriptif kualitatif. Dalam teknik analisa semacam ini, data-data yang telah dikumpulkan,

setelah diurutkan, dikelompokkan dan diorganisasikan ke dalam pola kategori tertentu

sebagaimana dimaksud di atas, kemudian dijelaskan, dihubungkan satu sama lainya,

diinterpretasikan, dan kemudian dinarasikan atau dideskripsikan, sehingga akhirnya dapat

memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan penelitian sesuai

dengan yang diharapkan.

D. Hasil Penelitian

D.1. Gambaran Umum Masyarakat Belo Kabupaten Bima

Berdasarkan data statistik tahun 2012, luas wilayah kecamatan belo adalah 44,76

km2 yang terbagi dalam 8 Desa, yaitu desa Roka, desa Runggu, desa Cenggu, desa Renda,

desa Ngali, desa Lido, desa Soki dan desa Ncera.82 Jumlah Penduduk kecamatan Belo

seluruhnya adalah 25.044 Jiwa, degan tingkat kepadatan penduduk 559 Jiwa/km2.

Secara umum kehidupan masyarakat di kecamatan Belo masih dicirikan oleh

kehidupan masyarakat pedesaan pada umumnya, yaitu:

a) Pergaulan hidup yang akrab dan saling kenal-mengenal atas dasar kekeluargaan;

b) Sebahagian besar masyarakat hidup di sektor pertanian. Pekerjan lain yang bukan

pertanian biasanya dianggap sebagai pekerjaan sambilan saja;

82 Tahun 2012 bertambah 1 desa, yaitu desa DIHA yang merupakan pemekaran dari desa Ncera).

Page 284: Hasil Riset Provinsi NTB

284

c) Masyarakat yang cukup homogen dilihat dari agama, mata pencarian, ada istiadat dan

sebagainya.

Tipilogi masyarakat.

Telah dikemukakan bahwa corak hubungan sosial masyarakat di Kecamatan Belo

masih dicirikan oleh kehidupan sosial masyarakat pedesaan. Pola inter-aksi horizontal di

antara warga masyarakat pada masing-masing desa didasari dengan semangat kekeluargaan.

Semua pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga. Hal yang sangat berperan

dalam interaksi dan hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial, seperti kesamaan adat

kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman.

Hubungan Sosial di desa-desa di kecamatan Belo, dilandasi dengan ikatan batin yang

kuat diantara sesama warga desa, yaitu perasaan di mana setiap warga/anggota masyarakat

merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimana ia hidup dan

dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi

masyarakat atau anggota-anggota masyarakat. Karena beranggapan sama-sama sebagai

anggota masyarakat yang saling mencintai, menghormati, mempunyai hak dan tanggung

jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.

Hubungan sosial yang sangat kuat yang didasari dengan ikatan kekeluargaan ini

diantaranya tercermin dalam sikap atau perilaku kerja sama, saling bantu membantu atau

gotong royong dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendirikan rumah, upacara pesta

perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air, membersihkan kuburan desa

dan lain sebagainya, yang langsung atau tidak langsung akan berimplikasi pula pada perilaku

politiknya.

Namun demikian, dalam masyarakat Belo terdapat perbedaan orientasi yang sangat

kontras antara masing-masing desa dalam hal menjalani kehidupan bermasyarakat dan

memenuhi kelas-kelas sosial, terutama dalam sektor pertanian. Secara singkat tipilogi

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Masyarakat Desa Roka biasanya menjadi buruh tani, mereka pada umumnya yang

bekerja pada sektor pertanian bekerja pada Petani yang memiliki lahan banyak dengan

Page 285: Hasil Riset Provinsi NTB

285

gaji per musim tanam, setelah mendapati modal dan memiliki keterampilan bertani yang

mumpuni mereka akhirnya mandiri.

b) Masyarakat desa Runggu cenderung menjadi buruh tani lepas, pada musim panen padi

ramai-ramai menjadi buruh tani padi, pada musim panen bawang juga menjadi buruh

bawang, dan lebih suka menjadi pekerja-pekerja formal dan bekerja tetap seperti pada

instansi pemerintahan atau pertokoan.

c) Masyarakat desa Cenggu biasanya menjadi petani mandiri dengan memanfaatkan lahan

yang dimiliki, tidak banyak yang menjadi buruh tani. Sehingga perkembangannya

cenderung stagnan dari tahun ke-tahun.

d) Dalam masyarakat desa Renda terlihat masyarakat yang paling “kapitalis” di antara

desa-desa lainnya. Dalam hal bertani tidak saja di desa sendiri akan tetapi sudah banyak

menyebar ke desa-desa lain bahkan hingga kabupaten lain seperti Kabupaten Dompu

dan Sumbawa. Di samping itu, masyarakatnya lebih banyak menjadi pedagang besar

yang menguasai perdagangan hasil pertanian seperti Bawang Merah. Investasi

masyarakat Desa Renda cenderung mengarah pada kekuatan ekonomi, sehingga

cenderung banyak pedagang besar di Desa Renda.

e) Berbeda dengan Desa Ngali, meski dalam pola pertanian memiliki motivasi yang sama

dengan Desa Renda, seperti bertani menyebar memenuhi pelosok kabupaten yang

tanahnya tidak dimamfaatkan secara efisien oleh masyarakat setempat, masyarakat desa

Ngali cenderung menginfestasikan pada bidang pendidikan, sehingga di Desa Ngali

banyak sekali masyarakatnya yang berpendidikan tinggi.

f) Desa Lido merupakan desa yang memiliki karakter mirip dengan desa Ngali, dan Renda

dalam bekerja, yakni memiliki etos kerja dalam bertani, bertanipun menyebar dalam

berbagai wilayah di beberapa kabupaten lain. namun tidak terlalu identik seperti desa

Ngali yang berinvestasi pada pendidikan atau Desa Renda pada bidang ekonomi,

masyarakat Desa Lido memiliki rasa kepemilikan bersama yang tinggi, sehingga tidak ada

yang terlalu kaya dan tidak terlalu banyak yang berpendidikan tinggi.

g) Masyarakat Desa Soki merupakan pemekaran dari Desa Lido namun tidak memiliki

kesamaan kultur dengan Desa induknya. Masyarakat Desa Sokipun dalam urusan

Page 286: Hasil Riset Provinsi NTB

286

pertanian tidak jauh beda dengan Desa Renda, Ngali, Lido. Mereka lebih berkarakter

sama dengan Desa Ncera, yang cenderung mengalah dalam bersikap dan bergaul

tertutup hanya dalam lingkup komunitas masyarakatnya. Seperti dalam memilih

pasangan untuk berkeluarga.

h) Masyarakat Desa Ncera memiliki tingkat primordial berdasakan karakter dialek bahasa.

Karena dialek bahasa Ncera hampir di tuturkan oleh tiga desa lainnya yakni Desa Soki,

Ncera, dan Doro o’o. Sehingga mereka memiliki karakater yang sama berdasarkan dialek

bahasa.83

Agama dan Budaya

Berdasarkan catatan BPS Statistik Bima, seluruh warga masyarakat di kecamatan Belo

menganut agama Islam. Agama ini masuk di Bima pada sekitar pertengahan abad XVI dibawa

oleh para pedagang dan mubalig dari kerajaan Demak di pulau Jawa dan kerajaan Ternate di

Maluku. Oleh karena itu kebudayaan masyarakat di kecamatan Belo, seperti juga

kebudayaan masyarakat Bima (mbojo) pada umumnya, diwarnai oleh nilai-nilai doktrinal

Islam. Islamisasi dalam masyarakat Bima menyangkut seluruh aspek kehidupan termasuk

aspek budaya, poltik, ekonomi, hukum dan dimensi kehidupan yang lainnya.

Pada zaman sebelum masuknya Islam, agama yang dianut oleh masyarakat Bima

adalah agama Hindu/Syiwa. Pada zaman ini, yang disebut dengan zaman ‘ncuhi’, masyarakat

Bima sudah terbiasa mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama secara

musyawarah dan mufakat. Pemerintahan pada zaman ‘Ncuhi’ ini dilaksanakan dengan

berpegang pada pola masyarakat paguyuban, di mana pengambilan keputusan dilakukan

dengan mengutamakan musyawarah yang didasari dengan semangat kekeluargaan yang

tinggi. Hal ini kemudian diperkuat dengan nilai-nilai persaudaraan yang dibawa oleh Islam,

yang kemudian tumbuh melembaga dalam budaya masyarakat Bima dan menjadi pola dasar

83 Wahyudinsyah. 2012. Preferensi dan Model Penyelesaian Kasus Hukum (Studi di MasyarakatKecmatan Belo Kabupaten Bima). Tesis Program PascaSarjana Universitas MuhammadiyahSurakarta.

Page 287: Hasil Riset Provinsi NTB

287

sistim pemerintahan kerajaan Bima pada waktu itu. Syarifuddin Jurdi menyimpulkan bahwa

kebudayaan Bima dihasilkan dari perpaduan nilai lokal, rasional, (pengatahuan) dan wahyu.84

Nilai-nilai Islam sangat kental mempengaruhi budaya masyarakat Bima umumnya, tidak

terkecuali masyarakat Belo, seperti misalnya dalam cara berpakaian yang disebut dengan

“Rimpu” yakni cara berpakaian yang menutup aurat bagi perempuan dengan menggunakan

dua lembar sarung, yang dalam Islam disebut dengan jilbab. Demikian juga dalam hal

pernikahan, waris, muamalah, musyawarah bahkan sampai pada penyelesaian masalah

masalah-masalah hukum.

Asas kebersamaan, persaudaraan, musyarwarah dan mufakat sangat melekat dalam

kehidupan masyarakat Bima, yang tercermin dalam sesanti “Kese tahopu dua” (bersama

lebih baik daripada sendiri) dan ‘tohompa ra nami sura dou ma labo dana (Kepentingan

rakyat dan tanah air harus lebih diutamakan daripada kepentingan seorang atau segelintir

orang).

Mata pencaharian dan etos kerja.

Mata pencaharian masyarakat kecamatan Belo pada umumnya adalah sebagai

petani. Hampir 90 persen penduduk kecamatan Belo yang sudah memasuki usia kerja

bekerja pada bidang pertanian, sedangkan selebihnya bekerja sebaga pedagang, pengrajin

industri, jasa angkutan, pertukangan dan pegawai pemerintahan (PNS, TNI/Polri dan

pensiunan). Secara sederhana klasifikasi masyarakat di kecamatan Belo menurut jenis

pekerjaannya dapat ditunjukan dalam tabel sebagai berikut :

Masyarakat petani di kecamatan Belo dan di kabupaten Bima pada umumnya, tidak

mengenal pembagian kelas petani antara tuan tanah dengan buruh tani seperti di pulau

Jawa dan daerah-daerah lain, meskipun dalam faktanya ada juga petani-petani yang memiliki

tanah yang cukup luas dan sebagian yang lainnya memiliki tanah yang sempit dan bahkan

tidak memiliki tanah sendiri. Para petani yang tidak memiliki tanah dan yang memiliki tanah

yang sempit ini biasanya menggarap tanah para petani yang memiliki tanah cukup luas,

84 Syarifuddin Jurdi. 2010. Historiografi Muhammadiyah. hal 177

Page 288: Hasil Riset Provinsi NTB

288

namun mereka tidak berkedudukan sebagai buruh yang menerima upah harian, demikian

juga dengan pemilik tanah yang digarap tidak berkedudukan sebagai majikan. Hubungan

kerja antara petani pemilik tanah dengan petani penggarap tanah adalah sejajar dan bersifat

kemitraan yang dilaksanakan dengan sistim bagi hasil atau sistim pengupahan secara

musiman. Hasil pertanian yang utama di kecamatan Belo adalah bawang merah, padi dan

kedelai.

Masyarakat petani di kecamatan Belo dikenal sangat rajin, ulet dan dinamis. Mereka

tidak saja menggarap tanah pertanian yang ada dalam batas wilayah desanya sendiri atau

dalam batas wilayah kecamatan Belo saja, tetapi sudah terbiasa menyebar di wilayah

kecamatan lainnya di kabupaten Bima bahkan di luar wilayah kabupaten Bima, seperti di

kabupaten Dompu dan kabupaten Sumbawa. Sebahagian dari mereka memiliki mental

enterpreneur, yaitu berani mengambil resiko menyewa tanah-tanah pertanian yang tidak

digarap dengan baik oleh para pemiliknya di wilayah kecamatan atau kebupaten lainnya

secara musiman atau secara tahunan, terutama untuk menanam bawang merah.

Oleh karena itu pada musim tanam bawang merah, yaitu pada bualan April– Mei

sampai pada musim panen pada sekitar bulan Juli–Agustus setiap tahunnya, banyak

masyarakat petani di kecamatan Belo yang berada diluar wilayah kecamatan Belo. Hal ini

selaras pula dengan jawaban para responden dalam penelitian ini di mana untuk

melaksanakan pekerjaannya sebagai petani 22,24% reseponden mengaku sering

meninggalkan desanya, 14,45% mengaku cukup sering meninggalkan desa dan hanya 39,16%

yang menyatakan tidak pernah meninggalkan desanya.85

D.2. Kesadaran Politik Masyarakat Petani

Untuk dapat memahami perilaku pemilih masyarakat petani di kecamatan Belo,

kabupaten Bima pada Pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun 2014,

maka penting untuk dipahami terlebih dahulu kesadaran politik dari masyarakat petani di

85 Hasil Focus group discution (FGD) yang dilaksanakan di kator KPU Kabupaten Bima pada tanggal 14Juli 2015 mengungkapkan bahwa tidak kurang dari separoh masyarakat di kebamatan Belo, terutamamasyarakat dari desa Renda, desa Ngali, desa Lido dan desa Soki berada di luar wilayah kecamatanBelo pada setiap musim tanam sampai dengan musim panen bawang merah.

Page 289: Hasil Riset Provinsi NTB

289

kecamatan Belo itu sendiri. Yang dimaksud dengan kesadaran politik di sini adalah sikap

batin dari setiap individu warga negara yang ditampakkan pada kesadaran atas hak dan

kewajibannya sebagai warga negara yang merupakan bagian dari agregasi warga

masyarakat/ bangsa dalam suatu Negara. Kesadaran politik ini tercermin pada kesadaran

atas pentingnya urusan-urusan yang menyangkut kepentingan bersama dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, yang diantaranya dapat dilihat pada tingkat partisipasi warga

negara dalam kegiatan Pemilihan umum, minimal dalam memberikan hak suaranya.

Kesadaran politik akan terbentuk melalui proses sosialisasi politik atau dengan kata

lain, kesadaran politik merupakan output dari sosialisasi politik yang dilakukan oleh agen-

agen atau lembaga-lembaga sosialisasi politik. Dengan demikian kesadaran warga negara

akan pentingnya berpartisipasi dalam pelaksanaan Pemilu akan ditentukan oleh sosialisasi

pemilu yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu beserta jajarannya

sampai ke tingkat desa), partai politik peserta pemilu, termasuk para kandidat calon anggota

legislatif dan lembaga pemerintah maupun non pemerintah lainnya yang bertugas atau

berkepentingan dengan Pemilihan umum.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai kesadaran politik masyarakat petani di

kecamatan Belo, kabupaten Bima, dalam penelitian ini ada sejumlah pertanyaan yang

diajukan, yang harus dijawab oleh semua responden. Dari 526 questioner yang diterima

kembali oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa tingkat kesadaran politik masyarakat petani

di kecamatan Belo tidak terlalu menggembirakan. Selengkapnya jawaban responden adalah

sebagai berikut:

Tabel 8.6Kesadaran politik masyarakat petani

Di kecamatan Belo, Kabupaten Bima, Propinsi NTB

No Pertanyaan Jawaban Jlh %

01 Apakah anda mengetahui adanya

pemilu legislatif yg dilaksanakan tgl 9

April 2014 dan Pemilu Presiden yang

dilaksanakan pd tgl 9 Juli 2014

Mengetahui 330 62,74

Cukup Mengetahui 196 37,26

Tidak mengetahui 0 0

Page 290: Hasil Riset Provinsi NTB

290

No Pertanyaan Jawaban Jlh %

02 Darimana anda mendapatkan informasi

tentang adanya pelaksanaan Pemilu

Legislatif dan Pemilu Presiden dan

wakil Presiden tersebut

Dari penyelenggara

Pemilu (KPU/PPK/PPS,

termasuk Paswas,

panwascan, panwaslap)

265 50,38

Dari Parpol peserta

Pemilu, Dari calon

anggota

DPR/DPD/DPRD

50 9,50

Dari Pemerintah desa,

termasuk RT/RW

167 31,75

Dari media informasi

umum (TV, Radio,

koran)

22 4,18

Dari sumber lain 22 4,18

03 Seberapa seringkah anda pendapatkan

informasi tentang Pemilu tersebut

Sering sekali 253 48,10

Cukup sering 225 42,88

Jarang 48 9,12

Tidak pernah 0 0

04 Apakah anda memahami arti penting

Pemilu bagi masa depan Bangsa dan

Negara Indonesia.

Sangat memahami 160 30,42

Cukup memahami 252 47,91

Kurang memahami 79 15,02

Tidak memahami 35 6,65

05 Apakah anda memahami bahwa

sebagai warga negara Indonesia, anda

mempunyai hak untuk memberikan

suara pada pemilu

Sangat memahami 218 41,44

Cukup memahami 197 37,45

Kurang memahami 84 15,97

Tidak memahami 27 5,13

Page 291: Hasil Riset Provinsi NTB

291

No Pertanyaan Jawaban Jlh %

06 Apakah yang akan anda lakukan apabila

mengetahui bahwa nama anda tidak

tercatat dalam Daftar Pemilih

sementara (DPS) atau Daftara Pemilih

tetap (DPT)

Akan mengurus supaya

terdaftar

287 54,56

Akan mengurus kalau

ada petugas yang

datang mencatat, atau

perintah dari

memerintah desa

147 27,95

Akan mengurus kalau

ada parpol atau calon

anggota

DPR/DPD/DPRD yang

memberi biaya

transpor

67 12,74

Tidak memperdulikan 25 4,75

Berdasarkan pada jawaban responden di atas, ternyata bahwa hampir semua

responden mengaku mengetahui adanya pemilu Legislatif yang dilaksanakan pada tanggal 9

April 2014 dan Pemilu Presiden dan wakil Presiden yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juli

2014. Sumber informasi yang diperoleh para responden tentang adanya pemilu tersebut

yang paling utama adalah dari penyelenggara Pemilu, yaitu KPU Kabupaten Bima, PPK/ PPS,

termasuk Panwas kabupaten Bima/Panwascam dan panwaslap (50,38%) dan Pemerintah

desa, termasuk RT/RW-nya (31,75%). Selebihnya bersumber dari partai politik peserta

pemilu, termasuk para calon anggota DPR/DPD/DPRD (9,50%) serta dari media informasi

umum (TV, radio dan koran) dan sumber lain masing-masing (4,18%).

Temuan penelitian di atas menunjukan bahwa sosialisasi Pemilu Legislatif dan Pemilu

Presiden dan wakil Presiden tahun 2014 di kecamatan Belo, khususnya mengenai hari dan

tanggal pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sudah cukup baik. Ketua KPU

Kabupaten Bima menjelaskan bahwa strategi sosialisai yang dilakukan oleh KPU Kabupaten

Page 292: Hasil Riset Provinsi NTB

292

Bima adalah bekerja sama dengan pemerintah daerah. Pada setiap kesempatan pertemuan

dengan pemerintah daerah, baik formal maupun informal, KPU Kabupaten Bima selalu

meminta kepada Pemerintah daerah, terutama pemerintah tingkat kecamatan dan desa

agar dapat membantu penyenggara pemilu pada wilayahnya masing-masing

mensosialisasikan hari dan tanggal pemunggutan suara melalui berbagai media dan

kesempatan yang tersedia, seperti mesjid dan mushola, acara pernikahan, sunatan dan

semacamnya. Kerja sama yang baik ini terlaksana dengan baik pula di semua desa yang ada

di wilayah kecamatan Belo, kabupaten Bima.86

Oleh karena itu intensitas informasi tentang pelaksaan Pemilu legislatif maupun

Pemilu Presiden dan wakil Presiden yang diperoleh masyarakat petani di kecamatan Belo

cukup tinggi, yaitu mencapai 90, 98 % responden yang mengaku sering sekali dan cukup

sering mendapatkan informsi tentang pelaksanaan kedua Pemilu tersebut dan hanya 9,12%

yang kurang mendapatkan informasi.

Masyarakat petani di kecamatan Belo umumnya cukup memahami arti penting Pemilu

bagi masa depan bangsa dan Negara Indonesia. Hal ini tercermin dalam jawaban responden

tersebut di atas, di mana 78,33% responden mengaku sangat memahami dan cukup

memahami arti penting Pemilu bagi masa depan bangsa dan Negara Indonesia, 15,02%

menyakatan kurang memahami dan hanya 6,65% yang menyatakan tidak memahami.

Demikian juga mereka cukup memahami hak-nya sebagai warga Negara Indonesia untuk

ikut berpartisipasi menentukan masa depan bangsa dan negara melalui Pemilu. Jawaban

responden di atas menunjukan bahwa 78,99% responden mengaku sangat memahami dan

cukup memahami hak-nya sebagai warga negara untuk ikut memilih dalam pemilu, 15,97%

mengaku kurang memahami dan sisanya hanya 5,13% yang mengaku tidak memahami hak-

nya tersebut. Berdasarkan jawaban responden tersebut maka dapat dikatakan bahwa

tingkat pemahamah masyarakat petani di kecamatan Belo terhadap arti penting pemilu dan

hak-nya sebagai warga negara untuk memberikan suara dalam setiap pemilu sudah cukup

baik atau tinggi.

86 Wawancara dengan ketua KPU Kabupaten Bima dan ketua PPK Kecamatan Belo pada tanggal 14 Juli2015.

Page 293: Hasil Riset Provinsi NTB

293

Namun demikian pemahaman yang cukup tinggi tersebut tidak diikuti dengan

kesadaran yang tinggi pula untuk ikut secara pro-aktif menggunakan hak pilihnya secara

bertanggungjawab. Hal ini terlihat dari jawaban responden atas pertanyaan pada angka 6 di

atas, yaitu “Apakah yang akan anda lakukan apabila mengetahui bahwa nama anda tidak

tercatat dalam DPS atau DPT?”. Terhadap pertanyaan ini hanya 54,56% responden yang

menjawab “akan mengurus supaya terdaftar”. Sedangkan selebihnya 40,69% masih harus

didorong atau dibujuk dan masih ada 4,75% yang menyatakan tidak peduli. Oleh karena itu,

program-program pendidikan politik (political education) bagi masyarakat, khususnya

masyarakat petani di kecamatan Belo ini merupakan keharusan pada masa yang akan

datang, dan ini bukan saja menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga merupakan

tanggungjawab partai-partai politik dan semua komponen masyarakat yang pro demokrasi.

Dapat dipastikan bahwa perilaku apatisme dan pragmatisme masyarakat terhadap

pemilu seperti yang diuraikan di atas, tidak saja terjadi di kalangan masyarakat petani di

kecamatan Belo, tetapi juga terjadi di berbagai wilayah atau daerah lainnya di Indonesia.

Banyak variabel yang dapat dituding sebagai penyebab munculnya perilaku masyarakat

seperti ini, misalnya kejenuhan karena terlalu banyaknya macam Pemilu, ketidak percayaan

masyarakat terhadap program-progran yang ditawarkan dan janji-janji politik berdasarkan

pada pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya dan sikap tidak demokratis yang ditunjukan

oleh para elit politik dan para calon anggota legislatif, seperti pembelian suara (money

politic), pembagian barang-barang atas mana sumbangan, pemberian hadiah dan lain-lain.

Hal ini diperparah lagi oleh sistim pemilu proporsional terbuka yang kita anut, yang telah

membuka ruang kompetisi yang sangat ketat, bukan saja antar partai politik peserta pemilu

tetapi juga antar para calon anggota legistaif dalam satu partai politik peserta pemilu.

Akibatnya berbagai cara dilakukan oleh para calon anggota legislatif untuk merebut suara

pemilih, rambu-rambu etika dan moral demokrasi dan hukum diabaikan dan perilaku

masyarakat tumbuh mengekor menjadi semakin pragmatis.87

87 Focus group discussiion yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2015 di kantor KPU Kabupaten Bimamengungkapkan bahwa perilaku para calon anggota legislatif yang tidak demokratis ini merupakanfenomena umum yang terjadi di kecaman Belo dan kecamatan lainnya di kabupaten Bima padalegislatit tahun 2014.

Page 294: Hasil Riset Provinsi NTB

294

D.3. Perilaku Pemilih Masyarakat Petani

Membahas perilaku pemilih berarti membahas perilaku memilih (voting behavior)

dan perilaku tidak memilih (non voting behavior). Perilaku memilih ialah keikutsertaan

warga Negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat

keputusan, sedangkan perilaku tidak memilih adalah kebalikannya.

Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari pengaruh

faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik merupakan hasil dari

sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara internal merupakan tindakan

yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Banyak faktor yang dapat memengaruhi perilaku pemilih dalam mengambil

keputusan politiknya. Visi-misi dan pandangan politik, kecakapan, latar belakang calon (atau

parpol) dan lain-lain, tetapi ada juga sekelompok orang yang memilih kandidat karena

dianggap mewakili kelompok (desa—issue primordial), representasi dari agama atau

keyakinannya, sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena

dianggap representasi dari kelas sosialnya bahkan ada juga kelompok yang memilih sebagai

ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu. Bagaimana dengan perilaku pemilih

masyarakat petani di kecamatan Belo, kabupaten Bima?

Berdasarkan jawaban responden dalam penelitian ini, maka dapat dijelaskan perilaku

pemilih masyarakat petani di kecamatan Belo dalam pemilu legislatif maupun pemilu

presiden dan wakil presiden tahun 2014 sebagai berikut:

1. Perilaku Memilih (Voting Behavior)

Berdasarkan jawaban dari 526 responden dalam penelitian ini, terdapat 407

(77,38%) responden yang memberikan hak suara pada pemilu legislatif tahun 2014,

sedangkan sisanya 119 (22,62) tidak memberikan hak suaranya. Angka-angka ini tidak

jauh berbeda dengan angka tingkat partisipasi ril masyarakat di kecamatan Belo dan di

tingkat kabupaten Bima pada pemilu legislatif tahun 2014, yaitu masing-masing 79,92%

dan 76,14%. Sedangkan untuk pemilu Presiden dan wakil presiden, jumlah responden

yang memberikan hak suaranya adalah sebanyak 335 (63,69) responden, sedang

selebihnya 191 (36,31%) responden tidak memberikan hak suara pada Pemilu presiden

Page 295: Hasil Riset Provinsi NTB

295

dan wakil presiden tahun 2014. Angka ini juga tidak jauh berbeda dengan angka tingkat

partisipasi ril pemilih pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun 2014 di kecamatan

Belo 60,44% dan tingkat kabupaten Bima 66,27%. Hal ini menunjukan bahwa

responden yang dipilih dalam penelitian ini cukup repsentatif mewakili keadaan yang

sesungguhnya.

Untuk mengetahui perilaku pemilih masyarakat petani di kecamatan Belo pada

pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014, dapat

dianalisis dari jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam tabel di

bawah ini;

Tabel 8.7Perilaku memilih masyarakat petani

Di kecamatan Belo, Kabupaten Bima, Propinsi NTB

No Pertanyaan Jawaban Jlh %01 Faktor apa yg mendorong

anda memberikan suarapada Pemilu legislatiftahun 2014

Kesadaran sendiri 167 41.03Ada kenalan/keluarga dekat

yg menjadi calon185 45,45

Ada parpol yang dikagumi 2 0,49Ada calon anggota legislatif

yg dikagumi23 5,65

Ada keuntungan secaraekonomi

30 7,37

02 Faktor apa yg mendoronganda memberikan suarapada Pemilu Presiden danwakil presiden tahun 2014

Kesadaran sendiri 255 76,12Kagum pada

Capres/Cawapres tertentu34 10,15

Ada parpol/Timses yangmengajak/menyuruh

20 5,97

Ada keuntungan secaraekonomi

26 7,76

03 Apakah yg menjadipertimbangan utama andadalam memberikan suarapada parpol atau calontertentu dalam Pemilulegislatif

Kedekatan hukungankeluarga/pergaulan dengan

calon tertentu

243 59,70

Kedekatan dengan parpoltertentu

2 0,49

Janji politik (Visi, misi danprogram yg ditawarkan) oleh

Parpol/Calon

29 7,12

Page 296: Hasil Riset Provinsi NTB

296

No Pertanyaan Jawaban Jlh %

Track record (Rekam jejakcalon)

71 17,44

Adanya keuntungan ekonomiyg diperoleh dari calon

62 15,23

04 Apakah yg menjadipertimbangan utama andadalam memberikan suarapada Pemilu Presiden danwakil Presiden.

Janji politik (Visi, misi danprogram yg ditawarkan) oleh

Parpol/Calon

46 13,73

Track record (Rekam jejakcalon)

58 17,31

Parpol pengusung calon 29 8,66Popolaritas calon 126 37,61

Adanya keuntungan ekonomiyg diperoleh dari

calon/Timses

76 22,69

Berdasarkan awaban responden atas pertanyaan-pertanyaan dalam tabel 4,2 di atas ,

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Motivasi kehadiran pemilih masyarakat petani di kecamatan Belo untuk memberikan

suaranya di TPS pada pemilu Legislatif tahun 2014 lebih disebabkan karena

pertimbangan subjektif, yaitu karena adanya hubungan keluarga atau hubungan

pergaulan dengan calon anggota legislatif, bukan karena kesadaran untuk

menggunakan hak pilihnya secara bertangungjawab. Hal ini dapat dilihat dari jawaban

responden terhadap pertanyaan pada angka 1 dalam tabel 4,5 di atas, di mana 45,45%

responden menyatakan bahwa faktor yang mendorong responden untuk memberikan

suara pada Pemilu legislatif tahun 2014 adalah karena ada kenalan/keluarga dekat

yang menjadi calon anggota legislatif. Demikian juga dalam menentukan pilihan,

59,70% responden menyatakan bahwa yang menjadi pertimbangan utama dalam

menentukan pilihan adalah kedekatan hubungan kekeluargaan atau pergaulan dengan

calon yang dipilih. Faktor lainnya yang mempengaruhi keputusan petani untuk

menentukan pilihannya pada pemilu legislatif tahun 2014 adalah track record (rekam

jejak) Calon 17,44%; keuntungan ekonomi (Money politik) 15, 23%; Janji politik (Visi,

Page 297: Hasil Riset Provinsi NTB

297

misi dan program yang ditawarkan) 7,12 % dan ikatan emosional atau kedekatan

dengan parpol tertentu 0,49%.

Grafik 8.7GrafikPerilaku Memilih Masyarakat Petani di Kecamatan Belo

pada Pemilu Legislatif Tahun 2014

2. Berbeda dengan Pemilu Legislatif, motivasi utama masyarakat petani di kecamatan

Belo untuk memberikan suaranya pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden adalah

faktor kesadaran politik untuk menggunakan hak pilihnya. Kesimpulan ini didasarkan

pada jawaban responden terhadap pertanyaan pada angka 2 dalam tabel di atas, di

mana 76,12% responden menyatakan hal yang demikian itu. Sedangkan dalam

menentukan pilihannya sangat dipengaruhi oleh popularitas calon, yaitu 37,61%,

keuntungan ekonomi (Money politik) 22,69%; track record (rekam jejak) Calon

297

misi dan program yang ditawarkan) 7,12 % dan ikatan emosional atau kedekatan

dengan parpol tertentu 0,49%.

Grafik 8.7GrafikPerilaku Memilih Masyarakat Petani di Kecamatan Belo

pada Pemilu Legislatif Tahun 2014

2. Berbeda dengan Pemilu Legislatif, motivasi utama masyarakat petani di kecamatan

Belo untuk memberikan suaranya pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden adalah

faktor kesadaran politik untuk menggunakan hak pilihnya. Kesimpulan ini didasarkan

pada jawaban responden terhadap pertanyaan pada angka 2 dalam tabel di atas, di

mana 76,12% responden menyatakan hal yang demikian itu. Sedangkan dalam

menentukan pilihannya sangat dipengaruhi oleh popularitas calon, yaitu 37,61%,

keuntungan ekonomi (Money politik) 22,69%; track record (rekam jejak) Calon

297

misi dan program yang ditawarkan) 7,12 % dan ikatan emosional atau kedekatan

dengan parpol tertentu 0,49%.

Grafik 8.7GrafikPerilaku Memilih Masyarakat Petani di Kecamatan Belo

pada Pemilu Legislatif Tahun 2014

2. Berbeda dengan Pemilu Legislatif, motivasi utama masyarakat petani di kecamatan

Belo untuk memberikan suaranya pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden adalah

faktor kesadaran politik untuk menggunakan hak pilihnya. Kesimpulan ini didasarkan

pada jawaban responden terhadap pertanyaan pada angka 2 dalam tabel di atas, di

mana 76,12% responden menyatakan hal yang demikian itu. Sedangkan dalam

menentukan pilihannya sangat dipengaruhi oleh popularitas calon, yaitu 37,61%,

keuntungan ekonomi (Money politik) 22,69%; track record (rekam jejak) Calon

Page 298: Hasil Riset Provinsi NTB

298

17,31%; Janji politik (Visi, misi dan program yang ditawarkan) 13,73 %; dan parpol

pengusung pasangan calon 8,66%.

Grafik 8.8Grafik Perilaku Memilih Masyarakat Petani Di Kecamatan Belo

Pada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014

Dengan demikian perilaku memilih masyarakat Petani di kecamatan Belo pada

pemilu legislatif masih sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat sosiologis,

terutama faktor kedekatan hubungan keluarga atau pergaulan sosial dengan calon anggota

legislatif yang akan dipilihnya. Faktor inilah yang menjadi alasan munculnya fenomena

“Jago kandang” pada setiap desa dari para caleg yang berasal dari kecamatan Belo pada

pemilu Legislatif tahun 2014, seperti Caleg atas nama Drs. NOERDIN H.M JACUB (untuk

DPRD Provinsi Dapil NTB 6) yang memperoleh suara sebesar 3.788 di kecamatan Belo,

dengan capaian 3.193 suara (jumlah pengguna hak pilih 3.811 di desa Renda) —desa asal

caleg yang bersangkutan, menunjukkan relasi dimaksud.88 Begitu pula capaian 2.068 suara

yang diperoleh oleh 3 orang caleg asal Desa Renda yang memperebutkan jatah Kursi DPRD

Kabupaten di Dapil Bima 3 yaitu: a) H. ABURRAHMAN, S.SOS, Partai Hanura 846 suara; b)

88 Sertifikat Model DA-1 DPRD Propinsi Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dari SetiapKelurahan Di Tingkat Kecamatan Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Propinsi NTB Tahun 2014

298

17,31%; Janji politik (Visi, misi dan program yang ditawarkan) 13,73 %; dan parpol

pengusung pasangan calon 8,66%.

Grafik 8.8Grafik Perilaku Memilih Masyarakat Petani Di Kecamatan Belo

Pada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014

Dengan demikian perilaku memilih masyarakat Petani di kecamatan Belo pada

pemilu legislatif masih sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat sosiologis,

terutama faktor kedekatan hubungan keluarga atau pergaulan sosial dengan calon anggota

legislatif yang akan dipilihnya. Faktor inilah yang menjadi alasan munculnya fenomena

“Jago kandang” pada setiap desa dari para caleg yang berasal dari kecamatan Belo pada

pemilu Legislatif tahun 2014, seperti Caleg atas nama Drs. NOERDIN H.M JACUB (untuk

DPRD Provinsi Dapil NTB 6) yang memperoleh suara sebesar 3.788 di kecamatan Belo,

dengan capaian 3.193 suara (jumlah pengguna hak pilih 3.811 di desa Renda) —desa asal

caleg yang bersangkutan, menunjukkan relasi dimaksud.88 Begitu pula capaian 2.068 suara

yang diperoleh oleh 3 orang caleg asal Desa Renda yang memperebutkan jatah Kursi DPRD

Kabupaten di Dapil Bima 3 yaitu: a) H. ABURRAHMAN, S.SOS, Partai Hanura 846 suara; b)

88 Sertifikat Model DA-1 DPRD Propinsi Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dari SetiapKelurahan Di Tingkat Kecamatan Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Propinsi NTB Tahun 2014

298

17,31%; Janji politik (Visi, misi dan program yang ditawarkan) 13,73 %; dan parpol

pengusung pasangan calon 8,66%.

Grafik 8.8Grafik Perilaku Memilih Masyarakat Petani Di Kecamatan Belo

Pada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014

Dengan demikian perilaku memilih masyarakat Petani di kecamatan Belo pada

pemilu legislatif masih sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat sosiologis,

terutama faktor kedekatan hubungan keluarga atau pergaulan sosial dengan calon anggota

legislatif yang akan dipilihnya. Faktor inilah yang menjadi alasan munculnya fenomena

“Jago kandang” pada setiap desa dari para caleg yang berasal dari kecamatan Belo pada

pemilu Legislatif tahun 2014, seperti Caleg atas nama Drs. NOERDIN H.M JACUB (untuk

DPRD Provinsi Dapil NTB 6) yang memperoleh suara sebesar 3.788 di kecamatan Belo,

dengan capaian 3.193 suara (jumlah pengguna hak pilih 3.811 di desa Renda) —desa asal

caleg yang bersangkutan, menunjukkan relasi dimaksud.88 Begitu pula capaian 2.068 suara

yang diperoleh oleh 3 orang caleg asal Desa Renda yang memperebutkan jatah Kursi DPRD

Kabupaten di Dapil Bima 3 yaitu: a) H. ABURRAHMAN, S.SOS, Partai Hanura 846 suara; b)

88 Sertifikat Model DA-1 DPRD Propinsi Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dari SetiapKelurahan Di Tingkat Kecamatan Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Propinsi NTB Tahun 2014

Page 299: Hasil Riset Provinsi NTB

299

ARDIWIN PAN 634 suara; dan c) MUSMULYADIN Partai Golkar 588 suara semakin

menasbihkan faktor “relasi kenalan/ keluarga dekat yang menjadi calon”.89

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa Kedekatan hubungan keluarga

dan hubungan kekerabatan masih sangat kental di kalangan masyarakat pada semua desa

yang ada di kecamatan Belo. Pergaulan hidup sehari-hari yang didasari dengan semangat

kekeluargaan yang tinggi, mempengaruhi pula perilaku mereka dalam hal politik. Apabila

ada salah seorang keluarga yang menjadi calon anggota legislatif, maka keluarga yang

lainnya akan memberikan suara bahkan membantu mempengaruhi pemilih lainnya untuk

memberikan suara. Mereka akan meninggalkan pekerjaannya sebagai petani dan

menyempatkan diri untuk memberikan suara keluarga atau kenalannya yang menjadi calon

anggota legislatif tersebut. Hal ini tercermin dari jawaban responden atas pertanyaan:

“Bagaimana sikap anda jika ada calon anggota DPR/ DPD/ DPRD yang merupakan kenalan

dekat atau keluarga dekat anda?”. Didapatkan jawaban sebagai berikut:

Tabel 8.9Perilaku memilih masyarakat petani di kecamatan Belo

jika ada calon anggota DPR/ DPD/ DPRD yang merupakan kenalan dekat atau keluargadekat

Akan memberikan suara tanpa syarat apapun 69,58%

Tidak akan memberikan suara karena mengutamakan pekerjaan 13,69%

Akan memberikan suara kalau bersedia memberikan uang

transpor dan ganti kerugian

8,75%

Akan memberikan suara kalau bersedia memberikan transpor

saja

7,98%

Selain faktor sosiologis, meskipipun jumlahnya tidak besar, masih ditemukan perilaku

memilih petani pada Pemilu Legislatif yang dipengaruhi oleh faktor psikologis, yaitu perilaku

memilih yang digantungkan pada kedekatan atau ikatan emosional yang kuat dengan partai

89 diolah dari sertifikat Model DA-1 DPRD Kabupaten/Kota Rekapitulasi Hasil Penghitungan PerolehanSuara Dari Setiap Kelurahan Di Tingkat Kecamatan Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRDKabupaten Bima Tahun 2014.

Page 300: Hasil Riset Provinsi NTB

300

politik tertentu sebesar 0,49%. Penelururan lebih jauh terhadap perilaku pemilih ini

mengungkapkan bahwa mereka selalu memilih parpol yang sama pada setiap Pemilu dan

sulit mengubah pilihannya tersebut. Sedangkan pemilih yang memilih karena pertimbangan

janji politik (Visi, misi dan program yang ditawarkan oleh parpol atau calon) 7,12% dan yang

memilih karena pertimbangan track record parpol atau calon sebesar 17,44%. Perilaku

memilih dari kedua kategori ini yang disebut terakhir ini dapat dikatakan didasarkan pada

pertimbangan-pertimbangan rasional (Rational choice). Selebihnya sebasar 15,23% adalah

pemilih pragmatis, yang menggantungkan pilihannya pada materi yang diberikan oleh partai

politik peserta pemilu atau candidat calon anggota legislatif.

Sedangkan pada Pemilu Presiden dan wakil presiden, perilaku memilih masyarakat

petani di kecamatan Belo sangat dipengaruhi oleh popularitas pasangan calon, yaitu sebesar

37,61%. Jadi perilaku memilih yang tidak rasionak, karena hanya menilai calon dari sisi

luarnya saja dan mudah dimanipulasi oleh media masa, terutama Televisi. Namun demikian

jumlah pemilih rasional juga cukup besar yaitu 31,04%, dan yang cukup memprihatinkan

adalah tingginya angka perilaku memilih yang bersifat pragmatis, yaitu sebesar 22,69%.

2. Perilaku tidak memilih (Non voting behavior)

Telah disinggung pada bab penduhuan bahwa angka tingkat non voting pemilih di

kecamatan Belo pada Pemilu legislatif tahun 2014 adalah sebesar 20,08% dan pada Pemilu

Presiden dan wakil Presiden sebesar 39,56%. Angka non voting pada Pemilu Legislatif

tersebut dapat dikatakan cukup menggembirakan, setidaknya karena angka tersebut berada

di bawah angka non voting di tingkat kabupaten Bima maupun di tingkat Nasional. Namun

angka non voting pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden merupakan angka tertinggi

dibandingkan dengan semua kecamatan lainnya yang ada di kabupaten Bima, dan juga

berada di atas angka non voting di tingkat kabupaten Bima maupun di tingkat nasional.

Hampir sama dengan data empirik yang dikemukakan di atas, hasil angket

(Questioner) dalam penelitian ini menunjukan bahwa angka non voting pemilih masyarakat

Page 301: Hasil Riset Provinsi NTB

301

petani di kecamatan Belo adalan 22,62% pada Pemilu Legislatif dan 36,31% pada Pemilu

Presiden dan wakil Presiden tahun 2014. Berkenaan dengan perilaku non voting pada kedua

Pemilu yang dilaksanakan pada tahun 2014 tersebut, respon memberika jawan sebagai

berikut :

Tabel 8.10Perilaku non voting masyarakat petani di kecamatan Belo

Pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presideng dan wakil Presiden tahun 2014

No Pertanyaan Jawaban Jlh %01 Faktor apa yang

menjadi kendala andatidak memberikansuara pada pemilulegislatif tahun 2014

Sedang berada di luarwilayah desa

20 16,81

Sedang sibuk denganpekerjaan sbg petani

75 63,02

Tdk ada parpol/calonyang memberi biayatranspor/ganti rugi

12 10,08

Tdk adakeluarga/kenalan dekatyg jadi calon

11 9,24

Ada hajatanlain/musibah/ketiduran

1 0.84

Alasan lain 0 002 Faktor apa yang

menjadi kendala andatidak memberikansuara pada pemiluPresiden dan wakilPresiden tahun 2014

Sedang berada di luarwilayah desa

44 23,04

Sedang sibuk denganpekerjaan sbg petani

129 67,54

Tdk ada parpol/calonyang memberi biayatranspor/ganti rugi

14 7,33

Tdk ada Calon yang sayainginkan.

3 1,57

Ada hajatanlain/musibah/ketiduran

1 0,52

Alasan lain 0 0

Tabel di atas memperlihatkan bahwa perilaku non voting masyarakat Petani di

kecamatan Belo pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun

Page 302: Hasil Riset Provinsi NTB

302

2014 terutama disebabkan kesibukan mereka sebagai patani, yaitu 63,02% pada Pemilu

Legislatif dan 67,54% pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden. Angka ini masih di tanbah

dengan pemilih yang berada di luar wilayah desanya yang hampir seluruhya karena alasan

kerja pula, yaitu 16,81% pada Pemilu Legislatif dan 23,04% pada Pemilu Presiden dan wakil

Presiden. Hal ini dapat difahami mengingat pelaksanaan Pemilu Legislatif pada tanggal 9

April 2014 bertepatan dengan musim tanan bawang merah dan pelaksanaan Pemilu

Presiden dan wakil Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 bertepatan dengan musim tanam padi

dan musim panen bawang merah.

Faktor lainnya yang menjadi alasan perilaku non voting masyarakat petani di kecamatan

Belo pada Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah karena tidak ada parpol/calon yang memberi

biaya transpor/ganti rugi 10,08%; tidak ada kenalan atau keluarga dekat yang menjadi calon

anggota legislatif 9,24%; dan karena ada hajatan lain/musibah/ketiduran 0,84%.

Grafik 8.11Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Non Voting Masyarakat Petani Di Kecamatan Belo

Pada Pemilu Legislatif 2014

302

2014 terutama disebabkan kesibukan mereka sebagai patani, yaitu 63,02% pada Pemilu

Legislatif dan 67,54% pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden. Angka ini masih di tanbah

dengan pemilih yang berada di luar wilayah desanya yang hampir seluruhya karena alasan

kerja pula, yaitu 16,81% pada Pemilu Legislatif dan 23,04% pada Pemilu Presiden dan wakil

Presiden. Hal ini dapat difahami mengingat pelaksanaan Pemilu Legislatif pada tanggal 9

April 2014 bertepatan dengan musim tanan bawang merah dan pelaksanaan Pemilu

Presiden dan wakil Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 bertepatan dengan musim tanam padi

dan musim panen bawang merah.

Faktor lainnya yang menjadi alasan perilaku non voting masyarakat petani di kecamatan

Belo pada Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah karena tidak ada parpol/calon yang memberi

biaya transpor/ganti rugi 10,08%; tidak ada kenalan atau keluarga dekat yang menjadi calon

anggota legislatif 9,24%; dan karena ada hajatan lain/musibah/ketiduran 0,84%.

Grafik 8.11Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Non Voting Masyarakat Petani Di Kecamatan Belo

Pada Pemilu Legislatif 2014

302

2014 terutama disebabkan kesibukan mereka sebagai patani, yaitu 63,02% pada Pemilu

Legislatif dan 67,54% pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden. Angka ini masih di tanbah

dengan pemilih yang berada di luar wilayah desanya yang hampir seluruhya karena alasan

kerja pula, yaitu 16,81% pada Pemilu Legislatif dan 23,04% pada Pemilu Presiden dan wakil

Presiden. Hal ini dapat difahami mengingat pelaksanaan Pemilu Legislatif pada tanggal 9

April 2014 bertepatan dengan musim tanan bawang merah dan pelaksanaan Pemilu

Presiden dan wakil Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 bertepatan dengan musim tanam padi

dan musim panen bawang merah.

Faktor lainnya yang menjadi alasan perilaku non voting masyarakat petani di kecamatan

Belo pada Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah karena tidak ada parpol/calon yang memberi

biaya transpor/ganti rugi 10,08%; tidak ada kenalan atau keluarga dekat yang menjadi calon

anggota legislatif 9,24%; dan karena ada hajatan lain/musibah/ketiduran 0,84%.

Grafik 8.11Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Non Voting Masyarakat Petani Di Kecamatan Belo

Pada Pemilu Legislatif 2014

Page 303: Hasil Riset Provinsi NTB

303

Sedangkan pada faktor lain yang mempengaruhi perilaku non voting pada Pemilu

Presiden dan wakil Presiden adalah karena tidak ada parpol yang memberi uang transpor/ganti

rugi 7,33%; tidak ada calon yang sesuai dengan keinginan 1,57 % dan karena ada hajatan

lain/musibah/ketiduran 0,52%.

Grafik 8.12

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Non Voting Masyarakat Petani Di Kecamatan BeloPada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden 2014

Pada prinsipnya masyarakat petani di kecamatan Belo meyakini bahwa melalui Pemilu

akan dapat menjamin terpilihnya para pemimpin (Anggota Legislatif/Presiden dan wakil

presiden) yang baik dan sunguh-sungguh akan memperjuangkan kepentigan rakyat. Hal ini

terlihat dari jawaban responden atas pertanyaan yang berkaitan dengan itu sebagai berikut :

Tabel 8.13Kepercayan masyarakat petani di kecamatan Belo

Pada mekanisme Pemilu tahun 2014

Pertanyaan Jawaban %Apakah anda percaya bhw Pemilu akanmenjamin terpilihnya pemimpin yg baik dansungguh-sungguh berpihak pada kepentinganrakyat

Percaya 77,56

Tidak percaya 0,03Tidak tahu 22,05

303

Sedangkan pada faktor lain yang mempengaruhi perilaku non voting pada Pemilu

Presiden dan wakil Presiden adalah karena tidak ada parpol yang memberi uang transpor/ganti

rugi 7,33%; tidak ada calon yang sesuai dengan keinginan 1,57 % dan karena ada hajatan

lain/musibah/ketiduran 0,52%.

Grafik 8.12

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Non Voting Masyarakat Petani Di Kecamatan BeloPada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden 2014

Pada prinsipnya masyarakat petani di kecamatan Belo meyakini bahwa melalui Pemilu

akan dapat menjamin terpilihnya para pemimpin (Anggota Legislatif/Presiden dan wakil

presiden) yang baik dan sunguh-sungguh akan memperjuangkan kepentigan rakyat. Hal ini

terlihat dari jawaban responden atas pertanyaan yang berkaitan dengan itu sebagai berikut :

Tabel 8.13Kepercayan masyarakat petani di kecamatan Belo

Pada mekanisme Pemilu tahun 2014

Pertanyaan Jawaban %Apakah anda percaya bhw Pemilu akanmenjamin terpilihnya pemimpin yg baik dansungguh-sungguh berpihak pada kepentinganrakyat

Percaya 77,56

Tidak percaya 0,03Tidak tahu 22,05

303

Sedangkan pada faktor lain yang mempengaruhi perilaku non voting pada Pemilu

Presiden dan wakil Presiden adalah karena tidak ada parpol yang memberi uang transpor/ganti

rugi 7,33%; tidak ada calon yang sesuai dengan keinginan 1,57 % dan karena ada hajatan

lain/musibah/ketiduran 0,52%.

Grafik 8.12

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Non Voting Masyarakat Petani Di Kecamatan BeloPada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden 2014

Pada prinsipnya masyarakat petani di kecamatan Belo meyakini bahwa melalui Pemilu

akan dapat menjamin terpilihnya para pemimpin (Anggota Legislatif/Presiden dan wakil

presiden) yang baik dan sunguh-sungguh akan memperjuangkan kepentigan rakyat. Hal ini

terlihat dari jawaban responden atas pertanyaan yang berkaitan dengan itu sebagai berikut :

Tabel 8.13Kepercayan masyarakat petani di kecamatan Belo

Pada mekanisme Pemilu tahun 2014

Pertanyaan Jawaban %Apakah anda percaya bhw Pemilu akanmenjamin terpilihnya pemimpin yg baik dansungguh-sungguh berpihak pada kepentinganrakyat

Percaya 77,56

Tidak percaya 0,03Tidak tahu 22,05

Page 304: Hasil Riset Provinsi NTB

304

Namun demikian, memperhatikan jawaban responden di atas mengindikasikan adanya

kecenderungan apatisme masyarakat petani di kecamatan Belo terhadap pemilu. Meskipun

pemilu diyakini oleh mereka sebagai suatu mekanisme demokrasi yang menjanjikan perubahan

dan perbaikan masa depan bersama, namun tidak dianggap sebagai sesuatu yang lebih penting

dari pekerjaan mereka sehari-hari sebagai petani. Mereka enggan untuk meninggalkan

pekerjaannya walau sejenak untuk menyempatkan diri memberikan suara di TPS.

Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku non voting masyarakat petani di kecamatan Belo pada pemilu

legislatif dan pemilu Presiden dan wakil presiden tahun 2014, yang paling utama adalah

faktor pekerjaan (alasan sosial ekonomi), kemudian faktor sikap mental pragmatisme dan

faktor teknis. Oleh karena tingkat pendidikan rata-rata para petani yang rendah, maka

dalam penelitian ini tidak ditemukan perilaku non voting yang disebabkan oleh alasan yang

bersifat politis atau alasan idiologis.

D.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada PemiluPresiden dan wakil Presiden

Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun 2014

adalah sebesar 60,44%, yang merupakan angka tingkat partisipasi terendah dibandingkan

dengan semua kecamatan lainnya yang ada di wilayah kabupaten Bima. Angka ini berada

jauh di bawah angka tingat partisipasi pemilih tingkat kabupaten Bima maupun tingkat

Nasional. Apabila dibandingkan dengan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu Legislatif

yang dilaksanakan hanya berselang tiga bulan sebelumya yang mencapai angka 79,92%,

terjadi penurunan sebesar 19,48%. Demikian juga apabila dibandingkan dengan angkat

tingkat partisipasi pemilih pada pemilu yang sama periode sebelumnya yang berada pada

tingkat 76,50%, terjadi penurunanan sebesar 17,06%. Hal ini tentunya merupakan pertanda

buruk bagi pembangunan kehidupan demokrasi di Negara Kita, sehinga tidak bisa dibiarkan

dan harus dicarikan jawaban agar dapat dirumuskan kebijakan untuk mengatasinya.

Page 305: Hasil Riset Provinsi NTB

305

Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat di kecamatan Belo pada Pemilu Presiden

dan wakil Presiden ini tahun 2014 ini juga tidak terlepas dari faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku Pemilih petani di daerah itu yang sudah dibahas sebelumnya, baik

perilaku memilih (Voting Behavior) maupun perilaku tidak memilih (Non voting Behavior).

Dari pembahasan mengenai perilaku memilih masyarakat petani di kecamatan Belo

di atas telah dapat diketahui bahwa faktor utama yang mempengaruhinya adalah faktor

sosiologis, yaitu kedekatan hubungan keluarga atau hubungan pergaulan sosial, sedangkan

faktor utama yang mempengaruhi perilaku non voting adalah faktor sosial ekonomi atau

faktor pekerjaan. Oleh karena itu menjadi hal yang wajar apabila tingkat partisipasi

masyarakat petani dalam memberikan hak suaranya pada Pemilu legislatif mencapai angka

yang relatif tinggi. Karena pada Pemilu Legislatif ini ada kepentingan subjektif yang bersifat

langsung atau tidak langsung dari para pemilih petani itu sendiri yang mereka perjuangkan,

yaitu mewujudakan kepentingan keluarga atau kenalan dekat mereka dan tentunya dengan

harapan agar pada giliran nanti merekapun akan dapat menikmati hasil dari perjuangannya

itu. Hal ini masih didukung lagi oleh adanya mobilisasi pemilih oleh parpol atau para calon

anggota legislatif atas biaya mereka, adanya praket politik uang dan semacamnya yang

dapat menggiring para pemilih untuk memberikan suaranya pada Pemilu Legislatif. Hal-hal

yang demikian ini tidak akan dijumpai pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden.

Tingkat pendidikan rata-rata masyarakat petani di kecamatan Belo yang rendah dan

pemahaman politik yang minim bahkan kebanyakan a politik, dan keterbiasaan mereka

dalam suasana pemilu legislatif yang dapat memberikan manfaat langsung berupa uang

atau kaos dan sejenisnya pada pemilu legislatif telah membangun preferensi yang keliru

dalam benak mereka, seolah-olah pemilu Legislatif lebih penting dari pada pemilu Presiden

dan wakil Presiden. Hal ini terlihat dari jawaban responden atas pertanyaan “Andaikan

Page 306: Hasil Riset Provinsi NTB

306

dihadapkan pada pilihan harus memilih pada Pemilu Legislatif atau Pemilu Presiden dan

wakil Presiden, yang manakah yang akan anda pilih?”

Terbahadap pertanyaan tersebut, 74,15% responden menjawab akan memberikan

suara pada Pemilu Lagslatif dan sisanya 25, 85% menjawab akan memberikan suara pada

pemilu Presiden dan wakil Presiden.

Grafik 8.15Sikap Masyarakat Petani di kecamatan BeloTerhadap

Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun 2014

Tingginya angka non voting pada pemilu Presiden dan wakil presiden di kecamatan

Belo juga disebabkan karena tingginya angka non voting dari masyarakat petani di daerah

itu yang disebabkan karena faktor pekerjaan, terlebih lagi karena Pemilu Presiden dan wakil

presiden tersebut dilaksanakan pada bulan Juli, yang berarti bertepatan dengan musim

tanan padi dan musim tanam bawang merah, di mana sebahagian besar dari masyarakat

petani di kecamatan belo sedang berada di luar daerahnya.

Berdasarkan pada pembahasan di mukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

306

dihadapkan pada pilihan harus memilih pada Pemilu Legislatif atau Pemilu Presiden dan

wakil Presiden, yang manakah yang akan anda pilih?”

Terbahadap pertanyaan tersebut, 74,15% responden menjawab akan memberikan

suara pada Pemilu Lagslatif dan sisanya 25, 85% menjawab akan memberikan suara pada

pemilu Presiden dan wakil Presiden.

Grafik 8.15Sikap Masyarakat Petani di kecamatan BeloTerhadap

Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun 2014

Tingginya angka non voting pada pemilu Presiden dan wakil presiden di kecamatan

Belo juga disebabkan karena tingginya angka non voting dari masyarakat petani di daerah

itu yang disebabkan karena faktor pekerjaan, terlebih lagi karena Pemilu Presiden dan wakil

presiden tersebut dilaksanakan pada bulan Juli, yang berarti bertepatan dengan musim

tanan padi dan musim tanam bawang merah, di mana sebahagian besar dari masyarakat

petani di kecamatan belo sedang berada di luar daerahnya.

Berdasarkan pada pembahasan di mukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

306

dihadapkan pada pilihan harus memilih pada Pemilu Legislatif atau Pemilu Presiden dan

wakil Presiden, yang manakah yang akan anda pilih?”

Terbahadap pertanyaan tersebut, 74,15% responden menjawab akan memberikan

suara pada Pemilu Lagslatif dan sisanya 25, 85% menjawab akan memberikan suara pada

pemilu Presiden dan wakil Presiden.

Grafik 8.15Sikap Masyarakat Petani di kecamatan BeloTerhadap

Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun 2014

Tingginya angka non voting pada pemilu Presiden dan wakil presiden di kecamatan

Belo juga disebabkan karena tingginya angka non voting dari masyarakat petani di daerah

itu yang disebabkan karena faktor pekerjaan, terlebih lagi karena Pemilu Presiden dan wakil

presiden tersebut dilaksanakan pada bulan Juli, yang berarti bertepatan dengan musim

tanan padi dan musim tanam bawang merah, di mana sebahagian besar dari masyarakat

petani di kecamatan belo sedang berada di luar daerahnya.

Berdasarkan pada pembahasan di mukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

Page 307: Hasil Riset Provinsi NTB

307

1. Faktor utama yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat petani di kecamatan

Belo, kabupaten Bima pada Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah faktor sosiologis,

terutama kedekatan hubungan keluarga atau pergaulan sosial dengan calon anggota

legislatif yang akan dipilihnya 59,70%. Faktor kedekatan hubungan keluarga atau

kedekatan hubungan pergaulan ini bukan saja menjadi faktor penentu bagi pemilih

petani untuk menentukan pilihannya tetapi juga menjadi faktor pendorong yang

memotivasi mereka untuk memberikan suaranya pada pemilu Legislatif. Faktor lainnya

adalah, pertimbangan rasional yang didasarkan pada penilaian terhadap track record

parpol/calon 17,44% dan janji politik (Visi, misi dan program yang ditawarkan) 7,12%,

kemudian faktor money politic 15,23% dan faktor kedekatan dengan parpol tertentu

0,49%. Sedangkan Faktor utama yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat

petani di kecamatan Belo, kabupaten Bima pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden

tahun 2014 adal popularitas pasangan calon 37,61%, kemudian faktor Track record

pasangan calon 17,31%, faktor parpol pengusung pasangan calon 8,66% dan faktor

money politik 22,69%.

2. Faktor utama yang mempengaruhi perilaku non voting masyarakat petani di kecamatan

Belo, yang juga menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu

Presiden dan wakil presiden tahun 2014 adalah faktor pekerjaan. yakni terkait dengan

kesibukan masyarakat petani yang bertepatan antara pelaksanaan Pemilu Presiden Dan

Wakil Presiden dengan musim bertani mereka. Di samping itu masih cukup banyak

ditemukan pemilih yang bersifat pragmatis, yang menggantungkan pilihannya pada

materi yang diberikan oleh peserta pemilu.

Sehubungan dengan kesimpulan di atas, maka saran-saran yang dapat diberikan

adalah sebagai berikut :

1. Oleh karena faktor utama yang mempegaruhi perilaku masyarakat petani di kecamatan

Belo pada Pemilu Legislatif adalah faktor kedekatan kekeluargaan atau pergaulan sosial,

demikian juga karena perilaku memilih masyarakat pada Pemilu Presiden dan wakil

Presiden sangat dipengaruhi oleh popularitas calon, di mana kedua faktor tersebut

Page 308: Hasil Riset Provinsi NTB

308

merupakan faktor yang bersifat irrasional dilihat dari substansi dan urgensi Pemilu,

maka perlu adanya pendidikan politik yang dilaksanakan secara intens, terencana dan

sistimatis bagi masyarakat a politik seperti para petani di kecamatan Belo ini. Hal ini

tentunya menjadi tanggungjawab Negara dengan memberdayakan intitusi Negara yang

ada, terutama KPU selaku Penyelenggara pemilu yang merupakan Lembaga Negara

yang bersifat permanen.

2. Untuk kebutuhan jangka pendek, guna meningkatkan pertisipasi pemilih masyarakat

petani di kecamatan Belo dalam memberikan hak suranya pada pemilu yang akan

datang, perlu dipikirkan untuk mendekatkan Tempat Pemungutan suara (TPS) pada

tempat-tempat tertentu yang merupakan tempat konsentrasi para petani dalam

menjalankan pekerjaannya sebagai petani, misalnya berupa TPS keliling. TPS keliling ini

berisi surat suara daerah pemilihan (Dapil) yang meliputi wilayah kecamatan Belo

namun dapat bergerak memasuki wilayah Dapil lainnya bahkan kabupaten lainnya di

mana para petani kecamatan Belo berkonsentrasi.

3. Perlu adanya upaya untuk meingkatkan peran dan fungsi partai politik untuk

membangun budaya politik yang sehat dan bermartabat, termasuk memberikan

pendidikan politik yang sehat pada masyarakat umumnya, terutama masyarakat yang a

politik, baik yang dilakukan secara formal maupun melalui keteladanan dalam sikap dan

perbuatannya. Hal ini sangatlah penting mengingat munculnya sikap pragmatis di

kalangan masyarakat seperti di kecamatan Belo ini, merupakan hasil inter aksi yang

tidak demokratis dengan partai politik atau para aktor politik yang menginginkan suara

mereka. Adalah imposible merubah perilaku masyarakat, apalagi masyarakat a politik

seperti para petani di kecamatan Belo ini apabila perilaku parpol dan para aktor

politik/kandidal calon anggota legislatif tidak berubah.

Page 309: Hasil Riset Provinsi NTB

309

DAFTAR PUSTAKA

Bismar Arianto. Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu. Jurnal Ilmu Politik

dan Ilmu Pemerintahan. Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji. Vol. 1, No. 1, 2011.

BPS Kabupaten Bima. Bima Dalam Angka Tahun 2012.

Eka Suaib, 2010. Problematika Pemutakhiran Data Pemilih di Indonesia. Penerbit Koekoesan.

Depok.

Elvi Juliasyah. 2007. Pilkada, Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah. CV. Mandar Maju, Bandung.

Huntington, S.P. & Nelson, J. 1977. No easy choice political participation in developing

countries. Cambridge: Harvard University Press.

Joko J. Prihatmoko, 2008. Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis. cet ke-

1 Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joseph A. Schumpeter. 1942. Capitalism, Socialism, and Democracy, 2d ed. (New York: Harper).

Lili Romli, 2007. Potret Otonomi daerah dan Wakil rakyat di tingkat lokal. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Miriam, Budiardjo, 2010. Dasar-dasar Ilmu Politik, (edisi revisi). Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Muhammad Asfar. 1998. Perilaku Non Voting Di Bawah Sistem Politik Hegemonik, Tesis

Program Studi Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. GP Press Group, Jakarta. 2013.

Ndraha, Taliziduhu. 1993. Partisipasi Masyarakat. Yayasan Karya Dharma, IIP Jakarta.

Nur Hidayat Sardini. 2011. Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Fajar Media Press.

Yogyakarta.

Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Page 310: Hasil Riset Provinsi NTB

310

Soebagio. Implikasi Golongan Putih Dalam Perspektif Pembangunan Demokrasi Di Indonesia

Makara, Sosial Humaniora, vol. 12, no. 2, Desember 2008.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.

Syarifuddin Jurdi. 2010. Historiografi Muhammadiyah.

Wahyudinsyah. 2012. Preferensi dan Model Penyelesaian Kasus Hukum (Studi di Masyarakat

Kecamatan Belo Kabupaten Bima). Tesis Program PascaSarjana Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Page 311: Hasil Riset Provinsi NTB

311

Bab IX

Analisis Perilaku Pemilih di Kota BimaBukhari * Agus Salim * Fatmahul Fitriah

Tamrin * M.Saleh Abubakar

A. Pengantar

Seiring dengan keterbukaan informasi dan proses demokrasi, rakyat Indonesia

memiliki peluang untuk mengevaluasi pemimpin pada tingkat lokal dan nasional. Survei

berupa jajak pendapat itu dilakukan untuk mendapatkan informasi dari tangan pertama

tentang kinerja dan tingkat kepercayaan masyarakat atau responden terhadap pemimpin di

wilayahnya. Hasil dari survei ini biasanya diumumkan sebagai masukan bagi pemimpin yang

dievaluasi tersebut baik presiden, wakil presiden, penyelenggara pemerintahan

kabupaten/kota dan provinsi, politisi, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset

tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai suatu substansi pemilu tetapi

lebih jauh dijadikan pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang dijadikan

perdebatan. Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting

demokrasi perwakilan. Ia adalah fondasi praktek politik demokrasi perwakilan.

Persoalannya adalah terdapat sejumlah masalah menyangkut partisipasi pemilih yang tidak

banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap yang terus menjadi pertanyaan, seperti

fluktuasi kehadiran pemilih di TPS, suara tidak sah yang tinggi, politik uang, misteri derajat

melek politik warga dan langkanya kesukarelaan pemilih.

Masalah tersbut tentu harus dibedah agar diketahui akar masalah dan dicari jalan

keluarnya. Harapannya partisipasi dalam pemilu berada pada idealitas yang diimajinasikan.

Dalam konteks ini riset dapat memainkan peran memberi pendekatan dan jawaban atas

berbagai pertanyaan diatas. Namun demikian, usaha-usaha untuk mewujudkan survei yang

ilmiah terkadang terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Sehingga hasil-hasil

penelitian tersebut seringkali mengandung bias. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil

penelitian lembaga-lembaga tersebut tentang suatu topik yang dalam banyak hal saling

Page 312: Hasil Riset Provinsi NTB

312

bertentangan. Akibatnya masyarakat menerima hasil survei tersebut kebingungan.

Ironisnya, pemerintah tidak memiliki lembaga sandaran untuk menjawab hasil-hasil survei

organisasi-organisasi lain. Sebenarnya pemerintah memiliki lembaga statistik atau Badan

Pusat Statistik (BPS) namun hasilnya seringkali diragukan oleh masyarakat. Kemungkinan

besar karena posisinya sebagai lembaga pemerintah. Berbagai aspek inilah kemudian yang

melatarbelakangi ketertarikan melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Perilaku

Pemilih di Kota Bima

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mengajukan rumusan masalah

bagaimanakah perilaku pemilih di Kota Bima?.

B. Tinjauan Teoritis

B.1. Konseptualisasi Tentang Pemilu

Pemilihan Umum sebagaimana dalam peraturan perundang-undangan, selanjutnya

disebut Pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilihan umum merupakan media dan mekanisme pelibatan rakyat dalam wilayah

demokrasi untuk menentukan keputusan politik yang strategis, dimana suara setiap rakyat

diwujudkan dalam bentuk hak pilih yang merupakan wujud kontrak sosial antara negara dan

rakyat sebagaimana Joanes Joko memberikan esensi penting pemilu yakni merupakan

kontrak sosial antara mereka yang terpilih dengan rakyat yang banyak. Jangan sampai

rakyat menjadi apatis terhadap pemilu dan menganggap pemilu hanya untuk sekedar

memenuhi prosedur demokrasi. Apalagi jika pemilu sampai kehilangan esensinya dimana

pemilu diikuti bukan lagi atas dasar kesadaran rasional, namun atas dorongan ideologis

irasional (Joko,2004 : 6)

Berdasarkan definisi pemilu menurut Joanes Joko dan peraturan perundang-

undangan dapat dirumuskan pemilu merupakan proses dimana rakyat melibatkan diri

secara bebas dan langsung menggunakan hak pilihnya untuk menentukan wakilnya baik

Page 313: Hasil Riset Provinsi NTB

313

legislatif maupun eksekutif tanpa ada paksaan dari pihak manapun, sehingga rakyat merasa

puas dengan pilihannya.

B.2. Perihal Partisipasi politik

Ramlan Surbakti memberikan definisi singkat mengenai partisipasi politik sebagai

bentuk keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang

menyangkut atau mempengaruhi hidupnya (Surbakti, 1999:140). Sedangkan Milbrath dan

Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa kategori berikut : Pertama, apatis. Artinya

orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik. Kedua, spektator.

Artinya, orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum. Ketiga,

gladiator. Artinya mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni komunikator,

spesialis mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye dan aktivis

masyarakat. Keempat, pengritik, yakni dalam bentuk partisipasi tidak konvensional.(dalam

Surbakti 1999:143)

Model partisipasi tersebut dapat membantu peneliti untuk menganalisa bentuk

partisipasi dan rasionalisasi penggunaan hak pilih pada kelompok pemilih pemula dalam

konteks pasca pilkada kota Malang.

B.3. Teori Pilihan Rasional

Teori pilihan rasional Coleman tampak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa

“tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (dan juga

tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi)” (1990:13). Untuk memberikan

analogi dalam merealisaskan teorinya Coleman menggunakan dua unsur utama, yakni aktor

dan sumberdaya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh

aktor.

Friedman dan Hechter (1988) Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada

aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud.

Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai

tujuan itu. Aktorpun dipandang mempunyai pilihan (atau nilai, keperluan). Teori pilihan

Page 314: Hasil Riset Provinsi NTB

314

rasional tak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan

aktor. Yang terpenting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan

yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor.

Interpretasi teori pilihan rasional dalam penelitian ini adalah bahwa tindakan

pemilih pemula baik secara individu maupun berkelompok dalam melakukan sebuah

tindakan untuk berpartisipasi ataupun menggunakan hak pilih dalam pilkada mengarah

pada sebuah tujuan yang sudah tentu didasarkan oleh nilai ataupun sebuah pilihan.

Pada prinsipnya pemilih pemula dan elit dalam partai politik merupakan dua orang

aktor yang masing-masing memiliki sumber daya dan berusaha mengendalikan satu sama

lain, yang menjadi dasar dari tindakan keduanya adalah tujuan dan nilai untuk mewujudkan

kepentingan masing-masing secara maksimal, karena itu kedua aktor tersebut terlibat

dalam sebuah mekanisme sistem dan saling tergantung satu-sama lain, yang membedakan

adalah rasio penguasaan terhadap kekuatan untuk mengendalikan sumberdaya pihak lain.

Elit partai memiliki posisi tawar yang lebih strategis dan lebih solid untuk mengendalikan

pemilih pemula sebagai sumberdaya untuk memenangkan kepentingan partainya,

sedangkan posisi pemilih pemula tidak dalam ikatan solid karena didasari oleh berbagai

latar belakang yang berbeda sehingga pemilih pemula kurang dapat mengendalikan elit

partai sebagai sumberdaya untuk memaksimalkan kepentingannya.

Teori pilihan rasional dapat digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini,

Pemilih pemula adalah sebuah entitas yang plural dan majemuk yang mana perilaku kolektif

mereka dapat dipastikan tidak stabil dan kacau, sebagai contoh : dalam peristiwa pilkada

kota Malang maka perilaku mereka dipastikan majemuk dan tidak stabil baik dari model

partisipasi ataupun penggunaan hak pilih dan berbagai faktor yang mendasarinya, sehingga

terjadi pemindahan kontrol secara sepihak oleh kalangan elit partai kepada kelompok

pemilih pemula. Idealnya tercipta keseimbangan sistem tetapi realitanya sering terjadi

penguasaan aktor satu kepada aktor yang lain.

Page 315: Hasil Riset Provinsi NTB

315

B.4. Perilaku Memilih (Voting Behavior)

B.4.1. Teori Perilaku

Yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia,

baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar. (1938)

seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui

proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon,

maka teori skiner disebut teori “S – O - R”atau Stimulus – Organisme – Respon. Skiner

membedakan adanya dua proses, yaitu :

a. Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan –

rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut electing stimulation

karena menimbulkan respon – respon yang relative tetap. Misalnya : makanan yang lezat

menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan

sebagainya. Respondent respon ini juga mencakup perilaku emosinal misalnya

mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan

kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang

kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila

seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian

tugasnya atau job description) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya

(stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam

melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua yaitu :

1) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

Page 316: Hasil Riset Provinsi NTB

316

perhatian, persepsi, pengetahuan / kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa

diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan

nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktek (practice).

Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus

(rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk

respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor – factor yang membedakan respon terhadap

stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua

yaitu :

a) Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau

bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

b) Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi, politik, dan

sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi factor yang dominanyang mewarnai

perilaku seseorang.

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,

yakni:

(1). Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

setimulus (objek) terlebih dahulu.

(2). Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

(3). Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini

berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

(4). Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

(5). Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan

sikapnya terhadap stimulus.

Page 317: Hasil Riset Provinsi NTB

317

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari

oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi

kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting).

2. Perilaku Memilih

Menurut Jack Plano voting behavior atau perilaku memilih adalah: “Salah satu

bentuk perilaku politik yang terbuka.” Sedangkan menurut Haryanto, Voting adalah:

“Kegiatan warga negara yang mempunyai hak untuk memilih dan di daftar sebagai seorang

pemilih, memberikan suaranya untuk memilih atau menentukan wakil-wakilnya”.

Pemberian suara kepada salah satu kontestan merupakan suatu kepercayaan untuk

membawa aspirasi pribadi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kepercayaan yang

diberikan, juga karena adanya kesesuaian nilai yang dimiliki arah tempat memberikan suara.

Nilai yang di maksud di sini adalah preferensi yang dimiliki organisasi terhadap tujuan

tertentu atau cara tertentu melaksanakan sesuatu. Jadi kepercayaan pemberi suara akan

ada, jika seseorang telah memahami makna nilai yang dimiliki dalam rangka mencapai

tujuan.

Perilaku memilih atau voting behavior dalam pemilu adalah respons psikologis dan

emosional yang diwujudkan dalam bentuk tindakan politik mendukung suatu partai politik

atau kandidat dengan cara mencoblos surat suara. Menurut Josep Kristiadi penelitian

mengenai voting behavior dalam pemilu pada dasarnya mempergunakan beberapa mazhab

yang telah berkembang selama ini yakni :

a. Pendekatan Sosiologis

Mazhab sosiologis pada awalnya berasal dari Eropa yang kemudian berkembang di

Amerika Serikat, yang pertama kali dikembangkan oleh Biro Penerapan Ilmu Sosial

Universitas Colombia (Colombia`s University Bureau of Applied Social Science), sehingga

lebih di kenal dengan kelompok Colombia. Kelompok ini melakukan penelitian mengenai

The People’s Choice pada tahun 1948 dan voting pada tahun 1952. Di dalam dua karya

tersebut terungkap perilaku memilih seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan

Page 318: Hasil Riset Provinsi NTB

318

seperti sosial ekonomi, afiliasi etnis, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia,

jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain.

b. Pendekatan Psikologis

Mazhab ini pertama kali dipergunakan oleh Pusat Penelitian dan Survey Universitas

Michigan (University of Michigan`s Survey Research Centre) sehingga kelompok ini dikenal

dengan sebutan kelompok Michigan. Hasil penelitian kelompok ini yang dikenal luas adalah

The Voter`s Decide (1954) dan The American Voter (1960).

Pendekatan mazhab psikologis ini menekankan kepada 3 aspek variabel psikologis

sebagai telaah utamanya yakni, ikatan emosional pada suatu Partai Politik, orientasi

terhadap isu yang berkembang dan orientasi terhadap kandidat. Inti dari mazhab ini adalah

identifikasi seseorang terhadap partai tertentu yang kemudian akan mempengaruhi sikap

orang tersebut terhadap para calon dan isu-isu politik yang berkembang. Kekuatan dan arah

identifikasi kepartaian adalah kunci dalam menjelaskan sikap dan perilaku pemilih.

Campbell (1960) menjelaskan proses terbentuknya perilaku pemilih dengan istilah

“Funnel of Causality”. Pengandaian itu dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena voting

yang di dalam model terletak paling atas dari “funnel”(Cerobong). Digambarkan bahwa di

dalam cerobong terdapat as (axis) yang mewakili dimensi waktu. Kejadian-kejadian yang

saling berhubungan satu sama lain bergerak dalam dimensi waktu tertentu mulai dari mulut

sampai ujung cerobong. Mulut cerobong adalah latar belakang sosial (ras, agama, etnik,

daerah), status sosial (pendidikan, pekerjaan, kelas) dan watak orang tua. Semua unsur tadi

mempengaruhi identifikasi kepartaian seseorang yang merupakan bagian berikutnya dari

proses tersebut. Pada tahap berikutnya, identifikasi kepartaian akan mempengaruhi

penilaian terhadap para kandidat dan isu-isu politik.

Sedangkan proses yang paling dekat dengan perilaku pemilih adalah kampanye

sebelum pemilu maupun kejadian-kejadian yang diberitakan oleh media massa. Masing-

masing unsur dalam proses tersebut akan mempengaruhi perilaku pemilih, meskipun titik

berat studi Kelompok Michigan adalah identifikasi kepartaian dan isu-isu politik para calon,

dan bukan latar belakang sosial atau budayanya.

Page 319: Hasil Riset Provinsi NTB

319

c. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ini lahir sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap pendekatan sosiologis

dan psikologis. Pemikiran baru ini mempergunakan pendekatan ekonomi yang sering pula

disebut sebagai pendekatan rasional. Tokoh dalam pendekatan ini antara lain Downs

dengan karyanya “An Economic Theory of Democracy” (1957) dan Riker & Ordeshook, yang

dituangkan dalam tulisan berjudul “A Theory of the Calculus Voting”, (1962). Para penganut

aliran ini mencoba memberikan penjelasan bahwa perilaku pemilih terhadap partai politik

tertentu berdasarkan perhitungan, tentang apa yang diperoleh bila seseorang menentukan

pilihannya, baik terhadap calon presiden maupun anggota parlemen.

B.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Memilih (Theori Rational Choice)

Model pilihan rasional bersumber pada karya Anthony Downs, James Buchannan,

Gordon Tullock dan Manchur Olsen. Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh

penilaian terhadap keadaan ekonomi-sosial-politik ditingkat individu (egosentrik) dan

ditingkat lokal-regional-nasional (sosiotropik).

Pendekatan ini berkembang atas kritikan terhadap kedua pendekatan sebelumnya

baik itu pendekatan sosiologis maupun pendekatan psikologis yang menempatkan pemilih

pada ruang dan waktu yang kosong (determinan). Pemilih seakan-akan menjadi pion yang

mudah ditebak langkahnya. Pendekatan sosiologis menekankan bahwa perilaku memilih

ditentukan oleh struktur sosial masyarakat seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat

pendapatan, agama dll. Perilaku memilih merupakan faktor yang ditentukan oleh struktur-

struktur sosial tadi.

Pada pendekatan psikologis mengasumsikan jika perilaku memilih individu

ditentukan oleh faktor psikis seseorang seperti identifikasi diri terhadap partai politik,

kesukaan terhadap kualitas kepribadian kandidat, dan informasi politik. Pendekatan ini

menekan bahwa perilaku memilih ditentukan oleh faktor-faktor psikis tadi. Sementara itu,

menurut pendekatan pilihan rasional, yang menentukan dalam sebuah pemilu bukanlah

adanya ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang kuat,

melainkan hasil penilaian rasional dari warga. Pendekatan sosiologis dan psikologis

Page 320: Hasil Riset Provinsi NTB

320

menempatkan individu sebagai obyek yang tidak dapat bertindak “bebas” karena

ditentukan oleh struktur sosial dan aspek psikis atau disebutkan juga determinan,

sementara pilihan rasional menempatkan individu sebagai aspek yang bebas atau voluntary

dalam menentukan pilihannya.

Menurut Anthony Downs melalui deskripsinya mengenai homo economicus, bahwa

sang pemilih rasional hanya menuruti kepentinganya sendiri atau kalaupun tidak, akan

senantiasa mendahulukan kepentingannya sendiri diatas kepentingan orang lain. Ini disebut

juga dengan self-interest axiom. Walaupun menurut Downs, tidak semua orang merupakan

orang yang egois, namun ia tiba pada kesimpulan bahwa “sosok-sosok heroik” ini dari segi

jumlah dapat diabaikan. Manusia bertindak egois, terutama oleh karena mereka ingin

mengoptimalkan kesejahteraan material mereka, yakni pemasukan atau harta benda

mereka. Jika hal ini diterapkan kepada perilaku pemilih, maka ini berarti bahwa pemilih

yang rasional akan memilih partai yang paling menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih

tidak terlalu tertarik kepada konsep politis sebuah partai, melainkan kepada keuntungan

terbesar yang dapat ia peroleh apabila partai ini menduduki pemerintah dibandingkan

dengan partai lain.

Pendekatan pilihan rasional dalam kajian perilaku pemilih diadaptasi dari ilmu

ekonomi yaitu menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebesar-

besarnya. Maka dalam perilaku memilih rasional (rational choice), pemilih bertindak

rasional yaitu memilih partai politik atau kandidat yang dianggap mendatangkan

keuntungan sebesar-besarnya dan menekan kerugian sekecil-kecilnya.

Down menjelaskan bahwa perilaku memilih berhubungan dengan kebijakan pemerintah

(government actions) dalam suatu periode sebelum Pemilu dilaksanakan. Perilaku memilih

ditentukan manfaat terhadap pendapatan yang diterima akibat dari kebijakan pemerintah

atau kepercayaan terhadap janji politik dari parta oposisi.

“Voting decision is based on a comparasion of the utility income he actually receivedduring this period from the actions of the incumbent party and those he believes hewould have received had each of the opposition parties been in power”.

“……….He votes for whatever party he believes would provide him with the highestutilities income from government action”.

Page 321: Hasil Riset Provinsi NTB

321

Down menjelaskan secara makro bahwa government action selain dipengaruhi oleh

sektor swasta juga dipengaruhi oleh faktor masyarakat. Konteks masyarakat disini salah

satunya adalah harapan pemerintah untuk dipilih kembali. Kaitan terhadap hal ini adalah

preposisi bahwa masyarakat akan memilih kembali partai atau kandidat pemerintah jika ada

manfaat pendapatan (utilities income) yang mereka terima akibat kebijakan pemerintah.

Atau jika hal ini tidak diterima oleh masyarakat, maka mereka akan memilih partai oposisi.

Terhadap hal ini dapat diketahui bahwa prasyarat pilihan rasional adalah adanya sistem

multi partai dan oposisi.

Down menyatakan bahwa seorang pemilih umumnya tidak memiliki informasi yang

baik dibidang politik oleh karena informasi yang diterima tidak seimbang, sehingga

menyebabkan mereka memilih tidak rasional. Terhadap hal ini diketahui prasyarat lainnya

dari pilihan rasional adalah adanya akses informasi terhadap kebijakan pemerintah oleh

masyarakat, tanpa akses informasi ini mustahil masyarakat dapat menilai kebijakan

pemerintah dikaitkan dengan manfaat pendapatan (utilities income).

Teori Downs ini kemudian dapat membantu menjelaskan kemunduran tingkat

partisipasi pemilu pada tahun 1980 an dan 1990 an di Jerman. Dalam penelitian Saiful

Munjani juga menjadikan pendekatan pilihan rasional (rational choice/ekonomi-politik)

untuk menjelaskan fenomena atau trend perilaku memilih masyarakat Indonesia pada

Pemilu 1999, 2004 dan 2009.

Menurut perspektif rasionalitas pemilih, seseorang berprilaku rasional yakni

menghitung bagaimana caranya mendapatkan hasil maksimal dengan ongkos minimal.

Model ini memberi perhatian pada dinamika ekonomi-politik, sehingga asumsinya pilihan

politik banyak dibentuk oleh evaluasi atas kondisi ekonomi, personal maupun kolektif.

Evaluasi positif warga terhadap kondisi ekonomi akan memberikan reward (ganjaran)

terhadap pejabat yang sedang menjabat. Sebaliknya, jika evaluasinya negatif, maka dia akan

memberikan hukuman terhadapnya dengan cara memilih pihak oposisi.

Orang memilih calon atau partai apabila calon atau partai tersebut dipandang dapat

membantu pemilih memenuhi kepentingan dasarnya: kehidupan ekonomi. Bagaimana

seseorang pemilih mengetahui bahwa partai dan calon tertentu dapat membantu mencapai

Page 322: Hasil Riset Provinsi NTB

322

kepentingan ekonominya tersebut tidak membutuhkan informasi yang terlalu detail dan

akurat, cukup dengan mempersepsikan keadaan ekonomi dirinya (egosentrik) dibawah

sebuah pemerintahan (partai atau calon).

Dalam model ekonomi-politik ini ditekankan bahwa perilaku politik pemilih

dipengaruhi oleh kepentingan ekonominya (manfaat ekonomi). Bila keadaan ekonomi

rumah tangga seseorang pemilih dibawah pemerintahan sekarang lebih baik dibanding

periode sebelumnya, maka pemilih tersebut cenderung akan memilih partai atau calon

presiden yang sedang memerintah sekarang dan begitu juga sebaliknya.

Salah satu penelitian yang menggunakan teori pilihan rasional (rational choice) di

Indonesia adalah studi oleh Saiful Munjani dkk. Studi ini salah satunya untuk menjawab

pertanyaan: mengapa PDIP menang pada Pemilu tahun 1999, Partai Golkar menang pada

tahun 2004, dan kemudian Partai Demokrat menang pada tahun 2009. Hampir tiga kali

Pemilu pasca reformasi dimenangkan oleh partai yang berbeda. Jawaban terhadap

pertanyaan ini dapat dijelaskan dengan pendekatan pilihan rasional melalu 2 variabel yaitu:

1. Evaluasi atas kinerja pemerintah

2. Evaluasi atas tingkat pendapatan diri dan keluarga

C. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam proses penelitian ini yaitu penelitian deskriptif

dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan dan menganalisa tentang perilaku pemilih di Kota Bima.

Walaupun penelitian ini tergolong penelitian deskriptif, bukan berarti hanya akan

mendeskripsikan data dan fakta yang diperoleh. Akan dilakukan juga interpretasi dan

analisa yang mendalam sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas untuk selanjutnya

dapat disimpulkan secara generalisasi.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Bima secara sengaja. Dalam teknik

pengambilan lokasi secara sengaja, dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, terjadi

apabila pengambilan lokasi dilakukan berdasarkan pertimbangan peneliti.

Page 323: Hasil Riset Provinsi NTB

323

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kota Bima yang memiliki hak pilih

pada Pemilu Legislatif (DPRD Kota Bima, DPRD Provinsi, DPR, DPD), Presiden Tahun 2014

dan Pilkada Kota Bima Tahun 2013. Sedangkan sampaelnya sebanyak 300 orang yang telah

memiliki hak pilih (17 tahun keatas/pernah/telah menikah) untuk diwawancara.

Responden terpilih nantinya akan dikelompokkan berdasarkan kriteria

seperti disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 9.1: Pengelompokan Responden

KRITERIA KELOMPOK

1. Latar belakang pendidikan a. Pendidikan rendah

b. Pendidikan menengah

c. Pendidikan tinggi

2. Jenis kelamin a. Laki-laki

b. Perempuan

3. Pekerjaan a. Formal

b. Nonformal

4. Umur a. Remaja

b. Dewasa

c. Tua

Gambar 9.1: Alur Penentuan Responden

KOTA BIMA

KEC.KEC.

RT R

TRT

RT

RT

RT R

TRT

RT

RT

Page 324: Hasil Riset Provinsi NTB

324

Pengumpulan data dilakukan dengan metode Multi Stage Random Sampling yang

melakukan pengacakan bertingkat mulai dari pengacakan lokasi (Kelurahan) hingga

penentuan responden terpilih yang akan diwawancara dengan menggunakan metode acak

Kish Grid. Sebagai kontrol, tiap responden akan diberikan kartu kontrol yang nantinya akan

didatangi lagi sebagai pengecekan ulang apakah wawancara benar-benar dilakukan. Quality

control dilakukan terhadap 20 persen responden secara acak dan dilakukan oleh pendata

dari STISIP Mbojo Bima sebagai pelaksana project survey. Peneliti melakukan pengumpulan

data dengan menggunakan instrumen kuesioner yang telah disiapkan kemudian kuesioner

tersebut diisi oleh setiap responden dengan teknik wawancara oleh surveyor yang terlatih.

Surveyor yang melakukan kegiatan pengumpulan data lapangan 15 (lima belas) orang,

dimana masing-masing orang memperoleh jatah wawancara 20 (dua puluh orang)

responden dengan rincian 10 (sepuluh) orang responden setiap kelurahannya.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Statistical Package for theSocial Sciance (SPSS). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Pemeriksaan data (editing)

Pemeriksaan data atau editing ini dilakukan ketika semua data dari kuesioner atau

angket terkumpul, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa kembali

kuesioner tersebut satu persatu, sehingga diharapkan angket yang akan diolah sesuai

dengan harapan yaitu sudah diisi dengan benar dan jelas, seperti kuesioner yang masuk

diperiksa dari kesalahan-kesalahan seperti kurang jawaban, kesalahan jawaban.

2) Pemberian Kode (coding)

Langkah ini merupakan pemberian kode terhadap jawaban-jawaban yang diperoleh dari

responden. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan data-data yang diperoleh, dengan

tujuan memudahkan analisa data, contoh data yang ada dikelompokkan pada

karakteristik responden.

3) Tabulasi

Aktivitas tahap ini dilakukan pada saat semua angket telah diperiksa. Tahap pertama

adalah tabel-tabel kerja sesuai dengan variabel-variabel pertanyaan, sehingga dapat

Page 325: Hasil Riset Provinsi NTB

325

digunakan untuk memudahkan pembacaan terhadap data serta mempermudah

karakteristik responden berdasarkan jawaban yang diberikan dalam kuesioner.

Tahap analisis data merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah dan

hipotesis dalam suatu penelitian. Agar tujuan dalam penelitian ini dapat tercapai maka

dilakukan analisis data statistik menggunakan program SPSS yang kemudian dianalisis serta

dideskripsikan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu bagaimana perilaku pemilih di Kota

Bima.

D. Hasil Penelitian

D.1. Gambaran Umum Responden Penelitian

Dari total 300 orang responden, 93 orang reponden atau 31% responden dengan

latar belakang pendidikan tidak tamat SD, tamatan SD dan SMP/sedarajat. Tingkat

pendidikan yang rendah menjadi asumsi sementara penyebab terjadinya error dalam pemilu

tahun 2014.

Tabel 9.2. Tingkat Pendidikan

Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid SD/ MI/ sederajat 39 13.0 13.0 13.0

SMP/ MTS/

sederajat40 13.3 13.3 26.3

SLTA/ MA 127 42.3 42.3 68.7

SMK 16 5.3 5.3 74.0

D1/ D2 2 .7 .7 74.7

D3/ Akademi 5 1.7 1.7 76.3

D4/ Sarjana 56 18.7 18.7 95.0

Pasca Sarjana 1 .3 .3 95.3

Tidak Sekolah/

belum tamat SD14 4.7 4.7 100.0

Total 300 100.0 100.0

Page 326: Hasil Riset Provinsi NTB

326

Dari total keseluruhan sample, yang bekerja di Sector Formal (PNS, Guru,

Profesional, Pegawai BUMN/BUMD, Karyawan Swasta) dengan rata-rata penghasilan

menengah keatas sebesar 62 orang responden (20,7%). Sedangkan pada Sector dengan

penghasilan standar rata-rata menengah kebawah atau disebut Sector Informal (Pedagang,

Petani, Nelayan, Buruh Industri, Ibu Rumah Tangga) sebesar 218 (72,6%) dan sisanya

adalah terkategori Pensiunan dan Pelajar sebesar 20 orang (6,7%).

Tabel 9.3. Pekerjaan

Pekerjaan Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid

PNS 26 8.7 8.7 8.7

Guru/Pengajar/Dosen 20 6.7 6.7 15.3

Buruh Pabrik/BuruhPerkebunan

1 .3 .3 15.7

PegawaiBUMD/BUMN

5 1.7 1.7 17.3

Karyawan Swasta 11 3.7 3.7 21.0

5,30,71,7

18,7

0,34,7

326

Dari total keseluruhan sample, yang bekerja di Sector Formal (PNS, Guru,

Profesional, Pegawai BUMN/BUMD, Karyawan Swasta) dengan rata-rata penghasilan

menengah keatas sebesar 62 orang responden (20,7%). Sedangkan pada Sector dengan

penghasilan standar rata-rata menengah kebawah atau disebut Sector Informal (Pedagang,

Petani, Nelayan, Buruh Industri, Ibu Rumah Tangga) sebesar 218 (72,6%) dan sisanya

adalah terkategori Pensiunan dan Pelajar sebesar 20 orang (6,7%).

Tabel 9.3. Pekerjaan

Pekerjaan Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid

PNS 26 8.7 8.7 8.7

Guru/Pengajar/Dosen 20 6.7 6.7 15.3

Buruh Pabrik/BuruhPerkebunan

1 .3 .3 15.7

PegawaiBUMD/BUMN

5 1.7 1.7 17.3

Karyawan Swasta 11 3.7 3.7 21.0

13

13,3

42,3

Grafik 9.2. Tingkat Pendidikan (%)

SD/ MI/ Sederajat

SMP/ MTS/ Sederajat

SLTA/ MA

SMK

D1/ D2

D3/ Akademi

D4/ Sarjana

Pasca Sarjana

Tidak Sekolah/ Belumtamat SD

326

Dari total keseluruhan sample, yang bekerja di Sector Formal (PNS, Guru,

Profesional, Pegawai BUMN/BUMD, Karyawan Swasta) dengan rata-rata penghasilan

menengah keatas sebesar 62 orang responden (20,7%). Sedangkan pada Sector dengan

penghasilan standar rata-rata menengah kebawah atau disebut Sector Informal (Pedagang,

Petani, Nelayan, Buruh Industri, Ibu Rumah Tangga) sebesar 218 (72,6%) dan sisanya

adalah terkategori Pensiunan dan Pelajar sebesar 20 orang (6,7%).

Tabel 9.3. Pekerjaan

Pekerjaan Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid

PNS 26 8.7 8.7 8.7

Guru/Pengajar/Dosen 20 6.7 6.7 15.3

Buruh Pabrik/BuruhPerkebunan

1 .3 .3 15.7

PegawaiBUMD/BUMN

5 1.7 1.7 17.3

Karyawan Swasta 11 3.7 3.7 21.0

SD/ MI/ Sederajat

SMP/ MTS/ Sederajat

SLTA/ MA

SMK

D1/ D2

D3/ Akademi

D4/ Sarjana

Pasca Sarjana

Tidak Sekolah/ Belumtamat SD

Page 327: Hasil Riset Provinsi NTB

327

26,3

3,77,3

Grafik 9.3. Jenis Pekerjaan

Pekerjaan Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

PekerjaPertambangan

49 16.3 16.3 37.3

Wiraswasta/Pedagang/Usaha Sendiri/

41 13.7 13.7 51.0

Nelayan/Tambak 3 1.0 1.0 52.0

Petani/Ternak 3 1.0 1.0 53.0

Jasa Transportasi 3 1.0 1.0 54.0

Ibu Rumah Tangga 79 26.3 26.3 80.3

Pelajar/Mahasiswa 11 3.7 3.7 84.0

bekerja tidak tetap 22 7.3 7.3 91.3

tidak bekerja 16 5.3 5.3 96.7

Pensiunan 9 3.0 3.0 99.7

Lainnya 1 .3 .3 100.0

Total 300 100.0 100.0

327

8,76,7

0,31,7

3,7

16,3

13,7

111

7,35,3 3

0,3Grafik 9.3. Jenis Pekerjaan

PNS

Guru/Pengajar/Dosen

Buruh Pabrik/Buruh Perkebunan

Pegawai BUMD/BUMN

Karyawan Swasta

Pekerja Pertambangan

Wiraswasta/Pedagang/UsahaSendiriNelayan/Tambak

Petani/Ternak

Jasa Transportasi

Pekerjaan Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

PekerjaPertambangan

49 16.3 16.3 37.3

Wiraswasta/Pedagang/Usaha Sendiri/

41 13.7 13.7 51.0

Nelayan/Tambak 3 1.0 1.0 52.0

Petani/Ternak 3 1.0 1.0 53.0

Jasa Transportasi 3 1.0 1.0 54.0

Ibu Rumah Tangga 79 26.3 26.3 80.3

Pelajar/Mahasiswa 11 3.7 3.7 84.0

bekerja tidak tetap 22 7.3 7.3 91.3

tidak bekerja 16 5.3 5.3 96.7

Pensiunan 9 3.0 3.0 99.7

Lainnya 1 .3 .3 100.0

Total 300 100.0 100.0

327

Guru/Pengajar/Dosen

Buruh Pabrik/Buruh Perkebunan

Pegawai BUMD/BUMN

Karyawan Swasta

Pekerja Pertambangan

Wiraswasta/Pedagang/UsahaSendiriNelayan/Tambak

Petani/Ternak

Jasa Transportasi

Pekerjaan Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

PekerjaPertambangan

49 16.3 16.3 37.3

Wiraswasta/Pedagang/Usaha Sendiri/

41 13.7 13.7 51.0

Nelayan/Tambak 3 1.0 1.0 52.0

Petani/Ternak 3 1.0 1.0 53.0

Jasa Transportasi 3 1.0 1.0 54.0

Ibu Rumah Tangga 79 26.3 26.3 80.3

Pelajar/Mahasiswa 11 3.7 3.7 84.0

bekerja tidak tetap 22 7.3 7.3 91.3

tidak bekerja 16 5.3 5.3 96.7

Pensiunan 9 3.0 3.0 99.7

Lainnya 1 .3 .3 100.0

Total 300 100.0 100.0

Page 328: Hasil Riset Provinsi NTB

328

1. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014

Dari total 300 responden yang diwawancara, sebanyak 10,7 % tidak

menggunakan hak

pilih dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 yang lalu dan sebanyak 89,3 % menggunakan hak

pilih. Error yang terjadi dalam Pemilu lalu lebih disebabkan karena rusaknya surat suara,

sehingga asumsi ini tidak mendasar pada tidak digunakannya hak pilih.

Adapun alasan responden tidak menggunakan hak pilih, dari 10,7% terdapat

sebanyak 9.3% mengaku tidak terdaftar dalam DPT dan 0,3% mengaku tidak memiliki waktu

untuk melakukan pencoblosan dikarenakan kesibukan bekerja dan 1 % memilih untuk tidak

menjawab.

Mengenai pemilu presiden tahun 2014 juga terdapat kemiripan pola dengan

perbedaan hasil yang tidak terpaut jauh dari Pemilu Legislatif Tahun 2014. Dari hasil yang

ada, sebanyak 37 pemilih (12,3%) tidak menggunakan hak pilihnya dengan alasan yang sama

seperti pada ketidakikutsertaan responden dalam Pemilu lagislatif yaitu tidak terdaftar

dalam DPT. Adapun dari total 12,3% responden yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam

pemilu Presiden tahun 2014 yaitu sebanyak 8,7% tidak terdaftar dalam DPT dan sisanya

dengan alasan tidak mengetahui informasi dan tidak memiliki waktu datang ke TPS serta

karena alasan tidak ada calon yang sesuai dengan aspirasi.

Pertimbangan ini menjadi rekomendasi untuk maksimalisasi pencatatan pemilih

dalam DPT pada Pemilu yang akan datang.

Tabel 9.4. Penggunaan hak pilih dalam Pemilu Legislatif yang lalu

Frequency Percent Valid Percent CumulativePercent

Valid

Ya 268 89.3 89.3 89.3

Tidak 32 10.7 10.7 100.0

Total 300 100.0 100.0

Page 329: Hasil Riset Provinsi NTB

329

D.2. Penggunaan Hak Pilih

D.2.1. Alasan Tidak menggunakan Hak Pilih

Tabel 9.5. Alasan tidak menggunakan hak pilih pada Pemilu Legislatif

Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid Tidak terdaftardalam daftar pemilih

tetap (DPT)

28 9.3 87.5 87.5

Tidak memiliki waktuyang cukup menuju

TPS

1 .3 3.1 90.6

TT/TM 3 1.0 9.4 100.0

Total 32 10.7 100.0

Grafik 9.4. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilu LegislatifTahun 2014

9,3

Grafik 9.5; Alasan tidak menggunakan hak pilih padaPemilu Legislatif

329

D.2. Penggunaan Hak Pilih

D.2.1. Alasan Tidak menggunakan Hak Pilih

Tabel 9.5. Alasan tidak menggunakan hak pilih pada Pemilu Legislatif

Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid Tidak terdaftardalam daftar pemilih

tetap (DPT)

28 9.3 87.5 87.5

Tidak memiliki waktuyang cukup menuju

TPS

1 .3 3.1 90.6

TT/TM 3 1.0 9.4 100.0

Total 32 10.7 100.0

89,310,7

Grafik 9.4. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilu LegislatifTahun 2014

9,30,3

1

Grafik 9.5; Alasan tidak menggunakan hak pilih padaPemilu Legislatif

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap(DPT)Tidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

TT/TM

329

D.2. Penggunaan Hak Pilih

D.2.1. Alasan Tidak menggunakan Hak Pilih

Tabel 9.5. Alasan tidak menggunakan hak pilih pada Pemilu Legislatif

Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid Tidak terdaftardalam daftar pemilih

tetap (DPT)

28 9.3 87.5 87.5

Tidak memiliki waktuyang cukup menuju

TPS

1 .3 3.1 90.6

TT/TM 3 1.0 9.4 100.0

Total 32 10.7 100.0

Grafik 9.4. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilu LegislatifTahun 2014

Ya

Tidak

Grafik 9.5; Alasan tidak menggunakan hak pilih padaPemilu Legislatif

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap(DPT)Tidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

Page 330: Hasil Riset Provinsi NTB

330

D.2.2. Penggunaan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Tabel 9.6. Penggunaan Hak Pilih Pada Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid

Ya 263 87.7 87.7 87.7

Tidak 37 12.3 12.3 100.0

Total 300 100.0 100.0

87,7

Grafik 9.6. Penggunaan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden danWakil Presiden Tahun 2014

330

D.2.2. Penggunaan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Tabel 9.6. Penggunaan Hak Pilih Pada Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid

Ya 263 87.7 87.7 87.7

Tidak 37 12.3 12.3 100.0

Total 300 100.0 100.0

12,3

Grafik 9.6. Penggunaan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden danWakil Presiden Tahun 2014

330

D.2.2. Penggunaan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Tabel 9.6. Penggunaan Hak Pilih Pada Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid

Ya 263 87.7 87.7 87.7

Tidak 37 12.3 12.3 100.0

Total 300 100.0 100.0

Grafik 9.6. Penggunaan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden danWakil Presiden Tahun 2014

Ya

Tidak

Page 331: Hasil Riset Provinsi NTB

331

2. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Tahun2014

Tabel 9.7. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden Dan WakilPresiden

Frequency Percent Valid Percent CumulativePercent

Valid

Tidak terdaftar dalamdaftar pemilih tetap(DPT)

26 8.7 70.3 70.3

Tidak mengetahuiinformasi mengenaiPemilu Presiden danwakil presiden

1 .3 2.7 73.0

Tidak memiliki waktuyang cukup menujuTPS

5 1.7 13.5 86.5

Tidak ada calonPresiden dan wakilpresiden yang sesuaidengan aspirasi

2 .7 5.4 91.9

TT/TM 3 1.0 8.1 100.0

Total 37 12.3 100.0

8,7

Grafik 9.7. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih PadaPemilu Presiden Dan Wakil Presiden

331

2. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Tahun2014

Tabel 9.7. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden Dan WakilPresiden

Frequency Percent Valid Percent CumulativePercent

Valid

Tidak terdaftar dalamdaftar pemilih tetap(DPT)

26 8.7 70.3 70.3

Tidak mengetahuiinformasi mengenaiPemilu Presiden danwakil presiden

1 .3 2.7 73.0

Tidak memiliki waktuyang cukup menujuTPS

5 1.7 13.5 86.5

Tidak ada calonPresiden dan wakilpresiden yang sesuaidengan aspirasi

2 .7 5.4 91.9

TT/TM 3 1.0 8.1 100.0

Total 37 12.3 100.0

0,3

1,7

0,7

1

Grafik 9.7. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih PadaPemilu Presiden Dan Wakil Presiden

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap (DPT)

Tidak MengetahuiInformasi MengenaiPemilu Presiden dan WakilPresidenTidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

Tidak Ada Calon Presidendan Wakil Presiden YangSesuai Dengan Aspirasi

331

2. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Tahun2014

Tabel 9.7. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Presiden Dan WakilPresiden

Frequency Percent Valid Percent CumulativePercent

Valid

Tidak terdaftar dalamdaftar pemilih tetap(DPT)

26 8.7 70.3 70.3

Tidak mengetahuiinformasi mengenaiPemilu Presiden danwakil presiden

1 .3 2.7 73.0

Tidak memiliki waktuyang cukup menujuTPS

5 1.7 13.5 86.5

Tidak ada calonPresiden dan wakilpresiden yang sesuaidengan aspirasi

2 .7 5.4 91.9

TT/TM 3 1.0 8.1 100.0

Total 37 12.3 100.0

Grafik 9.7. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih PadaPemilu Presiden Dan Wakil Presiden

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap (DPT)

Tidak MengetahuiInformasi MengenaiPemilu Presiden dan WakilPresidenTidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

Tidak Ada Calon Presidendan Wakil Presiden YangSesuai Dengan Aspirasi

Page 332: Hasil Riset Provinsi NTB

332

D.2.3. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilukada Kota Bima Tahun 2013

Berbeda dengan pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan Pemilu Presiden dan

Wakil Presiden Tahun 2014, terhadap pertanyaan tentang penggunaan hak pilih pada

Pemilukada Kota Bima Tahun 2013, terdapat perubahan perilaku pemilih dari Pemilu

legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 banyak responden yang tidak menggunakan

hak pilih (tidak mencoblos). Sedangkan pada pemilukada Tahun 2013 yang tidak

menggunakan hak pilih dari total 100% responden hanya sebanyak 6.0 % tidak

menggunkan hak pilih. Meski jumlahnya tidak begitu besar, alasan tidak terdaftar dalam

DPT masih menjadi alasan dengan urutan teratas.

Tabel 9.8. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilukada Kota Bima

Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid Ya 282 94.0 94.0 94.0

Tidak 18 6.0 6.0 100.0

Total 300 100.0 100.0

94

Grafik 9.8. Penggunaan Hak Pilih dalamPemilukada Kota Bima Lalu

332

D.2.3. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilukada Kota Bima Tahun 2013

Berbeda dengan pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan Pemilu Presiden dan

Wakil Presiden Tahun 2014, terhadap pertanyaan tentang penggunaan hak pilih pada

Pemilukada Kota Bima Tahun 2013, terdapat perubahan perilaku pemilih dari Pemilu

legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 banyak responden yang tidak menggunakan

hak pilih (tidak mencoblos). Sedangkan pada pemilukada Tahun 2013 yang tidak

menggunakan hak pilih dari total 100% responden hanya sebanyak 6.0 % tidak

menggunkan hak pilih. Meski jumlahnya tidak begitu besar, alasan tidak terdaftar dalam

DPT masih menjadi alasan dengan urutan teratas.

Tabel 9.8. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilukada Kota Bima

Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid Ya 282 94.0 94.0 94.0

Tidak 18 6.0 6.0 100.0

Total 300 100.0 100.0

6

Grafik 9.8. Penggunaan Hak Pilih dalamPemilukada Kota Bima Lalu

332

D.2.3. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilukada Kota Bima Tahun 2013

Berbeda dengan pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan Pemilu Presiden dan

Wakil Presiden Tahun 2014, terhadap pertanyaan tentang penggunaan hak pilih pada

Pemilukada Kota Bima Tahun 2013, terdapat perubahan perilaku pemilih dari Pemilu

legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 banyak responden yang tidak menggunakan

hak pilih (tidak mencoblos). Sedangkan pada pemilukada Tahun 2013 yang tidak

menggunakan hak pilih dari total 100% responden hanya sebanyak 6.0 % tidak

menggunkan hak pilih. Meski jumlahnya tidak begitu besar, alasan tidak terdaftar dalam

DPT masih menjadi alasan dengan urutan teratas.

Tabel 9.8. Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilukada Kota Bima

Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid Ya 282 94.0 94.0 94.0

Tidak 18 6.0 6.0 100.0

Total 300 100.0 100.0

Grafik 9.8. Penggunaan Hak Pilih dalamPemilukada Kota Bima Lalu

Ya Tidak

Page 333: Hasil Riset Provinsi NTB

333

D.2.4. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilukada Kota Bima Tahun 2013

Tabel 9.9. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilukada Kota Bima

Frequency

Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap(DPT)

6 2.0 33.3 33.3

Tidak MengetahuiInformasi MengenaiMengenai Pemilukada

2 .7 11.1 44.4

Tidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

1 .3 5.6 50.0

Tidak Ada Calon KepalaDaerah Yang SesuaiDengan Aspirasi

3 1.0 16.7 66.7

Tidak Ada Calon KepalaDaerah Yang Visi-MisinyaJelas

1 .3 5.6 72.2

Tidak Ada Calon KepalaDaerah YangMemberikan Uang

2 .7 11.1 83.3

TT/TM 3 1.0 16.7 100.0

Total 18 6.0 100.0

0,7

1

Grafik 9.9. Alasan Tidak Menggunakan HakPilih Pada Pemilukada Kota Bima

333

D.2.4. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilukada Kota Bima Tahun 2013

Tabel 9.9. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilukada Kota Bima

Frequency

Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap(DPT)

6 2.0 33.3 33.3

Tidak MengetahuiInformasi MengenaiMengenai Pemilukada

2 .7 11.1 44.4

Tidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

1 .3 5.6 50.0

Tidak Ada Calon KepalaDaerah Yang SesuaiDengan Aspirasi

3 1.0 16.7 66.7

Tidak Ada Calon KepalaDaerah Yang Visi-MisinyaJelas

1 .3 5.6 72.2

Tidak Ada Calon KepalaDaerah YangMemberikan Uang

2 .7 11.1 83.3

TT/TM 3 1.0 16.7 100.0

Total 18 6.0 100.0

2

0,7

0,3

10,3

0,7

Grafik 9.9. Alasan Tidak Menggunakan HakPilih Pada Pemilukada Kota Bima

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap(DPT)Tidak MengetahuiInformasi MengenaiMengenai PemilukadaTidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

Tidak Ada Calon KepalaDaerah Yang SesuaiDengan AspirasiTidak Ada Calon KepalaDaerah Yang Visi-Misinya Jelas

333

D.2.4. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilukada Kota Bima Tahun 2013

Tabel 9.9. Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilukada Kota Bima

Frequency

Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap(DPT)

6 2.0 33.3 33.3

Tidak MengetahuiInformasi MengenaiMengenai Pemilukada

2 .7 11.1 44.4

Tidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

1 .3 5.6 50.0

Tidak Ada Calon KepalaDaerah Yang SesuaiDengan Aspirasi

3 1.0 16.7 66.7

Tidak Ada Calon KepalaDaerah Yang Visi-MisinyaJelas

1 .3 5.6 72.2

Tidak Ada Calon KepalaDaerah YangMemberikan Uang

2 .7 11.1 83.3

TT/TM 3 1.0 16.7 100.0

Total 18 6.0 100.0

Grafik 9.9. Alasan Tidak Menggunakan HakPilih Pada Pemilukada Kota Bima

Tidak Terdaftar DalamDaftar Pemilih Tetap(DPT)Tidak MengetahuiInformasi MengenaiMengenai PemilukadaTidak Memiliki WaktuYang Cukup Menuju TPS

Tidak Ada Calon KepalaDaerah Yang SesuaiDengan AspirasiTidak Ada Calon KepalaDaerah Yang Visi-Misinya Jelas

Page 334: Hasil Riset Provinsi NTB

334

D.3. Pertimbangan Memilih Pada Pileg, Pilpres dan Pemilukada

Pada pertayaan pertimbangan masyarakat dalam mengikuti pemiihan umum terdapat

beragam alasan pertimbangan masyarakat. Pertimbangan objektif seperti kemampuan dan

kepribadian kandidat (calon) menempati urutan teratas dengan persentase 37,9% atau 30

orang responden dari total 300 sampel. Sementara berdasarkan pertimbangan objektif lain

yaitu track record/rekam jejak calon, menempati urutan ketiga sebesar 18,4% yang diikuti

pertimbangan latar belakang profesi/pekerjan kandidat (calon) sebesar 10.6%. Diluar

pertimbangan objektif pemilih, memilih dengan pertimbambangan karena memiliki

hubungan keluarga, latar belakang kesamaan identitas kesukuan menempati posisi kedua

sebesar 20,2%. Hal ini terbilang wajar mengingat ikatan emosional kekeluargaan

merupakan identitas pengikat yang paling dasar dalam sistem sosial. Adapun responden

yang memilih calon kandidat tertentu karena dipengaruhi oleh anak, saudara dan tetangga

di lingkungannya sebesar 9,6%, kemudian repsonden yang mengaku memilih karena dipaksa

oleh tokoh masyarakat di lingkungannya sebesar 2.0% dan memilih karena pertimbangan

menerima pemberian uang/sembako dll dari calon/partai/ tim suksesnya mempati urutan

bawah yaitu 1,1%.

Terhadap pertanyaan tentang pengetahuan atau informasi yang diperoleh masyarakat

tentang adanya bantuan, hadiah, sumbangan dll dari kandidat (grafik dan tabel 11), lebih

dari setengah responden (55%) mengaku mengetahui bahwa ada praktik pemberian uang

atau hadiah dan lain-lain untuk mempengaruhi perilaku pemilih dan 41% responden

mengaku tidak mengetahui informasi tentang hal tersebut dan sisanya 4% memilih untuk

tidak menjawab. Melalui pertanyaan terbuka, responden diminta untuk menceritakan

bentuk dari pada praktik bantuan, hadiah, sumbangan dll yang mereka ketahui seperti

ditunjukan pada grafik dan tabel 12 yaitu dalam bentuk uang (fresh money) berada diurutan

teratas sebesar 48%, dalam bentuk sembako sebanyak 31%, pemberian dalam bentuk baju

10,3% dan pemberian lainnya (seperti kursi plastik,dll) sebesar 8,3%. Adapun yang

memberikan dalam bentuk hewan peliharaan sebesar 2% dan voucher belanja 1%.

Sikap yang ditunjukan masyarakat terhadap calon/kandidat tertentu yang memberikan

sumbangan/bantuan/hadiah berupa uang, dll ditunjukan secara beragam seperti pada tabel

Page 335: Hasil Riset Provinsi NTB

335

dan grafik nomor 13 yaitu 32% menyatakan sikap independennya dengan tidak menerima

pemberian hadiah/bantuan/uang dll dan tidak memilih candidat/calon yang melakukan

praktek money politik. Jika urutan teratas masyarakat menyatakan sikap independennya,

namun tidak demikian pada urutan kedua yang lebih pragmatis atau mudah terpengaruh

dengan politik uang dan politik bantuan dari kandidat/calon yaitu sebesar 24% responden.

Pada urutan ketiga sebesar 19,3% reponden lebih menunjukan sikap selektif untuk

menerima uang/bantuan/hadiah dari calon/kandidat yang diinginkan oleh mereka sendiri.

Sementara itu sebesar 7,7% responden menunjukan sikap “lebih pintar” yaitu tetap

menerima bantuan/uang/hadiah dll meski tidak memilih calon atau kandidat tersebut.

Pada grafik dan tabel 14 data menujukan terdapat 13,7% dari 300 orang responden

yang diwawancarai menyatakan menerima bantuan dari para calon/ kandidat dan sebanyak

68,7% menjawab tidak menerima bantuan/ uang/ hadiah, dll serta 17,7% responden

memilih untuk tidak menjawab atau tidak mengetahui. Terhadap pertanyaan lanjutan

apakah bantuan/ hadiah/ uang dll mempengaruhi pilihan masyarakat (grafik dan tabel 15)

sebanyak 21,7% responden menjawab bahwa bantuan/ uang/ hadiah yang diberikan

mempengaruhi pilihan mereka. Sementara itu sebesar 66,0% menyatakan tidak

terpengaruhi oleh politik bantuan atau politik uang.

Atas pertanyaan lanjutan tentang money politik dan sejenisnya, responden ditanyakan

mengenai reaksi mereka apabila mendapat bantuan/ uang/ hadiah dll dari dua atau lebih

calon/ kandidat dan apabila mendapat hadiah/ bantuan/ aauang dalam nomianal atau

jumlah yang sama, maka bagaimana masyarakat menyikapi masalah tersebut (tabel dan

grafik 16 dan 17). Sebanyak 11,3% respoden menjawab mencoblos kandidat atau calon

dengan bantuan/ hadiah/ uang terbanyak. 75,5% mengatakan tidak terpengaruh oleh

pemberian kandidat dengan alasan pertimbangan yang lain. Sementara itu, sebanyak 6,7%

dalam posisi dilematis mengaku mencoblos semua kandidat atau calon yang memberikan

hadiah/sumbangan/ uang dan sebanyak 6,3% menyikapi posisi dilematisnya dengan

bersikap abstain atau tidak memilih/ mencoblos. Scor yang kuang lebih hampir sama dengan

pertanyaan apabila mendapat bantuan/ hadiah/ uang dengan nominal yang sama dari

banyak kandidat. Sebesar 13,0 responden menjawab mencoblos semua nama/ gambar

Page 336: Hasil Riset Provinsi NTB

336

kandidat yang memberikan uang/ bantuan/ hadiah, 11,3% memilih untuk tidak mencoblos

atau abstain dan sebanyak 75% responden menjawab tidak terpengaruh oleh bantuan/

hadiah/ uang yang diberikan dengan alasan pertimbangan yang lain.

Meski tidak begitu besar dan bukan sebagai variable tunggal, politik uang/ politik

bantuan mempengaruhi banyaknya kertas suara rusak. Posisi dilematis masyarakat akan

money politik dari semua candidat/ calon membuat masyarakat mengambil sikap untuk

abstain atau tidak melakukan pencoblosan dan atau memutuskan untuk mencoblos semua

kandidat/ calon yang memberikan uang/ bantuan/ hadiah dll.

Tabel 9.10. Pertimbangan Memilih Pada Pileg, Pilpres, Pemilukada Lalu

Frequency Percent ValidPercent

CumulativePercent

Valid

Hubungankeluarga/suku dengancalon

57 19.0 20.2 20.2

Track record/rekamjejak dari calon

52 17.3 18.4 38.7

Latar belakang profesi/pekerjaan calon

30 10.0 10.6 49.3

Kemampuan dankepribadian calon

107 35.7 37.9 87.2

Menerima pemberianuang/sembako dll daricalon/partai/ timsuksesnya

3 1.0 1.1 88.3

Diberi masukan/sarandari sanaksaudara/tetangga disekitar

27 9.0 9.6 97.9

Dipaksa/ dipengaruhioleh tokoh masyarakatdi lingkungan anda

6 2.0 2.1 100.0

Total 282 94.0 100.0

Tidak memilih 18 6.0

Total 300 100.0

Page 337: Hasil Riset Provinsi NTB

337

35,7

1

9

2 6

Grafik 9.10. Alasan Memilih PadaPileg, Pilpres, Pemilukada Lalu

337

19

17,3

10

Grafik 9.10. Alasan Memilih PadaPileg, Pilpres, Pemilukada Lalu

Hubungan keluarga/suku dengancalon

Track record/rekam jejak daricalon

Latar belakang profesi/ pekerjaancalon

Kemampuan dan kepribadiancalon

Menerima pemberianuang/sembako dll daricalon/partai/ tim suksesnyaDiberi masukan/saran dari sanaksaudara/tetangga di sekitar

Dipaksa/ dipengaruhi oleh tokohmasyarakat di lingkungan anda

Tidak memilih

337

Hubungan keluarga/suku dengancalon

Track record/rekam jejak daricalon

Latar belakang profesi/ pekerjaancalon

Kemampuan dan kepribadiancalon

Menerima pemberianuang/sembako dll daricalon/partai/ tim suksesnyaDiberi masukan/saran dari sanaksaudara/tetangga di sekitar

Dipaksa/ dipengaruhi oleh tokohmasyarakat di lingkungan anda

Page 338: Hasil Riset Provinsi NTB

338

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari buku :

Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, Cet.Keenam, September 2006, hal 7-9

Anthony Down, An Ecnomic Theory Of Political Action In A Democracy, at The Journal ofPolitical Economy, Volume 65, Issue 2. US: 1957. Hal. 140

Budiardjo, Miriam. “DASAR-DASAR ILMU POLITIK”. JAKARTA,2008.

Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-Teori, Instrumen dan Metode. Jakarta:Friedrish-Naumann-Stiftung fur die Freiheit. 2008. hal. 48

Fransiskus Sudiarsis (ed), dalam Deny JA, Memperkuat Pilar Kelima, Pemilu 2004 dalamTemuan Survei LSI, LkiS, Jogjakarta, Agustus, 2006, hal.ix

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta,Cet,. Kesepuluh 2003, hal. 63.

Hans-Dieter Klingemann dkk, Partai, Kebijakan dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Jogjakarta,Maret 2000, hal 8

Joanes Joko dan Esti Wulandari, Pemilu 2004 Sebuah Tinjauan Kritis, Solo, 2004, hal 10

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, Cet.Duapuluh Edisi Revisi, 2004, hal. 6

Kusnardi, Moehamad et al.ILMU NEGARA. JAKARTA, 1988.

Marijan, Kacung. SISTEM POLITIK INDONESIA. JAKARTA, 2010.

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cet.Keduapuluh dua, Agustus 2002, hal 161

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, Cetkeempat, 1999, hal.140

Ritzer, George & Goodman, Douglas J, (2004). Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Prenada Media

Roth, Op.Cit hal. 49. Kutipan dari Buku karya Anthony Down, Economic Theory of Democracy,New York 1957

Page 339: Hasil Riset Provinsi NTB

339

Saiful Munjani, R. William Liddle, Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat, Jakarta: Mizan Publika.2012. hal 98

Tim Kontras, Pemilu dan Kebebasan Sipil dalam Mempertimbangkan Pemilu Aceh di BawahDarurat Militer, Kontras, Maret 2004, hal. 9

Sumber Non Buku :

Kompas, Kamis, 26 Februari 2004

Sinar Harapan, Kamis 12 September 2002

_____ , PDIP Incar Pemilih Pemula 2009, Antara News, Kamis 17 Januari 2008

_____ , Coblosan Pilkada Dimulai, www.pemilu-online.com, 5 November 2007

_____ , Eddy-Budi Pemenang Pilkada, www. pemilu-online.com, 16 November 2007

PP No 6 Tahun 2005 tenang Pemilihan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah danWakil Kepala Daerah

http://www.in-christ.net/files/favicon.gif

http://lanskap-artikel.blogspot.com/2008/10/memahami-eksistensi-golput-dalam.html

http://www.infoskripsi.com/Free-Resource/Konsep-Perilaku-Pengertian-Perilaku-Bentuk-

Perilaku-dan-Domain-Perilaku.html

http://leo4kusuma.blogspot.com/2008/12/tentang-golput-1-pengertian-secara-umum.html

Page 340: Hasil Riset Provinsi NTB

340

BAB X

PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILUFiguritas, Tokoh Panutan, Dan Kemandirian Pemilih

Analisa Penelitian Partisipasi Memilih di Kel. Pancor Lombok Timur Tahun 2015

M. Saleh * Musa Al Hadi * TaharuddinZinurrain * M.Lutfi Sarifudin

A. Pengantar

Apakah partisipasi memilih merupakan satu-satunya bentuk dari partisipasi politik

masih menjadi perdebatan di kalangan sarjana ilmu politik. Bagi sebagian kalangan

partisipasi memilih (voting) hanya salah satu dari sekian banyak bentuk partisipasi politik.

Ada banyak bentuk partisipasi yang bisa dilakukan warganegara, baik yang umum dan biasa

sampai yang ekstrem sekalipun. Warganegara yang ikut serta dan memperhatikan gosip

berita tentang politik dan pemerintahan termasuk telah melaksanakan partisipasi politik. Pun

yang paling ekstrem misalnya melakukan kudeta atas pemerintahan yang sah termasuk

berpartisipasi dalam politik. Sedangkan bagi yang lain partisipasi kemudian berarti bertindak

(to act) sehingga bincang-bincang tidak termasuk dalam partisipasi. Dan kemudian tingkat

partisipasi politik mencapai puncaknya ketika pemilihan umum. Maka dipersempit partisipasi

memilih merupakan partisipasi politik utama warganegara. (Saiful Mujani. R. William Liddle,

Kusrido Ambardi, 2011)

Studi perilaku memilih (voting behavior) berkisar pada empat pertanyaan, (1)

Mengapa seorang memilih partai tertentu dan bukan partai lainnya; (2) Mengapa seseorang

memilih kandidat tertentu dan bukan lainnya; (3) Mengapa seseorang bersetia memilih satu

partai dari pemilu ke pemilu; (4) sementara ada pemilih yang berganti-ganti pilihan pada tiap

kali pemilu.

Secara garis besar ada dua mazhab besar yang dipakai dalam penelitian tentang perilaku

pemilih, yaitu pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis (Josef Kristiadi, 1993).

Pendekatan sosiologis dipelopori oleh Biro Penerapan Ilmu Sosial Universitas Columbia

(Colombia University Bureau of Applied Science). Berdasar inilah pendekatan sosiologis dalam

Page 341: Hasil Riset Provinsi NTB

341

studi voting disebut juga sebagai mazhab Colombia atau Kelompok Colombia. Dalam karya-

karya yang diterbitkan kelompok ini diungkapkan bahwa perilaku politik seseorang terhadap

partai politik tertentu dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti sosial ekonomi,

afiliasi etnik, tradisi keluarga, keanggotaaan terhadap organisasi, usia, jenis kelamin,

pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain.

Pendekatan Psikologis dipelopori oleh Pusat Penelitian dan Survei Universitas

Michigan (University of Michigan’s Survey Research Centre). Karena itulah studi voting yang

menggunakan pendekatan psikologis dikenal juga sebagai mazhab Michigan atau Kelompok

Michigan. Pendekatan ini sekurang-kurangnya dimaksudkan untuk melengkapi pendekatan

sosiologis yang kadang-kadang dari segi metodologis agak sulit menentukan kriteria

pengelompokan masyarakat. Selain itu, ada kecenderungan bahwa semakin lama dominasi

kelas tertentu terhadap partai politik tertentu tidak lagi mutlak.

Pendekatan psikologis yang awalnya dikembangkan di Amerika memusatkan pada

tiga aspek, yakni keterikatan seseorang dengan partai politik, orientasi seseorang kepada

para calon presiden maupun anggota parlemen, dan orientasi seseorang terhadap isu-isu

politik. Misalnya, kalau seseorang mempunyai kecenderungan mengidentifikasikan diri

dengan Partai Demokrat, dan kemudian terpikat isu-isu dan kandidat, maka dalam pemilu

akan memilih Partai Demokrat.Inti pendekatan psikologis adalah identifikasi seseorang

terhadap partai tertentu yang kemudian akan mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap

para calon dan isu-isu politik yang berkembang. Kekuatan dan arah identifikasi kepartaian

adalah kunci dalam menjelaskan sikap dan perilaku pemilih.

Untuk menjelaskan perilaku memilih di Kelurahan Pancor penelitian ini menetapkan

figuritas, visi peserta pemilu, pemimpin opini, partai politik, media, dan keinginan sendiri

sebagai faktor independen. Tiga kali pelaksanaan pemilihan; Pemilihan Kepala Daerah tahun

2013, Pemilihan Legislatif tahun 2014, dan Pemilihan Presiden tahun 2014 menjadi bahan

kajian dalam menentukan faktor yang menentukan perilaku memilih di Kelurahan Pancor.

Masalah figuritas peserta pemilu menjadi salah satu penjelasan perilaku memilih di

Indonesia. Penelitian yang diadakan Saiful Mujani dan William Liddle menunjukan

Page 342: Hasil Riset Provinsi NTB

342

pentingnya faktor figur pemimpin partai dalam perilaku memilih pasca Orde Baru. Pemilih

kemudian mendukung PDI-P karena faktor Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum

partai. Begitu pula dengan PAN dengan Amien Rais, mantan Ketua Umum Muhammadiyah

organisasi terbesar kedua di Indonesia, PKB dengan Gus Dur, bekas Ketua Umum Nahdlatul

Ulama (NU), organisasi islam terbesar di Indonesia. Dan yang terakhir munculnya Partai

Demokrat dengan SBY dan Partai Gerindra dengan Prabowo Subianto. Mereka memilih

pemimpin partai, bukan partainya.

Hal ini dengan jelas dapat dilihat pada pelaksanaan pemilukada. Penelitian yang

dilakukan Bafadal (2009) peran partai politik sangat minimal, dan digantikan oleh kelompok

yang disebut tim sukses atau nama lain. Pemenang pemilukada tidak jarang dari pasangan

yang didukung koalisi partai dengan suara minimal, bahkan pasangan yang maju melalui jalur

independen. Tidak ada korelasi antara dukungan pada partai politik dengan dukungan pada

pasangan calon dalam pemilukada. Pemilih memilki kebebasan relatif dan tidak terikat pada

dukungan partai politik. Berdasarkan hal ini kemudian peran partai politik dalam

menentukan pasangan calon yang didukung pemilih kemudian kecil sekali, bahkan lebih pada

level yang lebih buruk, tidak ada sama sekali.

Perilaku pemilih yang otonom juga dijelaskan oleh Leo Agustanto (2009), pada

pemilukada pemilih menjadi swinging voters. Maksudnya bisa saja pada tahun ini seorang

pemilih mendukung pasangan X dan bukan pasangan Y namun lima tahun berikutnya ia akan

mendukung pasangan Y bergantung pada apa yang ditawarkan oleh peserta pemilukada

tersebut. Dengan ringan dan gampangnya pemilih kemudian berpindah-pindah dari satu

pasangan ke pasangan lain. Ini bukan hanya khas indonesia tetapi merupakan gejala pemilih

di negara berkembang, ketika angka masa mengambang (floating mass) dan pemilih berayun

(swinging voters) masih sangat tinggi.

Bila demikian muncul pertanyaan, apakah dengan demikian visi dan misi peserta

pemilu begitu penting? Leo Agustanto (2009) membantahnya. Pemilih dipandang tidak

mementingkan program peserta pemilu. Mereka berpikir pragmatis, apa yang bisa

didapatkan dengan cepat dari peserta pemilu. Bagi pemilih, belum tentu program yang

dijanjikan peserta pemilu akan mampu direalisasikan dalam kepemimpinannya nanti. Maka

Page 343: Hasil Riset Provinsi NTB

343

dari itu peserta pemilu kemudian menjawabnya dengan menyajikan kampanye dengan

model pembagian sembako, kaos, bahkan dengan membagikan uang dalam jumlah tertentu.

Kampanye yang dialogis dan intelek dipandang tidak akan mampu menyenangkan dan

merebut hati pemilih. Peserta pemilu hanya mengikuti pola pikir masyarakat yang jangka

pendek.

Padahal salah satu tujuan pemilihan langsung adalah menipiskan peluang terjadinya

politik uang. Sebagaimana disampaikan Joko J. Prihatmoko (2005) pemilukada merupakan

ikhtiar untuk menipiskan praktik politik uang. Jika dipilih oleh DPRD maka politik uang sulit

untuk dihindarkan, peserta pemilihan akan memberi uang kepada anggota DPRD untuk

memilihnya. Dengan pemilihan langsung politik uang tidak akan efektif karena calon pemberi

uang tidak mudah melakukan kontrol. Apalagi mekanisme pengawasan pemilukada

dilakukan secara ketat oleh lembaga tersendiri (Panitia Pengawas/panwas). Masyarakat bisa

bersaksi jika terjadi politik uang.

Mengenai fenomena politik uang, Adjie Alfaraby – Peneliti Senior Lingkaran Survei

Indonesia – menyampaikan toleransi masyarakat terhadap politik uang masih sangat tinggi.

Meskipun tiap daerah tingkat toleransinya berbeda-beda namun umumnya masih menjadi

gejala umum dalam pemilu. Hal ini yang membuat persepsi mahalnya biaya menjadi peserta

pemilu. Strategi memenangkan pemilu diasumsikan dengan menyiapkan segunung uang,

dukungan banyak partai politik, dan semaraknya kampanye yang mahal.

Salah satu faktor penting dalam partisipasi politik masyarakat berkaitan dengan

keberadaan elit. Sebagaimana dijelaskan Haryanto (2005), elit merupakan anggota

masyarakat yang mempunyai keunggulan daripada masyarakat lain. Dalam setiap cabang

kehidupan selalu muncul kelompok elit ini. Dalam mengendalikan partisipasi politik

masyarakat ada dua sifat perilaku yang mungkin dilakukan oleh elit. Partisipasi politik yang

sifatnyamobilisir atau dikerahkan terjadi apabila elit mengadakan upaya-upaya untuk

melibatkan massa ke dalam aktivitas-aktivitas politik. Sementara itu partisipasi politik yang

sifatnya mandiri atau sukarela terjadi apabila elit hanya menganjurkannya atau menghimbau

agar massa melakukan aktivitas-aktivitas politik. Dalam partisipasi politik yang sifatnya

mandiri, elit tidak mempunyai kemampuan dan sekaligus juga tidak mempunyai kemauan

Page 344: Hasil Riset Provinsi NTB

344

untuk melakukan tindakan pemaksaan atau penindasan agar massa melakukan aktivitas-

aktivitas politik.

Partai Politik merupakan entitas yang tidak dapat dipisahkan dari sistem demokrasi

dan pemilu sebagai mekanisme penyertanya. Keikutsertaan dalam pemilu merupakan salah

satu ciri khas dari partai politik. Sebagaimana disampaikan oleh Sigit Pamungkas (2011)

partai politik didefiniskan sebagai sebuah organisasi untuk memperjuangkan nilai atau

ideologi tertentu melalui penguasaan struktur kekuasaan dan kekuasaan itu diperoleh

melalui keikutsertaan dalam pemilihan umum. Partai politik berbeda dengan organisasi

sosial dan organisasi ekonomi. Partai politik didirikan bukan untuk memberi pelayanan sosial

dan amal, bukan pula untuk meraih keuntungan ekonomi. Partai politik didirikan untuk

meraih kekuasaan dan memperjuangkan ideologi yang dianutnya. Partai politik juga berbeda

dengan kelompok kepentingan yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah namun

tidak berusaha untuk meraih jabatan-jabatan publik.

Peran ideologis partai politik dipertanyakan oleh Guno Tri Tjahjoko (2011).

Penelitian yang dilakukannya di Malang Raya menunjukan partai politik telah bergeser jauh

dari peran ideologis menjadi peran karikatif sebagaimana organisasi sosial. Alih-alih

menguatkan ideologi bagi para kader dan pemilihnya, partai politik kemudian lebih

mengambil peran memberikan banyak sumbangan pada pemilih baik secara organisasi

maupun pribadi kader. Perilaku seperti ini dipandang lebih menarik bagi pemilih daripada

pembinaan ideologis. Program partai pun terkesan pragmatis dan dalam usaha untuk

begerak ke tengah menjangkau pemilih yang lebih heterogen. Pada akhirnya hubungan

antara partai dengan pemilih lebih bersifat transaksional dan mencapai puncaknya

menjelang pelaksanaan pemilihan.

Terkait dengan peran media massa dalam politik di Indonesia, Kacung Marijan

(2010) menjelaskan ada empat pola. Pertama, apa yang disampaikan media massa

sesungguhnya hanya mengabarkan apa yang terjadi di dalam masyarakat, tidak ada agenda

tersembunyi. Kedua, media tidak dapat menentukan apa yang dipikirkan tetapi dapat

mempengaruhi apa yang dipikirkan. Ketiga, media massa mempengaruhi pikiran dengan

menentukan fokus pada suatu kejadian sehingga mempengaruhi penafsiran dari pemirsa.

Page 345: Hasil Riset Provinsi NTB

345

Dan terakhir media memiliki pengaruh langsung pada sikap dan perilaku seseorang termasuk

di dalamnya perilaku politik. Media tidak hanya mereflesikan realitas melainkan memiliki

pengaruh terhadap realitas itu termasuk di dalamnya memberikan makna pada realitas.

Pemilih pun dapat bertindak secara otonom untuk menyatakan dukungannya pada peserta

pemilu. Sebagaimana disampaikan Aulia A. Rachman (2006) pemilih dapat dikategorikan

menjadi tiga. Pertama, pemberi suara rasional yaitu pemilih yang memiliki pertimbangan

sendiri dalam mendukung dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Pemilih jenis ini akan

konsisten mendukung peserta yang sama ketika diberikan pilihan yang sama pada masa yang

berbeda. Kedua, pemberi suara reaktif yaitu pemilih yang mendasarkan diri pada

pertimbangan jangka panjang yang biasa berupa atribut sosial dan demografis seperti

pekerjaan, pendidikan, agama, ras, tempat tinggal dan sebagainya. Ketiga, pemberi suara

responsif yaitu pemberi suara yang kerap berpindah-pindah dukungan dan mendasarkan

pada kepentingan jangka pendek sesuai dengan program dan janji kampanye peserta pemilu.

B. Tiga Pemilu Tiga Pemenang

Untuk menjelaskan perilaku memilih di Kelurahan Pancor penelitian ini

menggunakan pelaksanaan tiga pemilu di tingkat lokal. Definisi pemilu di tingkat lokal tidak

hanya bermakna pemilu pada tingkatan lokal seperti pemilihan kepala daerah tetapi juga

pemilu nasional yang terjadi di lokal Lombok Timur. Tiga pemilu yang dimaksud terdiri atas

Pemilihan Umum Kepala Daerah Lombok Timur (Pemilukada Lotim) yang berlangsung tahun

2013, Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014.

Pemilukada Lotim 2013 diikuti oleh empat pasangan calon, yaitu Sukiman Azmy dan

Syamsul Lutfi (SUFI), Ali Bin Dahlan dan Khairul Warisin (ALKHAER), Abdul Wahab dan Lale

Yaqutunnafis (WALY), serta Usman Fauzi dan Ichwan Sutrisno (MAFAN). Dua pasangan yang

diramalkan akan bersaing dengan ketat yaitu SUFI yang didukung oleh NW PANCOR dan

mayoritas partai politik di Lombok Timur serta selaku petahana, dan ALKHAER yang mana Ali

BD merupakan bupati periode 2003-2008 dan peserta Pemilukada Lotim tahun 2008 dan kali

ini muncul sebagai calon independen. Sementara pasangan WALY dianggap sebagai

pasangan yang bisa saja muncul sebagai kejutan karena didukung oleh NW ANJANI.

Page 346: Hasil Riset Provinsi NTB

346

Pemilukada berlangsung satu putaran dimenangkan oleh ALKHAER dengan selisih suara yang

sedikit saja sebagaimana Tabel di bawah ini:

Sebagaimana pemilu nasional, pileg 2014 di Lombok Timur diikuti oleh dua belas

partai politik. Pada pileg tahun 2014 Partai Demokrat yang didukung NW Pancor berhasil

meraih suara terbanyak, dengan menempatkan 6 (enam) orang kadernya di DPRD Lombok

Timur. Kesuksesan Partai Demokrat sebagai pemenang pileg tidak dapat dilepaskan dari

dukungan NW PANCOR, dan kemudian berhasil menempatkan kadernya, Khairul Rizal,

sebagai Ketua DPRD Lotim. Sebelumnya, Khairul Rizal adalah anggota legislatif dari Partai

Keadilan Sejahtera (PKS) dan menjadi Wakil Ketua DPRD. Selain sebagai politikus, dirinya juga

dikenal sebagai suami dari Siti Rohmi Djalilah, Ketua DPRD Lotim sebelumnya dan juga kakak

kandung dari TGB Zainul Majdi, Ketua Partai Demokrat NTB sekaligus tokoh sentral NW

PANCOR. Partai politik lain mendapatkan perolehan suara secara merata, dan tidak ada

partai yang dominan sebagaimana Tabel di bawah ini:

Page 347: Hasil Riset Provinsi NTB

347

Pileg 2014 diikuti oleh dua pasangan calon, yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa

(PRAHARA) dan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JOKOWI-JK). PRAHARA didukung oleh partai yang

tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP), yaitu Partai Gerindra, Partai Golkar, PPP, PKS,

PAN, dan PBB. Sementara JOKOWI-JK didukung oleh partai dalam Koalisi Indonesia Hebat

(KIH), yaitu Partai NASDEM, PKB, PDIP, Partai HANURA, dan PKPI. Partai Demokrat pada pileg

ini memilih sebagai ‘penyeimbang’ sehingga kader-kadernya terpecah pada dua kubu yang

berseberangan. Untuk lokal Lombok Timur, Pilpres dimenangkan oleh PRAHARA dengan

selisih suara yang cukup jauh. Faktor apakah yang menjadi penentu kemenangan belum

diketahui pasti. Faktanya NW PANCOR mendukung PRAHARA sementara NW ANJANI terlihat

lebih mendukung pasangan JOKOWI-JK sebagaimana Tabel dibawah ini :

C. Penjelasan Alternatif tentang Perilaku Memilih di Pulau Lombok

Terdapat semacam keyakinan selama ini bila perilaku memilih di Lombok Timur

khususnya, dan Lombok secara umumnya dipengaruhi oleh faktor pemimpin opini. Lebih

spesifik pemimpin opini diperankan oleh tokoh agama – di Pulau Lombok disebut dengan

Tuan Guru. Dengan pandangan seperti ini maka tiap kali pemilihan yang terjadi adalah

perebutan atau saling klaim mendapatkan dukungan dari Tuan Guru. Tidak jarang seorang

Tuan Guru kemudian diklaim oleh lebih dari peserta pemilihan. Logika yang dibangun, bila

Tuan Guru sudah mendukung maka akan diikuti oleh pengikut (jamaah) yang jumlahnya

begitu banyak dan tersebar di Pulau Lombok.

Tuan Guru utama yang begitu berpengaruh adalah Maulanasyekh Tuan Guru

Zainuddin Abdul Madjid, pendiri dan pemimpin utama organisasi Nahdatul Wathan (NW).

Kariernya sebagai pemuka agama dan politisi begitu cemerlang. Pernah menjadi pemimpin

Page 348: Hasil Riset Provinsi NTB

348

utama Masyumi untuk Sunda Kecil dan kemudian berpindah mendukung Partai Golkar sejak

Orde Baru. Selain karier pribadi, kecermelangan juga ditunjukan dengan keberhasilan

mengembangkan NW ke seluruh Nusantara. Meskipun hubungan dengan berbagai madrasah

yang tersebar bersifat pribadi kultural, tidak ditangani secara formal organisatoris

sebagaimana Muhammadiyah. Meskipun pada alumni berbagai sekolah NW yang dijuluki

arbituren terdapat potongan dari gaji yang diperoleh sebagai bentuk terima kasih dan

memelihara hubungan dengan organisasi.

Sepeninggal Maulanasyekh, NW tetap menjadi salah satu faktor utama dalam

menjelaskan politik di Lombok. Dalam politik pemerintahan formal, perannya kemudian

dilanjutkan oleh Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, yang menjadi Gubernur NTB selama dua

periode sejak tahun 2008. Sebelumnya ia sempat menduduki jabatan sebagai anggota DPR

sejak tahun 2004 mewakili Partai Bulan Bintang (PBB). Kadernya yang lain, Syamsul Lutfi dan

Gde Syamsul menjadi anggota DPR sejak tahun 2014 masing-masing mewakili Partai

Demokrat dan Partai Hanura. Sebelumnya Syamsul Lutfi menjadi Wakil Bupati Lombok Timur

tahun 2008-2013.

Lalu Mujiharta (2005) mengadakan penelitian yang bermaksud untuk menemukan

tentang keterlibatan tuan guru (TG) dalam politik, terutama di Kabupaten Lombok Tengah.

Penelitian ditujukan pada perilaku TG pasca reformasi dengan membandingkannya dengan

pengalaman Orde Baru (orba). Pentingnya penelitian tentang pergeseran orientasi politik TG

karena memiliki pengaruh signifikan terhadap hasil pemilu. Menurut Mujiharta, pergeseran

orientasi politik TG memilki pengaruh terhadap perolehan suara dalam pemilu. Dalam

penelitian ditemukan telah terjadi pergeseran orientasi perjuangan tuan guru dalam

kaitannya dengan politik. Pada suasana totaliter orba, tuan guru tidak punya pilihan politik

lain dengan mendukung Golkar. Orientasi politik pada masa itu ialah untuk menyelamatkan

eksistensi pondok pesantren atau lembaga pendidikan lain di bawah pimpinannya. Tanpa

mendukung Golkar, akan banyak ditemui kesulitan baik dari birokrasi pendidikan maupun

pendanaan. Pasca keterbukaan terjadi pergeseran orientasi politik. Dengan sistem

“multipartai sederhana”, memberikan kelonggaran bagi TG untuk memilih salah satu dari

sekian banyak partai sebagai afiliasi politiknya. Sistem dan suasana keterbukaan

Page 349: Hasil Riset Provinsi NTB

349

menyebabkan terjadinya pergeseran dari mempertahankan eksistensi lembaga menjadi

harapan untuk meraih kekuasaan. Ditambahkan, pergeseran orientasi juga ditunjukan

dengan makin terlibatnya tuan guru dalam perebutan beberapa jabatan dalam

pemerintahan, terutama posisi anggota legislatif. Keterlibatan TG dalam politik ditujukan

untuk menghindarkan adanya eksploitasi dan pemanfaatan keberadaannya untuk

pemenangan pemilu oleh para politikus.

Penelitian yang dilakukan Bafadal dan Bambang Eka Cahyo Widodo (2005) mengenai

peningkatan peroleh suara Partai Bulan Bintang pada Pemilihan Legislatif tahun 2004 di

Kabupaten lombok Timur menemukan pentingnya peran TG. Peningkatan peroleh suara PBB

tahun 2004 disebabkan tiga faktor; (1) struktur kepengurusan partai di tingkat lokal yang

mengakomodir Pengurus NW, (2) Kandidat dalam daftar calon yang banyak terdiri dari

mereka yang selama ini dikategorikan sebagai tokoh NW, dan (3) isu kampanye berupa

penegakan syariat Islam yang menarik perhatian para pemilih. Selain yang telah disebutkan

sebelumnya, faktor utama yang menyebabkan peningkatan perolehan suara PBB pada

Pemilu 2004 di Kabupaten Lombok Timur adalah dukungan dari NW. Pesona Tuan Guru

Zainul Majdi, sebagai Ketua Dewan Tanfidziah NW, mampu menarik simpati dari jamaah NW,

maupun dari masyarakat luas. Sistem patriarkhi yang masih kental dalam masyarakat

Lombok Timur menempatkan sosok Tuan Guru sebagai tokoh agama yang dijunjung dan

kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Fatwa atau keputusan Tuan Guru kerap tidak

hanya bersifat profan (keduniawian) tetapi juga mengandung nilai ukhrawi.

Ahmad Husni Mubarak (2006) kemudian membahas mengenai bagaimana partai

politk peserta pemilihan umum tahun 2004 berebut untuk mendapatkan dukungan NW.

Sebagai kelompok kepentingan yang memiliki pengikut terbesar di Lombok maka dukungan

NW diharapkan akan menjadi faktor penentu kemenangan partai politik tersebut.

Memanfaatkan sifat NW yang selama ini tidak menjauh dari politk praktis maka dua partai

kemudian mendapatkan dukungan, yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Golkar.

Dukungan ini tidak sekadar himbauan massa tetapi juga tokoh NW tidak segan untuk

menjadi juru kampanye memenangkan partai politik yang didukungnya.

Page 350: Hasil Riset Provinsi NTB

350

Namun pada tahun 2010 asumsi NW sebagai faktor utama mendapatkan keraguan.

Studi yang dilakukan Bafadal (2014) menunjukan keraguan dimulai dengan pelaksanaan

Pemilukada di Kabupaten Lombok Tengah. Pasangan calon yang didukung NW ternyata

mengalami kekalahan meskipun mampu melaju hingga putaran kedua. Padahal pasangan L.

Gde Sakti-Elyas Munir (SALAM) ketika itu didukung oleh seluruh faksi yang ada di NW namun

ternyata tak mampu mendongkrak perolehan suara. Pasangan ini dikalahkan oleh Suhaili-L.

Normal Suzana (Maiq-Meres) yang didukung oleh organisasi islam lain (baca:Yatofa).

Kekalahan pasangan yang didukung NW mengejutkan banyak pihak, dan memicu pemikiran

untuk meninjau kembali asumsi NW sebagai faktor dominan dalam politik di NTB.Peninjauan

kembali atas dominasi NW kemudian menguat pada pelaksanaan Pemilukada di Kabupaten

Lombok Timur tahun 2013. Ketika itu pasangan Sukiman-Lutfi (SUFI) yang didukung NW, juga

pasangan petahana, meraih suara lebih sedikit dibandingkan pasangan Ali BD-Khaerul

Warisin (ALKHAER). Pada saat yang bersamaan digelar pula pelaksanaan Pemilukada Provinsi

NTB, dimana Tuan Guru Bajang Zainul Majdi-M. Amin (TGB-Amin) yang didukung NW

memenangkan pemilihan. Mengapa di NTB menang sementara di Lombok Timur kalah?

Hipotesis yang ditawarkan sosok personal TGB Zainul Majdi telah melampaui suara

organisasi NW.

D. Figuritas, Tokoh Panutan, dan Pemilih Otonom

Penelitian ini menemukan tingginya angka partisipasi memilih. Dari 40 responden, 34

responden menyatakan diri ikut memilih sementara sisanya tidak. Ini berarti 85% dari

responden menyatakan diri memilih dalam pemilihan umum legislatif tahun 2014. Adapun

alasan untuk memilih mayoritas didorong oleh keinginan sendiri. Lainnya secara berturut-

turut karena figur populer, himbauan tokoh panutan, kesamaan partai politik, dan terakhir

sevisi seperti Tabel dibawah ini :

Page 351: Hasil Riset Provinsi NTB

351

Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa dalam pemilihan legislatif pemilih

bersifat otonom paternalistik. Dikatakan bersifat otonom karena partisipasi memilih

didorong kenginan sendiri bukan atas dorongan lain. Namun demikian peran elit dalam

memobilisasi juga tidak dapat dikesampingkan. Selisih di antara kedua tidak begitu besar.

Bila figur populer dan himbauan tokoh diasumsikan sebagai jenis partisipasi mobilisasi maka

angkanya melampaui partisipasi otonom.

Dalam Pemilihan Presiden tahun 2014, tingkat partisipasi memilih lebih tinggi.

Penelitian ini menemukan 35 orang menyatakan diri ikut memilih. Artinya 87.5% pemilih

menggunakan haknya. Mengapa demikian? Jawaban singkat hal ini disebabkan terlalu

banyak calon dalam pemilihan legislatif sehingga membingungkan pemilih. Kebingungan ini

kemudian mendorong mereka tidak menggunakan haknya. Adapun alasan menggunakan

partisipasi memilih mayoritas karena figur populer. Lainnya secara berturut-turut keinginan

sendiri, himbauan tokoh panutan, kesamaan partai politik, dan terakhir sevisi Sebgaimana

Tabel dibawah ini:

Dalam Pemilihan Presiden dapat disimpulkan partisipasi disebabkan karena figuritas

dari peserta pemilu. Hal ini tidak lepas dari massifnya kampanye yang dilakukan oleh peserta

pemilu di berbagai saluran komunikasi massa. Peserta pemilu begitu teringat dalam benak

pemilih dengan beragam persepsi yang dihasilkan. Selain itu, faktor keinginan sendiri dan

himbauan tokoh juga menjadi faktor lain yang cukup menentukan partisipasi memilih dalam

pemilihan presiden yang lalu.

Dalam Pemilihan Kepala Daerah angka partisipasi juga tinggi, di atas 80% tepatnya

82.5% menyatakan menggunakan hak pilihnya. Adapun dasar dari partisipasi memilih

Page 352: Hasil Riset Provinsi NTB

352

terutama didorong oleh keinginan sendiri, berturut-turut figur populer, himbauan tokoh

panutan, kesamaan partai politik, dan terakhir senang dan sevisi sebagaimana Tabel dibawah

ini:

Dari data tersebut ditemukan fakta bahwa partisipasi pemilih bersifat otonom

penokohan. Disebut otonom karena penggunaan hak memilih dalam pemilihan umum

kepala daerah didorong oleh keingian sendiri. Meskipun demikian pada sisi lain figur populer

dan himbauan tokoh tidak dapat dikesampingkan dan menjadi faktor lain yang mendorong

partisipasi memilih.

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menemukan tiga faktor dominan dalam

menentukan perilaku pemilih –sebagai salah satu bentuk partisipasi memilih – di Kelurahan

Pancor yaitu Figur Populer, Himbauan Tokoh, dan Keinginan Sendiri. Dengan demikian

terlihat ada jenis partisipasi yang terombang-ambing dari bentuk otonom dan mobilisasi. Hal

ini menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya tentang kuatnya figuritas dan pengaruh

tokoh dalam menentukan perilaku memilih di Pulau Lombok.

Selain itu, penelitian ini menemukan rendahnya faktor partai politik dalam tiap

pelaksanaan pemilu. Alasan kesamaan partai politik dalam menentukan pilihan dalam pemilu

kecil sekali dalam pemilihan legislatif, pemilihan presiden, dan pemilihan umum kepala

daerah berturut-turut 5.13%, 2.5%, dan 2.63%. Data ini mengindikasikan kekhawatiran para

sarjana tentang terjadinya deparpolisasi, ketika kehadiran partai politik tidak dirasakan dan

dianggap penting oleh pemilih. Partai Politik kemudian hanya dijadikan jalan bagi calon

untuk ikut serta dalam pemilihan umum karena peraturan perundangan mensyaratkan

demikian.

Page 353: Hasil Riset Provinsi NTB

353

Tingginya angka partisipasi memilih tidak dapat dilepaskan dari kepuasan pemilih

sosialisasi pendidikan pemilih yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Sebagaimana

diketahui bersama, pasca reformasi terjadi perubahan dalam partisipasi memilih dari yang

semula didasari ketakutan menjadi penuh kesadaran. Memilih kemudian menjadi hak bukan

lagi kewajiban sebagaimana masa lalu. Mayoritas pemilih menyatakan kepuasan bahkan

sangat puas (65%) terhadap sosialisasi pendidikan pemilih, dan hanya 22.5% yang tidak puas,

sisanya biasa saja sebagaimana ditunjukkan Tabel dibawah ini:

Ada berbagai saluran sosialisasi pendidikan pemilih yang digunakan. Mayoritas

responden menilai bahwa adanya sosialisasi melalui media cukup ampuh (32,5%)mengajak

masyarakat untuk berpartisipasi memilih di TPS. Selanjutnya informasi yang tertera pada

ruang publik maupun mencari informasi sendiri sebesar 17,5%, melalui pengurus parpol yang

menyampaikan kegiatan internalnya sebesar 15% dan melalui corong penerangan

masyarakat sebesar 15%. Adapun penyampaian langsung dan melalui forum oleh pelaksana

teknis pemilu bergugus sebesar 20%. Sebagaimana diitunjukkan tabel dibawah ini:

Page 354: Hasil Riset Provinsi NTB

354

Pentingnya sosialisasi menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan

partisipasi memilih dalam pemilu. Sebagian besar responden – mencapai 2/3 dari total –

menyatakan persetujuannya sosialisasi mampu meningkatkan partisipasi memilih, bahkan

30% menyatakan sangat setuju. Sisanya menjawab tidak tahu. Sebagaimana Tabel dibawah

ini

Terkait dengan manfaat pemilu terhadap kehidupan demokrasi, mayoritas responden

menyatakan sangat bermanfaat (72.5%) bahkan yang menjawab sangat bermanfaat sebesar

22.5%. Hal ini menegaskan penerimaan mayoritas pemilih di Indonesia terhadap demokrasi

beserta perangkat pendukungnya seperti pemilihan umum. Meskipun mayoritas penduduk

di Indonesia adalah muslim yang dalam kehidupannya merujuk pada ajaran Tuhan melalui

Al-Qur’an dan Sunnah Rasul namun penerimaan terhadap demokrasi yang berasal dari tradisi

Yunani berdasar pemikiran manusia cukup besar. (bandingkan dengan Saiful Mujani, Muslim

Demokrat). Hanya 5% dari responden yang menjawab biasa saja. sebagaimana Tabel

dibawah ini

Page 355: Hasil Riset Provinsi NTB

355

Meskipun pada masa pasca reformasi warganegara diberikan kebebasan untuk

menggunakan atau tidak hak memilihnya mayoritas responden menyatakan pentingnya

partisipasi dalam pembangunan demokrasi. Lebih dari setengah responden menyatakan

pentingnya hak pilih dalam pembangunan demokrasi. Bahkan lebih sepertiga menyatakan

sangat penting, hanya sedikit responden yang menjawab biasa saja sebagaimana Tabel

dibawah ini:

Persepsi positif atas partisipasi memilih tidak lepas dari penilaian masyarakat

terhadap pengelolaan teknis pemilu. Mayoritas responden menyatakan puas terhadap

pengelolaan teknis pemilu oleh penyelenggara pemilu. Responden yang menjawab tidak

puas dan biasa saja memang ada namun jumlahnya tidak besar sebagaimana tabel dibawah

ini:

Penilaian positif terhadap pengelolaan teknis karena masyarakat merasa dimudahkan

dengan sarana dan prasarana penunjang pemilu. Mayoritas responden menyatakan sarana

dan prasarana pemilu sudah memadai baik keseluruhan dan sebagian. Hanya sedikit

Page 356: Hasil Riset Provinsi NTB

356

responden yang menyatakan sarana prasarana yang ada belum memadai sebagaimana Tabel

dibawah ini:

Meskipun memiliki persepsi positif terhadap pelaksanaan pemilu namun responden

menginginkan perbaikan terhadap proses pelaksanaan pemilu di masa yang akan datang.

Pendaftaran Pemilih merupakan bagian yang mendapat perhatian utama bagi responden

untuk diperbaiki dalam pemilu berikutnya. Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin seorang

warganegara menggunakan haknya dalam pemilu. Peraturan Pelaksana dan Sosialisasi

menjadi bagian lain yang mendapat perhatian dari responden sebagaimana Tabel dibawah

ini:

Terkait dengan preferensi dalam melakukan partisipasi dalam pemilu ditemukan

fakta kuatnya faktor tokoh dalam masyarakat (pemimpin opini). Ada beragam jenis tokoh

dalam masyarakat. Tokoh agama menjadi figur penting yang menentukan preferensi

responden dalam melaksanakan hak pilihnya. Selain itu ada tokoh budaya, tokoh

pemerintahan, tokoh partai, dan pemuda sebagaimana Tabel dibawah ini:

Page 357: Hasil Riset Provinsi NTB

357

Bukan hanya tokoh, media juga menjadi salah satu faktor yang menjadi preferensi

dari pemilih. Responden dalam penelitian ini menganggap media televisi paling efektif untuk

menyampaikan sosialisasi pemilu, disamping media-media lainnya (radio, koran dan ruang

publik) sebagai sarana sosialisasi. Sedangkan media lainnya berupa seni pertunjukan, corong

penerangan dan sebagainyasebagaimana Tabel dibawah ini:

Penelitian ini juga memberikan pertanyaan terbuka bagi responden. Beberapa

jawaban yang diberikan responden terutama berkisar pada dua hal, yaitu Sosialisasi Pemilu

dan Penigkatan Kualitas Penyelenggaraan Pemilu. Masayrakat mengingikan sosialisasi pemilu

dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan langsung terhadap elemen masyarakat

pemilih, dengan menyampaikan, (1) informasi kepemiluan, (2) pendaftaran pemilih, (3)

tahapan pemilu, (4) tata cara memilih, (5) alat peraga sosialisasi, (6) visi misi calon/peserta

pemilu dan sebagainya. Sementara terkait dengan Peningkatan kualitas penyelenggaraan

pemilu khususnya di TPS dari aspek: (1) SDM, (2) kapasitas pemahaman tata kelola, (3)

rekruitmen petugas teknis pemilu pada tingkatan TPS, (4) sarana penunjang, (5) keamanan

penghitungan, (6) distribusi kotak suara, (7) transparansi dan waktu efektif pengumuman

perolehan pemilu.

E. Kesimpulan

Secara umum penelitian ini menyimpulkan partisipasi memilih dalam pemilu di

Kelurahan Pancor tergolong tinggi. Tingginya angka partisipasi tidak dapat dilepaskan dari

massifnya sosialisasi pendidikan pemilih yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Tokoh

panutan menjadi salah satu faktor penting dalam pelaksanaan partisipasi memilih

sebagaimana ditemukan dalam penelitian ini. Apakah dengan demikian dikatakan jenis

Page 358: Hasil Riset Provinsi NTB

358

partisipasi yang terjadi mobilisasi? Penelitian ini menyatakan jawaban persetujuan. Ke depan

diharapkan muncul inovasi sosialisasi pendidikan pemilih yang melibatkan stakeholder untuk

menciptakan pemilih yang otonom. Termasuk di dalamnya keragaman jumlah alat peraga

dan media sosialisasi terkait tata cara pemilihan.

Sementara itu terkait dengan perilaku memilih, penelitian ini menemukan tiga faktor

yaitu Figuritas, Tokoh Panutan (vote getter), dan kesadaran sendiri pemilih. Temuan dalam

penelitian ini menguatkan asumsi masih pentingnya faktor figur dan tokoh panutan dalam

perilaku memilih di Pulau Lombok. Kedua hal ini mampu meredam faktor visi dan misi

peserta pemilu, dan yang lebih memperihatinkan ketika kehadiran partai politik tidak

mendapat respon yang cukup baik. Kemandirian pemilih ke depannya mungkin akan terus

meningkat dengan makin terbukanya informasi dan iklim kebebasan pada masa reformasi

ini.