data baru

69
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Departemen Kesehatan menetapkan visi Indonesia sehat pada tahun 2010, melalui Keputusan Menkes RI nomor 574/Menkes/SK/IV/2000, visi ini menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, berprilaku hidup bersih dan sehat serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. Untuk mencapai harapan tersebut kini Departemen Kesehatan ini menuangkan visi barunya yaitu : “Masyarakat Mandiri Untuk Hidup Sehat” dengan Misi ”Membuat Masyarakat Sehat” artinya dengan visi baru tersebut setiap usaha-usaha kesehatan diarahkan untuk menjamin masyarakat yang sehat dan produktif. Masa krisis proses tumbuh kembang anak anak adalah masa di bawah usia lima tahun (Balita). Lebih dari 8 juta 1

description

1

Transcript of data baru

Page 1: data baru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Departemen Kesehatan menetapkan visi Indonesia sehat pada tahun 2010,

melalui Keputusan Menkes RI nomor 574/Menkes/SK/IV/2000, visi ini

menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan

sehat, berprilaku hidup bersih dan sehat serta mampu menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil dan merata sehingga memiliki derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai harapan tersebut kini Departemen

Kesehatan ini menuangkan visi barunya yaitu : “Masyarakat Mandiri Untuk Hidup

Sehat” dengan Misi ”Membuat Masyarakat Sehat” artinya dengan visi baru tersebut

setiap usaha-usaha kesehatan diarahkan untuk menjamin masyarakat yang sehat dan

produktif.

Masa krisis proses tumbuh kembang anak anak adalah masa di bawah usia lima

tahun (Balita). Lebih dari 8 juta anak usia balita meninggal setiap tahun. Hampir 90

% kematian disebabkan enam kondisi, yakni penyebab neonatal, pneumonia, diare,

malaria, campak, dan HIV/AIDS. Selama kurun waktu 1960- 1990, kematian anak di

Negara berkembang adalah 1 di antara 10 meninggal pada usia balita. Oleh karena

itu, salah satu tujuan MDGs 2015 adalah untuk menurunkan angka kematian anak

(Millenium Development Goals.)

Masalah-masalah kesehatan yang banyak terjadi di Indonesia di antaranya adalah

tingginya angka pertumbuhan penduduk, disparitas status kesehatan, beban ganda

1

Page 2: data baru

penyakit, yang mana data epidemiologi menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi

penyakit, baik penyakit menular yang baru dan lama (re-emerging dan new emerging

disease) maupun tidak menular, dan penyakit degeneratif (noncommunicable

disease), peningkatan kematian akibat kecelakaan, dan menurunnya mutu kesehatan

keluarga, terutama Kesehatan Ibu Dan Anak (Konas Jen X, 2003: WHO Report,

2002).

Menyambut paradigma sehat 2010 yamg baru dirancang, kualitas sumber daya

manusia tentu saja merupakan faktor yang utama dan keberadaan Thalassemia,

Thalassemia tentu saja akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat. Thalassemia

yaitu penyakit anemi hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua

kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum mendel. Thalassemia untuk

pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925), yang ditemukan pada orang Amerika

keturunan italia. Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah Mediteranean dan

daerah sekitar khatulistiwa. Di Indonesia Thalassemia merupakan penyakit terbanyak

diantara golongan anemia hemolitikdengan penyebab intrakorpuler (Rusepno, 2007).

Di Dunia frekuensi pembawa gen Thalasemia berkisar 8 % sampai 15 % dari

total jumlah penduduk. Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa\ genetik

Thalasemia. Dari 250 juta, 80-90 juta di antaranya membawa genetik Thalasemia

Beta (Iskandar, 2010).

Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik

menjadi 8, 3 persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90%

2

Page 3: data baru

para penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan

masyarakat miskin. Kejadian Thalasemia sampai saat ini tidak bisa terkontrol terkait

faktor genetik sebagai batu sandungan dan belum maksimalnya tindakan screening

untuk Thalasemia khususnya di Indonesia (Ruswandi, 2009).

Angka Kematian Balita per 1.000 kelahiran hidup di Provinsi Bengkulu tahun

2011 adalah 8,5 % per 1.000 kelahiran hidup. Bila dirinci menurut jenis kelamin

ternyata angka kematian balita laki-laki lebih tinggi, yaitu 3,3 per 1.000 kelahiran

hidup dibandingkan angka kematian balita perempuan yaitu hanya 1,5 per 1.000

kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2011).

Menurut data di ruangan Edelweis di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada tahun

2010 terdapat 7 kasus penderita Thalassemia, dan mengalami peningkatan pada tahun

2011 terdapat 139 kasus penderita Thalassemia, sedangkan pada tahun 2012 terjadi

sedikit penurunan terdapat 134 kasus penderita Thalassemia.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut melalui

studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Anak “ ” Dengan Penanganan

Kasus Thalassemia Di Ruang Edelweis RSUD dr.M. Yunus Bengkulu Tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkang latar belakang diatas, maka dapat diambil perumusan masalah

sebagai berikut : “Bagaimana penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Pada Anak dengan

Thalassemia di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2013” dengan menggunakan

pendekatan manajemen kebidanan menurut pendokumentasian SOAP.

3

Page 4: data baru

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk dapat melaksanakan dan meningkatkan kemampuan penulis dalam

penanganan asuhan kebidanan pada anak dengan Thalassemia sesuai teori

manajemen kebidanan pendokumentasian SOAP.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian pada anak dengan Thalassemia

meliputi subjektif dan objektif.

b. Penulis mampu melakukan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi

(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif pada anak dengan Thalassemia.

c. Penulis mampu membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang.

Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data pada

anak dengan thalassemia.

d. Penulis mampu menganalisa kesejangan antara teori kasus nyata di lapangan

termasuk faktor pendukung dan faktor penghambat.

a. Penulis mampu memberikan alternatif pemecahan masalah jika

terdapat kesenjangan pada asuhan kebidanan yang telah di berikan

pada anak dengan Thalassemia.

4

Page 5: data baru

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Manfaat teoritis

Menambah wacana ilmu pengetahuan baik untuk penulis maupun pembaca

dalam proses memberikan : “ Asuhan Kebidanan Pada Anak “ “ Dengan

Penanganan Kasus Thalassemia Di Ruang Edelweis RSUD dr. M. Yunus

Bengkulu Tahun 2013” sesuai dengan wewenang bidan.

1.4.2 Manfaat praktis

Menambah keterampilan kearah pelayanan kebidanan secara profesional dan

sesuai dengan kode etik kebidanan.

1.5 Keaslian Studi Kasus

Studi kasus tentang Thalassemia ini pernah dilakukan oleh : Eprianto (2011),

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An. “C” umur 3 tahun dengan Thalassemia

di RSUD Kebumen Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen”.

Dikaji tanggal 18 Mei 2009 pasien terlihat lemas dan pucat, konjungtiva anemis,

ekstremitas dingin. Tanda-tanda vital N : 106 kali/menit, R : 20 kali/menit, Suhu :

35,6 °C. Gigi pasien terlihat kotor, mukosa bibir kering, rambut tak rapi. Dilakukan

pemasangan inful NaCl 12 temp, pasien mendapatkan terapi oral paracetamol sirup ¼

sendok jika perlu. Berat badan 13 kg, golongan darah B, Hb : 5 g/dl, Tinggi badan :

95 cm. Penatalaksanaan pada Thalassemia : Diberikan kelasi besi (desferoxamine),

Vitamin C 100-250 mg perhari, Asam Folat 2-5 mg perhari, dan Vitamin E 200-400

IU perhari.

5

Page 6: data baru

Perbedaan dengan penelitian studi kasus saya terletak pada perbedaan tempat,

waktu, dan objek yang diteliti. Pada penelitian saya, saya mengambil tempat

penelitian di ruang Edelweis RSUD dr.M. Yunus Bengkulu, tahun 2013, dan objek

yang diteliti mengenai Thalassemia pada anak.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dibuat sistematika penulisan

meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menjelaskan secara singkat mengenai latar

belakang, perumusan masalah, manfaat studi kasus, tujuan studi kasus,

keaslian studi kasus, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Dalam bab ini berisi tentang teori medis Thalassemia, Thalassemia,

manajemen kebidanan SOAP dan kerangka konsep.

BAB III METODOLOGI

Dalam bab ini berisi tentang jenis studi kasus, lokasi studi kasus,

subjek studi kasus, waktu studi kasus, instrumen studi kasus, teknik

pengumpulan data, dan alat-alat yang dibutuhkan.

BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan laporan kasus dengan menggunakan manajemen

kebidanan menurut pendokumentasian SOAP dan evaluasi.

6

Page 7: data baru

Pembahasan berisi tentang kesenjangan teori praktek yang penulis

temukan sewaktu pengambilan kasus dengan pendekatan asuhan

kebidanan dalam bentuk pendokumentasian SOAP.

BAB V PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan dirumuskan untuk

menjawab tujuan penulis dan merupakan inti dari pembahasan

penanganan anak sakit dengan Thalassemia. Saran merupakan

alternatif pemecahan masalah dan anggapan kesimpulan yang berupa

kesenjangan. Pemecahan masalah hendaknya bersifat realitas

operasional yang artinya saran itu dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

7

Page 8: data baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Medis

2.1.1 Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak

Pengertian

Pengertian anak menurut WHO, yaitu sejak terjadinya konsepsi sampai usia

18 tahun. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu yang selalu tumbuh dan

berkembang sejak saat konsepsi sampai berakhirnya masa remaja.

Pertumbuhan merupakan bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam

ari sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi sel-sel tubuh dan juga karena

bertambah besarnya sel (Nursalam, 2008).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur/fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan atau diramalkan sebagai

hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang

terorganisasi (IDAI, 2002).

2.1.2 Tahap Pertumbuhan Dan Perkembangan

Ada beberapa tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa anak-

anak menurut Soetjiningsih (2002), tahapan tersebut sebagai berikut :

a) Masa pranatal (konsepsi-lahir), terbagi atas :

1. Masa embrio : masa konsepsi-8 minggu

2. Masa janin : 9 minggu- kelahiran

3. Masa pascanatal, terbagi atas :

8

Page 9: data baru

b) Masa neonatal usia 0-28 hari

c) Masa bayi

Masa bayi dini : 1-12 bulan

Masa bayi akhir : 1-2 tahun

d) Masa prasekolah (usia 2-6 tahun), terbagi atas :

Prasekolah awal (masa balita) : mulai 2-3 tahun

Prasekolah akhir : mulai 4-6 tahun

e) Masa sekolah atau masa praburtas, terbagi atas :

Wanita : 10-18 tahun

Laki-laki : 8-12 tahun

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang

Pola pertumbuhan dan perkembangan secara normal antara anak yang satu

dengan yang lainnya pada akhirnya tidak selalu sama, karena dipengaruhi oleh

interaksi banyak faktor. Menurut Soetjiningsih (2002), faktor yang mempengaruhi

tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan

eksternal.

Faktor dalam (internal)

Faktor lingkungan (eksternal)

9

Page 10: data baru

2.2.1 Faktor Dalam (Internal)

a. Genetika

Faktor genetis akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kematangan

tulang, alat seksual, serta saraf sehingga merupakan modal dasar dalam

mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang, yaitu :

1. Perbedaan Ras, Etnis, Atau Bangsa

Tinggi badan orang Eropa akan berbeda dengan orang Indonesia atu

bangsa lainnya, dengan demikian postur tubuh tiap bangsa berlainan.

2. Keluarga

Ada keluarga yang cenderung mempunyai tubuh gemuk atau

perawakan pendek.

3. Umur

Masa pranatal, masa bayi, dan masa remaja merupakan tahap yang

mengalami pertumbuhan cepat dibandingkan dengan masa lainnya.

4. Jenis kelamin

Wanita akan mengalami masa prapubertas lebih dahulu dibandingkan

dengan laki-laki.

5. Kelainan kromosom

Dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan, misalnya sindrom

Down.

10

Page 11: data baru

b. Pengaruh hormon

Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa pranatal, yaitu saat janin

berumur 4 bulan. Pada saat itu terjadi pertumbuhan yang cepat.

Hormon yang berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan

somatotropin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari.

2.2.2 Faktor Lingkungan (Eksternal)

Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh dikelompokkan menjadi tiga

yaitu, pra natal, kelahiran, dan pascanatal.

1. Faktor pra natal

a. Gizi,

Nutrisi ibu hamil mempengaruhi pertumbuhan janin, terutama selama

trimester akhir kehamilan.

b. Mekanis

c. Posisi janin yang abnormal.

d. Zat kimia

e. Kelainan endokrin

f. Infeksi TORCH atau penyakit menular seksual

g. Kelainan imunologi

h. Psikologis ibu

11

Page 12: data baru

2. Faktor Kelahiran

Riwayat kelairan dengan vakum ekstrasi atau forcep dapat

menyebabkan trauma kepala pada bayi sehingga berisiko terjadinya

kerusakan otak.

3. Faktor pascanatal

Seperti pada masa pranatal, faktor yang berpengaruhi terhadap tumbuh

kembang anak adalah gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital,

lingkungan fisik dan kimia, psikologis, endokrin, sosial-ekonomi,

lingkungan pengasuh, stimulasi dan obat-obatan.

2.3 Thalassemia

2.3.1 Pengertian

Thalassemia merupakan suatu penyakit kongenital heriditer yang diturunkan

secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau lebih rantai

polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan

terjadinya anemi hemolitik (Broyles,1997). Dengan kata lain, Thalassemia

merupakan penyakit anemi hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah merah di

dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek kurang dari 120 hari

(Nursalam, 2008).

Thalassemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh

defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi, 2010).

12

Page 13: data baru

Thalassemia adalah sekelompok kelainan darah warisan yang ditandai dengan

kurangnya atau tidak adanya produksi salah satu rantai polipeptida globin penyusun

hemoglobin (Abdul Salam , 2012).

2.3.2 Klasifikasi

Secara molekuler Thalassemia dibedakan atas :

1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)

2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)

3. Thalassemia-β-α (gangguan pembentukan rantai β dan α yang letak gen nya

diduga berdekatan)

4. Thalassemia –α (gangguan pembentukan α)

1. Thalassemia α

Pada Thalassemia α terdapat 2 gen α pada tiap haploid kromosom, sehingga

dapatlah diduga dapat terjadi 4 macam kelainan pada Thalassemia α. Kelainan dapat

terjadi pada 1 atau 2 gen pada satu kromosom, atau satu, dua, tiga, empat gen pada

seorang individu.

Pada genetika molekuler dari Thalassemia menunjukkan bahwa pada kelainan

α Thalassemia-1 tidak terbentuk rantai α sama sekali, sedangkan α pada Thalassemia-

2 masih ada sedikit pembentukan rantai α.

13

Page 14: data baru

Tabel kelainan pada Thalassemia

Jumlah gen

yang rusakNomenklatur/nama penyakit

Berat/ringannya

penyakit

% Hb pada

ssat lahir

1 gen α α- Thalassemia-2/ trait

Thalassemia-α tipe 1

Tak ada gejala 3 %

2 gen α α- Thalassemia-1/ trait

Thalassemia- α tipe 2

Ringan 6%

3 gen α Penyakit Hb H Nyata 15%

4 gen β Hidrops fetalis letal 90%

Pada Hb Constant Spring terdapat rantai α dengan 172 asam amino, bearti 31

asam amino lebih panjang daripada rantai α biasa. Kombinasi heterozigot antara

Thalassemia α- dengan Thalassemia α+ . Thalassemia dengan Hb Constant Spring

menimbulkan penyakit Hb H.

Homozigot α+ Thalassemia hanya menimbulkan anemia yang sangat ringan

dengan hipokromia eritrosit. Bentuk homozigot Hb Constant Spring juga tidak

menimbulkan gejala yang nyata, hanya anemia ringan dengan kadang-kadang disertai

Splenomegali ringan.

Pada penyakit Hb H, biasanya ditemukan anemia dengan pembesaran limpa.

Anemianya biasanya tidak sampai memerlukan transfusi darah. Mudah terjadi

hemolisis akut pada serangan infeksi berat. Kadar hemoglobin biasanya sekitar 7-10

14

Page 15: data baru

gr %, sediaan hapus darah tepi memperlihatkan tanda-tanda hipokromia yang nyata

dengan anisositosis dan poikilositosis. Hb H jumlahnya sekitar 5-40% (Rusepno,

2007).

2. Thalassemia-β

Bentuk ini lebih heterogen dibandingkan dengan Thalassemia-α, tetapi untuk

kepentingan klinis umumnya dibedakan antara Thalassemia β- dan Thalassemia β +.

Pada β- Thalassemia tidak dibentuk rantai globin sama sekali, sedangkan pada

Thalassemia β + Thalassemia terdapat pengurangan (10-50%) dari produksi rantai

globin β tersebut. Bentuk homozigot dari β- Thalassemia atau campuran antara

Thalassemia β + dan Thalassemia β- yang berat akan menimbulkan gejala klinis yang

klinis yang berat akan memerlukan transfusi darah.

Secara kinis, Thalassemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:

a) Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan

gejala klinis yang jelas.

b) Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya

tidak memberikan gejala klinis.

(Nursalam, 2008)

2.4 Etiologi

Faktor genetik.

Thalassemia diturunkan oleh orang tua yang carier kepada anaknya. Sebagai

contoh, jika ayah dan ibu memiliki gen pembawa sifat Thalassemia, maka

kemungkinan anaknya untuk menjadi pembawa sifat Thalassemia adalah

15

Page 16: data baru

sebesar 50%, kemungkinan menjadi penderita Thalassemia mayor 25% dan

kemungkinan menjadi anak normal yang bebas Thalassemia hanya 25%.

2.5 Patofisiologi

1) Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai

alpa dan dua rantai beta.

2) Pada beta Thalassemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam

molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit

membawa oksigen.

3) Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta

memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin

defective. Ketidakseimbangan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel

darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia atau

hemosiderosis.

4) Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada Thalassemia Beta dan kelebihan

rantai Beta dan gamma ditemukan pada Thalassemia alpa. Kelebihan rantai

polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin

intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai

polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz,

merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.

5) Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC

yang lain. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC

16

Page 17: data baru

di luar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus

menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,

menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi

dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah

pecah dan rapuh (Suriadi, 2010).

Gambar Patofisiologi Thalassemia.

17

Page 18: data baru

Sel darah merah rusak

Bagan Patofisiologi Thalassemia.

18

Thalassemia β

Messtimulasi eritrosit

HiperplasiaSumsum tulang

Hemopoesis ekstramedula

HemolisisPerubahan skletal Splenomegalilimfadenopati

Anemia

Maturasi seksual dan pertumbuhan

lambat

Kulit kecoklatan

Fibrosis

Hemosiderosis Hemokromatosis

Jantung Liver Pankreas LimpaKantungEmpedu

GagalJantung

Sirosis Kolelitiasis Diabetes Splenomegali

Page 19: data baru

2.5.1 Tanda Dan Gejala

Pada Thalassemia mayor gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur

kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik

tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai

adanya gizi buruk, perut membucit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang

mudah diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si

pasien karena kemampuannya terbatas. Limpa yang membesar ini akan mudah ruptur

hanya karena trauma ringan saja.

Gejala lain (khas) ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa

pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini

disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak.

(Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis dan

trabekula kasar). Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering

mendapat transfusi darah, kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat

penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam

jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal

alat-alat tersebut (hemokromatosis) (Ngastiyah, 2005).

19

Page 20: data baru

Gambar Anak Yang Menderita Thalassemia

Gejala klinis penyakit Thalassemia pada anak (Oswari, 2009)

Pada kasus Thalassemia yang berat harus melakukan transfusi.

20

Page 21: data baru

2.5.2 Komplikasi

1) Fraktur patologi

Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik

dan dengan cepatnya dekstruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya

sirkulasi hemoglobin / kelebihan dan dekstruksi RBC dengan cara reduksi

dalam hemoglobin menstimulasi Bone Morrow sehingga memproduksi RBC

yang lebih dalam stimulasi yang konstan pada Bone Morrow, produksi RBC

diluar menjadi eritropoetik aktif menyebabkan Bone Morrow menjadi tipis

dan sudah pecah dan rapuh fraktur.

2) Hepatosplenomegali / Pembesaran hati dan limfa

Dimana Thalassemia menyebabkan hemafoesis, pembesaran pada limfa,

metabolisme zat besi dengan peningkatan timbunan besi didalam jaringan

hati dan limfe sehingga terjadi pigmentasi coklat pada kulit dan serosis

hepatis / pembentukan jaringan fibrosa secara berlebih dalam struktur hati

dan limfa (hepatosplenomegali).

3) Disfungsi organ

Apabila mengenai organ lain akan menyebabkan disfungsi organ tersebut

seperti pada jantung dan pankreas.

4) Gangguan tumbuh kembang

Thalassemia merupakan kelainan genetik menstimulasikan eritrofoesis

hiperplasia sumsum tulang yang dapat menyebabkan perubahan skletal yang

21

Page 22: data baru

dapat menimbulkan anemia maturasi seksual dan pembentukan terlambat

(Suriadi, 2010).

2.5.3 Manifestasi Klinis

1) Lethargi - Anoreksia

2) Pucat - Pembesaran limpa

3) Kelemahan - Tebalnya tulang kranial

4) Anoreksia - Disrytmia

5) Sesak nafas

(Suriadi, 2010)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

2.6.1 Biasanya dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan

gambaran sebagai berikut :

1) Anisiositosis (sel darah tidak terbentuk secara normal)

2) Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang

3) Poikiolositosis, yaitu adanya bentuk sel darah merah yang tidak normal

4) Kadar Fe dalam serum tinggi

2.6.2 Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dL.

Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek, sebagai akibat dari

penghancuran sel darah merah di dalam pembuluh darah

(Nursalam, 2008).

22

Page 23: data baru

Gambar sel darah merah normal dengan penderita Thalassemia.

2.7 Penatalaksanaan Terapeutik

Transfusi darah

Diberikan bila kadar hb rendah sekali (kurang dari 6%) atau anak terlihat

lemah dan tidak ada nafsu makan.

Splenektomi.

Dilakukan pada anak berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu

besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibatkan perdarahan

cukup besar.

Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.

23

Page 24: data baru

Pemberian Desferioxamin

Untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi

Fe. Untuk mengurangi absorpsi Fe melalui usus dianjurkan minum

teh.

Transplantasi sumsum tulang (bone morrow)

untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di indonesia, hal ini sulit

dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan saranya belum memadai

(Nursalam, 2008).

2.8 Penatalaksanaan Keperawatan

Pada dasarnya perawatan pasien Thalassemia sama dengan pasien anemia

lainnya, memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian lebih. Masalah pasien yang

perlu diperhatikan adalah kebutuhan nutrisi (pasien penderita anoreksia), resiko

terjadi komplikasi akibat transfusi yang berulang-ulang, gangguan rasa aman dan

nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. (Ngastiyah, 2005)

2.9 Kebutuhan nutrisi

Seperti pasien yang anemia pasien Thalassemia juga menderita anoreksia

bahkan hal itulah biasanya merupakan keluhan orang tua yang utama, maka yang

dijumpai adalah pasien dengan keadaan gizi buruk dan pucat. Keadaan demikian jika

tidak diatasi akan makin memperburuk keadaan pasien. Perbaikan anoreksia hanya

dengan cara memperbaiki keadaan anemianya, yaitu dengan memberikan transfusi

24

Page 25: data baru

darah di samping usaha memberikan makanan per oral yang cukup gizi tetapi tidak

boleh diberikan makanan yang mengandung zat besi seperti hati, atau sayuran seperti

kangkung, bayam atau makanan lain yang mengandung zat besi karena di dalam

tubuh pasien telah kelebihan zat besi. Dalam keadaan lemah sekali pasien perlu

disuapi dan dibujuk (cara menyediakan makanan sama dengan pasien penyakit darah

lainnya).

2.10 Resiko terjadi komplikasi akibat transfusi darah

Thalassemia adalah penyakit darah dengan sel darah merah yang berumur

pendek sebagai akibat penghancuran sel darah merah di dalam pembuluh darah.

Untuk memperbaiki anemia tersebut hanya dengan memberikan transfusi harus

diberikan berulang-ulang. Transfusi diberikan jika kadar Hb kurang dari 6% dan

karena jika baru 1 kali transfusi kenaikan kadar Hb belum mencukupi maka setiap

seri diberikan 3-4 kali transfusi (diberikan setiap hari selama 3-4 hari) dan biasanya

setiap seri 3 bulan sekali.

Akibat transfusi berulang-ulang tersebut terjadi penimbunan zat besi dalam

jaringan tubuh seperti pada kulit sehingga berubah warna “kulit” menjadi kelabu, dan

bila pada hati dan limpa terjadi pembesaran kedua organ tersebut. Pembesaran limpa

dapat menimbulkan bahaya ruptur. Jika penimbunan terjadi pada pankreas

menyebabkan anak menderita diabetes melitus dan jika terjadi pada jantung

menyebabkan terjadinya gagal jantung.

25

Page 26: data baru

Oleh karena itu, jika merawat pasien Thalassemia di ruang perawatan harus

memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien. Jika ditemukan gejala

aritmia, pasien menjadi makin lemah suatu kemungkinan terjadinya gagal jantung.

Bila pasien berkemih lebih banyak dari pada biasanya dan pasien menjadi makin

lemas dan berat badan sukar bertambah kemungkinan pasien menderita diabetes

melitus. Selain risiko seperti yang disebutkan juga kemungkinan terjadi reaksi akibat

transfusi harus dipahami misalnya akibat urtikaria, kenaikan suhu yang tinggi disertai

menggigil atau pasien mengeluh pusing, mata berkunang dan sebagainya. Jika

terdapat gejala tersebut hentikan dahulu transfusinya, dan beritahukan dokter.

2.11 Gangguan psikososial dan rasa aman/nyaman

Pasien Thalassemia mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan

sebagai akibat penyakitnya yang berat dan lama karena anemia diderita sepanjang

umurnya. Anak sangat lemah, tak bergairah, berbicara jarang, gerakan sangat lamban.

Dalam keadaan demikian semua kebutuhan pasien harus ditolong (mandi, buang air

besar/kecil, makan dan sebagainya). Jika transfusi telah diberikan kadar Hb telah naik

walaupun belum mencapai normal terlihat pasien ada gairah.

Pada pasien yang limpanya telah membesar harus dengan hati-hati, yaitu jika

berbaring beri ganjalan bantal pada bagian perut sebelah kiri, karena pasien trauma

dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

26

Page 27: data baru

Gambar penderita Thalassemia yang mengalami pembesaran limpa.

2.12 Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit

Pada umumnya orang tua pasien tidak mengerti mengenai penyakit anaknya.

Mereka hanya mengatakan anaknya pucat, tidak bafsu makan dan tidak seperti anak

lain yang seumur. Mereka tidak mengetahui bahwa penyebab penyakit tersebut dari

orang tua. Kepada orang tua perlu dijelaskan mengenai penyakit anaknya dan

penyebabnya. Juga mengenai pengobatan terutama transfusi darah yang harus

diberikan sepanjang hidup anak, ini bearti harus dilakukan berulang kali serta

pemeriksaan darah mungkin juga berulang-ulang (hal ini mempersiapkan orang tua

agar tidak cemas akan dilakukan tindakan medis).

27

Page 28: data baru

Jika ternyata kedua orang tua mengidap kelainan Hb atau menderita

Thalassemia lebih baik dianjurkan agar tidak menambah anak lagi karena penyakit ini

akan menyebabkan penderitaan anak sepanjang umurnya. Bukan hanya anak yang

menderita tetapi juga orang tua akan menderita baik secara moral maupun material

karena anak yang sakit memerlukan biaya dan waktu perawatan yang lebih

(Ngastiyah, 2005).

2.13 Pencegahan Thalassemia

Untuk mencegah terjadinya Thalassemia pada anak, pasangan yang akan

menikah harus melihat nilai hemoglobinnya maupun profil sel darah merah dalam

tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari Thalassemia memang masih tergolong kecil

karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan

hidup, penderita Thalassemia memerlukan biaya perawatan yang rutin, seperti

melakukan transfusi darah secara teratur untuk menjaga agar kadar Hb didalam

tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan feritin serum untuk memantau kadar

zat besi didalam tubuh Thalassemia juga diharuskan untuk menghindari makanan

yang diasinkan atau diasamkan karena dapat meningkatkan penyerapan zat besi

didalam tubuhnya (Wikipedia, 2009)

28

Page 29: data baru

2.14 Teori kebidanan berdasarkan SOAP

2.14.1 Pengertian

SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis.

Pencatatan ini dipakai untuk mendokumentasikan asuhan kebidanan. Berdasarkan

Keputusan Mentri Kesehatan nomor 938 tahun 2007 telah menetapkan bahwa model

pencatatan asuhan kebidanan yang digunakan adalah dalam bentuk catatan

perkembangan dengan menggunakan SOAP. Asuhan kebidanan pada Thalassemia

dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan dalam proses kebidanan meliputi

pengkajian, analisa kebidanan, penatalaksanaan dan evaluasi (Ina Yuniati, 2010).

2.15 Metode Pendokumentasian SOAP :

2.15.1 Pengkajian

Merupakan langkah awal yang dipakai dalam penerapan asuhan kebidanan

pada pasien. Pengkajian adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk

mengevaluasi keadaan pasien.

2.15.2 Data subjektif

Menurut Varney dalam Sudarti (2010) data subjektif merupakan

pendokumentasian manajemen kebidanan dengan langkah pertama adalah pengkajian

data, terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data subjektif ini berhubungan

dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran

dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan

29

Page 30: data baru

berhubungan langsung dengan diagnosis. Biodata yang diambil untuk pasien (orang

tua, atau anak) pengkajian biodata antara lain :

2.16 Biodata

1. Identitas Pasien :

a) Nama : Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap, untuk

menghindari adanya kekeliruan atau membedakan

dengan klien atau pasien lainnya.

b) Umur : Untuk mengetahui faktor resiko dan kurun waktu penyakit

terdahulu.

c) Jenis kelamin : Untuk menentukan faktor resiko dan nilai ambang

batas pemeriksaan laboratorium.

d) Agama : Untuk memberikan motivasi dorongan moril

sesuai dengan agama yang dianut.

e) Alamat : Untuk mempermudah hubungan jika diperlukan

dalam keadaan mendesak sehingga bidan mengetahui

tempat tinggal pasien.

2. Identitas Ibu :

a) Nama : Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap, untuk

menghindari adanya kekeliruan atau untuk membedakan

dengan klien atau pasien lainnya.

30

Page 31: data baru

b) Umur : Untuk mengetahui faktor resiko dan kurun waktu

penyakit terdahulu dalam keluarga.

c) Agama : Untuk memberikan motivasi dorongan moril

sesuai dengan agama yang dianut.

d) Pekerjaan : Untuk mengetahui status ekonomi keluarga

e) Alamat : Untuk mempermudah hubungan jika diperlukan

dalam keadaan mendesak sehingga bidan mengetahui

tempat tinggal pasien.

3. Identitas Ayah :a) Nama : Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap, untuk

menghindari adanya kekeliruan atau untuk membedakan

dengan klien atau pasien lainnya.

b) Umur : Untuk mengetahui faktor resiko dan kurun waktu

penyakit terdahulu dalam keluarga.

c) Agama : Untuk memberikan motivasi dorongan moril

sesuai dengan agama yang dianut.

d) Pekerjaan : Untuk mengetahui status ekonomi keluarga

e) Alamat : Untuk mempermudah hubungan jika diperlukan dalam

keadaan mendesak sehingga bidan mengetahui tempat

tinggal pasien.

31

Page 32: data baru

2.17 Keluhan Utama

Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan serta

berhubungan dengan penyakit yang diderita. Pada kasus anak dengan

Thalassemia keluhannya meliputi anorexia, sesak nafas, anak kelihatan pucat.

2.18 Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat

ini.

2) Riwayat kesehatan saat dikaji

Untuk mengetahui keluhan dan jenis penyakit yang diderita saat dikaji.

3) Riwayat kesehatan yang lalu

Untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat transfusi darah, penyakit

hepar, infeksi kronis atau pernah menderita penyakit Thalassemia

sebelumnya.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua

yang menderita Thalassemia. Apabila kedua orang tua mengalami

Thalassemia, maka anaknya berisiko menderita Thalassemia.

5) Riwayat kehamilan dan persalinan

1. Riwayat Prenatal

Untuk mengetahui apakah selama kehamilan ibu pernah mengalami

faktor risiko Thalassemia.

32

Page 33: data baru

2. Riwayat Intranatal

Untuk mengetahui apakah pada saat persalinan ibu sedang menderita

penyakit menular, penyakit infeksi atau mendapat transfusi darah.

3. Riwayat Postnatal

Untuk mengetahui apakah setelah persalinan dan dalam masa nifas ibu

pernah mengalami Thalassemia.

2.20 Pola kebiasaan sehari-hari

1) Pola nutrisi

Dikaji untuk mengetahui makanan yang biasa dikonsumsi dan porsi makan

dalam sehari serta ada pantangan atau tidak. Pada anak dengan Thalassemia

melakukan diet biasa (tinggi kalori, tinggi protein), nasi berupa bubur.

2) Pola eliminasi

Menggambarkan kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, warna, dan

jumlah. Dalam kasus balita dengan malaria buang air besar biasanya

mengalami obstipasi atau 1 kali sehari dan buang air kecil dengan jumlah

normal tetapi tidak sesering biasanya.

3) Aktifitas

Dikaji untuk mengetahui apakah malaria disebabkan oleh aktivitas fisik

secara berlebihan.

4) Personal hygiene

Dikaji untuk mengetahui berapa kali anak mandi, gosok gigi, ganti baju untuk

mengetahui kebersihan anak sehari-hari.

33

Page 34: data baru

5) Pola istirahat

Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur,

kebiasaan pasien sebelum tidur, kebiasaan tidur siang, dan penggunaan waktu

luang.

6) Psikososial budaya

Untuk mengetahui apakah ada pantangan makan atau kebiasaan yang tidak

diperbolehkan selama anak sakit Thalassemia dan mengenai kepercayaan

terhadap sumber Thalassemia itu sendiri. Hal ini berguna untuk proses

pengobatan di rumah sakit karena berhubungan dengan sistem perawatan dan

nutrisi terhadap pasien.

7) Efek hospital

Untuk mengetahui reaksi pasien terhadap tenaga kesehatan disekitarnya,

apakah pasien kooperatif dengan petugas kesehatan atau sebaliknya,

ketakutan saat dihampiri oleh petugas kesehatan.

2.21 Data Objektif

Menurut Varney dalam Sudarti (2010) data objektif merupakan

pendokumentasian manajemen kebidanan. Pertama adalah pengkajian data, terutama

data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,

pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan

informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini.

Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan

dengan diagnosis (Sudarti, 2010).

34

Page 35: data baru

2.22 Pemeriksaan fisik :

(1) Keadaan umum : Untuk mengetahui keadaan

umum anak apakah baik, sedang,

buruk. Pada anak dengan Thalassemia

keadaan umum anak lemah, kurang

bergairah serta tidak selincah anak

seusinya.

(2) Kesadaran : Untuk mengetahui tingkat kesadaran

yaitu compos mentis, apatis,

somnolen. Pada anak dengan

Thalassemia kesadaran compos mentis.

(3) Suhu : Apakah ada peningkatan atau tidak.

Normalnya suhu tubuh berfrekuensi

36,5°C - 37°C.

(4) Denyut nadi : Untuk mengetahui nadi pasien yang

dihitung dalam menit. Batas normal

nadi pada anak 80-100 kali per

menit.

(5) Repirasi : Untuk mengetahui frekuensi

pernafasan yang dihitung dalam 1

menit batas normal. Batas normal

pernafasan anak 25-30 kali per menit

35

Page 36: data baru

2.23 Pemeriksaan Sistematis

a) Kepala

b) Rambut

Untuk menilai warna, ketebalan, ada ketombe atau tidak.

c) Ubun-ubun

Untuk menilai bentuk ubun-ubun apakah ada tanda-tanda dehidrasi pada

saat pemeriksaan.

d) Muka

Untuk menilai kesimetrisan bentuk muka, keadaan muka pucat atau tidak,

adakah kelainan, adakah oedema.

e) Mata

Untuk menilai kesimetrisan mata, konjungtiva berwarna pucat atau

kemerahan, sklera putih atau tidak.

f) Hidung

Untuk menilai kesimetrisan hidung, mengetahui ada tidaknya polip,

melihat apakah ada pengeluaran atau tidak dan menilai kebersihan

hidung.

g) Telinga

Bagaimana keadaan daun telinga, liang telinga, bentuk telinga, besar

telinga, dan posisinya serta melihat kebersihan telinga.

h) Mulut, gigi, gusi

36

Page 37: data baru

Untuk mengetahui apakah mulut bersih dan kering, ada caries dan karang

gigi atau tidak.

i) Laring

Untuk mengetahui keadaan laring, apakah ada massa atau gangguan

fungsi dan melihat kebersihannya sebagai penghasil suara.

j) Faring

Untuk mengetahui keadaan faring, apakah ada massa atau gangguan

fungsi, dan melihat kebersihannya sebagai saluran udara dan saluran

makanan.

k) Leher

Untuk mengetahui apakah leher nyeri dan kaku, pembatasan gerakan,

pembesaran tiroid, kelenjar limfe, dan vena jugolaris.

l) Dada

Untuk melihat kesimerisan dada, mengetahui bunyi jantung, pernafasan

anak, dan adakah nyeri tekan atau tidak.

m) Jantung

Untuk menilai denyut apeks jantung, apakah ada nyeri tekan, menilai

kontraksi otot jantung dan mengetahui jenis bunyi jantung.

n) Paru-paru

Untuk mengetahui kesimetrisan retraksi dada, menilai stem fremitus paru

kiri dan kanan, mengetuk kedua lapang paru dan mendengar bunyi paru

(vesikuler, ronkhi, wheezing).

37

Page 38: data baru

o) Abdomen

p)Untuk mengetahui kesimetrisan abdomen, apakah ada nyeri epigastrium

dan splenomegali atau tidak, dan mendengarkan bising usus ada atau

tidak.

q) Genetalia dan anus

Untuk mengetahui bentuk simetris atau tidak, adakah oedema dan

pengeluaran atau tidak dan menilai kebersihan genetalia dan anus.

r) Ekstremitas

Untuk menilai kesimetrisan ekstremitas, apakah oedema atau tidak,

terdapat varices atau tidak, reflek patella +/-.

2.24 Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut

1. Anisiositosis (sel darah tidak terbentuk secara normal)

2. Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang

3. Poikiolositosis, yaitu adanya bentuk sel darah merah yang tidak normal

4. Kadar Fe dalam serum tinggi

Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dL.

Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek, sebagai akibat dari

penghancuran sel darah merah di dalam pembuluh darah

(Nursalam, 2008).

38

Page 39: data baru

2.25 Analisa

Analisa merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi

(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif dalam pendokumentasian manajemen

kebidanan. Karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan

akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka

proses pangkajian data akan menjadi sangat dinamis. Pada anak dengan Thalassemia

adalah sebagai berikut :

Diagnosa kebidanan pada anak dengan Thalassemia : An.......Umur......dengan

Thalassemia.

Diagnosa kebidanan ini muncul didasari oleh :

a) Data Subjektif

Data subjektif pada anak dengan Thalassemia :

(1) Ibu mengatakan anaknya tidak nafsu makan

(2) Ibu mengatakan anaknya tampak pucat dan lemah

(3) Ibu mengatakan anaknya tidak selincah anak seusianya

b) Data Objektif

Data Objektif pada balita dengan malaria :

(1) Pemeriksaan vital sign dan keadaan umum anak (nadi, repirasi,

suhu).

(2) Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis atau an anemis.

(3) Pemeriksaan laboratorium darah (DDR).

39

Page 40: data baru

2.30 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan

yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara

komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, follow up dan rujukan. Selain itu,

penatalaksanaan juga bermakna menggambarkan pendokumentasian dari

perencanaan dan evaluasi berdasarkan data subjektif, objektif dan hasil

analisa data. Lalu, alasan catatan SOAP sering digunakan untuk dokumentasi

adalah sebagai berikut :

1. Pendokumentasian dengan metode SOAP berupa kemajuan informasi yang

sistematis yang mengorganisasi penemuan dan kesimpulan sehingga terwujud

rencana asuhan.

2. Metode ini merupakan penyaringan proses penatalaksanaan kebidanan untuk

tujuan penyediaan dan pendokumentasian asuhan.

3. Metode SOAP dapat membantu mengorganisasi pikiran sehingga dapat

memberikan asuhan secara menyeluruh.

4. SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis.

Perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi pada anak dengan Thalassemia

adalah sebagai berikut :

1) Memperbaiki keadaan umum pasien

Evaluasi : Pasien diberi spoel dengan cairan infus 0,9 % Normal

Saline/RL sebelum dan sesudah transfusi

40

Page 41: data baru

2) Memonitor tanda-tanda vital pasien

Evaluasi : Dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran,

pernafasan, denyut nadi dan pengukuran suhu secara

berkala.

3) Melakukan pemeriksaan darah tepi ulang untuk konfirmasi diagnosis

Evaluasi : Pemeriksaan darah tepi telah dilakukan kembali.

4) Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Desferioxamin

Evaluasi : Diberikan dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari.

5) Memberi konseling pada keluarga mengenai pasien Thalassemia yang

meliputi : pengertian, etiologi, gejala, dan tanda pengobatan, serta

tindak lanjut (follow up) rutin.

Evaluasi : Keluarga mengerti mengenai penjelasan yang diberikan.

6) Menganjurkan keluarga untuk memberikan nutrisi yang cukup untuk

menambah daya tahan tubuh anak.

Evaluasi : Keluarga mengerti dan memberikan pasien makan berupa

bubur.

7) Menganjurkan pasien untuk banyak istirahat.

Evaluasi : Pasien istirahat lebih banyak didampingi keluarga.

41

Page 42: data baru

3.31 Kerangka Konsep

INPUT PROSES OUTPUT

Bagan kerangka konsep Thalassemia pada anak menurut Sudarti (2010)

42

Anak dengan

Thalassemia

Pendokumentasian

manajemen kebidanan

dengan SOAP :

1. Subyektif (Hasil

anamnesis)

2. Obyektif (Hasil

pemeriksaan)

3. Analisa

4. Penatalaksanaan

Hasil asuhan

kebidanan :

a. Keadaan umum

dan tanda-tanda

vital normal.

b. Hasil pemeriksaan

Hb meningkat.

c. Pasien sudah mau

makan dan istirahat

lebih banyak.

d. Keluarga pasien

mengerti tentang

penyakit

Thalassemia.

Page 43: data baru

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Studi Kasus

Karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

studi kasus berupa asuhan kebidanan dengan metode SOAP. Metode

deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan utama untuk

membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif

sedangkan penelitian dengan pendekatan studi kasus adalah suatu cara untuk

meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit

tunggal. Unit tunggal yang dimaksud dapat bearti satu orang atau sekelompok

penduduk yang terkena masalah. Studi kasus ini di analisis secara mendalam

meliputi berbagai aspek yang cukup luas serta penggunaan berbagai tekhnik

secara integratif (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Lokasi Studi Kasus

Lokasi merupakan tempat dimana pengambilan kasus dilaksanakan

(Notoadmojo, 2010). Pada kasus ini telah dilaksanakan di ruang Edelweis

RSUD Dr. M. YUNUS Bengkulu tahun 2013.

3.3 Subjek Studi Kasus

Merupakan hal atau orang yang akan dikenai kegiatan pengambilan kasus

(Arikunto, 2010).

43

Page 44: data baru

3.4 Waktu Studi Kasus

Waktu studi kasus adalah rentang waktu yang digunakan penulis untuk

pelaksanaan studi kasus (Notoatmodjo, 2010).

3.5 Instrumen Studi Kasus

Merupakan alat pantau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulakan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,

dalam arti kata lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah

diolah (Notoatmodjo, 2010).

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Materi atau kumpulan fakta dapat berupa status, informasi, keterangan dan

lain-lain, mengenai suatu atau beberapa objek yang dikumpulkan sendiri oleh

penelitian atau berasal dari sumber lain, seperti instansi, lembaga, publikasi

atau hasil penelitian orang lain. Data berdasarkan cara memperoleh dibagi

menjadi 2 yaitu data primer dan data sekunder

(Notoatmodjo, 2010).

1. Data primer

Yaitu data yang diperoleh dari pengukuran tinggi badan dan berat badan,

pengukuran t

3.7 Alat-alat yang dibutuhkan

Alat dan bahan yang dibutuhkan dengan teknik pengumpulan data antara lain :

3.7.1 Alat dan bahan pengambilan data :

44

Page 45: data baru

a. Format pengkajian pada anak

b. Alat tulis (buku dan bolpoin)

3.7.2 Alat dan bahan dalam melakukan pemeriksaan fisik dan observasi :

a. Timbang berat badan

b. Termometer

c. Stetoskop

d. Jam tangan

e. Senter

f. Spatel lidah

g. Reflek hammer

3.7.3 Alat untuk pemeriksaan sediaan darah tepi :

1) Mikroskop

2) Objek glass

3) Blood lancet

4) Pipet tetes

5) Larutan Giemsa

3.7.4 Alat dan bahan untuk dokumentasi

1) Status atau catatan pasien

2) Dokumen yang ada di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu

45

Page 46: data baru

46