Dasar Teori

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Mendeskripsikan kenampakan dan penyusun batuan sedimen klastik pada sayatan tipis. Menentukan lingkungan pengendapan batuan sedimen klastik dari pengamatan mikroskopis. Pemberian nama batuan sedimen klastik pada sayatan tipis. 1.2 Tujuan 1.2.1 Dapat mendeskripsikan kenampakan dan penyusun batuan sedimen klastik pada sayatan tipis. 1.2.2 Dapat menentukan lingkungan pengendapan batuan sedimen klastik dari pengamatan mikroskopis. 1.2.3 Dapat memberikan nama batuan sedimen klastik pada sayatan tipis. 1.3 Pelaksanaan Praktikum Selasa, 26 April 2012 Pukul 18.30 – 20.00Laboratorium Geooptik 1

Transcript of Dasar Teori

Page 1: Dasar Teori

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

Mendeskripsikan kenampakan dan penyusun batuan sedimen klastik pada

sayatan tipis.

Menentukan lingkungan pengendapan batuan sedimen klastik dari

pengamatan mikroskopis.

Pemberian nama batuan sedimen klastik pada sayatan tipis.

1.2 Tujuan

1.2.1 Dapat mendeskripsikan kenampakan dan penyusun batuan sedimen

klastik pada sayatan tipis.

1.2.2 Dapat menentukan lingkungan pengendapan batuan sedimen klastik dari

pengamatan mikroskopis.

1.2.3 Dapat memberikan nama batuan sedimen klastik pada sayatan tipis.

1.3 Pelaksanaan Praktikum

Selasa, 26 April 2012

Pukul 18.30 – 20.00 Laboratorium Geooptik

1

Page 2: Dasar Teori

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Definisi dan Klasifikasi Batuan Sedimen

Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari akumulasi

material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau dari hasil

aktivitas kimia ataupun organisme, yang diendapakan lapis demi lapis pada

permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan (Pettijohn et al,

1904).

Sedangkan Raymond (1943) memberikan definisi bahwa batuan

sedimen adalah batuan yang terbentuk di permukaan bumi dalam kondisi

temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini dihasilkan dari akumulasi

dan pemadatan dari sedimentasi, material yang tertransport oleh air, udara,

atau es.

a. Proses Pembentukan Batuan Sedimen

Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada

sebelumnya oleh kekuatan-kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya air,

pengikisan-pengikisan angina, serta proses litifikasi, diagnesis, dan

transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-tempat yang relatif

lebih rendah letaknya, misalnya: di laut, samudera, ataupun danau-danau.

Mula-mula sedimen merupakan batuan-batuan lunak, akan tetapi karena

proses diagenesis sehingga batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.

Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada

sedimen selama terpendapkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi

adalah proses perubahan material sedimen menjadi batuan sedimen yang

kompak.

b. Transportasi dan Deposisi

1. Transportasi dan deposisi partikel oleh fluida

Pada transportasi oleh partikel fluida, partikel dan fluida

akan bergerak secara bersama-sama. Sifat fisik yang berpengaruh

terutama adalah densitas dan viskositas air lebih besar daripada

2

Page 3: Dasar Teori

angin sehingga air lebih mampu mengangkut partikel yang

mengangkut partikel lebih besar daripada yang dapat diangkut

angin. Viskositas adalah kemampuan fluida untuk mengalir. Jika

viskositas rendah maka kecepatan mengalirnya akan rendah dan

sebaliknya. Viskositas yang kecepatan mengalirnya besar

merupakan viskositas yang tinggi.

2. Transportasi dan deposisi partikel oleh sediment gravity flow

Pada transportasi ini partikel sedimen tertransport langsung

oleh pengaruh gravitasi, disini material akan bergerak lebih dulu

baru kemudian medianya. Jadi disini partikel bergerak tanpa

batuan fluida, partikel sedimen akan bergerak karena terjadi

perubahan energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik. Yang

termasuk dalam sediment gravity flow antara lain adalah debris

flow, grain flow dan arus turbid. Deposisi sediment oleh gravity

flow akan menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi

sedimen oleh fluida flow karena pada gravity flow transportasi dan

deposisi terjadi dengan cepat sekali akibat pengaruh gravitasi.

Batuan sedimen yang dihasilkan oleh proses ini umumnya akan

mempunyai sortasi yang buruk dan memperlihatkan struktur

deformasi.

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dan

penamaan batuan sedimen telah ditemukan oleh para ahli, baik

berdasarkan genetik maupun deskriptif. Secara genetik dapat

disimpulkan dua golongan.

(Pettijohn,1975 dan W.T.Huang,1962)

c. Litifikasi dan Diagnesis

Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi

batuan sediment yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi

menjadi batupasir. Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada

sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagnesis.

Diagnesis terjadi pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi

3

Page 4: Dasar Teori

daripada kondisi selama proses pelapukan, namun lebih rendah

daripada proses metamorfisme.

Proses diagnesis dapat dibedakan menjadi tiga macam

berdasarkan proses yang mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan

biologi.

Proses diagenesis sangat berperan dalam menentukan bentuk

dan karakter akhir batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses

diagnesis akan menyebabkan perubahan material sedimen. Perubahan

yang terjadi adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia.

Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan

tekstur, proses kompaksi akan merubah penempatan butiran sedimen

sehingga terjadi kontak antar butirannya. Proses sementasi dapat

menyebabkan ukuran butir kwarsa akan menjadi lebih besar.

Perubahan kimia antara lain terdapat pada proses sementasi,

authigenesis, replacement, inverse, dan solusi. Proses sementasi

menentukan kemampuan erosi dan pengangkatan partikel oleh fluida.

Pengangkutan sedimen oleh fluida dapat berupa bedload atau

suspended load. Partikel yang berukuran lebih besar dari pasir

umumnya dapat diangkut secara bedload dan yang lebih halus akan

terangkut oleh partikel secara kontinu mengalami kontak dengan

permukaan, traksi meliputi rolling, sliding, dan creeping. Sedangkan

pada saltasi partikel tidak selalu mengalami kontak dengan permukaan.

Deposisi akan terjadi jika energi yang mengangkut partkel sudah tidak

mampu lagi mengangkutnya.

Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagenesa, yaitu :

1. Kompaksi

Kompaksi terjadi jika adanya tekanan akibat penambahan beban.

2. Anthigenesis

Mineral baru terbentuk dalam lingkungan diagnetik, sehingga

adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu

4

Page 5: Dasar Teori

sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai

berikut : karbonat, silika, klastika, illite, gypsum dan lain-lain.

3. Metasomatisme

Metasomatisme yaitu pergantian mineral sedimen oleh berbagai

mineral autigenik, tanpa pengurangan volume asal. Contoh :

dolomitiasi, sehingga dapat merusak bentuk suatu batuan karbonat

atau fosil.

4. Rekristalisasi

Rekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu

larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sedimen selama

diagnesa atau sebelumnya. Rekristalisasi sangat umum terjadi pada

pembentukkan batuan karbonat. Sedimentasi yang terus berlangsung

di bagian atas sehingga volume sedimen yang ada di bagian bawah

semakin kecil dan cairan (fluida) dalam ruang antar butir tertekan

keluar dan migrasi kearah atas berlahan-lahan.

5. Larutan (Solution)

Biasanya pada urutan karbonat akibat adanya larutan menyebabkan

terbentuknya rongga-rongga di dalam jika tekanan cukup kuat

menyebabkan terbentuknya struktur iolit.

(Diktat Petrologi UPN ; 2001)

D. Sifat-sifat Batuan Sedimen

Menurut Endarto (2004), batuan sedimen memiliki sifat-sifat pokok

yaitu:

1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan

adanya proses sedimentasi

2. Sifat klastik/fragmen yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas,

terutama pada golongan detritus

3. Sifat jejak atau adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil)

4. Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya gypsum, kalsit,

dolomit, dan rijing

5

Page 6: Dasar Teori

E. Penggolongan dan Penamaan Batuan Sedimen

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah

dikemukakan oleh para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif.

Secara genetis disimpulkan dua golongan (Pettijohn et al, 1904 dan

Huang, 1962), yaitu batuan sedimen klastik dan batuan sedimen non-

klastik.

1 Batuan Sedimen Klastik

Merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali

detritus atau pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku,

metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri.

Batuan sedimen ini diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam

dua golongan besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran butirnya. Cara

terbentuknya batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan baik yang

terbentuk di lingkungan darat maupun di lingkungan air (laut). Batuan

berukuran besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan langsung dari

ledakan gunung api dan diendapakan di sekitar gunung tersebut dan dapat

juga diendapakan di lingkungan air seperti sungai, danau, atau laut.

Konglomerat biasanya diendapkan di lingkungan sungai dan Batupasir

dapat terjadi di lingkungan laut, sungai, danau, maupun delta. Semua

batuan tersebut di atas termasuk dalam detritus kasar. Sementara itu,

golongan detritus halus terdiri dari Batulanau, serpih, Batulempung, dan

napal. Batuan yang termasuk dalam golongan ini pada umumnya

diendapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai ke laut dalam.

Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis

(disintegrasi) maupun secara kimiawi (dekomposisi), kemudian tererosi

dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan.

Setelah fragmentasi berlangsung sedimen mengalami diagenesa, yakni

proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah di

dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal ini merupakan

proses merubah sedimen menjadi batuan keras.

Proses diagenesa antara lain:

6

Page 7: Dasar Teori

a. Kompaksi Sedimen

Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat

tekanan dari berat beban di atasnya. Di sini volume sedimen berkurang

dan hubungan antar butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat.

b. Sementasi

Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan

secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen satu dengan yang lain.

Sedimentasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan (permeabilitas

relatif) pada ruang antar butir semakin besar.

c. Rekristalisasi

Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang

berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atau sbelumnya.

Rekristalisai sangat umum terjadi pada pembentukan batuan karbonat.

d. Autiqenesis

Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga

adanya mineral tersebut merupakan partikel batu dalam suatu sedimen.

Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut: karbonat,

silika, klorita, illite, gipsum, dan lain-lain.

e. Metasomatisme

Yaitu penggantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik,

tanpa pengurangan volume asal. Contoh: dolomitasi, sehingga dapat

merusak bentuk suatu batuan karbonat atau fosil.

F. Tekstur Batuan Sedimen

Tekstur adalah kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan

bentuk butir serta susunannya (Pettijohn, 1975). Butiran tersusun dan terikat

oleh semen dan masih adanya rongga di antara butirnya. Pembentukannya

dokontrol oleh media dan cara transportasinya (Jackson, 1970; Reineck dan

Singh, 1975). Pembahasan tekstur meliputi:

1. Ukuran Butir (grain size)

Pemilahan ukuran butir didasarkan pada skala Wentworth (1922).

7

Page 8: Dasar Teori

2. Pemilahan (sorting)

Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun

batuan sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar

butirnya, maka pemilahan semakin baik. Beberapa istilah yang biasa

dipergunakan dalam pemilahan batuan adalah:

Well sorted : terpilah baik

Medium sorted : terpilah sedang

Poor sorted : terpilah buruk

3. Kebundaran

Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya butiran dimana

sifat ini hanya bisa diamati pada batuan sedimen klastik kasar.

Kebundaran dapat dilihat dari bentuk batuan yang terdapat dalam

batuan tersebut. Tentunya terdapat banyak sekali variasi dari bentuk

batuan, akan tetapi untuk mudahnya dipakai perbandingan sebagai

berikut:

- well rounded (membundar baik)

Semua permukaan konveks, hampir equidimensional, dan

sferodial

- rounded (membundar)

Pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-ujung

dan tepi-tepi butiran bundar

- subrounded (membundar tanggung)

8

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Wentworth, 1922

Page 9: Dasar Teori

Permukaan umumnya datar dengan ujung yang membundar

- subangular (menyudut tanggung)

Permukaan pada umumnya datar dengan ujung-ujung yang

tajam

- angular (menyudut)

Permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam

Gambar 2.1 Klasifikasi roundness (Power, 1953)

1. Shape

Shape adalah bentuk daripada butiran tersebut, dapat dibedakan

menjadi 4 macam.

Golongan pertama (I) : oblate/lobular

Golongan kedua (II) : equent/equiaxial

Golongan ketiga (III) : bladed/triaxial

Golongan keempat (IV) : prolate/rod shaped

2. Porositas

Porositas suatu batuan adalah perbandingan seluruh permukaan

poridengan volume dari batuan. Bila dijadikan dalam presentase

adalah sebagai berikut:

Porositas=SeluruhPermukaanPoriVolumeBatuan

x100 %

9

Page 10: Dasar Teori

3. Fragmen

Merupakan butiran penyusun suatu batuan sedimen yang

berukuran lebih besar daripada pasir.

4. Matrik

Matrik adalah semacam butir (klastik), tetapi sangat halus sehingga

aspek geometri tak begitu penting, tedapat diantara butiran sebagai

massa dasar.

5. Semen

Semen bukan merupakan butir, tetapi material pengisi rongga antar

butir, biasanya dalam bentuk amorf atau kristalin. Bahan-bahan

semen yang lazim adalah: klasit, solomit, sulfat, karbonatan, silika,

oksida, firit, lempung, silit, dan siderite

6. Kemas (fabric)

Terbagi menjadi dua:

- kemas terbuka yaitu butiran tidak saling bersentuhan

(mengambang dalam matriks)

- kemas tertutup yaitu butiran saling bersentuhan satu dengan

yang lainnya

G. Klasifikasi Batuan Sedimen

Klasifikasi batuan sedimen klastik

Klasifikasi Batupasir Folk (1980)

Gambar 2.2 Klasifikasi Batupasir Folk, 1980

10

Page 11: Dasar Teori

Klasifikasi Batupasir After Dott (1964)

Gambar 2.3 Klasifikasi Batupasir After Dott, 1964

11