Dasar Teori

download Dasar Teori

of 7

description

dasar teori

Transcript of Dasar Teori

DASAR TEORI

Proses menua (aging) adalah suatu keadaan alami selalu berjalan dengan disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi dan berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Istilah Golongan usia lanjut (Lansia) diperuntukkan bagi mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Sedangkan geriatri adalah orang usia lanjut yang disertai dengan pelbagai penyakit kronik.Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat maupun dalam pemerintah. Lansia rentan memiliki penyakit-penyakit degeneratif karena penurunan fungsi tubuh. Penyakit-penyakit tersebut antara lain:1. Diabetes MellitusDiabetes melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang tidak asing lagi di dunia. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik terjadinya hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Prince and Wilson, 2006). Secara umum, ada dua tipe DM, yaitu DM tipe 1, merupakan penyakit autoimun yang dipengaruhi oleh faktor genetik yang seringkali terjadi pada anak-anak, dan DM tipe 2, biasanya timbul pada penderita dengan usia di atas 40 tahun akibat resistensi insulin (Prince and Wilson, 2006; Guyton and Hall, 2008). Dari kedua tipe DM tersebut, DM tipe 2 adalah jenis DM yang paling banyak diderita oleh masyarakat saat ini (Barret et al., 2010; Barbora et al., 2012).Populasi penderita DM tipe 2 di dunia semakin hari semakin bertambah, terutama di negara maju (Mohan et al., 2007). Bahkan, prevalensi penderita DM tipe 2 di tahun 2010 mencapai 285.000.000 jiwa di seluruh dunia (Anderson et al., 2011; Power et al., 2012). Menurut World HealthOrganization (2008), penderita DM tipe 2 di Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000, menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan faktor risiko yaitu obesitas, kurang aktivitas fisik, merokok, dan hiperkolesterol (Barret et al., 2010).Perkembangan DM tipe 2 diawali dengan gangguan sekresi insulin pada sel pankreas fase pertama akibat kegagalan dalam mengkompensasi resistensi insulin. Apabila kondisi tersebut tidak segera ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya (DM tipe 2 kronis) akan terjadi kerusakan sel-sel pankreas secara progresif yang akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Padahal, kebanyakan penderita DM tipe 2 baru terdiagnosis setelah munculnya manifestasi klinis yang mengindikasikan bahwa DM tipe 2 yang diderita sudah kronis (Masharani and German, 2011).Oleh karena DM tipe 2 bersifat kronis dan progresif, maka seringkali menimbulkan komplikasi pada berbagai organ sehingga penatalaksanaannya pun tidaklah mudah. Penatalaksanaan DM tipe 2 yang ada saat ini adalah berupa perubahan gaya hidup dan intervensi farmakologis yang memerlukan tingkat kepatuhan tinggi (Anderson et al., 2011; Power et al., 2012).

2. HipertensiUsia lanjut membawa konsekuensi meningkatnya morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit kardiovaskular. TDS (tekanan darah sistolik) meningkat sesuai dengan peningkatan usia, akan tetapi TDD (tekanan darah diastolik) meningkat seiring dengan TDS sampai sekitar usia 55 tahun, yang kemudian menurun oleh karena terjadinya proses kekakuan arteri akibat aterosklerosis. Sekitar usia 60 tahun dua pertiga pasien dengan hipertensi mempunyai hipertensi sistolik terisolasi (HST), sedangkan di atas 75 tahun tiga perempat dari seluruh pasien mempunyai hipertensi sistolik (Suhardjono, 2009).Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur yaitu tekanan darah sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Bloodpressure (JNCVI) dan WHO / lnternational Society of Hypertension Guidelines Subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi (Kuswardani, 2006).Hipertensi sistolodiastolik didiagnosis bila TDS 140 mmHg dan TDD 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS 140 mmHg dengan TDD < 90 mmHg. Definisi hipertensi menurutWHO dapat dilihat pada tabel 1.

Jika tekanan darah sistolik dan diastolik berbeda kategori, dipakai kategori yang lebih tinggi.Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya kekakuan pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur. Seperti diketahui, tekanan nadi merupakan predictor terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan peningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur.Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus. Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik dan vasokonstriksi adrenergik- akan menyebabkan kecenderungan vasokonstriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam, sistem reninangiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahan-perubahan di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus (Kuswardani, 2006).Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian, salah diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat beberapa faktor seperti berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau orang terlalu kurus. Penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sering menyebabkan fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural. Fluktuasi akibat ketegangan (hipertensi jas putih = white coathypertension) & latihan fisik juga lebih sering pada lanjut usia. Arteri yang kaku akibat arterosklerosis menyebabkan tekanan darah terukur lebih tinggi.Kesulitan pengukuran tekanan darah dapat diatasi dengan cara pengukuran ambulatory. Sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya palingsedikit dilakukan pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu. Gejala yang sering adalah nyeri sendi tangan (35% pada perempuan, 22% pada laki-laki), berdebar (33% pada perempuan, 17% pada laki-laki), mata kering (16% pada perempuan, 6% pada laki-laki), penglihatan kabur (35% pada perempuan, 23% pada laki-laki), kram pada tungkai (43% pada perempuan, 31% pada laki- laki), nyeri tenggorok (15% pada perempuan, 7% pada laki-laki), Nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis kelamin yaitu sebanyak 68% (Kuswardani, 2006).

3. OsteoarthritisOsteoartritis merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago tulang. Lokasi yang sering terkena adalah vertebra, pinggul, lutus dan pergelangan kaki. Di Indonesia, prevalensi OA cukup tinggi, pada pria mencapai 15,5% dan pada wanita 12,7% (Soeroso et al., 2006).OA dibagi menjadi dua macam, yakni OA primer dan sekunder. OA primer masih belum diketahui kausanya dan tidak ada hubungannya dengan perubahan lokal pada sendi. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari oleh kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro juga akibat imobilisasi yang terlalu lama (Soeroso et al., 2006; Lozada, 2013).Berdasarkan penelitian yang dilakukan pakar, diketahui bahwa OA merupakan penyakit yang diakibatkan oleh terganggunya sistem homeostasis pada metabolisme kartilago dengan kerusakan proteoglikan kartilago. Kerusakan pada sinovia sendi ini terjadi dengan multifaktor yakni usia, stres, penggunaan sendi berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan.Osteoatritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosis. Osteoatritis terjadi sebagai hasil kombinasi degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Soeroso et al., 2006).Faktor resiko yang dapat memperbesar resiko terjadinya penyakit osteoarttitis adalah :1. Usia,2. Jenis Kelamin,3. Suku Bangsa,4. Genetik,5. Kegemukan dan penyakit metabolik,6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga,7. Kelainan pertumbuhan (Soeroso et al., 2006; Lozada, 2013).

Terdapat predileksi OA pada sendisendi tertentu, diketahui pada carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha (Soeroso et al., 2006).Pasien OA umumnya mengeluhkan gejala yang berlangsung lama dan berkembang secara perlahan lahan. Keluhan pasien OA berupa nyeri sendi, hambatan gerak sendi, kaku pada pagi hari, krepitasi, deformitas sendi, perubahan gaya berjalan (Soeroso et al., 2006).Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain:1. Hambatan gerakPada OA yang masih dini sudah dapat ditemukan hambatan gerak. Tanda ini semakin memberat seiring bertambah beratnya penyakit.2. KrepitasiPada awalnya pasien akan mengeluhkan ada sesuatu yang patah pada tulang. Gejala ini semakin terdengar sampai jarak tertentu setelah bertambah beratnya penyakit. Krepitasi ditemukan pada OA lutut.3. Pembengkakan sendi asimetrisPembengkakan sendi terjadi karena efusi pada sendi yang tidak banyak (