Dasar Teori
-
Upload
ika-purwanti -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
description
Transcript of Dasar Teori
BAB II
DASAR TEORI
Pergerakan Usus Halus Manusia
Pergerakan usus halus, seperti di mana pun dalam traktus gastrointestinal, dapat
dibagi menjadi kontraksi pencampuran dan kontraksi pendorongan. Dalam arti yang luas,
pembagian ini bersifat artifisial karena pada dasarnya semua pergerakan usus halus
menyebabkan paling sedikit beberapa derajat pencampuran dan pendorongan. Klasifikasi
umum dari proses ini adalah sebagai berikut :
Kontraksi Pencampuran (Kontraksi Segmentasi)
Bila bagian tertentu usus halus diregang oleh kimus, peregangan dinding usus
menimbulkan kontraksi konsentris lokal dengan jarak interval tertentu sepanjang usus.
Panjang longitudinal setiap kontraksi kira – kira hanya sekitar 1 sentimeter, sehingga setiap
rangkaian kontraksi menimbulkan segmentasi pada usus halus. Artinya, kontraksi membagi
usus menjadi segmen – segmen berjarak yang mempunyai bentuk rantai sosis. Bila satu
rangkaian kontraksi segmentasi berelaksasi, timbul satu rangkaian baru, tetapi kontraksi saat
ini terutama pada titik baru di antara kontraksi – kontraksi sebelumnya. Kontraksi segmentasi
ini biasanya memotong kimus sekitar dua sampai tiga kali per menit, dengan cara ini
membantu pencampuran partikel – partikel makanan padat dengan sekresi usus halus.
Frekuensi maksimal dari kontraksi segmentasi dalam usus halus ditentukan oleh
frekuensi gelombang lambat dalam usus halus, yang merupakan irama listrik dasar. Karena
besar frekuensi ini kira – kira 12 per menit dalam duodenum dan proksimal jejunum,
frekuensi maksimum dari kontraksi segmentasi pada daerah ini juga kira – kira 12 per menit,
tetapi hal ini terjadi hanya pada keadaan perangsangan yang ekstrim. Pada ileum terminalis,
frekuensi maksimum biasanya delapan sampai Sembilan kontraksi per menit.
Kontraksi segmentasi menjadi sangat lemah bila aktivitas perangsangan sistem saraf
enterik dihambat oleh atropin. Oleh karena itu, walaupun gelombang lambat dalam otot polo
situ sendiri yang mengatur kontraksi segmentasi, kontraksi tersebut tidak efektif tanpa
dilatarbelakangi oleh perangsangan sistem saraf enterik, terutama oleh pleksus mienterikus.
Gerakan Mendorong Peristaltik dalam Usus Halus
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Ini dapat terjadi pada
bagian anus dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, lebih cepat di usus bagian proksimal
dan lebih lambat di usus bagian terminal. Gelombang peristaltik tersebut secara normal
sangat lemah dan biasanya berhenti sesudah menempuh jarak 3 sampai 5 sentimeter, sangat
jarang lebih jauh dari 10 sentimeter, sehingga pergerakan kimus juga sangat lambat, begitu
lambatnya sehingga pergerakan net kimus sepanjang usus halus rata – rata hanya 1 cm/menit.
Ini berarti bahwa dibutuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk perjalanan kimus dari pylorus
sampai ke katup ileosekal.
Kontrol Peristaltik oleh Sinyal Saraf dan Hormonal
Aktivitas peristaltik usus halus sangat meningkat sesudah makan. Hal ini sebagian
disebabkan oleh awal masuknya kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh apa yang disebut
refleks gastroenterik yang dimulai dengan peregangan lambung dan diteruskan terutama
melalui pleksus mienterikus dari lambung turun di sepanjang usus halus.
Selain sinyal saraf yang mempengaruhi peristaltik usus halus, terdapat beberapa
faktor hormonal yang mempengaruhi peristaltik. Faktor hormonal tersebut meliputi gastrin,
CCK, insulin dan serotonin, semuanya meningkatkan motilitas usus dan disekresikan selama
berbagai fase pencernaan makanan. Sebaliknya, sekretin dan glukagon menghambat motilitas
usus. Makna kuantitatif dari masing – masing faktor hormonal ini untuk pengaturan motilitas
masih dipertanyakan.
Fungsi gelombang peristaltik dalam usus halus tidak hanya menyebabkan
pendorongan kimus ke arah katup ileosekal tetapi juga menyebarkan kimus sepanjang
mukosa usus. Sewaktu limus memasuki usus dari lambung dan menimbulkan peregangan
awal usus proksimal, gelombang peristaltik yang timbul segera mulai menyebarkan kimus di
sepanjang usus; proses ini makin meningkat sewaktu kimus tambahan masuk ke duodenum.
Pada waktu mencapai katup ileosekal, kimus kadang – kadang dihambat selama beberapa jam
sampai orang tersebut makan makanan yang lain, ketika refleks gastroenterik (juga disebut
gastroileal) yang baru meningkatkan peristaltik dalam ileum serta mendorong kimus yang
terhambat tadi melewati katup ileosekal masuk ke dalam sekum.
Efek Mendorong dari Gerakan Segmentasi
Gerakan segmentasi, meskipun hanya berlangsung selama beberapa detik, sering juga
berjalan ke arah anus dan membantu mendorong makanan menuruni usus. Oleh karena itu,
perbedaan antara gerakan segmentasi dan peristaltik tidaklah sedemikian besar seperti yang
dinyatakan oleh pembagiannya menjadi dua klasifikasi ini.
Desakan Peristaltik
Meskipun peristaltik dalam usus halus secara normal bersifat sangat lemah, iritasi
yang kuat pada mukosa usus, seperti yang terjadi pada beberapa kasus diare infeksi yang
berat, dapat menimbulkan peristaltik yang sangat kuat dan cepat, disebut desakan peristaltik.
Keadaan ini sebagian dicetuskan oleh refleks saraf ekstrinsik ke ganglia sistem saraf otonom
dan batang otot yang kemudian kembali lagi ke usus dan sebagian lagi oleh peningkatan
refleks pleksus mienterikus secara langsung. Kontraksi peristaltik yang sangat kuat ini
kemudian berjalan jauh di dalam usus halus dalam hitungan menit, menyapu isi usus ke
dalam kolon dan karena itu membebaskan usus halus dari kimus yang mengiritasi atau
peregangan yang berlebihan.
Pengaturan Otonom Traktus Gastrointestinal
Persarafan Parasimpatis
Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan sakral. Kecuali untuk
beberapa serta parasimpatis ke region mulut dan faring dari saluran pencernaan, parasimpatis
divisi kranial hampir seluruhnya berasal dari saraf vagus. Serat – serat ini memberi inervasi
yang luas pada esophagus, lambung, pankreas dan sedikit ke usus sampai separuh bagian
pertama usus besar. Parasimpatis sakral berasal dari segmen sakral medulla spinalis kedua,
ketiga dan keempat dari medulla spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke separuh bagian
distal usus besar. Area sigmoid, rektum dan anus dari usus besar diperkirakan mendapat
persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus yang lain.
Neuron – neuron postganglionik dari sistem parasimpatis terletak di pleksus
mienterikus dan pleksus submukosa dan perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan
peningkatan umum dari seluruh aktivitas saraf enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat
aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal tetapi tidak semuanya, karena beberapa
neuron enterik bersifat inhibitoris dan karena itu menghambat fungsi – fungsi tertentu.
Persarafan Simpatis
Serat – serat simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal berasal dari medulla
spinalis antara segmen T5 dan L2. Sebagian besar serat preganglionik yang mempersarafi
usus, sesudah meninggalkan medulla, memasuki rantai simpatis dan berjalan melalui rantai
ke ganglia yang terletak jauh, seperti ganglion seliakus dan berbagai ganglion mesenterikus.
Kebanyakan badan neuron postganglionik menyebar dari sini melalui saraf simpatis
postganglionik ke semua bagian usus, terutama berakhir pada neuron di dalam sistem saraf
enterik. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi semua bagian traktus gastrointestinal,
tidak hanya meluas ke bagian – bagian yang dekat dengan rongga mulut dan anus,
sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung – ujung saraf simpatis
mensekresikan norepinefrin.
Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas dalam
traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara : (1) pada tahap
yang kecil melalui pengaruh langsung norepinefrin pada otot polos (kecuali muskularis
mukosa, di mana ia merangsangnya) dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibitorik dari norepinefrin pada neuron – neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan
yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.
Setelah melihat pembahasan di atas, maka asetilkolin dapat digunakan sebagai pengganti
faktor perangsang saraf parasimpatis, sedangkan epinefrin dapat dijadikan sebagai pengganti
saraf simpatis.
ION KALSIUM DAN BARIUM
Sel otot polos dapat ditemukan pada dinding saluran dan organ berongga seperti
saluran pencernaan dan reproduksi. Sel-sel otot polos tidak memperlihatkan pita-pita atau
serat lintang seperti yang dijumpai pada otot rangka sehingga disebut sel otot polos. Sel otot
polos diaktifkan oleh fosforilasi miosin yang bergantung pada kalsium. Selama eksitasi,
peningkatan kalsium sitosol berfungsi sebagai perantara intrasel, mencetuskan serangkaian
reaksi biokimiawi yang menyebabkan fosforilasi myosin.
Ion kalsium otot polos berikatan dengan kalmodulin yang merupakan suatu protein
intrasel dengan struktur seperti troponin. Kompleks kalsium-kalmodulin mengikat dan
mengaktifkan protein lain yaitu miosin kinase, yang menyebabkan fosforilasi myosin. Miosin
yang telah terfosforilasi akan berikatan dengan aktin sehingga siklus jembatan silang dimulai.
Apabila kalsium dihilangkan, myosin mengalami defosforilasi (fosfatnya dikeluarkan) dan
tidak dapat lagi berinteraksi dengan aktin, sehingga berelaksasi. Jadi, otot polos dipicu untuk
berkontraksi oleh peningkatan kalsium sitosol yang berasal dari reticulum sarkoplasma yang
berjumlah sedikit serta CES mengikuti penurunan gradient konsentrasi pada saat saluran ion
kalsium di membrane plasma dibuka.
Sebagian besar otot polos termasuk dalam golongan unit-tunggal di mana serat-serat
otot yang membentuk golongan ini tereksitasi dan berkontraksi sebagai satu kesatuan.. Serat
otot pada otot polos unit tunggal secara listrik dihubungkan oleh gap junction. Ketika timbul
potensial aksi di bagian manapun lembaran otot ini, potensial aksi tersebut merambat dengan
cepat melalui titik-titik kontak listrik khusus ini ke seluruh kelompok sel-sel yang saling
berhubungan.
Pada percobaan, usus kelinci diberikan ion kalsium yang berperan dalam
pembentukan potensial aksi otot polos dan barium yang berperan dalam pembentukan
potensial aksi spontan. Otot polos pada saluran pencernaan termasuk otot polos unit tunggal
yang bersifat self-excitable dan tidak membutuhkan stimulasi saraf untuk kontraksinya.
Kelompok-kelompok khusus sel otot polos ini memperlihatkan aktivitas listrik spontan yang
berarti kelompok tersebut mampu menghasilkan potensial aksi tanpa stimulasi eksternal
apapun. Keadaan ini seringkali dihubungkan dengan adanya irama gelombang lambat dasar
dari potensial membran, khususnya pada otot polos dinding usus. Penyebab terjadinya
gelombang lambat belum diketahui secara jelas. Makna dari gelombang lambat yaitu
gelombang ini dapat mencetuskan potensial aksi secara spontan. Gelombang lambat sendiri
tidak dapat menimbulkan kontraksi otot, namun bila potensial gelombang lambat meningkat
melebihi -35 milivolt (perkiraan ambang batas untuk pencetusan potensial aksi dalam
sebagian besar otot polos visera), timbul suatu potensial aksi dan menyebar ke seluruh massa
otot sehingga terjadi kontraksi.
Pengaruh Suhu pada Kontraksi
Suhu Gerakan usus
35°C ++++
30°C +++
25°C ++
20°C +
Keterangan: (+) = kekuatan kontraksi usus
Kontraksi usus pada suhu yang makin rendah, makin berkurang.
Pada suhu yang rendah, protein lokomosi terganggu karena membutuhkan batasan
suhu tertentu. Hal ini menyebabkan kerja enzim intrasel berkurang, ATP yang dihasilkan
untuk kontraksi berkurang. Karena praktikum dilakukan secara in vitro maka, enzim yang
berkurang kerjanya adalah enzim intrasel, bukan ekstrasel yang dibawa aliran darah.
Sedangkan keaktifan usus akan meningkat bila suhu dinaikkan karena kerja enzim
ditingkatkan untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk kontraksi.
Tubuh dapat dianggap sebagai inti penghasil panas (organ internal,SSP,dan otot
rangka) yang dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung yang kapasitas insulatifnya berubah-
ubah (kulit). Kulit mempertukarkan energi panas dengan lingkungan eksternal, dengan arah
dan jumlah perpindahan panas bergantung pada suhu lingkungan dan kapasitas insulatif
lapisan pelindung tersebut. Untuk mencegah malfungsi sel yang serius, suhu inti harus
dipertahankan konstan sekitar 37,8 C dengan secara terus menerus menyeimbangkan
penambahan dan pengurangan panas walaupun suhu lingkungan dan produksi panas internal
berubah-ubah. Cara utama penambahan panas adalah produksi panas oleh aktivitas
metabolik, yang paling berperan adalah kontraksi otot rangka.
Pilokarpin
Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis oleh
asetilkolinesterase. Dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya, senyawa ini sangat
lemah. Pilokarpin menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk
oftalmologi.