Dasar Teori
-
Upload
ainun-el-mufidzi -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of Dasar Teori
LAPORAN TERBAIKPRAKTIKUM KIMIA FISIK
PERCOBAAN IIIKELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR
Disusun oleh :
1. Eko Agung W ( J2C005111 )
2. Harya Fikri ( J2C005117 )
3. Khoerul Bariyah ( J2C005123 )
4. Laila Ika ( J2C005124 )
5. Linda Selviningrum ( J2C005125 )
6. Maranti Sianita ( J2C005126 )
7. Maulida ( J2C005127 )
8. Maya Damayanti ( J2C005128 )
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MIPA UNIVERSITAS DIPONEGORO
2007PERCOBAAN III
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR
I. TUJUAN
I.1 Mampu menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan zat dan
menghitung panas kelarutannya.
II. DASAR TEORI
II.1Larutan
Larutan adalah campuran homogen dari molekul atom ataupun ion dari
dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya
dapat berubah-ubah dan disebut homogen karena susunannya seragam
sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan
dengan mikroskop sekalipun.
Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang mengandung zat
terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara zat
yang larut dan yang tidak larut.
( Petrucci, 1992 )
II.2Kelarutan
Kelarutan adalah suatu besaran untuk menyatakan jumlah zat terlarut
yang terdapat dalam pelarut pada sistem larutan jenuh. Unsur terpenting yang
menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah pelarut. Komponen yang
jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut.
Kemampuan untuk membentuk larutan padat sering terdapat dalam
logam dan larutan ini disebut alloy. Jika sejumlah zat dan larutan dibiarkan
berhubungan dengan sejumlah terbatas pelarut, maka pelarutan terjadi secara
terus menerus. Hal ini berlaku karena adanya proses pengendapan, yaitu
kembalinya spesies ke keadaan tak larut. Pada waktu pelarutan dan
pengendapan terjadi laju yang sama. Kuantitas terlarut yang larut dalam
sejumlah pelarut kerap sama pada tiap waktu. Proses ini adalah salah satu
kesetibangan dinamis dan larutannya disebut larutan jenuh. Konsentrasi
larutan jenuh dikenal sebagai kelarutan zat terlarut dalam pelarut pertama.
( Petrucci, 1992 )
Kelarutan adalah sejumlah zat terlarut yang larut dalam sejumlah pelarut
untuk membentuk larutan jenuh. Kelarutan dinyatakan dalam kilogram per
meter kubik, mol perkilogram, pelarut dan lain-lain. Kelarutan zat dalam
pelarut tergantung pada suhu. Biasanya untuk padatan dalam cairan, kelarutan
meningkat dengan meningkatnya suhu, untuk gas kelarutannya menurun.
( Daintith, 1994 )
II.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelarutan
a.Temperatur
Kebanyakan garam anorganik meningkat kelarutannya sejalan dengan
peningkatan suhu. Biasanya merupakan suatu keuntungan untuk
melanjutkan proses pengendapan, penyaringan dan pencucian dengan
larutan panas.
b. Sifat Pelarut
Garam-garam anorganik lebih larut dalam air, berurangnya kelarutan dalam
pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat.
c.Efek ion sejenis
Kelarutan endapan berkurang jika larutan tersebut mengandung salah satu
ion-ion penyusun endapan. Pembatasan Ksp baik kation dan anion yang
ditambahkan mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga
endapan garam bertambah.
d. Pengaruh pH
Kelarutan garam dari asam lemah bergantung pada pHnya.
e.Pengaruh Hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air akan menghasilkan [H+]
kation dari spesies garam mengalami hodrolisis sehingga menambah
kelarutannya.
f. Pengaruh Kompleks
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain
yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.
g. Efek Aktivitas
Banyak endapan menunjukan peningkatan pelarutan yang mengandung ion-
ion yang tidak bereaksi secara kimiawi dengan ion-ion dari endapan disebut
efek aktivitas atau efek garam netral. Efek aktivitas tidak menimbulakn
permasalahan yang serius untuk analisis mengingat kondisinya dipilih
normal agar kehilangan dari larutan sangat kecil.
h. Tekanan
Kelarutan semua gas akan naik bila tekanan parsial gas diatas larutan naik
seperti dinyatakan dalam “ Hukum Henry” berikut
P = K . x
dimana
p = tekanan parsial solute dalam fase gas
K = konstanta Henry
X = fraksi mol gas dalam larutan
( Underwood, 2001)
II.4 Panas Pelarutan
Panas pelarutan adalah panas yang dilepaskan atau diperlukan bila 1
mol solute dilarutkan sehingga terbentuk larutan dengan konsentrasi tertentu.
Ada 2 macam panas pelarutan, yaitu panas pelarutan integral dan panas
pelarutan diferensial. Panas pelarutan integral didefinisikan sebagai perubahan
entalpi jika 1 mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan
diferensial didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut
dilarutkan dalam jumlah larutan yang tak terhingga, sehingga konsentrasinya
tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat terlarut.
Secara matematis panas pelarutan diferensial didefinisikan sebagai :
d ( ln ∆H )
dm
yaitu perubahan panas diplot sebagai jumlah mol terlarut, dan panas pelarutan
diferensial dapat diperoleh dengan mendaftarkan kemiringan kurva pada
setiap konsentrasi, jadi panas pelarutan diferensial tergantung pada
konsentrasi larutan.
( Dogra, 1990 )
II.5Pengaruh Temperatur pada kelarutan
Perubahan kelarutan terhadap pengaruh temperatur berhubungan erat
dengan panas pelarutan. Zat dengan panas pelarutan (∆H) positif akan
menunjukkan kenaikan suhu pada waktu zat tersebut dilarutkan. Proses ini
dikenal dengan proses endotermis. Sebaliknya zat dengan panas pelarutan
(∆H) negatif akan menunjukan penurunan suhu yang dikenal dengan proses
eksotermis. Jadi proses endotermis akan terjadi bila suhu lebih kecil daripada
suhu pelarut, begitu pula sebalinya.
Prinsip Le Chatelier menyatakan bahwa untuk proses eksotermis,
kondisi suhu menyebabkan penurunan kelarutan, sedangkan pada proses
endotermis kenaikan suhu menyebabkan kenaikan kelarutan. Pada umumnya
reaksi memiliki panas pelarutan positif sehingga kenaikan temperatur akan
menaikkan kelarutan.
Van’t Hoff menuliskan hubungan antara kelarutan dengan temperatur
sebagai berikut :
d ln S = ∆H d T Rt2
diintegrasikan dari T1 dan T2 maka menghasilkan
SEMRAWUT….!!!!!!!!!!!1
d ln S = ∆H . dTR T2
dimana ;S1 = kelarutan pada T1
S2 = kelarutan pada T2
∆H = panas pelarutan
R = konstanta gas umum
Pada T1 > T2 jika ∆H positif maka reaksinya endotermis, sedangkan
bila ∆H negatif maka reaksinya enksotermis. Panas pelarutan dapat didefini-
sikan dari persamaan Van’t Hoff :
Dengan membuat grafik antara ln S dengan maka diperoleh slope
sehingga harga ∆H dapat ditentukan.
( Dogra, 1990 )
II.6Potensial Kimia
Potensial kimia dari setiap komponen ditetapkan sebagai perubahan
dalam energi bebas sistem jika 1 mol komponen ditambahkan pada sistem
dengan jumlah tak terhingga, sehingga tidak ada perubahan dalam komposisi
yang terjadi dalam sistem potensial kimia dari gas ideal murni adalah :
µ = µ˚ (T) + RT ln p
dimana µ˚ adalah potensial kimia standar. Sedangkan potensial kima gas
dalam campuran yaitu :
µi = µi (murni) + RT ln X1
Potensial kimia dari gas dalam campuran lebih kecil dari pada gas murni pada
temperatur dan tekanan yang sama, karena X1 lebih kecil dari pada gas murni
pada temperatur dan tekanan yang sama.
( Atkins, 1990 )
II.7 Energi Bebas dari Campuran Ideal
Energi bebas dari campuran gas dapat diturunkan (∆Gm) sebagai :
∆Gcamp = nRT ∑ X1. ln .X1
dimana :
n : jumlah total mol dari suatu sistem
X1 : fraksimol dari komponen ke 1
Panas pencampuran dari gas ideal adalah spontan
∆G = ∆H . T . ∆S
( Atkins, 1990 )
II.8 Titrasi
Titrasi adalah suatu cara cepat, akurat dan luas dalam mengukur
jumlah suatu zat dalam larutan. Titrasi merupakan cara kerja dengan
menambahkan volume larutan standar tepat yang diperlukan untuk bereaksi
dengan zat lain yang normalitasnya tidak diketahui. Larutan standar disebut
sebagai titran. Untuk titrasi, volume titran yang dibutuhkan harus diukur
secara hati-hati menggunakan buret. Jika volume dan konsentrasi dari larutan
standar diketahu8i, maka banyaknya normalitas zat yang dititrasi dapat
diketahui.
Suatu titrasi adalah dasar dalam suatu reaksi kimia yang dapat
dinyatakan sebagai berikut :
aA + bB hasil
dimana A adalah zat penitrasi, B adalah zat yang dititrasi, a dan b adalah
koefisiennya.
( Khopkar, 1990 )
Suatu reaksi harus memenuhi syarat sebelum digunakan sbagai dasar
titrasi, syarat-syaratnya antara lain :
1. Reaksi harus berlangsung sesuai persamaan reaksi kimia tertentu, tidak
ada reaksi samping.
2. Reaksi harus berlangsung sampai pada titik ekuivalen atau tetapan
kesetimbangan reaksi harus sangat besar.
3. Suatu indikator harus ada untuk menentukan titik ekuivalen yang dicapai
4. Diharapkan bahwa reaksi berlangsung cepat, sebab bila reaksinya lambat
titik ekuivalen sulit diamati.
( Underwood, 1994 )
2.9. Analisa Bahan
2.6.1 Asam Oksalat
- Asam keras, lebih keras daripada asam melanoat
- Segera terurai bila dipanaskan dengan H2SO4 pekat
- H2C2O4 mudah teroksidasi oleh larutan KMnO4 dalam suasana asam
- Diperoleh lewat sulingan kering kalium format atau Na format atau
dengan mengalirkan CO2 kering melalui K atau Na pada suhu 1360oC
( Pudjaatmaka, 1993 )
2.6.2 NaOH
- Higroskopis, padat
- Putih, mudah larut dalam air dengan kelarutan 2 g/100 ml air pada 0oC
- licin seperti sabun, pahit, amat korosif terhadap kulit
- Padatan meleleh pada 318,4oC
- Mendidih tanpa terurai pada 1390oC
- Elektrolit, basa kuat
( Basri, 1996 )
2.6.3 NaCl
- Zat padat warna putih
- Didapat dari menguapkan dan memurnikan air laut
- Dapat dibuat dari reaksi netralisasi
- Tidak larut dalam alkohol
- BM = 58,45 g/mol
( Basri, 1996 )
2.6.4 Indikator PP
- Berwarna putih
- Hampir tidak larut dalam air
- Sangat larut dalam 12 ml alkohol dan 100 ml eter
- Indikator titrasi mineral dan asam organik
- Tidak berwarna pada pH 8,5
- Berwarna merah muda sampai merah pada pH = 9
( Daintith, 1994 )
2.6.5 Aquades
- Bening, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
- Pelarut Universal
- BM = 18 g/mol
- Densitas = 1 g/ml
- pH = 7 ( netral )
- Bersifat polar
( Budaveri, 1990 )
III.METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
1. termostat 0-50˚ C
2. termometer
3. buret 50 ml
4. erlenmeyer 250 ml
5. gelas beker 250 ml
6. pipet volume 10 ml
7. pengaduk gelas
8. tabung reaksi 250 ml
III.2 Bahan
1. asam oksalat
2. asam benzoat
3. asam boraks
4. larutan NaOH
5. indikator PP
6. es batu
7. garam dapur
III.3 Skema Kerja
Kristal as.oksalat
Gelas beker
- pelarutan dalam 100 ml akuadest pada T 250˚C
- pemasukan dalam termostat
- pengadukan agar temperatur homogen
- penitrasian NaOH 0.5 N
- pengamatan
Pengulangan perlakuan yang sama pada suhu 20, 15, 10, 5, 0˚C
IV. HIPOTESA
Percobaan kelarutan sebagai fungsi temperatur bertujuan untuk
menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan zat dan menghitung panas
pelarutannya. Suhu yang digunakan dalam percobaan ini berbeda-berbeda
sehingga kelarutannya akan berbeda pula. Bila suhu dinaikkan maka kelarutan
membesar dan sebaliknya, jika suhu diturunkan maka kelarutannya semakin
menurun. Asam oksalat memiliki ∆H positif.
V. DATA PENGAMATAN
NO Temperatur as.Oksalat Volume NaOH
Larutan as. Oksalat
Tabung reaksi dg termometer
10 ml lart as. oksalat
erlenmeyer
hasil
1.
2.
3.
4.
5.
6.