Dasar Teori

20
I. DASAR TEORI 1.1. Asidi-Alkalimetri Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode titrimetri pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang zatnya akan ditetapkan (Basset dkk, 1994). Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan mengguakan larutan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa- senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Gandjar dan Rohman, 2007). Analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dilakukan dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang konsentrasinya telah diketahui secara teliti dan reaksinya 1

description

fffffffffffffffffffffff

Transcript of Dasar Teori

I. DASAR TEORI1.1. Asidi-AlkalimetriAsidi-alkalimetri merupakan salah satu metode titrimetri pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang zatnya akan ditetapkan (Basset dkk, 1994). Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan mengguakan larutan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Gandjar dan Rohman, 2007).Analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dilakukan dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang konsentrasinya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif (Brady,1999). Larutan standar adalah larutan dengan kekuatan (konsentrasi) yang diketahui secara tepat. Bobot yang ditetapkan dihitung dari volume larutan standar yang digunakan dan hukum-hukum stoikiometri yang diketahui. Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah senyawa tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Larutan standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi, larutan baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses yang mana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut standarisasi (Gandjar dan Rohman, 2007).Dalam analisis titrimetri ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi yaitu: reaksi harus berlangsung cepat, kebanyakan reaksi ion memenuhi syarat ini; reaksi harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi. Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan perbandingan kesetaraan stoikiometri; harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai baik secara kimia maupun fisika; harus ada indikator jika tidak ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai baik secara kimia maupun fisika (Gandjar dan Rohman, 2007).Syarat suatu senyawa dapat dikatakan sebagai larutan baku primer adalah :1. Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan, dan disimpan dalam keadaan murni.2. Mempunyai kemurnian yang sangatt tinggi (1000,02)% atau dapat dimurnikan dengan penghabluran kembali.3. Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan merupakan baku primer).4. Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari udara.5. Susunan kimianya tepat sesuai jumlahnya.6. Mempunyai berat ekuivalen yang tinggi sehingga kesalahan penimbangan akan menjadi lebih kecil.7. Mudah larut.8. Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stokiometris, cepat, dan terukur.(Gandjar dan Rohman, 2007).Larutan baku diteteskan dari buret ke dalam larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu erlenmeyer atau gelas piala. Ada cara khusus dapat dilakukan sebaliknya. Proses reaksi ini disebut dengan titrasi atau menitrasi. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai disebut titik ekuivalen teoritis (stoikiometri). Yang berarti bahwa bahan yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa baku secara kuantitatif sebagaimana dinyatakan dalam persamaan reaksi. Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik akhir ekivalen teoritis. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna atau dengan terbentuknya endapan (kekeruhan). Perubahan ini dapat diamati karena larutan bakunya sendiri atau dengan bantuan larutan (zat lain) yang disebut dengan indikator (Gandjar dan Rohman, 2007).1.2. Indikator Indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nila pKa-nya (Watson, 2009). Phenolphtalein adalah salah satu jenis indikator yang paling sering digunakan dalam analisis kimia. Indikator phenolphtalein merupakan asam protik yang tidak berwarna. Indikator phenolphthalein mempunyai pKa 9,4, terjadi perubahan warna antara pH 8,4-10,4. Struktur phenolphthalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran 8,4-10,4 karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari phenolphthalein sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna. Berikut penataan ulang struktur pada perubahan warna phenilpthalein:

Gambar 1. Perubahan warna pada fenoltalein akibat penataan ulang struktur (Watson, 2009)(Tak berwarna)(Merah jambu)

Gambar 2. Penataan ulang struktur pada perubahan warna fenolftalein (Basset dkk, 1994)Indikator Phenolphtalein memiliki rumus molekul C22H14O4. Phenolphtalein merupakan serbuk hablur, putih, atau putih kekuningan lemah, tidak berbau, stabil diudara. Kelarutan merupakan praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter (Depkes RI, 1995). 1.3. Thiamine Hidroklorida

Gambar 3. Struktur Thiamin HCL (Depkes RI,1995)Thiamin Hidroklorida memiliki rumus molekul C12H17ClN4OS.HCl dengan berat molekul sebesar 337,27. Thiamin Hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C12H17ClN4OS.HCl dihitung terhadap zat anhidrat. Thiamin Hidroklorida berbentuk hablur atau serbuk hablur putih, bau khas lemah. Jika bentuk anhidrat terpapar udara dengan cepat menyerap air lebih kurang 4%. Thiamin Hidroklorida melebur pada suhu lebih kurang 248 disertai peruraian, mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam eter dan dalam benzene, disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995). Berikut adalah gambar struktur Thiamin Hidroklorida:1.4. Natrium HidroksidaNatrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Natrium hidroksida berbentuk pellet, serpihan atau barang atau bentuk lain, berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbon dioksida atau lembab, mudah larut dalam air dan dalam etanol serta disimpan dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).1.5. Asam OksalatAsam oksalat berbentuk hablur, tidak berwarna, larut dalam air dan etanol (95%) P. Asam oksalat memiliki rumus molekul C2H2O4. Asam oksalat mengandung tidak kurang dari 99,5% C2H2O4.. Penetapan kadar asam oksalat dilakukan dengan menimbang asam oksalat kurang lebih 3 gram, dilarutkan dalam 50 mL air bebas CO2 P., dititrasi dengan NaOH 1 N menggunakan indikator fenolftalein P (Depkes RI, 1979).

Gambar 3. Struktur Asam Oksalat (Sukmanawati, 2009)1.6. Penetapan Kadar Thiamine

N1 . V1 = N2. V.2Penetapan kadar thiamine hidroklorida dengan asidi alkalimetri adalah suatu titrasi asam kuat dengan basa kuat. Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai menjelang titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, nilai pH meningkat secara drastis (Gandjar dan Rohman, 2007). Kadar Thiamin HCl dapat ditentukan bedasarkan rumus sebagai berikut :

Dengan keterangan:N1 : Normalitas asamN2 : Normalitas basaPenetapan kadar Thiamin Hidroklorida merupakan titrasi yang tergolong asam kuat-basa kuat karena meliatkan hidrogen klorida dan natrium hidroksida dalam reaksinya yaitu sebagai berikut:

NaOH merupakan basa yang paling kuat dan paling umum digunakan sebagai larutan standar. NaOH selalu terkontaminasi oleh sejumlah kecil zat pengotor diantaranta adalah natrium karbonat. Bila CO2 diserap oleh larutan NaOH maka terjadi reaksi sebagai berikutCO2 + 2OH- HCO3- + H2OIon karbonat merupakan suatu basa yang akan bereaksi dengan ion hidrogen dalam 2 tahap, yaituCO32- + H3O+ HCO3- + H2O.....(1) H3O- + H3O+ H2CO3 + H2O.....(2)Jika phenolphtalein diguakan sebagai indikator, perubahan warna terjadi bila reaksi 1 lengkap yaitu ion karbonat telah bereaksi dengan hanya 1 ion H3O+. Hal ini menyebabkan suatu kesalahan karena ion OH- telah terpakai dalam pembentukan satu CO3- (Underwood, 1981).

II. ALAT DAN BAHAN2.1. Alat Labu Erlenmeyer Beaker glass Gelas ukur Labu ukur 100 mL Buret Statif Batang pengaduk Pipet tetes Pipet volume Corong gelas Ball filler Sendok tanduk Mortir dan stamper Sudip Kertas saring Aluminium foil2.2. Bahan Air Bebas CO2 Asam Oksalat 0,1 N Indikator Phenolpthalein (PP) NaOH Tablet Thiamine Hidroklorida

III. PROSEDUR KERJA3.1. Pembuatan Air Bebas CO2 (Depkes RI, 1995)Disiapkan aquades secukupnya disaring dengan kertas saring dan ditempatkan dalam beaker glass. Air dipanaskan diatas penangas air selama 5 menit atau lebih. Beaker glass berisi air panas ditutup dengan aluminium foil dan ditunggu hingga dingin.3.2. Pembuatan Indikator Phenolphtalien (PP) 1% b/v (Depkes RI, 1995)3.2.1. PerhitunganDiketahui: 1 gram phenolphtalein P dalam 100 mL etanol PKadar phenolphthalein= 1 % b/vVolume yang dibuat = 10 mLDitanya: Massa phenolphtalein yang ditimbang?Jawab: = X = 0,1 g3.2.2. Prosedur PembuatanPhenolphtalein ditimbang sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Beaker glass kemudian ditambahkan etanol 95% secukupnya lalu diaduk sampai melarut. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL lalu ditambahkan etanol 95% sampai tanda batas. Labu ukur digojog hingga larutan homogen.

3.3. Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,1 N3.3.1. PerhitunganDiketahui:Mr asam oksalat = 126,07 g/molN asam oksalat = 0,1 NVolume yang dibuat 500 mL (untuk 2 kelompok)Ditanya:Massa asam oksalat yang dibutuhkan?Jawab :Reaksi :H2C2O4 2H+ + C2O42-2H+ + 2H2O 2H3O+H2C2O4 + 2H2O 2H3O+ + C2O42-Jadi, Ekivalen asam oksalat = 2 grek/molM = N/ek= 0,1 N / 2 grek/mol= 0,05 MM= x 0,05 M = x = 63,035 g (untuk 2 Kelompok)3.3.2. Prosedur PembuatanAsam Oksalat ditimbang sebanyak 63,035 g (untuk 2 kelompok) lalu dimasukkan ke dalam beaker glass. Ditambahkan air bebas CO2 secukupnya ke dalam beaker glass lalu diaduk hingga melarut. Larutan dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL dan ditambahkan air bebas CO2 sampai tanda batas.Labu ukur digojog hingga larutan homogen.3.4. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N3.4.1. PerhitunganDiketahui : N. NaOH= 0,1 NMr NaOH = 40 g/molVolume yang dibuat = 100 mLDitanya :Massa NaOH yang ditimbang?Jawab:NaOH Na+ + OH-Jadi ekivalen NaOh = 1 grek/molM = N/ek = 0,1 N / 1 grek/mol = 0,1 MM = x = x = 20 g3.4.2. Prosedur PembuatanNaOH ditimbang sebanyak 20 g kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Ditambahkan air bebas CO2 secukupnya ke dalam beaker glass lalu diaduk hingga melarut. Larutan dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL dan ditambahkan air bebas CO2 sampai tanda batas.Labu ukur digojog hingga larutan homogen.3.5. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 NAsam Oksalat diambil sebanyak 10 mL menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Ditambahkan sebanyak 3 tetes indikator phenolphtalein (PP) ke dalam labu erlenmeyer. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna yang stabil yaitu merah muda. Volume NaOH yang digunakan dicatat. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. Dihitung konsentrasi rata-rata NaOH.3.6. Penetapan Kadar Thiamine HidrokloridaDigerus 25 tablet thiamine HCl kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Ditambahkan air bebas CO2 secukupnya ke dalam beaker glass lalu diaduk hingga melarut. Larutan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan air bebas CO2 sampai tanda batas. Labu ukur digojog hingga larutan homogen lalu disaring.

IV. SKEMA KERJA4.1. Pembuatan Air Bebas CO2

Disiapkan aquades secukupnya

Disaring dengan kertas saring dan ditempatkan dalam beaker glass

Dididihkan diatas penangas air selama 5 menit atau lebih

Beaker glass ditutup dengan aluminium foil dan ditunggu hingga dingin

4.2. Pembuatan Indikator Phenolphtalein

Phenolphtalein ditimbang sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam beaker glassDitambahkan etanol 95% secukupnya lalu diaduk sampai melarutLarutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL lalu ditambahkan etanol 95% sampai tanda batasDigojog hingga larutan homogen

4.3. Pembuatan larutan asam oksalat 0,1 N

Asam Oksalat ditimbang sebanyak 63,305 g lalu dimasukkan ke dalam beaker glass

Ditambahkan air bebas CO2 secukupnya ke dalam beaker glass lalu diaduk hingga melarut

Larutan dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL dan ditambahkan air bebas CO2 sampai tanda batas

Digojog hingga larutan homogen

4.4. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N

NaOH ditimbang sebanyak 20 g kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass

Ditambahkan air bebas CO2 secukupnya ke dalam beaker glass lalu diaduk hingga melarut

Larutan dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL dan ditambahkan air bebas CO2 sampai tanda batas

Digojog hingga larutan homogen

4.5. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N

Asam Oksalat diambil sebanyak 10 mL menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

Ditambahkan sebanyak 3 tetes indikator phenolphtalein (PP) ke dalam labu erlenmeyer

Larutan kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna yang stabil yaitu merah muda

Dicatat volume NaOH yang digunakan

Dihitung konsentrasi rata-rata dari NaOHDilakukan titrasi sebanyak 3 kali

4.6. Penetapan Kadar Thiamine Hidroklorida

Digerus 25 tablet thiamine HCl kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass

Ditambahkan air bebas CO2 secukupnya ke dalam beaker glass lalu diaduk hingga melarut

Digojog hingga larutan homogen lalu disaring

Diambil 10 mL filtrat dari larutan yang dibuat lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein

Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna yang stabil yaitu merah muda

Dihitung konsentrasi rata-rata thiamine HClTitrasi dilakukan sebanyak 3 kaliVolume NaOH yang digunakan dicatat

V. DATA HASIL PENGAMATAN5.1. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 NTitrasi Larutan Standar Asam Oksalat dengan NaOH 0,1 NLarutan Standar Asam Oksalat yang digunakan :Indikator :Volume NaOH (mL)PengamatanKesimpulan

Titik Akhir Titrasi :mLNormalitas NaOH :NUlangi titrasi 3 kaliNormalitas Larutan Standar NaOH rata-rata :

Paraf Dosen

5.2. Penetapan Kadar Thiamin HClLarutan Standar NaOH yang digunakan :NIndikator :Volume NaOH (mL)PengamatanKesimpulan

Paraf DosenTitik Akhir Titrasi :mLKadar Thiamin HCl :Ulangi titrasi 3 kaliKadar Thiamin HCl rata-rata:14