DASAR HUKUM PELAKSANAAN SYARIAH/FIKIH ISLAM DALAM TATA HUKUM ISLAM INDONESIA
description
Transcript of DASAR HUKUM PELAKSANAAN SYARIAH/FIKIH ISLAM DALAM TATA HUKUM ISLAM INDONESIA
I. DASAR HUKUM PELAKSANAAN SYARIAH/FIKIHISLAM DALAM TATA HUKUM ISLAM INDONESIA
UUD 1945Pasal 29
Ayat (1)
Negara Berdasar atas Ketuhanan YME
A. Memeluk Agamanya Masing-masing
Apa Makna Beribadah menurut Islam?
B. Beribadah Menurut Agamanya dan Kepercayaannya itu
Ayat (2)
Negara Menjamin Penduduknya Untuk:
II. DASAR HUKUM PELAKSANAAN SYARIAH/FIKIHISLAM DALAM TATA HUKUM ISLAM INDONESIA
UUD 1945Pasal 28E
Ayat (1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan Beribadah menurut agamanya
Ayat (2)
Setiap orang berhak atas kebebasanMeyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap sesuai dengan hati nuraninya
III. PENGERTIAN IBADAH DALAM ISLAM
IBADAH
LUAS
Keseluruhan aktivitas manusia yangDidasarkan untuk mencari ridha Allah
SEMPIT
Tata cara mendekatkan diri kepada TuhanDengan prosedur yang sudah ditentukan
Secara pasti mekanismenya
AQIDAH SYARIAH AKHLAK
IV. PENGERTIAN IBADAH DALAM ISLAM
IBADAH = ISLAM(‘Ammah/Luas)
MUAMALAH
AQIDAH SYARIAH AKHLAK
Ibadah(khusus/sempit)
KEGIATAN POLITIK KEGIATAN EKONOMI KEGIATAN SOSIAL
LEMBAGA KEUANGAN
Kegiatan Usaha Lainnya
V. DASAR HUKUM PERBANKAN SYARIAH DALAMTATA HUKUM INDONESIA
1. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
2. PP No. 72/92 tentang Bank Berdasarkan prinsip bagi hasil dan PP ini
dihapus dengan PP No. 31/1999
3. UU No. 10/1998 jo UU No. 7/1992 tentang Perbankan
4. UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia
5. SK Dir Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tgl. 12.05.1999
tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
6. SK Dir Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tgl. 12.05.1999 tentang
Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah
7. PBI No. 2/7/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Giro Wajib
Minimum
dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum yang Melakukan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Syariah
8. PBI No. 2/8/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Pasar Uang
Antar Bank Syariah (PUAS)
V. DASAR HUKUM PERBANKAN SYARIAH DALAMTATA HUKUM INDONESIA (lanjutan)
9. PBI No. 2/9/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia (SWBI)
10. PBI No. 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi antar Bank atas Hasil
Kliring Lokal.
11. PBI No. 4/1/2002 tanggal 27 Maret 2002 tentang Perubahan Kegiatan
Usaha Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor
Bank Berdasarkan Prinsip Syariah dan Bank Umum Konvensional
12. PBI No. 5/3/2003 tanggal 4 Februari tentang Fasilitas Pembiayaan
Jangka Pendek bagi Bank Syariah
13. PBI No. 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank
Syariah
14. PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi
Bank Syariah
IV. DASAR HUKUM AKAD DITINJAU DARI HUKUM PERIKATAN
Setiap perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya
Pasal 1338KUH Perdata
KEBEBASAN MEMBUAT PERJANJIAN
Bebas menetapkan materi perjanjian maupun pilihan
hukum yang alan diberlakukan
Bebas menetapkan materi perjanjian maupun pilihan hukum yang akan diberlakukan
Bebas menetapkan materi perjanjianmaupun pilihan hukum yang akan
diberlakukan.
VII. DASAR TERJADINYA PERIKATAN
Terjadinyaperikatan
DitentukanUndang-undang
Diperjanjikan
Perbuatan tak melanggar hukum
Perbuatan melanggar hukum
VIII. DASAR TERJADINYA AKAD
AKAD
Umum
Khusus
Segala sesuatu yang dapat diikat
Segala sesuatu yang dikerjakan atas keinginan sendiri
seperti, wakaf, hibah, wasiat, dst.
Didasarkan pada kesepakatan (Ijab dan Qabul) yang
sesuai syariah
IX. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN AKAD/PERJANJIAN
Prinsip/Asas Hk. Nasional Hk. Syariah
Kebebasan - Ps 1338 KUHPer - Asas al-hurriyyah Berkontrak - Sepakat (segalanya boleh ke
(ps1320 KUHPer) cuali yang dilarang) - Asas al-ridhaiyyah (sepakat/sama rela)
Syarat sah perjanjian - sepakat kedua pihak - shighat al-aqd
(ps 1320 KUHPer) (sepakat) - cakap - al-muta’aqidain
(para pihak)- hal tertentu - al-ma’qud alaih
(obyek yang halal) - sebab tidak dilarang
X. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN AKAD
Prinsip Hk. Nasional Hk. Syariah
Batasan-Batasan - sebab yang halal - obyek yang halal - hal tertentu - tidak gharar/tidak jelas - tidak khilaf (1321-2 KUHPer) - tidak berat sebelah - tidak menzholimi dan tidak
dizhalimi - harus ‘adil
- judi=pidana (KUHPid) - tidak maysir (judi) UU No. 7/1974 - Kehati-hatian (prudential - asas ihtiyath banking: SKDir BI/no.30
tgl 27/2/98 - Tidak menipu, curang - sidhiq; (KUHPid)
Penalti - Ganti biaya, rugi - Ta’zir (Fatwa DSN No (ps 1234, 1267 KUHPer) 17/DSN-MUI/XI/2000)
XI. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN AKAD/PERJANJIAN (lanjutan 2)
Prinsip Hk. Nasional Hk. Syariah
Bunga boleh dilarang
Menjual barang yang short selling, index Ba’i al-ma’dum dilarangbelum dimiliki. Boleh (Fatwa DSN No. 20/DSN- MUI/IV/2001)Jual beli surat berharga/ boleh Jumhur : Tidak bolehsurat utang Ibn Taimiyah dkk: boleh
yang mustaqir dengan syarat-syarat tertentu
XII. HUKUM JAMINAN DALAM TRANSAKSI DI BANK SYARIAHXII. HUKUM JAMINAN DALAM TRANSAKSI DI BANK SYARIAH
Jaminan dalam Hukum NasionalJaminan dalam Hukum Nasional
1. Prinsip Jaminan : menerapkan asas kehati-hatian dan pembiayaan yang sehat1. Prinsip Jaminan : menerapkan asas kehati-hatian dan pembiayaan yang sehat
2. Bentuk Jaminan :2. Bentuk Jaminan :
1)1) Jaminan yang lahir karena Undang-undang dan jaminan yang lahir karena Jaminan yang lahir karena Undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjianperjanjian
2)2) Jaminan yang bersifat kebendaan dan peroranganJaminan yang bersifat kebendaan dan perorangan
3)3) Jaminan yang berujud material dan immaterialJaminan yang berujud material dan immaterial
4) 4) Jaminan dengan obyek benda bergerak dan benda tidak bergerakJaminan dengan obyek benda bergerak dan benda tidak bergerak
3. Bentuk Pengikatan :3. Bentuk Pengikatan :
1)1) Hak tanggungan (UU No. 4/1999 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta Hak tanggungan (UU No. 4/1999 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah)benda-benda yang berkaitan dengan tanah)
2)2) Hipotik (KUHPer Pasal 1162) = suatu hak kebendaan atas benda-benda tak Hipotik (KUHPer Pasal 1162) = suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerakbergerak
3)3) Gadai (KUHPer Pasal 1150)Gadai (KUHPer Pasal 1150)
4)4) Fiducia (UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia) = hak jaminan atas benda Fiducia (UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia) = hak jaminan atas benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud dan tidak benda tidak bergerak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud dan tidak benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana UU No. 4/96 tentang Hak Tanggungan)UU No. 4/96 tentang Hak Tanggungan)
5)5) Penanggungan (KUHPer Pasal 1820)Penanggungan (KUHPer Pasal 1820)
XIII. HUKUM JAMINAN DALAM TRANSAKSI DI BANK SYARIAH (lanjutan)XIII. HUKUM JAMINAN DALAM TRANSAKSI DI BANK SYARIAH (lanjutan)
Jaminan dalam Hukum IslamJaminan dalam Hukum Islam
1. 1. Istilah jaminan dikenal dengan istilah Rahn sedangkan penanggungan dikenal istilah Istilah jaminan dikenal dengan istilah Rahn sedangkan penanggungan dikenal istilah kafalah. Rahn adalah menahan barang sebagai jaminan atas utang. Sedangkan kafalah. Rahn adalah menahan barang sebagai jaminan atas utang. Sedangkan kafalah jaminan yang diberikan penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk kafalah jaminan yang diberikan penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful ‘anhu). Rahn bisa memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful ‘anhu). Rahn bisa dipersamakan dengan jaminan kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal dipersamakan dengan jaminan kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Sedangkan kafalah identik sebagai dimaksud Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Sedangkan kafalah identik sebagai dimaksud Pasal 1820 KUHPerdata)1820 KUHPerdata)
2.2. Ketentuan syariah tidak mengatur secara rinci mengenai jenis pengikatan barang Ketentuan syariah tidak mengatur secara rinci mengenai jenis pengikatan barang yang diserahkan sebagai jaminan utang. Hal tersebut diatur berdasarkan urf yang diserahkan sebagai jaminan utang. Hal tersebut diatur berdasarkan urf (kebiasaan dalam masyarakat). Walaupun secara umum telah ditentukan bahwa (kebiasaan dalam masyarakat). Walaupun secara umum telah ditentukan bahwa yang dijadikan jaminan utang harus diserahkan dan dikuasai oleh pemberi utang yang dijadikan jaminan utang harus diserahkan dan dikuasai oleh pemberi utang (murtahin).(murtahin).
3.3. Oleh karenanya, pengikatan jaminan oleh perbankan syariah sepanjang belum diatur Oleh karenanya, pengikatan jaminan oleh perbankan syariah sepanjang belum diatur secara khusus berlaku ketentuan-ketentuan pengikatan barang jaminan seperti secara khusus berlaku ketentuan-ketentuan pengikatan barang jaminan seperti pengikatan Hak tanggungan, hipotik, gadai dan jaminan fidusia serta jaminan pengikatan Hak tanggungan, hipotik, gadai dan jaminan fidusia serta jaminan perorangan (dalam bentuk penanggungan baik pribadi maupun perusahaan)perorangan (dalam bentuk penanggungan baik pribadi maupun perusahaan)
Dasar HukumDasar Hukum Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah/2: 283; dan surat Yusuf/12: 66 dan 72Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah/2: 283; dan surat Yusuf/12: 66 dan 72 Hadits Rasulullah SAW, antara lain : hadits dari Aisyah bahwa Nabi pernah Hadits Rasulullah SAW, antara lain : hadits dari Aisyah bahwa Nabi pernah
menjaminkan baju besinya kepada seorang Yahudi; dan juga hadits dari Jabir r.a menjaminkan baju besinya kepada seorang Yahudi; dan juga hadits dari Jabir r.a tentang penanggunggan yang diberikan oleh Qatadah kepada mayit yang berutang)tentang penanggunggan yang diberikan oleh Qatadah kepada mayit yang berutang)
XIV.PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN SYARIAH ISLAM DAN HUKUM NASIONAL
Terlaksana
Akad
Dengan sempurna
Tidak sempurna
Beda pendapat dalam memahami isi akad
Tidak Terlaksana/bersengketa
Akan timbul sengeketa
Harus dilihat apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak mengenai cara penyelesaian sengketa
Melalui pengadilan/Al-Qadha UU No. 4/2004 dan UU No 3/2006
Diluar pengadilan
Arbitrase/tahkim UU No. 30/1999
Perdamaian/SulhUU No. 30/1999
XI. PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKANSYARIAH ISLAM DAN HUKUM NASIONAL (Lanjutan 1)
Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase
Sebelum terjadinya sengketa,dalam akad atau dalam kesepakatansudah disepakati, bahwa bila terjadi
sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase
Sistem ini disebut:Pactum De Compromittendo
Penyelesaian sengketaMelalui Arbitrase
Sesudah terjadinya sengketa,para pihak sepakat untuk
menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase
Sistem ini disebut:Akta Kompromi
XV. PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN XV. PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN SYARIAH ISLAM DAN HUKUM NASIONAL (lanjutan 2)SYARIAH ISLAM DAN HUKUM NASIONAL (lanjutan 2)
Kenapa memilih arbitrase:Kenapa memilih arbitrase:
1.1. Para pihak berhak menentukan lembaga arbitrase yang digunakan (Pasal Para pihak berhak menentukan lembaga arbitrase yang digunakan (Pasal
34 ayat (1)34 ayat (1)
2.2. Para pihak bebas menyepakati hukum yang berlaku (governing law) Para pihak bebas menyepakati hukum yang berlaku (governing law)
sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka
(Pasal 56 ayat (2)(Pasal 56 ayat (2)
3.3. Para pihak berhak menentukan acara arbitrase yang digunakan (Pasal 31 Para pihak berhak menentukan acara arbitrase yang digunakan (Pasal 31
ayat 1 dan 2)ayat 1 dan 2)
4.4. Para pihak berhak memilih arbiternya sendiriPara pihak berhak memilih arbiternya sendiri
5.5. Para pihak menentukan sendiri jangka waktu pemeriksaan, sehingga Para pihak menentukan sendiri jangka waktu pemeriksaan, sehingga
dapat jauh lebih cepat daripada memperoleh putusan melalui pengadilan dapat jauh lebih cepat daripada memperoleh putusan melalui pengadilan
(Pasal 31 ayat (3)). Upaya hukum penyelesaian perkara melewati (Pasal 31 ayat (3)). Upaya hukum penyelesaian perkara melewati
pengadilan dapat melalui tahapan PN, PT, MA sehingga jangka waktunya pengadilan dapat melalui tahapan PN, PT, MA sehingga jangka waktunya
relatif lama.relatif lama.
XVI. PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN XVI. PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN SYARIAH ISLAM DAN HUKUM NASIONAL (lanjutan 3)SYARIAH ISLAM DAN HUKUM NASIONAL (lanjutan 3)
6.6. Para pihak berhak menentukan tempat diselenggarakannya arbitrase, apabila tempat Para pihak berhak menentukan tempat diselenggarakannya arbitrase, apabila tempat
arbitrase tidak ditentukan oleh para pihak, tempat tersebut ditentukan oleh arbiter arbitrase tidak ditentukan oleh para pihak, tempat tersebut ditentukan oleh arbiter
atau majelis arbitrase (Pasal 37 ayat (1)atau majelis arbitrase (Pasal 37 ayat (1)
7.7. Arbiter atau majelis arbitrase memiliki kewenangan judisial sama dengan hakim Arbiter atau majelis arbitrase memiliki kewenangan judisial sama dengan hakim
Pengadilan NegeriPengadilan Negeri
8.8. Pemeriksaan arbitrase bersifat rahasia/tertutup (Pasal 27)Pemeriksaan arbitrase bersifat rahasia/tertutup (Pasal 27)
9.9. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat (final and binding) (Pasal 60; lihat pula Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat (final and binding) (Pasal 60; lihat pula
Pasal 17 ayat (2)Pasal 17 ayat (2)
10.10. Putusan pembatalan hanya dapat diajukan banding kepada Mahkamah Agung saja. Putusan pembatalan hanya dapat diajukan banding kepada Mahkamah Agung saja.
(Pasal 72 ayat (4)(Pasal 72 ayat (4)
11.11. Terhadap sengketa yang timbul dari perjanjian yang mengandung klausula arbitrase, Terhadap sengketa yang timbul dari perjanjian yang mengandung klausula arbitrase,
pengadilan negeri tidak berwenang bahkan wajib menolak memeriksa sengketa pengadilan negeri tidak berwenang bahkan wajib menolak memeriksa sengketa
tersebut (Pasal 3 dan Pasal 11 ayat (2)tersebut (Pasal 3 dan Pasal 11 ayat (2)
12.12. Eksekusi putusan arbitrase dapat dipaksakan oleh negaraEksekusi putusan arbitrase dapat dipaksakan oleh negara
XVII. PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN XVII. PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN SYARIAH ISLAM DAN HUKUM NASIONAL (lanjutan 4)SYARIAH ISLAM DAN HUKUM NASIONAL (lanjutan 4)
Penyelesaian Sengketa Bank SyariahPenyelesaian Sengketa Bank Syariah
Mengingat sengketa perbankan syariah merupakan sengketa perdata Mengingat sengketa perbankan syariah merupakan sengketa perdata
dalam bidang bisnis (Pasal 5 ayat (1) UU 30/1999, 1919 maka sudah dalam bidang bisnis (Pasal 5 ayat (1) UU 30/1999, 1919 maka sudah
waktunya perbankan, khususnya perbankan yang melaksanakan waktunya perbankan, khususnya perbankan yang melaksanakan
kegiatannya berdasarkan prinsip syariah, dan para nasabahnya, kegiatannya berdasarkan prinsip syariah, dan para nasabahnya,
memperjanjikan dalam akad-akad pembiayaannya mencantumkan klausula memperjanjikan dalam akad-akad pembiayaannya mencantumkan klausula
arbitrase yang menegaskan bahwa sengketa antara bank dan nasabah arbitrase yang menegaskan bahwa sengketa antara bank dan nasabah
yang bersangkutan diselesaikan melalui arbitrase.yang bersangkutan diselesaikan melalui arbitrase.
Untuk penyelesaian sengketa tersebut para pihak, yaitu bak dan Untuk penyelesaian sengketa tersebut para pihak, yaitu bak dan
nasabahnya, dapat memilih Badan Arbitrase Syariah Nasional nasabahnya, dapat memilih Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) sebagai lembaga arbitrase yang akan memeriksa dan (BASYARNAS) sebagai lembaga arbitrase yang akan memeriksa dan
memberikan putusan mengenai sengketa tersebut.memberikan putusan mengenai sengketa tersebut.