Dasar-Dasar Terjemahan Jepang-Indonesia (1)

3
Dasar-Dasar Terjemahan Jepang-Indonesia (1) I. Pendahuluan Suatu bahasa asing tidak akan dapat kita nikmati apabila kita tidak menguasai bahasa asing tersebut kecuali dialihbahasakan ke dalam bahasa yang kita kuasai. Pengalihan bahasa inilah yang disebut penerjemahan. Nida,E.A dalam Hoed,BH (1977) mengungkapkan, bahwa : Penerjemahan adalah peristiwa bahasa, yaitu suatu kegiatan komunikasi dengan mempergunakan bahasa,yakni kegiatan yang melibatkan pengirim dan penerima. Yang dimaksud dengan ”pengirim” adalah”pembicara”,”penyusun”,”pengarang” dalam ”bahasa sumber ” (BSu), sedangkan yang dimaksud dengan ”penerima” adalah ”pendengar” atau ”pembaca”-nya dalam ”bahasa sasaran” (BSa). Definisi penerjemahan menurut Koen Williwe (1972;163 – 164) adalah : “ Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style”. “ Menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali ke dalam bahasa penerima yang sedekat–dekatnya dan sewajar–wajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama–tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya”. Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima sasaran dengan pertama–tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkap gaya bahasanya. Ditinjau dari segi penerjemahan karya sastra prosa mengandung dua unsur utama: 1. Isi karangan yang berupa pikiran–pikiran, perasaan–perasaan atau peristiwa–peristiwa dan lain–lain yang ada hubungannya dengan kehidupan . 2. Bentuk dan cara penuturan isi karangan . Bahasa yang digunakan oleh pengarang sastra berbeda dengan pengarang non sastra. Bahasa yang digunakan pengarang sastra adalah bahasa yang tidak hanya asal dimengerti tapi juga harus mengandung isi yang disertai kesan yang mendalam. Pemilihan kata, pemilihan ungkapan dan pemilihan kalimat– kalimatnya disesuaikan dengan isi karangan. Kedua faktor inilah yang

description

Dasar-dasar terjemahan Jepan-Indonesia untuk fansub

Transcript of Dasar-Dasar Terjemahan Jepang-Indonesia (1)

Page 1: Dasar-Dasar Terjemahan Jepang-Indonesia (1)

Dasar-Dasar Terjemahan Jepang-Indonesia (1)

I. Pendahuluan

Suatu bahasa asing tidak akan dapat kita nikmati apabila kita tidak menguasai bahasa asing tersebut kecuali dialihbahasakan ke dalam bahasa yang kita kuasai. Pengalihan bahasa inilah yang disebut penerjemahan. Nida,E.A dalam Hoed,BH (1977) mengungkapkan, bahwa :

Penerjemahan adalah peristiwa bahasa, yaitu suatu kegiatan komunikasi dengan mempergunakan bahasa,yakni kegiatan yang melibatkan pengirim dan penerima. Yang dimaksud dengan ”pengirim” adalah”pembicara”,”penyusun”,”pengarang” dalam ”bahasa sumber ” (BSu), sedangkan yang dimaksud dengan ”penerima” adalah ”pendengar” atau ”pembaca”-nya dalam ”bahasa sasaran” (BSa).

Definisi penerjemahan menurut Koen Williwe (1972;163 – 164) adalah : “ Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style”. “ Menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali ke dalam bahasa penerima yang sedekat–dekatnya dan sewajar–wajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama–tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya”.

Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima sasaran dengan pertama–tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkap gaya bahasanya. Ditinjau dari segi penerjemahan karya sastra prosa mengandung dua unsur utama:

1. Isi karangan yang berupa pikiran–pikiran, perasaan–perasaan atau peristiwa–peristiwa dan lain–lain yang ada hubungannya dengan kehidupan .

2. Bentuk dan cara penuturan isi karangan . Bahasa yang digunakan oleh pengarang sastra berbeda dengan pengarang non sastra. Bahasa yang digunakan pengarang sastra adalah bahasa yang tidak hanya asal dimengerti tapi juga harus mengandung isi yang disertai kesan yang mendalam. Pemilihan kata, pemilihan ungkapan dan pemilihan kalimat–kalimatnya disesuaikan dengan isi karangan. Kedua faktor inilah yang menjadi amanat pengarang karya sastra prosa yaitu menyampaikan isi karangan dan kesan dari isi karangan tersebut. Tugas penerjemah adalah memindahkan kedua unsur tersebut dari bahasa sasaran ke dalam bahasa sumber. Oleh karena itu penerjemah harus memiliki kemampuan untuk menangkap keseluruhan isi dan kesan dari teks sumbernya.

Di samping itu penerjemah harus juga harus memiliki bekal pengetahuan guna mendukung tercapainya tujuan terjemahan tersebut. Pertama ia harus mengenal baik latarbelakang kebudayaan masyarakat pemakai bahasa sumber sebab bahasa selalu mencerminkan perilaku kehidupan sosial budaya masyarakat penggunaan bahasa tersebut. Kedua, ia mengenal juga latar belakang kehidupan yang bersangkutan. Ini erat hubungannya dengan pemahaman baik isi karangan maupun bahasanya.

Page 2: Dasar-Dasar Terjemahan Jepang-Indonesia (1)

Pembaca yang tidak dapat berkomunikasi langsung dengan pengarang karena perbedaan dalam bahasa ini jelas tergantung pada hasil penerjemahannya. Bila penerjemahannya baik, pembaca akan mengerti dan menikmatinya, tetapi sebaliknya karya asli yang indah sekalipun akan dinilai buruk oleh pembaca (BSa) apabila penerjemahannya gagal atau tidak berhasil dalam hal ini. Hoed, BH selanjutnya menulis bahwa ”seorang penerjemah itu bukan hanya harus menguasai, tetapi juga harus menjiwai benar-benar, baik bahasa sumber maupun bahasa sasarannya, dan juga ia harus pula menempatkan dirinya menjadi anggota masyarakat kedua dunia tersebut".

Contoh kasus : Adanya perbedaan musim di Jepang dan di Indonesia akan memberi pengaruh pula pada penerjemahan. Misalnya, Puncak bagi orang Indonesia dapat dikatakan dingin. Bagi orang Jepang yang baru datang dan belum mengetahui kebiasaan kita akan berkata ”di Puncak sejuk”. Hal ini disebabkan orang Jepang mengenal empat musim dan ”kata dingin” bagi orang Jepang hanya berlaku pada musim dingin, dimana pada waktu itu turun salju dan rasa dingin yang mengiris bagi bangsa kita yang tidak mengenal musim dingin. Karena itulah untuk mereka dinginnya Puncak hanya dikatakan ”sejuk” yang berarti setingkat kurang dingin dari rasa dingin bagi mereka (涼しい) (Suzushii).

Demikian pula libur panjang kenaikan kelas bagi kita yang jatuh sekitar bulan Juni atau Juli, dimana di Jepang sudah mulai musim panas. Secara otomatis mereka mengatakan ” ” 夏休み (Natsu Yasumi) atau liburan musim panas oleh orang Jepang. Karena bagi mereka, hanya liburan musim panaslah yang sepanjang itu. Sebaliknya, untuk bahasa Jepang dikatakan kurang tepat terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia apabila penerjemah kurang dapat menempatkan dirinya ke dalam masyarakat bangsa Jepang, misalnya ”momiji” yang bagi bangsa Indonesia hanya berarti sebagaimana yang tertera dalam kamus, yaitu nama pohon yang daunnya berubah pada musim gugur, atau musim gugur saja. Mengapa demikian? Karena ”momiji” adalah daun yang mempunyai keistimewaan dalam musim gugur tersebut.

Demikian pula kata ” ” 鈴 (Suzu), yaitu lonceng hiasan gantung yang dipasang di pintu atau jendela selama musim panas. Untuk orang Indonesia, lonceng ini hanya merupakan hiasan gantung, pada pintu yang berbunyi bila tertiup angin. Tetapi, untuk masyarakat Jepang lonceng ini juga memberi makna musim panas, karena hanya musim panas lah benda ini dipasang. Dan hanya angin panas yang meniup sepoi-sepoi yang dapat membunyikan seperti itu.

Oleh karena itu, dalam setiap penerjemahan, penerjemah harus benar-benar dapat menjiwai/menempatkan diri menjadi anggota masyarakat BSu agar ia berhasil menyampaikan pesan pengirim kepada pembaca dalam bahasanya. Maka, untuk menjadi penerjemah bahasa Jepang-Indonesia yang berhasil, sebaiknya kita mengenal lalu menjiwai dunia dan mengenal masyarakat Jepang-Indonesia serta dapat mengetahui perbedaan yang ditimbulkan oleh cara masing-masing masyarakat memandang dunia ini.

BERSAMBUNG....