dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi,...

12
ARTIKEL >> 2 - 5 Sekilas Kiprah Bina Swadaya dalam Penanganan Bencana Membangun Kemitraan, Pengalaman dan Solusi Bersama Menumbuhkan Tanggungjawab Masyarakat terhadap Bantuan Menata Hidup Setelah Gempa dan Tsunami LAPORAN UTAMA >> 6 - 9 Mengenal Pengurangan Risiko Bencana Langkah Demi Langkah Penguatan Kapasitas Masyarakat Selama ini ketika terjadi Bencana saya hanya takut LAPORAN KHUSUS >> 10 - 11 Jeli melihat Potensi, siap mencegah Bencana (forum PRB Pucung) Air Bersih : Diburu dan direbut PROFIL >> 12 “BAYU” sang pendukung Penasehat : Direksi Bina Swadaya Konsultan | Tim Redaksi : Ikasari, Unik W, Emilia TSN, Sinta Situmorang | Layout : Agus Sugiarto Kontributor : Tim Fasilitator Bina Swadaya Pengurus Forum Pengurangan Risiko Bencana Alamat Redaksi : Jl. Gunung Sahari III No.7 Jakarta 10610 Indonesia | Phone : 021 4204402 | Email : [email protected] Bina Swadaya sangat bangga dapat membagi cerita dan pengalaman melalui Warta DRR terbitan perdana ini. Warta DRR merupakan media informasi, komunikasi dan dokumentasi pengalaman melakukan kegiatan Pengurangan Risiko Bencana (PRB), khususnya bersama komunitas di wilayah Jogjakarta, Klaten dan Magelang. Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana berbasis Masyarakat (Community Managed Disasater Risk Reduction = CMDRR) mulai menjadi pintu masuk dalam meningkatkan keberdayaan suatu komunitas dan menjadi hal terpenting ketika bencana sering terjadi. Penanganan pasca bencana setelah gempa dahsyat terjadi di Yogyakarta dan Jawa Tengah bulan Mei 2006 telah menumbuhkan kesadaran bahwa selama ini fokus pendampingan masyarakat hanya mengedepankan peningkatan kualitas hidup masyarakat dan peningkatan pendapatan tanpa memperhitungkan faktor risiko bencana. Akibatnya kemandirian kelompok-kelompok masyarakat secara sosial dan ekonomi yang dicapai akhirnya hancur luluh lantak oleh bencana yang datangnya tiba-tiba, sementara masyarakat tidak siap menghadapi dampak bencana tersebut. Sesaat setelah terjadi suatu bencana, maka tindakan yang harus dilakukan segera adalah penanganan tanggap darurat dengan memberikan bantuan. Pasca tanggap darurat, fase dan tindakan selanjutnya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi, merupakan rangkaian manajemen krisis pasca bencana. Sementara itu pengurangan risiko bencana atau manajemen risiko merupakan bagian dari pembangunan dimana masyarakat melakukan kajian, perencanaan untuk menanggulangi bencana dan meminimalisir risiko merugikan akibat suatu bencana yang mungkin terjadi atau berulang, selanjutnya masyarakat cepat memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar. Upaya- upaya mengelola risiko bencana inilah yang mulai dilakukan saat ini. Warta DRR edisi perdana ini membagikan pengalaman dalam mengenali kegiatan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat. Langkah awal yang mesti dilakukan adalah mengenali ancaman atau bahaya yang berpotensi menimbulkan bencana, kemudian melakukan kajian dan analisa risiko bencana dengan mengidentifikasi tingkat kerentanan dan kapasitas masyarakat dalam mencegah, mengurangi dan menanggulangi kemungkinan terjadinya bencana di lingkungan sekitarnya. Strategi membuat rencana-rencana mitigasi, kesiapsiagaan, membangun sistem peringatan dini, peningkatan kapasitas individu dan komunitas dilakukan melalui pengorganisasian kelompok masyarakat yang diwujudkan dalam pembentukan Forum PRB (Pengurangan Risiko Bencana), juga pelibatan dan aksi dari beragam pemangku kepentingan (stakeholder). Forum PRB Pucung memberikan gambaran bagaimana masyarakat di dusun Pucung, desa Wukirsari, Kabupaten Bantul, Jogjakarta melakukan persiapan, pencegahan dan tanggap bencana kekeringan melalui pengelolaan dan pelayanan air bersih bagi masyarakat dusun. Keberhasilan pada tahap awal kegiatan pengurangan risiko bencana disadari tidak terlepas dari adanya dukungan dan kerjasama beragam stakeholder terutama pemerintah lokal. Profil tokoh yang sangat berpengaruh dalam pengembangan Forum PRB Pucung adalah sang Kepala Desa. Sisi lain informasi yang dibagikan adalah pengalaman Bina Swadaya melaksanakan kegiatan penanganan pasca bencana di Aceh dan Bengkulu, serta kiprah Cordaid dalam isu PRB turut melengkapi pemahaman akan perbedaan kegiatan penanganan pasca bencana dan pengurangan risiko bencana. Semoga anda senang membaca Warta DRR ini dan selanjutnya bersedia berbagi pengalaman dengan lainnya (is). dari redaksi Pengur engur engur engur engurangan R angan R angan R angan R angan Risik isik isik isik isiko B o B o B o B o Bencana encana encana encana encana edisi : 01 / 3 - 2009 edisi : 01 / 3 - 2009 edisi : 01 / 3 - 2009 edisi : 01 / 3 - 2009 edisi : 01 / 3 - 2009 DEWAN REDAKSI

Transcript of dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi,...

Page 1: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

ARTIKEL >> 2 - 5 Sekilas Kiprah Bina Swadaya dalam Penanganan

Bencana Membangun Kemitraan, Pengalamandan Solusi Bersama

Menumbuhkan Tanggungjawab Masyarakatterhadap Bantuan Menata Hidup SetelahGempa dan Tsunami

LAPORAN UTAMA >> 6 - 9 Mengenal Pengurangan Risiko Bencana Langkah Demi Langkah Penguatan

Kapasitas Masyarakat Selama ini ketika terjadi Bencana saya

hanya takut

LAPORAN KHUSUS >> 10 - 11 Jeli melihat Potensi, siap mencegah Bencana

(forum PRB Pucung) Air Bersih : Diburu dan direbut

PROFIL >> 12“BAYU” sangpendukung

Penasehat : Direksi Bina Swadaya Konsultan | Tim Redaksi : Ikasari, Unik W, Emilia TSN, Sinta Situmorang | Layout : Agus SugiartoKontributor : Tim Fasilitator Bina Swadaya Pengurus Forum Pengurangan Risiko BencanaAlamat Redaksi : Jl. Gunung Sahari III No.7 Jakarta 10610 Indonesia | Phone : 021 4204402 | Email : [email protected]

Bina Swadaya sangat bangga dapat membagi cerita danpengalaman melalui Warta DRR terbitan perdana ini. Warta DRRmerupakan media informasi, komunikasi dan dokumentasipengalaman melakukan kegiatan Pengurangan Risiko Bencana(PRB), khususnya bersama komunitas di wilayah Jogjakarta,Klaten dan Magelang.

Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana berbasis Masyarakat(Community Managed Disasater Risk Reduction = CMDRR)mulai menjadi pintu masuk dalam meningkatkan keberdayaansuatu komunitas dan menjadi hal terpenting ketika bencana seringterjadi. Penanganan pasca bencana setelah gempa dahsyat terjadidi Yogyakarta dan Jawa Tengah bulan Mei 2006 telahmenumbuhkan kesadaran bahwa selama ini fokus pendampinganmasyarakat hanya mengedepankan peningkatan kualitas hidupmasyarakat dan peningkatan pendapatan tanpamemperhitungkan faktor risiko bencana. Akibatnya kemandiriankelompok-kelompok masyarakat secara sosial dan ekonomi yangdicapai akhirnya hancur luluh lantak oleh bencana yangdatangnya tiba-tiba, sementara masyarakat tidak siapmenghadapi dampak bencana tersebut.

Sesaat setelah terjadi suatu bencana, maka tindakan yang harusdilakukan segera adalah penanganan tanggap darurat denganmemberikan bantuan. Pasca tanggap darurat, fase dan tindakanselanjutnya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi, merupakanrangkaian manajemen krisis pasca bencana. Sementara itupengurangan risiko bencana atau manajemen risiko merupakanbagian dari pembangunan dimana masyarakat melakukan kajian,perencanaan untuk menanggulangi bencana dan meminimalisirrisiko merugikan akibat suatu bencana yang mungkin terjadi atauberulang, selanjutnya masyarakat cepat memulihkan diri daridampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar. Upaya-upaya mengelola risiko bencana inilah yang mulai dilakukan saatini.

Warta DRR edisi perdana ini membagikan pengalaman dalammengenali kegiatan pengurangan risiko bencana berbasismasyarakat. Langkah awal yang mesti dilakukan adalah

mengenali ancaman atau bahaya yang berpotensimenimbulkan bencana, kemudian melakukankajian dan analisa risiko bencana denganmengidentifikasi tingkat kerentanan dankapasitas masyarakat dalam mencegah,mengurangi dan menanggulangi kemungkinanterjadinya bencana di lingkungan sekitarnya.

Strategi membuat rencana-rencana mitigasi,kesiapsiagaan, membangun sistem peringatandini, peningkatan kapasitas individu dankomunitas dilakukan melalui pengorganisasiankelompok masyarakat yang diwujudkan dalampembentukan Forum PRB (Pengurangan RisikoBencana), juga pelibatan dan aksi dari beragampemangku kepentingan (stakeholder). ForumPRB Pucung memberikan gambaran bagaimanamasyarakat di dusun Pucung, desa Wukirsari,Kabupaten Bantul, Jogjakarta melakukanpersiapan, pencegahan dan tanggap bencanakekeringan melalui pengelolaan dan pelayanan airbersih bagi masyarakat dusun.

Keberhasilan pada tahap awal kegiatanpengurangan risiko bencana disadari tidakterlepas dari adanya dukungan dan kerjasamaberagam stakeholder terutama pemerintah lokal.Profil tokoh yang sangat berpengaruh dalampengembangan Forum PRB Pucung adalah sangKepala Desa. Sisi lain informasi yang dibagikanadalah pengalaman Bina Swadaya melaksanakankegiatan penanganan pasca bencana di Aceh danBengkulu, serta kiprah Cordaid dalam isu PRBturut melengkapi pemahaman akan perbedaankegiatan penanganan pasca bencana danpengurangan risiko bencana.

Semoga anda senang membaca Warta DRR inidan selanjutnya bersedia berbagi pengalamandengan lainnya (is).

dari redaksi

PPPPPengurengurengurengurengurangan Rangan Rangan Rangan Rangan Risikisikisikisikisiko Bo Bo Bo Bo Bencanaencanaencanaencanaencanaedisi : 01 / 3 - 2009edisi : 01 / 3 - 2009edisi : 01 / 3 - 2009edisi : 01 / 3 - 2009edisi : 01 / 3 - 2009

D E W A NREDAKSI

Page 2: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

2 warta DRR

S e k i l a s K i p r a h

Bina Swadaya dalamPenanganan Bencana

Secara histografis, Indonesia menjadi pelanggan gempabumi dan tsunami yang terjadi hampir setiap tahun. Datadari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi(DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineralmenunjukan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yangdinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranyaNanggroe Aceh Darrusalam (NAD), Sumatera Utara,Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng danDaerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bagian Selatan, JawaTimur bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) danNusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian Sulawesi Utara,Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, MalukuSelatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapandi Kalimantan Timur.

Semenjak Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883 yangmenyebabkan tsunami besar, setidaknya telah terjadi 17bencana tsunami besar di Indonesia selama hampir satu abad(1900-1996). Bencana gempa dan tsunami besar terakhirterjadi pada akhir 2004 di Aceh dan sebagian SumateraUtara. Lebih dari 150.000 orang meninggal dunia pada saatkejadian. Usai gempa Aceh, tahun 2005 Pulau Nias dansekitarnya juga digoyang gempa. Sekitar 1000 orang menjadikorban. Akhir Mei 2006, giliran Yogyakarta dan sebagianJawa Tengah diporakporandakan gempa bumi. Korbanmeninggal mencapai 5.000 orang lebih dan 1,5 juta orangkehilangan tempat tinggal. Bengkulu dan Dompu pun padatahun 2007 tidak luput dari gempa yang menghancurkanribuan rumah penduduk.

Menghadapi bencana yang beruntun, Bina Swadayaberpartisipasi aktif melakukan aksi-aksi kemanusiaan bagimasyarakat dampingan ataupun bukan dampingan. BinaSwadaya adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yangdidirikan pada tahun 1958 dan merupakan salah satulembaga swadaya masyarakat yang terbesar di Indonesia.Lembaga ini berbasis di Jakarta dan wilayah kerjanyameliputi seluruh propinsi di Indonesia dimana di beberapapropinsi memiliki kantor-kantor cabang yang disebut guguswilayah. Dalam usianya lebih dari seperempat abad, BinaSwadaya telah mengembangkan dan menghasilkan beragamaktivitas yang dapat diklasifikasikan menjadi 3 programutama, yaitu (1) pengembangan keuangan mikro, (2)pemberdayaan kelompok swadaya masyarakat, dan (3)pengembangan agribisnis dan komunikasi. Tujuan BinaSwadaya adalah meningkatkan kemandirian dankeberdayaan masyarakat, terutama masyarakat stratasosioekonomi yang selama ini terpinggirkan, berlandaskanprinsip-prinsip keterbukaan, solidaritas dan keadilan sosialyang menghargai nilai-nilai serta martabat kemanusiaan.

Ada 3 strategi intervensi yang dilakukan oleh Bina Swadaya,yaitu (1) mengedepankan kelembagaan pendamping yangberkemampuan sebagai penggerak tumbuh-kembangnyaorganisasi- organisasi masyarakat yang disebut KSM(Kelompok Swadaya Masyarakat), (2) menyebarkan

informasi, dan (3) membangun kerjasama yang aktif danmutual dengan pemerintah, kelompok madani, lembagaswadaya masyarakat lokal dan internasional, serta sektorswasta di dalam maupun luar negeri.

Sepak terjang Bina Swadaya dalam aksi-aksi kemanusiaanyang terkait dengan kejadian bencana, antara lain:

Bantuan untuk korban banjir di wilayah Jakarta, Bogor,Tangerang dan Bekasi (Jabotabek) dan Jepara (1998 –2000).Bantuan berupa penyediaan pangan dan sarana produksipertanian (bibit dan pupuk) bagi masyarakat yang terkenabanjir. Masyarakat korban banjir itu merupakanmasyarakat dampingan Bina Swadaya di Gugus-guguswilayah yang mengalami gagal panenBantuan korban bencana gempa bumi di Bengkulu (2000).Pada tahun 2000 Bina Swadaya membantu masyarakatkorban gempa bumi di wilayah Bengkulu Selatan (2 desa).Bina Swadaya melakukan identifikasi kebutuhan,musyawarah dengan masyarakat, memberi bantuan sengdan papan kayu. Sebelum bantuan diberikan terlebihdahulu dilakukan identifikasi terhadap keluarga-keluargayang membutuhan dengan melibatkan PerkumpulanKeluarga Berencana Indonesia Bengkulu, RT/RW, danpihak-pihak terkait.Bantuan korban banjir di Situbondo Jawa Timur (2001).Melalui kerjasama dengan United Nations Office for theCoordination of Humanitarian Affairs (UN OCHA), BinaSwadaya melakukan kegiatan bantuan kemanusiaankepada masyarakat miskin di wilayah Situbondo yangterkena musibah banjir pada tahun 2001. Bantuan yangdiberikan berupa bahan-bahan pangan dan buku tulis.Task Force Bina Swadaya (TFB) untuk Gempa Bumi &Tsunami di Propinsi NAD – Sumatera Utara.Kegiatan yang dilakukan adalah penjajagan kebutuhankorban bencana, yang dilanjutkan dengan aksi-aksibantuan.Earthquake and Tsunami Emergency Support Project –Asian Development Bank Paket 16 & 17 di NAD danSumatera Utara (Oktober 2005 – Juni 2008)Kegiatan ini dilakukan di 14 Kabupaten/Kota di NAD dan2 Kabupaten di Pulau Nias (Sumatera Utara), denganmelakukan penguatan kelembagaan kelompok swadayamasyarakat dan pendampingan pemulihan sertapeningkatan pendapatan di sektor pertanian, perikanan,dan pengembangan sistem irigasi.Pemberdayaan Masyarakat Korban Tsunami Aceh melaluiKeuangan Mikro (Januari – Desember 2006).Kegiatan yang dilakukan meliputi pendampingan danpembentukan kelompok, serta pendampingan danpembinaan keuangan mikro.Program Community Empowerment on Micro-ScaleIndustry Recovery Post Earthquake in Bantul-Yogyakarta and Klaten District Central Java, kerjasamadengan Japan International Cooperation Agency/JICA(Juni 2006 – Maret 2007).Tujuan program adalah pemulihan produksi pengusahaindustri kecil yang menjadi korban gempa. Kegiatan yangdilakukan meliputi penguatan kelompok swadayamasyarakat, pelatihan-pelatihan, konsultasi, danpengadaan intensif alat dan bahan baku industri mikro.

artikel

Page 3: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

3warta DRR

Membangun Kemitraan,Pengalaman & Solusi BersamaAnat Prag – Coraid Liaison Office Yogyakarta

Cordaid (The Catholic Agency for Development and Relief,Belanda) memiliki pengalaman dan keahlian lebih dari 80tahun dalam menyalurkan bantuan untuk situasi darurat danbantuan pengentasan kemiskinan. Lembaga ini merupakansalah satu organisasi internasional terbesar dengan jumlahmitra kerja yang hampir mencapai seribu dan tersebar di 36negara meliputi Afrika, Asia, Eropa Tengah dan Timur, danAmerika Selatan. Mitra-mitra tersebut bergerak dalamberbagai isu, termasuk pelayanan kesehatan, peningkatankualitas masyarakat di perkotaan, akses dan partisipasiterhadap perekonomian.

Sejak tahun 2006, Cordaid melalui mitra-mitra lokal diIndonesia bekerja pada isu penguatan kapasitas dalampengurangan risiko bencana. Melalui program ini diharapkansemakin banyak orang yang mampu bertahan dari bencana,kelompok-kelompok rentan mampu membangun kembalihidupnya setelah bencana serta memberdayakan dirinyasendiri.

Prakarsa Cordaid dalam pengurangan risiko bencanaberbasis masyarakat melibatkan 10 mitra kerja di seluruhIndonesia dimana semuanya membangun prosespengurangan risiko bencana melalui berbagai sektor.Misalnya, pendidikan, kesehatan, resolusi konflik,pemberdayaan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi.

Cordaid melihat bahwa pengurangan risiko bencana berbasismasyarakat merupakan sebuah proses pemberdayaankomunitas dimana bencana alam menjadi pintu masuknya,yang dilanjutkan dengan kajian keterlibatan masyarakat,perencanaan untuk mencegah bencana dan mengurangirisikonya, pengorganisasian kelompok masyarakat, pelibatandan aksi dari beragam pemangku kepentingan. Kadangkaladiperlukan pula advokasi di pemerintahan, baik di tingkatdesa maupun kabupaten.

Cordaid dengan senang hati mendukung masyarakat dalammengurangi risiko bencana alam melalui mitra-mitranyayang tersebar di nusantara. Dari ujung barat pulau Simeuluedi Aceh hingga tepi timur Nabire di Papua, 10 mitra Cordaidmendampingi 50 kelompok masyarakat. 25 masyarakat telahmelakukan analisis dan kajian risiko bencana, 21 masyarakatmengembangkan rencana-rencana pengurangan risikobencana, dan 13 masyarakat melaksanakan penguranganrisiko bencana.

Kegiatan yang telah dilaksanakan masyarakat, antara lain,melakukan persiapan dan tanggap bencana, yaitupembangunan jalur evakuasi, perencanaan jaminanekonomi, pelatihan P3K, meningkatkan kesehatanmasyarakat, dan perencanaan ketersediaan pangan denganmenanam singkong dan hotong untuk kebutuhan sehari-hariserta disimpan di lumbung.

Selain itu, masyarakat telah melakukan kegiatanpengembangan mitigasi dan penguatan masyarakat. Seperti,penanaman pohon dan pembuatan terasering untukmeminimalisir risiko longsor, penanaman mangrove untukmengurangi risiko abrasi laut dan gelombang pasangsurut,perancangan peraturan desa untuk pengelolaan sumber dayaair serta memastikan penegakan hukum tersebut,pembersihan puing-puing akibat longsor, pembuatan jalurair secara vertikal sepanjang lereng untuk mencegahterjadinya perusakan alam dan mengurangi potensi longsor,pengembangan kapasitas organisasi, kegiatan pengumpulandana, pembuatan proposal, pengembangan jejaring untukmembuka akses ke lembaga donor, kegiatan-kegiataninfrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih,perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untukmencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

Kegiatan advokasi yang paling menonjol saat ini yang tengahdilakukan oleh mitra Cordaid adalah advokasi agar materiPRB diintegrasikan melalui sekolah-sekolah di propinsi dankabupaten. Meskipun sudah dilakukan upaya dan lobi untukhal ini, namun semua mitra mengakui bahwa proses lobi initetap akan memakan waktu yang panjang. Advokasi

Rehabilitasi dan rekonstruksi rumah penduduk akibatgempa bumi di Propinsi Bengkulu bulan September 2007,kerjasama dengan pemerintah Propinsi bengkulu melaluidana stimulan pembangunan 53.172 rumah rusak danpendampingan Kelompok Swadaya MasyarakatPerumahan.

Dan yang tengah didampingi oleh Bina Swadaya adalahmasyarakat dan forum di dusun Gajihan – Klaten; dusunPucung, desa Wukirsari – Bantul; dan desa Ngargomulyo –Magelang, untuk proyek Pengurangan Risiko BencanaBerbasis Masyarakat. Proyek ini berlangsung hingga tahun2010. Kegiatan PRB di tiga lokasi tersebut dapat terlaksanaberkat dukungan Cordaid.

artikel

Page 4: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

4 warta DRR

berikutnya adalah masuknya forum atau kelompok PRB didalam struktur pemerintahan daerah dan diakuikeberadaannya oleh pemangku kepentingan yang lebih luas.Hal ini sesuai amanat UU Penanganan Bencana No. 24/2007yang menyatakan komitmen pemerintah dalam membangunstruktur dan mekanisme berdasarkan struktur, penilaian,dan tanggapan masyarakat sebagai kunci utama strategipengelolaan bencana di Indonesia.

Cordaid juga mendukung mitra-mitranya yang melakukanupaya pengarusutamaan penanganan bencana melaluipemanfaatan teknologi. Dalam hal ini, Cordaid membuatsitus untuk mitra-mitranya yang dapat digunakan sebagaisarana berbagi pengalaman dan pembelajaran. Sementaraitu, 6 mitra menggunakan situs organisasinya untukmempromosikan kegiatan-kegiatan PRB di Indonesia dan 4mitra telah atau sedang mempersiapkan publikasi refleksipengalaman dan buah-buah pembelajarannya. Saat ini diIndonesia Cordaid bermitra dengan Asian Moslem ActionNetwork (AMAN) Indonesia, INSIST, Bina Swadaya, PusatStudi dan Pengembangan Perdamaian (PSPP), PRIMARI,Perdhaki, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia(MPBI), Pusaka Indonesia, Karina, Catholic Relief Services/ Indonesia.

MenumbuhkanTanggung Jawab MasyarakatTerhadap BantuanRehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Penduduk

Gempa bumi yang melanda Propinsi Bengkulu tanggal 12September 2007 telah meluluhlantakkan ribuan rumah.Untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat akan rumahdan meningkatkan kehidupan masyarakat pasca gempatersebut, Pemerintah Propinsi Bengkulu bekerjasama denganBina Swadaya melakukan fasilitasi dan pendampingan untukmelakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Selain melakukanrekonstruksi, dilakukan pula pendampingan untukpemulihan mata pencaharian dan peningkatan kehidupanmasyarakat. Diharapkan masyarakat mampu mengelola danmengembangkan usaha-usahanya, baik usaha yang sudahatau pernah mereka lakukan maupun yang baru akandijalankan.

Pada tahun itu juga, sebanyak 53.172 KK mendapatdukungan dana dari DIPA Kementrian Koordinator BidangKesra RI untuk merekonstruksi rumah mereka. Pemberianbantuan berdasarkan tiga kategori. Kategori pertama, rusakberat, menerima bantuan sebesar Rp 15 juta. Rusak sedangmenerima Rp 10 juta, dan rusak ringan Rp 5 juta. Pemberiandana dilakukan melalui tiga tahap. Tahap I dicairkan 20%dari jumlah dana bantuan, tahap II pencairan dana sebesar80%, dan tahap terakhir dicairkan sisanya atau sebesar 10%.Bantuan ini disampaikan melalui wadah Kelompok SwadayaMasyarakat-Perumahan (KSM-P) agar masyarakat dapatmeningkatkan kemampuannya dalam mengelola danabantuan, dan kerjasama para pemangku kepentingan(stakeholder) di tingkat desa, kecamatan, dan kabupatendapat juga dapat ditingkatkan melalui penguatan organisasimasyarakat.

Kegiatan yang dilakukan melalui program yang dikenaldengan nama Program Pendampingan Rehabilitasi danRekonstruksi Rumah Penduduk Akibat Bencana GempaBumi di Propinsi Bengkulu, antara lain, rekrutmen tenagafasilitator. Sebanyak 532 fasilitator pemberdayaan/lapangan,19 koordinator fasilitator, dan 2 koordinator wilayah direkrut.Setelah tim terbentuk, dilaksanakan team building,pelatihan, dan selanjutnya mereka siap ditugaskan di seluruhpropinsi. Kegiatan selanjutnya adalah sosialisasi program ditingkat propinsi dan kabupaten agar pemerintah danpemangku kepentingan mengenal serta mendukung kegiatanprogram.

Di tingkat masyarakat, kegiatan yang dilaksanakan adalahmenyelenggarakan pelatihan administrasi, pertukangan,konstruksi tahan gempa, pemulihan mata pencaharian, danpendampingan teknis serta kelembagaan untukterbangunnya struktur organisasi .

Diakhir proyek tahap I, sebanyak 5.084 KSM-P (54.443 KK)telah menerima manfaat dana bantuan sebesar 20% untukmulai memperbaiki dan membangun rumah kembali. Padatahap I ini, selain mencairkan dana bantuan, tujuan proyek

artikel

untuk memurnikan pikiran,mulailah dengan mengurangi hasrat

dan mengenal kebahagiaanuntuk memurnikan lingkungan,

mulailah denganmemberikan perhatian untuk orang lain

(Master Sheng Yen)

Page 5: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

5warta DRR

adalah menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawabmasyarakat dalam mengelola dana yang diterima. Caranya,masyarakat diajak membuat Rencana Penggunaan Dana(RPD) dan Laporan Penggunaan Dana (LPD) berdasarkanbahan-bahan yang telah dibeli dan melakukanpengorganisasian serta kerjasama dalam kelompok.

Rumah-rumah yang rusak akibat gempa mulai diperbaiki,selain itu kegiatan pendampingan pemulihan matapencaharian dan peningkatan kehidupan telahmemunculkan gagasan-gagasan untuk memulai usahabersama di KSM-P dalam bentuk usaha simpan pinjam.

Pada pertengahan tahun 2008, Program PendampinganRecovery Bengkulu tahap I selesai dilaksanakan dan hasilnyamendapat tanggapan sangat positif dari semua pihak.Pendekatan kegiatan melalui KSM-P dinilai berhasilmembangun kesepakatan sosial di antara anggotanya untukbergotong royong memperbaiki atau membangun rumah,mendorong mengembalikan kearifan lokal dalamperancangan dan pembangunan rumah, danmengedepankan peran serta posisi perempuan sebagai agenperubahan dan pembangunan.

Tahun 2009 ini, program tahap 2 sedang berjalan denganmencairkan dana bantuan 80% untuk proses pembangunanrumah dan akan dilanjutkan dengan pencairan dana 10%.Pastinya pembangunan penanggulangan bencana berbasismasyarakat di Bengkulu akan lebih optimal dan kemampuanmasyarakat dalam mengelola bantuan semakin meningkatpula! (is)

Menata HidupSetelah Gempa dan Tsunami

Bencana gempa dan tsunami di Propinsi Nanggroe AcehDarussalam dan Pulau Nias (Sumatra Utara) pada tanggal24 Desember 2004 menyebabkan 126.000 orang meninggal,94.470 orang hilang, kerusakan sarana dan prasarana,perubahan kondisi geografis maupun lumpuhnya kegiatanmata pencaharian masyarakat. Bina Swadaya bekerjasamadengan Asian Development Bank – Earthquake andTsunami Emergency Support Project (ADB – ETESP)terlibat dalam kegiatan pemulihan kehidupan di NAD danNias sebagai lembaga non-pemerintah yang membantusektor pertanian, perikanan, dan irigasi. Keterlibatan BinaSwadaya dalam kegiatan tersebut berlangsung selama 3tahun, yaitu dari Oktober 2005 hingga Juni 2008.

Sebanyak 17 kabupaten menjadi lokasi layanan konsultasiBina Swadaya. Yaitu 15 kabupaten/kota di NAD dan 2 di Nias,yaitu Banda Aceh, Aceh Besar,Pidie, Bireuen, Aceh Utara,Lhokseumawe, Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Barat, NaganRaya, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara, Aceh Selatan,Simeulue, Nias, dan Nias Selatan.

Pemulihan mata pencaharianBina Swadaya memberikan pelayanan konsultasi pemulihanmata pencaharian masyarakat. Tujuannya untuk

memberdayakan masyarakat dan mengkaitkan masyarakatdengan sumber-sumber pendanaan yang ada dalam proyekETESP. Layanan konsultasi yang diberikan antara lain,konsultasi untuk mengembangkan 2.000 KSM di desa-desa,yang pemilihannya berkoordinasi dengan PemerintahKabupaten, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan dan DinasPengairan setempat. Penguatan kelembagaan KSMdilakukan dengan cara memotivasi revitalisasi kegiatanKSM, pendistribusian tugas pengurus, dan melakukanpertemuan rutin.

Masyarakat yang terkena bencana tsunami ditata, dilatih,dan diberdayakan untuk mampu melaksanakan pemulihanmata pencaharian mereka dan melakukan manajemensumberdaya pesisir dan berbasis masyarakat. Untuk itu,mereka mendapat ketrampilan peningkatan pendapatan,dan diajak membentuk jasa keuangan mikro tingkat desa.KSM-KSM tersebut juga dipandu agar mampu menjalinhubungan dengan berbagai jasa atau peluang lainnya dibawah komponen-komponen ETESP, serta dari sumber-sumber instansi pemerintah lainnya, program bantuan darilembaga donor, lembaga swadaya masyarakat lokal danmancanegara. Masyarakat juga diberikan dukungan dalammenyusun kembali catatan kepemilikan lahan danmenghubungkan dengan instansi terkait.

Mobilisasi dan penguatanSebagai tenaga pendamping, dilakukan perekrutan,pelatihan, dan mobilisasi Village Mobilization Facilitator(VMF). Sebanyak 106.698 orang telah dilatih menjadifasilitator, dengan perincian terdiri dari 64.742 laki-laki dan41.956 perempuan. Jumlah ini melebihi target sebanyak 8%.

Bina Swadaya juga memfasilitasi rencana pembangunanirigasi dan penyiapan kelembagaannya, memberikanbimbingan konsultasi pencatatan/administrasinya, danmenumbuhkan kesadaran pemupukan modal melaluikegiatan menabung.

Beberapa kelompok yang mulai melakukan kegiatan simpanpinjam, yaitu Aceh Utara sebanyak 4 kelompok, Aceh BaratDaya 1 kelompok, Siemelue 2 kelompok, Nias sebanyak 5kelompok dan Nias Selatan sebanyak 6 kelompok

Dalam rangka upaya membangun linkage program, BinaSwadaya secara aktif terlibat dalam pertemuan diskusi yangdiadakan oleh pihak-pihak lain diluar ETESP. Selanjutnya,Bina Swadaya merintis peluang kerjasama dengan pihak-pihak tersebut. Beberapa institusi yang telah melakukanprogram untuk KSM antara lain, Asia Little One (ALO),GRDI, BRR, Yayasan Emergency Unit (Yacub), YayasanSepakat, Citibank Group dan Dutch Bank.

Saat ini program ETESP telah selesai pelaksanaannya.Banyak pembelajaran yang dapat dipetik dari pengalamanselama mendampingi masyarakat di NAD dan Nias. Antaralain, pentingnya keterlibatan perempuan dalam program -mulai dari perancangan hingga evaluasi, merancangtatakelola program yang efektif melalui sistem satu atap,penentuan target korban tsunami dan gempa secara tepat,prosedur yang transparan dalam penyaluran hibah, danmembangun jejaring sumberdaya dari berbagai pemangkukepentingan (ss/fu/ap).

artikel

Page 6: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

6 warta DRR

Mengenal PenguranganRisiko Bencana

UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencanamerumuskan pengertian bencana sebagai peristiwa ataurangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggukehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkanoleh alam, non-alam, dan manusia, yang menyebabkantimbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugianharta benca, dan dampak psikologis.

Pandangan konvensional yang beredar selama inimenyatakan bahwa bencana merupakan kejadian yang tidakterduga dan tidak dapat dicegah. Sehingga yang menjadifokus adalah tanggap darurat (emergency response) danpemulihan fisik, material, serta teknis. Orang-orang yangtertimpa bencana merupakan korban yang tidak berdaya danharus ditolong oleh orang pihak lain.

Namun kini beredar pandangan lebih progresif. Yaitu,bencana dapat diduga serta dicegah. Karena dapat didugadan dicegah, maka perlu dilakukan kesiapan untukmengurangi risiko yang timbul akibat bencana dan yang perlumempersiapkan adalah masyarakat itu sendiri.

Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat atauCommunity Managed Disaster Risk Reduction (DRR)merupakan bagian dari pencegahan bencana. Hal ini jugatercantum dalam UU Penanggulangan Bencana yangmenjelaskan bahwa pencegahan bencana adalah serangkaiankegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, danpara pemangku kepentingan terkait untuk mengurangi ataumenghilangkan risiko bencana.

Kajian dalam PRBUntuk mengurangi dan mencegah bencana, langkah awalyang perlu dilakukan adalah mengenal bencana yangmungkin terjadi di wilayah sekitar. Caranya denganmelakukan kajian ancaman, baik dari jenis bencana yangbiasa atau mungkin terjadi, tingkat risiko, frekuensinya,waktu dan lamanya, wilayah yang terkena, sertaperkembangan dan bahaya ikutannya. Jenis-jenis ancamandapat dibagi menjadi dua, yaitu yang disebabkan oleh alam(natural hazard) dan yang disebabkan oleh ulah manusia(man-man hazard). United Nations International Strategyfor Disaster Reduction (UN ISDR) mengelompokkan bahayamenjadi bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahayabiologi, bahaya teknologi, dan penurunan kualitaslingkungan.

Kajian selanjutnya adalah kajian kerentanan, yaitumengidentifikasi lokasi yang rawan bencana, siapa yangpaling rentan ketika bencana terjadi baik dari stasus sosialekonomi, jenis kelamin, umur, dan lain-lain. Selainmengidentifikasi manusia, juga diidentifikasi sumberdayaalam lainnya yang rentan terkena dampak bencana sepertikeragaman hayati dan lingkungan hidup.

Perlu pula melakukan kajian kemampuan atau kapasitasmasyarakat dalam mengantisipasi bencana yang mungkindatang. Kajian ini dilakukan untuk memetakan kekuatan dansumber-sumber yang dimiliki oleh perorangan, rumahtangga, dan masyarakat, yang membuat mereka mampu

mencegah, mengurangi, siap siaga, menanggapi dengancepat atau segera pulih dari bencana. Misalnya, kesadaranmasyarakat terhadap ancaman bencana, adanya prediksi(ramalan) tentang kemungkinan bencana dan peringatandari lembaga yang berwenang, adanya upaya pencegahan danmitigasi, kesiapan dan kemampuan masyarakat bersamadengan pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalammenanggapi bencana.

Kajian-kajian di atas dilakukan dengan menggunakan alat-alat kajian ancaman yang diadaptasi dari PRA, seperti petadesa/dusun, sejarah desa, bagan kecenderungan danperubahan, kajian mata pencaharian, kalender musim,transek, sketsa kebun dan rumah, diagram venn (hubungankelembagaan), dll.

Pengkajian risiko bencana ini dilakukan untuk memahamipengalaman masyarakat dalam menghadapi bencana yangmemampukan mereka mengembangkan strategipenanggulangannya, memahami sumberdaya yang tersediadan digunakan dalam masyarakat untuk mengurangi risikoserta memahami siapa yang memiliki akses ke sumberdayaini dan siapa yang memiliki kuasanya. Kajian ini merupakanlangkah penting dalam memilih strategi pengurangan risikodan penguatan kemampuan masyarakat. Merupakan suatukesalahan bila kemampuan masyarakat diabaikan dalamperancangan program karena hanya akan menyia-nyiakansumber dari luar yang sedikit dan belum tentu dapatdiaplikasikan, dan pada gilirannya justru berpeluangmeningkatkan kerentanan masyarakat itu sendiri.

Proses dan rangkaian kajian yang dilakukan bersama-samamasyarakat akan meningkatkan kesadaran sertakewaspadaan masyarakat itu sendiri, menyiapkanmasyarakat secara fisik dan psikologis terhadapkemungkinan bencana alam yang akan datang denganmerumuskan rencana aksi bersama. Rencana aksidiformulasikan untuk menjawab kebutuhan masyarakatdalam mencegah dan mengurangi dampak bencana.

Rencana aksi tersebut akan diimplementasikan oleh danbersama masyarakat serta elemen-elemen pemangkukepentingan yang dekat dengan kehidupan masyarakat danmemberikan dukungan atau bantuan baik pada tahapmanajemen krisis maupun manajemen risiko. Dukungan dankemitraan dengan pihak-pihak terkait lainnya akanmempercepat proses pembangunan sistem penguranganbencana. Para pemangku kepentingan yang memiliki perandalam pengurangan risiko bencana antara lain, aparat dusundan desa dari tingkat RT, RW, dusun, hingga desa, tokohmasyarakat dan agama, organisasi kemasyarakatan sepertiKarang Taruna, PKK, organisasi-organisasi kerelawananserta pecinta alam, dll.

Siklus penanganan bencanaHal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi risikobencana adalah mengenali siklus penanganannya. Pada saatterjadi bencana, hal pertama yang harus dilakukan adalahmelakukan penanganan tanggap darurat. Setelah fasetersebut selesai, baru dilanjutkan dengan kegiatanrehabilitasi dan rekonstruksi. Pengelolaan pada tahap inidikenal dengan istilah manajemen krisis.

Untuk meningkatkan peran dan fungsi masyarakat dalammencegah, mengurangi dan mengelola bencana secaraoptimal, maka perlu dilakukan perencanaan pembangunan

Laporan utama

Page 7: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

7warta DRR

Langkah demi LangkahPenguatan Kapasitas Masyarakat

Workshop klarifikasi rencana program Pengurangan RisikoBencana (PRB) tahap 2 yang diselenggarakan pada bulanSeptember 2008 menandai dilanjutkannya ProgramPembangunan Kapasitas Pengurangan Risiko Bencana untukStaf, Masyarakat, dan Mitra-Mitra Kerja Bina Swadaya.Workshop diikuti oleh para pendamping lapangan,pemangku kepentingan desa, dan pengurus forum untukmenjelaskan dan memutuskan bersama rencana tindaklanjut pelaksanaan kegiatan program hingga tahun 2010.

Prioritas forumDalam workshop tersebut dibahas prioritas penguatankapasitas di setiap wilayah kerja forum PRB. Di wilayahJogjakarta, pengembangan dan peningkatan kapasitas forumdusun Pucung - Bantul, difokuskan pada pemetaan danpembangunan pipa air, menampungan dan penyaluran airke rumah-rumah warga. Tujuannya mengentaskan masalahkekeringan serta kesulitan air yang selalu menjadi ancamanbagi warga. Sementara itu, prioritas di desa Ngargomulyo -Magelang adalah penguatan kapasitas untuk membangunkesiapsiagaan menghadapi bencana gunung berapi dankonservasi lingkungan alam sekitar gunung. Sedangkan didusun Gajihan-Klaten prioritasnya ialah penguatan kapasitasdalam kesiapsiagaan menghadapi gempa.

Pelatihan pemahaman PRBUntuk menjawab kebutuhan forum dan mendukungpenguatan kapasitas masyarakat, maka selama akhir tahun2008 digelar berbagai macam pelatihan.

Pelatihan pemahaman PRB kepada aparat desa, anggotaPKK, Karang Taruna, kelompok pengajian, dll,diselenggarakan agar peserta dapat menemukenali apa yangterjadi pada saat bencana terakhir (gempa dan letusangunung Merapi), dan untuk di masa mendatang pesertapaham apa yang dapat dilakukan sebelum, selama, dansesudah bencana. Forum di Yogyakarta menyelenggarakanpelatihan ini pada 13-14, 15-16, dan 20-21 Oktober,narasumber dari Institut for Research and Empowerment.Sementara Klaten 25-26, 29-30 Oktober dan 3-4 Novemberdan yang menjadi narasumber adalah Kasi Perencanaan,Badan Perencanaan dan Pembangunan Desa (Bappedes).Sedangkan di Magelang tanggal 10-11, 12-13, 14-15November. Pelatihan ini mendapat dukungan dari setiapkepala desa. Mereka melihat kegiatan tersebut sebagai halyang positif dan yakin dapat meningkatkan pengetahuanserta kepedulian masyarakat terhadap pengurangan risikobencana. Kegiatan ini juga memberikan kontribusi kepadapemerintah lokal dan lembaga-lembaga lain di tingkat desadalam menata ulang sistem PRB. Sebagai tindak lanjut,peserta mensosialisasikan materi-materi pelatihan kepadakeluarga, tetangga, dan kelompok dimana mereka menjadianggota.

Selain untuk orang-orang dewasa, pelatihan PRB jugadiberikan untuk anak-anak. Anak-anak adalah golongan yangpaling riskan terkena dampak bencana. Akan tetapi,seringkali anak-anak juga dilupakan dalam menentukan

Laporan Utama

yang matang, menyeluruh, dan berbasis kebutuhanmasyarakat. Perencanaan tersebut ditindaklanjuti dengankegiatan-kegiatan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan.Misalnya dengan melakukan upaya-upaya fisik, teknis danpengelolaan lingkungan, serta membangun jejaring kerja.Proses ini dikenal dengan sebutan manajemen risiko.

Peran PRB dalam siklus bencana justru lebih ke arah prabencana atau manajemen risiko, dan hanya sebagiandikerjakan pada situasi tanggap darurat (penanganan danbantuan).

Hak dan ketahanan masyarakatRisiko bencana dapat diminimalisir dampak, ancaman dankerentanannya jika kapasitas (potensi) hidup bisaditingkatkan kualitasnya antara lain melalui pemenuhanhak-hak dasar masyarakat seperti hak ekonomi, kesehatan,pendidikan, sosial, dll.

Dengan terpenuhinya hak-hak dasar tersebut, apalagiditambah pengetahuan serta pemahaman tentangsumberdaya, cara, dan kekuatan yang ada di masyarakat,maka warga memiliki daya tangkal dan daya tahan yang lebihbaik dalam mengantisipasi, menangani dan mengurangibencana yang terjadi, begitu pula dampaknya.

Melalui pemahaman dan pelaksanaan PRB diharapkankapasitas masyarakat untuk mengurangi risiko bencanadapat berkembang dan benar-benar membangun ketahananmasyarakat dan terpenuhinya hak masyarakat terhadapkeamanan serta kesejahteraan (ss).

Page 8: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

8 warta DRR

kebijakan tentang penanganan bencana. Cerita kegiatan inidapat disimak di bagian lain dari edisi ini.

Kapasitas mengelola forumAgar forum dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabdalam mengelola organisasi dengan lebih maksimal makapengurusnya menyelenggarakan pelatihan manajemenorganisasi. Melalui pelatihan dibangun semangat kerja yangbersendikan jiwa dinamis dan kreatif, berwawasan keadilanjender, dan memiliki visi ke depan dalam semangatkebersamaan dan kesetiakawanan. Di Yogyakarta, pelatihanyang juga diikuti oleh Kepala Desa, diselenggarakan pada 2-4 Desember. Klaten menyelenggarakannya tanggal 21-30November, sedangkan Magelang 30 Oktober-1 Desember.

Setelah meletakkan fondasi pengelolaan organisasi, pengurusforum membekali diri melalui pelatihan manajemenkeuangan dan pengumpulan dana (fund raising). DiYogyakarta pelatihan dilaksanakan tanggal 9-11 Desember,Klaten pada 3-5 Desember, dan Magelang 15-17 Desember.Pelatihan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kelembagaanpengurangan bencana bukanlah lembaga yang hanya berdiriberdasarkan order proyek. Sangat diharapkan lembaga initetap eksis tanpa dukungan dari Bina Swadaya ataupunCordaid. Manajemen fund raising ini dimaksudkan agar parapengurus mampu menjalankan organisasi bersumber padakemampuan diri sendiri.

Ketrampilan yang didapat langsung dipraktekkan oleh DivisiKekeringan dan Banjir FPRB dusun Pucung dalam mengeloladana kontribusi masyarakat yang dipakai untuk perawatanpipa. Pengurus forum di Klaten merencanakan pembuatanpupuk organik sebagai kegiatan pengumpulan dana. Hal ituterkait pula dengan upaya meningkatkan kebersihan dankesehatan lingkungan. Sedangkan di Magelang, forum akanmengadakan ekowisata, live in, dan outbound. Untuk itumereka akan mengadakan pelatihan tour guiding danbekerjasama dengan agen perjalanan untukmempromosikan program-program tersebut.

Pelatihan sistem distribusi airPelatihan pengelolaan air dilakukan oleh forum diYogyakarta yang mendapatkan mandat dari desa untukmengelola sarana air bersih. Tanpa adanya pengetahuantentang perpipaan, cukup sulit bagi mereka untukmelaksanakan pemeliharaan dan penyambungan air bersihdari pusat penampungan ke rumah-rumah pelanggan.Pemetaan perpipaaan serta ukuran pipa juga menjadikendala bagi para pengurus dan operator lapangan.Karenanya, training teknis pemasangan dan pemeliharaanair bersih menjadi hal yang mutlak dilakukan. Pelatihan inidilaksanakan pada 14-15 November.

Studi bandingUpaya peningkatan kapasitas selain melalui kegiatanpelatihan, dapat pula dilakukan dengan cara studi bandingseperti yang dilakukan oleh forum di Klaten. Pengurus forummempelajari cara kerja forum PRB di daerah lain. Lokasiyang dipilih adalah desa Depok, Parangtritis, Jogjakarta. Didaerah ini forum belajar cara-cara pertolongan pertamamenyelamatkan diri dari bencana tsunami, penggunaan alat-alat P3K dan alat pertolongan pertama lainnya. Selanjutnyaforum juga melihat bagaimana forum PRB menyusunprogram dan melaksanakan program bersama masyarakat,serta peran apa saja yang telah dilakukan bersama

masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 6 Desemberdan sebagai hasilnya forum di Klaten akan membuat jalurevakuasi di daerahnya.

Simulasi evakuasiAkan tetapi, bertanyalah kepada pengurus forum di Klaten,kegiatan apa yang paling berkesan? Ternyata bukan studibanding ke desa Depok. Melainkan pelatihan P3K dansimulasi evakuasi. Dengan bersemangat pengurus forumakan menceritakan hal-hal yang dipelajari selama pelatihanyang dilaksanakan pada tanggal 29 -30 November tersebut.

Acungan jempol layak ditujukan ke forum Klaten yangdengan gigih melobi kerjasama dengan PMI. Di Yogyakartapelatihan ini dilaksanakan pada 6-7 November, sementaraMagelang 9-10 Desember.

Membangun jejaringSelain meningkatkan kapasitas, pengembangan jejaringsangat penting dilaksanakan untuk berbagi pengalaman dandukungan. Forum menjalin hubungan, berkoordinasi danbekerjasama dengan instansi terkait dalam bidangpenanganan bencana sesuai fokus masing-masing wilayah.

Forum Yogyakarta bekerjasama dengan dinas, lembaga, dansektor swasta yang bergerak di bidang sumberdaya air danperpipaan. Demikian pula dengan Klaten yang menjadikanisu kesehatan sebagai entry point pengurangan risikobencana, bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. DiMagelang, upaya berjejaring dilakukan untuk membuatforum desa Ngargomulyo masuk ke dalam struktur forumdi tingkat yang lebih tinggi.

Mempengaruhi kebijakanKegiatan-kegiatan yang telah dilakukan forum danmasyarakat untuk meningkatkan kapasitas dankesiapsiagaan menghadapi kemungkinan bencana, akanlebih cepat perkembangan dampaknya jika mendapatdukungan dari pemerintah desa secara formal. Oleh karenaitu, forum melakukan pendekatan agar aparat desamerancang Peraturan Desa (Perdes) tentangpenanggulangan bencana dan mengalokasikan dana untukpenanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan danBelanja Desa. Sejak awal tahun 2009, Forum di dusunPucung mengiringi perancangan Perdes dimaksud. Kinihasilnya, desa Wukirsari telah memiliki Perdes danpenganggaran penanggulangan bencana.

Masih banyak lagi kegiatan, baik yang sudah maupun akandilaksanakan. Semua kegiatan itu bagaikan langkah demilangkah yang diayunkan hingga mencapai tujuan, yaituterciptanya masyarakat yang aman, siaga, dan mampumengelola ancaman bencana di wilayahnya.

Laporan utama

Page 9: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

9warta DRR

“Selama iniKetika terjadi BencanaSaya hanya Takut...”

Bencana tidak perlu ditakuti sebab bencana terjadi karenakita tidak dapat mengatasinya. Untuk dapat mengatasi danmengurangi dampak bahkan mungkin dapat mencegahnya,kita harus mengenali terlebih dahulu ancaman apa yangmenyebabkan terjadinya bencana tersebut.

Pengenalan ancaman atau bahaya yang dapat menimbulkanbencana harus dilakukan sejak dini atau sejak usia anak-anakagar mereka tetap tenang ketika bencana terjadi dan mampumenghindari serta melindungi diri. Untuk itulah, pelatihantentang pengurangan risiko bencana dan simulasi evakuasibagi anak-anak sekolah diselenggarakan. Anak-anak dilatihuntuk siap menghadapi bencana alam.

Agar menarik perhatian dan gampang dimengerti,penyampaian materi disampaikan lewat film animasi. Filmmenceritakan berbagai bentuk bencana di Indonesia, carapencegahan, dan penanggulangannya. Lewat film tersebut,anak-anak dapat mencontoh tindakan yang bisa merekadilakukan.

Di salah satu desa, fasilitator bertanya apa yang harusdilakukan saat terjadi gempa. Spontan seorang anak yangmasih kecil menjawab,” Terbang saja, Pak!” Supaya nggaktertimpa bangunan atau pohon, ya... Agar tidak gampanglupa apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa, sekaligusmembuat suasana lebih bersemangat, fasilitatormengajarkan yel-yel. “Jika ada gempa, kita harus....” “Cepattanggap dan jangan panik!” Anak-anak juga diajarkannyanyian, “Kalau ada gempa, lindungi kepala! Kalau adagempa, berlindung di kolong meja...!”

Selain pemahaman tentang bencana, anak-anak jugadikenalkan pada jalur evakuasi dan diajak melakukansimulasi evakuasi. Anak-anak juga diingatkan pentingnyakerjasama, serta menolong temannya yang luka.

Anak-anak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman barumelalui pelatihan simulasi evakuasi karena hal ini tidakmereka dapatkan di kegiatan di sekolah maupun lembaga

lain. Anak-anak juga senang mengikuti kegiatan outbound.Melalui kegiatan yang santai dan kesannya jalan-jalan, anak-anak dikenalkan pada wilayah di sekitar mereka yangdianggap rawan ketika terjadi bencana. Daerah yang rawanitu misalnya, sungai tempat aliran lahar dan lereng gunung.

F. Yeni Mei Triana, kelas VI SD Kanisius Prontakan, DesaNgargomulyo, Kec. Dukun, Kab. Magelang, menuliskanperasaan dan pengalamannya. “...Pengalaman ini jelas tidakbisa dilupakan terutama karena saya diajak jalan-jalan,bermain-main dan menggambar. Karena selama ini ketikaterjadi bencana saya hanya takut.” Setelah mengikutikegiatan ini Yeni tidak takut lagi, apalagi dia sudahmengetahui jalur evakuasi.

Lain lagi yang dituturkan Arifin, kelas VI SD Guppi, di desayang sama. Arifin menulis,

“ ... Saya tertarik dengan kegiatan simulasi evakusi. Sakingsemangat saya sampai menubruk teman saya sehingga sayajatuh. Ketika mau simulasi evakuasi, ternyata adapengarahan dari orang luar negeri. Katanya, kalau mauevakuasi jangan panik, nanti malah sakit sendiri.”

Sangat diharapkan pengenalan berbagai bencanadisampaikan di kelas agar sejak dini anak-anak terlibat dalampenanggulangan bencana. Dan simulasi ini hendaknyadilakukan secara rutin di semua sekolah agar anak-anak tidaklagi takut, melainkan sudah tahu apa yang harus dilakukanbahkan siap membantu keluarga dan temannya.

Anak - anak memperagakan penyelamatan diri terhadap gempa di kolong

Inilah team medis yang dibentuk untuk mengevakuasi temannya

Laporan Utama

Page 10: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

10 warta DRR

Jeli Melihat Potensi,Siap Mencegah BencanaForum PRB Pucung

Selama program pengurangan risiko bencana (PRB)tahap I dilaksanakan di tiga wilayah dampingan BinaSwadaya, ada satu forum pengurangan bencana yangmenjadi rujukan keberhasilan masyarakat memanfaatkansumberdaya yang ada demi kepentingan bersama. Forumtersebut adalah Forum Pengurangan Risiko Bencanadusun Pucung, desa Wukirsari, kabupaten Bantul,Jogjakarta.

Forum PRB terbentuk dari kesadaran masyarakat bahwabencana yang kerap terjadi belakangan ini dapatdiminimalisir dampak dan jumlah korbannya. Upayapengurangan dampak tersebut membutuhkan kerjasama danpartisipasi semua pihak, mulai dari warga, pemerintah,lembaga-lembaga yang ada atau berkarya di daerah tersebut,dsb. Kerjasama dan partisipasi tersebut akan jauh lebihefektif dan efisien jika dilaksanakan dalam sebuah wadah.

Pengurus forum terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil,dua orang sekretaris dan dua orang bendahara. Sedangkananggotanya merupakan warga dari 4 dukuh yang beradadalam wilayah administratif dusun Pucung. Masing-masingdukuh diwakili oleh 6 orang warganya, dimana salah seorangdari antaranya menjadi koordinator. Ke-4 dukuh tersebutadalah dukuh Dengkeng, Karangtalun, Karangasem, danJatirejo.

Warga yang terlibat dalam forum bukanlah orang-orang baruyang bekerjasama dengan Bina Swadaya. Mereka adalahpara anggota kelompok dampingan usaha mikro BinaSwadaya Jogjakarta. Sehingga cukup mudah mengumpulkananggota untuk berdiskusi tentang kesiapsiagaan menghadapidan mengelola bencana. Pada awal pengenalan programPRB, masyarakat dusun Pucung sangat antusias mengikutipelatihan dan diskusi. Termasuk di dalamnya memetakanpotensi bencana, potensi wilayah, hingga membuat rencanaaksi masyarakat.

Forum menemukan bahwa daerah Pucung tidak hanyaterancam bahaya gempa, tetapi juga kekeringan yang setiaptahunnya melanda kurang lebih 800 KK yang tinggal diperbukitan. Berbagai usaha telah dilakukan, mulai darimenambah kedalaman sumur, reboisasi, hinggamemanfaatkan sumber air yang sudah ada. Akan tetapi,karena daerah yang luas, maka perlu penangangan lebihlanjut. Selain kekeringan, daerah ini juga rawan longsorakibat pergerakan tanah. Warga selama ini sudahmengupayakan terasering dan pembangketan tebing.Namun, masih banyak lokasi rawan longsor yang perluditangani, apalagi kondisi tanah yang terus bergerak, makakegiatan pembangketan ini perlu ditindaklanjuti. Olehkarena itu, Forum PRB dusun Pucung dilengkapi empat divisikerja, yaitu divisi gempa bumi, longsor dan banjir,kekeringan, dan sosial. Divisi sosial berupaya mengajak danmemotivasi warga untuk hidup produktif dan terarah.

Tujuan forum adalah meningkatkan kesadaran masyarakatmengenai potensi bencana yang ada di wilayahnya,menyiapkan masyarakat secara fisik dan psikologis terhadap

kemungkinan bencana yang akan datang, dan meningkatkankeswadayaan serta partisipasi masyarakat untukbekerjasama dan berkoordinasi dalam suatu wadahkerjasama pengurangan risiko bencana.

Untuk mencapai tujuan di atas, rencana kegiatan yang akandilakukan antara lain, melakukan berbagai pelatihan yangdapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalammenghadapi dan menangani bencana, membangun sertamemperkuat jaringan kerjasama di berbagai tingkatpemerintahan, membangun database yang selaludiperbaharui, dan mendorong pemulihan serta penguatanekonomi.

Permasalahan timbul saat program PRB tahap 1 dinyatakanhanya merupakan pengenalan PRB. Hal ini membuatanggota forum “nglokro”, kehilangan semangat untukmeneruskan kegiatan kesiapsiagaan terhadap bencana.Akibatnya perencanaan yang telah dibuat hanya tertulis diatas kertas.

Saat sudah mengalami penurunan semangat, dari sekedardiskusi ringan tengah malam sambil ngopi, munculkesadaran baru bahwa bahaya yang sudah mengintip adalahkekeringan, banjir, dan longsor. Karena kekeringan selalumelanda setiap tahunnya dan menimpa hampir seluruhwarga, maka pada awalnya penanganan kekeringan menjadiprioritas.

Laporan Khusus

Air Bersih :Diburu danDirebut

Forum Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB) dusunPucung, desa Wukirsari, kabupaten Bantul, Propinsi DIY,pada awalnya dibentuk untuk kesiapsiagaan menghadapigempa. Sekarang, forum ini juga mengemban tugas desauntuk mengelola sarana air bersih yang menjadi programpemerintah untuk mengatasi kekeringan.

Menggali potensi yang adaSaat pemetaan ancaman bencana, ditemukan potensibencana di desa Wukirsari yang terjadi setiap tahun, yaitukekeringan dan tanah longsor. Dari pemetaan potensi solusi,ditemukan sumber air bersih dalam jumlah yang besar dansudah dikembangkan melalui proyek Pekerjaan Umum (PU)Pemerintah Propinsi DIY. Akan tetapi, sampai dengan bulanJanuari 2008 masih terbengkalai rusak begitu saja karenatidak ada yang mengurus dan hanya segelintir masyarakatyang pernah menikmatinya. Pengurus forum dan masyarakatyang tergabung dalam anggota forum sepakat untukmengelola sumber air bersih tersebut dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat desa Wukirsari.Melalui berbagai upaya dan rangkaian pertemuan antaraForum PRB dengan pemerintah desa, Kesbanglimas, daninstansi terkait yang difasilitasi oleh Bina Swadaya, padaakhirnya berbagai alat dan pengelolaan air bersih tersebutdiserahkan kepada Forum PRB untuk dimanfaatkan demikebutuhan masyarakat.

Keinginan baik tak selamanya disambut baik. Sempat ada

Page 11: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

11warta DRR

penolakan dari beberapa warga yang khawatir pengelolaanair bersih bukannya bertambah baik tetapi malah merugikan.Pihak desa juga terasa maju mundur dalam menyambutkeinginan forum. Melalui proses diskusi yang panjang, pihakdesa pada akhirnya memberi lampu hijau kepada forumuntuk mengelola sarana air bersih yang ada di desa. Pihakdesa mengeluarkan surat keputusan penugasan kepadaforum untuk mengelola sarana air tersebut.

Setelah mendapatkan surat keputusan dari desa, pengurusforum berkoordinasi dengan Dinas PU sebagai pengelolaproyek. Bak gayung bersambut, Dinas PU menyambut secaraterbuka keinginan warga melalui forum untuk mengelolasarana air bersih tersebut. Hal ini didukung pula denganperaturan proyek yang harus menyerahkan pengelolaansarana air bersih tersebut kepada warga.

Melobi berbagai pihakSelain sosialisasi ke setiap pihak yang terlibat, sosialisasibersama antara semua pemangku kepentingan (stakeholder)dirasakan perlu untuk kejelasan semua pihak. Pada tanggal1 April 2008, sosialisasi diadakan dengan menghadirkansemua stakeholder yang terdiri dari aparat desa,Kesbanglinmas kabupaten, Satuan Kerja PDAM propinsiDIY, Dinas Pertambangan DIY (Disperindagkop), PT. WIKAsebagai pemborong proyek pompa, dan masyarakat desaWukirsari.

Dukungan legal formal dari desa membuat Forum PRB inimenjadi percaya diri. Selain mendapat dukungan surat resmi,desa juga meminjamkan uang untuk modal dasar sebesarRp. 5.000.000,-. Dalam perhitungan teknis yang dibantuoleh Satuan Kerja PDAM dan PT WIKA, Forum PRBmembutuhkan dana yang luar biasa besar. Oleh karena itu,didampingi oleh Bina Swadaya, Forum PRB dengankeberanian yang menurut mereka sangat “luar biasa”mendatangi kantor kecamatan, kabupaten, kesbanglinmas,PT WIKA, PDAM dan Dinas Pertambangan DIY untukmempresentasikan program alih kelola sarana air bersih ini.Di luar dugaan, meskipun sangat diharapkan, ternyata semuapihak mendukung kegiatan warga ini.

Pekerjaan merevitalisasi sarana air bersih ini bukan hanyapada manajemen pengelolaannya dan perbaikan jaringan.Akan tetapi, bagian terpentingnya adalah memulihkankepercayaan masyarakat dan memperbaiki jaringan yangrusak. Hal yang baru sama sekali bagi para pengurus forumyang tidak mempunyai pengalaman perpipaan.

“Sudah kepalang basah dan tanggung untuk kembali,” kataSuryono, sang Ketua Forum. “Apapun yang terjadi kita jalanidengan coba-coba”. Walhasil, rapat pagi harian menjadimenu sehari-hari pengurus forum. Kesibukan ini karenasedemikian banyak permintaan, baik untuk perbaikankerusakan maupun pemasangan pipa baru. Oleh karenatidak ada yang ahli dalam pemasangan pipa, tingkatkebocoran awal mencapai 50% apabila dibandingkan antaradebit air yang masuk ke tanki dan air yang berhasil mengalirke para pelanggan. Sangat besar memang. Menyikapi halini, pengurus bersama dengan fasilitator mendatangi ahlinyadi Universitas Gajah Mada (UGM). UGM yang diwakilibagian water plan (perencanaan air) kemudian memfasilitasiworkshop sistem distribusi air, jaringan, dan penentuantarget. Pengurus forum belajar untuk membandingkankapasitas yang dimiliki oleh sumber air dan panjang jaringanmaksimal yang dapat terpenuhi.

Efektif dan transparanDalam menerapkan manajemen pengelolaan air bersih, parapengurus juga tidak berani menarik biaya terlalu tinggi. Biayaberlangganan Rp. 5000,- per bulan per pelanggan.Sementara untuk biaya perbaikan kerusakan belum ditarikpembayaran, hanya saja diwajibkan membantu yang bekerja.Sistem pembayaran juga diefektifkan sehingga jumlahpelanggan yang menunggak semakin hari semakinberkurang. Juga kebocoran jumlah air yang masuk dankeluar dapat dikurangi. Forum memfasilitasi pembayarandengan dapat langsung membayar di kantor pengurus forum,juga dengan mendatangkan petugas penarik iuran.Harapannya, denga tertib melakukan pembayaran danlaporan keuangan yang transparan kepada warga, sarana airbersih ini dapat menjadi BADAN USAHA MILIK DESA.Untuk mencapai ini semua, pengurus mengundang paratenaga ahli untuk melatih dalam bidang teknis perpipaanair bersih. Selain itu, sistem pengelolaan dibenahi agarmudah dilaksanakan, dipantau, dan dievaluasi, serta bersifattransparan. Good governance dicoba diterapkan dalamkegiatan ini.

Berbagai pihak diajak kerjasama, misalnya dengan SatuanKerja PKPAM DIY. Kerjasama dibangun untuk melakukanrevitalisasi, membuat analisis gambar teknis elevasi dan asetdi sarana air bersih dusun Pucung, dan memperbaiki saluranprimer sepanjang jalur transmisi yang rusak. Kerusakanjaringan ini disebabkan oleh pemasangan pipa yang kurangbenar, terbakar saat ada warga yang mebakar sampah, ataukarena sudah aus.

Dana masyarakatPerluasan jaringan juga dilakukan untuk memaksimalkanpelayanan kepada pelanggan. Perluasan jaringan dilakukandi RT 06 Jatirejo, RT 05 dan 06 Krangasem, dan RT 01 danRT 02 Karangtalun. Revitalisasi ini selain menggunakandana masyarakat, juga dibantu Cordaid dan beberapa LSMyang berkarya di desa Wukirsari.

Forum PRB PAB (Penyediaan Air Bersih) dusun Pucung iniresmi berdiri pada bulan Februari 2008. Berawal dari sebuahketidak sengajaan dalam menemukan “bencana” kekeringansetiap tahun dan melihat kenyataan terjadi perebutan air dimusim kemarau. Forum bekerja keras. Tanki air pembawabantuan air bersih yang disalurkan oleh TAGANA (TarunaTanggap Bencana) pun tak lagi salah sasaran. Air bersihmemang belum dapat dinikmati oleh seluruh warga DesaWukirsari. Akan tetapi, paling tidak kiprah kerja keras ForumPRB PAB dapat mengurangi permasalahan. Air memangdiburu, tetapi tak perlu direbut (ETSN).

Laporan Khusus

Page 12: dari redaksi · infrastruktur skala kecil seperti pengadaan air bersih, perbaikan jalur evakuasi, dan menanam bibit pohon untuk mencegah erosi yang didanai oleh pemerintah lokal.

12 warta DRR

“BAYU” Sang Pendukung

Kesuksesan fasilitator Bina Swadaya Jogjakarta dalammelaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana (PRB)untuk membantu mengatasi kekeringan tidak terlepas dariperanan pemerintah desa. Perangkat ini mempunyai andilyang sangat penting karena mendukung program yangberhasil menggerakkan masyarakat untuk bersama-samamengatasi kekeringan. Pemain yang ada dibalik layarkesuksesan ini adalah sang Kepala Desa Wukirsari, BAYUBINTORO, SE.

Pria kelahiran Bantul, 28 Januari ini adalah anak pasangankeluarga Bpk. R. H. Harsoyo (alm) dan ibu Hj. Sriyatun BcHk.Menamatkan Sarjana Ekonomi di sebuah perguruan tinggidi kota Yogyakarta tahun 2005, kemudian sempat berkaryadiperbankan. Pekerjaan tetap yang menjadi idaman parapemuda di desanya itu ternyata tak membuatnya bahagia.Pengalamannya di berbagai bidang organisasikemasyarakatan membuatnya terpanggil untuk memajukandesanya, sehingga ia memutuskan kembali ke desa menjadikepala desa.

Kepala desa, sebuah jabatan penuh pengabdian kepadamasyarakat ternyata memberinya ujian yang cukup berat.Baru beberapa bulan menjabat sebagai kepala desa, gempabumi yang dahsyat melanda Jogjakarta dan sekitarnya.Kerusakan yang terjadi di desanya juga cukup dahsyat, 90%rumah dan bangunan di desa Wukirsari hancur dan rusakberat.

Pengalamannya di berbagai organisasi kepemudaanmembuatnya dapat bertindak cepat mengatasi masalah.Bersama pengurus desa, mereka bahu membahu mengatasimasalah dalam fase tanggap darurat. Bantuan-bantuan yangmengalir ke desa juga dikoordinir secara terpadu sehinggasemua masyarakat dapat menikmati bantuan.

Tidak hanya berhenti pada saat tanggap darurat, pada faserehabilitasi dan rekonstruksi, kerjasama dengan pihak luarjuga dilakukan untuk memulihkan keadaan pasca gempa.Integrasi program yang disodorkan oleh pemerintah danLSM ataupun lembaga donor menjadi prioritas utamasehingga duplikasi program tidak terjadi. Lembaga-lembagayang berhasil digandeng untuk mempercepat pemulihanpasca gempa antara lain, IRE Jogjakarta, JavaReconstruction Fund, CWS Internasional, JICA Indonesia,Cordaid, dan Bina Swadaya. Lembaga donor dan LSM lokalini berkerja bukan hanya merehabilitasi bangunan yangrusak tetapi juga merehabilitasi bidang ekonomi.

Visi dan misi yang diembannya juga jelas dan aplikatif, yaitumembawa masyarakat desa Wukirsari pada peningkatanekonomi dengan memaksimalkan sumber daya yang ada.Tindakan kongkret yang dilakukan adalah mendukungsepenuhnya proses revitalisasi sumber daya air yang telahtersedia di desa Wukirsari yang dilakukan bersama Cordaiddan Bina Swadaya. Setiap tahun, masyarakat desa Wukirsariselalu mengalami kekeringan. Mau tidak mau, mereka harusmengeluarkan uang lebih untuk membeli air untukmemenuhi keperluan sehari-hari, walaupun sudah adabantuan dropping air bersih dari pemerintah. Kekeringanyang berlangsung terus menerus telah mengakibatkanpemiskinan pada masyarakat desa Wukirsari.

Dukungan dan kemampuan memotivasi masyarakat melaluiForum PRB yang difasilitasi pembentukannya oleh BinaSwadaya menjadikan cambuk semangat kerja yang patutdiacungi dua jempol. Forum FPRB yang sedianyaditumbuhkan untuk kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi,saat ini memulai kegiatannya menjadi ujung tombakperedaman risiko bencana kekeringan. Hal ini tak lepas darikemampuan “Sang Bayu” meniupkan angin keterbukaandalam mengelola sumber daya air yang telah disediakanpemerintah. Dan semoga harapan mengelola sumber airdesa untuk dijadikan sumber pendapatan desa dapat segeraterwujud sejalan dengan bertiupnya Bayu melalui goodgovernance yang saat ini diterapkan.

Ing Ngarso Sung Tuladha ing Madya Mangun Karsa, TutWuri Handayani, Pak Bayu... (SSU).

P r o f i l

Jika saja setiap orangmengucapkan satu kata kebaikan

atau melakukan satu kebaikansetiap harinya,

semua kebaikan kecilakan menjadi besar(Master Sheng Yen)