Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

189

Transcript of Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Page 1: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf
Page 2: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

■ ------

2 t APR MOt

Page 3: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

?

r

i

Page 4: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

D A R I PENDI ARA KE MED JA -HIDJA V

Page 5: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

SER I PEM B IN AA N P R IB A D I M U SL IM

No. 1

2

Page 6: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

* i'*/

MED J A H I D J A 1]

Oleh:

H. FIRDAUS A.N., E .A.

Tjetaksn pertama

Penerbit ’’PUSTAKA NIDA”

Djakarla.

1 9 6 7

Page 7: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

i t e s * ¡

• . , Ve--

H iasan ku lit : Z a ina l

Kaligrafi : Salim Baktsir

HAK T J IP iA C-iLINDUNGl UNDANG-UNDANG

p e r p »Js 1 a K A^ k ü l t a s h u k v m ü . . .

? a - G _ . a o o û

TANOOAU • ^ i n Ç ' X r ' . ' . Î Î 1-

h o m o f su- :

A S A l . D O K U . • .....................

Koueksi Perpustakaan F A K U L T A S h u k u m u i .

Page 8: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Kenang-kenangan kepada isteri

dan anak-anakku, dan persembahan

kepada Angkatan ’66 jung sedang

berdjuang mengibarkan pamlji-pandji

Keadilan dan Kebenaran Ilahi.

5

Page 9: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

DAFTAR IS I:

Halaman

PRAKATA .................................... ......................................... v 9%

( SURAT DAR I PROF. DR. HAMKA ..... ........................ ~......... 15

BAGIAN I : < DITANGKAP POLISI f................................... 21

BAGIAN I I ; AKU DAN BUNG KARNO DALAM KE­

NANGAN ZAMAN LAMPAU ..................... 40

BAGIAN I I I : PENDJARA SALEMBA ................................. 63

BAGIAN IV : PERDJUANGAN DIARENA MED J A HI-

L)JAU ............................................................... 77

BAGIAN V : ADOLF HITLER DAN BUNG KARNO ..... 146

BAGIAN V I : PENUTUP DAN EPILOG ............................. 153

Page 10: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

P R A K A T A

BUKU IN I ditulis adalah sebagai hasil perljikan renungan, pen­

deritaan dan pengalaman jang diderita oleh pcnulLsnja sendiri. Ia

ada lah merupakan ungkapan-ungkapan perdjuang&n seorang pemucla

jang berhasrat dan bertjita-tjita n iui.k trgraknja Menara Keadilan

dan Kebenaran sedjak dari usia remadjajija sampai dewasa Ini.

U ntuk itu ia telah mengalami snk^-duka perdjuongan dan mene-

busnja dengan terungku pendjara dizamar. kez^liiiitn rsgiem pra

Gestapu jang lak terlupakan itu

Ia d juga mengungkapkan alam fikiran jai g beiun. m3tang jang

sering terdapat pada masa remaajanja usia seorang pemuda pe-

d juang jang m udah silau kepada suatu baiangan fadjar dlnihari;

suatu fad jar kazib jang disangkanja sidik. D^m ikia^lah dikala itu

ia bersikap terhadap seorang tokoh nasional, seorang pemimpin ter­

kemuka jang d ipud jan ja setinggi k'ngit d ija la ia menoleh kepada

tokoh besar itu dari d jarak jang djauh. Ia memandang kepada sang

Pem impin laksana seorang jang melihat kepada sebuah gunung jang

indah menghidjau, tinggi megah mendjulang kelanglt biru. Ia kagum

dan m em udjan ja serta mendambakannja sebagai sesuatu hal jang

mempesona, selaku pemberian alam jang tak ada taranja.

Tetapi setelah ia naik mendaki kepuntjak dan melihat gunung

tersebut dari d jarak jang dekat, maka tak lain tak bukan ia penuh

dengan belerang jang berbau busuk merangsang hidung, memun-

9

Page 11: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

tohkan dan m em uakkan kalbu. D an sedjak itu la berbaiik a rah m e­

law an tingkah laku sang pem im pin ja n g selama in i d ik agum in ja itu . Ia Ketjew a laksana m usafir Jang tertipu m e lihat fa tam organa di-

padang pasir tandus. Dan sesuai dengan pertum buhan kem atangan

a iam fik iran dan ke jak inann ja , m aka ia kem udian m e lan tja rkan

cpposisi setjara Ideologis, prinsip iil dan fundam entil.Buku in i berisi kisah suka-duka selama dalam a lam ta h an an

ja n g bertahap-tahap itu. T ahanan cel-pendjara, tah anan rum ah dan

tah anan 'kota jang kesemuanja itu berd jum lah lebih dari t ig a ta h u n

U im anja. Suatu sa’a t zam an .iang sangat memerlukan kekuatan Im an jan g m em badja, d isaat law ar politik berada dalam kekuasa-

a n n ja Jang bersim ahaiad jale lu , kokuasaan jang m utlak sewenang-

w enang, j.m g kem udian ment.japai p u n tja k n ja dalam traged i Lobang B ua ji' ir.ade in O ts lapu-FK ! jang tragis m en jeram kan bulu

rom a itu Tetnpi porM nva keksdj -.man jang berlum uran darah di-

lu ar pe i'kem anusiaan dan keadaban jang sangat terkutuk itu J a n g

te i3h m em buat lukisan lem baran h itam dalam sedjarah Repub lik Indonesia, oloh sang pem im pin tertentu (Bung Karno) m asih d ik a ­

takan sebagai suatu h a l jang kia^a sadja ; bahkan suatu peristiwa

ke tjil L iksana topan d ida lam gelas belaka, j a sebagai gelembur riak di lau t .

A lam fik iran komunisti.s-Leniuis in ila h jang telah d iindoktri-

nas ikan oleh pento lan kom iuiis Lenin d izam an revolusi Oktober

Rusia ja n g m engatakan antara lain : ’’B ahw a b ila perlu u n tu k m e­

laksanakan komunisme, la tidak akan gentar berdjalan d latas tiga p u lu h d ju ta m a ja t orang. K a tan ja pula, iapun lebih suka mende-

'rg a rk an m usik ja n g merdu, tetapi d itengah revolusi sekaran<* in i

m aka Jang perlu ada lah membelah tengkorak, m end ja lankan ke­

ganasan, dan berdjalan da lam lau tan d a rah ’’. (Dr. j . Verkuyl- Kom unism e, Kapitalism e dan In d jil Kristus hal. 32).

D an d ika la saja mengem ukakan ungfleapan In i sepuluh tah u n Jang lam pau , m aka kaum komunis bagaikan orang tua kebakaran

djenggot, m en tju tji- tangan dan m enjerang sa ja dengan keras da lam

podjok "H ar ian R ak Ja t’’-PK l (September 1956) jang m engatakan

sa ja sebagal "Sekdjen FA K (Front 'Anti Kom unis) ja.n g k a ra tan ”

Ja , s a ja dan kawan-kawan, sepuluh tahun Jang silam, te lah m em ­

peringatkan kebiadaban dari kebengisan kaum kom un is jtu Tetapi

w aktu itu kam i bernasib seperti h a ln ja Cassandra, seoriln& peneriak kebenaran d lpadang pasir, tak ada Jang m e n ja h u tn ja< D an baru

sepuluh .tahun kem udian , fa'kta telah berbitjara dengt*n bahasan ja t Jang terang dan gamblaaig.

K .H . Saparl seorang tokoh P S II d an Im am -Ch^tib M asd jid Is ta n a ’’B a itu rrah iem ” da lam p ida ton ja d l M asdjid ”T^qwa» T anah Abang pada tgl. 23-9-106G Jnng la lu m engatakan an tara ja jn ”bahwa

Saudara F irdaus sudah lebih pagi bangun dari pada ^ lta ’’ ”D u lu

k ita m as ih bisa berdebat dengan d ia, tetapi sekarang ^eteiah peris­

tiwa G.30.S. meletus, kebenaran berada d lp lh akn ja ”. " ^ aj a sen d lr l”

10

Page 12: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dem M an K.H. Saparl lebih landjut,' "bahwa sedjak 4 bulan jane la lu saja tidak datang-datang lagi ke Istana”, (l)

Dan sebagal klimaks dari buku lnl adalah pleidooiku Jang telah

kuutjaplkan dim uka sidang Pengadilan Daerah Istimewa Djakarta

dlzaman regiem pra Gestapu/PK I sedang menggenggam segenap

kekuasaan. Perkara ln l sebenarnja adalah berkenaan dengan tulisan

dalam buku Analisa Perkawinan Suliarno Ila rtin i Jang diterbitkan

dizam an Demokrasi, sepuluh tahun jang lampau, tetapi diadili d l­

zam an Demokrasi Terpimpin, zaman D iktatur berselimut. Perkara

jang d itjari- tjari oleh lawan politik terdalkwa.

Dalam keadaan jang berat menekan seperti Itu d lm ana seorang

terdakwa terp iksa harus tam pil sendirian tanpa kawan Jang akan

m em belanja dimuka pengadilan, maka Al-Hamdulillah, saja ttelah

m endja lankan tugas saja dengan haik, ja ltu mempertahankan ke-

jak inan dan kebenaran apa Jang telah saja tulis 10 tahun Jang

silam itu. Arena M ahkam ah telah merupalkan gelanggang Jang seru

d lm ana terdakwa melakukan taktik bertahan dan menjerang, sedang

p ihak wasit (Hakim) sendiri kelihatan ragu-ragu memimpin perta­

rungan ini, sehingga baru dapat dlselesaikannja dalam delapan kali

sidang dengan memakan tempo tidak kurang dari 1 tahun 4 bulan

lam an ja , sedang perkara in i tidak kurang dari tiga tahun berada

d ltangan pengadilan.

Keadaan masjarakat Um m at Islam waktu itu sungguh menje-

d lhkan. Mereka sedang d iliputi suasana berkabung, karena sebagian

besar tokoh-toikoh pem impin mereka jang terkemuka berada dalam

tahanan . Mereka tak ubahnja seperti anak ajam kehilangan induk-

n ja , disamping elang tirani sebentar-sebentar terbang di udara me­

r j ambar-n j am bar ketanah. Bahkan hampir-hampir mereka kehi­langan kepertja jaan kepada diri sendiri, kehilangan keberaniannja

terhadap lawan dan kehilangan spirit perdjuangannja; sedang kaum

kom unis dan regiem. Soekamo-Soebandrio memberikan tekanan-

tekanan psyehologis, ekonomis dan politis kepada rakjat jang makin

lam a kian terasa berat mentjengkamkan kukunja. Tidak heran

kalau tokoh seperti Bung Tomo dalam salah satu tjeramahnja pada

bulan D j uli 1966 d i Masdjid Al-Azhar Kebajoran Bani, mengetjam

keras sikap sementara um m at Islam itu dengan penilaiannja, bahwa

d ltind jau dari segi keberanian, maka ummat Islam ibu kota waktu

it/u tak dapat dibanggakan. Semuanja diam ketakuban. Semuanja

sedih berkabung. Tak ada gerak, tak ada protes dan tak ada

demonstrasi apa-apa, sedang pemimpin-pemimpin mereka merintih

dan meringkuk dalam tahanan. S jukurlah masih ada m imbar maa-

diid-masdjld d im ana chatib-chatib revolusioner jang belum takluk

K H Sapari kemudian turut menerbitkan dan memimpin sura, kabar

"Karya Bhakti” jang beroposisi kepada Presiden Sukarno.

11

)

Page 13: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dapat m em baw akan chu tbahn ja memberikan sp irit d a n semangat

perd juangan itu setiap hari D jum 'at. Tetapi um m a t ta k dapat d i­

salahkan benar, karena d ja ring kekuasaan pem erintah pra-Gestapu/

P K I itu terbentang luas 'kemana-mana m elingkungi mereka. D an

Jang am at m enjed ihkan ia lah , kalangan pem im pin ja n g bersikap seperti burung beo, bertekuk lu tu t tanpa sjarat.

Sa lah seorang tokoh ketua D PRG R jang beragama Is lam Ahm ad

S jaichu, sepu langn ja dari luar negeri dengan tidak segan-segan dan

m alu-malu sedikitpun berkata: ’’Bahwa, nasib Agam a Is lam diper-

t ja ja k an kepada politik jang d item puh oleh Presiden Sukarno”. (Antara, 17 Mei 1964). Dan Menteri Agama K.H. S a ifudd in Zuhri

dalam suatu w aw antjara chusus dengan koresponden ’’A n tara” di

Ampenan menegaskan, ’’bahwa Presiden Sukarno a da la h seorang

penganut agama Islam jang sedjati dan ta ’a t” (Antara , Berita I n ­

donesia, 19 Nopember 1963). ’’Doktrin Sukarnoisme un tuk menjela-

m atkan D un ia .’' (Pidato Menko/Menteri Agama Prof. Sa ifudd in

Zuhri w aktu m enjerahkan gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilm u

U shuluddin kepada Bung Karno dl Istana tanggal 2 Desember 1964).

Sedang Partai-partai politik dan Ormas-Ormas Is lam telah turu t

bersama-sama kaum komunis dalam politik N asakom nja Soekamo-

Soebandrio-Aidit dalam Front Nasional jang kem ud ian tern ja ta

m em buat d ja lan tragedi Lobang Buaja itu. Benarlah M a jo r Djende-

ral Kemal Idris Kepala S taf Kostrad jang m engatakan di B andung

an ta ra lain , bahwa para politisi (Partai-Partai Politik , Fen.) tak d a ­

pat mentjutii tangannja begitu sadja terhadap terdjadinja G .30.S. Sebab mereka turu t membuka dja lan dan memberikan kesempatan

bagi P K I un tuk duduk berkuasa dalam pemerintah. C) Sedang se­

m entara para Mahasiswa berpendapat, bahwa Parta i-parta i Politik

h a n ja tu ru t m enusuk bangkai jang sudah mati, ja k n i setelah Ges-

tapu-PK I d lh an tju rkan dan dibubarkan oleh A B R I dan Kesatuan

kesatuan Aksi. Mereka m enjerah kepada politik P K I d an bekerdja-

sama dengan dia serta hcrkapitulasi kepada politik Presi<jen Sukarno jang tegas-tegas m engatakan, bahwa Nasakom ada lah am ana t T u­

han kepadanja jang akan dibawatija sampai mati. (P idato Presiden Sukarno dl Is tana Negara pada hari Pahlaw an 10 Nopomber 1965).

Dan siapa jang tidak setudju Nasakom dituduhnja Komunis Pho-

1) Madjalah "PEMBINA” 21-9-1966, Djaikarta.

2) Dainm .scbtwh .Seminar jang bcrdjudul: UNSUR AGAMA I>ALAM PERS jang dilangsungkan dl Tjlbogo (Bogor) pada tanggal 20-21 O cscmber 1960 jang diadakan olcli ’’Lembaga pers dan Pendapat Umum” bersama De partemen Agama jang dihadiri oleh para pemimpin Redaksi surat Kabar dan Madjallah sc-Indonesla, saja telah menolak NASAKO^f janK dlke- muknkan oleh Menteri Penerangan Ruslan Abd. G ani dalar»i Prasarannja dlwaiktu "baji Nasakom” Itu bani sadja dilahirkan di Indonesja Tetapi sajaag, hanja saja sendirilah satu*nja pembitjara jang men^i-fk ¡5,™ di- kemukakan oleh djurubttjara Nasakom Itu.

12

Page 14: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

bl, kontra revolusi dan kakitangan nekollm dsb.dsb. Terhadan ™ mua, mereka mendjadi ”Yes Men !”

Dalam arus gelombang politik kaum komunis, Nasakom \*n* tergulung-gulung menghempas deras inilah, aku harus meneutlar! kan pleidooiku dalam suatu perkara Jang berkenaan setjara la n ^

sung menjintuh pribadi utama benteng dan tokoh konseptor Nasa-

kom itu, jakni Presiden Soekarno sendiri. Dan djelaslah betapa pahitnja keadaan seorang terdakwa jang tampil kemedja hldjau dalam situasi, kondisi dan suasana konflik politik jang seperti itu.

Tetapi saja telah bertekad sedjak turun dari rumah, bahwa aku harus

menjatakan kebenaran dan menuntut keadilan, walaupun aku ter­

paksa tampil kedepan sebagai single fighter, sendirian menjongsong

arus Jang maha deras itu. Dan Al-Hamdulillah Tuhan Jang Maha Kuasa telah menguatkan hatiku dan membulatkan tekadku dalam menempuh bahaja jang mengantjam itu.

Dlsinilah barangkali antara lain terletak nilai pleidooiku Jang bernada opposlsi jang tak kenal menjerah itu. Dan setjara filosofis

dapat dik&taikan, bahwa sampah-sampah dan kotoran-kotoran saraplah jang rela hanjut menurutkan kemauan arus sungai me- nudju muara, tetapi biduk nelajan jang sedjati sewaktu-waktu harus berani berdjuang menjongsong arus memudikl hulu; men- tjari sumber keadilan dan kebenaran, air nan bening sajak nan

landai. Ja, ikan jang hidup itu tetap tawar, walaupun ia berada

dalam lautan jang asin dihempas-hempaskan gelombang dari abad keabad. Suatu lambang kepribadian jang ditjontohkan alam sebagal suri teladan. Dan pleidooi jang berdjudul "Saja Mendjawab” itu, saja maksudkan sebagai djawaban bagi tantangan zaman pantja- roba jang kalut Itu.

Disamplng Itu buku ini berisi tjatatan dan tjukllan filsafat per- djuangan, pandangan politik serta adjaran agama dan ilmu penge­tahuan jang kiranja akan bermanfa’at bagi para pembatja Jang budiman. Dan sudah barang tentu dalam semuanja itu, tak ada

gading jang tafc retalk.

* Kepada Saudara-Saudara Anas Muchtar S.H. dan All Audah seorang kritikus seni sastera Indonesia dan last but not least kepada Abuja Prof. Dr. Hamka pudjangga Indonesia jang termashur itu jang telah membatja dan memberikan saran-saran jang berharga terhadap naschah karangan ini, saja tidak lupa mengutjapkan

ribuan terima kasih.

. Kemudian kepada Angkatan Baru jang sedang bangkit, tak lupa

saja menjampaikan pesan Sjauqy Bey, radja pudjangga Mesir jang

berkata dalam serangkum sadjalmja Jang berbunjl:

13.

Page 15: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

B angk itlah e n g k a u !

P e rtahankan tekad-perdjuanganmu,

Sesungguhnja h id up ini adalah k e ja k in an

d an perd juangan .

D an a c h lm ja dengan segala kerendahan ha ti, s a ja persem bah­

kanlah buku ja n g sederhana in i keharibaan m as ja raka t, te ru tam a

kepada kaum penegak Orde Bara jang akan m e m b in a Indonesia

Baru jan g ad il dan m akm ur; generasi m uda ang ka tan penegak

kej-dilan dan kebfenaran I la h i jan £ sedang be rd ju ang dengan gigih-

n j t d im anap u n mereka berada.

M udah-m udahan buku in i a k m m en tjap a i sasaran dan tudju- ann ja serta luas m a n fa ’a t d an kegunaannja, d an semoga A llah S.W.T.

m enerim an ja sebagai am al hambaN ja jang ichlas ! A m ien !

Dj akar t a, Hak-Hak Asasi M anusia ,

D januar i, 1967.

PENTJLIS

14

Page 16: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

SURAT DARI PROF. DR. HAMKA

Ananda Firdaus Ahmad Naqlb, B.A.

Assalamu 'alaikum warahmatul-Lahl wa barakatu-Hu,

BUKU jang ananda susun bernama "Dari pendjara ke-medja hldjau” jang ananda minta pertimbangan ajahanda atasnja, sudah ajahanda batja dari awwal sampai achir. Tidaklah naschah Jang akan ditjetak itu semata-mata ajahanda balik-balik, melihat dju-

dul-djudul lalu sudah tahu sadja apa maksudnja lalu diambil ke- putusan mengadakan penilaian. Baikpun ’’tjeritera” pembukaan dengan ditangkap polisi dirumah sedang lsteri tidak ada, sampai kepada pemeriksaan polisi, jang mentjari mengorek-ngorek, atau

mengaitur djebakan supaja ada kesalahan, atau mereka "djalan” keliling-keliling mengarak kita Jang telah didjadlkan ’’bola” supaja sampai kepada ”goal” jang telah mereka tentukan, semuanja

ajahanda batja. Dipenutup fasal itu ajahanda bersjukur ananda tidak sampai ditangani dan disiksa.

Menarik perhatian ajahanda pula engkau d jatuh simpathl bahkan tjinta kepada Soekarno semasa dia masih pemimpin Jang tahan dan tabah menderita, sampai dia engkau djadikan pudjaan jang harus d j adi suri-teladan, bahkan engkau kaitakan dalam buku itu, bahwa setelah mendengar pidatonja jang menggembleng pe­muda-pemuda di Parabek, engkau telah terpengaruh oleh gajanjfc.

Barulah setelah membajtja buku itu ajahanda tahu mengapa seke­tika engkau pengiring ajahanda ke Sigiran *), seketika kita njaris

i). Sigiran, adalah sebuah kampung jang terletak diseberaag danau Masindjau,

Pen.

15

Page 17: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Prof. Dr. HAMKA

Sedang menulis dikamar kerdja

16

Page 18: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

’’lahir >dl danau Manlndjau dan berkubur dalam danau M anlnd jau

pula’’, ajahanda lihat "Soekarno ketjil” ada bersamaku.

Beberapa hal Jang belum ajahanda ketahui te lah a jahanda ke­

tahui setelah membatja buikumu itu. Seketika k ita selesai berpidato

dlmuka istana Bogor, sebagal Jang ananda itullskan Itu, memang

Soekarno menanjakan tentang dlrl engkau, anak m ana engkau, dimana engkau dilahirkan. Memang a jahanda d jawab dengan

bangga: ’’D ilahirkan di M anlndjau d juga”. A jahanda mendjawab itu dengan bangga, sebagaimana banggamu menuliskan beberapa

putera Indonesia Jang berchldmat kepada tanah a ir dan agama,

datang dari Manlndjau; Dr. Abdulkarlm Am rullah , A.R. Sutan

Mansur, Muhamad Natslr, H.M. Isa Anshary, Rasuna Sald, Duskl

Samad dan lain-lain, bahkan engkau masukkan d juga nam a a ja h ­

anda. Semua orang itu lah Jang terbajang dalam ingatan a jahanda

seketika mendjawab kepada Soekarno, bahwa engkaupun d ilah irkan

di M anlndjau djuga. »

Dan seketika kita membanggakan itu bukanlah k ita proplnsla-

listls ; apalah jang akan dlpanggakkan dari ’’Kuali telentang penuh

a ir” itu. Kalau kita bangga dengan M an lnd jau bukan berarti ing in

m em indahkan ibu kota kesana. Tetapi bukankah orang la in tidak

boleh m arah kalau kita rindu dendam kepada negeri tem pat asal

kita.?

Tetapi dari buku ananda itulah baru a jahanda tahu, bahwa ke­

pada Asa Bafaqlh dia mengattakan, baru sekaranglah seorang pe­

muda melaJkukan oposisi terhadap d irin ja dalam pekarangan lsta-

n an ja sendiri. Tentu kepadaku dia tidak akan bertanja sampai

begitu, sebab d ia tahu bahwa betapapun karibnja persahabatannja

dengan daku, nam un dia tahu ajahanda orang Masjumi.

Sampai kepada pleidol-mu dimuka hakim jang padat, menda­

lam dan berisi, sampai kepada tjara-tjara jang ditempuh oleh

Hakim dan Djaksa dizaman kekuasaan >tak terbatas diktator

Soekarno, sampai kepada Djaksa dan Hakim jang m enuduh dan memutuskan perkara diluar dari r a s a - k e a d i l a n mereka, sehingga

ketika m embatjakan tuduhan atau mendjatuhkan hukum terba­

jang pada muka mereka putjat atau bingung; semuanja a jahanda

batja. »Apa kesan a jahanda setelah selesai membatja buku ananda

’'Dari pendjara ke-medja h id jau” ini?

Kesan pertama ia lah rasa bangga sebab ananda tidak m enaruh

dendam-chasumat terhadap orang-orang jang m endjatuhkan h u ­

kum an tidak adil kepada ananda itu. Rasa bangga karena ananda

menang sebab dapat memberi m a ’af. Rasa bangga, bahwa Hakim

iane tad in ja m endjatuhkan hukum an zhalim itu mengaku setelah

¿c’je rapa lam a kemudian, bahv/a ananda tidak salah, m e la w a n

17

Page 19: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

terpaksa d ia m e n d ja tu hk an hukum ajn dem ik ian , sebab d isa ’a t Itu

M a s ju m i sedang d ig an ja n g orang !

In i la h p ad a p an dan gan a ja h a n d a in ti-sari d a r i b u k u m u itu :

’’D a r i p e n d ja ra ke-m edja h id ja u ”. ,

B u k u a n a n d a itu ada lah setengah dar ip ada auto-biografi. D a n

succes d a r ip ad a sua tu auto-biografi ialah, d jik a d itu lis d eng an serba

k e d ju d ju ra n . K a rena k ita In i a d a la h m anus ia dengan serba-serbi

kedruatan d a n ke lem ahann ja , ke leb ihan d an k e k u ran g an n ja .

A ja h a n d a p u d jik a n ked jud ju ran ananda ka rena m e n e ra n g k an

d id a lam buku itu , bahw a pribad i Soekarno d iw ak tu b in ta n g n ja se­

d an g n a ik sebagal pem im p in bangsa a m a t besar m e m p e n g a ru h i

a n a n d a d id a lam m em bentuk d iri sendiri d an m em bangun t j i t a - t j l t a h a r i depan d a lam m e n jin ta i tanah-a ir bangsa dan agam a . B a h k a n

a » a n d a k a tak an , bahw a a n and a tertarik dengan t ja r a n ja berp ida to .

D a n ln l h a rus d iaku i. D an in i b ukan lah satu kesalahan.

S iap a analk Indones ia Jang m em pun ja i kesadaran kebangsaan

Jang .tidak m e n t j in ta i Soekarno d ika la d ia m em ang m e n d ja d i tjon-

to h ja n g idea l d ida lam m e n tjin ta i bangsa? B u k a n a n a n d a s a d ja

ja n g begitu. Is a Anshary-pun begitu. B ahkan a ja h a n d a send ir i,

sak ing s im p a th in ja aku kepadan ja , sam pai d a r i d ja u h - d ja u h , d a r i

M edan , a ja h a n d a d je lang d ia ke B angkahu lu b u a t m e m u ask an

d ah ag a d jiw aku . S am pa i sem ua orang tahu , b ahw a d ia s a h a b a t

karibku . Beratus b ahkan beribu orang seperti k ita Itu .

T etap i d lzam an sekarang bersjukurlah k ita kepada A lia h , k a ­

re na k ita sem uan ja , chususn ja anand a daun aku, sebelum m e n g en a l

Soekarno sebagai pem im p in d an sam pai sebagai Presiden R .I . d a n

sam pai sebagai t ir a n i d ik ta to r besar, (telah terleb ih d a h u lu d jiw a k ita d iberi alas-dasar dengan pend id ikan T auh id o leh gu ru-guru

k ita . D i T haw a lib a tau d i D in ija h School. D i K u k u b an a ta u d i M u a ra

P auh . D i Parabek aitau d i P adang P and jang . D a r i D r. A b d u lk a r im

A m ru lla h a tau d ari S jech Ib ra h im b in M usa, a ta u guru-guru ja n g

la in . Seh ingga k a lau k ita m e n tjin ta i seseorang a d a la h t j in t a k a re n a

A llah . D a n 'ka lau klita berbalik m e n an ta n g n ja a d a la h ka rena A lla h

pu la . I tu la h sebattn ja m aka k ita t id ak terperosok kepada m em u tlja- m u d ja dan m endew akan Soekarno, d an t id a k terseret k e d a lam

K u ltu s In d iv id u .

D a h u lu k ita t j in ta i Soekarno ka rena ke tika it u d ia ich las . K e m u d ia n k ita term asuk orang-orang ja n g m e n an ta n g Soekarno

ka rena d ia te lah tju las . Sedang d iw ak tu p u n t ja k ke tjk v taan k ita

k e p a d a n ja itu , a lh a m d u li lla h t id a k la h k ita m e n d ja d i p e n d j i la tn ja .

D an seikali lag i k ita u t ja p k an A lh am d u lilla h , karena k ita te r ­

m asuk d a lam go longan orang-orang ja n g terlebih d a h u lu ta h u ,

sepu luh ta h u n sebelum o rang la in ta h u , bahw a sete lah Soekarno

n a ik ta c h ta d ia t id ak Soekarno ja n g d ah u lu lag i. K la n la m a k ia n

n ja/ta lah , bahw a d ia tidak m erasa pem im p in ra k ja t lag i, m e la in k a n

’ R ad j a ja n g m e m p u n ja i h am b a- rak ja t . D an k ita te rm asuk ja n g

18

Page 20: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dahulu tahu, bahwa dengan dorongannjalah komunis n jarls me-

nmiasal negeri ini. Dan A lhamdulillah k ita tidak m endapat tekanan

bathin dalam zaman Orde-Baru lnl, karena tidak pernah terlandjur mendjadl orang-orang Jang mendjual a tau menggadaikan keka-

kinan karena mengharapkan "kurnla-belas kasihan" beUau, atau

"A japan” sebagal hadlah radja-radja.

Malahan karena berani menantang Soekarno Jang telah men-

djurus kepada diktator dan komunis, berani membuka kesalahannja

Jang merugikan bangsa, berani m em bantahnja karena agam anja

han ja lah kepalsuan belaka, maka k ita telah termasuk dalam go­

longan orang jang dibentjin ja sedjak lama. W aktu itu kebanjakan

orang jang mendekati diapun turuit m embentji kita. Sehingga satu

walktu orang-orang jang seperti k ita ln l, bernasib sama dengan

nasib Negro di Amerika, kulit berwarna dl Afrika Selatan, Jahud l

d ltanah Hitler dan Paria dibenua Ind ia .

Karena menantang diktator dan tiran i Soekarno beratus-ratus

pemuika dan pemimpin Islam telah mendjadl kurban, d liitnah ,

dipendjarakan, diasingkan atau ditjopot dari kedudukannja. Disiksa

lah ir dan bathin, djasmanl dan rohani. Dan anandapun masu

pula dalam golongan orang Jang teraniaja itu. Bahkan a jahanda sendiripun, orang jang belum ada artin ja ini, termasuk da am

orang jang d ianiajanja, dan merasa mendapat kehormatan karena

penganiaj aan Itu.

Bahkan partai jang kita d jundjung, ja itu Masjuml, turut di-

bubarkannja dengan segenap kediktatoran dan kesombongannja.

Sekarang penderitaan itelah k ita lalui, dan keadaan sudah m ulai berobah. A llahu Akbar! Alangkah ka jan ja Tuhan, dan sama

dengan seekor tjaitjing d jad in ja Soekarno dihadapan kebesaran

Han (kekuasaan Allah.

Namun demikian maslh banjak d juga manusia jang tidak mau

Insaf!Penderitaan pah it itu telah kita lalui. Memang, d jalan hidup

jang dahu lun ja itelah kita tempuh, rupanja supaja lebih thum a’- n inah dan teguh, mesti lebih dahulu melalui penderitaan pahit itu.

Kehidupan Nabi-Nabi telah menundjukkan itu. Adam dikeluar­

kan dari sjurga, karena dia akan menghadapi perdjuangan me­

ngembangkan manusia dimuka bumi. Nuh mesti berlajar meng-

harung samudera karena akan membangun um m at manusia baru.

Ibrah im mesti melalui pembakaran. Musa mesti membelah lautan.

Isa A lmasih mesti datang ke Jerussalem buat menegalkkan Kera-

d iaan AJlah, dan Nabi kl-ta M uhammad s.a.w. mesti h id jrah dahulu

ke M adinah, mengumpul (kekuatan buat merebut Makkah dan

membebaskannja daripada perbudakan berhala.

K ita bersjukur kepada Allah, j a Firdaus! Karena badan kita,

lahir bath in kita, rohani d jasmani kita sehat wal a fia t keluar

19

Page 21: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dari segala penderitaan, un tuk melihait dengan m a ta kepala sen­

d iri, suatu h a l jang dahu lun ja tidak k ita sangka-sangka dan tldaik

k ita m im p ikan . B an jak k ita bertanja kepada T uhan ketika m e­

ringkuk da lam tahanan : ’’Apakah lagi jang akan ked jad ian Ja T uhanku ! Engkau Jang Maha Tahu dan aku tidak ta h u !”

Bagaim ana k ita tidak akan memudji D ia, w ahai anaku. Telah

h a n t ju r komunis, telah bangkit Angkatan 66, te lah tim bu l anak- anakku dan adik-adikmu dalam KAM I dan KAPPI. D an A ngkatan

Bersendjata (ABRI) pun telah tahu dan mengalam i, siapa sebenar-

n ja Soekarno, sehingga merekapun tidak m em bentji k ita lagi.

Dengan rasa terharu, a jahanda semasa dalam tah an an rum ah,

m e liha t bagai air-bah angkatan muda itu m em bandjiri is tana G am ­

bir dan istana Bogor, Lebih terharu lagi hatiku, karena adik-adik­

m u d irum ahpun iku t serta. Mereka mendjabat tanganku dan men-

t jiu m kepalaku jang sulah, seketika mereka akan pergi, sambil

m em in ta a jahanda do'akan. Semoga tertjapai perd juangan mereka, m enun tu t keadilan dan kebenaran.

Kom unis te lah hantjur, angkatan m uda telah bangk it dan

a c h lm ja Soekarno jang telah mengchianaiti am ana t jang dipertja-

ja k a n kepadan ja itupun turut hantjur. Dan sem uanja itu ada lah

atas kehendak A llah , M aharadja dari segala m aharad ja , Jan g M aha Kuasa m enaikkan seseorang dan m enghantjurkan-luluhkan sese­orang.

Segala pud ji adalah untuk Allah.

In ila h h a n ja sambutan jang dapat a jahanda berikan atas

bukum u jang am at mengesankan itu. Moga-moga A llah memba- n jakkan orang jang seperti engkau!

Wassalam,

t.t.d.

HAMKA

Kebajoran-Baru,

1 D zul Q a’id ah 1386

D Ju m ’a t --------- --------

10 Februari 1967.

20

Page 22: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

BAGIAN I

DITANGKAP POLISI

H A R I Senin, tanggal 26 Djuni 1961 adalah peristiwa penting jang terdjalin dalam benang sedjarah hidupku, suatu hal jang tak akan mudah dilupakan bagi keluarga kami buat selama-lamanja.

Dikala aku sedang tidur istirahat dirumahku, tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara ketokan-ketokan pintu. Aku diberi tahu oleh pembantu rumah-tangga, bahwa ada tamu-tamu menunggu diluar. Isteriku tak ada dirumah, sedang pergi berbelandja kepasar. Aku keluar kamar untuk menjambut tamu-tamu jang datang itu. Tiba-tiba salah seorang diantaranja menanjakan namaku dan kemudian menjodorkan setjarik kertas jang berisikan panggilan Polisi. Aku batja surat dari Markas Besar Polisi Negara (MBPN) itu baik-baik dan memperhatikan stempelnja. maka terbatjalah olehku nama Drs Dradjat H. Komisaris Polisi Direktorat II DPKN Djakarta selaku penandatangannja1). Dan setelah selesai membatja, maka oleh Polisi jang datang aku diharapkan supaja segera be­rangkat ke Kantor Polisi sekarang djuga.

Aku silakan polisi-polisi itu duduk lebih dahulu kalau-kalau ia rela menunggu sedjenak mengingat isteriku belum pulang. Tetapi

1) M enurut berita terachlr dalam berita Persnja Jang disampaikan oleh Pusat

Penerangan Angkatan Kepolisian tgi. 12 Agustus 1967, bahwa AK BP Drs. D rad jat

termasuk perwira polisi jang ditahan bersama dengan Brigdjen Polisi Sarwono cs.

karena adan ja ind ikasi terlibat Gestapu/PK I. Dan perkaranja diserahkan kepada

TEPERPU un tuk pemeriksaan selnndjutnia. (Hnrlnn KAM I. Berita Yudha, S inar

Harapan, 14 Agustus 1967).

21

Page 23: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

aku didesak terus supaja segera berangkat. Aku minta kepadanja supaja suka menunggu sesa’at, karena aku lebih dahulu ingin me- ngerdjakan shalat ’Ashar sebelum berangkat kekantor Polisi, meng­ingat hari telah menundjukkan djam 16.00 sore. Tetapi semua itu tak satupun jang diperkenankan, dan satu-satunja djawaban untuk membudjukku ialah: Hanja sebentar dan kemudian Anda pulang

lagi.

Mengingat desakan jang sangat dari pihak Polisi itu, dengan segera aku mengambil pena dan menggoreskan sepatah kata surat pemberitahuan kepada isteriku, bahwa aku dipanggil Polisi , dan setelah mengenakan pakaian sekadarnja akupun terus memenuhi panggilan jang .berwadjib itu menaiki kendaraan Polisi. Ja, aku ditangkap, ditangkap oleh 5 orang Polisi DPKN jang datang ke- rumahku di Djalan Danau Poso dengan mengenakan pakaian

preman.

Dalam perdjalanan menudju kekantor DPKN itu kendaraan kami melalui djalan Bendungan Hilir, dan tepat dirumah Saudara Ustadz Gazali Thaib aku dengan tiba-tiba meminta supaja mobil dihentikan sebentar karena aku akan mampir kerumah sahabatku itu memberitahukan kepadanja, bahwa aku didjemput oleh Polisi; karena dialah kelak antara lain jang akan mentjariku dimana aku berada.

Hatiku bertanja-tanja dalam perdjalanan, tiba-tiba kendaraan berbelok kekiri kearah Merdeka Barat, dan disebuah gedung jang bertingkat dua aku diturunkan. Disinilah aku semalam-malaman berada dihudjani dengan serba-matjam tanja-djawab gentjar dengan Polisi DPKN tanpa tidur sampai pagi.

Tetapi sedjak semula aku telah menduga, bahwa perkara ini ada unsur politiknja, karena jang dikirim menangkapku adalah DPKN (Dinas Pengawasan Keselamatan Negara).

Sebelum pertanjaan dimulai aku disuruh mengisi formulir riwajat hidup, keluarga, djabatan dan kawan-kawan jang penting, organisasi jang pernah dimasuki dsb. Dan setelah hal itu selesai diisi barulah pertanjaan-pertanjaan mulai diadjukan kepadaku. Tetapi baru sadja pertanjaan soal-djawab berlangsung beberapa menit aku menolak dan mengharap supaja pemeriksaan dihentikan dulu, karena aku ingin menunaikan kewadjiban shalat ’Ashar. Dan kepada Polisi aku harapkan supaja mentjarikan kain sarung jang akan kupakai shalat, karena tjelanaku tak memenuhi sjarat.

Dikantor Polisi tak ada sarung waktu itu, dan kasihan djuga Polisi mentjarikannja kerumah lain. Dan setelah selesai menunaikan kewadjiban kepada Tuhan, barulah aku rela menghadapi segala per­tanjaan jang diadjukan Polisi.

Pemeriksaan semalam suntuk dilakukan oleh Inspektur Polisi Petrus, seorang Nasrani jang baik hati.

22

Page 24: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

— ’’Petrus, apakah pemeriksaan ini akan disertai dengan pu­kulan-pukulan seperti halnja jang sering kudengar bila Polisi mem­buat berita atjara ?”, tanjaku kepada Inspektur Petrus.— ’Tidak !”, djawabnja tegas. ”Dan kami sendiripun tidak senang

melihat sikap kawan-kawan jang sering melakukan pukulan- pukulan dalam pemeriksaan terhadap seseorang”, ia melan- djutkan dengan lebih mejakinkan.

— ’’Terima kasih Petrus” kataku, ”dan akupun akan mendjawab pertanjaan-pertanjaan jang Anda perlukan dengan baik”, katakuselandjutnja.Demikianlah kemudian pertanjaan-pertanjaan banjak berkisar

pada persoalan-persoalan politik dan sekali-sekali mengenai buku ’’Analisa Perkawinan Soekarno Hartini”. Dan tampaknja segala pertanjaan jang diadjukan oleh Inspektur Petrus kepadaku itu di­pimpin dari belakang oleh Komisaris Polisi DPKN Drs. Dradjat sendiri.

Keesokan harinja pertanjaan-pertanjaan dilandjutkan lagi di- tempat jang sama dalam keadaan fisik jang sudah agak lesu dan mengantuk karena kekurangan tidur. Namun demikian aku sempat djuga berkelakar menghilangkan kantuk jang menjebabkan aku menguap bertubi-tubi. Dalam kuap jang datang berapi-api itu aku berkata kepada Petrus : ’’Sungguh tidak bisa melawan Polisi, karena sedjak tadi malam sampai sekarang ini aku tidak pernah melihat Anda menguap walaupun agak sekali !” Ia mendjawab dengan se- njum manis sambil anakdjarinja tetap menari diatas mesin tulis membuat berita atjara jang akan disodorkannja kepadaku.

Tetapi walaupun bagaimana baiknja sikap Polisi jang meme­riksaku, namun aku tidak pernah melupakan pepatah: ’’Hanja burung balam jang sering lupa kepada djerat, tetapi djerat tidak pernah lupa kepada burung balam”- Ja, diantara sekian banjak pertanjaan itu tidak akan sunji dari djerat-djerat jang dipasang sebagai perangkap. Dan ini aku insafi benar-benar. Karena aku demikian hati-hati dan tjermat memberikan djawaban atas setiap pertanjaan jang diadjukan, maka Inspektur Petrus pernah berkata : ’’memang sulit menghadapi orang politik !”

Setelah pemeriksaan taraf pertama buat sementara dapat di­katakan selesai, maka aku setjara iseng bertanja kepada Inspektur Polisi: ’’Kapan aku diizinkan pulang, bukankah Anda mengatakan hanja sebentar dan kemudian boleh pulang lagi ?”

Petrus mendjawab dengan sungguh-sungguh: ’’Bahwa masalah Saudara sedang dibitjarakan dikalangan tinggi dan Anda dengar sendiri sebentar-sebentar telpon berbunji berdering-dering bitjara mengenai pribadi Saudara. Mereka sedang berdiskusi : apakah Anda perlu ditahan atau tidak. Haraplah bersabar sampai djam tiga sore, tentu ada keputusan nanti”. ’’Kalau begitu baiklah !” kataku.

Disa’at menunggu-nunggu ketentuan itu, aku mendekati gagang telpon dan terus menilpon seorang kawan. Sedang aku enak bitjara baru beberapa patah kata memberitahukan kepada kawan tersebut

Page 25: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dimana aku berada sekarang agar orang mengenal tempatku, tiba- tiba seorang anggota Polisi datang mentjegahku bitjara dan meng- hentlkannja seketika. ’’Ma’ap Pak”, katanja. ’’Bapak sekarang se­dan« tidak boleh berhubungan dengan siapapun djuga”, ia melan- djutkan.” O, Ja, Ma’ap”, balasku. Tetapi sjukur djuga, bahwa jang

perlu, kawanku itu telah tahu dimana aku .berada.

Kira-kira djam 2,30 datanglah pemberitahuan kepadaku, bahwa atas putusan kalangan atas, aku harus ditahan dalam cel. itu aku sambut dengan dada jang lebar, dan hatiku berbisik.pengalaman jang harus engkau lalui dengan djiwa besar !

Aku didekati oleh Komisaris Polisi DPKN Drs Dradjat. Kepada beliau aku bitjara sedjenak dan mengadjukan permiohonan sebagai sjarat-<sjarat jang harus dipenuhi beliau kalau aku akan dimasuk-

kan kedalam cel tahanan.

1 . — ’’Saudara Komisaris”, kataku sopan. ’’Anda seorang Islamdan sajapun orang Islam. Dan sebagai seorang Islam saja diwa- djibkan melakukan Shalat Djum’at sebagaimana Anda djuga me- lakukannja. Dan kalau saja berada dalam cel, apakah Saudaradapat memenuhi tuntutan saja, jaitu: supaja saja diizinkan setiap hari Djum’at pergi ke Masdjid guna mendjalankan kewadjiban Shalat Djum’at ?”

2. — ’’O leh karena kesehatan saja terganggu, apakah Saudara

dapat memenuhi permohonan saja, ja itu : supaja saja setidak-

tidaknja sekali dalam seminggu diizinkan kerumah sakit untuk

berobat ?”

Dua pertanjaan ini saja madjukan kepada Komisaris Dradjat jang bertanggung-djawab atas penangkapan dan penahanan saja itu, sebagai sjarat mutlak. Dan sjukur Al-Hamdulillah, setelah ber- fikir sedjenak, beliau sanggup memenuhi sjarat-sjarat jang saja madjukan itu. Agak aneh kedengarannja, tetapi memang itu suatu kenjataan jang telah terdjadi. Dan memang akulah satu-«atunja seorang tahanan cel Markas Besar Polisi Negara (MBPN), jang setiap Djum’at diantar oleh Polisi ke Masdjid sesuai dengan sjarat jang saja adjukan itu.

Rahasianja terletak pada tiga unsur pokok jang mendiadi dasar kekuatan orang jang beriman. Pertama, taqwa. Kedua, iman dan ketiga, tawakkal kepada Tuhan. Itulah jang mendjadi sendjdtaku dalam menghadapi penderitaan hidup jang sedang berada diatas pundak kepalaku ilu. Karena terhadap orang jang Taqwa, Tuhan telah berdjandji, bahwa Ia akan senantiasa mentjarikan djalan keluar (vvay out) dari setiap kesulitan jang menimpa diri kita. •’Memang segelap-gelap malam pasti ada satu bintang jang ber- tjahaja dilangit djauh”, kata filosof Islam Sajid Abd. Rahman Al-Kawakibi jang terkenal.

Aku diantar kedalam cel jang gelap itu pada djam 3 sore. Polisi mengatakan, bahwa inilah cel jang tei’oaik uiseluruh Djakaita iui-

24

Page 26: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Ini diutjapkan oleh Pctrus kepadaku ketika mengantarkanku ke- pintu cel dimana aku harus diistirahatkan. Tetapi dalam kenja- taannja ialah, bahwa cel jang dikatakan oleh Polisi paling baik buat seluruh Djakarta itu, tidak lain dari suatu rumah naraka dunia dimana orang-orang tahanan menderita tekanan lahir dan bathin. Hanja orang jang beriman teguh dan tawakkal kepada Tuhan djugalah jang bisa tahan tinggal didalamnja.

Cel MBPN itu berukuran lebih sedikit 2 X 2 meter persegi dengan sebuah tempat tidur semen beralaskan papan. Didalamnja terdapat lobang w.c. dan sebuah bak ketjil jang sering tidak berair.

Tak ada tjahaja matahari jang masuk kedalamnja. Disitulah orang tahanan tidur tanpa bantal dan tanpa kelambu, dan disitu pulalah Anda makan dan buang air dan disitulah pula Anda sem’bahjang.

Alangkah busuknja tempat itu bila air leding tidak lantjar datang- nja atau mati sama sekali sewaktu-waktu. Tetapi bagaimanapun djuga Anda harus menginap didalamnja bila sewaktu-waktu Anda berurusan dengan Markas Besar Polisi sebagai seorang tahanan.

Sungguh suatu udjian iman jang tidak ringan. Pada tiap-tiap pintu terdapat lobang ketjil tempat Polisi mendjenguk orang tahanan, dan karena cel itu gelap terpaksa lampu listrik hidup terus siang dan malam.

’’Diwaktu Kabinet Djuanda meresmikan pembukaan cel ini dulu”, demikian seorang petugas anggota Polisi berkata kepada kami, ’’para wartawan dipersilakan supaja masuk menindjau ke­dalamnja, tetapi tak seorangpun jang mau mempergunakan ke­sempatan itu” . Tetapi mereka mengatakan, bahwa cel itu adalah ”cel maut” katanja. Ja, konon kabamja ada jang sudah terpaksa dipindahkan kerumah sakit gila di Grogol.

Aku menjaksikan sendiri, karena tidak tahan mendekam dalam cel itu ada diantara mereka jang memukul-mukulkan tangannja kepintu besi, dan ada pula jang meraung-raung menangis sambil mengikat leher erat-erat dengan kain untuk digantungkan keatas, tetapi tak ada tempat untuk itu. Dan ada pula jang memaki-maki polisi setiap sa’at. Kawanku Rusli menjatakan terus terang kepada Polisi, bahwa ia tak tahan tinggal didalam cel itu karena ia sedang menderita tekanan darah tinggi. Dan dengan keras didesaknja supaja memindahkan kekamar lain jang bukan cel, dan kalau tidak mau memperkenankan permintaannja itu ia rela supaja ditembak mati sadja. Dan kemudian permintaannja itupun dikabuikan oleh

Polisi.Untuk mentjapai ”cel maut” itu Anda harus melalui lima buah

pintu besi dengan melalui djalan jang berliku-liku. Demikianlah cel tahananku waktu itu menjimpan segala matjam lapisan anggota masjarakat: nelajan, pedagang, badjingan, sardjana hukum, peng- atjara, insinjur, pengarang, Ulama, atelit dan politikus.

25

Page 27: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Aku ditahan di MBPN jang terletak dibagian belakang Kantor Departemen Kepolisian, Kebajoran Baru dari dua hari kemudian baru aku diizinkan bertemu dengan isteriku jang kehilangan suami- nja karena dibawa Polisi selagi ia tidak berada disampingku. Kami bertemu di Kantor DPKN Merdeka Barat tempat aku diperiksa setiap hari dan malam. Kami tidak diizinkan bitjara empat mata dan tidak diizinkan pulia berbahasa daerah tetapi harus dengan memakai bahasa Indonesia serta dimuka polisi pengawas. Walaupun keadaanku dalam kesusahan, tetapi dihadapan keluarga aku tetap menundjukkan sikap sedemikian rupa jsehingga hal itu sedapat mungkin tidak ikut dirasakannja. ’’Tidak ada apa-apa”, kataku ke­pada isteriku jang kelihatan tjemas melihat nasibku demikian itu.

’’Djagalah anak-anak baik-baik, dan mari kita serahkan nasib kita kepada Tuhan Jang Maha Kuasa !” Itulah pesanku kepada ibu-anak- anakku jang kelihatan sedih dan pilu. Tetapi bagaimanapun djuga aku pertjaja kepadanja, bahwa ia mampu menghadapi tjobaan ini sebagai seorang teman hidup jang setia. Air matanja tampak ber­linang, tetapi aku tetap memberikan sugesti kepadanja agar dji- wanja tetap tabah. Aku serahkan isteri dan anak-anakku kepada Tuhan laksana Nabi Ibrahim menitipkan Hadjar dan Ismail jang ditinggalkannja dipadang pasir disamping Ka’bah.

Hanja beberapa menit sadja berlangsung pertemuan kami itu ; tampaknja sekedar hiburan kepada isteriku jang terkedjut ketje- masan karena suaminja dibawa pergi oleh Polisi tanpa diketahuinja dimana ia berada sekarang. Dan setelah batas waktu jang ditentu­kan oleh Polisi datang, maka pertemuan kami berachir dengan mesranja, dan kemudian ia kelihatan lunglai pulang kerumah te­tapi hatinja terhibur djuga karena ia jakin, bahwa suaminja dalam keadaan selamat didalam tahanan Polisi. Sedjak itu praktis ke­mudi bahtera rumah-tangga kam'i beralih ketangannja sendiri me- lajari lautan gelombang kehidupan jang penuh dengan batu karang

penderitaan in i ; dengan membawa beberapa orang penumpang jang antara lain terdin Idari lima lorajig (putera-puteriku jan- masih ketjil-ketjil, seorang diantaranja bernama Muhammad Abduh iane

pa£ ib in jr2 " ^ bUlan’ Seda”g erat m®njusu

Aku tak boleh dibezuk walaupun oleh isteriku sendiri hania dia diizinkan mengantarkan makanan dan pakaian Sehn iS i ™ nja aku tidak melihat wadjah is.eriku t a

mendapat bema tentang keadaan anak-anakku jang kutfm aL

Dalam pada itu pemeriksaan berdialan terus hnWc i u •

satu datang masalah jang lain jang kesemua'nja menghendaki Te- imanan jang membadja dan kesabaran janc kuat n » « ♦ C a orang jang tahu selama sebulan jang rerfama -¿Ldan tentang pertanjaan-pertanjaan ianl , ang nas,.b?cu'

untuk mendjawabnja, tetapi sudah pasti sekitar311 ? a? a dir!k£ perdjuangan. sekitar masalah-masalah

26

Page 28: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Polisi dan Brimob jang mcndjaga orang tahanan berganti-ganti datangnja dan bergiliran. Tiba-tiba diluar celku aku mendengar suara seorang anggota Polisi menjebut namaku jang tertulis di- muka cel-ku dengan agak ta’adjub keheranan : Hadji Firdaus A.N. ? suaranja agak keras. Apakah gerangan jang akan tcrdjadi, tanjaku berbisik sendirian didalam hati. Waktu pintu celku dibukanja, dia memadjukan pertanjaan-pertanjaan tentang diriku, dan kemudian ia mengaku kenal kepadaku sedjak lam£, tetapi dari djauh, 'me­lalui tulisan-tulisanku disurat-surat kabar jang sering diikutinja dengan baik. Menoleh kepada wadjah dan buah pembitjaraannja, ia adalah simpatisanku. Benar djuga. Ia berbisik kepadaku. ’’Seka­rang Pak Hadji dalam keadaan susah terkurung dalam cel dan saja mengerti dan turut merasakannja” . ’’Sekarang saja menge­mukakan diri untuk memberikan pertolongan apa sadja jang Pak Hadji minta”. Menurut firasatku, perkataan Polisi ini dapat diper- tjaja sungguh-sungguh. Ia tampaknja betul-betul mau menolongku.

Ini sebenamja pertolongan Tuhan dalam keadaan kesempitan ter­hadap seorang hambaNja. Uluran .tangan itu kudjawab dengan terima kasih sebesar-besamja. Sekarang aku mempunjai kawan!

Uluran tangan pertolongan jang tak disangka-sangka itu betul- betul merupakan suatu tjahaja bintang jang bersinar dimalam- malam gelap bagiku. Karena dengan inilah akan terbuka usaha kawan-kawan untuk kebebasanku kembali.

Polisi jang baik hati itu dengan ichlas memindjamkan penanja karena aku tak diizinkan memakai pena atau potlot didalam celku.

Dengan pena itu aku menulis diam-diam diatas lututku, mentjeri- takan kepada K.H.M. Isa Anshary di Bandung tentang segala se­suatu jang telah terdjadi mengenai diriku, baik proloog ataupun inti persoalannja sendiri; dan aku mengandjurkan kepadanja supaja menghubungi nama-nama diantara tokoh-tokoh jang kira- kira dapat dimintakan bantuannja untuk menanggulangi perkaraini. Aku djuga membajangkan, bahwa hari telah mendung dan angin buruk tampaknja akan lebih kentjang berhembus, dan tak lama lagi hudjan lebat akan turun.

/a, perkaraku ini tampaknja akan merupakan mukaddimahbagi topan jang lebih hebat lagi. Rusli dan aku masing-masingbekas Wakil Ketua dan Wakil Sekretaris Putjuk Pimpinan GP1I bersama pemuda-pemuda Islam lainnja telah mendekam dalam cel tahanan. Dan setelah aku berulang-ulang diperiksa begitu pula kawan-kawan, maka ternjata perkara ini ada rentetannja dengan tokoh terkemuka Masjumi sendiri. Mengingat sebuah surat jang dibuat oleh Muhammad Roem S.H. kepada Rusli DMB, jang di­kirimkan melalui seorang pendjual buku jang bernama Jubahar jang telah djatuh ketangan Polisi (walaupun surat itu mungkintidak ada maksud-maksud politisnja) tetapi dapat disalah-gunakan oleh BPI atau lawan-lawan politik Islam, maka fitnah jang lebih

27

Page 29: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

besar sewaktu-waktu akan dapat timbul. Sebagaimana diketahui BPI lahir awal tahun 1960.

Saja sendiri tidak pernah melihat surat itu, tetapi ini ditjeri- takan oleh- Rusli dan Jubahar kepadaku dalam tahanan. Dan Ke- djaksaan Agung sendiri temjata menaruh tjuriga kepada surat itu, bukan kepada isinja tetapi kepada pembuatnja, Moh. Roem. Mereka berpurbasangka, bahwa setelah Masjumi dibubarkan, tokoh-tokoh- nja mengalihkan usaha dengan djalan lain, antara lain dengan mengorganisir peredaran buku-buku Anti-Komunis, dan djuga ter­masuk buku ’’Analisa Perkawinan Soekarno Hartini”. Ini dapat kuketahui melalui Sdr. Dahlan Ranuwihardjo S.H. jang sering meng­urus perkaraku ini kepada pihak Kedjaksaan Agung. Mr. Moh. Roem karena suratnja jang djatuh ketangan Polisi itu djuga di­panggil oleh DPKN.

Suratku ke Bandung mulai menampakkan hasilnja jang positif. Dahlan Ranuwihardjo S.H. salah seorang tokoh jang kusarankan kepada K.H.M. Isa Anshary tampak bekerdja sangat aktif, terutama setelah ia menerima surat kuasa dari isteriku untuk menguruskan perkaraku ini. Bagi sebagian kawan-kawan, Dahlan adalah seorang tokoh angkatan muda jang agak misterius; pendirian politiknja jang sedjati agak sukar diraba. Saja sendiripun sering berbeda dalam visi politik dengan Dahlan, tetapi aku tidak pernah menaruh tjuriga kepadanja sedjak aku mengenal pribadinja. Tetapi suatu hal Dahlan djauh melebihi diantara kawan-kawan jang seperdju- angan, jaitu dalam hal uchuwwah Islamiahnja. Kesetiakawanannja, soludaritasnja terhadap korban-korban perdjuangan terutama di- kalangan angkatan muda Islam, belum ada jang melebihinja. Djauh berbeda dengan jang lain, jang kadang-kadang bersikap bagaikan air susu dibalas dengan tuba, seperti kata pepatah.

Reaksi atas penangkapanku mulai disampaikan kepada pihak polisi, makin lama makin keras djuga. Seorano: rekan jang pernah seperdjalanan denganku keluar negeri jang kemudian mendjadB Menteri, mengirimkan surat kepada Departemen Kepolisian men­desak supaja segera aku dikeluarkan. Ia pernah sampai mengata­kan kepada Djen Muhammad jang waktu itu orang kedua dalam Departemen Kepolisian, bahwa andaikata Firdaus ditangkap karena dia menentang politik Soekarno, maka seharusnja saja (Menteri) harus djuga Sdr. tangkap, karena saja djuga dulu sebelum Dekrit 5 Djuli 1959 adalah menentang politik Bung Kamo, katanja.

Dan Inspektur Petrus sendiri pernah menjampaikan kepadaku bahwa karena reaksi masjarakat makin bertambah banjak, maka pemeriksaan Saudara akan lebih dipertjepat penjelesaiannja. "Terima kasihi” djawabku singkat.

T ^ap i disamping itu taniU-tamu baru MBPN makin lama makin bertambah djuga, terdiri dari pemuda-pemuda Islam. Mereka semua terkuntji dalam ccl, bahkan diantaranja ada jang dilarang bitjara denganku. Tetapi larangan itu hanja theori belaka, karena praktis kami djuga bitjara dengan tjara bagaimanapun. Apakah gerangan

28

Page 30: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

persoalan perkara pemuda-pemuda ini? Sjukur, bekas petugas sekre­tariat PPGPII, Sjamsi, putera dari Harun Al-Rasjid seorang Digulis perintis kemerdekaan Indonesia, bekerdja pada sekretariat Muham- madijah, tertuduh membuat sebuah bulletin jang bernama ”Bul- letin Revolusioner” . Abd. Hamid, Pimpinan GP1I wilajah Djakarta Raya. Salim, pedagang kembang dan Rojani pemain depan kesebe­lasan ’’Bintang Timur”, peladjar SMA tertuduh membuat surat kaleng jang mentjatji pemerintah. Semuanja mengeluhkan nasibnja kepadaku. Abd. Sjukur dibentak-bentak sedemikian rupa. Sjamsi mengatakan kepadaku, bahwa sekeluarnja dari tahanan, ia terpaksa masuk rumah sakit. Sedang tiga pemuda jang namanja tersebut

terachir dibawa ke Tjimatjan Djawa Barat, tanah pegunungan jang dingin menulang sumsum tanpa selimut diwaktu malam. Dan semua

tuduhan itu taksatupun jang bisa dibuktikan dimuka sidang peng­adilan. Setelah mereka menderita setengah mati dengan badan jang sudah kurus-kurus, kemudian dilepaskan kembali.

Pada suatu hari sehabis pemeriksaan, aku dibawa pulang ke- rumah, tetapi ini bukan untuk kepentinganku tetapi adalah untuk kepentingan pihak Polisi sendiri. Mereka mau datang menggeledah rumahku,dan karena itu aku dibawa serta untuk menjaksikannja. Dan berkebetulan pula waktu penggeledahan itu, isteriku tidak

ada pula dirumah.

Rumahku dua kali mengalami penggeledahan Polisi jang dipim­pin oleh seorang komisaris dan beberapa orang Inspektur. Mereka mentjari buku-buku atau famplet-famplet atau mungkin djuga ’’Bulletin Revolusioner” jang waktu itu sedang ditjari-tjari siapa

sumber dan penulisnja.

Mereka berhasil membawa sebuah famplet atau selebaran jang berisi surat Sjafruddin Prawiranegara jang ditudjukannja kepada pemerintah pusat diwaktu ia telah berada di Sumatera sebelum ia mendjadi Presiden PRRI. Kalau tidak salah, selebaran itu di- tandataneaninja atas nama Gubernur Bank Indonesia. Aku dapat menjimpan sebuah sekadar untuk dokumentasi politik, tidak lebih. Tetapi rupanja Polisi menaruh tjuriga, dan mungkin ia menganggap aku adalah kakitancan PRRI di Djakarta, jang djuga penulis apa jang disebut ’’Bulletin Revolusioner” jang menurut polisi adalah

diedarkan oleh petugas-petugas PRRI.

Benar djuga. Dalatn suatu pemeriksaan, Inspektur Petrus me-

njinggung masalah ’’Bulletin Revolusioner” ini Tetapi ia meman­t ik k u pintar sekali. Ia membawaku berl.ku-l.ku dengan menje- bntkan sebuah nama samaran, jang dikatakannja adalah samaran Sad seorang penulis kanan, anti Komunis. ’’Kenalkah Anda nama samaran itu?” tanja Inspektur Petrus kepadaku. Saja tidak kenal nama samaran jang Saudara sebutkan itu”, djawabku sopan. Apa­kah Saudara pernah melihat dan membatja sebuah selebaran jang

bernama ’’Bulletin Revolusioner?” tanjanja lebih landjut. Djuga

29

Page 31: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

tidak!”, sahutku. L»an nampaknja Petrus tidak puas atas djawabanku

itu.Kemudian ia meraba-rabaku dengan pantjingan lain. Ia ber­

kata : "Perkara Saudara tentang buku Perkawinan Soekarno Hartim sebenarnja adalah tidak ada artinja, dan sekali gus bisa kita hapus, tetapi dengan sjarat”. "Sjaratnja ialah”, demikian Petrus, Anda sudi membukakan suatu rahasia kepada kami”.

__ ’’Saja tidak mempunjai sesuatu rahasia jang Saudara maksud­

kan itu”, djawabku.

— ’Tidak mungkin”, katanja. ’’Anda banjak memegang Sekretariatorganisasi, sudah barang tentu Anda banjak mempunjai rahasia .

Dan achirnja ia tidak berhasil mendapatkan apa jang diharap- kannja dariku tentang sesuatu rahasia apapun. Tetapi tampaknja

Petrus tidak puas.

Keesokan malamnja aku didjemput kecelku untuk sesuatu pe­meriksaan. Dan ternjata jang ditanjakan adalah berkisar tentang ’’Bulletin Revolusioner” lagi.

Petrus tampaknja bernafsu sekali untuk berhasil mendapatkan pengakuanku, bahwa akulah salah seorang diantara penulis ’’Bulletin Revolusioner” itu. Dalam pemeriksaan itu aku menentang Inspektur Petrus, dengan mengatakan, bahwa kemungkinan sekali "Bulletin” itu ditulis oleh kaum komunis sendiri dengan tjara dan gaja tulisan styl kaum kanan. Tetapi Petrus tampaknja tetap tidak puas. Ia baru puas kalau aku mengaku, bahwa akulah penulis "Bulletin Revolusioner” itu.

Aku insaf, bila lisanku terlandjur mengakui, bahwa akulah pe- nulisnja, maka sudah barang tentu aku terperosok kedalam lobang perkara ’’Subversi” jang antjaman hukumannja bukan alang ke­palang beratnja.

Tetapi soalnja, bukanlah jang kutakutkan antjaman hukuman­nja, tetapi jang pokok ialah, bahwa aku betul-betul tidak tahu- menahu tentang bulletin itu, apalagi sebagai penulisnja.

Petrus tampaknja berkeras djuga melibatkanku dalam perkara subversi ini. Maka sampailah aku pada puntjak kesabaranku, dan akupun mulai marah.

— Saudara Petrus !” kataku. ’’Selama ini aku bersikap ramah terhadap Saudara, karena Saudara bersikap baik kepadaku. Tetapi sekarang, pada malam ini kelihatannja sikap Anda sudah mulai berubah, ingin melibatkanku kcdalatn suatu perkara jang betul- betul tidak dapat aku pertanggung-djawabkan sama sekali. Karena aku tidak tahu menahu dalam persoalan ’’Bulletin Revolusioner” itu. Disamping itu risikonja terlalu berat bagiku dan keluargaku sendiri andaikata aku terdjerumus kedalam perangkap jang Saudara pasangkan ini” .

30

Page 32: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

’’Kalau sesuatu perkara jang memang aku sendiri mclakukan- nja, seperti tulisan dalam buku Analisa Perkawinan Soekarno Hartini saja bersedia mempertanggung-djawabkannja walaupun sampai kelangit biru dan kemana sadja. Tetapi djangan Saudara tjoba-tjoba memaksa aku dalam perkara jang sama sekali aku tidak bertanggung-djawab didalamnja!” (Suasana dikantor DPKN mendjadi sunji, dan beberapa orang Polisi mengintip dari luar ruangan memperhatikan apakah gerangan jang terdjadi, karena suaraku bitjara dengan nada jang tinggi. Waktu telah menundjuk- kan djam satu lewat tengah malam). ’’Saudara Petrus”, aku mclan- djutkan. ’’Tahukah Saudara, 'bahwa malam ini adalah malam Djum’at ? Malam jang menurut kepertjajaan orang Islam — dimana turun rahmat Tuhan, dan do’a-do’a orang jang beriman dikabulkan oleh Allah S.W.T., apalagi do’a-do’a hamba Ilahi jang teraniaja seperti aku ini” . ’’Apakah Anda bersedia menanggung risiko, andaikata aku terpaksa menadahkan tangan kepada Tuhanku pada malam ini, demi untuk ketielakaan Saudara sekeluarga ?” Aku menusuk lebih dalam lagi, sedang Petrus tampak putjat sambil ter­haru dan terdiam ................ Dan achirnja Inspektur jang baik hatiitu dengan spontan meminta ma’af kepadaku dan mengatakan: karena hari telah larut malam, mari kita pulang tidur! Dan akupun memberinja ma’af dan kemudian kami tersenium bersama-sama sambil minum teh, seolah-olah tidak terdjadi sesuatu apa. Demi­kianlah berachirnja pemeriksaan pada malam itu. Ja, Sembojan jang tepat ialah : Tak ada pengakuan tanpa perbuatan.

Aku insaf, bahwa aku pada malam itu sedang berhadapan de­ngan petusas negara jang sedang mendjalankan kewadjibannja atas perintah atasannja, tetapi kata-kata pengakuan jang kuutjap- kan bertentangan dengan fakta jang sebenarnja serta dapat me­nentukan akibat buruk dan tjelaka 'bagiku. Karena itu dengan penuh emosi dan enthousiast, bagaikan digerakkan oleh kekuatan Gaib, aku terpaksa mengutjapkan kalimat demi kalimat seperti diatas demi untuk mematahkan purbasangka terhadap diriku jang tidak adil itu. Pepatah leluhur kita mengatakan: Berani karena benar dan takut karena salah. Dan benarlah Alexander Dumas

jang berkata :

’’Tiap kali dunia bertanja: manakah orang jang akan menolong kita? Kita memerlukan orang jang tabah, dan berani b e r t a n g g u n g - d ja w a b . Djangan t,an d}auh-d]auh!

T jarilah didekatmu! Orang itu ialah engkau sendiri .

ja . demikianlah seharusnja sikap orang jang beriman.

31

Page 33: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

5 Djuli adalah hari Kepolisian. Pada hari ini tidak ada peme­riksaan. Aku istirahat tidur terlentang diatas papan tempat tidur dalam celku dan fikiranku melajang-lajang djauh kekampung halaman, ingat kepada orang tna, ajah-bundaku. Ini bukan me- nundjukkan aku seorang pemuda jang tjengeng, karena setahuku aku tidak pernah menangis mengeluarkan air mata (l) atas sesuatu perlakuan lawan terhadap diriku sampai detik ini. Karena airmata jang berharga itu baiklah kita keluarkan dikala mengenang dosa kita kepada Tuhan ! Atau pada sa’at dan keadaan jang tepat dan patut. Tetapi djustru aku ingat ajah-bundaku adalah untuk pefig- hibur diriku, memberikan stimulans kepada djiwaku agar tetap tabah seperti mereka. Aku ingat ajahku karena sesuatu persamaan nasib. Aku ingat pula tjerita ibuku kepadaku dulu selagi aku anak jang belum mengerti politik apa-apa. Ibuku 'bertjerita mengenai pengalaman mereka berdua dikala rumahnja dikepung oleh tentara Belanda kolonial.

Pada tahun 1926, udara politik di Sumatera Barat chususnja dan Indonesia umumnja menundjukkan temperatur jang tinggi disebabkan perlawanan rakjat kepada pemerintah kolonial itu. Pada tahun 1926 itulah meletusnja pemberontakan rakjat Silungkang jang terkenal itu. Kampungku Kukuban Manindjau jang terletak disebuah lembah dipinggir danau Manindjau jang molek itu, di­lingkungi oleh bukitbarisan jang indah menghidjau adalah kam­pung ketjil jang mendjadi motor pergerakan (2). Disitu terdapat duabuah sekolah Agama, Dinijah dan Thawalib jang masing-masing diasuh oleh Ulama-Ulama politici angkatan muda. Seorang guru Dinijah dan seorang murid Thawalib jang temjata mendjadi to­koh-tokoh politik terkemuka di Sumatera Barat disekitar tahun 1933, achirnja dibuang oleh Belanda ke Digul. Mereka ialah H.

Udin Rahmani dan SabUal Rasjad, pamanku. Jang terachir ini ke­mudian terkenal sebagai tokoh terkemuka PNI dan pernah men-

1) Berbltjara tentang filsafat alr-mala, pudjangga Hamka mengatakan, bahwa air­

mata adalah garam kehidupan ; karena hidup in i akan djadl hambar tanpa

garam alr-mata. Seballknja Jahawarlal Nehru dalam bukunja "Lintasan. S e d ja r a h D un ia ’’ Jang dltu lljn ja dalam pendjara mengatakan antara la in : "Derita dan alr-mata ialah kawan jang malang didunla ini".

2) W aktu SJafruddln Prawlranegara diberi tanggung-djawab sebagal Presiden Pe­m erintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dikala Belanda pada th. 1948 m elantjarkan agressl kedua, dlkampung ketjil ini Masjuml Sumatera mengada­

kan konperenal kltatnja jang melahirkan Statement jang terkenal lebagai dukungan aepenuhnja kepada PDRI.

D an dlw aktu PRR I meletui (1958), maka Kukuban Manindjau adalah merupa­

kan tempat-tinggal aktivls-akUvU PRRI jang Hidjrah dari Padang dan Bukit­

tinggi.

32

i

Page 34: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

djadi Menteri Perburuhan, sedang sebelum dibuang ke Dieul i, adalah 'bintang PSII jang ditakuti Belanda di Sumatera Barat

Kata ajahku bahwa ia pada tahun 1926 adalah mendjadi guru kias VI B di Sumatera Thawalib Parabek Bukittinggi, oranc kedua sesudah Sjech Ibrahim Musa jang mengadjar di kias VII sebagai guru besar. Ia pulang ke Manindjau karena gempa hebat disebabkan meletusnja gunung Merapi jang tekenal itu. Ia ter­

masuk Ulama politici muda jang anti Belanda. Dikampung, ka­rena kekurangan guru ia diserahi pula mengadjar Thawalib’ jang djuga ada dikampungku dikala itu. Baru beberapa minggu ia meng­adjar, rumah ibuku dikepung oleh dua lusin tentara Belanda. Ajah ditangkap (4). Tak lama ia lepas kembali! Tetapi dua bulan ke­

mudian, pada kira-kira September 1926 ia ditangkap kembali oleh Bilanda dan dimasukkan kedalam pendjara dengan alasan: ber- bahaja bagi keamanan negeri; karena waktu itu - dikawatirkan

oleh Belanda, bahwa pemberontakan jang sedang direntjanakan dan meletus di Silungkang (1926) itu akan meluas keseluruh Suma­tera Barat, termasuk Manindjau.

3) Tiga orang tokoh FSH Sumatera Barat Jang dibuang Belanda ke Digul pada

tahun 1933 semuanja berasal dari Manindjau. Mereka itu ialah, H. Udin Rahmard.

Sabilal Rasjad (waktu Itu maaih berusia 21 tahun) dan Datuk Slngo Maradjo

(almarhum). Dari Putjuk Pimpinan (L.T.) PSII sendiri kebetulan tak ada jang

dibuang ke Digul oleh pemerintah Belanda.

Datuk Slngo Maradjo dengan mata jang memantjarkan tjahaja perlawanan dan

dengan gagah-berani mengatakan kepada D jaksa kolonial penuntutnja. Djama-

luddin St. Maradjo (Pajakumbuh) dalam sidang Landraad Bukittinggi sambil

m enundjuk kepada kumis Djaksa tsb. antara lain berkaU : ”DJlk» umur saj»

pandjang. sekembali saja dari pembuangan, saja akan pilin kumis Engku itu1’.

Suatu lambang keberanian dan kekuatan mental pemimpin Islam jang berdjuang

dengan lchlas karena Allah.

(Sumber berita, Umar DMS, Sekretaris Djaks* tsb. waktu itu).

4) A jahku Ahmad Naqib. terhitung awal tahun 1960 diakui dengan resmi lebagal

perinti« pergerakan kemerdekaan Indonesia dengan hak penaiun.

Dulu ajah dikeluarkan dari pendjara Itu adalah atas dewkan Nlnlk-Mamak

nan 24 (Penghulu Adat) jang mengadakan rapat di Balairung Manindjau J a n g

mendesak dengan keras kepada Pemerintah Kolonial «U m pa t .upaja beliau

^ n k m n - b w in agar dikeluarkan s*£*ra dari pen jara , mengingat d«aa-

desus. bahwa dia akan dibuang de Digul.

v V 33

Page 35: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Bukan sadja guru-guru dan peladjar putera jang ditangkap oleh Belanda, tetapi peladjar-peladjar puteri jang mendjadi orang pergerakan banjak jang didjebloskan Belanda kedalam pendjara.

Tetapi kampung ketjil rtu tidak kehilangan suasana dinamika perdjuangannja. Dalam milleu kampung dan suasana pergerakan itulah aku dilahirkan kedunia. Dan diwaktu ajahku ditangkap masuk pendjara, umurku baru dua tahun; ia, dua tahun telah berkenalan dengan risiko politik walaupun tidak langsung.

Ajahku bertjerita, waktu berada dalam pendjara Manindjau itu, ia tetap tabah ; keimanannja bertambah kuat, ibadatnia tak pernah lalai, djiwanja tetap besar dan semangat perdjuangannja tidak pernah kendor; walaupun ia terkurung dalam pendjara jang gelap-gelita tak ada tjahaja listrik seperti dewasa ini. Dan ibuku mentjeritakan pula, bahwa dikala ajahku keluar pendjara setahun kemudian, jakni setelah pemberontakan rakjat Silungkang dapat diatasi Belanda, kelihatan badannja djauh bertambah gemuk, suatu bukti, bahwa djiwanja tak dapat ditaklukkan Belanda. J a, terbukti, bahwa 2 atau 3 tahun kemudian dia turut bergerak dalam organi­sasi lagi dalam bentuk jang lebih luas jaitu memhina organisasi PERM I (Persatuan Muslimin Indonesia) dimana beliau duduk se­bagai salah seorang anggota Pengurus Besamja jang berpusat di Padang.

Bila aku mengenang ajah-bundaku dikala aku termenuna sen­dirian didalam kurunganku itu, bukanlah sekedar tindjauan dari sesi hubungan kekeluargaan biasa dan tjinta-kasih-sajang antara kedua belah pihak : anak dan ajah-bundanja belaka. Tetapi lebih djauh dari pada itu, ialah segi perdjuangannja. Ajahku dulu berdjuang menantang kezaliman, dan sekarangpun aku dengan seeala keku" ranganku turut diantara mereka jang berdjuang menentanc" kezaliman itu. Dulu ajah berdjuang selagi mudanja menentang" kebathilan, maka sekarang dengan segaJa kelemahanku, al-hamdulillah akupun termasuk salah seorang diantara kaum pedjuang itu. Bedanja ialah, dulu kezaliman dan kebathilan itu timbul dari pemerintah kolonial Belanda, tetapi sekarang tirani jang dulu dikutuk itu, dilakukan oleh bangsa sendiri ; terutama dizaman pra Gestapu.

Ja, aku mengenang itu semua hendak menshibur diri dan mem­pertebal ketabahanku menghadapi tjobaan-tjobaan hidup. Kalau ajah dulu masuk pendjara baru dalam usia 26 dan 27 Tahun, kenapa aku jang telah^ berusia 37 tahun waktu merinckuk dalam cel ini tidak akan lebih tabah ? Ja, mestinja aku hendaknja harus dapat sekurang-kurangnja setabah dan sejakin beliau, kalau tidak akan melebihinja. Dan begitu pula isteriku harus dapat meniru kesetiaan ibuku terhadap suami djundjungan dan kawan hidupnja.

Bila peristiwa sedjarah perdjuangan jang silam itu terkenang bagiku, djiwaku mendjadi terhibur, bahkan semangat dan roh djihad

34

Page 36: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

umbul ^gelora-gelora dalam dadaku, memberontak-betomak H memukul-mukul dalam denjut-denjut djamungku; aku S , alam ide dan djiwa ragaku serasa beradadiarena t S n „ „ ''

menegakkan keadilan dan kebenaran; aku luna, bahwa iku se i” narnja berada dalam terungku berdjcridji besi dilmgkunci ofch empat dmd.ng tembok beton jang kokoh-kuat. Ja, dengm i t £ aku antara lam menghibur djiwaku dan mendjaga semangat S am dan imanku agar tetap utuh tidak bergontjang. Aku jakin pen™ penjaia bahwa matahari kebenaran dan keadilan jang sekarans sedang diliput, awan dan kabut tirani itu, sualu waktu akan mu",

r menampakkan diri dengan tjahajanja jang terang-benderang. Langit hitam akan tjerah kembali! Amin !

Demikianlah hasil renungan fikiran jang melajang-djauh kc- kampung halaman, terkenang ajali dan ibu serta sekelumit tjukilan sedjarah zaman lampau berdasar fakta jang kudapat dari tjerita

pengalaman kedua orang tuaku, jang terungkap dalam fikiranku selaku pembudjuk hati dan penglipur lara bagi seorang tahanan politik jang sedang menderita tekanan-tekanan djiwa.

* * *

_ Hari telah petang dan adzan telah kedengaran dari menara Mas- djid Agung Al-Azhar Kebajoran Baru bergema sajup-sajup sampai kedalam celku dengan suara muazdzin jang merdu, menandakan waktu Magrib telah datang. Sa’at mengabdi kepada Tuhan, menu­naikan sembahjang Magrib sering djuga kami lakukan berdjama’ah dalam tahanan kalau pintu cel kami terbuka diwaktu sendia. Dan setelah selesai menunaikan kewadjiban shalat, tak lama kemudian terdengar serine meraung-raung makin lama makin mendekati ge­dung Departemen Kepolisian dimana rupanja pada hari besar polisi malam itu diadakan suatu pesta peringatan ulang tahun Kepolisian ! Bung Kamo, Presiden R.I. hadir. Pendjagaan disekitar cel kamipun diperkuat dari biasa demi kepentingan keamanan. Pidato Presiden tidak djelas bagi kami kebawah, sepatahpun tidak kedengaran.

Tetapi jang terdengar ialah suara-njanji biduanita kedengaran

terus sampai djauh larut malam.

Alangkah kontrasnja keadaan ! Dibawah, orang-orang tahanan

merintih didalam celnja tak bisa tidur diserang beratus-ratus njamuk disamping terganggu oleh fikiran-fikiran jang tak tenteram, tetapi sebaliknja diruangan atas penuh dengan gelak tawa-riang-gembira semalam suntuk menikmati kesenangan hidup dengan dihadiri oleh Presiden Soekarno sendiri! Ja, dunia penuh dengan ironi dan kontra­

diksi sematjam itu.

* * ★

35

Page 37: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

17 AGUSTUS H A R I KEMERDEKAAN R.I. Hari kramat ini kami rayakan dengan tjara lain. Karena bagi kaum pedjuang ke­merdekaan jang sedang terbelenggu meringkuk dalam cel tahanan, kata ’’kemerdekaan” itu dirasakan dewasa itu paradox dengan ke­adaan depressif jang sedang dialami dan diderita mereka sendm.

Oleh sebab itu kawan-kawan hanja merajakan hari bersedjarah bagi bangsa Indonesia itu didalam hati belaka, sambil tafakur dialam jane sunji dan sempit itu. Hati kami bertania: bilakah rakiat Indo­nesia aV-an merasakan nikmat kemerdekaan jang selama ini diper- djuangkan dan senantiasa diperingati dan dirajakan setiap tahun itu ? Bilakah rakjat akan mengetjap hak-hak asasinja sebagai ma­nusia jang dilahirkan kedunia ini selaku Insan jang Merdeka? Apakah mereka itu akan hanja disuruh bertugas untuk berchidmat kepada sang pemimpin belaka, mengagung-agungkan dan mengelu- elukan pemimpin-pemimpin jang dianggap sakti itu ? Dan kalau demikian halnja, ’’kemerdekaan” itu akan merupakan lip-service belaka, jang pada hakikatnja merupakan peralihan penguasa dari pendjadjahan kolonial jang zalim kepada tirani nasio»al gaja baru.

Tiba-tiba pintu cel kami dibuka, dan kami dipaksa keluar berkumpul disuatu ruangan untuk mendengarkan pidato Presiden jang direlay melalui radio.

Sebagaimana biasa Pidato Hari sutji proklamasi itu selain ber­isikan laporan dan gambaran situasi negara R.l. dalam setahun, ia telah dipergunakan oleh Presiden Sukarno untuk mengambing-hi- tamkan lawan-lawan politiknja; dan disamping itu telah diper­gunakan pula untuk mengkampanjekan ide-ideologi dan konsepsi politiknja jang sudah menjebclah kekiri itu. Untuk melindungi po­litiknja jang telah memihak kepada kaum konrunis itu, maka ia me­mamerkan politik tangan besinja alias diktatorisme. Ia menggenggam tampuk kekuasaan negara dengan klieknja jang telah kemasukan setan Nasakom. Dan untuk mentjegah perlawanan jang datang dari kaum militer dan civil, maka ia menggertak dan mengantjam dengan kata-katanja jang antara lain berbunji: Rakjat sudah dipimpin oleh Manipol, maka Angkatan Rcrscndjatapun harus dipimpin oleh Ma* nipol. Sekali lagi saja ulangi dlsini: bukun Angkatan Bersendjata atau bedil jang memimpin Manipol, tetapi Manipol jang memimpin Angkatan IJerscndjnta dan bedil!” Demikian Bung Karno. Dan selandjutnja untuk memaksakan Nasakom jang bertentangan dengan adjaran Agama dan ilmu pengetahuan, bertentangan dengan prinsip ilmu berdjuang dan logika rasionil jang sehat. Presiden Sukarno mengindoktrinasikan antara lain dengan kalimat-kalimat seperti ini :

’’Djangan Anti Nasakom ! Djangan menderita Nasakomo- phobi atau trio-phobi ! Setahun jang lalu dalam Djarek,

. saja berkata, bahwa D.P.A. berdjalan baik dan Depemas

36

Page 38: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

berdjalan baik, berkat kerdjasama Nasakom” waktu mi sajapua berkata: ’’DPRGR saja jakinnun ak™ bcrdjalan baik, dan MPR-pun saja jakin akan berdjata!

’’Menjangkal, bahwa DPRGR berdjalan baik dan ber­prestasi besar, dan menjangkal, bahwa MPRS berdjalan baik dan berperestasi besar- adalah sama sadja dengan

menutup matahari dengan saputangan !” Demikian Bung

Karno jang menandaskan, bahwa prestasi besar pada kedua badan legislatif itu adalah karena ada Nasakom. Dan kemudian

ia melandjutkan pidatonja merantjah filsafat kemerdekaan, jang bagi rakjat dan orang tahanan politik jang sedang kehilangan kemerdekaan

dan hak-hak-asasinja tidak lebih daripada djual djamu dan ketjap ' belaka. Karena fakta-fakta tjukup berbitjara, bahwa jang merasakan

nikmat kemerdekaan itu dengan sungguh-sungguh adalah amat se­dikit sekali, terbatas pada kaum elite golongan istana kliek

Sukarno sendiri jang berdjumlah tidak sampai seribu orang diantara

100.000.000 rakjat Indonesia. Atau seperti apa jang ditegaskan

oleh Prof. Kahin dari Cornell University: Governmet and politics in postrevolusionary Indonesia have been dominated by a h^dfu l of people, probably not many more than a thousand.” ') (Major Governments of Asia page 526).

Demikianlah setelah mendengarkan pidato Re-So-Pim Bung Karno jang penuh agitasi, demagogi dan bombastis tetapi hampa tak berisi itu jang dibawakan pada peringatan Ulang Tahun ke-XVI Republik Indonesia, maka kami dimasukkan kembali kedalam cel tahanan masing-masing.

Setelah mendengarkan pidato jang penuh berisi kebentjian dan permusuhan itu, maka aku mengambil kesimpulan, bahwa suatu negeri jang diperintah oleh seorang tirant jang Fasik jang hidupnja penuh dengan kemewahan dan foja-foja ditengah-tengah rakjatnja

jang miskin melarat, pasti akan mengalami malapetaka jang besar.

Bung Karno tidak mendjadikan pidato peringatan ulang tahun R.I. itu sebagai tanda tasjakkur kepada Tuhan jang telah melimpahkan karuniaNja jang besar bagi bangsa Indonesia, tetapi malahan sebalik- nja, didjadikannja hari pendurhakaan kepada Tuhan dimana dia

telah memaksakan kepada rakjat, suatu ideologi Nasakom jang

sama sekali bertentangan dengan adjaran Tuhan. Ja, hari kemer­

dekaan jang dikramatkan oleh bangsa Indonesia itu telah diperguna-

kannja untuk melepaskan dan melampiaskan nafsu politiknja jang

melukai sebagian besar rakjat selaku warganegara jang telah ber-

1) ..Pemerintah dan po lit ik dalam djabatan revolusi Indonesia telah didom inasi

sekelompok ke tjil orang, m ungk in tidak lebih dari seribu orang".

37

Page 39: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

djuang mati-matian selama ini untuk kemerdekaan Indonesia. Ter­ingatlah saja akan firman Tuhan dalam Kitab Sutji Al-Quran jang ariinja berbunji : Apakah Engkau tidak perhatikan orang-orang jang telali menukar nikmat Allah (kemerdekaan) mendjadi suatu pen- durhakaan (kepada adjaran-adjaran Allah ?). (Ibrahim : 28).

Tetapi apakah ada orang Indonesia jang akan membisikkan ke­benaran kepada telinganja Bung Karno ? Ada ! Tetapi apakah ia ber­sedia mendengarkan dan mengamalkannja ? Ini adalah soal jang rumit, tidak mudah didjawab. Tetapi jang sudah terang, ialah, bahwa Pre­siden Sukarno sering mendengarkan bisikan-bisikan iblis komunis, dan inilah jang diijakannja dan diamalkannja, suatu djalan jang senantiasa menudju kedjurang naraka, dunia dan achirat. Karena itu ia telah sesat dan menjesatkan rakjatnja pula, sedang djalan pulang kembali kepada kebenaran baginja telah gelap, hatinja telah tertutup untuk menerima tjahaja dan hidajat Ilahi. ”Dan barang siapa jang telah di­sesatkan Tuhan, nistjaja tidak seorang pun penolong jang bisa mem- berinja pctundjuk ke djalan jang benar”. (Al-Kahfi: 17).

Didalam celku aku merenung dan berdialog dengan diri sendiri : bilakah bangsaku akan menikmati rahmat kemerdekaan, kemakmuran lahiriah dan bathiniah dalam arti jang hakiki ? Djawabnja singkat, jakni : bila Indonesia telah dipimpin oleh negarawan jang saleh jang mengabdi dengan ichlas dalam tugasnja mentjari ridha Ilahi !

Kekuasaan dan kedaulatan itu adalah milik Tuhan jang sewaktu- waktu dititip dan diberikanNja kepada seseorang machluk dan jang sewaktu-waktu dapat ditjabutNja kembali bila kekuasaan itu telah diselewengkan dan disalah-gunakan oleh seseorang hamba. Demi­kianlah kekuasaan insani itu adalah nisbi, tidak mutlak ; fana dan tidak abadi, dan karena itu, kekuasaan itu akan senantiasa bergilir dari satu tangan insani kepada insani jang lain sesuai dengan kodrat hukum alam. Dan sesuai dengan hukum alam itu, maka' seseorang zalim seperti Presiden Sukarno jang memerintah dan berkuasa untuk kepentingan ambisi dan nafsu pribadi, tentu tak dapat tidak akan terguling djua.

Rakjat terbanjak sudah tidak sabar lagi menunggu pergantian kekuasaan dibumi Indonesia ini, karena sjarat-sjarat bagi kedjatuhan Bung Karno telah tjukup, dan masing-masing orang bertanja-tanja termasuk kami orang tahanan : bilakah rezim tirani Sukarno akan terdjungkir ? Dan tampaknja soalnja adalah soal waktu belaka, dan untuk itu harus ditjapai suatu pematangan situasi dan condisi jang didjelmakan oleh suatu shock jang hebat, kegontjangan politik jang merupakan gempa-dahsjat dibumi Indonesia ini jang mendahuluinja,

38

Page 40: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

i

dimana kesabaran rakjat ada batasnja jang tidak mungkin dipertaha- kan lagi. Dalam pada itu seorang zhalim jang telah disesatkan Tuhan, dipersilakan memuaskan hawa-nafsunja, melakukan tindak-tanduk ssrta rentjana busuknja untuk mempertinggi tempat djatuh. Allah S.W.T. berfirman : ’’Katakanlah ! Puas-puaskan benarlah luuvanafsu- mu, karena kamu kelak akan dilemparkan kcdalani naraka”. (Al- Quran, Ibrahim : 30).

Demikianlah sedjak tahun 1958 atau lebih tepat sedjak 5 Djuli 1959 sampai 1965, Republik muda-remadja ini sedang memasuki babak gelap dalam sedjarahnja, suatu zaman hitam-kelam gelap-gulita jang penuh bertjutjuran air mata dibavvah dominasi seorang diktator terbesar di Asia Tenggara, Fir’aun ketjil zaman modern abad kedua- puluh dimana berlaku hukum rlmba-raya.

* * *

< 39

Page 41: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

BAGIAN n

AKU DAN BUNG KARNO DALAM KENANGAN ZAM AN LAMPAU

KEADAAN rumah tangga seorang ibu dapat membentuk watak dan pribadi seorang anak. Rumah-tangga ibuku adalah rumah tangga orang pergerakan dimasanja. Ibu banjak menerima tamu- tamu jang terdiri dari kaum pergerakan jang datang dari djauh dan dekat. Diperpustakaan ajahku terdapat banjak madjalah-madjalah pergerakan : Fflciran Rakjat, jang dipimpin oleh Bung Karno danMaskun, Daulat Rakjat jang dipimpin oleh Hatta dan Sjahrir, Medan Rakjat jang diterbitkan oleh Pengurus Besar PERM I sendiri dimana ajahku mendjadi anggota Pegurusnja, disamping buku-buku lain terutama buku-buku Agama jang tebal-tebal jang dipesan beliau dari Mesir. Didinding rumah bergantugan gambar-gambar tokoh- tokoh politik dan pahlawan. Aku masih ingat dikala umurku masih dibawah sepuluh tahun ibuku menundjukkati kepadaku : Ini adalah gambar Sukamo, ini adalah gambamja Hatta dan itu adalah gambar Abd. Muis ( ‘ ) dan pahlawan Padcri Imam Bondjol jang memberontak

1 ) Abdu l M uls (1990 — 1958) adalah seorang tokoh Perintis Kem erdekaan Indonesia

dan terkenal sebagal tolcoh pim pinan Sarlkat Islam Indonesia da lam trio

TJokroam lnoio — II. A rus S a llm — < Abd. Muls. Ia tu rut m em bersihkan Sarikat

Islam dari in filtrasi P K I dengan mengeluarkan pentolan» kom un is seperti

A llm ln . Sem aun dan D nrjono dsb. dari tubuh Sarlkat Islam (S .I.). K aryan ja

Jong populer dan Up to dnte s.-lmpni dewnsn lnl lnlah "Sn lah A suhan " (D ja ­

karta 11)28). D an dekut achlr hajatnja dengan Girang dan bangga beliau m e ­

nerim a kedatangan kam i (K .H .m . Isn Anshary, Tamar D Jaja dan penulis) pada

D Januarl 1958 ke rum ahn ja d l Bnndung ; dan beberapa bu lan kem ud ian , beUau-

pun berpu lang kerahm atu liah . Beliau d im akam kan d itam an pah law an dengan upa tja ra m iliter.

40i

Page 42: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Keterangan gambar.

Duduk, A B D U L M U IS (almarhum). Perintis kemerdekaan R. I.

Berdiri dari kiri kekanan. H. Tumar D jaja, H. Firdaus A . N . dan

K. H . M . Isa Anshary. Gambar kenang-kenangan ini diambil beberapa

bulan sebelum achir hajat beliau (1958).

Tokoh2 Islam Anti-Komunis ini dimasa resim Soekarno Orde-Lama

meringkuk dalam tahanan.

Page 43: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

»

kepada Belanda, s.'dang ini adalah gambar aiahmu bersama-sama dengan kawan-kawannja seperdjuangan ! Achimja tokoh-toko^i jang bercantungan didinding itu makin lama makin membentuk djiwaku sehingga berubah mendjadi pudjaan dan sandjungan. Dan petelah umurku 15 tahun aku betul-betul pengagum Sukarno-Hatta. Seka­rang foto-foto mereka menghias kamar tidurku sendiri. Danjdikala aku telah agak pandai menggambar, foto-foto itu aku perbesar dengan potlod gambar, dengan pastel mendjadi sepuluh kali\ Aku gantungkan dirumah ibuku dan sebuah lagi aku gantungkan disurau kaum pergerakan dikampungku tempat aku telah mulai berfabligh dan berpidato. Ja, aku telah kerandjingan Sukarno walau insannja belum pernah bertemu, aku mendjadi pemudjanja. Aku tergugah dengan membatja tulisan-tulisan Bung Karno didalam Madjallah Fikiran Rakjat, karena Bung Karno menulis dengan stijl pidato, hi­dup, bersemangat dan padat-padat, dengan satu tudjuan : menuntutIndonesia Merdeka ! Sedang lagu „Indonesia Raya” jang menunut Indonesia merdeka itu sering kudengar dilagukan oleh aiahku ’kalau ia pulang kekampung; aku dengar ia melagukannia pelan-pelan bahkan dikala menghunikanku dulu selagi aku sendirian dikamar sewaktu membersihkan lukaku waktu aku berchitan-sunnah Rasul. Ja, Indonesia Merdeka, Merdeka, telah digemakan ajah ketelingaku sedjak selagi aku anak jang berusia 10 tahun.

Dan dikala itu aku adalah anak pandu „El-Hilal” (Bulat Sabit), kepanduan PERM I dengan A. Gaiiar lsmuil sebadai Bapak pandunja.

PERM I, kelandjutan dari PMI singkatan dari PERSATUAN M USLIM IN INDONESIA jang berpusat di Sumatera Barat itu di­dirikan sedjak tahun 1930, pada mulanja bersifat dan bergerak di- lapangan sosial dan pendidikan. Dan sedjak tahun 1932 ia melangkah lebih madju terdjun bulat-bulat kelapangan politik jang non koperator dan dengan aksi jang meluap-luap menuntut Indonesia Merdeka.

Pcngaruhnja meluas kescluruh Sumatera dan telah melangkah ke pulau Djawa. PERMI mempunjai dasar jang istimewa : Islam dan Kebangsaan. Untuk memilih dan mentjantumkan dasar ini, telah tcrdjadi debat jang sengit dikalangan tokoh-tokohnja. Sebagian me­reka berpendirian tjukup dengan dasar Islrm sadja, karena Islam itu adalah lengkap mentjakup segenap kebutuhan ummat Islam dalam (pedoman perdjuangannja. Dan sebagian lagi menambah- kannja dengan „kebangsaan", dengan alasan, bahwa bangsa In ­donesia terutama l.aum Musliminnja sedang terdjadjah oleh bangsa asing, dan karena itu harus digugah semangat kebangsaannja untuk menuntut Indonesia merdeka. Pendapat jang pertama dibela oleh ajahku dan pendapat kedua dipelopori oleh Muchtar Luthfi.

Achirnja terdapat kompromi, bahwa dasar kebangsaan itu ditam­bahkan hanja buat sementara.

Bung Karno tertarik kepada pergerakan ini, karena aksi-aksinja jang membakar semangat rakjat dan terutama mengingat dasarnja

42

Page 44: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Pengurus Besar PERMI

Merekalah jang membuka halaman baru sediarah pergerakan angkatan m u Jj

Islam di Sumatera Barat (Minangkabau).

Sebelum M hd. Yam in dan Gatot diperintahkan pemerintah Belanda mening­

galkan Sumatera Barat dalam tempo 2 X 24 djam (setelah ia berpidato didalam

rapat umum PERM I di Bukittinggi), maka mereka berfoto sedjenak dengan

P. B. PER M I. Duduk dibarisan depan dari kiri kekanan : 1. H. Abdul Madjid

Abdullah, 2. H. D jalaluddin Thaib (Ketua Umum), 3. Gatot Mangkupradja,

4. M uhammad Yam in, 5. A li Imran Djamil, 6. Duski Samad, 7. Rasul Hamidy,

8. Darwis Thaib, 9. Murad St. Makmur, 10. Muchtar Luthfi, 11. Ahmad Nakib,

12. ( ? ) , 13. H . M . Junus, 14. Mansur Daud Dt. Palimo Kajo, 15. lljas Ja ’cub

dan 16. Dt. Radja Penghulu.

Tiga orang diantara mereka, H. Djalaluddin Thaib, Muchtar Luthfi dan lljas

Ja ’cub dibuang pemerintah Belanda ke Digul pada tahun 1933, dan sekarang

telah berpulang kcrahmatullah.

43

Page 45: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

jang isimewa itu : Islam dan Kebangsaan. Waktu PNI (PARTIN- DO ?) ingin meluaskan sajapnja ke Sumatera, tokoh-tokoh P. U. . itu telah diundang berpidato dalam rapat Konperensi PERM t di Bukittinggi pada tahun 1932. Mereka itu ialah Moh. Yamin dan Catot Mangkupradja teman-teman Bung Kamo jang intim.

Karena mendapat kesan dari laporan perdjalanan Yamin dan Gatot ke Sumatera itu, Bung Kamo jang kemudian pada tahun 1932 memilih Partindo setelah PNI petjah dua dengan Pendidikan Ndsio- nal Indonesia (PNI) Hatta-Sjahrir, kabamja pernah mengirim surat kepada Pengurus Besar PERM I, bahwa Partindo tidak usah didirikan dimana sudah terdapat tjabang-tjabang PERMI. Tetapi Partindo Bung Kamo dengan PERM I harus terdapat kerdjasama jang erat. Dan kemudian karena aksi-aksi PERMI makin lama makin terasa pengaruhnja kepada rakjat Sumatera, Belanda mendjadi tjemas- ketakutan, sehingga kemudian pada tahun 1933, tiga orang tokoh- tokoh PERM I terkemuka, H. Djalaluddin Thaib, Muchtar Luthfi dan Iljas Ja’cub dibuang oleh Belanda ke Digul.

Hubungan erat antara PERMI dan Bung Karno dapat d juga dilihat, bahwa ketika Bung Karno keluar dari Pendjara Sukamiskin dan kemudian berpidato dalam rapat umum jang diadakan oleh Dr. Sutomo di Surabaja, PERMI mengirim Ketuanja sendiri H. Djalalud­din Thaib untuk mengikuti pertemuan itu.

Pidato Surabaja pada tahun 1932 itu adalah pidato pertama jang diutjapkan oleh Bung Kamo dihadapan rakjat dan para pemimpin jang berdatangan dari berbagai daerah dan organisasi, jakni setelah Bung Kamo keluar dari pertapaannja dalam pendjara Sukamiskin, Bandung. Bung Karno mengakui, 'bahwa pidato itu adalah jang terhebat jang pemah dilakukannja diantara pidato-pidatonja jang lain-lain

H. Djalaluddin Thaib, Ketua PERMI menerbitkan sebuah brosur chusus sebagai vcrslag pidato jang bersedjarah itu, dimana seluruh hati dan semangat Bung Karno jang selama ini terkungkung dalam pertapaannja dalam pendjara Sukamiskin itu dituangkannja dalam bentuk pidato jang bergelora-gelora dan berapi-api. Dia tidak bisa dibungkem, dan tidak akan mundur walaupun ia dipendjarakan bertahun-tahun lamanja, dia akan madju terus sampai tjita-tjita tertjapai, dia akan hadir terus dalam arena perdjuangan mentjapai Indonesia Merdeka !

Bila kita membatja vcrslag pidato Bung Kamo itu, djiwa kita akan terbakar meluap-luap oleh api semangat jang dituangkan oleh Bung Kamo dengan sehebat-hebatnja dalam pidato jang berkobar- kobar itu. Aku tidak puas'2 membatjanja, dan karena itu aku memba- tjanja berulang-ulang kali sehingga aku telah ketularan semangat beliau sendiri.

Disamping itu hampir seluruh tulisan Bung Karno jang termuat dalam Pandji Lslan*, madjalah Mingguan Islam jang terkenal di

44

Page 46: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Medan itu aku ikuti dengan saksama, disamping mengikuti pula reaksi-reaksi terhadap tulisan itu, baik jang berupa polemik atau bukan. Polemik jang terhebat didalam Pandji Islam waktu itu adalah antara Bung Kamo dengan Bung Natsir jang terkenal dengan nama samarannja A. Muchlis, singkatan : Abu Muchlis.

* * *

WAKTU tentara Djcpang mendarat di Sumatera pada tanggal 12 Februari 1942, Bung Karno dipindahkan Belanda dari pengasingannja di Bengkulu ke Padang. Dan sebelum dia meninggalkan Sumatera Barat pada tahun itu djuga, maka lebih dahulu beliau mendatangi tempat-tempat jang penting didaerah itu. Dan diantara tempat penting jang dikundjungi beliau itu antara lain Manindjau dan Sumatera Thawalib Parabek Bukittinggi.

Aku waktu itu adalah peladjar kelas V I/B . Tak ada orang jang tahu akan kedatangan Bung Kamo di Parabek, karena kedatangan beliau adalah dengan setjara tiba-tiba. Sekonjong-konjong, seorang wanita masuk kekelas kami dengan mengutjapkan • Assalamu’alai- k u m ! diiringi oleh seorang laki-laki jang gagah-ganteng dengan wadjah tjakap serta berkulit kuning dan mata jang hidup, hitam bundar bertjahaja-tjahaja. la berdiri tegap dimuka kelas kami menatap wadjah para peladjar. Disampingnja berdiri pula seorang puteri. Laki-laki itu tidak lain dari Bung Karno sedang wanita itu adalah Inggit K^rnasih dan puteri itu adalah anak angkat beliaj, Ratna Djuami, jang ternjata kemudian mendiadi isteri Asmara Hadi.

„Sukamo! Sukarno ! engkaulah gerangan lelaki itu, bintangku, manusia pudjaanku selama ini”, hatiku berbisik sendirian. Sedjenak tjuma ia berada dimuka kelasku tanpa bitiara sepatah kata kemudian pergi kekelas lain. Aku tidak puas ! Kesempatan ini tidak 'boleh liwat pertjuma. Kami ingin mendengar djuara pidato ini, aku ingin melihat lagak dan gajanja pahlawan mimbar ini mengutjapkan pidatonja. Kami mendesak dia supaja memberikan wedjangannja dihadapan peladjar-peb.djar Thawalib ini, dan permintaan kami al­Hamdulillah dikabulkannja. Kami berkumpul didalam Masdjid Djami’ Parabek, dan kemudian Bung Karno tampillah ke: tas podium. Aku waktu itu telah berusia 18 tahun,’suatu tingkatan umur pemuda jang sangat subur untuk ditanamkan ide dan bibit perdjuangan.

Pemuda-pemuda peladjar jang pukul rata dalam umur 18 tahun ini adalah sasaran empuk bagi seorang orator untuk membakamja dengan semangat dan agitasi jang bemjala-njala dan berkobar- kobar. Bung Kamo selaku seorang ahli pidato, amat mahir dalam mempergunakan kesempatan ini, ia sangat paham djiwa pemuda- pemuda dan sangat ahli tentang massa-psyehologi. la berada diatas podium laksana Banteng ketaton jang sedang mengamuk. Suaranja jang lantang berwibawa itu bergemuruh terdengar laksana guntur

45

Page 47: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

membelah langit. Dengan gerak tandan jang teratjung-atjung kearah kami laksana pistol tertodong kedada kami menegakkan bulu roma, ia berkata : „Wahai para pemuda !” demikian Bung Karno antara lain. ’’Gantungkan tjita-tjitamu dibintang Suraiya ! Dengan sepuluh ribu, ja dengan seratus ribu pemuda aku dapat memindahkan gunung Merapi dan Singgalang : tetapi dengan sepuluh orang pemuda aku dapat menggontjangkan dunia ini ! Tahukah para pemudaku, bahwa waktu Sukamo masih ketjil kepadanja ditanjakan : apakah tjita- tjitamu Kamo ?” demikian ia melandjutkan, ’"Sukamo mendjawabnja dengan : tjita-tjita Sukamo kaJau ia besar kelak, adalah untuk memasukkan dunia ini kalau dapat kedalam kantongnja sendiri!” Dengan suatu perbandingan, Bung Kamo berpesan, djanganlah para pemuda bertjita-tjita rendah, laksana tjita-tjita si Nonong, kemenakannja jang bertjita-tjita besarnja hanja mau mendjadi tukang saté ! Ja, pidato beliau jang berthemakan Kebangkitan djiwa pe­muda itu mendapat sambutan luar biasa.

Djiwa Bung Karno waktu itu bersinar-sinar dengan tjahaja perdjuangan jang berapi-api. Dan dengan teknik pidato jang bermutu tinggi luar biasa itu, ia telah berhasil merangsang dan memindahkan semangat dan api perdjuangan itu kedalam dada-dada pemuda pendengarnja. Pemuda-pemuda Thawalib beberapa waktu lamanja mendjadi kerandjingan Bung Karno. Mereka mengulangi pidato beliau menirunja dengan segala gaja dan iramania. Tetapi kesan pidato Bung Karno itu pasti pada djiwaku djauh lebih luar biasa daripada kawan-kawan jang lain. Karena aku benar-benar sedjak djauh sebelum ke Thawalib Parabek telah gandrung kepada Bung Karno, telah tertarik oleh magnit djiwanja. Dan ketika Bung Kamo datang berpidato di Masdjid Parabek itu, akulah barangkaii orang jang paling berbahagia didunia ini rasania. Aku mendiabat hangat tangannja dan kemudian mengutjapkan selamat djalan !

Setelah itu aku telah meng-Karno dalam pidato-pidatoku, dan tJara teknik pidato Bung Karno telah kutiru dimana-mana aku berpidato. Ja, aku telah mendjadi „Sukarno ketjil”. Dan waktu aku kemudian diangkat oleh kawan-kawan dengan restu guru besar kami Sjech Ibrahim Musa mendjadi Ketua „Nahdhatus Sjubban” (Kebang­kitan Pemuda), maka dalam sematjam kursus pidato jang kuberikan aku mentjontoh dan mengambil tjara pidato beliau itu sebagai pola dan pedoman. Karena memang diakui dunia sampai sekarang, bahwa Bung Karno adalah seorang orator jang sukar mentjari tolok- bandingannja. Ia memiliki theori pidato dan mempraktekkannja * dengan sempurna. Pidatonja berirama laksana gelombang lautan gulung-gemulung menudju pantai. Ia memberikan aksen pada kali­

kalimat jang dirasakannja penting. Ia mengubah tjepat dan lambatnja pengutjapan kata-kata. Dan ia berhenti sedjenak dengan tiba-tiba sebelum dan sesudahnja ia mengutjapkan kata-kata dan gagasan jang penting-penting. Dan disamping itu ia memiliki suara

46

Page 48: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Sjech Ibrahim Musa Parabek

(1884— 1963).

Penabur benih tjita-tjita sutji jang senantiasa berkembang

•17

Page 49: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

jang besar berwibawa untuk mempesona dan mempengaruhi pen­dengar serta sewaktu-waktu ia bisa mengeluarkan air matanja sen­diri bila merasa tergugah oleh suatu keharuan. Memang Bung Karno telah dilahirkan Tuhan sebagai seorang orator dan hal itu dapat dipandang suatu rahmat dan karunia Tuhan kepadanja.

Bung Karno sangat kagum kepada pengaruhnja kerongkongan, maksudnja pengaruh pidato seorang orator. Ia memudji Hitler pemimpin Djerman karena pidato Hitler jang hebat-hebat. Siapa jang pernah menjaksikan film sebelum perang dunia kedua petjah jang memperlihatkan Hitler berpidato dikala djajanja, maka Bung Karno adalah lebih mirip kepada gaja Hitler itu. Tetapi karena Hitler temjata seorang orator jang demagog, maka kemudian ia dikutuk oleh seluruh rakjat Djerman bahkan oleh seluruh dunia jang tertipu dan menderita petaka-sengsara akibat demagogi jang telah dilakukan oleh Hitler, arsitek neraka perang dunia kedua itu.

Djiwa jang hidup adalah merupakan garam kehidupan bagi seorang pemuda. Tanpa djiwa jang hidup itu, kehidupan ini adalah hambar, tak ada dinamik dan tak ada élan perdjuangannja. Ja, tanpa djiwa jang hidup itu, sang pemuda telah mati dalam hidup. Atau ia telah tua sebelum masanja datang. Untuk menghidupkan djiwa itu orang harus memperkiija dan memupuknja, salah satu diantaranja adalah dengan djalan mengagumi orang besar atau pahlawan per- djuangan. Pada tahun 1941 ahli djiwa jang terkenal, Dr. Amir pernah berkata dalam bukunja Djiwa Jang Hidup : "Kalau Tuan tak mem- punjai pahlawan jang Tuan pudja, miskinlah djiwa Tuan”. Buku ini kubatja tepat pada waktunja, iakni dikala aku dahaga membu­tuhkan roh dan semangat dalam hidup ini, semangat jang tak kundjung padam.

AKU pengagum Sukarno. tetapi aku tidak mengkultuskannja, tidak mendewakannja setjara coûte que coûte, tidak mengacungkan- nja tanpa reserve. Aku djuga melihat dan memperhatikan"kelema­han-kelemahan Bung Karno selaku manusia, terutama kalau ia bitjara dan menulis tentang inasalah-masalah Islam di Pandji Islam.

Tulisan-tulisannja mengenai masalah tabir, masjarakat onta dan masjarakat kapal udara, memudakan pengertian Islam dsb. tidak dapat aku terima dan telan begitu sadja, aku telah bisa membanding

dengan pengetahuanku, karena aku telah duduk dikelas tertinggi i h awali b. Aku djuga membandingkannja dengan reaksi-reaksi pe­mimpin-pemimpin Islam waktu itu, jang ditulis oTeli A. Hassan dengan nama samaran Al-Lisan \ Bancil, seorang ulama terkemuka jang dikagumi oleh Bung Karno sendiri dan dipandangnja gurunja dalam masalah-masalah agama, d;in kepadanja Bung Karno selagi di Endeh banjak menulis surat memaparkan perasaiannja, jang kemudian

48

Page 50: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

[I

' terkenal dengan ’’Surat-Surat dari Endch” jang diterbitkan oleh Tuan A. Hassan sendiri. Aku membandingkannja dengan analisa A. Muchlis jang menjerangnja dengan halus dan tadjam bagaikan disajat-sajat dengan pisau silet. Aku djuga mengikuti reaksi hebat dari kaum pergerakan jang dibuang ke Digul, antara lain, tulisan Sabilal Rasjad jang menjerang tulisan Bung Karao ’’Memudakan Pengertian Islam” itu dengan sengitnja; pendeknja Bung Kamo waktu itu dikrojok dari segala pcndjuru, dan beliau tidak mcmbalas- nja lagi. Memang diantara kelemahan Bung Kamo antara lain ialah, bila ia bitjara tentang Islam. Ia bitjara hanja melalui rationja sadja, dan ia lupa, bahwa agama itu bukanlah sesuatu jang harus dipan­dang dari segi ratio itu sadja; tetapi karena Agama itu banjak mengandung Wahju Ilahi, suatu kebenaran jang mutlak ia djuga harus diterima dengan Iman, bila ratio tidak mampu mcnganalisa- nja. Oleh sebab itu, baik pidato maupun tulisannja, bila ia bitjara tentang Islam sering membawa kekeliruan dan karenanja banjak menimbulkan reaksi dari masjarakat. Dan memang Bung Karno

bukan expert tentang Islam.

Namun demikian hal itu semua tidaklah mendjatuhkan nama Bung Karao dimataku. Aku tetap mengaguminja, terutama setelah ia datang ke Parabek, melihat wadjahnja dari dekat dan mendengar pidatonja setjara langsung. Ia adalah pemimpin Nasional.

* * *

17 AGUSTUS 1945, Proklamasi Indonesia Merdeka diumumkan atas nama rakjat oleh Sukarno-Hatta. Sukarno otomatis diadi Persiden dan Hatta mendjadi wakilnja. Beberapa bulan kemudian pada tgl.7 Nopember 1945 ummat Islam berikrar menjusun barisan dalam satu partai Politik jaitu Masjumi. Karena kehebatan Masjumi ini pada mulanja sebagai benteng ummat Islam, maka pihak luar Islam merasa kuatir, sehingga mereka berusaha melakukan intrik kedalam- nja. Mereka ingin memetjah kesatuan jang bulat ini, sehingga lahir­lah 'PSII kembali sekitar tahun 19,47. Dan diwaktu Amir Sjarifuddin ditundjuk Bung Karno sebagai Perdana Menteri, maka PSII jang baru sadja muntjul itu diberi hadiah oleh Bung Karno beberapa kursi, antara lain Menteri Dalam Negeri buat Wondoamiseno dan Menteri Penerangan buat Sjahbuddin Latif, sedang Masjumi Partai terbesar waktu itu disingkirkan sama sekali. Ini dirasakan oleh ummat Islam sebagai suatu djarum politik divide et impera Bun<* Karno kedalam tubuh kaum Muslimin. Kabinet kelima ini sangat lemah, tidak tahan menghadapi pihak oposisi, dan kare­nanja umurnja pendek sekali, kurang lebih 6 bulan sadja (Djuli 1947__ Djanuari 1948). Tetapi pihak sana telah berhasil melakukan intrikperpetjahan kedalam tubuh partai Islam. Sedjak itu pandangan ummat Islam mulai agak berubah kepada Bung Karno, apalagi ter- njata ketjintaan beliau jang diangkat mendjadi Perdana Menteri

49

\

Page 51: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

itu setelah kabinetnja terguling, bersama-sama dengan PKI melaku­kan pengchianatan kepada Republik Indonesia dengan pemberonta­kan Madiunnja 18 September 1948 jang mendirikan negara Sovjet di- Lndonesia. Bung Karno karena merasa malu, tidak dapat berbuat lain ketjuali menumpas pemberontakan itu dengan utjapan : pilih Su-kamo-Hatta atau Musso-Amir Sjarifuddin ! Dan sudah pasti rakjat memilih Sukamo-Hatta. Tahun 1950, untuk membudjuk hati Ummat Islam, maka Bung Karno menundjuk Muh. Natsir sebagai Perdana Menteri Negara Kesatuan, setelah mosi integraLnja Natsir diterima oleh Parlemen RIS ketjuali oleh PKI. Pada hakikatnja Bung Karno tidak senang kepad:i Kabinet pertama Negara Kesatuan ini, karena Natsir terpaksa meninggalkan PN! karena terlalu rewel dan ban>ak tjingtjong. Tetapi suksesnja Kabinet ini sangat dipudji oleh setiap negarawan jang djudjur. Ia dapat memadamkan berbagai pembe­rontakan jang timbul: menenteramkan Atjeh, Djawa Barat, Sulawesi Selatan dan menumpas RMS (Republik Maluku Selatan), dan ia dapat menstabilkan harga barang-barang kebutuhan hidup rakjat.

Tetapi Kabinet pudjaan masjarakat ini ditikam terus oleh PNI dan PKI terutama, sedang Bung Karno bermain dibalik lajar, sehing­ga Kabinet Natsir terpaksa meletakkan djabatan setelah memerintah selama 7 bulan (September 1950-April 1951). Dan kemudian entah apa maksudnja Bung Karno menundjuk Dr. Sukiman sebagai formatur Kabinet diluar dari keputusan sidang Dewan Pimpinan Masjumi, sehingga timbul keretakan jang hebat jang tidak bisa disembunji- kan dalam tubuh Masjumi. Ja, Bung Karno telah melakukan intrik kedalam Masjumi. Ada golongan Sukimaniah dan ada golongan Natsiriah. Oknum-oknum atau eksponen N.U. dalam Masjumi waktu itu pada umumnia termasuk kedalam aliran Sukimaniah «eperti almarhum Wahid Hasjim, Rais ’Ani K.H. Wahab Hasbullah Zainul Arifin dsb. 5

Pada tahun 1952 dalam Kongresnja di Palembang, N.U. keluar dari Masjumi ; i) lawan-lawan Islam bersorak lebih riuh-eemuruh kegirangan Waktu Mukarto (P.N.I.) ditundjuk djadi formatur oleh Presiden N.U. dibudjuk-budjuk olehnja tetapi ia tidak berhasil mem­bentuk Kabinet. N.U. bcrdjandji tidak akan duduk dalam Kabinet tanpa Masjumi. Tetapi beberapa djam setelah djandji diutjapkan,

maka terdengarlah berkumandang di R.R.J. nama-nama tokoh N.U. duduk dalam Kabinet apa jang disebut Kabinet Ali-Wongso-Arifin.

. . mendapat hadiah 5 buah kursi, suatu sinterklas jang tidak

1) K e lu .m ja N.U. dari Masjumi itu antara la in adalah karena dalam pem bentukan

K ab ine t Wllopo-Prawoto (A pr il 1952 - D ju ll 1953). N .U. Udak d id ud ukkan da lam

K ab ine t sehingga kursi Departemen Agama satu-satunja jang m end jad l rebutan

« t a r a N.U. dan Muhammadljah. kflll in i lepas kepada M uharnmadUah. Tetapi

kesalahan sudah pasti tidak dapat d itim pakan kepada satu p ihak sadja.

50

Page 52: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

pernah diimpikannja selama ini. PSI1 mendapat 2 buah kursi, djuga hadiah jang menakdjubkan jang diberikan oleh Presiden kepada partai ketjil waktu itu jang kurang dari 10 kursi dalam Parlemen.

Ummat Islam merasa sedih berulam djantung. tetapi sebaliknja pihak luar. PKI menjokong sehebat-hebatnja Kabinet ini walaupun ia tidak duduk didalamnnja, demi untuk perpetjahan ummat Islam, suatu kekuatan jang selama ini ditakutinja. Inilah kabinet jang paling besar dosanja kepada rakjat Indonesia, terutama kuum Mus­limin. PS H berantakan dari dalam, sehingga Prcsidcnnja Abikusno cs. jang duduk sendiri dalam Kabinet bersama Sudibjo, disuruh keluar dari kabinet dengan tjara jang memalukan dan kemudian Abikusno cs. dipetjat dari PSII. Pembukaan Kedutaan R.I. di Moskow dilakukan timbal-balik, suatu politik jang sangat menguntungkan PKI waktu itu. Harga-harga mulai naik melondjak-londjak, Korupsi mendjadi-djadi, ekonomi mendiadi katiau-balau akibat diobrak- abrik oleh Menteri Perekonomian lskak (PNI) dengan „lisensi- istimewa”nja, jang kemudian dikedjar-kedjar oleh Djaksa Agung ka­rena ia melarikan diri keluar Negeri. Dan semua permainan politik disekitar pembentukan kabinet keempat belas ini (1953-1954) tidak terlepas dari permainan politik Bung Karno sendiri selaku Presi­

den 2).

* * *

Memanglah, makin banjak kita ketahui tentang tingkah-laku seseorang tokoh, makin dekat atau makin djauhlah kita dari pada- nja, melihat baik-buruknja perbuatan jang dilakukan orang itu.

Djauh berbeda sikapku dari sepuluh tahun jang lalu, sebelum aku banjak metngenal tentang beleid dan tingkah laku Bung Karno dalam politik maupun dalam bidang moralitas. Kalau dulu aku masih pemuda jang terlalu mentah dalam soal-soal politik pribadi Bung Karno, maka sekarang, 10 tahun kemudian, aku telah mulai faham. Kalau sedjak belasan tahun sebelumnja aku adalah penga­gum dan pemudjanja jang hebat, maka sekarang setelah aku berada dari dekat, hal itu diametral telah berubah seratus delapan puluh deradjat ; aku bersama kawan-kawan beropposisi kepada beleid politik divide et imperanja jang dimainkannja terhadap ummat Islam. Kami melakukannja setjara legal dalam batas spel-regel, setjara fair-play. Ja, berlain tempat tegak berlain pula alam jang nampak.

2) B ila d itind jau dari b un ji nash a ja t K itab Sutjl Al-Quran. antara la in ajat-ajat

A l-Baqarah : 8. 9, 10. 11, 12, 13, 14. 204, 205. 206, 208 : A li Im ron : 28 dan 118 :

A l-M aidah : 44, 45, 47, 55. 57. 80 dan 81 ; At-Taubah : 73 dan 108; H ud : 113;

A l-M ud jad ilah : 22; A l-M umtahanah : 1 dan 13; A l-M unafiqun : 1. 2. 3 dan

4, A l-Am bija ; 105 dan Al-Qashahs 4, maka bagi um m at Islam Bung Karno

bukan lah tergolong pem im pin mereka jang patut mereka pilih .

51

Page 53: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Pada tanggal 23 Djanuari 1953 kantor berita ’’Antara” Bandjar- masin memberitakan pidato Bung Kamo di Amuntai, suatu pidato jang menggemparkan bagi kaum Muslimin, karena Bung Karno me- njerang ideologi Ummat Islam, dan menakut-nakuti pihak agama lain akan keluar dari R.I. kalau R.I. akan berdasarkan Islam. Maluku, Bali, Flores, Timor, Kay, Sulawesi dan Irian Barat tidak mau ikut dalam Republik Indonesia, kata Bung Karno di Amuntai, Kalimantan Selatan.

Aku bersama kawan-kawan dalam Putjuk Pimpinan GPU tidak dapat menjetudji, dan menentang pidato itu. Kami menulis surat langsung kepada Presiden, dan tembusannja kepada Wakil Presiden, Ketua Parlemen, Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri, Para Menteri dan kepada segenap Partai-partai dan Ormas-ormas Islam. Surat pernjataan PP GPII itu antara lain berbunji seperti tertera dibawah in i :

’’Kami sangat menjesali dan tidak dapat membenarkan pidato Bapak itu, karena njata-njata membawa rakjat kepada pengertian jang salah terhadap ideologi Islam. Karena itu tidak mendidik rakjat kepada Demokrasi jang kita perdjuangkan selama ini”.

’’Demokrasi ialah menghormati dan menta’ati suara ter- banjak jang nanti akan temjata dalam konstituante” . ,,Berdasarkan itu, maka pendirian Bapak jang mengata­kan, bahwa negara Nasional jang berdasar Pantjasila tidak bertentangan dengan Islam, menurut paham kami, itu tidak berarti, bahwa ummat Islam tidak wadjib lagi memperdjuangkan supaja ideologinja berlaku sepenuhnja di Negara kita. Bahkan demokrasi menjuruh mereka mempcrdjuangkannja”.

Kini Bapak sudah menanam; benihy-benih separatisme kepada rakjat, kalau negara kita ini nanti atas keputusan suara rakjat terbanjak dalam Konstituante, memilih Islam sebagai dasarnja”.

Lebih-lebih kalau dilihat dari sudut, bahwa funetie Bapak sebagai Presiden jang menurut Undang-Undang Dasar Sementara tidak dapat diganggu-gugat, maka

Pidato Bapak itu mau tidak mau mesti menimbulkan reaksi dan rakjat jang beragama Islam. Karena Bapak mentjampuri dengan langsug pertentangan ideologie mereka. Dan temjata dengan itu Bapak telah menja- takan memihalc kepada segolongan rakjat jang tidak sctudju dengan ideologie Islam’'.

Kami akan dapat menghargai pidato Bapak itu, apabila Bapak berpidato tidak sebagai kepala Negara, sebagai­mana djuga kanii menghargai pendapat orang2/golongan2 lain jang berbeda pendapat dengan kami”.

52

Page 54: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

’’Tetapi karena pidato Bapak itu Bapak utjapkan sebagai kepala Negara jang tidak boleh diganggu-gugat, maka kami ingin minta pertanggungan-djawab kepada peme­

rintah atas Pidato Bapak itu dan mengharapkan dengan sangat kebidjaksanaan Bapak, agar kedjadian itu tidak berulang lagi, sehingga memperbesar kegelisahan rakjat”.

(,>Aliran Islam”, Maret 1953).

Demikianlah antara lain surat tantangan itu jang tersiar melalui Pers bertanggal 12 Februari 1953 dengan ditanda-tangani oleh Ketua P.P. : GPI1 Anwar Harjono dan Wakil Sekretarisnja, Firdaus A.N. Dan tantangan ini disusul pula oleh pemjataan-pemjataan PSII, Masjumi, Persatuan Islam dll. Ja, dengan pidato Amuntai itu, makin djelaslah bagiku dimana beliau berdiri sekarang sebagai Presiden dan sebagai pribadi, walaupun ia sering mengatakan: pembela Islam jang mati-matian. Tetapi benarlah Firman Allah jang berbunji: „Telah lahir kebentjiao dari mulut mereka, sedang apa jang tersem- bunji dalam dada mereka lebih besar lagi”. (Al-Quran, Ali Imran :

118).

Ja, Strategi Bung Kamo telah tersingkap, menentang ideologi Islam. Untuk itu ia mentjoba mengantjam dengan membangkitkan sentimen dan emosi golongan lain jang beragama Nasrani jang me­nempati pulau-pulau ketjil jang berserakan di Nusantara, bahwa mereka akan keluar memisahkan diri dari Republik Indonesia, bila R.I. berdasar Islam. Ia tidak peduli logika jang djungkir-balik, bahwa ia mengamibil hati golongan ketjil jang hanja beberapa prosen djum- lahnja, penduduk minoritas, walaupun akan melukai golongan ma- sjarakat penduduk jang majoritas, penghuni terbanjak djumlahnja jang mendukung Republik ini, dan terbanjak pengorbanan mereka lahir dan bathin untuk kedjajaan tegaknja R.I. terutama dizaman- zaman jang amat genting dan sulit. Tetapi semuania itu dilakukannja adalah demi untuk kepentingan strategi politiknja. Ia melukai go­

longan terbesar !

Ja, Tuhan kapankah hambaMu jang dhaif ini dapat melantjar- kan suatu konfrontasi untuk membela kejakinan ummat jang besar ini, kejakinan menurut perintah agamaMu ? Bisikan ini didengar Tuhan, dan benar-benar terdjadi sematiam suatu konfrontasi jang tak disangka-sangka antaraku dengan Bung Kamo. Entah bagai­mana pada tahun 1953 itu, Istana Presiden di Bogor mengadakan haflah maulud Nabi Muhammad s.a.w., dan aku terpanggil oleh Panitia untuk ¡mengutjapkan pidato. Dan diantara .mereka jang datang ke Bogor untuk mengutjapkan pidato pada pertemuan jang berbahagia itu terdapat nama pudjangga terkenal, Hamka, seorang

sahabat Bung Karno jang mesra waktu itu.

Dan lebih menarik sifat haflah jang terbuka luas untuk umum itu, bahwa ia diadakan dihalaman Istana dibawah pohon-pohon kaju

53

Page 55: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

jang rimbun dengan angin jang bertiup sepoi-sepoi, sedang pemba- tjaan A]-Quran dilakukan sendiri oleh Ibu Fatmawati Sukarno de­ngan suaranja jangchas. Memang pagi ha:i itu, hari tjerah bersedjarab jang tetap melekat dalam kenangan kami.

Sekarang sampailah giliran kepadaku, dan protokol mempersi- lakanku membawakan pidatoku. Sebelum aku mengutjapkan salam Islam kepada hadirin, aku merangsang mereka lebih dahulu dengan mengutjapkan suara takbir tiga kali berturut-turut jang diikuti oleh ummat jang hadir dengan takbir gemuruh beramai-ramai tiga kali pula. Istana mulai berubah dari suasana jang tenang-tenang adem mendjadi bersemangat, dan kemudian aku mengutjapkan salam jang hangat jang ujupa didjawab dengan gaja dan nada jang sama. J a, dengan begitu aku telah mempunjai kontak dengan massa pende­ngar. Dan iiKu mulailah membawakan pidatoku sesuai densjan suasana dan selera ummat diwaktu itu.

"Apakah segi jang penting bagi kita kaum Muslimin mempe­ringati maulid Nabi Muhammad s.a.w. ini ? ” demikian aku antara lain memulai pidatoku, dengan suatu pertanjaan jang aku djawab sendiri. ’’Jang pentmg bagi kaum Muslimin, bukanlah memperingati hari dan tanggalnja dan dimana ia dilahirkan, tetapi jang penting ialah memperingati perdjuangan Nabi besar in i ; bagaimana ia ber- djuang dan berhasil menjampaikan missinja, bagaimana ia berhasil menegakkan adjaran dan hukum Allah dipermukaan bumi ini”.

Perdjuangan Nabi jang berhasil gilang-gemilang mentjapai tjita-tjita- nja ditengah-tengah lawan-lawan jang menentang adjaran Islam jang dibawanja itulah, jang harus kita peringati setiap tahun di Indonesia, bahkan discluruh dunia Islam. Segi perdjuangan Nabi jang menjetuskan revolusi Islam jang maha besar itulah jang harus dipahamkan benar-benar oleh kaum Muslimin setiap mereka mem­peringati hari kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. itu”.

»Apakah tjita-tjita 'kita memperdjuangkan kemerdekaan ini ? mengusir Belanda, Inggeris-Gurka dari tanah air kita ; rakjat dan pemuda-pemuda kita menjerbu kemedan perdjuangan ditengah- tengah dentuman meriam dan asap mesiu, dan melompat keatas tank wadja hanja dengan bersendjatakan bambu runtjing. Apakah sekedar mau mendjadi bangsa jang merdeka sadja ? Banjak bangsa-bangsa lain jang merdeka didunia ini, Tjina djuga merdeka, Rusia djuga merdeka dan Inggeris djuga merdeka, tetapi negara-negara itu tidak menurut keridhaan Ilahi, tidak mendjalankan hukum dan' adjaran- adjaranNja. Ja, kita berdjuang dengan suatu tjita-tjita jang murni, sebagaimana Nabi Muhammad s.a.w. berdjuang dengan tjita-tjita jang murni, jaitu : tegaknja hukum dan adjaran-adjaran Islam

dalam masjarakat dan negara !” Aku bertanja kepada hadirin, dan mereka mendjawabnja dengan: accooord, disertai tempik-sorak jang riuh-gemuruh.

54

Page 56: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Penulis sedang membawakan pidatonja pada perajaan Maulid Nabi

dihalaman Istana Bogor. Pidato opposisi jang pertama-tama f 1 53) jang pernah Jilantjarkan oieh seorang tokoh pemuda ¡Siam k-';\u.i. Pievden isiikarno di­halaman pekaranntan lstananja sendiri, a.;.s;ru ¿.-¡-s m .nuw jang sama dimana Bung Karno turut berpidato.

(Foto Kementerian Penerangan, 1953).

55

Page 57: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

’’Tanja arwahnja pahlawan Diponegoro, tanja pahlawan Imam Bondjol, tanja arwah Tengku Saman Tji Ditiro, Umar Djohan Pahlawan, Djendcral Sudirman dan lain-lain pahlawan Indonesia jang beragama Islam, tentu mereka akan mendjawab, bahwa mereka berperang menghalau Belanda dari bumi Indonesia, bukan hanja sekedar karena kemerdekaan an sich, tetapi untuk tjita-tjita jang lebih tinggui dari itu. Bahkan pahlawan Diponegoro mengatakan dengan tegas-tegas, bahwa dia ingin mendjadi Chalifatul Muslimin di pulau Djawa ini. ’'islam adalah agung dan tidak ada jang lebih mengagunginja lagi !”, demikian Nabi Muhammad s.a.w. pernah bersabda. Sambil melihat sedjenak kearah Presiden, aku berkata: "Karena itu, marilah kita beladjar mendjadi orang Islam jang se- djati, orang Islam jang konsekwen dan orang Islam pengikut Nabi Muhammad s.a.w. dengan sesungguh-sungguhnja, lahir dan bathin !” Demikianlah antara lain bunji pidatoku dikala itu jang mendapat sambutan jang hangat dari hadirin jang berdiri berdjedjal disamping pengawasan alat negara jang sangat rapi, mengawal dengan bajonet terhunus. Aku mengachiri pidatoku itu dengan takbir 3 kali dan kemudian mengutjapkan salam penutup, dan ketika hadirin menja- hutnja beramai-ramai, Istana Bogor mendjadi gemuruh dengan suara riuh serta tepuk tangan jang lama.

Ini adalah sebagai pidato balasan atas pidato Amuntainja Bung Kamo jang membuat heboh dikalangan ummat Islam pada beberapa bulan sebelum Maulud Nabi Muhammad s.a.w. di istina Bogor itu. Tetapi Bung Kamo, tidaklah Bung Kamo kalau dia tidak mendjawab langsung dari mimbar jang sama sesuatu pidato jang dirasanja mungkin ditudjukan antara lain kepada dirinja sendiri.

Sesudah aku turun dari atas mimbar, maka tibalah giliran pudjangga Hamka berpidato. Tugas Hamka tampaknja mula-mula sekali adalah mendinginkan temperatur jang terasa tinggi itu. Dan sebagai seorang sasterawan, ia tidak kekurangan perbendaharaan kata-kata untuk memberikan suasana jang sedjuk bagi rapat jang hangat itu.

Dan kemudian tampillah Presiden mengutjapkan pidatonja jang taJc pernah ikcring, pidato jang biasanja hidup njala bagaikan bara api jang membakar. Totapi kali ini adalah lain, tidak berkobar-kobar seperti biasa. Ia mcmudja-mudja Hamka jang dapat dikatakan guru- nja dalam bidang Agama, dan dalam ketjintaan kepada tanah air ia dan Hamka berlumba-lumba. Demikian Presiden. Semua orang menunggu apa gerangan reaksi Presiden terhadap pidatonja Firdaus. Beliau tidak dapat rupanja membebaskan diri dari arus massa jang bersimpati kepada pidatoku itu, karena itu ia tidak dapat berbuat lain ketjuali membenarkan kebenaran-kebenaran jang telah kuutjap- kan tanpa tedeng aling-aling itu, tetapi dengan memakai sjarat.

Dengan suara lantang Bung Kamo berkata antara la in : ’’Saja

56

Page 58: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

setudju dengan apa jang diutjapkan oleh Saudara Firdaus tadi. Saja setudju berkembang-biaknja Islam di Indonesia. Saja setudju, saja setudju, dsb., dsb. tetapi dengan sjarat. Selesaikanlah lebih uahutu persoalan Uni Status Indonesia Belanda, selesaikanlah lebih dahulu masalah Irian Barat, selesaikanlah ini dan selesaikanlah itu dsb. dsb.”, demikian Presiden. Tegasnja waktu itu, Presiden tidak berani menentang materi kebenaran jang terdapat dalam kata-kata jang tertjantum dalam utjapanku itu, dan kemudian Presiden beralih kepada soal-soal lain. Dan setelah rapat pertemuan peringatan Maulud Nabi jang berkesan itu selesai, maka kami bersalaman satu sama-lain. Hamka dirangkul Bung Kamo dan diadjak kedalam Istana, sedang akupun dirangkul oleh Panitia dan diadjak kerumah. Dan kami pulang ke Djakarta sendiri-sendiri.

Pada malam harinja, aku datang ke rumah Hamka, di Gang Tuwa Hong, Kebon Djeruk menanjakan kepadanja, apakah gerangan jang dikatakan Presiden kepada Hamka tentang pidatoku tadi. Ia mengatakan, tidak ada apa-apa. Ia tidak memandangnja negatif, tetapi tjuma ia menanjakan Waang; anak mana Firdaus itu ? Dan saja mendjawabnja terus terang, kata Hamka. ”Ia adalah putera Ma- nindjau ! Kemudian Presiden menarik nafas pandjang dan mengutjap- kan : Masja Allah ! Manindjau lagi, masih muda telah bisa begitu !”.

Bung Karno memang banjak kenal dengan tokoh-tokoh jang berasal dari Manindjau. Dr. Abd. Karim Amrullah, ulama jang radikal progressip itu, adalah kebetulan dari Manindjau. A.R. Sutan Mansur, ex Ketua Um!um Muhammadijah jang terkenal, jang oleh Bung Kamo dipanggil kakanda, djuga dari Manindjau. Muhammad Natsir, jang sudah tidak asing lagi, K.H.M. Isa Anshary, Sabilal Rasjad, H AM K A , Rasuna Said, Duski Samad, Laksamana Nazir, jang kesemuanja adalah mutiara-mutiara pemimpin jang berasal dari Manindjau. Sedang dari kalangan angkatan mudanja, terdapat antara lain namaku sebagai kader-mereka.

Dan beberapa hari kemudian setelah pidato Bogor itu, aku bertemu dengan Asa Bafaqih, Pemimpin Redaksi harian Peman­dangan waktu itu, dan sekarang mendjadi Duta Besar R.I. di Al- Djazair. Ia bertanja kepadaku: „apakah gerangan pidato Saudara di Bogor ?” ’’Biasa sadja !”, kataku.

”Ada apa Saudara Asa ?”, tukasku.

’’Bung Karno mengadu kepada saja tentang pidato Saudara di Istana Bogor itu. Dan beliau berkata: ’’Awal pemuda jang beroposisi kepada saja (Sukarno) di Istana saja”. Demikian Asa Bafaqih menjampaikannja. ’’Terima kasih !”, ’’suatu penilaian jang tjukup wadjar” sahutku sambil tersenjum-simpul.

Tetapi bagaimana gerangan kesan Bung Karno, andaikata ia tahu, bahwa pemuda jang pidatonja dikaguminja itu adalah ”mu- rid”nja dalam soal teknik pidato, tetapi murid jang tidak diketa- huinja sama-sekali, murid jang tidak langsung. Dan beberapa waktu

57

Page 59: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

iemudian, aku menerima surat utjapan terima kasih dari Panitya perajaan Maulid Nabi di Istana Bogor itu atas pidatoku jang telah

kuutjapkan itu.

Pada tahun 1953 itu djuga Alim-Ulama tertentu dalam suatu sidaniznia di Tiipanas memberikan titel gelaran ’’Wahiul Amri Dharuri bissjaukah” kepada Presiden Sukamo. Sudah barang tentu titel ini diberikan oleh kalangan kijai jang sebagian ingin mendjadi kesaiangan Istana, ingin membuat djembatan emas ke Istana, jo- balah fikir, bukankah ummat Islam sedang dilukai hatinja oleh Bung Karno ketika itu akibat beleid politiknja dan pidato Amun-

tainja jang terkenal menentang ideologi Islam itu !

Aku mengambil sikap menentang keputusan itu dan kemudian membuat artikel jang membahas gelar Walijul Amri itu menurut hukum ketatanegaraan Islam jang aku rasa tidak memenuhi sjarat untuk dilekatkan kepada pribadi Bung Karno. Sjarat-sjarat jang sudah ditentukan bagi seorang walijul Amri telah ditentukan pokok- pokoknja oleh Tuhan didalam Al-Quran dalam Surat Al-Maidah 55, dan dibahas oleh para ahli hukum ketata-negaraan Islam. Berdasar dalil-dalil jang aku kemukakan dalam tulisan itu, aku mengambil kesimpulan, bahwa gelaran walijul Amri Dharuri kepada Bung Karno itu : tidak sah ! Artikel ini dimuat oleh harian „Abadi” tepat pada waktunja. Masjarakat mendjadi terbuka matanja, maka timbullah tantangan dari ulama-ulama progressip seperti dari Arsjad Thalib Lubis Medan, K.H. Munawar Chalil Semarang (almarhum), dan lain-lain. Dan baru 13 tahun kemudian, jakni setelah muntjul gene­rasi 66, masjarakat baru insaf dan jakin akan kekeliruan gelar itu, dan berbagai organisasi Islam menuntut supaja gelar itu ditjabut, karena tidak tjotjok dengan pribadi jang menerima gelar itu. Karena Bung Karno setjara terus-terang mengakui, bahwa ia adalah seorang Marxist jang jakin. Dan diantara organisasi jang menuntut pen- tjabuian gelar itu adalah PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) sendiri, organ mahasiswa Nahdhatul Ulama, jang me­nuntut kepada N.U. supaja mentjabut gelar itu kembali dari Bung Karno, karena seorang Marxist tidak tepat memiliki gelar tsb. (Harian KAM I 22-9-1966).

Fatwa pemberian gelar „Walijul Amri Dharuri bisj Sjaukah'’ inilah jang menambah ruwetnja suasana politik, karena Bung Kamo mungkin barangkali telah merasa seolah-olah sebagai chalifah atau amirul mukminin jang harus dita’ati segala tindak-tanduk dan pe- rintahnja oleh kaum Muslimin. Bung Karno telah mendjadi kagum kepada dirinja sendiri, udjub, dan segala tindakannja harus dibenar­kan.

Pada tahun 1954 timbul pula peristiwa jang lebih menggem­parkan masjarakat, baik didalam maupun diluar negeri. Sukamo Presiden R .I. kawin lagi dengan seorang wanita tjantik dari Salatiga,

58

Page 60: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

rukvin den£^ su^inja SiJW^do. seb lu(imia

Masjaf^at v nita Indone ., pditepgab tjefth. Mereka meng^cAngar ba l.Uu pajM aA Jv

bia$a, Harti^j diboikot ¿ala^n btfrbagai Kan r c ^ 1 jarig M ir

sernDilan bU^ti or^nisasi vV^nj^ Indo^^rt^ lTluai1, 'Tidak Bh^yaogkar} dan ^rganiasi w ^ t a I s l ^ i a t e r n a k pcr^ur|t l ' e ^

nemang per^awin^^n itu. It>u Fatn^Wa?? m^ndjid» satlJ t>arisoit ^ lt>

minta tjeraj Bei^atjaih-irtatjani fitn^k keluaf .<*ri jsti»^as da^

mendjadi-dj^Ji. Tetapi t»dak kundj, *elah u,^bul» esa^ ^

resryi dari pjliak istana. Diin s telah ji ^g datang^ja p£nj>Urnu ^

itu jang kemudian difoto-cOpy oleh hae.twiiri ™embongki»r Perisij.

pihak istan^ mengeluarkan pernjataa^1 1 i j ia

memang tel^jj kav/in pada bulan Djuli Mnhwa. * j , rQo

njonja Harumi, tetapi pengumuman jan» , ‘ nieha.TiI^ tami t ^

bagi masjar^lcat. Tanggal kawinnja dim ! j i n ■ anJa

jang semestijjja. Kehebohan u,j makin ¿ “ makii „duas

keduma im.versitas, d.mana seorang p fcssor menja ta £a‘

pendapatnja. Perdana Menteri Al, Sas,roamidjoio mentjob^ *■

tjampunnja, tetapi kabarnja dibentak oleh Presidca Sukarno.

Sepulang aku dari tanah-sutji Makkah menunaikan rukun Islam

kelima, aku diminta oleh redaksi Harian Indonesia Raya supaja

memberikan suatu pembahasan dalarn bentuk suatu artikel jang

ditindjau dari hukum Islam. Mengingat kehebohan makin memuntjak

tinggi djuga, maka akupun menulis sebuah artikel jang berdjudul

’’Dengan Hukum Islam Meneropong Perkawinan Sukarno dengan

Hartini”. Aku berikan tulisan itu kepada Pemimpin Redaksinja

Mochtar Lubis, dan ia mengatakan: Ilmiah, Islamiah, kita akan

memuatnja.

Tulisan itu muntjul dengan nama samaran, MUCHLIS. Artikel ini sangat interesant bagi publik sesuai dengan selera mereka, apa­lagi artikel itu selain memberikan analisa berdasarkan fakta-fakta, ia djuga dihiasi dengan foto-foto elise jang menambah authentiknja tulisan itu. Sebagai kesimpulannja, aku mengeluarkan idjtihadku, bahwa perkawinan Sukarno-Hartini itu tidak sah dilihat dari hukum Islam. Bung Kamo mendjadi gelisah dan pemerintah jang bertang- gung-djawab waktu itu mendjadi bingung dan achirnja perkawinan itu diulangi kembali, tetapi aku kemudian muntjul lagi dengan ana­lisa dan kejakinan setjara ilmiah-fiqhiah, bahwa perkawinan itu tetap

tidak sah.

Disamping itu, aku memberikan way-out bagaimana tjaranja supaja perkawinan itu mendjadi sah menurut hukum Islam, karena aku pada prinsipnja tidaklah anti poligami jang sehat. Kijai H. Masjkur, Menteri Agama waktu itu dipanggil oleh Wakil Presiden Dr. Moh. Hatta untuk diminta memberikan reaksinja ataupun korek- sinja atas tulisan MUCHLIS di Indonesia Raya itu, kalau ternjata

Page 61: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

tulisan itu tidak benar dari segi Islam. Tetapi sama sekali beliau tidak pernah memberikan bantahan apa-apa. Dan disamping itu

Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo memanggil Mochtar Lubis setjara pribadi, dan Mochtar berdjandji akan membuat suatu artikel tan- digan kalau sekiranja Perdana Menteri Ali dapat mentjarikan se­orang Kijai untuk menjanggahnja dengan analisa ilnuah-diniah.

Dan ternjata sampai sjahidnja Indonesia Raya empat tahun kemu­dian, tidak seorangpun jang memberikan 'bantahan atau artikel tan­dingan atas tulisan itu, bahkan pihak familinja Hartini mengirimkan

surat terima kasih.

Adalah mendjadi tanda-tanja bagi pembatja harian Indonesia Raya waktu itu, siapakah sebenamja MUCHLIS itu, tetapi umumnja orang berpendapat, bahwa itu nama samaran. Tetapi samaran siapa ? Disinilah terdapat bermatjam dugaan dan spekulasi disana-sini. Ada jang menduga, bahwa hal itu adalah nama samaran dari Muhammad Natsir, karena nama samaran itu pernah dipakainja dizaman sebe­lum perang dalam tulisan-tulisannja di Pandji Islam, Medan. Ada jang mengatakan, bahwa itu adalah nama samaran Mochtar Lubis sendiri, karena Mochtar dianggap seorang wartawan jang all-round, disamping ada pula jang menduga nama samaranku sendiri. Bung Natsir setelah artikel itu keluar sebanjak empat kali serie berturut- turut, pernah mengatakan kepadaku, bahwa ada orang jang salah kira mengirim surat kerumah beliau Djalan Djawa 28 jang berisi utjapan terima kasih, bahwa Muchlis telah mulai menulis kembali. Ja, mereka keliru tetapi memang ada jang menjebabkan mereka keliru, kata beliau, mungkin barangkali irama gaja bahasanja itu hampir-hampir mirip dengan lenggang bahasanja Bung Natsir, ia tersenjum. Tetapi mereka kurang tjermat, karena nama samaran Bung Natsir adalah pakai tambahan A. singkatan dari Abu, jaitu Abu Muchlis, tetapi aku memakai MUCHLIS tanpa A.

Redaksi Indonesia Raya menjimpan rapi rahasia itu, dan barulah tudjuh tahun kemudian setelah aku ditangkap polisi hal itu dapat diketahui oleh orang lain, terutama setelah aku dihadapkan kemuka medja hidjau pada tahun 1964.

Demikianlah serba-serbi bungarampai kissah kenangan dan tindjauan kezaman lampau sebagai prolog perkara ini.

Kabinet Ali Pertama jang banjak dosanja kepada rakjat itu dengan kerintjuan-kerintjuan disegala lapangan, baik politik-ekono- mi maupun militer tetapi dipertahankan oleh Bung Karno, achimja djatuh d juga ; tetapi bukan oleh kaum politisi tetapi oleh kaum militer. KSAD Zulkifli Lubis datang keistana, dan beberapa hari kemudian pada bulan Djuli 1955 terdjungkirlah Kabinet jang dibentji rakjat itu, setelah memerintah 2 tahun lamanja, suatu Kabinet jang terpandjang umumja dibanding dengan kabinet-kabinet jang lain- lain, karena Bung Karno berdiri dibelakangnja.

60

Page 62: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Kabinet Burhanuddin Harahap naik dan dilantik pada tanggal 11 Agustus 1955 tanpa PNI diistana Negara, bukan oleh Bung Karno tetapi oleh Bung Hatta. Dan karena itu gerilja politik Bung Kamo tetap bermain dibelakang tabir.

Kabinet Burhan adalah kabinet jang membawa harapan dan angin baru bagi rakjat Indonesia, karena ia dapat menghimpun kekuatan-kekuatan jang hidup dalam masjarakat dan mendndukkan the righ nian in the righ place. la dapat mempersatukan Partai- Partai Islam dalam Kabinet (Masjumi, NU dan PSII), dan ia dapat dengan sekali gus mengatasi kesulitan ekonomi dengan penurunan harga-harga jang drastis dengan bukti-bukti jang njata. Maklum, waktu itu Prof. Dr. Sumitro duduk dalam kabinet selaku Menteri Keuangan, sebagai seorang ahli ekonomi kaliber internasional. Dan dibidang sosial-politik, Kabinet ini berhasil menunaikan pelaksanaan pemilihan umum jang pertama kali di Indonesia. Namun demikian suksesnja Kabinet ini, permainan politik Bung Kamo jang berhasil menjusup kedalam diri partai-partai Islam sekawan, maka achirnja timbullah keretakan dikalangan mereka. NU dan PSII terpengaruh dengan bisikan-bisikan Bung Kamo sehingga achirnja pada tanggal 19 Djanuari 1956 semua menteri-menteri NU dan PSII ditarik oleh partainja masing-masing dari Kabinet. Burhan merasa ditinggalkan „ oleh teman seperdjuangan sendiri karena intrik-intrik dari luar.

Disamping itu perongrongan Bung Kamo berdjalan terus. Dan pada suatu ketika Burhan pernah melaporkan dalam sidang partainja, bahwa mobilnja selaku Perdana Menteri pernah dirintangi oleh pengawal istana dipintu masuk, sehingga setelah adjudan Presiden Major (sekarang Brigdjen) Sugandi datang, barulah Perdana Menteri dapat masuk untuk membitjarakan masalah politik jang menjangkut soal negara.

Pada tahun 1955 itu Bung Karno naik Hadji ke Makkah. Rakjat mengharapkan semoga setelah melakukan ibadah hadji ditanah sutji itu, akan dapat merubah watak dan tabi’at Bung Karno terutama permainannja dalam arena politik. Tetapi harapan itu hanja tinggal harapan belaka, karena sikap dan tindak-tanduk serta sepak terdjang Bung Karno temjata tidak berubah dari sediakala.

17 Agustus 1955 ulang tahun R.I. jang ke-X diambang pintu. Aku menjongsong hari jang bersedjarah ini dengan sebuah artikel jang berdjudul: 10 Tahun Bung Karno djadi Presiden R.I. Tulisan ini dimuat oleh harian ABADI dengan dihiasi oleh gambar Bung Karno sedang .berpidato membuka kerongkongannja. Sebelum itu Bung Kamo sering mengantjam akan keluar dari istana, bila ke- tjaman-ketjaman kepadanja tidak dihentikan masjarakat. Dan me­mang ketjaman kepada beliau datang dari berbagai pihak akibat tidak berhasilnja beliau memberikan ketenteraman politik kepada rakjat. Bahkan „menantunja” sendiri Asmara Hadi djuga waktu itu

61

Page 63: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

mengetjam Bung Kamo dan mengandjurkan supaja Bung Kamo

mengenal pribadinja lebih baik.

’’Kita mengharapkan dari orang jang telah pulang dari Makkah menuaikan rukun Islam, dari orang jang telah mentjetjahkan ke- ningnja mentjium batu hitam (hadjar aswad), perubahan sikap-sikap- nja jang positip bagi kepentingan ummat dan negara’ , demikian tulisku antara lain. ^Tetapi harapan itu hanja ternjata tinggal harapan belaka”. „Dan berkenaan dengan keinginan Bung Karno untuk meninggalkan Istana Negara untuk hidup sebagai orang biasa, maka sepatahpun tidak ada undang-undang jang melarang Bung Karno untuk melakukannja. Memang lebih baik Bung Kamo kembali hidup bersama rakjat biasa, rakjat jang sekarang ini diban- ting-bantingkan oleh ombak kemiskinan dan kemelaratan, daripada hidup mewah diistana jang indah djauh dari rintihan dan keluhan- keluhan rakjatnja. Apa jang didapat rakjat selama sepuluh tahun ini, tidak lain daripada kemelaratan dan kemiskinan serta kerin- tjuan-kerintjuan politik disana sini”. Demikian antara lain tulisku dalam memperingati ulang tahun kesepuluh usia Republik Indonesia ketika itu ja, sepuluh tahun Bung Karno menduduki kursi kepala

negara.

Madjalah WAKTU sebuah mingguan jang berpengaruh dan populer jang terbit di Medan waktu itu, rupanja sangat simpathi kepada tulisanku itu, dan dia kemudian menempatkanku dalam kolom ketjil apa jang disebutnja ’’ORANG-ORANG Berani” .

Demikianlah Aku dan Bung Karno, seorang pemuda jang dulu- nja sampai usia 25 tahun (1949) adalah pengagum Bung Kamo, ke­mudian berubah 180 deradjat mendjadi opposant, sehingga mendapat djulukan dari Presiden sendiri sebagai: awal pemuda jang berop- posisi kepada saja di Istana saja !

Tetapi al-Hamdulillah dengan demikian itu aku tidak berketiil hati, dan tidak berputus asa karena memang aku beropposisi kepada tirani dari mana dan dari siapapun datangnja, jakni selama aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melakukannja. Dan aku per- tjaja, bahwa akan datang suatu generasi penegak keadilan dan kebenaran jang akan melakukan tugas sutji itu dengan lebih berani, lebih militant, lebih radikal dan lebih progressif-revolusioner dari pada aku sendiri.

Tak ada kezaliman dan kebathilan jang dapat berkuasa buat sclama-lamanja tanpa ada perlawanan dari rakjat jang tertindas.

Tak ada seorang tiran jang mengachiri lembaran sedjarah hidupnja dengan gemilang. Dan tak sesuatu kekuasaan duniawi jang mampu untuk membendung generasi keadilan dan kebenaran itu untuk se- lama-lamanja. Memang hukum sedjarah tak akan bisa dibendung !

’’Karena hanja ke’adilanlah jang dapat memberikan kebahagiaan kepada rakjat umum dalam negara”, kata Aristoteles.

62

Page 64: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

BAGIAN III

PENDJARA. SALEMBA

PADA suatu hari aku dipanggil Polisi unluk diperiksa lagi, tetapi kali ini adalah di Departemen Kepolisian. Dan setelah selesai di­periksa, Polisi bertanja kepadaku : apakah Sdr. Firdaus barangkali ingin mengirim surat? ”Ja, tentu”, djawabku. Aku diberi kertas untuk itu. Dan kemudian akupun kembali kecelku menulis surat.

Aku menulis surat kepada Departemen Kepolisian dan kepada De­partemen Kedjaksaan dan kemudian aku kirimkan melalui po­lisi sendiri. Dalam surat itu aku mendesak pihak jung berwadjib itu supaja aku dikeluarkan dari tahanan cel ini, karena aku merasa tidak bersalah melanggar undang-undang. Dan aku bertanja ke­pada pihak jang berwadjib itu : sedjak kapan undang-undang ber­

laku surut? Dan karena itu aku minta dibebaskan sama sekali!

Aku mengirim surat kepada Kedjaksaan Agung, karena sedjak tgl. 17 Djuli 1961 perkaraku telah diambil over oleh Kedjaksaan Agung walaupun masih ditahan di MBPN. Berbareng dengan suratku itu, rupanja isteriku dengan dibantu oleh Sdr. JMursiah S.H. famili isteriku, seorang Hakim di Pengadilan Negeri Djakarta, djuga da­lang ke Kedjaksaan Agung mengadjukan surat supaja aku ditahan diluar dengan alasan-alasan sosial-ekonomi. Dan selain daripada itu Murskih sendiri setjara langsung bitjara dengan Djaksa Tinggi Wakil Kepala Dinas Reserse Kedjaksaan Agung Basaruddin S.H. dan Djaksa Agung Gunawan S.H., mendesak supaja aku dipindah­

kan dari tahanan Cel MBPN.

63

Page 65: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Petrus, Inspektur Polisi pernah mengatakan kepadaku, bahwa bagi DPKN ada seorang tokoh Polisi jang kami dengar pertimbang- an-pertimbangannja- Orang itu ialah Sularto. Aku tak tak tahu siapa orangnja dan djabatannja, dan kemudian baru aku ketahui, bahwa dia adalah Kepala Staf BPI Subandrio jang mendjadi musuh bagi pemimpin-pemimpin Islam dan kaum Anti Komunis. Tetapi, aku achirnja djuga dikeluarkan dari Cel MBPN dan dipindahkan kepen- djara Salemba. Dan sebelum aku meninggalkan MBPN, Petrus, se­orang Nasrani jang baik hati itu pernah mengadjukan saran ke­padaku, bahwa ia ingin membatja sesuatu kesan-kesanku selama berhubungan dengan dia terutama selama aku didalam pemeriksaan polisi. Dan aku mendjawab: Insja Allah, setelah aku menghirup

udara alam bebas kelak.

Demikianlah pada awal Oktober 1961 aku dipindahkan kepen- djara Salemba dengan sebuah mobil ICedjaksaan Agung bersama- sama dengan Rusli dan Jubahar. Aku dan Rusli ditempatkan disatu Blok sedang Jubahar dipisahkan ke Blok lain. Dan tiga hari kemu­dian barulah aku dan Rusli dipindahkan pula ke Blok jang terbaik jaitu, Blok R jang menurut istilah orang-orang pendjara Salemba : Blok Intelek. Di Blok ini terdapat banjak pengusaha jang kaja-raja seperti A.M-, jang dipersalahkan karena tindak pidana ekonomi. Disini djuga aku bertemu dengan Pak Kafrawi ex Sekretaris Djen- deral Departemen Agama, dan di Blok R ini pulalah beberapa minggu sebelum aku datang, Anwar Tjokroaminoto, Presiden PSII jang ter­kenal djudjur itu ditahan.

Dibanding dengan Cel MBPN Kebajoran Baru, maka pendjara Salemba ini dapat dikatakan ’’Surgai” bagiku. Disini aku diberi kasur oleh seorang pengusaha jang ibaik, M. Basar (sekarang pe­milik rumah peristirahatan ’’Merdeka” di Tjipanas) 'bersama ke- lambunja. Aku ditempatkan disebuah kamar jang terbesar bersama lima orang penghuni lainnja.

Dalam blok R ini kami bergaul mesra. Waktu siang hari kami bermain bulu-tangkis dan sore harinja kami bermain sepak-bola dilapangan pendjara. Dan bila magrib telah datang kami menunai­kan sembahjang magrib bcrdjama’ah, dan sudah barang tentu aku­lah jang mendjadi imamnja. Dan adalah kebiasaanku pribadi, bila selesai sembahjang subuh, aku bergerak badan tian berlari-lari keliling pendjara sampai sepuluh atau sebelas kali keliling. Dengan demikian aku mendjaga kondisi badanku selama dalam tahanan agar tetap sehat. Benar djuga beberapa waktu sebelum aku dibe­baskan dari pendjara berat badanku bertambah tiga kilo.

Namun demikian pendjara tetap pendjara dengan segala per- aturan-peraturannja jang mengikat. Kadang-kadang kami merasa seperti ajam ; pagi-pagi pintu 'kandang dibuka dan sore harinja sesudah Magrib kami harus segera masuk kamar masing-masing karena tukang kuntji telah terdengar datang membawa anak kuntji,

64

Page 66: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dan sebentar kemudian kami telah berada dalam djeridji-besi sam­pai pagi. Kami tetap bangun lebih pagi untuk mengedjar subuh dan 'kalau dikamar kami air kering, kami terpaksa menongol di- tjelah-tjelah terali besi menunggu djuru-kuntji datang karena kami akan pergi kesumur mengambil air \vudhu’ ; dan dalam keadaan jang demikian itu seorang kawan mengomel: apa kita ini dianggap hewan sadja ?

A M . adalah seorang hartawan keturunan Arab. Ajahnja baru sadja meninggal di Hadhra Maut seketika mendengar anaknja masuk pendjara dengan hukuman jang amat berat. Baharsan S.H. Djaksa Tinggi, Kepala Kedjaksaan Pengadilan Istimewa Djakarta menggandjarnja dengan tuntutan 10 tahun pendjara, sedang Ha- kinuija mendjatuhkan vonnis 9 tahun. Waktu itu ia barusan kawin lagi dengan seorang puteri, tudjuh bulan sebelumnja. Ia tjeritakan ini kepadaku agar aku dapat membudjuk hatinja. Ia adalah seorang anggota NU dan Anshor. la merasa gembira berdampingan sekamar denganku, karena selain bisa menghiburnia, diuga membangunkan- nja tengah malam untuk melakukan sembahjang malam ^tahadj- % djud). Setiap malam kami bangun melakukan Tahadjdjud sendiri- sendiri memperteguh bathin dan memohon rahmat, taufiq dan hidajah Ilahi. Tjuma Rusli sering mengganggu anak muda jang kaja ini dengan kata-kata : ’’Saudara Ali ! Kalau saja seperti Sau­dara, saja tidak rela masuk pendjara in i !" ’’Kenapa demikian ?” djawab Ali. ’’Karena Partai Saudara sedang berkuasa, dan kawan- kawan Saudara banjak djadi Menteri, sedang kesalahan Saudara adalah ketjil : Mendjual mesin tulis, sedang hukumannja demikian besar, 9 tahun !” kata Rusli.

Didalam pendjara aku adalah laksana pendeta. Membudjuk, menghibur dan memberi nasihat keagamaan kepada rekan-rekan tahanan, baik selagi ada di Cel MBPN maupun dipendjara Sa­lemba. Kawan-kawan tahanan harus dihibur dan diberi harapan, dengan mejakinkan diri mereka, bahwa dunia ini berubah-ubah, dunia ini adalah fana, tak ada jang abadi. Bagi mereka masih ter­buka zaman depan jang indah bila mereka keluar dari pendjara ini. Fadjar-fadjar jang terbit akan membawa harapan-harapan baru bagi nasib mereka- Ali berdjuang sekeras-kerasnja memprotes hu­kuman jang dirasanja tidak adil itu. Ia tidak dapat menerimanja begitu sadja. Achirnja berkat jakin, ia keluar dari pendjara setelah dua tahun ia berada dalam tahanan.

Aku masih tidak boleh dibezuk, ketjuali oleh keluargaku sen­diri. Orang-orang tahanan Kedjaksaan Agung didjaga rapi sede­mikian rupa, sehingga waktu bertemu dengan isteriku sendiri se­kali seminggu, setiap hari Kamis kami tetap diawasi oleh pe­tugas jang sengadja dikirim oleh Departemen Kedjaksaan sendiri.

Waktu itu kawan-kawan di Salemba sangat antipathie kepada Wakil Djaksa Agung Sunario, jang menurut istilah mereka terlalu

65

Page 67: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

ikedjam kepada orang tahanan. Belakangan setelah peristiwa Ges- tapu/PKI, terdengar, bahwa Wakil Djaksa Agung Sunario itu di­amankan (batja : ditangkap).

Ketika ajahku dan Mamakku, datang dari Sumatera ingin me­nemuiku kependjara, mereka tidak diperbolehkan masuk, karena menurut petugas dari Kedjaksaan Agung jang datang di Salemba waktu itu, jang dimaksud dengan keluarga adalah hanja terbatas kepada isteri dan anak belaka, sedang ajah, tidak. Suatu ketentuan jang menggelikan. Ajahku dan Mamakku pada hari itu melambai- lembaikan tangan mereka diluar tenibok, dan aku mendjawabnja dari dalam dibalik tembok ditjelah-tjelah djeridji besi dalam djarak kurang lebih enam meter- Tetapi namun demikian hatiku terhibur djuga, dan aku mengirimkan kepada mereka suatu ’’senjuman- manis” dari pendjara. Suatu suka-duka jang tidak akan mudah terlupakan ! Tetapi tidak demikian halnja dengan seorang ibu jang datang dari Bogor mendjengu'k anaknja, jang meronta-ronta, mem­berontak dirnuka pintu gerbang pendjara karena dia dihalagi oleh pendjaga pintu bertemu dengan anaknja, dan setelah dia menjerang pendjaga pintu dengan segala tjatji maki jang datang 'bertubi-tubi bagaikan senapan mesin, maka achirnja ibu jang tak sa'bar lagi itu achirnja diizinkan djuga bertemu dengan anak kandungnja.

Tetapi ajahku dan mamakku, sebagai seorang ulama tidak akan berbuat demikian, dan disitulah adjaran sabar dipraktekkan, karena ia djuga pernah berpengalaman sebagai seorang penghuni pendjara kolonial.

Setiap orang jang masuk tahanan pendjara, otaknja tidak terle­pas berfikir kebelakang, mengenai dapur rumah-tangga anak-isteri- nja ; ketjuali kaum haves. Tetapi al-hamdulillah hal itu dapat diatasi oleh isteriku jang setia dan lintjah. Ia membuka sebuah warung ketjil dirurnah. la mendjual barang perhiasannja sebagai kapital. Dan dikala ia bezuk aku diberi kabar, bahwa warungnja adalah laris.

Dengan begitu seolah-olah ia berkata: djangan kuatir tentang peng­hidupan rumah-tangga ! Dengan djalan itu fikiranku mendjadi aman- tenteram. Dan setiap kawan dan famili jang dalang kerumah me­lihat anak-anakku, semua mereka memudji isteriku atas initiatif- nja setjara berdikari mengatasi kesulitan ekonomi rumah-tangga, disa’at-sa’at jang sulit dimana ia tinggal sendirian mendajungkan perahu rumah-tangga ditengah-tengah gelombang krisis ekonomi jang mengantjam. Aku turut mengaguminja sebagai seorang isteri pcdjuang jang tahan dilamun ombak.

Memang pendjara merupakan batu udjian bagi seseorang suami dan djuga bagi seseorang isteri. Banjak orang jang luntur semangat dan dinamika djihadnja setelah dibenamkan oleh jang berkuasa kedalam pendjara. Dan banjak pula isteri jang meninggalkan suami- nja dikaLa menghadapi tjobaan jang berat bergumul didalam djeridji

66

Page 68: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

•besi dengan seribu satu masalah jang membuat kepala pusing. Me­reka sampai hati meminta tjerai, karena tidak tahan menanti dan bermatjam-matjam alasan jang dikemukakan. Achimja kasih-sajang keluarga, antara anak dan ajahnja mendjadi terputuslah. Tetapi tidak kurang pula isteri-isteri jang mempunjai iman jang teguh, insaf mengerti dan dapat merasakan dengan kesadaran jang penuh akan nasib pahit jang sedang diderita oleh suami atau tunangannja. Isteri-isteri dikampung kami Manindjau, dalam hal ini dapat ditiru.

Beberapa orang diantaranja dengan sabar menunggu kedatangan kembali suaminja jang dibuang oleh Belanda ke Digul sampai 17 tahun lamanja dengan penuh setia jang luar biasa, dan baru setelah Indonesia Merdeka mereka bertemu kembali- Dan konon kabarnja Maria Ulfah bekas Menteri Sosial Kabinet Sjahrir kawin dengan Subadio, diwaktu jang terachir ini berada dalam pendjara Madiun sebagai korban fitnah Subandrio-Gestapu/PKI. Dan disamping itu adalah menjedihkan nasib seorang perwira jang ditahan dipendjara Salemba dimana isterinja minta tjerai dan kemudian kawin dengan laki-laki lain dirumah bekas suaminja jang sedang terbenam dalam tembok pendjara itu. Sikap dan perlakuan wanita jang tidak solider inilah jang banjak menimbulkan drama pembunuhan, bila kelak ternjata suami jang telah sakit hati itu keluar dari pendjara tidak dapat mengendalikan amarahnja jang terpendam selama ini.

Masalah libido, tegasnja libido sexualis, adalah masalah jang vital bagi anak-tjutju-Adam dan Hawa selama hidup diatas dunia ini. Bahkan Sigmund Freud (1856-1939), ahli djiwa bawah sadar Jahudi-Austria, mendjadikan masalah ]ibido-sexualis itu sebagai adjaran pertamanja jang pokok, dimana segala kegiatan manusia katanja tidak bisa dilepaskan dari pengaruh libido sexuil ini. Dan bagi orang-orang tahanan pendjara, hal ini merupakan suatu problim jang sukar, 'bahkan sering memusingkan kepala mereka, terutama bagi mereka jang baru sudah kawin. Dan semua orang akan tahan ditahan seumur hidupnja apabila ia bersama-sama dengan isterinja. Tetapi dengan begitu, arti pendjara tak ada lagi.

Bagi mereka iang kaja soal sexull' itu tidaklah merupakan prob­lema jang sulit baginja. Sebab dimana-mana uang adalah radja, dan dalam hal ini pendjara tidak terketjuali. Orang-orang seperti A. R. ASLAM, radja tekstil jang terkenal itu, waktu itu djuga seorang tahanan pendjara Salemba, saja lihat dia dapat pulang setiap hari ; dan sore harinja barulah ia pulang kependjara kembali, tak ubahnja pendjara baginja sekedar asrama pelepas lelah 'belaka. Ali jang baru kawin 7 bulan itu, saja perhatikan ia dapat menemui isteri mudanja itu kalau tak salah sekurang-kurangnja sekali seminggu. Dan bila ia pulang kembali kependjara, maka riuhlah kawan-kawan di Blok R tertawa gigit djari karena iri menjongsong kedatangan Ali.

Dan kawanku sendiri Rusli diwaktu masih di MBPN dapat djuga

67

Page 69: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

menembus dinding tembok untuk „mendjenguk istennja jang

sengadja datang dari Solo. Demikianlah kaum Haves me" 8 problematik libido sexualis itu dengan djalan jang tidak dapat dika E s u l i t . Karena itu tidak usah heran kalau seorang Ikawan selama dia dalam tahanan, isterinja hamil dirumah dan melahir*an seorang

anak sehingga para tetangganja iberbisik-bisik keheranan.

Orang-orang tahanan jang rendah moralnja mengatasi masalah

mfsu-siahwat jang dapat membawa ekses neurosa (p j« ,

Uu deni’Am djalan ang rendah pula : homo-sexuii oranc iang ta’at beragama mengatasinja dengan djalan terhorm seperti melakukan puasa, mengerdjakan shalat sunnat m em taya kitab Sutji Al-Quran, membatja buku-buku agama, mentbalja buka

buku filsafat jang menghendaki berhkir memeras ° ^ ‘kukan banjak bergerak badan. Dan aku sendir. memilin tjara-tjara

jang terachir ini.

Sediak meletusnja Proklamasi kemerdekaan pada tahun |^45 sampai dewasa ini aku memilih sembojan: berdjuang sambil bela- djar. Inilah sembojan hidup jang lebih tepat kurasa bagi seoranj pemuda pedjuang jang dibesarkan dalam arus perdjuangan /evolusi £ng sedang memetjah hebat. Dan waktu aku dilemparkan kedalam cel tahanan Markas Besar Polisi Negara (MBPN) aku adalah maha­siswa sastera Universitas Nasional jang terkenal dengan Universitas perdjuangan itu. Dan karena itu aku banjak beladjar mentela an buku-buku peladjaran selama dalam pendjara dengan harapan se- keluarku dari pendjara dapat menempuh udjian dengan sukses, disamping hal itu dapat membantuku untuk mengatasi masalah libido diatas tadi. Dan al-Hamdulillah harapanku tersebut terkabul

dengan baik.

Seorang tahanan jang baik ialah mereka jang tidak mau me- ngelamun sendirian dikamar tahanannja, karena pengelamunan itu adalah amat berbahaja bagi orang-orang jang s e d a n g korban pera­saan atau tertekan djiwanja itu. Dan kalau penjakit ini datang, maka aku tjepat-tjepat keluar kamar berdjalan-djalan ke Blok-Blok lain bitjara-bitjara sesama tahanan untuk menghilangkan fikiran- likiran jang kadang-kadang risau djuga. Aku bitjara dengan P a k

Kafrawi jang suka bertjerita tentang p e n g a lam an - p e r\ g a la m an n ]a

zaman lampau sedjak dia djadi Wedana, Residen dan Sekretaris Djenderal Kementcrian Agama dan bahkan keinginannja png su . matang untuk mcndjadi pegawai staf PBB di Amerika Serikat, te api nasib menentukannja lain. Kadang-kadang aku bitjara dengan pemain olah raga adu-tindju jang sering diadakan djuga didalam pen jara, atau bitjara dengan orang hukuman seumur hidup atau seorang pembunuh anak-kandungnja sendiri karena kesalahan guru mis jang ingin pula meniru bagaimana tjerita N a b i I b r a h i m mengorban­kan anak kesajangannja Ismail a.s. Semua itu kulakukan demi

68

Page 70: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

mengusir fikiran-fikiran jang bukan-bukan jang sekali-sekali datang liiencgoda. Maklumlah aku dikatakan orang sebauai tahanan Pre­siden jang sedang berada dipuntjak kekuasaannja waktu itu.

Rusli temanku sering mengeluh karena kepalanja sering pusing-

pusing terutama bila ia menerima surat isterinja dari Solo la

mengata^an’ 'bahwa ia tidak tahan lagi lebih lama dalam pendjara Salemba ini. Ia memperlihatkan surat isterinja itu kepadaku jang

berisi kalimat-kalimat tjinta berahi jang antara la in : lekaslah kakanda pulang ke Solo akan kunanti dengan sepenuh tjinta-kasih !

Demikian antara lain bunji surat jang memusingkan kepalanja itu,

seingatku. Sambil mem'barut-barut kepalanja aku berikan djuga

sugesti pengharapan kepadanja, insja Allah kita tidak lama lagi

tentu akan keluar dari pendjara ini, karena kawan kita diluar tidak­

lah diam. Kemudian datang pula Jubahar merengek-rengek dan setelah dibudjuk dengan makanan dan rokok barulah ia tenang kem­

bali dengan harapan segera pulang.

Aku adalah seorang jang tidak pertjaja kepada Tachajul. Pada

suatu ketika setelah kami scmbahjang Magrib berdjama’ah, maka

baru sadja aku selesai mengutjapkan salam, tiba-tiba seekor kutjing

pendjara datang mengentjingi pakaianku sehingga aku harus buru- buru pergi kekamar menukar pakaian. Aku bertanja kepada orang tua dikamarku, Pak Andi dari Makassar: alamat apakah gerangan in i? Ia mcndjawab : „tanda Saudara akan segera keluar dari pen­djara ini” , djawabnja dengan mejakinkanku. Tetapi aku antara

pertjaja dan tidak pertjaja ; karena sekali itu aku selama hidupku dikentjingi kutjing sedang aku berad3 diatas tikar sembahjang. Apa

jang sebenarnja akan terdjadi? Wallahu A ’lam !

Pada dekat achir bulan Desember 1961 isteriku bersama semua

anakku ketjuali jang terketjil sekali, datang bezuk kependjara. Aku gembira melihat dan bertemu dengan anak-anakku jang sudah sekian lama aku tinggalkan. Tetapi disamping itu aku mer;as<i sed.h karena melihat anak-anakku kurus-kurus semuanja Ibunja mengata­kan' bahwa mereka kurus-kurus, sama sekali bukan karena keku-

as? ¿ r « a c « »badan' mereka telah kurus-kurus selama aku tinggalkan .

. • •. KorihiHnt lebih chusiu dan mendo'a kepadaDisamping itu aku benba t g lazat umuk

Nja lebih tekun. RaJ an]a, Tuhan Pselajn dari ccl tahanan atauberibadat dan bermohon kepada T m e r in s k u k dalampendjara. Dan kalau ada orang Isi«,m^ang set ^ ^ ^

U ^ hli^ ah aj^ cran ^ ^ u tian tertutup bagMiatinja^ang^^fasi^ Hatinya

m e m p a n ^ l a g i ^ a h a j a T^tundjuk Ilahi, haU seorang munaf.k jang

Page 71: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

sesat untuk selama-lamanja, apalagi kalau usia telah lebih empat puluh tahun. Karena ada hadis Nabi Muhammad s.a.w. jang menga­takan, bahwa orang jang telah berumur 40 tahun, tetapi belum djuga taubat, maka lebih baik ia bersiap-siap untuk masuk api naraka.

Karena diantara hikmah pendjara adalah untuk introspeksi, peng- insafkan diri agar manusia dapat memperbaiki dirinja untuk mem­beri nilai-nilai hidup jang tinggi kepada dirinja sendiri dimata Tuhan dan dimata ummat manusia ramai. Pendjara adalah tempat jang terbaik untuk merenungkan diri, untuk berdialoog dengan diri sen­diri sebagai hamba Ilahi untuk mendjawab pertanjaan : apa, siapa sebenarnja aku ini, dimana, dari mana dan hendak kemana aku akan pergi ? Ja, pendjara bukan untuk bermenung-menung menangisi nasib, untung jang malang. Jang terachir ini hanja tepat bagi pen- djahat, tetapi bukan bagi kaum pedjuang.

Sedang aku berbaring pada suatu hari sesudah sembahjang ’Ashar, maka tiba-tiba namaku dan Rusli dipanggil oleh petugas Sekretariat Pendjara, sambil mengulurkan sehelai kertas berisi tanda bebas, ia mendesakku berpakaian sekarang djuga dan berangkat pulang petang hari itu djuga. Pada hari itu adalah tanggal 30 De­sember 1961. Dengan mengutjapkan sjukur Al-Hamdulillah setelah

v segalatsesuatunja aku bereskan dikamarku, maka aku pamitan dengiSij- kawan-kawan setahanan terutama di Blok R itu. Aku mene­mui Pak Kafrawi sebagai orang tua jang sedikit banjaknja telah berdjasa kepadaku, meminta ma’af dan mengandjurkan supaja ia leJHh sabar dengan harapan mudah-mudahan ia menjusulku segera,

"clemikian djuga kepada Ali sambil membisikkan kepada telinganja : 'likai la ta’sau ’ala mafatakum, wala tajrahu bima atakum” (mudah- mudahan Anda tidak terlalu berputus asa atas sesuatu kebahagiaan jang luput dari padamu dan tidak terlalu gembira atas sesuatu jang kamu peroleh (Al-Hadid: 25). Dan Jubahar sendiri sebagai anak muda jang sering gelisah dan kurang sabar, aku minta supaja dia memupuk kesabarannja lebih tinggi, karena dia tidak lama lagi djuga akan keluar dari pendjara itu, lnsja Allah !

Demikian setelah kami bersalaman-satu samalain, dan setelah segala urusan ditata-usaha selesai, maka dengan hati jang penuh kegirangan bertjampuran dengan keharuan jang mendalam menge­nangkan kawan-kawan jang masih meringkuk didalam pendjara, maka dengan menaiki kendaraan betjak aku meninggalkan pendjara Salemba. Dan sesampai dirumah hari telah Magrib pukul 18.00 sore setelah kurang lebih satu djam dalam perdjalanan.

Alangkah gembiranja keluargaku sepetang hari itu tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Rupanja sahabatku Dahlan Ranuwi- hardjo bcrdjuang mati-matian di Kedjaksaan Agung demi untuk kebobasan kami berdua, ternjata dalam suratnja jang" dikirimkannja kerumah kepada isteriku mengabarkan dengan pasti, bahwa aku akan pulang persis seperti pada tanggal jang tertulis dalam suratnja itu,

70

Page 72: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dan kalau tidak djuga keluar supaja diberitahukan kepadanja laci Surat Ilu dikmmkannja kepada isteriku karena ia akan pergi keluar

kota toume ke Djawa Tengah, kurang lebih seminggu sebelum aku dibebaskan dan pcndjara. Dahlan mengatakan kepadaku, bahwa sc* gala sem pa tan segala tjara dan fasilitas jang ada padanja ^

anggota D PRG R /M PR S telah dipergunakannja untuk menghadapi Kedjaksaan Agung Ia berhadapan dengan Djaksa Agung Muda

Sunario, waktu itu Letnan Kolonel CPM, seorang jang sangat di-

takuti oleh kebanjakan tahanan pcndjara, karena 'bengisnja.

Pada suatu ketika Dahlan bertjeritera, bahwa ia mengutjapkan

suatu pidato penting berkenaan dengan soal keagamaan disuatu

tempat jang kebetulan Djaksa Agung Gunawan hadir mendengarkan*

nja, dan ternjata beliau sangat tertarik kepada isi pidato Dahlan itu

dan kemudian mendjabat tangan Dahlan menjatakan simpathic- persetudjuannja. Dan kesempatan ini dipergunakan pula oleh Dah­

lan, untuk mendesak dan memperhatikan permintaannja agar aku dan Rusli dibebaskan atas perintah beliau, jang kemudian mcndjan- djikannja dengan sungguh-sungguh dan pasti. Demikianlah Dahlan

datang bertemu dengan Djaksa Agung Gunawan beberapa hari kemudian hanja untuk menagih djandji jang diberikan oleh beliau.

Dan setelah Dahlan merasa pasti, barulah ia mengirim surat pem­beritahuan kepada isteriku.

Aku tidak dapat melupakan djasa Dahlan Ranuwihardjo kawan­ku ini buat selama-lamania seumur hidupku, dan aku berhutang budi jang besar kepadanja dan entah kapan aku dapat membalasnja kelak. Aku bersjukur kepad* Tuhan atas kebebasanku kembali, dan karena aku masih dalam status tahanan rumah untuk 'beberapa bulan lamanja jang sendirinja belum sempat segera datang menemui Dahlan dirumahnja, maka sehari kemudian aku menulis surat tanda terima-kasih kepadanja atas segala djerih-pajah jang dikorbankan- nia demi untuk kebebasanku. Dan oleh karena Dahlan menulis surat kerumahku dengan memakai tembusan kepada P.P. GPU, Muhammad Roem S H dan K.H.M. Isa Anshary, maka akupun melakukannja

seperti hal’ jang sama. Surat Dahlan itu dengan demikian sudah dapat diketahui ada mengandung unsur-unsur perdjuangannja, dan demikian djuga suratku sendiri. Dan disebelah im karena pentingnja

d!b?.ja oleh

« P « i berbunji dibawah ini.

Page 73: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Djakarta, 1 Djanuari 1962

Kepada Jth. sahabatku,

Dahlan Ranuwihardjo

di Tempat.

Assalamu’alaikum w.w.

Sahabatku,

TEPAT menurut isi surat Sdr. kepada isteriku, maka A l­hamdulillah pada tanggal 30 Desember 1961 djam lima petang, saja dan Sdr. Rusli telah keluar meninggalkan pendjara Salemba dan dengan mengendarai betjak langsung kerumah, serta sampai dirumah, hari telah berebut sendja pula, djam enam sore. Dan dapatlah Saudara bajangkan sendiri betapa riang-gembiranja kaum keluargaku menjam- but kedatanganku petang hari itu. Maka atas nama segenap keluarga, dengan ini saja menjatakan beribu-ribu terima kasih atas segala djerih- pajah usaha Sdr. jang telah Sdr. korbankan dengan segenap kesung­guhan jang luar biasa untuk kebebasan kami berdua. Dalam hal ini sebagai seorang penulis — saja telah kekurangan perbendaharaan kata untuk menjatakan kekaguman hati saja atas rasa setia-kawan (Uchuwwah Islamiah) jang maha besar jang telah Sdr. tundjukkan kepada masjarakat, terutama kepada kami sendiri jang bersangkutan dalam perkara ini. Ja, Uchuwwah Islamiah jang beginilah jang selama Ini amat djarang sekali terdapat dikalangan kawan-kawan kita, soli­daritas jang hakiki jang dapat dibuktikan setiap waktu terutama dalam zaman seperti kini.

Saja sebagai haimiba Allah jang dha’if jang pada sa’at ini hampir-hampir terpelanting oleh hempasan ombak revolusi jang sedang bergelora gemuruh dalam ajunan gelombang Usdek-Mauipol, Djarck-Rcsopim dan serbaneka istilah-istilah bani jang sedang berku­mandang sekarang ini — , saja tidak dapat berbuat banjak, ketjuali mcndo’akan kepada Tuhan Rabbul 'alamin semoga Sdr. dibalasi Tuhan dengan karunia taufiq dan hidajahNja, serta diberiNja ke­kuatan dan daja untuk menjampaikan da’wah atau membisikkan suara kebenaran kepada hati-nurani para pemimpin kita menurut tjara dan gaja Sdr. sendiri. Ainien Ja Allah !

Saudara Dahlan ! Saja sekarang masih berada dalam status tahanan rumah dan dengan berangsur-angsur Insja Allah akan bebas betul nantinja. Dan perkara kami ini seperti apa jang Sdr. katakan adalah batu udjian bagi kami — dan Insja Allah berkat do’a Sdr. barangkali saja dapat bergembira, bahwa saja telah lulus dalam menemipuh udjian itu, jakni selama lebih 6 bulan dalam tahanan.

77

Page 74: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Tetapi disamping itu dapatlah pula hendaknja mendjadi tambahan pengalaman bagi para pemimpin atau tokoh-tokoh kita agar mereka berhati-hati untuk melajani seseorang jang datang kepadanja apalagi kalau akan memberikan suatu surat atau katebeletje. Karena kalau surat itu djatuh kepada orang jang bolum betul-betul kita ketahui watak dan mentaliteitnja, bisa membawa kepada hal-hal jang tidak diingini seperti hal jang terdjadi pada diri kami akibat ketjerobohan orang lain. Buku ’’Analisa Perkawinan Sukarno Hartini” sudah ter­sebar sedjak lebih 6 th. jang lalu, tetapi walaupun demikian, karena gara-gara ketjerobohan seorang pendjual buku jang tidak mengerti panas dan dinginnja situasi, tidak memperhitungkan ruang dan waktu asal mendapat uang keuntungan jang djauh berlipat panda — , maka hal itu bisa disalah-tafsirkan oleh orang jang berkuasa, sehingga monnakan korban jang sebenamja tidak pada tempatnja. Tetapi, kem­bali kepada adjaran Agama, bahwa semuanja itu telah ada dalam suratan takdir Tuhan, sedang kita sebagai machluk harus menemui suratan takdirnja masing-masing. Dan al-Hamdulillah kami bukanlah korban jang djatuh dengan sia-sia.

Oleh sebab itu saja tidak pernah menjesali diri dalam perkara ini walaupun saja kena pertjikan korban akibat dari tingkah-laku orang lain ; karena saja dengan tulus-ichlas telah menjaiirupaikan kebenaran apa jang saja tulis itu lebih 6 th. jans silam dalam suasana alam demokrasi jang sungguh-sungguh. Namun demikian, kamar cel tahanan dan pendjara telah menambah pengalaman jang sangat berharga bagi saja dalam menggembleng diri pribadi baik djasjnaniah maupun roha­niah serta dalam tekad dan tjita-tjita.

Sahabatku, Dahlan.

Saja tjukup paham akan apa jang tersirat dibalik kata-kata Sdr.jang berbunji : ” .................... tertudju kepada segenap kawan-kawan(seperdjuangan), walau mungkin tidak sehaluan”.

Saja pribadi tjukup lama mengenal Sdr. dalam sepak terdjang perdjuangan Sdr. sedjak Sdr. turut memegang pimpinan PPMI ber­sama Sdr. Mr. Harsubeno, mendjadi Ketua HMI, apalagi setelah kita pernah duduk bersama-sama dalam PP. GPII beberapa tahun jang lampau. Karenanja saja mengenal Sdr. sebagai seorang organisator, seorang brain-trust dan lebih dari itu seorang sahabat jang baik. Karenanja, jakinlah saja, bahwa Sdr. memang kawan seperdjuangan dan setjita-tjita dan walaupun kadang-kadang buat sementara karena perbedaan visie politik — , tidak sehaluan. Dan hal itu lumrah dalam sesuatu golongan sesuai dengan pandangan idjtihad politik duniawijah masing-masing. Saja mengerti dengan banjaknja ilmu dan pengalaman perdjuangan Sdr. selama ini, Sdr. telah tjukup dewasa dalam memain­kan kartu politik sesuai dengan idjtihad dan taktik jang Sdr. djalankan. Dan saja pertjaja, bahwa taktik dan idjtihad politik bisa berubah menurut perhitungan waktu dan suasana keadaan, tetapi strategi-

73

Page 75: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

tudjuan dan dasar jang asasi, prinsipiil tidak bisa berubah dan main tawar-menawar, apalagi hendak diperdjual-belikan. Dan dari pada memilih djalan ’Uzlah baik ’uzlah dalam artian jang aktif maupun pasif, maka melakukan perubahan taktik, saja rasa lebih bermanfa’at.

Sebab memilih djalan ’Uzlah (menjisihkan diri, mengisolir diri dari masjarakat maupun negara) adalah suatu djalan jang keliru jang tidak sesuai dengan adjaran Islam jang senantiasa mengandjurkan para penganutnja supaja hidup dinamis dan bergerak terus dalam masjara­kat. Dan dalam kamus riwajat hidup perdjuangan Nabi Muhammad s.a.w., tidak pernah kita batja adjaran ’Uzlah dalam bentuk apapun.

Dan untuk menghadapi pasang surut dan naiknja revolusi perdjuangan Islam, Nabi kita tjukup memberikan pegangan jang sangat luas dan dalam dengan pesannja: ’’ANTUM A ’LAM U B IU M U R I DUNJA- KUM ” (Kamu wahai kawan-kawan, lebih mengerti dalam menghadapi perdjuangan duniawimu !). Sabda Rasul itu dapat mendjadi pegangan bagi ummat beliau sampai kepada achir zaman.

Saja bitjarakan soal ’Uzlah ini kepada Sdr., karena penjakit ini kelihatannja sedang menulari para pemimpin kita dewasa ini. Dan ini adalah suatu bahaja bagi kaum Muslimin. Karena ’Uzlah adalah penjakit kanker, karena ia dapat mendjerumuskan masjarakat kedalam djurang apatisme jang sangat berbahaja bagi dinamika masjarakat Islam. Ja. Uzlah adalah suatu penjakit mental jang dulu pernah menghinggapi sementara tokoh kaum sufi Islam.

Tentu tak asing bagi Sdr. tokoh besar sufi islam, Lmiam Gazali jang namanja tidak asing lagi bagi dunia Barat mapun Timur sedjak abad tengah sampai abad nuklir ini. Tahukah Sdr., bahwa suatu kritik jang dikemukakan orang kepada tokoh bapa tasauf Islam jang masjhur itu adalah : karena ia melakukan ’Uzlah.

Dikala seluruh dunia Eropa bangkit menjusun kekuatan tentara menjerbu beramai-ramai ke Timur (batja: dunia Islam) jaag bermak­sud untuk merampas tanah sutji Islam Palestina dimana dalam sedja- rab terkenal dengan ’ Perang Salib”— , maka diwaktu tentara Salib

itu menderapkan kaki sepatunja melanda dan menghantjurkan dunia Islam, Imani Gazali sedang asjiknja bertekun dalam ’uzlah mengun- tji diri dipuntjak menara Masdjid Damaskus jang terkenal, seolah-olah dunia Islam aman tenteram, tidak ada suatu tantangan jang luar biasa. Pada hal tenaganja dan pengaruhnja jang besar sebagai seorang Ulama sangat dibutuhkan oleh ummat Islam waktu itu untuk memberi djawaban kepada tantangan jang sedang dilantjarkan oleh musuh- musuh Islam itu. Lebih 10 tahun lamanja Imam Gazali menempuh djalan Uzlah itu, jang sebelumnja ia adalah Maha Guru pada Universitas Nizhamiah jang terkenal dikota Bagdad waktu itu. Inilah jang menjebabkan orang Islam melantjarkan kritik jang tidak kurang pedasnja kepada diri beliau, walaupun ’Uzlah jang ’’aktif’ itu dalam

74

Page 76: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

masa 10 tahun, dapat menghasilkan karya besar berupa 4 buah diilid buku tebal Ih ja’ Ulumuddin jang terkenal itu.

Sahabatku, Dahlan jang budiman.

Kurang lebih satu tahun jang lalu, saja pernah bitjara dinimah Pak Prawoto kita agar dia djangan terlalu lama ’Uzlah seperti halnja

dengan ’Uzlahnja Iimiam Gazali itu, karena chawatir ummat kita akan meraba-raba didalam gelap tak ada suluh dan pimpinan.

Dan terhadap Sdr. Dahlan sendiri jang sedang mendjalankan

taktik dan idjtrhad politik jang sedang berlainan dengan sementara

kawan-kawan kita, saja harapkan semoga Sdr. bcrdjuang dengan niat

jang betul-betul chalis dan murni, bukan karena sesuatu godaan

duniawi jang akan fana, tetapi hendaknja lillahi Ta’ala djua. Sebab

Tuhan akan menilai perbuatan kita menurut niat apa kita melaku-

kannja. Dan salah satu hadis Nabi mengatakan, bahwa niat orang

mukmin itu lebih baik dari amal jang dikcrdjakannja sendiri (N1J-

JATUL M UKM IN CHAIRUN MIN ’AMALIHl). Dan tentu Sdr. tidak bisa irielepaskan diri dari sumpah jang lima kali sehari Sdr.

bisikkan dikala baru sadja Sdr. selesai membatja takbir pertama setiap menunaikan sfoalat lima waktu.

Sdr. Dahlan !

Seingat saja hubungan pribadi antara kita berdua dalam memu­

puk hubungan persahabatan Uchuwwah Islamiah rasanja tak pernah

retak apalagi putus, walaupun kita sedjak kurang lebih 2 tahun lamanja tidak pernah bertemu wadjah. Namun hubungan bathin antara kita tetap didjalLnkan oleh Tuhan; dan dikala Sdr. mengalami

sesuatu pristiwa jang tidak sedap jang dilantjarkan oleh kawan-kawan sendiri dari PP. GPII, «maka saja adalah termasuk sahabatmu jang turut merasakan putusan itu sebagai suatu hal jang menjedihkan. Dan

setelah peristiwa jang menimpa diriku sekarang ini dimana Sdr. adalah

orans pertama jang tampil dengan segala keberanian untuk membuka belenseu jang membelit-belit tubuhku, maka bertambah jakinlah saja,

bahwa saja tidak keliru selama bertahun-tahun berselang memandang

Sdr. sebagai sahabat jang baik budi. Dan selagi meringkuk dalam cel tahanan jang ditutup rapat dengan 5 buah pintu besi saja tetap mengutjapkan sjukur kepada Tuhan, bahwa saja mempunjai kawan jang berkwalitas tinggi seperti Sdr. Dan acliirnja teringatlah saja akan

apa jang dikatakan oleh orang sana .

”A friend in nced is a friend indecd’’.

Nah, demikianlah dulu Sdr. Dahlan, dan sekali lagi terima-

kasihku kepada Sdr. dan isteri, semoga Sdr. sekeluarga dalam

75

Page 77: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

kandungan sehat-afiat, dan mudah-mudahan Tuhan Allah S. W. T. membalas budi-baik dan djasa Sdr. dengan pahala jang berlipat ganda !

Amien !

Atas nama kami sekeluarga, Sahabatmu,

ttd.Tembusan kepada : (H Firdaus A .N .).

1. p p . g p i i ,2. Bapak M r. Moh. Rum,3. K.H.M. Isa Anshary dan4. Dokumentasi pribadi.

76

Page 78: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

B A G I A N IV

PERDJUANGAN DI ARENA IY1EDJA-HIDJAU

AKU dikeluarkan dari tahanan pendjara dan masuk tahanan rumah dengan sjarat-sjarat jang tidak ringan. Tiap-tiap hari Senin dan Kamis harus melaporkan diri kepada Djaksa pemeriksa. Tidak boleh keluar rumah tanpa idzin Departemen Kedjaksaan, dan tidak boleh berhubungan dengan orang jang dianggap dapat mengeruhkan djalan pemeriksaan perkara. Demikianlah bunji sjarat-sjarat itu, dau bebe­rapa waktu lamanja aku harus melaporkan diri dua kali seminggu ke Kedjaksaan Agung. Dan beberapa bulan kemudian status tahananku berubah mendjadi tahanan kota dan aku sekarang diharuskan mela­porkan diri kepada Kedjaksaan Negeri Istimewa Djakarta Djalan Gadjah Mada 15.

Bertahun-tahun lamanja aku harus mundar-mandir melaporkan diri ke Kantor Kedjaksaan, suatu siksaan jang tidak ringan kurasa. Memang kalau dilihat sepintas lalu melapor dua kali seminggu itu tidak berat, tetapi itu kalau berlangsung sebulan atau dua bulan ; tetapi kalau sampai berlarut-larut hampir tiga tahun lamanja, maka hal itu sudah merupakan adzab jang berat apalagi disa’at-sa at kenda­raan amat sulitnja. Demikianlah kewadjibanku selaku seorang tahanan kota sampai kelak perkaraku selesai disidangkan dimuka mahkamah

pengadilan.

Tanggal 21 Mei 1963, hari jang dinanti-nantikan itupun datang­lah. Aku tampil kemedja hidjau dengan diantarkan dan disaksikan oleh kawan-kawan seperdjuangan antara lain Usladz Saleh Su aid>, Drs. Gazali HSB, Zainal Arifin, Ismail Hassan, Anuruddin Djamil, Busthami, A. Rahman, Mursjid, Arnir Usman dll. Pengadilan dipim­pin oleh Hakim Ali Basjah Lubis S.H., seorang hakim keluaran

Universitas Gadjah Mada pada tahun 1959.

77

Page 79: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Pada sidang jang pertama itu Hakim Lubis kelihatan demikian kesalnia, karena Djaksa penuntut umum Amir Danuhusodo S.H. tidak muntjuL Apalagi setelah ia sendiri mentjari Djaksa kedepan, tetapi dju^a tidak bertemu; dan achimja sidang dilandjutkan terus tanpa Djaksa, dan karena itu sifatnja informil. Dalami sidang itu telah dila­kukan tanja-djawab, kemudian aku memadjukan permintaan kepada Hakim supaja dalam perkara ini pihak jang bersangkutan harus djuga tampil sebagai saksi, maksudku jang sebenamja ialah Sukanio-Har- tini, tetapi Hakim menafsirkannja dengan pihak kepolisian. Sidang ini tidak lama berlangsung, tetapi bagi Hakim telah tamipak bajangan, bahwa aku tidak mau menjerah. Berlain halnja dengan terdakwa Jubahar dan Rusli jang disidangkan setahun sebelumnja, dimana sidang hanja berlangsung satu kali sadja, setjara summier dan Hakim

dengan mudah mendjatuhkan vonnisnja.

Sidang pengadilan diundurkan sampai pada waktu jang akan ditentukan nanti. Dalam pada itu aku tetap melapor kepada Djaksa Amiir, dan pada waktu melapor ini dapat kuketahui, bahwa pandangan Djaksa Amir padaku adalah negatif. Djarang sekali ia memperlihatkan muka jang manis padaku, bahkan sering bersifat cvnis terutama bila dia memperkenalkan kepada rekannja, bahwa inilah orangnja jang menulis buku Perkawinan Sukarno-Hartini. Namun demikian aku tetap hormat padanja dalam batas-batas tertentu, tetapi tidak mau menghilangkan kepribadianku selaku seorang Islam. Barangkali karena aku tidak bersikap seperti pesakitan lain jang mendjongkok-djongkok luar biasa bila berhadapan dengan Djaksa, maka aku mendapat perlakuan jang tidak simpathik. Aku pernah dibentak dengan akan dituntut subversif, karena disangkanja akulah jang tidak hadir dalam sidang pada tanggal 4-9-1963, lima bulan kemudian. Padahal aku hadir bersama kawan-kawan, tetapi karena telah terlalu lama me­nunggu, baik Hakim maupun Djaksa tidak djuga datang, fcn&ka Panitera mengatakan, bahwa sidang diundurkan sadja. Apa jang terdjadi ? Pada tanggal 21-1-1964, Aku ditangkap Polisi dan dibawa ke Komisariat Djakarta Raya. Kepada Polisi aku perlihatkan bukti- bukti, ibahwa aku melaporkan diri dua kali seminggu dan memperli­hatkan kertas lapor jang ditandatangani oleh Djaksa Amir Danuhu­sodo sendiri sehingga polisi mendjadi bingung atas tuduhan aku tidak melapor. Aku kemudian dibawa ke Kedjaksaan dan setelah polisi melihat sikap Djaksa jang mengatakan ,bahwa sidang besok sadja, maka Polisi lebih heran lagi.

Pada tanggal 22 Djanuari 1964 sidang dilandjutkan lagi. Tetapi sidang itu berlangsung singkat sekali, tidak lebih dari 10 menit. Baik Hakim maupun Djaksa tampaknja mau mentest djiwaku, dan menja- rankan supaja aku menjerah sadja, sehingga bagi Hakim tidak sulit mengambil putusan. Aku tidak dapat menerima hal jang seperti itu, karena menuang aku telah bertekad menghadapi sidang pengadilan ini, aku telah teraniaja demikian lamanja, dan aku ingin berdjuang.

78

Page 80: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Bahkan aku telah siap dengan sebuah eksepsi jang akan kubatjakan dalam sidang ini, tetapi tidak sempat, karena Hakim buru-buru meng­undurkan sidang. Hakim kelihatannja ragu-ragu menghadapi perkara ini, dan pada sidang berikutnja, tanggal 29-4-1964 sidang hanja berlangsung sekedar memberi tahu, bahwa sidang tidak bisa dilan- djutkan karena Djaksa tidak datang.Aku merasa dipermain-mainkan, karena panggilan sidang tanggal 6-5-1964 seminggu kemudian, Djaksa mengumumkan pula, bahwa sidang diundurkan karena Hakim tidak datang disebabkan sakit. Sungguh suatu hal jang menekan perasaan ! Tetapi saja harus sabar menunggu sidang selandjutnja sampai aku membatjakan eksepsiku. Demikianlah pada tanggal 20 Mei 1964 barulah aku diberi kesempatan membatjakan eksepsiku jang sedjak semula aku mendesak supaja diizinkan mcmibatjakannja.

Untuk lebih djelasnja lebih dahulu baiklah saja kemukakan isi tuduhan penuntut umum kepada diri saja seperti berbunji antara lain seperti dibawah in i :

„Oleh karena tersangka ada dalam tahanan sementara sedjak tanggal 26 Djuni 1961 s/d 30 Desember 1961 dan sekarang berada diluar tahanan. Mengingat pasal-pasal 62, 83 i, dan 83 j dari Reglemen Indonesia jang diperbarui.

M E M I N T A :

Hendaknja Ketua Pengadilan Negeri Istimewa di Djakarta meneruskan perkaranja tersangka:

HADJI FIRDAUS AHMAD NAKIB

tersebut diatas kesidang pengadilan atas tuduhan

P R IM A IR :

Bahwa dia, tersangka, pada atau kira-kira pada tahun 1955, 1956 dan dalam bulan Djuni 1961 di Pedjom- pongan, setidak tidaknja di Djakarta, dengan sengadja telah menghina P.J.M. Presiden Sukarno, dengan tjara dia, tersangka telah mengarang atau membuat naskah jang berbentuk guntingan surat kabar (dari harian Indo­nesia Raya dll). dengan tambahan komentamja, disertai gambar-gambarnja jang berbentuk elise dan minta kepada saksi ROESLI DATUK MADJO BATUAH untuk mentjetak dan menerbitkannja mendjadi broehure/ buku jang berdjudul Riwajat dan Analisa Perkawinan Soekamo-Hartini dengan mempergunakan selaku penga­rang broehure tsb. nama samaran ’’MUHCLIS” , jang isinja imienghina atau setidak tidaknja memuat bagian-

79

Page 81: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

bagian jang menghina P.J.M. Presiden Soekarno, kemu­dian brochure/buku mana diedarkan dan/atau didjual di Toko-Toko buku di Djakarta jang memesannja dan dengan memberikan tjuma-tjuma dan setidak-tidaknja beberapa buah buku kepada Jubahar bin Nurdin jang kerdjanja pendjual keliling buku-buku, dengan maksud supaja isinja jang menghina PJM Presiden itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum.

Bahwa dia, tersangka, pada suatu waktu jang tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan Djuni 1961 setidak-tidaknja dalam tahun 1961 di Pedjompongan Djakarta setidak- tidaknja diibu kota Djakarta, telah menjiarkan tulisan jang isinja menghina Presiden Soekarno dengan maksud supaja isinja jang menghina itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, jaitu dengan memberikan tjuma- tjuma dua setidak-iidaknja beberapa buku jang berdju- dul : ’’Riwajat dan analisa Perkawinan Soekarno-Harti- ni” kepada Jubahar bin Nurdin jang kerdjanja pendjual keliling buku-buku, sedangkan isi buku-buku tersebut memuat bagian-bagian jang menghina Presiden Soekarno.

seraja mengandjurkan memanggil saksi-saksi:

I. M OCHTAR LUBIS, pekerdjaan Wartawan, tempat tinggal di Djalan Bonang 17 Djakarta.

II. ROESLI DATUK M ADJO BATU AH, pekerdjaan Penulis dan Penterdjemah serta membantu isteri dalam usaha dalam Pertjetakan ”A. B. S1TI SJAM SIAH” di Solo, tempat tinggal di Djalan HOS TJOKROAMINOTO No. 2 Djakarta.

III . JUBAHAR bin NURDIN, pekerdjaan Pendjual- buku, tempat tinggal di Kampung Baru Klender Rt. I Rk. I Djatinegara, Djakarta” .

(H. F IRDA U S AHM AD NAKIB).

(AM IR DANUHUSODO S. H.).

¡Melanggar pasal 134 K.U.H.P.

SU B S ID A IR :

Melanggar Pasal 137 K.U.H.P.

Tersangka:

ttd.

Djakarta, 20 April 1964.

Djaksa tersebut,

ttd.

80

Page 82: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Demikianlah isi lengkap tuduhan tersebut, dan untuk menghadapi tuduhan tersebut saja telah menjusun sebuah eksepsi, jang setelah sajn musjawarahkan dengan tiga orang Sardjana Hukum, seorang dianta- ranja Pengatjara terkemuka dan seorang lagi adalah Hakim pada 'pengadilan negeri Djakarta dan seorang lagi tokoh Partai Politik Islam — , maka barulah saja utjapkan dimuka sidang pengadilan ini. Eksepsi-tangkisan tersebut berbunji seperti dibawah ini.

81

Page 83: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

’’Hanja Keadilanlah jang dapat memberikan keba

hagiaan kepada rakjat umum dalam Negara”.

Aristoteles.

Page 84: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

E K S E P S I

TUAN Hakim jth.,

Lebih dahulu saja mengutjapkan terima kasih atas kesempatan jang diberikan kepada saja sebagai terdakwa dalam perkara ini untuk mengemukakan eksepsi saja atas tuduhan jang ditimpakan oleh Djaksa kepada diri saja.

Tangkisan saja ini akan saja kemukakan dari dua segi : segi Juridis formil dan segi Agama.

Tuan Hakim jang saja hormati,

I. JUR ID IS F O R M IL :

Walaupun saja bukan seorang juris, tetapi sekedar jang penting berkenaan dengan perkara saja ini, saja telah membalik-balik buku undang-undang jang berlaku dinegeri kita ini. Dan lebih dahulu saja kemukakan disini untuk mendapat perhatian dari Tuan Hakim dan Djaksa, sebuah pasal dari H.I.R. Pasal 371H .l.R . berbunji antara lain : „Semua Djaksa dan Hakim karena djabatannja harus menumpahkan perhatian tentang daluwarsa, meskipun hal ini tidak diminta oleh pesakitan-pesakitan”.

Maka berdasar pasal inilah saja bertolak untuk mengemukakan dalil-dalil saja nanti tentang perkara jang sekarang sedang disi­dangkan.

Tuan Hakim jang saja hormati,

Menurut pasal 78 KUHP dikatakan dengan tegas-tegas, bahwa hak menuntut hilang karena liwat waktu. Dan oleh karena per­kara jang dituduhkan kepada saja adalah perkara jang telah lamasilam, jaitu mengenai buku ’’Analisa Perkawinan Soekamo- Hartini” jang diterbitkan di Solo oleh penerbit ’’BINTANG H ID JA U ” pada kira-kira tahun 1955 jang sampai sekarang sudah hampir delapan tahun laimanja. Sedang semestinja djangka liwat waktu (daluwarsa)-nja adalah pada tahun 1956. Ini dikuat­kan oleh sub 1 ajat 1 pasal 78 KUHP itu jang menandaskan, bahwa hak menuntut hilang sesudah liwat satu tahun bagi seka­lian pelanggaran dan bagi kedjahatan jang dilakukan dengan alat pertjefakan. Maka njatalah, bahw'a menurut pasal ini buku saja itu termasuk kepada ’’pelanggaran” (kalau istilah ini tepat alamatnja kepada saja) jang dilakukan dengan alat pertjetakan; dan karenanja, djangka waktunja buat daluwarsa adalah satu tahun. Adapun ajat-ajat 2, 3, dan 4 pasal 78 KUHP itu adalah ditentukan buat perkara-perkara jang berada diluar dari pelang-

83

Page 85: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

garan jang dilakukan dengan alat pertjetakan ; karenanja bukan ketentuan dan tak ada sangkut-pautnja sama sekali dengan per­

kara jang dituduhkan kepada saja ini.

Oleh karena perkara ini telah daluwarsa, maka menurut hemat saja tak ada manfa'atnja lagi perkara ini dimadjukan kesidaiig pengadilan ini, terutama mengingat dasar hukuJmlnja tidak begitu kuat untuk mengadukan saja sebagai terdakwa dalam perkara ini.

Dalam hal ini tidak ada pengetjualian, baik radja maupun orang biasa dimata hukum adalah sama. Dan semua sardjana hukum jang saja mintai pendapatnja, mereka sama-saimia berpendapat, bahwa perkara seperti jang saja alami sekarang ini tidak bisa dituntut lagi, karena ia telah djauh silam, telah daluwarsa. Saja rasa pasal 78 KUHP sub 1 ajat 1 itu telah demikian terangnja sehingga tidak memerlukan tafsiran jang berbelit-belit lagi. Saja rasa Tuan Hakim dan Djaksa jang saja hormati akan sependapat dengan saja dalaimi hal ini. Dan apalagi sebagai seorang ahli hukum, tentu Tuan Hakim dan Djaksa lebih maklum dari saja.

Tuan Hakim jang saja hormati,

Menurut hemat saja haruslah dibedakan tindakan pendjual buku tertentu jang beteriak-teriak sepandjang djalan raja dengan penu- lisnja jang berbuat delapan tahun jang silam, dalam alam dan suasana jang berlain-lainan. Kalau hal jang seperti ini bisa dan terbiasa berlaku, akan terantjamlah hidupnja, hak asaslnja penulis-penulis Indonesia jang beratus-ratus banjaknja jang menulis dengan niat jang ichlas, tetapi hak asasinja itu terantjam karena perbuatan orang lain jang mungkin menjalah-gunakan karjanja itu. Pada hal Allah S.W.T. telah berfirman dalam Kitab SutjiNja AJ-Quran :

' A j — ^ ^ ^ 3

Artinja : "Tak scorangpun berhak memikul dosa jang dilakukan

oleh orang lain”. (Al-Fathir : 18).

Apalagi kalau diingat wahai Tuan Hakim jang terhormat, bahwa buku jang diperkarakan sekarang ini adalah merupakan tjetakan ulangan dari apa jang pernah dimuat dalam harian Indonesia Raya pada tahun 1054. Bahkan sebelum dimasukkan kedalam pertjetakan, penerbit buku tersebut diatas lebih dahulu meminta pertimbangan dan minta izin lebih dahulu kepada pihak jang berwadjib di Solo, dan pihak pemerintah jang berwadjib itu sama sekali tidak menaruh keberatan apa-apa memberikan izinnja.

Page 86: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Pendeknja dalam hal ini pihak penulisnja tidak dapat dituntut lagi, karena semuanja berada dalam garis undang-undang jang

berlaku.

Tuan Hakim jang saja hormati,

Untuk lebih memperkuat lagi dalil jang saja kemukakan diatas itu ada baiknja bila disini saja ketengahkan pula apa jang ditulis oleh Dali Mutiara, djaksa kepala pada pengadilan negeri Isti­mewa Djakarta dalalni! bukunja ’’Tafsir K.UHP” tjetakan ke-IV

jang antara lain berbunji seperti in i :

’’Sjahdan, adapun beberapa lamanja tempo jang berlaku untuk melaksanakan hak menuntut dari sesuatu perkara adalah berbeda-beda menurut enteng dan ringannja perkara.

Bagi semua djcuis pelanggaran dan kedjahatan-kedjahatan jang dilakukan dengan perantaraan pertjetakan (delik-delik pers), hak menuntutnja djadi gugur bilamana telah liwat

tempo 1 tahun” .

(Tafsir KUHP tjetakan ke-IV hal. 37).

Saja sependapat dengan Djaksa Dali Mutiara, karena keterangan beliau sebagai seorang ahli dan berpengalaman dalam perkara- perkara terutama dalalm hal jang menjangkut perkara delik-delik pers, adalah dapat dipertjaja kebenarannja.

Apalagi kalau diingat, wahai Tuan Hakim jang terhormat, bahwa buku saja itu diterbitkan adalah atas izin persetudjuan pendjabat pemerinah setempat di Solo. Katenanja apakah tidak lebih adil kalau jang memberi izin tersiarnja buku ini lebih dahulu dituntut ? karena jang ditulis oleh si penulis tidak bisa tersiar, dan memang penerbitnja tidak akan menjiarkannja — kalau tidak diizinkan

oleh pihak jang berwadjib.

Namun demikian, wahai Tuan Hakim, baiklah saja terangkan dan njatakan dengan tegas, bahwa dengan setjara terhormat di'muka sidang pengadilan ini, saja menolak sama sekali, bila saja dituduh melakukan suatu tindak-pidana; tidak ada pelanggaran kedjahatan dalam karja saja ini Tuan Hakim, karena ia ditulis dengan niat hati jang sutji, dengan sengadja jang baik, jaitu untuk memenuhi perintah Ilahi. Bahkan tuduhan sematjam itu (sengadja menghina menurut jang dimaksud oleh pasal 134 KUHP) dapat saja pandang sebagai suatu penghinaan kepada saja sebagai Ulama Islam, sebagai Muballigh dan penulis Islam. Oleh sebab itu saja sekali lagi menolak hal itu dengan sekuat daja-upaja walaupun sampai kelangit biru sekalipun. Karena menghina itu

bukanlah sifat saja dalam menulis.

85

Page 87: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Dan sebagai bahan perbandingan saja ingin memperdengarkan kepada Tuan Hakim dan Djaksa jang saja hormati, sebuah tu­lisan jang menghina kepala negara dan pemimpin-pemimpin kita,

jang berbunji seperti dibawah in i :

”Di Indonesia djuga kita kenal manusia tukang palsu sematjam ini seperti Sjahrir, Tan Malaka, Darsono, Soekarno, Hatta dJl. jaitu kaum sosial-imperialis, orang-orang jang mengaku sosialis, tetapi tidak lain dari pada kaki tangan imperialis jang paling

litjik dan busuk”, (halaman 5).

Tulisan ini pernah dikutip pula oleh harian A B A D I beberapa tahun jang lampau. Tulisan itu berasal dari buku ’’Perdjuangan dan Adjaran-Adjaran K A RL M A R X ” jang ditulis oleh D.N. A1DIT C) dan diterbitkan oleh penerbit B INTANG M ER A H DJAKARTA. Saja bertanja dalam hati saja sendiri: kenapa penulis dan penerbitnja tidak pernah dituntut karena tulisan buku jang menghina itu wahai Tuan Djaksa dan Hakim ? (Da­lam hal ini baik Djaksa maupun Hakim, bungke'mi seribu bahasa,

Pen.).

Tuan Hakim dan Djaksa jang saja hormati,

Berkenaan dengan tuduhan menjiarkan buku tersebut diatas seperti jang terdapat diberbagai toko buku di Djakarta jang diantjam oleh pasal 137 KUHP, maka dengan ini saja menjang- kal dan menolak tuduhan itu, karena saja bukan penjiar buku itu, tetapi saja adalah penulisnja. Dan jang menjiarkan buku itu pada toko-toko buku dll. adalah penerbitnja sendiri, seperti apa jang dikatakannja kepada saja. Dan mlemang tugas menjiarkan itu adalah tugas penerbit bukan tugas penulis. Oleh penerbitnja buku itu bukan sadja dikirimkannja kepada toko-toko buku di Djakarta, tetapi djuga kepada bermatjam-matjam toko buku dise- luruh Indonesia ; ialah karena penjebaran buku itu adalah sah dan dengan izin pemerintah setempat sendiri.

Dan oleh karena bagi saja sampai sekarang belum terang dan belum tahu sampai dimana kebenarannja, bahwa buku saja ini dilarang beredamja dengan pasti, maka dengan perantaraan Tuan Hakim jang terhormat, saja ingin bertanja : sedjak tanggal bera­pakah dan atas keputusan siapakah buku saja ini dilarang per- edarannja ? Ini perlu bagi saja untuk menilai apakah perlu

sidang ini dilandjutkan atau tidak ?

Merumit pernjataan Brigdjen Sanvo lidi W ibowo, Komandan R P K A D jang dibatjalian oleh Oditur Lct. Kol. Tranggono dalam Sidang Mah- m illub perkara cx. Panglima Auri Omar Dhani tgl. 6 Desember diam 23.00 mengatakan antara lain, bahwa tokoh PK I/G .30.S ., D .N . Aidit telah ditembak mati oleh ABRI di Solo. (A N T A RA , 7-12-1966).

Page 88: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

U. A G A M A :

Sebagai seorang hamba Allah, sebagai seorang ulama dan sebagai seorang muballigh Islam, saja mcmpunjai rasa kewadjiban untuk menjampaikan kebenaran adjaran agama Islam ketengah-tcngah masjarakat dan negara. Memang benar seperti apa jang sering dikatakan oleh Bung Karno sebagai kepala negara, bahwa „agama adalah unsur mutlak dalam naition building”, karenanja agama adalah merupakan pedoman pokok dalam segala segi kehidupan masjarakat dan negara. Tanpa Agama kita akan ber- djalan meraba-raba dan merangkak didalam gelap. Dan saja telah menjampaikan kebenaran adjaran agama itu diwaktu menganalisa perkawinan Hartini-Soekamo delapan tahun jang silam.

Kebenaran adjaran Agarrua itu kadang-kadang ada jang pahit, tidak selamanja manis. Tetapi kaum Ulama, kaum Muballigh Islam diperintahkan oleh Allah dan Rasul untuk menjampaikan- n]a djuga. Dengarlah Nabi Muhammad s-a.w. bersabda :

’’Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit !”

Perlu sekali lagi saja tekankan, bahwa titik berat analisa saja dalam pembahasan perkawinan tersebut diatas adalah segi aga- manja.

Ini adalah perintah Rasul Allah, dan berdasarkan perintah ini saja menulis, dan berdasarkan kepada perintah ini pula kaum Ulama dan muballighin menjampaikan kebenaran itu. Sebagai seorang hamba Allah, sebagai seorang Ulama jang hidup diza- man kita generasi sekarang ini, saja mendapat perintah dari pada Allah dan Rasul melalui firman-firman sutji jang termaktub dalam Kitab Sutji Al-Quran dan Sunnah Rasul. Karenanja, saja sebagai Ulama, merasa berdosa bila saja tidak menjampaikan idjtihad dan fatwa saja dalam suatu masalah jang begitu penting jang telah mendjadi buah bibir masjarakat dan pendjabat-pendja- bat kita waktu itu. Barang siapa jang memperhatikan suara masjarakat dikala itu dia tentu mengerti sendiri.

Tuan Hakim jang saja hormati,

Walaupun kebenaran Agama itu kadang-kadang dirasakan pahit, tetapi orang Islam tidak boleh memuntahkannja. Kebenaran adjaran Agama itu menurut adjaran Nabi Muhammad s.a.w. adalah berarti nasihat, karena itu ia baiklah diterima dengan dada terbuka. Alangkah banjaknja kita lihat air mata jang ber-

87

Page 89: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

tiutiuran ketika hadirin mendengarkan chatib berchutbah, ketika mendengarkan muballigh-mubalTigh bertabligh dan ketika men­dengarkan Ulama-Ulama berfatwa ; tetapi air mata jang keluar itu ^adalah air mata keinsafan jang diiringi achirnja dengan utjapan terima kasih kepada sang chatib, kepada sang muballigh dan kepada sang Ulama, walaupun kebenaran jang datang keda-

lam hati itu adalah pahit.

Benarlah Nabi Muhammad dalam sabda beliau :

Artinja :

’’Agama itu adalah nasihat ; agama itu adalah nasihat ;

Agama itu adalah nasihat. Sahabat bertanja: buat siapa ja Rasul Allah ? Beliau mendjawab : ia berguna bagi Allah, bagi KitabNja, bagi RasulNja, bagi pe­mimpin-pemimpin Jslam dan bagi segenap orang umum”.

(Hadis riwajat Imam Buchari).

Oleh karena 'kaum Muslimiin itu adalah bersaudara, maka mereka wadjib saling menasihati, diminta ataupun tidak diminta. Dan karena kewadjiban menjampaikan nasihat kebenaran agama setjara tulus iclilas itulah, saja menulis dalam harian ’’Indonesia Raya” sembilan tahun jang silam ; Firdaus sebagai hamba Allah, sebagai Ulama dan sebagai Muballigh dan djuga sebagai penulis Isla'mi jang menjampaikan tulisan itu untuk kepentingan umum dengan harapan semoga tulisan itu berguna bagi umum, bagi ummat Islam dan bagi jang bersangkutan sendiri. Pendek- nja nasihat keagamaan jang bersangkut dengan masalah perka­winan itu — wahai Tuan Hakim — , adalah selain dari dorongan perintah agama, ia djuga disampaikan dari hati kehati dengan scichlas-ichlasnja, tidak seudjung rambut dibelah tudjuhpun ter­kandung 'nvaksud-maksud menghina didalamnja. Ja, betul-betul nasihat karena Allah dan karena RasulNja.

Oleh karenanja, djelaslah, bahwa pasal-pasal jang dituduhkan kepada saja itu, pasal-pasal 134, 137 KUHP — jang oleh para ahli hukum kita dipandang sebagai pasal-pasal kolonial karena

Page 90: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

ia dibikin oleh pendjadjah Belanda tidaklah mengenai ala- matnja jang sebenarnja. Tambahan lagi saja menulis adalah untuk mempertahankan kepentingan untum.

Apalagi kalau kita kenangkan wahai Tuan Hakim, bahwa sua­sana jang meliputi diri saja sendiri sebagai penulis tulisan itu waktu itu, adalah dalam suasana kesutjian ; karena saja waktu itu baru sadja kembali dari menunaikan rukun Islam, kelima ditanah sutji Makkah, dan baru beberapa liari atau beberapa pekan sadja berada ditanah air. Djelaslah baik niat maupun suasana jang meliputi diri saja waktu itu adalah penuh diliputi alam kesutjian jang murni, djauh dari perasaan hasad dan dengki.

Disamping itu wahai Tuan Hakim, dihadapan saja sebagai Ulama angkatan muda jang biasanja bersifat progressip dan korrektif, terletak pedoman jang tidak lepas-lepas dari pegangan, jaitu Kitab Allah dan Sunnah RasulNja. Pedoman mana menurut adjaran Nabi, mendjamin keselamatan dunia dan achirat. Dan diantara Sunnah Rasul itu ada sebuah hadis jang dituangkan dalam sabda beliau jang sakti jang dapat berguana bagi pedoman kita bersama, jaitu hadis jang berbunji :

Artinja :’’Sesungguhnja Allah redha kepadamu dalam tiga per­kara : pertama, bahwa kamu sembah Dia dan tidak kamu perserikatkan Dia dengan siapapun; kedua, bahwa kamu berpegang teguh kepada Agama Allah dan kamu djangan bersengketa; dan ketiga, bahwa kamu suka memberi nasihat kepada orang jang ditakdirkan Tuhan mendjadi pemimpinmu”.

(Hadits Shahih, riwajat Imam Muslim. Lihat Kitab As*Sijasatus Sjar’ijah fi Ishlahir Ra'i war Ra’jat oleh Ibnu Taimijah).

Karena mentjari keredhaan Ilahi jang mendjadi djiwa hadis Nabi Muhammiad s.a.w. inilah, jang mendorong hati saja sebagai hamba Allah untuk menulis, untuk berchutbah dan untuk ber- tabligh dimana sadja saja diberi kelapangan oleh Allah untuk

89

Page 91: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

itu. Ja, bersama-sama dengan ahli tasawuf saja turut berkata: Ualii antu tuaqshudi wa ridhaka mathlubi (Tahanku, Engkaulah jang kutjari dan kcrcdhaanMulah jang kuharapkan !).

Tuan Hakim jang saja hormati,

Kami kaum Ulama, adalah tersebut dan terpanggil dalam hadis Nabi sebagai ’Nvarsthatul Anbija”, sebagai waris Nabi-Nabi. Ja, waris dalam arti kata jang luas. Waris dalam arti melandjutkan tugas para Nabi jang telah berpulang kerahmatullah. Sungguh berat fungsinja kaum Ulama, ia harus menjampaikan kebenaran itu dimana dan dalam keadaan betapa sadja. Karena itu kadang- kadang oleh orang jang tidak menilai betul-betul dengan djudjur akan apa jang disampaikan oleh para Ulama itu, mudahlah ia dituduh jang bukan-bukan, menghina dsb. Pada hal tidaklah begitu, mereka hanja menjampaikan kebenaran adjaran Agama kepada ummat manusia, jang kadang-kadang rasanja pedas, asam, dan kadang-kadang pah it; karena nasihat jang berharga itu lumrahnja memang demikian. Dengarlah chalifah Umar bin Chattab jang termasjhur adil itu, sahabat Nabi jang terpudji berkata :

’’Sahabatmu jang sedjati, ialah orang jang berani menjatakan kebenaran kepada engkau, bukan jang hanja mendjilat-djilat, membenar-benarkan engkau sadja”.

Dalam pada itu ditelinga saja selalu bergema dan berkumandang bunji firman Allah jang berkata :

Artinja :

, ’ Hendaklah muntjul diantara kamu suatu ummat jang menjeru manusia kepada berbuat kebadjikan dan me­larang mereka berbuat mungkar; dan mereka jang demikianlah jang beroleh bahagia kemenangan”.

(Al-Quran, Ali Imran 104).

^Tuan Hakim dan Djaksa jang saja hormati,

Page 92: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Maka berdasarkan kepada dalil-dalil jang telah saja kemukakan diatas, baik dalil dari segi juridis formil maupun dari segi Agama, maka perkenankanlah saja mengemukakan permintaan"saja jang saja hadapkan dalam bentuk pertanjaan, sebagai berikut:

1. Apakah Tuan Hakim dan Djaksa tidak sependapat dengan terdakwa, bahwa menurut ketegasan pasal 78 sub 1 ajat 1 KUHP, bahwa perkara saja ini telah daluwarsa, karena djangka waktunja telah terlalu djauh silam tak dapat dike- djar lagi ? !

2. Karenanja, apakah Tuan Hakim dan Djaksa tidak sepen­dapat dengan terdakwa, bahwa tidak tjukup kuat dasar hukumnja menghadapkan saja H. Firdaus A.N. alias Muchlis dala'mi sidang pengadilan ini sebagai terdakwa; sebab itu berarti hilangnja kepastian hukum tempat berlindung bagi rakjat ? ! Dan karenanja djuga dapat dipandang oleh sedja- rah kelak, sebagai suatu tindakan jang tidak adil (zalim) jang dipaksakan dan dideritakan kepada seorang Ulama, Muballigh dan penulis Islam jang sedang mendjalankan tugas kewadjiban Agamanja ? !

3. Apakah Tuan Hakim dan Djaksa jang saja hormati telah berfikir djauh kedepan, bahwa hal jang sematjam itu tidak­kah akan dapat dipandang orang kelak sebagai suatu krisis hukum dan perundang-undangan kita dinegara Indonesia ini jang akan diratapi oleh sedjarah ? ! Suatu zaman dimana kita sama-sama berada dihadapan medja hidjau, diwaktu Tuan sebagai Hakim dan Djaksa dan saja sebagai Ulama jang menjampaikan adjaran Islam dihadapkan sebagai pesa­kitan dan terdakwa ?

4. Apakah Tuan Hakim dan Djaksa jang saja hormati tidak sependapat dengan terdakwa, bahwa tidaklah ada manfa'at- nja membangkit-bangkit kembali apa jang sudah lama terkubur, dan perkara ini rasanja tidak perlu dan tidak sah untuk dilandjutkan ? !

5. Bukankah saja telah mejakinkan Tuan Hakim dan Djaksa. bahwa dalam penulisan buku tersebut tidak ada seudjung rambutpun terselip niat dan sengadja menghina kepala negara ? ! Jang ada hanjalah berupa nasihat keagamaan jang wadjib saja sampaikan selaku Ulama, Muballigh dan penulis Islam, jang kalau tidak saja sampaikan saja berdosa dihadapan Allah. Dan saja hanja penulis, bukan penjiac dan penjebar buku. Karenanja, bukankah pasal-pasal 134 dan 137 KUHP tidak dapat dan tidak tepat dituduhkan kepada diri saja? Saja rasa Tuan Hakim dan Djaksa jang saja hormati — demi keadilan dan kebenaran — akan sependapat kiranja dengan saja dalam hal ini !

91

Page 93: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

6. Achimja saja berlindung kepada Tulyin Allah S.W.T. J g Maha Kuasa dan Maha Adil sambil berdo a semoga kita diberiNja Taufiq dan Hidajah, dan didjauhkanNja kita dari sesuatu hal jang sama-sa'ma tidak kita harapkan, Amin .

7 Kemudian saja pertjaja kepada kebidjaksanaan dan P®1*“11" baT an »a.inurani Tuan Hakim dan Djaksa ,a„g d , u ^ serta adil itu. Dan karena kesalahan saja tidak terbukti,

dan saja betul-betul tidak merasa bersalah dalam ini, dan pasal-pasal tersebut tidak tepat dialamatkan kepada diri saja, maka saja mengharap atas segala kemurahan hati Tuan Hakim dan Djaksa — sekali lagi demi keadilan supaja saja dibebaskan dari segala tuduhan dan tuntutan I

8. Ja Malikijaiimiddin, ijjaka na’budu waljjaka nasta’ien ! Allahunima inna nadj'aluka finuhurihim wa n a udzubika

min sjururihim !

9. Sekianlah dan terima kasih!

Demikianlah bunji eksepsi itu, dan s a ja sertakan dengan dua helai lampiran. Satu berisi riwajat hidupku setjara ringkas, dan jang satu lagi adalah surat Keputusan Pemerintah jang berisi pengakuan setjara resmi dan hak pensiun ajahku sebagai salah seorang penntis pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ini penting sebagai bahan per­timbangan bagi Hakim, karena waktu itu sering ditondjolkan orang revolusi kemerdekaan sebagai tameng pemukul lawannja. Dengan membatja itu akan terbuktilah bagi Hakim, bahwa keluarga kami bukanlah termasuk kepada mereka jang sering disebut : pembontjeng-

pembontjeng kemerdekaan.

92

Page 94: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Lampiran

RIYVAJAT HIDUP : (sampai dimedja hidjau tahun 1964).

N a m a : H. Firdaus A.N., B.A.

L a h i r : di Manindjau Sumatera Barat pada tanggal 18-8-1924.

Pendidikan : Setelah Sekolah Rakjat melandjutkan pada :

1. Sumatera Thawalib, tammat pada tahun 19432. Kulliah Dijanah, tammat pada tahun 19463. Kulliah Mu’allimin, tammat pada tahun 1947 ,4. SM .A .l. Bukittinggi tahun 19485. Akademi Wartawan Djakarta, pada tahun 19526. Perguruan Tinggi Islam Djakarta, tahun 19537. Universitas Nasional Djakarta sampai Sardjana

Muda (B.A.) pada tanggal 15 Pebruari tahun 1963

Pengalaman pekerdjaan :

1. Guru Agama pada Madrasah Sumatera Thawalib di Parabek Bukittinggi (1943-1946).

2. Anggota pasukan Barisan Sabilillah (1945-1946).3. Bertugas pada Front Pertahanan Nasional Sumatera

Barat Bg. Penerangan (1947-1948).4. Kepala Penerangan Markas Pertahanan Rakjat Ne­

geri (MPRN) di Manindjau (1948-1949).5. Bertugas pada Kabupaten Agam sebagai anggota

Penerangan Mobil jang bergerak diseluruh Kabu­paten Agam (1949-1950).

6. Kepala Penerangan GPII darurat Sumatera Barat(1949-1950). "

7. Anggota Pimpinan Peladjar Islam Indonesia (Pil) Sumatera (1948-1950).

8. Bekerdja pada Departemen Agama di Jogjakarta,

Djuni 1950.9. Anggota P.B. PII Jogjakarta (1950-1951).

10. Pemimpin Redaksi Madjallah ’’TUNAS” (1950-

1952)/11. Pada Tahun 1951 tertjatat sebagai anggota Demo-

bilisan Peladjar Pedjuang.12. Pemimpin Redaksi Madjallah ’’PERBAIKAN

Djakarta (1953-1954). _13. Anggota P-P. GPU Djakarta (1953-1956).14. Pembantu tetap, penulis Ruangan Agama harian

„Indonesia Raya” (1954-1958).

93

Page 95: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

15. Naik Hadji ke Makkah sebagai anggota Madjlis

Pimpinan Hadji (MPH) 1954.

16. Pemimpin Redaksi ’’Penjuluh Agama” (1957-

1961).

17. Berangkat ke RRT untuk memenuhi undangan Perhimpunan Islam Tiongkok sebagai delegasi Ulama dan Pemimpin Indonesia (14 orang) pada

tahun 1956.

18. Berangkat ke Saigon sebagai ketua Delegasi Indo­nesia menghadiri Konperensi APACL (Asian Peoples Anti-Communist League) — „Liga Anti Komunis Rakjat-Rakjat Asia” (1957).

19. Berangkat ke Konperensi Bangkok memenuhi un­dangan jang sama selaku ketua Delegasi Indonesia (1958).

20. Memimpin (Imam) sembahjang Hari Raya Tdul- Fithri jang diadakan dihalaman Kedutaan Besar Indonesia di Manila atas permintaan Perhimpunan Islam Pilipina dan Duta Besar Indonesia Nazir Datuk Pamontjak (1957). Perajaan ’Idul Fithri jang meriah ini djuga dihadiri oleh Perdana Menteri Pakistan Suhrawardy jang berada di Manila waktu itu.

21. Anggota Dewan Partai Masjumi (1956-1957).

22. Sekretaris I Badan Kongres Muslimin Indonesia (1955 _ )

23. Sekretaris Djenderal Front Anti Komunis (FAK) jang kemudian diubah mendjadi ’’Liga Anti Komu­nis Rakjat Indonesia” (1956 — )

24. Anggota Pusat Pimpinan ’’PERSATUAN ISLAM” (1956-1960).

25. Anggota Madjlis Ulama PERSATUAN ISLAM (1961 — )

26. Menulis buku ’’Analisa Perkawinan Soekarno- Hartini” (1955).

27. Menterdjemahkan buku ’’Derita Ummat Islam diba- wah Kekuasaan Palu Arit” (1955).

28. Menulis buku ’’Laporanku dari Tiongkok Merah” (1957).

29. Redaksi Madjallah DAULAH ISLAM Y AH (1957).

Page 96: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

30. Pada tahun 1957 menurut angket jang diadakan oleh Pengurus Besar Himpunan Pengarang Islam melalui Pers, terpilih oleh umum sebagai salah seorang diantara 10 (sepuluh) penulis Islam Indo­nesia terkemuka dewasa ini (1957) dari golongan angkatan Muda.

31. Pemimpin Umum Mingguan ’’ANTI KOMUNIS'’ di Djakarta (1958) (setelah K.H.M. Isa Anshary mengundurkan diri).

32. Menterdjemahkan ’’Islam dan Pcnuidanc-Undanc- an” (1959) Dr Audah.

33. Menterdjemahkan ’’Pedoman Islam dalam berne­gara oleh Ibnu Taimyah (1960).

34. Menterdjemahkan ’’RISALAH TAUHID” Moh. Abduh (1963).

35. Tulisan-tulisan tersiar diberbagai madjallah danharian. (1950 ----- )

36. Dosen Agama pada Universitas Nasional danUniversitas Ibnu Chaldun (1963 --- )

37. Ditangkap Polisi DPKN/Kedjaksaan Agung pada tahun 1961-1964 dalam status tahanan (').

ttd.

H. Firdaus A.N., B.A.

1) Selandjutnja :

38. Pembantu Harian ’’D J IH A D ”, Djakarta (1965).

39. Staf Ahli Surat Kabar Mingguan ’’D JIW A P RO K L A M A S I” (1966).

40. Sekretaris Djendcral KAM SI (Kesatuan Aksi MasJjid Seluruh Indo­

nesia) (1966).

41. Menulis buku ’’Dari Pcndjaia ke Medja Hajati" (1967).

Page 97: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

SETELAH eksepsi itu kuutjapkan, maka tampaklah perobahan kap Djaksa jang dahulunja negatif sekarang telah mendjadi positif,

telah tampak sikap jang saling harga menghargai. Dan diwaktu aku me­laporkan diri seperti biasa, maka ia telah mulai mengadakan approach tentang berbagai soal. Ia bitjara tentang Hamka dan ia bitjara tentang Kartosuwirjo. Ia menjesal terhadap sikap Hamka jang mengaku sadja terus-terang atas tuduhan jang ditimpakan Polisi kepada dirinja. „Padahal, ia harus menolak, kalau betul-betul ia tidak berbuat, katanja. Apa benar Hamka mengaku, bagiku itu adalah mendjadi tanda-tanja. Tetapi Djaksa Amir Danuhusodo adalah seorang jang kepertjajaan Kedjaksaan Agung waktu itu. Dan kemudian baru aku ketahui dari lisannja buja Hamka sendiri waktu aku berkundjung kerumah beliau di Kebajoran Baru, bahwa beliau mengaku itu adalah karena terpaksa, melihat kawan-kawannja jang sudah menderita kena tangan. ”Mana jang lebih baik mengaku sebelum kena tangan atau sesudah kena tangan ?” kata Hamka kepadaku. ’’Pada hal jang penting lagi pemeriksa adalah pengakuan”, demikian Hamka. Aku datang kerumah beliau bukan untuk menaniakan masalah ’’pengakuan” Hamka atas tuduhan fitnah BPI kepadanja itu, tetapi setjara kebetulan beliau sendiri memulai tjeritanja itu, karena masalah itu telah meru­pakan desas-desus jang luas dikalangan masjarakat. Tetapi aku jakin, bahwa pengakuan Abuja Hamka itu tidak lain adalah karena terpaksa mengindarkan diri dari kekedjaman dan kebiadaban orang-orang BPI

belaka.

Menurut Djaksa Amir, Imam Kartosuwirjo jang bitjara sendiri dengan Amir ketika ia ditahan di Kedjaksaan Agung, beliau rada menjesal atas perbuatannja, walaupun ia tidak mengingkari tanggung- djawabnja itu ; pada hal waktu itu ia sudah diachir umurnja mengha­dapi hukuman mati. Sampai dimanakah kebenaran tanggapan DUksa Amir ini ? Wallahu A’lam ! ’’Apakah maksud Sdr. sesuatu perkara itu harus ada happy-endnja bagi pihak jang bersangkutan ?”, tanjaku.

’’Sudah tentu !”, djawab Amir ! Kemudian ia membuka isi hatinja kepadaku, bahwa djiwa raganja, bukanlah disini, dan ia katanja sekedar untuk menjelesaikan ikatan dinas. Dan ia menghadapi n;rkara ini adalah sekedar untuk mendjaga conduitenja cimuna belaka.

Dalam eksepsi itu selain aku menangkis segala tuduhan, maka djuga aku melakukan serangan kepada lawan politikku jang terhebat, D.N. Aidit jang sedang memainkan politik kekuasaan. Waktu itu ia adalah kesajangan Bung Karno, bahkan seorang patner jang sangat menentukan djalannja politik Bung Karno. Aidit aku serang, karena dialah jang sepantasnja dihadapkan kemedja-hidjau dituntut sebagai penghina Kepala Negara dan pemimpin-pemimpin Indonesia lainnja dalam sebuah brosur jang telah ditulisnja sendiri. Mereka dituduh oleh Aidit sebagai Sosialis palsu, tetapi tak seorangpun Djaksa jang

96

Page 98: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

berani berbuat terhadap D.N. Aidit itu. Dan sewaktu aku berada dikamar-kerdjanja Djaksa Amir, jang kebetulan waktu itu rekan- rekannja sedang berkumpul, seperti Djaksa Aruan, Diaksa Azwar Karim, maka usulku ini disampaikan oleh Amir kepada rekan-rckan- nja jang terkenal sebagai Djaksa-Djaksa jang galak itu. Sambil melihat kepadaku, Djaksa Aruan (jang kemudian dipetjat karena pro Gestapu) menjahut : apa berani, bukankah D.N. Aidit Menteri ? Hatiku men- djawab : ’’Kalau penakut, pertjuma Tuan-Tuan djadi Djaksa !”

Djaksa Amir Danuhusodo sama sekali tidak mengadakan replik apa-apa terhadap eksepsiku itu. Dan dengan begitu, laksana per­mainan bola dilapangan hidjau, stand telah berubah mendjadi satu nol untuk terdakwa. Dan dengan tidak adanja sepatah katapun kebe­ratan jang dikemukakan Djaksa, maka seharusnja sidang tidak bisa diteruskan lagi, karena dengan begitu Djaksa telah knock-out diatas ring, tidak bangun lagi. Tetapi aneh bin adjaib, Hakim Lubis diluar tata-tertib jang berlaku, masih melandjutkan sidang terus tanpa ada alasan jang dikemukakan, dengan tjara coûte que coûte. Dengan sikap dan tjara Hakim jang demikian itu, banjak rekan-rekannja di Penga­dilan Jang merasa heran. Baik, bola bergulir lagi dengan mengadjukan saksi-saksi antara lain Jubahar, pendjual buku, Ali Audah Direktur Tintamas dan Busthami wakil Direktur Toko Buku Tamaddun.

Semuanja tak ada jang memberatkan terdakwa. Sidang ini berlangsung tanggal 3-6-1964, sebagai sidang jang keempat.

Aku tidak mempunjai pembela, pengatjara jang akan membelaku dimuka medja hidjau ini, karena susah mentjari seorang pengatjara jang betul-betul berani menghadapinja, mengingat soalnia langsung berhadapan dengan pribadi Kepala Negara jang sedang berkuasa mutlak. Oleh sebab itu fungsiku dalam perkara ini ada dua, sebagai terdakwa dan merangkap selaku pembela. Oleh sebab itu setelah aku dihudjani pertanjaan oleh Hakim, maka djuga aku mengadjukan per- tanjaan kepada beliau.

Dalam sidang jang keempat ini aku menanjakan tentang eksepsi jang telah aku batjakan dimuka sidang dan jang tidak mendapat replik dan keberatan apa-apa dari Djaksa itu, maka Hakim mendjawab, bahwa dia akan menanggapinja nanti setelah dia pada achir sidang memberikan pertimbangannja sebelum mendjatuhkan vonnis. Ini adalah suatu hal jang gandjil, karena suatu eksepsi seharusnja dibahas pada permulaan sidang dan sebelum sidang dilandjutkan terus. Dan apabila sesuatu tangkisan tidak terdjawab maka mestinja Hakim

mengachiri sidang itu.

Saksi-saksi Mochtar Lubis, Naib Tjipanas dan Rusli tidak dapat hadir dalam sidang, karena masing-masing mereka djauh di Madiun (dalam pendjara), Solo dan Tjipanas, sedangkan pengadilan rupanja tidak mampu menghadirkan mereka itu pada waktu sidang. Dan ke­

97

Page 99: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

mudian pengadilan, katanja akan menghadirkan seorang ahli bahasa dari Departemen Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, tetapi djuga tidak kelihatan ■mjuntjul. Sedjak sidang jang keempat ini, ada lima kali panggilan sidang jang tidak djadi berlangsung, karena dika­takan oleh Djaksa, bahwa Hakim Lubis sakit. Sedang sidang kelima pada tanggal 19-8-1964 diundurkan pula sampai tanggal 26, karena kali ini Djaksanja jang sakit. Demikianlah Hakim dan Djaksa saling sakit silih berganti, sedang terdakwa mudah-mudahan dalam keadaan siap-waspada menunggu apa jang akan terdjadi atas dirinja dengan penuh iman dan tawakkal kepada Tuhan Jang maha Kuasa.

Pada sidang Pengadilan jang keenam, tanggal 26-8-1964 Djaksa Amir Danuhusodo membatjakan requisitoimja. Sebelum surat tuntutan hukuman itu dibatjakannja, maka lebih dahulu dia menjuruh tutup pintu dan djendela, dan sambil setengah berkelakar dia berkata: nanti saja diganjang oleh orang-orang Masjumi dan GPU. Aku men­dengarkan kalimat demi kalimat jang keluar dari mulut Djaksa, tetapi sajang aku tidak dapat menangkap semuanja dengan terang; karena suara Djaksa hampir-hampir tidak terdengar karena pelannja, dan saja memperhatikan wadjah Djaksa ketika sampai kepada bagian kalimat jang terachir, berubah mendjadi putjat. Apakah barangkali apa jang diutjapkannja itu adalah bertentangan dengan hatinuraninja sendiri ?

Tuhanlah jang tahu ! Dan pada achir kalimatnja, ia menuntut Hu­kuman satu tahun pendjara, potong tahanan buat terdakwa.

Dan ketika Hakim bertanja kepadaku, apakah aku akan menga- djukan pleidooi ? maka aku mendjawab : J a ! Dan aku meminta kepada Hakim supaja sidang diundurkan dua minggu untuk memberi kesempatan kepadaku membuat sebuah pleidooi.

Pleidooi adalah suatu ichtiar terachir bagi seorang terdakwa untuk menangkis segala serangan-serangan jang dilepaskan oleh lawan kepada dirinja untuk menjelamatkan diri. Dan disamping itu pula ia dapat 'merupakan puntjak serangan-serangan seorang terdakwa kepada lawannja. Pendeknja berdasarkan pleidooi itu, dalam sidang terachir nanti akan ditentukan nasib terdakwa beruntung atau tjelakanja dia.

Tetapi bagiku pleidooi bukan sekedar penentuan nasib, tetapi ia lebih mumi dari itu, pleidooi adalah merupakan suatu gelanggang djihad, dimana aku akan menghunus sendjataku unutk membela dan memper- djuangkan kebenaran dan keadilan Ilahi. Aku akan mengemukakan qaulal haq, kata kebenaran dimuka Sulthan Al-Djair, dihadapan pemerintah jang zalim, penguasa jang berlaku sewenang-wenang terhadap rakjatnja. Ja, aku akan menjuarakan keadilan dan kebenaran supaja kelak dapat didengar oleh tiran-tiran jang sedang menodai dan mengindjak-indjak keadilan dan kebenaran itu. Dan bila temjata aku dikalahkan atau mendjadi korban dari kebenaran itu, maka aku akan korban sebagai seorang mudjahid fi Sabilillah dan fi sabilil-haq,

98

Page 100: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

aku akan korban kebenaran dan aku rela gugur sebagai pedjuang kebenaran itu.

Aku ingin memberi teladan kepada adik-adik, kader-kader Islam dan generasi penegak keadilan dan kebenaran, bahwa suatu waktu mereka tidak mustahil dihadapkan dimuka pengadilan seperti apa jang kutemui k in i; bahwa ruangan mahkamah pengadilan bukan arena tempat bertekuk-lutut, tempat menjerah kepada lawan dengan begitu sadja, unconditional surrander, ja, bukan tempat berkapitulasi.

Pengadilan harus didjadikan gelanggang tempat berhudjdjah membela kejakinan dan pendirian sebagai seorang pedjuang jang konsekwen, sebagai mudjahid jang sedjati, ja, sebagai seorang laki-laki jang djantan. Karena seorang kader harus berani tampil sendirian kearena medja-hidjau ini sebagai „single fighter” bila sewaktu-waktu keadaan memaksa demikian. Karena kita jakin, bahwa Tuhan Allah S.W.T. berada dipihak mereka jang menegakkan keadilan dan kebenaran !

Demikianlah pleidooiku ini disusun dengan mengharapkan Ilham dan hidajah daripada Tuhan Jang Maha Kuasa, karena dengan ’inajah dan taufikNja djualah peleidooi ini kelak akan berhasil seperti apa jang ditjita-tjitakan. KepadaNjalah aku mengadu dan kepadaNjalah aku memohon pertolongan !

Dan setelah pleidooi ini selesai aku susun tanpa seorang insan- pun jang mengetahuinja, maka sebelum ia aku utjapkan dimuka medja hidjau, lebih dahulu kubatjakan baik-baik dihadapan isteriku jang setia. Karena dialah jang turut menanggung risiko daripada pleidooi ini nantinja setelah dia aku lepaskan diarena pengadilan kelak.

•Aku batjakan dihadapannia demikian rupa sehingga dia mendjadi terharu, dan kemudian air maianja keluar berlinang-linang memba­sahi pipinja. Dan sambil merebahkan badannja keharibaanku, ac'nimja ia menjatakan persetudjuannja jang sungguh-sungguh. Dan setelah tanggal 9 September 1964 datang, dimana pagi-pagi aku harus me­ninggalkan rumah dan berangkat sendirian kepengadilan, maka aku meminta kepadanja supaja aku ditolong dengan do’a kepada Tuhan semoga aku berhasil dengan baik. Dan inilah dia pleidooi itu !

* * *

99

Page 101: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

ALEXANDER DUMAS:

" T ia p - k a l i d u n i a m e n a n j a k a n : m a n a k a h o r a n g j a n g a k a n

m e n o l o n g k i t a ? K i t a m e m e r l u k a n o r a n g j a n g t a b a h d a n

b e r a n i b e r t a n g g u n g - d ja w a b f D j a n g a n t j a r i d j a u h - d j a u h .

T j a r i l a h d id e k a t m u . O r a n g i t u a d a l a h : K a u s e n d i r i , s a j a

d a n s e t ia p o r a n g d i a n t a r a k i t a . ”

( D r . O . S . M a r d e n , D e W e r e ld S t a a t V o o r U O p e n ) .

*

” K a l a u k a m u l e t a k k a n p e d a n g m u j a n g t e r h u n u s p a d a l e h e r ­

k u , s e w a k t u a k u m e n j a m p a i k a n p e r i n t a h A l l a h d a n R a s u l-

N j a , a k u a k a n te r u s d i u g a b e r b i t j a r a , s e k a l i p u n p e d a n g m u

i t u m e m u t u s l e h e r k u " .

A b u D z a r A l G i j j a r y

Page 102: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

P L E I D O O I

” S A J A M E N D J A W A B ! ”

Diutjapkan pada Sidang Pengadilan Negeri

Djakarta pada tanggal 9 September 1964.

DIPERSEMBAHKAN

Untuk

KEADILAN dan KEBENARAN.

101

Page 103: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

M U K A D D I M A E»

T U A N H akim jang terhormat,

Lebih dahulu saja mengutjapkan terima kasih banjak kepada

Tuan H ak im jang telah'berusaha memimpin sidang perkara ini dengan

sebaik-baiknja. Semoga Tuhan Allah Jang Maha Kuasa memberi tau­fik dan h idajahN ja kepada kita bersama, Amin !

T igapuluh delapan tahun jang telah lalu, kaum pergerakan Indo­

nesia mendjadi geger ketika tokoh-tokoh pemuda mereka jang sedang menuntut ilm u ditanah Belanda dituntut dimuka Mahkamah kolonial

itu karena didakwa melawan kepada pemerintah kolonial. Moh. Hatta

dan kawan-kawannja, demikianlah nama tokoh itu jang dituduh melanggar pasal 131 K U H P Belanda, achimja dengan segala kebera­

n ian melawan tuduhan jang tidak berdasarkan hukum i t u ; dan kemudian memang mendjadi kenjataanlah, bahwa mereka tidak dapat disalahkan da lam tulisan-tulisan jang dimuatnja dalam Madjallah

Indonesia Merdeka jang terbit pada bulan Maret/April 1927. Hal ini

adalah berkat ketulusan, kedjudjuran dan keberanian Hakim Mahka­m ah jang tidak dapat dipengaruhi oleh kekuasaan apapun djuga

diantara manusia ini, selain tunduk hanja kepada hukum keadilan

belaJta. Ja , H ak im jang seperti itulah jang dengan segala kedjudjuran-

1C20

Page 104: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

nja, berani membebaskan Hatta dan kawan-kawan dari segala tuduhan jang ditimpakan kepada dirinja oleh Djaksa Belanda jang zalim itu M.

Dan al-Hamidulillah, dua puluh satu tahun kemudian (1949), ia datang kembali kenegeri Belanda bukan sebagai orang jang dituntut, tetapi sebagai seorang Wakil Presiden dari Republik Indonesia jang menuntut penjerahan kedaulatan kepada bangsanja sendiri.

Tetapi disamplng itu, djauh berpuluh abad jang silam, seorang tokoh kerohanian, seorang filosof jang amat masjhur namanja sampai ewasa ini, Socrates (wafat 399 sebelum Masehi), mati karena memi­

num ratjun jang dipaksakan oleh pengadilan Athena jang kedjam,

j^ng berbuat sewenang-wenang tanpa mengindahkan norraia-norma keadilan dan perikemanusiaan. Ia dihukum karena ia menjatakan

kebenaran pendiriannja, tetapi pemerintah diwaktu itu menuduhnja durhaka kepada dewa pudjaan bangsa Athena. Socrates rubuh kebumi dengan hati jang pilu, tetapi pengadilan Athena jang mengadilinja setjara tjurang itu penuh dengan gelak dan tawa gembira-ria; tetapi

pengadilan jang dikutuki oleh sedjarah dari abad keabad sampai achir zaman.

Demikianlah saja kemukakan peristiwa-peristiwa sedjarah itu agar kita dapat mengamlbil tjermin perbandingan dan suri-teladan daripadanja, untuk kita ambil mana-mana diantaranja sikap jang terpudji dan mana pula jang merupakan sifat jang tertjela jang haruskita lemparkan dan kita buang djauh-djauh ................... dari arenapengadilan ini.

Peristiwa pengadilan jang pertama, jakni putusan Hakim Mah­kamah jang mengadili Mohammad Hatta, Abdul Madjid Djojo Adhiningrat, Ali Sastroamidjojo dan Muhammad Nazir Datuk Pamuntjak jang kesemuanja mendjadi tokoh pemimpin organisasi ’’Perhimpunan Indonesia” dinegeri Belanda — jang tcrdjadi pada tanggal 9 Maret 1928 di Den Haag — , adalah suatu putusan keadilan jang dipantjarkan oleh hatinurani seorang Hakim jang adil, walaupun putusan itu diberikan kepada lawannja sendiri. Itulah hakim mahka­

mah jang betul-betul ichlas mengabdi kepada keadilan, dan ia melam­bangkan keadilan sedjati.

Dan peristiwa jang kedua, jang merupakan proses hukum penga­dilan jang terdjadi pada diri filosof agung, Socrates pada tahun 39Q

Sebelum Masehi itu, adalah suatu pemjataan kezaliman jang sangat disesalkan oleh sedjarah, jaitu rasa ketidak-adilan jang penuh dendam

jang dilahirkan oleh Mahkamah Athena jang tidak mendjundjung

tinggi perikemanusiaan. Walaupun proses itu telah terdjadi lebih dari

duaribu tahun jang silam, tetapi sedjarah tidak mau melupakannja

*) Batja sambutan Bung Karno mengenai peristiwa perkara ini dalam ’’Suluh Indonesia Muda”. 1928 dengan djudul ’’Pemandangan dan Penga-djaran". Lihat Dibawah Bendera Revolusi djiliJ 1 halaman 63.

103

Page 105: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

sampai keachir zaman, karena ia adalah melambangkan suatu tjonto

kezaliman jang harus dikutuki terus oleh dunia hukumi keadilan. Dan

Socratcs sendiri adalah salah seorang diantara para pelopomja, jang dengan suara njaring dan tulus dikumandangkannjalah utjapan seperti

berbunji dibawah in i :

’’Apakah kamu tidak malu untuk memikirkan hanja

kekajaan benda dan kehormatan sadja, sedangkan kamu

tidak menaruh perhatian kepada kebidjaksanaan dan

kebenaran dan memperbaiki djiwamu ?”’’Saja tidak tahu, apa sebenarnja maut itu — mungkin ia suatu jang baik, dan saja tidak takut padanja.

Tetapi saja tahu, bahwa meninggalkan suatu kewadji-

ban adalah suatu hal jang buruk, dan saja memilih apa jang mungkin baik daripada apa jang saja tahu

buruk.” *)

Demikianlah antara lain kata-kata jang diutjapkan oleh Socrates dalam Apology-pembelaannja dimuka Mahkamah Athena jang tertjela

itu. Dan adalah mendjadi 'harapan saja jang besar, bahwa pengadilan kita ini terdjauh dari sifat jang terdapat pada pengadilan Socrates itu.

Tuan Hakim jang terhormat,

Sebenarnja hati-ketjil saja lebih mengharapkan sidang ini setjara

terbuka seperti halnja dengan sidang pengadilan pada tanggal 21 Mei 1963 jang lalu (walaupun sidang pada waktu itu berlangsung setjara

informil), karena hal itu lebih memuaskan bagi publik opini untuk menilainja. Apalagi kalau diingat, bahwa perkara ini ada djuga me-

njangkut unsur-unsur kepentingan umum, karena merekalah jang pertama-tama sekali menghebohkan apa jang mendjadi thema dalam

perkara ini sehingga achirnja menjebabkan saja berhasrat untuk menulis. Tetapi karena beleid-kebidjaksanaan Tuan Hakim melandjut-

kan perkara ini setjara tertutup, maka terpaksalah saja mengikuti

kebidjaksanaan Tuan Hakim jang telah difikirkan matang itu.

PERNJATAAN U M l'M HAK-HAK MANUSIA

Oleh karena perkara ini menjintuh bidang hak-hak asasi- manusia, maka ada baik kiranja bila kita tjantumkan dibawah ini pernjataan Hak-Hak Manusia jang diumumkan dan diterima oleh

sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 D esem ber

1948 jang lalu sebagai pedoman bagi ummat manusia diseluruh dunia. Kita bawakan disini ala kadarnja sadja sekedar jang ada sangkut-

») J.B. Bury : Sedjarah Kemerdekaan berfikir halaman 34.

104

Page 106: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

pautnja dengan perkara in i:

’’Sekalian ummat manusia dilahirkan merdeka dan sama dalam

martabat dan hak-haknja. Mereka dikaruniai dengan budi pekerti dan

keinsafan batin serta hendaknja bertindak jang satu terhadap jang lain dalam semangat persaudaraan” (Pasal 1).

’’Setiap orang berhak memiliki segala hak dan kebebasan jang

disebut dalam pernjataan ini, dengan tiada mengadakan perbedaan

berupa apapun djuga, seperti djenis, warna, laki-laki atau perempuan,bahasa, agama, kejakinan politik dan lain-lain, asal nasional atausosial, milik, kelahiran atau kedudukan lain.” (Pasal 2).

i

’Sekalian orang berhak supaja diakui dimana-mana sebagai

seorang manusia pribadi terhadap hukum.” (Pasal 6).

’’Sekalian orang berderadjat sama terhadap hukum serta berhak dengan tidak boleh diadakan perbedaan apapun djuga, akan perlin­dungan sama dari hukum itu. Sekalian orang berhak akan perlindungan

sama terhadap tiap-tiap perbedaan jang melanggar Pernjataan ini dan terhadap tiap-tiap asutan akan mengadakan perbedaan sematjam itu”. (Pasal 7).

’’Sekalian orang berhak akan mendapat keadilan jang njata dari pengadilan-pengadilan nasional jang berhak terhadap perbuatan- perbuatan jang melanggar hak-hak dasar jang didjamin baginja dalam undang-undang dasar atau dalam undang-undang.” (Pasal 8).

”Tak seorangpun boleh dikenakan hukuman, tahanan atau pembuangan jang sewenang-wenang.” (Pasal 9).

’’Setiap orang berhak dalam persamaan jang sempurna akan di­periksa setjara adil dan terbuka oleh pengadilan jang bebas dan tidak

memihak, baikpun dalam penetapan hak-hak dan kewadjiban-kewa- djibannja ataupun dalam tiap-tiap tuntutan pidana terhadap kepada-

nja.” (Pasal 10).

'Tak seorangpun boleh dipandang bersalah karena sesuatu hal jang dapat dihukum karena ia melakukan sesuatu perbuatan atau kelalaian jang tidak merupakan suatu hal jang dapat dihukum, baik menurut hukum nasional ataupun internasional, pada waktu dilakukan

perbuatan atau kelalaian itu. Begitupula tidak boleh didjatuhkan

hukuman padanja jang lebih berat daripada hukuman jang berlaku pada waktu dilakukan hal jang dapat dihukum itu”. (Pasal 10, ajat 2).

’’Setiap orang berhak akan kebebasan untuk mempunjai pendapat

sendiri dan melahirkan pikiran-pikirannja; dalam hak ini termasuk kebebasan untuk mempunjai pendapat-pendapat dengan tidak boleh

ditjampuri (oleh orang lain) serta (kebebasan akan) mentjari, menerima dan menjiarkan keterangan dan pikiran-pikiran dengan perantaraan

alat pengantar apapun djuga serta dengan tidak usah mengindahkan

batas-batas negara.” (Pasal 19).

105

Page 107: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

"Setiap orang mempunjai kewadjiban-kewadjiban terhadap mas j a/

rakat, karena disitu sadja mungkin diperoleh kemadjuan bebas dah

sempurna dari (keutamaan) diri pribadi.” /’’Dalam mendjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasan, setiap

orang hanja boleh dikenakan pembatasan-pembatasan jang ditetapkan

dalam undang-undang jang maksudnja semata-mata akan mendjanlin

pengakuan dan penghormatan sebagai semestinja terhadap hak-fiak

dan kebebasan-kebebasan orang-orang lain serta untuk memenuhi

sjarat jang pantas dari kesusilaan, ketertiban umumi dan kesedjahteraan

umum dalam masiarakat demokratis.” i

”Hak-Hak dan kebebasan ini sekali-kali tidak boleh didjalarjkan

setjara bertentangan dengan tudjuan-tudjuan dan asas-asas P.Ef.B.”

(Pasal 29 ajat 1, 2 dan 3).

’’Tiada aturan manapun djuga dalam Pernjataan ini boleh ditaf­sirkan sedemikian rupa sehingga seolah-olah memberi kepada sesuatu Negara, golongan atau orang manapun djuga sesuatu hak apapun akan mengadakan sesuatu tindakan atau melakukan sesuatu perbuatan apapun jang miaksudnja akan meniadakan salah satu hak dan kebe­basan jang tersebut didalam Pernjataan ini.” (Pasal 30). a)

Tuan Hakim jang terhormat,

Oleh karena kita adalah anggota PBB., maka saja harap dan

memang telah mendjadi sesuatu kemestian, supaja Tuan Hakim, tidak akan mengabaikan Pernjataan Umum Hak-Hak Manusia seperti jang kita petikkan diatas ini. Terima kasih !

BUKANKAH PERKARA INI TELAH KEDALUWARSA(VERJAARD) ?

TUAN HAKIM jang terhormat,

Dalam pidato tangkisan saja jang saja utjapkan dalam sidang pengadilan ini pada tanggal 20 Mei 1964 jang lalu saja telah menja- takan 'berdasarkan alasan juridis, bahwa perkara saja ini telah keda­luwarsa, dan saja telah menjatakan, bahwa alasan untuk menuntut saja tidaklah kuat. Eksepsi itu sampai sa’at ini tidaklah mendapat tangkisan, baik dari Sdr. Djaksa maupun dari pihak Tuan Hakim sendiri, tjuma Tuan akan mendjawabnja nanti dalam sa’at akan menentukan putusan. Saja rasa tjara ini adalah tidak-Iumrah, karena sesuatu eksepsi harus diperdebatkan dulu sebelum sidang-sidang akan dilandjutkan, jaitu untuk menentukan apakah sidang itu perlu dilan- djutkan atau tidak. Tetapi terserahlah achirnja kepada kebidjaksanaan

')) Dr. Mr. T.S.U. Mulia, Djakarta dan Prof. Dr. K .A .H . Hidding,Leiden : Ensiklopedia Indonesia, A E.

-) Sebagai seorang Sardjana Hukum jang baik, saja pertjaja, bahwa Tuan Hakim tentunja akan mengabdi kepada Tuhan, kepada Ilmu-Pengetahuan. keadilan dan kebenaran, dan kepada Hak-hak asasi manusia ; bukan ke­pada kekuasaan dan kemauan manusia.

106

Page 108: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Tuan Hakim sendiri, karena dalam perlcara ini rupanja Tuan Hakim rmmpunjai pendapatnja sendiri.

Tuan Hakim jang terhormat,

Pasal 78 KUHP berbunji: Hak menuntut hilang oleh karena liwit waktu. Dan Pasal 78 ini terbagi dua; pertama: diperuntukkan

bagi perkara-perkara kedjahatan dan pelanggaran jang dilakukan

dengan melalui alat pertjetakan; dan kedua : perkara-perkara jang

diluir atau tidak melalui alat pertjetakan. Dan perkara saja ini Tuan Hak'm, adalah tergolong pada jang pertama (walaupun saja tidak

mengakui ,bahwa perkara ini sebagai suatu tindak-pidana).

Tuan Hakim jang terhormat,

Kalau kita perhatikan pasal 78 KUHP ajat 1 sub 1, dan kita perhatikan pula, bahwa terbitnja buku Riwajat dan Analisa Perka­

winan Sukarno Hartini jang diterbitkan di Solo pada tahun J 955, sedangkan saja ditangkap baru pada tahun 1961, maka djelaslah dengan tidak diragukan lagi, bahwa tidak ada alasan hukum untuk

menuntut saja, karena alasan untuk penuntutan itu semestinja telah berachir pada tahun 1956. Pada hal sedjak tahun-tahun 1955 dan 1956 tidak ada terdjadi apa-apa, dan kedjadian penangkapan baru terdjadi pada tanggal 26 Djuni 1961. Dan lebih djauh lagi, kalau kita fikirkan, bahwa melihat terbitnja tulisan-tulisan jang dimuat dalam buku ini telah dulu terbit dan dimuat oleh harian Indonesia Raya pada tahun 1954, maka semestinja hak menuntutnja telah berachir pada tahun 1955. Pada hal dalam hal ini tidak ada sesuatu keberatan apa-apa dari pihak jang berwadjib sendiri bertahun-tahun lamanja.

Untuk lebih mejakinkan Tuan Hakim, maka dalam hal ini

marilah saja berikan tjontoh seperti apa jang ditulis sendiri oleh seorang ahli hukum, Djaksa Pengadilan Negeri Istimewa sendiri dalam "bukunja Tafsir KUHP jang antara lain berbunji seperti diba-

wah ini :

’’Seorang wartawan menulis dalam suratkabamja tentang diri dan kehidupan pribadi seorang pemimpin politik. Pemimpin itu merasa dirinja dihinakan, lalu mengadu kepada Djaksa. Karena wartawan itu berang­

kat keluar negeri dan mengadakan perdjalanan keliling

keberbagai negara, maka dia tidak bisa diperiksa dan

tidak bfsa dibikin proses-perbal atasnja. Dua tahun

kemudian baru dia kembali ke Indonesia. Masih da­patkah wartawan itu dituntut ? Djawabnja, djuga tidak !

Sebab perkara penghinaan ini adalah kedjahatan jang dilakukan dengan alat pertjetakan, jang hak penuntut-

annja akan gugur djikalau sudah liwat tempo 1 tahun

107

Page 109: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

/1

/

perkara itu belum djuga diadjukan kepada pen

dilan.” *)

Rasanja telah tegas dan njata kiranja perumipamaan ini. Apalagi

Tuan Hakim, mengingat diri saja baru diambil proses-perbal pada

tanggal 26 Djuni tahun 1961, maka menurut pasal 79 KUHP, sudah

barang tentu perkara penuntutannja telah terlalu kasip, jang sehadis-

nja terdjadi pada tahun 1956. Tetapi, al-Hamdulillah, djangka waktu

itu telah diliwati bertahun-tahun lamanja, sehingga hak untuk meiga-

dakan penuntutan telah musnah (vervallen). Ja, Tuan Hakim, berda­

sarkan keterangan-keterangan juridis jang telah saja kemukakan

diatas, saja merasa, bahwa menurut hukum saja tidak dapat dituhtut

Apabila ada orang lain jang mendjual buku ini setjara bertenak- teriak dengan komentarnja sendiri disepandjang djalan raya, sehingga ada orang jang tidak senang kepadanja, maka adakah patut dan wadjar, bahwa hal itu dirembetkan pula kepada penulisnja jang menulis menurut norma-norma hukum jang berlaku ? Orang itu berteriak sekarang (batja: tahun 1961) sedangkan penulisnja berbuat

djauh beberapa tahun sebelumnja (1954 atau 1955). Apakah 'adil untuk menghubungkan dua alam jang telah djauh berlainan itu ? Penulisnja berbuat dalami alam demokrasi Liberal, sedangkan perkara

ini dihadapkan kepadanja pada zaman „demokrasi terpimpin”, jang alam dan suasananja djauh sekali berlainan. Dan Tuan Hakim tentu maklum hal itu.

Sebuah tjontoh lagi dapat saja kemukakan disini. Seorang tukang

keris jang membuat keris setadjam-tadjamnja, dan kemudian keris itu dibeli umpantanja oleh si B. Delapan tahun kemudian, keris itu oleh

si B ditikamkan kepada orang lain. Apakah djuga si tukang keris jang telah membuat keris dengan mematuhi segala hukum-hukum jang berlaku djuga dapat dipersalahkan karena keris jang dibuatnja itu delapan tahun kemudian ditikamkan oleh pembelinja jang bernama B itu ? Saja jakin tentu tidak; wahai Tuan Hakim. Demikianlah tamsil- perumpamaan jang dapat kita bandingkan dengan perkara jang disi­dangkan sekarang ini. Dan kalau sekirania sann: Wartawan seperti ditjontohkan oleh Djaksa Dalimutiara diatas. dan kalau sekirania si tukang keris seperti tjontoh jang saja kemukakan itu, masih dituntut djuga, saja rasa, maka hal itu telah terlalu djauh dari rasa keadilan. 3) Karena itu, saja tetap berpegang teguh, bahwa perkara saja ini telah kedaluwarsa.

') Dali Mutiara: Tafsir KUHP Republik Indonesia hal. 34, tjet. kelima.

s) Unluk memindjam istilah jang dipakai oleh Mr, M.H. Tirtaatmadja dalam bukunj? : Pokok-Pokok Hukum Pidana.

lagi.

Tuan Hakim jang terhormat,

108

Page 110: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

I

Pendapat-pendapat Para Sardjana Hukum :

Untuk menambah argumentasi supaja lebih lengkap dan meja­’ kinkan, maka baiklah saja tambah dengan mengemukakan pendapat-

pendapat para Sardjana hukum kita, baik jang masih aktif dalam

mendjalankan tugajsnja dalam negara atau jang berada dalam masjarakat.

1. Pendapat HARSUBENO S. H.

Waktu saja mlasih dalam tahanan, saja bertemu dengan seorang

pengatjara jang setjara kebetulan satu tempat dengan saja selama

kurang lebih 15 hari. Beliau ini adalah bekas pembela perkara Dr.

H. Ruslan Abd. Gani (sekarang Menko Penerangan), jaitu waktu jang

terachir ini dihadapkan dihadapan Mahkamah Agung kira-kira tahun

1955 atau 1956 jll. Harsubeno S. H. adalah seorang Sardjana Hukum keluaran Universitas Indonesia dan kemudian melandjutkan studinja di Djerman Barat. Beliau inilah jnag mejakinkan kepada saja, bahwa perkara ini sudah verjaard. ’’Paling-paling Sdr. hanja ditahan sadja dan sudah pasti tidak bisa dituntut”, demikian Harsubeno kepada saja

dengan sikap jang pasti. Pendapat Harsubeno inilah jang telah men­dorong saja antara lain untuk memberanikan diri mengirimi surat kepada Departemen Kepolisian dan kepada Departemen Kedjaksaan

Agung dengan melalui kepolisian sendiri. Dalam Surat saja itu — setelah merundingkannja dengan ahli hukum Harsubeno S. H. — saja telah menjatakan, bahwa hukum tidak boleh berlaku surut. Buku ini tidak pemah ada larangan sebelumnja, dan dari itu saja meminta dengan sangat supaja saja sebagai penulis dikeluarkan dari dalam tahanan dengan segera. Al-Hamdulillah, tidak lama setelah surat itu saja kirimkan, maka saja dikeluarkan dari tahanan sel.

2. Pendapat bekas Djaksa Agung Guna wan S. H.

Diwaktu sahabat saja mengurus saja jang waktu itu masih dalam

tahanan menghadap kepada Djaksa Agung Gunawan S. H. jang dikala

itu memang fungsinja sebagai Menteri, maka Pak Gunawan djuga berpendapat, bahwa bagi penulisnya perkara ini telah kedaluwarsa, tidak bisa dituntut lagi. Achimja beliau mendjandjikan dengan pasti

kepada sahabat saja itu, bahwa saja akan dikeluarkan dari tahanan.

Tetapi tak lama kemudian keadaan berubah dan terdjadilah perubahan

dalam susunan Kabinet, dan beliau tidak djadi Menteri lagi. Dan oleh

karena perkara pendjual buku jang meneriakkan buku saja ini belum

selesai disidangkan, maka achirnja saja djuga masih terbawa-bawa, walaupun saja atas perintah Pak Gunawan dulu telah berada diluar

tahanan.

3. Pendapat Prof. Senoadji S. H. (bekas Kepala Dinas Reserse

Pusct Dep. Kedjaksaan Agun").

109

Page 111: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Djuga diwaktu salah seorang kawan saja membitjarakan dengan

Pak Senoadji tentang tulisan-tulisan saja di Indonesia Raya mengenai

Perkawinan Sukarno-Hartini, beliau dengan tegas mengatakan, bahwa

persoalan itu telah verjaard tidak bisa diganggu-gugat lagi.

4. Demikian pula halnja dengan pendapat para Sardjana

Hnkum jang diantaranja mendjalankan tugasnja sebagai hakim pada

pengadilan negeri Indonesia ini jang nama-nama mereka tidak perlu

disebut dalam ruangan sidang ini.

Demikianlah pendapat para ahli hukum kita jang salah seorang

diantaranja adalah dosen Universitas Indonesia dan Gadjah Mada

dalam Ilmu Hukum.

Jubahar Nurdln

Pcndjunl buku jang gigih dan r;iti

Komunis jang oleh Djaksa T it i» !

Basaruddin S. H. dan Hakim Ali

Basjah Lubis S. H. diganJjar 14 oulan pendjara tanpa pengaljara,

ilizaman rezim Sukarno/PKl. Tuduhan: Menghina l’rcsidcn

Sukarno.

110

Page 112: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

FASAL-FASAL 134 dan 137 KUHP, BERTENTANGAN DENGANUNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA.

TUAN HAKIM jang terhormat,

Sekarang marilah kita masuk membahas disekitar pasal-pasal jang dituduhkan kepada diri saja, jaitu pasal-pasal 134 dan 137 KUHP. Saja bukanlah seorang ahli hukum, Tuan Hakim. Tetapi setelah memperhatikan pendapat ahli-ahli hukum mengenai hal ini dalam pembahasan-pembahasan jang mereka kemukakan, maka mengertilah saja bahwa pasal-pasal jang dituduhkan kepada saja itu

adalah inconstitusioneel.

Sebenarnja setelah diproklamirkannja Indonesia Merdeka oleh

Bung Karno dan Bung Hatta, maka pada hakikatnja lenjaplah kekua­

saan Belanda dari tanah air kita Indonesia. Dan revolusi perlawanan jang dilantjarkan oleh rakjat Indonesia setjara gigih dan mati-matian itu djuga ditudjukan kepada hukum undang-undang Belanda jang

selama beratus tahun berlaku dibumi Indonesia ini. Dan setelah Indonesia mempunjai hukum dan Undang-Undang Dasarnja sendiri, maka seharusnjalah hukum perundang-undangan buatan Belanda itu

tidak pantas berlaku lagi. Adalah tidak adil wahai Tuan Hakim, bahwa

pasal-pasal seperti halnja pasal-pasal 134 dan 137 KUHP itu jang pada mulanja oleh pemerintah Belanda dibuat untuk melindungi Radja dan Keradjaan mereka — dikenakan kepada putera Indonesia jang

telah turut menjumbangkan djiwa dan raganja untuk mempertahankan proklamasi dan mengusir Belanda dari tanah air jang kita tjintai ini.

Dengarlah para ahli hukum kita berteriak dimana-mana mengeluh dan mengandjurkan supaja undang-undang dan terutama fasal-fasal

111

Page 113: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

jang berbau kolonial ini dihapuskan dengan segera. Ja, Undang-

Undang jang telah ketinggalan zaman, dan tidak sesuai dengan arus

dan irama revolusi rakjat Indonesia jang riuh bersorak dimana-mana :

anti Imperialis, anti Kolonialis dan anti Kapitalis. Presiden djuga berpidato mengutuk dan menjuruh merombak Undang-Undang kolo­nial ini dan begitu pula pembesar-pembesar jang lain-lainnja. Tetapi adalah suatu jang agak aneh, kalau pengadilan ini masih mempergu­nakan pelurunja terhadap putera Indonesia Merdeka dengan mem­pergunakan fasal-fasal jang berbau kolonial ini, fasal-fasal jang se- sungguhnja dikutuk oleh kaum pedjuang kemerdekaan.

Saja bukanlah seorang juris Tuan Hakim, dan karena itu untuk menilai fasal-fasal jang dituduhkan kepada saja itu setjara juridis,

maka marilah saja sitirkan disini apa jang diutjapkan sendiri oleh

Mr. Suprapto dalam sidang pengadilan Istimewa Djakarta pada tanggal 24 Februari 1955, jaitu diwaktu ia membela perkarania D.N. Aidit jans dituduh oleh Djaksa melanggar pasal-pasal 134, 207, 3i0

dan 311 KUHP:

’’Pasal 134 adalah termasuk peraturan-peraturan jang berlawanan dengan Konstitusi, karena pasal tadi di­adakan untuk memperlindungi keluhuran kedudukan Radja. Negara kita adalah negara hukum jang ber­daulat dan berbentuk Republik, djadi tak mungkin kita mengakui keluhuran kedudukan radja.”

Demikian Mr. Suprapto, jang selandjutnja berkata: ’’Karena itu sedjak berlakunja Konstitusi R1S, pasal 134 dan 207 (dalam perkara saja ini pasal 137, pen.) KUHP. sudah tidak berlaku.”

’’Setelah R.l.S. mendjelma mendjadi negara Kesatuan R.I., maka pasal 134 dan 207 jang telah tidak berlaku itu djuga tetap tidak ber­laku, karena Undang-Undang Dasar Sementara djuga mempunjai

peraturan peralihan jang maksudnja sama dengan pasal 192 Konsti ­tusi R.l.S.” Demikian Mr. Suprapto.

Disamping itu, wahai Tuan Hakim, Negara kita tidak pernah mengenal istilah Radja atau Koning sebagai apa jang tertjantum dalam aslinja pasal pasal 134 dan 137 itu jang memakai bahasa Belanda.

Negara kita adalah Republik Kesatuan, bukan Keradjaan; djadi tidak tjotjok dengan aslinja pasal-pasal jang dituduhkan kepada saja itu. Dan dalam hal ini berkatalah Mr. Suprapto dalam pembelaannja itu dengan kalimat-kalimat jang berbunji seperti in i :

’’Djika ada pendapat, bahwa orang boleh menafsirkan sebegitu rupa, sehingga kata Koning dapat diartikan sebagai Presiden dan Koningin sebagai Wakil Presidendalam pasal 134 .................... maka tafsiran sematjamitu tidak lain hanja menundjukkan keinginan untuk memberi hukuman sadja dan tidak mengindahkan dasar

112

Page 114: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

pokok hukum pidana sebagai tertjantum dalam pasal

1 KUHP. Pasal ini adalah pendjelmaan dari pada kemenangan perdjuangan demokrasi melawan penin­

dasan sewenang-wenang”.

’’Aturan pasal 1, dalam ilmu hukum” demikian

Suprapto selandjutnja „terkenal dengan formulasi dalam

bahasa Latin sebagai ’’nullum delictum, nulla poena

sine praevia lege poenali”, adalah salah satu daripada hak-hak kemanusiaan jang telah diproklamirkan dalam

tahun 1789 oleh ummat manusia jang mentjintai kea­

dilan (Declaration des droits de l'homme et du citoyen). Hak kemanusiaan itu tidak boleh diganggu-gugat.

Dengan ’’nullum delictum” tadi ditegaskan, bahwa hanja undang-undang sadjalah jang menjatakan suatu perbuatan dar.at dihukum dan bilamana undang-undang tidak mengatur suatu hal, maka tidak diperbolehkan

Hakim dengan tjara tafsiran menjatakan hal itu dapat dikenakan hukuman. ’) (lih. Hazewinkel-Suringa, Inlei­ding tot de studie van het Nederlandsche Strafrecht, th.

1953, him. 276 dst.). Pelanggaran atas ’’nullum delic­tum” tadi berarti malapetaka bagi negara kita, karena pelanggaran tadi mengakibatkan tindakan jang sewe­nang-wenang, tindakan jang bertentangan dengan

keadilan.” Demikian Mr. Suprapto.

(Achimja Aidit didjatuhi hukuman voorwaardelijkc 6

bulan pendjara, Pen.).

TUDUHAN PRIMAIR

Tuan Hakim jang terhormat,

Tuduhan Primair jang ditimpakan kepada diri saja adalah

melancar fasal 134 KUHP. Pasal ini berbunji antara lain : Penghi­

naan dengan sengadja atas Presiden atau Wakil Presiden ................Bila kita perhatikan pasal ini, maka ia mempunjai dua buah unsur,

jaitu unsur penghinaan dan unsur sengadja.

Berkenaan dengan unsur penghinaan, saia telah membantah keras

dalam eksepsi saja jang telah saja utjapkan dimuka sidang pengadilan

ini pada tanggal 2 0 Mei jang lalu, karena sa ja menulis bukan dengan

djalan menghina kepala negara, tetapi adalah dengan mengemuka an dalil-dalil dan alasan-alasan jang wadjar menurut garis-garis code­

ethik djumalistik jang berlaku dinegeri kita. Dan menurut alam fikiran

i) Untuk mentjegah ¿aluwarsanja perkara ini, tidak ada satu pasal pun atau clausule jang mengetjualikan pribadi Kepala Negara atau W akilnja ter­

tjantum dalam K.U.H.P., Pen.

113

Page 115: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

serta hukum dan undang-undang jang berlaku kurang lebih sepuluh

tahun jang lalu itu, maka tulisan-tulisan saja itu tidaklah menghina

kepala negara, dan tidak menghina siapapun djuga. Buktinja tulisan

itu selamat sedjahtera sampai pada saja ditangkap pada tanggal 26

Djuni 1961, jaitu pada alam dan suasana jang telah djauh berlainan

dengan waktu saja menulis dulu. Dan amatlah mlustahil menurut akal,

bila tulisan itu menghina kepala negara, saja akan selamat dan dibiar­

kan bertahun-tahun tanpa ada gangguan sedikitpun djuga. Dan gang­

guan itu baru datang setelah ada orang meneriak-neriakkan buku itu

ditengah djalan raja tudjuh tahun kemudian, jaitu setelah buku itu

kedaluwarsa bagi penulisnja. Dan selama berapa tahun itu pihak jang

berwadjib tidak mengadakan reaksi dan tindakannja kepada penulis.

Apakah jang dikatakan menghina Tuan Hakim? Dalam hal ini jang disebut menghina ialah mentjemarkan nama baik orang lain, jaitu kepala negara. Apakah benar kepala negara tertjemar dan ter­nista karenanja ? Tidak ! dan tidak ada bukti untuk itu, dan setahu saja sampai detik ini beliau tidak menjatakan keberatannja, entah kalau menurut alam fikiran sekarang, alam fikiran demokrasi terpim­pin. Dan memang saja menulis bukan untuk mentjemarkan dan me­nista nama baik kepala negara.

Biasanja ahli hukum kita menafsirkan fasal penghinaan menurut fasal 134 ini dengan pengertian penghinaan jang terdapat pada Bab XV I KUHP. Oleh karena perkara saja menurut tuduhan Sdr. Djaksa, dapat termasuk kepada penghinaan dengan tulisan (smaadschrift), maka dapat ia diartikan menurut apa jang dimaksud dengan pasal

310 ajat 2. Bila saja dituduh demikian, jaitu menghina dengan tulisan, maka saja dapat menjelamatkan diri dengan berlindung kepada pasal 310 ajat 3, ialah karena saja menulis untuk kepentingan umum. Pasal

310 ajat 3 tempat saja berlindung untuk menjelamatkan diri itu adalah berbunji antara lain : ’’Tidak dapat dikatakan menista atau

menista dengan surat, djika njata perbuatan itu dilakukan untukmempertahankan kepentingan umium ............... ” Dalam hal ini telahnjata seterang-terangnja, 'bahwa saja menulis untuk kepentingan

umum, bukan untuk kepentingan diriku sendiri karena masjarakat umumlah jang telah menghebohkan perkawinan Sukamo-Hartini itu beberapa lamanja, sehingga banjak fitnah dan desas-desus jang tidak baik didengar. Bukankah masjarakat umum terutama organisasi wa­nita jang telah menghebohkan perkawinan itu jang kalau tidak salah tidak kurang dari 9 buah, diantaranja termasuk organisasi wanita Bhajangkari, Perwari, Persit dsb. ? jang bukan sadja terdiri dari wanita Islam, tetapi djuga Wanita Katholik. Dan barangsiapa jang memper­hatikan isi seluruh surat kabar waktu itu, tentu ia akan melihat halaman-halaman jang penuh dengan berita dan tjerita mengenai peristiwa^ itu. Dan Al-Hamdulillah, setelah tulisan saja di harian Indonesia Raya” keluar dengan berturut-turut membahas masalah

perkawinan itu dengan katja mata ilmiah-Islamiah, maka suasana

114

Page 116: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

jang heboh dan fitnah serta desas-desus jang selama ini mendjadi- djadi, kemudian mendjadi tenang dan reda keadaannja. Hal ini

mendjadi bukti, bahwa tulisan-tulisan saja itu berguna dan berman- fa’at untuk kepentingan umum. Dan tahukah Tuan Hakim, bahwa

setelah tulisan saja itu berachir di Indonesia Raya, dari pihak familinja

Hartini sendiri mengirim surat kepada ’’Indonesia Raya” sebagai

menjampaikan utjapan terima-kasih ? Itulah bukti jang njata, bahwa

dalam tulisan itu tidak mengandung penghinaan.

Tetapi andaikata sekarang ada orang jang berpendapat dan

menafsirkan tulisan itu mengandung unsur penghinaan, maka saja

tidak bertanggung djawab mengenai itu, dan saja tentu menolaknja,

karena tidak tjotjok dengan zaman diwaktu tulisan itu lahir 10 tahun

jang silam. Siapakah bisa meramalkan kedjadian jang akan terdjadi

pada dirinja sepuluh tahun jang akan datang ? dan hal itu diluar

kekuasaan manusia memberikan kata pasti.

Menurut Mr. Suprapto waktu membela Aidit, bahwa Sardjana

Hukum Belanda ’’Noyon dalam komentamja pada pasal 111 KUHP. Belanda mengatakan, bahwa djuga terhadap radjapun (dalam hal ini,

Presiden, Pen.) dapat dilakukan hak untuk berbuat guna kepentinganumum ................’* (Lihat Noyon, het Wetboek van Strafrecht, I tahun

1954, hal 567).

Demikianlah, Tuan Hakim, saja telah mejakinkan, bahwa saja

telah berbuat untuk kepentingan umum, dan andaikata Sdr. penuntut umum masih djuga menganggap ada penghinaan — dan dalam hal inj tentu lebih tepat "menurut dialan fikiran beliau "smaadschrift”, maka walau bagaimanapun hal itu tentu tidak bisa dikenakan hukuman

(uitgesloten van strafbaarheid), jaitu menurut bunji, djiwa dan

semangat fasal 310 ajat 3 KUHP. itu tadi.

Tuan Hakim jang terhormat,

Saja telah mendjaga diri saja sebaik-baiknja agar saja terdjauh

diwaktu saja menulis tulisan-tulisan dari unsur penghinaan jang me­mang tidak saja sukai dalam penulisan sesuatu karangan jang bernilai keagamaan itu, dan al-Hamdulillah selama im saja telah terlindung

bertahun-tahun lamanja, tetapi kalau ada orang sekarang jang menganggap djuga hal itu mengandung unsur penghinaan maka hal itu saja serahkan bulat-bulat kepada pertimbangan Tuan Hakim jang

seadil-adilnja.

Sekarang kita beralih kepada apa jang disebut unsur kedua, jaitu

unsur sengadja.

Tuan Hakim jang terhormat,

Berkenaan dengan ini, saja ingin menjitir Hadis Nabi Muham­mad s.a.w. jang sangat rapat hubungannja dengan unsur sengadja ini.

Hadis itu berbunji seperti in i :

115

Page 117: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

y}

Artinja:

"Segala perbuatan itu dilakukan orang dengan niat. Dan semua manusia itu dinilai menurut niatnja mela­

kukan perbuatanrtja itu.” (Hadis Muttafaqun alaihi).

Apakah jang disebut niat ? Menurut difinisi jang telah disepakati oleh parn ahli hukum Islam, bahwa jang dikatakan niat ialah, me- njengadja sesuatu jang disertai dengan perbuatan. Dan niat itu adalah terletak didalam hati dan kemudian dimanifestasikan dengan perbuatan. Demikianlah ketentuan jang telah berlaku.

Djadi berdasarkan Hadis Nabi Muhammad s.a.w. diatas, jaitu sebuah Hadis jang telah disepakati oleh para ahli akan sahnja (hadis riwajat Imam Buchari dengan sanadnja Umar bin Ghattab), djelaslah bahwa semua perbuatan manusia itu mesti disertai dengan niatnja

masing-masing; dan bahwa perbuatannja itu harus pula dinilai me­nurut niat atau sengadjanja itu.

Djadi dalam perkara saja ini, harus didudukkan lebih dahulu apakah niat atau sengadja saja waktu menulis tulisan-tulisan itu. Hal ini tidak bisa orang lain menerka-nerka sadja; tidak bisa orang lain menjangka-njangka saja seperti apa jang tertulis dalam surat tuduhan. Karena niat atau sengadja itu adalah tertetak dalam hatinja seorang

jang melakukan perbuatan, dan dalam hal tulisan itu, saja sendiri, maka untuk memastikannja haruslah ditanjakan kepada penulis apakah niat-sengadjanja menulis itu. Hal ini perlu untuk mendjauhkan

diri dari salah-sangka atau sangka-sangkaan jang bukan-bukan. Ini

sesuai dengan firman Allah jang melarang kita menuduh orang dengan sangka-sangkaan belaka :

Artinja :

”Hai orang-orang jang beriman! Djauhkanlah dirimu dari banjak purba-sangka itu ; karena sesungguhnja sebagian dari sangka-sangkaan itu adalah dosa. Oleh sebab itu, djanganlah kamu mentjari-tjari kesalahan orang lain, dan djangan pula kamu berguntjing antara sesamamu ! ”

(Al-Quran, Hudjurat ajat 12).

116

Page 118: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Dalam hal ini untuk mendjauhkan diri dari dosa purbasangka

itu, kalau orang bertanja kepada saja: apakah maksud atau niat-

sengadja Anda menulis karangan itu ? maka saja akan mcndjawab :

Niat-sengadja saja adalah baik, jaitu untuk menjampaikan fatwa-fatwa

agama dalam masalah perkawinan Sukarno-Hartini sesuai dengan

adjaran Agama Islam, dan agar supaja kehebohan jang terdapat dika-

langan masjarakat mendjadi tenteram kembali. Dan saja berbuat itu

adalah sesuai dengan fungsi saja sebagai Ulama jang menurut perintah

Allah dan RasulNja wadjib menjampaikan kebenaran itu sesuai dengan

kesanggupan saja waktu itu. Dan saja berbuat demikian adalah sesuai

dengan hak-hak asasi Manusia jang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar (fasal-fasal 18 dan 19 UUDS R.I. 1950)'dan Undang-Undang

Dasar R. I. 1945 pasal 28. Dan saja rasa niat baik saja telah saja

kemukakan dengan djalan menjitir ajat sutji Al-Quran jang mengi­

sahkan utjapan Nabi Allah Sju’aib menghadapi kaumnja Mad-jan jang berbunji:

’’Tidaklah sengadjaku ketjuali untuk perbaikan sekedar kesanggupan jang ada padaku, dan tidaklah ada taufik

jang kudapat ketjuali datang daripada Allah; kepada- Nja aku tawakkal menjerahkan diri dan kepadaNja pula

aku akan kembali.'’ (Al-Quran, Surat Hud : 88).

Lafazh aslinja ajat ini telah saja tuliskan dulu pada achir penutup

tulisan saja jang dizet dengan letter vet. Djadi djelas dan njatalah, bahwa unsur sengadja dalam hal ini tidak terbukti, dan memang tidak ada fikiran saja samasekali untuk menghina Kepala Negara waktu menulis karangan itu apalagi dengan djalan sengadja menghinanja.

Barangkali ada baiknja kalau disini saja mengingatkan kenangan

Tuan Hakim kepada suatu perkara jang berupa proses penghinaan kepada pemerintah Belanda jang disidangkan disebuah daerah di Djawa Barat dimana seorang tokoh pemuda pergerakan diadjukan

kedepan pengadilan. Dia dituduh menghina pemerintah dengan djalan

sengadja, tetapi didepan pengadilan tokoh itu menolak tuduhan Djaksa dan berkata malah sebaliknja, ia mengutjapkan kata-katanja adalah

dengan niat jang baik. Niat baik inilah achimja jang dapat membe- baskannja dari segala tuduhan, karena tidak ada bukti jang sah, bahwa

ia betul-betul menghina dengan sengadja. Inilah sekedar perbandingan Tuan Hakim, bahwa orang tidak bisa dituntut melakukan sesuatu penghinaan dengan sengadja, kalau niat dan sengadjanja berlain dari apa jang dituduhkan kepadanja. Kedjadian ini terdjadi pada tahun

117

Page 119: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

1941 di Bogor pada diri Kasman Singodimedjo setelah ia mengutjap- kan pidato pada rapat Umum/Konperensi Muhammadijah Djawa

Barat.

Tuan Hakim jang terhormat,

Sebelum mengachiri bagian ini, maka marilah kita berpindah

sedjenak kepada babak Logika dimana kelak saja harap dapat meja- kinkan Tuan Hakim, bahwa tuduhan jang dihadapkan kepada saja

itu tidaklah kuat samasekali. Lebih dahulu marilah saja sitirkan pandangan J. B. Bury terhadap tuntutan jang dilontarkan oleh penga­

dilan mahkamah Athena terhadap diri filosof Socrates. Ia berkata

dalam bukunja ’’Sedjarah Kemerdekaan Berfikir”.

’’Aneh benar, bahwa djika orang Athena memang betul-betul menganggap ia berbahaja (dalam pekara

saja ini bersalah, pen.), kenapa mereka membiarkan- nja begitu lama.” (halaman 32).

Sebagaimana diketahui, Socrates baru dituntut setelah ia tua,

berumur 70 tahun dan pengadilan jang zalim itu menuntutnja supaja minum ratjun sampai mati. Maka sekarang marilah kita bitjara sedje­

nak menurut hukum logika !:

1. Kalau sengadja menghina kepala negara apakah masuk akal, bahwa semua aparat penegak hukum akan bungkem seribubahasa dalam perkara ini pada tahun-tahun pertama, kedua, dan sampai tahun ke-enam ?

2. Kalau sengadja menghina Kepala negara, apakah

masuk akal, bahwa pihak jang bersangkutan sendiri (Sukarno-Hartini) akan meliwatkannja sampai kasip

sehingga timbul moalah verjaard atau kedaluwar­sa ?

3. Apakah masuk akal, bahwa pihak familinja Hartini mengutjapkan terima kasihnja dalam sepu.tjuk surat jang dikirimkannja kepada harian ’’Indonesia Raya ?”

4. Kalau sengadja menghina Kepala Negara apakah

masuk akal, bahwa pihak jang berwadjib di Solo

setelah membatja mau memberikan izin untuk di­terbitkan mendjadi buku ?

Semua pertanjaan jang saja adjukan diatas itu telah merupakan suatu kenjataan, dan saja jakin wahai Tuan Hakim, bahwa logika akal-fikiran jang sehat akan mendjawabnja : Tidak miungkin, dan tidak

masuk akal. Ja, tidak masuk akal, bahwa tulisan jang sengadja meng­hina Kepala Negara akan diizinkan beredar dihadapan mata para

penegak hukum sendiri demikian lamanja.

118

Page 120: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Tuan Hakim jang terhormat,

Untuk lebih mejakinkan Tuan Haiim, barangkali ada raanfa’at-

nja kalau disuu saja kemukakan suatu kedjadian, jaitu, bahwa saja

kira-kira pada tahun 1956 atau 1955 jang lalu untuk manbitjarakan

suatu masalah, pernah menghadap kepada Wakil Presiden Dr. Moh.

Hatta di Kabinet Wakil Presiden. Dan sebelum saja langsung berbi-

tjara dengan beliau, maka saja disambut lebih dahulu oleh Sekretaris

beliau. Dalam pembitjaraan dengan Sekretaris Kabinet Wakil Presiden

inilah saja diberi tahu, bahwa Wakil Presiden Hatta telah pernah

memanggil Menteri Agama Kijai Masjkur untuk menanjakan penda-

patnja tentang tulisan-tulisan saja di harian Indonesia Raya. Dan

menurut Sekretans Bung Hatta itu, Wakil Presiden telah memadjukan

saran, bahwa kalau ada jang tidak ibenar terdapat dalami tulisan itu menurut hukum Islam, maka supaja Menteri Agama agar mengemu­kakan bantahannja kepada Harian ’’Indonesia Raya”. Tetapi kenja- taannja ialah, foahwa sampai deiik ini tidak ada sesuatu sanggahan dari pihak jang berwadjib ataupun dari masjarakat jang dikirimkan kepada harian ’’Indonesia Raya”. Ja, sampai sa’at terachir sjahidnja surat kabar itu, untuk dimuatkan sebagai koreksi terhadap tulisan- tulisan saja itu. Oleh sebab itu, baiklah hal ini didjadikan pertim­bangan pula bagi Tuan Hakim dalam memberikan putusannja kelok, putusan jang saksama dan seadil-adilnja.

Tuan Hakim jang terhormat,

Dibawah tuduhan primair ada tertjantum, bahwa tersangka

’’meminta kepada saksi Roesli Datuk Madjo Batuh untuk mentjetak dan meneibitkannja mendjadi broehure/buku jang berdjudul ’’Riwajat

dan Analisa Perkawinan Sukarno-Hartini” dengan mempergunakan

selaku pengarang ....................”

Tuduhan ini sebenamja dulu telah saja bantah dimuka Polisi,

karena jang meminta bukanlah saja, tetapi adalah Saudara Penerbitnja sendiri jaitu Sdr Roesli. Dan diwaktu kami dikonfrontir oleh Polisi,

maka achirnja Sdr. Rusli berkata, bahwa FIRDAUS jang benar. Dan

disamping itu, baiklah saja njatakan disini, bahwa jang memberikan nama buku itu menurut djudul tersebut diatas, 'bukanlah terdakwa, tetapi adalah Penerbitnja sendiri. Sedangkan djudul ash jang saja tuhs

adalah seperti jang terdapat dalam harian ’’Indonesm Raya jaitu

djudul jang berbunji: Dengan Hukum Islam meneropong Perkawinan

Sukamo dengan Hartini.

Maka dengan pendjelasan ini teranglah dan njatalah, bahwa tu­

duhan itu tidak kuat dan tidak tepat menurut kenjataan jang sebe­

namja.

Tuan Hakim jang terhormat,

Berdasarkan keterangan dan dalil-dalil jang telah saja kemukakan

diatas njatalah sudah, bahwa tuduhan jang diantjamkan kepada saja

119

Page 121: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dengan mempergunakan fasal 134 KUHP adalah sama sekali tidak

tepat, karena kesalahan terdakwa tidak terbukti. Atau dengan memm-

djam istilah jang dipergunakan oleh Hakim Saraswati S. H. diwaktu

ia pada tanggal 12 Mei 1964 jang lalu membebaskan seorang terdakwa jang dituduh melakukan tindak-pidana : tidak ada unsur bukti jang

mutlak.

Achirnja mengenai tuduhan Primair ini dapatlah saja mengambil

kesimpulan seperti dibawah in i:

1. Terdakwa tidaklah melakukan suatu perbuatan

tindak-pidana jang dapat dikenakan hukuman, atau

tidak adanja penghinaan jang terdjadi terutama jang

dilakukan dengan sengadja.i

2. Belum atau tidak adanja Undang-Undang atau

peraturan jang mengantjam terdakwa dalam per­buatan tersebut.

3. Kesalahan terdakwa tidak terbukti setjara sah.

Oleh sebab itu semua, maka saja sebagai terdakwa memohon kemurahan dan keichlasan hati Tuan Hakim supaja dibebaskan, dan setidak-tidaknja dibebaskan dari segala tuduhan dan tuntutan hukum.

Tuan Hakim jang terhormat,

Sebelum kita pindah menghadapi tuduhan subsidair, maka disini akan saja sitirkan apa jang diutjapkan oleh terdakwa Prof. Muhammad

Yamin S. H. (almarhum) diwaktu beliau memjbatjakan apology-

pembelaannja dihadapan Mahkamah Agung di Djokjakarta pada tahun 1948 dengan harapan ada manfa’atnja bagi kita bersama:

’’Walau bagaimana djuga luar biasanja keadaan dalam

Republik Indonesia, tetapi suatu pekerdjaan sia-sia tidak boleh dilakukan, jaitu menjandarkan aturan

negara hukum dan keinsafan keadilan kepada aturan

undang-undang jang telah diruntuhkan oleh revolusi Indonesia.” a)

Demikianlah Tuan Hakim, setelah kita mentjairkan tuduhan jang menjandarkan diri kepada pasal 134 KUHP. diatas, tjair bagaikan saldju ditimpa sinar-tjahaja-matahari kebenaran, maka marilah kita pindah kepada pasal 137 KUHP. sebagai tuduhan subsidair.

*) Mr. Muhd. Y am in : Sapta Dharma hal. 79.

120

Page 122: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

TUDUHAN SUBSIDAIR MELANGGAR PASAL 137 K. U. H. P.

Adalah Tuduhan Jang tak dapat dibuktikan.

TUAN HAKIM jang terhormat,

Pasal 137 KUHP. jang dituduhkan sekarang ini sebenarnja

adalah dapat dipandang ranting dari pasal 134 KUHP. diatas. Tadi telah kita bahas tuduhan jang mendjadi pohon pokok, dan pohon itu telah ternjata tidak mempunjai akar jang sah, sehingga ia dengan serangan atau tantangan dalil dan alasan jang saja kemukakan diatas tadi telah tumbang, la tidak bisa mengantjam kepada terdakwa lagi.

Ia telah djatuh dan terguling kebumi dengan segala tjabang-tjabang dan rantingnja. Dan oleh karena pasal 137 KUHP. ini adalah meru­pakan ranting dari pasal 134 KUHP. tersebut, maka ia dengan sendi- rinia djuga telah tidak berdaja pula untuk didjadikan sendjata buat mengantjam terdakwa, dan dengan tjara mutatis-mutandis ia djuga

telah tidak berdaja.

Namun demikian karena pasal ini djuga masih dikemukakan,

maka izinkanlah terdakwa membahasnja lebih landjut seperti dibawah

nanti.Maka untuk djelasnja marilah tuduhan itu saja salin sekedamia

disini: ” ................ pada suatu waktu jang tidak dipastikan lagi dalam

bulan Djuni 1961 setidak-tidaknja dalam tahun 1961 di Pedjompongan Djakarta, setidak-tidaknja diibukota Djakarta, telah menjiarkan tulisan-tulisan jang isinja menghina Presiden Soekarno dengan maksud supaja isinja jang menghina itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, jaitu dengan memberikan tjuma-tjuma dua setidak-tidaknja

121

Page 123: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

beberapa buah buku ....................” Demikianlah saja pada pokoknja

dituduh menjiarkan dua atau beberapa buah buku.

Tuduhan itu sendiri memuat kata-kata jang samar-samar, seperti

kalimat jang berbunji: ’’pada suatu waktu jang tidak dapat dipasti­

kan.” Dan saja tidak pernah menjiarkan sesuatu jang menghina untuk

diketahui oleh umumL Untuk djelasnja marilah kita mulai berhitung

dari esa, mengadji dari alif dan berlajar dari pangkalan.

Pada tahun 1955 jang silam, diwaktu penerbit buku itu bermak­

sud untuk mentjetak dan melebarkan kembali tulisan saja jang telah

tersiar dalam harian ’’Indonesia Raya” pada tahun 1954 , makasang Penerbit lebih dahulu meminta izin dan pertimbangan kepada

pihak jang berwadjib di Solo untuk lebih melegakan hatinja. Dan kemudian setelah i .in didapat, barulah buku itu ditjetak dan dise­barkan ketergah-tengah masjarakat diseluruh Indonesia. Djadilah

dengan itu, bahwa buku jang diberi nama oleh Penerbitnja ’’Riwajat dan Analisa Perkawinan Sukarno-Hartini” itu adalah buku jang sah dalam arti tidak melanggar hukum. Atau dengan pengertian lain : tidak menghina kepala negara. Djadi kalau saja sebagai penulisnja menghadiahkan satu atau dua buah buku jang telah disahkan beredar- nja itu oleh pihak jang berwadjib, apakah perbuatan saja itu dapat dikatakan melanggar hukum ? Saja jakin, akal dan fikiran jang sehat akan mengatakan : tidak ! Apalagi kalau saja berbuat itu pada enam atau tudjuh tahun kemudian, jakni setelah buku itu tersiar ditanah air kita bertahun-tahun lamanja sehingga hak untuk menuntut telah

mendjadi sirna. Dan kalau akan dituntut, tentu timbul pertanjaan : dimana letaknja kepastian hukum atau apa jang disebut rechtzekerheid jang didjamin menurut pasal 1 KUHP ? Dan selama hak izin terbit dan beredarnja buku itu belum ditjabut oleh pihak jang berwadjib,

tentu buku itu masih boleh beredar dan hak kodrat publikasinja akan berlangsung terus. Dan sekarang dapat ditanjakan kembali sebenarnja pertanjaan jang belum pernah terdjawab selama in i: semendjak apa-

bilakah buku saja itu dilarang beredarnja, dimana dan oleh siapa dan dalam lemlbaran negara nomor berapakah kita dapat membatja surat

larangan itu ? Itu semua susah didjawab, karena larangan itu pada

hakikat jang sebenarnja diukur dengan katjamata juridis-formil be­lumlah ada. Dan disinilah diantara lain terletak naifnja tuduhan melanggar pasal 137 KUHP. itu.

Orang jang mau berfikir setjara sehat dan tertib haruslah berfikir menurut logika, menurut ilmu mantik. Menurut logika jang sehat, bahwa perbuatan-perbuatan manusia didunia ini terikat oleh hukum logika, sebab dan akibat (kausal). Maka dalam hal ini, tidak bisa terdjadi penerbitan dan penjiaran buku itu kalau tidak didahului oleh sebab adanja izin dari pihak jang berwadjib. Djadi njatalah, bahwa penerbitan dan penjebaran itu hanjalah akibat dari adanja sebab, jaitu adanja izin itu tadi. Sekarang timbul pertanjaan : apakah adil menurut hukum logika jang segar, bahwa akibatnja dituntut, sedang

122

Page 124: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

pihak jang mendjadi sebabnja tidak ? Tidak boleh djadi, wahai Tuan

Hakim. Tetapi kenjataannja demikian, dan karcnanja kegandjilan dan

keanehan ini haruslah ditjegah. Oleh sebab itu saja berkejakinan, bahwa alasan untuk menuntut saja amatlah lemah.

-Sekarang mari kita bahas tuduhan dengan kata-kata ’’menjiar-

kan . Apakah tepat istilah ini dipakai dan dihadapkan kepada saja ?

Saja rasa tidak tepat. Karena kita harus mengetahui apa jang dimak­

sud pada hakikatnja dengan kata-kata ini. Menjiarkan atau menje­barkan itu biasanja dipakai untuk sesuatu jang disiarkan dengan

djumlah jang banjak. Saksi Jubahar menerangkan, bahwa dia mene­

rima sebuah buku dari saja. Oleh sebab itu saja tidak dapat dikatakan

menjebarkan, karena tidak dengan djumlah banjak. Andaikata saja

memberikan satu atau dua-buah buku kepadanja sebagai hadiah maka itu djuga tidak dapat dikatakan menjebarkan atau menjiarkan. Apalagi

karena saja memberikan kepadanja itu hanja sekedar hadiah tukaran

dengan bukunja jang lebih tebal jang berdjudul: Tokoh-Tokoh Parelemen; djadi bukan untuk diketahui umum seperti jang tertjan- tumi dalam surat tuduhan. Adalah logis kalau saja hadiahkan kepa­danja satu atau dua buah buku tipis sebagai ganti hadiahnja sebuah buku tebal.

Untuk tidak berpandjang kalam, mari kita kembali kepada istilah ilmu bahasa, dalam hal ini jang lebih gampang kita pakai ilmu Nahu. Menurut Ilmu Nahu, bahwa jang dikatakan banjak itu d'sebut djama', jaitu suatu djumlah jang lebih dari pada dua. Djadi satu disebut mufrad, dua disebut Mustanna, dan tiga samipai lebih disebut djama’. Dan kalau sekiranja saja menghadiahkan satu atau dua buku, maka

itu tidak bisa disebut dalam djumlah banjak (djama’), djadi tidak

bisa dituduh ’’menjiarkan.”

Alasan saja ini adalah tjotjok dengan keterangan Djaksa Dali

Mutiara jang terkenal di Djakarta dulu sebagai Djaksa Pers; seorang jang sering memegang perkara seperti saja ini. Beliau berkata dalam Tafsir KUHP.nja diwaktu menafsirkan apa jang dimaksud dengan ’’menjiarkan” atau ’’menjebarkan” dalam pasal 137 KUHP. ini, dengan

kalimat-kalimat seperti dibawah in i:

’’Dalam istilah ’’penjebaran” (dalam istilah jang dipakai oleh penuntut umum ’’menjiarkan”, pen.) dimaksudkan mengedarkan sesuatu barang dengan djumlah banjak, misalnja menjetak pamjlet, sura t kabar,

buku-buku dll. dalam djumlah banjak.'”

Dan pada baris-baris sebelumnja oleh Djaksa Mutiara telah ditegaskan, bahwa istilah ’’verspreidings” jang tersebut dalam bahasa Belanda pada pasal ini ialah ’’penjebaran”. Djadi teranglah hal itu

dalam djumlah banjak.

123

Page 125: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Tetapi andaikata dipaksakan djuga, bahwa memberikan satu atau dua buah buku itu sebagai hadiah, dimaksudkan djuga dengan .stil.h

menjiarkan, maka saja terpaksa berlindung kepada pasal l KUHI ,

sebab diwaktu saja memberikan buku itu kepada Jubahar ™ 1961, tidak £da larangan jang saja langgar sama sekali, karena mang setahu saja buku itu tidak ada larangan sebelumnja Entah kala saja menghadiahkan kepada orang tersebut setelah ada larant an d jang benvadjib untuk mengedarkannja. Maka oleh karena hukum

tidak boleh berlaku surut sesuai dengan djiwa dan semangat Pa K.UHP dan saja masih dilindungi oleh apa jang disebut dengan ja­minan atau kepastian Hukum, maka saja tidak dapat disalahkan me- lanegar undang-undang dengan perbuatan saja menghadiahkan satu atau dua buah buku itu ; dan oleh karenanja djuga tidak bisa dituntut.

Tentang tuduhan, bahwa saja menjebarkan buku tersebut pada beberapa buah toko buku tertentu di Djakarta, maka hal itu tela., dibantah sendiri oleh para penanggung-djawdb toko-toko buku terse­but sendiri diwaktu mereka memberikan kesaksiannja dibawah sumpah

didepan pengadilan ini.

Tuhan Allah Jang Maha Kuasa sendiri tidak akan mau menjiksa

seseorang, melainkan setelah lebih dahulu Beliau memberikan peringatan melalui lisan para Rasulnja. Bila orang melanggar peringatan jang berisi perintah atau larangan jang dibawa Rasul-Rasul itu, maka barulah Tuhan memberikan ikab-siksaanNja kepada mereka jang ingkar-durhaka itu. Hal ini ditegaskan oleh Tuhan dalam Al- Quran jang artinja : ’’Kami tidak sekali-kali akan memberikan siksaan sebelum lebih dahulu kami kirim Rasul jang akan memberikan pe­

ringatan.” ') Dalam hal ini apakah manusia lebih kuasa daripada Tuhan jang mau menjiksa orang lain tanpa ada peringatan/larangan

lebih dahulu ? Tidak mungkin dan tidak boleh djadi, wahai Tuan

Hakim !

Disamping itu adalah aneh bin adjaib wahai Tuan Hakim, bahwa

pihak penuntut umum atau pihak jang benvadjib lainnja dalam hal ini

tidak begitu konsekwen. Ialah kenapa ia hanja menghadapkan perha- tiannja kepada orang jang menghadiahkan buku itu satu atau dua

buah, tetapi tidak mengadakan tuntutan apa-apa kepada pihak pen- djual buku jang mengedar dan menjebarkan buku itu dalam djumlah

jang besar, berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus banjaknja ? Jang saja maksudkan ialah toko-toko buku diibu kota dan didaerah-daerah

jang menjebarkan dan mendjual buku itu setjara banjak. Inilah suatu bukti, bahwa buku itu tidak pernah ada larangan, setidak-tidaknja

sampai dengan tanggal 26 Djuni, jakni pada hari penangkapan saia pada tahun 1961 jang lalu. Djadi teranglah, bahwa penangkapan saja

M Al-Quran, Surct Isra' ajat 15.

Page 126: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

itu adalah suatu kekeliruan atau setidak-tidaknja suafu kecliilapan,

karena saja tidak bersalah melanggar undang-undang jang berlaku.

Dan atas kechilafan itu sebagai seorang Muslim, dengan setjara lapang dada dan djiwa besar saja bersedia mema’afkannja.

Dan menjalahkan saja dalam memberikan hadiah satu atau dua buah buku itu, adalah tidak beralasan hukum sama-sekali, dan hal ini adalah terlarang; karena itu hanja akan menjusahkan diri saja atau keluarga saja belaka. Perbuatan ini diantjam oleh Tuhan dengan fmnanNja dalam Kitab Sutji manapun djuga, sebab kita tidak boleh menjusahkan din orang lain dalam hal-hal jang bukan mendjadi dosa- nja sendiri. Dengarlah firman Allah dalam Ktiab Sutji Al-Quran jang berbunji:

'Sesungguhnja orang-orang jang memfitnah-menjusah- kan mereka jang beriman, kemudian ia tidak tobat dari dosanja itu, maka mereka akan disiksa dengan azab api naraka d jahanam”.

(Al-Quran, Srt. Al-Burudj 10).

Dalam Kitab-Kitab Tafsir didjelaskan, bahwa ajat ini menggam­barkan dan mengisahkan bagaimana nasibnja kaum Nasrani Nadjran jang bertempat tinggal disebelah Utara Jaman, jang karena ia tetap iman dan teguh bertahan menjampaikan kebenaran kejakinan agamanja kepada pemerintah keradjaan Zu Nuwas jang zalim, mereka disiksa dan dibakar-hidup-hidup didalam sebuah lobang parit sampai mati. Q) Sebagai balasannja, Zu Nuwas sendiri ditenggelamkan oleh Tuhan didalam laut setelah ia dikedjar-kedjar oleh pahlawan-pahlawan Nas­

rani 2) jang tampil menuntut bela. Demikianlah pembalasan Tuhan kepada orang 'jang zalimi jang menjusahkan orang lain. Dan dalam perkara ini, saja pertjaja, bahwa Tuan Hakim maupun Saudara Pe­nuntut Umum sendiri, tentu tidaklah akan menjusahkan saja dan para

keluarga saja, karena saja merasa bahwa diri saja tidaklah bersalah.Dan achimja terhadap tuduhan jang Subsidair ini dapatlah kiranja

kita tarik kesimpulan seperti dibawah in i:

1) Bandingkanlah kisah penguasa jang zhalim jang terkenal dengan ”Ash-Habul Uchdud” (para pembuat-lubang-parit) jang membakar lawan poli-

tiknja hidup-hidup dalam lubang-parit itu, dengan praktek Gcstapu/PKI disumur ’’Lubang-Buaja" jang berpesta-ria membunuh para Djenderal Indo­nesia dalam tempo beberapa djam dengan tjara jang amat biadab jang direstui Presiden Sukamo. Peristiwa kedjadian ini tcrdjadi setahun ke­

mudian setelah pleidooi ini diutjapkan didepan Pengadilan.

2) Jang dimaksud adalah Nasrani murni jang mendjalankan aqidah seperti

jang diadjarkan Nabi Lsa ’a.s. jang tak kenal kepada Trinitas.

125

Page 127: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

1- Terdakwa tidak melakukan suatu tindak-pidana jang dapat dikenakan hukuman seperti jang ditu­duhkan, karena belum atau tidak adanja lagi pera­

turan jang mengantjam hukuman bagi terdakwa.

2. Kesalahan terdakwa tidaklah terbukti.

Berdasarkan itu semua, tidak lain harapan saja kepada Tuan

Hakim ialah agar saja dibebaskan dari tuduhan, dan setidak-tidaknja

bebas dari segala tuntutan hukum.

Sampai disini berachirlah bagian juridis dari pleidooi saja ini,

dan selandjutnja mari kita memasuki bagian jang lain, jaitu bagian Agamanja.

126

Page 128: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

ISLAM MEMERINTAHKAN SUPAJA MENJATAKANKEBENARAN.

■ ' w

’’Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka ¿janganlah engkau

termasuk golongan manusia jang ragu-ragu ! ”

(Al-Ouran, Al-Baqarah: 147).

TUAN HAK IM jang terhormat,

Sebagai seorang Muslim jang berdiri tegak dibidang ke-Ulamaan, maka kami bergerak dalam bidang jang sangat membutuhkan kepada

kepertjajaan penuh kepada diri sendiri, kepertjajaan kepada kebenaran adjaran Ilahi jang kemudian dengan segala keberanian harus disam­paikan kepada masjarakat dan negara. Alangkah beratnja tugas kewa­

djiban ini wahai Tuan Hakim ! Dan dalam rangka menjampaikan „misi-sutji” inilah saja pada kurang lebih sepuluh tahun jang lalu

dengan segala keberanian dan ketulusan hati telah menjampaikan kewadjiban saja jang berupa nasihat keagamaan jang saja tulis dalam Harian ’’Indonesia Raya” berkenaan dengan masalah perkawinan

antara sesama Islam jang mendjadi thema dalam perkara ini.

Sungguh berat bagi saja, sungguh pahit rasanja untuk membahas

masalah ini, tetapi karena didorong rasa kewadjiban dan karena pengaruh bunji ajat Al-Quran Sutji seperti jang tersebut dalam motto diatas, dan ajat-ajat sutji lainnja jang senantiasa bergema dan berku­

Page 129: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

mandang didalam anak telinga saja, maka dengan penuh rasa_ tawak- kal kepada Jang Maha Kuasa, saja tunaikanlah kewadjiban s e b a ik - b a ik n ja sekedar kodrat dan tenaga jang ada pada diri saja.

Menumu saja telah berdjandji dengan diriku sendiri djandji jang ♦PiahlmSokan beribu-ribu kaLi dikala aku menghadap dan mengabdi

J i t u menunaikan sembahjang Uma waktu sehari

dan semalam, ja, perdjandjian jang telah - e n ^ t <taku, b ^w a ak

akan mengabdi dan harus mengabdi hanja kepadaNja selama aku

hidup dialam majapada'ini. ’’Sesungguhnjasembahjangku,. ‘¡ ad? ^ hidup dan matiku adalah karena Allah Tuhan serwa sekalian alam.

Demikianlah saripati perdjandjian itu. Dalam masalah perkara ini, maka-semua tulisan-tulisanku itu adalah didorong suatu rasa kewadjiban jang mumi, jaitu mendjundjung titah perintah Ilahi dimuka bumi ini. Bumi jang diperuntukkan oleh Tuhan supaja diwarisi oleh hamba- hamibaNja jang saleh-saleh, jaitu agar mereka menabur bakti dan kebadjikan, ja, agar mereka diatas muka bumi itu menjuarakan dan meneriakkan suara kebenaran dan keadilan. Nabi Muhammad s.a.w.

bersabda ;

A r t in ja :

”Akan senantiasa terdapat suatu kelompok dari ummat-

ku jang herani menjalakan kebenaran Agama itu

sampai datang hari kiamat.”

(Hadis Shahih).

Kelompok jang dimaksud dalam hadis ini sdbagian besar diisi

oleh kaum Ulama, karena merekalah jang merupakan waris-waris dari

para Nabi. Ja, kami kaum Ulama adalah waris jang melandjutkan

tjita dan perdjuangan Nabi Muhammad s.a.w. dalam menjampaikan

kebenaran adjaran Ilahi diatas muka bumi ini. Kami bukan mewangi

harta benda dan kekajaan sebagai mana jang lazim dipahami orang

mengenai warisan. Kami tidak mewarisi barang benda materi, harta

dan kekajaan, karen*. Nabi-Nabi itu tidak mewariskan pusaka jang

berbentuk benda-benda materi jang menjilaukan mata. Tetapi kami

kaum Ulama adalah pewaris-pewaris rohaniah, pewaris semangat dai tjita-tjita perdjuangan revolusi jang diadjarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Kami kaum Ulama adalah karjawan-karjawan rohani jang

bertugas dalam bidang kerohanian iang harus bebas-merdeka dari

tekanan-tekanan lahiriah dan bathinijah, jang memjpunjai pedoman dan tudjuan jang tentu-tentu jaitu : mentjari dan menudju Keredhaan Ilahi.

Tuan Hakim jang terhormat,

128

Page 130: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Demikianlah saja menulis artikel jang mcndjadi perkara sekarang

ini, adalah didorong oleh bunji perintah Ilahi jang berbunji:

, i. t ' s ' .* S S 'i• ¿/* y — • ¿ y

Artinja:

"Ingatkanlah, sesungguhnja peringatan itu adalah mem­

beri manja'at. la akan mcndjadi nasiluit bagi orang jang takut kepada Tuhannja.”

(Al-Quran, Sitrat Al-A’la: 9-10).

Ja, adalah mendjadi harapan saja dulu, bahwa tulisan-tulisan itu

akan memlberi manfa’at, akan mendjadi nasihat bagi masjarakat, karena saja hanja menjampaikan kebenaran adjaran agama, kebenaran hadis Rasul dan kebenaran firman Ilahi jang saja kemukakan berda­

sarkan masalah perkawinan jang mendjadi buah tutur masjarakat ketika itu. Saja menulis dengan tidak lupa memperhatikan kebenaran firman Allah, antara lain ajat-ajat Al-Quran Surat Ali Imran ajat 62, Isra’ : 81. Al-Mukminun : 72, Shad: 84, Al-An’am : 39, Marjam :34, Al-Anbija’ : 112,-Al-Mukminun : 71, Shad : 22, 26, Al-Djatsiah :28, Ali Imran : 71 dan Surat Adz-Dzariat: 55. Dan saja harap Tuan Hakim jang budiman djuga tidak berkeberatan untuk memperhatikan ajat-ajat jang saja sebutkan itu.

IDJTIHAD SESEORANG TIDAK BOLEH DISALAHKAN

DENGAN IDJTIHAD JANG LAIN.

Tuan Hakim jang terhormat,

Dalam tulisan saja sepuluh tahun jang telah lalu itu, telah saja tegaskan, bahwa saja mengemukakan pendapat saja dalam rangka

idjtihad. Ja, menurut Idjtihad saja sebagai seorang Ulama dari ang­katan -muda Islam, maka hasil Idjtihad itu telah dapat dibatja dengan

njata dalam tulisan saja itu.

Jang dimaksud dengan Idjtihad ini ialah, pertjikan dari hasil

kesungguhan saja dalam menggali sesuatu hukum Islam mengenai perkawinan jang dibitjarakan waktu itu sesuai dengan patokan jang

diberikan Allah dan Rasul dalam Kitab dan Sunnah. Maka berdasar­kan kesungguh-sungguhan saja itulah saja menetapkan hukum sesuai

dengan Firman Allah dan hadis Rasul jang djuga sebagiannja telah

saja kemukakan dalam tulisan-tulisan saja itu.

Tuan Hakim1 jang terhormat,

129

Page 131: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Andaikata sepuluh tahun kemudian, ada orang jang berlain

pendapatnia dengan saja dalam masalah hukum perkawinan Jtu, apakah dapat pendapat jang berbeda itu menjalahkan Idjtihad saja .

Diawabnja tegas : tidak boleh, dan tidak bisa ! Kenapa ? Dan untuk

mendiawab pertanjaan jang terachir ini kita harus kembali kepada

Ilmu Usul Fiqih. Para Sardjana Ilmu Usul Fiqih telah sama-sama sependapat dengan suatu kaidah jang harus dipedomani bersama, ialah

kaidah jang bcrbunji:

Artinja:

"ldtihad s e s e o r a n g Mudjtahid tidak bisa dirusakkan

(disalahkan) dengan Idjtihad jang lain.’’

Begitulah bunji kaidah itu, dan semua Ulama jang mau menge­mukakan Idjtihadnja dalam sesuatu Masalah, harus ta'at dan patuh kepada kaidah ini. Djadi sebagai umpama, Idjtihad Imam Sjafi'i tidak dapat dirusakkan oleh Imam Hanafi dalam sesuatu masalah jang mereka berbeda pendapat mengenai hukumnja. Begitu djuga Idjtihad Imam Malik tidak dapat merusak atau menjalahkan Idjtihad Imam Abu Hanifah dalam sesuatu masalah Agama jang keduanja berbeda pendapat. Begitulah kaum Muslimin itu merdeka mempergunakan nikmat akal dan fikiran jang diberikan Tuhan sebagai kurnia kepa- danja. Itulah sebabnja maka dikalangan para Mudjtahidin itu sering dikemukakan sebuah Hadis jang berbunji: ’’Perbedaan pendapat

ummatku itu adalah Rahmat”, kata Nabi Muhammad s.a.w. Ialah,

karena masing-masing Ulama itu membawakan dalil-dalil jang terpimpin sendiri oleh kdbenaran firman-firman Allah dan Sabda-

sabda Rasul. Dan Agama Islam mentjela orang-orang Islam jang hanja suka taklid dan mengekor sadja sebagai peng-amin, atau

yes-man. Dan saja rasa, berdasurkan pengetahuan Menteri Agama

jang faham akan kaidah Usul Fiqih itulah barangkali antara lain

jang menjebabkan, mengapa beliau selama ini tidak memberikan reaksinja terhadap tulisan-tulisan jang membahas masalah perkawinan Sukarno-Hartini itu didalam Harian ’’Indonesia Raya” pada tahun

jang telah silam, itu. Ja, karena beliau menghargakan hak-asasi ma­nusia, beliau mendjundjung tinggi Idjtihad seseorang jang dikemuka­

kan dengan setjara sungguh-sungguh dan dengan hati jang ichlas.

Tetapi andaikata, sekali lagi andaikata Tuan Hakim ataupun Tuan Djaksa sendiri mengemukakan Idjtihadnja sendiri pula dalam hal ini jang berbeda dengan Idjtihad saja, maka itu adalah hakiija sendiri dan ia bebas menganut Idjtihadnja itu. Tetapi jang sudah pasti ialah, bahwa ia tidak berhak menjalahkan Idjtihad orang lain jang

130

v

Page 132: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

berbeda pendapat dengan dia. Bila kita bitjara menenai Idjtihad dan

Mudjtahid sudah barang tentu kita tidak bisa menganggap enteng

begitu sadja tanpa mengetahui dan memperhatikan sjarat-sjarat jang

telah ditetapkan mengenai ilmu-ilmu jang harus dimiliki oleh seorang

Mudjtahid. x) Saja sendiri bukanlah seorang Mudjtahid mutlak atau

Mudjtahid agung kaliber besar seperti halnja dengan Imam-Imam

besar Islam : Abu Hanifah, Maliki, Sjafi’i, Hambali, Ibnu Tainiiah,

Muhammad Abduh dsb. Tetapi barangkali Mudjtahid ketjil-ketjilan,

ada. Karena dengan Idjtihadlah kita dapat mentjairkan kobekuan dan

kekolotan fikiran jang selama ini dibendung oleh tirai dan dinding

kefanatikan dan taqlid jang tebal sekali. Dengan Idjtihadlah 'kita dapat

menggali api Islam, api jang memantjarkan tjahaja ilmu-pengetahuan

jang bersinar terang benderang. Ja, demikianlah Tuan Hakim jang bu­

diman, fatwa saja mengenai perkawinan Hartini-Sukamo, demikianlah

Idjtihad saja jang telah saja kemukakan berdasarkan dan berlandaskan

Kitab Sutji Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad s.a.w., suatu pan­

dangan dan kejakinan jang telah saja hidangkan keharibaan masjarakat

umum sepuluh tahun, ja, sepuluh tahun jang telah lalu dalam alam

dimana kita hidup dibawah kebebasan hak-hak asasi manusia dizamau Demokrasi Liberal. Ringkasnja, ini adalah masalah idjtihad seseorang, masalah kejakinan dan kepertjajaan, dan bukankah telah mendjadi

putusan jang tidak tertulis, bahwa menurut pandangan dan ketentuan Sardjana-Sardjana hukum Internasional, bahwa orang jang memper­tahankan kepertjajaan dan kejakinannja tidak bisa dituntut dan

dihukum ?

Apalagi dalam bidang Idjtihad ini, dimana saja telah berusaha dengan segala kesungguhan hati dengan niat dan tudjuan jang baik pula

agar masjarakat jang mulanja heboh supaja mendjadi tenteram, agar dapat orang mendudukkan persoalannja mjenurut hukum Agama Islam

jang dianut oleh sebagian besar rakjat Indonesia dan djuga oleh pihak jang bersangkutan sendiri (Sukarno-Hartini). Apakah saja salah atau

benar dalam Idjtihad jang telah saja kemukakan itu, maka hal itu

!) Sebagaimasa diketahui, saja berpendapat, bahwa perkawinan Sukarno de­ngan Hartini menurut hukum Islajn„ tidak sah. Dalil2 uniuk itu dapatdibatja kembali dalam buku sajai ’’Riwajat dan Analisa Perkawinan Sa-kamo Hartini” (’’Bintang Hidjau’’, Solo 1955).

Sjarat2 Idjtihad: 1. Seseorang itu harus alim mengenai Kitab dan Sunnah, dan andaikata kurang mengerti salah satu diantaranja, maka ia tidak boleh beridjtihad. 2. Harus paham lisan atau bahasa Arab sehingga de­ngan itu ia dapat memahamkan atau menafsirkan dalil5 jang terdapat dalam Kitab dan Sunnah. 3. la harus alim dalam pengetahuan Usul- Fikih, karena Ilmu ini sokoguru dan asas bagi seseorang jang akan me­lakukan Idjtihad. 4. Bahwa ia harus mengerti masalah Nasich dan Man­such, karena chawatir ia akan berbitjara dan terpelosok kepada hukum jang sebenarnja telah mansuch. (Lihat lebih landjut ’’AJ-BAJAN” oleh Abdul Hamid Hakim mengenai Masalah Sjarat* Idjtihad halaman 190-193). Batja djuga Sjech Muh. Chudari Beyk: Ushulul Fiqhi hal. 404-407 tje-

takan ke-5, Cairo.

131

Page 133: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

hanja terserah kepada Allah S.W.T. belaka. Dialah jang berhak

menentukan salah atau benamja. Dan dalam lial mi ba.Uah lata

perhatikao utjapan Nabi Muhammad s a.w. dalam sebuah Hadis

beliau jang artinja antara lain berbunji: Apabila ^seora"g menge­mukakan ldjtihadnja, ia akan mendapat dua buah pahala bila temjata

ia benar dalam ldjtihadnja itu ; dan dia akan mendapat sebuah pahala

(karena idjtihadnja itu) bila ia salah.” Begitulah penilaian AUah dan

Rasul bagi seorang Mudjtahid jang telah memeras otak dan energmja

menggali adjaran dan fatwa-fatwa agama mengenai suatu masalah

hukum.

Maka berdasarkan itu semua dapatlah kita simpulkdn, bahwa

saja, baik ditindjau dari segi juridis-formil maupun dari segi Islam

tidak dapat disalahkan, dan karena itu djuga tidak dapat dituntut.

Dan unuk mengachiri bagian Idjtihad ini barangkali ada djuga

baiknja bila kita nukilkan disini saran Presiden Soekarno sendiri

dalam pidato jang diutjapkannja pada pembukaan Fakultas Hukum

Islam Nahdatul Ulama di Solo pada tanggal 2 Oktober 1958 jang

lalu jang antara lain befbunji:

’’Buka lagi Bab Idjtihad ini, gali — gali — gali lagi 1

Bukan menggali batu, bukan menggali Pasir, tetapi

menggali api — api Islam.”

Ja, Tuan Hakim, saja telah menggali apinja Islami dalam Idjtihad

saja ini, api Islam jang telah memantjarkan kebenaran adjaran Islam

itu, api Islam jang telah mengandjurkan amar-makruf nahi-mungkar

dalam menudju keredhaan Ilahi agar supaja negeri kita ini merupakan

baldatun thaijibatun wa Rabbun Ghafur — negeri jang 'makmur jang dilindungi oleh Tuhan Jang Maha Pengampun”.

• s.e^ak ^dak lain harapan saja ialah, agar supaja Idjtihad saja dan utjapan jang telah saja tuangkan dalam tulisan saja itu tidak

disalah-gunakan, tidak disalah tafsirkan dan tidak diselewengkan

epa a pengertian dan makna jang bukan mendjadi niat dan maksud

saja, etapi endaklah diletakkan pada proporsi jang sebenarnja dan

epada pengertian dan maknanja jang baik. Dalam hal ini baiklah

f n .ar ai? nasihat terhadap sesama mukmin jang dikemukakan

J l l T 1 Mukminin Chalifah Islam Umar 'bin Chattab tentang

katn Wntn • sese°/ang ^ am harus menilai dan mendudukkan utjapan

kian bunjinja^ 8 ^ Saudarania Beliau berkata demi-

’’Djangan kamu sangka kalimat jang diutjapkan oleb

saudaramu jang mukmin itu kedjahatan, pada hal eng­

kau dapat membawanja dan mendudukkannja Padfl tempat jang baik.” i)

*) "Addien wal Adab” h a la n g ,alaman 221 tjetakan kedua: Abbas Kararah.

132

Page 134: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Demikianlah atsar Sahabi, utjapan seorang Chalifah Rasjidin

jang menurut sabda Nabi Muhammad s.a.w. dalam salah satu hadis-

nja, bahwa Sunnah Chalifah Rasjidin itu harus dipatuhi atau dipedo­

mani sebagaimana Sunnah Nabi sendiri. (’’Aliiikuiu bisunnatic w a

sunnatil Chulafairrasjidien! ”).

Sampai disinilah dulu kita achiri pembahasan kita jang berke­

naan dengan unsur Idjtihad dalam karangan saja itu, dan saja per-

tjaja, bahwa Tuan Hakim sebagai seorang jang terpeladjar tinggi akan

dapat memahami dan mempertimbangkannja dengan baik. Dan seka­

rang marilah kita pindah pula kepada babak lain dalam pleidooi ini,

jang merupakan babak jang terachir. 2)

2) Babak terachir ini dapat disebut dengan: babak psyehologis.

133

Page 135: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

H A K I M J A N G A D I L .

PERSAMAAN dalam mcndjalankan Undang2:

TUAN Hakim jang saja hormati, dan Saudara Djaksa jang budiman,

Satu-satunja alasan jang dikemukakan oleh Sdr. Djaksa jang budiman dalam requisitoimja tentang masalah daluwarsa-tidaknja perkara ini ialah, bahwa perkara ini adalah berkenaan dengan diri

pri adi kepala negara. Ini sebenarnja bila ditindjau dengan fikiran

jang tenang dari segi Undang-, adalah suatu alasan jang sansat lemah

sekali. Karena Undang-* KUHP. jang mendjadi pedoman basi penga­

dilan untuk menuntut seseorang terdakwa, tidak pernah menjebut

sepatah katapun pengistimewaan itu, dan diskriminasi jang seperti

kendih I. CrtenUi ngan dCngan UndW , bertentangan dengan rasa ,>n t , per,kenianusiaan- Oleh sebab itu alasan jans sepertiitu tidaklah tepat untuk diketengahkan dihadapan medja hidjau ini.

^ u^an dalam kaadaan sama ; sama

had?P,an Tuhan dan dimata UndaQS2, haniaperti itu Und™cr,\r'fS!?0} l\~u an^ men8ac*akan perbedaan jang se-keadilan dan hL v. 3 a a ’ak.undang2 untuk mendjundjung tinggi asas-

adilan itu pula UnH^ dldj.alan^an demi untuk membela asas2 ke-iane seoerti itu ' a i ita l 'da^ Pernah mengenal diskriminasiMerdeka ini mak-! J Ha .ka,J tu samPai terdjadi lagi dibumi Indonesia

ione didiund'iima i k' n 3 artinja lagi hak-hak asasi manusia°us kita akan berarh ,!} an2'Undang Dasar kita, dan dengan sekali

kita Sta a k a n i , ? h feodalisme jang ditolak oleh bangsa

naran adalah untulr - & T1 masjarakat rimbaraya dimana kebe- adalah untuk jang terkuat. Padahal kebenaran harus berada

134

Page 136: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

diatas kekuatan, bukan kekuatan-kekuasaan berada diatas kebenaran itu. Ja, Undang- harus berada diatas kekuasaan itu, karena ia (kc­

' kuasaan) fana tidak abadi, dia terikat oleh kaidah peredaran zaman.

Dan bila Undang2 harus tunduk kepada kemauan seseorang atau

sekelompok manusia, maka akan hantjurlah keadilan dibawah kolong langit ini, akan berantakanlah segala-galanja, akan binasalah langit

dan bumi serta segala isinja dan tidak akan ada artinja dan fungsi-

nja Mahkamah Pengadilan ini lagi. Inilah jang diperingatkan AllahS.W.T. jang berfirman:

”Dan sekiranja kebenaran itu harus tunduk kepada ke­mauan mereka (jang berkuasa) itu, sungguh akan binasa­lah langit dan bumi, dan apa-apa jang ada padanja. Kami telah berikan kepada mereka peringatan dengan kehor­matan AI-Quran, tetapi sajang, dari kehormatan itu mereka berpaling”.

(Al-Quran, Al-Mukminun: 71).

Dan keadilan itu akan dapat kita rasakan lezatnja, lebih-lebih bila kita melihatnja dari segi adjaran Islam. Sayid Ameer Ali me­lukiskan keadilan itu dengan membawakan sebuah kissah insiden jang pernah terdjadi antara seorang Radja dengan seorang rakjat

biasa ditanah sutji Makkah.

Djabalah, adalah seorang Radja jang berasal dari Gassan (Byzantine) jang menunaikan ibadah Hadji ke Makkah karena ia telah masuk Agama Islam. Dikala ia sedang mengerdjakan tawaf keliling Ka’bah, pakaian Ihramnja disenggol oleh seorang djama’ah hadji biasa, dan karena itu orang ini dipukulnja seketika itu djuga.

Orang ini tidak senang dan tidak tinggal diam begitu sadja, tetapi ia mengadu langsung kepada Chalifah Umar bin Chattab jang me­merintah waktu itu. Didalam sidang pengadilan sang Radja diadjukan sebagai terdakwa. Ketika ditanjakan kepadanja kenapa ia memukul orang sedang mendjalankan ibadah hadji, ia mendjawab seperti apa jang dilukiskan oleh Ameer Ali dalam bukunja The Spirit of Islam

seperti tertera dibawah in i:

— ’’Jabala replied. ”1 am a king, and the other is only a common man”. (”Djabalah mendjawab, ’’saja adalah

Radja dan orang itu adalah manusia biasa sadja”).

135

Page 137: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

_ "King or no king, both of you are Mussulmansand both of you are equal in the eye of ,he law ( Rad,a

atau bukan radio, masing-masing kamu adalah Muslim, dan masing-masing kamu dim ataundang-undang adalah

sama'’), demikian djawab Clialijah Umar bm Chaltab

kepada sang Radja itu

Djelaslah dalam peristiwa itu, bahwa pengadilan berpihak ke­

pada keadilan dan kebenaran walaupun hal itu adanja pada rakjat biasa sadja, dan sebaliknja menjalahkan sang Radja, karena ia ber­

ada dipihak jang salah, karena dimata hukum-undang semua adalah sama. Bagi Undang-Undang hanja berlaku adagium jang berkata:

’’Terpidjak bara hitam kaki, dan terpidjak kapur putih kaki”. Tidak ada diskriminasi antara kaja dengan miskin, antara hina atau mulia

dan antara Radja dengan rakjat biasa.

Tuan Hakim jang terhormat.

Saudara penuntut umum memintakan dalam sidang jang lalu supaja saja dihukum satu tahun pendjara potong tahanan. Saja menolak tuntutan ini karena saja merasa, bahwa saja tidak bersalah dan saja memandang, bahwa tuntutan itu suatu kachilafan jang harus disajangkan, disamping saja mengutjapkan terima kasih atas keluhuran budi beliau jang diperlihatkannja selama sidang berlang­sung. Tuntutan itu saja pandang dan rasakan tidak adil, karena tiada bukti jang positif dan mejakinkan, bahwa saja memang telah me­langgar pasal 137 KU HP itu.

Saja telah ditahan enam bulan lebih sedikit 2), dan saja telah merasakan bagaimana pahit-getimja, suka-dukanja kehidupan sebagai seorang tahanan dalam pendjara. Dan penderitaan- hidup dalam pandjara itu dengan keluarga jang ditinggalkan diluar dengan penuh penderitaan lahiriah dan bathiniah, adalah suatu hal jang tidak bisa dilukisakn dengan pena dan lisan. Ia hanja dapat diketahui dan di- bajangkan apabila ia dirasai dan diketjap dengan diri sendiri dengan pengalaman sendiri pula, la tidak dapat ditjeritakan, tetapi ia telah me­rupakan udjian iman jang berat sebagai gemblengan kejakinan jang makin membadja bagi seorang hamba Ilahi jang berdjuang mengibar­kan pandji-pandji kebenaran. Ja, kehidupan dalam tahanan pendjara jang penuh derita itu telah menempa dan membina karakter dan kepribadian terdakwa untuk mendjadi seorang Muslim jang ber iman sedjati untuk membela jang hak dan adil -serta menentang jang 'batil dan zalim

Namun Pendjara adalah rumah naraka bagi orang2 jang berdosa dan djuga bagi mereka jang tidak bersalah. Ia merupakan tempat

*) Ameer A l i : The Spirit of Islam hal. 279.

*) Lengkapnja: 3 th. 3 bl. 21 hari; jang terdiri dari 6 bl. 4 hari tahanan oel dan pendjara. 5 bl. 7 hari tahanan rumah, dan 2 th. 4 bl. 10 hari tahanan Kota.

136 i

Page 138: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

siksaan lahir dan bathin bagi mereka jang melanggar undang-undang

dan jang tidak melanggar undang undang itu. Bagi golongan per­tama pendjara itu memang telah berhak mendjadi tempatnja, tetapi

bagi golongan kedua, pendjara iu merupakan dunia jang zalim jang

tidak kenal rasa kasih-sajang, tempat perkosaan hak-hak asasi ma­

nusia jang dirampas dengan itjara jang tidak sah dan adil.

Nabi Allah Jusuf sendiri pernah djadi korban ketidak-adilan

itu akibat fitnah jang dilantjarkan kepada dirinja dalam apa jang disebut ’’affair romantis” antara Jusuf dengan Zalecha seperti jang

dikisahkan dengan indah dalam kitab Sutji Al-Ouran, Surat Jusuf. Dan setelah beliau merasai sendiri pahit-getimja kahidupan dalam pendjara serta terpisah dari sanak dan keluarga, maka ditulisnja pintu-gerbang pendjara itu dengan kalimat-kalimat seperti jang ber- bunji dibawah in i :

’’Inilah rumah tjelaka, kuburan bagi jang masih hidup,

pembalasan bagi musuh dan pengalaman bagi orang-orang jang benar”. (Tafsir An-Nawawi: "Murah Labied djilidI hal. 410).

Dan karena temjata, bahwa Jusuf memang tidak bersalah, ia dikeluarkan dari pendjara itu setelah meringkuk beberapa tahun lama- nja. Tetapi terpaksa kemudian ia harus direhabilitir dan diangkat mendjadi pembesar negara di Mesir.

Tuan Hakim jang terhormat,

Saja telah pulang dari pendjara sebagai orang tahanan, dan selama hampir tiga tahun lamanja harus 'mundar-mandir kekantor Kedjaksaan melaporkan diri dan djuga keruang sidang pengadilan ini. Melaporkan diri itu ada jang dua kali sebulan, ada jang dua kaii seminggu dan ada jang satu kali seminggu. Bajangkanlah bagai­mana pahitnja penderitaan ini. 0) Oleh sebab itu, saja pertjaja atas perikemanusiannja Tuan Hakim jang tinggi, bahwa saja tidak akan

kembali kesana, karena sebagai halnja dengan Nabi Jusuf alaihis-salam__, saja memang tidak bersalah. Saja bersjukur kepada Tuhan,bahwa saja berhadapan dengan Tuan, seorang Hakim Muslim ter-

peladjar Tinggi dan karenanja saja menunggu dengan sabar akan pe- nielesaian perkara ini dengan sesuatu hal jang memuaskan hati, suatu happy-end jang tjukup menggembirakan. Harapan jang wadjar dan me-

i) Ja saja merasa telah dikeluarkan dari pendjaia jang ketjil, tetapi masuk kembali kedalam ’’pendjara jang lebih besar” (untuk memindjam istilah jang diberikan oleh Singa Kashmir, bekas Perdana Menteri Kashmir, Abdullah, kepada regiem Inidia). Karena Indonesia waktu regiem pra Ges- tapu/PKI berkuasa, pada hakikatnja adalah merupakan suatu pendiam besar bagi rakjat, terutama bagi para pedjuang penegak Keadilan dan Kebenaran

Pen.

137

Page 139: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

nwng sudal. semestink demikian itu, kami ¡akin, bahwa topan itu

bukanlah hendaknja ^anti suatu harapan jang hampa, mengingat

bahwa ia akan datang dari seorang Hakim jang terkenal berbudi

luhur itu. Dan kami jakin penuh pertjaja, demi Keadilan Ilahi dan

demi hak-hak asasi manusia, Tuan Hakim tentu tidak akan sampai

hati untuk mengorbankan terdakwa dan keluarganja karena sesuatu

v/as-was dan kechawatiran terhadap seseorang atau beberapa orang

machluk insani jang berkuasa. Marilah kita tawakkal kepada Zat

Jang M aha Kuasa. '

m D janganlah anda gentar, karena sesunssuhnja Allah bersama k ilit1

(Al-Quran. Al-Baraah 40).

Menunaikan Amanah:

i v, TUi?aS par.a hakim adalah suatu fungsi jang kudus dan sutii luhur, karena ia merupakan suatu amanat Tuhan jang berada di-

w P i -Eara ’ .suatP tUipan AUah ians harus didjalankan se-baik-baiknja. Disampmg itu ia djuga merupakan amanah masjarakat amanah terdakwa dan keluarganja jang harus ditunaikan oleh Hakim sebaik-baiknja la bertanggung djawab dalam amanat dunia dan achirat, dan Hakim akan ditanja oleh Tuhan dan akan diminta per­tanggungan djawabnja kelak dihadapan mahkamah Tuhan. Karena itu, berbahagialah hakim-hakim jang adil jang memberikan amanah ke­adilan itu kepada mereka jang berhak menerimanja. *)

Allah S.W.T. akan senantiasa melimpahkan rahmat dan karu- niaNja kepada hakim jang adil, dan para malaikat menadahkan tangannja memohon maghfirat buat hakim jang adil. Burung-burung jang terbang berbondong-bondong diudara, murai jang bernjanji ber- kitjau melompat dari dahan kedahan kaju, ikan jang berenang gem­bira riang dilautan lepas, dan semut-semut jang bersenibunji didalam liangnja, pendeknja semua machluk Ilahi termasuk terdakwa — machluk-machluk jang merajap dan melata dibawaah kolong langit ini — , akan senantiasa berdoa siang dan malam kepada Tuhan untuk kebaikan dan perlindungan bagi hakim-hakim jang adil. Dan saja harap, dan harapan ini rasanja tidaklah meleset, bahwa Tuan termasuk salah seorang diantaranja, amien!

Tuan Hakim jang terhormat,Saja rasa tidaklah ada salahnja bila diruangan sidang ini saja

kemukakan apa jang pernah diutjapkan oleh salah .dakwa dimuka pengadilan di Mesir terhadap seorang terkenal keseluruh dunia, Sjech Muhammad A

>) Petikan Al-Maidah 58.

Page 140: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

"Demi kehormatan Tuan, wahai Sjech ketua kam i: bersikap adillah

Anda supaja aku dapat mengatakan jang benar kepada Tuan!”

(Moh. Abduh adalah guru besar diberbagai Universitas di Mesir,

seorang Mufti keradjaan Mesir dan djuga pernah mendjabat dja-

batan Hakim).

Selagi ia mendjabat Hakim ia termasjhur sebagai seorang jang

adil. Al-Ustadz Usnian Amin dalam bukunja ’’Muhammad Abduh”

menulis: ’’Bahwa Hakim Muhammad Abduh dalam dia menghadapi

dan menjelesaikan sesuatu perkara senantiasa mendidik para ter­dakwa serta membangunkan kcinsjafan hatinurani mereka”. Dan

diantara nasihat jang sering disampaikannja kepada bekas maha-

siswanja jang telah mendjabat Hakim pengadilan, ialah kata-kata jang

berbunji: ’’Saja nasihatkan engkau terhadap terdakwa lebih banjak

bersikap sebagai seorang pembimbing (mursjid) daripada engkau se­

bagai seorang Hakim. Selama engkau masih sanggup memilih djalan

ishlah perdamaian diantara manusia, maka djanganlah engkau ber­

paling kepada hukum-hukuman; karena hukum-hukuman itu adalah sendjata jang memutuskan hubungan kasih-sajang persaudaraan, se­

dang perdamaian itu adalah obat penawar djiwa jang dapat menjem- buhkan hati jang telah luka” (-). Saja rasa, utjapan orang besar jang terhormat dan disegani seluruh dunia ini ada baiknja untuk bahan

renungan bagi kita bersama-sama.

Tuan Hakim jang budiman,

Memang saja telah luka; saja telah mendekam dalam cel tahanan jang gelap tanpa tembus tjahaja matahari berbulan-bulan lamanja dengan perlakuan jang tjukup melukai hati; ja, saja telah korban perasaan jang hanja Tuhan Allah jang lebih mengeiahuinja.

Tetapi saja jakin, bahwa saja tidak bersalah. Saja insaf, bahwa negara jang masih muda dan diperintah dengan tjara begini, hal iang demikian itu sukar untuk dielakkan. Karenanja saja bersikap lapang-dada, dan saja anggap, bahwa hal jang demikian itu suatu

kechilafan petugas-petugas jang agaknja wadjar untuk dimaafkan.

Sekarang luka itu telah berada dalam taraf kasembuhannja, dan

sekaranc terserahlah kepada kebidjaksanaan Tuan Hakim apakah k e la k lu k a Uu akan kambuh dan Meksi kembali ataukah dia akan semibuh buat selama-lamanja. Dan itu seinua akan bergantung pada obat penawar jang Tuan bubuhkan kelak diachir sidang i

'ToforiTcnia nprthia bahwa dari budiman seperti Tuan akan

S > IS u S Pb a T ^ Woba. penawar ha,i jang mudjarrab

^'^Dem ikianlah amanat penderitaan terdakwa jang

luka dalam artian jang maknawi - bukan hakiki - kepada Tuan

2) Moh. Abduh: Usman A m in hal. I l l , Cairo.

139

Page 141: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Hakim dihadapan sidang jang sunji ini. Dan amanat ini tentunja akan diterima dan ditunaikan dengan sebaik-baiknja. J)

Saja pertjaja, bahwa perkara ini akan dapat diselesaikan de­

ngan sebaik-baiknja, berkat adanja kelak rasa keadilan jang men­dalam, kedjudjuran dan keberanian serta perikemanusiaan Tuan

Hakim jang bermutu tinggi itu.

Pada lahimja jang dihadapkan sebagai terdakwa dalam sidang pengadilan sekarang ini adalah seorang hamba Allah, laki-laki jang

bernama Firdaus; tetapi pada hakikat jang sebenamja, Tuan Hakim berhadapan dengan ISLAM. Karena Firdaus itu — dengan setjara rendah hati saja katakan — , adalah pembela Islam, penulis Islam, Ulama Islam, guru dan pedjuang Islam; ja, Islam dengan segenap

adjarannja termasuk Demokrasi dan hak-hak asasi manusianja. Dan Tuan Hakim sendiri adalah seorang Islam jang baik, jang rasanja

mustahil akan rela dan sampai hati untuk mengorbankan saudaranja sesama Islam jang tidak bersalah.

* * *

M E R I N D U K A N K E B E B A S A N .

TUAN HAKIM jang budiman,

i i Jul!us Caesar berkata: ’’Saja datang, saja lihat dan sajakalahkan , maka saja berkata dalam arena sidang pengadilan in i:

kebebasan'l*” ' ^ mendengar’ dan saJa randjawab dengan menuntut

_ Saja tampil keruangan sidang pengadilan ini dencan suatu ke- jakinan jang penuh, bahwa saja tidak bersalah. Dan buku saja jang diperkarakan sekarang ini adalah merupakan fakta-fakta jang dapat lerbitjara sendiri, fakta-fakta jang tidak dapat disalahkan, ja, fakta-

a^ entiek- Disamping itu tidak seorang saksipun jang

hinaan h erangan~ke|?ranSan Jang memberatkan terdakwa, se-gg a a suatu dalil atau alasan jang sah jang dapat diper­

gunakan setjara djudjur untuk menuntut dan menghukum terdakwa.

tergolong kaum anti revolusi, karena saja p a sen dalam perdjuangan revolusi 1945 sampai dewasa

tentang perkara ini PenJclesaian jang akan Tuan berikan kelakpada tahun •’ ean Putl^ an Hakim pengadilan negeri DjakartaDendiar-i r j f ^ e n k a n hukuman voorwaardelijke 6 bulan

ianc tiukun 1 l ili' ™l-IU Jang dituduh oleh Djaksa melanggar pasal2Presiden M nf "V-i. 310 dan 311 KUHP, karena menghina Wakil

oleh Hakim ^ ‘ i ? an b.egitu Pu'a dengan putusan jang diberikanmemhrhnvL- ^ iZau alam sidan8 pengadilan disekitar th. 1956 jang

i ' i " . u 0 ,1 .warlnwan terkemuka Mochtar Lubis karena tuduhanhecnr n™-. ?>r i ^ a*am suatu perkara dengan salah seorang pem-memn^roP rit’ * an Abd. Gani. Semua perkara itu dilakukan dengan mempergunakan aJat pertjetakan.

H 0

Page 142: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

tm. Saja tidak pernah chianat kepada Republik Indonesia, tidak pemah menikam Republik dari belakang seperti apa jang pernah dilakukan oleh kaki tangan asing jang mendakwakan diri mereka revolusioner, dan Republiken itu (Kaum Komunis Pen.). Saja telah

membuktikan kesetiaan saja kepada Republik Indonesia dalam ke-

« r i J U i 8 ukanja' Bahkan samPai sekar™8 ¡«i walaupunsaja telah menderita karena sesuatu perlakuan jang tidak adil itu,

tidak pernah terimpikan dulu waktu kita bergerilja dari buku kebukit ; bergerilja bersama-sama pedjuang-pedjuang ke­

merdekaan menggerakkan dan menggelorakan semangat rakjat untuk menentang pendjadjahan dan penindasan Belanda — , namun ke­setiaan kepada Republik Indonesia tidak pemah luntur. Ja, Tuan Hakim, saja tidak pemah chianat kepada perdjuangan revolusi rakjat Indonesia; saija tidak pernah menjerah-kalah mengangkat tangan Kepada Belanda dalam mendjalankan tugas revolusi sebagai pemuda pedjuang. (Sindiran kepada Bung Kamo jang menjerah angkat tangan .menaikkan bendera putih waktu Belanda menjerbu Djokjakarta tgl. 19 Desember 1948, Pen.). Bahkan saja tidak pernah mendjadi kolaborator asing, kaki tangan Belanda maupun Djepang jang sangat merugikan dan menjusahkan rakjat itu. Pendeknja wahai Tuan Hakim , saja adalah anak kandungnja revolusi jang sehidup se­mati dengan rakjat dalam membela dan mempertahankan kemerde­kaan Indonesia Raya. Dan seperti halnja dengan pedjuang-pedjuang revolusi lainnja, sedikit-dikitnja kami telah berkali-kali mengha­dang maut, tetapi berkat lindungan Ilahi, kami selamat sedjahtera.

Semua itu dilakukan dalam rangka mendjalankan amanah rakjat, mendjalankan tugas revolusi jang sedang menjala-njala. *) Tetapi sedih duka dan adjaibnja, duabelas tahun kemudian, setelah musuh meninggalkan tanah air, setelah kedaulatan dan kemerdekaan jang diharapkan itu berada ditangan bangsa sendiri, pedjuang-pedjuang kemerdekaan itu berada pula dalam pendjara bangsanja sendiri.

Ia mendjadi orang tahanan bukanlah karena ia seorang pendjahat, seorang demagoog jang menipu rakjat, seorang jang menjusahkan rakjat, tetapi karena suatu tulisan jang dipantjarkannja dari hati- nuraninja sendiri demi kebebasan jang selama ini diperdjuangkan dan didambakannja dalam romanliknja repolusi, dikala ia sedang hidup sebagai pedjuang jang bergerilja bersama rakjat menentang penindasan kolonialisme jang zalim itu. Apakah mi gerangan jang

dikatakan orang, bahwa revolusi itu sering memakan anaknja sen-

') Batja H am k a : Pehdjaran Agama Islam hal. 114, tjetakan ketiga dimana penulisnja tidak dapat melupakan nama saja dikala ia menjebutkan peris­tiwa menghadang maut ditengah-tengah danau Manindjau, maut jang akan

datang dari dua buah pesawat tempur Belanda jang sedang murka. Jakni diwaktu kami menjeberangi danau itu dalam mendjalankan tugas revolusi dalam agressi Belanda kedua. Al-Hamdulillah, kami selamat .sampai diseberang.

141

Page 143: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

diri'’ karena revolusi itu kadang-kadang kehilangan mata atau

katjamatanja sendiri ? Kalau demikian apakah artinjatanpa adaija ’’Four Freedoms” jang terpantjang dalam Atlantic

Charter” jang telah ditanda tangani pada bulan AJ J stus 19J J ^ lalu antara lain oleh Presiden Frankhn Roosevelt*dan Perdana

Menteri Winston Churchill, jakni ’’Freedom of speech, fwarship, freedom from fear and freedom from want Sedan* F siden Sukarno dalam amanatnja pada peserta Konperensi A AII mcnambahkannja dengan sendjata jang Kelima, jaitu . Freedom to be free”, kebebasan untuk kebebasan itu sendiri. Ja, Tuan Hakim, saia incin bersama-sama rakjat Indonesia jang berdjuang, merasakan bagaimana lezatnja ’’Freedom to be free” itu; saja, merindukan

kebebasan ................... !

Tuan Hakim jang terhormat,

Emile Zola (1840-1902), pengarang Perantjis jang termasjhur itu de ne an pena emasnja telah membela Drevfus dalam suatu per­kara, karena perwira ini dituduh dan dipersalahkan oleh Hakim pemerintah Perantjis melakukan sesuatu tindak-pidana iang tidak dilakukannja. Dreyfus dibuang sengsara dikepulauan setan, sedang putusan pengadilan itu sendiri temjata tidaklah adil. Tampillah Zola memprotes putusan jang tidak adil itu dengan fakta-fakta dan dalil- dalil jang tidak bisa dibantah, sehingga kebenaran Zola itu menje- babkan publik opini berpihak kepadanja. Ia tampil dengan artikel jang berdjudul: Saja menuntut! (Lebih tepat: Saja menuduh ! J’accuse ! Pen.). (’) Tetapi hakim-pemerintah berpendapat lain. Tetapi tak tju- kup demikian, Zola jang membela kebenaran terdakwa itu telah dipersalahkan pula, dan ia sendiri achimja dibuang keluar negeri sampai mati.

Kezaliman tidaklah tahan lama umumja, dan pemerintahan jang

zalim itu bertukarlah kemudian dengan jang adil sehingga perkara perwira Dreyfus itu terpaksa disidangkan kembali, dan memanglab seperti apa jang dikatakan Zola, bahwa Dreyfus tidaklah bersalah.

Achirnja ia dipulangkan kembali dari pulau Setan tempat pem- buangannja itu dan kemudian direhabilitir kembali seperti sediakala.

Pemerintah dan hakim Perantjis jang memimpin sidang dulu ingin kembali minta ma’af kepada Emile Zola, tetapi apa daja, nasi telah mendjadi bubur, karena Zola telah pergi dengan kebenarannja, telah

tak ada lagi ; ia telah pergi meninggalkan’ orang-orang zalim jang jang dulu menjalahkannja itu.

') Tulisan gugatannja itu dimuatnja dalam surat kabar ”L ’Aurora” tanggal

13 Djanuari 1898 jang terbit di Paris.

Page 144: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Tuan Hakim jang budiman,

f- KPtrkf ? Sa a ini hamPir daPa* dikiaskan kepada perkara

t f r ? i 'i u , f ja jang sedikit berbeda- Aku dituntut padahal aku. aklah bersalah. Karena itu aku merupakan Zola, tetapi bukan

ir y-lUS’ Pai?a- ° rang lain’ tetapi Pada dirinia ZoIa sendiri, Kepada diriku sendiri. Dan saja harap, djuga barangkali Tuan Hakim

sen in , bahwa perkara ini tidak akan diulang kembali sepertianja engan perkara Dreyfus itu, tidak perlu disidangkan kembali

se e a ter apatnja penjelesaian jang memuaskan, karena saja jakin,bahwa perkara mi berada ditangan seorang hakim jang adil, jangmempunjai pnkemanusiaan jang tinggi. Andaikata, sekali lagi andaia a akan diulang djuga, baiklah bukan didunia ini dalam keadaan

sePerti ini) tetaP‘ diachirat kelak dihadapan Tuhan Allah JangMaha Kuasa dan Maha Adil, dihadapan Mahkamah ’Izzati.

Andaikata datang nanti suatu putusan penjelesaian jang tidak diharapkan, maka saja tidak akan mengadu kepada manusia, tidak

akan mengadu dan merengek-rengek kepada siapapun diantara mach- luk ini, tetapi saja bersama 'keluarga saja jang telah teraniaja selama ini, akan mengadu langsung kepada Tuhan, akan berdo’a kepada Zat Jang Maha Adil dan Maha Kuasa itu siang dan malam, mendo’adan-mendo’a lagi ....................... Dan saja rasa tidak ada salahnjabila saja sampaikan kepada Tuan Hakim jang budiman : Takutlah kepada Allah ! dan takutilah do’a orang jang mazlum, jang teraniaja karena do’a orang jang teraniaja itu pasti langsung didengar dan sampai tanpa hidjab antaranja dengan Tuhannja. Ini adalah hanja sekedar saran jang saja sampaikan setjara tulus kepada Tuan Hakim jang saja hormati, dan semoga ia mendapat tempat jang lajak dalam hati Tuan jang sutji.

Sekarang sampailah kita pada kesimpulan dari pembelaan ini se­perti jang tertera dibawah in i :

1 . Oleh karena Saudara Djaksa jth., Al-Hamdulillah dengan budi luhurnja telah dengan sukarela menarik tuduhan melanggar fasal

134 KUHP., maka dengan sendirinja pasal 137 KUHP. jang merupakan tjabang atau ranting dari pasal 134 itu tidak'dapat

dikenakan lagi kepada terdakwa. Karena tidak ada tjabang atau ranting jang bisa berdiri dengan kokohnja pada hal pohon po- koknja (pasal 134 KUHP.) telah ditjabut dan rebah kebumi.

2. Oleh karena tidak ada bukti2 jang sah mutlak jang membuktikan,

bahwa tersangka sungguh-sungguh bersalah melanggar undang- undang, serta tidak ada seorang saksipun jang memberatkan ter­sangka setjara jakin, maka tidak ada alasan lagi jang positif

untuk menuntut hukuman kepada tersangka.

3. Tidak diperkenalkannja diskriminasi dalam Undang-Undang,

maka berdasarkan itu semua, saja memohon dan meminta de-

Petikan dari Hadis jang shahih.

143

Page 145: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

ngan pengharapan jang sepenuh-pem,hnja supaja saja dibebas­

kan dari tuduhan dan tuntutan hukum.

TUAN HAKIM jang budiman, sekarang tiba gilirannja Tuan

bitjara !

Dengan putusan Tuan Hakim kelak semoga dapatlah diharap­kan matahari keadilan akan memantjarkan tjahajanja jang terang benderane, dan bulan purnama kebenaran akan bersinar dilangit bersama bintang-bintang ditjakrawala mengusir kegelapan-kegelapan

malam sambil ikut serta memberikan restunja terhadap putusan jang bidjaksana itu. Dan saja pertjaja, mudah-mudahan putusan itu bagi saja akan merupakan fadjar subuh jang menjingsing diufuk timur,

iadjar sidik jang akan memberikan harapan-harapan baru bagi ter­dakwa dalam menempuh zaman pantjaroba ini, menempuh gelom­bang-gelombang kehidupan amanat penderitaan rakjat jang sering datang membanting-banting biduk sekunar kehidupan kami jang sedang berlajar dengan tekunnja dilautan samudera vivere pericoloso

ini.

Saja pertjaja, bahwa hakim adalah pelindung terdakwa jang pengajomannja, toleransi dan tasamuhnja dilambangkan penaka po­hon beringin jang rimbun daunnja jang terletak ditengah padang jang luas. Daunnja tempat berteduh orang jang kepanasan, batang- nja tempat bersandar melepaskan lelah dan uratnja tempat duduk bersila dengan njamannja. Dan putusan jang adil itu akan saja djun- djung tinggi sebagai nasihat jang berharga, setitik akan saja djadikan laut dan segumpal akan saja djadikan gunung.

Tuan Hakim jang budiman dan Tuan Djaksa jang terhormat,

Sekarang dapatkah saja sebagai terdakwa jang merasa tidak ber­salah itu mengharapkan suatu penjelesaian jang terhormat, suatu penjelesaian jang melegakan hati, ja, suatu finishing-touch, pepje-

lesaian terachir jang gilang-gemilang ? Djawabnja terletak pada diri Tuan sendiri, pada budi luhur Tuan jang kudus dan pada hatinurani Tuan jang sutji murni itu, sehingga semua muka akan berseri-seri meninggalkan sidang pengadilan ini.

Saja pertjaja kepada hati-nurani Tuan, karena biasanja hati­nurani itu selalu membisikkan suara kebenaran dan keadilan. Dan benarlah ahli hukum jang mengatakan, bahwa hukum itu terletak pada suara hati-nuraninja seorang Hakim. Dan berbareng dengan itu saja pertjaja kepada fikiran sehat. Achimja saja menjerahkan diri kepada Tuhan Jang Maha Kuasa karena kcpadaNja akan kembali segala perkara.

Ja Malikijaumiddin, Ijjaka na’budu wa ijjaka nasta’in.

Ja Haijun Ja Qaijum birahmatika astaghitsu.

144

Page 146: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Allahumma inna nadj’aluka f i nuhurihim waria* udzubika

min sjururihim. W ala haula wa la quwwata illa billahil

azhiem. la maldjaa wala mandja illa bihi!

Tuan Hakim jang budiman,

Sekianlah pembelaan saja jang saja sampaikan dengan tulus

ichlas dari hati kehati, dan semoga ia mendapat tempat jang baik

dalam hati dan kalbu Tuan jang sutji pula. Amien ! Terima kasih !

* * *

145

Page 147: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

BAGIAN V.

ADOLF HITLER DAN BUNG KARNO

SEBELUM kita sampai kepada bagian penutup dan epilog,— sebagai selingan-intermezzo — maka marilah kita adjak para pembatja sedjenak bertamasja menoleh selajang-pandang kepada dua orang tokoh diktator jang banjak mempunjai persamaan dalam karier politiknja. Jang pertama digelari dengan ’’Fuhrer” dan muntjul di Djermania dan jang kedua digelari dengan ’’Pemimpin Besar Revolusi”

dan muntjul di Indonesia. Keduanja telah membuat sedjarah bagi bangsanja, tetapi sedjarah air mata jang meninggalkan luka-luka

jang dalam jang tak akan pernah terlupakan oleh sedjarah itu sen­diri, tak terlupakan oleh generasi kini dan generasi anak tjutju jang akan datang.

Hitler orator Djerman jang menakdjubkan itu pernah berkata: Bahwa semua gerakan politik jang besar dimulai dan dinjatakan

oleh kegaiban kata-kata jang diutjapkan dan tidak oleh jang lain”.

Bung Karno adalah ’’murid” Hitler dalam tjaranja ia merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan djalan mempengaruhi djiwa massa melalui pengaruh kerongkongannja jang besar, pidatonja jang hebat dan suaranja jang guruh gemuruh mempesona massa rakjat.

Sebagaimana Hitler memukau rakjat Djerman dengan mukdjizat ke­

rongkongannja dan pidatonja jang bersetan berapi-api dan berkobar- kobar, menipu dan mengelabui Jiegpri kelahiran tokoh-tokoh ahli filsafat, agama, ilmu dan teknik itu, maka demikian pula Bung

Karno dengan gaja dan keahliannja berpidato disamping sistim ”adu djangkrik” (petjah-belah)-nja jang terkenal, dapat menduduki

146

Page 148: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

kursi ke-Presidenan mendjadi Kepala Negara dari negeri 3.000 buah pulau ini lebih dari duapuluh tahun lamanja. Ia memerintah dengan telundjuk. la berkuasa dengan kerongkongan, dan ia mempertahan­kan kekuasaannja itu tanpa mengindahkan kaidah-kaidah hukum, agama, kaidah moral dan kaidah perikemanusiaan. Pendeknja ia ingin berkuasa seumur hidupnja dengan segala tiara dan tipu mus­lihat Sekali tjakar kuku kekuasaan itu melekat dalam tubuh rakjat ia akan berusaha mentjekam buat selama-lamanja bagaikan harimau menerkam mangsanja; dan ia akan mempersetan segala penilaian apapun jang dikatakan dunia terhadap dirinja. Ja, demikianlah Hitler dan demikian pula Bung Karno.

Tetapi ada perbedaan dalam persamaan itu. Hitler betul-betul pernah luka dalam jmedan perang selaku seorang revolusioner. Tetapi Bung Karno adalah pseudo revolusioner, terbukti diwaktu ia mengangkat tangan menegakkan bendera putih diwaktu Belanda menjerang ibu kota Republik Indonesia, Jogjakarta.

Tak ada dalam kamus perdjuangan, bahwa seorang jang mengang­kat bendera putih kepada musuhnja harus dimasukkan kedalam barisan pemimpin revolusioner. Berlainan dengan Hitler jang pada waktu perang dunia pertama, ia selaku pradjurit sampai dua kali mendapat luka sehingga kepadanja diberikan pula dua kali bintang Salib Besi” sebagai hadiah tanda keberaniannja. Sedang Bung

Karno tidak pernah angkat sendjata kemedan pertempuran, dan djandjinja kepada rakjat Indonesia, bahwa ia akan memimpin ge- rilja bila Belanda datang menjerbu Jogjakarta adalah tipu muslihat belaka untuk menutupi kepengetjutannja terhadap nnuuh. Namun demikian seluruh tubuhnja penuh dengan bintang-bintang tanda djasa jang turun dari langit kajangan jang disematkan oleh para pendji- latnja, dan kepada Fir’aun modern abad ke-20 itupun diberikan pulalah gelar-gelar keagungan dan kesardjanaan sehingga memerlu­kan waktu sekian lama untuk menjebutkannja satu persatu, suatu pendewaan jang melebihi dari pada apa jang pernah diterima ’’gurunja” sendiri, Hitler; dan melebihi pula pudjaan terhadap Fir’aun abad silam.

Memperhatikan kepada orang-orang kesajangan dan Menteri- Menteri jang didjadikan Bung Karno sebagai pembantunja, seperti halnja dengan Dr. Subandrio, Chairul Saleh, Jusuf Muda Dalam, Ruslan Abdul Gani, Sabur, Sunarjo, Umar Dhani, Markam, D.N. Aidit dsb., maka ukuran jang dipakai oleh Bung Karno sebagai sjarat jang harus dimiliki oleh orang-orangnja itu tampaknja tidak begitu djauh dengan sjarat jang didjadikan patokan oleh Hitler. Maka sebagai bahan perbandingan, tidak ada salahnja bila kita kemukakakan disini apa jang disitir oleh Herman Raushning dalam bukun-ja: ’’The Voice of Destruction” sebagai berikut:

”Aku ( — Hitler) mempunjai kartu indeks jang luas ter­

susun dari tiap-tiap orang jang berpengaruh didunia.

Kartu itu memuat tiap detail jang penting-penting.

147

Page 149: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Maukah ia menerima uang? Bisakah ia disuap dengan s e s u a t u tjara ? Apakah ia suka disandjung-sandjung ?

Apakah ia seksuil ? Dengan tjara bagaimana ? Apakah ia homo seksuil ? Semuanja itu sangat berharga, karena

memberikan ikatan jang tidak bisa dihindarkan. Apakah ia mempunjai hal-hal diwaktu lampau jang disembunjikan ? Bisakah ia mendjadi sasaran buat tekanan-tekanan ? Apa­

kah pekerdjaannja ? Hobbynja, tjabang olah raga jang digemarinja, ketjintaan dan kebentjiannja ? Sukakah ia bepergian ? Dan seterusnja. Adalah berdasarkan kekuatan laporan-laporan ini aku memilih orang-orangku. Inilah se- sungguhnja politik. Aku mempunjai grip terhadap orang- orang jung mau bekerdja buat daku. Aku mentjiptakan suatu force bagiku sendiri ditiap-tiap negeri”. (W idya:

Angkatan Bersendjuta, 19 September 1966).Demikianlah Hitler menggunakan dan mentjari kelemahan-

kelemahan manusia untuk didjadikan alat untuk memperkokoh ke- kuasaannja. Demikian pula Bung Karno mengambil orang-orang jang lemah nilai-nilai moral, watak dan imannja untuk didjadikan- nja kawan jang mengelilinginja. Bahkan orang-orang jang sama se kali dizaman sebelum perang mendjadi kakitangan Belanda jang ditjela dan dimaki-dimakinja habis-habisan, sekarang dipakainja se­bagai kawannja jang akrab ; tidak lain karena ia dapat memperguna­kan 'kelemahan seseorang itu sebagai alat kekuasaan jang effektif se­laku boneka, selaku beo dan alat mati jang bersikap ”Yes men” baginja.

Hitler naik kepentas kekuasaan di Djerman pada tahun 1933 dan delapan belas bulan kemudian ia berhasil untuk menazikan seluruh Djerman jang sekali gus berada dibawah telapak kakinja.

William L. Shirer jang waktu itu berada di Djerman berkata dalam bukunja : ’The Rise and Fail of Adolf Hitler” (’’Bangkit dan Djatuhnja Adolf Hitler”) antara lain berbunji:

Dalam waktu jang singkat itu Ilitler berhasil menazikan Djerman dari atas sampai kebawah. Dengan menghapus­

kan negara-negara bagian jang bersedjarah, ia mempersatu­

kan bangsanja untuk pertama kali dalam sedjarah.

Dihapuskannja pula karnerdekaan berbitjara dan menulis, ditjabutnja hak-hak sipil jang paling pokok dari rakjat,

dikedjar-kedjarnja geredja-geredja Keristen dan orang- orang Jahudi. Diperintahkannja pembunuhan terhadap banjak orang Djerman. Orang-orang lain diangkutnja ke- kamp konsentrasi, dimana mereka dipukuli dan sering kali, pada achirnja dibunuh".

Dan kemudian dengan tjemas penulis itu berkata tentang muntjulnja seorang tiran :

"Bentuk jang metiakutkan dari seorang tiran, jang haus darah dan tidak berperikemanusiaan muntjul dengan tje-

148

Page 150: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

palnja. Dan sekalipun demikian sebagian besar duri bangsa Djerman pada achirnja menghormat dan memttdjanja”.

Selandjulnja dengan merasa aneh dan keheranan melihat sikap

bangsa Djerman terhadap tiran wadjah baru itu, maka William menulis la g i: ’ ^

Sikap jang demikian dari orang-orang Djerman itu meru-

Pa [e a~}e bagi saja ketika saja tinggal dan bekerdja t er in, tidak lama setelah Hitler memegang kekuasaan.

Saja mengira, bahwa semua orang laki-laki didunia Barat

menghargai kebebasan perseorangan lebih dari apapun

<~.a,ani ' l‘c*ltPnIa- Dengan heran saja dapatkan, bahwa se­dikit sekali orang-orang Djerman jang mempedulikan,

bahwa kebebasan-kebebasan perseorangan mereka telah

dirampas. Mereka tampaknja tak mempedulikan, bahwa

begitu banjak dari kebudajaan mereka jang tinggi dihan-

tjurkan dan diganti dengan kebuasan jang tak terperikan.

Dan aneh sekali mereka tampaknja tak sadar, bahwa

Hitler menipu mereka”. (’’Bangkit dan Djatuhnja Adolf Hitlers’ terdjemahan Hamid Al-Cadrie S.H. hal. 57-5&).

Demikianlah diktator Nazi Djerman itu berkuasa setjara mutlak menghitam-putihkan negerinja dengan kegila-gilaan jang kelak achir­

nja membawa rakjat Djerman kedahim djurang kehantjuran. Begitu­lah Hitler membuat naraku untuk bangsanja, naraka buat negara tetangga-tetangganja dan membakar seluruh dunia dengan perang dunia kedua jang merusak peradaban ummat manusia; dan Hitler

itu sendiri mati terbakar dalam api naraka dunia jang ditjiptakannja sendiri dengan tangannja itu tanpa diketahui kubur-pusaranja dengan

pasti sampai kini. Demikianlah tak ada seorang diktator jang tidak menebus dosanja dengan menemui kematian setjara hina-dina, tak

ada seorang diktator jang mengachiri riwajat hidupnja dengan gemilang, dan tak ada seorang diktator jang meninggalkan dunia

ini menudju alam baka dengan nama jang harum mewangi dikalangan bangsanja; bangsa dan ummat jang senantiasa mengutuknja setiap

hari.

Apa jang dilakukan Hitler di Djerman dilakukan pnla oleh Bung

Karno di Indonesia dengan gaja dan variasi jang berbeda, tetapi

sama dalam inti dan themanja: tirani dan kebatlulan.

Sedjak dekrit 5 Djuli 1959 praktis Indonesia berada dalam

genggaman tangan seorang diktator jang mengachiri riwajat Demo­krasi dan memasukkannja kedalam liang kubur. Dibubarkannja Badan

Konstituante dan Parlemen hasil demokrasi pilihan rakjat, karena

kedua lembaga demokrasi ini tidak mau menuruti kemauannja

pribadi. Dan sebaliknja dibentuknja MPRS dan DPRGR dan ditun- djuknja orang-orangnja jang mau mengamin kepadanja belaka, dan

ia berangkul-rangkularlah dengan kaum komunis. Dikatjaunja politik dan ekonomi, dimasukkannja infiltrasi kedalam angkatan bersendjata,

149

Page 151: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

dikekangnia mulut rakjat jang berani bersuara menantangnja, dipa- tahkannia pena kaum opposant dan dibunuhnja pers demokrasi di-

kebirinja mimbar-mimbar kuliah, disuruhnja rakjat, mahasiswa dan peladjar bernjanji melagukan njanjian kultus pudjaan bagi dinnja guna melupakan derita dan lapar; dipuaskan hawanafsu biolog -

rsja terhadap gadis-gadis tjantik-rupawan dalam dan luar negeri di- ratjuninja djiwa rakjat dengan Nasakom jang tidak masuk akal dan bertentangan dengan rasa rohaniah keagamaan, dibelenggunja lawan- lawan politiknja dan kemudian dilempar dan dibinasakannja dalam

tahanan dan pendjara ; dimiskinkannja rakjat, diorganisimja demon­strasi bajaran dan rapat-rapat umum jang dihadiri massa komunis dan marhaenis dan ia berpidato dan beragitasi siang-malam persis seperti Hitler beraksi dimuka rapat-rapat umum kaum Nazi sebagai seorang orator jang demagog. Ia membentuk Barisan Sukarno laksana Hitler membentuk ’’Pemuda Hitler”. Ia paksakan konsepsi- adjarannja (Adjaran“ Pemimpin Besar Revolusi) jang dikampanje- kan oleh Pers Nasakom seluas-luasnja sebagaimana Hitler meng- indjeksikan dan mengindoktrinasikan buku ”Mein Kamp’ (Perdju- anganku)-nja segagai pegangan mutlak bagi seluruh rakjat Djerman. Ia mentjari kambing hitam untuk menimpakan segala kesalahan dan kegagalannja memimpin negeri kepada Imperialis, neo Kolonialis dan Malaysia seperti Hitler mendjadikan kaum Jahudi sebagai sasaran agitasi untuk melemparkan kesalahan dan kerandjang sampah.

Disamping itu ia menakut-nakuti rakjat dengan teror BPI-Subandrio-

rja jang terkenal kedjam itu, sebagaimana Hitler membentuk Ges­tapo (Geheime Staats-Polizei = Polisi Rahasia) dibawah pimpinan Himmler (1900-1945) jang sangat ditakuti rakjat Djerman jang

achimja mati membunuh diri.

Banjaklah tokoh-tokoh politik terkemuka jang mendjadi korban fitnah Sukarno-Subandrio, diantara lain terdapat nama Hamka cs. dan Sutan Sahjrir cs. seorang politikus, seorang pergerakan sedjak selagi mudanja, seorang bekas Perdana Menteri R.I. jang pertama,

seorang pedjuang jang lilet dan seorang negarawan jang berilliant.

Tetapi tokoh jang telah berdjasa besar itu sengsara dalam pendjara, bertahun-tahun lamanja menderita sakit, dan jang sampai wafatnja

di Swiss tetap berstatus sebagai seorang tahanan politik. Diatas pusaranja di Taman Pahlawan Kalibata, ditengah lautan massa-

rakjat, berkatalah bekas Wakil Presiden Moh. Hatta antara la in :

’’Tetapi bisikan pendjabat jang bersendjatakan alat menakut- nakuti lebih besar pengaruhnja dari pada pernjataan kebenaran. Demikianlah achimja, Sjahrir meninggal sebagai kurban dari pada kezaliman jang tidak patut ada tempatnja dalam Republik Indonesia

jang berdasarkan Pantjasila”. '

Demikianlah Hitler Indonesia itu telah membuat lembaran hitam dalam sedjarah Indonesia, suatu zaman jang suram dan gelap-gelita.

Namun demikian, keadilan dan kebenaran tidak bisa ditindas buat

150i

Page 152: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

selama-lanianja, dia akan bangkit memberontak menjalakan suarania suara tuntutan hati nurani rakjat jang tertindas tak ¿sa di X

walaupun o.eh sedjuta dewa dari alanf kajangan’ Ja tin'bu.n ' de-

toZïïSSasa‘ l,arusan scdiara"'tidak dibc"du"s

akan m entksiLn n n ’ ^ , 1duaPuluh^ tahun kemudian dunia

u»- . ¿ ï ï x c

mend^adfud1hnlahhaameindjadi f ? da" SUratan takdir Tuhan untuk iane tha’at herT ^m f • T u Indonesia ianS terkenal selaku banesa

seofan “ tiran dan p ’ 2 SCOrang jang berkeJakinan Marxisme,fan r^ rtam a Srt SH g0 telah nu,ntjuI sebacai Presidcnnja

Î f Sa P " ^ jang menSherankan dunia de- kebenaran^ikin hnt / , alaupun baSaimana, dunia keadilan dan m Sc i ’ ? maSa Jan dekat Soekarno pasti akanmenebus dosanja jang telah terlalu besar, tinggi menggunun^ itu

sebagaimana Hitler dan diktator-diktator dunia^jang lab me°nebus cosanja masmg-masmg.

, .H,friJ ÎeJah 5emban? P^ang, detik-detik djarum sedjarah telah mulai berdjalan dengan tjepatnja menudju titik tudjuannja, dan Insia Allah sekedjap lagi matahari kekuasaan Buns Karno tenggelamlah menghilang dari permukaan bumi Indonesia ini buat selama^amanja!

Dan dengan demikian, akan tersingkaplah hari depan jang gemilang penuh harapan bagi putera-puteri tanah air jang indah permai ini.

_ Bung Karno pasti akan mengalami nasib jang fatal, suatu peris­tiwa sedjarah jang amat pahit menimpa dirinja djustru pada babak terachir dari kehidupannja, setimpal dengan dosa-dosa janç dipen- taskaonja selama ia berada diatas panggung kekuasaan. Hampir sama h ain j a dengan kegagalan jang diderita oleh Radja Inggeris pada abad

ke 12, Henry, dimana keempat puteranja beserta^isterinja sendiri turut aktif bersama rakjat menggulingkannja ; sebagaimana jang di­gambarkan oleh bekas Perdana Menteri Winston ^Churchill dalam bukunja ”A History of the English Speaking Peoples” : Such is the bitter taste of worldly power (Demikianlah pahitnja rasa kekuasaan . duniawi).

Keadaan jang seperti itu rupanja tidak bisa dielakkan lagi oleh

Bung Karno. Ini adalah tuntutan sedjarah ! Dan ini adalah kehendak Tuhan Jang Maha Kuasa !

151

Page 153: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Achimja bersama dengan Abraham Lincoln (1809-1865), Pre

siden Amerika Serikat jang ke-16 kita turut berkata:

"Kau bisa mengelabui semua orang dalam waktu jang

singkat atau beberapa orang untuk s e l a m a - la m a n ja . Tetapi tak akan pernah kau menipu semua orang untuk selama-

lamanja !”

Mudah-mudahan Allah S.W.T. memperkenankan do’a terdjuta-

diuta hambaNja jang telah menderita kesengsaraan jang sudan se- djak sekian lamanja teraniaja, terpidjak dan tertindas dibawah te­

lapak kaki seorang ’’maharadja” jang zhalim itu . . Annen . ).

. Benarlah firman Allah S.W.T. jang artinja berbunji.

’’Adapun buih (kebathilan) nistjaja akan sirna-lenjap di­hembus angin ; dan tetapi apa jang bermanja at (kebenaran) kepada ummat manusia, nistjaja akan tetap djaja diatas

muka bumi”.

(Al-Quran, Ar-Ra’d : 17).

i) Dalam memberikan komentar atas kumljungan tokoh-tokoh PKI ke Istana Negara untuk membina kerdja-samu politik Bung Karno dengan PKI, maka dibawah gambar dokumentasi jang bersodjarah itu. penulis jang pada waktu itu mcndjadi Redaksi Madjalah ’’Daulah Islamyah” , telah membuat komentar dengan d judu l: INDONESIA ANEH. Komentar itu berbunji: ’’Dalam gambar diatas tampak senjum-senjum mesra gembong- gembong PKI : Njoto, Lukman, Aiifit dengan Presiden Sukarno di Istana Negara. Alangkah djinaknja Bung Karno ditengah-tengah musuh Tuhan i t u ! Ja, sungguh aneh, tetapi tak mentjengangkan. Presiden Philipina Quirino djuga begitu terhadap Luis Taruc, gembong pemberontak ko- musis, tetapi kemudian Qurino terguling karena ditentang oleh rakjat

Philipina” . (Daulah Islamyah, No. 10 Th. I, Oktober 1957).

Djclaslah, bahwa sedjak th. 1957 kami telah memberikan dorongan de­ngan isjarat agar rakjat Indonesia menggulingkan Bung Karno jang telah tjondong kekiri itu, sebagaimana rakjat Philipina menggulingkan Presiden

Quirino.

152

Page 154: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

I

BAGIAN VI

PENUTUP DAN EPILOG

SETELAH mendengarkan pleidooi itu Hakim mengundurkan sidang sampai tanggal 17 September 1964 dimana kelak Hakim akan mendjatuhkan vonnisnja. Sidang jang kedelapan ini adalah sidang jang terachir bagi perkara ini. Ia berbeda dari sidang-sidang sebelum- nja jang dilangsungkan setjara tertutup, tetapi kali Ini terbuka untuk umum. Dan sebelum sidang dimulai, para wartawan sengadja oleh Hakim diundang masuk.

Hakim membatjakan putusannja, dan sebelum itu dengan tandas ia menegaskan, bahwa ia mentjabut segila pertanjaan jang diadjukan- nja kepada terdakwa dimuka sidang-sidang sebelumnja, jakni perta- njaan-pertanjaan jang berunsur keagamaan. Ia menarik kembali

pertanjaan-pertanjaan itu. Dan aksentuas'i pertimbangannja dipusatkan, bahwa perkara ini adalah menjangkut diri pribadi kepala negara sendiri. Ia boleh dikatakan tidak menanggapi lebih dalam segi

juridisnja, dan tidak berbitjara tentang kedaluarsa perkara ini, dan

ia lupa, bahwa Djaksa tidak dapat membuktikan segala tuduhan-

tuduhannja jang telah dibantah sendiri oleh terdakwa dengan dalil-

dalil jang kuat. Ia lupa, bahwa Djaksa sama sekali tidak mengadjukan

replik apa-apa atas Eksepsi maupun terhadap pleidooi terdakwa, la

lupa, bahwa Presiden itu adalah manusia biasa jang bisa djuga salah,

bukan manusia sutji jang qoûte que qoûte harus benar. Ia menjalahkan

terdakwa setelah menjitir Imam Al-Gazali jang mengatakan, bahwa

hakim harus adil dan tidak boleh sembrono. Dan kemudian ia men­djatuhkan vonnis : 6 bulan pendjara untuk terdakwa, potong tahanan.

153

Page 155: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Dan kemudian ia mengetokkan palunja tanda sidang berachir ..........,

jakni setelah ia memulai sidang perkara ini sedjak tanggal 21 Mei tahun 1963 jang lalu, kurang lebih 1 tahun 4 bulan lamanja. Persoalan nja sekarang, bukan terletak pada berat-ringannja putusan Hakim itu,

tetapi terletak pada adil-tidaknja, dan pada proses peradilannja sendiri

jang berat sebelah.

Putusan perkara ini dirasakan oleh terdakwa dan oleh para ahli

hukum sendiri dikalangan pengadilan, sebagai suatu hal jang tidak

adil. Tidak adil prosedurc djalannja sidang itu, dan tidak adil materi putusan itu sendiri. Kenapa Hakim hanja memanggil wartawan masuk, chusus ur.tuk mendengarkan pertimbangan hakim untuk menghantam terdakwa, tetapi menutup sidang itu rapat-rapat diwaktu terdakwa mengadjukan pleidooinja ? Dan sebagai prosedure jang tidak adil mi, para wartawan telah mendapat pengertian jang salah terhadap terdak­

wa dan akibatnja memberikan gamlbaran jang salah kepada publik.

Ada wartaw’an Nasakom jang hadir dalam sidang itu jang mengatakan dengan tegas, bahwa terdakwa telah mengaku bersalah dan merasa menjesal atas perbuatannja itu. Ini tidak bisa terdjadi, kalau sekiranja sang wartawan diberikan kesempatan mendengarkan pleidooi terdakwa jang diibatjakan dimuka sidang sebelum hakim memberikan pertim­bangan dan putusannja itu. Dengan begitu Hakim seolah-olah mau benar sendiri, sedangkan dengan itu terdakwa merasa dirugikan, dan masjarakat mendapat gambaran jang tidak benar sama sekali.

Isi putusan itu sendiripun tidak adil, karena sama sekali tidak logis. Hakim sendiri pernah menuntut kepada Djaksa supaja menge­mukakan ditengah sidang, keberatan pihak jang bersangkutan sendiri

atas tulisan-tulisan terdakwa itu, dan Djaksa akan menanjakannja dulu kepada Kedjaksaan Agung, tetapi ternjata kemudian hal itu tidak bisa dibuktikan. Hakim sendiri mengerti, bahwa Djaksa sama sekali tidak mampu menjanggali fakta2 jang dikemukakan terdakwa dalam buku itu. Hakim tahu, bahwa Djaksa lidak menolak eksepsi terdakwa.

Dan Hakim tahu, bahwa gawang Djaksa telah bergetar sekali lagi,

waktu serangan-serangan jang gentjar bertubi-tubi jang dilantjarkan

oleh terdakwa dalam pleidooinja sebagai pukulan-pukulan jang mema­tikan alasan dan tuduhan-tuduhan jang tak terbukti jang dikedepankan

oleh Djaksa. Hakim tahu, bahwa terhadap buku tersebut tidak pernah ada larangan sama sekali. Hakim tahu, bahwa buku tersebut diterbit­

kan atas idzin DPKN, dan Hakim sendiri merasa tidak kompeten

untuk menilai materi jang terpokok dalam buku tersebut, ialah masa­

lah keagamaannja, dan untuk itu Hakim telah menarik semua perta- njaan jang diadjukannja kepada terdakwa dimuka sidang. Sedang terhadap Kepala Negara Bung Karno jang dikultuskan orang ketika itu, telah ditantang habis oleh terdakwa, bahwa Undang-Undang tidak

mengenal diskriminasi dalam menentukan hukum. Dan last but not least, bahwa perkara ini telah verjaard, telah djauh tenggelam dizaman

154

Page 156: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

lampau, tidak bisa dikedjar dan diganggu-gugat lagi. Tetapi rupanja hal itu semua seolah-olah tidak perlu diperhatikan (No aetion ncees- sary). Dan bila beliau mau mengindahkan hal itu sebagai suatu pertimbangan jang menentukan beleid keputusannja, maka sudah ba­rang tentu, bahwa keputusannja akan berbunji lain. Apulaci kalau bc-

menolehkan pandangnnnja kezaman depan, karena tirani tidak akan bisa berkuasa buat selama-lamanja. Bila hal tersebut

diatas semua direnungkannja lebih mendalam, maka keputusan beliau akan berbunji: Not guilty, tidak bersalah, atau setidak-tidaknja : Not proven, tuduhan tidak terbukti! Bukan lialnja seperti vonnis diatas.

• .,M f mang sa a^ ?atu diantara kelemahan Hakimku ini ialah, bahwa ia tidak mempunjai keberanian moril untuk bertindak diluar dari

kemauan dan keinginan atasannja, demi unuk keadilan dan kebenaran. Ia sangat terpengaruh dengan keterangan ketua Mahkamah Agung Wirjono waktu itu, bahwa hukum harus tunduk kepada kemauan

revolusi, dan karenanja kaum kontra revolusi harus ditindak tegas sesuai dengan hukum revolusi. Sedangkan waktu itu istilah revolu­sioner adalah dimonopoli oleh Bung Karno dan kaum komunis, se­dang menurut kamus PKI, terdakwa ini adalah kontra revolusi.

Tiga hari sebelum Hakim mendjatuhkan vonnisnja itu, Presiden Sukamo menggembleng para Hakim di lstananja supaja para Hakim lebih tegas menindak semua lawan-lawan politik beliau. Berkatalah Bung Karno antara lain : ’’Kalau perlu mereka itu harus kita bina- nasakan ! ” (RR I tanggal 14 September, malam hari). Dan nannpaknja putusan Hakim Ali Basjah Lubis S. H. itu, adalah menjesuaikan diri dengan „amanat” Istana itu. Karena, Hakim sama sekali tidak me­nanggapi setjara ilmiah akan pleidooi jang dikemukakan oleh terdakwa, baik segi juridis maupun segi agamanja. Tetapi saja jakin, bahwa putusan Hakim itu bertentangan dengan hati nuraninja sendiri sebagai seorang beragama, ja, selaku seorang Muslim.

Namun demikian, pleidooi jang saja utjapkan itu adalah suatu pleidooi jang menarik perhatian kalangan pengadilan sendiri. Seorang

Hakim mengatakan kepadaku, bahwa pleidooiku telah beredar dari

satu tangan kepada tangan jang lain, dari tangan Hakim kepada Hakim

jang lain dan dari tangan Djaksa kepada Djaksa jang lain. Bahkan

setelah kami berada diluar sidang, maka Djaksa Amir Danuhusodo

S. H. sendiri bertanja 'kepadaku dengan penuh simpatik: ’’apakah

pleidooi itu tidak akan didjadikan buku ? ” ’’Insja Aliah ! ”, djawab-

ku sambil tersenjum.

Tetapi kemudian, ia mengatakan kepada tetangganja seorang

Hakim, bahwa ia menjangsikan pleidooi itu adalah karyaku sendiri

pribadi, mengingat aku bukan seorang jurist, dan ia mengira, bahwa

Hakim tetangganja itulah jang telah ikut menjelesaikan pleidooi ter­

sebut. Dan dugaan itu telah dibantah sendiri oleh Hakim tersebut, bahwa ia sepatah katapun tidak turut tjampur dalam hal itu. Dan

155

Page 157: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

S l a n S J , lalam dwang-posisi, hambaNja.j a n g sedang

dilanda kezaliman tirani kekuasaan regiem pra tetamu,/PKI di,ngao

segala kaki-tangannja. Untuk menghadapnya u k larn tempat aku

mita tolong dan perlindungan ketjuali kepadaN ja^aka^Dm itoirena

itu aku selalu meminta kekuatan batfon kepada menjelesaikan pleidooi ini agar aku tetap d'benNja petunduk dan pimpinan. Oleh sebab itu adalah kebiasaanku, bahwa sebelum aku

duduk dimedja tulis, aku lebih dahulu mengambil air sembahjang mengerdjakan sembahjang sunnat, dan dalam keadaan sutji itulah,

aku menulis pleidooi ini siang dan malam sampai selesai sukses. Dan andaikata Hakim menanggapi pleidooi ini setjara djudjur

dan tjermat, maka ia tak dapat iidak mestilah mengachin pertandingan

in i: 2 - 0 untuk kemenangan terdakwa, dan bukan sebalilenja dengan

stand 2 -1 untuk kemenangan Djaksa ; karena Djaksa sudah dua kali memungut bola jang bersarang kedalam djaringnja, sedang gawang

terdakwa tetap sutji dari hal itu. Memang wasit mengachiri pertan­dingan ini setjara aneh bin adjaib. Namun demikian terdakwa tetap tenang menerima fait accompli, takdir jang „dipaksakan” ini, tetapi

Hakim, kelihatan gelisah, setelah ia mengachiri pertandingan ini setjara

tidak fair diluar dari spelregel jang semestinja. Karena mungkin hal

itu bertentangan dengan common sense dan gewetennja sendiri. Votum itu njata bertentangan dengan hukum keadilan dan kebenaran.

SELURUH Surat Kabar di Ibu Kota memuat berita pengadilan ini, ada jang mengutip dari kantor berita „Antara” dan ada pula jang

dibuat oleh wartawannja sendiri. Dan semua berita itu tidak ada jang

sama; ada jang memuat namaku dengan terang-lengkap dan ada pula

jang hanja dengan huruf potong belaka. ’’Antara” sendiri menulisnja

dengan nama lengkap, tetapi keluar dengan berita jang salah jang

antara lain mengatakan: ”H. Firdaus bin Achmad Nakib telah didja-

tuhi hukuman 7 bulan pendjara oleh Hakim A. B. Lubis dalam sidang

pengadilan Negeri istimewa Djakarta hari Kamis karena dipersalahkan

menghina Presiden dalam bentuk tulisan dalam tahun 1961.” Selan-

djutnja dalam achir bentanja itu ’’Antara” mengatakan : ’’Sebelumnja

Djaksa Amir Danuhusodo S. H. telah menuntut dikenakan hukuman

pen jara 9 bulan. (Antara, 17-9-1964). Berita ini keliru, mestinja

vonms 6 bulan dan tuntutan Djaksa 1 tahun. Sedang tulisan itu bukan

pa a tahun 1961 tetapi tahun 1955. Harian „Merdeka” mengutipnja

dengan djudul: „Menghina Presiden dengan Dalih Membela Agama.”

Sedang "Sinar Harapan” mengirim wartawannja sendiri kepengadilan

dan keluar dengan djudul: „6 Bulan Pendjara karena menghina

cp a egara. Harian ini menjebut namaku dengan huruf potongan

156

Page 158: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

\

H. F. (Hadji Firdaus), dan menulis berita seperti in i:

Mengingat hal-hal jang meringankan terdakwa, selama per- ujuangan terdakwa tidak pemah absen dan terdakwa mengakui serta mcnjesal atas perbuatannja itu, Hakim A. B. Lubis S. H. pada achir- nja memvonis, terdakwa H. F. hukuman 6 bulan pendjara dipotong

selama berada dalam tahanan. Dan pada bagian achir beritanja itu, surat kabar tersebut berkata: ’’Terdakwa H. F. dengan seksama

mendengarkan uraian pertimbangan Hakim tersebut dan dengan ang- gukan-anggukan kepala terdakwa menjatakan kesadarannja dan mengakui, bahwa perbuatannja itu adalah salah dan mohon keringanan hukuman baginja.” (Sinar Harapan 17-9-1964).

Alangkah salahnja kesan jang diberikan oleh surat kabar ini kepada publik. Ia memberikan kesan, bahwa terdakwa mengakui serta menjesal atas perbuatannja, dan bahwa saja mengakui, bahwa

perbuatan saja itu salah dan untuk itu saja mohon keringanan hukuman. Dan tjerita ini sama sekali tidaklah benar. Saja tidak pernah mengaku salah dan menjesal atas perbuatan itu dimuka hakim, dan saja tidak pemah memohon suatu keringanan hukuman kepada hakim.

Ini semua tidak dapat disalahkan sendiri kepada sang wartawan, karena ia tidak diberi kesempatan mendengarkan pleidooi saja dan tidak mengikuti djalannja sidang-sidang sebelumnja. Dan andaikata ia mendengarkan pleidooi saja dengan lengkap, maka sudah barang tentu kesan jang keliru seperti diatas tidak akan terdjadi. Inilah bahajanja sesuatu sidang tertutup: terdakwa dirugikan, dan disam- ping itu para wartawan mudah keliru dan mengisap djempolnja sendiri. Memang Mahkamah ini telah mengadiliku dengan tjara jang aneh : Terbuka-tertutup-dan terbuka lagi. Salah satu tjiri bagi penga­dilan dizaman pra Gestapu/PKI.

* * *

Page 159: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

. 'Hakim Lubis terlibatSetelah vonnis didjatuhkannja tarnp ^na ia bergolak dengan

dalam pertentangan bathin jang Derai desak_desak dan mem-

hatinuraninja sendiri; hati ga . not guilty, tidak bersalah,bisikkan supaja saja dibebaskan, ^ ^

Tetapi karena dizaman pra Gestaputi ’halus maka ia memaksa-

para Hakim mendapat indoktr;"a^ kSan hukuman kepada saja seperti kan dirinja djuga untuk mendja£hka" aknja berada dalam posisi tersebut diatas tadi. Hakim Lubista p al^ m a kata pepatah: jang sulit laksana orang t«nn?kan buah Mer£ ng de.

’’dimakan ibu mati, dan tidak dimak NasPakomisasij dan demikian

¡553^ ^

Kantor Berita ANTARA jang antara lain berkata .

’’Fakta-fakta pada masa pra Gestapu membuktikan, bahwa pim* pinan M a h k a S « l £ m e n e k a n badan perad-lan

j„n. t melaksanakan tugasnja sesuai dengan fungsinja. Para Halom

tidak djarang dengan perintah halus terpaksa memberikan hukuman an- tidak sesuai dengan hatinuraninja, bahkan menghukum orang

jang tidak terbukti kesalahannja”. IKAHI menandaskan . Hakim

tidak dapat melepaskan diri dari tanggung-djawab dengan mengatakan

begitu sadja, bahwa jang bertanggung-djawab adalah jang memberi­

kan perintah tsb."

Achimja tanpa ragu-ragu dan dengan jakin, IKA H I menjatakan

kepada publik dengan kalimat jang berbunji:

’’Keadaan masa pra-Gestapu itu, merupakan suatu ’’keadaan

tanpa hukum dan keadilan” dan Hakim pada waktu itu adalah

’ onrechthandhaver” (tidak mendjalankan hukum menurut semesti-

nja, pen.) !) seperti disebut oleh Prof. Umar Seno Adji S.H. dalam

Simposium U.I. baru-baru ini”. (Nusa Putera 21-9 1966).

i) "Apakah kita harus memenangkan hati nurani sendiri, ”in gemoeJe

afvragen” dan tidak mcndjadi gelisah, djika kita dengar, bahwa seseorang harus dihukum, meskipun tidak ada alasan jang tjukup kuat untuk meng- hukumnja, karena tidak tjukup bukti atau karena perbuatannja memang tidak merupakan suatu tindak pidana? Apakah diharapkan dari seorang Hakim, bahwa ia itu harus berfungsi sebagai ’’onrechthandhaver”, se­dangkan dialah jang harus menegakkan hukum ? Sungguh djelas, bahwa pemidanaan seseorang meskipun tidak terdapat tjukup bukti adalah ’’onrecht” ; ia bukan "recht’’, dan instruksi untuk melakukan itu adalah

instruksi untuk melakukan ’’onrecht".

"Dan mengadili tanpa hukum, melawan hukum', adalah bertentangan

dengan idee Negara Hukum. Dalam Negara Sosialispun, sesudah Stalin meninggal, maka to rule, administer or judge contra legem” tidak di*

benarkan. (Prof. Oemar Seno Adji: Indonesia Negara Hukum-Seminar

Ketatanegaraan Undang-Undang Dasar 1945, hal. 69).

158 -

Page 160: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Tetapi kalau kita perhatikan empat patah kata amanat Presiden

di Istana Negara dihadapan para Hakim diatas tadi pada tgl. 14

September 1964 itu, maka para hakini bukan lagi mendapat tekanan

halus, tetapi telah mendapat tekanan kasar jang lebih berat, dan

pimpinan atasan telah main kaju dan main sore, telah memberikan

Komando jang telah menjeleweng dari garis keadilan dan kebenaran.

Memang waktu itu orang jang berkuasa telah mengover bulat-bulat

adjaran politik haram MachiavclLi jang bersembojan ”Hct doel hcilight

de middelcn” atau ’’tudjuan menghalalkan tjara” -).

Kalau demikian halnja benarlah seorang rekan jang bertugas

sebagai penegak hukum di Pengadilan Negeri Djakarta, dengan nada kesal dan djengkel mengatakan kepadaku : zaman sekarang zaman

edan, tidak ada hukum, dan jang ada hanjalah hukuman.

Memang pada waktu zaman pra-Gestapu/PKl berkuasa itu, lembaga peradilan adalah merupakan alatl mati jang sudah diverpoli-

tisir oleh pemerintah untuk menghantam lawan-lawan politiknja, ia

tidak bisa membebaskan diri daripada tekanan-tekanan jang mem­

belenggu. Dengan begitu para hakim dipaksa mendurhakai dhamir,

suara hatinuraninja, dipaksa mendjadi insan tanpa character sehingga ia kehilangan budi luhurnja jang tinggi, wataknja jang mulia. Hanja

hakim-hakim jang mempunjai kepribadian jang kuatlah jang dapat

mendjaga dirinja dari pada terguling djatuh kedalam djurang character-lost itu. Karena watak jang mulia dan character jang tinggi

itulah harta perbendaraan rohani seorang hamba Ilahi jang termahal

jang tidak boleh lepas dan lenjap dari dirinja, apalagi bagi pribadi seorang manusia jang mempunjai martabat tinggi seperti halnja de­ngan seorang Hakim. Bukankah tjendekiawan pernah mengatakan :

'?When wealth is lost,1 nothing is lost. When heaith is lost, something is lost. When character is lost, every thing is lost'. (Manakala harta-

benda jang hilang, itu belum berani kehilangan. Manakala kese­hatan jang hilane, itu berarti telah kehilangan sesuatu. Tetapi mana­kala watak-karakter jang hilang, itu berarti kehilangan segala-galanja).

Walapun bagaimana tidak adilnja prosedure djalannja sidang,

karena sidang pengadilan ini tidak mempunjai semangat fair-play

jang tinggi mutunja, walaupun bagaimana djuga aku harus menekan perasaan, karena putusan hakim diluar dari harapan jang semestinja ;

dan walaupun basaimana djuga aku korban perasaan karena pers

Nasakom waktu itu telah meratjuni fikiran publik opini dengan meng­hidangkan berita-berita jang tidak benar, namun aku bersjukur ke­

pada Tuhan, bahwa aku telah tampil diarena medja hidjau mi dencan penuh enthousiast, telah menjatakan kebenaran dan mempertahan-

kannja dengan sekuat-kuat tenaga jang diberikan Tuhan kepadaku.

Diel-wnia utiaoan Machiavelli itu dapat dibatja dalam bukunja 'The Prince ’ S i l W S « - S a m a n 66 t jd k a » N ,w York 1950, jane t a b u n , , :

” .................... the end Justifies the mcwns.

159

Page 161: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Aku telah bitjara dimuka Hakim ber. ^ n| k^ ke-

j.tkinanku dengan segala keberanian 1 ° berlaku hukum rimba- P.idaku. Ja. aku telah mengutuk tiram dn,.<uu D.naK

raya dengan sewenang-wenang. ^

Tetapi aku terkenang akan na^ a ¿ ^ “ dalam^menghaiapl

nah dikatakan oleh Sastrawan E Du Perron ang ^ b u n j . ^ urang

revolusioner itu sesungguhnja adalah sua . pe r.., i- W ah

dirkan selalu akan kalah, ditembak mat, o eh (7 X af Be Lnd Sdibunuh oleh kawan djika dia menang . (Angkatan bersenajara

20-9-1966).

*

BEBERAPA BULAN kemudian setelah berachirnja kedjadian

peristiwa perkara ini, aku berdialan -djalan diwaktu petang hari melalui Djalan Danau Toba, dan dengan tiba-tiba aku ditegur oleh Hakim

Ali Basjah Lubis S.H. dengan wadjah tersenjum. Aku terpaksa berhenti sedjenak mendengarkan perkataan-perkataan beliau. Rupa-

nja ia menjinggung kembali peristiwa sidang pengadilan beberapa bulan jang lalu itu, dimana aku telah didiatuhi hukuman oleh beliau.

Beliau mengemukakan penjesalannja, karena katanja waktu itu Partai Masjumi lagi diganjang oleh pemerintah, dan ia mengatakan,

bahwa sebenamja aku tidak bersalah. Dan karena aku mau buru- buru pergi untuk suatu keperluan ditempat lain, maka aku dengan

singkat mendjawabnja dengan senjum persaudaraan belaka.

Tetapi beberapa waktu kemudian beliau kebetulan mampir

kcrumah saja, dun disinilah dia menegaskan sekali lagi, bahwa saja

tidak bersalah. Dan vonnis itui didjatuhkannja karena terpaksa belaka, karena tekanan suasana politik waktu itu. Dan sebagai menghormati

tamu jang mengharapkan kema’afan dari padaku, maka aku harus

menggembirakannja dengan suatu perma’afan jdng tulus. Dan dengan tjara ini sadja rupanja kekeliruan peradilan itu telah diachiri dan

diperbaiki, dan kamipun saling memperlihatkan wadjah jang manis

bila bertemu muka satu dengan jang lain, seolah-olah tidak pernah terdjadi sesuatu apapun sebelumnja. Benarlah Tuhan jang telah ber­

firman : Dan bahwa dengan sikap pema’af itu, kamu lebih dekatkepada Taqwa”. (Al-Ouran, Surat Al-Baqarah: 237).

Dizaman pra Gestapu PKI walaupun waktu itu masih dalam status tahanan kota, aku memilih sikap beropposisi jang kulantjar-

kan melalui tabligh-tabligh, tjeramah-tjeramah Agama dan chutbah- chutbah Djum’at. D

Aku termasuk salah seorang diantara mereka jang menentang

politik konfrontasi Sukamo-Subandrio terhadap Malaysia suatu politik luar negeri jang kegila-gilaan, suatu politik jang tidak realistis,

160

Page 162: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

pohtik PKI jang polanja sudah dibuatkan diluar negeri, Pckine.

fCP ASa.ma dan dari segi moral strategi politik jang c isebut pcaceful co-cxistence maupun dipandang dari sudut ekonomi

i.,, c?nesia _kutjar-katjir, nvaka politik konfrontasi terhadap Ma- ysia tu adalah suatu politik bermain-api jang bcrbaliaja dan sia-sia ;

j , sua u poutik harakiri, suatui politik agresi jang tak masuk akal.

cpnri-^0nvf°ntaS dePSan Malaysia tak ubahnja dengan melepaskan mimvf Vme,ranS Jang akan berbalik memukul diri sendiri. Diatas

. f ?r. . jyP1 at aku berkata, bahwa konfrontasi jang tepat pada ^ melakukan konfrontasi kedalam diri sendiri, menje- awanafsu jang bersarang dalam diri kita sendiri. Apalagi kalau

; !rr,at ^ niaka Malaysia adalah sebuah negara IslamJ* muntjul di Asia Tenggara ini jang bukan sadja haram menje-

tumbuh' arus dihormati dan dibantu perkembangan dan per­

t se^a^ aku tidak bisa mengerti, kalau seorang Kiyaiurut berkata, bahwa negara Malaysia wadjib diganjang, dan Radio

Malaysia haram mendengarkannja. Kata-kata ini tidak bisa lahir etjuali pada diri orang jang tidak mempunjai kepribadian, berwatak

chadam dan berdjiwa kolonial. Bahkan Chalifah Islam Umar bin Chattab sendiri pernah berkata untuk mengetjam seorang pembesar- nja karena melanggar hak-hak asasi manusia: ’’Sedjak kapan engkau ja Umar bin ’Ash memperkosa hak-hak manusia, padahal ibunja telah melahirkannja kedunia sebagai seorang Insan jang merdeka ?” Ja, dikala pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan mendengar­kan suara radio Malaysia itu pada tahun jang lalu, tak ada 15%

rakjat Indonesia jang mengindahkan larangan itu dengan sungguh- sungguh ; ketjuali mereka jang alam fikirannja telah diratjunf dan djiwanja sudah terdjadjah oleh neo Imperialisme gaja baru. Karena dia sendirilah jang benar dan dia sendirilah jang harus didengar: jang beradja dihati dan bersutan dimata. ~

DAN SETELAH G.30.S. meletus aku berdiri dibelakang ABRI untuk turut bersama-bersama menumpas dan mematahkan gerakan chianat itu. Mimbar-mimbar Djum’at dimana aku diundang berchut- bah, memantjarkan api perdjuangan itu, atau menurut istilah penga­rang terkenal Al-Ustadz H. Abubakar Atjeh kepadaku : berasap-asap.

Kepintjangan-kepintjangan dalam segala bidang kehidupan: ekonomi, politik, sosial, kebudajaan dan hukum peradilan jang telah

sampai kepuntjaknja telah memaksa putera-puteri rakjat jang selama ini asjik beladjar dibangku sekolah dan ruangan kuliah, untuk bangun

dan bangkit dari ruang kuliah dan kampus Universitas mereka.

Mereka menjusun barisan, mereka menjusu* kekuatan dalam suatu

kesatuan aksi bersama: KAPPI DAN KAMI. KAM I dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1965 atas restu Menteri PTIP Dr. Sjarif

Thaib.

161

Page 163: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

" „ g T ^ ' ¡ u m S s j^ k a . jang .berlandaskan keredhaan Ilahi.

Dan kehadiran pahlawan-pahlawan sutji ini disambut dengan riuholeh rakjat dengan support, sokongan dan tepuk-sorak! dari segenap lapisan masjarakat jang selama ini menunggu-nunggu dan mengelu-

elukan kedatangan mereka diarena perdjuangan. Mereka jang^ dulu- nja disangka oleh pemerintah Sukamo-Subandrio c.s. sebagai biri-

biri jang djinak, temjata dugaan mereka itu meleset; mereka ada­lah singa-singa perdjuangan jang militant jang keluar melompat dari sarangnja, dari gedung-gedung sekolah dan Universitas-Universitas.

Tetapi perdjuangan menegakkan Orde Baru pasti akan men­

dapat reaksi dan rintangan dari pembela orde lama jang sudah lapuk dan busuk itu. Namun semua itu mereka hadapi dengan djwa

besar dan semangat jang menjala-njala tak kundjung padam. Satu

demi satu mereka berdjatuhan sebagai korban akibat sendjata jang

dilepaskan oleh kaum pembela orde lama itu. Tetapi mereka gugur sebagai ratna, mereka sjahid sebagai penegak keadilan dan kebe­

naran, dan unluk itu mereka ichlas tiwas memberikan njawanja masing-masing.

Kekuatan sutji inilah jang kunanti nantikan dan kuharapkan

selama ini. Sekarang aku telah banjak kawan jang akan mengibar­

kan pandji-pandji keadilan dan kebenaran itu. Dan untuk itu aku berdo a kepada Tuhan, semoga perdjuangan sutii anak anak muda

jang masih murni ini akan berhasil dengan gilang-gemilang! Seka­rang Universitas bukan sadja sumber dan sentral kebudajaan jang

mentjetak sardjana-sardjana. ahli ilmu' pengetahuan, tetapi djuga

mentjetak kader-kader jang melahirkan pedjuang-pedjuang jang heroik-

Ja, Universitas tidak lagi melahirkan arsitek-arsitek menara gading ilma pengetahuan belaka.

Maan, Ja, revoiusi morai tanpa sendjata; berbeda halnja dengan

162

Page 164: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

revohisi angkatan 45 jang melantjarkan revolusi bcrsendjata Dan oleh sebab itu ia harus diberi landasan idiil jang kuat pula Dan sampai achir Desember 1965 mereka masih belum mendapat ke-

S " r i , ? 13? Pa? * A 1' Hamdulillah, pada awal Djanuari 1966, AHnn' p Ch 'ar ¡ J armly> Muchtar S.H., Kolonel A. Kartawirana,

JUn^ Na*utl° n S H - dan aku sendiri disampinng beberapa rn«i i f ar - J 1 berhasil menerbitkan Mingguan Djiwa Prokla-

Sm ! h , m£ngharaPkan semo§a den8an melalui mass-media ini,merpim ^ |f.anja memberikan sumbangan moril kepada perdjuangan

Akn t« Ir*0 jugauntuk menemukan landasan idiil jang kukuh itu.

^kknn krCna" f P^ 1000 11 tahun ianS lalu jang berthemakan: Mene- kawan\ ° -n K®b?na.ran- Dan thema ini aku usulkan kepadameneriic a>^an SV.paja . didjadikan slogan jang pragmatis jang terus Dan • v dihalaman depan surat kabar tersebut.Mennn?t Ur Hamdulillah usul itu rupanja mendapat persetudjuan.

dan S h f ? *-a h memberitahukannja kepada Dr. Hatta Djenderal Nasution dan mendapat restu dari mereka itu.

n „ , Pada ^aktu itu, surat kabar kami laris lakunja terutama bagi mahasiswa Universitas Indonesia karena melihat isinja jang

bersifat offensif kepada pemerintah Sukarno-Subandrio, disamping

mereka lebih tertarik kepada sembojan surat kabar tersebut jang

SARUAN! P a d il a n -k e b e n a r a n BERDA­SARKAN KETUHANAN. Tak sebuah pun waktu itu surat kabar jangberani mengetjam pemerintah jang menahan tawanan-tawanan politikjang sudah bertahun-tahun lamanja meringkuk dalam tahanannja,selain surat kabar Djiwa Proklamasi. Dan dengan memuat semua

i) Pada waktu itu Bachtiar Djamily selaku Pemimpin Redaksi ’’Djiwa Pro­klamasi” meminta kerelaanku supaja ia menuliskan namaku jang akan ditjantumkannja dalam staf ahli menurut kebidjaksanaannja sendiri dengan sebutan HAFAN, B.A. Ini aku setudjui mengingat dikala itu fitnah dari BPI-nja Dr. Subandrio masih meradjalela, jang antara lain ditudjukan kepada diriku sendiri.Waktu itu dikalangan H M I muntjul Firdaus, Firdaus muda jang bernama Firtiaus Wadjdy.

Dan oleh BPI Subandrio dilaporkan ke Istana, bahwa Firdaus Wadjdy jang menggerakkan HM I itu sebenarnja itulah Firdaus A.N., tokoh Front Anti Komunis dizaman Isa Anshary. Karena laporan BPI itu, Firdaus Wadjdy jang merangkap pimpinan KAMI Djaya itu dipanggil oleh Pre­siden ke Istana Negara, untuk maksud jang negatif. Tetapi setelah di- lihatnja jang datang adalah Firdaus dengan wadjah lain dari pada apa jang dikenalnja semula, maka Firdaus Wadjdy disuruhnja pulang, sehingga orang BPI jang mendjadi sumber fitnah dengan laporan palsunja itu men- djadi malu-muka belaka dihadapan Presiden Sukarno. Dan kisah njata ”dua Firdaus” jang membingungkan lawan ini, dikisahkan sendiri oleh Firdaus Wadjdy dalam madjalah mingguan ’’Angkatan Baru” No 2 th 1966. ' ’

Tentang ’’Djiwa Proklamasi”, kemudian dilarang terbit oleh pihak jang berwadjib, tetapi missionnja dilandjutkan terus oleh Harian ’’OPERASI" dengan motto jang sama.

163

Page 165: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

MOH. NATSIR DAN HAMKA

Kekuasaan Tuhan berlaku. Zamanpun beralih. Kedua tokoh ini

bebas dari tahanannja masing-. Tampak keduanja memantjarkan

senjum- bahagia tanda tasjakkur kepada Allah S.W.T.

164

Page 166: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

nama-nama tokoh politik itu dengan pendjelasan berapa lamanja mc- .eka telah meringkuk dalam tahanan mereka masing-masing jang diluar prikemanusiaan itu, maka ’’Djiwa Proklamasi” mendesak ke­

pada Pemerintah supaja semua mereka jang tidak kurang berdjumlah 38 orang itu, baik dirumah tahanan Keagungan maupun dipcndjara atau ditempat lainnja supaja segera dibebaskan ! Dan al-Hamdulillah desakan prikemanusiaan jang didjeritkan oleh ’’Djiwa Proklamasi"

. dan kemudian disokong oleh KAPPI dan KAMI, didengar dan di­

jawab oleh pemerintah dengan pembebasan mereka bersama-sama

• engan djalan bergelombang-gelombang. Tidak sedikit antjaman p ysik maupun tekanan bathin jang dilantjarkan kaki-tangan orde lama terhadap oknum-oknum pengasuh Djiwa Proklamasi atas per- juangannja jang gagah-berani mengetjam pemerintah dan memper­

juangkan kebebasan tahanan-tahanan politik itu. Tetapi al-Hamdu- an, luhan Jang Maha Kuasa tetap melindungi mereka.

Pada saat itu Harian KAM I belum terbit. Dan setelah ia terbit Kemudian, maka iapun mendukung sembojan jang sakti itu dengan alimat jang berbunji: Demi Keadilan dan Kebenaran dan Kesatuan

Aksi. Dan dikala mahasiswa KAMI dari fakultas Kedokteran, Arif

Rahman Hakim gugur karena peluru Tjakrabirawa pengawal Istana Presiden jang dilepaskan merobek-robek tubuhnja waktu demonstrasi ke Istana pada tgl. 24 Februari 1966; tepat pada hari pelantikan Kabinet Gestapu regiem 100 Menteri — , maka terpantjanglah span­duk besar didepan Universitas Indonesia jang berbunji: KORBAN M ENEGAKKAN KEADILAN DAN KEBENARAN. Maka d3ri se- djak itu, kalimat: Menegakkan Keadilan dan Kebenaran jang mula- nja aku kumandangkan diarena medja-hidjau jang sempit, setahun kemudian ia telah bergema dan berkumandang dimana-mana diarena perdjuangan jang lebih luas. KAPPI dan KAMI serta kesatuan- kesatuan Aksi lainnja meneriakannja pada setiap aksi' jang mereka adakan, dan udara tanah air Indonesia melalui R R I dan T.V.R.I. telah dirangsang oleh sembojan perdjuangan jang sakti dan sutji itu.

Al-Hamdulillah aku merasa puas, bila aku menolehkan pandang

kepada anak-anak muda remadja jang berdjuang ini, walaupun aku telah digandjar hukuman oleh regiem pra Gestapu/PKI dimuka per­djuangan medja-hidjau. Karena sekarang aku tidak bernasib seperti

CASSANDRA dalam mythologi Junani kuno, seorang peneriak ke­benaran dipadang pasir jang tidak seorangpun jang mendengar dan menjahutnja. Tetapi aku bersiukur kepada Tuhan, balnva adik-adikku jang menamakan dirinja atau dinamakan orang Angkatan 66, lang­

sung atau tidak langsung telah menjahutnja dengan sebaik-baiknja.

Aksi-aksi mereka teratur rapi. Organisasi mereka dapat dibanggakan

serta semangat mereka tetap tinggi meluap-luap penuh dinamika dan militansi. Mereka betul-betul merupakan lasjkar rakjat jang mendjadi

buah hati rakjat dan ketjintaannja, dan mereka sendiri menamakan dirinja lasjkar Ampera. Dan mereka betul-betul pengemban dan penjampai amanat penderitaan rakjat kepada siapa rakjat memandang

16S

Page 167: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

PENJERBUAN KEBENTENG TERACUI R ORDE-LAMA

Tanggal 24 Februari 1966 bagi Angkatan 66 adalah laksana 14 Djuli

1789 bagi rakjat Perantjis jang menjerbu Pendjara Bastille.

Gambar diatas menundjukkan, bahwa Angkatan 66 jang terdiri dari

massa rakjat KAPPI/KAMI bergerak dari Air Mantjur melalui Merdeku

Barat menudju Istana Merdeka dimana Diktator Sukamo bertachta.

Dalam peristiwa inilah gugumja Pahlawan Ampera jang pertama, Arif

Rahman Hakim, mahasiswa Kedokteran Universitas Indonesia di Dja­

karta, akibat peluru Tjakrabirawa pengawal isitana jang merobek-robek

tubuhnja.

166

Page 168: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

oan menadahkan tangannja. Mereka menerbitkan Harian KAMI, se­buah surat kabar jang membimbing publik opini jang dengan gagah perkasa berdiri paling depan menjalakan obor revolusi moral-achlak Kemanusiaan, sebagai manifestasi dari pada aspirasi tuntutan hatinurani ra'jat. Surat kabar inilah jang mendjadi djiwa dan trompet revolusi mereka jang sutji, jang setiap hari sangat digemari oleh rakjat jang

meY i un8 Pefdjuangan mereka dalam menegakkan orde baru dan mendobrak orde lama, orde tirani jang zalim. Dan sewaktu-waktu

mereka muntjul beramai-ramai didjalan raya menjalakan revolusinja jang chas itu Mereka melakukan tjorat-tjoret digedung-gedung pe­merintah, ditoko-toko, dirumtih-rumah sekolah jang berisi kalimat- Kalunat jang hidup dalam lubuk hatinurani rakjat.

Tetapi, aku tak habisnja berfikir keheranan, bahwa memanglah

i16®,6.1 1 *nd°nesia adalah suatu negeri jang aneh; apa jang tidak mungkin e j adi dinegeri lain, dinegeri ini mudah terdjadi seperti hal jang biasa

sa ja. Seorang Djenderal bitiara dihadapan musjawarah angkatan Darat tentang adanja dua buah Markas pada tgl. 1 Oktober 1965 dikala Gestapu/PKl melakukan f>engchianatannja; dua tonggak Markas jang kontras satu sama lainnja. Tetapi aneh, diwaktu rakjat dan mahasiswa berteriak-teriak supaja tokoh besar jang berada di Markas Halim ber­sama Gestapu/PKI atas kemauannja sendiri itu, supaja dihadapkan kepada sidang Mahmilub, maka anak-<anak rakjat, generasi muda ini dirintangi dengan berbagai tjara. Bukankah aneh bin adjaib, bahwa seorang seperti Bung Karno jang telah amat besar dosanja terhadap Negara, rakjat dan kepada Tuhan jang seharusnja mendjadi penghuni pendjara, tetapi malah ditempatkan dengan segala kesenangan di Istana Negara ? ! Logika apakah ini ? Tak lain adalah logika irrasionil jang ditentang oleh Orde Baru jang konsekwen ! Pada hal ketua MPRS Djenderal Nasution dihadapan Kespekri (Kesatuan Pekerdja Kristen Indonesia) pernah mengatakan, ’’bahwa menegakkan kebenaran dan keadilan adalah pandji tertinggi dari orde baru. Tudjuan menegakkan keadilan dan kebenaran adalah merupakan pendjelmaan dari pende­ritaan dan kehinaan serta kesewenangan jang berpuntjak pada tugu Lubang Buaja,, *). (Antara, Warta Berita 5-11-1966).

i) Deklarasi Keadilan dan Kebenaran PERSAHI dan IKAHI jang ditanda­tangani oleh Mashuri S.H. dan Z. Asikin S.H. tgl. 16 Desember 1966 menuntut supaja Presiden Sukamo supaja diperiksa menurut hukum dengan segera, demi tegaknja kepastian hukum. (Harian Nusa Putcra, OPERASI, tgl. 17-12-1966).Selandjutnja masjarakat berterima kasih kepada Major Djenderal Sutjipto S.H. jang telah berani membuka rahasia besar dimana Bung Karno pernah mengatakan kepadanja tentang pembunuhan para Djenderal di Lubang Buaja antara lain : ’’Tahukah kamu, bahwa penembakan ter­hadap Djenderal Suprapto, S, Parman dan Sutojo adalah putusan dari ’’Sematjam pengadilan rakjat di Lubang Buaja dan dilaksanakan dengan baik dan sopan”. Keterangan ini didjelaskan oleh Bung Karno kepada Sutjipto di Istana Merdeka pada tgl. 16 Oktober 1965, dan untuk itu Major Djertderal Sutjipto bersedia disumpah sebagai saksi dihadapan Hakim. (PAB, Antara, Nusa Putera, Berita Yudha, 20-l-’67).

Page 169: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Dan dilain waktu Djenderal Nasution berkata pula: ’’Suatu waktu presiden Sukarno, Mandataris MPRS harus mempertanggung-djawab-

kan 3 tragedi nasional jang tidak bisa lepas dari kebidjaksanaan pe­

merintah dimasa lampau, jakni terdjadinja ”G. 30. S”, kebobrokan

ekonomi dan kemerosotan achlak.”

(Antara, Berita Yudha, 8-11-1966). Dan memang benar Prof. Dr. Kusuma Atmadja S.H., bekas ketua Mahkamah Agung jang mengadili tokoh-tokoh besar peristiwa 3 Djuli 1946 antara lain-lain: Prof. Muhammad Yamin S.H. c.s. dalam sidang pengadilan pada tahun 1948 di Jogjakarta jang antara lain berkata: ’’Biar negara akan tenggelam, namun keadilan harus ditegakkan!” Ja, benteng pertahanan terachir

Gestapu-Orde lama harus dipatahkan dan ditaklukkan!

Banjaklah sudah orang melahirkan analisa mengenai hal tersebut diatas, dan mereka telah datang kepada kesimpulan jang sama, tetapi bila pembitjaraan sampai 'kepada soal pelaksanaan, disinilah mereka terbentur dan logika telah mulai djungkir-balik kembali. |

Aku terkenang kepada tjeritera permufakatan radja-radja tikus jang terkenal itu. Semua mereka mengeluarkan pendapat dan analisa jang sama, dan kemudian datang kepada kesimpulan jang sama pula. Jaitu, untuk mengatasi bahaja jang sering datang mengganggu ke­tenteraman diri mereka bersama, maka tidaki' ada djalan lain selain dari pada mengalungkan giring-giring 'keleher Kutjing. Tetapi soalnja se­karang terbentur, siapakah jang sanggup dan berani untuk melaksana­kan tugas sutji tetapi berat itu? Tak seekor radja tikuspun jang berani tampil kedepan.

Aku merasa heran, kenapa djustru mata-rantai jang lemah terdapat pada patner, pada tubuh mereka jang menjimpankekuatan jang besar? Aku terkenang revolusi Al-Djazair, mereka memiliki manusia seperti Boumedienne jang tak banjak bitjara. Aku teringat Mesir, mereka mempunjai tokoh revolusi seperti Djenderal Muhammad Nadjib jang pendiam dan simpatik. Aku terkenang Irak, mereka mempunjai tokoh pemberani seperti Djenderal Arief, dan aku terkenang pula negara Islam Pakistan jang mempunjai orang kuatnja Djenderal Muhammad Ayub Khan. Ja, kadang-kadang aku merasa agak iri hati djuga melihat tokoh* revolusi jang radikal revolusioner dan konsekwen jang dipunjai oleh negeri-negeri jang tersebut diatas tadi. Dan rahasia sukses mereka antara lain terletak dalam kekompakan dikalangan tubuh mereka sendiri. Tetapi dengan begitu, bukan berarti aku menjetudjui sesuatu regiem junta militer dinegeri ini jang bertentangan dengan kaidah- kaidah demokrasi jang sedjati.

Dinegeri jang serba aneh ini masih djuga terdapat dualisme1) dalam pemerintahan jang sering diketjam oleh rakjat dan angkatan 66,

J), Scsa at sebelum karangan ini masuk Pertjetakan, di Djakarta dilangsung­kan Sidang Islimewa MPRS (7 Maret — 12 Maret 1967) jang telah nieng- aeniri dualisme itu, Pen.

Page 170: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

karena hal ini akan mengganggu kelantjaran roda-roda program Kabinet

Suharto jang pada umumnja disokong rakjat dan mahasiswa itu. Dan

anehnja lagi, negeri jang sedang bergerak aktif menumpas habis orde

lama, masih djuga memakai oknum-oknum orde lama jang bertjokol

dipos-pos luar Negeri dan diberbagai Departem'en; dan negeri ini masih

membiarkan beredar surat kabar jang menjuarakan suara orde lama

itu sebagai reinkarnasi surat-surat kabar Gestapu jang sudah mati.

Mereka bemjanji satu koor, dalam suatu paduan suara jang setjara

cynis mengedjek kaum penegak Orde Baru.

Indonesia adalah negara jang berlandaskan Ketuhanan Jang Maha

Esa dan sidang MPRS ke-IV Djuli 1966 dalam putusannja No. 25

telah melarang Marxisme setjara hitam diatas putih. Tetapi Presidennja

dengan tegas menantang putusan lembaga tertinggi negara itu dengan

mengatakan, bahwa ia adalah Marxist jang jakin, dan ia tidak bisa

dilarang menganut kejakinannja jang sesat itu; Marxisme adalah isi

dadanja. Dan disamping itu berdasar kepada Keputusan Presiden

No. 223/1966, Bung Karno menghidupkan kembali Partai Murba jang

berhaluan Marxisme tanpa mengindahkan sama sekali djiwa dan materi

keputusan MPRS No. X X V pasal 2 1966 itu, suatu kebidjaksanaan

jan'i sama sekali tidak bidjaksana, karena bertentangan dengan Undang­

' dan bertentangan dengan hatinurani rakjat. Suatu kebidjaksanaan

jang ditantang keras oleh Front Pantjasila sendiri jang terdin dari

Orpol dan Ormas pendukung putusan sidang MPRS ke-IV itu

dengan konsekwen. -(Pemjataan Front Pantjasila tertanggal 5

November 1966, Nusa Putera 12 November 1966). Dan bahkan

lebih dahsjat dan tragis lagi, bahwa Presiden Sukarno dalam suatu rapat rahasia antara Panglima berbagai angkatan termasuk Dj derai Suharto,pada bulan Mei ’66 jang lalu, -"8™ membubarkan

sadia MPRS suatu lembaga tertinggi negara jang lebih ingg diabatannja sendiri. Hal ini didjelaskan oleh Major Djenderal Su­S o S H di Aula U.I. (harian AMPERA 12 November 966).

Pem im pin-pem im pin Indonesia amat djarang jang mendjalan-Femimp n p p f>tsun nolitik jang banjak adalah me-

Semua orang tahu, bahwa Fa a ^ diputuskan okh Kong

xisme menurut tafsiran Tan Mal * pNI :ant, sudah bertahun-

res mereka. Demikian pula PNI prinsipiil, adalah

tahun menegaskan kepada mj1SJ ’ di Ind0nesia menurut kon-

r t d t el MDanSramei % te lL mendjadi kepu.usan Kongres

• .o P ,rn i Murba dan PNI menjuarakan2) Dalam sidang MPRS tsb. terI? ^ . ¡t membela Bung Karno dan «Jenpn

suara 0[de Lama jang setjara irrasioml memo .

pigili mempertahankannia.

Page 171: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

mereka. Tetapi setelah kapal Marxisme itu hantjur kena torpedo

keputusan sidang ke-IV MPRS, maka ukus-tikus tcnoopinmilompatan keluar meninggalkan kapalnja jang se ang gg |

Dan mereka berteriak kemuka dunia: kami tidak menumpan^ ka*

pal Marxisme! semua putusan kongres dinjatakan tidak berlaku

lagi! dan kami adalah Pantjasilais sedjati! Tetapi sampai dunanakah masjarakat dapat ditipu oleh kantjU-kantjil Machiavelli ini. an-

kah slogan: „Marhaenisme adalah Marxisme jang ditrapkan di Indo­nesia” itu telah digendrangkan demikian lamanya keteluiga rakjat Lndonesia? Kalau demikian, memanglah politik itu demikian kotor-

nja sehingga orang tidak malu mendiilat air ludahnja kembali. N&-

muj demikian, sedjarah tidak dapat dipalsukan.

Sampai dimanakah seribu satu keanehan ini masih bermain

sandiwara diatas pentas pertjaturan politik ditanah air jang indah

permai ini ? Rakjat Indonesia mengikutinja dengan waspada, disajn-

ping good-faithnja kepada Djenderal Suharto, tetapi djuga dengan

kritis melakukan social control dan social participation terhadap politik pemerintah dengan segala ketelitian dan dengan mata jing tadj&m.

Dikala A. Rahman Hakim gugur sebagai pahlawan Ampera jang

pertama akibat tembusan peluru jang merenggut njawanja, maka saja

menulis sebuah sadjak bebas jang merupakan pesan A. Rahman

Hakim dari alam peristirahatannja jang achir. Sadjak itu dimuat

dalam Surat Kabar ”DJI\VA PROKLAMASI” tanggal 17 Maret 1966 dengan djudul : '

Suara Dari Balik Nisan A. Rahnran Hakim

(Kepada Rekan-ku Vahlawan Mahasiswa-Peladjar).

Dulu, aku gembira berdjuanS-madju bersamamu

walaupun djasadku robek-robek luka ditembus peluru,

walaupun darahku mengalir deras panas membasahi bumi, walaupun badjuku merah berkuah darah.

Tetapi sekarang, aku telah gugur bagai ratna kepangkuan

a i l pertiwiAku kau antarkan beramai-ramai kepusara jang hening

' Al I t . SCPi *nl>

S a ïZ kekaribaan h°dh™ " M Rabbi,bajang aku tak dapat menjertai perdjuangan

jang heroik lagi.

k Z Z kira aku hakiki telahk Z Z T ' H tCtap hiduP disis‘ "a h !r Z Per?' bukan MP” « djenazah biasaTetapi korban jang sjahid dan mati mulia

Pedjuang-pedjuang jang ichlas jang gugur karena Tuhan karena panSSilan keadilan dan kebe^fan,

170

Page 172: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

I

darahnja 'kart mendjadi pupuk perdjuangan jang abadi,

perdjuangan sutji, jang tak peduli apakah itu mati.

Kini, aku bahagia mendapat kehormatanduripadamu semua,

dari ummat dan rakjat jang turut simpati kepadaperdjuanganku,

perdjuangan kita bersama, perdjuangan setiap Insan

penegak keadilan dan kebenaran.

Aku bangga mempunjai salmbat perdjuangan seperti kamu

semua !

pemuda-pemuda pahlawan jang gagah, jang perkasa,

' jang militant,jang heroik,

jang patriotik, jang dinamik,

dan jang dengan senjum revolusioner njerempet bahaja.

Apalah artinja peluru jang menghudjan, jang mendesing,

Apalah artinja bajonet jang terhunus berkilat-kilatan.

Ja, apalah artinja njawa dan sosok tubuh ini,

bila dibandingkan dengan kebenaran jang akan tegak, dengan keadilan jang akan datang mendjulang dengan semarak,

dengan kuntum melati harum semerbak ditaman bahagia lndonesia-R aya,

dengan rakjat, Masjarakat dan Negara dibawah ampunan

Ilahi.

Nah, inilah pesan suara dari balik batu nisan ;

dari alam kubur jang sunji-senjap.

Hiduplah mulia atau matilah sjahid!

Madju, madju, madjulah tak gentar!

Setiap korban, harum bagaikan mawar,Kalam sedjarah, Hakim jang benar.

«

Sadjak bebas diatas ditulis dengan nama samaranku : D1RGA-

HAJU.

171

$

Page 173: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Tetapi suatu hal jang sudah dapat dipastikan ialah, bahwa

selama pohon beringin besar tirani masih berdiri dan belum terbong­

kar sampai keakar-akarnja, maka selama itu pula pohon Keadilan dan Kebenaran belum akan tegak dengan djajanja; karena hak dan bathil tidak akan bisa bernaung dengan berdampingan bersama-sama

dibawah satu atap langit jang sama, didalam suatu Orde Baru jang

murni. Karena jang hak telah datang, maka jang bathil harus pergi tanpa kompromi. Karena mengkompromikan hak dengan bathil adalah

bertentangan dengan hukum moral, bertentangan dengan hukum alam

dan ilmu pengetahuan, dan bertentangan dengan Hukum Tuhan

sendiri. J a, bertentangan dengan hukum perdjuangan ! I

Sekarang fadjar telah terbit diufuk Timur, ajampun telah ber­kokok tanda akan siang dan matahari keadilan dan kebenaranpun

tak lama lagi akan memantjarkan tjahajanja jang terang benderang mengusir kegelapan kebathilan. Dan bangsaku telah bangkit dan tidumja jang selama ini tenggelam dalam ajunan gelombang tirani jang membelenggu. Ia tidak lagi merupakan suatu ummat ”yes men" jang laksana hamba sahaja mendjongkok-djongkok kepada Tuannja walaupun tubuhnja telah hantjur luka-luka setengah mati diletjuti, namun ia menundukkan kepala kepada sang Zalim dengan patuhnja. Tidak! ia sekarang telah membuka matanja, dan generasi muda telah melepaskan belenggu kezaliman dan perhambaan jang hina-dina .'itu.

Ia ingin mendjadi Insan Kamil, manusia sempurna, makmur lahir 'dan bathin dengan mengemban hak-asasinja sebagai hamba Ilahi, bukan selaku hamba insani. Mereka telah bersumpah dengan dirinja sendiri dan telah berdjandji dengan Tuhannja, bahwa mereka akan menjele- saikan tugas ini sebaik-baiknja, tugas sebagai: Pembebas. Mereka bergerak mentjari sarangnja kezaliman dan kebathilan jang membe­lenggu itu. Dan sungguh generasi muda ini adalah pelukis sedjarah

Indonesia Baru dengan ukiran-ukiran jang tersendiri jang indah. Ja,

generasi angkatan penegak keadilan dan kebenaran jang benar-benar dapat dibanggakan keberaniannja, laksana peluru meriam jang madju

terus, lurus kedepan mentjari sasarannja, tak kenal mundur. Kemu­dian dengan tekad jang bulat dan djiwa jang hidup berkobar-kobar

dengan sotjara spontaan mereka menjerbu Istana Presiden Sukamo

di Merdeka Utara jang mereka anggap markas tirani, ja, mereka

mengepung Istana. Mereka berdialoog dengan Sukarno Presiden R. I. jang namanja telah mulai pudar, dan bintangnja telah mulai gelap. (l)

) Menurut pengakuan isieri Djepang Bung Karno, N j. Sari Dewi Sukirno

kepada wartawan surat kabar Belanda ‘ Dc Courant Niews van de Dag”

tgl. 5 November 1966 antara lain berkata: "Bahwa Sukarno telah kehi­

langan kontak dengan rakjatnja. D ia tidak tahu apa jang mendjadi fikiran

orang banjak, jang dirasakan, jang dikatakan dan apa jang dikehendaki

untuk kchi'Jupan pribadi mereka, dan rumah mereka, keluarga mereka". Selandjutnja Dewi berkata : ’’Sudah terlampau lama, la sudah terlampau

djauh dari rakjat". (Harian OPERASI, 16 November 1966).

172

Page 174: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Dan rakjat Indonesia ingin melihat terwudjudnja djandji Tuhan dida-

lam Kitab SutjiNja tentang kedjatuhan mereka jang zalim. Datjalah dibawah ini salah sebuah kisah demontrasi jang dilantjarkan oleh para

pemuda, mahasiswa dan peladjar ke Istana itu pada tanggal 1 Oktober

1966 seperti apa jang diberitakan dengan lengkap oleh surat kabar

Nusa Putera seperti jang berbunji dibawah in i :

’’Bertepatan dengan hari ulang tahun ABRI jang ke-21 tanggal

5 Oktober 1966 merupakan batas waktu bagi Sukamo untuk pertang-

gungan-djawaibnja atas pengehianatan kontrev Gestapu/PKI dan

kebobrokan ekonomi sekarang. Djika tidak ada djawaban dari Sukamo

sampai tanggal 5 Oktober 1966, maka lembaran sedjarah Sukamo

akan dihapuskan, dan Istana akan diduduki oleh semua Kesatuan-

Kesatuan A ks i: Pemuda, Peladjar dan Mahasiswa. Demikian tuntutan

dan tekad bulat KAMI, KAPPI dan KAPI jang disampaikan Sabtu

siang jang baru lalu dimuka Istana Negara jang diikuti oleh seluruh

Slagorde KAMI, KAPPI dan KAPI Djakarta Raya, Bandung dan

Bogor.I

Menurut rentjana semula tuntutan itu langsung kepada Bung

Kano, tetapi sangat disesalkan Bung Kamo pada waktu itu tidak ada

di Istana, maka kemudian tuntutan itu disampaikan kepada Dan Sat Gas/Pomadpara-Pengawal Istana, jang menurut djandjinja akan disampaikan kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera Djenderal Suharto pada malam harinja, dengan pengharapyn sangat agar Pak Harto menjampaikan tuntutan KAMI, KAPPI dan KAPI itu kepada

Bung Karno sebelum tanggal 5 Oktober 1966.

Peristiwa itu terdjadi setelah para Pemuda, Peladjar dan Maha­

siswa mengikuti upatjara Peringatan Hari Kesaktian Pantja Sila jang berlangsung di komplek Kostrad, Medan Merdeka Timur Djakarta, ’ang diliputi suasana chidmat dan prihatin, dihadiri oleh seluruh slagorde Kostrad/Mahaputra, undangan dan semua Kesatuan-Kesatuan Aksi Pemuda, Peladjar dan Mahasiswa. Djalanan penuh sesak oleh barisan-barisan Aksi Pemuda, Peladjar dan Mahasiswa jang membawa spanduk-spanduk dan menjerukan yel-yel jang antara lain seperti :

’’Mahmilubkan Bung Karno”, ’’Sukarno Gestapu Agung”, "Buktikan

Hasil Mahmiiub” dan lain-lain.

Kesatuan-Kesatuan Aksi menudju Istana.

Selesai upatjara peringatan Hari Kesaktian Pantjasila, kemudian

semua slagorde KAMI, KAPPI danmenudju Istana sambil bemjanji dan berseru SUKARNO ARSITFk GESTAPU’’, ’’HIDUP ORDE B A R U ”, ’’HANTJURKAN ORDE LAM A” dll. Dalam pada itu Ketua Presidium KAMI Pusat Cosmas Batubara memberikan kata sambutan antara lain, bahwa gerakan Pemuda, Peladjar dan Mahasiswa sekarang ini aktif menentukan

173

Page 175: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

revolusi negara kita. Pemuda, Peladjar dan Mahasiswa sebagai anak kandung rakjat wadjib membela perdjuangan Pemuda, Peladjar dan Mahasiswa dalam menegakkan Orde Baru demi segera tertjapainja

tudjuan revolusi kita, jaitu tenvudjudnja masjarakat adil dan makmur jang diridhai oleh Tuhan Jang Maha Esa; dimana sekarang ini kita berada didalam kebobrokan ekonomi, akibat dari pemerintahan rezim Orde Lama jang telah mengindjak-indjak keadilan dan kebenaran. Selandjutnja Cosmas Batubara menegaskan, bahwa hasil tertinggi

Orde-Lama hanjalah perbuatan terkutuk ’’’LUBANG BUAJA”. Kita ridak dapat melupakan peristiwa itu, dimana telah gugur putera bangsa sedjati, 6 orang Djenderal dan seorang Perwira Pertama sebagai Pahlawan Revolusi, termasuk seorang puteri jang masih sutji, bahkan tidak sampai disitu sadja pengehianatan terkutuk Gestapu/PKI itu, tapi ma«h banjak lagi pengorbanan jang tidak dapat dilupakan. Oleh sebab itu marilah kita berdjuang terus untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, jang selama ini semua Kesatuan-Kesatuan Aksi telah aktif mempeloporinja, demikian antara lain Cosmas Batubara meng- achiri kata sambutannja.

Sementara itu Ketua KAMI Djaya Firdaus dan didampingi oleh Cosmas Batubara dan Husni Thamrin telah mengem'ukakan kebe- djatan moril pemimpin jang mengaku dirinja sebagai penjambune lidah rakjat, tetapi tindakannja bertentangan dengan keinginan rakjaL

Selandjutnja Firdaus mengadjukan pertanjaan kepada semua massa: Apakah ini Istana Negara atau markas Gestapu/PKI, dengan spontan didjawab oleh massa: ’’Markas Gestapu/PKI. Dikatakan,

memang betul, ini adalah Markas Gestapu/PKI, sebab di Istana inilah digodok rentjana djahat Gestapu/PKI dimana Sukamo sendiri men- djadi otaknja, JMD (Jusuf Muda Dalam, pen.) sebagai pelaku

Gestapu/PKI jang menghambur-hamburkan uang rakjat jang telah divonis hukuman mati, apakah hukuman jang setimpal ba°i Otak

Gdstapu/PKI ? demikian Firdaus menanjakan kepada masfa, jang langsung didjawab oleh massa : ’’Hukuman Gantung dibawah pohon”.

Firdaus menandaskan, bahwa bulan Oktober ini arsitek Agung dari Gestapu/PKI harus dimahmilubkan.” (Harian Nusa Putera, tanggal

3 Oktober 1966). Mcmbatja pidato Firdaus Wadjdi ini, Firdaus muda, aku teringat akan pidatoku di Istana Bogor pada peringatan Maulud

Nabi Muhammad s.a.w. 13 tahun jang silam dengan nada jang sama,

tetapi themanja 'berlainan. Pidato jang berkobar-kobar berapi-api penuh enthousiast.

* * *

174

Page 176: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Dua hari kemudian tanggal 3 Oktober 1966 para pahlawan

Ampera jang terdiri dari Kesatuan-Kesatuan Aksi itu mengadakan

lagi demonstrasi ke Istana dengan gelombang-gelombang jang hebat.

Mahasiswa dan peladjar putera dan puteri jang tergabung dalam

kesatuan-kesatuan Aski diatas menjerbu kedepan Istana dan para

pengawal Istana Presiden mengadakan reaksi jang negatif, dan

achimja bajonet berbitjara dengan bahasanja sendiri sehingga berpu­

luh-puluh korban jang djatuh luka-luka sebagai bunga-bangsa. Dan

5 Oktober korban berdjatuhan lagi di Markas A. Rahman Hakim di

Kramat Raya.

Aku datang kerumah sakit mendjenguk salah seorang korban jang

terberat, luka-luka karena tusukan bajonet, Zainal Zakse, (') itu

wartawan Harian KAM I. Dalam keadaannja jang krisis karena luka-

lukanja jang amat berat itu ia masih sempat bitjara dengan suara

jang terputus-putus dan dengan kejakinan jang bulat, bahwa ia akan

berdjuang terus demi keadilan dan kebenaran. Sambil niengadjarkan

kepadanja do’a-do’a jang harus sering dibatjanja untuk mendapatkan

pertolongan Ilahi, kemudian aku menghiburnja dengan membesarkan

hatinja agar ia bersabar dan semoga luka-lukanja lekas segera sembuh

kembali, maka aku berkata kepadanja: ’’Insja Allah tjita-tjita kita

akan tertjapai dan perdjuangan kita akan menang! ”

Walaupun berpuluh-puluh korban jang telah gugur luka-luka

atau mati, namun dialog dengan Bung Karno tetap berdjalan terus.

Beberapa hari kemudian setelah peristiwa demonstrasi tanggal 3

Oktober jang hebat itu, maka Harian KAMI membuat sebuah tulisan

jang berdjudul: D IALOG BUAT SUKARNO, jang ditulis oleh AN.

ADENANS1 Bandjarmasin. Tulisan itu 'berbunji seperti dibawah in i:

’ Hari ini darah mengalir lagi. Darah dari anak-anak muda jang

bertekad tegakkan kebenaran dan keadilan sebagai amanah dari rakjat.

dan lebih dari itu sebagai amanah dari Tuhan jang wadjib mereka

laksanakan.

Kenangan pada setahun jang lalu masih segar dalam ingatan

kami — dimana djenderal-djendeal putera-putera terbaik tanah air

dibunuh dengan kedjam oleh Gestapu/PKI.

Dua hari jang lalu kami memperingatinja dengan chidmat di

Lubang Buaja. Kematian pahlawan-pahlawan revolusi inipun belum

engkau pertanggung-djawabkan didepan rakjat —■ kematian pahlawan-

pahlawan Ampera djuga meminta pertanggungan djawabmu. Dan hari

* ') Zainal Zakse, kemudian dibawa berobat kenegeri Belanda dan meninggal Jisana tgl. 8 Mei 1967. Djenazahnja dimakamkan di Djakarta tgl. 1Z Mei

1 1967 dengan upatjara jang penuh semangat perdjuangan.

175

Page 177: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Z A INAL ZAKSE•

Terbaring dirumah sakit Amsterdam. Tampak senjum merekah

dibibir beberapa sa’at sebelum pemuda, wartawan pedjuang ini

mengachlri riwajat hidupnja. Benarlah pudjangga dan filosof

terniasjhur Dr. Moh. Iqbal dalam pesannja:

Kukatakan kepadamu tanda seorang Mu’min

Bila maut datang, akan merekah senjum ^dibibir.

176

Page 178: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

ini korban-korban berdjatuhan lagi. Memang tidak satu peluru ter­

dengar berbunji, tetapi udjung bajonet — popor senapan banjak

bitjara. Apa bedanja peluru dan bajonet djika keduanja sama-sama

mendjatuhkan korban-korban. Tetapi pada hari ini djuga Djakarta

mulai bermandikan tjorat-tjoret lagi. Dan namamu mendapat kehor­

matan ditempelkan ditembok-tembok dan didinding-dinding kota dau

inilah manifestasi SUHANURA (Suara Hati Nurani Rakjat, Pen.).

Sukarao,

* Ketika meletusnja revolusi Indonesia 1945 engkau memang

pemimpin kami — karena waktu itu engkau mengerti apa jang

dikehendaki rakjat — untuk kebebasan dan kemerdekaan.

Tetapi sajang, dengan djasamu itu engkau lalu lupa daratan,

seakan Indonesia ini adalah milikmu pribadi dimana engkau bebas

berbuat sekehendakmu. Ditambah lagi gelar-gelar keagungan jang

sengadja diberikan untuk mentjari muka dan mengambil hatimu me-

njebabkan engkau tambah gila. Gelar jang lebih tepat untukmu

sebenamja rimbawan agung jang djuga waktu pra gestapu pernah

djuga dipersembahkan padamu. Benarlah kata Ulama, bahwa tiga hal

jang bisa menghantjurkan dan meruntuhkan negara jaitu TAHTA — '

HARTA — W ANITA, dan ketiga unsur ini telah terpateri mendjadi

satu didirimu.

__ Engkau mabuk tahta untuk bersemajam seumur hidupmu

di istana negara.

__ Engkau menghambur-hamburkan harta rakjat untuk kepen­

tingan pribadimu dan pembantu-pembantumu jang memang bedjat

moral sebangsanja Dumo Bandrio dan JMD. (*)

__ Dan wanita, inilah kegemaranmu nomor satu. Engkau

chianati kehormatan Sarinahmu.

Karena itu engkaulah sesungguhnja SUMBER segala kebobrokan

moral — engkaulah sumber kehantjuran ekonomi jang memelaratkan

rakjat — dan engkaulah jang memperkosa hukum.

Sukamo,

Kami tidak lagi bisa mempertjajakan negara dan rakjat ini dalam

pimpinan seorang jang munafik karena kami semua e

Menurut anggota Presidium Kesatuan Akf' c i^ fpen bahw-f A-SUSILA Nj. Sukamto (isteri ex Kepala A n g k a t a r R . l .

di Indonesia berkembang subur sedjak Bung wanita2 Indonesia diketahui bertemu dengan N j. Hartini jang dikalangan wan ta inoo ^ ^

sebagai perempuan jang a-susila. ° f ° p ^ presiden (Harian K A M I, tiru begitu sadja oleh para Menten Pembant

r?.l. 26-11-1966).

177

Page 179: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

\

n ^ i f s p a ra , p i^ nJera kita jang dibunuh setjara biadab oleh

S X da!'embak " * «

178

Page 180: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

BUNG KARNO M ENANGIS

Dalam ulang tahun peristiwa Lobang Buaja jang

biadab itu, Bung Karno ziarah ke Taman Pahlawan

Kalibata. Disana dia mentjutjurkan air mata. Apa­

kah air-mata keinsafan, penjesalan ataukah air mata

’’buaja” jang tertjurah dimakam para Djenderal

jang dibunuh G EST A PU /PK I itu dimana Bung

Karno tersangkut ?

Soekarno sendirilah jang bisa mendjawabnja.

Page 181: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Kami dan generasi kami jang akan datang ingin djadi manusia-

manusia jang baik, ingin kemakmuran jang merata dan inilah jang

sa’at ini kami perdjuangankan.

Tuntutan kami sederhana sekali dan sangat wadjar — kami

tjuma minta engkau mengutuk pengchianatan PKI dan pertanggungan

djawabmu sebagai Presiden R. I. atas pengchianatan terkutuk dari

PKI itu.

Tetapi sampai hari ini tidak satu katapun jang lahir dari mulutmu

untuk mengutuk PKI. Bahkan engkau telah menggores perasaan

kami — disa’at-sa’at gigihnja ABRI dan rakjat menumpas petualang

Gestapu PKI pada sa’at itu engkau melontarkan pudjian setinggi

langit, bahwa PKI-lah jang paling revolusioner dan paling berdjasa.

Achimja kamipun tahu, bahwa engkau turut bermain dibelakang peristiwa terkutuk itu.

Selamat tinggal Sukamo — sa’at kedjatuhanmu sudah diambang pintu dan kalaupun sa’at ini engkau tidak mau mempertanggung- djawabkannja didepan rakjat — kelak di jaumil mahsjar dihari peradilan, Tuhan meminta pertanggung-djawabmu.

Kezaliman tidak akan pernah lama bisa bertahan — namun kebenaran dia akan abadi sepandjang zaman.” (Harian KAMI tan™al 7 Oktober No. 83 Tahun ke-J).

Dan waktu Presiden Sukarno untuk, pertama kalinja setelah setahun kemudian sedjak pahlawan revolusi kita dikorbankan oleh Gestapu PKI di Lubang Buaja, maka pada tanggal 5 Oktober 1966 beliau ziarah kemakam pahlawan-pahlawan korban G 30 S-PKI itu dimana beliau mentjutjurkan air matanja di Kalibata. Maka untuk

menanggapi kedjadian itu, Harian KAMI dalam tadjuk rentjananja pada tanggal 7 Oktober diatas antara lain menulis seperti dibawah in i:

’’Presiden Sukamo menangis karena pedih melihat nasib pah­lawan revolusi jang telah ditjintjang oleh kebiadaban Gestapu-PKI

karena setelah ditjintjang, setelah dianiaja oleh PKI, pahlawan- pahlawan revolusi ini disumpalkan kedalam sumur”.

’’Presiden Sukamo tidak mengutuk PKI. Presiden Sukamo tidak mau mengutuk Gestapu, bahkan Presiden Sukamo mengutuk Oestok, gerakan Djenderal Suharto untuk menumpas keganasan Gestapu/PKI. Sudah tidak dibubarkan, sudah tidak dikutuk, ini masih kurang bagi Presiden Sukarno. Harus lebih positif lagi: Presiden Suka/no membela PKI jang telah membunuh pahlawan revolusi.

Presiden membela Partai dan gerakan jang telah membunuh orang-

orang jang kemarin ditangisi olehnja. Hidup logika, hidup dialektika l residen Sukamo. Sekali lagi air mata Presiden Sukamo kemarin bukan air mata buaja, jang menangisi peristiwa Lobang Buaja”.

ISO

Page 182: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Memang rakjat Indonesia dewasa ini sedang mentjari seoranc

pemimpin jang mempunjai karakter tinggi, benvatak kulturil dan

jang mempunjai moral besar; seorang kuat jang mempunjai Iman

dan nilai kesadaran bathin jang tinggi. Ja, rakjat Indonesia mentjari-

uja laksana Filosof Junani Diogenes dari Sinopc (412-323 s b

Masehi) jang dengan membawa lentera berkeliling-keliling ditengah

kota disa’at matahari sedang memantjarkan tjahaja terang, untuk

mentjari seorang tokoh jang berwatak mulia, bcrachlak tinggi dan

berbudi luhur. Rakjat menunggu pemimpin jang memiliki sifat-sifat

jang mulia seperti itu untuk menjelamatkan mereka dari tirani dan

kegelapan zaman orde lama jang membawa bentjana dan petaka itu.

Saja tidak tahu peresis bagaimana reaksi Djaksa Amir

Danuhusodo S.H. dan Hakim Ali Basjah Lubis S.H. dalam me­

nanggapi tulisan-tulisan pahlawan-pahlawan Ampera jang kita

kutipkan diatas tadi, jakni mereka jang telah menjeretku kepe-

ngadilan dikala aku menulis beberapa tahun jang lalu dengan me­

ngemukakan fakta-fakta jang benar tentang ’’Perkawinan Sukarno

Hartini!” Apakah mereka masih tenggelam dalam arus orde lama, ')

Seribu-satu matjam gelar keagungan jang dihadiahkan kepada Presiden

Sukam o adalah termasuk kepada kultus individu orde lama jang amat

menjolok. Tetapi puntjak djilatisme kultus individu itu adalah sebuah

pidato jang pernah diutjapkan oleh bekas Menteri Sosial Muljadi Djojo-

martono jang mengatakan, bahwa andaikata pada zaman tahun 571 Ma­

sehi itu telah ada manusia Sukarno, maka bukan Muhammad-lah jang

akan diangkat Tuhan sebagai Nabi, tetapi Sukamo.

Djelasnja pidato jang diutjapkan oleh Menteri Sosial M uljtd i itu pzuia tgl. 6 Agustus 1963 di Gelora Bung Karno Senajan dalam rangka mem­

peringati M aulid Nabi Muhammad s.a.w. jang dihadiri oleh Presiden itu

adalah be rbun ji: ” ..................... ma’af, dulu belum ada Bung Karno lho.belum ada. Kalau ada barangkali didjEdikan Nabi oleh Tuhan, lho saja

kira. Kalau ada, te'.api belum lahir lho, 571”. (Departemen Agama:

"Dengan Api Islam kita sukseskan Revolusi can Nation Building", 1964) Dan ditindjau dari segi aqidah Tauhid, kata-kata jang demikian itu ada­

lah suatu kultus individu jang tejah sampai kepada sjirik; karena orang seolah-olah telah menjanp-iikan kebidjaksanaan Tuhan dan seolah-olah

Tuhan tidak mempunjai rentjana jang tepat atas pengangkatan Muhammad

s.a.w. sebagai seorang Nabi. Pada hal sedjak zaman azali, pengangkatan

Nabi M uham m ad itu telah ada dalam ketetapan Tuhan. Bahkan Tuhan

telah berkata dalam sebuah hadis Qudsi : ’’Kalau tidak karwia engkau akan lahir ja, Muhammad, tentu e k u tidak akan mentjiptakan alam raya

in i!”(Laula ka laula ka ja Muhammad lama chalaqtul aflaak).Dan pararel dengan sjirik kultus pribadi jang sangat memalukan itu, ter­

dapat pula sebuah spanduk besar jang dibentangkan dipinggir lapangan

Banteng jang dibuat oleh Front Nasional Pusat dizaman ka

Menteri dengan huruf sebesar gadjah jang berbunji: H IDU UNTUK SU K A R N O . Sedang jang tepat ialah seperti apa jang diutjapkan

oleh orang Islam setiap menghadap Tuhan lima kali sehari sema a

dalam sembahjangnja jang artinja berbunji: ^ e su n ^h n ja s a a . p

ngorbananku, hidup dan matiku adalah untuk ALLAH TUH

SEKA LIA N A LA M !”

i

181

Page 183: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

1

znman kultus pribadi Sukamo jang amat menjolok mata itu. Apa­kah mereka telah mempunjai semangat, djiwa dan mental insan orde baru jang berdjiwa demokrasi? Ja, apakah kita semua te a

menggabungkan diri terdjun kedalam kumpulan masjarakat orde baru jang progressip revolusioner dengan meninggalkan watak, men­

tal dan mantel jang menjelubungi tjara berfikir orde lama jang kolot, antik-fanatik ketinggalan zaman itu? Dan aku jakin per- tjaja, bahwa perdjuangan menegakkan tonggak Orde Baru ini akan

diberkati Tahan dengan kemenangan jang njata, sebagaimana aku

jakin akan terbitnja matahari esok pagi. Dan ini adalah suatu keharusan sedjarah. Ini adalah djawaban tantangan zaman.

Tetapi jang djelas, bahwa Djaksa Amir Danuhusodo S.H. bekas penuntut umumku itu disekitar bulan Djuni 1966 jang lalu, telah dipindahkan dari posnja semula dalam rangka tour of duty atau pembersihan aparatur negara sesudah meletusnja peristiwa G.30.S. bersama-sama dengan beberapa orang rekan-rekannja. Dan barang­kali djuga kemudian ia telah insaf kembali.

Sedangkan Ali Basjah Lubis S.H. bekas Hakimku jang telah mendjatuhkan vonnis enam bulan pendjara itu, tampaknja telah mulai berubah mendjadi orang jang tha’at ber’ibadat.

Pada suatu hari Djum’at dikala aku berada diatas Mimbar

membawakan chuthbahku disebuah Masdjid di Djakarta, maka de­

ngan tiba-tiba aku melihatnja duduk mendengarkan chuthbahku dengan tekun dan saksama. Sekarang ia memandang kepadaku bukan lagi sebagai seorang Hakim jang melihat kepada terdakwa dimedja hidjau jang akani divonnisnja,v tetapi sebagai seorang

Makmum jang memandang Imamnja jang akan diikutinja bersama- sama dalam menunaikan kewadjiban sutji mengabdi kepada Tuhan selaku hambaNja jang tha’at. Kini, ia seorang kawan jang .baik.

Demikianlah zaman itu silih berganti antara ummat manusia

dan setiap ummat harus tabah dalam melalui orbit kehidupannia

masing-masing sesuai dengan suratan takdir Tuhan pada dirinja.

Dan tugas memenangkan Orde Baru ini adalah mungkin suatu ke­sempatan terachir jang diberikan Tuhan kepada bangsaku. Mundur berarti kematian dan dosa besar. Dosa kepada Tuhan dan dosa

kare" a i,U ' ak 3da Piliha" *aiD' Selain

mmSabdi dm km dha,n-

, „ l J ^ 2 “han! Um,l>ahk°n,ah kegigihan kedalam hati kami dan h a k a , mememnSka" «feto» menghadapi kaum jang dur-

djua

182

Tak „da daja dan tak ada kekuatan sedjati ketjuali ditanganMu

Page 184: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

"Katakanlah: "Kebenaran telah datang, kebathilan tak akan

mampu mengalahkannja, dan ia tidak akan muntjul lagi untuk seIcm a-lam anja! ” . ’

Dan tinggal lagi sebuah pertanjaan jang senantiasa tergores dalam

hatiku : Apakah peranan Ummat Islam dalam pengisian dan pen-

djiwaan dalam rangka pembinaan Orde Baru itu ? Dan last but not

least, apakah para pemimpin Islam dapat memanfa’atkan moment

psyehologis ini untuk membina dan mewudiudkan kealam njatn

Umniat Wahidah, kesatuan Ouwwah Islamyah jang mendjadi idaman

jang ideal jiing senantiasa kita dambakan itu demi keutuhan dan

nasib Ummat Islam di Indonesia ini setelah selama ini mereka

terpetjah, berkeping-keping dan berderai-derai akibat kurang ke­

mampuan dan kewaspadaan dalam estimate dan evaluasi mengha­

dapi permainan politik divide et imjpera dan gerilja politik Presiden

Sukarno dengan P.K.I.-nja? Dan to be or not to be-nja Islam dan

Ummatnja, hidup atau matinia, timbul atau tenggelam, diaia atau

hinanja mereka, tampaknja sangat bergantung 'kepada djawaban

(response) jang akan mereka berikan kepada Tantangan (challenge)

zaman jang dihadapkan kepada mereka itu, djustru mengingat sa’at

Pemilihan Umum telah makin dekat diambang pintu.

Marilah kita lihat bagaimana perkembangan sedjarah mendja-

wabnja kelak ! Semoga biduk lalu kiambang bertaut kembali!

Tentang diri Bung Kamo sendiri jang karena menjerang beleid

dan tingkah lakunja jang bertentangan dengan Agama dan Moral,

aku oleh regiem pra Gestapu-PKI dihadapkan kemuka medja-

hidjau, achirnja dia djatuh djuga. Riwajat wibawa dan reputasinja

tamatlah! Sidang Istimewa MPRS (7 Maret — 12 Maret 1967) di Djakarta telah mengachiri dualisme kekuasaan di Indonesia dan se­

kali gus mendjatuhkan vonnisnja untuk menurunkan Bung Kamo

dari tachta ke-Presidenan R .I. jang dengan sewenang-wenang telah

disalah-gunakan dan didudukinja selama 21 tahun itu. Suatu putusan

jang wadjib disjukuri oleh segenap lapisan masjarakat Orde-Baru,

karena achimja kemenangan itu berada pada pihak Keadilan dan

Kebenaran djua ; walaupun tidak semua putusan itu memuaskan

rakjat.

Sikap jang telah diambil oleh Sidang Istimewa MPRS itu diha­

rapkan akan merupakan dialoog terachir dengan Bung Kamo, laksana

dialoog jang terdjadi antara Maharadja Iskandar Zulkamain dari Macidonia (356-323 sebelum Masihi) dengan filosof Junani, Diogenes

(412-323 s.M.) sebagai djurubitjara dan penjambung lidah rakjat

Junani.

—■ Zulkamain: Apakah jang bisa kulakukan buat engkau?

— Diogenes: Minggirlah, supaja sinar matahari tidak, terhalang

') Al~Qurtzr,l Saba’ : 49.

t1S3

Page 185: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

oleh tubuh baginda sehingga saja bisa mendapatkan rahmat jang

baginda tidak bisa berikan!”

Kekuasaan telah bergeser dari tangan Sukamo kepada Dje-

deral Suharto sebagai Pendjabat Presiden, pendukung dan pengem­

ban amanat penderitaan rakjat jang oleh luar negeri diberi djulukan

dengan the sniiling general. Semoga Pendjabat Presiden jang baru

naik ini, diberi Tuhan taufik dan hidajahNja agar Pendjabat jang

muntjul tidak terduga ini dituntunNja melalui djalan jang lurus ke-

depan. Am ien! Ja, benteng terachir Orde Lama telah djatuh dan takluk. Semoga ia tidak akan come-back lagi, karena come-backnja

akan merupakan dosa bagi sedjarah tanah air kita.

. ' i - c / / J ' -

"Hari-fiari kekuasaan itu akan Kami (Allah) silih pergantikan

antara umrnat manusia, supaja Allah mengetahui manakah diantara kamu orang jang beriman, dan Ia hendak mendjadi-

kan diantara kamu penjampai-penjampai (Kebenaran); dan ingatlah, bahwa {Tuhan tidak kasih kepada mereka jang

zhalim." *)

• o IS j '

"Katakanlah: ”Ja Tuhan jang memiliki segala kekuasaan! Eng­kau berikan kekuasaan itu kepada orang jang Engkau kehendaki, dan

Engkau tjabut kekuasaan itu dari tangan siapa jang Engkau ke­hendaki, dan Engkau muliakan siapa jang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan pula siapa jang Engkau kehendaki. Ditangan-Mulah berada segala kebaikan, karena sesungguhnja Engkau berkuasa atas

• tiap-tiap sesuatu”. *)

Demikianlah bunji lontjeng kemenangan Orde Baru telah ber­gema keseluruh pendjuru tanah air, disamping bunji trompet kematian orde lama jang telah terbaring didalam kubumja untuk selama-lamanja.

1) Al-Quran, Ali Imran : 140.

2) Al-Quran, Ali Imran 26.

184

Page 186: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

Dan setiap mereka jang pernah tampil berdjuang kefront medja-

hidjau setelah meringkuk dalam tahanan cel-pendjara beberapa lainanja sebagai tahanan politik akan merasa bahagia dan bersjukur kepada Ilahi setelah ternjala, bahwa chitthah-ide jang diperdjuang- kannja selama ini dengan kawan-kawannja dibenarkan oleh Hakim

sedjarah; dan bahwa diktator-tirani jang ditantangnja sedjak belasan

tahun jang silam, tcrdjungkirlah sudah.

Mengiraplah perih-luka-derita, tekanan mental dan fisik jang membelenggu insan-insan kamil Indonesia dalam pendjara spirituil

jang besar pada zaman kegelapan djaliiliahnja Orde Lama jang baru

sadja sirna !

Hidup-suburlah Orde Baru, Zaman Baru, Demokrasi dan Hak-

Hak Asasi Manusianja dialam persada Indonesia-Raya tertjinta in i !

Namun demikian, menurut hukum alam, perdjuangan menegak­

kan kebenaran dan keadilan Dahi akan tetap berlangsung terus tak

akan berhenti selama dunia terkembang, laksana sebuah benda jang

bulat-bundar akan berguling dan bergulir terus hingga ia sampai pada tempat jang datar, pada ultimate aim, dan pada titik tjita-tjita jang

terachir.

Achimja bersama-sama dengan Schiller (1759 — 1805), filosof

dan penjair Djerman terbesar sesudah Goethe, kita turut berkata

dengan sjaim ja:

i£-w.Jang lama fana,Zaman beralih,Dan diatas reruntuk puing-puing,Tegak mendiulang Orde-Baru. ’).

T A M A T

i) L Stoddard, Hadhirul A lam il Islamy I hal. 1, menurut Wilhelm Tell, di Arabkan oleh Ar-Rafi’i dan di Indonesiakan oleh Penulis.

185

Page 187: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

KEPUSTAKAAN.

1. Dali Mutiara: Tafsir K.U.H.P. Republik Indonesia.

2. Balai Pustaka : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

3. Mr. M. H. Tirtaamidjaja: Pokok-Pokok Hukum Pidana.

4. Ahmad Mustafa Al-Maraghy: Tafsir AJ-Maraghy.

5. Ameer A li: The Spirit of Islam.

6. Prof. Mulia, Prof K.A.H. Hidding: Ensiklopedia Indonesia.

7. J. B. Bury: Sedjarah Kemerdekaan berfikir.

8. Dr. Hamka : Pribadi.

9. lbnu Taimyah: Pedoman Islam dalam Bernegara (terdjemahan

H. Firdaus A. N., B. A.).

10. Muhd. Y amin: Sapta Dharma.

11. Abd. Hamid Hakim: Al-Ba;an.

12. Muhd. Chudhari Beyk: Usulul Fiqhi.

13. Abbas Kararah: Addien wal Adab.

14. An-Nawawi: Murah Lab id.

15. Dr. Usman Amiert: Muhammad ’Abduh.

16. Dr. ¡r. Sukarno: Dibawah Bendera Revolusi.

17. Dr. Hamka: Peladjaran Agama Islam.

18. Dr. A m ir: Djiwa jang Hidup.

19. William L. Shirer: The Rise and Fall of Adolf Hitler (terdje- mahan Hamid Al-Gadrie S. H.).

20. Niccolo Machiavelli: The Prince and The Discourses.

21. W. H. D. Rouse: Great Dialoges of Plato.

22. Dr. Abdul Kadir Audah: Islam dan Perundang-undanean (ter- djemahan H. Firdaus A. N., B. A.).

23. Dr. Orison Swett Marden: Dunia terbuka bagi Anda (terdjenia- han Pumawidjaja).

24. L. Stoddard, A.S. Arsclan: Hadhirul ’Alamil Islamy.

25. G. Me T. Kahin c.s.: Major Governments of Asia.

i

186

Page 188: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

15

20

33

37

51

52

52

60

60

61

81

84

89

96

96

L A T — DARI PEN D JAR A KE MED J A-li lDJ AV

Baris dari atas

Tertulis Betulnja

25 danau Masindjau danau Manindjau

6 anaku anakku

38 de Digul ke Digul

19 Governmet Government

19 (1953-1954) (1953-1955)

10 menjetudji menjetudjui

39 langsug langsung

4 membuat memuat

5 tandigan tandingan

8 . , • tke righ man in the righ place

the right man

in the right place

7 dibawnh ini dibawah ini

30 Al-Fathir Fathir

19 berguana berguna

2 kap sikap

17 lagi bagi

9 Idtihad ldjtihad

Korektor

Page 189: Dari penjara ke meja hijau, 1967.pdf

BUKU JANG AMAT MENGESANKAN

PENULIS-PEDJUANG jang,sedjak lama.

Anda kenal ketadjaman penanja ini telah

berhiisil dengan penuh sympathik d^n^

. enthousiast menghidangkan kepada Anda

1 sebuah batjaan jang segar, lezat dan ber-

manfa’at.

Buku ini telah berhasil mengungkapkan sedjarah perdjuangan menegakkan keadilan

, dan kebenaran melawan tirani dan keba- ’ thilan'dibumi Indonesia ini djauh sebelum I meletusnja gerakan raksasa dan revolusi

! Orde-Baru.

Berdasarkan pengalaman dan penderitaan

penulisnja jang tetap gigih berdjuang ber­

sama barisan kaum penegak keadilan dan kebenaran, baik semasa zaman Demokrasi Liberal, demokrasi terpimpin alias diktatorisme, maupun dikala ia dipendjarakan dan diseret kemedja-hidjau oleh rezim Soekarno/PK.1 Orde-Lama ataupun dikala aktif dalam bidang- nja untuk menggulingkan r^zim tirani itu — , maka lahirlah karya jang beimutu ini sebagai pertjikan api perdjuangan itu.

Didalam buku ini Anda akan dapat membutiri din memetik

tiukilan-tiukilan jang amat berharga tentang sedarah dan latar bela­

kang pergerakan di Indonesia ini.

Pleidooi penulisnja dimuka Pengadilan jang memiliki keberanian

jang tingei serta befrisi ilmu pengetahuan itu, adalah sebuah pleidooi

j0ng gilang-gemilang iang pernah diutjapkan oleh seorang tokoh ang­

katan muda Islam dihadapan rezim tirani Orde-Luma,

Dengan memiliki buku jang berharga ini Anda akan m' t berbahagia untuk batjaan sekeluarga. Dan dengan terbitnja buka sebuah kekosongan dalam chazanah kesusasteraan Indonesia tc terisi; karena penulisnja membawakan them^ tnp?TKlirK<la«--dcHj

gaja-bahasa kesusasteraan-jang hidup dan tersendiri pula.

Sjukur kepada Tuhan, sungguh suatu kreasi dan persembd

jang berharca kepada ge-nerasi baru Anckatani' 66_ dan para P^nfl keadilan dan kebenaran dalam mendjundjung tinggi serta mengibai pandji-pandji Orde-Baru. ’’Buku jang amar, mengesankan^, J

pudjangga Dr. Hamka.

1 -

PERIf a k :

W\\ \‘ i

fi

Penerbit "PUSTAKA N IH*" Djukarta.