DAN MASSED PRACTICE TERHADAP KEMAMPUAN SMASH …/Perbedaan... · macam-macam tehnik dasar ......
Transcript of DAN MASSED PRACTICE TERHADAP KEMAMPUAN SMASH …/Perbedaan... · macam-macam tehnik dasar ......
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN DENGAN METODE DISTRIBUTED PRACTICE
DAN MASSED PRACTICE TERHADAP KEMAMPUAN SMASH BULUTANGKIS PADA
SISWA PEMULA PERSATUAN BULUTANGKIS PELITA ABADI KARANGANYAR
TAHUN 2009
Skripsi
Oleh :
Bayu Aprianto
NIM K 5605016
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang dalam pelaksanaan
permainannya menggunakan raket sebagai pemukul dan shuttlecock sebagai obyek yang dipukul.
Hal yang mendasar agar dapat bermain bulutangkis yaitu menguasai macam-macam tehnik
dasar. Dengan menguasai tehnik-tehnik dasar bulutangkis maka akan dapat mendukung
penampilannya menjadi lebih baik sehingga prestasi yang lebih tinggi dapat dicapai. Adapun
macam-macam tehnik dasar bulutangkis menurut Sumarno dkk (2002:164) mengklasifikasi
tehnik dasar bulutangkis menjadi empat macam, yaitu: “(1) Tehnik memegang raket
(grips), (2) Tehnik mengatur kerja kaki (footwork), (3) Tehnik menguasai pukulan (strokes), dan
(4) Tehnik menguasai pola-pola pukulan”.
Seluruh permainan bulutangkis dilakukan dengan memukul bola. Pukulan-pukulan
dalam permainan bulutangkis di antaranya pukulan service, lob, drive, dropshot, netting, dan
smash. Salah satu pukulan yang penting dalam permainan bulutangkis adalah pukulan smash.
Pukulan smash merupakan pukulan overhead yang keras dengan kecepatan tinggi arahnya
menukik ke bawah bidang lapangan lawan. Upaya menguasai tehnik dasar pukulan smash harus
dilakukan latihan secara sistematis dan kontinyu. Untuk mencapai hasil latihan yang optimal
dibutuhkan metode latihan yang baik dan tepat.
Metode latihan merupakan suatu cara yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan
bagi atlet yang dilatih. Tuntutan terhadap metode latihan yang efektif dan efisien didorong oleh
kenyataan-kenyataan atau gejala-gejala yang timbul dalam pelatihan. Banyaknya macam-macam
metode latihan, maka dalam pelaksanaan latihan harus mampu menerapkan metode latihan yang
baik dan tepat. Menurut Andi Suhendro (2004: 3.56) bahwa, “ Metode latihan yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan ketrampilan tehnik di antaranya dengan metode massed
practice dan distributed practice”.
Metode distributed practice merupakan metode latihan yang pada pelaksanaan
praktiknya diselingi dengan waktu istirahat diantara waktu latihan. Sedangkan metode massed
practice adalah pengaturan giliran latihan yang dilakukan secara terus-menerus tanpa diselingi
istirahat. Baik metode distributed practice maupun massed practice memiliki karakteristik yang
berbeda dan masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga belum diketahui
efektifitasnya terhadap peningkatan kemampuan pukulan smash dalam permainan bulutangkis.
Untuk mengetahui dan menjawab permasalahan yang muncul, maka perlu dikaji dan diteliti lebih
mendalam melalui penelitian eksperimen di Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi Kabupaten
Karanganyar.
Sisi menarik untuk melakukan penelitian pada PB. Pelita Abadi Karanganyar yaitu,
klub tersebut cukup eksis dan latihan dilaksanakan dengan baik. PB. Pelita Abadi juga telah
beberapa kali mengikuti tournamen atau pertandingan di berbagai daerah. Dari hasil
pertandingan yang telah diikuti prestasi yang dicapai belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh
beberapa permasalahan, antara lain: (1) Kemampuan pukulan smash pemain PB. Pelita Abadi
masih rendah dan perlu ditingkatkan. Pukulan smash yang dilakukan sering tidak sesuai dengan
harapan, misalnya bola yang dipukul sering keluar lapangan, menyangkut net, bahkan pukulan
smash tidak tajam sehingga lawan justru mudah mengembalikannya. (2) Pelaksanaan latihan di
PB. Pelita Abadi kurang maksimal. Waktu yang tersedia tidak dimanfaatkan untuk melakukan
pengulangan pukulan secara maksimal. Siswa hanya melakukan pengulangan beberapa kali,
kemudian berhenti dan kelihatan lelah. Selain itu, pengaturan antara waktu latihan dan istirahat
kurang diperhatikan. Jika ambang rangsang telah dicapai dan waktu istirahat terlalu lama, maka
kondisi tersebut akan pulih kembali dan keterampilan akan lambat dicapai.
Permasalahan yang telah dikemukakan di atas yang melatar belakangi judul penelitian,
“Perbedaan Pengaruh Latihan Dengan Metode Disrtributed Practice dan Massed Practice
terhadap Kemampuan Smash Bulutangkis Pada Siswa Pemula Persatuan Bulutangkis Pelita
Abadi Karanganyar Tahun 2009”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah dalam
penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kurangnya frekuensi pengulangan gerakan pukulan smash, sehingga tehnik dasar pukulan
smash pemain bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar kurang dikuasai dengan baik.
2. Waktu latihan kurang dimanfaatkan secara maksimal untuk mengulang-ulang gerakan
pukulan smash sebanyak-banyaknya, sehingga kemampuan pukulan smash masih rendah.
3. Masih rendahnya kemampuan pukulan smash para pemain bulutangkis Persatuan
Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar perlu ditingkatkan.
4. Belum diketahui pengaruh metode latihan distributed practice dan massed practice terhadap
kemampuan pukulan smash dalam permainan bulutangkis.
5. Kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi
Karanganyar tahun 2009 belum diketahui.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian perlu dibatasi agar tidak
menyimpang tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pengaruh metode latihan distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan
pukulan smash bulutangkis.
2. Kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi
Karanganyar tahun 2009.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh metode latihan distributed practice dan massed practice
terhadap kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis
Pelita Abadi Karanganyar tahun 2009?
2. Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara metode latihan distributed practice dan massed
practice terhadap kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain putera Persatuan
Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar tahun 2009?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan diatas, penelitian ini mempunyai tujuan
untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh metode latihan distributed practice dan massed practice terhadap
kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi
Karanganyar tahun 2009.
2. Metode latihan yang lebih baik pengaruhnya antara distributed practice dan massed practice
terhadap kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis
Pelita Abadi Karanganyar tahun 2009.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan sebagai pedoman pembina atau pelatih pada Persatuan Bulutangkis Pelita
Abadi Karanganyar untuk menentukan dan memilih metode latihan yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan smash bulutangkis para pemainnya.
2. Sebagai masukan bagi pembina atau pelatih dan pemain bulutangkis Persatuan Bulutangkis
Pelita Abadi Karanganyar pentingnya pengulangan gerakan dengan frekuensi sebanyak-
banyaknya untuk menguasai suatu ketrampilan olahraga.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Permainan Bulutangkis
a. Karakter Permainan Bulutangkis
Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual yang dapat
dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang melwan dua orang.
Permainan bulutangkis menggunakan raket sebagai alat pemukul dan shuttlecock sebagai obyek
yang dipukul. Lapangan permainan berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk
memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permaiann lawan. Tujuan permainan
bulutangkis adalah berusaha untuk menjatuhkan shuttlecock di daerah permainan lawan dan
berusaha agar lawan tidak dapat memukul shuttlecock dan menjatuhkannya di daerah permainan
sendiri. Pada saat permainan berlangsung, masing-masing pemain berusaha agar shuttlecock
jatuh di lantai atau menyangkut net, maka permainan berhenti dan dimulai dengan melakukan
servis.
Permainan dilaksanakan dengan sistem penialaian relly point. Pemain atau regu yang
memperoleh nilai 21 dinyatakan menang. Dan apabila terjadi nilai sama 20 lawan 20 dicari
selisih dua angka. Untuk dapat bermain bulutangkis dengan baik, maka seorang pemain
bulutangkis harus menguasai macam-macam teknik dasar bulutangkis.
b. Teknik Dasar Bulutangkis
Bulutangkis merupakan olahraga permainan yang didalam perlaksanaan permainannya
dibutuhkan keterampailan yang baik. Menguasai teknik dasar bulutangkis merupakan salah satu
bagian yang dapat mendukung keterampilan bermain bulutangkis. Macam-macam teknik dasar
bulutangkis menurut Soemarno dkk (2002:164) mengklasifikasikan teknik dasar bulutangkis
menjadi empat macam, yaitu: “(1) Teknik memegang raket (grips), (2) Teknik mengatur kerja
kaki (footwork), (3) Teknik menguasai pukulan (strokes), dan (4) Teknik menguasai pola-pola
pukulan”. Hal senada dikemukakan Moekarto Mirman ( 1996/1997: 23) bahwa, “
5
keterampilan dasar bulutangkis dapat diklasifikasikan menjadi empat macam yaitu (1) Tehnik
memegang raket (grips), (2) Tehnik mengatur kaki (footwork), (3) Tehnik menguasai pukulan
(strokes), dan (4) Tehnik menguasai pola-pola pukulan.
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar permainan
bulutangkis terdiri empat macam, yaitu: teknik memegang raket (grips), teknik mengatur kerja
kaki (footwork), teknik menguasai pukulan (strokes), dan teknik pola-pola pukulan. Kualitas
permainan atau penampilan pemain bergantung pada penguasaan macam-macam teknik dasar
bulutangkis dengan didukung kemampuan fisik yang memadai, taktik dan mental yang baik.
Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan secara singkat macam-macam teknik dasar permainan
bulutangkis sebagai berikut:
1) Teknik Memegang Raket
Teknik pegangan raket merupakan unsur yang penting dan harus dikenalkan bagi pemain
pemula. Hal ini karena teknik pegangan raket ini akan membentuk tipe permainan seseorang.
Sumarno dkk (2002:165) menyatakan “Pertama-tama yang perlu mendapat perhatian bagi
pemain pemula yang baru mulai bermain bulutangkis adalah cara memegang raket. Kesalahan di
dalam cara memegang raket cenderung membentuk tipe permainan seseorang dan ini sangat sulit
untuk diperbaiki”.
Teknik memegang raket ini harus dipahami dan dimengerti oleh setiap pemain, terutama
bagi pemain pemula. Ada beberapa macam cara memegang raket atau grips yang dapat
digunakan. Menurut Sumarno dkk (2002 : 165) “macam-macam tipe pegangan raket yaitu,
pegangan gebuk kasur (American Grip), pegangan forehand (forehand grip), pegangan backhand
(backhand grip) dan pegangan campuran atau kombinasi (combination grip).
Teknik pegangan gebuk kasur merupakan istilah lain dari pegangan cara Amerika
(American grip). Teknik pelaksanaan pegangan gebuk kasur adalah letakkan raket di lantai,
ambil dan peganglah pada bagian ujung pengagan raket yang luas (sejajar permukaan kepala
raket). Pegangan gebuk kasur ini lebih efektif digunakan dalam melakukan semes dan untuk
mengambil bila di atas jaring (net) dengan menekan bola ke bawah secara tajam. Sebaliknya tipe
pegangan ini kurang efektif dalam permainan di depan net, karena kurang memiliki keleluasaan
gerak. Moekarto Mirman (1996/1997: 24) menyatakan, “grip ini (American grip) kurang efektif
untuk melakukan pukulan backhand dan untuk permainan netting yang di samping net atau di
bawah net”.
Teknik pegangan forehand dilakukan dengan cara ibu jari dan jari telunjuk menempel
pada bagian permukaan pegangan yang sempit (sejajar dinding kepala raket). Yang perlku
diperhatikan dalam teknik pegangan ini adalah letak ujung ibu jari tidak melebihi dan tidak
kurang dari jari telunjuk. Menurut Moekarto Mirman (1996/1997:25) teknik pegangan forehand
memiliki beberapa keuntungan, antara lain: “(1) Pegangan akan lebih kuat dan tidak mudah
lepas. (2) Memudahkan melakukan pukulan terhadap bola yang datangnya di sebelah kanan
badan (forehand). (3) Tidak perlu memutar pegangan yang disebabkan kesalahan menempelkan
posisi kepala raket. Tetapi pegangan forehand juga memiliki kelemahan, yaitu: “(1) lemah dalam
backhand, (2) lemah dalam menerkam bola di depan net”.
Teknik pegangan backhand merupakan jenis pegangan lanjutan dari pegangan forehand,
yaitu dari pegangan forehand grip dapat beralih ke backhand grip dengan memutar raket
seperempat putaran ke kiri, namun posisi ibu jari tidak seperti pada forehand grip, melainkan
agak dekat dengan daun raket, atau dengan jalan menempelkan penampang ibu jari pada
permukaan tangkai raket yang terlebar. Menurut Moekarto Mirman (1996/1997:26) keuntungan
pegangan backhand adalah “hasil pukulan sulit diterka karena selain bolanya keras juga
terkontrol. Sebaliknya kelemahan dari teknik ini, pemain akan kesukaran dalam mengembalikan
bola, terutama semes yang mengarah ke sebelah kanan badan”.
Teknik pegangan campuran atau combination grip sering pula disebut pegangan jabat
tangan. Pegangan campuran atau combination grip adalah suatu cara memegang raket dengan
mengubah cara pegangan raket sesuai dengan datangnya boal dan jenis pukulan. Pegangan
campuran ini merupakan kombinasi antara pegangan gebuk kasur dan teknik pegangan forehand.
Teknik pegangan kombinasi hampir sama seperti pegangan forehand, yaitu posisi raket
dimiringkan, dipegang seperti pada saat berjabat tangan. Teknik pegangan kombinasi ini
merupakan salah satu cara pegangan yang paling efektif, karena pegangan raket sesuai dengan
berbagai jenis datangnya bola. Oleh karena itu, dengan teknik pegangan kombinasi ini atlet akan
memiliki pukulan yang lengkap dan sulit dianalisis kelemahannya. Berikut disajikan gambar
macam-macam teknik pegangan raket sebagai berikut:
Gambar 1. Tehnik pegangan raket gebuk kasur
Sumarno dkk. (2002:167-169)
Gambar 2. Tehnik pegangan forehand
Sumarno dkk. (2002:167-169)
Gambar 3. Tehnik pegangan kombinasi
Sumarno dkk. (2002:167-169)
2) Kerja Kaki (Footwork)
Kerja kaki memiliki peranan yang sangat penting dalam permainan bulutangkis. James
Poole (2005:51) menyatakan, “tujuan dari footwork yang baik adalah supaya pemain dapat
bergerak seefisien mungkin ke segala bagian dari lapangan”. Untuk memperoleh footwork yang
baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam teknik
melangkah (footwork) dalam permainan bulutangkis yaitu “(1) Menentukan saat yang tepat
untuk bergerak mengejar bola dan menentukan saat-saat yang tepat kapan harus berbuat dan
memukul bola dengan tenang, (2) Tetap memiliki keseimbangan badan pada saat melakukan
pukulan”.
Prinsip dasar footwork bagi pemain yang menggunakan pegangan kanan (right handed)
adalah kaki kanan selalu berada di ujung/ akhir atau setiap melakukan langkah selalu diakhiri
dengan kaki kanan. Sebagai contoh, jika hendak memukul kok yang berada di lapangan bagian
depan atau di samping badan, kaki kanan selalu berada di depan. Demikian pula jika hendak
memukul kok di belakang, posisi kaki kanan berada di belakang.
3) Teknik Memukul Bola
Memukul bola (shuttlecock) merupakan ciri dalam permainan bulutangkis. prinsip teknik
memukul bola dalam permainan bulutangkis adalah untuk menyeberangkan bola ke daerah
permainan lawan. Dapat dikatakan bahwa seorang pebulutangkis yang terampil apabila memiliki
keterampilan melakukan pukulan yang baik. Hal yang mendasar dan harus dikuasai agar terampil
melakukan pukulan dalam permainan bulutangkis adalah menguasai teknik memukul yang benar
dan didukung kemampuan kondisi fisik yang baik.
Berdasarkan jenisnya pukulan dalam permainan bulutangkis dikelompokkan menjadi
beberapa macam. Menurut Sumarno dkk. (2002: 194) bahwa, “Jenis-jenis pukulan yang harus
dikuasai oleh pemain bulutangkis antara lain: “(1) Pukulan service, (2) Pukulan lob, (3) Pukulan
dropshot, (4) Pukulan smash, (5) Pukulan drive, (6) Pengembalian service”. Pendapat lain
dikemukakan Moekarto Mirman (1996/1997:44) “macam-macam pukulan dalam permainan
bulutangkis terutama adalah sevice, lob, drive, smash, dropshot dan netting.”
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik pukulan yang harus
dikuasai dalam permainan bulutangkis meliputi: service, lob, drive, dropshot, smash, netting, dan
pengembalian servis. Jenis-jenis pukulan dapat dilakukan dengan forehand maupun backhand,
kecuali pukulan servis tinggi yang sulit dilakukan dengan pukulan backhand. Jenis-jenis pukulan
tersebut diuraikan sebagai berikut:
(a) Pukulan Servis
Servis dalam permainan bulutangkis merupakan pukulan pembuka atau sajian bola
pertama untuk memulai permainan. Sumarno dkk. (2002: 194) menyatakan bahwa pukulan
servis adalah “pukulan yang mengawali atau sajian bola pertama sebagai permulaan permainan
bulutangkis”.
Servis merupakan pukulan yang sangat menentukan dalam awal perolehan nilai, karena
hanya pemain yang melakukan servis yang dapat memperoleh nilai. Moekarto Mirman
(1996/1997:45) bahwa, “agar servis berhasil dengan baik dan sah, maka dalam pelaksanaannya
harus didasarkan pada:
1) Bola maksimum berada setinggi bahu (pundak). 2) Mengayun raket ke belakang badan bersamaan melepaskan bola, mengayun raket ke
depan untuk memukul bola. 3) Kaki tidak menyentuh garis.
4) Kedua kaki berhubungan dengan lantai. Teknik servis dalam permainan bulutangkis dapat dilakukan denga nbeberapa macam.
Moekarto Mirman (1996/1997:45) mengemukakan bahwa, “jenis-jenis pukulan servis yaitu: (a)
servis pendek/ short service, (b) servis tinggi/ Lob service, (c) servis datar/ drive service”.
Servis pendek merupakan pukulan service dengan mengarahkan shuttlecock dengan
sasaran bidang yang sah yang sedekat mungkin dengan net. Dalam servis pendek ini jalannya
boal hanya sedikit di atas net, sehingga lawan akan sulit untuk mematikan bola. Servis pendek
hanya memerlukan sedikit tenaga, seolah-olah bola hanya didorong saja menggunakan
perpindahan berat badan dari belakang ke depan, sedangkan gerakan pergelangan lengan hanya
dipakai untuk menentukan arah saja. Servis lob atau servis tinggi merupakan servis yang
dilakukan dengan arah bola panjang dan tinggi ke belakanga lapangan lawan agar bola jatuh
sedekat mungkin dengan garis batas belakang. Servis ini biasanya menggunakan teknik pukulan
forehand dari bawah.
Servis datar atau servis drive ini merupakan servis yang mengutamakan kecepatan laju
bola dan jalannya bola mendatar.
(b) Pukulan Lob
Pukulan lob merupakan pukulan yang dilakukan dengan arah pukulan bola lurus, tinggi
dan jatuh ke belakang pertahanan lawan. Sasaran pukulan lob adalah bidang lapangan lawan
bagian belakang. Agar dapat mencapai sasaran di daerah belakang lapangan, maka pukulan ini
dilakukan dengan keras dan panjang. Pukulan lob penting peranannya dalam permainan
bulutangkis. Moekarto Mirman (1996/1997:48) menyatakan, “pukulan lob merupakan pukulan
yang sangat penting bagi bola pertahanan (defensive) maupun penyerangan (ofensive)”. Lob yang
cepat dan jauh ke belakang dapat membuat lawan kewalahan dalam mengembalikan bola. Oleh
karena itu tiap pemain bulutangkis harus memiliki kemampuan pukulan lob.
Pukulan lob bulutangkis dapat dilakukan dengan berbagai macam variasi. Menurut
Soemarno dkk. (2004:198) adapun jenis lob dapat dibagi menjadi 2 yaitu: “lob serang (attack
clear) dan lob tangkisan (high defensive clear)”. Hal senada dikemukakan Hal senada
dikemukakan Moekarto Mirman (1996/1997:48) “pukulan lob dapat dibagi menjadi lob serang
dan lob penangkis”.
Lob serang yaitu lob yang bertujuan untuk melakukan serangan terhadap lawan. Lob ini
dilakukan dengan bola dipukul lebih cepat dengan lambungan agak rendah (lebih rendah dari
lambungan bola lob tinggi) melewati lawan ke lapangan bagian belakang. Lob serang ini
dilakukan misalnya pada saat lawan sudah kehilangan keseimbangan atau salah posisi, atau
lawan harus maju ke depan jaring untuk mengejar suatu drop yang dilancarkan.
Sedangkan yang dimaksud dengan lob tangkisan atau lob pertahanan adalah pukulan lob
yang dilakukan pemain untuk menahan dan mempertahankan diri dari serangan lawan. Pukulan
lob pertahanan ini, lintasan bolanya tinggi dan panjang. Dengan pukulan yang tinggi dan panjang
ini akan memberikan kesempatan pemain untuk kembali ke posisi di tengah lapangan.
Baik lob serangan maupun lob pertahanan, cara pelaksanaannya sama. Yang membedakan kedua
jenis lob tersebut adalah arah lintasan bola.
(c) Pukulan Drop (Dropshot)
Pukulan dropshot merupakan pukulan yang diarahkan di dekat net pada lapangan
permainan lawan. Moekarto Mirman (1996/1997:52) menyatakan bahwa pukulan dropshot
adalah “pukulan yang dilakukan dengan tujuan menempatkan bola secepatnya dan sedekat-
dekatnya dengan net pada lapangan lawan”. Hal yang sama dikemukakan Sumarno dkk.
(2004:201) dropshot adalah pukulan yang dilakukan dengan tujuan menempatkan bola
secepatnya dan sedekat-dekatnya dengan net pada lapangan lawan”.
Pada prinsipnya dropshot merupakan teknik memukul shuttlecock agar jatuh secepat
mungkin dekat net. Pukulan yang cepat dan ditempatkan sedekat mungkin di depan net akan
sulit dikembalikan oleh lawan. Untuk membuat pukulan dropshot ada beberapa cara. Menurut
Moekarto Mirman (1996/1997:52) dropshot dibedakan menjadi dua, yaitu: “(1) Dropshot dari
atas (Overhead dropshot) terdiri atas drop penuh dan drop potong, (2) Dropshot dari bawah
(Underhand dropshot)”.
(d) Pukulan Drive
Pukulan drive merupakan jenis pukulan yang dilakukan dengan keras dan mendatar yang
arah lambungan bolanya sejajar dengan lantai atau net. Moekarto Mirman (1996/1997:50)
menyatakan, “pukulan drive adalah pukulan yang biasa digunakan untuk menekan lawan atau
untuk tidak memberikan kesempatan kepada lawan mendapatkan bola-bola yang melambung,
sehingga lawan tidak memperoleh kesempatan menyerang dengan pukulan over head”.
Pukulan drive merupakan pukulan yang laju bolanya cepat, sehingga pukulan ini
termasuk jenis pukulan serangan yang dapat digunakan untuk mempercepat tempo permainan.
Soemarno dkk. (2004:200) menyatakan, “manfaat drive adalah mempercepat tempo permainan
dengan meluncurkan bola serendah-rendahnya dengan net. Selain itu itu pukulan drive berfungsi
untuk mengacaukan posisi lawan”.
(e) Netting
Pukulan netting atau jaring adalah salah satu jenis pukulan yang cukup sulit dalam
permainan bulutangkis, karena permainan netting ini banyak memerlukan kecermatan yang
penuh perasaan atau feeling. Dalam permainan netting faktor tenaga hampir tidak diperlukan
sama sekali. Pukulan dilakukan tenang dan pasti. Dengan cara demikian bola yang ringan itu
dengan sendirinya akan memantul. Hal ini terutama dalam permainan jaring dengan pengambilan
bola di atas. Prinsip-prinsip dalam melakukan permainan netting, menurut Soemarno dkk.
(2004:207) adalah, “(1) Bola harus diambil di atas atau setinggi mungkin. (2) Lambungan bola
harus serendah mungkin dengan net, dan (3) Jatuhnya bola harus sedekat mungkin dengan net”.
Dalam permainan net bola harus diambil sewaktu bola masih di atas. Apabila bola
diambil setelah berada di bawah, tempo permainan akan menjadi lambat dan hal ini memberi
kesempatan lawan lebih siap untuk maju. Bola harus serendah mungkin dengan bibir jaring, hal
ini untuk mempertinggi target kesulitan awan memukul kembali bola terutama untuk
menerobosnya.
(f)Pukulan Smash
Smash merupakan pukulan overhead yang keras dengan kecepatan tinggi arahnya
menukik ke bawah di bidang lapangan lawan. Menurut Sumarno dkk. (2004:203) menyatakan
pukulan smash adalah “pukulan yang dilakukan paling cepat dan sekeras-kerasnya, ke arah
bawah lapangan lawan.
Smash merupakan teknik serangng yang paling efektif dalam permainan bulutangkis.
penguasaan teknik dasar smash dalam permainan bulutangkis sangat penting, karena
keberhasilan pemain dalam suatu pertandingan bulutangkis santa banyak ditentnukan oleh
kemampuanya melakukan smash. Setiap pemain harus benar-benar menguasai teknik smash
dengan baik, karena smash merupakan bentuk serangan yang paling mematikan.
Pukulan smash dapat dilakukan dengan forehand maupun backhand. Hasil dari smash
dengan pukulan forehand biasanya lebih kuat dan keras daripada smash dengan backhand,
karena ayunannya yang lebih luas dan panjang. Dalam permainan bulutangkis pukulan smash
dapat dilakukan dengan berbagai macam. Menurut Moekarto Mirman (1996/1997:54-56) ada
beberapa jenis pukulan smash yang dapat dilakukan, sesuai dengan kemauan atlet dan situasi di
lapangan saat bermain, yaitu: “(1) smes penuh (full smash), (2) smes potong, (3) smes seputar
kepala (around the head smash), (4) backhand smash”.
Smash penuh ini dilakukan dengan daun raket seluruhnya, dan smash penuh memiliki
kekuatan yang penuh tetapi shutlecock menjadi kurang terarah. Smash penuh pada umumnya
harus sepanjang garis atau tertuju penuh badan lawan. Smash penuh dilakukan dengan sekuat
tenaga, maka akan penuh menggunakan posisi pensmash. Oleh karena itu, smash ini harus dapat
mematikan lawan
Smash potong bila dibandingkan dengan smash penuh kurang keras, tetapi shutlecock
lebih tajam dan lebih terarah. Pada umumnya smash potong dilakukan secara menyilang sebagai
smash silang atau cross smash. Jika akan mensmash dari lini belakang, mak lebih baik jika
dilakukan smash potong daripada smash penuh.
Around the head smash dapat pula disebut dengan smash melingkar. Gerakan lengan
dalam smash melingkar ini sangat diperlukan keterampilan gerak pergelangan lengan,
kelentukan, dan keseimbangan badan untuk menjaga posisi agar bisa tetap berdiri dengan tegak
dan tidak sempoyongan.
Backhand smash mengutamakan gerakan keterampilan pergelangan tangan, shutlecock
yang terlanjur melewati posisi badan juga dapat dipukul dengan backhand smash, untuk
membackhand yang tepat diperlukan pergelangan yang kuat dan mantap. Backhand smash
biasanya paling tepat untuk menyambar shutlecock yang meluncur tanggung di dekat depan net,
mudah dilakukan dengan cukup menggunakan keterampilan pergelangan tangan tanpa perlu
memukulnya sekuat tenaga.
4) Pola-Pola Pukulan
Penguasaan pola-pola pukulan penting untuk mengembangkan permainan dan
memperoleh kemenangan pada permainan bulutangkis. pemain perlu mendapatkan pola latihan
teknik pukulan secara sistematis, berulang-ulang dan teratur. Pola pukulan pada dasarnya
merupakan rangkaian dari beberapa pukulan yang dikombinasikan dan dilakukan secara terpadu.
Untuk dapat mengalahkan lawan dengan mudah, pemain harus memiliki kemampuan memukul
bola dengan baik dan ditunjang dengan penguasaan pola pukulan yang baik pula.
Kemenangan dalam suatu pertandingan bulutangkis sangat sulit diperoleh jika hanya
mengandalkan kemampuan memukul bola yang baik, tanpa disertai dengan penguasaan pola-
pola pukulan yang baik.Pola-pola pukulan yang dapat dikembangkan oleh pemain banyak sekali
jenisnya dan bervariasi. Selain dengan pola-pola tersebut pemain dapat pula mengembangkan
dengan pola yang lain. Namun pola pukulan yang dikembangkan harus memperhitungkan
efisiensi dan efektifitas gerakan.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar permainan bulutangkis merupakan
faktor yang mendasar dan harus dipahami dan dikuasai oleh setiap pemain agar mampu bermain
bulutangkis dengan baik dan terampil.
2. Hakikat Latihan Fisik dalam Permainan Bulutangkis
a. Latihan Fisik
Kondisi fisik yang baik merupakan faktor yang mendasar untuk mengembangkan faktor
lainnya, sehingga akan mendukung pencapaian prestasi yang optimal. Hal senada dikemukakan
Andi Suhendro (2004: 4.1) bahwa, “ Kondisi fisik merupakan salah satu syarat penting dalam
meningkatkan prestasi seorang atlet, dan bahkan sebagai keperluan yang sangat mendasar untuk
meriah prestasi olahraga”. Pentingnya peranan kondisi fisik untuk mendukung pencapaian
prestasi olahraga, maka harus dilatih dengan baik dan benar.
Latihan fisik pada umumnya memberikan beban fisik pada tubuh secara teratur,
sistematik, berkesinambungan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan
didalam melakukan kerja. Latihan fisik yang teratur, sistematik dan berkesinambungan yang
dituangkan dalam suatu program latihan akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata.
Berkaitan dengan latihan fisik Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (1984: 12)
menyatakan, “ Latihan fisik adalah suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu yang
mempunyai sasaran meningkatkan efisiensi faal tubuh dan sebagai hasil akhir adalah kesegaran
jasmani”. Hal senada dikemukakan Andi Suhendro (2004: 3.7) bahwa, “ Latihan fisik adalah
latihan yang ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi seseorang. Latihan ini
mencakup semua komponen kondisi fisik antara lain kekuatan otot, daya tahan kardiovaskuler,
daya tahan otot, kelincahan, kecepatan, power, stamina, kelentukan dan lain-lain”.
Latihan fisik merupakan salah satu bagian latihan olahraga secara menyeluruh, yaitu
untuk meningkatkan prestasi olahraga serta untuk meningkatkan kesegaran jasmani. Dalam
pelaksanaan latihan fisik dapat ditekankan pada salah satu komponen kondisi fisik tertentu sesuai
tujuannya. Hal ini artinya, latihan fisik yang dilakukan harus bersifat spesifik sesuai dengan
karakteristik komponen fisik yang dibutuhkan untuk tujuan tertentu.
b. Prinsip-Prinsip Dasar Latihan
Prestasi dalam olahraga dapat dicapai melalui latihan secara intensif dan teratur.
Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan
merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan
baik. Berkaitan dengan prinsip-prinsip latihan Sudjarwo (1993: 21) menyatakan, “ Prinsip-
prinsip latihan digunakan agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak
merusak atlet”. Agar tujuan latihan dapat dicapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-
prinsip latihan yang baik dan tepat.
Prinsip latihan pada dasarnya merupakan suatu pedoman dalam memberikan beban
latihan, sehingga beban latihan dapat dilakukan dengan bain dan akan terjadi peningkatan.
Pengembangan kondisi fisik dari hasil latihan tergantung pada tipe dan beban latihan yang
diberikan dan tergantung dari kekhususan latihan. Adapun prinsip-prinsip latihan menurut Andi
Suhendro (2004: 3.9) antara lain:
1) Prinsip Beban Lebih (Over Load Principle)
Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang harus dipenuhi. Prinsip beban lebih
merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja.
Kemampuan seseoranga dapat meningkat jika mendapaat rangsangan berupa beban latihan yang
cukup berat, yaitu diatas dari beban latihan yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (2004: 3.10)
menyatakan, “ Seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan
mengabaikan prinsip beban lebih”. Sedangkan Rusli Lutan dkk (1992: 95) berpendapat:
Setiap bentuk latihan untuk keterampilan tehnik, taktik, fisik, dan mental sekalipun
harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban terlalu ringan, artinya dibawah
kemampuannya, maka berapa lamapun atlet berlatih, betapa seringpun dia berlatih atau sampai
bagaimana capek pun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, prinsip beban lebih
bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan yang lebih berat
dari sebelumnya akan merangsang tubuh untuk bradaptasi dengan beban lebih tersebut, sehingga
kemampuan tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh yang meningkat berpeluang untuk
mencapai prestasi yang lebih baik.
Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan beban latihan harus
tetap diambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu berat tidak akan meningkatkan
kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu kemunduran kemampuan kondisi fisik atau
bahakan dapat mengakibatkan cedera.
2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh
Komponen kondisi fisik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan
baik dalam peningkatan maupun pemeliharaan. Perkembangan menyeluruh dari kemampuan
kondisi fisik merupakan dasar pembentukan prestasi, meskipun pada akhir tujuan dalam latihan
adalah kemampuan yang bersifat khusus, namun kemampuan yang bersifat khusus tersebut
haruslah didasari oleh kemampuan kondisi fisik secara menyeluruh. Menurut Bompa yang
dikutip Andi Suhendro (2004: 3.14) bahwa, “ Perkembangan menyeluruh merupakan prinsip
latihan yang telah banyak digunakan di dalam dunia pendidikan dan olahraga”.
Perkembangan menyeluruh merupakan dasar bagi pelaksanaan program latihan setiap
cabang olahraga. Prinsip perkembang menyeluruh harus diberikan kepada atlet-atlet muda
sebelum memilih spesialisasi dalam cabang olahraga tertentu dan mencapai puncak prestasi.
Setelah perkembangan ini, maka atlet akan memasuki jenjang perkembangan selanjutnya yaitu,
spesialisasi pada cabang olahraga tertentu. Pada jenjang ini atlet menggeluti karier olahraga yang
paling tinggi, yaitu puncak penampilan yang merupakan prestasi atlet dalam bidang olahraga.
3) Prinsip Spesialisasi
Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai
dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan
selama latihan. Pendapat yang dikemukakan Bompa dalam Andi Suhendro (2004: 3.17)
menyatakan:
Spesialisasi latihan olaharaga dianjurkan sebagai aktivitas-aktivitas motorik khusus. Ada dua hal
yang harus diperhatikan dalam spesialisasi yaitu: (1) melakukan latihan khusus sesuai dengan
karakteristik cabang olahraga. Misalnya pemain bola melakukan latihan secara khusus terhadap
kemampuan dribble, shooting, dan (2) melakukan latihan mengembangkan kemampuan motorik
yang dibutuhkan oleh cabang olahraga yang menjadi spesialisasinya. Misalnya latihan-latihan
fisik khusus sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuni.
Berdasarkan prinsip spesialisasi latihan dapat disimpulkan bahwa, program latihan
yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuiakan dengan tujuan yang akan dicapai. Bentuk
latihan yang dilakukan harus memiliki cirri-ciri tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang
akan dikembangkan, baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih
harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.
4) Prinsip Individual
Manfaat latihan akan lebih berarti, jika didalam pelaksanaan latihan didasarkan pada
karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara atlet satu dengan yang lainnya
tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan
individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Menurut Andi Suhendro (2004: 3.20)
menyatakan, “ Prinsip individual merupakan salah satu syarat dalam melakukan olahraga
kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan kepada setiap atlet, sekalipun atlet tersebut memiliki
prestasi yang sama. Konsep latihan ini harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap
individu agar tujuan latihan dapat tercapai”.
Berdasarkan pendapat tentang prinsip individual dapat disimpulkan bahwa latihan yang
ditetapkan harus bersifat individual. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang
diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi atlet.
5) Prinsip Latihan Bervariasi
Prestasi yang tinggi dalam olahraga dapat dicapai melalui proses waktu latihan yang
cukup lama. Latihan yang memakan waktu cukup lama tentu akan menimbulkan rasa jenuh atau
bosan bagi atlet. Untuk menghindari hal tersebut, maka pelatih harus dapat merancang program
latihan secara bervariasi, dengan tujuan atlet tetap senang dalam mengikuti latihan. Konsep ini
harus dipegang teguh oleh seorang pelatih, agar atlet selama mengikuti latihan merasa senang
dan dapat berkonsentrasi mengikuti latihan.
c. Komponen-Komponen Latihan
Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan oleh atlet, akan mengarah kepada sejumlah
perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia dan kejiwaan. Efisiensi dari suatu
kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh, dan jumlah
pengulangan (volume), beban dan kecepatannya, intensitas, serta frekuensi penampilan
(densitas). Apabila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang dinamis. Maka harus
mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen latihan tersebut diatas.
Semua komponen dibuat sedmikian dalam berbagai model yang sesuai dengan
karakteristik fungsional dan ciri kejiwaaan dari cabang olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase
latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang menjadi
tekanan latihan dalam mencapai tujuan penampilannyayang telah direncanakan. Cabang olahraga
yang banyak membutuhkan keterampilan yang tinggi termasuk bulutangkis, maka kompleksitas
latihan merupakan hal yang sangat diutamakan. Untuk lebih jelasnya, komponen-komponen
latihan dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Volume Latihan
Sebagai komponen utama, volume adalah prasyarat yang sangat penting untuk
mendapatkan tehnik yang tinggi dalam pencapaian fisik yang lebih baik. Menurut Andi
Suhendro (2004: 3.23) bahwa, “ volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau
kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditunjukkan dengan jumlah repetisi, seri
atau set dan panjak jarak yang ditempuh”. Sedangkan repetisi menurut Suharno HP (1992: 15)
adalah “ ulangan gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran”.
Peningkatan volume latihan merupakan puncak latihan dari semua cabang olahraga
yang memiliki komponen aerobik dan juga pada cabang olahraga yang menuntut kesempurnaan
tehnik atau keterampilan taktik. Hanya jumlah pengulangan latihan yang tinggi yang dapat
menjamin akumulasi jumlah keterampilan yang diperlukan untuk perbaikan penampilan secara
kuantitatif. Perbaikan penampilan seorang atlet merupakan hasil dari adanya peningkatan jumlah
satuan latihan serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan.
2) Intensitas Latihan
Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat erat kaitannya dengan
komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam jangka waktu yang telah diberikan. Lebih
banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu, maka lebih tinggi pula intensitasnya.
Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan,
dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan geraknya, variasi interval atau
istirahat daintara tiap ulangannya. Menurut Suharno HP (1992: 15) bahwa, “ intensitas adalah
takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani
baik dalam latihan maupun pertandingan”.
Intensitas latihan hendaknya diberikan secara tepat, yaitu tidak terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Intensitas yang terlalu rendah mengakibatkan pengaruh yang ditimbulkan sangat kecil
bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Sebaliknya, apabila intensitas latihan yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan cedera.
3) Densitas Latihan
Andi Suhendro (2004: 3.31) menyatakan, “ density merupakan ukuran yang
menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”. Dengan demikian densitas
berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam satuan waktu antara kerja dan istirahat.
Densitas yang cukup akan menjamin efisiensi latihan, sehingga menghindarkan atlet dari
kelelahan yang berlebihan.
Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan, bergantung langsung
pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan. Rangsangan diatas tingkat
intensitas submaksimal menuntut istirahat yang relative lama, dengan maksud untuk
memudahkan pemulihan seseorang dalam menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya
rangsangan pada intensitas rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntutan
terhadap organismenya pun juga rendah.
4) Kompleksitas Latihan
Kompleksitas dikaitkan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan.
Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab
penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan tehnik yang rumit atau sulit, mungkin
akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap
otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu
gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks, dapat membedakan
dengan mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand
dan Rodahi dalam Bompa (1983: 28) “ semakin sulit bentuk latihan semakin besar
juga perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya
3. Latihan Pukulan Smash Bulutangkis dengan
Metode Distributed Practice
a. Metode Distributed Practice
Metode distributed practice adalah prinsip pengaturan giliran praktik ketrampilan yang
pada pelaksanaanya diselingi dengan waktu istirahat diantara waktu latihan.. Rusli Lutan
(1988:113) “distributed practice adalah serangkaian kegiatan latihan melibatkan istirahat yang
cukup diantara kegiatan mencoba”. Menurut Andi Suhendro (2004:3.72) bahwa,” distributed
practice adalah prinsip pengaturan giliran dalam latihan dimana diadakan pengaturan waktu
latihan dengan waktu istirahat secara berselang-seling”. John N. Drowatzky (1981:243)
menyatakan bahwa.” distributed practice adalah praktek suatu ketrampilan olahraga yang
dipelajari dilakukan dalam jangka waktu pendek dan sering diselingi waktu istirahat”
Metode distributed practice pada prinsipnya merupakan pengaturan giliran waktu
latihan, yaitu dalam pelaksanaanya dilakukan secara berselang-seling antar waktu latihan dan
waktu istirahat. Waktu istirahat merupakan faktor penting dan harus diperhitungkan dalam
metode distributed practice. Andi Suhendro (2004:3.72) menyatakan, “ penggunaan
waktu istirahat secara memadai bukan merupakan pemborosan waktu, tetapi merupakan bagian-
bagian penting didalam proses belajar gerak untuk memperoleh pemulihan yang cukup”.
Metode distributed practice merupakan metode latihan yang mempertimbangkan waktu
istirahat sama pentingnya dengan waktu untuk praktek (latihan). Waktu untuk istirahat bukan
merupakan pemborosan waktu, tetapi merupakan bagian penting di dalam proses latihan
ketrampilan. Waktu istirahat diantara waktu latihan bertujua untuk recovery atau
pemulihan. Dengan istirahat yang cukup diantara waktu latihan memungkinkan kondisi atlet
pulih dan lebih siap untuk melakukan kerja atau latihan berikutnya.
b. Pelaksanaan Latihan Pukulan Smash dengan Metode Distributed Practice
Metode latihan distributed practice merupakan pengaturan giliran praktik ketrampilan
yang dilakukan secara berselang-seling antara waktu latihan dan waktu istirahat. Bertolak dari
pengertian metode distributed practice tersebut, maka latihan pukulan smash dilakukan secara
berselang-seling. Hal ini maksudnya, setelah melakukan gerakan pukulan smash beberapa kali,
untuk selanjutnya diberi kesempatan untuk istirahat sesuai dengan program yang telah
dijadwalkan. Istirahat yang diberikan dapat digunakan untuk relaksasi atau pemulihan. Dengan
demikian kondisi atlet akan pulih, selain itu dapat mengenali atau mencermati kesalahan pada
saat melakukan latihan, sehingga pada kesempatan berikutnya kesalahan tidak diulangi lagi.
c. Sistem Memori dalam Latihan Distributed Practice
Metode latihan distributed practice merupakan bentuk latihan yang dilakukan secara
berselang-seling. Ini artinya, setelah melakukan gerakan diberikan waktu istirahat. Latihan yang
dilakukan berselang-seling tersebut, sehingga ketrampilan yang dipelajari tersimpan dalam
memori sangat singkat. Pengulangan gerakan yang diberi waktu interval (istirahat), maka
keterampilan yang dipelajari akan lebih lama dikuasai.
Ditinjau dari proses informasi dan sistem memori, latihan pukulan smash dengan
metode distributed practice termasuk sistem memori jangka pendek atau short term memory.
Short term memory merupakan suatu pemorsesan informasi yang diterima dalam waktu singkat
dan dapat hilang dengan cepat pula karena lamanya waktu. Menurut hasil penafsiran Sperling
yang dikutip Rusli Lutan (1988:164) bahwa:
1) Penyimpanan sensori jangka pendek mampu menyimpan semua informasi yang dihadirkan
ke dalamnya ( karena subjek dapat mengingatkan kembali huruf jika suara dibunyikan
dengan segera )
2) Penyimpanan sensori jangka pendek itu kehilangan informasi dengan cepat seiring lamanya
waktu.
Bertolak dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan pukulan smash
bulutangkis dengan metode distributed practice yaitu, pemain akan mengingat gerakan pukulan
smash pada saat melakukan gerakan tersebut. Namun setelah melakukan gerakan pukulan smash
diberi waktu istirahat atau diselingi oleh pemain lainnya. Pemberian waktu istirahat atau gerakan
dilakukan pemain lainnya tersebut akan berdampak penurunan keterampilan yang dipelajari.
Oleh karena itu, dalam pemberian waktu istirahat harus diperhatikan sebaik mungkin, karena
pemberian waktu istirahat yang terlalu lama, maka keterampilan akan cepat hilang..
d. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Pukulan Smash dengan Metode Distributed Practice
Metode distributed practice merupakan bentuk latihan yang diselingi dengan istirahat
di antara waktu latihan. Berdasarkan hal tersebut, metode distributed practice ini mempunyai
beberapa keuntungan baik bagi pelatih maupun atlet. Menurut Suharno HP. (1992:11) bahwa
kegunaan prinsip interval dalam latihan yaitu: “ (1) menghindari terjadinya overtraining, (2)
memberikan kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan dan (3)
pemulihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan”.
Waktu istirahat sangat penting diantara waktu latihan. Waktu istirahat memberi
kesempatan untuk atlet mengadakan pemulihan diantara pengulangan gerakan. Ditinjau dari
pelaksanaan latihan pukulan smash dengan metode distributed practice dapat diidentifikasi
kelebihannya antara lain:
1) Dapat meminimalkan kesalahan tehnik pukulan smash, karena setiap keselahan dapat segera
dibetulkan.
2) Kondisi fisik siswa akan terhindar dari kelelahan yang berlebihan (overtraining)
3) Kondisi atlet akan lebih siap untuk melakukan session latihan berikutnya dengan baik..
Latihan pukulan smash dengan metode distributed practice juga memiliki beberapa
kelemahan. Kelemahan latihan pukulan smash dengan metode distributed practice antara lain:
1) Dapat menimbulkan rasa bosan atau jenuh saat istirahat untuk menunggu gilirannya.
2) Siswa yang aktif adalah atlet yang mendapat giliran, sedangkan yang lainnya hanya menjadi
penonton untuk menunggu giliran.
3) Seringnya waktu istirahat akan mengakibatkan penguasaan tehnik gerakan menjadi agak
berkurang karena gerakan yang sudah terbentuk akan berkurang lagi dalam istirahat.
4) Latihan ini prioritasnya hanya untuk peningkatan keterampilan tehnik, sedangkan kondisi
fisiknya terabaikan.
4. Latihan Pukulan Smash Bulutangkis dengan
Metode Massed Practice
a. Metode Massed Practice
Untuk mencapai tingkat keterampilan suatu cabang olahraga, maka dalam pelaksanaan
latihan seorang atlet harus melakukan gerakan dengan frekuensi sebanyak-banyaknya. Metode
massed practice merupakan pengaturan giliran latihan yang dilakukan secara terus-menerus
tanpa diselingi istirahat. Berkaitan dengan metode massed practice Rusli Lutan (1988:113)
menyatakan, “massed practice adalah kegiatan latihan yang dilakukan dalam satu rangkaian
dengan selang waktu istirahat yang amat kecil di antara kegiatan mencoba”. Menurut Andi
Suhendro (2004:3.72) “massed practice adalah prinsip pengaturan giliran latihan dimana atlet
melakukan gerakan secara terus-menerus tanpa diselingi istirahat”. Hal senada dikemukakan
John N. Dowatzky (1981: 243) “massed practice adalah latihan yang dilakukan dalam jangka
panjang, dimana latihan berlangsung secara terus-menerus yang hampir tidak ada waktu
istirahatnya”.
Berdasarkan pengertian metode massed practice yang dikemukakan para ahli tersebut
mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa, metode massed
practice merupakan prinsip pengaturan giliran praktik latihan keterampilan yang pelaksanaannya
dilakukan secara terus-menerus tanpa istirahat.
b. Pelaksanaan Latihan Pukulan Smash Bulutangkis dengan Metode Massed Practice
Prinsip dasar metode latihan massed practice yaitu melakukan latihan atau
pengulangan gerakan secara terus-menerus tanpa istirahat. Bertolak dari pengertian metode
latihan massed practice diatas, maka pelaksanaan latihan pukulan smash bulutangkis yaitu,
pemain melakukan pukulan smash secara terus-menerus sampai batas waktu atau jumlah
pengulangan yang dijadwalkan selesai tanpa diberi kesempatan istirahat. Dengan metode massed
practice pemain berusaha melakukan pukulan smash sebanyak-banyaknya. Seperti dikemukakan
Andi Suhendro (2004:3.72) bahwa, “ metode massed practice setiap atlet akan diberi instruksi
mempraktikkan secara terus-menerus selama waktu latihan”. Dengan pengulangan gerakan yang
sebanyak-banyaknya akan diperoleh keterampilan yang lebih baik. Karena tanpa melakukan
pengulangan gerakan keterampilan yang dipelajari, maka suatu keterampilan tidak dapat
dikuasai. Seperti yang dikemukakan Suharno HP. (1992:8) bahwa, “ untuk mengotomatiskan
peguasaan unsur gerak fisik, tehnik, taktik, dan keterampilan yang benar atlet harus melakukan
latihan berulang-ulang denagn frekuensi sebanyak-banyaknya secara kontinyu”.
Mengulang-ulang gerakan yang dipelajari secara terus-menerus atau sebanyak-
banyaknya merupakan faktor yang sangat penting agar keterampilan yang dipelajari dapat
dikuasai dengan baik. Dengan mengulang-ulang secara terus-menerus akan menguatkan respon.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyanto dan Agus Kristiyanto (1998:3) bahwa, “ Hubungan
stimulus respon diperkuat melalui pengulangan, hubungan stimulus respon diperkuat respon
yang dikehendaki menjadi meningkat”.
c. Sistem Memori dalam Latihan Massed Practice
Latihan massed practice merupakan bentuk latihan yang dilakukan secara terus-
menerus tanpa diselingi waktu istirahat. Dalam hal ini pemain melakukan pukulan smash secara
terus-menerus sesuia dengan program yang telah dijadwalkan. Dengan melakukan pukulan
smash secara berulang-ulang, maka menguatkan respon.
Ditinjau dari proses informasi dan sistem memori, latihan pukulan smash dengan
metode massed practice termasuk sistem memori jangka panjang atau long term memory. Dalam
hal ini Rusli Lutan (1988:170) berpendapat:
Tujuan latihan tehnik dalam olahraga ialah untuk menguasai keterampilan secara efisien dan
keterampilan itu melekat selama waktu tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan konsep memori
jangka panjang, karena dalam banyak hal pengembangan memori jangka panjang merupakan
tujuan akhir proses mengajar atau belajar dalam keterampilan motorik. Dalam keadaan informasi
itu melekat, maka pada suatu ketika bisa terjadi memori itu melemah yang berarti informasi
dalam memori jangka panjang itu semakin hilang. Selain itu, dengan latihan pengulangan, maka
semakin meningkat jumlah asosiasi dalam informasi yang telah dipelajari (misalnya semakin
meningkat kebermaknaanya)
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan pukulan smash yang dilakukan secara
terus-menerus, maka suatu keterampilan (pukulan smash) akan dikuasai dengan baik.
Keterampilan yang dilakukan secara terus-menerus akan tersimpan didalam memori, sehingga
pemain akan memiliki konsep gerkan pukulan smash yang konsisten. Dalam waktu lain,
keterampilan yang dikuasai tidak akan mudah hilang. Jika tidak ditunjang dengan latihan lambat
laun keterampilan yang dimiliki akan menurun.
d. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Pukulan dengan Metode Massed Practice
Mengulang-ulang gerakan yang dipelajari secara terus-menerus tanpa diselingi istirahat
merupakan ciri utama dari metode massed practice. Latihan yang dilakukan secara terus-
menerus tanpa diselingi istirahat akan berpengaruh terhadap kapasitas total paru-paru dan
volume jantung. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan cukup berat yang diberikan
terhadap sistem aerobik didalam tubuh. Pendapat yang dikemukakan oleh Yusuf Adisamita dan
Aip Syarifuddin (1996:142) bahwa, “ metode terus-menerus dapat meningkatkan daya tahan
keseluruhan dan peningkatan perlawanan terhadap kelelahan”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, metode massed practice
pada prinsipnya dapat meningkatkan daya tahan secara keseluruhan. Disamping itu juga, dengan
latihan secara terus-menerus akan meningkatkan kemampuan mengontrol gerakan pada waktu
latihan dan akan merangsang kemampuan otot yang dibutuhkan dalam cabang olahraga tertentu
untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Seperti dikemukakan Yusuf Adisasmita dan Aip
Syarifuddin (1996:142) bahwa, “ metode terus-menerus meningkatkan self control atlet pada
waktu melakukan usaha-usaha atau latihan yang melelahkan, dan kemampuannya untuk
merangsang kelompok-kelompok otot yang memegang peranan dalam pelaksanaan cabang
olahraga”.
Berdasarkan pelaksanaan latihan pukulan smash bulutangkis dengan metode massed
practice dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan latihan smash dengan
metode massed practice antara lain:
1) Pengusaan terhadap pola gerakan tehnik pukulan smash akan lebih cepat tercapai, karena
latihan secara terus-menerus akan dapat membentuk pola gerakan smash yang lebih cepat.
2) Dapat meningkatkan daya tahan fisik, sehingga akan mendukung penampilannya dalam
bermain bulutangkis.
Kelemahan latihan pukulan smash dengan metode massed practice antara lain:
1) Penguasaan tehnik pukulan smash kurang dapat tercapai dengan baik, sebab gerakan
yang dilakukan secara terus-menerus akan menyebabkan kelelahan, hal ini akan
berpengaruh terhadap kesempurnaan gerakan.
2) Pengontrolan dan perbaikan tehnik gerakan sulit dilakukan karena tidak ada waktu
istirahat.
3) Akan sering terjadi kesalahan tehnik karena terlalu lelah.
4) Dapat menyebabkan kelelahan yang berlebihan (overtraining) dan dapat menimbulkan
cedera.
B. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas dapat diajukan kerangka
pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan Pengaruh Latihan Pukulan Smash Bulutangkis dengan Metode Distributed
Practice dan Massed Practice
Metode latihan distributed practice merupakan bentuk keterampilan yang diselingi
dengan waktu istirahat diantara waktu latihan. Sedangkan metode latihan massed practice
merupakan bentuk latihan yang tidak diselingi waktu istirahat pada saat latihan berlangsung.
Metode latihan distributed practice merupakan bentuk latihan yang mempertimbangkan waktu
istirahat juga sama pentingnya dengan waktu pengulangan gerakan, sedangkan metode massed
practice menitik beratkan pentingnya pengulangan gerakan dengan frekuensi sebanyak-
banyaknnya tanpa memperhitungkan waktu istirahat.
Berdasarkan karakteristik metode latihan distributed practice menunjukkan bahwa,
latihan pukulan smash dengan metode distributed practice memiliki kelebihan antara lain:
penguasaan terhadap tehnik gerakan akan lebih baik, perbaikan terhadap kesalahan tehnik dasar
dapat dilakukan lebih dini, akan terhindar dari kelelahan yang berlebihan, penampilan
kondisinya akan selalu stabil karena adanya istirahat yang cukup. Kelemahan latihan pukulan
smash dengan metode distributed practice antara lain: seringnya waktu istirahat mengakibatkan
penguasaan tehnik menjadi agak berkurang. Hal ini disebabkan pola gerakan yang sudah
terbentuk akan berkurang lagi dalam istirahat. Metode ini prioritasnya hanya untuk peningkatan
penguasaan tehnik, sedangkan kondisi fisiknya terabaikan, siswa akan bosan atau jenuh karena
seringnya istirahat.
Sedangkan latihan pukulan smash dengan metode massed practice memiliki kelebihan
antara lain: penguasaan terhadap pola gerakan pukulan smash akan lebih cepat tercapai, dapat
meningkatkan keterampilan sekaligus meningkatkan daya tahan fisik. Kelemahannya antara lain:
penguasaan tehnik pukulan smash sulit dikuasai kondisi yang lelah, penampilan siswa tidak
stabil karena kondisi yang lelah, pengontrolan dan perbaikan terhadap tehik pukulan sulit
dilakukan karena tidak ada waktu istirahat.
Berdasarkan karakteristik, kelebihan dan kelemahan dari metode latihan distributed
practice dan massed practice tersebut sudah jelas bahwa, kedua bentuk latihan ini mempunyai
perbedaan yang mencolok. Perbedaan-perbedaan tersebut tentunya akan menimbulkan pengaruh
perbedaan terhadap peningkatan kemampuan pukulan smash bulutangkis. Dengan demikian
diduga bahwa, metode latihan distributed practice dan massed practice memiliki perbedaan
pengaruh terhadap kemampuan pukulan smash bulutangkis..
2. Metode Latihan Distributed Practice Lebih Baik Pengaruhnya Terhadap Peningkatan
Kemampuan Pukulan Smash Bulutangkis
Berdasarkan perbedaan antara metode latihan massed practice dan distributed practice
menunjukkan bahwa, metode latihan distributed practice mempunyai pengaruh yang lebih baik
terhadap peningkatan kemampuan pukulan smash bulutangkis. Hal ini karena, dalam belajar
keterampilan waktu istirahat sangat penting terhadap pemulihan kondisi siswa. Kondisi yang
baik sangat penting terhadap latihan berikutnya, sehingga memungkinkan untuk lebih baik
menguasai keterampilan pukulan smash bulutangkis. Selain itu juga waktu istirahat yang
diberikan memungkinkan siswa melakukan perbaikan terhadap kesalahan tehnik yang dilakukan
dan akan terhindar dari kelelahan, sehingga penampilan kondisinya selalu stabil karena istirahat
yang cukup. Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa, metode latihan distributed practice
memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan kemampuan pukulan smash
bulutangkis.
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh antara metode latihan distributed practice dan massed practice
terhadap kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis
Pelita Abadi Karanganyar tahun 2009.
2. Metode latihan distributed practice lebih baik pengaruhnya terhadap kemampuan pukulan
smash bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar tahun
2009.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1.Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar
Jalan Raya Solo - Tawangmangu Km. 4 Palur, Karanganyar. Telp. ( 0271 ) 7952558
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama satu setengah bulan dengan tiga kali latihan dalam
satu minggu.. Penelitian direncanakan dari awal bulan April 2009 sampai dengan pertengahan
bulan Juni 2009.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra pemula Persatuan Bulutangkis
Pelita Abadi Karanganyar berjumlah 54 orang.
2. Sampel
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel yang
diambil adalah siswa yang dapat melakukan pukulan smash bulutangkis usia 12-13 tahun
sejumlah 28 orang.
C. Metode Penelitian
1.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Penelitian eksperimen adalah
kegiatan percobaan yang diawali dengan memberikan perlakuan kepada subjek yang diakhiri
dengan suatu bentuk tes guna mengetahui pengaruh perlakuan yang telah diberikan. Adapun
rancangan penelitian yaitu:
“ Pretest –Posstest Design “.
Gambar rancangan penelitian sebagai berikut:
32
KE I Treatment A Posstest
S Pretest MSOP
KE II Treatment B Posstest
Keterangan:
S = Subjek
Pretest = Tes awal kemampuan pukulan smash bulutangkis
MSOP = Matched Subjek Ordinal Pairing
KE I = Kelompok I
KE II = Kelompok II
Treatment A = Metode Latihan Distributed Practice
Treatment B = Metode Latihan Massed Practice
Posstest = Tes akhir kemampuan pukulan smash bulutangkis
Pembagian kelompok eksperimen didasarkan pada prestasi kemampuan pukulan smash
bulutangkis pada tes awal. Setelah hasil tes awal dirangking, kemudian subjek yang memiliki
prestasi setara dipasang-pasangkan ke dalam kelompok I dan kelompok II. Dengan demikian
kedua kelompok tersebut sebelum diberi perlakuan merupakan kelompok yang sama. Apabila
pada akhirnya terdapat perbedaan, maka hal itu disebabkan oleh pengaruh perlakuan yang
diberikan. Pembagian kelompok dalam penelitian ini dengan cara ordinal pairing sebagai
berikut:
1 2
4 3
5 6
8 7
9 10 dan seterusnya
2.Treatment
a. Program Latihan Pukulan Smash Bulutangkis Dengan Metode Latihan Distributed
Practice
Program latihan dilakukan dalam seminggu tiga kali pertemuan. Menurut Andi Suhendro
( 2004:3.6 ) bahwa, “ latihan harus dilakukan secara berulang-ulang, maksudnya latihan
harus dilakukan minimal tiga kali seminggu. Menurut Donald A.Chu (1992: 14), pedoman
program latihan menggunakan pedoman latihan power dengan pliometrik. Tipe latihan yang
digunakan adalah Low Impact Jumps / Throws dengan intensitas rendah ( low ), jumlah repetisi
10-30, set 10-15 dan jumlah repetisi latihan per session adalah 50-300.
Latihan Power dengan Pliometrik
Intensity
Values
Type of
Exercise
Intensity of
Exercise
No. of Reps/
and Set
No. of Reps
Training
Session
1
Shock tension
High Reactive
Jumps > 60 cm
Maksimal 8-5 x 10-20 120-150 (200)
2 Drops Jumps >
80-120 cm Very high 5-15 x 5- 15 75-100
3
Bounding
Exercise
· 2 legs · 1 legs
Sub Max 3-25 x 10-25 50-250
4
Low Exercise
Jumps 20-50
cm
Moderate 10-25 x 10-25 150-250
5
Low Impact
jumps/Throw
· On Sport · Implements
Low 10-30 x 10-15 50-300
Penentuan beban latihan dimulai dari 10 repetisi pukulan smash dengan jumlah set 10
kali. Beban latihan tersebut ditingkatkan setelah 2 minggu. Peningkatan beban tersebut pada
jumlah set yang dimulai dari 10-15. Dengan waktu istirahat antar set 2 menit.
Menurut Schmidt (1988:384) mengemukakan bahwa, ” periode istirahat dalam
distributed practice yaitu 30 detik ”. Berdasarkan pendapat tersebut maka jeda waktu istirahat
antar pukulan 30 detik. Pelaksanaannya setiap lapangan untuk metode distributed practice
terdapat 7 siswa. Hal tersebut didasarkan pada perbandingan 1:6 dimana seorang siswa
melakukan pukulan kemudian melakukan pukulan kembali setelah berselang-seling dengan 6
siswa lainnya. Dengan demikian waktu istirahat dapat mencapai 30 detik karena setiap pukulan
smash pada siswa pemula berlangsung selama 4-5 detik. ( didasarkan pada hasil uji coba
pukulan smash siswa putra pemula ). Program latihan terlampir.
b. Program Latihan Pukulan Smash Bulutangkis Dengan Metode Latihan Massed Practice
Program latihan dilakukan dalam seminggu tiga kali pertemuan. Menurut Andi Suhendro
( 2004:3.6 ) bahwa, “ latihan harus dilakukan secara berulang-ulang, maksudnya latihan
harus dilakukan minimal tiga kali seminggu ”. Menurut Donald A.Chu (1992: 14), pedoman
program latihan menggunakan pedoman latihan power dengan Pliometrik. Tipe latihan yang
digunakan adalah Low Impact Jumps / Throws dengan intensitas rendah ( low ).
Penentuan beban latihan dimulai dari 10 repetisi pukulan smash dengan jumlah set 110
kali. Beban latihan tersebut ditingkatkan setelah 2 minggu. Peningkatan beban tersebut pada
jumlah repetisi tiap set yang dimulai dari 10-15. Dengan waktu istirahat antar set 2 menit.
Menurut Schmidt (1988:384) bahwa, ”massed practice dapat menggunakan periode
istirahat tetapi hanya 5 detik”. Berdasarkan pendapat tersebut maka setiap repetisi pukulan smash
dengan metode massed practice hampir tidak terdapat jeda waktu dikarenakan dalam pukulan
smash ternyata pada siswa pemula berlangsung selama 4-5 detik. ( Hasil tersebut didapat dari
hasil uji coba pukulan smash kepada siswa putra pemula ). Pelaksanaannya setiap siswa
melakukan pukulan smash secara terus-menerus hingga mencapai jumlah pukulan dalam
program yang telah ditentukan. ( Program latihan terlampir ).
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat.
1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam
penelitian terdiri dari:
a. Metode latihan distributed practice.
b.Metode latihan massed practice.
2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengarui variabel lain. Variabel terikat dalam
penelitiann ini adalah kemampuan pukulan smash bulutangkis.
E. Definisi Operasional Variabel
1. Metode Latihan Distributed Practice
Metode Latihan distributed practice merupakan pengaturan giliran praktik yang
dilakukan dengan diselingi dengan interval-interval berupa istirahat diantara waktu latihan.
2 . Metode Latihan Massed Practice
Metode latihan massed practice merupakan pengaturan giliran praktik yang dilakukan
secara terus-menerus tanpa diselingi waktu istirahat, sampai batas waktu atau program yang telah
dijadwalkan.
3. Kemampuan Pukulan Smash Bulutangkis
Kemampuan pukulan smash bulutangkis merupakan bentuk unjuk kerja seseorang
untuk melakukan pukulan smash bulutangkis yang diukur melalui tes ketrampilan bulutangkis.
F. Tehnik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes dan pengukuran. Kemampuan pukulan
smash bulutangkis diperoleh melalui tes pukulan smash bulutangkis dari Frank M. Verducci
(1980: 310). Petunjuk pelaksanaan tes terlampir.
G. Tehnik Analisis Data
1. Mencari Reliabilitas
Tingkat keajegan hasil tes yang dilakukan dalam penelitian, dilakukan uji reliabilitas
dengan menggunakan korelasi interklas, dengan rumus sebagai berikut:
R=
Keterangan :
R = Koefisien reliabilitas
= Jumlah rata-rata dalam kelompok
= Jumlah rata-rata antar kelompok
2. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis yang digunakan dalam kelompok ini meliputi normalitas dan uji
homogenitas. Adapun langkah-langkah uji prasyarat penelitian sebagai berikut :
a) Uji Normalitas
Uji prasyarat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas. Uji
normalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode Lilliefors dari Sudjana (2002: 466).
Prosedur pengujian normalitas tersebut sebagai berikut :
Pengamatan dijadikan bilangan baku dengan menggunakan rumus :
Zi =
Keterangan :
= Dari variabel masing-masing sampel
X = Rata-rata
S = Simpangan Baku
Untuk tiap bilangan baku menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung
peluang F ( ) = p (Z ≤ ).
Selanjutnya dihitung proporsi yang lebih kecil atau sama dengan . Jika proporsi
dinyatakan oleh S( ).
Maka S( ) =
1) Hitung selisih F - S kemudian ditentukan harga mutlaknya.
2) Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut. Sebutlah harga
terbesar ini Lo.
b) Uji Homogenitas
Dalam uji homogenitas dilakukan dengan cara membagi varians yang lebih besar dengan
varians yang lebih kecil. Menurut Sutrisno Hadi (1982: 386) rumusnya adalah :
=
Keterangan :
= Derajat kebebasan KE1 dan KE2
= Standart deviasi KE1
= Standart deviasi KE2
3. Uji Perbedaan
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji perbedaan dari Sutrisno Hadi
(1995 : 457) sebagai berikut :
t =
Keterangan :
t = Nilai uji perbedaan
Md = Mean perbedaan dari pasangan
= Jumlah deviasi kuadrat tiap sampel dari mean perbedaan
N = Jumlah pasangan
Untuk mencari mean deviasi digunakan rumus sebagai berikut :
=
Keterangan :
D = Perbedaan masing-masing subjek
N = Jumlah pasangan
Prosentase peningkatan kemampuan pukulan smash bulutangkis antara metode latihan
distributed practice dan massed practice menggunakan rumus sebagai berikut :
Prosentase peningkatan = x 100 %
Mean different = Mean posttest – mean pretest
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Tujuan penelitian dapat tercapai dengan pengambilan data pada sampel yang telah
ditentukan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data tes awal secara keseluruhan, kemudian
dikelompokkan menjadi dua kelompok dan dilakukan tes akhir pada masing-masing kelompok.
Data tersebut kemudian dianalisis dengan statistic, seperti terlihat pada lampiran. Rangkuman
hasil analisis data secara keseluruhan disajikan dalam bentuk table sebagai berikut:
Table 1. Diskripsi data Tes Awal dan Tes Akhir Pukulan Smash pada Kelompok 1 dan
Kelompok 2.
Kelompok Tes N Max Min Mean SD
Kelompok 1
awal
14 27 9 17.360 4.730
akhir
14 36 12 24.430 5.630
Kelompok 2
awal
14 24 9 16.714 4.953
akhir
14 27 12 22.286 4.665
B. Mencari Reliabilitas
Hasil uji reliabilitas tes awal dan tes akhir kemampuan smash bulutangkis dalam
penelitian sebagai berikut:
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan Tes Akhir
Tes Reliabilitas Kategori
Tes awal pukulan smash 0.75 Cukup
40
Tes akhir pukulan smash 0.80 Tinggi
Mengartikan kategori kefisien reliabilita tes tersebut menggunakan pedoman table
koefisien korelasi dari Book Walter seperti dikutip Mulyono B. (1992: 15) sebagai berikut:
Tabel 3. Tabel Range Kategori Reliabilitas
Kategori Validitas Reliabilitas Obyektivitas
Tinggi sekali
Tinggi
Cukup
Kurang
Tidak Signifikan
0,80 – 1,0
0,70 – 0,79
0,50 – 0,69
0,30 - 0,49
0,00 – 0,29
0,90 – 1,0
0,80 – 0,89
0,60 – 0,79
0,40 – 0,59
0,00 – 0,39
0,95 – 1,0
0,85 – 0,94
0,70 – 0,84
0,50 – 0,69
0,00 – 0,49
C. Pengujian Persyaratan Analisis
Sebelum dilakukan analisis data, perlu dilakukan pengujian persyaratan analisis.
Pengujian persyaratan analisis yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis data diuji distribusi kenormalannya dari data tes awal
kemampuan pukulan smash bulutangkis. Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan
metode Liliefors. Hasil uji normalitas data yang dilakukan terhadap hasil tes awal pada
kelompok 1 dan kelompok 2 adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data
Kelompok N Mean SD 쪀鉘ed錃a6 쪀d 觅% 谜 14 7.0714 2.2348 0.1949 0.227 弥 14 5.5714 2.8478 0.1730 0.227
Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan pada kelompok 1 (谜) diperoleh nilai L钮.1790 = 0.1949. Nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penerimaan hipotesis nol pada taraf
signifikansi 5% yaitu 0.227. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada kelompok 1
(谜) termasuk berdistribusi normal. Sedangkan dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada
kelompok 2 (弥) diperoleh nilai L钮.1790 = 0.1730, ternyata juga lebih kecil dari angka batas
penerimaan hipotesis nol pada taraf signifikansi 5% yaitu 0.227. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa data pada kelompok 2 (弥) termasuk berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan varians dari kedua kelompok.
Jika kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan varians, maka apabila nantinya kedua
kelompok memiliki perbedaan, maka perbedaan tersebut disebabkan perbedaan rata-rata
kemampuan. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai berikut:
Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data
Kelompok N 濐各弥 根鉘ed錃a6 根d 觅% 谜 14 3985.7143 1.0794 2.48 弥 14 3609.000
Berdasarkan hasil uji homogenitas yang dilakukan diperoleh nilai F钮.1790= 1.0794.
Sedangkan db=14 lawan 14,angka F1 闹%= 2.48, ternyata nilai F钮.1790= 1.0794 lebih kecil dari F1 闹%= 2.48. Karena F钮.1790 < F1 闹%, maka hipotesis nol diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kelompok 1 (谜) dan kelompok 2 (弥) memiliki varians yang homogen.
D. Hasil Analisis Data
1. Uji Sebelum Diberi Perlakuan
Sebelum diberi perlakuan kelompok yang dibentuk dalam penelitian diuji perbedaannya
terlebih dahulu. Hal ini dengan maksud untuk mengetahui ketetapan anggota pada kedua
kelompok tersebut. Sebelum diberi perlakuan berangkat dari keadaan yang sama atau tidak. Hasil
uji perbedaan antara kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum diberi perlakuan sebagai berikut:
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal dan Kelompok 1 dan Kelompok 2.
Kelompok N Mean t 供dmƼ2ō 觅% 谜 14 17.3571 1.385 1.77 弥 14 16.7143
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dengan analisis statistic t-test antara
kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai sebesar 1.385 dan ddmƼ2ō dengan N = 14, db =14 – 1
= 13 pada taraf signifikansi 5 % sebesar 1.77. Hal ini menunjukkan bahwa d鉘ed錃a6 < ddmƼ2ō. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima. Hal ini artinya antara
kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum diberi perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara kemampuan smash bulutangkis pada awalnya.
2. Uji Perbedaan Sesudah Diberi Perlakuan
Setelah diberi perlakuan, yaitu kelompok 1 diberi perlakuan latihan dengan metode
distributed practice dan kelompok 2 latihan dengan metode massed practice, kemudian
dilakukan uji perbedaan. Uji perbedaan yang dilakukan dalam penelitian ini hasilnya sebagai
berikut:
a. Hasil uji perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 yaitu:
Tabel 7. Rangkuman Uji Perbedaan Hasil Tes Awal dan Akhir pada Kelompok 1.
Kelompok N Mean d 鉘ed錃a6 ddmƼ2ō 觅%
Tes awal 14 17.3571 11.839 1.77
Tes Akhir 14 24.4300
Berdasarkan hasil pegujian perbedaan dengan analisis statistik t-test kelompok 1 antara
hasil tes awal dan tes akhir diperoleh nilai sebesar 11.839 dan ddmƼ2ō dengan N =14, db =14 – 1 =
13 dengan taraf signifikansi 5% adalah sebesar 1.77. Hal ini menunjukkan bahwa d 鉘ed錃a6 > ddmƼ2ō , sehingga dapat disimpulkan hipotesis nol ditolak. Berdasarkan hasil tersebut
menunjukkan bahwa antara tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 terdapat perbedaan yang
signifikan.
b. Hasil uji perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 yaitu:
Tabel 8. Rangkuman Uji Perbedaan Hasil Tes Awal dan Akhir pada Kelompok 2.
Kelompok N Mean d 鉘ed錃a6 ddmƼ2ō 觅%
Tes awal 14 16.7134 7.320 1.77
Tes Akhir 14 22.286
Berdasarkan hasil pegujian perbedaan dengan analisis statistik t-test kelompok 2 antara
hasil tes awal dan tes akhir diperoleh nilai sebesar 7.320 dan ddmƼ2ō dengan N =14, db =14 – 1 =
13 dengan taraf signifikansi 5% adalah sebesar 1.77. Hal ini menunjukkan bahwa d 鉘ed錃a6 > ddmƼ2ō , sehingga dapat disimpulkan hipotesis nol ditolak. Berdasarkan hasil tersebut
menunjukkan bahwa antara tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 terdapat perbedaan yang
signifikan.
c. Hasil uji perbedaan tes akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu:
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Akhir antara Kelompok 1 dan Kelompok 2.
Kelompok N Mean d 鉘ed錃a6 ddmƼ2ō 觅% 谜 14 24.4286 2.0199 1.77 弥 14 22.2857
Berdasarkan hasil pegujian perbedaan dengan analisis statistik t-test antara kelompok 1
dan kelompok 2 nilai sebesar 2.0199 dan ddmƼ2ō dengan N =14, db =14 – 1 = 13 dengan taraf
signifikansi 5% adalah sebesar 1.77. Hal ini menunjukkan bahwa d 鉘ed錃a6 > ddmƼ2ō , sehingga
dapat disimpulkan hipotesis nol ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil tes
akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 terdapat perbedaan yang signifikan.
d. Perbedaan Persentase Peningkatan
Kelompok mana yang memiliki persentase peningkatan yang lebih baik dapat diketahui
melalui penghitungan perbedaan persentase peningkatan tiap-tiap kelompok. Adapun nilai
perbedaan peningkatan kemampuan pukulan smash bulutangkis dalam persen kelompok 1 dan
kelompok 2 sebagai berikut:
Tabel 10. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaaan Peningkatan Kemampuan Pukulan
Smash Bulutangkis antar Kelompok 1 dan Kelompok 2.
Kelompok N Mean
Pretest
Mean
Postest
Mean
Different
Persentase
Peningkatan
Kelompok 1 14 17.3571 24.4286 7.0714 40.7407%
Kelompok 2 14 16.7143 22.2857 5.5714 33.3333%
Berdasarkan hasil penghitungan persentase peningkatan kemampuan pukulan smash
bulutangkis diketahui bahwa kelompok 1 memiliki peningkatan kamampuan pukulan smash
bulutangkis sebesar 40.7407%. Sedangkan kelompok 2 memiliki peningakatan kemampuan
puklan smash bulutangkis sebesar 33.3333%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kelompok 1 memiliki persentase peningkatan kemampuan pukulan smash bulutangkis
yang lebih baik daripada kelompok 2.
E. Pengujian Hipotesis
1. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Distributed Practice dan Massed Practice
Terhadap Kemampuan Pukulan Smash Bulutangkis.
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan yang dilakukan pada data tes akhir antara
kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh hasil d 鉘ed錃a6 sebesar 2.1099, sedangkan t tabel pada taraf
signifikansi 5% sebesar 1.77. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa, terdapat
perbedaan yang signifikan antara tes akhir pada kelompok 1 dan kelompok 2. Perbedaan hasil
tersebut karena kedua metode latihan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Metode
distributed practice merupakan bentuk latihan yang mempertimbangkan waktu istirahat juga
sama penting dengan waktu pengulangan gerakan, sedangkan metode massed practice menitik
beratkan pengulangan gerakan dengan frekuensi sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan
waktu istirahat. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, ada perbedaan pengaruh antara
metode latihan distributed practice dan massed practice terhadap kemampuan pukulan smash
bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar tahun 2009, dapat
diterima kebenarannya.
2. Metode Latihan Distributed Practice Lebih Baik Pengaruhnya terhadap Kemampuan
Pukulan Smash Bulutangkis.
Berdasarkan hasil penghitungan persentase peningkatan kemampuan pukulan smash
bulutangkis diketahui bahwa, kelompok 1 memiliki nilai presentase peningkatan kemampuan
pukulan smash bulutangkis sebesar 40.7407%. Sedangkan kelompok 2 memiliki peningkatan
kemampuan pukulan smash bulutangkis sebesar 33.3333%. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa, kelompok 1 memiliki persentase peningkatan kemampuan pukulan smash
bulutangkis yang lebih besar daripada kelompok 2. Metode latihan distributed practice menuntut
waktu istirahat yang sama dengan waktu pengulangan gerakan. Hal ini karena, dalam belajar
keterampilan waktu istirahat sangat penting terhadap pemulihan kondisi siswa. Kondisi yang
baik sangat penting terhadap latihan berikutnya, sehingga memungkinkan untuk lebih baik
menguasai keterampilan pukulan smash bulutangkis. Selain itu juga waktu istirahat yang
diberikan memungkinkan siswa melakukan perbaikan terhadap kesalahan tehnik yang dilakukan
dan akan terhindar dari kelelahan, sehingga penampilan kondisinya selalu stabil karena istirahat
yang cukup. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, metode latihan distributed practice
lebih baik pengaruhnya terhadap peningakatan kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain
putera Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar tahun 2009, dapat diterima
kebenarannya.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dari hasil analisis data yang telah dilakukan ternyata
hipotesis yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian dapat diperoleh simpulan sebagai
berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode latihan distributed practice dan
massed practice terhadap kemampuan pukulan smash bulutangkis pemain putera Persatuan
Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar tahun 2009. (d 鉘ed錃a6 2.0199 > ddmƼ2ō 觅% 1.77 )
2. Metode latihan distributed practice lebih baik pengaruhnya terhadap kemampuan pukulan
smash bulutangkis pemain putera Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar tahun
2009. Kelompok 1 (kelompok yang mendapat perlakuan dengan metode latihan distributed
practice) memiliki peningkatan 40.7407% lebih besar daripada kelompok 2 (kelompok yang
mendapat perlakuan dengan metode latihan massed practice) yaitu 33.3333%.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, metode latihan distributed practice
memiliki peningkatan yang lebih baik terhadap kemampuan pukulan smash bulutangkis.
Implikasi teoritik dari hasil penelitian ini adalah, setiap metode latihan memiliki efektivitas yang
berbeda dalam meningkatkan kemampuan pukulan smash bulutangkis. Oleh karena itu, dalam
memberikan latihan yang bertujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
pukulan smash bulutangkis, harus menggunakan bentuk latihan yang tepat. Hasil penelitian ini
juga dapat dijadikan dasar pertimbangan unutk memilih metode latihan yang tepat, khususnya
unutk meningkatkan kemampuan pukulan smash bulutangkis.
C. Saran
Sehubungan dengan simpulan yang telah diambil dan implikasi yang ditimbulkan, maka
kepada para pembina dan pelatih Persatuan Bulutangkis Pelita Abadi Karanganyar disarankan
hal-hal sebagai berikut:
1. Upaya meningkatkan kemampuan pukulan smash bulutangkis, harus diterapkan metode
latihan yang tepat, sehingga akan diperoleh hasil latihan yang optimal.
2. Untuk meningkatkan kemampuan pukulan smash bulutangkis seorang pelatih dapat
menerapkan metode latihan distributed practice dan massed practice.
DAFTAR PUSTAKA
A.Hamidsyah Noer. 1996. Materi Pokok Kepelatihan Dasar. Jakarta: Depdikbud. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah . Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis Bagian Proyek Peningkatan Mutu Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SD Setara D-II.
Andi Suhendro. 2004. Dasar-Dasar Kepelatihan. Jakarta: Universitas Terbuka. Dalimin & M. Furqon H. 1994 . Teori dan Praktek Permainan Bulutangkis. Surakarta:
UNS Press. Donald A. Chu. 1992. Jumping Into Plyometrics. Illinois. Leisure Press Champaign. Herman Subardjah. 2000. Bulutangkis. Jakarta: Depdiknas. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Ismaryati. 2006. Tes dan Pengukuran Olahraga. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan
( LPP ) dan UPT UNS Press. James,Poole. 1986. Pembelajaran Bulutangkis. Bandung: Pionir Jaya. 2005. Belajar Bulutangkis. Bandung: Pionir Jaya. John, N. Drowatzky. 1981. Motor Learning Principles and Practice. Minnesota: Burgess
Publishing Company. Moekarto Mirman. 1996/1997. Pembelajaran Bulutangkis. Jakarta: Depdikbud. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Bagian Proyek Peningkatan Mutu Sekolah Menengah Umum.
Pate R. R,. Mc. Clenaghan B & Rotella R. 1993. Dasar – Dasar Ilmiah Kepelatihan. Alih bahasa
Kasip Dwijowinoto. Semarang: IKIP Semarang Press. Rusli Lutan. 1988. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta:
Depdikbud. Dirjendikti. Sadoso Sumosardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Jakarta: PT.
Gramedia. Schmidt, Richard A. 1988. Motor Learning and Performance: From Principles to Practice.
Illionis: Human Kinetics..
Soemarno dkk. 2004. Olahraga Pilihan Bulutangkis. Jakarta: Universitas Terbuka. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
50
Sudjarwo. 1995. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: UNS Press. Sugiyanto . 1996. Belajar Gerak I. Surakarta: UNS Press. 1999. Belajar Gerak dan Perkembangan Gerak Manusia. Surakarta: UNS Press. Sugiyanto dan Agus Kristiyanto. 1998. Belajar Gerak II. Surakarta: UNS Press. Suharno HP. 1992. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Sutrisno Hadi. 1982. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset. 1995. Metodologi Research Jilid IV. Yogyakarta: Andi Offset. Verducci F. M . 1980. Measurement Concept in Physical Education. St. Louis : The C. V.
Mosby Company. Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Dirjendikti. Proyek Pendidikan Tingkat Akademik.