DAMPAK SOSIAL EKONOMI OBJEK WISATA LAPPA LAONA …
Transcript of DAMPAK SOSIAL EKONOMI OBJEK WISATA LAPPA LAONA …
DAMPAK SOSIAL EKONOMI OBJEK WISATA LAPPA LAONA
KABUPATEN BARRU
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
NASRAH
NIM. 105381115016
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
2020
vi
MOTTO
“Bukankah kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)?, dan kami pun telah
menurunkan bebanmu darimu, yang memberatkan punggungmu, dan kami tinggi
kan sebutan (nama) mu bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila
engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetap lah bekerja keras (untuk urusan
yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”
(Q.S, Al-Insyirah : 1-8 )
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayahnya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Karya sederhana ini ku persembahkan untuk:
Kedua orang tuaku tercinta, yang selalu memberi dukungan kepada saya,
motivasi, saran dengan segala hal dan memberi kasih sayang yang sangat
besar dan semua itu tidak bisa ku balas dengan apapun.
Adik-adik saya, terimakasih telah membantuku dengan segalah hal yang
saya butuhkan dan selalu memberiku motivasi untuk semangat.
Dan sahabat-sahabat ku, terimakasih untuk segalanya yang selalu ada
ketika saya butuh bantuan.
vii
ABSTRAK
Nasrah, 2020. Dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa Laoana Kabupaten
Barru. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah
Makassar. Pembimbing I Kaharuddin dan Pembimbing II Risfaisal.
Pada objek wisata Lappa Laona belum tertata secara struktural oleh
pemerintah sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli di Lappa Laona.
Namun objek wisata Lappa Laona berdampak bagi masyarakat dalam menambah
pendapatannya dengan melakukan usaha kecil-kecilan di era objek wisata.
Skripsi ini mengunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan
pendekatan riset fenomenologi yang bertujuan untuk mengetahui proses
pembentukan objek wisata, dan dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa
Laona. Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan 3 teknik yaitu
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya objek wisata Lappa Laona
ini bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk membuka lembaran yang baru dalam
menambah pendapatan sehari-harinya. Dampak sosial dalam perilaku masyarakat
terhadap lingkungan sekitar objek wisata yakni masyarakat yang secara langsung
terlibat dalam pembangunan objek wisata Lappa Laona. Adanya pariwisata di
Kabupaten Barru tentu dapat menyebabkan adanya dampak positif dan dampak
negatif di kalangan masyarakat.
Kata Kunci: Dampak Sosial, Ekonomi, Objek Wisata
viii
ABSTRACT
Nasrah, 2020. The socio-economic impact of the Lappa Laoana tourism object,
Barru Regency. Faculty of Teacher Training and Education. Muhammadiyah
University of Makassar. Advisor I Kaharuddin and Advisor II Risfaisal.
The tourism object of Lappa Laona has not been structurally organized by
the government so that there is no regulation in buying and selling at Lappa
Laona. However, Lappa Laona tourism has an impact on the community in
increasing their income by doing small businesses in the era of tourism objects.
This thesis uses descriptive qualitative research with a phenomenological
research approach which aims to determine the process of forming tourism objects
and the socio-economic impacts of tourism objects in Lappa Laona. Collecting
data in this study using 3 techniques, namely observation, interviews and
documentation.
The results showed that the Lappa Laona tourism object could open small
businesses to open new pages to increase their daily income. Social impact on
people's behavior towards the environment around the tourism object, namely the
community who is directly involved in the development of the Lappa Laona
tourism object. The existence of tourism in Barru Regency can certainly cause
positive impacts and negative impacts among the community.
Keywords: Social Impact, Economy, Tourism Object
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Dalam
penyusunan skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini,
baik dari hal pengetahuan,waktu dan waktu. Karena penulis yakin tanpa bantuan
dan dukungan tersebut, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Bapak Prof. Dr. H. Ambo
Asse, M. Ag serta para Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, S. Pd., M.
Pd., Ph. D serta para Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar. Ketua Program Studi Pendidikan
Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M. Pd. dan Sekretaris Program Studi Pendidikan
Sosiologi Bapak Kaharuddin, S. Pd., M. Pd., Ph. D beserta seluruh staf nya.
Bapak Kaharuddin, S. Pd., M. Pd., Ph. D. Sebagai pembimbing I (satu) dan Bapak
Risfaisal, S. Pd., M. Pd. Selaku pembimbing II (dua) yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bapak-bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Sosiologi FKIP
Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu atas bimbingan, arahan dan jasa-jasa yang tak ternilai harganya kepada
penulis. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis
haturkan dengan rendah hati rasa hormat kepada kedua orang tua penulis yang
tercinta, ayahanda Muhsin dan ibunda Aridah serta kakak dan adik penulis yang
dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis lupakan atas jasa-jasa
mereka. Doa restu, nasihat dan petunjuk dari mereka yang merupakan dorongan
yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis hingga saat ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan, penulis ucapkan terima kasih. Adapun permohonan maaf
penulis yang sangat dalam jika dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan
serta masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran agar dalam perbaikan skripsi kedepannya dapat menumbuhkan rasa syukur
kepada Allah SWT. Semoga apa yang kita lakukan dapat bernilai dan bermanfaat
bagi kita semua, Aamiin.
Makassar, November 2020
Nasrah
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN ........................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ................................................................... vii
ABSTRAK BAHASA INGGRIS ...................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
E. Definisi Operasional .................................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep ............................................................................................. 9
xii
B. Kajian Teori .............................................................................................. 12
C. Kerangka Pikir ........................................................................................... 17
D. Penelitian Relevan ...................................................................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................................ 26
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 27
C. Informan Penelitian .................................................................................... 28
D. Fokus Penelitian ........................................................................................ 29
E. Instrumen Penelitian .................................................................................. 30
F. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 30
G. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31
H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 32
I. Teknik Keabsahan Data ............................................................................ 34
J. Etika Penelitian ......................................................................................... 34
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian .......................................................................... 35
B. Letak Geografi .......................................................................................... 37
C. Keadaan Penduduk ................................................................................... 38
D. Keadaan Pendidikan .................................................................................. 39
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 40
1. Dampak Sosial Objek Wisata Lappa Laona Di Era Covid-19 ............ 40
xiii
2. Dampak Ekonomi Masyarakat Objek Wisata Lappa Laona Di Era
Covid-19 .............................................................................................. 56
B. Pembahasan
1. Dampak Sosial Objek Wisata Lappa Laona Di Era Covid-19 ............ 60
2. Dampak Ekonomi Masyarakat Objek Wisata Lappa Laona Di Era
Covid-19 .............................................................................................. 70
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Hasil Penelitian ................................................................... 74
B. Saran Penelitian ...................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Nama Tabel Halaman
Tabel III.1 Waktu Penelitian ...................................................................... 28
Tabel IV. 1 Batas Wilayah Desa Harapan ................................................. 37
Tabel IV. 2 Jumlah Penduduk Desa Harapan ............................................ 39
Tabel V. 1 Jumlah Fasilitas Yang Dibagun Di Objek Wisata .................... 68
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Nama Tabel Halaman
Gambar
Gambar II. 1 Kerangka Pikir ................................................................ 18
Gambar IV. 1 Peta Desa Harapan ......................................................... 38
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki keindahan alam yang mempunyai daya tarik dan
potensi sumber daya alam yang dikembangkan menjadi objek wisata, salah
satunya pariwisata lokal yang dimiliki Kabupaten Barru yaitu Lappa Laona
dan dikelola oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). Desa Harapan
digunakan sebagai daya tarik pariwisata dan sumber pendapatan daerah
masing-masing.
Pembangunan kepariwisataan nasional tercermin pada undang-undang
nomor 10 tahun 2009, yang menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan
diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan
dengan mempertahankan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya
dan alam serta kebutuhan manusia untuk berwisata (Pangestuti, 2018:2).
Pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Barru mulai meningkat dari Desa
ke Desa dan salah satunya termasuk Desa Harapan, Kelurahan Waruwue,
Kabupaten Barru. Pembangunan ini direncanakan oleh pemerintah melalui
kerja sama Bupati barru dan Bumdes.
Pembangunan pariwisata secara langsung dilakukan oleh masyarakat
setempat kemudian dikembangkan oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa)
untuk memenuhi proses pengembangan objek wisata yang dapat mendukung
2
fasilitas yang disiapkan seperti, wahana-wahana, tempat beribadah, warung
makan, toilet serta fasilitas lainnya yang dapat dibutuhkan wisatawan.
Pembangunan wisata dapat menimbulkan dampak ekonomi terhadap
kehidupan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Dengan adanya wisata Lappa Laona ini membuat para wisatawan
berdatangan sehingga masyarakat setempat berinisiatif untuk berdagang di
kawasan ini dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian mereka.
Namun masyarakat setempat tidak menyadari bahwa adanya wisata Lappa
Laona dapat menimbulkan dampak yang harus diperhatikan oleh pengelolah
wisata atau masyarakat. Seperti terjadinya penumpukan sampah di sekitar
lingkungan, adanya pengunjung datang untuk berpacaran atau adanya konflik
antar sesama penjual di kawasan wisata Lappa Laona.
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada pariwisata dapat
melibatkan masyarakat setempat dengan berdagagang di kawasan ini. Namun
masyarakat merasa terbebani karena sering digeser untuk berpindah tempat
untuk berjualan, alasan merusak pandangan wisatawan nantinya. Perubahan
yang terjadi dalam aspek sosial dalam masyarakat tidak tertata secara
struktural oleh pemerintah sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli di
Lappa Laona. Sehingga timbul konflik di masyarakat karena mereka yang
menguasai arena perekonomian perhutanan dan tempat-tempat jualan di
Lappa Laona.
Penelitian yang mengkaji tentang sosial ekonomi terhadap objek wisata
telah ditemukan antara lain melalui sejumlah studi mengenai ekonomi dan
3
objek wisata dalam penelusuran penelitian, mulai dari dampak sosial ekonomi
pembangunan (Kurniawan, 2015; Rahma, 2017; Safriana, 2018), objek wisata
(Nahriyah, 2015; Anestya,2015; Aziz, 2016; Andika, 2017; Rulloh, 2017;
Anggraeni, 2018; Pangestuti, 2018).
Penelitian ini juga akan mengkaji tentang sosial ekonomi terhadap
objek wisata dengan fokus pada dampak sosial ekonomi objek wisata yang
ada di kabupaten barru sulawesi selatan. Penelitian yang saya akan lakukan
masih berkaitan dengan penelitian Windah Rahma (2017) mengkaji tentang
dampak sosial ekonomi dan budaya objek wisata, memberikan kontribusi
secara langsung terhadap peningkatan pendapatan penduduk Desa Salo.
Terbukanya lapangan pekerjaan baru karena Objek Wisata Sungai Hijau
berarti sumbangsih terbesar terhadap penurunan jumlah angka pengangguran
di Desa Salo. Lalu penelitian Rakhmi Safriana (2018) mengkaji tentang
dampak sosial ekonomi pengelolaan pariwisata pemerintah dan swasta
terhadap kondisi masyarakat lokal, memberikan dampak sosial ekonomi
terhadap kondisi masyarakat. Terbukti dengan terciptanya lapangan
pekerjaan, adanya kesempatan usaha, meningkatkan kenyamanan usaha,
perubahan pendapatan dan berubahnya gaya hidup masyarakat di wilayah
objek wisata. Namun penelitian yang ketiga ini lebih fokus untuk mengetahui
peningkatan, pengembangan dan lapangan pekerja tempat wisata. Sementara
penelitian ini, akan mengkaji dampak sosial ekonomi objek wisata, baik
dalam kaitannya dengan proses pembentukan objek wisata dan dampak sosial
ekonomi objek wisata. Saat ini wisata Lappa Laona masih dalam proses
4
perkembangan pembangunan wahana agar wisatawan banyak yang
berkunjung karena adanya wahana-wahana yang menarik seperti, flying fox
sepanjang 270 meter, gazebo, spot foto. Letak kabaruan peneliti ini pada
perkembangan objek wisata, yaitu perubahan sosial masyarakat,
pembangunan dan kemajuan objek wisata.
Potensi kepariwisataan yang ada di kabupaten barru, merupakan suatu
objek wisata yang berada di Lappa Laona dan terletak di dusun Waruwue,
Desa Harapan, Kecamatan Tanete Riaja, di Sulawesi Selatan. Tempat wisata
ini berada pada bukit sehingga pengunjung dapat merasakan suasana yang
bagus untuk melakukan aktivitas dan pengunjung pun dapat menikmati
pemandangan yang indah dan sejuk dari ketinggian bukit Lappa Laona yang
ada di Sulawesi Selatan. Namun kondisi perjalanan ke wisata alam Lappa
Laona cukup sempit dan menantang saat memasuki wilayah Desa Harapan,
karena memiliki jalanan yang menanjak dan cukup curam sehingga
pengunjung harus hati-hati untuk sampai di tempat wisata alam ini.
Tarif masuk ke objek wisata Lappa Laona dikenakan biaya sebesar
rp5.000. Objek wisata Lappa Laona terdapat berbagai macam fasilitas yang
akan disiapkan seperti: kios/warkop, mushola dan gazebo. Untuk
memperbaiki dan mengelola fasilitas tersebut seperti: gaji karyawan,
perawatan wahana dan biaya lainnya akan ditentukan oleh banyaknya
pengunjung yang datang.
Objek wisata Lappa Laona berada pada bukit yang tinggi dan memiliki
hamparan rumput yang luas, menghijau, dan sejuk. Sehingga banyak menarik
5
pengunjung ke wisata Lappa Laona. Lambat laun hamparan rumput yang luas
dan menghijau terjadi perubahan pada lingkungan objek wisata menjadi tidak
menghijau lagi. Objek wisata Lappa Laona juga menyiapkan wahana spot
selfie seperti mountain bike park dan uno stones. Namun wisata ini tetap
ramai disaat ada kegiatan yang dilakukan dan juga pada diakhir pekan,
sedangkan di hari lain hanya sedikit. Kelurahan Waruwue merupakan objek
wisata, memiliki keunikan, dan banyak perhatian pendatang baik yang ada di
Kabupaten Barru maupun dari luar Kabupaten Barru.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, adanya
pariwisata di Kabupaten Barru tentu dapat menyebabkan adanya dampak
positif dan dampak negatif di kalangan masyarakat. Maka dari itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Dampak Sosial Ekonomi
Objek Wisata Lappa Laona Kabupaten Barru” Studi Pada Masyarakat
Desa Harapan Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka
rumusan masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona di era covid-19?
2. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona di era
covid-19?
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang akan
diteliti. Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dampak sosial objek wisata Lappa Laona di era covid-
19.
2. Untuk mengetahui dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona
di era covid-19.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran
kepada masyarakat bagaimana dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa
Laona.
2. Secara Praktis
a. Bagi Masyarakat
Manfaatnya bagi masyarakat yakni mereka dapat mengetahui
bagaimana dampak sosial ekonomi di sekitar pariwisata. Dengan ini
dapat memberikan keuntungan pada masyarakat dan menjaga
kelestarian lingkungan dalam menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan
objek wisata.
7
b. Bagi Peneliti
Peneliti ini dapat mengetahui sebagai bekal dalam mengaplikasikan
pengetahuan teoritis terhadap masalah praktis, sekaligus dapat dijadikan
sebagai bahan rujukan peneliti-peneliti yang lain.
E. Definisi Operasional
Dampak adalah suatu pengaruh atau akibat yang terjadi pada setiap
tempat dan kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar lingkungan.
Sosial yaitu suatu perilaku yang dimiliki setiap orang yang dapat berkaitan
dengan proses sosial.
1. Dampak Sosial
Dampak sosial yang dimaksud oleh peneliti adalah suatu perilaku
manusia terhadap lingkungan sekitar objek wisata Lappa Laona yakni
masyarakat yang secara langsung terlibat dalam objek wisata Lappa Laona
seperti, pedagang, pengelola, pembersih dll.
2. Dampak Ekonomi
Ekonomi merupakan suatu usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan
hidup yang dapat dilakukan oleh setiap individu atau kelompok dalam
meningkatkan pendapatan.
Dampak ekonomi suatu usaha yang dilakukan manusia baik secara
individu atau kelompok dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar
objek wisata Lappa Laona.
8
3. Objek Wisata
Objek wisata adalah merupakan suatu tempat yang ada di setiap daerah
yang memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Agar orang-orang dapat
berkunjung ke tempat yang menarik dan memiliki banyak perhatian pada
wisatawan. Salah satu pariwisata yang membuat pengunjung untuk
meluangkan waktu dapat menikmati objek wisata Lappa Laona karena
memiliki keunikan tersendiri dari objek wisata yang lainya. Objek wisata
Lappa Laona memiliki pemandangan yang menghijau dan hamparan rumput
yang luas.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep
1. Proses Pembentukan Objek Wisata Lappa Laona
Objek wisata Lappa Laona merupakan salah satu pariwisata yang
bisa ditempati untuk menghilangkan depressing atau sebagai menghibur
diri, karena suasana yang sejuk dan memiliki pandangan yang bagus.
Lappa Laona memiliki pandangan dan suasana yang berbeda pada waktu
yang tidak sama, seperti disaat pagi hari wisatawan dapat melihat matahari
terbit dan juga merasakan gelembung yang dingin, sedangkan pada siang
hari dapat melihat keindahan rumput yang luas dan menikmati kegiatan
yang dilakukan seperti camping, selfie, dan saat malam hari dapat
menikmati keseruan yang dilakukan dalam kegiatanya sambil
memandangi bintang. Namun wisata Lappa Laona belum sepenuhnya
memiliki fasilitas yang diinginkan pengunjung, karena wisata Lappa
Laona baru diresmikan pada tanggal 13 Mei 2018, sehingga fasilitasnya
masih kurang yang disediakan oleh pemerintah. Jarak tempuh untuk
menuju ke lokasi wisata sekitar 50 kilometer dari kota Barru. Waktu yang
dibutuhkan untuk sampai di bukit Lappa Laona dari kota barru sekitar satu
jam.
Saat sampai di Lappa Laona, wisatawan akan dimanjakan dengan
keindahan alam yang bagus dan suasana sejuk serta hamparan padang
10
rumput yang luas dan keindahan gunung sekitar yang menyambut
wisatawan, juga akan mengobati lelahnya perjalanan. Wisata Lappa Laona
juga dimanjakan dengan sejumlah fasilitas yang menarik dan berkesan,
diantaranya camping ground, spot selfie seperti mountain bike park dan
uno stones. Dan wisata Lappa Laona juga memiliki delapan fasilitas
gazebo, meski gazebo ini belum dioperasikan namun pengunjung dapat
ber selfie atau berfoto ria di tempat pariwisata (Akbar, minggu,
21/10/2018 ).
Untuk menikmati fasilitas yang tersedia, biayanya yang dikeluarkan
tak banyak dikeluarkan dari kantong wisatawan. Cukup membayar biaya
parkiran kendaraan lima ribu rupiah, pengunjung sudah bisa menikmati
fasilitas dan keindahan alam Lappa Laona. Pengunjung yang datang
berlibur diperbolehkan menginap tapi harus menyiapkan tenda kemah atau
perlengkapan sendiri untuk tidur. Namun kondisi Lappa Laona memiliki
jaringan yang tidak mendukung. Selain itu, di tempat tersebut juga masih
minim penjual makanan dan minuman, sehingga wisatawan disarankan
untuk membawa bekal sendiri.
2. Dampak Sosial Ekonomi
Dampak menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia, adalah benturan,
pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Peneliti
menyimpulkan yaitu dampak merupakan suatu hal yang menimbulkan
pengaruh dan akibat pada lingkungan pariwisata Lappa Laona baik dalam
pengaruh positif maupun negatif terhadap masyarakat. Pengaruh positif
11
yaitu suatu hal yang memiliki perubahan kearah lebih baik, sedangkan
pengaruh negatif yaitu suatu yang dapat menimbulkan kesempatan dalam
mencari keuntungan pribadi. Seperti adanya objek wisata Lappa Laona di
Desa Harapan dapat memberikan dampak pada masyarakat Desa Harapan.
Dampak yang dapat timbul tentunya dampak sosial dan ekonomi
masyarakat.
Dampak sosial merupakan suatu perilaku manusia terhadap lingkungan
masyarakat secara langsung terlibat pada pariwisata dengan wisatawan.
Sedangkan dampak ekonomi yaitu suatu usaha yang dilakukan manusia baik
secara individu atau kelompok dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Objek wisata Lappa Laona dapat memberikan peluang pada masyarakat
untuk mendorong membuka lapangan kerja. Seperti membuka warung-
warung makan, toilet, gazebo dll. Karena para wisatawan juga membutuhkan
konsumsi, toilet, tempat peristirahatan dll, selama melakukan aktivitas
kemping, berkemah atau berlibur. Dibukanya rumah warung-warung makan
atau tempat-tempat peristirahatan dapat juga membuka peluang lapangan
kerja pada masyarakat sekitar objek wisata.
3. Objek Wisata
Pariwisata berasal dari bahasa sansakerta yang terbagi menjadi dua
suku kata yaitu, pari dan wisata. Pari merupakan banyak, berkali-kali,
berputar-berputar, sedangkan wisata suatu perjalanan atau bepergian. Jadi
pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali
12
atau berkeliling. Sedangkan menurut undang-undang No. 10 tahun 2009
bahwa pariwisata bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,
tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Adanya objek wisata ini dapat
menambah pendapatan masyarakat dengan membuka usaha kecil-kecilan di
sekitar Lappa Laona.
Lappa Laona sebagai objek wisata yang menarik dikunjungi oleh
banyak orang dan berada pada bukit yang bagus untuk melakukan
perjalanan atau refreshing dengan suasananya yang sejuk, sehingga
pengunjung bisa merasakan pemandangan yang bagus dari kentiggian bukit
Lappa Laona yang ada di Sulawesi Selatan dan juga dapat beraktivitas
seperti berkemah, kemping, mengambil gambar, dll. Sehingga masyarakat
sekitar dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan perekonomian,
masyarakat mulai mengembangkan objek wisata Lappa Laona dan dapat
membangun berbagai macam fasilitas seperti: warung makan, mushola dan
gazebo sekitar Lappa Laona.
B. Kajian Teori
1. Teori perubahan sosial
Menurut Kingsely Davis (Soerjono Soekanto 2013: 262)
mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat. Perubahan yang terjadi pada
pariwisata dapat melibatkan masyarakat setempat dengan berdagang
dikawasan ini. Namun belum tertata secara struktural mengakibatkan
ketidak aturan dalam jual beli di objek wisata.
13
Maclever (Soerjono Soekanto 2013: 263) perubahan-perubahan
sosial dikatakannya sebagai perubahan terhadap keseimbangan
(eqiuilibrium) hubungan sosial. Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto
2013: 263) mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi
dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-
perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,
ideology maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan
baru masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat dengan adanya
objek wisata dapat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-harinya.
Karena masyarakat sebelum berdagang di Lappa Laona mereka
mendapatkan penghasilan dari hasil petani dan berkebun. Dengan adanya
obyek wisata ini masyarakat memiliki perubahan dalam pendapatan
sehari-harinya.
Selo Soemardjan (Soerjono Soekanto 2013:263) perubahan-
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya
nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Dalam proses pembentukan objek wisata ini belum efektif
secara struktur pada pengelola sehingga mengakibatkan terjadinya
renggang komunikasi antara masyarakat dalam membangun objek wisata
dengan pihak pengelola. Karena adanya covid-19 ditengah-tengah
masyarakat mengakibatkan pembentukan pengelolaan pada objek wisata
tertunda (Kaharuddin, 2019: 54).
14
2. Teori konflik perspektif lewis coser
Coser menggambarkan konflik sebagai perselisihan mengenai
nila-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan
sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Pihak-
pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh
barang yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan, atau
menghancurkan lawan mereka. Lebih lanjut Coser menyatakan,
perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu, kumpulan
(collectivities), atau antara individu dan kumpulan. Bagai manapun
konflik antar kelompok maupun yang intra kelompok senantiasa ada
ditempat orang hidup bersama. Coser juga menyatakan, konflik itu
merupakan unsur interaksi yang penting, dan sama sekali tidak boleh
dikatakan bahwa konflik selalu tidak baik atau memecah belah ataupun
merusak. Konflik bisa saja menyumbang banyak kepada kelestarian
kelompok dan memperarat hubungan antara anggotanya. Seperti
menghadapi musuh bersama dapat mengintegrasikan orang, menghasil
kan solidaritas dan keterlibatan, dan membuat orang lupa akan
perselisihan intern mereka sendiri (Sutaryo, 1992: 39 dalam Wirawan,
2012: 83).
Seperti yang kita lihat di atas penulis dapat mengaitkan teori ini
dengan penelitian yang saya teliti yaitu Dampak Sosial Ekonomi Objek
Wisata Lappa Laona Kabupaten Barru. Dengan mengembangkan
pembangunan objek wisata untuk membuka lowongan kerja pada
15
masyarakat sekitar Lappa Laona. Agar pendapatan masyarakat dapat
meningkat sebagai perekonomian sehari-hari. Objek wisata Lappa Laona
ini dapat memberikan dampak pada masyarakat untuk meningkatkan
pendapatannya dan juga dapat menghasilkan usaha pada kesempatan
kerja yang dibangun di objek wisata.
3. Teori Pilihan Rasional
Teori pilihan rasional berada dalam tataran middle range theory
yang berlandaskan kepada teori umum (grand theory), yakni tindakan
rasional yang digagas oleh Max Weber. Berlandaskan grand theory dari
Weber mengenai rasionalitas atau lebih spesifiknya adalah tindakan
rasional, serta perspektif pilihan rasional pada tataran middle range
theory seperti yang dikemukakan oleh Coleman, maka periode waktu
terakhir ini berkembang studi-studi yang mengkaji kapital sosial secara
umum dari sudut pandang Sosiologi Ekonomi, dikaitkan dengan
pengambilan keputusan transaksi sosial ekonomi.
Oleh karenanya, berdasarkan penjelasan di atas maka dalam
tindakan rasional ada beberapa kata kunci yang harus dikaitkan satu
dengan yang lainnya, yakni aktor (yang diasumsikan rasional); pilihan
dari beragam sumber yang tersedia; penguasaan atas sumber-sumber itu
oleh si aktor: dan kepentingan pribadi. Dengan demikian timbul
pertanyaan mengapa Coleman tidak mengacu kepada pemikiran
Fungsionalisme Struktural dalam menjelaskan teori pilihan rasional. Hal
16
ini tidak terlepas dari kritiknya terhadap aliran yang berupaya
menjelaskan kapital sosial hingga dekade 1980-an.
Kritik yang dikemukakan adalah mengenai cacat yang sangat fatal
bagi perkembangan teori yang tidak mempertimbangkan atau
mengabaikan aktor yang memiliki dalam tanda petik “mesin tindakan”.
Kritik itu ditujukan kepada aliran sosiologi yang menganggap aktor itu
dibentuk oleh lingkungan (sistem atau struktural), bersifat pasif, serta
tidak memiliki kekuatan dari dalam untuk menentukan tindakannya.
Faktanya dalam dunia sosial tidaklah demikian. Menurut Coleman,
individu manusia bukan hanya sekedar tempat ataupun media bagi
bekerjanya suatu struktural sosial. (Ketut, 2011:58-59)
Pembangunan objek wisata Lappa Laona dapat melibatkan tenaga
kerja terhadap masyarakat untuk mengembangkan pembangunan wisata
dalam membuka lowongan kerja. Dengan adanya pembangunan wahana
diharapkan untuk menambah daya tarik pengunjung ke Lappa Laona
agar pendapatan meningkat.
Dengan ini objek wisata memiliki struktur lembaga pengelolaan
dalam mengembangka objek wisata seperti, pengelola karcis, pengelola
wahana-wahana, pembersih. Dengan adanya struktur lembaga pengelola
akan membentuk hubungan interaksi pada masyarakat terhadap objek
wisata.
17
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir yang akan dilakukan dalam penelitian ini merupakan
alur berpikir peneliti dalam penelitian. Dan kerangka pikir ini akan disusun
sesuai permasalahan pokok yang telah ditentukan dengan mengunakan teori
yang ada kaitannya dengan permasalahan pokok penelitian. Pada penelitian
yang dilakukan ini untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan objek
wisata dan dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa Laona.
Pada variabel perkembangan tempat wisata dapat didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang menggambarkan bagaimana proses pembentukan
sebuah tempat wisata yang ada di suatu daerah. Perkembangan tempat wisata
dapat diketahui berdasarkan keadaan tempat wisata sebelum pengembangan
dan sesudah pengembangan. Adapun indikator yang dipakai dalam variabel
perkembangan tempat wisata meliputi luas lahan, jumlah pengunjung, SDM
pengelola tempat wisata dan fasilitas di dalam tempat wisata. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pariwisata Lappa Laona yang ada di desa harapan dilihat
sebagaimana kemajuan yang dimiliki dan dampak sosial ekonominya.
18
Bagan 1. Kerangka Pikir
D. Penelitian Relevan
Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh:
1. Ulfatun Nahriyah (2015) dalam judul Kajian Daya Objek Wisata Pantai
Suwuk Sebagai Sumber Pembelajaran IPS Kelas VIII Di SMP Negeri 2
Puring Kabupaten Kebumen Tahun 2014/2015”
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya tarik objek wisata Pantai
Suwuk meliputi daya tarik wisata alam dengan kenampakan alam yang
sangat indah, penggunaan lahan yang sebagian besar adalah lahan pertanian,
daya tarik wisata sosial dan budaya dari aspek tradisi, aspek adaptasi dan
sejarah pantai suwuk, daya tarik minat khusus dari kegiatan agrowisata di
sekitar objek wisata Pantai Suwuk dapat dilihat dari aspek pendapatan,
Obyek wisata Lappa Laona
Proses Pembentukan
obyek wisata
Dampak Sosial ekonomi
Hasil
Positif Negatif
19
kegiatan ekonomi dan produk unggulannya. Berdasarkan hasil penelitian
tanggapan pengunjung objek wisata Pantai Suwuk, daya tarik wisata alam:
80,25% (tinggi), daya tarik wisata sosial budaya: 62,5% (sedang), dan daya
tarik minat khusus sebesar 63,125% (tinggi) sedangkan hasil dari
keseluruhan daya tarik objek wisata Pantai Suwuk 71,5% (tinggi). Hasil
wawancara, guru setuju bila daya tarik objek wisata Pantai Suwuk dikaitkan
dengan materi-materi IPS SMP kelas VIII dan dapat dijadikan sebagai
sumber pembelajaran IPS kelas VIII dan berdasarkan tanggapan siswa
diperoleh hasil 91,85% termasuk dalam kategori tinggi.
2. Difa Rizqa Anestya (2015) dalam judul Komodifikasi Kebudayaan
Tionghoa Pada Komunitas Pecinan Desa Karangturi Dalam Menunjang
Sektor Pariwisata Di kabupaten Rembang”
Adanya perkembangan zaman dan perkembangan pariwisata
menjadikan kebudayaan Tionghoa yang pada mulanya hanya dinikmati oleh
masyarakat Tionghoa menjadi dipublikasikan ke masyarakat luas.
Kebudayaan Tionghoa di Desa Karangturi Kecamatan Lasem Kabupaten
Rembang dijadikan sebagai salah satu aspek pariwisata di Kecamatan Lasem
Kabupaten Rembang sehingga hal tersebut menyebabkan munculnya
komodifikasi kebudayaan. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1)
Mengetahui bentuk kemasan wisata yang dilakukan terhadap pola hidup
masyarakat Tionghoa di Desa Karangturi Kecamatan Lasem Kabupaten
Rembang, (2) Mengetahui apa saja faktor pendorong dan penghambat
komdodifikasi kebudayaan Tionghoa di Desa Karangturi Kecamatan Lasem
20
Kabupaten Rembang, (3) Mengetahui implikasi terhadap perkembangan
kebudayaan Tionghoa dan perkembangan pariwisata di Desa Karangturi
Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.
3. Amal Rizqi Aziz (2016) dalam judul Pengembangan Kawasan Pantai
Larangan Sebagai Objek Wisata Bahari (Studi Kasus Di Desa Munjung
Agung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal)”
Pengembangan dilakukan bertujuan memberikan nilai-nilai yang
positif bagi masyarakat dari yang tidak baik menuju ke arah yang lebih baik.
Tujuan penelitian: 1). Mengetahui alasan masyarakat membuka pantai
Larangan sebagai tempat wisata. 2). Mengetahui peran masyarakat dalam
pengembangan objek wisata pantai Larangan di Kabupaten Tegal. 3)
Mengetahui apa saja hambatan yang dialami masyarakat dalam
pengambangan pantai Larangan.
Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif. Informan
utama dalam penelitian ini adalah pedagang, tokoh masyarat dan masyarakat
yang ada di sekitar Pantai Larangan. Teknik pengumpulan data penelitian
dan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan
adalah analisis data miles dan Huberman. Keabsahan data dalam penelitian
ini adalah triangulasi data. Penelitian ini mengunakan konsep partisipasi.
4. Nasir Rulloh (2017) dalam judul Pengaruh Kunjungan Wisata Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Objek Wisata Berdasarkan Perspektif
Ekonomi Islam (Studi Pada Masyarakat Sekitar Objek Wisata Lumbok
Resort Kecamatan Lumbok Seminung Kabupaten Lampung Barat)”
21
Sektor pariwisata merupakan salah satu potensi ekonomi kerakyatan
yang perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan daerah. Hal ini dilakukan secara menyeluruh
dan merata sehingga perlu adanya pembinaan yang terarah dan terkoordinir.
Disamping itu, konsep pariwisata memberikan dampak terhadap masyarakat
sekitarnya, dampaknya yaitu menghasilkan pendapatan bagi masyarakat,
memberikan lapangan pekerjaan, meningkatkan struktur ekonomi, membuka
peluang investasi dan mendorong aktivitas wirausaha. Hal tersebut
merupakan pengaruh positif usaha pariwisata dalam meningkatkan
hubungan dengan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar objek wisata. Menurut pandangan islam kesejahteraan
masyarakat adalah merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai
kebahagian dunia dan akhirat (Falah) serta kehidupan baik dan terhormat
(al-hayah al-tayyibah).
5. Fitri Andika (2017) dalam judul Dampak Pengembangan Pariwisata
Terhadap Kesempatan Kerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Di
Pantai Labuhan Jukung, Kec. Pesisir Tengah, Kab. Pesisir Barat)”
Adanya pengembangan pariwisata di Pantai Labuhan Jukung
menunjukan dampak yang positif terhadap kesempatan kerja di Kawasan
Pantai Labuhan Jukung. Peluang/kesempatan kerja baru yang dibutuhkan
pengunjung namun belum ada di Kawasan Pantai Labuhan Jukung adalah
kios yang menjual cinderamata, spa, tempat bilas, toilet, dan rental motor
atau sepeda. Pengembangan Pariwisata syariah terdiri dari empat aspek,
22
yakni lokasi, transportasi, konsumsi, dan hotel. Namun pengembangan
Pantai Labuhan Jukung belum memenuhi kriteria pengembangan pariwisata
syariah, yaitu dari segi transportasinya. Akan tetapi baik pemerintah maupun
masyarakat selalu menjaga dan mempertahankan nilai-nilai agama dan
budaya setempat. Sedangkan usaha-usaha masyarakat yang ada di Kawasan
Pantai Labuhan Jukung telah memenuhi kriteria usaha pariwisata syariah.
6. Winda Rahmah (2017) dalam judul Dampak Sosial Ekonomi dan Budaya
Objek Wisata Sungai Hijau Terhadap Masyarakat terhadap Di Desa Salo
Kecamatan Salo Kabupaten Kampar.
Memberikan kontribusi secara langsung terhadap peningkatan
pendapatan penduduk Desa Salo. Terbukanya lapangan pekerjaan baru
karena Objek Wisata Sungai Hijau berarti sumbangsih terbesar terhadap
penurunan jumlah angka pengangguran di Desa Salo. Kebiasaan masyarakat
berubah seiring dengan meningkat dan berkembangnya Objek Wisata
Sungai Hijau sebagai destinasi wisata yang ramai disukai khalayak.
Perubahan nilai sosial ini dirasakan masyarakat sebab banyaknya nilai sosial
budaya yang dibawa pengunjung tersebut menjadi tontonan bagi kaum
muda yang masih dalam tahap perkembangan pencarian jati diri.
7. Rista Inggar Pangestuti (2018) dalam judul Respon Masyarakat terhadap
perkembangan tempat wisata hutan kota bukit pangonan (studi kasus pada
masyarakat kelurahan pajaresuk kecamatan pringsewu kabupaten
pringsewu)”
23
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon masyarakat terhadap
perkembangan tempat wisata Hutan Kota Bukit Pangonan di Kelurahan
Pajaresuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini
mengunakan metode kuantitatif tipe eksplanatori dengan jumlah populasi
sebesar 1862 Kepala Keluarga (KK) dan mengambil sampel sebanyak 95
orang yang tersebar di 4 lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara
respon masyarakat terhadap perkembangan tempat wisata dengan nilai
persamaan regresi linear sederhana sebesar Y = 1,851 + 0,426X. Hasil
perhitungan koefisien determinasi (R²) diperoleh nilai sebesar 0,693 yang
menunjukkan besarnya respon masyarakat terhadap perkembangan tempat
wisata yaitu 69,3 % dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,440 yang
berkategori sedang. Artinya masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi perkembangan tempat wisata. Sehingga harapan bagi peneliti
selanjutnya yaitu dapat melakukan penelitian sejenis dengan mengunakan
variabel atau indikator yang lain sehingga perkembangan tempat wisata
Hutan Kota Bukit Pangonan dapat menjadi lebih baik.
8. Rakhmi Safriana (2018) dalam judul Dampak sosial ekonomi pengelolaan
pariwisata pemerintah dan swasta terhadap kondisi masyarakat lokal (studi
pada objek wisata small world ketenger baturraden banyumas)”
Adanya objek wisata Small World memberikan dampak sosial
ekonomi terhadap kondisi masyarakat. Terbukti dengan terciptanya
lapangan pekerjaan, adanya kesempatan usaha, meningkatkanya
24
kenyamanan usaha, perubahan pendapatan dan berubahnya gaya hidup
masyarakat di wilayah objek wisata.
9. Rani Puspita Anggraeni (2018) dalam judul Dampak Pengembangan
Industri Pariwisata Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi
Di Pantai Embe Desa Merak Belantung Kalianda Lampung Selatan)”
Pariwisata adalah salah satu kegiatan pembangunan dengan prospek
pertumbuhan yang tinggi. Pengaruh positif dari pengembangan pariwisata
terhadap perubahan ekonomi masyarakat, terutama mata pencahariannya.
Pariwisata memberikan kesempatan pada perubahan mata pencaharian
masyarakat yang semakin luas. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan pariwisata pantai merak
belantung, mendeskripsikan dan menganalisis dampak pengembangan
wisata pantai merak belantung terhadap masyarakat sekitar. Analisis dalam
penelitian ini mengunakan reduksi data, penyajian dan kesimpulan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengembangan pantai merak belantung
berdampak kepada kehidupan masyarakat sekitar. Banyak pengunjung yang
datang mengakibatkan perputaran arus uang di desa merak belantung,
sehingga pendapatan masyarakat baik yang bekerja disektor pariwisata
maupun non pariwisata meningkat. Salah satu dampak dari pengembangan
pariwisata di merak belatung adalah bangunannya fasilitas komersial di
kawasan pariwisata, mulai dari minimarket, hotel, dan pusat oleh-oleh,
setelah itu, tingkat pendidikan masyarakat meningkat dengan semakin
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif dengan pendekatan riset fenomenologi. Dan peneliti
mengungkapkan atau menjelaskan bagaimana proses pembentukan objek
wisata Lappa Laona dan bagaimana dampak sosial ekonomi objek wisata
Lappa Laona. Alasan memilih jenis dan pendekatan ini untuk menggambarkan
dan mendeskripsikan lebih dalam proses pembentukan objek wisata bukit
Lappa Laona yang ada di desa harapan. Penelitian kualitatif dapat
mendeskripsikan data dari hasil observasi, wawancara dalam mengumpulkan
data. Penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang mengungkapkan suatu
gejala yang dialami atau dirasakan oleh peneliti. Fenomena merupakan suatu
fakta yang terjadi di lapangan dan menggambarkan permasalahan berdasarkan
data yang diperoleh oleh peneliti.
Pendekatan kualitatif menurut Santana (dalam Anita (2016:3)
menyatakan bahwa proses dalam mencarian gambaran data dari konteks yang
terjadi secara langsung sebagai upaya melukiskan peristiwa seperti kenyataan,
yang berarti terdapat berbagai kejadian, seperti mereka terlibat pada perspektif
(peneliti) yang partisipatif dalam berbagai kejadian, serta dapat mengunakan
pendikduksian dalam gambaran fenomena yang diamatinya”. Pendekatan
27
kualitatif merupakan suatu pendekatan yang memfokuskan pada proses
pencarian gambaran data.
Pendekatan penelitian ini dalam penelitian kualitatif deskriptif yaitu
pendekatan Riset Fenomenologi. Alasan peneliti mengambil pendekatan riset
fenomenologi yaitu untuk memahami dan mendalami yang terkait dengan
proses pembentukan objek wisata Lappa Laona di Kabupaten Barru.
Penelitian fenomenologi digunakan untuk mengungkapkan pengalaman suatu
individu. Penelitian fenomenologi merupakan suatu pendekatan yang
dilakukan peneliti dengan partisipan agar partisipan bersedia menceritakan
atau mengungkapkan pengalaman-pengalaman yang dialami secara detail dan
peneliti dapat mendengarkan cerita pengalaman partisipan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Harapan, Kecamatan Tanete
Riaja Kabupaten Barru. Alasan peneliti memilih lokasi wisata Lappa Laona
sebagai objek penelitian karena adanya pembangunan objek wisata
dibangun di Desa Harapan, Kabupaten Barru, agar masyarakat sekitar bisa
membuka lembaran baru dalam beraktivitas di sekitar bukit Lappa Laona.
Dan dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan perekonomian masyarakat
sekitar Lappa Laona.
Wisata Lappa Laona terletak di lokasi Kabupaten Barru dan berada
di kawasan Dusun Waruwue yang sudah lama dikenal masyarakat
sekitar wisata Lappa Laona. Namun baru-baru ini baru digemari banyak
28
orang untuk berkunjung/rekreasi di kawasan Lappa Laona. Wisata Lappa
Laona ini berjarak 60 km dari kota Barru dan membutuhkan waktu
tempuh sekitar 1 jam perjalanan jika kondisi perjalanan normal. Objek
wisata Lappa Laona terbentuk secara alami sejak dulu kemudian
dikembangkan oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) untuk
memenuhi proses pengembangan objek wisata yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat sekitar.
2. Waktu Penelitian
N
o Jenis Kegiatan
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Pengusulan
Judul
2. Penyusunan
Proposal
3. Konsultasi
Pembimbing
4. Seminar
Proposal
5. Pengurusan
Izin Penelitian
6. Penelitian
7. Konsultasi
Pembimbing
8. Seminar Hasil
C. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini dapat menentukan informan dengan cara sengaja
untuk memudahkan peneliti mengambil sampel dari sumber data. Sumber data
yang dimaksud ini yaitu orang tersebut bisa memberikan informasi terkait apa
diharapkan sesuai dengan kriteria ditentukan oleh peneliti. Dan bersedia
memberikan informasi mengenai dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa
29
Laona. Karena adanya COVID-19 maka peneliti mendapatkan informasi
dengan cara melalui kontak WhatsApp/ telepon. Dalam penelitian ini dapat
meliputi tiga macam informan yang dapat ditentukan yaitu:
1) Informan kunci, yaitu mereka mengetahui dan memiliki informasi pokok
yang diperlukan saat penelitian, dalam hal ini Kepala Desa, Kepala Dusun.
2) Informan ahli, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam objek
wisata Lappa Laona, yaitu pengelola, masyarakat yang berdagang sekitar
objek wisata.
3) Informan utama, yaitu peneliti sendiri yang akan terjun di lapangan
penelitian.
Informan dalam kriteria penelitian ini adalah untuk mendapatkan
informasi yang diinginkan yang dapat menjawab tentang pertanyaan peneliti
mengenai dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa Laona. Dan peneliti
dapat menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan informan
agar lebih mudah untuk mendapatkan informasi yang diinginkan peneliti
dengan mempertimbangkan karakteristik data yang diperoleh.
D. Fokus Penelitian
Penelitian ini dapat fokus untuk mengetahui bagaimana dampak sosial
ekonomi objek wisata Lappa Laona. Oleh karena itu peneliti dapat
menentukan beberapa informan yang dapat memberikan informasi berkaitan
dengan objek wisata. Informan yang dapat dipilih yaitu, Kepala Desa, Kepala
Dusun, pengelola, dan masyarakat yang berdagang di sekitar objek wisata
Lappa Laona.
30
E. Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen dapat
melakukan teknik pengumpulan data seperti, observasi (lembar observasi,
kamera), wawancara (lembar pertanyaan wawancara, rekaman, notulen), dan
dokumen (catatan wawancara, buku, artikel dll). Sehingga peneliti sendiri
dapat menyiapkan yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data agar
penelitian yang dilakukan berjalan dengan baik.
F. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data utama yang akan diperoleh peneliti pada sumber yang ditentukan
dari hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat desa harapan yang
berada di kawasan objek wisata Lappa Laona. Maka data yang diperoleh
dari hasil pengamatan di lapangan dan beberapa informan sebagai berikut:
a. Kepala Desa
b. Kepala Dusun
c. Pengelola objek wisata Lappa Laona
d. Masyarakat yang berdagang sekitar objek wisata
2. Data Sekunder
Data pelengkap yang berkaitan dengan penelitian ini dapat diperoleh
dengan cara dokumentasi dan catatan langsung yang diperoleh melalui
hasil observasi.
31
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu:
a. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan secara langsung di lapangan untuk
mengumpulkan catatan-catatan yang diperoleh secara langsung.
Pengamatan yang dilakukan peneliti yaitu melakukan observasi secara
langsung di objek wisata Lappa Laona dan merasakan fenomena yang
terjadi, untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan dalam
penelitianya. Berhubung Karena adanya covid 19 sehingga peneliti
terkendala melakukan observasi di lapangan melalui pengamatan di
lapangan, maka peneliti mendapatkan informasi melalui media dan
wawancara melalui kontak telepon/WhatsApp.
b. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dalam mengumpulkan data dari
daftar pertanyaan yang sudah disiapkan oleh peneliti sesuai dengan
rumusan masalah yang ditentukan peneliti yaitu bagaimana dampak sosial
ekonomi objek wisata Lappa Laona dengan melalui wawancara kepada
kepala Desa, pengelola, masyarakat yang berdagang sekitar objek wisata.
Wawancara yang dilakukan dalam pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi melalui tanya jawab sehingga dapat memperoleh data
yang dibutuhkan oleh peneliti. Namun wawancara ini dilakukan secara
langsung dan melalui via telepon/WhatsApp karena berhubung adanya
32
COVID-19 sehingga peneliti tidak bisa secara langsung kelapangan untuk
mengumpulkan data/informasi.
c. Dokumentasi
Data pendukung yang dikumpulkan sebagai penguat data observasi
dan wawancara yang berupa gambar, dan data yang sesuai dengan
kebutuhan peneliti mengenai dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa
Laona terhadap perkembangan pembangunan yang dilakukan masyarakat
sekitar lokasi objek wisata. Dan dokumen berbentuk catatan, gambar, foto,
dll. yang dapat membantu peneliti menyusun laporan penelitian yang ingin
dicapai.
H. Teknik Analisis Data
Dalam analisis data, peneliti fokus pada dampak soaial ekonomi objek
wisata. Teknik pengumpulan data merupakan pencarian data dan penyusunan
data yang melalui dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dalam
melakukan penelitian. Penelitian ini mengunakan analisis interaktif yang
dikemukakan oleh Hiberman dan Miles. Teknik analisis ini dijelaskan oleh
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:334-343 dalam Yunita, 08), proses
analisis data ini mengunakan empat tahap yaitu:
a. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti saat kelapangan. Data
yang dikumpulkan oleh peneliti berasal dari hasil observasi, dan
wawancara terhadap masyarakat sekitar objek wisata Lappa Laona, dari
beberapa sumber. Data yang didapatkan oleh peneliti secara langsung
33
dilapangan dan melalui via telepon/WhatsApp karena berhubung adanya
COVID-19 sehingga peneliti terkendala kelapangan untuk mengumpulkan
data. Dan data yang didapatkan peneliti melalui via telepon/WhatsApp
dapat dikumpulkan menjadi satu file.
b. Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang sudah dikumpulkan oleh peneliti yang secara langsung
kelapangan dan melalui via telepon/WhatsApp dalam bentuk catatan dan
terperinci. Kemudian catatan yang sudah dikumpulkan dapat direduksi
dengan merangkum dari hasil catatan yang didapatkan dan memilih hal-
hal yang penting untuk diperoleh dalam bentuk data. Kemudian disusun
lebih sistematis sehingga dapat mudah dipahami.
c. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dapat menunjukkan kumpulan data dalam bentuk
catatan singkat atau informasi yang didapat, untuk mudah memahami apa
yang terjadi dilapangan. Dalam penyajian data ini berupa teks mengenai
dampak sosial ekonomi objek wisata melihat gambaran secara keseluruhan
dari data yang dikumpulkan.
d. Penarikan Kesimpulan (Conclusions drawing/verifying)
Suatu proses untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian
sehingga dapat ditentukan saran dan masukan agar mudah menyelesaikan
masalah dalam penelitian.
34
I. Teknik Keabsahan Data
Untuk memperoleh keabsahan data dari penelitian tentang dampak sosial
ekonomi objek wisata adalah dengan triangulasi. Hal ini dilakukan untuk
menganalisis data hasil penelitian yang berupa hasil wawancara dan observasi
melalui cek ulang dari berbagai informan.
a. Triangulasi Sumber dilakukan dengan menanyakan pertanyaan yang sama
pada informan yang berbeda mengenai dampak sosial ekonomi masyarakat
objek wisata Lappa Laona.
b. Triangulasi teknik dilakukan dengan melakukan observasi langsung
setelah melakukan wawancara dari berbagai informasi seperti data tentang
dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa Laona.
c. Triangulasi waktu dilakukan untuk pengecekan hasil wawancara observasi
sehingga peneliti melakukan wawancara 3-5 orang informan dalam waktu
yang berbeda dan melakukan observasi dalam secara berkala.
J. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta izin
terlebih dahulu pada informan sebelum melakukan wawancara atau
mengambil gambar informan dan menjaga kerahasiaan informan.
35
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian
Pada tahun 1961 Desa Harapan berasal dari Desa Lajoangin, yang di
nahkodai Oleh Bapak DG. Kambo selama 3 tahun dan pada tahun 1964 di
adakanlah pemilihan kepala Desa yang pertama yang terpilih pada saat itu
adalah Bapak H. Malik. R dari Kelurahan Lompo Riaja beliau memimpin
selama 24 tahun namun menjelang 2 tahun kepemimpinannya Menrong dan
tompo lemo-lemo keluar dari wilayah desa Libureng sehingga Kepala Desa
yang terpilih yaitu H. Malik. R menggabungkan wilayah tersebut Ke Desa
Lajoangin dan pada saat itu pula Desa Lajoangin Diubah Namanya menjadi
Desa Harapan dalam artian “bahwa masyarakat selalu berharap selalu ada
Harapan kedepan yang lebih baik” dan kantor Desa pun dipindahkan
pemilihan Kepala Desa yang keDua kalinya dan terpilih pada saat itu H. Arif.
Halim yang juga berasal dari Kelurahan Lompo Riaja beliau memimpin
Harapan selama 10 tahun. (Sumber, kantor Desa tanggal 14/09/2020)
Desa Harapan terbentuk karena dianggap perlu adanya pemekaran Desa
disebabkan Desa Libureng pada saat itu memiliki jangkauan wilayah terlalu
luas sehingga tata kelola Pemerintahan, Pembangunan, serta Pelayanan dan
pengawasan Pemerintah Desa sulit terjangkau, awalnya dibentuklah
Persiapan Pemekaran Desa dengan menamakan Desa Persiapan Lajoangin,
setelah menjadi Desa Definitif dinamakanlah Desa Harapan, dikatakan Desa
36
Harapan karena awalnya Desa ini Cuma 4 Dusun yaitu Dusun Menrong,
Dusun Lajoangin, Waruwue, Dusun Ammerung dan Dusun Ampiri pada
tahun 1994 terjadi lagi pemekaran Desa yaitu Desa Harapan terbagi 2 yaitu
Desa Harapan dan Desa Bacu-Bacu sehingga 2 Dusun terpisah dari Desa
Harapan kemudian masuk menjadi wilayah Desa Bacu-Bacu sehingga Desa
Harapan tinggal 4 Dusun yang menjadi wilayah binaanya:
Adapun Luas Wilayah Desa Harapan adalah 53.10 Ha Dengan Batas Wilayah
Yaitu:
Sebelah Utara : Desa Anabanua
Sebelah Selatan : Desa Bacu-Bacu
Sebelah Timur : Desa Gattareng Ka. Soppeng
Sebelah Barat : Desa Libureng
Untuk lebih jelasnya berikut silsilah Kepada Desa yang pernah memimpin
desa Harapan dari zaman dahulu sampai saat ini :
1. DG. KAMBO. Periode Tahun 1961-1963 (Pejabat)
2. H. MALIK. R Periode Tahun 1964-1998 ( Definitif)
3. H.ARIF. HALIM Periode Tahun 1989-1998 (Definitif)
4. NAHIRUDDIN Periode Tahun 1999-2001 (Pejabat)
5. SUKARDIMAN Periode Tahun 2001-2006 (Definitif)
6. H. NAHIRUDDIN. Periode Tahun 2007-2012 (Definitif)
7. DRS. H. SYARIFUDDIN T. Periode Tahun 2013-2016 (Pejabat)
8. LUKMAN HASI, SE Periode Tahun 2017-2023 (Definitif)
(Sumber, kantor Desa tanggal 14/09/2020)
37
Wilayah Desa Harapan terangkum dalam wilayah Kecamatan Tanete Riaja
Pada Tahun 1961.
Pada tahun 90an wisata Lappa Laona sudah ramai dalam 2 kali setahun
saat habis lebarang. Masyarakat berbondong-bondong ke Lappa Laona untuk
berfoto-foto dan juga cari jaringan karena jaringan di sana belum bisa
tejangkau seperti desa yang lain. Lappa Laona dapat terkenal karena adanya
dulu mobil outprut yang diadakan oleh anaknya bapak bupati yang bernama
Andi sahaluddin Rum. Karena masyarakat tidak pernah mengekspor foto-foto
dan disitu juga saat mulai canggih alat elektronik seperti hp dan jaman-
jamannya Facebook pada tahun 2008. Dan pada tahun 2012 pemerintah mulai
melirik di Lappa Laona dan mengembangkan menjadi wisata. Pada akhirnya
2018 mulai terkelolah dan membangun wahana-wahana sekaligus
meresmikannya. Kemudian tahun 2019 dibangunlah mushola dan pada tahun
2020 dibangun juga gazebo. (Sumber, Wawancara Dewantara, 14/09/2020)
B. Letak Geografi
Desa Harapan terletak di Daerah Wilayah Kecamatan Tanete Riaja
dengan luas wilayah 53.10 Ha/m2 dan objek wisata Lappa Laona terletak di
Dusun Waruwue dengan luas wilayah 20 hektar dan jarak tempuh dari ibu
kota Barru ke Lappa Laona 60 km. Desa Harapan terdiri dari 6 Dusun, 19
RT, Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru. Dengan batas wilayah sbb:
Batas Desa/kelurahan Kecamatan
Sebelah utara Desa Anabanua Barru
Sebelah selatan Desa Bacu-Bacu Pujananting
Sebelah timur Desa Gattareng Marioriwawo Kab. Soppeng
Sebelah barat Desa Libureng Tanete Riaja
Table. 4.1 batas wilayah Desa Harapan.
38
Secara visualisasi, wilayah administratif dapat dilihat dalam Peta
Wilayah Desa Harapan Sebagai berikut;
Gambar. 4.1 Peta Desa Harapan
(Sumber, kantor Desa tanggal 14/09/2020)
C. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Harapan termasuk kurang padat atau padat jika
dibandingkan dengan luas wilayah desa. Hal ini dapat dilakukan pada tahun
2016, tercatat jumlah penduduk Desa Harapan sekitar 3.924 jiwa dengan
perbandingan laki-laki 1.944 jiwa dan perempuan sebanyak 1980 jiwa.
Penduduk Desa Harapan merupakan salah satu aset desa dalam pelaksanaan
pembangunan. Hanya saja sumber manusia masyarakat belum memadai
karena rendahnya pendidikan, sehingga harapan untuk mengubah pola pikir
masih renda. Jumlah penduduk Desa Harapan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini. (Sumber, kantor Desa tanggal 14/09/2020)
39
Keadaan penduduk yang tinggal di Desa Harapan terbagi menjadi dua
jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Jumlah penduduk Desa Harapan
dapat dilihat sebagai berikut:
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)
1 Laki-laki 1889
2 Perempuan 1942
Total 3831
Table. 4.2 jumlah penduduk Desa Harapan
Sumber : Sensus Penduduk Profil Desa Harapan Tahun 2020
D. Keadaan Pendidikan
Keadaan pendidikan di Desa Harapan yang dimiliki rata-rata mayoritas
pendidikan tamat SD. Di Desa Harapan memiliki 5 kelompok bermain
sehingga keberadaan anak-anak yang usia dini dan tempat bermainnya.
Terdapat 2 sekolah dasar Negeri, Sekolah Dasar Inpres 5 sekolah dan 2
Madrasah Ibtidaiyah di Desa Harapan. Sekolah lanjut tingkat pertama di Desa
Harapan memiliki 3 bangunan. Sedangkan sekolah lanjut tingkat atas belum
ada, sehingga yang melanjutkan pendidikanya ke jenjang SMA harus keluar
Desa ada yang memiliki ke ibu kota Kecematan Tanete ke Kabupaten dan ada
juga yang melanjutkan pendidikannya di pesantren. (Sumber, kantor Desa
tanggal 14/09/2020)
40
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kesimpulan Hasil Penelitian
1. Dampak Sosial Objek Wisata Lappa Laona di Era Covid-19
Dampak sosial objek wisata sangat berdampak pada masyarakat
yang berdagang di Lappa Laona. Karena masyarakat berinisiatif
membuka usaha kecil-kecilan untuk menambah pendapatan sehari-
harinya. Dengan ini memiliki perubahan yang terjadi pada objek wisata
dapat melibatkan masyarakat setempat untuk berdagangan dikawasan ini.
Namun objek wisata Lappa Laona masih dalam proses pembentukan
mengakibatkan masyarakat tidak tertata secara struktural oleh pemerintah
sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli. Objek wisata Lappa
Laona berbentuk secara alami yang dikembangkan oleh BUMDES
(Badan Usaha Miliki Desa) sebagai daya tarik pariwisata dan sumber
pendapatan masyarakat.
“Lappa Laona ini terbentuk secara alami dan masih dalam
kawasan hutan korupsi yang dikelola oleh badan milik desa.
Banyaknya orang yang datang berkunjung di kawasan ini,
pemerintah melihat potensinya yang ada sehingga mengakibatkan
mendorong untuk dikembangkan.” (D.1/Observasi/08/09)
Pembangunan objek wisata ini terbentuk secara alami sudah sejak
lama namun melihat potensinya banyaknya pengunjung yang datang
berkunjung mengakibatkan pemerintah mendorong keinginan untuk
mengembangkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar
41
objek wisata ini. Sehingga dibentuklah pembangunan ini untuk sebagai
pendapatan ekonomi masyarakat.
a. Dinamika Masyarakat di Objek Wisata Era Covid-19
Hubungan sosial masyarakat dengan objek wisata ini memiliki
interaksi sangat baik. Karena dengan adanya objek wisata Lappa Laona
ini bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk membuka lembaran yang
baru dalam menambah pendapatan sehari-harinya. Namun tidak
disadari dengan adanya objek wisata juga melibatkan konflik pada
masyarakat di bagian distribusi karena sama-sama ingin mendapatkan
posisi yang sama dalam mengelola dibagian distribusi.
Dinamika masyarakat di objek wisata Lappa Laona di tengah
pandemik covid-19 mengakibatkan terjadinya renggang komunikasi
antara masyarakat dalam membangun objek wisata dengan pihak
pengelola.
“objek wisata ini belum terstrukturnya pengelola dengan baik
sehingga mengakibatkan renggang komunikasi terhadap
masyarakat dalam membangun.” (D.1/Observasi/08/09)
Pembangunan objek wisata ini belum terstrukturnya yang efektif
dalam pengelola mengakibatkan pola komunikasi masyarakat jarang
berinterakasi pada pengelola. Pengelola objek wisata ini pada masyarakat
yang berdagang memiliki komunikasi yang renggang dalam membangun
tanpa berdiskusi dengan masyarakat dia tetap bekerja.
Hadirnya objek wisata ini mengakibatkan interaksi pengelola
dengan masyarakat tidak baik karena pola komunikasi antara pengelola
42
tidak bekerjasama dalam mempertimbangkan pengelola objek wisata
sehingga penataan perdagangan tidak teratur. Dengan hasil wawancara
yang sama diutarakan oleh bapak (DT/ 20/09/2020) berikut:
Masyarakat dengan pengelola renggang komunikasi, pengelola
bekerja saja tanpa meminta pertimbangan dari masyarakat disini.
Tidak memberi izin pada masyarakat disini tanpa berdiskusi. Tapi
mulai sekarang itu karena pemuda sudah mendorong untuk
pengundian pengelola, koordinasi dengan masyarakat. Saya lihat
sudah mulai saat ini itu sudah, bahkan kedepannya itu kita
melakukan musyawara untuk pengembangan wisata Lappa Laona.
(D.4/WW/AR/L)
Belum terstrukturnya pengelola mengakibatkan terjadinya konflik
pada masyarakat karena tidak bekerjasama dalam mempertimbangkan
pengelolaan objek wisata sehingga penataan perdagangan tidak teratur.
Bentuk-bentuk dampak sosial di objek wisata terhadap masyarakat, yaitu
salah satunya covid-19 karena ditutupnya objek wisata sehingga proses
struktur pengelolaan wisata tertunda dan mengakibatkan belum efektif
pengelolaanya. Dengan hasil wawancara yang sama diutarakan oleh
bapak (DT/ 20/09/2020) berikut:
Tidak ada, karena mungkin itu belum adanya pengelola yang jelas
sebagaiamana tertera dalam sebuah sk, secara kan pengelola ini
per rt dia, belum ada yang kayak strukturnya secara organisasi
sebelum, sekaran masih tahap rintisan, karena itu mi. Salah satu
dampaknya itu karena covid ini, karena munking sebenarnya
seandainya belum ada covid yeah mungkin dari kemarin-kemarin
pengeelolaannya sudah efektif sebenarnya. Karena dari sejak
kemarin-kemarin sudah direncanakan tapi dengan tiba-tiba adanya
ini covid yeah terkendala mi semua. (D.2/WW/ DT/L)
Pada masyarakat yang berdagang di objek wisata secara
menyeluruh tidak terlalu berdampak karena mereka memiliki sumber
pendapatan yang lain selain dari perdaganganya karena masyarakat
43
sekitar objek wisata ini mayoritas petani dan perkebunan. Mereka yang
berdagang di objek wisata ini untuk menambah pendapatan sehari-
harinya. Objek wisata Lappa Laona masih proses pembentukan dan
masih tahap rintisan sehingga belum adanya pengelola yang jelas dan
tidak strukturnya dalam penataan dalam pengelolaan wisata. Dengan
hasil wawancara yang sama diutarakan oleh bapak (DT/ 20/09/2020)
berikut:
Pemerintah melarang, dulu yeah pada saat covid itu artinya lagi
marak-maraknya pemerintah itu melarang dibuka, pemerintah ini
bahwa pengelola menutup sementara objek wisata. Melarang keras
masyarakat membuka objek wisata karena persoalan jangan sampai
terjadi penularan di objek wisata. Orang kan pergi melepas penyakit
misalnya kan atau apalah intinya orang kesana itu pergi bersenang-
senang, ketika terjadi penularang kan nda baik kesanya.
(D.2/WW/DT/L)
Hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam
pengelolaan ini, interaksi masyarakat terhadap adanya wabah covid-19
mengikuti aturan protokol kesehatan dan mereka juga sempat tutup objek
wisata beberapa bulan. Disaat dibukanya kembali mereka tetap mengikuti
aturan protokol kesehatan seperti mengunakan masker, cek suhu tubuh
pengunjung sebelum masuk, dan sering mencuci tangan untuk menjaga
penularan di objek wisata.
b. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembentukan Objek Wisata
Lappa Laona
Dalam pengembangan objek wisata ini memiliki potensi daya
tarik agar wisatawan yang berkunjung nyaman menikmati keindahan
alam dan fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh pemerintah untuk
44
meningkatkan pendapatan daerah seperti, gazebo, flying fox, spot foto.
Dalam hal ini masyarakat tidak di libatkan dalam pembentukan objek
wisata.
Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan saya melihat,
masyarakat yang dipanggil dalam menata pembangunan yang
dibangun pada objek wisata. Seperti memperbaiki fasilitas yang
dibangun, perjalanan masuk ke objek wisata.
(D.1/Observasi/08/09)
Setiap objek wisata tentunya dapat memerlukan penataan yang baik
agar daya tarik pengunjung semakin banyak. Dalam penataan ini
masyarakat yang di libatkan untuk merenovasi yang dibutuhkan di objek
wisata, dengan ini masyarakat juga memiliki pendapatan lain selain dari
hasil pertanian dan kebun nya. Dengan adanya objek wisata ini di tengah
masyarakat, mereka bisa mendapatkan penghasilan dari objek wisata.
Objek wisata ini terdapat pembentukan dalam pembangunan,
namun masyarakat tidak dirumuskan dalam pembentukan ini karena
belum terstrukturnya pengelola. Masyarakat nantinya terima jadi dalam
pembentukan objek wisata yang sudah dibentuk oleh Badan Usaha Milik
Desa (BUMDES). Dari hasil wawancara (LH/ 29/09/2020) sebagai
berikut:
“Ini kan Lappa Laona masih kawasan hutan korupsi, dikelola
melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), dan sementara
mengurus di pemerintah kehutanan. Kan nanti itu di atas
semenatara dikelola kan ada bangunan di atas, adapun daya tarik
apa dan sebagainya. Nantikan kalau pemerintah sudah mengijinkan
yah baru dibentuk pengelola di atas. Masyarakat di atas tidak di
libatkan dalam perumusan ini, karena ini kan masyarakat ceritanya
terima jadi, artinya sebagai pengelola tinggal dikasih masuk kan
mami. (D.1/WW/LH/L)
45
Objek wisata Lappa Laona merupakan kawasan hutan korupsi di
Desa Harapan dan masih sementara pengurusan di pemerintah.
Pembangunan ini masih proses pembentukan pada struktur organisasi
pengelolaan sehingga untuk sementara ini masih belum efektif
pengelolaannya. Dengan adanya pembangunan ini kedepannya akan
terkelolah dengan baik di saat struktur pengelolaan nya sudah tersusun
dan sudah ada izin dari pemerintah. Pembangunan ini di bangun untuk
meningkatkan pendapatan daerah agar masyarakat sekitar juga punya
inisiatif untuk memiliki usaha kecil-kecilan di objek wisata ini.
Dengan hasil wawancara yang sama diutarakan oleh bapak (DT/
20/09/2020) berikut:
“Terbentuk secara alami sebenarnya Ndi, artinya Tanpa di libatkan
masyarakat itu artinya pemerintah ini langsung berpikir bahwa yang
ini harus dikembangkan, karena tidak terencana bahwa kita buat
wisata lalu kita perkenalkan tidak, setelah melihat potensinya “ooh
bagusnya ini kalau kita kembangkan sebagai objek wisata.”
(D.2/WW/DT/L)
Proses pembentukan Lappa Laona pada umumnya berbentuk
secara alami yang banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar sehingga
pemerintah melihat potensi yang ada dibentuklah sebagai objek wisata.
Namun, wisata ini masih kawasan hutan korupsi sehingga masyarakat
yang kelolah atas nama BUMDES dan usaha-usaha lainya di pariwisata.
Dalam keterlibatan masyarakat pada objek wisata tidak
melibatkan masyarakat dalam perumusan pembentukan objek wisata,
karena masyarakat nantinya akan menerima jadi pembangunan objek
46
wisata dalam pengelolaan untuk dikembangkan setelah melihat dari
potensi yang ada di Lappa Laona.
c. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata
Lappa Laona
Pada kriteria/prasyarat dalam keterlibatan masyarakat sebagai
pengelolah wisata tidak ada kriteria. Namun masyarakat yang sebagai
pengelolah tetap dengan mengunakan persyaratan yang ada.
Dengan adanya objek wisata di tengah-tengah masyarakat dan
melihat banyaknya pengunjung yang datang sehingga masyarakat
berinisiatif membangun usaha kecil-kecilan untuk menambah
pendapatannya yang dulunya hanya mengandalkan lahan pertanian,
perkebunan untuk mencari nafkah.
Masyarakat di libatkan di objek wisata pada saat ada
pembangunan yang di bagun, seperti adanya fasilitas yang
dibangun masyarakatlah yang dipanggil untuk menata objek
wisata. (D.2/Observasi/08/09)
Di libatkannya masyarakat pada objek wisata dapat menambah
pendapatanya dari hasil kerjanya dalam membangun fasilitas yang
dibangun pemerintah. Tapi masyarakat yang di libatkan sebagai dalam
membangun di objek wisata. Dengan ini masyarakat dapat memiliki
penghasilan lain dari sebelumnya. Seperti yang diutarakan dari hasil
wawancara oleh (DT/ 20/09/2020) berikut:
“Kalau untuk sekaragn belum, artinya karena belum terlalu efektif
pengelolaanya. Tetapi kedepannya akan ada, nanti disitu
pengelolanya minimal pake ijasa, umur juga dibatasi (umur 45
tahun kebawa) karena banyak orang yang mau, harus ada
47
persyaratan-persyaratanya sehingga yang mengelola itu terbatas
karena pengelola wisata kan nda baik kalau terlalu banyak,
apalagi kalau baru pemula begitu. Setelah ini sekarang kan sudah
ada pokdarwis istilahnya kelompok sadar wisata, cuman belum
efektif itulah yang perlu dipol api ketika sudah ada pengurus
secara resmi artinya pengurus secara resmi ini pengurus yang ada
sk nya dari kabupaten, dinas pariwisata karena untuk sementara
kan pengelolanya itu atas dasar dari desa, artinya sekarang ini
pendapatanya Lappa Laona ini kan sudah masuk di daerah cuman
belum seefektif sebagaimana yang direncanakan.”
(D.2/WW/DT/L)
Pembentukan objek wisata ini tidak memiliki kriteria yang jelas
karena struktur pengelolaan ini belum efektif. Sehingga pengelolaan
objek wisata ini untuk sementara melakukan pergiliran pengelolaan per
RT agar pengelolaan nya di objek wisata ini adil dalam masyarakat.
Namun di saat keadaan sudah kembali seperti dulu objek wisata ini
pengelolanya sudah jelas karena sudah jelas struktur organisasi
pengelolanya. Tapi untuk saat ini belum diperlakukan karena
terkendalanya dengan adanya wabah covid-19.
Dalam melibatkan masyarakat dengan mengelola objek wisata agar untuk
mengembangka objek wisata dengan mengelolah apa yang dibutuhkan
seperti merawat lingkungan, berdagang, dll. Seperti yang diutarakan dari
hasil wawancara narasumber ole Dengan hasil wawancara yang sama
diutarakan oleh bapak (LH/ 29/09/2020) berikut:
“Oh jelas di libatkan disitu, artinya ada beberapa bumdes unit ini
membentuk masyarakat dibawa sebagai pengelola karcis, pungut
sampah di dalam dan sebagainya. Tetap ceritanya bumdes cuman
bahasa kasarnya kan masyarakat terlibat.” (D.1/WW/LH/L)
48
Dalam pengelolaan objek wisata ini masyarakat terlibat dalam
pengembangan daya tarik keindahan objek wisata dan keamanan
lingkungan wisata, agar pengunjung nyaman saat berkunjung.
Masyarakat terlibat dalam pembangunan yang dibangun di objek
wisata untu mengembangka daya tarik pengunjung dan agar masyarakat
juga bisa menambah pendapatan sehari-harinya dan tetap menjaga
kelestarian lingkungan objek wisata.
a. Dampak Negatif
Adanya pembangunan pada objek wisata tentu melibatkan adanya
dampak pada masyarakat yang tidak disadari. Dampak tentunya tidak
pernah tidak terlintas dalam objek wisata yang timbul di tengah-tengah
masyarakat. Dampak yang terjadi pada objek wisata seperti kurangnya
fasilitas yang disiapkan di Lappa Laona, terjadinya konflik dilakangan
masyarakat, belum terstrukturnya pengelola objek wisata, dan adanya
wabah covid-19.
Objek wisata ini belum lengkapnya fasilitas yang disiapkan seperti
tempat sampah, wc juga belum memadai mengakibatkan objek
wisata tidak terjaga lingkungannya dengan baik.
(D.1/Observasi/08/09)
Pada awal perkembangan objek wisata ini masih belum
terstrukturnya proses pengelolaan pada pembangunan fasilitas yang
disiapkan belum efektif terhadap objek wisata. Sehingga pengunjung di
objek wisata tidak memperhatikan kebersihan pada objek wisata
mengakibatkan rumput-rumput di sekeliling objek wisata mati. Dengan
hadirnya objek wisata ini karena hamparan rumputnya yang luas dan
49
menghijau mengakibatkan mati karena banyaknya pengunjung yang
datang dan tidak menjaga kebersihan di sekeliling objek wisata.
1. Belum adanya fasilitas yang lengkap
Objek wisata ini tidak dapat dipungkiri adanya pembangunan ini
dapat merusak lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif karena
belum lengkapnya fasilitas yang disipkan oleh pengelola seperti, tempat
sampah sehingga mengakibatkan sampah terserakah di pinggir jurang.
Seperti yang diutarakan dari hasil wawancara DT berikut:
“Dampak negatif : belum adanya fasilitas yang lengkap sehingga
sampah-sampah itu agak ini di Lappa Laona, mungkin juga
rumputnya mati dengan adanya orang terlalu banyak orang.
(D.2/WW/DT/20/09/2020)
Pembangunan objek wisata Lappa Laona belum teratur
pengelolaanya dan berdampak pada lingkungan objek wisata karena
kurangnya fasilitas yang disiapkan seperti belum adanya tempat sampah
yang disiapkan. Dijadika nya Lappa Laona objek wisata karena
pemandangan dari rumput-rumput yang luas dan memiliki pemandangan
yang indah mengakibatkan pengunjung yang banyak datang. Namun
banyaknya pengunjung yang datang dan tidak terstrukturnya pengelola
sehingga rumput-rumput Lappa Laona yang dulunya indah dilihat dari
kejauhan dalam mengambil foto mengakibatkan mati karena banyak nya
pengunjung yang datang.
2. Terjadinya konflik di kalangan masyarakat
Adanya pembangunan objek wisata di tengah-tengah masyarakat
melibatkan sering terjadinya konflik antar masyarakat di setiap objek
50
wisata. Tentunya di objek wisata Lappa Loana terjadi sedikit konflik
karena ketidak kesesuaian dalam memilih posisi dalam mengelola objek
wisata.
“Perna pertama-pertama, artinya mereka saling iri kan karena
tidak adanya sentral penjualan, jadi orang mengambil posisi
masing-masing yang bahwa disinilah yang terbaik. Itu sih kirsus-
kirsus yang terjadi. Orang-orang yang menjual nantinya itu akan
diatur dengan sekian rupah bahwa tempat penjualanya itu tidak
boleh kumuh, sekarang itu mungkin agak kumu karena bambu-
bambu yang dipakai dikasih seng. Maunya kami pemerintah yeah
membuat semacam kontainer-kontainer begitu supaya lebih
modern ki dilihat dan tidak mengganggu kenyamanan keindahan
Lappa Laona.” (D.2/WW/DT/L/20/09/2020)
Pembangunan ini pada awalnya terjadi perselisihan antar
masyarakat yang berdagang karena persoalan posisi yang tidak tertata
dengan baik. Dan perselisihan ini tidak berlangsung lama dalam
masyarakat karena masyarakat sama-sama ingin mendapatkan
pendapatan agar meningkatkan ekonominya masing-masing.
Sedangkan hasil wawancara dari narasumber AR sebagai berikut:
“Biasa terjadi konflik horizontal di kalangan masyarakat karena
belum ada regulasi yang jelas dari pengelola.”
(D.4./WW/AR/L/20/09/2020)
Belum terstrukturnya pengelolaan mengakibatkan terjadinya
konflik pada masyarakat karena tidak bekerjasama dalam
mempertimbangkan pengelolaan objek wisata sehingga penataan
perdagangan tidak teratur.
3. Belum terstrukturnya pengelola objek wisata
Objek wisata ini dalam sistem pengelolaan tentunya dalam
pembangunan memiliki struktur pengelola. Namun wisata Lappa Laona
51
ini belum terstruktur sistem pengelolaanya mengakibatkan adanya
pergeseran antara masyarakat dalam pengelola dan pedagang.
Dampak sosial di objek wisata terhadap masyarakat, yaitu salah
satunya covid-19 karena ditutupnya objek wisata sehingga proses
struktur pengelolaan wisata tertunda dan mengakibat kan belum efektif
pengelolaanya. Seperti yang diutarakan DT dari hasil wawancara berikut:
“Karena mungkin itu belum adanya pengelolaan yang jelas
sebagaiman tertera yang dalam sebuah sk, secara kan pengelola
ini masih per rt dia, belum ada yang kayak strukturnya secara
organisasi belum, sekaran masih tahap inti karena itu mi. struktur
pengelolanya karena dampak covid ini itu sebenarnya, karena
mungking sebenarnya seandainya tidak ada covid yeah mungkin
dari kemarin-kemarin pengeelolaannya sudah efektif sebenarnya.”
(D.2./WW/DT/L/20/09/2020)
Belum adanya pengelola yang jelas karena belum terbentuknya
struktur organisasi pengelolaan yang efektif akibat adanya wabah covid-
19. Sehingga belum dijalankannya struktur organisasi yang jelas dari
pengelola. Saat ini objek wisata masih dalam tahap rintisan sehingga
mengakibatkan struktur pengelolaanya tidak berjalan dengan baik.
4. Adanya wabah covid-19
Dampak sosial pada objek wisata Lappa Loana ini merupakan
dampak bagi masyarakat selama adanya covid-19 karena adanya
penurunan pendapatan akibat tertutupnya sementara wisata. Masyarakat
sekitar tidak dapat beraktivitas di wisata untuk berdagan. Namu
masyarakat sekitar Lappa Laona memiliki aktivitas lain selain berdagang
di objek wisata, karena masyarakat mayoritas petani, perkebunan jadi
52
mereka tetap memiliki hasil pendapatan, tetapi masyarakat yang
berdagang ini untuk meningkatkan pendapatan sehari-harinya.
“Berdampak bagi masyarakat yang berdagang di sekitar wisata ini
karena adanya wabah covid-19. Kita tidak bisa berdagan pada
awal-awal adanya wabah covid-19. dan ditutupnya juga objek
wisata untuk mencegah penularan di tengah-tengah wisata.”
(D.2./Observasi/15/8)
Adanya wabah covid-19 ini di tengah-tengah masyarakat dapat
berdampak bagi pedagang di objek wisata karena tidak berdagang akibat
ditutupnya objek wisata pada awalnya covid-19. Masyarakat di sekitar
wisata mengalami penurunan pendapatan yang berbeda saat mulainya
berdagang di wisata Lappa Laona pada saat dibukanya kembali objek
wisata. Saat terakhir penulis berkunjung sudah mulai meningkat karena
pengunjung sudah mulai berkunjung lagi.
Objek wisata dapat memberi dampak bagi masyarakat sekitar
dalam meningkatkan pendapatan perekonomianya, namun tidak
dipungkiri akan adanya wabah covid-19 di tengah-tengah masyarakat
yang membuat resah dengan hadirnya covid-19. Dan dengan mengatasi
rasa cemas masyarakat sehingga pengelola bertindak tutupnya objek
wisata untuk menghindari penularan covid-19 pada masyarakat dengan
pengunjung yang datang. Seperti hasil wawancara narasumber RS
berikut:
“Dampak negatif : pernah pengunjung mau masuk dihalangi
masuk di objek wisata, kalau sekarang itu kalau masuk
mengunakan masker (mematuhi peraturan/protokol kesehatan,
seperti diharuskan memakai masker, cek suhu tubuh sebelum
53
masuk dan mengunakan yang dapat mencegah covid-19 dari diri
ta. (D.3./WW/RS/L/09/08/2020)
Adanya wabah covid-19 ini sangat berdampak bagi pariwisata
karena adanya pengunjung yang mau masuk tapi dihalangi karena belum
dibukanya objek wisata beberapa bulan. Untuk menghindari penularan di
tengah-tengah masyarakat pada objek wisata sehingga pengelola
sementara menutup sampai ada izin dari pemerintah.
Sedangkan hasil wawancara dari narasumber DT berikut:
“Dampak seperti pada umumnya bahwa ekonomi tersendaklah,
pendapatan masyarakat diarea wisata berkurang karena dengan
adanya pemerintah membatasi orang-orang yang datang. Mungkin
dulu pendapatannya setiap hari 400rb/bersihkan per harinya tapi
adanya covid ini jadi 100rb/perhari.”
(D.2./WW/DT/L/20/09/2020)
Pendapatan masyarakat terjadi penurunan akibat adanya wabah
covid-19 karena kurangnya pengunjung saat awal-awal dibukanya
kembali objek wisata ini. Kemudian dari hasil wawancara yang
diutarakan berikut AR berikut:
“Luar biasa dampaknya, tentu sangat terpengaruh sama
pedagang-pedagang disini, karena beberapa bulan terakhir kan
sempat ditutup ini Lappa Laona. Jadi pedagang itu tidak memiliki
pekerjaan. Masyarakat disini sebenarnya banyak aktivitasnya
karena mayoritas petani, perkebunan jadi selain disini petani.”
(D.4./WW/AR/L/20/09/2020)
Dari hasil wawancara pada narasumber di atas terdapat penurunan
hasil pendapatan sehari-hari karena terkendalanya dengan adanya wabah
covid-19, sehingga masyarakat tidak dapat melakukan perdagangan di
objek wisata akibat tertutupnya wisata beberapa bulan. Dan masyarakat
54
juga harus menjalankan peraturan protokol kesehatan untuk menjaga
penularan covid-19, seperti mengunakan masker, mencuci tangan, cek
suhu tubuh dan tentunya tetap menjaga kesehatan.
b. Dampak Positif
Pada pembangunan objek wisata tentu melibatkan adanya dampak
pada masyarakat dalam meningkatkan pendapatan sehari-harinya.
Dampak pada pembangunan ini tentunya masyarakat sekitar objek wisata
dapat membuka lowongan kerja, membuka usaha, dan perekonomian
masyarakat bertambah.
“Adanya pembangunan objek wisata masyarakat bisa membuka
usaha kecil-kecil untuk pekerjaan sampingan dan menambah
penghasilannya.” (D.3/Observasi/08/09)
Objek wisata sangat berdampak bagi masyarakat, dengan ini
masyarakat dapat membangun usaha kecil-kecilan untuk menambah
penghasilan sehari-harinya dari hasil jualannya. Masyarakat sebelum
melakukan usaha kecil-kecilan mereka memiliki hasil pendapatan dari
hasil taninya dan perkebunannya. Dengan adanya objek wisata ini
masyarakat yang berjualan di objek wisata memiliki pendapatan yang
berbeda sebelumnya.
1. Membuka Lowongan Kerja
Adanya objek wisata di Lappa Laona di tengah-tengah
masyarakat sangat berdampak dalam ekonominya. Dengan objek wisata
ini masyarakat dapat menambah ekonominya dengan berjualan di sekitar
wisata.
55
Dampak positif: bahwa ekonomi masyarakat itu meningkat,
membuka lowongan pekerjaan yang baru, mungkin masyarakat
sebelumnya hanya pekerja di sawah/kebun sekarang sudah bisa
ada kegiatan baru, apakah itu membuat lapak-lapak.”
(D.2./WW/DT/L/20/09/2020)
Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa dengan adanya objek
wisata Lappa Laona memberikan dampak positif bagi perekonomian
masyarakat yakni membuka lowongan kerja yang baru serta masyarakat
mendapat pekerjaan baru selain bekerja di sawah/kebun.
2. Membuka Usaha
Hubungan sosial masyarakat selama adanya objek wisata ini
interaksi sangat baik. Karena dengan adanya objek wisata Lappa Laona
ini bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk membuka lembaran yang
baru dalam meningkatkan pendapatan sehari-hariya. Dengan
membukanya usaha kecil-kecilan di objek wisata masyarakat dapat
mengalami perubahan pada pendapatannya. Seperti yang diutarakan oleh
hasil wawancara narasumber DT berikut:
“Alhamdulillah baik, semua masyarakat mendukung adanya objek
wisata karena kenapa dengan adanya objek wisata ekonomi
masyarakat itu meningkat yang dulunya mungkin masyarakat takut
membuat usaha-usaha mikro, seperti menjual-jual campuran kan
dengan adanya objek wisata ini masyarakat bisa berbondong-
bondong dan mereka berani memulai usaha meskipun itu usaha
kecil-kecilan. Tapi itu artinya sudah salah satu bentuk dampaknya
lah itu adanya wisata.” (D.2./WW/DT/L/20/09/2020)
Dengan hasil wawancara di atas bahwa masyarakat pada objek
wisata ini memiliki respon yang baik karena adanya objek wisata ini
mereka bisa melakukan usaha-usaha kecil-kecilan.
56
2. Dampak Ekonomi Masyarakat Objek Wisata Lappa Laona
Objek wisata Lappa Laona dapat kita melihat hamparan rumput
yang luas, melihat pemandagan pegunungan dan juga terbitnya matahari.
Wisata Lappa Laona merupakan salah satu tempat kunjungan yang
banyak dikunjungi di Kabupaten Barru untuk berlibur oleh wisatawan
dan dapat dijangkau sekitar 1 jam dari kota barru. Salah satu daya tarik
wisata Lappa Laona ini yang membuat menarik adalah hamparan rumput
yang luas. Wisata Lappa Laona memiliki fasilitas belum cukup memadai.
Lokasi wisata ini ramai pada saat akhir pekan, di musim liburan seperti
habis lebaran atau tahun baru.
Objek wisata Lappa Laona memiliki fasilitas yang disediakan
oleh pemerintah seperti gazebo/villa, warung, musholla, spot foto.
Fasilitas yang dibangun ini dapat kembangkan agar masyarakat setempat
bisa memperluas usaha lapangan pekerjaannya. Sehingga masyarakat
setempat bisa memperoleh pendapatan atau meningkatkan
pendapatannya dari objek wisata Lappa Laona.
“Ekonomi masyarakat sangat berdampak bagi masyarakat sekitar
objek wisata karena pendapatan masyarakat sebelum ada wisata
hanya di sawah, kebun dan sekarang sudah ada pencarian baru di
objek wisata.” (D.2./Observasi/20/09)
Perubahan pendapatan masyarakat memiliki peningkatang saat
adanya objek wisata karena sebelumnya hanya memiliki hasil pendapatan
dari hasil petani dan kebun nya saja. Sejak adanya objek wisata mereka
sudah mendapatkan hasil setiap hari dari hasil dagangannya, berbeda
57
dengan hasil petani dan perkebunan karena harus menunggu beberapa
bulan baru mendapatkan hasil.
a. Dampak ekonomi bagi masyarakat
Dampak ekonomi bagi masyarakat setiap objek wisata memiliki
pengaruh yang besar bagi masyarakat di sekitar area objek wisata.
Adanya pembangunan objek wisata dapat meningkatkan pendapatan
sehari-hari. Seperti yang diutarakan dari hasil wawancara narasumber
oleh (LH/29/09/2020) sebagai berikut:
“Iya jelas mereka kemarin-kemarin yeah sessah cede too tapi
selama ada wisata pangeli bale, pangeli kaluru iyah bisa. Artinya
sangat berdampak bagi masyarakat disini.”
(D.I./WW/KADES/LH/L)
Maksud dari hasil wawancara peneliti di atas bahwa masyarakat
sebelumnya kesusahan dalam menghasilkan pendapatan. Namun adanya
wisata ini mereka sudah ada pendapatan sehari-harinya. Pembangunan
objek wisata ini sangat berdampak bagi masyarakat sekitar dengan ini
mereka bisa memanfaatkannya dengan membangun usaha kecil-kecilan
untuk meningkatkan pendapatan sehari-hari. Dan hasil wawancara yang
diutarakan oleh DT berikut:
“Iyah, bahwa dulunya ekonomi masyarakat pencarian hanya
kebun, sawah sekarang sudah ada pencarian yang baru apakah
mau jadi pekerja atau menjadi pengelolah Lappa Laona kah atau
membuat lapak-lapak kah artinya dampak ekonominya lah,
ekonomi masyarakat meningkat yang dulunya masyarakat takut
memulai membuat usaha sekarang mereka sudah berani orang
ke Lappa Laona.” (D.2./W/DT/L/20/09/2020)
Objek wisata Lappa Laona ini berdampak secara ekonomi bagi
masyarakat dalam membangun usaha kecil-kecilan untuk meningkatkan
58
perekonomian. Namun secara umum masyarakat sekitar wisata memiliki
pencarian sebagai mayoritas petani, kebun. Sehingga adanya
pembangunan objek wisata ini akan melibatkan mereka membuka
lembaran baru untuk membangun usaha kecil-kecilan dalam
meningkatkan pendapatanya.
Perubahan pendapatan masyarakat selama adanya wabah covid-
19 ini terjadi perubahan pada pendapatannya karena objek wisata pernah
ditutup sementara dalam beberapa bulan. Untuk menjaga penularan covid
di tengah-tengah objek wisata. Dari hasil wawancara bapak
(AR/20/2020)
“Perubahan drastis. Baik disini wisata Lappa Laona baik juga di
luar. Seperti apa itu kak perubahan yang dialami pendapatan ta,
onsenya itu sangat menurun sekali biasanya itu 1jt seminggu pada
saat ada covid saat ini sampai 200rb apa. Bahkan saat wabah itu
tidak ada penjualan disini Lappa Laona.”
(D.3./WW/AR/Pedagang.L)
Perubahan pendapatan masyarakat memiliki penurunan akibat
adanya wabah covid-19 baik di objek wisata maupun diluar wisata.
Pembangunan objek wisata ini terdapat kendala dengan para pedagang
karena sumber air yang dimiliki terlalu jauh sehingga harus mengangkut
air dari tabungan air. Seperti yang diutarakan dari hasil wawancara AR
berikut:
“Banyak sih kendalanya, semisal kita agak susah dengan air
karena mata air jauh dari sini. Sekitar 500 m jarak dari sini mata
air.” (AR/20/09/2020)
Objek wisata memiliki kesusahan dalam pembangunan objek
wisata ini karena kurangnya fasilitas yang disiapkan seperti tempat
59
sampah, jauhnya mata air dari objek wisata sekitar 500m. Mengakibatkan
masyarakat yang berdagang di era Lappa Laona ini mengharuskan
mereka mengangkut air dari mata air di dekat objek wisata Lappa Laona.
b. Respon Pemerintah Kepada Masyarakat Yang Berjualan Di Objek
Wisata Lappa Laona
Respon pemerintah pada masyarakat baik, mendorong masyarakat
melakukan usaha kecil-kecilan untuk meningkat kan pendapatan sehari-
harinya, seperti yang diutarakan dari hasil wawancara (LH/
29/09/2020)berikut:
“Kalau respon kami yeah sangat bagus maksudnya ada mi
pendapatanya, kami sangat respon nanti aka nada bunga rendah
yang pengelolah. Karena akan ditata nanti kami buatkan semacang
kontainer/box-box, nanti kami tata susunannya, diperbaiki semua,
supaya unik dilihat, itukan di atas kumuh-kumuh sudah mau rusak
sih sebenarnya.” (D.1./WW/LH/L)
Adanya objek wisata Lappa Laona ini pemerintah membiarkan
masyarakat mengelolah untuk mengembangkan daya tarik pengunjung.
Dan masyarakat dapat melakukan usaha kecil-kecilan di objek wisata ini
agar menambah pendapatanya. Dan hasil wawancara yang diutarakan
oleh (DT/20/09/2020) sebagai berikut:
“Bahwa semua penjual nanti ini, mungkin tahun ini kalau bukan
tahun depan akan ada bantuan kayak tempat penjual dari perintah
yg diponsori oleh BNI, nanti akan ada bantuan kios-kios sekitar 30
unit kalau nggak salah dari BNI, tapi ini baru wacana artinya
janjinya seperti itu kalau respon pemerintah membuat mushola,
rumah villa-villa (pemerintah daera). spot-spot foto, flying fox
(pemerintah desa). Kalau untuk penjual belum ada baru
direncanakan.” (D.4./WW/DT/L).
60
Respon pemerintah di objek wisata memiliki dukungan yang baik
terhadap adanya wisata ini yang banyak dikunjungi berbagai daerah
sehingga pemerintah melihat potensi yang ada di Lappa Laona dan
mendorong untuk mengembangkan pembangunan di objek wisata. Dalam
pembanguna membuat musholla, rumah villa-villa/gazebo (pemerintah
daera). spot-spot foto, flying fox (pemerintah desa).
B. Pembahasan
1. Dampak Sosial Objek Wisata Lappa Laona di Era Covid-19
a. Dinamika Masyarakat di Objek Wisata Era Covid-19
Wisata Lappa Laona terletak di Kabupaten Barru Kecamatan
Tanete Riaja Desa Harapan Dusun Waruwue sudah ada sejak nenek
moyang. Berdasarkan wawancara peneliti dengan Bapak Dewantara
sebagai kepala Dusun Waruwue bahwa wisata Lappa Laona ini terbentuk
secara alami tanpa melibatkan masyarakat mereka sudah berbondong-
bondong kesana. Sehingga pemerintah ini langsung berpikir bahwa yang
ini harus dikembangkan, karena sebelum terbentuknya sebagai objek
wisata pun orang sudah berbondong-bondong kesana. Dibangulah
wahana-wahana untuk meningkatkan pengunjung yang datang seperti
Flying Fox sepanjang 270 meter, Mountain Bike Park, Gazebo, dan Spot
Foto cantik di beberapa titik yakni di pinggir jurang dan di tengah padang
rumput serta Uno Stones yang diresmikan pada tanggal 13 Mei 2018 dan
masih dikelola oleh masyarakat. Wisata Lappa Laona dapat memungut
61
biaya tidak terlalu memeras uang pengunjung yaitu sekitar 5.000/motor
dengan harga yang bisa dijangkau oleh pengunjung.
Menurut Kingsely Davis (Soerjono Soekanto 2013: 262)
mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat. Perubahan yang terjadi pada
pariwisata dapat melibatkan masyarakat setempat dengan berdagang
dikawasan ini. Namun belum tertata secara struktural mengakibatkan
ketidak aturan dalam jual beli di objek wisata.
Maclever (Soerjono Soekanto 2013: 263) perubahan-perubahan
sosial dikatakannya sebagai perubahan terhadap keseimbangan
(eqiuilibrium) hubungan sosial. Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto
2013: 263) mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi
dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-
perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,
ideology maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan
baru masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat dengan adanya
objek wisata dapat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-harinya.
Karena masyarakat sebelum berdagang di Lappa Laona mereka
mendapatkan penghasilan dari hasil petani dan berkebun. Dengan adanya
obyek wisata ini masyarakat memiliki perubahan dalam pendapatan
sehari-harinya.
Selo Soemardjan (Soerjono Soekanto 2013:263) perubahan-
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu
62
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya
nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Dalam proses pembentukan objek wisata ini belum efektif
secara struktur pada pengelola sehingga mengakibatkan terjadinya
renggang komunikasi antara masyarakat dalam membangun objek wisata
dengan pihak pengelola. Karena adanya covid-19 ditengah-tengah
masyarakat mengakibatkan pembentukan pengelolaan pada objek wisata
tertunda (Kaharuddin, 2019: 54).
Perubahan yang terjadi pada masyarakat dengan adanya objek
wisata dapat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam
aspek sosial masyarakat tidak tertata secara struktural oleh pemerintah
sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli di Lappa Laona. Karena
masyarakat sebelum berdagang di Lappa Laona mereka mendapatkan
penghasilan dari hasil petani dan berkebun. Dengan adanya obyek wisata
ini masyarakat memiliki perubahan dalam pendapatan sehari-harinya.
Dengan ini objek wisata memiliki struktur lembaga pengelolaan
dalam mengembangka objek wisata seperti, pengelola karcis, pengelola
wahana-wahana, pembersih. Dengan adanya struktur lembaga pengelola
akan membentuk hubungan interaksi pada masyarakat terhadap objek
wisata.
63
b. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembentukan Objek Wisata
Lappa Laona
Dalam keterlibatan pembangunan objek wisata ini pada
masyarakat tidak terlibat secara langsung. Objek wisata ini terbentuk
secara alami yang di kembangkan oleh pemerintah untuk sumber daya
tarik objek wisata. Masyarakat tidak di libatkan dalam perumusan
pembentukan objek wisata. Karena masyarakat dapat menerima jadi
pembangunan yang disiapkan oleh pemerintah untuk di kembangkan atau
dikelola.
Pengembangan objek wisata terdapat struktur organisasi
pengelolaan dalam pembentukan objek wisata. Namun struktur
pengelolaan objek wisata ini belum berjalan struktur pengelolaanya
sehingga mengakibatkan belum efektif pada masyarakat.
c. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata
Lappa Laona
Objek wisata ini dalam proses pengelolaanya masyarakat di
libatkan dalam membangun fasilitas-fasilitas dalam pengembangan objek
wisata. Masyarakat terlibat dalam pengelolaan pembangunan fasilitas-
fasilitas yang disiapkan oleh pemerintah sebagai hasil pendapatan yang
dibagun. Masyarakat sebagai pengelola di objek wisata agar masyarakat
dapat memiliki hasil pendapatan dari hasil pembangunan yang dikelola
selain berdagang, bertani, berkebun. Mereka bisa juga membuka
lembaran baru dalam meningkatkan hasil pendapatan sehari-harinya.
64
Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti yang dilakukan,
peneliti dapat mendeskripsikan bahwa dengan adanya perkembangan
pada objek wisata Lappa Laona sangat berdampak bagi masyarakat
sekitar karena masyarakat setempat dapat melakukan usaha kecil-kecilan
di area objek wisata.
Dalam teori ini penulis dapat mengaitkan ke teori Coser
menggambarkan konflik sebagai perselisihan mengenai nila-nilai atau
tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-
sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Pihak-pihak
yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang
yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan, atau
menghancurkan lawan mereka. Lebih lanjut Coser menyatakan,
perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu, kumpulan
(collectivities), atau antara individu dan kumpulan. Bagai manapun
konflik antar kelompok maupun yang antar kelompok senantiasa ada
ditempat orang hidup bersama. Coser juga menyatakan, konflik itu
merupakan unsur interaksi yang penting, dan sama sekali tidak boleh
dikatakan bahwa konflik selalu tidak baik atau memecah belah ataupun
merusak. Konflik biasa saja menyumbang banyak kepada kelestarian
kelompok dan mempererat hubungan antara anggotanya. Seperti
menghadapi musuh bersama dapat mengintegrasikan orang, menghasil
kan solidaritas dan keterlibatan, dan membuat orang lupa akan
65
perselisihan intern mereka sendiri (Sutaryo, 1992: 39 dalam Wirawan,
2012: 83).
Pembangunan objek wisata ini menimbulkan konflik pada
masyarakat akibat belum strukturnya pengelola yang efektif sehingga
terjadi adu mulut, karena sama-sama mau menjadi pengelolah objek
wisata. Namun saat ini sudah diatur oleh pemerintah sesuai posisi yang
ditentukan agar tidak terjadi lagi konflik pada masyarakat yang
berdagang. Dengan ini masyarakat dapat membuka usaha-usaha kecil
untuk mengembangka objek wisata dan meningkatkan pendapatannya
dalam pembangunan, meskipun pembangunan kios yang direncanakan
oleh pemerintah masil dalam perencanaan sehingga untuk sementara
masyarakat membuat kios sendiri.
Objek wisata Lappa Laona dapat memberikan peluang pada
masyarakat untuk mendorong membuka lapangan kerja, seperti
membuka warung-warung makan, toilet, tempat peristirahatan dll, selama
melakukan aktivitas kemping, berkemah atau berlibur. Dibukanya rumah
warung-warung makan atau tempat-tempat peristirahatan dapat juga
membuka peluang lapangan pekerja yang dapat menyiapkan tenaga kerja
pada masyarakat sekitar, dari beberapa penjelasan diatas dampak
pariwisata yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dampak
pengembangan objek wisata Lappa Laona antara lain:
66
1. Dampak Positif
Dampak positif yang ditimbulkan dalam pengembangan objek
wisata Lappa Laona yaitu:
a. Membuka lapangan kerja pada masyarakat sekitar
Adanya objek wisata ini masyarakat dapat membuka lembaran
kerja baru untuk menambah pendapatan sehari-harinya. Masyarakat
pada objek wisata ini berinisiatif untuk bekerja di kawasan objek
wisata Lappa Laona.
b. Bertambahnya pendapatan
Pada pembangunan ini masyarakat yang berdagang di objek
wisata memiliki pendapatan lain selain dari hasil tani dan
perkebunannya. Dengan adanya objek wisata ini masyarakat dapat
membuka usaha kecil-kecilan untuk menambah pendapatannya.
c. Mengembangkan pembangunan objek wisata
Dalam pengembangan objek wisata ini masih tahap rintisan
sehingga belum strukturnya pengelola mengakibatkan belum efektif
dalam menata dengan baik pada pembangunan ini.
d. Memperbaiki jalanan ke arah lokasi pariwisata agar perjalan ke objek
wisata mudah dijangkau dan masyarakat sekitar juga bisa menikmati
pembangunan yang sudah tersediah.
67
2. Dampak Negatif
Dengan dikembangkan objek wisata Lappa Laona, tidak hanya
menimbulkan dampak positif namun dapat juga menimbulkan dampak
negatif yaitu:
a. Adanya pengunjung tidak menjaga kebersihan sehingga lingkungan
objek wisata melibatkan banyak sampah.
b. Belum adanya fasilitas yang lengkap sehingga sampah-sampah
berserakan di objek wisata Lappa Laona.
c. Rumputnya mati dengan adanya orang terlalu banyak.
Perubahan sosial yang terjadi pada pariwisata dapat melibatkan
masyarakat setempat dengan berdagan di kawasan ini. Namun awalnya
masyarakat merasa terbebani karena seringnya berpindah-pindah tempat
untuk berjualan, sehingga pemerintah mengarahkan menjual di pinggir
jurang alasan merusak pandangan wisatawan nantinya. Perubahan yang
terjadi dalam aspek sosial dalam masyarakat tidak tertata secara
struktural oleh pemerintah sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli
di Lappa Laona. Sehingga timbul konflik di masyarakat karena mereka
yang menguasai arena perekonomian perhutanan dan tempat-tempat
jualan di Lappa Laona.
Dampak negatif pada objek wisata Lappa Laona ini belum
terstrukturnya pengelolaan objek wisata sehingga melibatkan lingkungan
tidak terjaga. Tapi objek wisata ini nanti kedepannya akan terstruktur
68
pengelolaanya namun karena masih adanya covid-19 ini sehingga
tertunda penyusunan struktur pengelolaanya.
Perkembangan wisata yang dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkat kan daya tarik pengunjung sehingga di bangunlah fasilitas
yang bisa digunakan pengunjung. Wisata Lappa Laona tidak hanya
memiliki pemandangan dari tepi jurang dan hamparan rumput yang luas,
namun ada juga berbagai fasilitas yang sediakan dan bisa dinikmati juga
oleh pengunjung, seperti mushola, gazebo/villa, spot foto, flying fox
agar pengunjung dapat menikmatinya daya tarik wisata Lappa Laona.
Table. 5.1 jumlah fasilitas yang dibangun di Desa Harapan
Dalam penelitian Winda Rahma (2017) mengkaji tentang dampak
sosial ekonomi dan budaya objek wisata, memberikan kontribusi secara
langsung terhadap peningkatan pendapatan penduduk Desa Salo.
Terbukanya lapangan pekerjaan baru karena Objek Wisata Sungai Hijau
berarti sumbangsih terbesar terhadap penurunan jumlah angka
pengangguran di Desa Salo. Kebiasaan masyarakat berubah seiring
dengan meningkat dan berkembangnya Objek Wisata Sungai Hijau
No Nama Fasilitas Jumlah
1 Gazebo/Villa 15
2 Flying Fox 1
3 Spot Foto 2
4 Mushola 1
69
sebagai destinasi wisata yang ramai disukai khalayak. Perubahan nilai
sosial ini dirasakan masyarakat sebab banyaknya nilai sosial budaya yang
dibawa pengunjung tersebut menjadi tontonan bagi kaum muda yang
masih dalam tahap perkembangan pencarian jati diri.
Rakhmi Safriana (2018) mengkaji tentang dampak sosial ekonomi
pengelolaan pariwisata pemerintah dan swasta terhadap kondisi
masyarakat lokal, memberikan dampak sosial ekonomi terhadap kondisi
masyarakat. Terbukti dengan terciptanya lapangan pekerjaan, adanya
kesempatan usaha, meningkatkan kenyamanan usaha, perubahan
pendapatan dan berubahnya gaya hidup masyarakat di wilayah objek
wisata.
Penelitian di atas lebih fokus pada peningkatan, pengembangan
dan terbukanya lapangan kerja. Sementara penelitian yang dilakukan
penulis sama-sama mengkaji dampak sosial ekonomi objek wisata,
namun ini berbeda nilai kebaruan karena peneliti fokus dalam kaitannya
dengan proses pembentukan objek wisata dan dampak sosial ekonomi
objek wisata. Saat ini wisata Lappa Laona masih dalam proses
perkembangan pembangunan wahana agar wisatawan banyak yang
berkunjung karena adanya wahana-wahana yang menarik seperti, flying
fox sepanjang 270 meter, gazebo, spot foto. Dalam hal ini Lappa Laona
ini terbentuk secara alami dan masih kawasan hutan korupsi. Kemudian
dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa ( BUMDES). Letak kebaruan
70
peneliti ini pada perkembangan objek wisata, yaitu perubahan sosial
masyarakat, pembangunan dan kemajuan objek wisata.
2. Dampak Ekonomi Objek Wisata Lappa Laona Di Era Covid-19
Dampak ekonomi masyarakat dengan adanya objek wisata sangat
berdampak bagi masyarakat sekitar objek wisata. Dengan adanya objek
wisata ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdagang
atau sebagai pengelola di objek wisata. Karena masyarakat sangat
berinisiatif dengan adanya objek wisata mereka bisa memanfaatkan objek
wisata dengan berdagang atau sebagai pengelola untuk meningkatkan
pendapatan sehari-harinya.
Teori pilihan rasional berada dalam tataran middle range theory
yang berlandaskan kepada teori umum (grand theory), yakni tindakan
rasional yang digagas oleh Max Weber. Berlandaskan grand theory dari
Weber mengenai rasionalitas atau lebih spesifiknya adalah tindakan
rasional, serta perspektif pilihan rasional pada tataran middle range
theory seperti yang dikemukakan oleh Coleman, maka periode waktu
terakhir ini berkembang studi-studi yang mengkaji kapital sosial secara
umum dari sudut pandang Sosiologi Ekonomi, dikaitkan dengan
pengambilan keputusan transaksi sosial ekonomi.
Oleh karenanya, berdasarkan penjelasan di atas maka dalam
tindakan rasional ada beberapa kata kunci yang harus dikaitkan satu
dengan yang lainnya, yakni aktor (yang diasumsikan rasional); pilihan
dari beragam sumber yang tersedia; penguasaan atas sumber-sumber itu
71
oleh si aktor: dan kepentingan pribadi. Dengan demikian timbul
pertanyaan mengapa Coleman tidak mengacu kepada pemikiran
Fungsionalisme Struktural dalam menjelaskan teori pilihan rasional. Hal
ini tidak terlepas dari kritiknya terhadap aliran yang berupaya
menjelaskan kapital sosial hingga dekade 1980-an.
Kritik yang dikemukakan adalah mengenai cacat yang sangat fatal
bagi perkembangan teori yang tidak mempertimbangkan atau
mengabaikan aktor yang memiliki dalam tanda petik “mesin tindakan”.
Kritik itu ditujukan kepada aliran sosiologi yang menganggap aktor itu
dibentuk oleh lingkungan (sistem atau struktural), bersifat pasif, serta
tidak memiliki kekuatan dari dalam untuk menentukan tindakannya.
Faktanya dalam dunia sosial tidaklah demikian. Menurut Coleman,
individu manusia bukan hanya sekedar tempat ataupun media bagi
bekerjanya suatu struktural sosial (Ketut, 2011:58-59).
Pembangunan objek wisata Lappa Laona dapat melibatkan tenaga
kerja terhadap masyarakat untuk mengembangkan pembangunan wisata
dalam membuka lowongan kerja. Dengan adanya pembangunan wahana
diharapkan untuk menambah daya tarik pengunjung ke Lappa Laona
agar pendapatan meningkat.
Dalam proses pendirian objek wisata yang dikunjungi berbagai
daerah sehingga pemerintah melihat potensi yang ada di Lappa Laona
dan mendorong untuk mengembangkan pembangunan di objek wisata.
Dalam pembanguna membuat musholla, rumah villa-villa/gazebo
72
(pemerintah daera), spot-spot foto, flying fox (pemerintah desa).
Sedangkan dalam aspek distribusi di objek wisata Lappa Laona
masyarakat sekitar yang berdagan belum terstruktur penataan dalam jual
beli. Sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli pada objek wisata
Lappa Laona.
a. Dampak Ekonomi Bagi Masyarakat
Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti yang dilakukan,
peneliti dapat mendeskripsikan bahwa dengan adanya objek wisata
Lappa Laona sangat berdampak bagi masyarakat sekitar karena
masyarakat setempat dapat melakukan usaha kecil-kecilan di area
objek wisata. Karena dulunya ekonomi masyarakat pencarian hanya
di kebun, sawah sekarang sudah ada pencarian yang baru di objek
wisata Lappa Laona seperti menjadi pengelola, pekerja, berdagang,
atau membuat lapak-lapak yang bisa meningkatkan perekonomian
masyarakat di area Lappa Laona.
1. Dampak Positif
a. Masyarakat bisa membuka usaha kecil-kecilan di wisata
untuk meningkatkan pendapatan, karena rata-rata masyarakat
yang berjualan hasil pendapatannya dari hasil pertanian dan
perkebunannya
b. Membuka pekerjaan baru
73
2. Dampak Negatif
a. Adanya wabah covid-19 membuat masyarakat resah karena
pendapatanya menurun dan juga takut akan ada penularan
pada wisatawan yang datang dari jauh.
b. Awal dibukanya objek wisata kurang pengunjung
b. Respon Pemerintah Kepada Masyarakat Yang Berjualan Di
Objek Wisata Lappa Laona
Adanya Lappa Laona ini pemerintah melihat potensi yang
ada pada objek wisata ini mendorong untuk membangun fasilitas-
fasilitas agar daya tarik pengunjung terhadap objek wisata menarik
bagi wisatawan. Pemerintah berpikir adanya pembangunan ini
masyarakat sekitar Lappa Laona bisa membuka usaha kecil-kecilan
di area objek wisata. Dengan adanya objek wisata ini masyarakat
bisa menambah pendapatan sehari-harinya dari hasil usaha kecil-
kecilannya.
74
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dampak sosial objek wisata Lappa Laona di era covid-19
Objek wisata Lappa Laona masih proses pembentukan penataan
dalam pembangunan sehingga belum terstruktur secara efektif
pengelolaannya. Hubungan sosial masyarakat dengan objek wisata ini
memiliki interaksi sangat baik. Karena dengan adanya objek wisata
Lappa Laona ini bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk membuka
lembaran yang baru dalam menambah pendapatan sehari-harinya. Namun
tidak disadari dengan adanya objek wisata ini interaksi masyarakat
menimbulkan sedikit konflik di tengah-tengah masyarakat dibagian
distribusi karena sama-sama ingin mendapatkan posisi yang sama dalam
mengelola dibagian distribusi.
Dampak sosial pada objek wisata Lappa Loana ini merupakan
dampak bagi masyarakat selama adanya covid-19 karena adanya
penurunan pendapatan akibat tertutupnya sementara wisata. Masyarakat
sekitar tidak dapat beraktivitas di wisata untuk berdagang. Namun
masyarakat sekitar Lappa Laona memiliki aktivitas lain selain berdagang
di objek wisata, karena masyarakat mayoritas petani, perkebunan jadi
mereka tetap memiliki hasil pendapatan, tetapi masyarakat yang
75
berdagang ini untuk menambah pendapatan sehari-harinya. Hubungan
sosial masyarakat selama adanya objek wisata ini ada sedikit interaksi
masyarakat yang menimbulkan terjadinya konflik antara mereka karena
belum terbentuknya struktur distribusi, penjualan sehingga terjadi
keributan akibat tidak tertatanya penjualan. Namun itu tidak lama
berlangsung karena sudah ada proses yang sementara berjalan, dan sudah
ditata. Perubahan pendapatan masyarakat selama adanya wabah covid-19
ini terjadi perubahan pada pendapatannya karena objek wisata pernah
ditutup sementara dalam beberapa bulan.
2. Dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona di era
covid-19
Dampak ekonomi masyarakat dengan adanya objek wisata sangat
berdampak bagi masyarakat sekitar objek wisata. Dengan adanya objek
wisata ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdagang
atau sebagai pengelola di objek wisata. Karena masyarakat sangat
berinisiatif dengan adanya objek wisata mereka bisa memanfaatkan objek
wisata dengan berdagang atau sebagai pengelola untuk meningkatkan
pendapatan sehari-harinya.
Objek wisata Lappa Laona dapat memberikan peluang pada
masyarakat untuk mendorong membuka lapangan kerja, seperti
membuka warung-warung makan, toilet, tempat peristirahatan dll, selama
melakukan aktivitas kemping, berkemah atau berlibur. Dibukanya rumah
76
warung-warung makan atau tempat-tempat peristirahatan dapat juga
membuka peluang lapangan pekerja yang dapat menyiapkan tenaga kerja
pada masyarakat sekitar.
B. Saran Penelitian
Setelah melihat hasil penelitian ini, beberapa hal menjadi sangat penting
untuk peneliti sarankan bagi beberapa pihak berikut ini:
Objek wisata ini kedepanya lebih baik struktur pengelolaanya agar
masyarakat merasa nyaman mengelola objek wisata Lappa Laona dan tetap
menjaga kelestarian lingkungan dalam menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan
objek wisata, seperti tempat sampah, menyediakan wc.
77
DAFTAR PUSTAKA
Anestya Rizqa Difa . 2015. Komodifikasi Kebudayaan Tionghoa Pada Komunitas
Pecinan Desa Karangturi Dalam Menunjang Sektor Pariwisata Di
kabupaten Rembang.Jurusan Sosiologi Dan Antropologi. Skripsi. Fakultas
Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. 2015
Andika Fitri, 2017, Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kesempatan
Kerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi di Pantai Labuhan Jukung,
Kec. Pesisir Tengah, Kab. Pesisir Barat). Skripsi. Fakultas Ekonomi Bisnis
Islam. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 1438 H / 2017 M
Anggraeni Puspita Rani. 2018. Dampak Pengembangan Industri Pariwisata
Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi Di Pantai Embe
Desa Merak Belantung Kalianda Lampung Selatan).
Aziz Rizqi Amal. 2016. Pengembangan Kawasan Pantai Larangan Sebagai
Objek Wisata Bahari (Studi Kasus Di desa Munjung Agung, Kecamatan
Kramat, Kabupaten Tegal).
Barru.com Tribun HS/ Akbar. 2018. Suasana Destinasi Wisata Lappa Laona Di
Dusun Waruwue, Desa Harapan, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten
Barru, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (21/10/2018).
Gunawan Sulistiyaning Anita, Hamid Djamhur, N.P Endang Wi Goretti Maria.
2016. Analisis Pengembangan Pariwisata Terhadap Sosial Ekonomi
Masyarakat (Studi pada Wisata Religi Gereja Puhsarang Kediri). Jurnal
Administrasi bisnis (JAB)|Vol.32 No. 1 Maret 2016|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
John W. Creswell. 2016. Research Design Pendekatan Metode Kualitatif,
Kuantitatif, dan Campuran. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Kaharuddin, Risfaisal, Chandra Wandi. 2019. Multifungsi Masjid Islamic Center
Dato Sebagai Atraksi Wisata Religi Di Kabupaten Bulukumba. PUSTAKA:
Journal of Tourism, Hospitality, Travel and Business Event Volume 1, No.2
(2019) 53-58 ISSN 2656-1336 (Print)
Kurnianto Tri Bambang. 2017. Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Akibat
Pengembangan Lingkar Wilis Di Kabupaten Tulungagun. Jurnal Agribisnis
Fakultas Pertanian Unita-Oktober 2017.
Majah Ibnu. 2015. Laweyan Dalam Periode Krisis Ekonomi Hingga Menjadi
Kawasan Wisata Sentra Industri Batik Tahun 1998-2004. Skripsi. Jurusan
Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.
78
Mudiarta Gede Ketut. 2011. Perspektif Dan Peran Sosiologi Ekonomi Dalam
Pembangunan Ekonomi Masyarakat. Forum Penelitian Agro Ekonomi,
Volume 29 No.1, Juli 2011:55-66.
Nahriyah Ulfatun. 2015. Kajian Daya Obyek Wisata Pantai Suwuk Sebagai
Sumber Pembelajaran IPS Kelas VIII Di SMP Negeri 2 Puring Kabupaten
Kebumen Tahun 2014/2015. Skripsi. Jurusan Geografi. Fakultas Ilmu
Sosial. Universitas Negeri Semarang. 2015
Rahmah Winda. 2017. Dampak Sosial Ekonomi Dan Budaya Objek Wisata
Sungai Hijau Terhadap Masyarakat Di Desa Salo Kecamatan Salo
Kabupaten Kampar. JOM FISIP Vol. 4 No. 1 – Februari 2017
Rulloh Nasir. 2017. Pengaruh Kunjungan Wisata Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat Sekitar Objek Wisata berdasarkan Perspektif Ekonomi Islam
(Studi Pada Masyarakat Sekitar Obyek Wisata Lumbok Resort Kecamatan
Lumbok Seminung Kabupaten Lampung Barat).
Safriana Rakhmi. 2018. Dampak Sosial Ekonomi Pengelolaan Pariwisata
Pemerintah Dan Swasta Terhadap Kondisi Masyarakat Lokal (Studi Pada
Obyek Wisata Small World Ketengar Baturraden Banyumas).
Pagestuti Inggar Rista. 2018. Respon Masyarakat Terhadap Perkembangan
Tempat Wisata Hutan Kota Bukit Pangonan (Studi Kasus Pada Masyarakat
Kelurahan Pajeresuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu).
Pinasti Sri Indah. V dan Rahmayanti Dwi Yunita. 2017. Dampak Keberadaan
Objek Wisata Waduk Sermo Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi
Masyarakat Di Sermo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Pendidikan Sosiologi. Universitas Negeri Yogyakarta.
PROF. DR. I.B. Wirawan. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma
(Fakta Sosial, Definisi Sosial & Perilaku Sosial).
Lampiran 1:
Surat izin penelitian
Surat selesai penelitian
Lembar persetujuan proposal
Kartu kontrol proposal
Berita acara dan lembar perbaikan proposal
Kartu kontrol bimbingan skripsi
PEDOMAN WAWANCARA
1. Bagaimana proses pembentukan obyek wisata Lappa Laona?
a. Apakah masyarakat di libatkan dalam perumusan pembentukan obyek
wisata Lappa Laona?
b. Apakah ada kriteria/prasyarat untuk terlibat sebagai pengelola obyek
wisata?
c. Apakah masyarakat di libatkan dalam pengelola obyek wisata?
d. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolan obyek wisata
Lappa Laona?
2. Bagaimana dampak sosial obyek wisata Lappa Laona di era covid-19?
a. Apakah dampak sosial obyek wisata selama covid 19 di obyek wisata
selama covid 19?
b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di obyek
wisata Lappa Laona?
c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada obyek wisata?
d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam
pengelolaan obyek wisata selama covid 19?
e. Dampak negatif dan positif selama ada obyek wisata Lappa Laona?
f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?
3. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat obyek wisata Lappa Laona?
a. Apakah obyek wisata Lappa Laona berdampak secara ekonomi bagi
masyarakat?
b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?
c. Apakah saja kendala yang dialami selama bejualan di obyek wisata Lappa
Laona?
d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di obyek
wisata Lappa Laona?
BIODATA INFORMAN
Peneliti melakukan wawancara kepada informan sebanyak 6 (enam)
1. Nama : Lukman Hasi, Se
Umur : -
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Kepala Desa
2. Nama : Dewantara
Umur : 26
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Kepala Dusun
3. Nama :Rusman
Umur : 70
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
4. Nama : Saferuddin
Umur : 70
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
5. Nama : Arwan
Umur : 25
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Wirawasta
6. Nama : Anti
Umur : 22
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mengajar
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Lukman Hasi, Se
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Kepala Desa
1. Bagaimana proses pembentukan objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perumusan pembentukan objek wisata
Lappa Laona?
Ini kan Lappa Laona masih kawasan hutan korupsi, kenapa lappa laona
bisa dikelola hanya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Yeah
makanya kami itu sementara mengurus di pemerintah kehutanan. Kan
nanti itu diatas sementara kita kelolah kan ada bangunan diatas, adapun
daya tarik apa dan sebagainya. Nantikan kalau pemerintah sudah
mengijinkan yeah baru dibentuk pengelola diatas. Masyarakat diatas,
masyarakat e… apa masih begitu. Jadi maksudnya dilibatkan perumusan
pembentukan objek wisata itu kan masyarakat tidak dilibatkan dalam
perumusan ini, karena ini kan masyarakat ceritanya terima jadi, artinya
sebagai pengelola tinggal dikasih masuk kan mami. Jadi ini wisata lappa
laona berbentuk alami? Iyakan alami cuman kita kan poles-poles sedikit
lah kemarin too, cuman itupun paling ada bangunan di satukan untuk
menambah daya tariknya untuk wisata-wisatawan too. Jadi kalau masalah
dilibatkan dengan permasalahan objek wisata itu iyah tidak dilibatkan
karena meman masyarakat langsung sebagai pengelola di situ too dibawa
nama BUMDES dan untuk usaha-usaha lainya di pariwisata.
b. Apakah ada kriteria/prasyarat untuk terlibat sebagai pengelola objek wisata?
Tidak ada, kayaknya tidak ada ji kriteria yang jelas intinya e… digilir lah
atau karena kan diatas pake ijaza atau apa ndak ada kriteria, intinya
begitu. Siapa pun mau tapi dalam artian ada aturanya to, kalau kriteria itu
nda ada ji persyaratan.
c. Apakah masyarakat dilibatkan dalam pengelola objek wisata?
Oh jelas dilibatkan disitu, kenapa dilibatkan pak bukan bumdes yang
kelolah? Nda itu kan bumdes badan usaha bos ji ceritanya dia yang
menempuh menajer, tetap anggota-anggota dibawakan masyarakat
dilibatkan too, bumdeskan ada ketua sekertaris mendalam di bawahnya
ada unit-unit misalnya pariwisata, simpang pinjam, perdagangan, dll.
Artinya ada beberapa bumdes unit ini membentuk masyarakat dibawa
sebagai pengelola karcis, pungut sampah di dalam dan sebagainya. Tetap
ceritanya bumdes cuman bahasa kasarnya kan masyarakat terlibat.
d. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata
Lappa Laona?
Jelas, apapun itu diatas kalau ada bangunan masyarakat di panggil diatas
mengerjakan itu.
2. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?
a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama
covid 19?
Kalau dampak sosialnya yeah itu kurang karena adanya corona ini,
apakah masyarakat berdampak selama ini covid? Iya dong, maksudnya
selama covid too, ditutupnya apa semua artinya dampaknya yeah
sangat berdampak apalagi kurang pengunjung pendapatan disitu kan
tidak ada, pedagang-pedagang di dalam itu yeah berkurang anunya.
b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek
wisata Lappa laona?
c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?
Yeah kemarin ada sedikit pembentukan agak pergesekan-pergesekan
begitu, tapi sekarang kan sudah bagus kerjasamanya. Pergesekan
bagaimana pak? Maksudnya pada elo i too tapikan sudah ditata mi,
misalnya itu sudah memahami posisi masing-masing.
d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam
pengelolaan objek wisata selama covid 19?
Awalnya iya, maksudnya mappangewa tacedde mi. tapi sekarang tidak
mi
e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?
f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?
Tidak pernah
3. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi
masyarakat?
Iya jelas mereka kemarin-kemarin yeah sessah cede too tapi selama ada
wisata pangeli bale, pangeli kaluru iyah bisa. Artinya sangat berdampak
bagi masyarakat disini
b. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek
wisata Lappa laona?
Kalau respon kami yeah sangat, artinya bagus maksudnya ada mi
pendapatanya, kami sangat respon nanti aka nada bunga rendah yang
pengelolah. Karena kan ditata nanti diatas, kami sudah buatkan ini
semacang konter/box-box, nanti kami tata susunannya nanti diperbaiki
semua. Jadi itu nanti penatanya satu titik? Yeaah satu areal supaya unik
diliat, itukan diatas kumuh-kumuh sudah mau rusak sih sebenarnya.
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Dewantara
Umur : 26
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Kepala Dusun
1. Bagaimana proses pembentukan objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perumusan pembentukan objek wisata
Lappa Laona?
Terbentuk secara alami sebenarnya Ndi, artinya “Tanpa dilibatkan
masyarakat itu artinya pemerintah ini langsung berpikir bahwa yang ini
harus dikembangkan, karena sebelum terbentuknya sebagai objek wisata
pun orang sudah berbondong-bondong kesana. Artinya ini tidak
terencana bahwa kita buat wisata lalu kita perkenalkan tidak, artinya ini
orang dulu kesana setelah melihat potensinya “ooh bagusnya ini kalau
kita kembangkan sebagai objek wisata”. Tapi melihat potensi yang ada
sehingga pemerintah ini terbentuklah wisata ini, karena sampai terbentuk
pun masyarakat sudah berbondong-bondong untuk kesana.
b. Apakah ada kriteria/prasyarat untuk terlibat sebagai pengelola objek wisata?
Kalau untuk sekarang belum, artinya karena belum terlalu efektif
pengelolaanya. Tetapi kedepannya akan ada, nanti disitu pengelolanya
minimal pake ijaza, umur juga dibatasi (umur 45 tahun kebawa) karena
banyak orang yang mau, Cuma artinya itu tadi harus ada persyaratan-
persyaratanya sehingga yang mengelola itu terbatas karena pengelola
wisata kan nda baik kalau terlalu banyak, apalagi kalau baru pemula
begitu. Kapan mulai berlaku itu persyaratanya pak? Setelah ini sekarang
kan sudah ada pokdarwis istilahnya kelompok sadar wisata, cuman
belum efektif. Kenapa belum efektif karena orang ini masih baku ribut-
ribut karena persoalan bagi-baginya mungking tidak rata mungking ada
yang misalnya datang sore/pagi artinya baginya sama kan gajinya sama,
itulah yang perlu dipol api ketika sudah ada pengurus secara resmi
artinya pengurus secara resmi ini pengurus yang ada sk nya dari
kabupaten, dinas pariwisata karena untuk sementara kan pengelolanya itu
atas dasar dari desa, artinya sekarang ini pendapatanya Lappa laona ini
kan sudah masuk di daerah cuman belum seefektif sebagaimana yang
direncanakan.
c. Apakah masyarakat di libatkan dalam pengelola objek wisata?
Oo yea jelas, artinya kalau bukan masyarakat disana yang kelolah kan
siapa lagi, masa orang dari luar yang kelolah kan tidak mungkin.
d. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata
Lappa Laona?
Yaah keterlibatanya itu menjamu orang-orang yang datang kesana
dengan baik. Artinya masyarakat ini menjadi pelayang lah, artinya
meskipun ada kisruh-kisruh yang ada di internal mereka itu jadi rahasia
untuk pengelola, tetapi ketika pengunjung sebagai pengelola baik
kelihatan artinya pelayanan yang super baik. Keterlibatan nya hanya itu-
itu menjaga lingkungan, menjaga ketertiban aman pengunjung. Menegur
pengujung saat ketika ada yang keliru atau kah terlalu berbuat apa
didalam, kalau persolan kayak membatasi orang bahwa harus lewat sini-
lewat sini untuk sementara belum ada, kalau keterlibatan nya menjaga
lingkungan itu hanya sekitar itu kayak ketika sampah terlalu banyak
masyarakat yang turun ambil untuk membersihkan.
2. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?
a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama
covid 19?
Dampak yeeah seperti pada umumnya bahwa ekonomi tersendaklah,
pendapatan masyarakat diarea wisata berkurang karena dengan adanya
pemerintah membatasi orang-orang yang datang. Mungkin dulu
pendapatannya setiap hari 400rb/bersihkan per harinya tapi adanya covid
ini jadi 100rb/perhari.
b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek
wisata Lappa laona?
Tidak ada, karena mungkin itu belum adanya pengelola yang jelas
sebagaimana tertera dalam sebuah sk, secara kan pengelola ini per rt dia,
belum ada yang kayak strukturnya secara organisasi sebelum, sekaran
masih tahap rintisan, karena itu mi. Salah satu dampaknya itu karena
covid ini, karena munkin sebenarnya seandainya belum ada covid yeah
mungkin dari kemarin-kemarin pengelolaanya sudah efektif sebenarnya.
Karena dari sejak kemarin-kemarin sudah direncanakan tapi dengan tiba-
tiba adanya ini covid yeah terkendala mi semua.
c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?
Alhamdulillah baik, semua masyarakat mendukung adanya objek wisata
karena kenapa dengan adanya objek wisata ekonomi masyarakat itu
meningkat yang dulunya mungkin masyarakat takut membuat usaha-
usaha mikro, seperti menjual-jual campuran kan dengan adanya objek
wisata ini masyarakat bisa berbondong-bondong dan mereka berani
memulai usaha meskipun itu usaha kecil-kecilan. Tapi itu artinya sudah
salah satu bentuk dampaknya lah itu adanya wisata.
d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam
pengelolaan objek wisata selama covid 19?
Pemerintah melarang, dulu yeaah pada saat covid itu artinya lagi marak-
maraknya pemerintah itu melarang dibuka, pemerintah ini bahwa
pengelola menutup sementara objek wisata. Melarang keras masyarakat
membuka objek wisata karena persoalan jangan sampai terjadi penularan
di objek wisata. Orang kan pergi melepas penyakit misalnya kan atau
apalah intinya orang kesana itu pergi bersenang-senang, ketika terjadi
penularang kan nda baik kesanya.
e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?
Dampak negatif : belum adanya fasilitas yang lengkap sehingga sampah-
sampah itu agak ini di lappa laona, mungkin juga rumputnya mati dengan
adanya orang terlalu banyak orang.
Dampak positif : bahwa ekonomi masyarakat itu meningkat,membuka
lowongan pekerjaan yang baru, mungkin masyarakat sebelumnya hanya
pekerja di sawah/kebun sekarang sudah bisa ada kegiatan baru, apakah
itu membuat lapak-lapak.
f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?
Perna pertama-pertama, artinya mereka saling iri kan karena tidak
adanya sentral penjualan, jadi orang mengambil posisi masing-masing
yang bahwa disinilah yang terbaik. Itu sih kirsus-kirsus yang terjadi, tapi
kalau sampai baku hantam-hantam nda pernah, hanya semacam perang-
perang mulut karena masih mau mendapatkan tempat yang strategis lah
istilahnya. Nanti ada, jadi semua penjual ditata semua ini tempat,
kemudian orang-orang yang menjual nantinya itu akan diatur dengan
sekian rupiah bahwa tempat penjualanya itu tidak boleh kumuh, sekarang
itu mungkin agak kumuh karena bambu-bambu yang dipake dikasih
seng. Maunya kami pemerintah yeaah membuat semacam kontainer-
kontainer begitu supaya lebih moderen ki diliat dan tidak mengganggu
kenyamanan keindahan Lappa Laona.
3. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi
masyarakat?
Iyah, bahwa dulunya ekonomi masyarakat pencarian hanya kebung,
sawah sekarang sudah ada pencarian yang baru apakah mau jadi pekerja
atau menjadi pengelolah lappa laona kah atau membuat lapak-lapak kah
artinya dampak ekonominya lah, ekonomi masyarakat meningkat yang
dulunya masyarakat takut memulai membuat usaha sekarang mereka
sudah berani orang ke lappa laona.
b. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek
wisata Lappa laona?
Bahwa semua penjual nanti ini, mungkin tahun ini kalau bukan tahun
depan akan ada bantuan kayak tempat penjual dari perintah yg disponsori
oleh BNI, nanti akan ada bantuan kios-kios sekitar 30 unit kalau nggak
salah dari BNI, tapi ini baru wacana artinya janjinya seperti itu kalau
respon pemerintah membuat mushola, rumah villa-villa/gazebo
(pemerintah daera). spot-spot foto, flying fox (pemerintah desa). Kalau
untuk penjual belum ada baru direncanakan.
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Rusman
Usia : 70
Pekerja : Petani (sebagai pengelola wisata Lappa Laona)
1. Bagaimana proses pembentukan objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perumusan pembentukan objek wisata
Lappa Laona?
Iya, Alasannya demi menjaga keamanan dan melestarikan lingkungan
disekitar lappa laona
b. Apakah ada kriteria/prasyarat untuk terlibat sebagai pengelola objek wisata?
Ada, ada misalkan karcis too, kita jalankan itu karcis kalau nda ada
karcisnya sebenarnya itu nda bisa, pasti ada karcis kita bagi
kepengunjung kalau ada pengunjung kita bagi itu karcis, kalau dia masuk
apa dia bayar kalau bukan karcis too. Kalau tidak ada karcis dia tidak
bisa masuk?
Dia bilang bisa masuk, bisa masuk tapi jangan ambil uangnya orang
(fully) jangan kau ambil uangnya tanpa karcis itu untuk masyarakat saja
itu, tidak bisa itu sebenarnya kalau bagi saya begitu.
c. Apakah masyarakat di libatkan dalam pengelola objek wisata?
Iya kalau masyarakat tidak ada menuntut ketuanya disitu mengatur
masyarakat dia turun terlibat juga.
d. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata
Lappa Laona?
Kerja sama, gotong royong. Alasannya
2. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?
a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama
covid 19?
Selama ada covid 19 kurang pengunjung, bukan kurang tapi pernah
tertutup sehingga yang pengunjung yang datang ke objek wisata kurang
pengunjung pas awal-awal dibukanya kembali objek wisata lappa laona.
b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek
wisata Lappa laona?
Tidak ada, itu kita tutup ini karena pengelolanya tutupki, ditutup untuk
sementara untuk mencegah penyebaran covid-19.
c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?
Baik-baik aja, tidak pernah ada pertengkaran
d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam
pengelolaan objek wisata selama covid 19?
Ada kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat
e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?
Dampak negatif : pernah pengunjung mau masuk dihalangi masuk di
objek wisata, kalau sekarang itu kalau masuk menggunakan masker
(mematuhi peraturan/protokol kesehatan, seperti diharuskan memakai
masker, cek suhu tubuh sebelum masuk dan menggunakan yang dapat
mencegah covid-19 dari diri ta).
Dampak positif : kita melakukan yang terbaik, kita tetap menjaga,
melestarikan lappa laona selama ada covid too, kita jaga, menata untuk
tetap menjaga dan melestarikan wisata lappa laona
f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?
Tidak pernah
3. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi
masyarakat?
Terpengaruh
b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?
Ada, Alasannya kurangnya pengunjung
c. Apakah saja kendala yang dialami selama berjualan di objek wisata Lappa
Laona?
Tidak ada
d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek
wisata Lappa laona?
Pemerintah mendukung dengan baik
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Saferuddin
Umur : 70
Pekerjaan : Petani
1. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?
a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata
selama covid 19?
Tidak bakudatangi
b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek
wisata Lappa laona?
Tidak ada, waktunya covid-19 pernah tertutup jadi tidak ada pengunjung.
Selama terbuka banyak mi pengunjung. Waktunya covid berkendala juga
dengan penjualan, dibukanya kembali tidak terlalumi.
c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?
Baik, ndak ada yang saya dengar menganai ini ini kalau saya
d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam
pengelolaan objek wisata selama covid 19?
Baik, nda ada ji kudengar saya juga mengenai apa-apa itu, tidak ada.
e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?
Dampak negatif : tidak ada
Dampak positif : bisa dibilang saya sebagai pengunjung disitu, baru liat-
liat ooh saya bisa pergi disini berjualan supaya ada penghasilan.
f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?
Tidak pernah
2. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi
masyarakat?
Iya berdampak, kan dengan berjualan-jualan disini ekonomi ta bagus,
asalkan bersatu semua ji masyarakat.
b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?
Iya ada perubahan karena adanya covid-19 pengunjung kurang yang
datang. Tapi selama terbukanya mi sudah ada perubahan lagi dengan
pendapatan. Sebelum covid-19 perubahan pendapatan ada tapi tidak
menentu tergantung dari pengunjung.
c. Apakah saja kendala yang dialami selama bejualan di objek wisata Lappa
Laona?
Air sama WC
d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek
wisata Lappa laona?
Respon pemerintah kepada masyarakat dibiarkan berusaha seperti
berjualan yang bisa dibutuhkan pengunjung.
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Arwan
Umur : 25
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Wiraswasta
1. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?
a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama
covid 19?
Luar biasa dampaknya, tentu sangat terpengaruh sama pedagang-
pedagang disini, karena beberapa bulan terakhir kan sempat ditutup ini
Lappa Laona. Jadi pedagang itu tidak memiliki pekerjaan. Masyarakat
disini sebenarnya banyak aktivitasnya karena mayoritas petani,
perkebunan jadi selain disini petani.
b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek
wisata Lappa laona?
Bentuk-bentuknya secara menyeluruh di masyarakat tidak terlalu
berdampak sebenarnya masyarakat disini, karena mayoritas bertani
cuman kita memang yang sebagai pedagang di wisata Lappa Laona. Luar
biasa dampaknya karena tidak ada yang menjual baru tidak ada juga
pengunjung, kalau ada pengunjung kan kita tetap antisipasi penularan
covid.
c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?
Interaksinya sesama masyarakat, kalau saya lihat secara pribadi justru
hadirnya ini wisata lappa laona justru menimbulkan sedikit konflik di
tengah-tengah masyarakat. Konflik seperti apa itu? Seperti konflik
dibagian distribusi, karena belum membentuk struktur secara resmi
pengeolaan wisata Lappa Laona. Masyarakat itu kayak berlomba-lomba
datang untuk di bagian distribusi, berjualan. Jualan tidak ditata dengan
baik jadi begini kondisinya.
d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam
pengelolaan objek wisata selama covid 19?
Masyarakat dengan pengelola renggang komunikasi, pengelola bekerja
saja tanpa meminta pertimbangan dari masyarakat disini. Tidak memberi
izin pada masyarakat disini tanpa berdiskusi. Tapi mulai sekarang itu
karena pemuda sudah mendorong untuk pengundiang pengelola,
koordinasi dengan masyarakat. Saya liat sudah mulai saat ini itu sudah,
bahkan kedepannya itu kita melakukan musyawara untuk pengembangan
wisata Lappa Laona.
e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?
Dampak negatif : ini ternaknya masyarakat disini jadi merasa terganggu,
karena dulunya disini semua bina sapih, kerbau tempatnya disini, titik
kumpulnya disini cari makan. Tapi saat ramai dikunjungi otomatis
terpengaruh, jadi terpengaruh juga sama masyarakat. Yang kedua kadang
terjadi konflik horizontal dikalangan masyarakat karena belum ada
regulasi yang jelas dari pengelola.
Dampak positif : masyarakat bisa membuka usaha kemudian wisata
lappa laona ini mulai dikenal pemerintah juga sudah sangat terpengaruh
dengan akses jalanan, masukmi juga listrik.
f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?
Selama ini belum ada, karena kita sesama pegadang sesama mencari
2. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi
masyarakat?
Jelas, karena sebagian masyarakat mulai membuka usaha kayak saya
misalnya
b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?
Perubahan drastis. Baik disini wisata lappa laona baik juga di luar.
Seperti apa itu kak perubahan yang dialami pendapatan ta, onsenya itu
sangat menurun sekali biasanya itu 1jt seminggu pada saat ada covid saat
ini sampai 200rb apa. Bahkan saat wabah itu tidak ada penjualan disini
lappa laona.
c. Apakah saja kendala yang dialami selama berjualan di objek wisata Lappa
Laona?
Banyak sih kendalanya, semisal kita agak susah dengan air karena mata
air jauh dari sini. Sekitar 500 m jarak dari sini mata air.
d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek
wisata Lappa laona?
Respon pemerintah baik sajah sih nggak pernah, nda tau dengan penjual
lain. Karena kalau dengan saya nda pernah komunikasi sama penjualan-
penjualan disini. Jadi saya simpulkan respo nya baik karena kami tidak
dapat teguran
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Anti
Usia : 22
Pekerjaan : Mengajar
1. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?
a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama
covid 19?
Hari ini ji pergi menjual disini hari mulai jumat, sabtu, sama ahad cuman
tiga hari. Oh tidak menentuki pergi menjual? Tidak, tidak hari-hari kan
disini itu banyak orang itu cuman itu hari sabtu minggu.
b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek
wisata Lappa laona?
Selama ini masih aman ji, maksudnya tidak ada ji yang terjadi
c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?
Yeah senang, karena maksudnya adanya wisata to banyak pengunjung
ada tommi pendapatannya orang.
d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam
pengelolaan objek wisata selama covid 19?
Saling bekerja sama, kan ada mentong mi disini kan dulunya di bagian
dibawa-bawa disitukan tidak diperbolehkan jadi dipindahkan kesini, iya
bisa ji menjual asalkan jangan di ganggu kayak pemandangan-
pemandangan dibawa situ too jadi makanya disitu disuruh menjual atau
di pinggir-pinggir sanakah, kan dulu banyak orang yang menjual tapi
tidak dibolehkan katanya merusak pemandangan jadi di pinggir-pinggir
lah kalau bisa.
e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?
Dampak negatif : mungkin karena banyak mi orang masuk mungkin
kayak ketakutan lah begitu, ketakutan bagaimana itu? Maksudnya
misalnya ada dari luar negri apa kan maksudnya ini sekarang kan covid
jadi mungkin kek ada ketakutanya lah bilang dari luar sana, ooh ada
ketakutan kepada masyarakat? Yeah sebagian berpendapat begitu,
sebagian juga endak mi. ada too bilang kek takut-takut ki karena banyak
mi orang masuk to, kek banyak mi orang awan, karena bukan ji yang
sekitar sini yang sering datang kesini? Bukan ada dari luar negri apa itu,
sering datang kesini kayak cina-cina banyak mi datang kesini, adalah
sedikit ketakutan masyarakat.
Dampak positif : yang bagian yang menjual-jual ada pendapatannya
setiap hari walaupun sedikit
f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?
Aman ji, nda ada ji
2. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?
a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi
masyarakat?
Sebagian, karena yang pergi menjual begini ji yang dapat.
b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?
Beginiji kasian kalau ada yang beli, kalau soal pendapatan tetap ji ada,
ada sedikit
c. Apakah saja kendala yang dialami selama berjualan di objek wisata Lappa
Laona?
Mungkin karena disini kan banyak pekerjaan begitu toh, kayak pergi di
sawah, pergi kebun, itu salah satunya misalnya nda bisa menjual karena
pergi ke sawah, kebun.
d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek
wisata Lappa laona?
Bagus ki, membangun justru membangun bilang bagus kalau pergi
menjual dapat penghasilan. Justru pemerintahlah yang mengarahkan
kesini bilang pergi ki menjual.
RIWAYAT HIDUP
Nasrah, Dilahirkan di Tokkene Kabupaten Barru pada tanggal
29 Juni 1998, anak pertama dari tujuh bersaudara, dari pasangan
Muhsin dan Aridah. Penulis memulai pendidikan di SD Inpres
Watu pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 3 Tanete Riaja dan
tamat pada tahun 2013. Dan penulis melanjutkan pendidikan di MA
Muhammadiyah Ele dan tamat pada tahun 2016. Kemudian pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikannya di Universits Muhammadiayah Makassar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada program studi Pendidikan Sosiologi
dan selesai pada tahun 2020 dengan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).
Penulis sangat bersyukur karena berkat kesempatan yang diberikan oleh
Allah S.W.T penulis bisa menimbah ilmu dan mendapatkan gelar sarjana, penulis
berharap ilmu yang selama ini di dapatkannya dapat berguna bagi dirinya,
keluarga serta orang lain.