DAMPAK LAMA APLIKASI MULSA TKKS TERHADAP SIFAT …repository.unja.ac.id/3128/1/Jurnal_Austin...

13
1 DAMPAK LAMA APLIKASI MULSA TKKS TERHADAP SIFAT TANAH DAN PERAKARAN KELAPA SAWIT DI KEBUN PT. SARI ADITYA LOKA 1, KECAMATAN AIR HITAM, KABUPATEN SAROLANGUN Austin Ullyta 1 , Itang Ahmad Mahbub 2 , Hasriati Nasution 2 Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi e-mail: [email protected] 1) Mahasiswa Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jambi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak lamanya aplikasi tandan kosong kelapa sawit (TKKS) terhadap beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit serta untuk mengetahui waktu yang efektif dari aplikasi tandan kosong kelapa sawit (TKKS) terhadap perubahan beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit. Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PT. Sari Aditya Loka 1 yang berada di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Penelitian dilakukan dengan Metode Survei Eksploratif-Deskriptif) dan pengambilan sampel tanah secara purposive sampling pada areal tanpa aplikasi TKKS serta areal yang telah diaplikasi TKKS selama 1 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 8 bulan, 12 bulan dan 18 bulan dengan kemiringan 0-3 % dan umur tanaman kelapa sawit 10 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tanah, suhu tanah siang (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm), suhu tanah sore kedalaman 0-5 cm, BV, TRP dan ketahanan penetrasi (kedalaman 0-5 cm, 5- 10 cm, 10-15 cm); berpengaruh nyata terhadap suhu tanah sore kedalaman 5-10 cm; berpengaruh tidak nyata terhadap pH H2O, C-organik, suhu tanah pagi (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm), suhu tanah sore kedalaman 10-15 cm, bobot dan volume akar kelapa sawit. Lamanya aplikasi mulsa TKKS berdampak pada peningkatan kadar air tanah, TRP, pH H2O, C-organik, bobot akar dan volume akar serta berdampak pada penurunan BV, ketahanan penetrasi, dan suhu tanah.Waktu aplikasi mulsa TKKS yang paling efektif terhadap perubahan beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit adalah 8 18 bulan setelah aplikasi. Kata kunci:Mulsa, TKKS, Sifat Tanah, Kelapa Sawit PENDAHULUAN Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Industri minyak sawit berkontribusi besar di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cerah. Selain itu, industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah yaitu

Transcript of DAMPAK LAMA APLIKASI MULSA TKKS TERHADAP SIFAT …repository.unja.ac.id/3128/1/Jurnal_Austin...

1

DAMPAK LAMA APLIKASI MULSA TKKS

TERHADAP SIFAT TANAH DAN PERAKARAN KELAPA SAWIT

DI KEBUN PT. SARI ADITYA LOKA 1, KECAMATAN AIR HITAM,

KABUPATEN SAROLANGUN

Austin Ullyta1, Itang Ahmad Mahbub2, Hasriati Nasution2

Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi

e-mail: [email protected]

1) Mahasiswa Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jambi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak lamanya aplikasi tandan kosong

kelapa sawit (TKKS) terhadap beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit

serta untuk mengetahui waktu yang efektif dari aplikasi tandan kosong kelapa

sawit (TKKS) terhadap perubahan beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa

sawit. Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PT. Sari Aditya

Loka 1 yang berada di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten

Sarolangun, Provinsi Jambi. Penelitian dilakukan dengan Metode Survei

Eksploratif-Deskriptif) dan pengambilan sampel tanah secara purposive sampling

pada areal tanpa aplikasi TKKS serta areal yang telah diaplikasi TKKS selama 1

bulan, 2 bulan, 4 bulan, 8 bulan, 12 bulan dan 18 bulan dengan kemiringan 0-3 %

dan umur tanaman kelapa sawit 10 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap kadar

air tanah, suhu tanah siang (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm), suhu tanah

sore kedalaman 0-5 cm, BV, TRP dan ketahanan penetrasi (kedalaman 0-5 cm, 5-

10 cm, 10-15 cm); berpengaruh nyata terhadap suhu tanah sore kedalaman 5-10

cm; berpengaruh tidak nyata terhadap pH H2O, C-organik, suhu tanah pagi

(kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm), suhu tanah sore kedalaman 10-15 cm,

bobot dan volume akar kelapa sawit. Lamanya aplikasi mulsa TKKS berdampak

pada peningkatan kadar air tanah, TRP, pH H2O, C-organik, bobot akar dan

volume akar serta berdampak pada penurunan BV, ketahanan penetrasi, dan suhu

tanah.Waktu aplikasi mulsa TKKS yang paling efektif terhadap perubahan

beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit adalah 8 – 18 bulan setelah

aplikasi.

Kata kunci:Mulsa, TKKS, Sifat Tanah, Kelapa Sawit

PENDAHULUAN

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis

golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Industri minyak sawit

berkontribusi besar di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cerah.

Selain itu, industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah yaitu

2

sebagai sumber daya penting untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya

pertanian dan pemrosesan selanjutnya (Yohansyah dan Lubis, 2014).

Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia mengalami kemajuan yang

pesat, terutama peningkatan luas areal kelapa sawit. Perkembangan luas areal

kelapa sawit di Indonesia pada kurun waktu 2006-2016 cenderung meningkat.

Jika pada tahun 2006 luas areal kelapa sawit Indonesia sebesar 6,59 juta hektar,

maka pada tahun 2016 luas areal kelapa sawit sementara telah mencapai 11,91

ribu hektar. Sementara angka estimasi luas areal kelapa sawit untuk tahun 2017

adalah 12,3 ribu hektar. Selanjutnya khusus untuk Provinsi Jambi pada tahun

2016 luas perkebunan kelapa sawit adalah 0,75 juta ha atau sebesar 6,09% dari

total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Ditjen Perkebunan, 2016).

Perluasan lahan kelapa sawit tersebut tidak saja pada lahan pertanian yang

produktif tetapi juga pada lahan marjinal. Tanah-tanah yang berpotensi dalam

pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yaitu tanah mineral masam.

Akan tetapi jenis tanah ini bila di gunakan untuk budidaya tanaman perkebunan

terutama tanaman kelapa sawit dihadapkan pada kendala baik secara fisik, kimia,

maupun biologi (Antari et al., 2014).

Kendala fisik pada tanah mineral masam yaitu stabilitas agregat rendah,

daya simpan air rendah, dan mudah mengalami erosi karena stabilitas rendah.

Kendala kimia yaitu volume akar rendah, kadar Al, Fe, dan Mn tinggi, KB rendah,

kadar bahan organik rendah, dan ketersediaan P dan Mo rendah. Kendala biologi

yaitu aktifitas mikroorganisme menjadi kurang dan tidak semua mikroorganisme

hidup pada tanah masam karena memiliki kemasaman yang tinggi. Selain itu

dengan kondisi tanah dan curah hujan yang tinggi, aktifitas pemeliharaan yang

tinggi mengakibatkan pemadatan tanah yang menyebabkan dampak buruk

terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Oleh karena itu, diperlukan solusi

untuk mengatasi dampak buruk pemadatan tanah terhadap sifat fisik, kimia dan

biologi tanah. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan cara

pemberian bahan organik (Khoiri et al., 2013).

Bahan organik yang didapat di perkebunan kelapa sawit selama ini masih

sering dianggap limbah, namun sebenarnya merupakan sumber hara yang

potensial bagi tanaman kelapa sawit dan sebagai pembenah tanah. Salah satu

bahan organik yang banyak dihasilkan di perkebunan kelapa sawit yaitu tandan

kosong kelapa sawit (Khoiri et al., 2013). TKKS merupakan limbah padat dengan

volume terbesar dalam pengolahan tandan buah segar (TBS) selain cangkang dan

fibre. TKKS dihasilkan dari proses perontokan buah (threshing) setelah proses

perebusan buah (sterilizing) (Sarwono, 2008). Setiap pengolahan 1 ton TBS akan

dihasilkan sebanyak 23% atau 230 kg TKKS. Dengan kapasitas pabrik 100 ton/jam

dapat menghasilkan 23 ton TKKS/jam, bila pabrik beroperasi 20 jam/hari akan

dihasilkan 460 ton TKKS/hari. Ketersediaan yang melimpah ini jika tidak dikelola

dengan baik akan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Pemanfaatan TKKS yang diaplikasikan sebagai mulsa dengan menebar

langsung ditempatkan pada gawangan maupun piringan kelapa sawit (Amin et al.,

2015). Mulsa diartikan sebagai bahan atau material yang sengaja dihamparkan di

permukaan tanah atau lahan pertanian (Umboh, 2002). TKKS sebagai mulsa

organik dapat meningkatkan produksi tanaman dengan melepas unsur hara secara

lambat ke tanah melalui mikroorganisme sehingga efektif dalam mendaur ulang

unsur hara (Pratiwi, 2010). Penggunaan mulsa organik akan membantu

3

mengurangi erosi, mempertahankan kelembaban tanah, mengendalikan volume

akar, memperbaiki drainase, mengurangi pemadatan tanah, meningkatkan

kapasitas pertukaran ion, dan meningkatkan aktivitas biologi tanah (Subowo et

al., 1990 dalam Antari et al., 2014).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PT. Sari Aditya

Loka 1 yang berada di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten

Sarolangun, Provinsi Jambi. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan

Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penelitian berlangsung ±

3 bulan dari bulan Maret 2017 sampai dengan Juni 2017.

Penelitian ini menggunakan metode survei (eksploratif – deskriptif) dan

pengambilan sampel tanah secara purposive sampling pada areal tanpa aplikasi

TKKS (sebagai kontrol) serta areal yang telah diaplikasi TKKS selama 1 bulan, 2

bulan, 4 bulan, 8 bulan, 12 bulan dan 18 bulan dengan kemiringan 0-3 % dan

umur tanaman kelapa sawit 10 tahun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4

ulangan pada masing-masing perlakuan yang dipilih secara acak sehingga didapat

28 jumlah sampel.

Tandan kosong kelapa sawit berasal dari pabrik kelapa sawit milik PT. Sari

Aditya Loka 1. Aplikasi tandan kosong kelapa sawit dilaksanakan oleh pihak

perusahaan yang diberikan dengan dosis 150 kg TKKS/tanaman dan

penempatannya dilakukan dengan cara ditebar di luar piringan/plong dalam

barisan tanam dengan ukuran 3 x 2 meter.

Pengambilan sampel tanah di tengah-tengah aplikasi TKKS. Sampel tanah

utuh diambil pada kedalaman 0-20 cm yang digunakan untuk memperoleh data

kadar air (KA), bobot volume (BV) dan total ruang pori (TRP) sementara sampel

tanah terganggu diambil pada kedalaman 0-20 cm yang digunakan untuk analisis

pH H2O dan dan C-organik. Sedangkan untuk mengetahui bobot akar dan volume

akar dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan ring akar dengan

ukuran diameter 15 cm dan tinggi 15 cm.

Data hasil pengamatan beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit

ditabulasi. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan lamanya waktu aplikasi

TKKS sebagai mulsa dilakukan olah data menggunakan analisis ragam (ANOVA)

dan uji lanjut menggunakan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) (α

= 5%) sedangkan untuk melihat hubungan antara lamanya aplikasi TKKS sebagai

mulsa terhadap beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit data diolah

menggunakan Regresi Kuadratik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak Lama Aplikasi Mulsa TKKS

Suhu Tanah dan Kadar Air

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS sebagai

mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tanah, terhadap suhu tanah

siang (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm) dan suhu tanah sore kedalaman 0-5

cm; berpengaruh nyata terhadap suhu tanah sore kedalaman 5-10 cm dan

berpengaruh tidak nyata terhadap suhu tanah pagi (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm,

10-15 cm) dan suhu tanah sore kedalaman 10-15 cm; dan berpengaruh sangat

4

nyata Rata-rata kadar air dan suhu tanah pagi pada berbagai perlakuan lamanya

aplikasi TKKS sebagai mulsa (Tabel 1).

Tabel 1. Kadar air dan suhu tanah pada berbagai perlakuan lamanya aplikasi

TKKS sebagai mulsa

Lama

Aplikasi

TKKS

(bulan)

0 1 2 4 8 12 18

Kadar

Air (%) 36,91 a 47,48 bc 41,97 ab 47,88 bc 48,78 bc 55,92 c 51,60 bc

Suhu Tanah (oC)

Kedalaman 0 – 5 cm

Pagi 26.84 a 26.73bc 26.58 abc 26.64 abc 26.21 a 26.30 a 26.60 a

Siang 26.84 c 26.96 ab 26.81 ab 26.89 a 26.66 a 26.65 a 26.99 bc

Sore 27.15 b 27.13 ab 27.14 a 27.24 ab 27.18 ab 27.05 ab 27.55 c

Kedalaman 5-10 cm

Pagi 31.54 a 29.46 a 29.35 a 28.59 a 29.19 a 29.20 a 30.74 a

Siang 30.15 b 28.74 a 28.08 a 27.89 a 28.51 a 27.91 a 29.81 b

Pagi 29.15 b 28.09 ab 27.45 ab 27.50 ab 27.75 b 27.20 a 28.59 b

Kedalaman 10-15 cm

Pagi 29.75 ab 29.01 ab 28.86 ab 29.48 ab 29.31 ab 29.08 a 30.68 b

Siang 29.61 d 29.33bc 29.29 ab 29.31 ab 29.58 ab 28.48 c 30.33 d

Pagi 29.10 b 29.05 b 29.09 b 28.81 ab 29.26 b 27.95 a 29.44 b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji

Duncan α =5%

Fluktuasi suhu tanah pada kedalaman 0-5 cm lebih stabil pada 4 bulan

setelah aplikasi mulsa TKKS, sedangkan pada kedalaman 5-10 cm dan kedalaman

10-15 lebih stabil pada 12 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS. Hal ini

dikarenakan pemberian mulsa TKKS dapat mencegah terjadinya fluktuasi suhu

tanah, sehingga kondisi suhu lingkungan rhyzosfer tetap terjaga dan

mikroorganisme dapat berkembang dengan baik sehingga proses penguraian

bahan organik tanah berlangsung dengan maksimal. Dengan kondisi suhu tanah

yang tetap terjaga maka air yang ada di dalam tanah akan tetap tersedia bagi

tanaman. Meningkatnya kadar air di dalam tanah akan mengakibatkan proses

absorbs dan transportasi unsur hara maupun air dalam tanah akan lebih baik

sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih bagi. Hal ini sesuai Sarief (1989) yang

mengatakan bahwa tanah dengan bahan organik tinggi akan mengabsorbsi kira-

kira 80% radiasi yang masuk ke tanah. Pengaruh utama bahan organik sebagai

mulsa adalah mereduksi suhu tanah. Mulsa ini digunakan untuk mengabsorbsi

sebagian besar radiasi matahari, mereduksi kehilangan panas dari tanah oleh

radiasi, mereduksi evaporasi air dari permukaan tanah dan menjaga kelembaban

tanah.

C-organik dan pH H2O

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS sebagai

mulsa berpengaruh tidak nyata terhadap C-organik dan pH H2O tanah. Rata-rata

C-organik dan pH H2O tanah pada berbagai perlakuan lamanya aplikasi TKKS

sebagai mulsa (Tabel 2).

5

Tabel 2. C-organik dan pH H2O tanah pada berbagai perlakuan lamanya aplikasi

TKKS sebagai mulsa

Lamanya Aplikasi TKKS

(bulan) C-organik (%) pH H2O

Tanpa Aplikasi TKKS 3,52 a 4,16 a

1 3,08 a 4,48 ab

2 4,19 a 4,68 ab

4 4,15 a 4,94 b

8 3,84 a 5,01 b

12 3,92 a 4,65 ab

18 3,09 a 4,36 ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji

Duncan α =5%

Tabel 2 menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS berpengaruh tidak

nyata terhadap C-organik. Hal ini diduga karena mulsa TKKS ini mengandung

rasio C/N dan lignin yang tinggi, sehingga TKKS belum terdekomposisi dengan

baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusmaningwati (2015) menyatakan baha

rasio C/N TKKS awal termasuk tinggi berkisar 50-60. Bahan organik yang

mempunyai C/N tinggi di atas 12 masih belum terdekomposisi dengan baik di

tanah. Menurut Toibi et al, (2015) kandungan liginin pada TKKS yaitu sebesar

22,8 % sehingga sukar terdekomposisi. Atmojo (2003) menambahkan bahwa

bahan organik yang mengandung lignin tinggi maka kecepatan mineralisasi N

akan terhambat. Perombakan lignin akan berpengaruh pada kualitas tanah dalam

kaitannya dengan susunan humus tanah.

Sedangkan lamanya aplikasi TTKS sebagai mulsa berpengaruh nyata

terhadap pH H2O, dimana nilai pH H2O tertinggi yaitu pada 8 bulan setelah

aplikasi TKKS dengan rata-rata 5,01 yang berbeda tidak nyata dengan 1 bulan, 2

bulan, 4 bulan, 12 bulan dan 18 bulan setelah aplikasi TKKS tetapi berbeda nyata

dengan tanpa aplikasi TKKS, sedangkan pH H2O paling rendah terdapat pada

tanpa aplikasi TKKS memiliki rata-rata 4,16. Semakin lama aplikasi TKKS

cenderung meningkatkan pH tanah, hal ini diduga karena adanya proses

perombakan mulsa TKKS menjadi bahan organik. Hasil perombakan tersebut

akan menghasilkan kation-kation basa dari bahan organik yang mampu

meningkatkan pH. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (2015)

mengemukakan bahwa proses pelapukan akan membebaskan basa yang

menyebabkan pH tanah meningkat.

Bobot Volume (BV), Total Ruang Pori (TRP) dan Ketahanan Penetrasi

Tanah

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS sebagai

mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap BV, TRP dan ketahanan penetrasi tanah

(kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm, 15-20 cm) . Rata-rata BV, TRP dan

ketahanan penetrasi tanah pada berbagai perlakuan lamanya aplikasi TKKS

sebagai mulsa (Tabel 3).

6

Tabel 3. BV, TRP dan ketahanan penetrasi tanah pada berbagai perlakuan

lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa

Lamanya Aplikasi

TKKS (bulan)

BV

(g/cm3)

TRP

(%)

Ketahanan Penetrasi (kg F/cm2)

0-5 cm 5-10 cm 10-15

cm

15-20

cm

Tanpa aplikasi

TKKS 1, 14 c 54,86 a 2, 88 d 3, 53 d 4, 41 d 5, 29 d

1 1, 08bc 57,55 ab 2, 23 c 2, 82 c 3, 64 c 4, 76 cd

2 1, 01 b 59,93 cd 2, 35 c 3, 11 cd 3, 82 c 4, 41 c

4 1, 00 ab 60,34 cd 1, 82 b 2, 35 b 2, 88 ab 3, 23 a

8 1, 02 b 59,59 bcd 2, 23 c 2, 76 c 3, 35 bc 3, 82 b

12 0, 91 a 61,33 d 1, 35 a 1, 82 a 2, 47 a 3, 17 a

18 0, 99 ab 73, 50 abc 1, 35 a 2, 00 ab 2, 41 a 2, 94 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji

Duncan α =5%

Semakin lama aplikasi TKKS ini cenderung menurunkan nilai BV dan

ketahan penetrasi (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm) tanah dan

meningkatkan TRP dibandingkan dengan tanpa aplikasi TKKS. Hal ini diduga

karena perombakan mulsa TKKS menjadi bahan organik. Bahan organik ini dapat

merangsang agregat tanah sehingga tanah menjadi gembur yang mempengaruhi

nilai BV, ketahanan penetrasi dan TRP. Bahan organik ini berperan sebagai agen

pengikat partikel tanah, sehingga agregasi tanah lebih baik yang mengakibatkan

tanah mempunyai kemampuan memegang air yang lebih baik. Mulsa ini

memungkinkan kegiatan jasad hidup tanah lebih besar. Peningkatan aktivitas

organisme akan memungkinkan organisme akan memungkinkan terbentuknya

ruang pori yang lebih banyak juga. Hal ini sejalan dengan pendapat Goeswono

(1983) dalam Refliaty et al., (2011) bahwa pemberian bahan organik ke dalam

tanah akan meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah sebagai mengurai bahan

organik yang akan membentuk struktur yang remah dan membuat pori-pori di

dalam tanah lebih banyak dan gembur sehingga bobot isi menjadi rendah,

sebagaimana diketahui bahwa total ruang pori (TRP) tanah berbanding terbalik

dengan bobot isi. Semakin tinggi total ruang pori (TRP) maka bobot isi semakin

rendah. Menurut Braver (1956) dalam Aleksandro et al., (2016) bahan organik

yang diberikan berupa mulsa sisa tanaman mengandung berbagai macam senyawa

yang akan diuraikan oleh mikroorganisme dan membantu melekatkan partikel-

partikel tanah membentuk agregat sehingga tanah menjadi sarang dan porous.

Bobot dan Volume Akar Kelapa Sawit

Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lamanya aplikasi

TKKS sebagai mulsa berpengaruh tidak nyata terhadap bobot dan volume akar

kelapa sawit. Rata-rata bobot dan volume akar kelapa sawit pada berbagai

perlakuan lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa (Tabel 4).

Tabel 4 menunjukkan bahwa lamanya aplikasi TKKS berpengaruh tidak

nyata terhadap bobot akar dan volume akar. Hal ini diduga karena rendahnya

kandungan unsur hara P pada mulsa TKKS yaitu sebesar 0,5% (Sarwono, 2008).

7

Bagi tanaman fosfor berguna untuk membentuk akar, fosfor mempunyai pengaruh

yang positif terhadap pertumbuhan akar (Antari et al., 2014).

Tabel 4 . Bobot dan volume akar kelapa sawit pada berbagai perlakuan lamanya

aplikasi TKKS sebagai mulsa

Lamanya Aplikasi TKKS

(bulan) Bobot Akar (gram) Volume Akar (mL)

Tanpa aplikasi TKKS 49, 40 a 55, 25 a

1 56, 00 a 75, 50 a

2 94, 43 a 87, 75 a

4 92, 78 a 99, 25 a

8 64, 35 a 74, 25 a

12 60, 15 a 57, 75 a

18 61, 00 a 68, 75 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji

Duncan α =5%

Hubungan Lamanya Aplikasi TKKS dengan C-organik, Sifat Tanah dan

Perakaran Kelapa Sawit

Pemberian TKKS sebagai mulsa berdampak pada peningkatan kadar air

tanah sampai titik maksimum 13 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS , sehingga

diperoleh waktu terbaik untuk perubahan kadar air tanah dari aplikasi mulsa

TKKS berdasarkan perlakuan yang diamati adalah 12 bulan setelah aplikasi mulsa

TKKS. Kemudian terjadi penurunan kadar air pada 18 bulan setelah aplikasi

mulsa TKKS. Hal ini diduga karena mulsa dapat mencegah evaporasi, air yang

menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh mulsa dan jatuh kembali ke

tanah. Mulsa TKKS yang menutupi permukaan tanah dapat menekan penguapan

sehingga air yang masuk kedalam tanah tetap tersimpan sebagai lengas tanah

dalam jumlah yang cukup dan relatif stabil.

Menurut Aleksandro et al, (2016) penutupan tanah dengan mulsa dapat

mempertahankan kelembaban tanah dari pengaruh langsung sinar matahari,

sehingga kehilangan air tanah yang disebabkan oleh evaporasi (penguapan air

tanah yang terutama disebabkan oleh sinar matahari) menjadi berkurang. Hal ini

sejalan dengan pendapat Umboh (1999) dalam Antari et al., (2014) yang

menyatakan bahwa pemberian mulsa di atas permukaan tanah dapat menahan

hantaman butiran air hujan sehingga agregat tanah tetap stabil dan terhindar dari

proses penghancuran sehingga pemulsaan dapat mencegah evaporasi dan air jatuh

kembali ke tanah.

Pemberian TKKS sebagai mulsa berdampak pada penurunan nilai suhu

tanah pada pagi, siang, dan sore (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm ) hal ini

disebabkan karena pemberian mulsa TKKS di atas permukaan tanah dapat

mengurangi penyerapan energi panas matahari oleh tanah. Menurut Antari et al

(2014) terjadinya penurunan suhu tanah dikarenakan suhu tanah bergantung pada

proses pertukaran panas antara tanah dan lingkungannya, proses ini terjadi akibat

adanya radiasi matahari dan pengaliran panas ke dalam tanah melalui proses

konduksi. Kemudian penurunan suhu tanah terjadi akibat adanya perubahan

radian energi yang mencapai tanah dan menyebabkan panas yang mengalir

8

kedalam tanah lebih sedikit dibandingkan tanpa mulsa. Hal ini sejalan dengan

pendapat Mahmood el al (2002), bahwa penurunan suhu tanah oleh mulsa

disebabkan penggunaan mulsa dapat mengurangi radiasi yang diterima dan

diserap oleh tanah sehingga dapat menurunkan suhu tanah.

Terjadinya peningkatan pH H2O dan C-organik ini disebabkan karena

adanya proses perombakan mulsa TKKS menjadi bahan organik sehingga

mengasilkan senyawa-senyawa organik. Bahan organik dapat meningkatkan pH

H2O tanah meskipun peningkatannya masih dalam kategori masam. Hasil

perombakan tersebut akan menghasilkan kation-kation basa yang mampu

meningkatkan pH H2O. Tingkat kemasaman tanah bergantung pada tingkat

kematangan dari bahan organik dan jenis tanahnya.

Penambahan bahan organik yang masih belum matang akan menyebabkan

lambatnya proses peningkatan pH tanah dikarenakan bahan organik masih belum

terdekomposisi dengan baik dan masih melepas asam-asam organik. Hal ini

sejalan dengan pendapat Winarso (2005) bahan organik secara terus menerus

terdekomposisi oleh mikroorganisme ke dalam bentuk asam-asam organik, karbon

dioksida (CO2) dan air, senyawa asam karbonat. Selanjutnya, asam karbonat

bereaksi dengan Cad an Mg karbonat di dalam tanah untuk membentuk bikarbonat

yang lebih larut, yang tercuci ke luar, yang akhirnya menginggalkan tanah yang

masam. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan C-organik

tanah dan juga peningkatan C-organik tanah ini juga dapat mempengaruhi sifat

tanah menjadi lebih baik secara fisik, kimia dan biologi. Menurut Suwardjo

(1981) dalam Antari et al (2014) sisa tanaman yang diberikan ke tanah lambat

laun akan terdekomposisi (terjadi mineralisasi) yaitu perubahan bentuk organik

menjadi anorganik sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia

untuk tanaman.

Pemberian TKKS sebagai mulsa berdampak pada penurunan BV sampai

titik minimum 12 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS, sehingga diperoleh waktu

terbaik untuk perubahan BV dari aplikasi mulsa TKKS berdasarkan perlakuan

yang diamati adalah 12 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS, kemudian terjadi

peningkatan BV pada 18 bulan setelah aplikasi mulsa TKKS. Pemberian TKKS

sebagai mulsa berdampak pada peningkatan TRP sampai titik minimum10 bulan

setelah aplikasi mulsa TKKS, sehingga diperoleh waktu terbaik untuk perubahan

TRP dari aplikasi mulsa TKKS berdasarkan perlakuan yang diamati adalah 12

bulan setelah aplikasi mulsa TKKS, kemudian terjadi penurunan TRP pada 18

bulan setelah aplikasi mulsa TKKS.

Hal ini diduga sebagai akibat terjadinya proses dekomposisi mulsa TKKS

menjadi bahan organik sehingga mampu menurunkan BV tanah . Peningkatan

TRP ini terjadi karena pemberian mulsa TKKS yang disebar diatas permukaan

tanah akan terjadi proses dekomposisi menjadi bahan organik. Bahan organik ini

berperan dalam mempertahankan serta meningkatkan pori-pori dalam tanah.

Penambahan bahan organik dari mulsa TKKS ini akan meyebabkan kondisi tanah

menjadi sarang, karena bahan organik yang diberikan akan menempati ruang di

antara partikel tanah sehingga tanah menjadi porous. Hal ini sejalan dengan

pendapat Khoiri et al (2013) Bahan organik ini dari aplikasi TKKS di atas

permukaan tanah dapat meningkatkan populasi organisme dalam tanah, seperti

cacing tanah. Pergerakan cacing di dalam tanah dapat membantu tebentuknya

pori-pori di dalam tanah, sehingga total ruang pori meningkat.

9

Menurut Wiskandar (2002) penambahan bahan organik akan meningkatkan

pori total tanah dan akan menurunkan bulk density. Bahan organik tanah berperan

sebagai perekat (pengikat) partikel tanah sehingga agregasi tanah menjadi baik,

ruang pori tanah meningkat dan bulk density menurun. Sedangkan menurut Junedi

(2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bahan organik tanah akan semakin

rendah bobot volume tanah dan semakin tinggi total ruang pori tanah. Hal ini

sejalan dengan pendapat Foth (1991) dalam Intara et al., (2011), menyatakan

bahwa tanah yang mengandung bahan organik tinggi menyebabkan tanah menjadi

gembur sehingga tanah longgar dan membentuk gumpalan-gumpalan tanah yang

menyebabkan berat volume tanah menjadi rendah.

Pemberian TKKS sebagai mulsa berdampak pada penurunan ketahanan

penetrasi kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm, dan 15-20. Hal ini disebabkan

karena terjadinya proses penguraian mulsa TKKS mengasilkan bahan organik

yang terbawa oleh air kemudian merembes kedalam tanah yang menyebabkan

tanah lapisan tanah atas lebih gembur . Bahan organik ini berperan sebagai agen

pengikat partikel tanah, sehingga agregasi tanah lebih baik yang mengakibatkan

tanah mempunyai kemampuan memegang air yang lebih baik. Menurut Endriani

(2010) semakin tinggi bahan organik tanah menyebabkan BV semakin rendah

sehingga ketahanan penetrasi pun semakin berkurang.

Pemberian mulsa TKKS ini disamping berpengaruh terhadap sifat-sifat

tanah juga berpengaruh terhadap perkembangan akar-akar tanaman kelapa sawit

baik itu berat akar maupun volume akar kelapa sawit. Hal tersebut dikarenakan

mulsa TKKS lambat laun akan terdekomposisi (terjadi mineralisasi) akan

menyumbang unsur hara untuk tanaman (Antari et al., 2014).

KESIMPULAN

1. Lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa berpengaruh sangat nyata terhadap

kadar air tanah, suhu tanah siang (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm),

suhu tanah sore kedalaman 0-5 cm, BV, TRP dan ketahanan penetrasi

(kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm); berpengaruh nyata terhadap suhu

tanah sore kedalaman 5-10 cm; berpengaruh tidak nyata terhadap pH H2O, C-

organik, suhu tanah pagi (kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm), suhu tanah

sore kedalaman 10-15 cm, bobot dan volume akar kelapa sawit.

2. Lamanya aplikasi TKKS sebagai mulsa berdampak pada peningkatan kadar

air tanah, total ruang pori (TRP), pH H2O, C-organik, bobot akar dan volume

akar. Sebaliknya waktu aplikasi TKKS sebagai mulsa berdampak pada

penurunan bobot volume BV, ketahanan penetrasi, dan suhu tanah.

3. Waktu aplikasi TKKS sebagai mulsa yang paling efektif terhadap perubahan

beberapa sifat tanah dan perakaran kelapa sawit adalah 8 – 18 bulan setelah

aplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman A, S Sutomo dan N Sutrisno. 2005. Teknologi pengendalian erosi

lahan berlereng dalam teknologi pengelolaan lahan kering menuju pertanian

produktif dan ramah lingkungan. Puslitbangtanak.

10

Aleksandro P, Wawan, Wardati. 2016 Sifat fisik tanah dystrudepts di bawah

tegakan kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) Fakultas Pertanian Universitas

Riau yang diaplikasi mulsa organic Mucana bracteata. J. Online Mahasiswa

3(1) 1-9.

Amin M, C Hanum dan Charloq. 2015. Kandungan hara tanah dan tanaman

kelapa sawit menghasilkan terhadap pemberian tandan kosong kelapa sawit

(TKKS) dan kedalaman biopori. J. Online Agroekoteknologi 3(2) 558-563.

Antari R, Wawan dan GME Manurung. 2014. Pengaruh pemberian mulsa

terhadap terhadap sifat fisik dan kimia tanah serta pertumbuhan akar kelapa

sawit. J. Online Mahasiswa 1(1) 1-13.

Asmar dan Ardinal. 2006. Peranan tiga sumber mulsa terhadap beberapa sifat

fisika ultisol dan hasil jagung semi (Zea mays L). J. Solum 3(2) 65-74.

Atmojo SW. 2003. Peran bahan organic terhadap kesuburan tanah dan upaya

pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Darmosarkoro W dan S Rahutomo. 2007. Tandan kosong kelapa sawit sebagai

bahan pembenah tanah. Jurnal Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit Edisi1.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit, C3:167-180.

Darnoko D dan T Sembiring. 2005. Sinergi antara perkebunan kelapa sawit dan

pertanian tanaman pangan melalui aplikasi kompos TKS untuk tanaman

padi. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005: Peningkatan Produktivitas

Kelapa Sawit Melalui Pemupukan dan Pemanfaatan Limbah PKS. Medan

19-20 April.

[Ditjen Perkebunan]. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017. Jakarta.

[Ditjen PPHP]. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Jakarta

Endriani. 2010. Sifat fisika dan kadar air tanah akibat penerapan olah tanah

konservasi. J. Hidrolitan 1(1): 26-34.

Fauzi Y, YE Widyastuti, I Satyawibawa dan R Hartono. 2002. Kelapa Sawit.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Harsono P. 2012. Mulsa organik: pengaruhnya terhadap lingkungan mikro, sifat

kimia tanah dan keragaan cabai merah di tanah vertisol Sukoharjo pada

musim kemarau. J. Hort. Indonesia 3(1): 35-41.

Hasibuan ASZ. 2015. Pemanfaatan bahan organik dalam memperbaiki beberapa

sifat tanah pasir pantai selatan Kulon Progo. J. Planta Tropica of Agro

Science 3(1) 32-40.

Haryanti A, Norsamsi, PCF Sholiha dan NP Putri. 2014. Studi pemanfaatan

limbah padat kelapa sawit. J. Konversi 3(2): 20-29.

11

Intara YI, A Sapei, Erizal, N Sembiring dan MHB Djoefrie. 2011. Pengaruh

pemberian bahan organik pada tanah liat dan lempung berliat terhadap

kemampuan mengikat air. J. Ilmu Pertanian Indonesia 16(2): 130-135.

Junedi H. 2010. Perubahan sifat fisika ultisol akibat konversi hutan menjadi lahan

pertanian. J. Hidrolitan 1(2): 10-14.

Kadarso. 2008. Kajian penggunaan jenis mulsa terhadap hasil tanaman cabai

merah varietas Red Charm. J. Agros 10:134-139.

Kartasapoetra AG. 2004. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan

Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.

Khoiri A, E Annom dan Wawan. 2013. Perubahan sifat fisik berbagai jenis tanah

di bawah tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang diaplikasi

tandan kosong kelapa sawit (TKKS) di PT. Salim Ivomas Pratama. J. Online

Mahasiswa

Kurniawan E, Ardian dan Wawan. 2014. Sifat kimia tanah dan perkembangan

akar kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada berbagai dimensi rorak

dengan pemberian tandan kosong kelapa sawit. J. Online Faperta 1(2).

Kesumaningwati R. 2015. Penggunaan MOL bonggol pisang (Musa paradisiaca)

sebagai decomposer untuk pengomposan tandan kosong kelapa sawit. J.

Zira’ah 40(1): 40-45

Mahmood M, K Farroq, A Hussain, R Sher. 2002. Effect of mulching on growth

and yield of potato crop. Asian J. of Plant Sci. 1(2):122-133.

Marliah A, Nurhayati dan D Susilawati. 2011. Pengaruh pemberian pupuk organik

dan jenis mulsa organik terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine

max (L.) Merrill). J. Floratek 6: 192-201.

Pahan. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis Dari Hulu

Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.

Pahan I. 2015. Panduan Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Pratiwi P. 2010. Perubahan beberapa sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman

jagung (Zea mays L.) pada ultisol akibat pemberian limbah PKS dan cacing

tanah. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan.

Ramli, AK Paloloang , UA Rajamuddin. 2016. Perubahan sifat fisik tanah akibat

pemberian pupuk kandang dan mulsa pada pertanaman terung ungu

(Solanum melongena L.), Entisol, Tondo palu. J. Agrotekbis 4(2):160 – 167.

Refliaty, G Tampubolon, Hendriansyah. 2011. Pengaruh pemberian kompos sisa

biogas kotoran sapi terhadap perbaikan beberapa sifat fisik ultisol dan hasil

kedelai (Glycine max (L.) Merril). J. Hidrolitan 2(3): 103-114.

Sarief S. 1988. Fisika – Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.

12

Sarwono E. 2008. Pemanfaatan janjang kosong kelapa sawit sebagai substitusi

pupuk tanaman kelapa sawit. J. APLIKA 8(1): 19-23.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian IPB. Bogor. 519 hal.

Sudiyani Y, KC Sembiring, H Hendarsyah dan S Alawiyah. 2010. Alkaline

pretreatment and enzymatic saccharification of oil palm empty fruit bunch

fiber for ethanol production. J. Menara Perkebunan 78(2) 70-74.

Suwanto dan Y Oktavianty. 2012. Budidaya 12 Tanaman Perkebunan Utama.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Toiby AR. E Rahmadani dan Oksana. 2015. Perubahan sifat kimia tandan kosong

kelapa sawit yang difermanentasi dengan EM4 pada dosis dan lama

pemeraman yang berbeda. J Agroekoteknologi 6(1): 1-8.

Umboh AH. 2002. Perunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widiastuti H dan T Panji. 2007. Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sisa

jamur merang (Volvariella volvacea) (TKSJ) sebagai pupuk organik pada

pembibitan sawit. J. menara Perkebunan 75(2): 70-79.

Winarso S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gaya

Media, Yogyakarta.

Wiskandar. 2002. Pemanfaatan pupuk kandang untuk memperbaiki sifat fisik

tanah di lahan kritis yang telah diteras. Konggres Nasional VII.

Yohansyah WM dan I Lubis. 2014. Analisis produktivitas kelapa sawit (Elaeis

quineensis Jacq.) di PT. Perdana Inti Sawit Perkasa I, Riau. Bul. Agrohorti

2(1):125-131.

Yunindanova MB, H Agusta dan D Asmono. 2013. Pengaruh tingkat kematangan

kompos tandan kosong sawit dan mulsa limbah padat kelapa sawit terhadap

produksi tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) pada tanah ultisol.

J. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 10(2):91-1.

13