DAMPAK KEBIJAKAN SATU KELUARGA SATU ANAK DI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20369078-MK-Irena...
Transcript of DAMPAK KEBIJAKAN SATU KELUARGA SATU ANAK DI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20369078-MK-Irena...
-
UNIVERSITAS INDONESIA
DAMPAK KEBIJAKAN SATU KELUARGA SATU ANAK DI CINA
MAKALAH NON SEMINAR
IRENA DEBORA VEGA
1006700305
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI CINA
DEPOK
FEBRUARI 2014
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
DAMPAK KEBIJAKAN SATU KELUARGA SATU ANAK DI CINA
Irena Debora Vega S
Program Studi Cina, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok
E-mail : [email protected]
Abstrak
Jurnal ini membahas tentang dampak dari adanya kebijakan satu keluarga satu anak di Cina selama tahun 1952 hingga
saat ini. Kebijakan ini berhasil menurunkan jumlah penduduk, tetapi di sisi lain menimbulkan masalah baru terutama
perbedaan jumlah angka kelahiran penduduk laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini menimbulkan masalah sosial
seperti masalah ketenagakerjaan dan perdagangan manusia. Munculnya dampak seperti itu dipicu oleh kepercayaan
terhadap kebudayaan tradisional.
Abstract
Impacts of One Family One Child Policy in China. This paper discusses about the impacts of one family one child
policy in China 1952 until now. This policy was success to decrease the population number, but on the other side it
cause a new problem which is the differences of men and woman birth rate. The differences cause social problem such
as employment problem and human trafficking. The impact was caused by their trust in traditional culture.
Keywords :chinese government policy
1. PENDAHULUAN
Masalah kependudukan sudah menjadi masalah
yang cukup menarik perhatian pemerintah Cina
karena pemerintah menyadari bahwa masalah
kependudukan ini akan membawa dampak yang
besar bagi negara Cina dan penduduk Cina
sendiri. Jumlah total penduduk pada tahun 2013
sudah mencapai 1,3 milyar orang merupakan
hasil dari usaha-usaha pemerintah Cina dalam
menangani jumlah penduduk seperti program
Keluarga Berencana dan Kebijakan Satu
Keluarga Satu Anak.
Sejak tahun 1952 pemerintah Cina sudah
mengkampanyekan program Keluarga
Berencana yang lebih menekankan kepada
kesehatan ibu dan anak akan tetapi program
tersebut tidak terlalu membawa dampak yang
signifikan bagi pertumbuhan penduduk
Cinapada masa itu.1
Program tersebut tidak
memberikan dampak yang signifikan karena
hingga tahun 1978, jumlah penduduk Cina
mengalami pertumbuhan sebesar 77,7%.2Oleh
sebab itu pada tahun 1979, pemerintah Cina
memperkeras kebijakan tersebut dengan
program baru yang dikenal dengan Kebijakan
Satu Keluarga Satu Anak. 3
Demi keberhasilan Kebijakan Satu Keluarga
Satu Anak hingga ke pelosok-pelosok Cina,
pemerintah melakukan usaha yang cukup keras.
Walaupun usaha pemerintah Cina dalam
melaksanakan Kebijakan Satu Keluarga Satu
1Elisabeth Croll. “Introduction: Fertility Norms and Family Size in China”, dalam China’s One-Child Family Policy.
1985. hlm. 1-36. 2Pontoh, Coen Husain. “ Mao Zedong dan Korban 70 juta Jiwa”. www.indoprogress.blogspot.com/2010/12/mao-
zedong-dan-korban-75-juta-jiwa.html?m=1 diakses pada
tanggal 21 Februari 2014 3Murtiningtyastuti,Sri. Kebijaksanaan Cina Mengenai ‘Satu
Keluarga Satu Anak’. Depok: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. 1989.
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
Anak sudah cukup keras dan dapat mengontrol
jumlah penduduk, namun dalam kenyataannya
kebijakan ini pun membawa masalah lain bagi
masyarakat Cina seperti adanya upaya untuk
hanya mendapatkan anak laki-laki karena
mereka masih memegang teguh kepercayaan
tradisional. Oleh sebab itu dalam penulisan ini
akan dibahas lebih lanjut lagi mengenai dampak
dari Kebijakan Satu Keluarga Satu Anak.
Apakah penyebab masalah-masalah tersebut
hanyamerupakan dampak dari penerapan
kebijakan pemerintah atau ada faktor lainnya
seperti dampak dari faktor kebudayaan
tradisional Cina yang masih dipertahankan?
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka.
3. KAJIAN TEORETIS DAN
HIPOTESIS
3.1. Kajian Teoretis
Program Keluarga Berencana merupakan
sebuah program yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah Cina semenjak tahun
1952 yang awalnya bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak
tetapi pada akhirnya beralih tujan menjadi
program untuk mengontrol jumlah
penduduk berjalan begitu lancar sehingga
angka laju pertumbuhan penduduk Cina
semakin lama semakin bertambah.4 Oleh
karena itu, pada 11 Agustus 1979 wakil
Perdana Menteri Chen Muhua
menjalankan Kebijakan Satu Keluarga
Satu Anak untuk memperkuat program
yang sudah ada sebelumnya, setelah
dijalankannya program tersebut Perdana
Menteri Chen Muhua mengawasi serta
mengontrol jalannya program dengan
sangat ketat.5
Pemerintah Cina
berpendapat bahwa hanya dengan program
seperti ini angka laju pertumbuhan
penduduk Cina akan menurun mencapai
angka 0.
4 Murtiningtyastuti,Sri. Kebijaksanaan Cina Mengenai
‘Satu Keluarga Satu Anak’. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1989. 5Ibid.
Dikarenakan pesebaran penduduk Cina
yang tidak merata di seluruh wilayah,
maka ada perbedaan-perbedaan yang
terjadi dalam pelaksanaan Kebijakan Satu
Keluarga Satu Anak. Kebijakan ini cukup
berhasil di wilayah perkotaan karena
semakin banyak keluarga dari pasangan
muda yang merasa puas jika hanya
memiliki satu orang anak saja. Berbeda
dengan wilayah perkotaan, di wilayah
pedesaan dan di wilayah pedalaman
program ini kurang berhasil karena masih
banyak keluarga yang memiliki konsep
pemikiran semakin banyak memiliki anak,
maka kehidupan semakin makmur dan
bahagia, sehingga keluarga-keluarga
tersebut masih menginginkan sebuah
keluarga yang memiliki anak lebih dari
satu orang. Sebenarnya pemerintah Cina
tidak pernah membuat suatu peraturan
yang keras untuk memiliki hanya satu
orang anak secara khusus di wilayah
perkotaan atau di wilayah pedesaan dan
pedalaman, akan tetapi pemerintah Cina
pada saat itu menyusun sebuah persyaratan
dan petunjuk khusus dari Kebijakan Satu
Keluarga Satu Anak tersebut yaitu
pelaksanaan program bedasarkan
pesebaran penduduk, perbedaan latar
belakang ekonomi, serta latar belakang
kebudayaan, contohnya sebuah keluarga
yang tinggal di wilayah yang pesebaran
penduduknya sangat jarang diperbolehkan
untuk memiliki anak lebih dari satu tetapi
jarak kelahirannya ditentukan dengan tepat
yaitu berjarak sekitar empat tahun.6
Keluarga-keluarga yang sudah ditetapkan
sebagai keluarga yang memiliki seorang
anak akan mendapatkan pembagian uang
tunai sebagai tunjangan hidup.
Berbeda dengan kondisi pelaksanaan
Kebijakan Satu Keluarga Satu Anak di
wilayah yang berpenduduk sedikit, kondisi
pelaksanaan di wilayah perkotaan yang
padat penduduk sangat ketat. Pasangan
yang memiliki anak lebih dari satu, harus
bertanggung jawab pada biaya pengobatan
dan rumah sakit selama sang ibu
mengandung dan melahirkan anak kedua
atau lebih.7 Orang tua yang memiliki anak
6Murtiningtyastuti,Sri. Kebijaksanaan Cina Mengenai ‘Satu
Keluarga Satu Anak’. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1989. 7Ibid.
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
lebih dari satu harus membiayai biaya
perawatan, biaya sekolah, biaya kesehatan,
dan biaya lainnya dari anak kedua atau
lebih.8
Selain itu, gaji orang tua yang
memiliki anak lebih dari satu akan
dipotong sebesar 10% selama tiga tahun.
Tidak hanya keluarga yang memiliki anak
lebih dari satu saja yang menerima
hukuman-hukuman seperti itu, keluarga
yang sudah ditetapkan sebagai keluarga
beranak tunggal akan dikenai hukuman
apabila keluarga tersebut memiliki anak
lagi setelah ditetapkan sebagai keluarga
yang memiliki anak tunggal, seperti
pembagian uang tunai yang sudah
diberikan oleh pemerintah kepada keluarga
tersebut ditarik kembali dan semua hak
istimewa yang sudah diberikan untuk
keluarga tersebut dikurangi.9
Apabila
keberadaan anak kedua tetap
dipertahankan, maka status sosial keluarga
tersebut akan diturunkan. Jika keluarga
tersebut memiliki seorang anak lagi,
keluarga tersebut akan menerima hukuman
yang lebih berat lagi dari pemerintah Cina
yaitu penghasilan orang tua akan dipotong
sebesar 10% setiap bulannya sampai anak
ketiga tersebut berusia 16 tahun.10
Akan
tetapi ada pengecualian untuk kasus
kelahiran anak ketiga, jika anak ketiga
terlahir sebagai anak kembar, maka gaji
orang tua hanya akan dipotong 5% setiap
bulannya hingga anak tersebut berusia 14
tahun.
Dalam prakteknya, program pemerintah
mengenai Kebijakan Satu Keluarga Satu
Anak ada beberapa pengecualian-
pengecualian yang terjadi pada tahun
1985-2000.11
Setiap propinsi memiliki
pengecualiannya masing-masing,
contohnya jika sebuah keluarga memiliki
anak pertama yang cacat atau bagi
pasangan yang sudah bercerai dan salah
satu dari pasangan tersebut tidak memiliki
anak laki-laki maka akan diperbolehkan
untuk memiliki anak lagi dengan catatan
pasangannya yang baru juga tidak
memiliki anak. Contoh lainnya, di propinsi
8Murtiningtyastuti,Sri. Kebijaksanaan Cina Mengenai ‘Satu
Keluarga Satu Anak’. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1989. 9 Ibid. 10 Ibid. 11 Xin Lin. Family Planning Policy Improves dalam Beijing
Review, Vol. 29 No. 28, July 14, 1986, hlm.4
Guandong terdapat peraturan-peraturan
yang sangat rinci mengenai pengecualian
bagi penduduk yang berada di wilayah
pedesaan untuk memiliki anak kedua,
antara lain :
1. Jika anak pertama cacat
dan tidak mampu
bekerja seperti orang-
orang normal.
2. Jika dalam pernikahan
yang kedua, hanya salah
satu dari pasangan yang
menikah yang memiliki
seorang anak dari
pernikahan sebelumnya,
atau keduanya sudah
memiliki anak tetapi
anak-anak tersebut
diasuh oleh pasangan
sebelumnya.
3. Jika suami dan istri
merupakan anak
tunggal.
4. Jika suami atau istri
sudah bekerja lebih dari
empat tahun bekerja di
tambang bawah tanah
atau di kapal selam,
karena kondisi seperti
ini sangat berat. Selain
itu, kondisi tersebut
menjadi penghalang
untuk mengerjakan hal-
hal rumah tangga serta
menjadi penghalang
untuk bertemu dengan
keluarga.
Selain itu, bagi masyarakat Cina yang
termasuk ke dalam suku minoritas
kebijakan pemerintah tersebut
dilonggarkan agar keberadaan suku
minoritas tersebut tidak punah.12
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerintah
Cina benar-benar mengawasi dengan ketat
jalannya Kebijakan Satu Keluarga Satu
Anak di masyarakat. Setiap keluarga yang
mematuhi ketetapan pemerintah tersebut
akan mendapatkan bonus, sedangkan
keluarga yang tidak mematuhi ketetapan
tersebut akan diberikan hukuman oleh
12http://www.bbc.co.uk/indonesian/indepth/story/2009/10/091012_chinaminorities.shtml. 12 Oktober 2009 diakses pada
tanggal 19 Februari 2014
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
pemerintah. Akan tetapi pada
kenyataannya, pelaksanaan kebijakan
tersebut masih ada beberapa pengecualian
yang terjadi, adanya pengecualian-
pengecualian tersebut tergantung pada
masing-masing pemerintah daerah
diberlakukannya Kebijakan Satu Keluarga
Satu Anak.
Kebudayaan merupakan salah satu hal
yang tidak mudah dilepaskan atau
dihilangkan dari suatu peradaban
masyarakat karena kebudayaan sudah
diajarkan secara turun-temurun dan
kebudayaan tersebut akan membentuk pola
pikir dari suatu masyarakat, demikian pula
dengan kebudayaan tradisional Cina.
Kebudayaan tradisional Cina tidak hanya
meliputi pakaian atau adat istiadat saja,
tetapi juga termasuk dalam kepercayaan-
kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
Cina seperti konfusianisme. Pengajaran-
pengajaran konfusianisme tidak hanya
dijadikan dasar hidup masyarakat Cina
tradisional tetapi juga masyarakat Cina
modern.
Ajaran konfusianisme lebih menekankan
kepada hubungan antar manusia dengan
manusia lainnya, dengan membina
hubungan yang baik antara manusia
dengan manusia maka kehidupan dari
setiap individu akan harmonis terlebih lagi
akan berdampak baik pada negara. Salah
satu Ajaran konfusianisme yang sangat
terkenal adalah Wǔ Lún ( 五论 ). Dalam
Wǔ Lún diajarkan lima hubungan manusia
dengan manusia lainnya,13
yaitu :
a. Hubungan antara raja dengan
menteri-menterinya.
b. Hubungan antara ayah dengan
anak laki-lakinya.
c. Hubungan antara suami
dengan istrinya.
d. Hubungan antara anak laki-
laki dengan saudaranya laki-
laki.
e. Hubungan antara manusia
dengan temannya.
Dalam konfusianisme, khususnya ajaran
mengenai lima hubungan ini, ditetapkan
13J.Y. Tan. “Confusianism and Neo-Confusianism”. hlm. 95 diakses dari http://www.jonathantan.org/essays/Chinese-
NCE-Confucianism.pdf pada tanggal 30 Desember 2013
bahwa setiap menteri harus taat pada raja;
setiap anak khususnya laki-laki harus taat
pada ayahnya; setiap istri harus taat kepada
suaminya; setiap anak harus menjaga
hubungan baik dengan saudaranya; dan
setiap orang juga harus menjaga hubungan
baik dengan sesama temannya. Dalam poin
pertama yang mengatur hubungan antara
raja dan menteri terlihat jelas konfusius
ingin menekankan hubungan antara atasan
dan bawahan, tetapi tersirat dalam poin ini
bahwa yang lebih berhak duduk dalam
sistem pemerintahan yang ada adalah laki-
laki. Dalam poin kedua, terlihat konfusius
ingin menekankan hubungan yang ada
dalam keluarga yaitu antara ayah dengan
anaknya. Akan tetapi di poin ini hanya
disebutkan anak laki-laki saja, karena anak
laki-laki dianggap lebih penting
dibandingkan anak perempuan. Dalam
poin ketiga, terlihat konfusius ingin
menekankan hubunganantara suami
dengan istri dan tampak jelas bahwa
kedudukan perempuan harus berada di
bawah kedudukan laki-laki. Dalam poin
yang keempat, terlihat bahwa konfusius
ingin menekankan hubunganantara kakak
beradik, uniknya di poin ini hanya
digunakan kata anak laki-laki dan
saudaranya laki-laki yang memperjelas
kedudukan anak laki-laki lebih
diunggulkan dalam keluarga Cina. Hampir
sama dengan poin yang keempat, dalam
poin terakhir tersebut konfusius
menekankan hubungan antara manusia
dalam masyarakat. Dari uraian tersebut
disimpulkan bahwa laki-laki yang lebih
dipentingkan oleh masyarakat Cina.
Di mata masyarakat Cina kelahiran
seorang anak merupakan sebuah peristiwa
yang sangat disambut baik. Pada keluarga
Cina tradisional yang juga masih
menganut kebudayaan Cina tradisional,
kelahiran merupakan hal yang sangat
diharapkan terlebih lagi jika anak itu
adalah anak laki-laki dengan kehadiran
anak laki-laki keberlangsungan keluarga
yang didasarkan pada hubungan
kekerabatan yang mengikuti garis
keturunan pria akan berlangsung dengan
baik. Masyarakat Cina meyakini tanpa
anak laki-laki di dalam sebuah keluarga
keberlangsungan keluarga tersebut akan
terhenti. Para orang tua yang tidak
memiliki anak laki-laki pasti akan merasa
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
khawatir akan kehidupan hari tuanya dan
juga kehidupannya setelah meninggal nanti,
karena diyakini bahwa hanya anak laki-
laki tertua yang harus mengurus dan
merawat orang tua selama di dunia seperti
yang tertulis dalam poin kedua dalamWǔ
Lún ( 五论 ). Selain itu, diyakini bahwa
hanya keluarga anak laki-laki yang dapat
melakukan dan meneruskan pembakaran
dupa di depan pemujaan leluhur sebagai
bentuk ketaatan terhadap orang tua. Oleh
sebab itu jika tidak memiliki anak laki-laki,
setiap keluarga akan mengupayakan untuk
mendapatkan seorang anak laki-laki seperti
mengadopsi anak laki-laki atau menikahi
wanita lain yang dapat memberikan
seorang anak laki-laki.14
Berbeda dengan anak laki-laki yang lebih
diutamakan dalam keluarga Cina, pada
saat seorang ibu melahirkan seorang bayi
perempuan, kabar baik tentang kelahiran
bayi perempuan itu tidak akan diberitakan
secara besar-besaran. Ada juga sebuah
pepatah kuno yang mengatakan bahwa jika
seorang ibu melahirkan anak laki-laki,
bayinya akan diberi permainan dengan
batu giok, sedang jika bayi itu perempuan,
ia akan dibiarkan bermain dengan pecahan
gamping di tanah.15
Hal ini disebabkan oleh
konsep pemikiran keluarga Cina yang
menganggap bahwa anak perempuan pada
suatu hari akan meninggalkan orang
tuanya. Selain itu diyakini bahwa memiliki
anak perempuan merupakan suatu
kerugian karena membesarkan anak
perempuan sama dengan menghabiskan
uang untuk keluarga orang lain,
maksudnya adalah orang tua membiayai
semua kehidupan anak perempuan sampai
dewasa dan ketika sudah dewasa orang tua
akan kehilangan anak perempuannya
karena akan dinikahi oleh seorang laki-laki
dan masuk menjadi anggota keluarga laki-
laki tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga
Cina yang memiliki pemikiran yang selalu
menganggap bahwa kedudukan wanita
jauh di bawah kedudukan pria dan
14 Gondomono. Membanting Tulang Menyembah Arwah: Kehidupan Kekotaan Masyarakat Cina. Depok: Fakultas
Sastra Universitas Indonesia. 1996. 15Kuntjara, Esther. Perempuan Tionghoa dalam Pembentukan Budaya Indonesia Tionghoa. Surabaya:
Fakultas Sastra Universitas Perta, hlm.2
kehadiran anak laki-laki dalam keluarga
akan membawa berbagai keuntungan
dalam keluarga tersebut, sebaliknya
kehadiran anak perempuan di tengah
keluarga akan merugikan keluarga. Hal ini
membuat banyak keluarga Cina yang lebih
mementingkan anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan.
Pandangan-pandangan seperti ini membuat
keluarga Cina lebih mengharapkan
kehadiran anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan.
3.2.Hipotesis
Patut diduga bahwa dampak dari kebijakan
Satu Keluarga Satu Anak bukan hanya
sebatas penurunan jumlah penduduk. Akan
tetapi karena adanya pola pikir masyarakat
tradisional, maka akan ada masalah lain
yang muncul. Salah satu masalah tersebut
adalah adanya upaya-upaya untuk hanya
memiliki anak laki-laki.
4. PEMBAHASAN
4.1. Faktor Kebudayaan
Keyakinan keluarga-keluarga Cina yang
masih menganggap bahwa semakin banyak
anak laki-laki semakin membawa kebaikan
dan keuntungan, secara tidak sadar sudah
terbentuk di dalam diri setiap masyarakat
Cina. Oleh sebab itu, setiap keluarga yang
hendak mempunyai seorang anak tentunya
sangat berharap akan mendapatkan anak
laki-laki.
Bagi masyarakat Cina, anak laki-laki lebih
berharga dibandingkan dengan anak
perempuan. Pemikiran seperti ini timbul
karena masyarakat meyakini bahwa hanya
keluarga anak laki-laki yang dapat
melakukan pemujaan roh leluhur serta
hanya anak laki-laki yang dapat
meneruskangaris keturunan keluarga,
sehingga sebagian besar darimasyarakat
Cina lebih menginginkan anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Selain itu
konsep pemikiran mengenai anak laki-laki
lebih diutamakan dibanding anak
perempuan didapatkan dari filsafat hidup
yang dipegang teguh oleh keluarga Cina
tradisional yaitu pengajaran konfusianisme
mengenai Wǔ Lún. Pengajaran ini secara
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
tidak langsung menyiratkan bahwa anak
laki-laki lebih diutamakan daripada anak
perempuan.16
Angka kelahiran bayi laki-laki semakin
meningkat pesat setelah adanya program
pemerintah yang membatasi jumlah anak
dalam keluarga, yaitu Kebijakan Satu
Keluarga Satu Anak. Kebijakan
pemerintah ini dilaksanakan dan diawasi
dengan ketat oleh pemerintah, setiap ada
sebuah keluarga yang melanggar kebijakan
ini maka keluarga tersebut akan dikenakan
sanksi, begitu juga sebaliknya setiap
keluarga yang mematuhi kebijakan
tersebut akan diberikan hadiah. Walaupun
pelaksanaan dan pengawasannya
dilakukan dengan ketat, kenyataannya
masih ada pengecualian-pengecualian
khusus yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah masing-masing wilayah di Cina.
Dengan adanya kebijakan seperti ini,
setiap keluarga di Cina berlomba-lomba
untuk hanya memiliki seorang anak untuk
mendapatkan hadiah berupa tunjangan dari
pemerintah, dan tentunya seorang anak
laki-laki agar keberlangsungan keluarga
masing-masing tetap terjaga. Oleh karena
itu semenjak diberlakukannya kebijakan
ini, banyak keluarga yang secara sengaja
membuang anak-anak perempuan bahkan
ada yang sampai menggugurkan
kandungan ketika mengetahui bahwa anak
yang di dalam kandunganadalah anak
perempuan, hal ini kemudian berdampak
pada penurunan jumlah populasi
perempuan di Cina.17
4.2. Masalah Sosial Akibat Kebijakan
Satu Keluarga Satu Anak
Dampak dari Kebijakan Satu Keluarga
Satu Anak adalah masyarakat Cina tidak
dapat memilih jenis kelamin anak yang
lahir, padahal seharusnya mereka dapat
menerima jenis kelamin anak mereka
nantipermepuan maupun laki-laki. Akan
16
Gondomono. Membanting Tulang Menyembah Arwah:
Kehidupan Kekotaan Masyarakat Cina. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1996. 17Santoso, Budi. Peranan United Nation of Children’s Fund
(UNICEF )Melalui Kampanye Women and Children First pada Tahun 2004 dalam Mengurangi Dampak Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Anak di Cina.
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdl-budisantos-32760-11-unikom_b-.pdf diakses pada tanggal
19 Februari 2014
tetapi dikarenakan masyarakat Cina
merupakan masyarakat patrilineal,
kepercayaan yang mereka pegang teguh
adalah anak laki-laki yang akan memberi
keuntungan bagi mereka. Oleh sebab itu,
hal tersebut dapat menyebabkan perbedaan
jumlah populasi. Perbedaan jumlah
populasi seperti ini dapat menimbulkan
permasalahan salah satunya adalah
perdagangan manusia atau lebih dikenal
dengan human trafficking khususnya
terhadap perempuan.
Saat ini kasus perdagangan manusia tidak
hanya menjadi sebuah permasalahan dari
suatu negara saja tetapi sudah menjadi
sebuah permasalahan internasional. Hal ini
dikarenakan semakin lama semakinbanyak
negara-negara yang terlibat dengan
masalah perdagangan manusia seperti ini,
negara Cina merupakan salah satu negara
yang terlibat di dalamnya. Dengan
perbedaan jumlah yang cukup jauh, sangat
memungkinkan bagi Cina untuk
melakukan pembelian perempuan dari
negara-negara yang ada di sekitarnya
seperti Korea Utara, Laos, Vietnam, dan
Burma untuk dimasukan ke wilayah Cina
bagian Selatan untuk dijadikan pekerja
seks.18
Kasus mengenai perdangangan
wanita seperti ini tentu saja merupakan
sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM).
Cina dengan kekurangannya dalam
populasi wanita usia produktif harus terus
menerus membeli perempuan dari luar
wilayahnya. Dalam hal ini jelas sekali
terlihat bahwa tidak hanya orang-orang
yang diperjualbelikan saja yang dirugikan
dalam hal ini, Cina sebagai negara yang
melakukan tindak pembelian juga
dirugikan dalam hal perekonomian. Cina
harus mengeluarkan biaya lebih demi
memenuhi kebutuhan jumlah populasi
perempuan pada usia produktif sebagai
akibat dari kebijakannya sendiri yang
membuat perbedaan jumlah populasi
antara laki-laki dan perempuan pada usia
produktif.
18
Sinaga, Obsatar. Karya Ilmiah : Fenomena Human
Trafficking di Asia Tenggara. Jatinangor: UNPAD. 2011.
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
5. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang penulis peroleh
danpembahasansebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa dampak dari
Kebijakan Satu Keluarga Satu Anak
tergolong ke dalammasalah sosial.
Masalah sosial yang timbul tersebut juga
didukung oleh faktor lain yaitu faktor
kebudayaan, yakni pola pikir masyarakat
yang masih dipengaruhi oleh kebudayaan
tradisional Cina. Kebudayaan Cina
tradisional tersebut secara turun-temurun
diwariskan secara tidak sengaja sehingga
hingga saat ini masih banyak keluarga
Cina yang beranggapan bahwa anak laki-
laki lebih menguntungkan dibandingkan
anak perempuan. Selain itu, adanya
program pemerintah yang mengatur setiap
keluarga hanya diperbolehkan untuk
memiliki seorang anak saja secara tidak
langsung membuat keluarga-keluarga Cina
menelantarkan bahkan membunuh anak-
anak perempuan.
Salah satu contoh masalah sosial yang
timbul adalah maraknya kasus
perdagangan manusia (human trafficking)
secara khusus terhadap perempuan.
Bahkan tanpa disadari, negara Cina sudah
melibatkan negaranya ke dalam sebuah
tindak kriminal karena kasus perdagangan
manusia merupakan sebuah kasus
pelanggaran HAM yang sudah menjadi
permasalahan internasional. Di samping
itu, Cina juga merugikan
perekonomiannya sendiri karena harus
membeli perempuan dari wilayah sekitar
Cina khususnya Asia Tenggara.
DAFTAR ACUAN
BUKU
1. Gondomono. Membanting Tulang
Menyembah Arwah: Kehidupan Kekotaan
Masyarakat Cina. Depok: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia. 1996.
2. Tan, Jonathan Y. New Catholic
Encyclopedia : Confusianism And Neo-
Confusianism. hlm. 95
3. 蒙文通. 儒学五论 (Méng wéntōng. Rúxué
wǔ lùn). Madison: the University of
Wisconsin. 2007.
4. Backman, Michael. Asia Future Shock:
Business Crisis and Oportunity in the
Coming Years. Jakarta: Ufuk Press. 2008.
5. Kuntjara, Esther. Perempuan Tionghoa
dalam Pembentukan Budaya Indonesia
Tionghoa. Surabaya: Fakultas Sastra
Universitas Perta, hlm.2
SKRIPSI
1. Murtiningtyastuti,Sri. Kebijaksanaan Cina
Mengenai ‘Satu Keluarga Satu Anak’.
Depok: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. 1989.
PUBLIKASI ELEKTRONIK
1. Anonim. “Kebijakan Satu Anak di Cina
Segera Dicabut.” Tempo 1 November 2012.
17 Desember 2012
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/0
1/118438963/p-Kebijakan-Satu-Anak-di-
Cina-Segera-Dicabut
2. Anonim. “Lima Norma Kesopanan ala
Confucius.” SumanSutra. ____. Web. 17
Desember 2012.
http://sumansutra.wordpress.com/lima-
norma-kesopanan-ala-confucius/
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014
3. Anonim.
http://www.bbc.co.uk/indonesian/indepth/s
tory/2009/10/091012_chinaminorities.sht
ml (diakses pada tanggal 19 Februari
2014).
4. Pontoh, Coen Husain. “ Mao Zedong dan
Korban 70 juta Jiwa”.
www.indoprogress.blogspot.com/2010/12/
mao-zedong-dan-korban-75-juta-
jiwa.html?m=1 diakses pada tanggal 21
Februari 2014
5. Sinaga, Obsatar. Karya Ilmiah : Fenomena
Human Trafficking di Asia Tenggara.
Jatinangor: UNPAD. 2011. 17 Desember
2012 www.pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2012/02/pustaka_unpad_f
enomena_human_trafficking_di_asia_teng
gara.pdf
6. Santoso, Budi. Peranan United Nation of
Children’s Fund (UNICEF )Melalui
Kampanye Women and Children First
pada Tahun 2004 dalam Mengurangi
Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan
dan Anak di Cina.
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbp
tunikompp-gdl-budisantos-32760-11-
unikom_b-.pdf diakses pada tanggal 19
Februari 2014
7. Wen Long. “Program Satu Anak di Cina,
400 Juta Janin Terbunuh (1).” Erabaru 15
Oktober 2011. 17 Desember 2012.
http://erabaru.net/opini/65-opini/28077-
program-satu-anak-china-400-juta-janin-
terbunuh-1
8.
www.census.gov/population/international/
data/worldpop/tool_population.php
(diakses tanggal 17 Desember 2012).
Dampak kebijakan ..., Irena Debora Vega S, FIB UI, 2014