Dalam Tafsir Al

4
Dalam tafsir Al-Misbah, Shibah (2009) ayat ini menjelaskan bahwa : bukti kuasa Kami melakukan pembutaan dan pengubahan bentuk itu dapat terlihat pada diri manusia. Kami ciptakan manusia dengan beraneka bentuk wajah serta beragam masa hidup, ada yang Kami perindah da nada juga yang Kami perburuk wajahnya, ada yang kami pendekkan da nada juga yang Kami panjangkan umurnya. Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya, Kami menegmbalikannya dalam penciptaan. Yakni, dahulu ketika bayi manusia lemah, tidak memiliki pengetahuan, lalu dari hari ke hari menjadi kiat dan banyak tahu, selanjutnya bila usianya menanjak hingga mencapai batas tertentu, dia dikembalikan oleh Allah menjadi pikun, lemah, serta membutuhkan bantuan yang banyak. Maka apakah mereka tidak berpikir tentang kekuasaan Allah dalam mengubah keadaannya itu dan tentang kelemahannya agar dia sadar bahwa kekuatannya tidak langgeng, dan bahwa duania ini fana, dan bahwa dia harus memiliki sandaran yang kuat lagi langgeng dan abadi. Sandaran itu tidak lain kecuali Allah SWT. Kata ( ) nu’ammirhu terambil dari kata ‘umr, yakni usia. Dengan penafsiran yang penulis jelaskan sebelum ini, kata yang digunakan ayat ini berarti kami panjangkan usianya. Sedang, kata nunakkishu terambil ari

description

gf

Transcript of Dalam Tafsir Al

Page 1: Dalam Tafsir Al

Dalam tafsir Al-Misbah, Shibah (2009) ayat ini menjelaskan bahwa : bukti

kuasa Kami melakukan pembutaan dan pengubahan bentuk itu dapat terlihat pada diri

manusia. Kami ciptakan manusia dengan beraneka bentuk wajah serta beragam masa

hidup, ada yang Kami perindah da nada juga yang Kami perburuk wajahnya, ada

yang kami pendekkan da nada juga yang Kami panjangkan umurnya. Dan barang

siapa yang Kami panjangkan umurnya, Kami menegmbalikannya dalam penciptaan.

Yakni, dahulu ketika bayi manusia lemah, tidak memiliki pengetahuan, lalu dari hari

ke hari menjadi kiat dan banyak tahu, selanjutnya bila usianya menanjak hingga

mencapai batas tertentu, dia dikembalikan oleh Allah menjadi pikun, lemah, serta

membutuhkan bantuan yang banyak. Maka apakah mereka tidak berpikir tentang

kekuasaan Allah dalam mengubah keadaannya itu dan tentang kelemahannya agar dia

sadar bahwa kekuatannya tidak langgeng, dan bahwa duania ini fana, dan bahwa dia

harus memiliki sandaran yang kuat lagi langgeng dan abadi. Sandaran itu tidak lain

kecuali Allah SWT.

Kata ( ) nu’ammirhu terambil dari kata ‘umr, yakni usia. Dengan

penafsiran yang penulis jelaskan sebelum ini, kata yang digunakan ayat ini berarti

kami panjangkan usianya. Sedang, kata nunakkishu terambil ari kata nakasa, yakni

membalik, dengan menjadikan yang di atas berada di bawah serta yang di bawah

berada di atas.

Kata ( ) fi-al-khalq dipahami oleh Ibn ‘Asyur dalam arti makhluk,

yakni manusia. Ini, menurutnya, dikuatkan oleh adanya kata fildi. Yakni Allah di

tengah-tengah manusia. Adapun pendapat mayoritas ulama, ia berati dalam

penciptaannya. Al-Biqa’I menulis bahwa fil al-khalq berarti: Dalam penciptaan Kami

terhadapnya, yaitu dalam menentukan kadar jasmani dan ruhaninya. Kami

Page 2: Dalam Tafsir Al

mengembalikan ia mundur ke belakang, menurun pada tangga-tangga yang pernah

dilaluinya meningkat ke atas, menurun kekuatan jasmaninya sehingga menjadi

bagaikan kanak-kanak, dan menurun juga kekuatan maknawiyahnya sehingga dia

tidak mengetahui sesuatu yang sebelumnya dia ketahui. Al-Biqa’i lebih lanjut

mengutip pendapat sementara orang ‘Arif yang menyatakan bahwa penggunaan kata

al-khalq bertujuan mengisyaratkan bahwa penurunan potensi jasmani adalah sesuatu

yang mutlak, sedang potensi ruhani tidak selalu demikian, bisa saja ada yang semakin

bertambah umurnya dan semakin bertambah pula ketaatan dan pengabdiannya kepada

Allah swt.

Page 3: Dalam Tafsir Al

Dalam tafsir Al-Misbah, Shihab (2009) dalam ayat ini menjelaskan

perintah makan dan minum, lagi tidak berlebihan-lebihan, yakni tidak

melampaui batas, merupakan tuntunan yang harus disesuaikan dengan

kondisi setiap orang. Ini karena kadar tertentu yang dinilai cukup untuk

seseorang, boleh jadi telah dinilai melamppaui batas atau belum cukup

buat orang lain. Atas dasar itu, kita dapat berkata bahwa penggalang

ayat tersebut mengajarkan sikap proporsional dalam makan dan minum.

Dalam konteks berlebih-lebihan ditemukan pesan Nabi saw.:

“Tidak ada wad yang dipenuhkan manusia lebih buruk dari perut.

Cukuplah bagi putra-putri Adam beberapa suap yang dapat menegakkan

tubuhnya. Kalau pun harus (memenuhkan perut), hendaklah sepertiga

untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk

pernafasannya.” (HR. at – Tirmidzi, Ibn Majah, dan Ibn Hibban melalui

Ibn Ma’dikarib).