DALAM KONTEKS HISTORIS MASYARAKAT DI DESA …repository.unair.ac.id/31845/3/RizaDian_Bab2.pdf ·...
Transcript of DALAM KONTEKS HISTORIS MASYARAKAT DI DESA …repository.unair.ac.id/31845/3/RizaDian_Bab2.pdf ·...
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
BAB II
“KAMPUNG IDIOT”
DALAM KONTEKS HISTORIS MASYARAKAT DI DESA SIDOHARJO
KECAMATAN JAMBON KABUPATEN PONOROGO
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum “Kampung Idiot”
di Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo, serta akan dijelaskan
mengenai keterbelakangan mental (retardasi mental) dalam tinjauan medis,
sosiologis dan hukum.
II.1. Sejarah “Kampung Idiot”
Meskipun Kota Ponorogo terkenal kesenian Reog Ponorogo, hingga ke
kancah internasional, tidak banyak masyarakat luar kota Ponorogo yang
mengetahui bahwa sesungguhnya Kota Ponorogo tingkat kesejahteraannya rendah
dibandingkan kota-kota lainnya. Hal ini terbukti bahwa ada tiga desa di
Kabupaten Ponorogo, yaitu Desa Karang Patihan dan Desa Pandak yang ada di
Kecamatan Balong, serta Desa Sidoharjo banyak masyarakatnya yang mengalami
keterbelakangan mental (Retardasi mental). Jumlah paling banyak masyarakat
yang mengalami keterbelakangan mental (Retardasi mental) berada di Desa
Sidoharjo daripada jumlah penderita keterbelakangan mental (Retardasi mental)
di kedua desa lainnya seperti Desa Karang Patihan dan Desa Pandak Kecamatan
Balong.
Kita mengetahui bahwa tidak semua masyarakat yang ada Di Desa
Sidoharjo menderita keterbelakang mental (Retardasi mental), ada juga penderita
cacat fisik seperti: lumpuh, tuna netra, tuna rungu dan sebagainya. Namun, Desa
Sidoharjo dikenal dengan sebutan sebagai “Kampung Idiot”. Banyak rumor di
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
masyarakat Desa Sidoharjo bahwa penyebab banyak masyarakatnya yang
mengalami keterbelakangan mental, mulai dari isu perkawinan sedarah atau
kedekatan darah, kutukan, serta isu hama tikus besar-besaran yang menyerang
desa tersebut pada tahun 1962-1963 yang menyebabkan hanya tanaman umbi-
umbian yang dapat tumbuh yang akhirnya dikonsumsi masyarakatnya termasuk
ibu-ibu hamil dan ibu menyusui pada saat itu. Seperti yang Bapak Parnu (mantan
kepala Desa Sidoharjo) ungkapkan dibawah ini:
“Mulane ketahun piro ya..62, 63 mbak mngkin. Biyen kan yo
larang pangan mriki, seng jelas yo kekurangan gizi, itu dampak e
nyang wong-wong hamil, wong-wong hamil dampak e kan yo akhir
e ndue anakkan yo ndue keturunan ora mampu mikir secara
normal kui maeng. Tapi sak iki kok tak rasa wes ra pati eneng kok
mbak”
(INU, 2015)
Artinya:
“Awalnya dari tahun berapa ya..62, 63 mbak mungkin. Dulu kan
ya mahal kebutuhan makan sini, yang jelas ya kekurangan gizi, itu
dampaknya kepada orang-orang hamil, orang-orang hamil
dampaknya kan ya akhirnya punya anak ya punya keturunan tidak
mampu berpikir secara normal itu tadi. Tapi sekarang kok saya
rasakan sudah tidak terlalu ada kok mbak.”
(INU, 2015)
Menurut Dinas Kesehatan umbi-umbian seperti singkong mengandung
gaitan dan cooksey sebagai zat goitrogenik yang memicu rusaknya metabolisme
yodium sehingga dapat menurunkan tingkat kecerdasan seseorang.
Sedangkan hasil penelitian yang telah diperoleh Fuad Fitriawan (2013),
menunjukkan bahwasumber air Ndawe yang ada Di Desa Sidoharjo tepatnya di
Dusun Sidowayah yang dikonsumsi warganya mengandung kadar besi dan logam
berat yang sangat tinggi serta kandungan yodiumnya yang sangat rendah, hingga
mencapai 0% sehingga masyarakatnya sangat kekurangan zat yodium dari
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
kandungan sumber air tersebut. Seperti yang Bapak Ahmad Yani (Sekretaris Desa
Sidoharjo) ungkapkan dibawah ini:
“..niku ke kandunganne yodium pertama ne nol, sing kedua enek
sing mengatakan ada unsur-unsur mineral sing tidak baik, tapi
sing niku tidak tertulis sing pernyataan ada unsur-unsur mineral
yang tidak baik niku, sing resmi yo niku kandungan yodiumnya
nol, maksud e nggeh sumur-sumur yang ada disini..”.
(MAD, 2015)
Artinya:
“..Itu kandungan yodium pertamanya nol, yang kedua ada yang
mengatakan ada unsur-unsur mineral yang tidak baik, tapi yang
itu tidak tertulis yang pernyataan ada unsur-unsur mineral yang
tidak baik itu, yang resmi ya itu kandungan yodiumnya nol,
maksudnya ya sumur-sumur yang ada disini..”.
(MAD, 2015)
Belum diketahui pasti yang mana yang benar dari isu-isu tersebut untuk
menjelaskan penyebab dalam kasus tersebut. Karena banyak penjelasan tersebut
yang dipatahkan, seperti isu dari sumber air yang dikonsumsi masyarakatnya,
yang ternyata tidak seluruh penduduknya yang mengkonsumsi air tersebut
mengalami retardasi mental, padahal semua mengkonsumsi sumber air dari
tempat sama. Sama halnya dengan mengkonsumsi singkong atau umbi-umbian,
banyak masyarakat yang mengkonsumsi singkong atau ubi-umbian, namun
mereka baik-baik saja. Dari semua isu-isu tersebut yang perlu diketahui bahwa,
sampai sekarang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot” tetap ada hingga
sekarang. Berikut tabel kategori jumlah penduduk Desa Sidoharjo menurut
penderita Cacat Fisik dan Mental tahun 2013 (dalam, Jambon dalam Angka
2014).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Tabel II.1
Kategori Jumlah Penduduk Menurut Penderita Cacat Fisik dan Mental
NO. URAIAN JUMLAH
1. Tuna Netra 11 orang
2. Tuna Rungu 32 orang
3. Tuna Wicara 13 orang
4. Tuna Rungu Wicara 7 orang
5. Tuna Daksa 14 orang
6. Tuna Grahita 8 orang
7. Cacat Mental 111 orang
8. Cacat Ganda 43 orang
Jumlah 239 orang Sumber: Jambon dalam Angka 2014
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa masyarakat Desa Sidoharjo
tidak hanya menderita cacat mental, namun juga cacat fisik. Namun, sebagian
besar menderita cacat mental, yaitu sebesar 111 orang dari 239 orang yang
menderita cacat fisik dan mental.
Akhirnya dengan dukungan data dan kenyataan empiris di lapangan,
banyak media cetak maupun elektronik yang mencoba mengekspost kondisi yang
dialami oleh Desa Sidoharjo tersebut. Sehingga muncullah sebutan “Kampung
Idiot” yang sebenarnya para wartawan yang memberikan sebutan tersebut pertama
kalinya. Sebutan tersebut juga telah mendapatkan persetujuan dari aparat desa dan
masyarakat Desa Sidoharjo itu sendiri. Dengan sebutan “Kampung Idiot” tersebut
pada akhirnya banyak masyarakat luar yang mengetahui keadaan Desa Sidoharjo,
sehingga banyak bantuan-bantuan yang datang baik itu dari pemerintah daerah
sendiri maupun dari LSM dan para donatur-donatur yang peduli dengan kondisi
yang dialami oleh masyarakat Desa Sidoharjo tersebut.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
II.2. Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental) dalam Tinjauan Medis,
Sosiologis dan Hukum
II.2.1. Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental) dalam Tinjauan
Medis
Keterbelakangan mental atau retardasi mental merupakan kelainan mental
seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120 juta orang diseluruh dunia menderita
kelainan ini (Sari Pediatri, 2000). Keterbelakangan Mental (Retardasi mental)
atau yang dalam bahasa kesehatan disebut juga dengan retardasi mental adalah
suatu ciri yang ditandai dengan penurunan tingkat intelegensia atau penurunan
fungsi intelektual dalam masa perkembangan yang disesuaikan dengan kelompok
umur. Dalam masa perkembangan ini akan menyebabkan terganggu suatu proses
adaptasi atau kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak
sedikit pula orang yang menyebutnya gila, namun sebenarnya kedua hal tersebut
berbeda karena keterbelakangan mental atau retardasi mental bisa terjadi tanpa
disebabkan oleh gangguan jiwa. Keterbelangan mental juga bukan suatu penyakit
seperti beberapa penyakit lainnya, namun adanya gangguan pada saraf sensorik
otak yang menyebabkan keterbatasan orang untuk menyesuaikan diri pada
lingkungannnya dan terganggunya tingkat intelegensia.
Seseorang dapat dikatakan retardasi mental biasanya memiliki ciri-ciri
seperti: Tingkat intelegensinya menurun atau dibawah normal, terganggunya
proses menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan terganggunya masa
perkembangan yang sesuai dengan kelompok umur.
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi
retardasi mental atau keterbelakangan mental yang kemudian direvisi oleh Rick
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Heber, 1961 (dalam, Sunarwati 2000) sebagai suatu penurunan fungsi intelektual
secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan
dengan gangguan adaptasi sosial. Ada 3 hal penting yang merupakan kata kunci
dalam definisi ini yaitu penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial, dan masa
perkembangan. Menurut definisi Rick Heber (dalam, Sunarwati 2000), penurunan
fungsi intelektual secara umum diukur berdasarkan tes intelegensia standar paling
sedikit satu deviasi standar (1 SD) dibawah rata-rata. Menurut devinisi ini,
pekerkembangan mentalnya dimulai sejak lahir sampai usia 16 tahun. Namun,
banyak yang menolak devinisi tersebut, karena dengan devinisi tersebut akan
terlihat bahwa batasan tes intelegensia di bawah satu deviasi standar (1 SD) maka
hampir 16% populasi di dunia masuk kedalam golongan sebagai retardasi mental.
Akhirnya pada tahun 1973 melalui Manual on Terminologi and Classfication in
Mental Retardation oleh Grossman hal tersebut direvisi. Menurut Grossman
retardasi mental merupakan penurunan intelektual dengan pengukuran uji
intelegensia yang berada pada dua standar dibawah rata-rata. Sehingga melalui
pengukuran dan kriteria ini kurang dari 3% populasi yang dapat digolongkan
sebagai retardasi mental. Dengan periode perkembangannya adalah mulai dari
lahir sampai usia 18 tahun, dengan ganguan adaptasi sosial yang pastinya
disebabkan oleh penurunan fungsi intelektual.
Kemudian, berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and
Behavioural Disorders, WHO, Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi
menjadi 4 golongan yaitu :
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69
Anak yang tergolong dalam retardasi ringan masih dapat dididik, dalam
artian mereka masih mampu menerima beberapa pelatihan atau pelajaran
akademik, seperti: menulis, membaca, berhitung dan lain sebagainya. Mereka juga
masih bisa diajak berkomunikasi dan bergaul dengan teman sebayanya. Secara
fisikpun masih telihat seperti anak normal pada umumnya. Anak yang tergolong
dalam kelompok ini masih bisa menyelesaikan pendidikannya, hanya mungkin
sebelum kelas V setingkat Sekolah Dasar (SD).
Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
Anak yang tergolong dalam kelompok retardasi mental sedang, sudah
mulai memiliki penampilan fisik yang berbeda dengan kebanyakan anak normal
lainnya, misalnya ukuran kepala yang lebih besar, tulang rahang yang sedikit
menonjol dan lain sebagainya. Kemampuan akademik mereka juga sudah mulai
terganggu dari kebanyakan anak normal lainnya, seperti: Kemampan berhitung,
menulis, dan membaca. Kemudian mereka sulit untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan orang lain dan juga sulit mengenal orang lain, namun biasanya untuk
mengenal orang tuanya masih bisa. Mengenai pendidikan, anak dalam kategori ini
sudah mulai kesulitan, kemungkinan hanya dapat menyelesaikan pendidikan kelas
I dan II Sekolah Dasar (SD).
Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34
Anak dalam kategori retardasi mental berat, kadang bisa disebut dengan
idiot, karena kebanyakan IQ mereka dibawah 30. Dalam kategori ini mereka
sudah tidak bisa menerima pelajaran akademik dan sulit mengenali orang-orang
didekat mereka. Dan sangat membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
kegiatan sehari-harinya seperti: Makan, mandi dan lain sebagainya. Ditambah lagi
mereka sudah tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, sehingga membutuhkan
banyak pengawasan dari orang disekitarnya.
Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20
Retardasi mental sangat berat, kelompok orang yang masuk dalam
kategori ini sangat membutuhkan pengawasan ekstra dari orang terdekatnya.
Mereka sudah tidak dapat melakukan hal-hal yang sewajarnya dilakukan, tingkah
laku dan cara mereka berinteraksi dengan orang lain sudah tidak wajar. Banyak
kasus juga mereka dalam kelompok retardasi berat ini banyak yang dipasung.
Karena dapat melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya sendiri maupun
oang lain disekitarnya.
Menurut Sari Pediatri (2000) Banyak faktor penyebab terjadinya
keterbelakangan mental atau retardasi mental yaitu sebagai berikut:
1. Penyebab Prenatal
Penyebab prenatal atau penyebab yang terjadi sebelum bayi lahir,
yang masih dalam kandungan, penyebabnya seperti: Ibu hamil yang
sering mengkonsumsi NAPZA, kelainan kromosom sebagai penyebab
dari sindrom down yang ditandai bayi yang mempunyai fisik seperti
mongol dan menunjukkan seperti orang idiot, risiko timbulnya sindrom
down ini berkaitan dengan umur ibu saat melahirkan, ibu yang berumur
20-25 tahun saat melahirkan mempunyai risiko 1:2000, sedangkan ibu
yang berusia 45 tahun mempunyai resiko 1:30 untuk timbulnya sindrom
down tersebut. Kelainan metabolik,disebabkan dimana tubuh tidak bisa
mengubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin karena defisiensi
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
enzim hidroksilase atau kelainan ini dapat timbul karena asupan yodium
ibu hamil kurang dari 20 ug, sehingga dapat mengganggu daya kerja
otak.Dapat juga disebabkan oleh infeksi intrauterin adalah ifeksi akut
pada cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh
bakteri, dan lain sebagainya.
2. Penyebab Perinatal
Penyebab perinatal atau bisa dikarenakan gangguan pada waktu
proses melahirkan, penyebabnya bisa seperti: Kelahiran bayi yang tidak
sesuai dengan usia normal, yang kurang dari sembilan bulan
(prematuritas), perdarahan intravenrikular pada saat melahirkan,
penyebab lain seperti: Asfiksia, disebabkan karena bayi tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur, hal ini disebabkan karena ganguan
kesehatan ibu hamil selain itu juga akibat kelainan tali pusar bayi.
Kernikrerus atau dapat juga dikatakan sebagai suatu bentuk kerusakan
otak bayi yang disebabkan oleh penyakit kuning pada bayi yang baru
lahir, hal ini dapat menyebabkan fungsi pendengaran bayi dan kesulitan
belajar bayi. Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika
kadar gula dalam darah berada dibawah kadar normal yang akhirnya
dapat menyebabkan otak tidak dapat berfungsi dengan baik, zat gula ini
didapat dari makanan yang kita cerna dan serap. Selanjutnya meningitis
adalah infeksi yang terjadi pada selaput pelindung otak, sehingga
mengakibatkan sistem saraf dan otak rusak. Bisa juga karena akibat
hidrosefalus atau penumpukan cairan didalam otak yang mengakibatkan
tekanan pada otak, dan lain sebagainya.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
3. Penyebab Postnatal
Penyebab posnatal atau penyebab pada waktu setelah melahirkan,
seperti: Infeksi pada selaput otak (meningitis, ensefalitis), trauma, demam
tinggi yang disertai kejang yang lama, lingkungan sekitarnya yang
banyak mengandung introksikasi (timah hitam, merkuri) dan lain
sebagainya yang mempengaruhi perkembangan intelektual manusia.
Karakteristik atau cici-ciri orang yang mengalami keterbelakangan
mental (retardasi mental) menurut (Ekawati, Mariana. 2010) dapat dilihat
dari segi:
1. Fisik (Penampilan)
Kebanyakan sama seperti orang normal lainnya
Ada beberapa anggota badan yang tidak seimbang
Pertumbuhan pada gigi yang sedikit berbeda dengan orang
normal lainnya, misalnya pertumbuhan gigi yang tidak
sempurna
Sering mengeluarkan air liur
Kemampuan motorik (terdiri dari unsur saraf, otot dan otak)
perkembangannya cenderung lambat dibandingkan dengan
orang normal lainnya
Cenderung pendiam dan tidak banyak tingkah
2. Intelektual
Cenderung lambat untuk mempelajari atau menerima pelajaran
akademik
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Kesulitan dalam menerima hal-hal baru misalnnya, menerima
orang baru dalam lingkungannya
Kemampuan bicara atau bahasa lambat terutama pada penderita
retardasi dalam kategiri berat
Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-70,
merupakan anak keterbelakangan mental yang kemampuan
belajarnya paling tinggi, setara dengan anak normal usia 12
tahun
Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 30-50,
kemampuan belajarnya tergolong tinggi, yang setara dengan
anak normal usia 7,8 tahun
Retardasi berat yang tingkat IQ 30 kebawah, kemampuan
belajarnya sangat rendah, yang setara dengan anak normal usia
3-4 tahun
3. Sosial
Mereka lebih sering bergaul dengan orang yang lebih muda,
seperti anak-anak
Lebih senang menyendiri atau suka mengisolasi dengan
lingkungan sosialnya
Sangat mudah dipengaruhi orang lain
Cenderung apatis, kurang aktif dengan lingkungan sosialnya,
kemampuan konsentrasinya dan kemampuan mengontrol
dirinya sendiri sangat kurang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Tingkah laku dan interaksinya yang kadang kurang wajar tidak
lazim dilakukan atau diucapkan oleh kebanyakan orang normal
lainnya
Keadaan yang dialami oleh masyarakat di Desa Sidoharjo ini salah satu
faktor penyebab terjadinya keterbelakangan mental atau retardasi mental, belum
dapat diketahui secara pasti. Namun, seperti yang dijelaskan tadi bahwa mayoritas
bayi masyarakat yang mengalami keterbelakangan di Desa Sidoharjo ini terjadi
sejak mereka dilahirkan. Penyebab prenatal atau penyebab yang terjadi sebelum
bayi lahir, yang masih dalam kandungan, bisa dikarenakan saat ibu hamil kurang
mendapatkan banyak asupan gizi. Namun, salah satu informan mengaku anaknya
mengalami keterbelakangan mental mulai usia 7 bulan setelah mengalami kejang-
kejang dan demam tinggi. Hal tersebut bisa dikatakan penyebab posnatal atau
penyebab pada waktu setelah melahirkan. Bukan hanya itu saja penyebab
postnatal juga diakibatkan karena lingkungan sekitarnya yang banyak
mengandung kadar besi yang sangat tinggi. Seperti hasil penelitian yang
dilakukan oleh Fuad Fitriawan (2013), bahwa kandungan air yang ada di Desa
Sidoharjo banyak mengandung zat besi sedangkan kadar yodiumnya 0%.
Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan masyarakat Desa Sidoharjo kekurangan
zat yodium yang diperlukan oleh tubuh.
II.2.2. Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental) dalam Tinjauan
Sosiologis
Sosiologi dan masyarakat adalah suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Seperti dikatakan Peter L. Berger, 1985
(dalam, Suyanto, 2011), produk sosiologi adalah para pemikir yang senantiasa
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
peka dan kritis terhadap realitas sosial. Realitas sosial ini tidak lepas dengan apa
yang dinamakan sebagai “masalah sosial”, yang dipahami oleh para sosiolog
sebagai suatu kehidupan sosial yang erat hubungannya dengan interaksi dan
tindakan sosial masyarakat. Interaksi sosial dan tindakan sosial dalam kajian
sosiologi adalah suatu proses yang sangat penting untuk membentuk suatu
kenyataan dan kehidupan sosial.
Salah satu masalah sosial yang sampai saat ini tetap ada dalam kehidupan
masyarakat adalah masalah keterbelakangan mental (retardasi mental). Retardasi
mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari
120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini (ilmi, Wahyuni, Mato,
2012). Dalam masyarakat anak-anak atau orang yang mengalami retardasi mental
ini dipandang sebelah mata, tidak sedikit orang tua yang menyembunyikan anak
mereka yang mengalami cacat mental karena meresa sebagai aib yang tidak harus
diketahui oleh masyarakat. Namun, juga ada sebagaian orang tua yang mampu
secara ekonomi yang mencari segala cara untuk mengobati anaknya.
Pola asuh yang dipilih orang tua dalam membimbing dan mendidik anak
retardasi mental yang berbeda dengan anak yang normal mengharuskan orang tua
melakukan penyesuaian diri dalam mendidiknya sehingga akan membantu
perkembangan anak retardasi mental (Widyarini, 2006 dalam Ilmi, Wahyuni,
Mato, 2012). Perkembangan sosial anak pastinya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya, baik itu keluarga, masyarakat, sekolah, teman sepermainan
dan media massa. Terlebih lagi lingkungan sosial keluarga, karena keluarga
adalah tempat sosialisasi pertama yang dialami oleh anak dan sekaligus orang tua
adalah pihak terdekat dengan kehidupan anak, yang sangat membantu anak yang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
mengalami retardasi mental ini dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya.
Penerimaan orang-orang yang mengalami retardasi mental dalam
masyarakatpun kurang diterima secara baik oleh masyarakat. Banyak masyarakat
yang menyebut mereka idiot, gila, tidak waras dan lain sebagainya, tidak sedikit
juga kasus orang-orang yan mengalami kelainan mental ini diasingkan dari
masyarakat dan di pasung. Padahal tidak semua orang yang mengalami retardasi
mental tersebut masuk dalam kategori idiot. Hanya kelompok evere retardation
(retardasi mental berat) yang mempunyai IQ <20-34 yang masuk dalam kategori
idiot, karena mereka sudah tidak bisa menerima pelajaran akademik seperti
berhitung dan menulis, tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dan cara mereka
berinteraksi dan bertingkah laku mereka yang sudah tidak wajar lagi.
Namun, mereka yang masuk dalam mild retardation (retardasi mental
ringan) dengan IQ 50-69 masih bisa menerima pelajaran seperti berhitung,
membaca dan menulis. Mereka juga masih bisa berkomunikasi dan bisa mengenal
keluarga dekat mereka. Anak-anak yang masuk dalam kelompok ini seharusnya
mereka tidak boleh diasingkan dari masyarakat, namun justru sebaliknya mereka
harus tetap mendapatkan sosialisasi, baik itu dari keluarga, masyarakat, teman
sepermainan, sekolah dan lain sebagainya. Sehingga mereka dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
Menurut Wignjosoebroto, Suyanto 2013 (dalam Narwoko, Suyanto,2013),
telah diketahui bahwa, lewat sosialisasi warga masyarakat akan saling mengetahui
peranan masing-masing dalam masyarakat, dan karenanya kemudian dapat
bertingkah pekerti sesuai dengan peranan sosial masing-masing itu, tepat
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
sebagaimana diharapkan oleh norma-norma sosial yang ada; dan selanjutnya
mereka-mereka akan dapat saling menyerasikan serta menyesuaikan tingkah
pekerti masing-masing sewaktu melakukan interaksi sosial.
Sehingga, diharapkan bahwa orang tua lebih maksimal menjaga dan
mengawasi anak yang mengalami retardasi mental dalam proses sosialisasinya,
bukan justru sebaliknya, membiarkan anak tersebut hidup terisolasi dengan
lingkungannya, karena anak atau manusia mempunyai hak untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya bahkan berhak untuk mendapatkan pendidikan
layaknya seperti orang-orang normal lainnya.
II.2.3. Keterbelakangan Mental (Retardasi mental) dalam Tinjauan
Hukum
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomer 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan untuk
melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:
a. Penyandang cacat fisik;
b. Penyandang cacat mental;
c. Penyandang cacat fisik dan mental.
Merujuk dari Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1997 Tentang Penyandang cacat mempunyai Hak Dan Kewajiban yang diatur
dalam Pasal 5 yaitu, Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan
yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Kemudian Pasal 6,
setiap penyandang cacat berhak memperoleh:
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
1) Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;
2) Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan
derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;
3) Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan
menikmati hasil-hasilnya;
4) Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;
5) Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan
sosial; dan
6) Hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan,
dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Kemudian pada Pasal 7 ayat (1) bahwa, setiap penyandang cacat
mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Ayat (2), kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan
kemuannya.
Kemudian pada BAB IV Pasal 9 bahwa, setiap penyandang cacat
mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan. Serta pada Pasal 10 ayat (1) Kesamaan kesempatan bagi
penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan melalui
penyediaan. Ayat (2) Penyediaan aksebilitas dimaksudkan untuk menciptakan
keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat
sepenuhnya hidup bermasyarakat. Ayat (3) Penyediaan aksebilitas sebagaimana
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat dan dilakukan secara menyeluruih, terpadu dan berkesinambungan.
Merujuk pada Undang-Undang tersebut diatas bahwa, semua warga negara
Indonesia berhak mendapatkan pendidikan tidak terkecuali masyarakat atau anak
yang mengalami retardasi mental sekalipun, pemerintah wajib memberikan
fasilitas bagi penyandang cacat seperti yang dikutip dalam Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang cacat pada
pasal 6, bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan pada
semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; Namun, hal tersebut sangat
jauh berbeda dengan apa yang terlihat di Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon
Kabupaten Ponorogo. Di Desa Sidoharjo ini belum ada perubahan yang berarti
pada masyarakatnya, dari dulu hingga sekarang masih banyak masyarakatnya
yang belum terlepas dari masalah kesejahteraan sosial dan belum mendapatkan
perhatian yang maksimal dari pemerintah, baik pemerintah Kota Ponorogo sendiri
maupun pemerintah pusat. Bagaimana hak dan kewajiban yang semestinya
diperoleh oleh masyarakat penyandang cacat dan kesamaan kesempatan seperti
yang dipaparkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 4 Tahun
1997 tersebut, jauh dari harapan masyarakat di Desa Sidoharjo atau yang
masyarakat kenal sebagai “Kampung Idiot” tersebut.
Melihat hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan yang diperoleh para penyandang keterbelakangan mental di Desa
Sidoharjo, seperti apa yang tertuang dalam Pasal 6, setiap penyandang cacat jauh
dari apa yang seharusnya mereka dapatkan yang sesuai Undang-Undang mengenai
penyandang cacat khususnya dalam pasal tersebut. Banyak kasus yang mana
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
mereka tidak mendapatkan hak yang sama seperti orang normal lainnya, seperti
mendapatkannya pendidikan di semua jalur pendidikan. Terbukti di Desa
Sidoharjo ini belum ada SLB (Sekolah Luar Biasa) maupun sekolah inklusi baik
itu SD, SMP atau SMA. Padahal sekolah inklusi penting bagi anak-anak yang
ingin mendapatkan pendidikan, yang memang seharusnya mereka dapatkan
seperti anak normal lainnya.
Selain itu juga,untuk rehabilitasi bagi para penyandang belum ada
perhatian yang maksimal dari pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah daerah
sebagai regulator pemegang kekuasaan diharapkan dapat memberikan perhatian
yang maksimal untuk menangani kasus ini, seperti mendapatkan rehabilitasi dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Karena bagaimanapun juga, mereka-
mereka yang penyandang keterbelakangan berhak untuk mendapatkan kehidupan
yang layak seperti halnya masyarakat normal lainnya.
Kasus lainnya, disaat PEMILU seperti Pemilihan Kepala Desa Sidoharjo
banyak masyarakat yang mengalami keterbelakangan mental tidak dimasukkan
kedalam DPT (Daftar Pemilih Tetap). Berdasarkan Perda Kab Ponorogo No.6
Tahun 2006, hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan per undang-undangan
yang berlaku, karena semua WNI yang sudah berusia tujuh belas tahun atau sudah
menikah maka ia sudah memiliki hak pilih dalam Pemilu. Kemudian sudah
banyak peraturan bahwa penyandang cacat maupun penyandang disabilitas tetap
memperoleh hak politiknya. Hal ini berdarkan hasil penelitian yang berjudul
“Implementasi Pemilihan Kepala Desa Di Kampung Idiot Desa Sidoharjo
Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo” yang dilakukan oleh Rooza Meilia
Anggraini. Mereka berhak menyalurkan hak pilihnya sebagaimana warga yang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
normal lainnya, dengan melalui prosedur yang ditetapkan oleh PAWASLU,
seperti melaui pendampingan dan lain sebagainya.
Setelah melakukan penelitian “Stigmatisasi pada Masyarakat Kampung
Idiot” ini, peneliti menemukan bahwa tidak semua warga masyarakat penyandang
keterbelakangan mental di Desa Sidoharjo masuk dalam DPT (Daftar Pemilih
Tetap). Selain itu juga tidak adanya pendampingan atau sosialisasi khusus kepada
para penyandang maupun pihak keluarga penyandang mengenai aspirasi dalam
pemilihan umum. Padahal merujuk dari Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang cacat, penyandang cacat
mempunyai Hak Dan Kewajiban yang diatur dalam Pasal 5 yaitu, setiap
penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan, terutama hak untuk mendapatkan hak politik mereka.
II.3. Profil Desa Sidoharjo
Desa Sidoharjo adalah sebuah desa yang ada di wilayah Jawa Timur,
tepatnya di Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Dari pusat kota Ponorogo
menempuh jarak sekitar 5 Km ke arah Selatan. Menurut data dari BPS (Badan
Pusat Statistik) Kabupaten Ponorogo tahun 2014, desa Sidoharjo terbagi menjadi
31 RT dan 3 RW, yang terbagi menjadi 3 Dusun yaitu Dusun Sidowayah, Dusun
Klitik dan Dusun Karangsengon. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun
2010 Desa Sidoharjo mempunyai jumlah penduduk sekitar 5.235 jiwa, yang
terdiri dari 1.618 kepala keluarga, yang semuanya merupakan warga negara
Indonesia pribumi, tanpa ada warga negara asing.
Desa Sidoharjo mayoritas masih sangat bergantung dengan alam, terutama
pada sentor pertanian dan perkebunan. Namun begitu banyak kendala yang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
dihadapi oleh masyarakat, karena wilayahnya sebagaian besar berbatu kapur dan
proses pengairan yang sulit sehingga, pertanian tidak begitu menjadi produksi
pangan yang dapat diandalkan oleh masyarakat Desa Sidoharjo tersebut. Hal ini
dapat dilihat didalam profil Desa Sidoharjo 2013, selain dari kondisi geografi di
Desa Sidoharjo didominasi oleh lahan pertanian seluas 658,30 ha/m2, pemukiman
119,70 ha/m2 sedangkan luas lahan non pertanian 441 ha/m2 juga dapat dilihat
dari mata pencaharian penduduk di desa tersebut mayoritas adalah petani dan
buruh tani serta dapat dilihat dari luas lahan pertanian yang sangat luas. Namun,
masih ada beberapa masyarakat Desa Sidoharjo yang bekerja sebagai pedagang,
sopir, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Swasta, TNI-POLRI, buruh industri
dan buruh bangunan.
Sedangkan latar belakang pendidikan masyarakat Desa Sidoharjo masih
tergolong sangat rendah, karena mayoritas masyarakatnya didominasi oleh
tamatan Sekolah Dasar (SD), bahkan ada juga yang tidak tamat Sekolah Dasar
(SD) maupun yang bahkan tidak pernah sekolah. Dan tidak sedikit juga yang
tamat SLTP dan SMA apalagi yang tamat sampai ke Perguruan Tinggi. Hal
tersebut tidak terlepas dari fasilitas pendidikan yang ada di desa tersebut yang
merupakan komponen sangat penting dalam kehidupan masyarakat, agar dapat
menunjang proses pendidikan masyarakat Desa Sidoharjo. Pemerintah Kabupaten
Ponorogo menyediakan beberapa fasilitas pendidikan di Desa Sidoharjo, berikut
fasilitas pendidikan yang ada di desa tersebut: TK (Taman Kanak-Kanak) Swasta
sebanyak dua gedung/unit, SD (Sekolah Dasar) Negeri tiga gedung/unit, SMP
(Sekolah Menengah Pertama) Negeri satu gedung/unit.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STIGMA MASYARAKAT PONOROGO... RIZA DIAN A
Jumlah penduduk berdasarkan data yang didapat dari BPS (Badan Pusat
Statistik) Kabupaten Ponorogo, penderita cacat fisik dan mental berjumlah 239
orang, yang terdiri dari 11 orang tuna netra, 32 orang tuna rungu, 13 orang tuna
wicara, 7 orang tuna rungu dan wicara, 14 orang tuna daksa, 8 orang tuna grahita,
dan 111 orang cacat mental, sisanya 43 orang cacat ganda. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa, sebagian besar masyarakat Desa Sidoharjo sebagian besar
menderita cacat mental, yaitu sebesar 111 orang dari 239 orang yang menderita
cacat fisik dan mental.
Sejauh ini fasilitas kesehatan yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten
Ponorogo yang ada di desa tersebut yaitu: puskesmas pembantu sebanyak satu
unit, Polindes satu unit dan Posyandu tujuh unit/tempat. Dari fasilitas tersebut
banyak peralatan maupun obat-obatan yang belum tercukupi dengan baik.
Terlebih lagi untuk tenaga medisnya, belum ada tenaga medis yang khusus
menangani para penyandang berkebutuhan khusus tersebut. Yang ada hanyalah
bidan dan perawat. Sehingga untuk penyandang yang perlu penanganan khusus
harus dibawa ke rumah sakit yang ada di Kota Ponorogo.