DAFTAR PELAKSANA PEKERJAAN
Transcript of DAFTAR PELAKSANA PEKERJAAN
PENYELIDIKAN PENDAHULUAN ENDAPAN BITUMEN PADAT
DI DAERAH KANDUI DAN SEKITARNYA
KABUPATEN BARITO UTARA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH
Oleh :
Dahlan Ibrahim Subdit. Batubara, DIM
SARI Daerah Kandui dan sekitarnya, Kecamatan Gunung Timang, Teweh Tengah dan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah, tercakup di dalam sebagian Lembar1714-63 dan Lembar 1714-64 Peta Rupa Bumi Indonesia terbitan Bakosurtanal. Terletak di antara 01o00’00” – 01o15’00” LS dan 115o05’00” - 115o20’00” BT, meliputi wilayah seluas lebih kurang 75.000 ha. Penyelidikan pendahuluan endapan bitumen padat ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah mengenai diversifikasi energi. Endapan bitumen padat adalah aneka batuan sedimen klastik halus, biasanya berupa serpih yang kaya kandungan material organik dan dapat diproses sehingga menghasilkan hidrokarbon cair seperti minyakbumi. Keterdapatan endapan ini pada beberapa cekungan sedimentasi di Indonesia diperkirakan cukup potensial, sehingga di masa mendatang diharapkan dapat dikembangkan menjadi salah satu sumber energi alternatif.
Daerah penyelidikan secara geologi termasuk kedalam Cekungan Barito. Stratigrafinya tersusun oleh runtunan sedimen Tersier dengan urutan dari tua ke muda : Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Montalat dan Formasi Warukin. Ditinjau dari beberapa aspek geologi terutama lingkungan pengendapan, ciri-ciri litologi dan umur dari formasi, diperkirakan potensi endapan bitumen padat terdapat pada Formasi Tanjung, Formasi Montalat dan Formasi Warukin.
Dari penyelidikan lapangan telah ditemukan sekitar 50 lokasi singkapan batuan sedimen terindikasi endapan bitumen padat pada Formasi Montalat dan Formasi Warukin. Lapisan ini sering ditemukan berselingan dengan lapisan batubara. Tebal lapisan bervariasi antara 0,20 – 5,0 meter, kemiringan lapisan sekitar 7o – 20o. Pada sekuen Formasi Tanjung di daerah penyelidikan tak ditemukan adanya singkapan yang terindikasi endapan bitumen padat, hal ini kemungkinan karena sekuen sedimen Formasi Tanjung di daerah ini merupakan sekuen bagian atas yang terendapkan di lingkungan laut dangkal terbuka dengan pengaruh arus dan material detritus klastik yang cukup kuat, sehingga tidak cukup menunjang untuk pembentukan endapan tersebut.
Hasil analisis retorting dari 9 conto menunjukkan kandungan minyak yang sangat kecil yaitu 2,4 – 5 liter/ton. Berdasarkan hal tersebut penghitungan sumberdaya tidak dilakukan. Untuk penyelidikan selanjutnya disarankan untuk menyelidiki Formasi Tanjung di sebelah tenggara dan timur daerah penyelidikan yang mencakup sekuen bagian bawah dan tengah yang diperkirakan berpotensi untuk mengandung endapan bitumen padat. Disarankan juga untuk menyelidiki Formasi Warukin yang tersebar cukup luas di sebelah barat dan selatan dari daerah penyelidikan. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju konsumsi dan kebutuhan energi
nasional selama beberapa dasawarsa terakhir
meningkat dengan cukup pesat, seiring dengan
makin meningkatnya pemakaian energi di bidang
industri, transportasi dan keperluan
rumahtangga. Selama masa tersebut laju
konsumsi rata-rata mencapai sekitar 10 % per
tahun dan diperkirakan akan terus meningkat di
masa mendatang. Di sisi lain terdapat
keterbatasan jumlah cadangan energi
konvensional khususnya minyak bumi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut
pemerintah dengan kebijakan diversifikasi energi
telah mendorong penggunaan sumber-sumber
energi lain di luar minyakbumi seperti gas-alam,
batubara, gambut, panasbumi, tenaga air, tenaga
surya, biomassa dan lainnya. Disamping itu
pemerintah melalui Departemen Energi dan
Sumberdaya Mineral juga berupaya untuk
mencari bahan energi lain yang bersumber dari
alam di luar yang telah diketahui selama ini.
Endapan bitumen padat merupakan salah
satu potensi bahan galian yang berpeluang untuk
dikembangkan menjadi sumber energi alternatif.
Endapan bitumen padat adalah batuan sedimen
klastik halus biasanya berupa serpih,
mengandung zat organik yang bisa diekstraksi
menghasilkan hidrokarbon cair seperti
minyakbumi, sehingga lazim juga disebut
sebagai serpih minyak atau serpih bitumen.
Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah
di atas Departemen Energi dan Sumberdaya
Mineral melalui Proyek DIK-S Direktorat
Inventarisasai Sumberdaya Mineral Tahun
Anggaran 2001 telah melakukan penyelidikan
pendahuluan endapan bitumen padat di daerah
Kandui dan sekitarnya, Kabupaten Barito Utara,
Propinsi Kalimantan Tengah.
Maksud dan Tujuan
Kegiatan penyelidikan ini dimaksudkan
untuk mendapatkan data endapan bitumen padat
yang meliputi : Lokasi dan koordinat singkapan,
jurus dan kemiringan, ketebalan, sebaran lapisan
ke arah lateral, conto endapan, dan aspek-aspek
geologi lainnya yang dapat menunjang
penafsiran bentuk geometris dari lapisan bitumen
padat.
Tujuannya adalah untuk mengetahui potensi
endapan bitumen padat di daerah tersebut yang
mencakup antara lain : kuantitas, kualitas dan
prospek pengembangannya di masa mendatang. Lokasi dan Kesampaian Daerah
Daerah penyelidikan terletak di daerah
Kandui dan sekitarnya, Kecamatan Gunung
Timang, Teweh Tengah dan Teweh Timur,
Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan
Tengah. Secara geografis terletak di antara
115o05’00” – 115o20’00” BT dan 01o00’00” –
01o15’00” LS. Lokasinya terletak lebih kurang
600 km ke arah timurlaut Palangkaraya atau
sekitar 70 km ke arah tenggara Muarateweh,
ibukota Kabupaten Barito Utara. Pencapaian
lokasi dari Palangkaraya bisa dilakukan lewat
darat, sungai maupun udara.
Demografi, Iklim dan Tataguna Lahan
Penduduk yang bermukim di daerah ini
terdiri atas penduduk asli dan pendatang.
Penduduk asli adalah Suku Dayak sedangkan
pendatang umumya adalah Suku Banjar dari
Kalimantan Selatan dan transmigran yang
berasal dari Pulau Jawa. Profesi penduduk
umumnya sebagai petani, pedagang dan pekerja
pada usaha perkayuan. Agama yang dianut
terbagi atas Agama Islam, Kristen dan
Kaharingan.
Sarana dan pra sarana yang tersedia cukup
memadai. Terdapat sekolah, Puskesmas, dokter
dan sarana transportasi. Sebagian desa telah
memiliki jaringan listrik PLN. Di kota
kecamatan Kandui terdapat sarana telepon yang
menggunakan sistem wireless.
Sebagai mana daerah yang beriklim tropis,
di sepanjang tahun suhu, curah hujan dan
kelembaban rata-rata cukup tinggi. Musim hujan
biasanya berlangsung antara Nopember dan
April, musim kemarau antara Juli dan Oktober,
di antara kedua musim tersebut terdapat musim
transisi.
Lahan di daerah penyelidikan sebagian besar
merupakan areal hutan berstatus Hak
Pengusahaan Hutan dari P.T. Austral Byna dan
P.T. Sindo Lumber. Sebagian lagi merupakan
lahan perkebunan penduduk yang ditanami
pohon karet, rotan, kelapa sawit dan palawija.
Kawasan hutan yang ada umumnya sudah
tidak produktif karena jumlah dan jenis pohon
yang tumbuh sudah sangat berkurang.
KEGIATAN PENYELIDIKAN
Kegiatan penyelidikan mencakup
pekerjaan lapangan dan pasca-lapangan.
Pekerjaan lapangan berupa pemetaan geologi
endapan bitumen padat, sedangkan kegiatan
pasca-lapangan adalah pengujian conto di
labotatorium dan penyusunan laporan akhir.
Pemetaan Geologi Endapan Bitumen Padat
Pemetaan geologi endapan bitumen
padat dilakukan dengan menggunakan peta
topografi skala 1 : 50.000 lembar 1714-63 dan
1714-64, terbitan Bakosurtanal. Untuk penamaan
formasi mengacu pada Peta Geologi Lembar
Buntok, Kalimantan, skala 1 : 250.000, terbitan
Puslitbang Geologi, Bandung.
Pemetaan geologi endapan bitumen padat
mencakup beberapa kegiatan yaitu : Mencari dan
menginventarisir lokasi singkapan bitumen
padat, mengukur kedudukan dan tebal dari
lapisan, mengamati sifat-sifat fisik dan
karakteristik dari endapan bitumen padat,
mencari penyebaran lapisan ke arah lateral,
mengamati aspek-aspek geologi lainnya yang
dapat membantu dalam menafsirkan bentuk
geometris dari lapisan bitumen padat, membuat
parit-parit uji dan pengambilan conto.
Pengujian Conto di Laboratorium
Sejumlah conto telah diuji di
laboratorium untuk mengetahui kualitasnya.
Pengujian dilakukan oleh Laboratorium Penguji
Kimia-Fisika Mineral dan Batubara Direktorat
Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.
Macam pengujian terdiri atas analisis retorting
(Retort analysis) dan analisis petrografi.
Retort analysis meliputi pengujian
kandungan minyak (oil content), kandungan air
(water content) dan berat jenis minyak (Specific
Gravity of oil), sedangkan analisis petrografi
merupakan pengamatan dan pemerian
mikroskopis dari maseral dan mineral pada conto
bitumen padat yang antara lain meliputi nilai
reflektansi vitrinit (Rv mean), sebaran material
organik (DOM), jenis dan komposisi maseral
dari material organik serta kandungan mineral.
KEADAAN GEOLOGI
Geologi Regional
Di dalam kerangka tektonik Kalimantan
daerah penyelidikan termasuk ke dalam
Cekungan Barito. Secara fisiografi cekungan ini
mempunyai batas-batas sebagai berikut : Di
sebelah utara dibatasi oleh Kuching High dan
Pasternoster Cross High, di timur oleh Meratus
High, di selatan oleh Laut Jawa dan di barat oleh
Paparan Sunda.
Batuan tertua yang tersingkap adalah
batuan Pra Tersier yang merupakan batuan dasar
cekungan. Di atas batuan Pra Tersier diendapkan
tak selaras runtunan sedimen Tersier hingga
Kuarter. Di beberapa tempat khususnya pada
Tersier Awal terjadi kegiatan vulkanisme yang
menghasilkan batuan terobosan.
Sedimentasi Tersier diawali dengan fase
transgresi pada Kala Eosen yang mencapai
puncaknya pada Miosen Awal dan diakhiri oleh
fase regresi pada Kala Pliosen. Urutan sedimen
Tersier dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
Formasi Tanjung, Formasi Montalat yang
menjemari dengan Formasi Berai, Formasi
Warukin dan Formasi Dahor. Endapan Aluvium
berumur Kuarter merupakan endapan termuda
melampar tak selaras di atas batuan-batuan yang
lebih tua.
Kegiatan gunungapi terjadi pada Kala
Eosen-Oligosen, menghasilkan lava bersusunan
andesitis-basaltis dan batuan terobosan hipabisal
berupa sill dan retas bersifat basaltis yang
menerobos sedimen Formasi Tanjung di
beberapa tempat.
Pola struktur geologi regional yang
terbentuk adalah perlipatan dan sesar. Perlipatan
berupa sinklin dan antiklin dengan arah sumbu
berarah relatif timur-barat dan timurlaut-
baratdaya. Sesar berupa sesar naik dengan sumbu
sejajar lipatan, sesar geser sinistral berarah
baratlaut-tenggara dan sesar normal berdimensi
relatif kecil yang terbentuk akibat pengaruh
gravitasi.
Ditinjau dari beberapa aspek geologi
terutama lingkungan pengendapan, ciri litologi
dan umur dari formasi, diperkirakan kondisi
yang memungkinkan untuk terbentuknya
endapan bitumen padat adalah pada Formasi
Tanjung, Formasi Montalat dan Formasi
Warukin.
Geologi Daerah Penyelidikan
Morfologi daerah penyelidikan secara
umum membentuk perbukitan bergelombang
landai dengan elevasi kurang lebih 100 meter di
atas muka laut. Bentuk ini mencerminkan adanya
perselingan batuan dengan tingkat resitensi yang
berbeda terhadap erosi. Sebagian wilayah
penyelidikan di bagian timur menampakkan
bentuk morfologi Karst yang khas berasosiasi
dengan batugamping. Pola aliran sungai di
daerah ini menunjukkan pola dendritik dan
rektangular, mencerminkan kondisi batuan
sedimen dengan sudut kemiringan relatif landai
dan adanya kontrol dari pola struktur baik sesar,
lipatan atau kekar.
Stratigrafi daerah penyelidikan tersusun
oleh batuan sedimen berumur Tersier, mulai dari
Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi
Montalat hingga Formasi Warukin. Uraian
stratigrafi daerah penyelidikan mulai dari batuan
tua ke muda adalah sebagai berikut :
• Formasi Tanjung
Terdiri atas perselingan batupasir
kuarsa, batulempung dan batulanau.
Batupasir, berwarna kuning muda–
kelabu, berbutir sedang, terpilah baik,
struktur sedimen laminasi paralel,
komponen utama kuarsa, mengandung
glaukonit dan muskovit. Batulempung,
kelabu kehijauan, lunak, mudah
hancur, berlaminasi, kadang
menyerpih. Batulanau, kelabu,
berlaminasi. Formasi ini diendapkan
di lingkungan laut dangkal terbuka.
• Formasi Berai
Formasi ini terdiri atas batugamping,
putih – kelabu kecoklatan, berbutir
halus, keras, kompak, berlapis–
masif, mengandung foraminifera
besar. Bersisipan batulempung
gampingan dan napal. Lingkungan
pengendapan formasi ini adalah laut
dangkal tertutup atau laguna.
• Formasi Montalat
Formasi ini terdiri atas batupasir
kuarsa dan batulempung bersisipan
batulanau, serpih dan batubara.
Batupasir, kuning muda-kelabu,
berbutir halus-sedang, kuarsa
dominan, kekompakan sedang,
struktur sedimen cross-bedding,
laminasi paralel dan bioturbasi.
Batulempung, kelabu–kehijauan,
lunak, plastis, masif-berlaminasi,
mengandung sisipan batulanau,
lempung berkarbon, serpih dan
batubara. Batulanau, kelabu, getas,
berlaminasi, setempat berkarbon.
Serpih, coklat- kehitaman, lunak,
getas, kaya kandungan organik,
mengindikasikan bitumen padat.
Batubara, hitam, banded, keras, getas.
Formasi Montalat diperkirakan
diendapkan di lingkungan laut
dangkal.
• Formasi Warukin
Terdiri atas batupasir kuarsa,
bersisipan batulempung, batulanau,
batubara.
Batupasir, kuning muda, berbutir
sedang-kasar, konglomeratan, kuarsa
dominan, kurang kompak.
Batulempung, kelabu, lunak, setempat
mengandung sisipan lempung
berkarbon dan terindikasi bitumen
padat. Batulanau, kelabu, berlaminasi,
setempat mengandung sisa organik.
Batubara, hitam kecoklatan, kusam,
getas. Formasi ini diendapkan pada
lingkungan paralik.
Pola struktur geologi yang terbentuk di
daerah penyelidikan adalah lipatan dan sesar.
Lipatan berupa antiklin berarah timurlaut-
baratdaya yang menunjam ke arah baratdaya.
Sesar diperkirakan dengan arah relatif baratlaut-
tenggara, terdeteksi di bagian tenggara daerah
penyelidikan.
GEOLOGI ENDAPAN BITUMEN PADAT
Dasar Teori
Keberadaan batuan sedimen yang kaya
kandungan organik di alam sering diasosiasikan
sebagai bahan baku energi fosil. Hutton, 1987,
telah mengklasifikasikan batuan sedimen yang
melimpah akan material organik menjadi tiga
golongan : Batubara, batuan mengandung
bitumen dan endapan bitumen padat.
Endapan bitumen padat didefinisikan
sebagai aneka batuan sedimen berbutir halus,
mengandung material organik yang dapat
diproses sehingga menghasilkan minyak (Yen
and Chilingarian, 1976). Adanya keterkaitan
antara sedimen berbutir halus ini dengan
kandungan minyak atau organik menyebabkan
endapan bitumen padat lazim juga dikenal
sebagai serpih minyak atau serpih bitumen.
Material organik pada endapan bitumen
padat berasal dari akumulasi sisa-sisa organisme
yang pernah hidup pada suatu lingkungan
tertentu kemudian pada kondisi yang
memungkinkan terendapkan dan terproses
menjadi endapan bitumen padat. Bahan-bahan
organik tersebut berasal dari sisa tetumbuhan
seperti ganggang, spora, serbuk sari dan
kutikula, namun pada umumnya berasal dari
jenis tetumbuhan rendah khususnya ganggang.
Pembentukan bitumen padat
memerlukan beberapa persyaratan tertentu yang
mencakup berbagai aspek baik geologi, biologi,
kimia maupun fisika. Persyaratan tersebut antara
lain : Terdapatnya sumber tetumbuhan
(ganggang) yang melimpah, pembentukan awal
pada kondisi an-aerob, lingkungan pengendapan
dengan kondisi air yang tenang dan pengendapan
sekaligus dari material baik secara autochton
maupun allochton.
Berbagai tipe lingkungan pengendapan
yang dapat berasosiasi dengan endapan bitumen
padat. adalah : Danau-danau air tawar yang kecil
(deltaic), rawa, laguna, danau-danau besar yang
berasosiasi dengan Cekungan intramontan dan
laut dangkal pada paparan yang stabil
Sebaran Endapan Bitumen Padat
Dari pengamatan lapangan telah
ditemukan sekitar 50 singkapan terindikasi
endapan bitumen padat. Singkapan-singkapan
tersebut ditemukan pada Formasi Montalat dan
Formasi Warukin, khususnya pada Formasi
Montalat. Sejauh yang teramati pada sekuen
sedimen Formasi Tanjung di daerah
penyelidikan tidak ditemukan adanya lapisan
sedimen yang terindikasi endapan bitumen padat.
Dari pengamatan pada singkapan
ternyata sedimen yang terindikasi endapan
bitumen padat sering ditemukan sebagai
perselingan dengan lapisan batubara dan batuan
sedimen bertekstur halus seperti batulempung,
batulanau atau batupasir halus. Pada beberapa
lokasi ditemukan juga sebagai sisipan atau
laminasi tipis pada batulempung atau serpih.
Tebal lapisan bervariasi diantara 0,20 – 5 meter,
kemiringan lapisan sekitar 7o – 20o. Kenampakan
endapan ini di lapangan adalah sebagai sedimen
bertekstur halus berukuran butir lempung–lanau,
berwarna coklat kehitaman–kelabu gelap, lunak,
getas, menyerpih atau berlaminasi halus, kaya
kandungan organik, apabila dibakar
mengeluarkan bau khas.
Pada Formasi Tanjung tidak ditemukan
adanya batuan berindikasi endapan bitumen
padat. Dari pengamatan diperoleh data bahwa
litologi formasi ini terdiri dari perselingan
monoton antara lapisan batupasir, batulempung
dan batulanau. Batupasir berwarna kuning
muda–kelabu, berbutir sedang, umumnya
terpilah baik, komposisi utama kuarsa,
mengandung glaukonit, struktur sedimen
laminasi paralel, setempat dijumpai fosil ikan.
Batulempung atau batulanau berwarna kelabu–
kehijauan, lunak, berlaminasi.
Berdasarkan data tersebut di atas
diperkirakan bahwa sekuen litologi Formasi
Tanjung tersebut diendapkan di lingkungan laut
terbuka, kondisi air yang berarus dan pengaruh
detritus klastik cukup besar. Ciri litologi dan
lingkungan pengendapan tersebut mirip dengan
ciri litologi dan lingkungan pengendapan sekuen
Formasi Tanjung bagian atas yang diendapkan di
lingkungan laut terbuka (Supriatna, dkk, 1980).
Kondisi dan lingkungan pengendapan yang
demikian kurang memenuhi syarat untuk
pembentukan endapan bitumen padat
Kualitas Endapan Bitumen Padat
Pengujian kualitas dilakukan dengan
analisis retorting dan analisis petrografi. Hasil
analisis menunjukkan kandungan minyak sangat
sedikit yaitu sekitar 2,4 – 5 liter/ton. Berat jenis
minyak tidak dihitung karena kandungan
minyaknya sangat sedikit. Analisis petrografi dilakukan untuk
mengetahui komposisi dari zat organik, jenis dan
kandungan maseral serta kandungan mineral dari
conto batuan. Hasil analisis dipakai sebagai
pembanding terhadap hasil analisis retorting
khususnya untuk mengetahui hubungan antara
kandungan minyak dengan kandungan zat
organik pada batuan.
Beberapa hal yang dapat disarikan dari
hasil analisis petrografi tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Nilai Disperse Organic Matter
(DOM) berkisar dari common –
abundant, atau sekitar (0,5-2,0) % -
(2,0-10,0) %, menunjukkan
kandungan zat organik tidak cukup
melimpah.
2. Kandungan maseral lebih
didominasi oleh vitrinit
dibandingkan inertinit dan liptinit.
Hampir semua conto mengandung
vitrinit dengan kuantitas berkisar
dari common – abundant.
3. Nilai reflektansi vitrinit berkisar
0,35 % - 0,42 %, tingkat
kematangan rendah – sedang.
4. Liptinit umumnya adalah
Lamalginit, namun persentasenya
sangat kecil yaitu < 0,2 %.
5. Bitumen terdapat pada 4 conto,
terdapat dalam lapisan atau di
antara butiran sedimen.
6. Kandungan mineral terdiri atas
oksida besi (common – abundant)
dan pirit (sparse – major),
menunjukkan kandungan rata-rata
kedua mineral ini cukup banyak.
Pembahasan Hasil Analisis Laboratorium
Kandungan minyak pada conto yang
dianalisis ternyata sangat sedikit. Hal ini
terutama disebabkan kurangnya kelimpahan zat
organik, ini dapat dilihat pada nilai DOM yang <
10 %. Disamping itu kandungan material organik
lebih didominasi oleh vitrinit dibandingkan
dengan liptinit, sehingga tampaknya zat asal
material organik tersebut lebih didominasi oleh
kelompok tetumbuhan yang banyak mengandung
serat kayu yang umumnya berasal dari jenis
tetumbuhan tingkat tinggi. Sedangkan
kandungan organik yang berasosiasi dengan
kandungan minyak yang tinggi lazimnya adalah
liptinit yang berasal dari jenis tetumbuhan
tingkat rendah seperti ganggang atau bagian
tetumbuhan lunak seperti spora, kulit luar, getah
tanaman dan serbuk sari. Dari analisis petrografi
tampak bahwa walupun liptinit dalam hal ini
jenis lamalginit masih ada, namun terdapat
dalam persentase sangat kecil yaitu < 0,2 %.
Ditinjau dari kondisi pengendapan,
kurang melimpahnya material organik khususnya
jenis liptinit dari conto-conto yang dianalisis
kemungkinan disebabkan oleh kurangnya faktor-
faktor yang mendukung proses pembentukan
endapan bitumen padat tersebut dengan cukup
ideal. Faktor-faktor tersebut antara lain kondisi
air tenang dengan pengaruh material detritus
klastik yang minim serta kondisi fisika, kimia
dan biologi yang mendukung untuk tumbuh dan
berkembangnya secara berlimpah organisme
bahan pembentuk endapan.
Sumberdaya Endapan Bitumen Padat
Hasil analisis retorting menunjukkan
bahwa kandungan minyak dari conto batuan
terindikasi endapan bitumen padat di daerah ini
sangat kecil.. Berdasarkan hal tersebut
penghitungan sumberdaya tidak dilakukan.
Prospek Pengembangan Endapan Bitumen
Padat di Daerah Penyelidikan
Ditinjau dari berbagai aspek khususnya
sebaran, kuantitas dan kualitas dari endapan
bitumen padat, dapat disimpulkan bahwa
walaupun dari segi distribusi keterdapatan
singkapan cukup banyak namun persentase
kandungan minyaknya ternyata sangat kecil,
sehingga disimpulkan bahwa daerah
penyelidikan kurang prospek untuk
dikembangkan lebih lanjut dengan tahap
penyelidikan berikutnya.
Walaupun demikian diusulkan adanya
penyelidikan selanjutnya terhadap Formasi
Tanjung di sebelah tenggara dan timur daerah
penyelidikan, yang sebagian wilayahnya
termasuk Propinsi Kalimantan Selatan. Sekuen
litologi Formasi Tanjung di daerah tersebut
diperkirakan mencakup sekuen bagian bawah
dan tengah. Lingkungan pengendapan maupun
ciri-ciri litologi pada sekuen tersebut (antara lain
dengan keterdapatan batubara) cukup menunjang
untuk pembentukan endapan bitumen padat.
Disarankan juga penyelidikan terhadap Formasi
Warukin di sebelah barat dan selatan daerah
penyelidikan.
KESIMPULAN
1. Formasi pembawa endapan yang
berindikasi bitumen padat di daerah
penyelidikan adalah Formasi Montalat
dan Formasi Warukin. Pada Formasi
Tanjung tidak ditemukan adanya
endapan terindikasi bitumen padat,
kemungkinan hal tersebut disebabkan
sekuen Formasi Tanjung di daerah
penyelidikan adalah sekuen bagian atas
yang berfasies marin dan diendapkan di
lingkungan laut dangkal terbuka.
2. Distribusi lokasi singkapan batuan
berindikasi bitumen padat di daerah ini
tersebar cukup banyak namun dengan
ketebalan relatif tipis berkisar 0,20 –
5,00 meter.
3. Kualitas dari 9 conto yang diuji secara
retort analysis menunjukkan kandungan
minyak yang sangat sedikit yaitu sekitar
2,4 – 5,00 liter/ton.
4. Penghitungan sumberdaya endapan
bitumen padat di daerah ini tidak
dilakukan karena kandungan minyaknya
sangat sedikit.
5. Walaupun distribusi singkapan batuan
yang terindikasi bitumen padat tersebar
cukup banyak namun dengan
kandungan minyak yang sangat sedikit,
daerah ini tampaknya kurang prospek
untuk dikembangkan ke tahap
penyelidikan berikutnya. Namun
disarankan untuk menyelidiki Formasi
Tanjung di sebelah timur dan tenggara
daerah penyelidikan, yang sebagian
termasuk wilayah Propinsi Kalimantan
Selatan. Formasi Tanjung di daerah
tersebut mencakup sekuen bagian
bawah dan tengah ,diperkirakan
lingkungan pengendapannya cukup
memungkinkan untuk terbentuknya
endapan bitumen padat. Disarankan
juga untuk menyelidiki Formasi
Warukin di sebelah timur dan selatan
daerah penyelidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hutton, A.C., 1987, Petrographic Classification
of Oil Shale, International Journal of
Coal Geology, p. 203-231, Amsterdam.
Hutton, A.C., Kanstler, A.J., Cook, A.C., 1980,
Organic Matter in Oil Shales, APEA
Journal, vol. 20, p. 44-62, University of
Wollongong, N.S.W, Australia.
Supriatna, S., dkk., 1980, Laporan Geologi
Lembar Buntok, Kalimantan,
Puslitbang Geologi, Bandung.
Yen, T.F., and Chilingarian, G.V., 1976, Oil
Shale, Elsevier Scientific Publishing
Company, Amsterdam – Oxford – New
York.
TABEL 1. KOLOM STRATIGRAFI DAERAH PENYELIDIKAN
UMUR
ZAMAN KALA FORMASI LITOLOGI
LINGK. PENGENDAPAN
AK
HIR
TE
NG
AH
MIO
SE
N
AW
AL
WARUKIN
Batupasir kuar-
sa, bersisipan
batulempung,
batulanau dan
batubara
Paralik
Batupasir kuar-
sa, batulem-
pung bersisip-
an batulanau,
serpih dan
batubara
Laut dangkal
OLI
GO
SE
N
MONTALAT
BERAI
Batugamping,
keras, kompak,
masif-berlapis,
sisipan napal
Laguna
TER
SIE
R
EO
SE
N
TANJUNG
Perselingan
monoton batu-
pasir kuarsa,
batulanau dan
batulempung.
Laut dangkal
terbuka
Tabel 2. Klasifikasi Endapan Bitumen Padat (Hutton, 1987)
Terrestrial Oil shale
Lacustrine Oil shale
Marine Oil shale
Lamosite
Lithotype Cannel
Coal Torbanite
Rundle Type
Green- River Type
Marinite Tasmanite Kuckersite
Precursor- Organisms
Vascular-
Plant
Green-
Algae
Green-
Algae
Blue-
Green
Algae
Green-
Algae
Acritarchs
Dinoflagel-
lates
Green-
Algae
Green-
Algae
Growth Form
Various Planktonic
Colonial
Planktonic
Colonial
unicellular
Benthonic-
Algae
Algae-
ooze
Planktonic
unicellular Unicellular
Planktonic
Colonial
Dominant Maceral/ Constituent
Sporinite
Resinit
Cutinite
Telalginite Lamalginite Lamalginite Lamalginite
Bituminite Telalginite Telalginite
Known Precursors
Anglo-
sperms
Gymno-
sperms
Plio
Rheinechia
Pediastrum
Septodinium
Cleisto
sphaeridium
? Nestocopsis Tasmanites
Lelosphaeri
Gloso-
capso-
morpha
priece
Related Organisms
Various
Extent
Vascular
plants
Batryo-
coccus
braunii
Pediastrum
Extent Blue
Green
Algae
Various
extent
Algae
Acritarche
Dinoflagel-
lates
Pachy-
spaera
pelagic
Botryo-
coccus
braunii
Minor Vitrinite
Inertinite
Vitrinite
Inertinite
Telalginite
Vitrinite Bitumen - - -
Other Org. Matter Trace
Telalginite
Bituminite
Sporinite
Resinite
Sporinite
Bitumen
Vitrinite
Sporinite
Telalginite
Vitrinite
Inertinite
Sporinite
Bitumen
Vitrinite
Inertinite
lamalginite
-
Tabel 3. Hasil Analisa Retorting Conto Bitumen Padat Daerah Kandui, Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah
No. No.
Conto Oil Content (Liters/ton)
Water Content (Liters/ton)
Specific Gravity of Oil (Grams/ton)
1 KD-01 5.0 174 IS 2 KD-02 3.0 190 IS 3 KD-03 2.4 184 IS 4 KD-03 3.0 184 IS 5 KD-04 NIL 136 NIL 6 KD-05 NIL 230 NIL 7 KD-06 NIL 116 NIL 8 KD-07 NIL 182 NIL 9 KD-08 NIL 212 NIL
Note : IS is insufficient oil samples to be measured
Peta 1. Peta Geologi dan Sebaran Bitumen Padat Daerah Kandui dan Sekitarnya