DAFTAR ISI · Web viewSelain perspektif ini mengkaji proses dan respons terhadap diferensiasi...
Transcript of DAFTAR ISI · Web viewSelain perspektif ini mengkaji proses dan respons terhadap diferensiasi...
MAKALAH MATA KULIAH:
ANALISIS MASALAH SOSIAL
“Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Kelompok Orang Kulit Hitam
di Amerika Serikat Melalui Perspektif Labelling,
Studi Kasus: Penembakan oleh Micah Johnson tahun 2016 di Dallas,
Amerika Serikat”
Oleh
KELOMPOK 5
Ahmad Rofai 1406618682
Angela Yvone 1406575380
Esa Annisa Devia Firlana 1406541530
Fatiyah Rahmadiana 1406568583
Siti Nadya Nuraini 1406541505
Syifa Fajriani 1406571792
Dosen Pengajar:
Dr. Johanna Debora Imelda M.A.
Dr. Sari Viciawati Machdum S.Sos., M.Si.
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
1. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
2. KAJIAN LITERATUR........................................................................................5
2.1 Masalah Sosial...........................................................................................5
2.2 Paradigma Definisi Sosial.........................................................................7
2.3 Pendekatan Interaksionisme Simbolik......................................................7
2.4 Perspektif Labelling..................................................................................8
2.4.1 Definisi Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling.........................9
2.4.2 Penyebab Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling......................9
2.4.3 Kondisi Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling.........................9
2.4.4 Akibat Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling.........................10
2.4.5 Solusi Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling..........................10
2.5 Rasisme...................................................................................................12
2.6 Kriminalitas.............................................................................................12
3. DESKRIPSI KASUS DAN METODOLOGI ANALISIS.................................14
3.1 Deskripsi Kasus Penembakan oleh Micah Johnson tahun 2016 di Dallas,
Amerika Serikat........................................................................................... 14
3.2 Karakteristik Masalah Sosial........................................................................15
3.3 Karakteristik Perspektif Labeling.................................................................16
4. ANALISIS KASUS..........................................................................................18
4.1 Kasus Penembakan African American sebagai Masalah Sosial..................18
ii
4.2 Karakteristik Masalah "Penembakan African American" berdasarkan
Perspektif Labelling...........................................................................................21
4.2.1 Definisi Masalah dalam Perspektif Labelling........................................21
4.2.2 Penyebab Kasus Penembakan African American sebagai Masalah
Sosial...............................................................................................................22
4.2.3 kondisi masalah penembakan african american menurut perspektif
lebelling..........................................................................................................23
4.2.4 konsekuensi masalah penembakan african american menurut perspektif
lebelling..........................................................................................................24
4.2.5 solusi dalam masalah penembakan african american menurut perspektif
labelling..........................................................................................................27
5. PENUTUP..........................................................................................................29
5.1 Kesimpulan...................................................................................................29
5.2 Saran.............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengutip pendapat Sugiyono (2009) mengenai masalah, dia berpendapat
bahwa masalah merupakan bentuk penyimpangan antara yang seharusnya dengan
apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan
pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksana. kemudian masalah sosial
dikemukakan oleh Rubington & Weinberg (1989) merupakan suatu kondisi
dimana sebagian masyarakat menyetuji sebuah kondisi yang ada mengancam
kualitas hidup dan sebagian besar nilai-nilai mereka, sehingga disepakati harus
ada kegiatan bersama untuk mengubah kondisi tersebut.
Dalam mendefinisikan suatu masalah sosial, terdapat salah satu paradigma
yakni Definisi Sosial dimana menurut Ritzer dan Goodman (2003) merupakan
sebuah konsep yang mempelajari bagaimana cara-cara individu mendefinisikan
situasi sosialnya, serta mempelajari bagaimana pengaruh dari definisi terhadap
situasi yang dilakukan individu tersebut. Paradigma ini dapat digunakan dalam
menganalisis suatu masalah sosial dalam satu satuan sudut pandang. Adapun salah
satu pendekatan turunan dalam paradigma definisi sosial merupakan pendekatan
Interaksionisme simbolik terdapat tiga pemikiran dasar dalam pendekatan ini
(Blumer, 1996) yakni: (a) manusia berperilaku kepada berbagai hal berdasar pada
arti atau makna hal tersebut, (b) arti atau makna tersebut diperoleh, atau
dikembangkan melalui interaksi sosial, (c) arti atau makna hal tersebut di
kendalikan atau diubah melalui proses interpretasi yang digunakan individu untuk
menghadapi hal tersebut.
Terdapat satu perspektif yang merupakan turunan dari pendekatan
interaksionisme simbolik diatas, yaitu Perspektif Labelling. Kajian utama dalam
perspektif ini adalah proses sosial sekitar penyimpangan. Adapun tiga aspek
penting dalam kajian labeling adalah: (a) siapa yang merumuskan masalah, (b)
kondisi yang disebut sebagai masalah, (c) akibat dari pemberian cap sebagai
pelaku masalah. Asumsi dasar perspektif ini adalah seorang yang mendefinisikan
1
situasi akan dipengaruhi oleh perhatian dan juga nilai-nilai yang dianutnya.
Terdapat dua strategi penting dalam pendekatan ini, pertama harus sudah dapat
melihat segi yang menguntungkan orang-orang yang telah dicap sebagai
penyimpang, demikian juga keuntungan dari pihak pemberi cap. Kedua,
memahami kebiasaan dan aturan bersama, serta praktik kehidupan sehari-hari
yang diadakan untuk memberi tekanan (Tangdilitin, 2000)
Berdasarkan paparan pengertian masalah sosial, paradigma definisi sosial
serta pendekatan interkasionisme simbolik yang mana Perspektif labelling
merupakan turunanya dalam paragraf sebelumnya. Makalah ini akan berusaha
menganalisis kasus penembakan polisi di Dallas pada Juli 2016 yang dilakukan
oleh Micah Xavier Johnson (25) atas kekesalan Micah terhadap polisi kulit putih
AS. Micah sendiri merupakan pria kulit hitam yang pernah bertugas sebagai
tentara di Angakatan Darat Cadangan AS hingga April 2015, juga pernah
ditugaskan ke Afganistan dari November 2013 hingga Juli 2014.
Kasus penembakan yang terjadi ini, sangat erat kaitanya dengan konteks
sejarah mengapa muncul diskrimasi ras antara kulit putih dengan kulit hitam di
Amerika. Diawali pada tahun 1860 ketika terjadi perang saudara (civil war),
setengah juta orang kulit hitam di Amerika Serikat dibebaskan sebagai budak. Hal
ini berlanut ketika keluarnya amandemen terhadap Konstitusi Amerika Serikat
nomor 13, 14, 15 yang memuat penghapusan terhadap perbudakan dan jaminan
bagi kebebasan warga kulit hitam untuk turut berpartisipasi dalam bidang politik.
Namun, keberadaan amandemen ini tidak menghasilkan perubahan, perlakukan
diskriminasi dan kekerasan terhadap warga kulit hitam masih banyak terjadi
hingga abad duapuluh (Jamal, 2005)
Sementara Suparlan (1999) dalam Suparlan (2002) mengungkapkan, kalau
kita melihat apa yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat
sampai dengan Perang Dunia ke-2, masyarakat-masyarakat tersebut hanya
mengenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan kulit putih yang Kristen.
Golongan-golongan lainnya yang ada dalam masyarakat tersebut dikategorikan
sebagai minoritas dengan segala hak-hak mereka yang dibatasi atau dikebiri. Di
Amerika Serikat, berbagai gejolak untuk persamaan hak bagi golongan minoritas
dan kulit hitam serta kulit berwarna mulai muncul di akhir tahun 1950-an.
2
Puncaknya adalah pada tahun 1960-an dengan dilarangnya perlakuan diskriminasi
oleh orang kulit putih terhadap orang kulit hitam dan berawarna di tempat-tempat
umum, perjuangan hak-hak sipil, dan dilanjutkannya perjuangan hak-hak sipil ini
secara lebih efektif melalui berbagai kegiatan affirmative action. Kegiatan ini
membantu mereka yang terpuruk dan minoritas, untuk dapat mengejar
ketinggalannya dari golongan kulit putih yang dominan di berbagai posisi jabatan
dalam berbagai bidang pekerjaan dan usaha.
Sebenarnya, apa yang terjadi kepada Micah saat ini, hampir mirip dengan
apa yang dialami Mumia Abu Jamal, dimana pada 9 Desember 1981 dini hari,
Jamal dijebak dinyatakan membunuh seorang polisi bernama Faulkner yang saat
itu sedang berjalan denganya, sekumpulan polisi kulit putih mengeroyok Jamal
hingga kritis tepat saat Faulkner terbunuh tertembak disampinya, Jamal diduga
sebagai penembak Faulkner oleh gerombolan polisi yang mengeroyoknya
tersebut. Atas kejadian ini, Jamal dibawa ke pengadilan dan divonis tanpa bukti-
bukti kuat oleh Pengadilan Philadelphia dengan hukuman mati (Jamal, 2005)
Jamal dimasanya, dikenal sebagai aktivis dan penggiat kesetaraan hak
kulit hitam yang dengan lantang menyuarakan tindak kekerasan dan ketidak-
adilan aparat pemerintahan, dia juga dikenal sebagai jurnalis kulit hitam di
Philadelphia. Jamal juga tergabung dalam organisasi dan kelompok kulit hitam
Black Panther Party dan MOVE (kelompok liberasi kulit hitam di Philadelphia),
dan salah satu bentuk keberanianya dalam menuntut keadilan adalah usaha dalam
menentang versi resmi pemerintah tentang pengepungan dan penyerangan aparat
kepolisian terhadap markas MOVE yang sangat brutal
Kasus-kasus diskriminasi terhadap kulit hitam oleh aparat hingga sekarang
masih ditemukan. Kembali lagi pada kasus Micah, dikutip melalui media
elektronik, salah satu artikel dalam internasional.kompas.com menggambarkan
tindakan penembakan yang dilakukan oleh Micah merupakan bentuk dedikasi atas
Black Lives Matters Movement yang merupakan gerakan internasional berasal dari
komunitas warga Afrika-Amerika untuk mengampanyekan keadilan atas warga
kulit putih dan hitam. Black Lives Matters Movement ini secara regular menggelar
aksi protes terkait kematian warga kulit hitam khususnya yang diakibatkan oleh
penegak hukum.
3
“Dia mengatakan marah terhadap kasus penembakan oleh polisi baru-baru ini. Dia
mengatakan dirinya marah pada orang kulit putih. Dia mengatakan ingin membunuh
orang kulit putih, terutama polisi berkulit putih," ucap Brown.
Kasus ini merupakan masalah sosial yang erat kaitanya dengan perspektif
Labelling dimana terdapat penyimpangan yang dilakukan individu/kelompok atas
sebuah cap yang ada, terutama dalam konteks perbedaan antara ras kulit hitam dan
kulit putih di Amerika Serikat. Itulah mengapa, dalam penulisan makalah ini,
penulis akan berusaha menjelaskan fenonema diskriminasi kulit hitam hingga
memunculkan kasus penembakan oleh Micah, sebagai masalah sosial yang dapat
dianalisa melalui perspektif labeling.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran kondisi bagaimana diskriminasi terhadap orang
kulit hitam di Amerika Serikat dalam konteks sejarah hingga kasus yang baru ini
terjadi, yaitu contoh kasus penembakan yang dilakukan Micah kepada sejumlah
polisi kulit putih di Dallas, AS pada Juli 2016 yang telah dipaparkan pada latar
belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini tercantum
dalam pertanyaan berikut:
- Bagaimana kasus penembakan oleh Micah Johnson atas gerakan Black
Lives Movement didefinisikan sebagai masalah sosial dalam perspektif
Labelling?
1.1 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
termaktub dalam kalimat berikut:
- Mendefinisikan kasus Micah Johnson atas gerakan Black Lives Matters
sebagai masalah sosial dalam analisis perspektif Labelling.
4
BAB 2
KAJIAN LITERATUR
Sosiologi memiliki kontribusi dalam menganalisis suatu masalah sosial.
Terdapat beberapa paradigma, pendekatan dan perspektif dalam Ilmu Sosiologi
yang digunakan dalam menganalisis masalah sosial. Salah satunya adalah
Paradigma Definisi Sosial lalu turunannya Pendekatan Interaksionalisme
Simbolik dan menggunakan Perspektif Labelling. Dalam bab ini, akan dijabarkan
mengenai konsep-konsep yang akan digunakan dalam menganalisa kasus. Konsep
yang digunakan antara lain, masalah sosial, paradigma definisi sosial, pendekatan
Interaksionalisme simbolik, perspektif labelling, rasisme dan kriminalitas.
2.1 Masalah Sosial
Masalah secara umum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
merupakan kata benda, yaitu sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan).
Pendapat lain menurut Sugiyono (2009:52) masalah diartikan sebagai
penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi,
antara teori dengan praktik, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana
dengan pelaksana. Menurut Rubington & Weinberg (1989) masalah dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu masalah personal, isu publik, dan masalah sosial.
Masalah sosial didefinisikan sebagai kondisi di mana sebagian masyarakat
menyetujui sebuah kondisi yang ada (exist) mengancam kualitas hidup dan
sebagian besar nilai-nilai mereka, sehingga disepakati harus ada kesepakatan dan
kegiatan bersama untuk mengubah kondisi tersebut (Rubington & Weinberg,
1989).
Mooney, Knox & Schacht (2011) menyatakan tidak ada definisi masalah
sosial yang digunakan secara universal, konstan dan mutlak. Masalah sosial
didefinisikan berdasarkan kombinasi kriteria objektif dan subjektif yang bervariasi
dalam masyarakat, antara individu dan kelompok dalam masyarakat dan dalam
konteks periode waktu sejarah. Elemen objektif dari masalah sosial merujuk pada
keberadaan dari kondisi sosial itu sendiri yang diketahui berdasarkan pengalaman
5
pribadi, melalui media, dan melalui pendidikan. Sementara, elemen subjektif
dalam masalah sosial merujuk pada kepercayaan bahwa kondisi sosial tertentu
dapat membahayakan sebagian atau keseluruhan masyarakat, sehingga
memerlukan perubahan. Dengan kombinasi dua elemen ini, masalah sosial
didefinisikan sebagai kondisi yang dinyatakan oleh sekelompok orang berbahaya
untuk anggota masyarakat dan butuh untuk diperbaiki (Mooney, Knox & Schacht,
2011).
Ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam masalah sosial,
sebagaimana dijelaskan oleh Rubington & Weinberg (1989):
a. Kondisi yang dinyatakan ada. Suatu masalah sosial merupakan kondisi
yang benar-benar ada (exist), sehingga terdapat kasus nyata bukan hanya
estimasi atau dugaan sementara yang menjadi perbincangan dan menarik
perhatian masyarakat untuk peduli terhadap masalah tersebut. Karena
keberadaan kondisi tersebut juga masyarakat merasakan dampak baik
secara langsung atau tidak.
b. Tidak sesuai dengan nilai-nilai. Kondisi yang didefinisikan sebagai suatu
masalah berdasarkan ketidak sesuaian dengan nilai-nilai dalam kelompok
masyarakat yang bersangkutan.
c. Significant number of people menyatakan kondisi tersebut sebagai suatu
masalah. Di mana terdapat sekelompok orang dalam masyarakat yang
menyetujui bahwa suatu kondisi merupakan masalah dan harus
diselesaikan. Terdapat perdebatan bahwa significant number of people ini
tidak hanya menyangkut kuantitas atau jumlah orang yang terlibat, tetapi
juga siapa yang menyatakan kondisi tersebut sebagai suatu masalah
(Blumer, 1971 & Thompson, 1988 dalam Rubington & Weinberg, 1989)
d. Suatu kegiatan bersama dibutuhkan untuk mengubah keadaan. Dampak
dari kondisi tersebut secara langsung atau tidak dirasakan oleh masyarakat
bukan hanya individu yang terlibat. Sehingga, anggapan sebagai masalah
bersama menghasilkan keputusan bahwa harus dilakukan upaya bersama
dalam usaha mengubah keadaan.
Pada pembahasan makalah ini penulis akan lebih banyak mengacu pada
definisi masalah soial oleh Rubington & Weinberg (1989) dengan pemahaman
6
bahwa, suatu masalah sosial merupakan kondisi ketidak sesuaian nilai-nilai
dalam masyarakat.
2.2 Paradigma Definisi Sosial
Paradigma Definisi Sosial menurut Ritzer dan Goodman (2003)
merupakan sebuah konsep yang mempelajari bagaimana cara-cara individu
mendefinisikan situasi sosialnya, serta mempelajari bagaimana pengaruh dari
definisi terhadap situasi yang dilakukan individu tersebut. Paradigma ini
dikembangkan oleh Marx Weber dengan salah satu konsep yang dikembangkan,
yaitu tindakan sosial. Konsep tindakan sosial menurut Weber dalam Royce (2015)
terjadi ketika individu menambahkan makna subjektif dalam perilakunya—motif,
tujuan atau maksud. Dengan kata lain, Tindakan sosial difokuskan pada perilaku
individu, ditujukan kepada individu lain yang memiliki makna subjektif.
2.3 Pendekatan Interaksionisme Simbolik
Interaksionalisme simbolik merefleksikan microsociological (level analisa
sosiologi yang berfokus pada dinamika sosio-psiko individu yang berinteraksi
dalam kelompok kecil). Charles Horton Cooley salah satu tokoh yang
mempengaruhi pendekatan ini menciptakan konsep “looking-glass self”, di mana
interaksi sosial membentuk identitas diri individu atau pengertian diri. Individu
membangun konsep diri dengan mengobservasi bagaimana individu lain
berinteraksi dan memberi label padanya (Mooney, Knox & Schacht, 2011)
Pendekatan Interaksionis Simbolik memberikan penjelasan yang
mendekati level perilaku individu. Penelitian berdasarkan pendekatan ini, melihat
proses bagaimana individu yang berbeda menjadi bagian dari situasi yang
didefinisikan oleh masyarakat luas sebagai masalah sosial. Pendekatan ini
memiliki fokus bagaimana cara-cara yang digunakan individu, berdasarkan nilai-
nilai yang dianut masyarakat di mana individu menjadi bagian dari masyarakat
tersebut. Pendekatan ini juga menyelidiki bagaimana kelompok yang berbeda
mendefinisikan situasi mereka dan juga dalam melakukan ‘konstruksi’ kehidupan
7
yang melibatkan nilai-nilai untuk ‘menjatuhkan’ kelompok lainnya (Kornblum &
Julian, 2011).
Blumer (1969b: 2) dalam Ritzer dan Smart (2003: 218) mengungkapkan
tiga dasar pemikiran dalam interaksionis simbolik, yaitu pertama manusia
berperilaku kepada berbagai hal berdasar pada arti atau makna hal tersebut untuk
dirinya. Kedua, arti atau makna hal tersebut diperoleh, atau dikembangkan melalui
interaksi sosial. Ketiga, arti atau makna hal tersebut dikendalikan atau dapat
diubah melalui proses interpretasi yang digunakan individu untuk menghadapi hal
tersebut.
Landasan dasar pendekatan interaksionis simbolik dalam masalah sosial
adalah kondisi tersebut harus didefinisikan atau dikenal sebagai masalah sosial
(Mooney, Knox & Schacht, 2011., hal.14). Sementara menurut Herbert Blumer,
1971 dalam Mooney, Knox & Schacht, 2011 masalah sosial dalam pendekatan
interaksionis simbolik berkembang melalui beberapa tahap.
1) Tahap pertama, societal recognition atau proses di mana masalah
sosial ‘lahir’.
2) Tahap kedua, social legitimation, yaitu ketika masalah sosial
disadari oleh komunitas yang lebih luas termasuk media, institusi
pendidikan dan institusi agama.
3) Tahap ketiga, mobilization for action, terjadi ketika individu dan
kelompok mulai mengembangkan respon terhadap kondisi sosial
tersebut
4) Tahap keempat, development and implementation of an official
plan, setelah dilakukan mobilisasi, selanjutnya dilakukan
penerapan perencanaan aksi yang lebih terkordinasi, misalnya
dengan membentuk regulasi.
2.4 Perspektif Labelling
Perspektif labelling merupakan turunan dari pendekatan interaksionisme
simbolik. Perspektif ini muncul di akhir periode keempat Sosiologi Amerika,
mulai spesialisasi sekitar 1954-1970. Pada periode ini terdapat spesialisasi
penelitian tentang kejahatan, penyimpangan dan kontrol sosial. Maka, sosiolog
bekerja dengan menggunakan persepktif perilaku menyimpang dan labelling
8
secara umum untuk membatasi penelitian tentang masalah sosial tersebut
(Rubington & Weinberg, 1989)
Kajian utama dalam perspektif labelling adalah proses sosial sekitar
penyimpangan. Terdapat tiga aspek penting dalam kajiannya, yaitu: (1) Siapa
yang merumuskan masalah, (2) Kondisi yang disebut sebagai masalah, dan (3)
Akibat dari pemberian cap sebagai pelaku masalah. Asumsi dasarnya bahwa
seseorang yang mendefinisikan situasi akan dipengaruhi oleh perhatian dan juga
nilai-nilai yang dianutnya. Karena itu semua, definisi akan selalu dapat
dihubungkan dengan kedudukan seseorang dalam suatu situasi, dengan nilai yang
dianut, dengan kepentingan yang diinginkan lebih lanjut. Terdapat dua strategi
penting dalam pendekatan ini, pertama harus sudah dapat melihat segi yang
menguntungkan orang-orang yang telah dicap sebagai penyimpang, demikian juga
keuntungan dari pihak pemberi cap. Kedua, memahami kebiasaan dan aturan
bersama, serta praktik kehidupan sehari-hari yang diadakan untuk memberi
tekanan (Tangdilitin, 2000)
Berikut merupakan karakteristik perspektif labelling dalam Rubington &
Weinberg, 1989:
2.4.1 Definisi Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling
Masalah sosial atau penyimpang sosial didefinisikan sebagai reaksi
sosial terhadap pelanggaran yang dinyatakan oleh peraturan atau
ekspektasi. Perspektif ini fokus pada kondisi akibat perilaku seperti
apa, atau situasi muncul didefinisikan sebagai masalah atau
menyimpang.
2.4.2 Penyebab Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling
Penyebab masalah sosial dalam perspektif ini adalah tidak adanya
perhatian yang diterima reaksi sosial oleh publik atau agen
pengawas sosial, hingga perilaku yang dinyatakan menyimpang
atau situasi penyimpangan dikenali.
2.4.3 Kondisi Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling
Kondisi sebagai masalah sosial melalui perspektif ini dijelaskan
ketika individu atau situasi yang diberikan label sebagai masalah
9
atau menyimpang, di mana pemberi label berada dalam posisi yang
mampu memberikan label tersebut. Pada posisi (pekerjaan) tertentu
memberi label sudah menjadi bagian dari pekerjaannya yang dapat
juga mendatangkan keuntungan bagi orang yang diberikan label
atau pemberi label. Sehingga, dapat muncul suatu kondisi dimana
individu memberikan label pada dirinya sendiri untuk
mendapatkan keuntungan.
2.4.4 Akibat Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling
Konsekuensi ketika seseorang telah menerima label dari
masyarakat adalah akan membentuk relasi yang mengarahkan
individu yang diberikan label untuk melakukan penyimpangan
kembali di masa depan atau melakukan penyimpangan seterusnya.
Hal ini, dapat membatasi individu yang diberikan label untuk
mendapatkan kesempatan dalam hidup dan membuat mereka
menekuni peran sebagai penyimpang.
2.4.5 Solusi Masalah Sosial dalam Perspektif Labelling
Terdapat dua solusi yang ditawarkan dalam perspektif labelling,
pertama mengubah definisi yang diberikan terhadap individu atau
situasi yang dianggap sebagai masalah. Dengan kata lain lebih
bersikap toleran, sehingga masyarakat berhenti untuk memberikan
label pada individu atau situasi tertentu. Kedua adalah
menghilangkan keuntungan yang muncul akibat adanya labelling
yang diberikan. Dalam hal ini, kiranya menurunkan konsekuensi
yang ada baik bagi pemberi label maupun individu yang diberikan
label dan dalam masalah yang muncul akibat pemberian label.
10
Konsepsi Perspektif Labelling
Latar Belakang Definisi Penyebab Kondisi Akibat Solusi
Berkembang pada
periode ke-4 Sosiologi
Amerika (1954-1970)
↓
Timbul kesadaran luas
akan peran penting ilmu
perilaku untuk dapat
memberi pemecahan
dalam upaya mengatasi
masalah sosial. Sejak
periode itu kajian
mengenai kejahatan,
penyimpangan dan
pengendalian sosial
menjadi spesialisasi
(Tangdilitin, 2000)
Sebagai reaksi sosial
terhadap pelanggaran
yang dinyatakan oleh
peraturan atau ekspektasi
di masyarakat (Rubington
& Weinberg, 1989)
Dimana terdapat reaksi
masyarakat kepada
individu dengan
memberikan label. Label
tersebut akan
memunculkan hambatan
dalam kehidupan individu
yang akan menyebabkan
munculnya masalah sosial
Tidak adanya
perhatian
terhadap reaksi
sosial yang akan
muncul, hingga
perilaku atau
kondisi tersebut
dikenali.
(Rubington &
Weinberg, 1989)
Label diberikan oleh
orang yang memiliki
power, misalnya pada
posisi (pekerjaan)
tertentu, sehingga
label dibuat untuk
membuat keuntungan
pribadi
(Rubington &
Weinberg, 1989)
Label yang diberikan
melekat pada diri
individu, dan menjadi
persepsi diri
(Kornblum dan
Julian, 2011).
Label yang
diberikan dan
menjadi persepsi
diri akan
mengarahkan
individu pada
penyimpangan
lebih lanjut
(Rubington &
Weinberg, 1989)
Mengubah definisi
yang diberikan
oleh pemberi label
(mengembangkan
sikap toleran)
Mengurangi atau
menghilangkan
keuntungan dari
labelling
(konsekuensi bagi
pemberi label dan
penerima label)
(Rubington &
Weinberg, 1989)
Tabel 2.1Konsepsi Perspektif Labelling
11
2.5 Rasisme
Alasan pentingnya psikologi bagi ras karena terkait dengan bagaimana
individu merespon individu lainnya, berdasarkan karakteristik ras yang tampak,
kebanyakan terutama terkait warna kulit, ciri-ciri wajah, dan implikasi respon
tersebut untuk kesempatan dalam hidup individu dan pemahaman identitas diri.
Dalam psikologi, etnisitas sering digunakan dalam merujuk ras karena terdapat
ketidak setujuan penggunaan kata ras. Selain itu, penggunaan istilah etnisitas
memiliki pengertian yang lebih luas, yaitu mencakup ras dan asal-usul budaya
(Phinney, 1996). Rasisme menurut Wellman (1977) dalam Tatum (1992)
merupakan sebuah sistem keuntungan berdasarkan ras. Manifestasi personal,
budaya, dan institusional tentang rasisme tidak dapat dihindarkan, sehingga,
diasumsikan sebagai hasilnya, masyarakat menerima informasi yang salah
mengenai kelompok yang dirugikan oleh rasisme (Tatum, 1992).
African American dijelaskan oleh White dan Parham (1990) dalam
Phinney (1996) sebagai refleksi keberlanjutan pengaruh orang Afrika dalam
‘Black lifestyle’ kontemporer, pengaruh tersebut menghasilkan karakteristik
seperti kekuatan emosional, kelangsungan hidup secara kolektif, tradisi oral,
persepsi waktu, dan ketergantungan, secara spesifik dalam perluasan keluarga.
Sementara Jones (1988) dalam Phinney (1996) menjelaskan ‘black culture’ dalam
lima dimensi, yaitu waktu, ritme, improvisasi, ekspresi oral dan spiritualitas.
Identitas etnik merupakan sekelompok faktor kompleks yang mendefinisikan
perluasan dan tipe keterlibatan dalam satu kelompok etnik (Phinney, 1996).
2.6 Kriminalitas
Radzinowicz dan King (1997) dalam Kornblum dan Julian (2011)
mendefinisikan crime atau kejahatan sebagai sesuatu yang membahayakan
komunitas secara serius atau, secara umum dipercaya dapat melakukan hal
tersebut, sesuatu yang dilakukan berdasarkan maksud tidak baik, sesuatu yang
dilarang dalam kepentingan bagian paling berkuasa dari masyarakat. Tetapi,
terdapat kejahatan yang terhindar dari definisi tersebut dan terdapat juga bentuk
perilaku yang terhindar dari label kejahatan. Berdasarkan pendapat tersebut,
12
kejahatan merupakan bentuk tindakan atau kelalaian dari tindakan, di mana negara
dapat memberikan sanksi (Kornblum dan Julian, 2011).
Dalam pendekatan interaksionis simbolik melalui teori labelling,
berdasarkan Howard Becker (1963) dalam Mooney, Knox & Schacht (2011)
kelompok sosial membentuk penyimpang dengan membuat aturan, bahwa
individu pelanggar peraturan tersebut merupakan penyimpang, dan dengan
mengaplikasikan peraturan tersebut kepada sekelompok individu yang spesifik
dan memberikan label pada mereka sebagai outsiders. Dalam pandangan ini,
penyimpang bukan aksi yang melibatkan individu, melainkan konsekuensi
peraturan kelompok lainnya dan sanksi terhadap pelanggar. Penyimpang
merupakan seseorang yang berhasil diberikan label; perilaku penyimpang adalah
perilaku yang diberikan label juga oleh masyarakat. Setelah seseorang melanggar
hukum dan ditawan, individu tersebut diberikan stigma sebagai kriminal. Label ini
sering kali mendominasi identitas sosial individu, sehingga terdapat pemahaman
diri sebagai hal tersebut (Mooney, Knox & Schacht, 2011).
13
BAB 3
DESKRIPSI KASUS DAN METODOLOGI ANALISIS
3.1 Deskripsi Kasus Penembakan oleh Micah Johnson tahun 2016 di Dallas,
Amerika Serikat
Pada bulan Juli 2016 lalu, berita mengenai penembakan belasan polisi di
Dallas, Amerika Serikat yang menewaskan 5 di antaranya sentak menggemparkan
seluruh dunia. Adapun para korban penembakan tersebut ditembak oleh dua
penembak jitu yang melakukan tembakan dari tempat tinggi ke arah sejumlah
polisi beberapa saat sebelum pukul 21.00 waktu setempat (Kompas.com, 2016).
Kronologisnya, pada saat penyerangan itu terjadi, yaitu Kamis, 7 Juli 2016
sekitar pukul 20.59 waktu setempat, ratusan orang sedang berdemonstrasi di Belo
Garden Park, Dallas, Amerika Serikat. Demo tersebut ditujukan oleh Black Lives
Matter Movement untuk memprotes aksi polisi AS yang sebelumnya telah
menembak dua warga kulit hitam yaitu Philando Castile di Minnesota dan Alton
Sterling di Lousiana (Detik.com, 2016). Castile ditembak mati di mobilnya pada
Rabu, 6 Juli 2016 dengan alasan hanya karena parkir di tepi jalan. Sedangkan
Sterling dibunuh sehari sebelumnya dengan dugaan bahwa ia sering melakukan
ancaman kepada tunawisma di Lousiana. Adapun kedua insiden ini tertangkap
kamera video dan menyalakan kembali isu yang telah menjadi perdebatan
nasional mengenai kejahatan aparat terhadap warga kulit hitam atau berlandaskan
rasisme (Tempo.co, 2016).
Tersangka dari aksi penembakan ini ternyata adalah salah satu warga kulit
hitam, yaitu Micah Xavier Johnson (25) yang merupakan pria asal Mesquite,
Texas. Walaupun Micah tidak sendirian, namun ia diduga kuat sebagai dalang dari
penyerangan terhadap polisi AS ini. Johnson adalah seorang pria kulit hitam
berjanggut pendek yang pernah bertugas sebagai tentara di Angkatan Darat
Cadangan AS hingga April 2015, serta pernah ditugaskan ke Afghanistan dari
November 2013 hingga Juli 2014. Berdasarkan kutipan dari CNN seorang pejabat
penegak hukum yang tak mau disebut namanya mengatakan bahwa Johnson tidak
memiliki catatan kriminal atau keterkaitan dengan kelompok ekstrimis.
Sebelumnya, saat bicara dengan tim perunding polisi, Johnson juga sempat
14
menyebut dirinya tak berafiliasi dengan kelompok ekstrimis mana pun.
Tindakannya menembaki polisi dipicu kemarahannya terhadap kasus tewasnya
dua pria kulit hitam di Minnesota dan Louisiana akibat ditembak polisi.
"Dia mengatakan marah terhadap kasus penembakan oleh polisi baru-baru ini. Dia
mengatakan dirinya marah pada orang kulit putih. Dia mengatakan ingin
membunuh orang kulit putih, terutama polisi berkulit putih," ucap Brown
(Internasional.kompas.com, 2016)
Kemarahan yang dituangkan oleh Johnson dalam aksi penembakan
terhadap polisi AS ini disebabkan oleh kasus tertembaknya dua warga kulit hitam
yang tidak bersalah sampai mati. Johnsosn benar-benar marah dan tidak terima
atas kejadian tersebut sehingga ia melakukan balas dendam dengan menembakkan
polisi AS, khususnya polisi berkulit putih. Adapun tindakannya ini, menurut
Kompas.com dilakukan untuk Black Lives Matter Movement, yang mana pada
akhir tujuan dari gerakan BLM ini ialah untuk menciptakan perdamaian antara
warka kulit putih dan warga kulit hitam di Amerika Serikat. Black Lives Matter
(BLM) yang dimaksud adalah sebuah gerakan internasional yang berasal dari
komunitas warga Afrika-Amerika yang mengkampanyekan keadilan untuk warga
AS berkulit hitam. BLM secara reguler menggelar aksi protes terkait kematian
warga kulit hitam khususnya yang diakibatkan oleh penegak hukum. BLM juga
memperjuangkan isu yang lebih besar yaitu profiling rasial, kebrutalan polisi dan
sistem hukum AS yang dinilai sangat rasialis.
Namun akhirnya Micah Johnson mati setelah beberapa saat dikepung oleh
sekelompok polisi Amerika Serikat yang menewaskannya melalui bahan peledak
yang dikirimkan polisi lewat sebuah robot di tengah-tengah upaya negosiasi.
Adapun robot tersebut digunakan untuk menghindari korban jiwa karena
tersangka bersenjata (BBC.com, 2016).
3.2 Karakteristik Masalah Sosial
Terdapat empat karakteristik sebuah masalah dikaitkan sebagai masalah sosial,
dimana menjadi dasar untuk menganalisis masalah Kasus penembakan oleh Micah
Johnson di Dallas, AS yang tercantum dalam Tangdilintin (2007), yaitu antara
lain:
15
1. Sebuah masalah muncul karena tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat,
2. Masalah merupakan suatu hal yang terjadi (exiting condition) yang
dianggap mengganggu,
3. Terdapat significant number of people yang menyatakan bahwa hal
tersebut merupakan masalah sosial,
4. Masyarakat sepakat perlu adanya suatu kegiatan bersama yang dilakukan
untuk mengatasi situasi yang ada.
3.3 Karakterisktik Perspektif Labelling
Dalam melihat kasus ini, kelompok juga menganalisisnya berdasarkan
karakteristik perspektif labelling yang tercantum dalam Tangdilintin (2007), yaitu
antara lain:
a. Definisi
Esensi dari perspektif labelling ialah adanya gagasan bahwa masalah sosial
dan penyimpangan muncul dalam pikiran orang yang bersangkutan. Selain
perspektif ini mengkaji proses dan respons terhadap diferensiasi sosial,
perspektif ini juga melihat masalah sosial sebagai suatu reaksi sosial
terhadap suatu pernyataan atas penyimpangn dari aturan yang diinginkan.
b. Penyebab
Perspektif labelling menganggap bahwa masalah sosial yang muncul
disebabkan oleh adanya perhatian terhadap reaksi sosial yang diterima dari
masyarakat atau lembaga pengendali. Hal ini terjadi apabila seorang atau
satu situasi dicap sebagai masalah atau menyimpang, maka pengecap
berada pada posisi beruntung karena berhasil memberi cap itu.
c. Latar Belakang
Perspektif labelling melihat bahwa masalah sosial dilatarbelakangi oleh
adanya pelaku yang di cap sehingga orang yang bersangkutan bereaksi
terhadap cap tersebut. Ringkasnya, perspektif ini berfokus pada proses dan
bukan struktur, pada subyektivitas dan bukan objektivitas, pada reaksi
terhadap penyimpangan dan bukan pencetus dari penyimpangan.
d. Kondisi
16
Menurut perspektif ini, sebuah masalah sosial berfokus pada kondisi
dimana perilaku atau situasi dipandang sebagai suatu masalah atau
penyimpangan.
e. Akibat
Adapun konsekuensi atau akibat dari adanya masalah sosial adalah jika
adanya penentuan suatu kondisi sebagai masalah maka hal tersebut dapat
membawa penyimpangan yang lebih jauh.
f. Solusi
Perspektif labelling memaparkan bahwa terdapat dua cara dalam
menyelesaikan masalah sosial, yaitu dengan merubah definisi (cap) yang
diberikan terhadap seseorang, yang berarti dapat menjadi lebih toleran, dan
kedua yaitu dengan menghapuskan keuntungan dari pemberian cap
tersebut.
17
BAB 4
ANALISIS KASUS
4.1 Kasus Penembakan African American sebagai Masalah Sosial
Pada pembahasan kali ini, penulis akan menganalisis kasus penembakan
yang terjadi pada African America dalam menjabarkan masalah sosial. Menurut,
Rubington & Weinberg (1989), masalah sosial merupakan suatu kondisi yang
dinyatakan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar
masyarakat dan mereka sepakat bahwa suatu kegiatan bersama diperlukan untuk
mengubah kondisi tersebut. Dikemukakan pula empat hal penting dari masalah
sosial oleh Rubington dan Weinberg (1989), yakni:
a. Suatu kondisi yang dinyatakan
Tindakan warga kulit putih yang mendiskriminasi dan melabel warga kulit
hitam sebagai kriminal, serta tindakan mereka yang tidak menjunjung nilai
keadilan dan sering menggunakan cara kekerasan, sering kali menjadi
perbincangan umum dan banyak diulas di media massa. Bukan hanya media
nasional di satu negara saja, melainkan berbagai media di seluruh dunia tidak
jarang membahas tentang masalah ini. Kasus ini menjadi perbincangan yang
sangat pelik di antara masyarakat dan media massa karena dianggap sangat tidak
manusiawi dan tidak adil terhadap kaum kulit hitam keturunan Afrika yang
tinggal di Amerika. Terlebih lagi, untuk negara-negara yang secara dominan telah
menghargai nilai-nilai persamaan, tentu masalah ini dianggap sangat penting
untuk dibahas dan ditindaklanjuti.
Dari adanya label dan ketidak adilan tersebut, sebagian besar warga kulit
hitam selalu merasa terintimidasi dan tidak dapat mendapat hak-hak sipilnya.
Sehingga banyak dari mereka yang terjerat kemiskinan dan akhirnya melakukan
tindak kriminal terhadap warga kulit putih. Seperti pada kasus Micah Johnson, ia
melakukan aksi penembakan terhadap polisi AS berkulit putih ini disebabkan oleh
tertembaknya dua warga kulit hitam yang tidak bersalah sampai mati. Sehingga
banyak media massa yang membicarakan kasus ini, seperti yang telah dijelaskan
pada bab 3.
18
b. Tidak sesuai dengan nilai-nilai
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa penyebab dari timbulnya kasus ini
adalah adanya sistem segregasi atau dapat juga disebut sebagai pemisahan ras atau
etnis secara paksa. Sistem ini menimbulkan adanya diskriminasi yang dilakukan
oleh kelompok kulit putih terhadap kulit hitam di Amerika. Adanya diskriminasi
tersebut mengakibatkan kelompok ras yang lebih tinggi, yang dalam hal ini adalah
kulit putih, menempatkan kelompok kulit hitam lebih rendah dalam segala hal.
Kulit hitam juga kerap kali mendapatkan perlakuan yang tidak sama dengan kulit
putih dalam berbagai bidang, misalnya saat polisi memergoki warga kulit hitam
yang melakukan kriminal langsung ditembak, sedangkan warga kulit putih
diberikan kesempatan untuk berbicara atau diinterogasi terlebih dahulu sebelum
mendapatkan hukuman. Selain itu, ada pula larangan untuk akses ke tempat
umum, pendidikan di sekolah yang kurang baik kepada kulit hitam, serta kesulitan
dalam memberikan suara dalam pemilihan atau mengemukakan pendapat.
Sehingga, menyebabkan warga kulit hitam tidak dapat berkembang, menjadi
pengangguran, dan terjerat kemiskinan.
Di sini sangat terlihat jelas bahwa adanya pemisahan ras tersebut
mengakibatkan ketidak adilan dan sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan karena tidak jarang pemisahan tersebut ditegakkan dengan cara
kekerasan, misalnya penembakan. Di dalam kasus Micah Johnson kita dapat
melihat bahwa dalam banyak kegiatan yang dilakukannya ia sering mendapat
perlakuan yang tidak adil, hanya karena warna kulitnya yang berwarna hitam,
misal intimidasi di tempat dia bekerja, selalu dituduh melakukan hal-hal yang
menyimpang, dan lain sebagainya. Perlakuan tersebut dianggap tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, khususnya nilai yang
berhubungan dengan kemanusiaan dan keadilan. Masyarakat kebanyakan
menganut nilai bahwa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tentu saja
kita harus menjunjung tinggi nilai keadilan, dimana setiap warga negara harus
memperoleh hak yang sama dengan warga lainnya, serta nilai perdamaian demi
kehidupan yang damai dan tentram. Namun apabila kita melihat kasus Micah
Johnson, ia dalam hidupnya selalu dipenuhi oleh rasa terintimidasi dan rasa tidak
19
aman. Hal tersebut membuat dia menjadi memberontak dan berani melawan serta
menembak orang-orang kulit putih yang selama ini memperlakukannya secara
tidak adil.
Selain itu, pemerintah juga dianggap kurang mampu menjalankan
perannya dengan baik, sehingga kasus ini tidak meredam dan malah semakin
berkembang menuju arah yang negatif. Dalam kasus ini, pemerintah Amerika
sebenarnya telah membuat kebijakan serta aturan perundang-undangan tentang
penegakan hak-hak sipil seluruh warga negara. Namun pada kenyataannya
peraturan tersebut kurang dapat diaplikasikan dengan baik. Selain itu, banyak pula
warga kulit putih yang tidak setuju dan melanggar kebijakan tersebut, namun
tidak ada sanksi yang tegas dari pemerintah.
c. A significant number of people
Terdapat suatu kelompok atau orang-orang yang sepakat dan menyatakan
bahwa hal tersebut merupakan masalah sosial. Dalam kasus ini, banyak warga
kulit hitam yang merasa dirugikan dengan label kriminal dan takut keluar rumah
karena kemungkinan akan di tembak oleh kulit putih. Tindakan diskriminatif yang
dianggap sebagai masalah sosial ini pun mendorong munculnya gerakan-gerakan
sosial yang dilakukan oleh warga kulit hitam yang menentang diskriminasi
tersebut. Misalnya saja, demo yang ditujukan oleh BLM untuk memprotes aksi
polisi AS yang sebelumnya telah menembak dua warga kulit hitam yaitu Philando
Castile di Minnesota dan Alton Sterling di Lousiana (Detik.com, 2016). Seorang
politisi, Hillary Clinton, juga menyadari bahwa ini merupakan masalah sosial.
Sehingga ia mengajak orang kulit hitam yang menjadi korban untuk angkat bicara
dan memberikan dukungan emosional. Selain itu, terdapat pula dukungan dari
berbagai pihak sebagai upaya untuk menghilangkan atau mengurangi masalah
sosial ini. Upaya tersebut tidak hanya diusahakan oleh aktivis-aktivis HAM
ataupun organisasi kemasyarakatan, namun juga didukung oleh Kongres yang
mulai menanggalkan diskriminasi rasial baik yang dilakukan secara publik
maupun pribadi dalam hal pemberian suara, masalah tenaga kerja, akomodasi
publik, pemukiman, dan program lainnya.
d. Suatu kegiatan bersama dibutuhkan untuk mengubah situasi
20
Masalah ini tidak bisa dihilangkan hanya dengan upaya dari beberapa
kelompok atau seseorang saja, melainkan banyak pihak yang harus terlibat dalam
mengubah situasi dalam kasus tersebut. Hal tersebut dikarenakan kasus ini
membicarakan tentang konflik rasial, dimana seperti yang kita ketahui konflik
rasial sangat sensitif dan sangat susah untuk dicari solusinya. Sehingga butuh
suatu kegiatan bersama dalam masyarakat untuk mengubah situasi dan
menemukan solusinya.
Banyak penulis yang menuangkan masalah ketidak adilan ini dalam
sebuah novel, salah satunya adalah Alex Haley, penulis besar di Amerika Serikat.
Haley menuliskan novel yang menceritakan tentang penderitaan warga kulit hitam
di Amerika, dimana ceritanya berdasarkan pada sejarah keluarganya sendiri yang
menceritakan tentang perjuangan warga Afrika-Amerika. Dalam kasus Micah
Johnson kita juga dapat melihat bahwa ia telah berupaya untuk mengubah situasi
ketidakadilan dan ketidaksetaraan ini dengan berbagai cara, seperti menulis di
media sosialnya terkait perlakuan kulit putih terhadap kulit hitam, serta
melakukan aksi demo bersama dengan kulit hitam lainnya. Ia melakukan hal
tersebut karena ingin protes dan meluapkan kekesalannya terhadap kulit putih dan
memberitahukan kepada masyarakat terkait dengan perlakuan kulit putih,
sehingga di harapkan nantinya ada gerakan untuk menghapus segala “perbedaan”
yang ada diantara kulit hitam dan kulit putih. Namun, upayanya tersebut tidak
banyak membuahkan hasil dan respon dari berbagai pihak, khususnya pemerintah.
Ia dan banyak kelompok kulit hitam lainnya masih mengalami ketidakadilan dan
larangan dalam memperoleh hak-haknya.
4.2 Karakteristik Masalah "Penembakan African American" berdasarkan
Perspektif Labelling
4.2.1 Definisi Masalah dalam Perspektif Labelling
Jika dilihat dari perspektif labelling, masalah sosial atau
penyimpangan sosial didefinisikan melalui reaksi sosial atas pelanggaran
aturan atau ekspektasi masyarakat. Perspektif ini berfokus pada kondisi
seperti apakah situasi atau perilaku tersebut didefinisikan sebagai tindakan
yang menyimpang. Penyimpangan bukanlah kualitas yang terletak dalam
21
perilaku itu sendiri, melainkan lebih kepada interaksi di antara orang-
orang yang menyetujui dan merespons tindakan tersebut sebagai tindakan
atas pelanggaran norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
Dalam kasus ini terlihat bahwa kondisi yang terjadi adalah adanya
reaksi sosial dalam masyarakat karena pelanggaran norma sosial yang
dilakukan oleh kulit hitam. Sehingga membuat kulit hitam diberi cap
sebagai “kriminal”. Pelanggaran norma sosial itu muncul karena banyak
warga kulit hitam yang tinggal di Amerika yang mengalami diskriminasi
terhadap hak-hak sipilnya. Jadi, masalah sosial muncul ketika dari adanya
label atau cap tersebut dapat membatasi hak dan akses bagi warga kulit
hitam yang dinyatakan sebagai kriminal.
4.2.2 Penyebab Kasus Penembakan African American sebagai Masalah
Sosial
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perspektif labelling
menganggap bahwa masalah sosial yang muncul disebabkan oleh adanya
perhatian terhadap reaksi sosial yang diterima dari masyarakat atau
lembaga pengendali. Atau dengan kata lain, penyebab dari masalah sosial
adalah adanya reaksi masyarakat yang mendefinisikan suatu tindakan atau
kondisi yang dikatakan menyimpang berdasarkan subjektivitas dari
masyarakat tertentu. Hal ini juga berkaitan dengan relasi kekuasaan di
dalam masyarakat, dimana yang memiliki kekuasaan dan otoritas, juga
memiliki kekuasaan untuk melabel. Adanya label menyebabkan orang,
dalam hal ini adalah warga kulit hitam, menjalankan perannya sebagai
kriminal.
Pada kasus ini, Micah Johnson merupakan salah satu dari sekian
banyak warga kulit hitam yang tinggal di Amerika yang mendapatkan
perlakuan yang tidak adil, selalu merasa terintimidasi, dan tidak
memperoleh hak-hak sipilnya, dikarenakan oleh adanya sistem segregasi
di Amerika. Sehingga banyak dari warga kulit hitam yang terjerat
kemiskinan dan akhirnya melakukan tindak kriminal terhadap warga kulit
putih. Karena hal tersebut, warga kulit putih memberi label “kriminal”
terhadap kulit hitam. Dari adanya label yang ditujukan kepada kulit hitam
22
tersebut, mendorong mereka untuk bertindak sebagai kriminal sesuai
dengan label yang ditujukan kepada mereka oleh kulit putih. Hal tersebut
tentunya dapat menimbulkan masalah sosial, seperti pada kasus Micah
Johnson dan pendemo lainnya yang melakukan aksi penembakan terhadap
polisi AS berkulit putih. Penyebab utama dari masalah sosial dalam kasus
ini terjadi saat warga kulit hitam diberi cap/label sebagai pembuat masalah
atau kriminal. Maka, pengecap yang dalam hal ini adalah kulit putih
berada pada posisi beruntung karena berhasil memberi cap itu, sehingga
pihak yang di label melakukan tindakan kriminal terhadap pihak yang
memberi label.
4.2.3 kondisi masalah penembakan african american menurut perspektif
lebelling
Orang yang memberikan lebel harus memiliki lebel negatif untuk
ditarapkan dan kekuatan untuk melekatkan lebel tersebut. Seringkali,
pemberian lebel tersebut dilakukan oleh seseorang yang tugasnya untuk
memberikan lebel (contohnya agen kontrol sosial, dan jurnalis)
(Rubbington, 1995:184). Dalam kasus yang kami angkat, pemberian lebel
terhadap warga African American sebagai kriminal dilakukan oleh agen
kontrol sosial yaitu polisi yang sebagian besar berkulit putih. Selain itu
media juga mempunyai peran yang besar dalam pemberian lebel. Seperti
yang dikutip dari NYTimes1:
“Many media outlets reinforce the public’s racial misconceptions about crime by
presenting African-Americans and Latinos differently than whites — both
quantitatively and qualitatively. Television news programs and newspapers
overrepresent racial minorities as crime suspects and whites as crime victims.”
Banyak pemberitaan yang membandingkan perbuatan kriminal
antara warga African-American dengan kelompok mayoritas kulit putih,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan hal tersebut menimbulkan
adanya miskonsepsi. Sebagian media juga melebih-lebihkan kelompok
1 http://www.nytimes.com/2014/09/08/
23
minoritas African-American sebagai pelaku kejahatan dan kelompok kulit
putih adalah korban.
Ketika seseorang diberikan lebel bermasalah atau menyimpang,
orang yang memberikan lebel biasanya ada di dalam posisi yang
diuntungkan dengan menempelkan lebel tersebut (Rubbington, 1995:184).
Dalam kasus pemberian lebel terhadap warga African-American, pihak
yang diuntungkan dengan adanya pemberian lebel adalah kelompok
mayoritas kulit putih. Ketika citra kelompok African-American buruk/
penjahat, maka citra warga kelompok kulit putih dapat menjadi lebih baik/
sebagai pahlawan dan juga penumpas kejahatan.
4.2.4 konsekuensi masalah penembakan african american menurut
perspektif lebelling
Pendefinisian seseorang sebagai masalah sosial atau menyimpang
dapat mengarah pada penataan kembali hubungan antar manusia di dalam
cara yang justru mendorong “penyimpangan”. Ketika sudah di label
menyimpang, terdapat ekspektasi untuk melanjutkan melakukan tindakan
yang melanggar norma dari perilaku konvensional. Hal tersebut
membatasi kehidupan orang yang terkena lebel dan mengarahkan dia
untuk melanjutkan atau mengembangkan peran menyimpangnya.
Perkembangan dari peran menyimpang dari orang terlebel karena reaksi
dari orang-orang dinamakan “Penyimpangan Sekunder” (Rubbington,
1995:184).
Dalam kasus ini definisi warga kulit hitam sebagai pelaku kriminal,
membuat polisi di beberapa kasus melakukan penangkapan terhadap
warga African-American tanpa bukti yang kuat dan jelas, sedangkan untuk
warga kulit putih dilakukan melalui proses yang teliti, bahkan di beberapa
kasus polisi melakukan penembakan terhadap warga kulit hitam seperti
pada kasus George Zimmerman pada 2013, berdasar kencurigaan.
Banyakmya kasus penembakan menimbulkan kemarahan warga African
American.
24
Pada kasus yang kelompok kami ambil, Mica Johnson yang
merupakan veteran perang Afganistan dua kali diberhentikan oleh polisi
dan diintrogasi saat sedang duduk di mobilnya. Perlakuan yang tidak
menyenangkan oleh polisi akibat lebel yang melekat pada kelompok kulit
hitam seperti dirinya membuatnya kesal, dan menaruh dendam. Hal
tersebut ditambah dengan adanya kasus penembakan terhadap sesame
warga African American, dan membuatnya melakukan aksi penembakan
terhadap lima polisi di Dallas. Dapat disimpulkan karena adanya sebuah
lebel yang melekat, mendorong penataan kembali hubungan yang melekat
di dalam cara yang justru mendorong penyimpangan (dengan membunuh
polisi, Mica Johnson berperilaku sesuai dengan lebel yang diterimanya).
25
Logical Framework Konsekuensi Lebel Kriminal African American
26
Penyimpangan Primer
Tindak kriminal yang dilakukan oleh orang kulit hitam/ African American40% penjara di Amerika berisi warga kulit hitam, sedangkan jumlah warga african american hanya 13% dari total penduduk.
Penyebab :Adanya segregasi ras dan sosioekonomi (jika anda adalah orang berkulit hitam di Amerika, anda lebih berkemungkinan tinggal di area miskin dibandingkan dengan warga kulit putih)Angka kriminal yang dilakukan oleh African American sebagian besar adalah tindak kriminal yang disebabkan oleh kemiskinan, contoh: mencuri makanan di supermarket.
Labeling
Auxiliary Status Label :Nigga (orang berkulit hitam) adalah kriminal (stereotip, stigma, overgeneralisasi). Anggapan ini menyebabkan adanya bias dari polisi untuk menindak warga kulit hitam yang mencurigakan dan di beberapa kasus melakukan penembakan terhadap warga kulit hitam
Konsekuensi dari adanya lebel kriminal pada african american
Karena adanya lebel kriminal warga berkulit hitam lebih dicurigai dan lebih sering ditangkap oleh polisi (tanpa bukti yang kuat mereka melakukan kesalahan), dan bahkan ditembak oleh polisi berkulit putih Melanggar HAM karena membuat warga berkulit hitam merasa tidak nyaman dan takut untuk keluar rumah yang akhirnya membatasi aktivitas mereka sehari-hari terbunuhnya warga kulit hitam yang tidak bersalah di beberapa kasus penembakan oleh polisi kulit putih, Semakin memperburuk hubungan antar ras di Amerika Serikat (kulit hitam yang merasa terdiskriminasi oleh warga kulit putih)
Penyimpangan Sekunder
Timbulnya permasalahan sosial baru : warga kulit hitam yang dendam terhadapn polisi kulit putih dan melakukan aksi militan menembak polisi berkulit putih seperti yang dilakukan oleh Mica Johnson (karena di lebel sebagai seorang kriminal, dan banyaknya kasus penembakan terhadap kelompoknya membuat Mica merasa dendam)
4.2.5 solusi dalam masalah penembakan african american menurut
perspektif labelling
Perspektif lebeling menyarankan dua solusi: definisi dapat diubah, dan
keuntungan sebagian pihak dari proses lebeling yang berlangsung diambil
(Rubington, 1995:185). Merubah definisi dengan menjadi lebih toleransi,
jadi orang-orang harus berhenti memberikan lebel seseorang atau suatu
keadaan sebagai sesuatu yang bermasalah. Mengambil keuntungan dari
proses lebeling diartikan sebagai menurunkan konsekuensi baik dari
pemberian lebel kepada diri mereka sendiri maupun pemberian lebel
meyimpang oleh orang lain, dan masalah yang muncul dari proses lebeling
tersebut.
Pada kasus diskriminasi terhadap kelompok African American oleh orang-
orang kulit putih dengan memberikan lebel kriminal, cara terbaik yang dapat
dilakukan untuk menghilangkan lebel tersebut adalah dengan merubah
definisi. Menurut Tangdilintin dalam bukunya “masalah-masalah sosial
(suatu pendekatan analisis sosiologis)”, perilaku menyimpang disebabkan
oleh pelaku itu dicap menyimpang dan orang bersangkutan bereaksi
terhadap cap itu, karenanya cara untuk mengatasi masalah perspektif ini
dengan mengubah cap (dari yang tidak baik menjadi baik).
Dalam kasus ini, media lah yang membentuk persepsi dari publik, untuk
itu solusi dari masalah ini adalah media yang lebih netral dalam
pemberitaannya, dan tidak memberikan lebel. Seperti yang dikutip dari
psb.org2:
“I think we should stop sensationalizing black men being killed by police
officers. IF the media wants to report on it, it should be reported as a police officer
killing a person. Leave the race out of it.”
Media harus berhenti dalam memprovokasi publik dengan pemberitaan
“orang kulit hitam ditembak oleh polisi”, pemberitaan yang dibuat harus
meninggalkan lebel rasial seperti “petugas kepolisian menembak seseorang”.
Begitu juga sebaliknya kejahatan yang dilakukan oleh orang African-
American tidak boleh diberitakan berdasarkan rasial status mereka. Dengan 2 http://www.pbs.org/wgbh/frontline/article/michelle-alexander-a-system-of-racial-and-social-control/
27
merubah persepsi bahwa pelaku kriminal bukanlah kelompok kulit hitam,
bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama dan status rasial mereka
tidak ada hubungannya dengan tindak kejahatan, masalah diskriminasi yang
sistematis dapat teratasi. Jika perspektif negatif terhadap warga African-
American dihilangkan, maka reaksi sosial (adanya kecurigaan yang tinggi
terhadap warga African American, penangkapan tanpa bukti yang kuat oleh
polisi terhadap warga African American, dan kasus penembakan terhadap
orang-orang yang dianggap ‘mencurigakan’ oleh polisi) terhadap pernyataan
‘orang kulit hitam adalah kriminal’ dapat berkurang. Dan lebih jauh lagi,
orang-orang seperti Mica Johnson yang menaruh dendam terhadap polisi
berkulit putih tidak akan terjadi lagi.
BAB 5
28
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kasus penembakan oleh Micah Johnson adalah sebagian kecil masalah
sosial yang muncul akibat adanya praktik rasisme di Amerika Serikat hingga
sekarang. Rasisme masih menjadi masalah sosial di Amerika Serikat karena
kondisi tersebut masih terjadi di berbagai negara bagian dan berbagai belahan
dunia, tidak sesuai dengan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dimana seharusnya
setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, dinyatakan oleh orang
banyak dan orang berpengaruh seperti Hilary Clinton, serta munculnya gerakan-
gerakan bersama untuk melawan praktik rasisme. Masyarakat yang sepaham
bahwa kasus rasisme adalah masalah sosial bersama-sama membuat gerakan
Black Live Matter, dimana aktivisnya tidak hanya berasal dari ras American-
African, tetapi seluruh masyarakat Amerika Serikat mendukung gerakan tersebut.
Dilihat lebih mendalam dengan menggunakan perspektif Labelling,
praktik rasisme di Amerika Serikat memperlihatkan situasi yang diberikan label
sebagai masalah atau menyimpang, dimana pemberi label berada dalam posisi
yang mampu memberikan label tersebut. Pada posisi tertentu memberi label sudah
menjadi bagian dari pekerjaannya yang dapat juga mendatangkan keuntungan bagi
orang yang diberikan label atau pemberi label. Dalam hal ini, beberapa
masyarakat Amerika Serikat (white skinned) mengambil hak istimewa (privilege)
seperti jabatan yang lebih tinggi, gaji yang lebih tinggi, kemudahan dalam akses,
serta hak-hak istimewa lainnya. Konsekuensi ketika seseorang telah menerima
label dari masyarakat adalah terbentuknya relasi yang mengarahkan individu yang
diberikan label untuk melakukan penyimpangan kembali di masa depan atau
melakukan penyimpangan seterusnya. Hal ini, dapat membatasi individu yang
diberikan label untuk mendapatkan kesempatan dalam hidup dan membuat
mereka menekuni peran sebagai penyimpang. Hal ini yang terjadi pada kasus
Micah Johnson, dimana ia menggunakan label yang telah diberikan orang-orang
untuk melegalkan aksi kriminalnya.
Solusi yang ditawarkan oleh perspektif Labelling ada dua cara. Pertama,
mengubah definisi yang diberikan terhadap individu atau situasi yang dianggap
sebagai masalah. Dengan kata lain perlu sikap yang lebih toleran, sehingga
29
masyarakat berhenti untuk memberikan label pada individu atau situasi tertentu.
Dalam kasus tersebut, penting untuk mengubah persepsi masyarakat pada
umumnya bahwa kelompok orang berkulit hitam tidak selalu dikaitkan dengan
kriminal. Cara kedua yakni dengan menghilangkan keuntungan yang muncul
akibat adanya labelling yang diberikan. Dalam hal ini, kiranya ada upaya untuk
menurunkan konsekuensi yang ada baik bagi pemberi label maupun individu yang
diberikan label dan dalam masalah yang muncul akibat pemberian label.
Penghapusan hak-hak istimewa masyarakat kulit putih dapat memberikan dampak
positif bagi kelompok berkulit hitam atau pun masyarakat kulit putih itu sendiri.
5.2 Saran
Dari kasus Micah Johnson di atas sebagai akibat dari perlakuan rasisme,
penulis memiliki beberapa saran bagi pihak-pihak yang terlibat sebagai berikut:
a. Pemerintah
Sebagai perwakilan dari rakyat, pemerintah Amerika Serikat perlu lebih
serius menangani kasus rasisme yang berkembang di Amerika Serikat.
Melalui pembuatan aturan dan kebijakan, pemerintah sudah seharusnya
melihat kebutuhan masyarakat demi terciptanya perdamaian. Pemerintah
perlu membuat aturan tegas yang melarang praktik rasisme di segala
aspek.
b. Penegak Hukum
Sudah seharusnya penegak hukum memberikan keadilan bagi masyarakat.
Penegak hukum perlu menerapkan asas praduga tak bersalah kepada
semua pihak tanpa terkecuali. Penegak hukum perlu menindak tegas
oknum-oknumnya yang bertindak semena-mena kepada kelompok
tertentu.
c. Masyarakat
Bagi masyarakat umum, diperlukan keterbukaan diri untuk mau menerima
perbedaan. Perlu adanya sosialisasi pada masyarakat agar memahami
bahwa tindakan rasisme yang dilakukan dapat berdampak besar bagi
kehidupan orang lain. Sosialisasi mengenai toleransi kepada orang lain
yang berbeda ras dan etnis dapat mulai ditanamkan sejak kecil.
Masyarakat perlu bahu-membahu untuk menyingkirkan ego masing-
30
masing dan saling mengawasi tindakan yang tidak mencerminkan
kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
31
Jamal, Murnia Abu. (2005). Memberangus Keadilan. Jakarta: Profetik
Kornblum, William dan Julian, Joseph. (2011). Social Problem 14th Edition.
USA: Prentice Hall.
Mooney, L.A., Knox, D., dan Schacht, C. (2011). Understanding Social Problems
7th Edition. USA: Wadsworth.
Ritzer, George. (2003). Contemporary Sociological Theory and Its Classical
Roots: The Basic. New York: McGraw-Hill.
Ritzer, George dan Smart, Barry. (2003). Handbook of Social Theory. London:
SAGE Publication.
Rubington, Earl., Weinberg, Martin, S. (1989). The Study of Social Problems.
London: Oxford University Press.
Rubington, Earl., Weinberg, Martin S. (1995). The Study of Social Problems :
Seven Perspectives. New York: Oxford University Press.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D). Bandung: IKAPI.
Tangdilitin, Paulus. (2000). Masalah-Masalah Sosial (Suatu Pendekatan Analisis
Sosiologis). Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Tangdilitin, Paulus. (2000). Modul Kuliah Universitas Terbuka: Analisis Masalah
Sosial. Jakarta: Penerbit UT.
Artikel Seminar:
Suparlan, Pasurdi. (Juli, 2002). Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural.
Disajikan dalam sesi Pleno I pada Simposium Internasional Jurnal
ANTROPOLOGI INDONESIA Ke-3: ‘Membangun Kembali
“Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika”: Menuju Masyarakat
Multikultural’. Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Jurnal :
Phinney, Jean S. (1996). When We Talk About American Ethnic Groups, What Do
We Mean?. American Psychological Association, Inc Vol 51 No. 9
September 1996. California State University, Los Angeles.
32
Tatum, Beverly Daniel. (1992). Talking about Race, Learning about Racism: The
Application of Racial Identity Development Theory in the Classroom.
Harvard Educational Review Vol. 62 No. 1 Spring 1992 .
Website
Bob, Avakian. 2014. The Oppression of Black People, The Crimes of This System
and the Revolution We Need. Diakses melalui:
http://www.nytimes.com/2014/09/08/, pada minggu, 27 november 2016
pukul: 02.45 WIB
Michelle, Alexander. 2014. A System of Racial and Social Control. Diakses
melalui: http://www.pbs.org/wgbh/frontline/article/michelle-alexander-a-
system-of-racial-and-social-control/ pada jumat, 16 november 2016 pukul:
02.45 WIB
kbbi.web.id/masalah, diakses pada Sabtu, 26 November 2016, 11.00 WIB
Black Live Matter activists, George Soros sued over slain Dallas cop. (11
November, 2016 19:17). Melalui https://www.rt.com/usa/366556-
black-lives-matter-sued/, diakses pada Minggu, 27 November 2016,
pukul 02.22 WIB
http://www.nytimes.com/2014/09/08/, diakses pada Minggu, 27 November 2016
pukul 02.45 WIB
Wadrianto, Glori K. (Juli, 2016 14:18 WIB). Korban Penembakan “Sniper” di Dallas
Bertambah, 5 Polisi Tewas. Melalui,
https://www.google.com/amp/internasional.kompas.com/amp/read/2016/07/08
/14180781/korban.penembakan.sniper.di.dallas.bertambah.5.polisi.tewas
diakses pada Sabtu, 26 November 2016, pukul 19.32 WIB
Batubara, Herianto. (Juli, 2016 22:13 WIB). Polisi yang Tewas Akibat
Penembakan Sniper di Dallas Bertambah Jadi 5 Orang. Melalui,
http://m.detik.com/news/internasional/3249705/polisi-yang-tewas-
akibat-penembakan-sniper-di-dallas-bertambah-jadi-5-orang, diakses
pada Sabtu, 26 November 2016, pukul 19.38 WIB
33
Olivas, Maria R. (Juli, 2016 18:14 WIB). 5 Polisi AS Tewas Ditembak Saat Aksi Protes di
Dallas. Melalui, https://m.tempo.co/read/news/2016/07/08/116786312/5-
polisi-as-tewas-ditembak-saat-aksi-protes-di-dallas, diakses pada Sabtu, 26
November 2016, pukul 19.46 WIB
Micah Johnson: Dallas Killer ‘Changed’ by Military Experience. (Juli, 2016). Melalui,
https://www.google.com/amp/www.bbc.co.uk/news/amp/36768096, diakses
pada Sabtu, 26 November 2016, pukul 20.12 WIB
34