DAFTAR ISI - sinta.unud.ac.id · 2 3.3.1 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Karakteristik Suksesor pada...
Transcript of DAFTAR ISI - sinta.unud.ac.id · 2 3.3.1 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Karakteristik Suksesor pada...
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM……………………………………………………….
PERSYARATAN GELAR ………………………………………………
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…………………………
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………….
ABSTRAK………………………………………………………………...
ABSTRACT……………………………………………………………….
RINGKASAN…………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xii
xv
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………..
1.2 Rumusan Masalah……………………………………….
1.3 Tujuan Penelitian................................................................
1.4 Kegunaan Penelitian……………………………………
1.4.1 Kegunaan teoritis …………………………………
1.4.2 Kegunaan Praktis…………………………………..
1
21
22
23
23
24
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Karakteristik Perusahaan Keluarga……..
2.2 Teori Perusahaan Keluarga…………………………….
2.3 Suksesi Perusahaan
Keluarga……………………………
2.4 Perencanaan Suksesi …………………………………….
2.5 Nilai-nilai (Values)……………………………………….
2.6 Karakteristik Suksesor…………………………………..
2.7 Kinerja Suksesor…………………………………………
25
32
34
45
52
58
61
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN
HIPOTESIS PENEITIAN
3.1 Kerangka Berpikir………………………………………..
3.2 Kerangka Konsep…………………………………………
3.3 Hipotesis Penelitian……………………………………….
67
71
73
2
3.3.1 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Karakteristik
Suksesor pada Perusahaan Keluarga..................
3.3.2 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Perencanaan
Suksesi pada Perusahaan keluarga....................
3.3.3 Pengaruh Karakteristik Suksesor terhadap
Perencanaan Suksesi pada Perusahaan
Keluarga ..............................................................
3.3.4 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Kinerja
Suksesor pada Perusahaan
Keluarga..................................
3.3.5 Pengaruh Karakteristik Suksesor terhadap
Kinerja Suksesor pada Perusahaan
Keluarga.................................................................
.
3.3.6 Pengaruh Perencanaan Suksesi terhadap
Kinerja Suksesor pada Perusahaan
Keluarga.................................................................
3.3.7 Peran Karakteristik Suksesor sebagai Mediasi
antara Nilai-nilai terhadap Kinerja
Suksesor.................................................................
3.3.8 Peran Perencanaan Suksesi sebagai Mediasi
antara Nilai-nilai terhadap Kinerja
Suksesor......
3.3.9 Peran Perencanaan Suksesi sebagai Mediasi
antara Karakteristik Suksesor terhadap
Kinerja
Suksesor..................................................................
.
3.3.10 Peran Karakteristik Suksesor sebagai Mediasi
Pengaruh antara Nilai-nilai terhadap
Perencanaan Suksesi
.............................................
73
74
75
76
78
78
79
81
82
83
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian……………………………….
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………..
4.3 Identifikasi Variabel…………………………………
4.4 Definisi Operasional Variabel……………………….
85
86
87
88
4.4.1 Nilai-nilai (Values) (X) ……………………….
4.4.2 Karakteristik Suksesor (Y1)…………………..
4.4.3 Perencanaan Suksesi (Y2)……………………
4.4.4 Kinerja Suksesor (Y3)…………………………
89
90
90
91
4.5 Jenis dan Sumber Data……………………………… 91
3
4.6 Populasi dan Sampel…………………………………
4.7 Metode Pengumpulan Data…………………………
4.7.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen……
4.8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Penelitian…………………………………………….
92
94
95
96
4.9 Metode Analisis Data ………………………………. 99
4.9.1 Analisis Deskriptif …………………………..
4.9.2 Analisis Kuantitatif………………………….
99
100
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian 101
5.2
5.3
5.1.1 Profil Lokasi Penelitian……………………..
5.1.2 Karakteristik Responden……………………
5.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian……………….
Hasil Analisis Inferensial…………………………..
5.2.1 Uji Konstruk Outer-Model…………………..
5.2.2 Evaluasi Kelayakan Konstruk Formatif……
Profil Variabel Penelitian………………………….
101
103
107
113
113
123
123
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.3.1 Profil Nilai-nilai (X)………………………..
5.3.2 Profil Karakteristik Suksesor (Y1)……….
5.3.3 Profil Perencanaan Suksesi (Y2)………….
5.3.4. Profil Variabel Kinerja Suksesor (Y3)…….
Pengujian Hipotesis Inner-Model…………………
Uji Hipotesis Penelitian……………………………
Pembahasan ………………………………………..
5.6.1 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Karakteristik
Suksesor……………………………………
5.6.2 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Perencanaan
Suksesi………………………………………..
5.6.3 Pengaruh Karakteristik Suksesor terhadap
Perencanaan Suksesi ………………………..
5.6.4 Pengaruh Nilai-nilai terhadap Kinerja
Suksesor……………………………………
5.6.5 Pengaruh Karakteristik Suksesor terhadap
Kinerja Suksesor…………………………….
5.6.6 Pengaruh Perencanaan Suksesi terhadap
Kinerja Suksesor……………………………..
Keterbaharuan Penelitian…………………………
5.7.1 Peran Mediasi Ganda Nilai-Nilai Terhadap
Kinerja Suksesor…………………………….
5.7.2 Peran Mediasi Karakteristik Suksesor……..
5.7.3 Peran Mediasi Perencanaan Suksesi……......
Keterbatasan Penelitian……………………………
128
129
130
131
132
135
144
144
150
152
157
161
163
167
167
168
169
169
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan………………………………………………. 171
4
6.2 Saran…………………………………………………… 174
6.2.1 Peneliti selanjutnya …………………………….
6.2.2 Pemilik dan Suksesor Perusahaan Keluarga…..
174
175
DAFTAR PUSTAKA
ABTSRAK
SUKSESI PERUSAHAAN KELUARGA
UNTUK MENINGKATKAN KINERJA
SUKSESOR (STUDI PADA PERUSAHAAN KELUARGA DI PROVINSI
BALI)
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan 1)
pengaruh nilai-nilai terhadap karakteristik suksesor, 2) pengaruh
nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi, 3) pengaruh karakteristik
suksesor terhadap perencanaan suksesi, 4) pengaruh nilai-nilai
terhadap kinerja suksesor, 5) pengaruh karakteristik suksesor
terhadap kinerja suksesor, 6) pengaruh perencanaan suksesi
terhadap kinerja suksesor, 7) peran mediasi karakteristik suksesor
pada pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor, 8) peran
mediasi perencanaan suksesi pada pengaruh nilai-nilai terhadap
kinerja suksesor, 9) peran mediasi perencanaan suksesi pada
pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor, dan
10) peran mediasi karakteristik suksesor pada pengaruh nilai-
nilai terhadap perencanaan suksesi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
keluarga yang bergerak pada industri tekstil di 9 Kota/Kabupaten
di Provinsi Bali yang berjumlah 1.756 unit. Teknik analisis data
yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah
Partial Least Squares (PLS) dengan Program Smart PLS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) nilai-nilai
berpengaruh positif terhadap karakteristik suksesor, 2) nilai-nilai
tidak berpengaruh terhadap perencanaan suksesi, 3) karakteristik
suksesor berpengaruh positif terhadap perencanaan suksesi, 4)
nilai-nilai tidak berpengaruh terhadap kinerja suksesor, 5)
karakteristik suksesor berpengaruh positif terhadap kinerja
suksesor, 6) perencanaan suksesi berpengaruh positif terhadap
kinerja suksesor, 7) karakteristik suksesor dan perencanaan
suksesi muncul sebagai mediator ganda yang memediasi penuh
pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor, 8) nilai-nilai tidak
berpengaruh langsung terhadap perencanaan suksesi, dan 9) peran
mediasi perencanaan suksesi antara pengaruh karakteristik
176
5
suksesor terhadap kinerja suksesor bersifat parsial.
Kata-kata Kunci : perusahaan keluarga, nilai-nilai, karakteristik
suksesor, perencanaan suksesi, dan
kinerja.
ABSTRACT
SUCCESSION OF FAMILY BUSINESS
TO IMPROVE SUCCESSOR PERFORMANCE
(A STUDY OF FAMILY BUSINESS IN BALI
PROVINCE)
The aims of this study is to expalin 1) the effect of values
on successor characteristics, 2) the effect of values on succession
plan, 3) the effect of successor characteristics on succession plan,
4) the effect of values on successor performance, 5) the effect of
successor characteristics on successor performance, 6) the effect
of succession plan on successor performance, 7) the mediating
role of successor characteristics at the effect of values on
successor performance, 8) the mediating role of succession plan
at the effect of values on successor performance, 9) the mediating
role of succession plan at the effect of successor characteristics on
successor performance, and 10) the mediating role of successor
characteristics at the effect of values on succession plan.
The population of this study are all family business at
textile industry in the nine city/regencies in Bali Province to
amount to 1,756 units. Technique of analysis used to test the
hypotheses was Partial Least Squares (PLS) with Smart PLS.
The results show that 1) values positively influences
successor characteristic, 2) values does not affect succession plan,
3) successor characteristics positively influences succession plan,
6
4) values does not influence successor performance, 5) successor
characteristics influences successor performance, 6) succession
plan positively affects successor performance, 7) successor
characteristics and succession plan emerges as multimediating
variables which fully mediate the effect of values on successor
performance, 8) values does not affect succession plan, and 9)
succession plan partially mediates the effect of successor
characteristics on successor performanc.
Keywords: family business, values, successor charactersitics,
succession plan, and performance.
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan keluarga merupakan perusahaan yang dimiliki, dikontrol, dan
dijalankan oleh satu atau beberapa keluarga yang dikelola oleh anggota-anggota
keluarganya. Tetapi bukan berarti semua pekerja dalam perusahaan merupakan
anggota keluarga. Banyak perusahaan keluarga, terutama perusahaan-perusahaan
kecil, memperkerjakan orang lain untuk menempati posisi rendahan, sementara
posisi tinggi (top manager) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik
perusahaan. Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaan
tersebut karena biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasi tinggi
terhadap perusahaan milik keluarganya. Meskipun demikian, seringkali timbul
masalah-masalah dalam mengatur perusahaan keluarga, perusahaan akan
cenderung mempertahankan seorang anggota keluarga untuk bekerja meskipun
kurang kompeten dalam pekerjaannya sehingga akan membahayakan
kelangsungan hidup perusahaan, selanjutnya permasalahan yang paling utama
dihadapi perusahaan keluarga adalah ketika terjadi pergantian kepemimpinan atau
suksesi kepemimpiman perusahaan, karena hal ini menyangkut keberlanjutan dari
perusahaan keluarga tersebut.
8
Perusahaan keluarga telah menjadi penggerak penting bagi modernisasi
industri seperti perusahaan keluarga Carnegy di Amerika Serikat, Louis Vuitton di
Eropa, Li Ka-Shing di Hong Kong dan Sumitomo di Jepang (Hall & Nordqvist,
2008). Banyak negara dunia juga memberi perhatian pada peran perusahaan
keluarga untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran (Zahra & Sharma, 2004).
Sejumlah penelitian telah mencatatkan peran yang sangat signifikan dari
perusahaan keluarga atas pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perusahaan
keluarga telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi kegiatan ekonomi.
Berbeda dengan perusahaan-perusahaan bukan keluarga yang mengalami pasang
surut pertumbuhan, perusahaan keluarga justru menunjukkan kinerja yang stabil
dan cenderung meningkat. Sebagai dampak dari itu, perusahaan keluarga mampu
memberi sumbangan antara 45% sampai 70% dari Produk Domestik Kotor (GDP)
dan banyak menyerap tenaga kerja di banyak negara (Glassop & Waddell, 2005).
Poza (2007) mengatakan bahwa 80-98% bisnis di dunia merupakan usaha
keluarga, perusahaan keluarga menciptakan 64% GDP di Amerika Serikat dan
diperkirakan memiliki andil dalam penciptaan GDP negara lain sebesar 75%. Di
Australia, perusahaan keluarga berperan penting bagi perekonomian, dengan
persentase sebesar sekitar 67% dari keseluruhan perusahaan swasta dan
mempekerjakan lebih dari 50% angkatan kerja. Di Jerman, di mana sektor
manufakturnya didominasi oleh perusahaan multinasional besar, sebanyak 90,431
dari 107,094 perusahaan yang ada dimiliki keluarga dan dipimpin oleh anggota
keluarga (Lamsfub & Wallau, 2012).
9
Perusahaan keluarga juga memiliki peran yang signifikan di negara
berkembang seperti di India (Basu, 2006). Sementara di Jepang, Allouche et al.
(2008) menyatakan bahwa ada sekitar 42.68% perusahaan yang terdaftar di tahun
2003 merupakan perusahaan keluarga. Hal yang serupa juga berlaku di wilayah
Timur Tengah, tercatat 98 % dari kegiatan komersial dalam Gulf Cooperation
Council, di mana termasuk di dalamnya negara Saudi Arabia, Kuwait dan hampir
seluruh negara di kawasan Teluk Persia merupakan usaha yang dijalankan oleh
keluarga (Waheed, 2007).
Moores & Barrett (2002) mendefinisikan bahwa suksesi adalah peralihan
kepemilikan perusahaan keluarga kepada suksesor. Perusahaan keluarga
seringkali mempunyai masalah dalam suksesi ketika pendiri bisnis atau generasi
pertama telah begitu lama mengelola perusahaan keluarganya dan mendekati masa
pensiun. Keberlanjutan perusahaan keluarga tergantung pada suksesnya suksesi,
sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa masa depan perusahaan keluarga tergantung
pada keberhasilan suksesi.
Penelitian yang dilakukan Hall & Nordqvist (2008) menunjukkan sekitar
71 persen perusahaan keluarga di Australia dimiliki generasi pertama, sekitar 20
persen oleh generasi kedua, dan hanya sekitar 9 persen yang dimiliki generasi
ketiga. Ward (2004) melakukan penelitian selama 25 tahun berkenaan dengan
suksesi dalam perusahaan keluarga dan diperoleh hasil analisis bahwa hanya
sekitar 5% sampai dengan 10% perusahaan keluarga sampai pada tahap sibling
ownership, yaitu tahap di mana perusahaan keluarga dikelola oleh keturunan
pertama dari pendiri perusahaan.
10
Dari sisi keuangan, penelitian yang dilakukan Monash University pada
tahun 1997 menunjukkan, rata-rata kekayaan generasi pertama sebesar sekitar 690
juta dollar AS, kekayaan generasi kedua menurun menjadi sekitar 293 dollar AS,
dan kekayaan generasi ketiga tinggal sekitar 170 juta dollar AS (Triyatna, 2007).
Hal tersebut merupakan wujud nyata dari jargon yang sering mengemukan yakni
”generasi pertama merintis dan membangun, generasi kedua menikmati,
sedangkan generasi ketiga menghabiskan,” istilah ini dikenal sebagai sindrom
dale stalle (Marpa, 2010).
Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Family Firm Institute oleh
Hall & Nordqvist (2008), diketahui bahwa hanya 30% dari keseluruhan
perusahaan yang dimiliki oleh keluarga bisa bertahan pada masa transisi antar
generasi pada generasi ke-dua, sementara itu hanya 12% mampu bertahan pada
generasi ke-tiga dan hanya 3% saja yang mampu berkembang sampai pada
generasi ke-empat dan seterusnya. Hal ini yang membuat bertumbuh suburnya
idiom dalam perusahaan keluarga bahwa: “generasi pertama yang mendirikan,
generasi ke-dua yang membangun, dan generasi ke-tiga yang merusak”.
Walaupun perencanaan suksesi sangat penting, terbukti di Amerika
Serikat, hanya 28 persen perusahaan keluarga yang mempunyai perencanaan
suksesi (Susanto et al., 2008). Kaslow (2006) juga menemukan bukti bahwa
kegiatan pendampingan kandidat suksesor oleh pendahulu (incumbent’s
mentoring) yang merupakan salah satu bagian dari persiapan dan perencanaan
suksesi, sangat efektif dalam mengenalkan dan mengajarkan bisnis kepada
suksesor. Kandidat suksesor ternyata menunjukkan hubungan yang lebih baik
11
dengan pendahulunya secara signifikan dengan adanya pendampingan tersebut.
Para pendahulu memperkenalkan bisnis di usia dini (early age) dan kandidat
suksesor diajak untuk ikut bekerja secara full-time dalam bisnis keluarga sejak
usia dini.
Di sisi lain, karakteristik individu suksesor merupakan cerminan dari
kemampuan penerus (suksesor) terhadap kesiapan suksesor untuk meneruskan
perusahaan. Marpa (2010) dalam penelitiannya menemukan karakteristik
suksesor memberikan pengaruh terhadap keberhasilan perencanaan suksesi
perusahaan keluarga dan hasil penelitian Barach & Ganitsky (1995); Chrisman et
al. (1998); dan Morris et al. (1997); menemukan karakteristik suksesor seperti;
pengalaman di luar perusahaan; lama magang di perusahaan memiliki korelasi
yang positif terhadap efektivitas perencanaan suksesi, dari hasil penelitian tersebut
dapat juga dijelaskan bahwa, pengalaman yang kurang, magang yang kurang
dapat menurunkan efektifitas perencanaan suksesi. Hal ini mendukung teori yang
dikemukakan oleh King et al. (2001) yang lebih menekankan kualitas
kepemimpinan suksesor dalam perusahaan keluarga. Karakteristik suksesor juga
ditentukan oleh tingkat hubungan yang terjadi dalam keluarga atau sistem
keluarga yang dianut (Lee, 2003). Dalam perusahaan keluarga terdapat saling
ketergantungan antara keluarga dan perusahaan. Sebagaimana sifat perusahaan
keluarga, sistem keluarga memiliki saling ketergantungan yang sangat dekat dan
mendalam antara sistem keluarga dan sistem perusahaan (Kepner, 2013).
Perusahaan keluarga merupakan keterpaduan dua sistem yang saling
bersinggungan (Beckard & Dyer, 1983; Lansberg, 1999).
12
Nilai-nilai keluarga pemilik perusahaan sangatlah mempengaruhi budaya
perusahaan dari sebuah perusahaan keluarga (Soedibyo, 2007), sehingga latar
belakang sang pemilik , termasuk latar belakang etnik juga sering memberi nilai-
nilai pada budaya perusahaan yang diperantarai oleh nilai yang diyakini oleh sang
pemilik (Susanto & Sujanto, 2008). Nilai-nilai yang ada dalam perusahaan adalah
salah satu faktor kunci yang merupakan "efek keluarga," istilah yang digunakan
oleh Dyer (1988) ketika mengacu pada dampak keluarga terhadap kinerja.
Dikatakannya nilai-nilai (values) yang ada dalam keluarga pemilik perusahaan
adalah salah satu faktor yang berdampak terhadap kinerja pengelola. Sementara
itu, Miller & Le Breton-Miller (2005) mengidentifikasi bahwa nilai-nilai yang
berasal pendiri atau pemilik perusahaan merupakan dorongan bagi karyawan
sebagai hal yang mutlak untuk menjadikan bisnis keluarga berumur panjang, dan
transfer values dipentingkan agar penerusnya mengikuti apa yang diinginkan
pendiri.
Penelitian La Porta et al. (1999) memang menunjukkan bahwa kebiasaan
keluarga mempengaruhi kinerja pimpinan perusahaan tergantung pada tingkat
transparansi dan regulasi yang diterapkan termasuk perencanaan suksesi di
dalamnya. Di sisi lain, Gibson et al. (2008) menyatakan sistem yang menembus
nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada di setiap organisasi dapat mendorong
atau menurunkan efektifitas sebuah organisasi.
Pentingnya perencanan suksesi untuk keberhasilan perusahaan keluarga
diteliti oleh Miller & Le Breton-Miller (2006) dan Kaslow (2006). Miller & Le
Breton-Miller (2006) menyatakan bahwa suksesi bisnis yang baik merupakan
13
indikator yang valid terhadap kinerja bisnis. Sementara Kaslow (2006)
menemukan bukti bahwa kegiatan pendampingan kandidat suksesor oleh
pendahulu (incumbent’s mentoring) yang merupakan salah satu bagian dari
persiapan dan perencanaan suksesi, sangat efektif dalam mengenalkan dan
mengajarkan bisnis kepada suksesor.
Sejumlah penelitian tentang karakteristik suksesor dalam perusahaan
keluarga dilakukan oleh Malone & Jenster (2014), Levinson (2001) dan Morris
(2007) yang menyatakan bahwa karakteristik pribadi seorang suksesor dapat
mempengaruhinya dalam pengelolaan perusahaan. Penelitian Marpa (2010)
menemukan karakteristik suksesor memberikan pengaruh terhadap keberhasilan
perusahaan keluarga untuk tetap hidup dan berkembang. Hal ini mendukung
konsep yang dikemukakan oleh King et al. (2001), dimana kualitas kepemimpinan
suksesor ditekankan dalam mencapai keberhasilan perusahaan keluarga.
Banyak penelitian telah dilakukan tentang keberhasilan suksesi perusahaan
keluarga, namun masih sedikit yang mengkaitkan dengan nilai-nilai yang dianut
oleh keluarga pemilik perusahaan. Nilai-nilai yang dianut keluarga dalam
organisasi bisnis yang dimiliki diakui sebagai kekuatan dalam mengintergrasikan
struktur, proses dan strategi dalam mencapai kinerja yang maksimal.
Sulistyo (2012) menyatakan bahwa kehadiran tata nilai yang dikemas
dengan apik terbukti membuat organisasi berkarakter dan mampu menunjukkan
eksistensi, sehingga membentengi perusahaan dari berbagai krisis. Dyer (1998)
menyatakan nilai-nilai (values) adalah salah satu faktor kunci pada dampak
keluarga terhadap kinerja pengelola, demikian juga Soedibyo (2007) menyatakan
14
bahwa nilai-nilai keluarga pemilik perusahaan sangatlah mempengaruhi budaya
sebuah perusahaan keluarga, yang akhirnya dapat menjadikan perusahaan tersebut
hidup dan berkembang.
Perusahaan keluarga pada umumnya cenderung memiliki sudut pandang
jangka panjang terhadap bisnisnya dibandingkan dengan perusahaan publik. Pada
perusahaan publik seringkali banyak bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan
jangka pendek karena terkait dengan fluktuasi usaha. Sementara pemimpin dalam
perusahaan keluarga tentu memiliki pandangan dan tindakan yang berbeda
dibandingkan karyawan, pelanggan, komunitas, maupun stakeholders penting
lainnya, yang tentu juga akan memberi dampak positif terhadap kinerja
perusahaan.
Nilai, norma dan sikap yang berlaku dalam perusahaan dari sisi budaya
organisasi menentukan semangat keluarga, sementara nilai anggota keluarga
mengekspresikan penciptaan suatu tujuan umum bagi karyawan dan membantu
terbentuknya rasa identifikasi dan komitmen (Susanto, 2008). Dalam perusahaan
keluarga yang sudah berjalan secara berkesinambungan, umumnya karyawan
memiliki perasaan sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya akan
menciptakan atmosfir lebih peduli terhadap perusahaan. Karena relatif tidak
birokratif, maka akses karyawan kepada manajemen senior lebih mudah dan
pengambilan keputusan lebih cepat dan lebih efektif (Susanto, 2008).
Sebagai contoh, penuturan Sid Lowe dalam menggambarkan Overseas
Chinese Family Business (OCFB) di Hongkong, dilakukan hibridisasi budaya
antara modernis barat dan tradisionalis timur (Susanto, 2008). Hibridisasi nilai-
15
nilai dari kedua budaya merupakan ciri khas sekaligus merupakan salah satu
keunggulan nilai-nilai yang ada pada budaya OCFB, yang diserap dari nilai dan
budaya masyarakat setempat. Akibatnya, mempermudah dalam beradaptasi dan
mengembangkan usaha dalam konteks budaya dimana perusahaan berada.
Nilai-nilai ini juga nampak pada Chinese Family-owned Enterprise (CFEs)
di Singapura yang berhasil dalam menghadapi krisis ekonomi dan kemudian
bangkit menjadi motor penggerak ekonomi. Harus diakui, beberapa karakteristik
CFEs tidak semua dianggap cocok bagi manajemen modern. Diantaranya adalah
tiadanya pemisahan antara kepemilikan dan pengawasan, adanya nepotisme,
manajemen yang konservatif, ketidakpercayaan terhadap bukan anggota keluarga,
derajat otorianisme yang tinggi, berlandaskan kehematan dan kerja keras,
penerapan jalur patrilinear, dan berdasarkan bisnis etik Cina, khususnya Xinyong
(saling percaya). Menurut Fukuyama (2005), beberapa ciri keluarga ini dapat
menghambat pertumbuhan bisnis keluarga Cina. Demikian pula Redding (2012:
7-10) menyatakan bahwa bentuk bisnis keluarga Cina mengandung suatu
hambatan untuk tumbuh. Kenyataannya, banyak bisnis keluarga Cina yang masih
eksis, sehingga pendapatnya terkesan pesimistik.
Perkembangan dan kesinambungan Chinese Family Enterprises (CFEs) di
Singapura terutama merupakan hasil dari kesuksesan peralihan kepemimpinan,
pengawasan, dan pengelolaan dari generasi pertama anggota keluarga menuju
kepada anggota keluarga generasi kedua, dan dalam kasus lainnya menuju ke
generasi ketiga. Anggota generasi kedua ini, telah terlatih secara profesional dan
terbuka terhadap teori manajemen baru yang digabungkan ke dalam nilai-nilai
16
kultural Cina, seperti hemat dan sederhana, gigih, dan memodifikasinya ke dalam
dunia kerja yang berada di dalam konteks modern yang berubah cepat, dipandu
oleh nilai-nilai dan standar profesional dari contoh manajemen yang ditunjukkan
oleh manajer profesional bukan keluarga.
Selain itu, generasi kedua anggota keluarga tetap giat untuk
mempertahankan fungsi entrepreneurial dalam perusahaannya, juga mampu
mengubah nilai-nilai Cina tradisional yang tidak menaruh kepercayaan terhadap
bukan anggota keluarga dan mengikis ketidakpercayaan terhadap tanggung jawab
administratif. Pemberian tanggung jawab diberikan kepada manajer profesional
bukan keluarga yang terlatih dan memiliki kapabilitas (kemampuan).
Di Indonesia, sumbangan perusahaan keluarga terhadap pembentukan
GNP adalah sebesar 80% (Casillas et al., 2007), berdasarkan publikasi yang
dikeluarkan Indonesia Institute for Corporate Directorship (IICD), lebih dari 95
persen bisnis di Indonesia merupakan perusahaan yang dimiliki maupun
dikendalikan oleh keluarga (Handoyo, 2010). Hal itu dapat dikatakan bahwa
kegiatan bisnis keluarga telah lama memberi kontribusi cukup besar terhadap
pembangunan ekonomi nasional. Bahkan di saat krisis ekonomi pada tahun 1997-
1998 dan 2008, bisnis keluarga terus menunjukkan eksistensinya sebagai
penopang sekaligus sebagai modal kekuatan dalam pemulihan ekonomi nasional.
Hal senada juga dinyatakan oleh Jakarta Consulting Group (2008) dirumuskan
bahwa 88 persen perusahaan swasta nasional berada di tangan keluarga. Untuk
eksekutif perusahaan swasta yang ada, mayoritas atau sekitar 90 persen pengusaha
Indonesia merupakan eksekutif yang menjalankan bisnis keluarga (Kompas,
17
2010). Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga, maka
manajemen maupun kinerja pada perusahaan keluarga, baik yang berskala kecil
maupun besar, banyak dipengaruhi oleh visi maupun misi keluarga.
Mengingat peran perusahaan keluarga yang signifikan dalam
perekonomian, maka peneliti berpendapat bahwa keberlanjutan dari perusahaan
keluarga tersebut sangat perlu untuk dijaga. Pola manajemen keluarga yang
diterapkan dalam bisnis keluarga harus terus berkembang dan berubah
menyesuaikan kebutuhan dan tingkat kinerja. Dalam perjalanannya, ada
perusahaan keluarga yang berkembang pesat, ada yang biasa-biasa saja tetapi
tidak sedikit juga yang gagal. Bisnis keluarga yang sukses adalah bisnis yang
berjalan dari generasi ke generasi dan berjalan dengan kemampuan yang lebih
besar, serta berdaya tahan cukup baik. Kurang lebih 30% bisnis keluarga dikelola
oleh generasi kedua keluarganya, dan 10% dikelola oleh generasi ketiga
(Lansberg, 2007).
Jakarta Consulting Group (dalam Susanto, 2008) menyatakan terdapat 7
(tujuh) mitos perusahaan keluarga yang terkait dengan suksesi, yaitu: (1)
perusahaan keluarga tidak profesional; (2) tidak adanya pemisahan antara
keuangan perusahaan dan keuangan pribadi; (3) perusahaan keluarga dianggap
tidak dapat menerapkan sistem dan prosedur yang sehat; (4) perusahaan keluarga
hanya memberikan kesempatan kepada kerabat keluarga saja untuk menduduki
posisi kunci; (5) kinerja tidaklah penting, tetapi yang lebih penting adalah
kemampuan membina hubungan yang dekat dengan pemilik; (6) perusahaan
keluarga akan berakhir di tangan generasi kedua, dan (7) perusahaan keluarga
18
tidak memandang SDM sebagai aset perusahaan yang penting. Dengan
memperhatikan banyaknya perusahan keluarga di Indonesia dan terutama pada
mitos perusahaan keluarga, maka sangat menarik untuk dilakukan studi empirik
tentang hal tersebut.
Hasil penelitian dari The Jakarta Consulting Group (dalam Susanto, 2007)
menyatakan bahwa banyak perusahaan yang mengalami kegagalan ketika
ditangani oleh generasi penerus. Misalnya PT. Mantrust yang pernah merajai agro
bisnis di Indonesia sekarang tinggal nama seiring dengan meninggalnya Teguh
Sutantyo, sang pendiri. Hal yang sama juga terjadi pada PT. Pardedetex setelah
ditinggal Pardede.
Di Indonesia, walaupun banyak perusahaan keluarga yang gagal pada
kepemimpinan generasi kedua, banyak pula yang sukses, bahkan menjadi besar
setelah dikelola oleh generasi kedua akibat keberhasilan dalam proses suksesi,
misalnya Grup Djarum, Grup Gunung Sewu, Grup Dexa Medica. Beberapa
perusahaan keluarga telah berhasil bertahan sampai lebih dari 100 tahun seperti
Hotel Savoy Homan yang berdiri tahun 1888, Jamu Iboe berdiri tahun 1910,
Sampoerna berdiri tahun 1913 dan Jamu Nyonya Meneer berdiri sejak tahun 1919
(Pambudi, 2007).
Berdasarkan fenomena tersebut, tampak bahwa alih generasi (suksesi)
kepemimpinan dalam perusahaan keluarga merupakan faktor yang penting di
dalam keberlanjutan perusahaan. Suksesi kepemimpinan dalam perusahaan
keluarga tidak selamanya berakhir pada kegagalan dan membawa kemunduran
perusahaan, hal itu terbukti bahwa masih ada perusahaan-perusahaan yang dapat
19
bertahan sampai dengan beberapa generasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti dan berpendapat bahwa perlu kiranya bagi perusahaan keluarga untuk
mempersiapkan dan merencanakan suksesi kepemimpinan sebaik dan sedini
mungkin untuk menghindari kegagalan dalam transformasi kepemimpinan
dimaksud.
Beberapa peneliti mengakui bahwa pendiri memberikan pengaruh yang
besar terhadap budaya (culture), nilai-nilai (value) dan kinerja (performance),
selama dan setelah masa jabatan dan kekhasan bisnis keluarga dalam hal nilai-
nilai (values) juga dipengaruhi oleh peran pendiri (Sharma, 2004). Nilai-nilai
keluarga pemilik sangatlah mempengaruhi budaya perusahaan keluarga. Dengan
demikian, latar belakang pemilik sangat menentukan. Latar belakang etnik juga
sering memberi warna kepada budaya perusahaan yang diperkuat oleh nilai yang
diyakini oleh sang pemilik dalam melakukan rencana pergantian kepemimpinan
dalam perusahaan keluarga (Susanto & Sujanto, 2008).
Nilai-nilai yang ada dalam perusahaan adalah salah satu faktor kunci yang
merupakan "efek keluarga," istilah yang digunakan oleh Dyer (1988) ketika
mengacu pada dampak keluarga terhadap kinerja pengelola. Dyer (1988)
menggarisbawahi bahwa nilai-nilai dalam keluarga memberikan kontribusi
terhadap kinerja yang tinggi, dalam hal memfasilitasi biaya agensi yang lebih
rendah karena kepercayaan yang mendalam dan nilai-nilai bersama antara anggota
keluarga, meskipun dia juga melihat bahwa dalam beberapa kasus nilai-nilai
keluarga dapat mendorong nepotisme.
20
Sejumlah penelitian lain yang mengkaji perusahan keluarga menunjukkan
bahwa kinerja pada perusahaan keluarga dipengaruhi oleh perencanaan suksesi
yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Miller dan Le Breton-Miller (2005),
bahwa suksesi bisnis yang baik merupakan indikator yang valid terhadap kinerja
bisnis. Dalam masa perpindahan kepemimpinan bisnis keluarga akan terjadi
dengan lancar bila suksesor (pengganti) telah disiapkan dengan lebih baik. Hal
tersebut diantaranya dilakukan dengan mempersiapkan suksesor dengan ramah
(affable) dan diikutkan dalam proses perencanaan suksesi termasuk di dalamnya
adalah proses perpindahan kekayaan dan hak kepemilikan serta hal-hal yang
berpotensi mendatangkan kekayaan (wealth-transfer).
Sebagian pemilik perusahaan memang telah sadar bahwa suksesi sangat
penting dalam kelangsungan hidup perusahaan sehingga perlu direncanakan untuk
menjamin kelangsungan dan keberhasilan perusahaan di masa mendatang. Namun
tidak banyak pemilik perusahaan yang berbuat dan melakukan perencanaan
suksesi pada perusahaannya. Ada penelitian yang dilakukan terhadap 178
perusahaan ditemukan bahwa hanya 34% yang memiliki rencana tertulis
mengenai suksesi perusahaannya (Bowman-Upton, 1988). Seidmam (dalam
Marpa, 2010) melakukan penelitian terhadap 1.873 perusahaan keluarga,
menemukan bahwa 76% dari perusahaan tidak memiliki perencanaan suksesi.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fieldman tahun 1989 di King County,
Washington menunjukkan bahwa 57% perusahaan tidak memiliki rencana, baik
untuk suksesi kepemilikan maupun untuk alih kepemimpinan.
21
Semementara di Indonesia, dari hasil penelitian The Jakarta Consulting
Group (Susanto, 2008), menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan keluarga di
Indonesia belum semuanya menyiapkan penerus melalui perencanaan suksesi
untuk memimpin perusahaan. Perusahaan keluarga yang telah menyiapkan
penerus melalui perencanaan suksesi sebanyak 67,8% sedangkan yang lain
(32,2%) tidak atau belum menyiapkannya. Perencanaan suksesi sangat penting
untuk mempertahankan dan mengembangkan standard of excellence dari
performansi perusahaan dan kompetensi yang dimiliki, serta menjawab kebutuhan
persiapan eksekutif masa depan, maka perencanaan suksesi merupakan kebutuhan
yang tak terelakkan.
Fenomena empiris dan teoritis yang dijelaskan sebelumnya, dialami juga
oleh perusahaan keluarga yang terdapat di Bali. Tumbuhnya perusahaan keluarga
di Bali dimulai saat semakin maraknya pendirian perusahaan-perusahaan pada
awal tahun 1980an, saat industri pariwisata semakin menggeliat. Pendirian
perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanya terbatas pada industri jasa pariwisata,
namun juga industri-industri lainnya, seperti tekstil, kerajinan kayu, perdagangan,
keuangan dan jasa. Industri tekstil dan kerajian kayu, mendapatkan dukungan
yang kuat dari Pemerintah Provinsi Bali, karena banyak menyerap tenaga kerja,
investasi yang sangat signifikan, sebagai penggerak ekonomi masyarakat, serta
sebagian besar berorientasi ekspor. Perusahaan keluarga yang muncul itu, hingga
kini masih banyak dikelola secara tradisional oleh pihak keluarga. Pengelolaan
perusahaan-perusahaan tersebut sebagian besar kini sudah beralih
22
kepememimpinan ke generasi kedua, bahkan ada beberapa yang sudah ke generasi
ketiga.
Penelitian suksesi persahaan keluarga yang dilakukan oleh Marpa (2010)
menemukan beberapa perusahaan keluarga di Bali berkembang lebih cepat
dibandingkan perkembangan penyiapan organisasi dan manajemen yang
disebabkan oleh pesatnya perkembangan industri pariwisata, serta sebagian besar
masih dikelola secara konvensional dengan rata-rata pemahaman mengenai
manajemen modern yang masih relatif rendah. Selain itu, perusahaan keluarga di
Bali sebagian besar masih dipimpin dan dikelola oleh generasi pertama, sehingga
belum memiliki pola dan pengalaman suksesi yang dapat dijadikan sebagai acuan
untuk melakukan transfer kepemimpinan.
Survei awal yang telah dilakukan pada 30 perusahaan keluarga yang ada di
Denpasar, Badung, dan Gianyar menunjukkan bahwa suksesi sudah dilakukan ke
generasi kedua. Sebagian besar responden, yakni sebesar 26 orang atau 86,60 %,
menyatakan telah merencanakan suksesi kepemimpinan perusahaannya. Sebagian
besar perencaan suksesi dilakukan dengan pendampingan sebanyak 23 orang atau
76,66 %, menyekolahkan 5 orang atau 16,66 % dan sisanya dilakukan dengan cara
magang sebanyak 2 orang atau 6,68 %. Dalam pengalihan kepemimpinan, para
pendahulu mewariskan nilai-nilai kepada suksesor yakni berupa kejujuran, taat
pada hukum, mengutamakan kualitas, bersikap melayani, bertanggung jawab dan
pentingnya inovasi dalam berbisnis. Suksesor dalam menjalankan bisnisnya
mengutamakan karakter berupa kreativitas sebanyak 21 orang atau 70,00 %,
integritas sebanyak 7 orang atau 23,33 % dan agresif sebanyak 2 orang atau 6,66
23
%. Sementara itu, untuk mengukur kinerja usaha para responden menggunakan
tolok ukur persentase peningkatan omset, peningkatan jumlah pelanggan, adanya
inovasi produk, kontribusi pada lingkungan sekitar dan adanya efisiensi
manajemen.
Dengan memperhatikan fakta bahwa hanya sedikit perusahaan keluarga di
dunia dapat bertahan pada generasi kedua, dan belum adanya perencanaan suksesi
yang memadai pada sebagian besar perusahaan keluarga di Bali, maka ada
kekhawatiran dari sebagian besar pemilik dan pemimpin perusahaan keluarga di
Bali bahwa proses suksesi kepemimpinan pada perusahaan-perusahaan tersebut
tidak berjalan dengan baik. Dapat dibayangkan jika perusahaan-perusahaan
keluarga di Bali yang saat ini memiliki peran cukup signifikan dalam menopang
perekonomian daerah Bali dan menyediakan banyak lapangan kerja, mengalami
kegagalan dalam melakukan suksesi kepemimpinan dikarenakan kurangnya
pernecanaan yang baik.
Dalam menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dan menjadikan
kinerja semakin baik setelah terjadinya suksesi, maka diperlukan kajian lebih
mendalam, misalnya nilai-nilai yang ada di masyarakat yang kemudian menjadi
nilai-nilai yang dianut oleh keluarga pemilik perusahaan. Sementara hal yang
berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan suksesi perusahaan keluarga, tidak
dapat dipisahkan tiga faktor penting yakni faktor dari dalam keluarga, faktor calon
penerus (suksesor) dan faktor dari perusahaan (Marpa, 2010). Faktor keluarga
antara lain keharmonisan keluarga, faktor individu dapat berupa karakteristik
24
suksesor maupun pemilik-pengelola, dan beberapa fraktor dari dalam perusahaan
mencakup faktor organisasi, budaya serta adanya perencanaan suksesi yang baik.
Nilai-nilai dan tradisi keluarga (family values and tradition) memberikan
pengaruh yang besar terhadap penerus saat perusahaan akan mengambil keputusan
bisnis. Seperti yang dikatakan oleh Stavrou (1998) yang menyatakan kompleksitas
dalam nilai-nilai, tradisi dan hubungan keluarga (family relationship) berpengaruh
pada penerus secara efektif dapat mengembangkan perannya dalam perusahaan
keluarga. Kekhasan bisnis keluarga dalam hal nilai-nilai umumnya berasal dari
nilai-nilai yang dimiliki oleh pendiri. Para peneliti mengakui bahwa pendiri
memberikan pengaruh yang besar terhadap budaya (culture), nilai-nilai (value)
dan kinerja (performance), selama dan setelah masa jabatan (Sharma, 2004).
Pengukuran kinerja perusahaan selama ini menggunakan pendekatan
keuangan (financial) seperti Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE),
Return on Investment (ROI) dan pendekatan Balance Score Card (BSC) untuk
individu perusahaan. Sementara penelitian ini akan mengukur kinerja suksesor
dengan menggunakan pendekatan dari Dempsey et al. (1997), yang mengelaborasi
kinerja dalam integrated performance measurement systems dengan pendekatan
kualitatif, yakni dari sisi: (1) keuangan; (2) kualitas produk dan kepuasan
pelanggan; (3) efisiensi proses; (4) inovasi produk dan proses; (5) lingkungan
yang kompetitif; (6) efisiensi manajemen; (7) manajemen sumber daya manusia;
dan (8) tanggung jawab sosial.
Beberapa fakta yang diungkap dalam beberapa penelitian tersebut di atas,
merupakan research gap penelitian perusahaan keluarga, yaitu Triyatna (2007)
25
menyatakan ”generasi pertama merintis dan membangun, generasi kedua
menikmati, sedangkan generasi ketiga menghabiskan. Hall & Nordqvist (2008),
menemukan 30% perusahaan keluarga bisa bertahan pada masa transisi antar
generasi pada generasi ke-dua, dan hanya 12% mampu bertahan pada generasi ke-
tiga. Di Amerika Serikat, hanya 28 persen perusahaan keluarga mempunyai
perencanaan suksesi (Susanto et al., 2008). Miller & Le Breton-Miller (2006)
menemukan perencanan suksesi yang baik merupakan keberhasilan kinerja
perusahaan. Di Indonesia, ditemukan banyak perusahaan keluarga yang gagal
pada kepemimpinan generasi kedua, tetapi banyak sukses, bahkan menjadi besar
setelah dikelola oleh generasi kedua akibat keberhasilan perencanaan suksesi.
Sejumlah penelitian menemukan perusahan keluarga menunjukkan bahwa kinerja
pada perusahaan keluarga dipengaruhi oleh perencanaan suksesi dan nilai-nilai
keluarga pemilik berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Selanjutnya penelitian
Marpa (2010) menemukan perencanaan dan pelaksanaan suksesi perusahaan
keluarga, dipengaruhi tiga faktor penting yakni faktor dari dalam keluarga, faktor
calon penerus (karakteristik suksesor) dan faktor dari perusahaan.
Beberapa hasil penelitian tersebut di atas menunjukan bahwa, suksesi
kepemimpinan dalam perusahaan keluarga merupakan faktor yang penting di
dalam keberlanjutan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan keluarga perlu
merencanakan suksesi perusahaan sebaik dan sedini mungkin. Perencanaan
suksesi, nilai-nilai, dan karakteristik pengganti (suksesor) akan berpengaruh
terhadap keberlanjutan perusahaan. Kompleksitas dalam nilai-nilai dan hubungan
26
keluarga (family relationship) akan berpengaruh pada apakah penerus akan secara
efektif dapat mengembangkan perannya dalam perusahaan keluarga.
Sharma (2004) menyatakan suksesi kepemimpinan dalam perusahaan
keluarga sangat ditentukan oleh adanya keinginan pendiri (pemilik) untuk
memberikan kewenangan mengelola kepada generasi penerusnya, adanya
komitmen keluarga, kepercayaan terhadap calon penerus dan dimilikinya jiwa
kepemimpinan bagi calon pengganti (suksesor).
Bradley & Burroughs (2010) mengatakan ada lima langkah dalam
perencanaan suksesi, yaitu: (1) menentukan tujuan jangka panjang dari pemilik;
(2) menentukan kebutuhan finansial dari pemilik perusahaan beserta pasangannya
untuk kemudian membentuk perencanaan keberlanjutan yang menjamin kemanan
finansial mereka; (3) menentukan siapa yang akan mengelola bisnis dan
mengembangkan tim manajemen; (4) menentukan siapa yang akan memiliki
bisnis yang memiliki kepentingan yang sama; dan (5) meminimalisir pajak
penghasilan dan merencanakan kepemilikan yang tepat. Namun demikian
menurut Brockhaus (2004) dan Sharma et al. (2003) ada 5 (lima) indikator yang
dapat dipakai sebagai indikator perencanan suksesi, yaitu sikap, keinginan
pendahulu (incumbent), komitmen, kepercayaan dan kepemimpinan.
Berdasarkan bukti empirik bahwa nilai-nilai berpengaruh terhadap
karakteristik suksessor (Miller & Le Bretton-Miller, 2005); Stavrou (1998),
karakteristik suksessor berpengaruh terhadap kinerja suksesor (De Alwis, 2012);
Marpa (2010); King et al. ( 2001); Malone & Jenster (2008); Morris (2007), serta
nilai-nilai berpengaruh terhadap kinerja suksesor ( Dyer, 1988); Gibson et al.
27
(2008); La Porta et al. (1999); Miller & Le Bretton-Miller (2005); dan Sulistyo
(2012).
Peran mediasi bentuk kedua dari penelitian ini adalah nilai-nilai
berpengaruh terhadap perencanaan suksesi (Miller & Le Bretton-Miller, 2005);
Brockhaus (2004); La Porta et al. (1999), perencanaan suksesi berpengaruh pada
kinerja suksesor (Miller & Le Briton-Miller, 2006); Bowman-Upton (1988); Saan
et al. (2013); Garg & Weele (2012); Kaslow (2006), serta nilai-nilai berpengaruh
terhadap kinerja suksesor (Dyer, 1988); Gibson et al. (2008); La Porta et al.
(1999); dan Miller & Le Bretton-Miller (2005).
Peran mediasi bentuk ketiga adalah karakteristik suksesor berpengaruh
terhadap perencanaan suksesi (Barach & Ganitsky, 1995); Meijard et al. (2005);
Chrisman et al. (1998); Morris et al. (1997); Sharma et al. (2003), perencanaan
suksesi terhadap kinerja suksesor (Miller & Le Breton-Miller, 2006); Bowman-
Upton (1988); Saan et al. (2013), serta karakteristik suksesor berpengaruh
terhadap kinerja suksesor (De Alwis, 2012); Marpa (2010); King et al. ( 2001);
Malone & Jenster (2008); dan Morris (2007).
Peran mediasi bentuk keempat adalah nilai-nilai berpengaruh terhadap
karakteristik suksesor (Miller & Le Bretton-Miller, 2005); Stavrou (1998);
karakteristik suksesor berpengaruh terhadap perencanaan suksesi (Barach &
Ganitsky, 1995); Meijard et al. (2005); Chrisman et.al. (1998); Morris et al.
(1997); Sharma et al. (2003) serta nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi (Miller
& Le Bretton-Miller, 2005); Brockhaus (2004); dan La Porta et al. (1999).
28
Maka dapat disimpulkan bahwa syarat mediasi telah terpenuhi berdasarkan
Baron & Kinny (1986), Hair et al. (2010), Nitzl et al. (2012).
1.2 Rumusan Masalah
Dari reseach gap, tersebut di atas, sangat menarik untuk diteliti tetang
perencanaan suksesi perusahaan keluarga di Bali, yaitu dengan mengintegrasikan,
model Saan (2013) tentang Conceptual Framework of Succession Planning and
FOB Continuity, model Stravou (1998) Intergenerational Transition Decision
Model, dan Model Chittoor & Das (2007) tentang Management Succession, dari
penelitian ini diharapkan menemukan perencanaan suksesi pada perusahaan
keluarga di Bali. Penelitian ini merumuskan beberapa pokok permasalahan,
yakni:
1) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap karakteristik suksesor pada
perusahaan keluarga ?
2) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi pada
perusahaan keluarga ?
3) Bagaimanakah pengaruh karakteristik suksesor terhadap perencanaan suksesi
pada perusahaan keluarga ?
4) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor pada perusahaan
keluarga ?
5) Bagaimanakah pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor pada
perusahaan keluarga ?
6) Bagaimanakah pengaruh perencanaan suksesi terhadap kinerja suksesor pada
perusahaan keluarga ?
29
7) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor yang dimediasi
oleh karakteristik suksessor
8) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor yang dimediasi
oleh perencanaan suksesi.
9) Bagaimanakah pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor yang
dimediasi oleh perencanaan suksesi.
10) Bagaimanakah pengaruh nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi yang
dimediasi oleh karakteristik suksesor.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menjelaskan kinerja suksesor pada perusahaan keluarga di Bali,
penjelasan atas model ini dituangkan secara rinci pada tujuan sebagai berikut:
1) Untuk menjelaskan pengaruh nilai-nilai terhadap karakteristik suksesor pada
perusahaan keluarga;
2) Untuk menjelaskan pengaruh nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi pada
perusahaan keluarga;
3) Untuk menjelaskan pengaruh karakteristik suksesor terhadap perencanaan
suksesi perusahaan keluarga;
4) Untuk menjelaskan pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja suksesor pada
perusahaan keluarga;
5) Untuk menjelaskan pengaruh karakteristik suksesor terhadap kinerja suksesor
pada perusahaan keluarga;
6) Untuk menjelaskan pengaruh perencanaan suksesi terhadap kinerja suksesor
pada perusahaan keluarga.
30
7) Untuk menjelaskan dan membuktikan pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja
suksesor melalui peran mediasi karakteristik suksessor.
8) Untuk menjelaskan dan membuktikan pengaruh nilai-nilai terhadap kinerja
suksesor melalui peran mediasi perencanaan suksesi
9) Untuk menjelaskan dan membuktikan pengaruh karakteristik suksesor terhadap
kinerja suksesor melalui peran mediasi perencanaan suksesi.
10) Untuk menjelaskan dan membuktikan pengaruh nilai-nilai terhadap
perencanaan suksesi melalui peran mediasi karakteristik suksesor.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat
secara teoritis dan praktis di antaranya:
1.4.1 Kegunaan teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
pemahaman yang komprehensif mengenai (1) suksesi dalam perusahaan keluarga
yang terjadi selama ini, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi perusahaan
keluarga yang berhasil, serta (3) faktor kunci keberhasilan perusahaan keluarga
tersebut. Teori-teori suksesi dalam perusahaan keluarga akan dielaborasi secara
lebih rinci, serta akan dikaitkan dalam imlementasi di perusahaan keluarga yang
ada di Bali, sehingga harapannya penelitian ini menghasilkan temuan baru
mengenai faktor kunci dalam suksesi perusahaan keluarga di Bali.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada literatur dan
teori ilmu manajemen, terutama penelitian mengenai strategi pengelolaan
perusahaan keluarga yang sampai saat ini masih sedikit, baik di Indonesia maupun
31
di dunia, terutama di Provinsi Bali yang sampai saat ini belum ada penelitian
mengenai suksesi perusahaan keluarga. Dengan adanya penelitian ini diharapkan
dapat memperkaya wawasan keilmuan mengenai pengelolaan perusahaan
keluarga dengan segala keistimewaan dan keunikannya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada perusahaan
keluarga yang ada di Indonesia sebagai pedoman dalam upaya pengelolaan,
menjaga keharmonisan nilai perusahaan dan nilai keluarga. Penelitian ini dapat
juga digunakan sebagai bahan masukan mengenai bagaimana suksesi atau
regenerasi perusahaan keluarga serta menyiasati faktor-faktor yang mempengaruhi
suksesi tersebut. Penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi perusahaan
keluarga yang melakukan pergantian pengelolaan (suksesi), yaitu dengan
mengetahui faktor-faktor yang menentukan suksesi perusahaan kelurga. Penelitian
ini dapat mengukur kinerja suksesor dari sisi kualitatif dan mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja suksesor.