Daftar Isi -...
-
Upload
truongkhuong -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Daftar Isi -...
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 1
Daftar IsiDari Redaksi
Indonesia memerlukan strategi diplomasi perdagangan yang tepat agar memperoleh keuntungan dalam kerja sama perdagangan yang ditawarkan. Dalam negosiasi perdagangan perlu ada pemetaan penentuan negara prioritas yang potensial untuk penjajakan kerja sama dan komoditas potensial yang dibuka akses pasarnya berdasarkan parameter tertentu.
Hal. 2
Hal. 17
Hal. 11
Salah satu negara di kawasan Timur Tengah yang potensial bagi Indonesia untuk melakukan kerja sama adalah Yordania. Yordania menjadi penting bagi Indonesia karena Yordania dapat menjadi hub bagi produk Indonesia ke negara-negara di kawasan tersebut dan juga hub bagi negara-negara yang telah melakukan FTA dengan Yordania.
POTENSI PASAR INDONESIA DI YORDANIA
MASIH MENARIKKAH TARIF PREFERENSI BAGI IMPOR?
Indonesia masih membutuhkan berbagai produk impor terutama untuk bahan baku dan barang modal bagi peningkatan industri dan perekonomian nasional. Tulisan ini menjelaskan kinerja impor yang memanfaatkan tarif preferensi, secara ringkas sub bab yang dibahas adalah perkembangan impor secara umum, perkembangan impor berdasarkan skema preferensi kerja sama perdagangan, serta kendala dan langkah dalam mendorong impor yang memanfaatkan tarif preferensi.
Hal. 22
TUNISIA - KAWASAN AFRIKA YANG POTENSIAL BAGI PRODUK INDONESIA
Inisiasi Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement merupakan salah satu upaya Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke pasar non tradisional di wilayah Afrika. Secara demografi jumlah penduduk Tunisia tidak terlalu besar, namun posisinya yang strategis memberikan keuntungan geografis sebagai gateway dan hub bagi masuknya barang, tidak hanya ke wilayah Afrika bagian utara tetapi juga ke wilayah Eropa bagian Selatan.
BERTAHAN DARI ANCAMAN KEBIJAKAN TRADE REMEDY
Hal. 27
Kekalahan Indonesia dalam beberapa kasus trade remedy dan kemungkinan peningkatan jumlah kasus yang akan dihadapai Indonesia, berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Indonesia memiliki dua opsi kebijakan menghadapi situasi ini yaitu berjuang memenangkan kasus trade remedy secara maksimal atau memanfaatkan momentum ini untuk merumuskan kebijakan ekspor yang lebih komprehensif dan objektif.
MENCARI NEGARA POTENSIAL UNTUK KERJA SAMA PERDAGANGAN INDONESIA
Berita Pendek Perdagangan
Serba - Serbi
Statistik Perdagangan
Halaman 31
Halaman 35
Halaman 32
2 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
ISU PERDAGANGAN
Wibowo Kurniawan & Merdika Agustiasih
World Trade Organization (WTO) mencatat bahwa perjanjian
kerja sama perdagangan yang telah berjalan sampai dengan
Oktober 2018 mencapai 288 perjanjian (WTO, 2018). Selain
jumlahnya yang terus bertambah, kerja sama perdagangan juga
telah berubah baik lingkup kerja samanya maupun pihak yang
terlibat di dalamnya. Apabila dilihat dari ruang lingkupnya, dahulu
kerja sama perdagangan hanya terfokus pada perdagangan
barang untuk penurunan tarif saja, kini lingkup kerja sama menjadi
semakin luas, tidak hanya mengenai penurunan tarif namun juga
mencakup sektor jasa, investasi, capacity building, rules of origin
(ROO), dan lain sebagainya. Hal yang sama juga terjadi pada pihak
yang terlibat, dahulu hanya kerja sama antar negara (Government
to Government), kini berkembang menjadi kerja sama kawasan
dengan negara (Region to Government) dan kerja sama antar
kawasan (Region to Region).
Begitu banyaknya kerja sama perdagangan antar negara
tersebut pada akhirnya menciptakan suatu kerumitan, karena
saling tumpang tindih antara satu sama lain. Kerumitan kerja
sama perdagangan ini disebut oleh Jadish Baghwati dalam
penelitiannya (1995) sebagai efek spaghetti bowl, suatu
fenomena kebijakan ekonomi internasional dengan kompleksitas
yang timbul dari penerapan aturan domestik asal (Rules of Origin)
dalam perjanjian perdagangan bebas. Diperlukan pemetaan yang
baik dari kerumitan ini, untuk menentukan keuntungan yang
dapat diperoleh dari kerja sama yang telah dilakukan.
Indonesia sebagai negara dengan populasi lebih dari 260
juta (per 2018) dan dengan pendapatan per capita tahun 2017
sebesar 3.876,8 USD merupakan sasaran yang menarik untuk
dijadikan negara mitra FTA oleh berbagai negara di dunia. Untuk
itu dibutuhkan suatu strategi diplomasi perdagangan yang baik
agar Indonesia tetap mampu memperoleh keuntungan dalam
kerja sama perdagangan yang ditawarkan. Hingga saat ini
Indonesia aktif dalam berbagai jenis kerja sama perdagangan,
baik multilateral di WTO, regional (misalnya ASEAN Free Trade
Agreement (AFTA)/ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN
+1, atau rencana Regional Comprehensive Economic Partnership
(RCEP) maupun bilateral Indonesia Japan Economic Partnership
Agreement (IJEPA)).
Mencari Negara Potensial Untuk Kerja sama
Perdagangan Indonesia
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 3
Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa Free Trade
Agreement (FTA) telah memberikan keuntungan bagi negara yang
terlibat didalamnya. Seperti dalam penelitian Vanhnalat (2015)
yang menunjukkan bahwa FTA yang telah dilakukan oleh Laos
memberikan pengaruh positif terhadap nilai perdagangannya
dengan 32 negara mitra dagangnya. Begitu juga dalam penelitian
Jafari (2013), yang menyebutkan bahwa FTA antara Malaysia dan
Amerika Serikat telah meningkatkan nilai Gross Domestic Product
(GDP) dan kesejahteraan kedua negara. Indonesia sendiri juga
mengalami peningkatan perdagangan produk kendaraan roda
empat melalui AFTA (Sebayang, 2011).
Namun manfaat dari kerja sama perdagangan akhir-akhir
ini diragukan dan bahkan muncul sentimen negatif terhadap
perjanjian perdagangan bebas. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Riswati (2010), Indonesia dalam ASEAN China Free Trade
Agreement (ACFTA) akan menghadapi ancaman akan naiknya
beban upah tenaga kerja yang akan mengakibatkan kurang
kompetitifnya produk Indonesia di pasar global, begitu juga dalam
penelitian Booth (2011), dan Litou (2014) yang menyatakan mitra
FTA Indonesia akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar
daripada Indonesia sendiri.
Gambar 1 menunjukkan bahwa neraca perdagangan
Indonesia berubah dari surplus menjadi defisit sejak tahun
2012. Meskipun data tahun 2015 menunjukkan kecenderungan
surplus pada bulan-bulan awal saat studi ini dimulai, namun
upaya untuk meningkatkan neraca perdagangan terus dilakukan.
Sebagai catatan, upaya menghitung neraca perdagangan secara
kasar (gross trade) seperti ini sedang dalam upaya perbaikan
untuk menghitung dalam trade in value added dan sudah
dimulai dilakukan oleh Organization of Economics Cooperation
Gambar 1. Neraca Perdagangan Indonesia, 2014-2017 (USD Juta)Sumber: BPS (2018), diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan
Development (OECD) dan WTO sejak tahun 2009 karena
menghitung neraca perdagangan yang bersifat kasar (ekspor
dikurang impor sebagaimana biasanya) menjadi kurang relevan
dengan semakin banyaknya perdagangan barang antara.
Sentimen negatif mengenai defisit neraca perdagangan perlu
diantisipasi agar tidak terulang lagi, salah satu caranya dengan
melakukan persiapan yang baik dalam merumuskan strategi
diplomasi kerja sama perdagangan kedepannya. Mengingat
selain tantangan yang semakin berat dimasa mendatang, juga
terdapat amanat dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2014
mengenai Perdagangan, khususnya pasal 82 yang menyebutkan
bahwa dalam rangka meningkatkan akses pasar, pemerintah
dapat melakukan kerja sama perdagangan dengan negara lain
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
DPR akan melakukan assessment atau penilaian terhadap
setiap perjanjian perdagangan internasional. Pemerintah dapat
melakukan konsultasi dengan DPR di awal proses negosiasi
(pasal 83) sehingga DPR tidak perlu lagi melakukan penilaian
secara detil pada akhir proses ratifikasi.
Mengingat kerumitan kerja sama perdagangan internasional
seperti dipaparkan diatas, maka diperlukan suatu pemetaan
diplomasi perdagangan internasional bagi Indonesia sebagai
pedoman bagi para negosiator dalam melakukan negosiasi
perdagangan. Pemetaan didasarkan pada penentuan negara
prioritas mana yang potensial dijajaki dan produk/komoditas
potensial apa yang dapat di minta untuk dibukakan akses
pasarnya dengan berdasarkan pada parameter-parameter yang
digunakan pada penelitian sebelumnya.
Ada sejumlah pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh
Indonesia dalam upaya untuk menjalin kerja sama perdagangan
4 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
internasional. Pertimbangan tersebut diantaranya adalah: tuntutan
untuk dapat meningkatkan kontribusi perdagangan terhadap
GDP; Indonesia kini berada dalam kerumitan pola kerja sama-
kerja sama perdagangan internasional yang ada; dimana ada
ratusan kerja sama baik bilateral maupun regional telah dilakukan
oleh Negara-negara di dunia yang dikenal dengan “spaghetti
bowl”. Hingga kini Indonesia belum memiliki suatu peta diplomasi
perdagangan internasional yang berisi negara mitra prioritas,
produk prioritas dan strategi kerja sama perdagangannya. Untuk
itu pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah, negara
mana yang menjadi urutan prioritas kerja sama perdagangan
yang belum memiliki FTA dengan Indonesia? Produk/komoditas
prioritas apa yang akan diperdagangkan dengan negara mitra
prioritas yang terpilih?
Penentuan Negara PrioritasNegara yang diidentifikasi meliputi 165 negara berdasarkan
data makro, perdagangan, serta kebijakan perdagangan
dari setiap negara yang tersedia dan memungkinkan untuk
diperbandingkan. Mengingat keterbatasan data, diplomasi
perdagangan hanya menyangkut perdagangan barang tanpa
perdagangan jasa.
Negara prioritas ditentukan dengan menggunakan model
gravitasi (gravity model). Model gravitasi digunakan untuk melihat
arus perdagangan bilateral Indonesia dengan mitra dagang besar.
Langkah Pertama dalam menentukan negara prioritas adalah
dengan menentukan indikator-indikator utama yang memiliki
potensi dalam meningkatkan ekspor Indonesia menggunakan
model gravitasi (gravity model). Komponen indikator tersebut
antara lain (1) indikator makro ekonomi, yang berhubungan
dengan daya dorong atau daya tarik untuk ekspor barang dan
jasa, (2) indikator perdagangan, (3) indikator hambatan alamiah,
dan (4) indikator hambatan tarif maupun non tarif.
Langkah Kedua yang dilakukan adalah dengan melakukan
pembobotan menggunakan regresi dengan model gravitasi.
Langkah Ketiga adalah dilakukan simulasi dimana 165 negara
diperlakukan sama yaitu ada FTA dan kemudian diurutkan
kembali 165 negara dari yang terbesar ke terkecil.
Penentuan Produk/Komoditas PrioritasDalam penentuan komoditas digunakan HS 6 Dijit karena
rincian hingga 6 Dijit diperlukan dalam negosiasi. Selanjutnya
akan dipilih tiga negara teratas untuk menjadi contoh dalam
pemilihan produk prioritas.
Pertama-tama ditentukan dahulu indikator yang mencerminkan
sebagai komoditas penting, antara lain: pangsa total ekspor,
pertumbuhan ekspor, daya saing dengan menggunakan indikator
Revealed Comparative Advantage (RCA) dan proteksi di negara
tujuan. Semua indikator selanjutnya di beri bobot yang sama yaitu
25%. Selanjutnya nilai-nilai dari indikator tersebut dinormalisasi.
Dalam penentuan produk/komoditas prioritas, data yang
digunakan adalah data tahun 2010-2014.
Prioritas Tujuan Pasar Ekspor IndonesiaTabel 2 menjelaskan urutan Top 20 dari 165 ekonomi/negara
dengan simulasi ada FTA. Tabel 1 adalah tabel final yang akan
dipergunakan dalam memilih prioritas negara tujuan ekspor
terbesar Indonesia yang saat ini belum memiliki FTA.
Tabel 1. 20 Negara Dengan Prioritas
Tertinggi
Rank Country Rank Country 1 United States 11 Turkey
2 Germany 12 Canada
3 Italy 13 UAE
4 Netherlands 14 Belgium
5 United Kingdom 15 Bangladesh
6 Spain 16 South Africa
7 France 17 Mexico
8 Brazil 18 Iran, Islamic Rep.
9 Saudi Arabia 19 Egypt, Arab Rep.
10 Russia 20 PolandSumber: Trade Map (2018), diolah
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Ditjen. PPI
Kementerian Perdagangan, ternyata sedang ada pembicaraan
untuk melakukan negosiasi dengan negara negara Uni Eropa,
sehingga untuk saat ini bisa diasumsikan sebagai negara yang
memiliki FTA dengan Indonesia. Karena itu urutan selanjutnya
adalah selain negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Dari tabel
2, yang masuk Top 10 yang bukan anggota Uni Eropa adalah
Amerika Serikat (United States), Brazil, Arab Saudi (Saudi Arabia),
dan Rusia (Russian Federation). Berdasarkan negara tersebut
selanjutnya di pilih tiga negara untuk mencari produk/komoditas
apa yang Indonesia seharusnya diprioritaskan ketika ada negosiasi
dengan negara tersebut, khususnya Amerika Serikat (Amerika
Utara), Brazil (Amerika Selatan), dan Rusia (Eropa Timur).
Komoditas Prioritas Indonesia Ke Beberapa Negara TerpilihSebagaimana terlihat pada bagian sebelumnya, telah terpilih
tiga negara sebagai contoh kasus dalam menentukan komoditas
prioritas setelah penentuan negara prioritas. Berikut ini akan
dibahas satu persatu negara tersebut yaitu Amerika Serikat,
Brazil, dan Rusia. Selanjutnya cara yang sama bisa direplikasi
untuk negara tujuan lainnya.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 5
Amerika SerikatDalam analisis ini hanya akan diambil Top 100 komoditi.
Komoditi tersebut dikelompokkan lagi ke dalam HS 2 Digit.
Terdapat 17 komoditi yang tidak dimasukkan karena tidak
memiliki data tarif yang diperlukan sebagai salah satu indikator
penting.
Penentuan komoditi prioritas dilakukan dengan menetapkan
angka Indeks Komoditi Prioritas (IKP) yang merupakan gabungan
dari empat indikator. Keempat indikator tersebut adalah (1)
Normalisasi rata-rata nilai ekspor komoditi itu terhadap total
ekspor ke AS atau disingkat share, (2) Normalisasi rata-rata
pertumbuhan ekspor komoditi yang bersangkutan ke AS atau
disingkat growth, (3) Normalisasi rata-rata daya saing Indonesia
untuk komoditi tersebut atau disingkat RCA, (4) Normalisasi rata-
rata tarif MFN komoditi tersebut dari sisi Amerika Serikat atau
disingkat Tarif MFN. Penentuan angka indeks ini juga dilakukan
untuk menentukan prioritas komoditi untuk Brazil dan Rusia.
Tabel 2. Top 100 Komoditas Prioritas ke Amerika Serikat (HS 6 Dijit)
Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description
Tobacco, “homogenised” or “reconstituted” from finely-chopped tobacco leaves, tobacco refuse ...
Men’s or boys’ swimwear of textile materials, knitted or crocheted (excluding synthetic fibres)
Fresh or chilled fillets of carp “Cyprinus carpio, Carassius carassius, Ctenopharyngodon idellus, ...
Table knives having fixed blades of base metal, incl. handles (excluding butter knives and ...
Cotton-seed oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (excluding ...
Fresh or chilled fish meat, whether or not minced (excluding all fillets, tilapias, catfish, ...
Base stations of apparatus for the transmission or reception of voice, images or other data
Knitted or crocheted fabrics of wool or fine animal hair, of a width of <= 30 cm (excluding ...
Tyre cord fabric of high-tenacity polyester yarn, whether or not dipped or impregnated with ...
Fresh or dried almonds in shell
Women’s or girls’ dresses of wool or fine animal hair, knitted or crocheted (excluding petticoats)
Saw blades, incl. toothless saw blades, of base metal (excluding bandsaw blades, circular saw ...
Lasers (excluding laser diodes)
Ties, bow ties and cravats of silk or silk waste (excluding knitted or crocheted)
Parts of turbojets or turbopropellers, n.e.s.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Base metals, silver or gold, clad with platinum, not further worked than semi-manufactured
Lighters (excluding gas fuelled pocket lighters, and fuses and primers for propellent powders ...
Musical boxes
Yarn spun from silk waste (excluding that put up for retail sale)
Natural graphite in powder or in flakes
Threshing machinery (excluding combine harvester-threshers)
Wallpaper and similar wallcoverings of paper, and window transparencies of paper (excluding ...
Apparatus based on the use of X-rays for dental uses
Precious and semi-precious stones, worked, whether or not graded, but not strung, mounted or ...
Bulbs, tubers, tuberous roots, corms, crowns and rhizomes, dormant (excluding those used for ...
Babies’ garments and clothing accessories of synthetic fibres, knitted or crocheted (excluding ...
Parts of agricultural, horticultural or forestry machinery for soil preparation or cultivation ...
Women’s or girls’ skirts and divided skirts of textile materials (excluding of wool, fine animal ...
Paper, paperboard, cellulose wadding and webs of soft cellulose, coated, impregnated, covered, ...
Women’s or girls’ dresses of artificial fibres (excluding knitted or crocheted and petticoats)
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
Women’s or girls’ suits of synthetic fibres, knitted or crocheted (excluding ski overalls and ...
Balloons and dirigibles; gliders, hang gliders and other non-powered aircraft
Women’s or girls’ jackets and blazers of textile materials (excluding of wool, fine animal ...
Articles of copper, cast, moulded, stamped or forged, but not further worked, n.e.s.
Wire of alloy steel other than stainless, in coils (excluding bars and rods and wire of silico-manganese ...
Complete wigs of synthetic textile materials
Women’s or girls’ swimwear of synthetic fibres, knitted or crocheted
Women’s or girls’ suits of wool or fine animal hair (excluding knitted or crocheted, ski overalls ...
Ties, bow ties and cravats of textile materials (excluding of silk, silk waste or man-made ...
Table, kitchen or other household articles, and parts thereof, of cast iron, enamelled (excluding ...
Monoculars, astronomical and other optical telescopes and other astronomical instruments (excluding ...
Plates, sheets and strip, of non-alloy aluminium, of a thickness of > 0,2 mm, square or rectangular
Women’s or girls’ jackets and blazers of cotton (excluding knitted or crocheted, wind-jackets ...
Men’s or boys’ jackets and blazers of textile materials (excluding of wool, fine animal hair, ...
6 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description
Fresh, chilled or frozen meat and edible offal of whales, dolphins and porpoises (mammals of ...
Acrylic or modacrylic staple fibres, carded, combed or otherwise processed for spinning
Women’s or girls’ skirts and divided skirts of synthetic fibres, knitted or crocheted (excluding ...
Knitted or crocheted bedspreads (excluding bedlinen, quilts and eiderdowns)
Ophthalmic instruments and appliances, n.e.s.
Parts of railway or tramway locomotives, n.e.s.
Raw skins of sheep or lambs, with wool on, fresh or salted, dried, limed, pickled or otherwise ...
Husked or brown rice
Flat-rolled products of iron or steel, of a width of >= 600 mm, cold-rolled “cold-reduced”, ...
Coniferous wood in chips or particles (excluding those of a kind used principally for dying ...
Artillery weapons “e.g. guns, howitzers and mortars”
Preparations and charges for fire-extinguishers; charged fire-extinguishing grenades (excluding ...
Fresh or chilled fillets of flat fish “Pleuronectidae, Bothidae, Cynoglossidae, Soleidae, Scophthalmidae ...
Power looms for weaving fabrics of a width > 30 cm, shuttle type
Fibreboard of wood or other ligneous materials, whether or not agglomerated with resins or ...
Oxalic acid, its salts and esters (excluding inorganic or organic compounds of mercury)
Frozen fillets of fish of the families Bregmacerotidae, Euclichthyidae, Gadidae, Macrouridae, ...
Parts and accessories of military weapons of heading 9301, n.e.s.
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Aeroplanes and other powered aircraft of an unladen weight <= 2000 kg (excluding helicopters ...
Women’s or girls’ swimwear of textile materials, knitted or crocheted (excluding synthetic ...
Women’s or girls’ dresses of synthetic fibres, knitted or crocheted (excluding petticoats)
Labels, badges and similar articles, of textile materials, in the piece, in strips or cut to ...
Thermometers and pyrometers, not combined with other instruments (excluding liquid-filled thermometers ...
Printed warp knit fabrics of synthetic fibres “incl. those made on galloon knitting machines”, ...
Ties, bow ties and cravats of man-made fibres (excluding knitted or crocheted)
Parts of rolling stock of heading 8603, 8604, 8605 or 8606, n.e.s.
Instruments and appliances used in dental sciences, n.e.s.
Electric lighting sets of a kind used for Christmas trees
Vanillin “4-hydroxy-3-methoxybenzaldehyde”
Garlic, fresh or chilled
Woven fabrics of cotton, containing >= 85% cotton by weight and weighing > 200 g/m², printed ...
Gas turbines of a power > 5.000 kW (excluding turbojets and turbopropellers)
Women’s or girls’ skirts and divided skirts of cotton, knitted or crocheted (excluding petticoats)
Parts and accessories of electronic calculating machines of subheading 8470.10, 8470.21 or ...
Ground flying trainers and parts thereof, n.e.s. (excluding air combat simulators and parts ...
Time switches with clock or watch movement or with synchronous motor
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
Metallised wood and other densified wood in blocks, plates, strips or profile shapes
Women’s or girls’ dresses of cotton, knitted or crocheted (excluding petticoats)
Accounting machines, postage-franking machines, ticket-issuing machines and similar machines, ...
Cyclic hydrocarbons (excluding cyclanes, cyclenes, benzene, toluene, xylenes, styrene, ethylbenzene ...
Towers and lattice masts, of iron or steel
Line pipe of a kind used for oil or gas pipelines, welded, of flat-rolled products of stainless ...
Axles, for electrical purposes, and wheels and parts thereof for railway or tramway locomotives ...
Babies’ garments and clothing accessories of cotton (excluding knitted or crocheted and hats,
Glucose in solid form and glucose syrup, not containing added flavouring or colouring matter
Men’s or boys’ shirts of cotton, knitted or crocheted (excluding nightshirts, T-shirts, singlets ...
Time of day recording apparatus and apparatus for measuring, recording or otherwise indicating
Parts of padlocks, locks, clasps and frames with clasps, incorporating locks, of base metal,
Dental fittings (excluding artificial teeth)
Flat-rolled products of iron or non-alloy steel, of a width of >= 600 mm, hot-rolled or cold-rolled
Filament tow as specified in Note 1 to chapter 55, of nylon or other polyamides
Women’s or girls’ nightdresses and pyjamas of cotton (excluding knitted or crocheted, vests ...
Men’s or boys’ nightshirts and pyjamas of textile materials (excluding of cotton or man-made ...
Men’s or boys’ singlets and other vests, bathrobes, dressing gowns and similar articles of ...
Plain woven fabrics of cotton, containing >= 85% cotton by weight and weighing > 100 g to 200 ...
Articles of precious or semi-precious stones “natural, synthetic or reconstructed”, n.e.s.
Sumber: Trade Map (2018), diolah
Terlihat bahwa urutan teratas Top 20 ekspor komoditi
Indonesia ke Amerika Serikat didominasi oleh kelompok komoditi
barang mentah dan manufaktur yang bersifat Unskilled Labor
Intensive (ULI).
Supaya mendapatkan gambaran yang lebih ringkas kelompok
komoditi Top 100 dikelompokkan ke dalam HS 2 Dijit. Saat
dikelompokkan ke dalam HS 2 Dijit, Komoditi Top 100 ekspor
ke Amerika Serikat dapat dikelompokkan ke dalam 42 kelompok
HS 2 Dijit. Adapun dari 42 kelompok tersebut, kelompok yang
mendominasi dalam Top 5 dari segi jumlah sub komoditi HS 6 Dijit
adalah HS 62 (Articles of apparel and clothing not knitted) dengan
13 komoditi, HS 61 (Articles of apparel and clothing knitted) dengan
11 komoditi, HS 84 (Machinery, mechanical appliances, nuclear)
dengan 7 komoditi, HS 90 (Optical, photographic, cinematographic)
dengan 7 komoditi, dan HS 03 (Fish and crustaceans, molluscs
and) dengan 4 komoditi. Pengelompokan yang lebih sederhana di
atas dapat memberikan gambaran umum bahwa dominasi Top 100
komoditi relatif lebih banyak untuk kelompok komoditi manufaktur
yang bersifat ULI serta barang mentah maupun manufakturnya
yang bersifat Natural Resource Intensive (NRI).
BrazilTop 100 komoditas ekspor Indonesia ke Brazil dapat dilihat
pada Tabel 3. Terlihat bahwa kelompok Top 20 ekspor ke Brazil
didominasi oleh komoditas yang bersifat Natural Resource
Intensive (NRI) dan Unskilled Labor Intensive (ULI).
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 7
Tabel 3. Top 100 Komoditas Prioritas ke Brazil (HS 6 Dijit)
Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description
1 Women’s or girls’ suits of synthetiD fibres (exDluding knitted or DroDheted, ski overalls and ...
2 SaDks and bags, inDl. Dones, of plastiDs (exDluding those of polymers of ethylene)
3 Plain woven fabriDs of Dotton, Dontaining predominantly, but < 85% Dotton by weight, mixed ...
4 Metallised yarn, whether or not gimped, being textile yarn, or strip or the like of heading ...
5 PreDious-metal ores and DonDentrates (exDluding silver ores and onDentrates)
6 DesiDDated DoDonuts
7 Wire of niDkel alloys (exDluding eleDtriDally insulated produDts)
8 Plain woven fabriDs of Dotton, Dontaining predominantly, but < 85% Dotton by weight, mixed ...
9 Sports footwear, with outer soles of rubber, plastiDs, leather or Domposition leather and uppers ...
10 Blankets and travelling rugs of Dotton (exDluding eleDtriD, table Dovers, bedspreads and artiDles ...
11 Shaving brushes, hair brushes, nail brushes, eyelash brushes and other brushes for use on the ...
12 Non-plastiDised poly”vinyl Dhloride”, in primary forms, mixed with other substanDes
13 Women’s or girls’ dresses of synthetiD fibres (exDluding knitted or DroDheted and pettiDoats)
14 Women’s or girls’ suits of textile materials, knitted or DroDheted (exDluding of synthetiD ...
15 InjeDtion or Dompression-type moulds for metal or metal Darbides (exDluding moulds of graphite ...
16 Blankets and travelling rugs of synthetiD fibres (exDluding eleDtriD, table Dovers, bedspreads ...
17 Worn Dlothing and Dlothing aDDessories, blankets and travelling rugs, household linen and artiDles ...
18 Ski suits (exDluding knitted or DroDheted)
19 Blankets and travelling rugs of textile materials (exDluding of wool or fine animal hair, Dotton ...
20 Women’s or girls’ briefs and panties of textile materials, knitted or DroDheted (exDluding ...
21 Embroidery of materials other than Dotton or man-made fibres, on a textile fabriD base, in ...
22 Men’s or boys’ shirts of textile materials, knitted or DroDheted (exDluding of Dotton or man-made ...
23 Women’s or girls’ traDksuits and other garments, n.e.s. of man-made fibres (exDluding knitted ...
24 Women’s or girls’ dresses of synthetiD fibres, knitted or DroDheted (exDluding pettiDoats)
36 Soap in the form of flakes, granules, powder, paste or in aqueous solution
37 Handbags, whether or not with shoulder straps, inDl. those without handles, with outer surfaDe ...
38 InjeDtion or Dompression-type moulds for rubber or plastiDs
39 Travelling-bags, insulated food or beverage bags, toilet bags, ruDksaDks, shopping-bags, map-Dases, ...
40 Women’s or girls’ trousers, bib and braDe overalls, breeDhes and shorts of textile materials ...
41 Flexible intermediate bulk Dontainers, for the paDking of goods, of synthetiD or man-made textile ...
42 Operating tables, examination tables, and other mediDal, dental, surgiDal or veterinary furniture ...
43 TraDk-suits of textile materials, knitted or DroDheted (exDluding Dotton or synthetiD fibres)
44 Women’s or girls’ jaDkets and blazers of synthetiD fibres, knitted or DroDheted (exDluding ...
45 Yarn Dontaining predominantly, but < 85% artifiDial staple fibres by weight, other than that ...
46 Men’s or boys’ trousers, bib and braDe overalls, breeDhes and shorts of synthetiD fibres (exDluding ...
47 Women’s or girls’ garments of textile fabriDs, rubberised or impregnated, Doated, Dovered or ...
48 Women’s or girls’ traDksuits and other garments, n.e.s. of textile materials (exDluding of ...
49 Gloves, mittens and mitts, impregnated, Doated or Dovered with plastiDs or rubber, knitted ...
50 Women’s or girls’ overDoats, Dar Doats, Dapes, Dloaks, anoraks, inDl. ski jaDkets, windDheaters, ...
51 Footwear with outer soles of rubber, plastiDs or Domposition leather, with uppers of leather ...
52 Women’s or girls’ suits of Dotton (exDluding knitted or DroDheted, ski overalls and swimwear)
53 Women’s or girls’ dresses of artifiDial fibres (exDluding knitted or DroDheted and pettiDoats)
54 Durtains, inDl. drapes, and interior blinds, Durtain or bed valanDes of synthetiD fibres (exDluding ...
55 Inner tubes, of rubber (exDluding those of a kind used on motor Dars, inDl. station wagons ...
56 Sports footwear, inDl. tennis shoes, basketball shoes, gym shoes, training shoes and the like, ...
57 Women’s or girls’ dresses of artifiDial fibres, knitted or DroDheted (exDluding pettiDoats)
58 Men’s or boys’ jaDkets and blazers of Dotton (exDluding knitted or DroDheted, and wind-jaDkets ...
68 Women’s or girls’ anoraks, inDl. ski jaDkets, windDheaters, wind-jaDkets and similar artiDles, ...
69 Men’s or boys’ suits of textile materials, knitted or DroDheted (exDluding traDksuits, ski ...
70 Men’s or boys’ overDoats, rainDoats, Dar Doats, Dapes, Dloaks and similar artiDles, of man-made ...
71 Women’s or girls’ skirts and divided skirts of textile materials (exDluding of wool, fine animal ...
72 Women’s or girls’ slips and pettiDoats of textile materials (exDluding man-made fibres, knitted ...
73 Women’s or girls’ overDoats, Dar Doats, Dapes, Dloaks, anoraks, inDl. ski jaDkets, windDheaters, ...
74 Men’s or boys’ anoraks, inDl. ski jaDkets, windDheaters, wind-jaDkets and similar artiDles ...
75 SpeDial garments for professional, sporting or other purposes, n.e.s., of Dotton, knitted or ...
76 Jerseys, pullovers, Dardigans, waistDoats and similar artiDles, of wool, knitted or DroDheted ...
77 Darpets and other textile floor Doverings, of textile materials, knotted, whether or not made ...
78 Women’s or girls’ swimwear of synthetiD fibres, knitted or DroDheted
79 Men’s or boys’ garments of textile fabriDs, rubberised or impregnated, Doated, Dovered or laminated ...
80 Women’s or girls’ overDoats, rainDoats, Dar Doats, Dapes, Dloaks and similar artiDles, of Dotton ...
81 Darpets and other floor Doverings, of man-made textile materials, tufted “needle punDhed”, ...
82 FloorDloths, dishDloths, dusters and similar Dleaning Dloths, of all types of textile materials
83 Ski-suits, knitted or DroDheted
84 Men’s or boys’ suits of textile materials (exDluding of wool, fine animal hair or synthetiD ...
85 Men’s or boys’ jaDkets and blazers of wool or fine animal hair (exDluding knitted or DroDheted, ...
86 Jerseys, pullovers, Dardigans, waistDoats and similar artiDles, of hair of Kashmir “Dashmere” ...
87 Women’s or girls’ jaDkets and blazers of textile materials, knitted or DroDheted (exDluding ...
88 Women’s or girls’ skirts and divided skirts of Dotton, knitted or DroDheted (exDluding pettiDoats)
89 Men’s or boys’ underpants and briefs of other textile materials, knitted or DroDheted (exDluding ...
90 Men’s or boys’ bathrobes, dressing gowns and similar artiDles of Dotton, knitted or DroDheted
8 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description
Pengelompokan di atas dapat disebar ke dalam 23 kelompok
komoditi HS 2 Dijit yang ternyata lebih sedikit penyebarannya
dibandingkan ekspor ke Amerika Serikat. Kelompok HS 2 Dijit
dalam lima besar adalah HS 61 (Articles of apparel and clothing
knitted) mendominasi dengan 28 komoditi, menyusul HS 62
(Articles of apparel and clothing not knitted) dengan 26 komoditi,
HS 63 (Other made-up textile articles; sets) dengan 10 komoditi,
HS 64 (Footwear, gaiters and the like) dengan 7 komoditi, dan HS
57 (Carpets and other textile floor coverings) dengan 6 komoditi.
Dapat dikatakan bahwa secara umum, kelompok komoditi
dominan ke Brazil adalah manufaktur yang bersifat Unskilled
Labor Intensive (ULI).
RusiaKelompok Top 100 ekspor Indonesia ke Rusia dapat dilihat
pada Tabel 4. Terlihat dengan jelas bahwa kelompok komoditi
yang bersifat Unskilled Labor Intensive (ULI) berada pada Top 20
komoditi ekspor Indonesia ke Rusia.
Hasil mapping ke HS 2 Dijit memperlihatkan bahwa kelompok
Top 100 dapat disederhanakan ke dalam 34 kelompok HS 2
Dijit untuk ekspor Indonesia ke Rusia. Dalam HS 2 dijit, jumlah
kelompok komoditi Rusia lebih sedikit dari Amerika Serikat (42
kelompok) namun lebih banyak daripada ke Brazil (23 kelompok).
Kelompok HS 2 dijit dalam lima besar adalah HS 62 (Articles
of apparel and clothing not knitted) dengan 18 komoditi, HS 61
(Articles of apparel and clothing knitted) dengan 16 komoditi,
HS 85 (Electrical machinery and equipment and parts thereof)
dengan 8 komoditi, HS 84 (Machinery, mechanical appliances,
nuclear) dengan 7 komoditi, dan HS 02 (Meat and edible meat
offal) dengan 4 komoditi. Ekspor Indonesia dari kelompok HS 2
dijit menurut jumlah sub-komoditi HS 6 dijit terlihat bahwa ekspor
berupa barang manufaktur bersifat Unskilled Labor Intensive (ULI)
dan barang Natural Resource Intensive (NRI) baik mentah maupun
manufaktur mendominasi. Namun ada juga yang bersifat Physical
Capital Intensive (PCI) yaitu HS 85 (Electrical machinery and
equipment and parts thereof) dan HS 84 (Machinery, mechanical
appliances, nuclear).
25 Permanent magnets and artiDles intended to beDome permanent magnets after magnetization, of ...
26 Men’s or boys’ overDoats, rainDoats, Dar Doats, Dapes, Dloaks and similar artiDles, of textile ...
27 Women’s or girls’ swimwear (exDluding knitted or DroDheted)
28 Bedlinen of Dotton (exDluding printed, knitted or DroDheted)
29 Multiple-walled insulating units of glass
30 Durtains, inDl. drapes, and interior blinds, Durtain or bed valanDes of synthetiD fibres, knitted ...
31 Women’s or girls’ dresses of textile materials, knitted or DroDheted (exDluding of wool, fine ...
32 TraDk-suits of Dotton, knitted or DroDheted
33 Men’s or boys’ anoraks, windDheaters, wind jaDkets and similar artiDles, of man-made fibres ...
34 Parts of artiDulated link Dhain, of iron or steel
35 Yarn Dontaining predominantly, but < 85% aDryliD or modaDryliD staple fibres by weight, mixed ...
59 Women’s or girls’ jaDkets and blazers of textile materials (exDluding of wool, fine animal ...
60 OverDoats, Dar Doats, Dapes, Dloaks, anoraks, inDl. ski jaDkets, windDheaters, wind-jaDkets ...
61 Darpets and other floor Doverings, of felt, not tufted or floDked, whether or not made up (exDluding ...
62 Footwear Dovering the ankle, with outer soles and uppers of rubber or plastiDs (exDluding waterproof ...
63 Footwear with outer soles and uppers of rubber or plastiDs (exDluding Dovering the ankle or ...
64 Men’s or boys’ trousers, bib and braDe overalls, breeDhes and shorts of textile materials, ...
65 Women’s or girls’ blouses, shirts and shirt-blouses of man-made fibres (exDluding knitted or ...
66 Women’s or girls’ trousers, bib and braDe overalls, breeDhes and shorts of synthetiD fibres, ...
67 Men’s or boys’ overDoats, rainDoats, Dar Doats, Dapes, Dloaks and similar artiDles, of Dotton ...
91 Women’s or girls’ nightdresses and pyjamas of Dotton, knitted or DroDheted (exDluding T-shirts, ...
92 Women’s or girls’ nightdresses and pyjamas of man-made fibres, knitted or DroDheted (exDluding ...
93 Women’s or girls’ négligés, bathrobes, dressing gowns, housejaDkets and similar artiDles of ...
94 Darpets and other textile floor Doverings, woven, not tufted or floDked, not of pile DonstruDtion, ...
95 Darpets and other floor Doverings, of vegetable textile materials or Doarse animal hair, woven, ...
96 Darpets and other textile floor Doverings, whether or not made up (exDluding knotted, woven ...
97 PeaDhes, inDl. neDtarines, prepared or preserved, whether or not Dontaining added sugar or ...
98 EleDtriD blankets of all types of textile materials
99 Footwear with uppers of textile materials (exDluding with outer soles of rubber, plastiDs, ...
100 Footwear with outer soles of rubber or plastiDs, with uppers other than rubber, plastiDs, leather ...
Sumber: Trade Map (2018), diolah
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 9
Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description
Tabel 4. Top 100 Komoditas Prioritas ke Rusia (HS 6 Dijit)
1 Pocket-size radiocassette players [dimensions <= 170 mm x 100 mm x 45 mm], with built-in amplifier, ...
2 Single cotton yarn containing predominantly, but < 85% cotton by weight, of combed fibres and ...
3 Machinery for liquefying air or other gases
4 Denatured ethyl alcohol and other spirits of any strength
5 Boring or sinking machinery for boring earth or extracting minerals or ores, not self-propelled ...
6 Groundnuts, shelled, whether or not broken (excluding seed for sowing, roasted or otherwise ...
7 Undenatured ethyl alcohol, of actual alcoholic strength of >= 80%
8 Cigars, cheroots, cigarillos and cigarettes consisting wholly of tobacco substitutes
9 Grinding balls and similar articles for mills, of iron or steel, forged or stamped, but not ...
10 Radio-broadcast receivers not capable of operating without an external source of power, of ...
11 Tableware and kitchenware, of plastics
12 Parts of electric shavers, hair clippers and hair-removing appliances, with self-contained ...
13 Air pumps, air or other gas compressors and ventilating or recycling hoods incorporating a ...
14 Activated carbon (excluding medicaments or deodorant products for fridges, vehicles etc., put ...
15 Women’s or girls’ anoraks, incl. ski jackets, windcheaters, wind-jackets and similar articles, ...
16 Women’s or girls’ dresses of synthetic fibres, knitted or crocheted (excluding petticoats)
17 Parts of furniture, n.e.s. (excluding of seats and medical, surgical, dental or veterinary ...
18 Upholstered seats, with wooden frames (excluding convertible into beds)
19 Bodies for motor cars and other motor vehicles principally designed for the transport of persons
20 Hats and other headgear, knitted or crocheted, or made up from lace, felt or other textile ...
21 Snails, live, fresh, chilled, frozen, salted, dried or in brine, even smoked, with or without ...
22 Women’s or girls’ tracksuits and other garments, n.e.s. of man-made fibres (excluding knitted ...
23 Women’s or girls’ jackets and blazers of cotton, knitted or crocheted (excluding wind-jackets ...
24 Wood charcoal, incl. shell or nut charcoal, whether or not agglomerated (excluding bamboo charcoal, ...
25 Single cotton yarn containing predominantly, but < 85% cotton by
weight, of uncombed fibres ...
26 Reception apparatus for television, whether or not incorporating radio-broadcast receivers ...
27 Preparations of a kind used in animal feeding (excluding dog or cat food put up for retail ...
28 Caviar substitutes prepared from fish eggs
29 Line fishing tackle n.e.s; fish landing nets, butterfly nets and similar nets; decoys and similar ...
30 Women’s or girls’ suits of synthetic fibres (excluding knitted or crocheted, ski overalls and ...
31 Parts suitable for use solely or principally with transmission and reception apparatus for ...
32 Women’s or girls’ négligés, bathrobes, dressing gowns, housejackets and similar articles of ...
33 Men’s or boys’ overcoats, raincoats, car coats, capes, cloaks and similar articles, of cotton ...
34 Parts of machinery, plant and laboratory equipment, whether or not electrically heated, for ...
35 Men’s or boys’ swimwear (excluding knitted or crocheted)
36 Parts suitable for use solely or principally with compression-ignition internal combustion ...
37 Articles of cobalt, n.e.s.
38 Women’s or girls’ trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts of synthetic fibres ...
39 Women’s or girls’ suits of cotton (excluding knitted or crocheted, ski overalls and swimwear)
40 Women’s or girls’ skirts and divided skirts of synthetic fibres (excluding knitted or crocheted ...
41 Artificial waxes and prepared waxes (excluding poly”oxyethylene” [polyethylene glycol] waxes)
42 Men’s or boys’ jackets and blazers of synthetic fibres (excluding knitted or crocheted, and ...
43 Babies’ garments and clothing accessories of synthetic fibres, knitted or crocheted (excluding ...
44 Monumental or building stone, in any form, polished, decorated or otherwise worked (excluding ...
45 Parts for boring or sinking machinery of subheading 8430.41 or 8430.49, n.e.s.
46 Men’s or boys’ jackets and blazers of cotton, knitted or crocheted (excluding wind-jackets ...
47 Octopus “Octopus spp.”, smoked, frozen, dried, salted or in brine
48 Precious stones and semi-precious stones, unworked or simply sawn or roughly shaped, whether ...
49 Frozen hams, shoulders and cuts thereof of swine, with bone in
50 Frozen meat of swine (excluding carcases and half-carcases, and hams, shoulders and cuts thereof, ...
51 Polishes, creams and similar preparations, for footwear or leather, whether or not in the form ...
52 Women’s or girls’ trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts of synthetic fibres, ...
53 Women’s or girls’ skirts and divided skirts of cotton, knitted or crocheted (excluding petticoats)
54 Women’s or girls’ skirts and divided skirts of synthetic fibres, knitted or crocheted (excluding ...
55 Slates and boards, with writing or drawing surfaces, whether or not framed
56 Gloves, mittens and mitts, of synthetic fibres, knitted or crocheted (excluding impregnated, ...
57 Men’s or boys’ trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts of cotton, knitted or ...
58 Women’s or girls’ dresses of cotton (excluding knitted or crocheted and petticoats)
59 Cigars, cheroots and cigarillos containing tobacco
60 Lobsters “Homarus spp.”, even smoked, whether in shell or not, live, fresh, chilled, dried, ...
61 Women’s or girls’ dresses of synthetic fibres (excluding knitted or crocheted and petticoats)
62 Parts of machinery of heading 8426, 8429 and 8430, n.e.s.
63 Indicator panels with liquid crystal devices “LCD” or light emitting diodes “LED” (excluding ...
64 Edible mixtures or preparations of animal or vegetable fats or oils and edible fractions of ...
65 Women’s or girls’ nightdresses and pyjamas of cotton (excluding knitted or crocheted, vests ...
66 Black fermented tea and partly fermented tea, whether or not flavoured, in immediate packings ...
67 Men’s or boys’ suits of textile materials,
knitted or crocheted (excluding tracksuits, ski ...
68 Upright pianos
69 Women’s or girls’ briefs and panties of textile materials, knitted or crocheted (excluding ...
70 Women’s or girls’ skirts and divided skirts of textile materials (excluding of wool, fine animal ...
71 Track-suits of cotton, knitted or crocheted
72 Women’s or girls’ slips and petticoats of textile materials (excluding man-made fibres, knitted ...
73 Frozen domestic ducks, not cut in pieces
74 Fresh or chilled fowls of the species Gallus domesticus, not cut in pieces
10 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description
75 Girdles and panty girdles of all types of textile materials, whether or not elasticated, incl. ...
76 Acrylic polymers, in primary forms (excluding poly”methyl methacrylate”)
77 Live, fresh, chilled, frozen, dried, salted or in brine, even smoked, aquatic invertebrates ...
78 Dodecan-1-ol “lauryl alcohol”, hexadecan-1-ol “cetyl alcohol” and octadecan-1-ol “stearyl alcohol”
79 Women’s or girls’ nightdresses and pyjamas of man-made fibres (excluding knitted or crocheted, ...
80 Glues based on starches, dextrins or other modified starches (excluding those put up for retail ...
81 New pneumatic tyres, of rubber, of a kind used for motor cars, incl. station wagons and racing ...
82 Rum and other spirits obtained by distilling fermented sugar-cane products
83 Cinnamon and cinnamon-tree flowers (excluding cinnamon “Cinnamomum zeylanicum Blume” and crushed ...
84 Microphones and stands therefor (excluding cordless microphones with built-in transmitter)
85 Anti-oxidising preparations and other compound stabilisers for rubber or plastics
86 Wigs, false beards, eyebrows and eyelashes, switches and the like, of human hair, and articles ...
87 Articles of iron or steel, n.e.s. (excluding cast articles or articles of iron or steel wire)
88 Vodka
89 Women’s or girls’ swimwear of synthetic fibres, knitted or crocheted
90 Men’s or boys’ trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts of synthetic fibres (excluding ...
91 Single cotton yarn containing predominantly, but < 85% cotton by weight, of uncombed fibres ...
92 Wooden frames for paintings, photographs, mirrors or similar objects
93 Woven fabrics containing >= 85% artificial staple fibres by weight, unbleached or bleached
94 Agar-agar, whether or not modified
95 Wooden furniture for kitchens (excluding seats)
96 Tobacco, partly or wholly stemmed or stripped, otherwise unmanufactured
97 Women’s or girls’ nightdresses and pyjamas of man-made fibres, knitted or crocheted (excluding ...
98 Electro-thermic coffee or tea makers, for domestic use
99 Men’s or boys’ jackets and blazers of cotton (excluding knitted or crocheted, and wind-jackets ...
100 Men’s or boys’ nightshirts and pyjamas of textile materials, knitted or crocheted (excluding ...
Jika kita membandingkan komoditi ekspor Indonesia ke
Amerika Serikat, Brazil, dan Rusia, maka dapat dikatakan bahwa
dalam posisi Top 100, sebaran dalam HS 2 Dijit ke Amerika
Serikat paling banyak yaitu mencapai 42, disusul Rusia sebanyak
34, dan Brazil 23. Namun demikian Top 100 tersebut sangat
didominasi oleh kelompok barang manufaktur yang bersifat
Unskilled Labor Intensive (ULI) serta Natural Resource Intensive
(NRI), baik mentah maupun manufaktur.
Dari analisis yang telah dilakukan, dihasilkan 165 negara, baik
yang sudah maupun belum memiliki kerja sama perdagangan
dengan Indonesia, kemudian dipilih 3 negara prioritas teratas
yang memiliki potensial terbesar untuk dilakukan kerja sama
perdagangan dengan Indonesia yaitu Amerika Serikat, Brasil
dan Rusia. Selanjutnya dalam negosiasi yang akan dilakukan
dengan Amerika Serikat, produk yang harus diperjuangkan untuk
akses pasarnya adalah; HS 62 (Articles of apparel and clothing
not knitted), HS 61 (Articles of apparel and clothing knitted),
HS 84 (Machinery, mechanical appliances, nuclear), HS 90
(Optical, photographic, cinematographic), dan HS 03 (Fish and
crustaceans, molluscs and).
Untuk Brasil produk prioritas yang harus diperjuangkan akses
pasarnya adalah HS 61 (Articles of apparel and clothing knitted)
mendominasi, menyusul HS 62 (Articles of apparel and clothing
not knitted), HS 63 (Other made-up textile articles; sets), HS 64
(Footwear, gaiters and the like), dan HS 57 (Carpets and other
textile floor coverings).
Dalam HS 2 dijit, jumlah kelompok komoditi Rusia lebih sedikit
dari Amerika Serikat (42 kelompok) namun lebih banyak daripada
ke Brazil (23 kelompok). Kelompok HS 2 Dijit dalam lima besar
adalah HS 62 (Articles of apparel and clothing not knitted), HS
61 (Articles of apparel and clothing knitted), HS 85 (Electrical
machinery and equipment and parts thereof), HS 84 (Machinery,
mechanical appliances, nuclear), dan HS 02 (Meat and edible
meat offal).
Dengan kondisi persaingan pasar global saat ini yang
sangat ketat, dan setiap negara mitra dagang memiliki kebijakan
perdagangan yang berbeda yang beberapa diantaranya akan
menjadi hambatan perdagangan. Sehingga perlu dilakukan
analisis lebih lanjut untuk menentukan strategi yang tepat
dalam menembus pasar negara mitra dagang. Selain itu produk
unggulan Indonesia yang saat ini didominasi oleh komoditi mentah
merupakan suatu kondisi yang kurang menguntungkan, sehingga
pemerintah perlu dengan segera menentukan kebijakan untuk
dapat meningkatkan daya saing produk manufaktur Indonesia di
pasar global. Jika Indonesia ingin meningkatkan nilai ekspor ke
luar negeri melalui kerja sama perdagangan dengan negara mitra,
sebaiknya fokus melakukan pendekatan kerja sama perdagangan
bilateral terhadap Amerika Serikat, Brasil dan Rusia. Jenis kerja
sama yang dilaksanakan sebaiknya dalam bentuk Preferential
Trade Agreement (PTA), karena produk prioritas dari Indonesia
yang masih sedikit dan terdiri dari barang manufaktur bersifat
Unskilled Labor Intensive (ULI) dan barang Natural Resource
Intensive (NRI).
Sumber: Trade Map (2018), diolah
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 11
TUNISIA - KAWASAN AFRIKA YANG POTENSIAL BAGI PRODUK INDONESIA
Deky Paryadi
Diversifikasi dan perluasan ekspor ke negara non tradisional
saat ini tengah gencar dilakukan oleh Pemerintah ke beberapa
kawasan negara. Perluasan ekspor ke pasar non tradisional
tersebut merupakan salah satu strategi yang dilakukan
Pemerintah guna mengantisipasi kondisi perdagangan global
yang dalam beberapa tahun terakhir cenderung proteksionis dan
inward looking. Hal ini juga diperlukan oleh pelaku usaha nasional
untuk mengantisipasi kebijakan ekonomi dibeberapa negara
tujuan tradisional seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa yang
semakin proteksionis. Apalagi saat ini Pemerintah Amerika Serikat
(AS) juga sedang melakukan review terhadap 124 produk barang
yang mendapat insentif tarif bea masuk 0% dalam kebijakan
Generalized System of Preference (GSP).
Negara tujuan tradisional didefinisikan sebagai negara (pasar)
yang memiliki kriteria/syarat bahwa ekspor ke negara tersebut
sudah berlangsung lebih dari 40 tahun serta syarat kecukupan
yakni tidak terpengaruh oleh kondisi perekonomian negara lain,
konsumsi terhadap struktur Gross Domestic Product (GDP) lebih
dari 50% dan net ekspor terhadap struktur GDP kurang dari 5%.1
Dari definisi tersebut maka negara yang tidak memenuhi kriteria
dapat dikategorikan sebagai negara non tradisional.
Saat ini beberapa negara tujuan non tradisional sudah mulai
dijajaki oleh Pemerintah, diantaranya Asia Selatan (Bangladesh,
Sri Lanka), Eurasia (Rusia, Belarusia, Armenia, Kazakhstan,
Kyrgyzstan), Afrika (Mozambik, Tunisia, Maroko, Kenya Nigeria,
Afrika Selatan/SACU), Timur Tengah (Yordania, Iran, GCC) dan
Amerika Selatan (Peru, Chile). Untuk Afrika, khususnya Tunisia
dan Mozambik sudah memasuki putaran perundingan yang
pertama dengan Indonesia. Perundingan pertama Indonesia-
Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) dilaksanakan pada
tanggal 25-26 Juni 2018 di Tunisia. Perundingan putaran pertama
IT-PTA ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan tingkat teknis
preliminary meeting PTA oleh official kedua negara di sela-sela
Indonesia Africa Forum (IAF) yang dilakukan pada bulan April
2018 di Bali.
Inisiasi IT-PTA merupakan salah satu upaya Indonesia untuk
meningkatkan ekspor ke pasar non tradisional di wilayah Afrika.
Walaupun secara demografi jumlah penduduk Tunisia tidak
terlalu besar, yaitu sekitar 11 juta jiwa, namun posisi Tunisia
yang berada di wilayah Afrika bagian utara dan berdekatan
dengan benua Eropa memberikan keuntungan geografis sebagai
gateway dan hub bagi masuknya barang, tidak hanya ke wilayah
Afrika bagian utara tetapi juga ke wilayah Eropa bagian Selatan.
Hal ini juga didukung oleh fakta bahwa Tunisia telah memiliki
dan mengimplementasikan perjanjian perdagangan bebas (FTA)
dengan Uni Eropa yang berarti akan makin memudahkan Tunisia
sebagai hub bagi produk Indonesia ke pasar Eropa.
Adanya IT-PTA ini akan memberikan sinyal bahwa Indonesia
memang serius untuk lebih mendekatkan diri dengan negara-
negara di Afrika sebagai salah satu langkah strategis dalam
menghadapi perdagangan global yang semakin kompetitif. Selain
itu, dengan adanya PTA diharapkan akan menumbuhkan “trust”
antara pelaku usaha kedua negara, karena selama ini banyak
pengusaha Indonesia belum melihat potensi yang ada di Afrika
khususnya di Tunisia.
Perbandingan Data Makroekonomi Indonesia dan Tunisia
Secara makro melalui indikator ekonomi dapat dilihat
perbandingan makroekonomi Indonesia dengan Tunisia seperti
yang disajikan pada Tabel 1:
1 Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Kajian Potensi Pengembangan Ekspor ke Pasar Non Tradisional, BPPP, Kemendag, 2013.
12 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Tabel 1. Indikator Makroekonomi Indonesia dan Tunisia Tahun 2016
Negara PDB, PDB Per Kapita, Inflasi, Pengangguran Harga Berlaku Harga Berlaku Rata-rata Harga (% dari total Populasi Konsumen angkatan kerja) (USD Miliar) (%) (%) (%) (Juta Orang)
Indonesia 932.48 3,604 3.5 5.6 258.7
Tunisia 41.86 3,730 3.7 14.0 11.22Sumber: IMF (2017), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Dari total populasi penduduk, Indonesia memiliki populasi
penduduk jauh lebih besar dari Tunisia yaitu 258,7 juta jiwa,
sementara Tunisia 11,2 juta jiwa. Berdasarkan perbandingan
indikator makro, total GDP Indonesia lebih tinggi dibanding
Tunisia, yaitu sebesar USD 932,48 miliar sedangkan GDP
Tunisia sebesar USD 41,86 miliar. Pada tahun 2016 GDP per
kapita penduduk Indonesia USD 3.604 per tahun, sedangkan
GDP per kapita Tunisia USD 3.730 per tahun. Sedangkan inflasi
pada tahun 2016, Indonesia sebesar 3,5% sedangkan Tunisia
mencapai 3,7%. Tingkat pengangguran Tunisia relatif lebih tinggi
dibandingkan Indonesia yaitu sebesar 14% dari jumlah penduduk
sedangkan Indonesia hanya sebesar 5,6%. Melihat GDP perkapita
antara Indonesia dan Tunisia tidak jauh berbeda, sehingga dapat
dikatakan tingkat daya beli antara kedua negara tidak jauh
berbeda. Walau demikian pertumbuhan ekonomi Tunisia tidak
terlalu baik, hal ini dapat dilihat melalui masih tingginya tingkat
pengangguran di negara tersebut.
Dalam komposisi GDP ini terlihat bagaimana sektor jasa
menjadi demikian dominan dibandingkan sektor pertanian dan
industri di kedua negara. Bagi Tunisia dan Indonesia, sektor
jasa menjadi penggerak ekonomi kedua negara. Sektor jasa di
Tunisia menyumbang sekitar 64% dari total GDP, sedangkan bagi
Indonesia, walaupun jasa sangat dominan namun persentasenya
menyumbang 45,9% dari total GDP.
Gambar 1. Komposisi GDP Tunisia dan
Indonesia
Gambar 3. Negara tujuan Ekspor Indonesia
di Kawasan AfrikaSumber: www.cia.gov (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Sumber: www.cia.gov (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Saat ini Tunisia memiliki beberapa kerja sama perdagangan
dengan beberapa negara baik regional maupun bilateral, antara
lain: Agadir Agreement, EFTA- Tunisia, EU – Tunisia, Pan-Arab
Free Trade Area (PAFTA), Turkey – Tunisia, EU – Tunisia (wto.org).
Kinerja Perdagangan Indonesia - Tunisia
Kawasan Afrika sebenarnya bukan merupakan kawasan
utama tujuan ekspor Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Trade Map 2018 (Gambar 2), pangsa pasar ekspor Indonesia
ke kawasan Afrika masih terbilang sangat kecil, yaitu sekitar 2,8%
dari total ekspor Indonesia ke dunia atau hanya sekitar USD 4,8
miliar pada tahun 2017.
Gambar 2. Negara tujuan Ekspor IndonesiaSumber: Trade Map (2018), diolah
Dari beberapa negara dikawasan Afrika, pada tahun 2017
hanya tiga negara yang memiliki pangsa pasar ekspor produk
Indonesia yang dominan yaitu Mesir (26,1 %), Afrika Selatan
(14,6 %) dan Nigeria (7,1 %). Nilai ekspor Mesir pada tahun 2017
sebesar USD 1,2 miliar atau sekitar 26,1% total ekspor Indonesia
ke kawasan Afrika, sedangkan Afrika Selatan dan Nigeria
mencapai USD 704,3 juta dan USD 343,8 juta.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 13
Sedangkan Tunisia yang berada di kawasan Afrika bagian
Utara masih merupakan pangsa pasar yang kecil bagi Indonesia
yaitu sekitar 1,1 % dari total ekspor Indonesia ke Afrika atau
0,03% dari total ekspor Indonesia ke dunia. Tunisia menempati
peringkat ke-86 negara-negara tujuan ekspor Indonesia jika dilihat
dari besarnya nilai ekspor Indonesia pada tahun 2017. Namun
untuk di wilayah Afrika, Tunisia berada diperingkat 17 sebagai
negara tujuan ekspor Indonesia ke Afrika atau sekitar 1,1 % dari
total ekspor Indonesia ke Afrika.
Tabel 2. Peringkat Tunisia Sebagai Negara Tujuan Ekspor
Indonesia di Wilayah Afrika (USD Juta)
22
Sedangkan Tunisia yang berada di kawasan Afrika bagian Utara masih merupakan pangsa
pasar yang kecil bagi Indonesia yaitu sekitar 1,1 % dari total ekspor Indonesia ke Afrika atau 0,03%
dari total ekspor Indonesia ke dunia. Tunisia menempati peringkat ke-86 negara-negara tujuan
ekspor Indonesia jika dilihat dari besarnya nilai ekspor Indonesia pada tahun 2017. Namun untuk
di wilayah Afrika, Tunisia berada diperingkat 17 sebagai negara tujuan ekspor Indonesia ke Afrika
atau sekitar 1,1 % dari total ekspor Indonesia ke Afrika.
Tabel 2. Peringkat Tunisia Sebagai Negara Tujuan Ekspor Indonesia di Wilayah Afrika (USD Juta)
Sumber: Trade Map (2018), diolah
Kinerja perdagangan Indonesia dengan Tunisia seluruhnya bersumber dari sektor non migas.
Kinerja ekspor non migas Indonesia ke Tunisia selama periode 2013-2017 mengalami penurunan
sebesar 13,2%. Pada tahun 2017, nilai ekspor non migas Indonesia ke Tunisia mencapai USD 55,2 juta,
naik jika dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya yang mencapai USD 37,9 juta. Neraca
perdagangan Indonesia dengan Tunisia selama 5 tahun terakhir juga masih mengalami surplus tetapi
dengan tren menurun sebesar 25,7%. Penurunan surplus perdagangan Indonesia juga terjadi
disejumlah negara Afrika lainnya, kondisi global diduga sebagai penyebab turunnya surplus neraca
perdagangan. Namun demikian pada tahun 2017, surplus perdagangan Indonesia mengalami
kenaikan menjadi USD 22,4 juta, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang surplus sebesar USD 15,2
juta.
2015 2016 20171 Mesir 1,197.9 1,110.4 1,253.6 26.1%2 Afrika Selatan 666.1 727.9 704.3 14.6%3 Nigeria 445.7 310.8 343.8 7.1%4 Kenya 187.7 200.8 290.8 6.0%5 Tanzania 214.0 154.5 277.4 5.8%6 Aljazair 173.8 133.7 207.0 4.3%7 Djibouti 278.3 211.3 202.5 4.2%8 Benin 153.4 197.0 201.1 4.2%9 Togo 103.7 52.1 132.7 2.8%
10 Ghana 158.4 109.9 108.1 2.2%17 Tunisia 55.9 38.0 55.2 1.1%
Negara Afrika Lainnya 1,024.6 856.7 1,033.0 21.5%Total Negara Afrika 4,659.5 4,103.1 4,809.5 100.0%
USD Juta Pangsa Pasar 2017
NegaraPeringkat
Sumber: Trade Map (2018), diolah
Kinerja perdagangan Indonesia dengan Tunisia seluruhnya
bersumber dari sektor non migas. Kinerja ekspor non migas
Indonesia ke Tunisia selama periode 2013-2017 mengalami
penurunan sebesar 13,2%. Pada tahun 2017, nilai ekspor non
migas Indonesia ke Tunisia mencapai USD 55,2 juta, naik jika
dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya yang mencapai
USD 37,9 juta. Neraca perdagangan Indonesia dengan Tunisia
selama 5 tahun terakhir juga masih mengalami surplus tetapi
dengan tren menurun sebesar 25,7%. Penurunan surplus
perdagangan Indonesia juga terjadi disejumlah negara Afrika
lainnya, kondisi global diduga sebagai penyebab turunnya surplus
neraca perdagangan. Namun demikian pada tahun 2017, surplus
perdagangan Indonesia mengalami kenaikan menjadi USD 22,4
juta, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang surplus sebesar
USD 15,2 juta.
Tabel 3. Neraca Perdagangan Indonesia – Tunisia (USD Ribu)Uraian 2013 2014 2015 2016 2017 Trend (%) 2013-2017Total Perdagangan 101,991.50 104,210.30 77,138.30 60,746.40 87,965.40 -8.02 Migas 0 0 0 0 0 Non Migas 101,991.50 104,210.30 77,138.30 60,746.40 87,965.40 -8.02Ekspor 75,893.70 82,514.00 55,932.00 37,994.20 55,193.50 -13.17 Migas 0 0 0 0 0 Non Migas 75,893.70 82,514.00 55,932.00 37,994.20 55,193.50 -13.17Impor 26,097.80 21,696.30 21,206.30 22,752.30 32,771.90 5.16 Migas 0 0 0 0 0 Non Migas 26,097.80 21,696.30 21,206.30 22,752.30 32,771.90 5.16Neraca Perdagangan 49,795.90 60,817.70 34,725.80 15,241.90 22,421.60 -25.77 Migas 0 0 0 0 0 Non Migas 49,795.90 60,817.70 34,725.80 15,241.90 22,421.60 -25.77
Sumber: BPS (2018), diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kemendag
Ekspor utama Indonesia ke Tunisia adalah ekspor non
migas. Beberapa produk utama yang diekspor Indonesia adalah
komoditas primer seperti minyak sawit dan turunannya serta
produk kelapa (kopra). Ekspor turunan minyak sawit (HS 151190)
Indonesia pernah mencapai puncaknya pada tahun 2013 dengan
nilai ekspor mencapai USD 44,6 juta namun terus menurun
14 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
dan di tahun 2017 nilai ekspornya hanya sebesar USD 32,2
juta atau mengalami tren penurunan sebesar 13,2% per tahun.
Meskipun demikian, turunan minyak sawit masih mendominasi
ekspor Indonesia ke Tunisia dengan pangsa sebesar 58,3% pada
tahun 2017. Komoditas ekspor ke Tunisia lainnya yang cukup
meningkat baik tren maupun pertumbuhannya antara lain minyak
kernel sawit, kopra, lysine, produk tekstil (benang & tas kantong),
tuna frozen fillet, kacang mete dan ban kendaraan.
Tabel 4. Ekspor Komoditas Utama Indonesia Ke Tunisia (USD Ribu)
No Kode HS Deskripsi 2013 2014 2015 2016 2017 Tren
USD Ribu 2013-2017
Palm oil and its fractions, whether or not refined (excluding chemically modified and crude)Palm kernel and babassu oil and their fractions, whether or not refined, but not chemically ...Coconut oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (excluding ...Lysine and its esters; salts thereofYarn containing predominantly, but < 85% polyester staple fibres by weight, mixed principally ...Textured filament yarn of polyester (excluding that put up for retail sale)Sacks and bags, for the packing of goods, of polyethylene or polypropylene strip or the like ...Frozen fillets of tuna “of the genus Thunnus”, skipjack or stripe-bellied bonito “Euthynnus ...Fresh or dried cashew nuts, shelledFatty acids, industrial, monocarboxylic; acid oils from refining (excluding stearic acid, oleic ...Tobacco, unstemmed or unstrippedSingle yarn, containing >= 85% artificial staple fibres by weight (excluding sewing thread ...Combined refrigerator-freezers, with separate external doorsNew pneumatic tyres, of rubber, of a kind used for motor cars, incl. station wagons and racing ...Frozen yellowfin tunas “Thunnus albacares”Woven fabrics of high-tenacity yarn, nylon, other polyamides or polyesters, incl. monofilament ...Single yarn containing >= 85% polyester staple fibres by weight (excluding sewing thread and ...Plates, sheets, film, foil and strip, of non-cellular poly”methyl methacrylate”, not reinforced, ...Cinnamon “Cinnamomum zeylanicum Blume” (excluding crushed and ground)Yarn containing predominantly, but < 85% polyester staple fibres by weight, mixed principally ...
Sub Total
Lainnya
Total
1 ‘151190
2 ‘151329
3 ‘151319
4 ‘2922415 ‘550953
6 ‘540233
7 ‘630533
8 ‘030487
9 ‘080132
10 ‘38231911 ‘24011012 ‘551011
13 ‘841810
14 ‘401110
15 ‘03034216 ‘540710
17 ‘550921
18 ‘392051
19 ‘090611
20 ‘550951
44583 52241 33487 18642 32158 -15.5
1745 5073 5092 4746 5836 26.5
1830 3514 3598 2362 2928 5.6
620 640 824 1435 1841 34.8 919 252 152 1125 1519 28.4
154 108 188 299 1336 70.6
604 93 434 319 1154 28.8
0 0 0 0 943 0.0
622 645 790 1033 865 12.0
1495 1934 1039 764 456 -28.1 0 15 100 61 437 0.0 410 125 125 0 409 0.0
6320 2531 496 900 387 -48.4
208 422 204 312 346 7.4
0 0 0 0 274 0.0 1080 858 531 651 268 -26.4
131 215 274 50 250 -1.6
48 144 76 146 232 37.2
129 98 103 74 231 9.2
430 207 90 188 218 -13.5
61328 69115 47603 33107 52088 -10.1
14564 13398 8332 4889 3102 -33.6
75892 82513 55935 37996 55190 -13.2
Sumber: Trade Map (2018), diolah
Analisis Daya Saing dan Potensial Produk Indonesia di
Tunisia
Untuk memperoleh tingkat kesesuaian produk antara Tunisia
dan Indonesia, maka digunakan Trade Complementary Index
(TCI). Berdasarkan TCI yang diperoleh dari simulasi perhitungan
berdasarkan data Trade Map, tingkat kesesuaian ekspor Indonesia
terhadap struktur impor Tunisia lebih rendah dibanding ekspor
Tunisia terhadap struktur impor Indonesia. Hal ini menunjukkan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 15
bahwa produk ekspor Tunisia memiliki kemampuan yang lebih
baik untuk memenuhi permintaan impor Indonesia dibandingkan
produk ekspor Indonesia dalam memenuhi permintaan impor
Tunisia. Dari nilai indikator TCI tahun 2016 tingkat kesesuaian
struktur ekspor Indonesia terhadap struktur impor Tunisia adalah
20,7% lebih rendah dibanding kesesuaian struktur ekspor Tunisia
terhadap struktur impor Indonesia sebesar 22%.
25
18 '392051 Plates, sheets, film, foil and strip, of non-cellular poly"methyl methacrylate", not reinforced, ...
48 144 76 146 232 37.2
19 '090611 Cinnamon "Cinnamomum zeylanicum Blume" (excluding crushed and ground)
129 98 103 74 231 9.2
20 '550951 Yarn containing predominantly, but < 85% polyester staple fibres by weight, mixed principally ...
430 207 90 188 218 -13.5
Sub Total 61328 69115 47603 33107 52088 -10.1 Lainnya 14564 13398 8332 4889 3102 -33.6
Total 75892 82513 55935 37996 55190 -13.2 Sumber: Trade Map (2018), diolah
Analisis Daya Saing dan Potensial Produk Indonesia di Tunisia
Untuk memperoleh tingkat kesesuaian produk antara Tunisia dan Indonesia, maka
digunakan Trade Complementary Index (TCI). Berdasarkan TCI yang diperoleh dari simulasi
perhitungan berdasarkan data Trade Map, tingkat kesesuaian ekspor Indonesia terhadap struktur
impor Tunisia lebih rendah dibanding ekspor Tunisia terhadap struktur impor Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa produk ekspor Tunisia memiliki kemampuan yang lebih baik untuk
memenuhi permintaan impor Indonesia dibandingkan produk ekspor Indonesia dalam memenuhi
permintaan impor Tunisia. Dari nilai indikator TCI tahun 2016 tingkat kesesuaian struktur ekspor
Indonesia terhadap struktur impor Tunisia adalah 20,7% lebih rendah dibanding kesesuaian
struktur ekspor Tunisia terhadap struktur impor Indonesia sebesar 22%.
Gambar 4. TCI Indonesia – Tunisia
Sumber: Trade Map (2018), diolah
21,7 20,6 20,7
26,3
23,0 22,0
-
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
2014 2015 2016
Complementarity between Indonesia Export to Tunisia ImportComplementarity between Tunisia Export to Indonesia Import
Gambar 4. TCI Indonesia – TunisiaSumber: Trade Map (2018), diolah
Selama periode tahun 2013 – 2016, Tunisia memiliki tingkat
complementarity yang semakin turun, hal ini mengisyaratkan
banyaknya produk impor sejenis yang masuk ke Indonesia dari
negara-negara mitra Indonesia lainnya, sehingga makin banyak
kompetitor produk Tunisia di Indonesia. Tingkat complementarity
ini juga dapat menjadi indikasi bahwa daya saing produk Tunisia
kurang berdaya saing dengan produk sejenis. Salah satu
penyebab kurangnya daya saing produk ini adalah bea masuk,
dengan adanya kerja sama perdagangan antara Indonesia dan
Tunisia diharapkan daya saing produk baik kedua negara dapat
semakin kompetitif. Hal inilah yang dapat dijadikan alasan bagi
kedua negara baik Indonesia maupun Tunisia untuk dapat
mendorong ekspor Indonesia ke Tunisia dan sebaliknya melalui
kerja sama perdagangan bilateral kedua negara.
Sementara indikator Revealed Symmetric Comparative
Advantage (RSCA) bilateral antara Indonesia dan Tunisia
menunjukkan bahwa beberapa sektor produk Indonesia memiliki
daya saing relatif lebih baik di pasar Tunisia. Melihat hal tersebut
maka dapat diperoleh produk potensial yang dapat diekspor
Indonesia ke Tunisia. Produk potensial ini diperoleh dengan
melihat daya saing produk Indonesia, importasi Tunisia dari dunia,
ekspor Indonesia ke dunia dan ekspor Indonesia ke Tunisia.
Setelah melihat data yang ada (Tabel 6), maka diperoleh 30
produk potensial ekspor Indonesia terbesar ke Tunisia, diantaranya
adalah Sparepart rem kendaraan (HS 870830) sebesar USD 23,6
juta, pita dan lembaran film (HS 392020) sebesar USD 20 juta,
sparepart dan aksesoris sepeda (HS 871499) sebesar 17,2 juta,
Benang filamen bertekstur dari polyester (HS 540233) sebesar
USD 16,3 juta, kertas dan kertas karton (HS 480255) sebesar
USD 15,3 juta (Tabel 6).
16 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Tabel 6. Produk Potensial Ekspor, USD Ribu Potensi EksporNo Kode HS Keterangan Indonesia - Tunisia
1 ‘870830 Brakes and servo-brakes and their parts, for tractors, motor vehicles for the transport of ... 23646
2 ‘392020 Plates, sheets, film, foil and strip, of non-cellular polymers of ethylene, not reinforced, ... 20060
3 ‘871499 Parts and accessories, for bicycles, n.e.s. 17155
4 ‘540233 Textured filament yarn of polyester (excluding that put up for retail sale) 16381
5 ‘480255 Uncoated paper and paperboard, of a kind used for writing, printing or other graphic purposes, ... 15317
6 ‘851290 Parts of electrical lighting or signalling equipment, windscreen wipers, defrosters and demisters ... 13284
7 ‘841810 Combined refrigerator-freezers, with separate external doors 12604
8 ‘160414 Prepared or preserved tunas, skipjack and Atlantic bonito, whole or in pieces (excluding minced) 10021
9 ‘640419 Footwear with outer soles of rubber or plastics and uppers of textile materials (excluding ... 9248
10 ‘401110 New pneumatic tyres, of rubber, of a kind used for motor cars, incl. station wagons and racing ... 8940
11 ‘690790 Unglazed ceramic flags and paving, hearth or wall tiles; unglazed ceramic mosaic cubes and ... 6654
12 ‘940360 Wooden furniture (excluding for offices, kitchens and bedrooms, and seats) 6421
13 ‘180500 Cocoa powder, not containing added sugar or other sweetening matter 6400
14 ‘520832 Plain woven fabrics of cotton, containing >= 85% cotton by weight and weighing > 100 g to 200 ... 6231
15 ‘520522 Single cotton yarn, of combed fibres, containing >= 85% cotton by weight and with a linear ... 5474
16 ‘640411 Sports footwear, incl. tennis shoes, basketball shoes, gym shoes, training shoes and the like, ... 5003
17 ‘551211 Woven fabrics containing >= 85% polyester staple fibres by weight, unbleached or bleached 4795
18 ‘701337 Drinking glasses (excluding glasses of glass ceramics or of lead crystal and stemware) 4780
19 ‘540710 Woven fabrics of high-tenacity yarn, nylon, other polyamides or polyesters, incl. monofilament ... 4687
20 ‘310430 Potassium sulphate (excluding that in tablets or similar forms, or in packages with a gross ... 4554
21 ‘151790 Edible mixtures or preparations of animal or vegetable fats or oils and edible fractions of ... 4291
22 ‘550921 Single yarn containing >= 85% polyester staple fibres by weight (excluding sewing thread and ... 4115
23 ‘340111 Soap and organic surface-active products and preparations, in the form of bars, cakes, moulded ... 3734
24 ‘401039 Transmission belts or belting, of vulcanised rubber (excluding endless transmission belts of ... 3630
25 ‘240110 Tobacco, unstemmed or unstripped 3339
26 ‘960720 Parts of slide fasteners 3051
27 ‘340120 Soap in the form of flakes, granules, powder, paste or in aqueous solution 3006
28 ‘550953 Yarn containing predominantly, but < 85% polyester staple fibres by weight, mixed principally ... 2922
29 ‘401519 Gloves, mittens and mitts, of vulcanised rubber (excluding surgical gloves) 2896
30 ‘551311 Plain woven fabrics containing predominantly, but < 85% polyester staple fibres by weight, ... 2599
Sumber: Trade Map (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Dari daftar produk potensial yang diperoleh terdapat beberapa
sektor transportasi (sparepart kendaraan), produk tekstil, produk
kayu, produk elektrik serta beberapa produk lainnya yang
dapat dijadikan produk ekspor potensial Indonesia ke Tunisia.
Berdasarkan pada data tersebut, jenis produk potensial masih
didominasi oleh produk bahan baku penolong. Mengingat sektor
industri merupakan penggerak ekonomi terbesar kedua setelah
jasa di Tunisia, maka produk-produk ini akan memberikan
dampak yang baik bagi Tunisia.
Penutup
Pemerintah saat ini terus menggenjot potensi ekspor
Indonesia ke negara-negara non tradisional. Melalui kunjungan
Menteri Perdagangan ke beberapa negara Afrika, seperti Tunisia
dan Maroko pada bulan Juni 2018, mengindikasikan bahwa
Afrika merupakan kawasan potensial bagi sejumlah produk
ekspor Indonesia. Pemerintah Indonesia sangat concern untuk
menjadikan Tunisia sebagai Hub bagi produk Indonesia di Afrika
bagian utara. Kedekatan geografis Tunisia dengan Eropa dan
Timur Tengah menjadikan Tunisia sebagai pangsa pasar yang
potensial bagi Indonesia. Skema kerja sama PTA dianggap
merupakan bentuk yang dimungkinkan bagi kedua negara
sebagai bentuk keseriusan Indonesia untuk menjalin kerja sama
Indonesia dengan negara Tunisia.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 17
POTENSI PASAR INDONESIA DI YORDANIA
Fitri Tri Budiarti
Pemerintah Republik Indonesia sedang aktif melakukan upaya
untuk peningkatan akses pasar dengan melakukan pendekatan
melalui perjanjian kerja sama perdagangan dengan beberapa
negara mitra dagang. Aksesi pasar dilakukan untuk mendorong
ekspor nasional ke beberapa pasar baru bagi produk Indonesia
dan sekaligus sebagai hub untuk negara-negara di sekelilingnya
sehingga jangkauan produk Indonesia bisa menjadi lebih luas.
Pemerintah Indonesia juga sedang menjajaki kemungkinan
kerja sama perdagangan dengan negara mitra non tradisional.
Negara non tradisional adalah negara yang bukan merupakan
negara mitra utama Indonesia akan tetapi mempunyai potensi
perdagangan yang dapat memberikan dampak positif bagi
perdagangan Indonesia. Chile dan Pakistan merupakan dua
negara non tradisional yang telah melakukan kerja sama
perdagangan dengan Indonesia. Untuk selanjutnya, Indonesia
akan menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Bangladesh,
Maroko, Turki, Mozambik , Peru, Sri Lanka, Eurasia, dan Yordania.
Salah satu negara di kawasan Timur Tengah yang potensial
bagi Indonesia untuk melakukan kerja sama adalah Yordania.
Yordania menjadi penting bagi Indonesia karena Yordania dapat
menjadi hub bagi produk Indonesia ke negara-negara di kawasan
tersebut dan juga hub bagi negara-negara yang telah melakukan
FTA dengan Yordania. Beberapa kerja sama yang telah dijalin
Yordania, antara lain Agadir Agreement, Canada - Yordania,
EFTA - Yordania, EU - Yordania, Yordania - Singapura, Pan-Arab
Free Trade Area (PAFTA), Turki - Yordania, Amerika Serikat –
Yordania.
Profil Yordania
Yordania merupakan negara yang terletak di Asia Barat Daya
yang berbatasan langsung dengan Arab Saudi di barat laut,
Suriah di Selatan, Israel di sebelah timur dan tepi barat. Yordania
masuk ke dalam kawasan Timur Tengah dengan luas wilayah
91.880 kilometer persegi.
18 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Tabel 1. Indikator Makroekonomi
Indonesia – Yordania (USD Juta)
INDIKATOR MAKROEKONOMI INDONESIA YORDANIA
PDB, Harga Berlaku (USD Miliar) 1.015,4 40,4
PDB Per Kapita (USD) 3.875 5.677
Inflasi, Rata-rata Harga Konsumen (%) 3,8 3,3
Populasi (Juta) 261,9 7,1
Sumber: IMF (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2017 Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai USD 1 triliun
sementara Yordania hanya sebesar USD 40,4 Miliar. Jumlah
populasi Indonesia ditahun 2017 berjumlah 261,9 juta jiwa dan
memiliki PDB per kapita penduduk mencapai USD 3.875 per
tahun. Sementara ditahun yang sama jumlah populasi Yordania
berjumlah 7,1 juta jiwa dan memiliki PDB per kapita sebesar
USD 5.677 per tahun. Tingkat inflasi Yordania sebesar 3,3%
sementara inflasi Indonesia sebesar 3,8%.
Perkembangan Perdagangan Indonesia-Yordania
Perdagangan Indonesia dan Yordania mempunyai nilai yang
cukup besar. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2017,
total perdagangan Indonesia dan Yordania mencapai USD 293,1
Juta. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu periode 2013 -
2017, perdagangan kedua negara menunjukkan tren penurunan
sebesar 10,8% per tahun. Ekspor Indonesia ke Yordania
selama periode 2013 - 2017 berasal dari sektor non migas. Nilai
perdagangan pada sektor ini fluktuatif dan dapat terlihat dari nilai
ekspor lima tahun terakhir yang mengalami penurunan sebesar
12,8% per tahun. Pencapaian ekspor Indonesia yang tertinggi
terjadi pada tahun 2013 dengan nilai mencapai USD 159,3 Juta.
Pada tahun 2017, ekspor non migas Indonesia ke Yordania turun
Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia – Yordania (USD Juta)
Uraian USD Juta Tren(%) Perub.(%)
2013 2014 2015 2016 2017 2013-2017 2017/2016
Total Perdagangan 475,1 305,2 256,0 256,0 293,1 -10,8 14,5 Migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Non Migas 475,1 305,2 256,0 256,0 293,1 -10,8 14,5Ekspor 159,3 152,6 95,2 90,2 104,6 -12,8 15,9 Migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Non Migas 159,3 152,6 95,2 90,2 104,6 -12,8 15,9Impor 315,8 152,5 160,8 165,8 188,6 -9,0 13,7 Migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Non Migas 315,8 152,5 160,8 165,8 188,6 -9,0 13,7Neraca Perdagangan -156,4 0,1 -65,5 -75,6 -84,0 11,1 Migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Non Migas -156,4 0,1 -65,5 -75,6 -84,0 11,1
Sumber: BPS (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
menjadi USD 104,6 juta. Nilai tersebut lebih baik jika dibandingkan
dengan ekspor tahun 2016 dengan nilai sebesar USD 90,2 juta.
Impor Indonesia dari Yordania hampir sama dengan ekspor
yang seluruhnya berasal dari sektor non migas. Impor Indonesia
dari Yordania mengalami peningkatan sebesar 13,7% dari USD
165,8 juta pada tahun 2016 menjadi USD 188,6 juta pada tahun
2017. Kinerja neraca perdagangan Indonesia dengan Yordania
selama periode lima tahun terakhir cenderung mengalami defisit,
kecuali tahun 2014 dengan tren defisit perdagangan yang
semakin membesar dalam 3 tahun terakhir (Tabel 2).
Produk Ekspor Utama Indonesia Ke Yordania
Indonesia berada di posisi ke-31 sebagai negara asal impor
Yordania. Nilai impor Yordania pada tahun 2017 tercatat sebesar
USD 116 juta meningkat 9% dari impor tahun sebelumnya
sebesar USD 106 juta. Indonesia baru memiliki pangsa sebesar
0,6% dari keseluruhan impor Yordania dari dunia. Impor Yordania
dari dunia tercatat sebesar USD 20,4 miliar. Sementara itu,
posisi Yordania sebagai nagara tujuan ekspor Indonesia baru
menempati peringkat ke-67 di tahun 2017, dengan pangsa
ekspor sebesar 0,1% dari total ekspor Indonesia ke dunia.
Nilai ekspor produk Indonesia ke Yordania pada tahun 2017
sebesar USD 104,6 juta. Dari total nilai ekspor tersebut, sebanyak
USD 88,3 juta berasal dari ekspor 20 produk utama dengan
pangsa pasar kurang lebih 84,4% dari total nilai ekspor Indonesia
ke Yordania. Produk ekspor utama Indonesia ke Yordania antara
lain laminated wood (HS: 441294) dan palm oil and its fractions
(HS:151190) yang nilai ekspornya di tahun 2017 masing-masing
mencapai USD 35,4 Juta dan USD 11,5 Juta. Ekspor kedua
produk tersebut pada tahun 2017 mencapai 44,8% dari total
ekspor Indonesia ke Yordania. Selain itu , produk lain yang juga
menjadi andalan ekspor Indonesia adalah wood charcoal (HS:
440290), pasta (HS: 190230), tuna, skipjack (HS:160414).
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 19
Tabel 3. Produk Utama Ekspor Indonesia ke Yordania (USD Juta)
No HS Deskripsi Nilai Ekspor Indonesia Tren Ekspor
2017 (USD Juta) 2013-2017 (%)
1 ‘441294 Laminated wood as blockboard, laminboard or battenboard (excluding of bamboo, plywood consisting ... 35.41 -3.02 ‘151190 Palm oil and its fractions, whether or not refined (excluding chemically modified and crude) 11.48 -2.03 ‘440290 Wood charcoal, incl. shell or nut charcoal, whether or not agglomerated (excluding bamboo charcoal, ... 6.22 99.04 ‘190230 Pasta, cooked or otherwise prepared (excluding stuffed) 5.34 -18.05 ‘160414 Prepared or preserved tunas, skipjack and Atlantic bonito, whole or in pieces (excluding minced) 4.76 -14.06 ‘600490 Knitted or crocheted fabrics, of a width of > 30 cm, containing >= 5% by weight elastomeric ... 3.38 7 ‘281410 Anhydrous ammonia 2.61 8 ‘401110 New pneumatic tyres, of rubber, of a kind used for motor cars, incl. station wagons and racing ... 2.09 -30.09 ‘290545 Glycerol 2.04 3.010 ‘200811 Groundnuts, prepared or preserved (excluding preserved with sugar) 1.98 3.011 ‘480300 Toilet or facial tissue stock, towel or napkin stock and similar paper for household or sanitary ... 1.95 92.012 ‘730820 Towers and lattice masts, of iron or steel 1.68 13 ‘210111 Extracts, essences and concentrates, of coffee 1.63 68.014 ‘340111 Soap and organic surface-active products and preparations, in the form of bars, cakes, moulded ... 1.59 -24.015 ‘151790 Edible mixtures or preparations of animal or vegetable fats or oils and edible fractions of ... 1.56 -9.016 ‘292241 Lysine and its esters; salts thereof 1.02 -4.017 ‘340120 Soap in the form of flakes, granules, powder, paste or in aqueous solution 0.96 21.018 ‘170490 Sugar confectionery not containing cocoa, incl. white chocolate (excluding chewing gum) 0.89 21.019 ‘870322 Motor cars and other motor vehicles principally designed for the transport of persons, incl. ... 0.88 26.020 ‘441114 Medium density fibreboard “MDF” of wood, of a thickness > 9 mm 0.87 -16
Sub Total 88.34 -10.2 Lain-lain 16.28 -35.9 Total 104.62 -19.6
Sumber: Trade Map (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Posisi Yordania Sebagai Negara Asal Impor Indonesia dari
Dunia
Yordania menempati peringkat ke 42 sebagai negara asal
impor Indonesia pada tahun 2017 dengan total nilai impor
sebesar USD 349 juta atau setara dengan 0,2% dari total impor
Indonesia. Impor Indonesia dari Yordania cenderung mengalami
pertumbuhan sebesar 2,9% sepanjang tahun 2013-2017.
Produk impor non migas utama yang paling banyak diimpor
Indonesia dari Yordania adalah Natural calcium phosphates (HS:
251020) dengan nilai impor USD 276,43 juta, potassium chloride
(HS: 310420) dengan nilai impor USD 58,46 Juta dan Vessels
for the transport (HS: 890190) dengan nilai impor mencapai USD
6,43 Juta.
20 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Tabel 4. Produk Utama Impor Indonesia dari Yordania (USD Juta)
No HS Deskripsi Nilai Impor Indonesia Tren Impor
2017 (USD Juta) 2013-2017 (%)
1 ‘251020 Natural calcium phosphates and natural aluminium calcium phosphates, natural and phosphatic ... 276.432 2 ‘310420 Potassium chloride for use as fertiliser (excluding that in tablets or similar forms, or in ... 58.462 -23.13 ‘890190 Vessels for the transport of goods and vessels for the transport of both persons and goods ... 6.425 4 ‘470710 Recovered “waste and scrap” paper or paperboard of unbleached kraft paper, corrugated paper ... 3.836 98.45 ‘310390 Mineral or chemical phosphatic fertilisers (excluding superphosphates, those in pellet or similar ... 1.307 6 ‘851762 Machines for the reception, conversion and transmission or regeneration of voice, images or ... 0.995 7 ‘290723 4,4’-Isopropylidenediphenol “bisphenol A, diphenylolpropane” and its salts 0.411 -27.78 ‘610990 T-shirts, singlets and other vests of textile materials, knitted or crocheted (excluding cotton) 0.407 9 ‘740400 Waste and scrap, of copper (excluding ingots or other similar unwrought shapes, of remelted ... 0.121 10 ‘470730 Recovered “waste and scrap” paper or paperboard made mainly of mechanical pulp, e.g. newspapers, ... 0.089 -16.911 ‘281520 Potassium hydroxide “caustic potash” 0.076 -44.112 ‘610463 Women’s or girls’ trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts of synthetic fibres, ... 0.071 13 ‘731010 Tanks, casks, drums, cans, boxes and similar containers, of iron or steel, for any material, ... 0.054 14 ‘310590 Mineral or chemical fertilisers containing the two fertilising elements nitrogen and potassium ... 0.04 15 ‘160414 Prepared or preserved tunas, skipjack and Atlantic bonito, whole or in pieces (excluding minced) 0.031 16 ‘610343 Men’s or boys’ trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts of synthetic fibres, knitted ... 0.023 17 ‘300420 Medicaments containing antibiotics, put up in measured doses “incl. those in the form of transdermal ... 0.022 18 ‘610520 Men’s or boys’ shirts of man-made fibres, knitted or crocheted (excluding nightshirts, T-shirts, ... 0.02 19 ‘841582 Air conditioning machines incorporating a refrigerating unit but without a valve for reversal ... 0.017 20 ‘620343 Men’s or boys’ trousers, bib and brace overalls, breeches and shorts of synthetic fibres (excluding ... 0.016
Sub Total 348.85 Lain-lain 0.11 Total 348.96
Sumber: Trade Map (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Potensi perluasan pasar dapat dilihat dengan penghitungan
indeks perdagangan, diantaranya Trade Complementarity Index
(TCI) dan Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA).
TCI menunjukkan tingkat kesesuaian struktur impor dan ekspor
suatu negara apakah saling melengkapi (komplementer) atau
malah saling menggantikan yang menyebabkan kompetisi
(Subtitusi). TCI merupakan salah satu alat analisis dalam
mempertimbangkan pembentukan kerja sama perdagangan
dengan negara mitra. Gambar 1 menunjukkan TCI antara
Indonesia dan Yordania.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 21
34
Gambar 1. Trade Complementarity Index Indonesia-Yordania
Sumber: Trade Map (2018)
Berdasarkan Gambar 1, tingkat kesesuaian struktur ekspor Yordania terhadap struktur
impor Indonesia lebih rendah dibandingkan struktur ekspor Indonesia terhadap struktur impor
Yordania. Hal ini menunjukkan Indonesia memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memenuhi
permintaan impor Yordania dibandingkan Yordania memenuhi permintaan impor Indonesia.
Selain TCI, indeks RSCA menjadi salah satu alat untuk melihat potensi perdagangan di
negara mitra. RSCA sendiri merupakan teknik untuk mengukur kelemahan dan keunggulan produk
perdagangan suatu negara.
Tabel 5. Revealed Symmetric Comparative Advantage
Sector RSCA Indonesia Relative to RSCA Jordan Relative to Jordan Global Indonesia Global
Animal and animal product 0.12 -0.04 -0.12 -0.16 Vegetable products 0.76 0.65 -0.76 -0.22 Foodstuffs 0.66 0.09 -0.66 -0.61 Mineral products 0.33 0.32 -0.33 -0.01 Chemical and allied industries -0.38 -0.10 0.38 0.29 Plastics/rubber 0.25 0.15 -0.25 -0.10 Raw hides, skins, leather & furs -0.75 -0.34 0.75 0.55 Wood and wooden products -0.51 0.46 0.51 0.79 Textile -0.12 0.25 0.12 0.36 Footwear/headgear 0.46 0.54 -0.46 0.12
23.2 22.6 24.4 24.45 23.45
18.09 15.90 15.99
14.92 14.50
-
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
2013 2012 2013 2016 2017
Complementarity between Indonesia Export to Jordan Import
Complementarity between Jordan Export to Indonesia Import
Gambar 1. Trade Complementarity Index Indonesia-YordaniaSumber: Trade Map (2018)
Berdasarkan Gambar 1, tingkat kesesuaian struktur ekspor
Yordania terhadap struktur impor Indonesia lebih rendah
dibandingkan struktur ekspor Indonesia terhadap struktur impor
Yordania. Hal ini menunjukkan Indonesia memiliki kemampuan
yang lebih baik untuk memenuhi permintaan impor Yordania
dibandingkan Yordania memenuhi permintaan impor Indonesia.
Selain TCI, indeks RSCA menjadi salah satu alat untuk melihat
potensi perdagangan di negara mitra. RSCA sendiri merupakan
teknik untuk mengukur kelemahan dan keunggulan produk
perdagangan suatu negara.
Tabel 5. Revealed Symmetric Comparative
Advantage
Sector RSCA Indonesia RSCA Jordan Relative to Relative to
Jordan Global Indonesia Global
Animal and animal product 0.12 -0.04 -0.12 -0.16
Vegetable products 0.76 0.65 -0.76 -0.22
Foodstuffs 0.66 0.09 -0.66 -0.61
Mineral products 0.33 0.32 -0.33 -0.01
Chemical and allied industries -0.38 -0.10 0.38 0.29
Plastics/rubber 0.25 0.15 -0.25 -0.10
Raw hides, skins, leather & furs -0.75 -0.34 0.75 0.55
Wood and wooden products -0.51 0.46 0.51 0.79
Textile -0.12 0.25 0.12 0.36
Footwear/headgear 0.46 0.54 -0.46 0.12
Stone/glass 0.50 -0.09 -0.50 -0.57
Metals -0.30 -0.34 0.30 -0.05
Machinery/electrical 0.07 -0.50 -0.07 -0.55
Transportation -0.27 -0.49 0.27 -0.25
Miscellaneous -0.41 -0.54 0.41 -0.16
Explanatory Note
Maximum Value of RSCA 1.00
Minimum Value of RSCA -1.00
Critical Point Comparative Advantage =>0
Sumber: Trade Map (2017), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Hasil penghitungan RSCA pada Tabel 5 menyimpulkan
bahwa Produk Indonesia yang memiliki daya saing di pasar global
di antaranya adalah vegetable products; foodstuffs; mineral
products; plastics/rubber; wood and wood products; textile; dan
footwear/headgear. Sedangkan produk Yordania yang memilliki
daya saing di pasar global adalah chemical and allied industries;
raw hides, skins, leather and furs; wood and wooden products;
textile; footwear/headgear. Dapat disimpulkan secara relatif
Indonesia memiliki keunggulan yang lebih baik dari Yordania yaitu
pada produk vegetable products; foodstuffs; mineral products;
plastics/rubber; dan footwear/headgear.
RSCA bilateral antara Indonesia dan Yordania menunjukkan
bahwa Indonesia unggul pada sektor animal and animal product;
vegetable products; foodstuffs; mineral products; plastics/
rubber; footwear/headgear; stone/glass; dan machinery/
electrical, sedangkan Yordania memiliki daya saing relatif di pasar
Indonesia untuk sektor chemical and allied industries; raw hides,
skins, leather and furs; wood and wooden products; textile;
metals; transportations; dan miscellaneous.
Perdagangan Indonesia dengan Yordania mempunyai
potensi untuk dikembangkan dengan melihat Yordania yang
dapat menjadi hub bagi produk Indonesia ke negara-negara di
kawasan tersebut dan juga hub bagi negara-negara yang telah
melakukan FTA dengan Yordania. Selain itu, nilai perdagangan
yang cukup besar membuat Yordania potensial sebagai salah
satu negara tujuan kerja sama perdagangan. Kinerja ekspor
Indonesia ke Yordania pada tahun 2017 cukup tinggi sebesar
USD 104,6 juta dengan produk ekspor unggulan laminated wood
(HS: 441294) dan palm oil and its fractions (HS:151190) dengan
pangsa mencapai 44,8% dari total ekspor Indonesia ke Yordania.
Selain itu, wood charcoal (HS: 440290), pasta (HS: 190230),
tuna, skipjack (HS:160414) juga menjadi produk ekspor unggulan
Indonesia ke Yordania.
22 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
MASIH MENARIKKAH TARIF PREFERENSI BAGI
IMPOR?Hasni
Indonesia masih membutuhkan berbagai produk impor
terutama untuk bahan baku dan barang modal bagi peningkatan
industri dan perekonomian nasional. Oleh karena itu peningkatan
kerja sama perdagangan dengan negara mitra baik bilateral
maupun regional masih dibutuhkan oleh pelaku usaha dalam
negeri untuk memperoleh akses produk impor yang berkualitas
dengan harga terjangkau.
Tulisan ini menjelaskan kinerja impor yang memanfaatkan tarif
preferensi, secara ringkas sub bab yang dibahas adalah perkembangan
impor secara umum, perkembangan impor berdasarkan skema
preferensi kerja sama perdagangan, serta kendala dan langkah dalam
mendorong impor yang memanfaatkan tarif preferensi.
masih didominasi produk non migas, terutama dari sektor industri
yang memberikan kontribusi 77,2% terhadap total nilai impor
tahun 2017. Secara total, impor non migas mendominasi dengan
pangsa 84,5%, sedangkan impor migas mencapai 15,5% pada
tahun 2017.
Seiring dengan meningkatnya kesepakatan dagang Indonesia
dengan negara mitra baik bilateral maupun regional, maka diharapkan
terjadi peningkatan pemanfaatan impor dengan menggunakan
fasilitas preferensi oleh pelaku usaha nasional. Terdapat tujuh jenis
tarif preferensi yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha yaitu:
(1) Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement/IJEPA,
(2) ASEAN-China Free Trade Agreement /ACFTA, (3) ASEAN-
Tabel 1. Perkembangan Impor Indonesia 2013-2018
36
MASIH MENARIKKAH TARIF PREFERENSI BAGI IMPOR?
Hasni
Indonesia masih membutuhkan berbagai produk impor terutama untuk bahan baku dan
barang modal bagi peningkatan industri dan perekonomian nasional. Oleh karena itu peningkatan
kerja sama perdagangan dengan negara mitra baik bilateral maupun regional masih dibutuhkan
oleh pelaku usaha dalam negeri untuk memperoleh akses produk impor yang berkualitas dengan
harga terjangkau.
Tulisan ini menjelaskan kinerja impor yang memanfaatkan tarif preferensi, secara ringkas
sub bab yang dibahas adalah perkembangan impor secara umum, perkembangan impor
berdasarkan skema preferensi kerja sama perdagangan, serta kendala dan langkah dalam
mendorong impor yang memanfaatkan tarif preferensi.
Selama kurun waktu lima tahun terakhir (2013-2017) total impor mengalami
pertumbuhan negatif rata-rata 6,0% per tahun, impor migas tumbuh negatif rata-rata 18,8% per
tahun. Kondisi yang sama juga dialami impor non migas yang tumbuh negatif 2,7% per tahun.
Dari Tabel 1 memperlihatkan bahwa pangsa impor Indonesia masih didominasi produk
non migas, terutama dari sektor industri yang memberikan kontribusi 77,2% terhadap total nilai
impor tahun 2017. Secara total, impor non migas mendominasi dengan pangsa 84,5%, sedangkan
impor migas mencapai 15,5% pada tahun 2017.
Tabel 1. Perkembangan Impor Indonesia 2013-2018
URAIAN
Nilai : USD Juta Perub. (%)
2018/17
Trend (%)
2013-2017
Share (%) thd Total 2017
Share (%) thd Non Migas 2017
2013 2014 2015 2016 2017 Jan-Apr 2017
Jan-Apr 2018
TOTAL IMPOR 186 628,7 178 178,8 142 694,8 135 652,9 156 985,6 48 567,0 60 120,8 23,8 -6,0 100,0
MIGAS 45 266,4 43 459,9 24 613,2 18 739,3 24 316,0 8 224,9 9 061,2 10,2 -18,8 15,5
Minyak Mentah 13 585,8 13 072,4 8 063,3 6 730,6 7 063,6 2 076,8 3 153,7 51,9 - 17,9 4,5
Hasil Minyak 28 567,6 27 362,5 14 536,9 10 339,8 14 528,4 5 228,0 5 021,1 - 4,0 - 20,7 9,3
Gas 3 113,0 3 025,0 2 013,0 1 668,9 2 724,0 920,1 886,5 - 3,7 - 8,3 1,7
NON MIGAS 141 362,3 134 718,9 118 081,6 116 913,6 132 669,5 40 342,1 51 059,6 26,6 - 2,7 84,5 100,0
Pertanian 8 657,5 9 346,9 7 685,1 7 966,9 9 432,8 2 972,4 3 103,4 4,4 0,1 6,0 7,1
Industri 131 400,7 123 826,4 108 905,4 107 565,6 121 221,8 36 757,5 47 033,3 28,0 - 3,0 77,2 91,4
Pertambangan 1 277,5 1 515,0 1 469,1 1 352,7 1 924,4 585,6 877,4 49,8 7,3 1,2 1,5
Lainnya 26,6 30,6 22,1 28,4 90,6 26,6 45,5 70,7 26,8 0,1 0,1
Sumber: BPS (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag Sumber: BPS (2018), diolah Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag
Selama kurun waktu lima tahun terakhir (2013-2017) total impor
mengalami pertumbuhan negatif rata-rata 6,0% per tahun, impor
migas tumbuh negatif rata-rata 18,8% per tahun. Kondisi yang sama
juga dialami impor non migas yang tumbuh negatif 2,7% per tahun.
Dari Tabel 1 memperlihatkan bahwa pangsa impor Indonesia
Korea Free Trade Agreement/AKFTA, (4) ASEAN-India Free Trade
Agreement/AIFTA, (5) ASEAN Australia New Zealand Free Trade
Agreement/AANZFTA, (6) Common Effective Preferential Tariff
Scheme/ASEAN Trade in Goods Agreement (CEPT/ATIGA), (7)
Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement/IP-PTA.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 23
Selama kurun waktu 2013-2018 nilai dan volume total impor
Indonesia mengalami perkembangan yang fluktuatif (Gambar 1).
Dari Gambar 1 terlihat bahwa nilai impor yang memanfaatkan
preferensi kerja sama perdagangan pada tahun 2015 menurun
dibandingkan tahun 2014. Demikian juga dengan nilai impor pada
tahun 2016 yang juga lebih rendah dibanding tahun 2015. Namun
pada tahun 2017 nilai impor preferensi lebih unggul dibanding
tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu dari sisi preferensi
impor, selama periode 2013-2018 (Januari-April) nilai impor
berdasarkan preferensi kerja sama perdagangan didominasi oleh
ACFTA dan CEPT/ATIGA.
Gambar 1. Perkembangan Nilai dan Volume Impor Berdasarkan
Preferensi Kerja Sama Perdagangan Indonesia 2013-2018Sumber: BPS (2018), diolah Sumber: BPS (2018), diolah
Jika dibandingkan diantara tujuh jenis preferensi impor, terlihat
bahwa impor dengan preferensi CEPT/ATIGA memiliki pangsa
terbesar pada periode 2013-2015. Sementara pada periode
2016 - 2018, pangsa impor dengan preferensi ACFTA lebih besar
dibanding CEPT/ATIGA dan preferensi lainnya (Gambar 2).
24 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
38
Jika dibandingkan diantara tujuh jenis preferensi impor, terlihat bahwa impor dengan
preferensi CEPT/ATIGA memiliki pangsa terbesar pada periode 2013-2015. Sementara pada
periode 2016 - 2018, pangsa impor dengan preferensi ACFTA lebih besar dibanding CEPT/ATIGA
dan preferensi lainnya (Gambar 2).
Gambar 2. Proporsi Nilai Impor Berdasarkan Preferensi Kerja Sama Perdagangan
Sumber: BPS (2018), diolah
Gambar 2, menunjukkan perkembangan bahwa nilai impor selama periode 2013 - 2018
(Januari-April) berdasarkan preferensi kerja sama perdagangan didominasi oleh ACFTA dan
CEPT/ATIGA. Nilai impor dengan menggunakan preferensi kerja sama perdagangan ACFTA
tertinggi terjadi pada tahun 2017 dengan nilai mencapai USD 14,4 miliar. Sementara nilai impor
Gambar 2. Proporsi Nilai Impor Berdasarkan Preferensi
Kerja Sama PerdaganganSumber: BPS (2018), diolah
Gambar 2, menunjukkan perkembangan
bahwa nilai impor selama periode 2013 -
2018 (Januari-April) berdasarkan preferensi
kerja sama perdagangan didominasi oleh
ACFTA dan CEPT/ATIGA. Nilai impor
dengan menggunakan preferensi kerja sama
perdagangan ACFTA tertinggi terjadi pada
tahun 2017 dengan nilai mencapai USD 14,4
miliar. Sementara nilai impor tertinggi yang
memanfaatkan skema CEPT/ATIGA terjadi
pada tahun 2013 dengan nilai sebesar USD
13,5 miliar.
Gambar 3. Perkembangan Nilai Impor Berdasarkan Preferensi
Kerja Sama Perdagangan (USD Juta)Sumber: BPS (2018), diolah
Sementara itu, impor dengan
memanfaatkan skema IJEPA terbesar terjadi
pada tahun 2013 dengan nilai mencapai USD
7,3 miliar. Sedangkan nilai impor terendah
terjadi pada skema IP-PTA dimana pada
tahun 2017 impor dengan menggunakan
skema ini sebesar USD 56 juta (Gambar 3).
Jika menggunakan indikator volume,
pada periode 2013-2017 impor melalui
CEPT/ATIGA selalu lebih unggul dibanding
preferensi lainnya. Namun pada 2018
(Januari-April), terlihat volume impor dengan
skema ACFTA lebih unggul dibanding CEPT/
ATIGA. Volume impor dengan menggunakan
preferensi kerja sama perdagangan CEPT/
ATIGA tertinggi terjadi pada tahun 2017
dengan volume mencapai 9,7 juta ton.
Demikian juga, volume impor tertinggi yang
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 25
Gambar 4. Perkembangan Volume Impor Berdasarkan
Preferensi Kerja Sama Perdagangan (Ribu Ton)Sumber: BPS (2018), diolah
Gambar 5. Utilisasi Nilai Impor Total yang
Menggunakan Preferensi Kerja
Sama Perdagangan (%)Sumber: BPS (2018), diolah
Dari sisi volume, utilitas impor preferensi juga mengalami
kecenderungan yang meningkat. Meskipun di tahun 2016
utilitas volume sempat mengalami penurunan. Pada tahun 2013
utilisasi nilai impor preferensi baru mencapai 14,0% terhadap
volume impor total, sedangkan pada tahun 2017 naik menjadi
15,8%. Sementara itu, data terakhir pada periode Januari-April
2018 menunjukkan utilisasi impor preferensi naik menjadi 18,8%
(Gambar 6).
Dari setiap preferensi kerja sama perdagangan menunjukkan
persentase utilitas nilai impor yang berbeda. Dimana preferensi
dengan menggunakan ACFTA dan CEPT/ATIGA memiliki
persentase utilitas yang paling tinggi dibanding preferensi yang
lain. Pada tahun 2013 utilitas nilai impor tertinggi dari preferensi
CEPT/ATIGA yang mencapai 7,26%. Sementara pada Januari-
April 2018 jenis preferensi yang mengalami utilisasi nilai impor
yang terbesar terjadi pada skema preferensi ACFTA (Gambar 7).
Gambar 6. Utilisasi Volume Impor Total
yang Menggunakan Preferensi
Kerja Sama Perdagangan (%)Sumber: BPS (2018), diolah
memanfaatkan skema ACFTA terjadi
pada tahun 2017 dengan volume hampir
mencapai 9 juta ton (Gambar 4).
Berdasarkan data yang dirilis oleh
BPS tersebut juga dapat dihitung utilitas
impor menggunakan preferensi kerja
sama perdagangan, baik nilai maupun
volume. Jika dilihat dari perkembangan
nilai impor menggunakan preferensi,
terlihat ada kecenderungan mengalami
peningkatan, dimana pada tahun 2013
utilisasi nilai impor preferensi baru
mencapai 19% terhadap nilai impor
total, sedangkan pada tahun 2017 naik
menjadi 24,0%. Bahkan pada periode
Januari-April 2018 utilisasi nilai impor
preferensi semakin meningkat menjadi
26,5% (Gambar 5).
Demikian juga dengan utilisasi volume impor, persentase
utilisasi masing-masing preferensi tidak jauh berbeda dengan
utilisasi nilai. Dimana utilisasi volume juga didominasi oleh jenis
preferensi ACFTA dan CEPT/ATIGA. Pemanfaatan preferensi
ACFTA dan CEPT/ATIGA lebih dominan diperkirakan karena
harga yang lebih terjangkau dan jenis produk impor yang
dibutuhkan Indonesia sesuai dengan yang diproduksi oleh
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan negara-negara ASEAN.
Pada tahun 2013 utilisasi volume terbesar adalah dengan
menggunakan preferensi CEPT/ATIGA dengan utilisasi 5,97%
terhadap total impor. Sementara pada tahun 2018 (Januari-April)
utilisasi volume terbesar terjadi pada preferensi ACFTA dengan
utilisasi mencapai 7,59% dari total impor pada periode tersebut
(Gambar 8).
Penelitian yang dilakukan oleh Ing, Urata & Fukunaga
(2016) berdasarkan estimasi laba diperoleh kesimpulan dari
630 perusahaan yang disurvey di ASEAN pada tahun 2013,
26 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Gambar 8. Utilisasi Volume Impor Berdasarkan Preferensi
Kerja Sama Perdagangan (%)Sumber: BPS (2018), diolah
Gambar 7. Utilisasi Nilai Impor Berdasarkan Preferensi Kerja
Sama Perdagangan (%)Sumber: BPS 2018, diolah.
menunjukkan bahwa peningkatan 1% pangsa ekspor dalam
total penjualan akan meningkatkan pemanfaatan FTA sebesar
0,2%. Selanjutnya peningkatan 1% pangsa impor dari total input
mengurangi kemungkinan pemanfaatan FTA sebesar 0,4%.
Sementara penelitian Taraton et. al. (2008) mengungkapkan
bahwa utilisasi FTA Thailand di ekspor sektor pertanian tahun
2006, paling banyak diperoleh dari kerja sama ASEAN-China
of Origin (COO) oleh eksportir,
diantaranya sering terjadi;
• Perbedaan persepsi dalam
menginput kode HS barang
• Perbedaan persepsi dalam
mengisi kolom-kolom yang
terdapat dalam form COO
secara keseluruhan
Dalam upaya mendorong
peningkatan pemanfaatan
tarif preferensi impor oleh
pelaku usaha perlu dilakukan
sosialisasi yang lebih luas kepada
pelaku usaha yang melakukan
importasi agar memanfaatkan
tarif preferensi bea masuk atas
produk impor. Selain itu perlu
mengedukasi pelaku usaha
yang melakukan importasi untuk
memastikan bahwa pengisian
form COO oleh eksportir
sesuai ketentuan yang berlaku,
untuk menghindari penolakan
pemanfaatan tarif preferensi bea masuk dari otoritas di Indonesia.
Mengingat besarnya manfaat yang dirasakan oleh pelaku usaha
atau importir dalam menggunakan tarif preferensi impor, perlu
dilakukan evaluasi dan monitoring pemanfaatan tarif preferensi
bea masuk impor di lapangan melalui form laporan rutin/reguler
dari pelaku usaha yang melakukan importasi.
(ACFTA) dengan utilisasi 91,65%,
sedangkan FTA dengan Australia
dalam Thailand¬-Australia FTA (TAFTA)
utilisasinya mencapai 82,06%. Selain
itu, utilisasi dengan sesama negara
ASEAN (AFTA) mencapai 39,90%,
sedangkan kerja sama dengan India
dalam Thailand-India FTA (TIFTA)
utilisasinya sebesar 14,80%.
Kendala dan Langkah Mendorong
Penggunaan Preferensi Impor
Dari hasil survei lapangan diperoleh
informasi, kendala yang dihadapi oleh
pelaku usaha atau importir dalam
pemanfaatan tarif preferensi impor
adalah pengisian form Certificate
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 27
TINJAUAN PERDAGANGAN
BERTAHAN DARI ANCAMAN KEBIJAKAN TRADE REMEDYWayan R. Susila & Ayu Saputri
Kekalahan Indonesia dalam beberapa kasus trade remedy
dan kemungkinan peningkatan jumlah kasus yang akan dihadapai
Indonesia, berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.
Indonesia memiliki dua opsi kebijakan menghadapi situasi ini yaitu
berjuang memenangkan kasus trade remedy secara maksimal
atau memanfaatkan momentum ini untuk merumuskan kebijakan
ekspor yang lebih komprehensif dan objektif.
Kasus Trade Remedy Indonesia Diperkirakan Meningkat
Ketika instrumen kebijakan tarif sudah mulai kurang efektif,
maka kebijakan non-tariff yang secara umum dikenal sebagai
non-tariff measures (NTMs) penggunaannya terus meningkat.
Sejalan dengan berbagai kesepakatan yang bersifat bilateral,
regional, dan multi-lateral, tingkat pengenaan tarif terus menurun
baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang.
Berdasarkan data dari World Bank yang dikutip dari laporan CBI
(2018), jika pada tahun 1980-an, rata-rata tarif impor adalah
sekitar 30%, maka pada tahun 2010-an tingkat tarif impor dunia
rata-rata sekitar 10%. Sebaliknya, tingkat penggunaan berbagai
NTMs terus meningkat dengan tajam. Sebagai ilustrasi, jika
pada tahun 1990 jumlah inisiasi NTMs dan NTMs yang sedang
berjalan mencapai 822 kasus, maka pada tahun 2017, kasusnya
meningkat menjadi 3.847 kasus, atau mengalami peningkatan
hampur 400% (ITIP WTO, 2018).
Salah satu bentuk NTMs yang mulai menghambat laju
ekspor Indonesia adalah kebijakan trade remedy (pemulihan
perdagangan) seperti anti-dumping, countervailing duty (CVD)
terkait dengan tuduhan subsidi, dan tindakan safeguard. Kebijakan
trade remedy adalah tindakan-tindakan (measures) yang diambil
oleh suatu negara karena adanya kerugian yang cukup signifikan
(material injury) yang diderita industri dalam negeri sebagai akibat
dari tekanan atau lonjakan produk impor. Pada dasarnya, trade
remedy adalah upaya pemerintah melindungi industri dalam
negeri karena pengaruh lonjakan produk impor. Tindakan yang
umumnya bersifat sementara itu adalah peningkatan tarif impor,
pengurangan kuota impor, atau kombinasi keduanya.
Tindakan pengamanan perdagangan secara esensi
sebenarnya bertentangan dengan ketentuan-ketentuan WTO.
Sesuai dengan Article VI of GATT 1994, WTO memberikan
pengecualian untuk tiga hal berikut yaitu:
• Ekspor dilakukan dengan dumping yaitu harga produk yang
diekspor lebih rendah dari harga normalnya di pasar dalam
negeri dimana perusahaan itu beroperasi. Dalam hal ini,
negara pengimpor dapat melakukan tindakan anti-dumping
berupa pengenaan tambahan tarif impor (bea masuk);
• Ekspor produk yang menerima subsidi yaitu negara dimana
perusahaan itu beroperasi memberikan subsidi kepada
produk yang diekspor seperti subsidi input atau kredit.
Dalam hal ini negara pengimpor dapat melakukan tindakan
anti-subsidi atau tindakan balasan (countervailing duty, CVD)
dengan melakukan kenaikan bea masuk; atau
• Negara pengimpor menghadapi lonjakan impor yang bersifat
mendadak dan menimbulkan kerugian yang nyata terhadap
industri pesaing di dalam negeri. Dalam hal ini, suatu negara
dapat menerapkan kebijakan sementara berupa safeguard
guna menahan laju peningkatan impor tersebut dengan
kenaikan bea masuk, penurunan kuota impor atau kombinasi
keduanya.
Banyak negara mulai meningkatkan penggunaan kebijakan
trade remedy untuk melindungi atau secara lebih halusnya
menyembuhkan negara tersebut dari lonjakan impor (remedy).
Akibatnya, Indonesia terkena dampaknya dimana antara tahun
1995-2017 secara keseluruhan Indonesia menghadapi kasus
trade remedy sebanyak 296 kasus. Kasus yang paling banyak
menimpa Indonesia adalah kasus dumping yang berjumlah 214
kasus (Table 1). Dari total kasus dumping tersebut, hampir
setengahnya (102) Indonesia sudah dikenakan tambahan bea
masuk anti dumping (BMAD). Sisanya sebanyak 93 kasus
dihentikan karena Indonesia tidak terbukti melakukan dumping,
sementara kasus yang masih dalam proses mencapai 19
kasus. Walaupun tidak sebanyak kasus dumping, Indonesia
juga mengalami kasus tuduhan subsidi dan dikenakan tindakan
safeguard, masing-masing sebanyak 22 dan 60 kasus sepanjang
periode 1995-2017.
Tabel 1. Perkembangan Kasus Trade
Remedy yang Dihadapi Indonesia,
1995-Agustus 2018
Status Dumping Subsidi Safeguard Total
Dikenakan 100 5 22 127
Dihentikan 103 12 36 151
Dalam Proses 20 7 7 34
223 24 65 306Sumber: Direktorat Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan (2018)
28 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Kasus-kasus yang dihadapi Indonesia dikhawatirkan akan
terus meningkat karena dua indikator utama. Pertama, ada
indikasi adanya arus balik untuk melawan gelombang liberalisasi
dan integrasi ekonomi yaitu kembali menumbuhkan semangat
inward looking demi kepentingan domestik semata. Perubahan
ini kini justru dimotori oleh Amerika Serikat (AS) yang sejak lama
dikenal sebagai pendukung globalisasi dan integrasi ekonomi.
Wacana AS untuk keluar dari Trans Pacific Partnership (TPP) yang
sebenarnya dimotori oleh AS sendiri dan perang dagang dengan
Republik Rakyat Tiongkok (RRT), adalah indikator kebijakan yang
berlawanan dengan semangat liberalisasi perdagangan. Kasus
Brexit dimana Inggris sedang dalam proses keluar dari European
Union (EU) adalah contoh lain semangat inward looking Inggris
yang lebih menekankan pada kepentingan domestik. Hal ini akan
menumbuh-suburkan kebijakan perlindungan terhadap pasar
domestik, salah satunya melalui kebijakan trade remedy karena
tarif sudah tidak lagi efektif.
Indikator kedua adalah kalahnya Indonesia dalam beberapa
kasus trade remedy seperti dalam kasus pengenaan CVD
untuk produk kertas di Amerika. Kekalahan Indonesia ini sangat
berpotensi menjadi preseden dimana negara-negara lain akan
menggunakan cara yang sama untuk menghambat ekspor
Indonesia. Untuk kasus kertas, ketika Indonesia kalah dengan
AS, beberapa negara seperti Australia dan India berpotensi untuk
menuduhkan hal yang sama dengan argumen identik dengan
yang digunakan AS.
Signifikansi Dampak Negatif Trade Remedy
Pengenaan trade remedy pada produk ekspor Indonesia
diperkirakan akan mempunyai dampak negatif yang cukup
luas baik pada kinerja ekspor, pertumbuhan ekonomi, maupun
lapangan kerja. Hal ini disebabkan komoditas Indonesia yang
menghadapi kasus trade remedy cukup bervariasi dan mencakup
beberapa sektor penting seperti perkebunan, perikanan, dan
produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Berdasarkan kajian Pusat
kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan
(2018), beberapa produk yang menghadapi kasus trade remedy
yang cukup banyak adalah ekspor produk logam (58 kasus),
produk kimia (57 kasus), produk kertas (49 kasus), TPT (40 kasus)
dan kaca (30 kasus). Sementara, salah satu produk andalan
Indonesia yaitu sawit mengalami 9 kasus. Hal ini memberi indikasi
bahwa dampak yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan trade
remedy cukup substansial.
Mengutip dari laporan yang sama, AS mengenakan CVD
sebesar 21,22% - 109,15% dan BMAD sebesar 2.1% - 17.46%
untuk uncoated paper serta CVD sebesar 17,94% dan BMAD
sebesar 20,13% untuk certain coated paper. Indonesia bahkan
menggugat AS untuk produk certain coated paper ke WTO,
namun seluruh klaim Indonesia ditolak oleh Panel sehingga
kasus ini dimenangkan oleh AS (United States - Anti-Dumping
and Countervailing Measures on Certain Coated Paper from
Indonesia – Report of the Panel).
Akibat langsung dari kebijakan ini adalah terjadinya penurunan
kinerja ekspor ke AS (Gambar 1). Sebagai contoh, tren volume
ekspor coated paper Indonesia ke AS sebelum dikenakan BMAD
& CVD (2006-2009) sebesar 27,7%, namun setelah dikenakan
BMAD & CVD (2010-2017), tren ekspor menjadi -21,2%.
Selain itu, pangsa volume ekspor coated paper ke AS sebelum
dikenakan BMAD & CVD (2006) sebesar 4%, setelah dikenakan
BMAD & CVD (2017) turun menjadi 1,4%. Hal serupa juga terjadi
pada produk uncoated paper. Tren volume ekspor uncoated
paper ke AS sebelum dikenakan BMAD & CVD (2006-2015) naik
sebesar 6,4%, namun setelah dikenakan BMAD & CVD (2016-
2017) tren ekspor mengalami penurunan sebesar 43,4%. Pangsa
volume ekspor uncoated paper sebelum dikenakan BMAD & CVD
(2006) pun cukup besar, yaitu 8,7%, namun setelah dikenakan
BMAD & CVD (2017) turun menjadi 0,9%.
Dengan kemenangan AS tersebut, dampak negatif yang
lebih besar terhadap Indonesia akan terjadi jika negara-negara
tujuan ekspor utama Indonesia lain seperti: RRT, Uni Eropa,
India, Australia, dan Korsel menerapkan kebijakan yang sama
terhadap produk kertas. Secara keseluruhan, Indonesia akan
mengalami menurunan ekspor produk kertas ke dunia sebesar
-27,97%. Dampak negatif terhadap kinerja ekspor tentunya
akan berlanjut ke indikator ekonomi lainnya seperti pelambatan
pertumbuhan industri. Sebagai ilustrasi, jika negara-negara
tersebut mengenakan kebijakan CVD secara bersamaan,
maka industri terkait diperkirakan akan mengalami pelambatan
pertumbuhan sekitar -8,57% (Pusat Pengkajian Perdagangan
Luar Negeri, 2018).
Produk berbasis Crude Palm Oil (CPO) adalah produk yang
juga mengalami tindakan trade remedy dengan sembilan kasus.
Di sisi lain, industri berbasis CPO adalah industri yang sangat
penting bagi Indonesia dengan nilai ekspor mencapai sekitar
USD 22,8 miliar pada tahun 2017. Dengan luas sekitar 14 juta ha
dan jumlah petani sawit lebih dari 5 juta petani pada tahun 2018
(Kompas, 2018), dampak negatif dari trade remedy untuk kelapa
sawit terhadap perekonomian Indonesia tentunya akan sangat
signifikan.
Bertahan atau Momentum untuk Berbenah
Mempertimbangkan dampak negatif dari pengenaan
tindakan trade remedy terhadap ekspor produk Indonesia, maka
tindakan yang paling logis adalah segera dan berjuang secara
maksimal agar Indonesia tidak terkena tindakan trade remedy.
Kalau ekspor produk Indonesia sedang menghadapi kasus trade
remedy, maka harapannya adalah Indonesia memenangkan
kasus tersebut. Dengan cara ini, di samping memenangkan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 29
49
Akibat langsung dari kebijakan ini adalah terjadinya penurunan kinerja ekspor ke AS
(Gambar 1). Sebagai contoh, tren volume ekspor coated paper Indonesia ke AS sebelum
dikenakan BMAD & CVD (2006-2009) sebesar 27,7%, namun setelah dikenakan BMAD & CVD
(2010-2017), tren ekspor menjadi -21,2%. Selain itu, pangsa volume ekspor coated paper ke AS
sebelum dikenakan BMAD & CVD (2006) sebesar 4%, setelah dikenakan BMAD & CVD (2017) turun
menjadi 1,4%. Hal serupa juga terjadi pada produk uncoated paper. Tren volume ekspor uncoated
paper ke AS sebelum dikenakan BMAD & CVD (2006-2015) naik sebesar 6,4%, namun setelah
dikenakan BMAD & CVD (2016-2017) tren ekspor mengalami penurunan sebesar 43,4%. Pangsa
volume ekspor uncoated paper sebelum dikenakan BMAD & CVD (2006) pun cukup besar, yaitu
8,7%, namun setelah dikenakan BMAD & CVD (2017) turun menjadi 0,9%.
Gambar 1. Dampak Pengenaan CVD/BMAD Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke AS
Sumber: BPS (2018)
-
100.0
200.0
300.0
400.0
500.0
600.0
700.0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Ekspor Coated Paper Indonesia (Ribu Ton)
Dunia AMERIKA SERIKAT
16.2%
10.3%
7.8%
6.0%
5.5%4.3%4.3%
4.0%3.5%
3.5%
34.8%
2006
MALAYSIA
VIETNAM
REP.RAKYAT CINA
THAILAND
SRI LANGKA
PAKISTAN
TURKI
AMERIKA SERIKAT
UNI EMIRAT ARAB
SAUDI ARABIA
LAINNYA
19.8%
11.5%
9.6%
7.2%6.5%
6.0%
4.1%2.5%
2.2%2.1%
28.5%
2017
VIETNAM
PAKISTAN
INDIA
THAILAND
BANGLA DESH
MALAYSIA
NIGERIA
SRI LANGKA
TAIWAN
REP.RAKYAT CINA
LAINNYA
Pangsa Volume Ekspor Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan
Sumber: BPS (2018) Pangsa Volume Ekspor Indonesia
Berdasarkan Negara Tujuan
-
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Ekspor Uncoated Paper Indonesia (Ribu Ton)
Dunia AMERIKA SERIKAT
13.8%
10.1%
8.7%
5.9%
5.6%5.4%5.2%
5.0%
4.3%2.9%
33.1%
2006
JEPANG
MALAYSIA
AMERIKA SERIKAT
REP.RAKYAT CINA
TAIWAN
IRAN
KOREA SELATAN
SINGAPURA
HONGKONG
AUSTRALIA
LAINNYA
12.8%
10.1%
7.3%
5.5%
5.2%
3.8%3.6%3.5%3.0%3.0%
42.0%
2017
JEPANG
INDIA
MALAYSIA
PILIPINA
REP.RAKYAT CINA
NIGERIA
VIETNAM
PAKISTAN
TAIWAN
IRAN
LAINNYA
Gambar 1. Dampak Pengenaan CVD/BMAD Terhadap Ekspor Produk Kertas
Indonesia ke ASSumber: BPS (2018)
kasus, juga akan membuat negara lain tidak akan menggunakan
instrumen atau cara yang sama untuk menghambat ekspor
produk Indonesia.
Jika itu pilihannya, Indonesia harus mampu memenangkan
kasus-kasusnya di WTO yaitu ditangani oleh Dispute Settlement
Body (DSB). Untuk itu, Indonesia perlu memperkuat diri dalam
dua hal berikut. Pertama, Indonesia harus memiliki atau mampu
membayar ahli-ahli hukum perdagangan internasional yang
mumpuni. Karena tarif ahli hukum perdagangan internasional
cukup mahal, maka Indonesia harus menyediakan dana yang
memadai.
Kedua, Indonesia harus memperkuat diri dalam hal substansi,
khususnya substansi dari sisi hukum. Secara umum, Indonesia
akan memenangkan kasus terkait trade remedy kalau Indonesia
dapat membuktikan bahwa:
• Industri yang memproduksi tidak melakukan dumping
untuk kasus dumping atau pemerintah tidak melakukan
subsidi untuk kasus subsidi. Ada beberapa indikator dan
cara pengukuran untuk menentukan ada-tidaknya tindakan
dumping atau subsidi. Namun sayangnya, baik secara
konsep maupun metodenya, penentuan tindakan tersebut
tidak solid dan cenderung multi tafsir. Sebagai contoh,
pengertian subsidi sangat rentan terhadap multi tafsir.
Kebijakan larangan ekspor ataupun pajak ekspor ada yang
menilai sebagai subsidi karena produsen industri hilir dalam
negeri mendapat harga produk (bahan baku) yang dikenakan
30 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
pajak ekspor atau dilarang ekspornya, dengan harga yang
lebih murah dan ini dianggap ada subsidi tidak langsung
dari pemerintah. Di sisi lain, bagi negara yang dituduh, hal ini
bukanlah subsidi karena tidak ada kontribusi langsung atau
tidak langsung dari pemerintah ke perusahaan dan tidak
spesifik untuk perusahaan tertentu. Dalam hal menentukan
dumping misalnya, tidak ada aturan yang baku bagaimana
sampel perusahaan diambil untuk penentuan besarnya
dumping.
• Tidak terjadi kerugian secara material (material injury)
terhadap industri sejenis di negara yang akan mengenakan
tindakan trade remedy. Jadi, Indonesia harus semaksimal
mungkin membuktikan bahwa kerugian tersebut tidak
signifikan.
• Tidak ada hubungan sebab akibat (causality) antara tindakan
yang dituduhkan (dumping atau subsidy) dengan injury yang
terjadi. Negara yang menuduh, dapat saja membuktikan
bahwa Indonesia melakukan tindakan yang dituduhkan dan
di negara tersebut terjadi injury. Namun demikian, negara
tersebut harus mampu membuktikan bawah injury yang terjadi
karena tindakan yang dituduhkan ke Indonesia. Dapat terjadi
bahwa di suatu negara terjadi injury terhadap industri sejenis.
Namun demikian, injury tersebut belum tentu disebabkan
oleh tindakan Indonesia. Kemunduran suatu industri bisa saja
terjadi karena pengaruh global seperti perubahan nilai tukar
mata uang, krisis global, atau karena kebijakan dalam negeri
negara yang bersangkutan, atau industri tersebut memang
tidak kompetitf sehingga pangsanya terus tertekan. Indonesia
harus secara komprehensif dan cerdik menggunakan celah
ini untuk terhindar dari tuduhan suatu negara.
Perspektif lain menyikapi tindakan trade remedy adalah
memanfaatkan momentum tersebut untuk membenahi kebijakan
ekspor dengan menggunakan tekanan internasional. Istilah
populernya adalah menampar dengan menggunakan tangan
orang lain. Kebijakan pajak ekspor (CPO, kakao) apalagi
larangan ekspor (kayu log dan rotan), sudah lama menjadi
polemik dan adu kekuatan lobi para stakeholder. Sebagai
contoh, kelompok “produsen” bahan baku seperti CPO dan kayu
merasa pengenaan pajak ekspor bahkan larangan ekspor telah
menghambat atau memajaki secara berlebihan produk mereka.
Mereka tentu sangat berharap kebijakan tersebut dihapus atau
dilonggarkan. Sebagai contoh, larangan ekspor kayu log tetap
dijalankan, namun ada log kayu tertentu yang dapat diekspor.
Kelompok industri pengguna tentu berharap kebijakan-
kebijakan tersebut tetap dipertahankan sehingga mereka tetap
mendapat jaminan bahan baku dengan harga yang lebih murah.
Argumen mereka adalah untuk meningkatkan daya saing dan
ekspor, menciptakan nilai tambah, dan membuka lapangan kerja.
Sampai saat ini, kebijakan pemerintah masih memihak kepada
industri ini sehingga pemerintah masih menerapkan kebijakan
pajak ekspor dan larangan ekspor produk tertentu.
Dengan adanya tindakan trade remedy oleh negara pengimpor,
pemerintah dapat menggunakan momentum tersebut untuk
meninjau kembali kebijakan ekspor yang selama ini diterapkan.
Pemerintah tentu akan mendapat tekanan yang luar biasa dari
industri pengguna dan mereka diketahui memiliki lobi-lobi tingkat
tinggi yang sangat kuat. Sekarang, pemerintah dapat berkelit
untuk melakukan peninjauan kembali (review), bukan karena
inisiatif pemerintah, tetapi tekanan pasar internasional. Jadi,
pemerintah dapat menggunakan momentum ini untuk melakukan
peninjauan kembali berbagai kebijakan ekspor secara lebih
komprehensif dan objektif dengan beban yang lebih ringan. Hasil
peninjauan kembali dapat saja memperkuat kebijakan yang kini
diterapkan atau perlu melakukan sedikit pelonggaran (relaksasi)
demi kepentingan yang lebih besar dan bersifat jangka panjang.
Catatan Penutup
Tindakan trade remedy yang dihadapi produk ekspor
Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan dikahwatirkan
dengan jumlah kasus yang terus meningkat. Karena sektor yang
terkena cukup banyak dan termasuk industri yang penting dalam
perekonomian Indonesia, maka dampak tindakan tersebut akan
melemahkan perekonomian Indonesia, baik dari sisi ekspor,
pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.
Terhadap situasi ini, pemerintah memiliki dua opsi kebijakan.
Opsi pertama adalah berjuang secara maksimal agar Indonesia
memenangkan dan terhindar dari berbagai kasus berkaitan
dengan trade remedy. Opsi ini memerlukan dukungan yang kuat
dari ahli hukum perdagangan internasional, dana, dan dukungan
substasi yang komprehensif, valid, dan reliabel. Opsi kedua
adalah pemerintah memanfaatkan momentum ini untuk mereview
secara lebih komprehensif dan jernih berbagai kebijakan ekspor
dengan memanfaatkan tekanan pasar internasional. Dengan cara
ini, beban pemerintah berupa tekanan dari kelompok industri
pengguna (hilir) menjadi lebih ringan karena argumennya bukan
inisiatif pemerintah, namun tuntutan pasar internasional yang
berkekuatan hukum mengikat.
BIODATA PENULIS
Nama : Dr. Wayan R. Susila, APU
Profesi : Freelance Trade Economist
Pengajar Universitas Prasetya Mulya
Email : [email protected]
Nama : Ayu Sinta Saputri, S.Stat.,M.S.E, MA
Profesi : Peneliti – Kementerian Perdagangan
Email : [email protected]
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 31
BERITA PENDEK PERDAGANGAN
Paket Kebijakan Ekonomi ke-XVI untuk Ketahanan Ekonomi Indonesia
Setelah vakum selama lebih dari satu tahun, Pemerintah
kembali merilis Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) ke XVI pada 16
November 2018 di Istana Negara untuk memperkuat ketahanan
ekonomi Indonesia. Tiga kebijakan yang tertuang dalam Paket ke
XVI ini meliputi perluasan penerima fasilitas tax holiday, relaksasi
aturan Daftar Negatif Investasi (DNI), dan pengaturan Devisa Hasil
Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution
menyebutkan alasan utama pemerintah memperluas fasilitas
pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday) adalah untuk
mendorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu
hingga hilir sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal ini, pemerintah akan menyempurnakan ketentuan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018
tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan
Badan (Kemenko bidang Perekonomian, 2018).
Selain perluasan fasilitas tax holiday, melalui paket ini
Pemerintah juga kembali merelaksasi DNI sebagai upaya untuk
mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan.
Melalui kebijakan ini akan terbuka kesempatan bagi Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) –termasuk Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) dan Koperasi– untuk masuk ke seluruh bidang
usaha. Selain itu, Pemerintah juga akan memperluas kemitraan
bagi UMKM dan Koperasi untuk bekerjasama agar usahanya
dapat naik ke tingkat yang lebih besar. Sementara untuk bidang
usaha yang selama ini sudah dibuka bagi Penanaman Modal
Asing (PMA) namun masih sepi peminat, Pemerintah akan
memberikan kesempatan kepada PMA untuk memiliki porsi
saham yang lebih besar.
Untuk meningkatkan ketahanan ekonomi nasional,
Pemerintah juga memasukkan upaya peningkatan pendapatan
melalui pengendalian devisa dengan pemberian insentif
perpajakan. Kebijakan peningkatan DHE untuk SDA dalam
Paket ke XVI ini utamanya dilatarbelakangi oleh kondisi transaksi
berjalan yang lebih sering defisit dibanding surplus. Pengendalian
berupa kewajiban untuk memasukkan DHE dari ekspor barang-
barang hasil SDA ini akan diberlakukan untuk sektor seperti
pertambangan dan perkebunan. Namun demikian, kebijakan
ini tidak diberlakukan untuk seluruh komoditas ekspor SDA dan
hanya akan diberlakukan untuk komoditas hasil SDA yang nilai
ekspornya lebih besar daripada impor.
Melalui seluruh kebijakan yang tertuang dalam paket
ini, Pemerintah berharap kepercayaan investor asing mulai
meningkat sehingga semakin mendorong masuknya modal asing
yang lebih besar, termasuk melalui investasi langsung. Terjadinya
penurunan Investasi Langsung pada Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) Q3 2018, semakin menguatkan tekad Pemerintah
untuk mengembalikan peningkatan Investasi Langsung sehingga
akan mampu menutup kenaikan defisit Transaksi Berjalan
(Primakrisna T).
32 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
Kuliah Umum di Universitas Jenderal Sudirman, PurwokertoKepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan,
Kasan, memberikan Kuliah Umum di Ruang Roediro, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed),
Purwokerto, Jawa Tengah pada Jumat (29/6). Rangkaian acara
kuliah umum dengan tema “Antisipasi Perang Dagang dan
Kebijakan Pemerintah Dalam Pengamanan Perdagangan” dipandu
oleh Dr. Ade Irma Anggraeni, M.Si, Dosen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Unsoed. Peserta sebanyak kurang lebih 200 orang terdiri
dari dosen dan mahasiswa lintas fakultas Unsoed. Selain acara
tanya jawab, Kepala BPPP mengundang partisipasi peserta
dengan memberikan beberapa studi kasus kepada peserta.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP), Kasan, didampingi oleh Kepala Pusat Pengkajian
Kerjasama Perdagangan Internasional, Sri Nastiti Budianti,
membuka acara Policy Dialogue Series (PDS) di Ruang Auditorium
Kementerian Perdagangan pada Senin (17/09). Tema PDS kali
ini adalah Arah Kebijakan Pertanian dan Perdagangan Indonesia
setelah Gugatan Arbitrase AS dalam sengketa DS 477/ DS
478 (Indonesia - Importation of Horticultural Products, Animals
and Animal Products) dengan narasumber Sondang Anggraini
(Kementerian Perdagangan), Bustanul Arifin (akademisi), dan
Mesah Tarigan (Kementerian Pertanian).
Policy Dialogue Series: Arah Kebijakan Pertanian dan Perdagangan Indonesia setelah Gugatan Arbitrase AS dalam sengketa DS 477/ DS 478
SERBA SERBI
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 33
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP), Kasan menjadi pembicara dalam Kuliah Umum Kementerian
Perdagangan dengan tema ‘Kebijakan Perdagangan Internasional
Indonesia Saat Ini’ di Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa
(27/11). Pada kesempatan ini, Kepala BPPP memberikan paparan
terkait tantangan perdagangan bebas, dampak perang dagang
bagi perekonomian global, serta respon kebijakan perdagangan
internasional Indonesia. Di akhir paparannya, Kepala BPPP
Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin Makassar
Sinkronisasi Penentuan Kelas Kualitas Beras Wilayah TengahKepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP), Kasan menjadi narasumber kunci sekaligus membuka secara
resmi Rapat Koordinasi Sinkronisasi Penentuan Kelas Kualitas Beras
Wilayah Tengah (Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat)
pada hari Jumat (30/11) di Hotel Ciputra World Surabaya. Kegiatan
ini merupakan kegiatan terakhir setelah pelaksanaan Diseminasi
Penentuan Kelas Kualitas Beras Wilayah Barat (Sumatera) pada
bulan Oktober 2018 dan Wilayah Timur (Sulawesi, Nusa Tenggara
memberikan pesan kepada para praktisi, akademisi, serta
mahasiswa agar berkontribusi memberikan sumbangan pemikiran
untuk kebijakan perdagangan internasional dan melahirkan
wirausaha muda produktif agar Indonesia maju dan mampu
bersaing dalam kancah perdagangan global. Seminar ini dihadiri
oleh kurang lebih 200 orang mahasiswa dan dosen dari berbagai
fakultas Universitas Hasanuddin. Dalam seminar ini, diadakan pula
sesi tanya jawab yang disambut antusias oleh para peserta.
Timur, Maluku dan Papua) pada 28 November 2018. Tujuan
kegiatan untuk mensinkronisasikan data kualitas beras pemantauan
Badan Pusat Statistik (BPS) dengan hasil uji laboratorium. Turut
hadir sebagai narasumber dalam kegiatan adalah perwakilan dari
BULOG, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian,
dan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan moderator Kepala Pusat
Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri, Dharmayugo Hermansyah.
34 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
DATA STATISTIK PERDAGANGAN
“HARGA ECERAN BEBERAPA KOMODITAS BAHAN POKOK
OKTOBER 2017–NOVEMBER 2018 (RUPIAH)”
Bulan Beras Daging Daging Susu Minyak Gula Tepung Cabai Cabai Telur Ikan
Ayam Ras Sapi Kental Manis Goreng Pasir Terigu Rawit Merah Ayam Ras Kembung
(kg) (kg) (kg) (385 gram) (liter) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Oktober’17 13.346 37.856 106.713 10.094 14.595 12.910 8.244 31.340 33.190 20.395 32.466
November 13.429 38.132 106.201 10.081 14.542 12.814 8.258 30.870 36.144 20.772 32.583
Desember 13.676 40.454 106.732 10.077 14.522 12.729 8.296 36.559 40.199 23.138 33.776
Januari’18 14.531 42.687 106.881 10.130 14.518 12.618 8.303 45.498 43.077 22.990 34.391
Februari 14.697 41.274 106.357 10.110 14.486 12.542 8.352 47.200 44.287 21.808 34.535
Maret 14.347 40.931 107.314 10.122 14.500 12.488 8.375 50.178 48.366 21.396 34.203
April 14.056 41.922 106.992 10.098 14.483 12.483 8.337 46.224 48.632 21.681 33.823
Mei 13.900 44.161 107.334 10.085 14.428 12.454 8.219 40.538 44.153 23.550 34.442
Juni 13.835 45.433 108.901 10.123 14.422 12.442 8.170 43.825 43.190 22.688 34.983
Juli 13.838 47.977 107.594 10.147 14.449 12.452 8.185 49.272 40.737 25.100 35.259
Agustus 13.837 47.301 106.841 10.179 14.430 12.386 8.180 45.838 38.154 23.243 35.136
September 13.877 43.101 106.520 10.181 14.367 12.303 8.196 41.002 34.648 22.195 34.918
Oktober 13.910 42.648 107.415 10.182 14.272 12.238 8.230 42.109 38.674 21.234 35.114
November’18 14.007 42.413 107.254 10.212 14.178 12.163 8.274 39.747 38.098 21.565 35.328
November’18 thd
Oktober’18 0,70 -0,55 -0,15 0,29 -0,66 -0,61 0,53 -5,61 -1,49 1,56 0,61
November’18 thd
November’17
(dalam persen) 4,30 11,23 0,99 1,30 -2,50 -5,08 0,19 28,76 5,41 3,82 8,42
Sumber: BPS (2018)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No. 16, Tahun 2018 35
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
Periode 2013-2018 (JANUARI-OKTOBER)
No. URAIAN Nilai : Juta USD JAN-OKT* Perub Tren
2013 2014 2015 2016 2017 2017 2018 18/17 (%) 13-17(%)
I E K S P O R 182.551,8 175.980,0 150.366,3 145.186,2 168.828,2 138.628,9 150.881,9 8,84 -3,43
- M I G A S 32.633,0 30.018,8 18.574,4 13.105,5 15.744,3 12.952,1 14.232,0 9,88 -20,44
- NON M I G A S 149.918,8 145.961,2 131.791,9 132.080,8 153.083,9 125.676,8 136.649,9 8,73 -0,58
II I M P O R 186.628,7 178.178,8 142.694,8 135.652,9 156.985,6 126.767,6 156.396,8 23,37 -6,00
- M I G A S 45.266,4 43.459,9 24.613,2 18.739,3 24.316,0 19.548,6 24.968,2 27,72 -18,81
- NON M I G A S 141.362,3 134.718,9 118.081,6 116.913,6 132.669,5 107.219,0 131.428,6 22,58 -2,65
III Total 369.180,5 354.158,8 293.061,1 280.839,1 325.813,7 265.396,5 307.278,7 15,78 -4,70
- M I G A S 77.899,4 73.478,7 43.187,5 31.844,8 40.060,3 32.500,7 39.200,2 20,61 -19,48
- NON M I G A S 291.281,1 280.680,1 249.873,5 248.994,3 285.753,4 232.895,8 268.078,5 15,11 -1,57
IV NERACA -4.076,9 -2.198,8 7.671,5 9.533,3 11.842,6 11.861,3 -5.514,9 -146,49
- M I G A S -12.633,3 -13.441,1 -6.038,8 -5.633,9 -8.571,7 -6.596,5 -10.736,2 -62,76
- NON M I G A S 8.556,4 11.242,3 13.710,3 15.167,2 20.414,3 18.457,8 5.221,3 -71,71 22,61
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA PERIODE 2018 (BULANAN)
Sumber: BPS (2018), diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan
Keterangan: *) Angka sementara Sumber: BPS (2018), diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan
TOTAL EKSPOR 14,553.4 14,132.6 15,586.9 14,537.2 16,209.3 12,974.4 16,290.2 15,873.9 14,924.0
MIGAS 1,323.6 1,390.9 1,337.9 1,220.7 1,643.6 1,681.5 1,431.3 1,434.6 1,286.3
NON MIGAS 13,229.8 12,741.7 14,248.9 13,316.5 14,565.7 11,292.9 14,858.9 14,439.3 13,637.7
TOTAL IMPOR 15,309.4 14,185.5 14,463.6 16,162.3 17,662.9 11,267.9 18,297.1 16,818.1 14,610.1
MIGAS 2,259.2 2,234.8 2,239.1 2,328.1 2,861.4 2,141.0 2,660.0 3,045.6 2,290.5
NON MIGAS 13,050.2 11,950.7 12,224.5 13,834.1 14,801.5 9,126.9 15,637.1 13,772.5 12,319.6
TOTAL PERDAGANGAN 29,862.8 28,318.1 30,050.5 30,699.5 33,872.2 24,242.3 34,587.3 32,692.1 29,534.1
MIGAS 3,582.8 3,625.7 3,577.0 3,548.8 4,505.0 3,822.5 4,091.4 4,480.2 3,576.8
NON MIGAS 26,280.0 24,692.4 26,473.5 27,150.7 29,367.2 20,419.8 30,496.0 28,211.8 25,957.3
NERACA (756.0) (52.9) 1,123.3 (1,625.1) (1,453.6) 1,706.5 (2,006.9) (944.2) 314.0
MIGAS (935.6) (843.9) (901.1) (1,107.5) (1,217.8) (459.4) (1,228.7) (1,611.1) (1,004.2)
NON MIGAS 179.5 791.1 2,024.4 (517.6) (235.8) 2,165.9 (778.2) 666.8 1,318.2
URAIAN Dalam Nilai USD 2018
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGT SEP
36 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume II. No. 16, Tahun 2018
EKSPOR-IMPOR INDONESIA
2013-2018 (JANUARI-OKTOBER)
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
PERIODE 2013-2018 (JANUARI-OKTOBER)
(Nilai : Juta USD)
Sumber: BPS (2017), diolah PDSI Kementerian Perdagangan
2013 2014 2015 2016 2017 2018
- M I G A S -12,633.3 -13,441.1 -6,038.8 -5,633.9 -8,577.2 -2,703.9
- NON M I G A S 8,556.4 11,242.3 13,710.3 15,167.2 20,463.2 2,986.7
36
-15,000.0
-10,000.0
-5,000.0
0.0
5,000.0
10,000.0
15,000.0
20,000.0
25,000.0
2013 2014 2015 2016 2017 2018MIGAS -12,633.3 -13,441.1 -6,038.8 -5,633.9 -8,571.7 -10,736.2NON MIGAS 8,556.4 11,242.3 13,710.3 15,167.2 20,414.3 5,221.3
NERACA PERDAGANGAN INDONESIAPERIODE 2013-2018 (JANUARI-OKTOBER)
2013 2014 2015 2016 2017 2017 2018E K S P O R 182,551.8 175,980.0 150,366.3 145,186.2 168,828.2 138,628.9 150,881.9I M P O R 186,628.7 178,178.8 142,694.8 135,652.9 156,985.6 126,767.6 156,396.8
0.0
20,000.0
40,000.0
60,000.0
80,000.0
100,000.0
120,000.0
140,000.0
160,000.0
180,000.0
200,000.0
EKSPOR-IMPOR INDONESIA2013-2018 (JANUARI-OKTOBER)
E K S P O R I M P O R