DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas...

14
Daftar Pustaka Bambang Sutiyoso. 2005. Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia. Yogyakarta: Ull Press. Bambang Waluyo. 1992. ImplementasiKekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika C.F.G. Sunaryati Hartono. 1994. Penelitian Hukum di Indonesia PadaAkhirAbadKe-20. Bandung: Alumni Dasril Radjab. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Eko Hadi Wiyono. 2007. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Jakarta: Pelanta. Gunarto Suhardi. 2006. Menegakkan kemandirian Yudisial. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. M. Agus Santoso. 2011. "Dampak penjatuhan pidana korupsi bagi pegawai Negeri yang sedang menjaiankan tugas Administrasi Negara" Jurnal Administrator Borneo, PKP2A LAN Samarinda, Vol. 7, No. 2, Tahun 2011. Martiman Prodjohamidjojo. 1984. Kemerdekaan Hakim, keputusan bebas mumi (arti dan makna). Jakarta: Simplex. Miriam Budihardjo. 1996. Dasar-DasarPemikiran HmuPolitik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Muchsin. 2010. Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka (Independence Judicary),. Surabaya: UNTAG Press Ni'matul Huda. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Soehino. 1993. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty Theo Huijbers. 1982. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum NormatifSuatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudikno Mertokusumo 1998. "Revitatisasi dan Fungsionalisasi Lembaga Peradilan". Makalah. Disampaikan pada Diskusi Usulan GBHN 98 di Fakultas Hukum Ull, Yogyakarta, 15 Juli 1998. Titik Triwulan Tutik. 2006. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka Plubliser. Yustisia Edisi 84 September- Desember2012 Kemandirian Pengadilan Tindak Pidana... 25

Transcript of DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas...

Page 1: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

Daftar Pustaka

Bambang Sutiyoso. 2005. Aspek-AspekPerkembangan Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia. Yogyakarta:Ull Press.

Bambang Waluyo. 1992. ImplementasiKekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

C.F.G. Sunaryati Hartono. 1994. Penelitian Hukum di Indonesia PadaAkhirAbadKe-20. Bandung: AlumniDasril Radjab. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Eko Hadi Wiyono. 2007. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Jakarta: Pelanta.

Gunarto Suhardi. 2006. Menegakkan kemandirian Yudisial. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

M. Agus Santoso. 2011. "Dampak penjatuhan pidana korupsi bagi pegawai Negeri yang sedang menjaiankantugas Administrasi Negara" Jurnal Administrator Borneo, PKP2A LAN Samarinda, Vol. 7, No. 2,Tahun 2011.

Martiman Prodjohamidjojo. 1984. Kemerdekaan Hakim, keputusan bebasmumi(arti dan makna). Jakarta:Simplex.

Miriam Budihardjo. 1996. Dasar-DasarPemikiran HmuPolitik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Muchsin. 2010.Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka (Independence Judicary),. Surabaya: UNTAG Press

Ni'matul Huda. 2005. Hukum Tata NegaraIndonesia. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.

Soehino. 1993. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty Theo Huijbers. 1982. Filsafat Hukum dalam LintasanSejarah. Yogyakarta: Kanisius.

Soerjono Soekantodan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum NormatifSuatu Tinjauan Singkat. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Sudikno Mertokusumo 1998. "Revitatisasi danFungsionalisasi Lembaga Peradilan". Makalah. Disampaikanpada Diskusi Usulan GBHN 98 di Fakultas Hukum Ull, Yogyakarta, 15 Juli 1998.

TitikTriwulanTutik. 2006. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka Plubliser.

Yustisia Edisi 84 September- Desember2012 Kemandirian Pengadilan Tindak Pidana... 25

Page 2: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

EFEKTIFITAS PENYELESAIAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAHMELALUI METODE KEBERATAN DI MAHKAMAH AGUNG

OLEH PEMERINTAH DAERAH KOTA/KABUPATEN

Fatkhurohman

Miftachus Sjuhad

Universitas Widyagama MalangEmail: Kusumo uwa(S)vahoo.co.id

Abstract

The objective ofthis study is toobserve the effectiveness oflocal regulations annulment/cancellation ofthe resolution process through a method ofobjections in the Supreme Court ofthe Republic ofIndonesia(MA Rl) conducted by the Local Government Pasuruan and Lumajang, Ministry of Home Affairs, andSupreme Court ofthe Republic ofIndonesia (MA Rl). This study isanempirical law. Data includesprimaryandsecondary data. Data collection was conducted bytheresearch study documents, observation anddepth interviews. Considering the objectives ofdata juridical technical data wasanalyzed byqualitativeanalysis that theresultspresentedintheform ofdescriptive. Theresultsindicated thatmost localgovernments are reluctant proceedings to the Supreme Court after a local regulation canceled by the centralgovernment, so that theresolution process through methods objection is notso effective. In addition, dueto the ineffectivenessof these efforts rather than byfactors oflegislation, lawenforcement andinfrastructure proposition butratherwas caused bylowparticipation andawareness oflocalgovernment law, consequently led to legal uncertainty.

Keyword: Keywords: Effectiveness, Cancellation, Local Government

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas proses penyelesaian pembatalan peraturandaerah melaluimetode keberatan di MahkamahAgung Republik Indonesia (MA Rl) yang dilakukan oleh PemerintahDaerahKabupaten Pasuruandan Kabupaten Lumajang, Departemen Dalam Negeri Rl,dan MA Rl. Penelitianini merupakan penelitian hukum empiris. Data meliputi data primerdan sekunder. Pengumpulan datapenelitian dilakukan dengan studidokumen, observasi, dan depth interview. Mengingat sasaran databersifat yuridis maka teknis analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif yang hasilnyadipaparkandalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar pemerintah daerah engganberacara ke MahkamahAgung Rl setelah peraturan daerahnyadibatalkan olehpemerintah pusat, sehinggaproses penyelesaian melalui metode keberatan ini tidak begitu efektif. Di samping itu ketidakefekttfanupaya inidisebabkan bukan oleh faktor perundang-undangan, penegak hukum dan saranan prasaranatetapi lebihdisebabkan oleh rendahnya partisipasi dan kesadaran hukum pemerintah daerah, akibatnyamenyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum.

Kata kunci: Efektivitas, Pembatalan, Pemerintah Daerah

A. Pendahuluan

Pada penelitian tahun pertama diketemukantelah terjadi ketidaktepatan proporsi teori penegakanhukum dalam sistem peradilan di Indonesia padamasalah pembatalan perda oleh pemerintah pusat(Fatkhurrohman, 2009). Hal ini disebabkan olehsistem peradilan Indonesia belum mengaturpenyelesaian sengketa perda khususnya dalamlingkup kewenangannya (Sukowiyono, 2004:34).Hal ini terbukti pada ketentuan Pasal 10 UU No.4Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturanperundang-undangan ternyata hanya mengaturempat hal yakni; Peradilan Umum, Peradilan

Agama, Peradilan Militerdan PeradilanTata UsahaNegara. Dengan demikian sangat jelas bahwasengketa atas keputusan pembatalan perdasebenarnya tidak termasuk dalam kompetensikeempat iingkungan peradilan dimaksud.

Tawaranteoriuntukmengisidan menyelesaikanproblema regulasi ini adalahdengan menambahkankewenangan Mahkamah Agung melalui pendirianperadilan konstitusi, sedangkanpadatatarantehnisdiperlukan optimalisasi eksekutifreviewdan perlunyamencoba instrumentjudicialpreview. Dalamjangkapendekprioritas utamanyaadalah tertumpukepadaoptimalisasi eksekutifreview.

26 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda.

Page 3: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

Di sisi lain, tawaran pemikiran ini ternyatajugamasih menyisakan masalah yang perlu dikajisecara mendalam yakni pemerintah daerahengganberurusan dengan pemerintahpusat diMahkamahAgung Republik Indonesia. Berdasarkanpemantauan awal ternyata tidak semua daerahsenang menempuh cara ini. Bagi pemerintah daerahketika perda dibatalkan pemerintah pusat makalangkah pencabutan perda adalah jalan yang paling baik.

Atas dasar kenyataan ini maka akan dikajisecara mendalam tentang efektifitas hukum atassengketapemerintah pusatdengandaerah.Denganupaya ini nantinya akan terlihat unsur-unsurpenegakan hukum mana yang tidak efektif.Karenaitu hal ini penting untuk terus ditangani secarabenar dan terukur mengingat keberadaan perdasangat dekat dengan kehidupan masyarakatdaerah. Sistemregulasi daerah yangkuatjelas akanberimplikasi kepada sistem regulasi nasional. Darikenyataan ini maka peneliti akan mengkajinyamelalui dua sistem pendekatan, yakni denganmelihat kemauan daerah beracara di Mahkamah

Agung Republik Indonesia. Kalau secara empirisdaerah banyak menggunakan hak beracaranya diMahkamah Agung Republik Indonesia berarti polapenyelesaian sengketa antara pemerintah pusatdandaerah dianggap efektif.Tetapi, kalau sebaliknyaketika pemerintah daerah tidak banyak menggunakan hak beracaranya berarti sengketa tidakdikatakan tidak efektif.

Dari dua asumsi temuan inipeneliti membukti-kan secara ilmiah melalui observasi langsungkepada daerah-daerah yang menjadi lokasipenelitian, yakni Kabupaten Pasuruan danKabupaten Lumajang.

Berdasarkan urian di atas permasalahanpenelitian iniadalah, pertama, bagaimana efektifitaspenegakan hukum setelah daerah menyatakankeberatan terhadap pembatalan perda olehpemerintah pusat di Mahkamah Agung RepublikIndonesia?, kedua, unsur-unsur apa yangmempengaruhi efektifitas penegakan hukumterhadap keberatan pembatalan perda olehpemerintah pusat di Mahkamah Agung RepublikIndonesia?

BAGANALIR MASALAH

Pemerintah

Pusat

Pemerintah

Daerah

Sengketa pembatalan

perda

Pemerintah Daerah

beracara di

Mahkamah Agung

efektif

Berdasarkan fakta

Mahkamah

Agung

Tingkat

efektifitas

Pemerintah Daerah

enggan beracara di

Mahkamah Agung

Tidak

efektif

Yustisia Edisi 84 September-Desember2012 Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda... 27

Page 4: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah yuridis elnpiris /empiriclegalresearch (Soetandyo Wignjosoebroto,2002:15). Lokasi penelitian di Kabupaten Pasuruandan Kabupaten Lumajang, Departemen DalamNegen, dan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Data yang diperlukan dalam penelitianiniadalahdata primer dan data sekunder. Pengumpulan datapenelitianakan dilakukan dengan menggabungkanantara studi dokumen, observasi, dan depth interview. Dengan menggabung-kan tiga cara dalampengumpulan data diperolehketerangan-keteranganobyektif realistis dari sumber data yang dituju.Objektivitas dan kemumian data akan sangatmempengaruhi validitastemuan dan pada akhimyaakan mempengaruhi kualitas hasil penelitian.Mengingat sasaran data bersifat yuridis, makateknis analisis data dilakukan dengan analisiskualitatif dan hasilnya dipaparkan dalam bentukdeskriptif.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Efektifitas Penegakan Hukum SeteiahDaerah Menyatakan Keberatan Pembatalan Peraturan Daerah oleh PemerintahPusat di MA Rl

Di tengah perkembangan era otonomidaerah, isu hukum muncul ketika pascapembatalan peraturan daerah yang dilakukanolehpemerintah pusat, yaitu tentang efektifitaspenegakan hukum ketika didapatkanbanyaknya jumlah daerah yang engganmengajukan keberatan terhadap pembatalanperaturan daerah oleh pemerintah pusat diMahkamah Agung Republiklndonesia(WawanKurnia dan Wastu, Wawancara, 2012). Darisumber yang diperoleh dari jumlah upayakeberatan yang dilakukan oleh pemerintahdaerah yang mengajukan keberatan keMahkamah Agung Republik Indonesia tidaksebanding dengan peraturan daerah yangdibatalkan pemerintah pusat melaluiKeputusan Menteri Dalam Negeri.

Tabel 1

Produk Peraturan Daerah yang dibatalkan pemerintahmelalui Keputusan Menteri Dalam Negeri

No. Tahun

Produk Hukum Daerah

JumlahPerda

Retribusi

Perda

Pajak

KeputusanGubernur/

Bupati/WalikotaLain-lain

1 2002 13 1 - 5 19

2 2003 55 7 2 41 105

3 2004 162 19 2 82 265

4 2005 73 17 6 30 126

5 2006 70 9 5 30 114

6 2007 124 9 3 37 173

7 2008 142 40 1 46 229

8 2009 496 133 16 70 715

Total 1135 235 35 341 1746

Sumber Keputusan Kementrian Dalam Negeritentang Pembatalan Peraturan Daearah danKeputusan KDHTahun 2002-2009

Dari total produk hukum daerah yangdibatalkan oleh Pemerintah selama 2002-2009,ternyata tidak banyak upaya keberatan yangdilakukan kepala daerah untuk mengajukanpermohonan keberatan atas pembatalanperaturan daerah melalui Keputusan MenteriDalam Negeri yang membatalkan peraturandaerah ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (Siwi Tri Puji, 2011).

Berdasarkan keterangan Kepmendagriterbaru, bahwa sepanjang Tahun 2009-2012Kemendagri telah mengevaluasi sekitar 13.000perda yang sebanyak 824 perda telahdiklasifikasi dan dinyatakan salah karena tidaksesuai dengan aturan di atasnya,(Safri Nugraha,2004:29) bertentangan dengan kepentinganumum, atau mengganggu ketentraman danketertiban (Harian Kompas, 2012). Selain itu,

28 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda..

Page 5: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

juga menghambat upaya memperbaiki per-ekonomian daerah (Umbu Lily Pekuwali 2010-105-106).

Realita ini menunjukan bahwa terjadiketidak sebandingan fakta antara jumlah perdayang dibatalkan dan keberatan daerah yangberakhirdi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Proses penyelesaian ini menjadi tidakseimbang disebabkan daerah tidak banyakmempergunakan hak menuntut pemerintahpusatmelalui upaya keberatan seteiahperda

Yustisia Edisi 84 September- Desember2012

dibatalkan oleh pemerintah pusat. PadahalUndang Undang menjamin bahwa upayakeberatan tersebut diberikan kepada kepaladaerah. Iniyang menurut Esmi Warasih telahhilang sebuah cita hukum ketika tanpa citahukum hukum akan kehilangan maknanya(Esmi Warasih, 2001:354-361). Mengenai halini selanjutnya lihatdalam bagan berikut sepertidigambarkan dalam penelitian sebelumnya,yaitu (Fatkhurohman, 2010: 54):

TIDAK | i"MKARUIKAN W

Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda... 29

Page 6: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

Menurut hasil penelitian yang dilakukanpenelitibaik di Pemerintah Kabupaten Malang,Kabupaten Pasuruan dan Lumajang terjadinyakeengganan daerah untuk beracara diMahkamah Agung ketika perdanya dibatalkanoleh pemerintah pusat disebabkan olehbeberapahal, yakni(Saiful, Wawancara, 2012):a. pemerintahdaerah menerima apa adanya

keputusan pemerintah pusat dengan caralangsung menindak lanjuti hasilpembatalan pemerintah pusat dengantidak memberiakukan perda yang ada;

b. pemerintahdaerahberanggapanberacaradi Mahkamah Agung (MA) banyakmembuang waktu dan energi, mengingatbanyak pekerjaan lain yang harusdikerjakan;

c. pemerintah daerah takut akan bayangansanksi tersembunyi yang akan diberikanketika berhadap-hadapan denganpemerintah pusat.

Dengan melihat hasil ini maka dapatdikatakan bahwaefektifitas penegakanhukumseteiah daerah menyatakan keberatanterhadap pembatalan perda oleh pemerintahpusat di Mahkamah Agung Republik Indonesia menjaditidakefektif. Adatigafaktor yangmempengaruhi efektifitas penegakan hukum,yakni:pertama, faktorsubstansi hukum, adalahaturan, norma,dan polaperilaku nyatamanusiayang beradadalamsistem itu. Substansi jugaberarti produk yangdihasilkan olehorang yangberada dalam sistem hukum itu, mencakupkeputusan yang mereka keluarkan,aturanbaruyangmereka susun. SubstansijugamencakupLiving Law (hukum yang hidup), dan bukanhanya aturan yang ada dalam kitab Undang-Undang. Kedua, faktor struktural dalam halini adalah bagian yangtetap bertahan, bagianyang memberi semacam bentuk dan batasanterhadap keseluruhan. Di Indonesia misalnya,jika membahas tentang struktursistem hukumIndonesia makatermasukdidalamnya strukturinstitusi penegak hukum seperti kepolisian,kejaksaan, dan pengadilan. Juga termasukunsur struktur jumlah dan jenis pengadilan,yurisdiksinya (jenis kasus yang berwenanguntuk diperiksa, serta bagaimana danmengapa). Jelasnya struktur bagaikan fotodiam yang menghentikan gerak.Ketiga, faktorkultural dalam halinisikap manusia dan sistemhukum-kepercayaan, nilai pemikiran sertaharapannya. Dengan kata lain kultur hukumadalah suasana pikiran sosial yangmenentukan bagaimana hukum digunakan,dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur

hukum maka hukum tak berdaya, seperti ikanmati yang terkapar dikeranjang dan bukanseperti ikan hidup yang berenang di laut(Lawrance M. Friedman, 1975:87).

Ketidakefektifan ini semakin menjadiketika pemerintah daerah masih sajamemberiakukan peraturan daerah meskidinyatakan bermasalah. MenurutEndiJawengmanajer Hubungan Eksternal KomitePemantauan Pelaksanaan Otonomi daerah

(KPPOD), pemerintah daerah tetapmemberiakukan perda bermasalah karenapaham betul bahwa pembatalan perda, sesuaidengan UU 28 Tahun 2009 tentang Pajakdaerah dan Retribusi Daerah hanya dapatdilakukan Presiden. Klarifikasi tidak bisa

membatalkan perda. Klarifikasi malah diartikansebagai permintaan untuk revisi yang bolehdikerjakan (Kompas, 2012).

Masalah ini juga disebabkan oleh problem kewenangan pembatalan perda yangseharusnya menjadi kewenangan presidenternyata kewenangan itu banyak digunakanoleh Menteri Dalam Negeri. Hal ini sepertidikatakan oleh Mendagri Gamawan Fauzimeski kewenangan pembatalan di tanganpresiden, dirinya tetap bisa mengevaluasi danmengklarifikasi atas nama presiden. Untukpengawasannya, Kemendagri berkoordinasidengan instansi lain seperti Badan PemeriksaKeuangan dan Komisi PemberantasanKorupsi. Philipus M. Hadjon menjelaskanbeberapa bentuk pengawasan dan kotrol,antara lain: pengawasan represif, yaitupengawasan yang dilakukan kemudian.keputusan-keputusan badan-badan yangbertingkat lebih rendah akan dicabut kemudianapabila bertentangan dengan undang-undangatau kepentingan umum. Dalam situasi yangmenuntut tindakan cepat dapat juga diambiltindakan penangguhan keputusan, sebelumdilakukan pencabutan. Pengawasan preventifyaitu pengawasan yang dilakukan sebelumnya.Pengawasan preventif adalah pengawasanterhadap keputusan-keputusan dari aparatpemerintah yang lebih rendah yang dilakukansebelumnya (Philipus Hadjon, 1995: 74-75).Periu diketahui seiama sembilan tahun sampaihari ini presiden belum pernah membatalkansatu pun perda bermasalah. Dalam teoripendelegasian wewenang hal ini lazim terjadidan dapat dibenarkan. Menurut JimlyAshiddiqie proses pemberian kewenangantingkat kedua ini dapat disebut (nantinya) jugadengan sub delegasi atau sub delegation ofrule makingpower(JimlyAshiddiqie, 2008:341).

30 Yustisia Edisi 84September-Desember2012 Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda...

Page 7: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

Berdasarkan kenyataan ini dapatlahdigaris bawahi bahwa ketika pemerintah daerahenggan beracara diMahkamahAgung RepublikIndonesia atas pembatalan perdanya makamekanisme penegakanhukum menjadi tidakefektif. Hal ini menimbulkan ketidakpastianhukum. Padahal kepastian hukum hanyalahsuatu jalan menuju terciptanya keadilan.Kepastian hukum bertumpu pada duakomponen utama,pertama, kepastiandalamorientasi bagimasyarakat (berlakuknya asaskepastian orientasi),kedua, kepastian dalampenerapan hukumolehpenegak hukum(AbdulLatif, 2010: 54-55). Efektivitas hukum akanterlihatseberapa jauh hukumitu dipatuhi atauditaati oleh masyarakat (Arfan Fais.M,2009:155-156). Makna berlakunya hukummenjadi rusak. Padahal hukum merupakansarana yang didalamnya terkandung nilai-nilaiatau konsep-konsep tentang keadilan,kebenaran, kemanfaatan sosial dansebagainya (HR Ridwan, 2007:306). Muarahukum yang begitu mendalam ini tergantungkepada penegakan hukum. Menurut SatjiptoRahardjopenegakan hukumpada hakekatnyamerupakan penegakan ide-ide atau konsepkonsep yangabstrak (Satjipto Rahardjo,2009:15).

Soerjono Soekanto juga menegaskan,penegakan hukum adalah kegiatan menyerasi-kan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaedah-kaedah/pandangan-pandangannilai yang mantap dan mengejawantah dansikap tindaksebagai rangkaian nilai tahap akhiruntuk menciptakan (sebagai "social control)kedamaian pergaulan hidup (SoerjonoSoekanto, 1983:13). Pada tingkatan konkritmaka penegakan hukum adalah berlakunyahukum positif dalam praktik sebagaimanaseharusnya patut ditaati. Oleh karena itu,memberikan keadilan dalam suatu perkaraberarti memutuskan perkara denganmenerapkan hukum dan menemukan hukumin concreto dalam mempertahankan danmenjamin ditaatinya hukum materiil denganmenggunakan cara prosedural yang ditetapkanoleh hukum formal (Sjachran Basah, 1985:14).

Fakta penegakan hukum pada persoalanini ketika dihubungkan dengan pengertian diatas maka sepertinya menimbulkan kontradik-si tujuan yang cukup tajam. Hal ini disebabkanpemerintah daerah yang seharusnya men-dapatkan keadilan, kebenaran dan kemanfaatan sosial dalam perkara pembatalan perdamalah tidak menginginkan hal tersebut. Sebuahfenomena yang sangat tidak lazim pada proses

Yustisia Edisi 84 September- Desember2012

penegakan hukum {lawenforcement). Disinitelah terjadi kelumpuhan hukum bukan karenahukum tidak bisa bekerja, tetapi lebihdisebabkan oleh pemerintah daerah maumenggunakan sarana untuk beracara karenaalasan-alasan yang sangat pragmatis. Dengandemikian, tujuan berlaku dan berfungsinyahukum dalam masalah ini tidak tercapai.Demikianjuga efektifitasberlakunya peraturanperundang-undangan yang terkait inimenjadimandul secara tersetruktur.

Kenyataan inisangat kontrakditif denganpendapatnya Jimly Ashiddiqie yangmenyatakan bahwa gagasan negara hukumdibangun dengan mengembangkan perangkathukum itu sendiri sebagai suatu sistem yangfungsional dan berkeadilan, dikembangkandengan supra stuktur dan infra stukturkelembagaan politik, ekonomi dan sosial yangtertib dan teratur, serta dibina denganmembangun budaya dan kesadaran hukumyang rasional dan impersonal dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Untuk itu sistem hukum harus dibangun (lawmakingprocess) dan ditegakkan {lawenforcement) sebagai mestinya, dimulai sebagaikonstitusi sebagai hukum yang tertinggikedudukanya (JimlyAshiddiqie, 2010:27).

2. Unsur-unsur yang MempengaruhiEfektifitas Penegakan Hukum terhadapKeberatan Pembatalan Perda oleh

Pemerintah Pusat di MA Rl

Dalam peraturan perundang-undanganbaik saat berlakunya UU No.10/2004 maupunUU No.11/2012 tentang PembentukanPeraturan Perundang-undangan, perdamemiliki posisi yang unik karena meskikedudukan Perda berada di bawah Undang-Undang tetapi tidak terdapat kesatuanpendapat antara para pakar mengenai siapasebenarnya yang berwenang mengujinyaantara Pemerintah Pusat melalui mekanisme

executive review atau diberikan kepadalembaga yudikatif (MA/MK) denganmekanismeyt/tf/c/a/ review.

Perdebatan mengenai berlakunya executive review tianjudicial reviewterhadap perdamenjadi pertanyaan tersendiri di era otoda inimengingat perda adalah produk kepala daerahdan DPRD di suatu daerah yang bersifatotonom. Dalam Undang-undang Nomor 12Tahun 2011 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-undangan disebutkan bahwa materimuatan Perda mencakup tiga hal, yaitu:

Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda... 31

Page 8: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

(a)

(b)(c)

seluruh materi muatan dalam rangkapenyelenggaraan otonomi daerah dantugas pembantuan;menampung kondisi khusus daerah, danpenjabaran lebih lanjut peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, dalam Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah ditegaskan bahwa sebuah perda tidakboleh atau dilarang bertentangan dengankepentingan umum dan/atau peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi.

Apabila sebuah perda bertentangandengan kepentingan umum dan/atau peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi, makaperda tersebut dapat dibatalkan olehpemerintah. Akibat hukum perda yangdibatalkan adalah paling lamatujuh hari seteiahkeputusan pembatalan, perda tersebutdihentikan pelaksanaannya oleh kepaladaerah, selanjutnya DPRD bersama kepaladaerah mencabut perda tersebut. Akan tetapi,pembatalan perda oleh pemerintah pusat tidakdapat dilakukan secara sewenang-wenang.Ada syarat dan mekanisme sebuah perdadapat dibatalkan oleh pemerintah. Syaratutama pembatalan perda adalah bahwakeputusan pembatalan perda harus ditetapkandengan Peraturan Presiden (Pasal 145Ayat3UU 32/2004).

Peraturan Presiden (Perpres) adalah salahsatu jenis peraturan perundang-undangan yangdibuat oleh presiden yang materinya berupamateriyang diperintahkanoleh Undang-Undangatau materi untuk melaksanakan Peraturan

Pemerintah (PP). Dengan demikian,pembatalanPerda melalui KeputusanMenteriDalam Negeri (Kepmendagri) merupakansebuah kekeliruan hukum. Kekeliruan ituterjadi karena instrumen hukum untukmembatalkan Perda harus dalam bentukperpresbukankepmendagri. Mengingat Perdamasukdalamrumpun regelingdibatalkan olehkeputusan yang masuk dalam rumpunbeschikking. Keberadaan Kepmen-dagriyangmembatalkan Perda merupakan penggunaankewenangan yang tidak pada tempatnya (ultravires).

Meskipun demikian, dalam prakteknyasampai bulanJuli2012 hasilpenelitianpenulis,pembatalan perda masih menggunakankepmendagri yang sejatinya merupakansebuah kekeliruan hukum dan anehnyapemerintah daerah yang perdanya dibatalkandengan instrumen hukum kepmendagri tidakmempermasalahkan bahkan berjalan dengannormal saja. Yang seharusnya dilakukanPemda jika Perda-nya dibatalkan dengankepmendagri mereka bisa saja tidakmentaatinya karena jelas itu bertentangandengan Pasal 145 ayat (3) UU 32/2004.

Hal itu bisa terlihat dari adanya upayahukum yang dilakukan oleh pemda untukmengajukan gugatan pembatalan perda diMahkamah Agung Republik Indonesia yangdibatalkan oleh Pemerintah Pusat c.q. MenteriDalam Negeri melalui kepmendagri. Berikuthasil pengidentifikasian PUTUSAN sengketaPerda yang dilakukan gugatan Uji Materiil diMahkamah Agung dalam kurun waktu sampaibulan Juli tahun 2012:

Tabel 2

Keputusan atas Gugatan Keberatan Pemerintah Daerahdi Mahkamah Agung Republik Indonesia

No Putusan Hak Uji Terhadap

1. Nomor. 14

P/HUM/2004Hak Uji Material Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 142Tahun 2003 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten KotawaringinTimur Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Usaha Pemanfaatan Kawasan Hutan danHasil Hutan Kabupaten Kotawaringin Timur

2. Nomor. 09

P/HUM/2004

Hak Uji Material Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.141Tahun 2003 tentang pembatalan Perda No.19 Tahun 2001 tentangKepelabuhanan Kabupaten Gresik

3. Nomor. 14

P/HUM/2004Hak Uji Material terhadap Keputusan Menteri dalam Negeri No.142 Tahun 2003tentang Perda No.16 Tahun 2001 Tentang Usaha Pemanfaatan Kawasan HutanDan Hasil Hutan Kabupaten Kotawaringin Timur

4. Nomor. 08P/HUM/20fJ4

Hak Uji Material terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor. 110 Tahun2003 tentang Pembatalan Pasal 3, 6, 13, 14, 15. 16, 17, 18, dan 19 PeraturanDaerah Kabupaten Gresik Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang PantaiPeslsir dan Pelabuhan Tahun 2000 Samapai dengan 2010

5. Nomor 09

P/HUM/2004

Hak Uji Material terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 141 Tahun 2003tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik No. 19 Tahun 2001tentang Kepelabuhan di Kabupaten Gresik

32 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda...

Page 9: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

Nomor. 17P/HUM/2005

Hak Uji Material Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 20Tahun 2005 tentang pembatalan Perda Kota Bandung Nomor. 26 Tahun 2001tentang Pelayanan di Bidang Pertanian

Nomor20P/HUM/2007

Hak Uji Material terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 73 Tahun 2007tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Nias No. 9 Tahun 2002tentang Retribusi Hasil Bumi

Nomor. 02P/HUM/2008

Hak Uji Material terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 129 Tahun2007 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun2000 tentang Penyelenggaraan Parkiran

9. Nomor. 03P/HUM/2009

Hak Uji Material terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 224 Tahun2008, tanggal 6 Agustus 2008, Tentang Pembatalan Peraturan DaerahKabupaten Tingkat II Magelang Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pajak Hiburansebagaimana telah cfiubah beberapa kali terakhir denganPeraturan Daerah Ka-bupaten Magelang Nomor 3 Tahun 2003.

Sumber: MahkamahAgung Republik Indonesia, (diolah)

Tabel 3

Pecabutan Proses Keberatan oleh Pemerintah Daerah

di Mahkamah Agung Republik Indonesia

No Putusan Hak Uji Terhadap1. No. 48 P/HUM/2006

dicabut kembali denganSurat PencabutanPermohonan keberatan HakUji Materiil No. 180/0671

Hak Uji Material Keputusan Menteri Dalam Negeri RepublikIndonesia No.110 Tahun 2006 tentang pembatalan PerdaKabupaten Asahan No.11 Tahun 2001 tentang IzindanRetribusi Izin Pergudangan di Kabupaten Asahan

2. No. 51 P/HUM/2006

dicabut kembali denganSurat Pencabutan

Permohonan keberatan HakUji Materiil No. 180/0671

Hak Uji Material Keputusan Menteri Dalam Negeri RepublikIndonesia No.115 Tahun 2006 tentang pembatalan PerdaKabupaten Asahan No. 5 Tahun 2004 Tentang Perizinandi bidang Kesehatan

3. No. 55 P/HUM/2006dicabut kembali denganSurat Pencabutan

Permohonan keberatan HakUji Materiil No. 180/0671

Hak Uji Material terhadap Keputusan Menteri Dalam NegeriNo.117 Tahun 2006 tentang pembatalan Perda KabupatenAsahan No. 10 Tahun 2004 tentang Retribusi PelayananKesehatan Pada Pemerintah Kabupaten Asahan

Sumber Mahkamah Agung Republik Indonesia, (diolah)

Selama kurun waktu sampai bulan Juli2012 ada gugatan hak uji materiil 168 kasusyg sudah di putus dan hanya 10 kasussengketa perda yang ditangani dan diputusoleh MahkamahAgung, dan ada 3 kasus yangkemudian keberatan ditarik kembali olehpemerintah daerah.

Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa tidak banyak daerah yang menggunakan mekanisme hukum untuk melawan perdayang dibatalkan oleh pemerintah pusatmeskipun secara hukum sudah diberikankewenangannya untuk melakukan upayahukum sengketa perda ke Mahkamah AgungRepublik Indonesia. Hal inilah yang menurutSoerjono Soekanto telah terjadi kerusakankesadaran hukum dan lemahnya partitisipasi(Soerjono Soekanto, 1983:340). Selain itu

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

ternyata peristiwa ini, memberikan fakta bahwaperadilan ternyata tidak saja hanya adasekedar ada, memiliki fasilitas yangdiperlukan, ataupun mampu menyelesaikanperkara yang masuk, tetapi lebih dari itu harusmenjadi lembaga yang bersih dan berwibawadalam menegakan hukum dan keadilan (A.Latief Farikun, 2008:29-30). Peristiwakeengganan pemda untuk beracara secaralangsung akhimya telah mengurangikewibawaan MahkamahAgung Republik Indonesia.

Hasil penelitian yang penulis temukanterdapat beberapa unsur yang menyebabkanpemerintah daerah tidak memaksimalkanupaya hukum yang diberikan oleh Undang-Undang, yaitu sebagai berikut.

Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda... 33

Page 10: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

a. Perbedaan Penafsiran KepentinganUmum

Pengujian perda oleh pemerintah atauyang dalam kajian pengujian peraturan(toetzingrecht) dikenal dengan istilahexecutive review lahir dari kewenanganpengawasan pemerintah pusat terhadappenyelenggaraan (otonomi) pemerintahandaerah. Dalam rangka pengawasanterhadap daerah, UU No.32 Tahun 2004memberi perintah bahwa perda yangdibuat oleh DPRD bersama kepala daerahagar disampaikan kepada pemerintah paling lama tujuh hari seteiah ditetapkan.Terkait pembatalan perda, Pasal 136 ayat(4) UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkanbahwa "Perda dilarang bertentangandengan kepentingan umum dan/atauperaturanperundang-undangan yanglebihtinggi."

Kemudian Pasal 145 ayat (2) UUtersebut menyebutkan "Perda yangbertentangandengan kepentinganumumdan/atauperaturanperundang-undanganyang lebih tinggi dapat dibatalkan olehpemerintah." Ayat (3) menyebutkan"Keputusan pembatalan Perdaditetapkan dengan Peraturan Presidenpaling lama 60 (enam puluh) hari sejakditerimanyaPerda...", selanjutnya ayat (5)menyebutkan "Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerimakeputusan pembatalan Perdadengan alasanyang dapat dibenarkan olehperaturan perundang-undangan, kepaladaerah dapat mengajukan keberatankepada MahkamahAgung."

Standar pengujian perda olehpemerintah berbeda dengan standarpengujian perda yang dilakukan olehMahakamah Agung Republik Indonesia.ApabilaMahkamahAgung Republik Indonesia menguji suatu perda atas dasarapakah satu perda bertentangan atautidak dengan peraturan yang lebih tinggidan apakah prosedur pembuatan perdabertentangan dengan peraturan perundang-undangan, pemerintah melakukanpengujian perda dengan standar yanglebih luas. Dikatakan lebih luas karena

pemerintah menguji perda tidak hanyadidasarkan pada aturan hukum yang lebihtinggi dari perda, tetapi juga didasarkanpada standar kepentingan umum berdasarkepada Pasal 145 ayat (2) UU No.32Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

Hal inilah yang menimbulkan perbedaanpenafsiran antara pemerintah pusatdengan pemerintah daerah yang padaprinsipnya sama-samamementingkan danmemikirkan kepen-tingan umum dalamhalinimasyarakat secara keseluruhan.

Kepentingan umum adalah aspekyang bersifat sosioiogis daripada legalistis.sehingga pengujian terhadapkepentinganumum bergantung pada aspekkeberlakuanberbagaimacam jenishukumdan norma sosial yang ada dalammasyarakat. Dalam penjelasan Pasal 136ayat(4)UU No.32Tahun2004 disebutkanbahwa "Yang dimaksud dengan'bertentangan dengan kepentingan umum'dalam ketentuan ini adalah kebijakanyang berakibat terganggunya kerukunanantar warga masyarakat, terganggunyapelayanan umum dan terganggunyaketenteraman/ketertiban umum serta

kebijakan yang bersifat diskriminatif."Dengan demikian, bertentangan dengankepentingan umum menjadi standar yanglonggar yang ditafsirkan berdasarkankekuasaan penafsir. Maka tidak jarangtafsir kepentingan umum lebih mewakilitafsir penguasa. Orientasi kekuasaanlahterkadang yang mewakili kepentinganumum. Pada hal penafsiran harusberorientasikepada keadilan subtantif daripada keadilan prosedural (Mahrus Ali,2010:80).

Dengan demikian, dapat dipastikanbahwa yang ditafsirkan pemerintah pusatmengenai makna 'kepentingan umum'dapat berbeda dengan yang dimaknaiolehpemerintah daerah. Pemerintah daerahmembuat produk hukum berupa perdasudah pasti memperhatikan baik dariaspek filosofis, yuridis dan sosioiogis.Tentunya pemerintah daerah betul-betulmempertimbangkan kebutuhan masyarakat di wilayah kekuasaannya, apa yangdibutuhkan dan apa kebutuhan masyarakat ialah pemerintah daerah yangmengetahui. Sehingga semuanya harusdidasarkan belaka pada kepentingan dankemaslahatan rakyat banyak selakupemegang kedaulatan di negeri ini(LaicaMarzuki,2010:27).

Halinidapat dilihatketika tidak terjadigejolak atau penolakan berlakunya suatuperda di masyarakat juga dapat dibatalkanoleh pemerintah atas dasar bertentangandengan kepentingan umum. Begitu pula

34 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda..

Page 11: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

sebaliknya, apabila suatu perda dianggapmenimbulkan masalah oleh masyarakatdapat saja tidak dibatalkan olehpemerintah jika perda tersebut sesuaitafsir kekuasaan pemerintah, sehinggatertib peraturan perundang-undangan yangdiupayakanlewat pengujianperdabelumtentu berkontribusi kepada tertib sosial.

Menimbulkan Ketidakpastian HukumDalam Pasal 145 ayat (5) UU No.32/

2004 sudah jelas menyebutkan "Apabilaprovinsi/kabupaten/kota tidak dapatmenerima keputusan pembatalan Perda... dengan alasan yang dapat dibenarkanoleh peraturan perundang-undangan,kepala daerah dapat mengajukankeberatan kepada Mahkamah Agung".

Wewenang MA terkait pembatalanPerdaberdasarkanPasal145 ayat (6)UUNomor32/2004 terbatas hanya menerimakeberatan terhadap daerah yang tidakterimapembatalanperdaoleh pemerintah,dan tidak berwenang menguji, apalagimembatalkannya. Akan tetapi bilaperdabertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka asasnya iatidak bisa diberlakukan, karena tidakpunya kekuatan hukum lagi (Maria Farida,2006:2).

Dasar kewenangan MahkamahAgung Republik Indonesia dapat melaku-kan pengujian terhadap PeraturanPemerintah (PP), Peraturan Presiden(Perpres),dan Peraturan Daerah(Perda)dimuat dalam beberapa peraturanperundang-undangan. Mulai dari dasarkonstitusional dalam Pasal 24A ayat (1)UUD 1945, kemudian Pasal 11 ayat (2)huruf b UU No. 4 Tahun 2004 tentangKekuasaan Kehakiman, selanjutnyaPasal 31 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2004tentang Mahkamah Agung memberiukuran atau alasan suatu peraturan dibawah Undang Undang dapat dibatalkan,yaitu: 1) karena bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang lebihtinggi (aspek material); atau 2) pemben-tukannya tidak memenuhi ketentuan yangberlaku (aspek formal).

Untuk melaksanakan kewenanganpengujian peraturan perundang-undangan,MahkamahAgung Republik Indonesiatelahmengeluarkan Peraturan MahkamahAgung (Perma) No. 1Tahun 1999 tentangHak Uji Material yang sudah digantidengan Perma No. 1 Tahun 2004. Salah

Yustisia Edisi 84 September- Desember2012

satu kelemahan dari Perma No. 1 Tahun

2004 tentang Hak Uji Materiil olehMahkamah Agung Republik Indonesiaadalahtidak diaturnya batas waktu prosespengujian peraturan perundang-undangan,termasuk perda, oleh Mahkamah Agung.Misalnya kapan dan berapa lama waktupenunjukan majelis hakim dilakukan danberapa lamawaktu maksimal yang dapatdigunakan majelis hakim untukmemeriksa perkara pengujian peraturan.Ketiadaan pengaturan batas waktu prosesitusangat ironis mengingat dalam permatersebut Mahkamah Agung Republik Indonesia malah membatasi waktu hakwarga negara untuk menyampaikanpermohonan keberatan.

Perma No 1 Tahun 2004 juga tidakmerumuskan ruang bagi masyarakatuntuk dapat mengawasi jaiannya prosespengujian oleh MahkamahAgung RepublikIndonesia. Nampak sekali bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia masihbersifat tertutup, padahal objek yangsedang disengketakan adalahobjek yangterkait dengan kepentingan publik, yaitusuatu peraturan (regeling) yang berlakuumum di masyarakat.

Ketidakjelasan waktu itulah yangmembuat enggan pemerintah daerahuntuk melakukan gugatan sengketa perdadi Mahkamah Agung Republik Indonesia,karena tidak adanya pengaturan bataswaktu proses pengujian yang dilakukanoleh MARI akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Itu dapat terlihat padasengketa yang dilakukan oleh WalikotaBandung dengan dibatalkannya perdaKota Bandung Nomor 26 Tahun 2001tentang Pelayanan di Bidang Pertanian,yang instrumen hukum pembatalannyamelalui Kepmendagri No. 20 Tahun 2005,sedangkan sengketa perda tersebutdiputus oleh Mahkamah Agung padatanggal25 Juli 2008, padahal gugatan hakuji material yang diajukan oleh WalikotaBandung pada tahun 2005 berdasarkanregister dikepaniteraan MahkamahAgungRepublik Indonesia Nomor. 17 P/HUM/2005. Jika demikian, Pemerintah KotaBandung menunggu selama tiga tahuntanpa ada kepastian nasib Perdanya.

Terpusatnya Pengujian di YudisialMelihat ketidakefektifan kewe

nangan hak uji material yang dilakukan

Efektifitas Penyelesaian Pembatalan Perda... 35

Page 12: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

oleh pemerintah daerah dalam gugatansengketa perda, peneliti perlu mengkajikembali apakah memang masih diperlu-kan Executivef Review yang dilakukanpemerintah pusat terhadap perda. Padahal piranti iniberguna untuk menguji suatuperaturan perundang-undangan dan dapatmembatalkannya apabila dipandangbertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (ImamSoebechi,2012:187).

Jimly Asshiddiqie dalam bukunya"Hukum Acara Pengujian Undang-Undang" menyatakan bahwa perdasebagai hasil kerja Kepala Daerah danDewan Perwakilan Daerah (DPRD) tidakdapat dibatalkan oleh keputusan sepihakdari pemerintah pusat begitu saja (JimlyAsshidiqie, 2006:37-39). Pemerin-tahpusat sudah seharusnya tidak diberikewenangan oleh Undang-Undang untukmencabut perda sebagaimana diatur olehUUtentang Pemerintahan Daerah (UUNo32 Tahun 2004), hal demikian merupakanbentuk ketidakkonsistenan peraturanperundang-undangan. Perlu dipikirkankembali untuk mengembalikan kewenangan pengujian perda sepenuhnya berada di

lembaga yudisial atau Mahkamah agungsebagaimana ketentuan Pasal 24A ayat(1) UUD 1945. Dengan catatan adaperombakan kewenangan yang jelas ditubuh Mahkamah Agung Republik Indonesia agar sesuai sistem peradilan yangada. Mengingatpenyelesaian perda tidakmasuk dalam rezim sistem peradilan yangada di Indonesia(Fatkhurohman,2009:2).

C. SimpulanBerdasarkan hasilpenelitiandan pembahasan

dapat disimpulkansebagai berikut.1. Sebagian besar Pemerintah daerah enggan

beracara ke Mahkamah Agung Republik Indonesia seteiah peraturan daerahnya dibatalkanoleh pemerintah pusat, sehingga prosespenyelesaian melalui metode keberatan initidak begitu efektif.

2. Ketidakefektifan upaya inidisebabkan bukanoleh faktor perundang-undangan, penegakhukum dan saranan prasarana, tetapi lebihdisebabkan oleh rendahnya partisipasi dankesadaran hukum pemerintah daerah,sehingga menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum.

Daftar Pustaka

A.Latief Fariqun. 2008. "Peran Hakim Dalam Membangun Negara Hukum Indonesia". Jurnal KonstitusiKerjasama MKRI denganPuskasiFak.Hukum Univ. Widyagama Malang, Vol.1 No.1. Oktober 2008

ArfanFaiz.M. 2009. "Reposisi Lembaga Pendidikan Hukum dalam Proses Legislasidi Indonesia".JurnalKonstitusi, Vol 6 Nomor 2, Februan'2009

Abdul Latif. 2010. "Jaminan UUD1945 dalam Proses Hukum YangAdil". JurnalKonstitusi, Vol7 Nomor 1,Februan'2010

EsmiWarassih P.2001."Fungsi CitaHukum dalamPenyusunanPeraturan PerundanganYang Demokratis".Arena Hukum Majalah Hukum FHUnibrawNo. 15 tahun4, November 2001

Fatkhurohman. 2009. "Pengaruh OtonomiDaerah terhadap Hubungan Pemda di bidang Regulasi untukMenanganiPerda Bermasalah (Studi diKabupatenMalang)". Laporan Penelitian Fundamental DIPADP2M DirektoratPendidikan Tinggi (Dikti) Jakarta.

. 2010. "Pengaruh Otonomi daerah TerhadapHubungan Pemda dibidangRegulasi Untukmenangani Perda Bermasalah (Studi di Kabupaten Malang)". Jurnal Hukum Yustisia, FH UNSSurakarta TerakreditasiEdisi Nomor 79 Januari-April 201

Imam Soebechi. 2012. Judicial ReviewPerdaPajak danRetribusi Daerah. Jakarta: SinarGrafika

JimlyAsshiddiqie. 2006. HukumAcaraPengujian Undang-Undang. Jakarta: Sekretariat Jenderal MKRI

. 2008. Pokok-PokokHukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali Press

. 2010. Perkembangan &KonsolidasiLembaga NegaraPasca Reformasi. Jakarta: SinarGrafika

36 Yustisia Edisi84 September-Desember2012 EfektifitasPenyelesaian Pembatalan Perda.

Page 13: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

Kompas. 2012,23Agustus. Pajak Retribusi, Peraturan Daerah Bermasalah Tak Berlaku

Kompas. 2012,24 Agustus. Peraturan Bermasalah, Daerah Masih Bandel Memberiakukan

Lawrance M. Friedman. 1975. 77je Legal System: Social Science Perspective. New York: Russel sageFoundation

M. Laica Marzuki. 2010. "Permakzulan Presiden/Wakil Presiden Menurut Undang Undang Dasar 1945".Jurnal Konstitusi, Vol7 Nomor 1, Februari 2010

Mahrus AH. 2010. "Mahkamah Konstitusi dan Penafsiran Hukum yang Progresif, Jurnal Konstitusi, Vol 7Nomor 1, Februan'2010.

Maria Farida. 2006. "Problematika Hukum Hak Uji Materiil dan Formal Peraturan Daerah" . http://anqgara.wordDress.com

Philipus M. Hadjon, et. Al, 1995. PengantarHukum Administrasi. cetakan kesebelas. Yogyakarta: GadjahMada UniversityPress

Ridwan HR. 2007. Hukum AdministrasiNegara. Jakarta:Rajawali Press

Safri Nugraha. 2004. "Problematika dalam Pengujian dan Pembatalan Perda Oleh Pemerintah PusatJurnalHukum Bisnis, Volume 23-No. 1-Tahun2004

Satjipto Rahardjo. 2009. Masalah Penegakan Hukum suatu Tinjauan Sosioiogis. Bandung: Sinar Baru

Siwi Tri Puji. 2011. "Kemendagri temukan 329 Perda Bermasalah." www.detiknews.com/read/ [17-1 -2011 ]

Sjachran Basah. 1985. Eksistensi dan TolokUkurBadan PeradilanAdministrasiNegara. Bandung:AIumniSoerjono Soekanto. 1983. Penegakan Hukum. Jakarta: Binacipta

Suko Wiyono. 1999. "Pengujian Keabsahan Peraturan Daerah dalam Rangka Penyelenggaraan OtonomiDaerah Berdasarkan Undang Undang Nomor22Tahun 1999Tentang Pemerintahan Daerah". RingkasanDisertasi. Malang: PPS Universitas Brawijaya Malang

Umbu Lily Pekuwali. 2010. "Eksistensi Perda dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat". Jurnal YustisiaFH UNS Surakarta, Terakreditasi Edisi Nomor 79, Januari-April 2010

UU No. 32 TAHUN 2004 tentang Pemerintahan Daerah

UU No.12Tahun 2011 tentang Pembentukan PeraturanDaerah

Yustisia Edisi 84 September- Desember2012 EfektifitasPenyelesaian Pembatalan Perda... 37

Page 14: DaftarPustakaperpustakaan.unitomo.ac.id/repository/EFEKTIFITAS PENYELESAIAN...efektifitas penyelesaian pembatalan peraturan daerah melalui metode keberatan di mahkamah agung oleh pemerintah

HARMONISASI FUNGSI DPD DAN DPR PADA LEMBAGA PERWAKILAN

RAKYAT DALAM SISTEM BIKAMERAL

GUNA PELAKSANAAN CHECKS AND BALANCES

Titik Triwulan Tutik

Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel SurabayaEmail: tt titikBvahoo.com

Abstract

Thisstudyis a normative legal research. Thestudyaims to examine the function ofharmonization betweenDPDand the DPR inagency representativesinbicameral system. Approach is used in thisstudy are thehistorical, thestatute, the comparative, the conceptual, andthecase approach. Datacollection bycollectingprimarylegal materials and secondary. Primary legal materials studiedand identified with the "Irac", whilesecondary legalmaterials are accountedforusingthecardsystem, which is basedon theresearch subject.These materials are searched legal relationship between one and the other uses reasoning (analysis)deductive and inductive to generate propositions and concepts, either the definition, description, andclassification as a resultofresearch. Deductive analysis starts from the provisions made UUDNR11945and withthe support ofsecondary legalmaterials includingliterature ofconstitutionallaw concerning stateagency DPD. The results show that the first, DPD as state agencies in a bicameral system is formulatedas a representative body ofthe people whoare institutionallyhave equal footing with the DPR, even intermsof therepresentation of characterbased onregions, DPDhas a broaderrepresentation of the characterofthe DPR because the dimensions ofrepresentativeness based to all the people who are in these areas.Second, the DPD as a representative body ofthe people have the dutyand authority as the DPR, whichhas the function of the budget, legislation, and despite the limitedsupervision. Third, in the context ofconstitutionalIndonesia, there is no synchronization and harmonization ofthe position and functionoftheDPD and DPR, it weakened the state DPD function as a state institution.

Keywords: the function of checks and balances, bicameral system, synchronization, harmonization,people representative institution

Abstrak

Penelitian inimerupakan penelitian hukum normatifyang mengkaji harmonisasi fungsi DPD dan DPR padalembaga perwakilan rakyat dalam sistem bikameral. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian iniadalah pendekatan historis, perundang-undangan, perbandingan, konsep, dan kasus. Pengumpulan datadengan menghimpun bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer dikajidan diidentifikasidengan metode "IRAC", sedangkan bahan hukum sekunder dicatat dengan menggunakan sistem kartu,yang disusun berdasarkan pokok permasalahan penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut dicarihubungannyaantarsatu dan lainnya menggunakan penalaran (analisis) deduktif dan induktifuntuk menghasilkan proposisidan konsep, baik berupa definisi, deskripsi, maupun klasifikasi sebagai hasil penelitian. Analisis deduktifdilakukan bertitik tolak dari ketentuan UUD NR11945 dan didukung bahan hukum sekunder termasukkepustakaan hukum tata negara yang menyangkut lembaga negara DPD. Hasil penelitian menunjukkanbahwa pertama, DPD selaku lembaga negara dalam sistem bikameral diformulasikan sebagai lembagaperwakilan rakyat yang secara kelembagaan memiliki kedudukan sama dengan DPR, bahkan dari segikarakterketerwakilan berdasarkan daerah-daerah, DPD memiliki karakter keterwakilan yang lebih luas dariDPR karena dimensi keterwakilannya didasarkan kepada seluruh rakyat yang terdapat pada daerah-daerah.Kedua, DPD selaku lembaga perwakilan rakyat memilikitugas dan wewenang sebagaimana DPR, yaitumemiliki fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan meski sifatnya terbatas. Ketiga, dalam konteksketatanegaraan Indonesia, tidak ada sinkronisasi dan harmonisasi kedudukan dan fungsi antara DPD danDPR, keadaan ini melemahkan fungsi DPD selaku lembaga negara.

Kata kunci: checks and balances, sistem bikameral, sinkronisasi, harmonisasi, lembaga perwakilan rakyat

38 Yustisia Edisi 84 September- Desember2012 Harmonisasi Fungsi DPD dan DPR pada...