Da Swat i 181976
-
Upload
hanifa-bi-barito -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
description
Transcript of Da Swat i 181976
ANALISIS FAKTOR RISIKO UMUR, PARITAS, DAN RIWAYAT ABORTUS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS
DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR PERIODE JANUARI 2004-JULI 2005
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Sarjana Sains Terapan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Oleh
Daswati
04/181976/DKU/00671
PROGRAM DIPLOMA IV PERAWAT PENDIDIK PROGRAM KHUSUS BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2005
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT, atas rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga laporan hasil skripsi
ini dengan judul “Analisis Faktor Risiko Umur, Paritas
dan Riwayat Abortus Terhadap Kejadian Abortus di RSUD
Labuang Baji Makassar Periode Januari 2004-Juli 2005”,
dapat diselesaikan penyusunannya sesuai jadual yang
telah ditetapkan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan
dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak dapat
terwujud, untuk itu dengan segala kerendahan hati
perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. dr. Sunartini, Sp.A (K), Ph.D., Selaku Ketua Program
Diploma IV Perawat Pendidik Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. dr. Wahyudi Istiono, M. Kes, selaku Ketua Program
Khusus Bidan Pendidik, beserta staf dosen D-IV Bidan
Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
3. dr. Hasto Wardoyo, SpOG, selaku Pembimbing I dengan
penuh kesabaran dan segala waktu yang telah
diluangkan dalam membimbing penyusunan skripsi ini.
iv
4. Endah Mth, SIP, M. Kes, selaku Pembimbing II yang
telah banyak meluangkan waktu dan perhatian dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Nining Wiyati, SPd., M. Kes, selaku Pembimbing III
yang telah banyak memberikan arahan dan perhatian
dalam penyusunan skripsi ini.
6. dr. H. Subari Damopolii, selaku Direktur Akademi
Kebidanan Muhammadiyah Makassar, yang telah
memberikan izin untuk mengikuti pendidikan di D-IV
Perawat Pendidik Program Khusus Bidan Pendidik FK
UGM Yogyakarta.
7. dr. H. Sofyan Muhammad, M.Si, selaku Kepala Badan
Pengelola RSUD Labuang Baji Makassar.
8. Suami, anak-anakku tercinta yang telah terabaikan
serta selalu memberi motivasi & semangat serta doa.
9. Teman-teman dan semua pihak yang turut membantu
dengan setulus hati sehingga skripsi ini dapat
tersusun.
Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, amin…
Yogyakarta, Agustus 2005
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................ i
LEMBAR PENGESAHAN................................... ii
KATA PENGANTAR .................................... iii
DAFTAR ISI........................................... v
DAFTAR TABEL....................................... vii
INTISARI. ........................................ viii
ABSTRACT. .......................................... ix
BAB I PENDAHULUAN.................................... 1
A. Latar Belakang.............................. 1
B. Rumusan Masalah............................. 6
C. Tujuan Penelitian........................... 7
D. Manfaat Penelitian.......................... 7
E. Keaslian Penelitian......................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................ 10
A. Telaah Pustaka............................ 10
B. Landasan Teori............................ 30
C. Kerangka Teori............................ 33
D. Kerangka Konsep Penelitian................ 34
E. Identifikasi Variabel Penelitian.......... 34
F. Hipotesis................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN........................... 35
A. Jenis Penelitian.......................... 35
B. Desain Penelitian......................... 35
C. Waktu dan Lokasi Penelitian............... 36
D. Populasi dan Subyek Penelitian............ 36
E. Metode Pengumpulan Data................... 38
F. Cara Pengambilan dan Besar Sampel......... 38
G. Definisi Operasional...................... 40
H. Analisis Data............................. 41
vi
I. Jalannya Penelitian....................... 40
J. Kesulitan Penelitian...................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............. 45
A. Hasil..................................... 45
B. Pembahasan................................ 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................... 60
A. Kesimpulan................................ 60
B. Saran..................................... 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi dan Proporsi Faktro Risiko Abortus Berdasarkan Faktor Risiko Umur... 47
Tabel 2 : Distribusi dan Proporsi Faktro Risiko
Abortus Berdasarkan Faktor Risiko Jumlah Paritas............................ 48
Tabel 3 : Distribusi dan Proporsi Faktro Risiko Abortus Berdasarkan Faktor Risiko Riwayat Abortus........................... 49 Tabel 4 : Hubungan Faktor Risiko Umur terhadap Kejadian Abortus.......................... 50 Tabel 5 : Hubungan Faktor Risiko Jumlah Paritas terhadap Kejadian Abortus......... 51 Tabel 6 : Hubungan Faktor Risiko Riwayat Abortus terhadap Kejadian Abortus......... 52 Tabel 7 : Pengaruh Faktor Risiko Umur dan Faktor
Risiko JumlahParitas terhadap Kejadian Abortus................................... 53
viii
INTISARI
ANALISIS FAKTOR RISIKO UMUR, PARITAS DAN RIWAYAT ABORTUS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR
PERIODE JANUARI 2004-JULI 2005
Daswati1, Hasto Wardoyo2, Endah Mth3
Latar Belakang : Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator untuk menilai pelayanan obstetri. Menurut SDKI (1994) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 390/100.000 kelahiran hidup. WHO (1995) memperkirakan hampir 515.000 ibu hamil meninggal karena komplikasi kehamilan dan persalinan. Salah satu penyebab kematian ibu saat ini adalah abortus. Abortus dapat menimbulkan komplikasi, bahkan dapat berakhir dengan kematian ibu. Beberapa faktor risiko terjadinya abortus antara lain umur, paritas dan riwayat abortus. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan faktor risiko umur reproduktif tidak sehat, jumlah paritas dan riwayat abortus terhadap kejadian abortus. Metode : Deskriptif analitik dengan desain case control, menggunakan uji statistik Chi Square dan regresi logistik. Besar sampel terdiri dari 69 kelompok kasus dan 69 kelompok kontrol yeng memenuhi kriteria penelitian. Hasil : Faktor risiko umur reproduktif tidak sehat mempunyai hubungan bermakna terhadap kejadian abortus dengan nilai OR=5,966; CI=95%:2,260-15,748; p=0,00. Faktor risiko jumlah paritas ≥ 2 mempunyai hubungan bermakna terhadap kejadian abortus dengan nilai OR=4,407; CI 95%:2,139-9,080; p=0,00. Faktor risiko riwayat abortus terhadap kejadian abortus mempunyai risiko 1,5 kali, tetapi secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna dengan nilai p=0,437 (>0,005). Kesimpulan : Faktor risiko umur reproduktif tidak sehat, jumlah paritas ≥ 2 secara statistik berhubungan dengan kejadian abortus, dan faktor risiko riwayat abortus secara statistik tidak berhubungan dengan kejadian abortus, namun demikian perlu dilakukan penelitian berlanjut dengan besar sampel yang lebih besar oleh karena pada penelitian ini penurunan nilai power (β) sebesar 50%. Kata kunci : Faktor risiko abortus, umur, paritas, riwayat abortus. 1 : Mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta 2 : Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta 3 : Assisten Pengembangan, Kerjasama dan Riset Program Diploma IV
Perawat Pendidik Program Khusus Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
ix
ABSTRACT
RELATIONSHIP ANALYSIS BETWEEN THE RISK FACTORS OF AGE, PARITY AND ABORTION HISTORY WITH ABORTION EVENT IN RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR SINCE JANUARY 2004 UP TO JULY 2005
Daswati1, Hasto Wardoyo2, Endah Mth3
Background: Maternal Mortality Rate (MMR) is an indicator of obstetric service evaluation. According to SDKI (1994), MMR in Indonesia was 390/100.000 life birth. WHO (1995) estimated that nearly 515.000 pregnant women died due to pregnancy and delivery complication. One cause of death is abortion. Abortion may result in complication, even death. Some risk factors of abortion event are age, parity, and abortion history. Objectives: To identify relationship between factors of unhealthy reproductive age risk, total parities and abortion history on abortion event. Methods: Analytical description by case control design used Chi square test and logistic regression. The of samples consisted of 69 case groups and 69 control groups which fulfil the research criteria. Results: Risk factor of unhealthy reproductive age had significant relationship with abortion event with value of OR = 5.966; CI = 95%: 2.260-15.748; p = 0.00. The risk factor of total parities > 2 had significant relationship to abortion event with value of OR = 4.407; CI = 95%: 2.139-9.080; p = 0.00. The risk factor of abortion history on abortion event had risk of 1.5 times, but there was not statistically significant relationship with value of p = 0.437 (>0.005). Conclusion: There was significant relationship between risk factor of unhealthy reproductive age, total parities ≥ 2 had with abortion event. There was not significant relationship between risk factor of abortion history with abortion event. Based on the assumtion of power value’s (β) decreasing of 50% in this research, it is necessary to do follow-up research with more samples.
Keywords: Factors of abortion risk, age, parity, abortion history. 1 Student of D IV Program Educational Midwife, Medical Faculty Gadjah
Mada University Yogyakarta 2 Division of obstetric and Gynecology of RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. 3 Assistant of Development, Relationship and Program Research, Diploma
IV of Program Education Nurse, specialized in Educator Midwife, the Faculty of Medicine, Gadjah Mada University Yogyakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator untuk
menilai keadaan pelayanan obstetri. Pada tahun 1994
dari hasil SDKI menetapkan AKI di Indonesia secara
nasional sebesar 390/100.000 kelahiran hidup (Tanjung,
2001). Meskipun survei menunjukkan bahwa angka
kematian ibu di Indonesia telah turun menjadi
307/100.000 kelahiran hidup antara tahun 1998-2002,
namun angka ini masih relatif tinggi dibanding dengan
negara ASEAN lainnya ( http : // www . or . id / pubs /
imdg 2004/BI/Indonesia, 2004).
World Health Organization (WHO) memperkirakan
bahwa dalam tahun 1995 hampir 515.000 ibu hamil
meninggal karena komplikasi kehamilan dan persalinan.
Kehamilan dan persalinan menimbulkan risiko kesehatan
yang besar, termasuk bagi perempuan yang tidak
mempunyai masalah kesehatan sebelumnya. Kira-kira 40%
ibu hamil mengalami masalah kesehatan yang berkaitan
dengan kehamilan, dan 15% dari semua ibu hamil
menderita komplikasi jangka panjang atau yang mengancam
jiwa (Shane B, 2002).
1
2
Salah satu penyebab kematian ibu saat ini adalah
abortus selain, preeklampsia/eklampsia dan infeksi.
Di dunia, angka abortus diperkirakan mencapai 46 juta
kasus atau seperempat dari sekitar 180 juta kehamilan.
Kejadian tersebut dapat menimbulkan risiko dan
komplikasi, bahkan dapat berakhir dengan kematian ibu
(Ichsan dan Sibuea, 1997). Menurut data dari WHO
sekitar 15-50% kematian ibu disebabkan oleh abortus,
tetapi kematian ibu yang disebabkan oleh abortus sering
tidak terlihat dalam laporan kematian, namun dilaporkan
sebagai kasus perdarahan atau infeksi/sepsis (Affandi B
at al, 1999).
Kehamilan trimester I merupakan masa yang sangat
penting, karena organogenesis terjadi pada masa ini.
Perdarahan pada masa ini merupakan ancaman bagi ibu
maupun embrio yang sedang tumbuh dan berkembang yang
sering diikuti dengan terminasi kehamilan/abortus dan
sekitar 30% dari semua hasil konsepsi akan gugur pada
masa ini (Nathin, 1996).
Menurut Kamila (2004), insiden terjadinya abortus
semakin meningkat dari tahun ke tahun, abortus 80%
terjadi pada kehamilan trimester I dan insiden menurun
sejalan dengan meningkatnya usia kehamilan. Abortus
dapat disebabkan oleh karena anomali embrio, kelainan
3
kromosom, usia, anomali uterus, penyakit ibu, gangguan
pada placenta, infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Others,
Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simpleks) dan lain-
lain.
Dalam terminologi kedokteran, abortus adalah
gugurnya suatu kehamilan yang tidak diduga-duga, tidak
direncanakan, spontan sebelum janin cukup berkembang
untuk bertahan hidup di luar kandungan (Hacker NF dan
More JG, 2001). Sementara Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mendefenisikan sebagai berakhirnya kehamilan
dengan pengeluaran janin atau embrio yang berbobot 500
gr atau kurang dengan usia kehamilan sebelum 20 minggu.
Diperkirakan frekuensi abortus berkisar 10-15% dan
frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila
diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini, terlambat
haid beberapa hari sehingga wanita itu sendiri tidak
mengetahui bahwa ia hamil (Affandi B at al, 1999).
Abortus spontan termasuk suatu mekanisme biologis
alamiah untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
abnormal. Akan tetapi jika hasil konsepsi tidak keluar
seluruhnya maka kemungkinan besar terjadi berbagai
komplikasi seperti perdarahan, shock, perforasi dan
infeksi yang dapat mengakibatkan kematian (Ichsan dan
Sibuea, 1997).
4
Beberapa penulis menyebutkan faktor risiko
terjadinya abortus adalah meningkatnya usia dan jumlah
paritas ibu, riwayat abortus yang pernah dialami pada
kehamilan sebelumnya, status gizi ibu, trauma psikis,
mioma uteri, penyakit ibu (DM, thiroid, infeksi TORCH)
(Cunningham, 1995; Goldman, 2005; Knuppel, 1993; Lubis,
2003; Dalono, 2003).
Usaha pencegahan terjadinya komplikasi pada
kehamilan (abortus) dapat dilakukan apabila dapat
diidentifikasi faktor-faktor risiko yang berpengaruh
pada kejadian abortus sehingga tindakan preventif atau
profilaktif dapat diberikan pada saat yang optimal
sehingga dapat menurunkan risiko morbiditas dan
mortalitas maternal.
Telaah pustaka yang telah dilakukan melaporkan
bahwa di RSUD Dr. Sutomo Surabaya (Nathin, H.A, 1996)
didapatkan 39% kasus abortus imminens yang menunjukkan
janin mati, di RSUD Dr. Moewardi Surakarta terdapat 244
kasus abortus (Sulistyawati S, Dalono J.B, 1999), RSU
Haji Makassar (2003) terdapat 12,72% kasus abortus dari
393 kasus obstetri, RSIA Siti Khadijah Makassar (2003)
sebanyak 10,12% kasus abortus dari 1096 kasus obstetri
dan di RSUD labuang Baji Makassar (2003) dilaporkan
5
sebanyak 240 kasus abortus (24,46%) dari 981 kasus
obstetri.
RSUD Labuang Baji Makassar adalah salah satu rumah
sakit umum yang terdapat di ibukota propinsi Sulawesi
Selatan, melaksanakan pelayanan kebidanan (ante natal)
dan merupakan rumah sakit rujukan terdepan/tingkat
primer dari berbagai puskesmas di wilayah kerjanya yang
memberikan pelayanan obstetri essensial termasuk
penanganan abortus dan berbagai komplikasinya.
Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi
terjadinya abortus masih dijumpai pada ibu hamil yang
mengalami abortus di RSUD Labuang Baji Makassar. Pada
tahun 2000 terdapat 166 kasus abortus spontan, faktor
risiko yang dapat diidentifikasi antara lain faktor
umur (hamil pada umur masa reproduksi tidak sehat)
terdapat sekitar 25,30%, jumlah paritas lebih banyak
(multipara dan grandemultipara sekitar 49%) dan adanya
riwayat abortus pada kehamilan sebelumnya sekitar 6,6%.
Hal tersebut tidak dapat dihindari oleh karena adanya
ibu hamil yang menikah pada usia relatif tua atau hamil
beberapa tahun setelah pernikahan, begitu pula
sebaliknya pernikahan pada usia dini mempunyai potensi
hamil lebih dini pula, sementara ibu hamil dengan
jumlah paritas yang lebih banyak terdapat pada ibu yang
6
tidak memakai alat kontrasepsi atau kegagalan alat
kontrasepsi serta adanya hasrat ibu untuk hamil lagi
karena kegagalan kehamilan sebelumnya (abortus).
Hal tersebut diperlukan suatu perhatian untuk
meminimalkan risiko-risiko yang dapat mempengaruhi
terjadinya abortus sehingga tindakan preventif dalam
bentuk skrining lebih dini mengandung makna penting
dalam upaya mencegah komplikasi obstetri (abortus) dan
memastikan bahwa komplikasi obstetri dapat dideteksi
sedini mungkin sehingga penanganan dapat diberikan
secara memadai dan optimal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, penulis
merumuskan permasalahan penelitian ini adalah : “Apakah
terdapat hubungan faktor risiko umur reproduktif tidak
sehat, jumlah paritas, dan riwayat abortus terhadap
kejadian abortus di RSUD Labuang Baji Makassar ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan faktor risiko umur reproduktif
tidak sehat, jumlah paritas, dan riwayat abortus
terhadap kejadian abortus, di RSUD Labuang Baji
Makassar periode Januari 2004 – Juli 2005.
7
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui proporsi faktor umur reproduktif
tidak sehat terhadap kejadian abortus.
b. Untuk mengetahui proporsi faktor jumlah paritas
terhadap kejadian abortus.
c. Untuk mengetahui proporsi faktor riwayat abortus
terhadap kejadian abortus.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan :
1. Manfaat teoritis
Dapat menambah wawasan khususnya tentang
hubungan faktor risiko terhadap kejadin abortus
sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan
perdarahan kehamilan khususnya perdarahan yang
terjadi pada kehamilan muda (abortus) melalui
skrining awal faktor risiko.
2. Manfaat praktis
a. Bagi instansi, penelitian ini dapat dijadikan
gambaran tentang faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya abortus.
b. Dalam pelayanan kebidanan, dengan meminimalkan
pengaruh faktor risiko yang dapat menimbulkan
terjadinya abortus.
8
c. Untuk menjadi bahan acuan bagi peneliti
selanjutnya yang ingin meneliti hal yang berkaitan
dengan masalah penelitian ini.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemantaun penulis, sudah ada penelitian
tentang perdarahan dalam kehamilan, diataranya adalah
: Sulistyowati dan Dalono (1999), “Hubungan Antara
Beberapa Faktor Risiko Terhadap Insiden Abortus
Provokatus Di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta”, penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
beberapa faktor risiko terhadap insiden abortus
provokatus, rancangan yang digunakan adalah
observasional analitik cross sectional mengenai kasus
abortus provokatus yang dirawat dari tanggal 1 Januari
1993 s/d 31 Desember 1997), dengan hasil yang
didapatkan adalah terdapat abortus provokatus 9 kasus
(1.13%) dari 841 kasus abortus.
“Gambaran USG vaginal kasus abortus imminens dengan
usia kehamilan 12 minggu atau kurang di RSUD DR.
Soetomo Surabaya” (Nathin H.A, 1996), penelitian
tersebut bertujuan mengetahui gambaran keadaan janin
pada kasus abortus imminens dengan metode yang
digunakan adalah deskriptif dan didapatkan hasil bahwa
9
dengan pemeriksaan USG vaginal didapatkan 29,3%
menunjukkan janin hidup, 39,0% menunjukkan janin mati,
22,0% blighted ovum, 2,4% hamil mola, 2,4% tidak
menunjukkan tanda kehamilan, dan 2,4% menunjukkan
gambaran kehamilan ektopik.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak
pada subyek penelitian, metode, tempat dan tujuan
penelitian yaitu untuk mengetahui besarnya faktor
risiko umur, paritas dan riwayat abortus terhadap
kejadian abortus spontan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Abortus
a. Pengertian
Abortus adalah gugurnya suatu kehamilan secara
tak diduga-duga, tak direncanakan, spontan sebelum
janin cukup berkembang untuk bertahan hidup di luar
kandungan (Hacker NF dan More JG, 2001). Abortus
adalah berakhirnya suatu kehamilan yang disebabkan
oleh faktor-faktor tertentu saat usia kehamilan
masih muda dan buah kehamilan belum mampu hidup di
luar kandungan (Depkes RI, 1998).
Berdasarkan berbagai variasi batasan yang ada
maka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefenisikan
abortus sebagai keadaan dimana berakhirnya kehamilan
dengan pengeluaran janin atau embrio yang berbobot
500 gr atau kurang dengan usia kehamilan sebelum
20 minggu (http://www. Ministry Reproductive Health
Profile, 2003).
b. Patologi Abortus
Setiap perdarahan pada awal kehamilan harus
selalu difikirkan berasal dari tempat perlekatan
10
11
placenta atau permukaan choriodecidua dan dianggap
mengancam kelangsungan dari kehamilan (Yosep, 1996).
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam
desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis
jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan
hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan
ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi khorialis belum menembus
desidua lebih dalam. Pada kehamilan antara 8 sampai
14 minggu villi khorialis menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya placenta tidak dilepaskan
secara sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan (Prawirohardjo S, 2002).
Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin,
disusul beberapa waktu kemudian oleh placenta.
Perdarahan tidak banyak jika placenta segera
terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur
(Prawirohardjo S, 2002).
12
c. Jenis abortus
1) Abortus imminens
Adalah terjadinya perdarahan dalam rahim pada
tahap awal dimana mudigah (embrio) masih utuh
dalam rahim. Pada tahap ini umumnya perdarahan
hanya sedikit atau agak banyak namun tidak
disertai rasa mules. Pada abortus imminens ini
harus dipastikan apakah janin masih berkembang
atau tidak dengan melakukan pemeriksaan lanjutan,
dan pada sebagian kasus abortus imminens masih
dapat dipertahankan kehamilannya.
2) Abortus insipiens
Pada tahap ini hasil konsepsi (embrio) masih
dalam uterus, mulut rahim mulai terbuka dan muncul
perdarahan yang lebih banyak disertai dengan
timbulnya kontraksi uterus yang mengakibatkan
nyeri perut. Bagaimanapun bentuk nyeri yang
terjadi, kelangsungan kehamilan dengan perdarahan
dan rasa nyeri memperlihatkan pronosis yang jelek
(Prawirohardjo S, 2002)
3) Abortus inkomplitus
Pada tahap ini terjadi pengeluaran hasil
konsepsi, namun masih ada sisa yang tertinggal
dalam rahim. Pada umumnya terjadi perdarahan yang
13
sangat banyak sehingga dapat menimbulkan shock.
Perdarahan yang aktif dan jaringan yang tertinggal
harus diangkat segera dengan tindakan pengosongan
uterus (Saifuddin, 2000).
Pada abortus inkomplitus kemungkinan besar
terjadi infeksi, hal tersebut disebabkan oleh sisa
jaringan yang ada dalam uterus menjadi sumber yang
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu,
adanya anemia akibat perdarahan akan mempermudah
terjadinya infeksi (Ichsan dan Sibuea, 1997).
4) Abortus komplitus
Pada tahap ini semua hasil konsepsi sudah
keluar dari rahim. Perdarahan berkurang menjadi
lebih sedikit dan mulut rahim menutup kembali dan
uterus mengecil (Prawirohardjo S, 2002).
5) Missed abortion
Suatu keadaan dimana kematian janin dalam
uterus yang tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau
lebih. Missed abortion biasanya didahului oleh
tanda-tanda abortus imminens yang kemudian
menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.
Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-
kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah
14
karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke
arah itu perlu dilakukan (Prawirohardjo S, 2002).
6) Abortus yang berulang (abortus habitualis)
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut-turut. Berdasarkan perhitungannya,
tiga abortus yang berturut-turut mungkin akan
berhubungan dengan suatu faktor etiologik yang
tunggal (Prawirohardjo S, 2002).
d. Penanganan
1) Abortus imminens
Abortus yang mengancam sebaiknya ditangani
dengan pemeriksaan ultrasonik untuk menentukan
apakah janin masih dapat hidup atau tidak. Sekitar
25% dari abortus yang mengancam berlanjut dengan
gugurnya kehamilan. Pada mereka yang terdapat
janin hidup dalam kehamilannya 94% akan
menghasilkan bayi yang hidup, meskipun terdapat
bukti yang menunjukkan bahwa insiden kelahiran
kurang bulan pada kasus ini mungkin sedikit lebih
tinggi daripada mereka yang tidak mengalami
perdarahan dalam trimestrer pertama. Pada tahap
ini terdapat bukti bahwa istirahat di tempat tidur
akan memperbaiki prognosis.
15
2) Abortus insipiens
Pada tahap ini perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografik untuk menentukan apakah proses itu
tidak dapat dielakkan atau telah berjalan lebih
jauh untuk menjadi tidak lengkap sehingga perlu
dilakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum
Manual (AVM) (Saifuddin, 2002).
3) Abortus inkomplitus
Pasien membutuhkan perawatan rumah sakit,
analgesia, dan sangat mungkin resusitasi. Adalah
bijaksana bila memasang suatu jalur intra vena
pada pasien dengan abortus yang tidak lengkap dan
mengambil darah untuk pencocokan golongan darah.
Pada tahap ini pasien tiba-tiba dapat menjadi
shock secara hebat sebagai akibat perdarahan, atau
sepsis. Jika keadaan pasien stabil, sisa-sisa
hasil konsepsi harus dievakuasi dari rahim di
bawah anastesi yang tepat.
Abortus yang tidak lengkap yang telah menjadi
sepsis adalah suatu keadaan yang penuh dengan
bahaya harus ditangani dengan tepat. Sepsis dapat
mengakibatkan gagal ginjal dan hati, pembekuan
intravaskuler diseminata bahkan kematian.
4) Abortus yang tertahan (missed abortion)
16
Abortus yang tertahan (missed abortion) perlu
dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonik. Sekali
diagnosis telah dibuat, tepat bila mengevakuasi
hasil-hasil konsepsi yang bertahan untuk
meminimalkan risiko sepsis dan mengurangi laju
perdarahan.
5) Abortus habitualis
Sejauh ibu terlibat, tepat untuk
menyingkirkan adanya kelainan sistemik misalnya
diabetes mellitus, penyakit thiroid, dan ini juga
diperlakukan untuk menguji adanya suatu
antikoagulan lupus. Kromosom pihak ayah dan ibu
harus dievaluasi, dan histeroskopi atau
histereografi harus dilakukan untuk mengevaluasi
anatomi rahim.
Mengingat kemungkinan terjadinya abortus yang
disebabkan oleh penyebab infeksi, juga tepat untuk
menyingkirkan adanya Toxoplasma, Treponema,
Cytomegalovirus dan Herpes.
e. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pasca abortus
adalah :
1) Perdarahan
17
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan
uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian ibu
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan
pada waktunya (Prawirohardjo S, 2002).
2) Infeksi
Sisa produk kehamilan merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan bakteri dan jaringan yang
terkena infeksi akan mengalami nekrosis. Pada
abortus dengan infeksious kuman penyebab umumnya
kuman endogen dan infeksi terbatas pada lapisan
atas endometrium atau desidua oleh karena lapisan
leukosit yang terbentuk di bawahnya melindungi
lapisan yang lebih dalam dari endometrium. Kuman
yang menyerang biasanya bervirulensi yang rendah
seperti stafilokokus, streptokokus anaerob dan
basil koli. Jika kuman yang menyerang bervirulensi
tinggi maka dapat terjadi abortus septik (Chalik,
1997).
3) Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena
perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat (syok endoseptik) (Prawirohardjo S, 2002).
18
2. Faktor Penyebab Abortus
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas
peristiwa abortus tidak selalu nampak jelas, tetapi
dalam beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi
ovum yang terjadi secara spontan hampir selalu
didahului olah kematian embrio atau janin. Kematian
janin dapat disebabkan oleh abnormalitas pada ovum-
zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu.
(Cunningham,1995).
Penyebab abortus sebagian besar tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor
sebagai berikut :
a. Kelainan Telur (Ovum yang Patologik)
Penemuan morfologis yang paling sering terjadi
dalam abortus dini adalah abnormalitas dalam
perkembangan zigot. Menurut Hertig dan Sheldon dalam
Cunningham (1995), bahwa dalam suatu analisis
terhadap kasus abortus spontan mengobservasi adanya
ovum yang pathologis (blighted) dengan embrio
mengalami degenerasi atau dengan embrio yang tidak
ditemukan.
b. Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat
menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan
19
berat biasanya menyebabkan kematian embrio pada
kehamilan muda (Prawirohardjo S, 2002).
Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan adalah sebagai berikut, (Manuaba, 1998):
1) Kelainan kromosom
Kelainan yang paling sering ditemukan pada abortus
spontan adalah trisomi, poliploidi, dan
kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
2) Lingkungan kurang sempurna
Bila lingkungan endometrium di sekitar tempat
implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-
zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. Hal ini
biasa disebabkan oleh anemia.
3) Pengaruh dari luar
Radisi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan
hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya
dinamakan pengaruh teratogen.
c. Kelainan pada Placenta
1) Infeksi pada placenta dengan berbagai sebab,
sehingga placenta tidak dapat berfungsi.
20
2) Gangguan pembuluh darah placenta, yang
menyebabkan oksigenasi placenta terganggu
misalnya pada hipertensi menahun.
d. Kelainan Traktus Genitalis
Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan
bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab lain
abortus dalam trimester II ialah serviks inkompeten
yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada
serviks, dilatasi servik berlebihan, dan robekan
serviks yang tidak dijahit.
3. Faktor Risiko
a. Umur
Risiko abortus nampaknya semakin meningkat
dengan semakin lanjutnya usia ibu, demikian juga
riwayat abortus sebelumnya (Knuppel, 1993).
Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis
bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang
dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur
di atas 40 tahun (Cunningham,1995).
Menurut Chalik (1991), berbagai kesulitan dalam
kehamilan maupun persalinan lebih rentan terjadi
pada usia lebih dini/remaja (< 20 tahun) oleh karena
kematangan fisik termasuk organ reproduksi berkaitan
erat dengan usia dalam artian pertumbuhan tubuh
21
belum optimal tercapai termasuk organ reproduksi
(hipoplasi uteri dan kesempitan panggul).
Wanita hamil pada usia muda dapat meningkatkan
risiko komplikasi obstetrik karena tingkat tumbuh
sistem reproduksi relatif kurang sempurna dibanding
dengan wanita hamil pada usia reproduktif sehat
(20 – 35 tahun) untuk reproduksi, begitu pula
kehamilan yang terjadi setelah umur 35 tahun fungsi
uterus menurun oleh karena adanya vaskularisasi ke
uterus yang kurang adekuat (Eastman, cit Dasuki D at
al, 1997).
Goldman et al (2005) melaporkan bahwa, seiring
meningkatnya usia ibu mempunyai hubungan yang
bermakna dengan kejadian abortus dengan Odds Ratio
(OR) 2,0 tingkat kemaknaan (α) 0,05 dengan
confidence interval 95%.
b. Paritas
Risiko abortus nampaknya semakin meningkat
dengan bertambahnya jumlah paritas, demikian juga
riwayat abortus sebelumnya (Knuppel, 1993).
Multiparitas adalah seorang wanita yang telah
menyelesaikan dua atau lebih kehamilannya yang
mencapai viabilitas (Cunningham, 1995).
22
Menurut Kady at.al (2005), melaporkan bahwa
multiparitas akan meningkatkan berbagai komplikasi
obstetri antara lain meningkatkan kejadian abortus,
kelahiran bayi prematur, ruptur uterine, bahkan
kematian ibu dan janin.
Faktor umur juga berhubungan dengan jumlah
paritas, di luar umur reproduksi sehat, multiparitas
dan grandemulti akan meningkatkan terjadinya
komplikasi dalam kehamilan. Pada multiparitas dan
grandemultipara, fungsi uterus untuk menunjang
tumbuh kembang janin menurun, oleh karena menurunnya
kapasitas sirkulasi darah ke uterus dan menurunnya
fungsi myometrium sehingga vaskularisasi ke uterus
tidak adekuat (Eastman, cit Dasuki D at al, 1997).
c. Riwayat abortus
Abortus lebih sering terjadi bila sudah pernah
mengalami abortus sebelumnya. Calvin (dalam
Prawirohardjo S, 2002) melaporkan penelitiannya
terhadap 141 wanita hamil yang sebelumnya mengalami
1-4 abortus berturut-turut, terdapat 22,4% akan
mengalami abortus pada kehamilan berikutnya.
Menurut Malpas (1938) bahwa bila terdapat suatu
penyebab tunggal pada kasus abortus maka wanita
hamil tersebut kemungkinan mengalami abortus secara
23
berulang dan berdasarkan perhitungannya tiga abortus
berturut-turut mungkin berhubungan dengan suatu
faktor etiologik tunggal (Hacker NF dan More JG,
2001).
Berbagai kondisi yang berperan dalam abortus
yang berulang antara lain adanya respon antibodi
ibu. Dengan pertumbuhan trofhoblast akan menekan
rangsangan sistem antibodi spesifik igG sehingga
kadarnya akan menurun dalam peredaran darah pada
wanita hamil tersebut. Hal ini merupakan faktor yang
akan menghambat bahkan menolak pertumbuhan dan
perkembangan janin dan mengakibatkan terlepasnya
buah kehamilan dari tempat implantasinya. Untuk
menanggulangi hal ini wanita tersebut harus
mendapatkan donor lymphocyt sebelum hamil (Sweet BR,
1997).
d. Status gizi
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme
energi, karena itu kebutuhan energi dan zat lainnya
meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan
zat gizi tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, pertambahan besarnya organ
kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh
ibu, sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang
24
diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh
tidak sempurna. Menurut Lubis Z, 2003 kekurangan
gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan abortus,
cacat bawaan, asfiksia intra uterin, lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR).
e. Trauma psikis
Pada beberapa wanita dengan reaksi psikologik
terhadap kehamilan dan segala akibatnya dapat berupa
kecemasan, ketakutan dan perasaan panik. Stresor
psikologis dapat menyebabkan terjadinya abortus.
Stresor menstimuli hipotalamus dengan jalan persepsi
sehingga hipotalamus melepas Corticotropin-Relasing
Factor (CRF) dan CRF menstimuli pituitari melepas
Adrenocorticotropic hormone (ACTH). ACTH akan
menstimuli kelenjar korteks adrenal untuk melepas
kortisol. Kortisol yang meningkat menyebabkan
terjadinya abortus (Dalono, 2003).
f. Mioma uteri
Diantara berbagai tumor uterus yang penting
artinya dalam hubungannya dengan proses reproduksi
adalah mioma uteri, karsinoma serviks uteri,
dan karsinoma korpus uteri. Menurut perkiraan
25
frekuensi mioma uteri dalam kehamilan dan persalinan
berkisar 1%.
Mioma uteri dalam kehamilan dapat menimbulkan
komplikasi obstetrik yang besar artinya, dan salah
satu komplikasi obstetrik adalah terjadinya abortus
(Prawirohardjo S, 2002). Mioma pada submukosa lebih
banyak menimbulkan abortus dibanding dengan mioma
intramural atau subserosa, kejadian ini lebih banyak
kaitannya dengan adanya gangguan pada endometrium
(Depkes RI, 1998).
g. Penyakit ibu (DM,Thiroid, infeksi TORCH)
Diperkirakan kejadian diabetes dalam kehamilan
0,7% dari semua kehamilan. Diabetes patut dicurigai
pada kasus yang mempunyai ciri gemuk, riwayat
keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi dengan
berat >4 kg, riwayat lahir mati dan riwayat abortus
berulang (Prawirohardjo S, 2002).
Dalam kehamilan, kelenjar gondok (kelenjar
tiroid) mengalami hiperfungsi dan kadang-kadang
disertai pembesaran ringan namun wanita tersebut
normal, tidak menderita hipertiroidisme. Penderita
hipertiroidisme biasanya mengalami gangguan haid
atau kemandulan, sedangkan pada kehamilan sering
26
berakhir dengan abortus, atau partus prematurus
(Prawirohardjo S, 2002).
Yodium dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid,
di mana hormon ini penting bagi aspek tumbuh kembang
semua organ dan sistem tubuh, termasuk bagi
perkembangan otak yang normal selama masa fetal dan
awal-awal kehidupan post natal. Bila terjadi
defisiensi semasa hamil, pengaruhnya terhadap fetus
sangat merugikan karena dapat berisiko timbulnya
abortus, stillbirth, early infant death, dan
terganggunya perkembangan otak yang bersifat
irreversible (Hartono B, 2004).
Penyakit infeksi, seperti pneumonia, tifus
abdominalis, malaria, dan lain-lain dapat
menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau
plasmodium dapat melalui placenta dan masuk ke janin
dan menyebabkan kematian janin dan kemudian
terjadilah abortus.
Beberapa penyakit infeksi yang didapat misalnya
TORCH, terutama pada kehamilan dini bisa menyebabkan
terjadinya abortus dan dampak yang serius pada
janin, sehingga dapat menimbulkan kelainan-kelainan
dan cacat pada bayi yang dilahirkan.
27
Toxoplasmosis disebabkan oleh suatu protozoa
obligat intraseluler yaitu toxoplasmosis gondii.
Penularan pada janin terjadi pada ibu hamil yang
tersering infeksi akut. Jika infeksi terjadi sebelum
konsepsi tidak akan berpengaruh terhadap janin, bila
terjadi infeksi pada trimester I hanya 10% janin
yang terinfeksi dan dapat menyebabkan abortus,
tetapi jika terjadi infeksi pada trimester III 65-
80% janin akan terinfeksi tetapi gejala yang timbul
sangat ringan (Widiasmoko S dan Pramono HN, 2001).
Virus rubella sangat teratogen dengan akibat
berbagai kelainan kongenital yang berat, angka
kejadian di Amerika sebesar 0,05% tiap 100.000
kelahiran hidup. Penularan pada janin terjadi bila
ibu hamil terserang infeksi akut. Risiko terjadinya
rubella kongenital sangat dipengaruhi oleh umur
kehamilan, pada trimester I lebih 50% janin akan
terinfeksi dan sering menyebabkan abortus.
(Widiasmoko S dan Pramono HN, 2001).
Cytomegalovirus merupakan salah satu penyebab
infeksi kongenital, diperkirakan 0,2-2,2% janin
terinfeksi intra uterine yang sangat fatal.
Penularan dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan
tetapi semakin muda umur kehamilan semakin berat
28
gejala yang ditimbulkannya (Widiasmoko S dan Pramono
HN, 2001).
Herves Simpleks Virus (HSV) pada wanita hamil
didapatkan 0,35% kultur positif pada yang mempunyai
riwayat herpes genital. Infeksi primer pada ibu
hamil dapat menyebabkan infeksi melalui placenta
sehingga menyebabkan abortus spontan, prematuritas
ataupun kelainan kongenital, tetapi infeksi ini
sangat jarang (Widiasmoko S dan Pramono HN, 2001).
B. Landasan Teori
Ancaman abortus dapat muncul setiap saat dalam
kehamilan muda dan didiagnosis ketika terjadi
perdarahan dengan atau tanpa rasa nyeri perut.
Menurut jenisnya abortus terdiri dari abortus
imminens, insipiens, inkomplitus, komplitus, missed
abortion dan abortus habitualis. Secara umum abortus
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu
infeksi, paparan lingkungan, kelainan sistemik, dan
faktor dari janin itu sendiri (Hacker NF dan More
GJ, 2001).
Beberapa penulis menyebutkan faktor risiko
terjadinya abortus adalah meningkatnya usia dan
paritas ibu, riwayat abortus yang pernah dialami
29
pada kehamilan sebelumnya, status gizi ibu, trauma
psikis, mioma uteri, penyakit ibu (DM, thiroid,
TORCH)( Cunningham, 1995; Goldman, 2005; Knuppel,
1993; Lubis, 2003; Dalono, 2003)
Wanita hamil pada usia muda dapat meningkatkan
risiko komplikasi obstetrik karena tingkat tumbuh
sistem reproduksi relatif kurang sempurna dibanding
dengan wanita hamil pada usia reproduksif sehat
(20–35 tahun) untuk reproduksi, begitu pula
kehamilan yang terjadi setelah umur 35 tahun fungsi
uterus menurun oleh karena adanya vaskularisasi ke
uterus yang kurang adekuat (Eastman, cit Dasuki D at
al, 1997).
Multiparitas dan grandemulti akan meningkatkan
terjadinya komplikasi dalam kehamilan. Pada
multiparitas dan grandemultipara, fungsi uterus
untuk menunjang tumbuh kembang janin menurun, oleh
karena menurunnya kapasitas sirkulasi darah ke
uterus dan menurunnya fungsi myometrium sehingga
vaskularisasi ke uterus tidak adekuat (Eastman, cit
Dasuki D at al, 1997).
Menurut Malpas (1938) bahwa bila terdapat suatu
penyebab tunggal pada kasus abortus maka wanita
hamil tersebut kemungkinan mengalami abortus secara
30
berulang dan berdasarkan perhitungannya tiga abortus
berturut-turut mungkin berhubungan dengan suatu
faktor etiologik tunggal (Hacker NF dan More G,
2001).
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam
desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis
jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan
hasil konsepsi tersebut terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam
uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi
untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
khorialis menembus desidua lebih dalam, sehingga
umumnya placenta tidak dilepaskan secara sempurna
yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Komplikasi
yang dapat terjadi pada abortus adalah perdarahan,
syok dan infeksi. Komplikasi ini dapat meningkatkan
kejadian morbiditas bahkan mortalitas ibu apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
31
C. Kerangka Teori
Gambar 1 : Skema faktor risiko terhadap kejadian abortus (Cunningham, 1995; Goldman, 2005; Knuppel, 1993; Lubis, 2003; Dalono, 2003)
Faktor Resiko :
1. Umur
2. Paritas
3. Riwayat abortus
4. Status gizi
5. Trauma psikis
6. Mioma uteri
7. Penyakit ibu
(DM,Thiroid,
infeksi TORCH)
Abortus :
1. Iminens
2. Insipiens
3. Inkomplitus
4. Komplitus
5. Habitualis
6. Missed abortion
32
D. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2 : Kerangka Konsep Penelitian
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah umur, paritas, dan riwayat
abortus pada kehamilan sebelumnya.
2. Variabel terikat adalah abortus.
F. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara faktor risiko umur
reproduktif tidak sehat, jumlah pritas dan riwayat
abortus terhadap kejadian abortus.
2. Risiko abortus lebih besar pada ibu hamil dengan
faktor risiko positif dibanding dengan ibu yang
tidak mengalami abortus dengan faktor risiko
negatif.
Faktor Resiko :
1. Umur
2. Paritas
3. Riwayat
abortus
Abortus :
1. Imminens
2. Insipiens
3. Inkomplitus
4. Komplitus
5. Habitualis
6. Missed abortion
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
analitik retrospektif menggunakan rancangan case
control, merupakan studi observasional yang menilai
paparan dan penyakit dengan menentukan kelompok
kasus dan kelompok kontrol lalu membandingkan
frekuensi paparan pada kedua kelompok tersebut
(Murti B, 2003).
B. Desain Penelitian
Desain penelitian sebagai berikut :
Gambar 3 : Desain Penelitian (Sastroasmoro S & Ismael S
2002)
Kasus : Abortus spontan
Faktor risiko (+)
Faktor risiko (-)
Faktor risiko (-)
Faktor risiko (+) Kontrol :
Tidak Abortus
Penelitian dimulai di sini
Apakah ada faktor risiko
Ditelusuri secara retrospektif
34
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Labuang
Baji Makassar propinsi Sulawesi Selatan pada bulan
Agustus tahun 2005.
D. Populasi dan Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu
hamil dengan umur kehamilan < 20 minggu di RSUD
Labuang Baji Makassar periode Januari 2004 - Juli
2005.
2. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah semua kasus
yang memenuhi kriteria penelitian :
a. Kelompok kasus adalah kelompok ibu yang mengalami
perdarahan dalam kehamilan sebelum umur kehamilan
20 minggu dan ditentukan berdasarkan kriteria
diagnosis secara obyektif (abortus imminens,
abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus
komplit, abortus habitualis dan missed abortion).
Kriteria inklusi :
Kasus abortus yang dirawat di RSUD Labuang Baji
Makassar periode Januari 2004 - Juli 2005.
Kriteria eksklusi :
35
1. Perdarahan dalam kehamilan dengan Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET), molahidatidosa
2. Kehamilan dengan mioma uteri, Diabetes Mellitus
(DM), throid, infeksi TORCH (Toxoplasmosis,
Others Rubella, Cytomegalovirus, Herpes
simpleks.
3. Mengalami status gizi kurang
4. Mengalami trauma psikis
b. Kelompok kontrol adalah kelompok yang digunakan
sebagai pembanding yang mempunyai potensi terpapar
oleh faktor risiko yang sama dengan kelompok kasus
dan tidak mengalami perdarahan sebelum umur
kehamilan 20 minggu.
Kriteria inklusi :
Ibu hamil dengan umur kehamilan < 20 minggu
yang berkunjung di Poliklinik Kebidanan RSUD
Labuang Baji Makassar periode Januari 2004 - Juli
2005.
Kriteria eksklusi :
1. Perdarahan dalam kehamilan dengan KET,
molahidatidosa.
2. Kehamilan dengan mioma uteri, DM, throid,
infeksi TORCH
3. Mengalami status gizi kurang
36
4. Mengalami trauma psikis
E. Metode Pengumpulan Data
Pengambilan sampel dilakukan dengan Consecutive
Sampling yaitu sampel yang diambil adalah setelah
populasi dibatasi dengan kriteria inklusi dan eksklusi
(Sastroasmoro S dan Ismael S, 2002).
F. Cara Pengambilan dan Besar Sampel
Sampel yang dikumpulkan adalah merupakan data
sekunder dari data-data status penderita abortus
sebagai data kelompok kasus dengan menggunakan formulir
pengumpulan data. Data kelompok kontrol dipilih dari
buku registrasi buku kunjungan ibu hamil yaitu yang
mempunyai faktor risiko yang sama dengan kasus. Hal ini
dilakukan agar karakteristik faktor risiko yang diduga
sebagai variabel pengganggu potensial terdistribusi
mendekati keadaan yang hampir sama antara kelompok
kasus dan kelompok kontrol.
Pada penelitian ini besar sampel ditetapkan
berdasarkan rumus besar sampel untuk penelitian case
control seperti di bawah ini :
N = {Z1-α/2√[2P2*(1-P2*)] + Z1-β√P1 (1-P1)+P2*(1-
P2*)}2
37
(P1*-P2*)2
P1 = (OR) P2*
(OR) P2* + (1-P2)
Keterangan :
N = Besar sampel
P1* = Proporsi terpapar pada kelompok kasus =
0,66
P2* = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol =
0,5
Z1-α/2 = Koefisien keterandalan dengan tingkat
kepercayaan 95% (1,96)
Z1-β = Power (0,842)
OR = 2,0
N={1,96√[2X0,5 X 0,5] + 0,842√0,66 X 0,33 + 0,5 X 0,5}2
0,0277
N = 139
Jadi diperlukan 139 sampel dalam tiap kelompok
kasus dan kelompok kontrol, sehingga besar sampel
penelitian adalah 278.
G. Definisi Operasional
Sebagai definisi variabel untuk penelitian ini
adalah :
1. Abortus
38
Ibu yang mengalami perdarahan dalam kehamilan
sebelum umur kehamilan 20 minggu ditentukan
berdasarkan kriteria diagnosis secara obyektif
(abortus imminens, insipiens, inkomplit, abortus
komplit, habitualis dan missed abortion).
Skala pengukuran nominal (Supadi at al, 2000):
a. Mengalami abortus
b. Tidak mengalami abortus
2. Umur ibu
Lama hidup seseorang sejak lahir sampai mengalami
abortus yang dinyatakan dengan tahun berdasarkan
usia reproduktif sehat.
Skala pengukuran nominal :
a. Usia reproduktif tidak sehat jika umur < 20 tahun
atau > 35 tahun.
b. Usia reproduktif sehat jika umur antara 20 - 35
tahun.
3. Paritas
Jumlah kelahiran yang pernah dialami oleh ibu yang
mencapai viabilitas.
Skala pengukuran nominal :
a. Paritas ≥ 2
39
b. Paritas < 2
4. Riwayat abortus
Ibu pernah mengalami abortus pada kehamilan
sebelumnya.
Skala pengukuran nominal :
a. Pernah mengalami abortus sebelumnya.
b. Tidak pernah mengalami abortus sebelumnya.
H. Analisis Data
1. Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui
karakteristik masing-masing subyek penelitian
berdasarkan faktor risiko dengan menghitung
distribusi dan proporsi masing-masing faktor risiko
pada masing-masing kelompok.
2. Analisis Bivariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel yang meliputi variabel bebas dengan
variabel terikat yaitu antara faktor risiko (umur,
paritas dan riwayat abortus) dan efek (abortus).
Untuk mendapatkan faktor risiko yang bermakna pada
tingkat kepercayaan 0,05 dan CI 95% (α=0,05) dengan
menghitung besarnya Odds Ratio (OR) dan menggunakan
uji Chi Square.
40
3. Analisis Multivariat Analisis ini untuk melihat faktor risiko yang
paling berhubungan antara variabel bebas (faktor
risiko) dan variabel terikat (efek) menggunakan
analisis regresi logistik, analisis data menggunakan
program SPSS.
I. Jalannya Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan cara menyeleksi
dan mencatat nomor register semua data pasien dengan
diagnosis abortus di ruang perawatan kebidanan dan
penyakit kandungan (untuk mendapatkan kelompok kasus)
serta data kunjungan ibu hamil di klinik kebidanan
periode Januari 2004-Juli 2005 (untuk mendapatkan
kelompok kontrol). Pengambilan data berdasarkan nomor
register tersebut dan dilakukan penelusuran status di
ruang rekam medik RSUD Labuang Baji Makassar.
J. Kesulitan Penelitian
1. Kesulitan yang dialami dalam penelitian ini antara lain :
a. Data yang digunakan adalah data sekunder dari
rekam medik rumah sakit yang ditulis oleh banyak
orang sehingga dapat mempengaruhi reliabilitas dan
validitas penelitian.
41
b. Besar sampel (139) untuk kelompok kontrol yang
dibutuhkan periode 1 Januari-31 Desember 2004
tidak mencukupi.
c. Terdapat beberapa data status yang tidak lengkap
dan tidak dapat ditemukan oleh karena
ketidakcocokan nomor register.
Untuk mengatasi kesulitan di atas peneliti
mengambil keputusan untuk memperluas periode
pengambilan data sampai dengan Juli 2005 dan
mengabaikan status yang tidak ditemukan, sehingga besar
sampel yang dapat dirangkum adalah 138 yang terdiri
dari dua kelompok yaitu 69 kelompok kasus (abortus) dan
69 kelompok kontrol (tidak abortus).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.HASIL PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil
dengan kehamilan < 20 minggu yang dirawat dan
berkunjung di klinik kebidanan RSUD Labuang Baji
Makassar periode Januari 2004 – Juli 2005. Penelitian
ini dirancang dengan studi kasus kontrol menggunakan
data sekunder, maka sangat mungkin mendapatkan data
yang kurang sesuai standar. Oleh karena itu untuk
menghindari bias pengukuran maupun informasi tersebut
masih dipengaruhi oleh kecermatan, kelengkapan
data/catatan medik serta besar sampel yang akan
mempengaruhi validitas dari penelitian ini.
Besar sampel minimal berdasarkan perhitungan besar
sampel untuk studi kasus kontrol adalah 139 untuk
masing-masing kelompok dengan nilai power (β) = 80%,
tetapi besar sampel yang tersedia dan memenuhi kriteria
hanya 69 untuk masing-masing kelompok (69 kelompok
kasus abortus dan 69 kelompok kontrol/tidak abortus).
Apabila besar sampel yang akhirnya diteliti
berbeda dari yang diperhitungkan, maka diperlukan
perhitungan kembali nilai power (β) sehingga nilai
42
43
power (β) akan mengalami penurunan (Sastroasmoro S &
Ismael S, 2002), oleh karena itu dengan besar sampel
yang relatif kecil dan sesuai hasil perhitungan
didapatkan nilai power (β) sebesar 50% yang artinya
dapat memberikan power pada uji hipotesis yang
dilakukan sebesar 50% (Budiarto E, 2002).
1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui
karakteristik masing-masing subyek penelitian
berdasarkan faktor risiko dengan menghitung
distribusi dan proporsi masing-masing faktor risiko
pada masing-masing kelompok.
44
Tabel 1 : Distribusi dan Proporsi Faktor Risiko Abortus Berdasarkan Faktor Risiko Umur
Abortus Tidak Abortus Umur
Jumlah % Jumlah % Jumlah
< 20 tahun atau
> 35 tahun 25 36,2 6 8,7 31
20 – 35 tahun
44 63,8 63 91,3 107
Jumlah 69 100 69 100 138
Berdasarkan tabel di atas, terdapat 25 (36,2%)
kelompok umur reproduktif tidak sehat (umur <20 tahun
atau >35 tahun) mengalami abortus, dan 44 (63,8%)
kelompok umur reproduktif sehat (20–35 tahun) yang
mengalami abortus. Pada kelompok umur reproduktif tidak
sehat (umur < 20 tahun atau > 35 tahun) yang tidak
mengalami abortus terdapat 6 (8,7%), dan pada kelompok
umur reproduktif sehat (20–35 tahun) yang tidak
mengalami abortus terdapat 63 (91,3%).
45
Tabel 2 : Distribusi dan Proporsi Faktor Risiko Abortus Berdasarkan Faktor Risiko Jumlah Paritas
Abortus Tidak Abortus Jumlah Paritas Jumlah % Jumlah %
Jumlah
Paritas ≥ 2 42 60,9 18 26,1 60
Paritas < 2 27 39,1 51 73,9 78
Jumlah 69 100 69 100 138
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok paritas ≥
2 yang mengalami abortus terdapat 42 (60,9%), dan pada
kelompok paritas < 2 yang mengalami abortus terdapat
27 (39,1%), sedangkan pada kelompok paritas ≥ 2 yang
tidak mengalami abortus terdapat 18 (26,1%) dan
kelompok paritas < 2 yang tidak mengalami abortus
terdapat 51 (73,9%).
46
Tabel 3 : Distribusi dan Proporsi Faktor Risiko Abortus Berdasarkan Faktor Risiko Riwayat Abortus
Abortus Tidak Abortus Riwayat abortus Jumlah % Jumlah %
Jumlah
Ada 10 14,5 7 10,1 17
Tidak ada 59 85,5 62 89,9 121
Jumlah 69 100 69 100 138
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kelompok dengan
riwayat abortus pada kehamilan sebelumnya yang
mengalami abortus terdapat 10 (14,5%), dan pada
kelompok yang tidak ada riwayat abortus pada kehamilan
sebelumnya dan mengalami abortus terdapat 59 (85,5%),
sedangkan kelompok dengan riwayat abortus pada
kehamilan sebelumnya yang tidak mengalami abortus
terdapat 7 (10,1%) dan kelompok tidak ada riwayat
abortus pada kehamilan sebelumnya yang tidak mengalami
abortus terdapat 62 (89,9%).
2. Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel yang meliputi variabel bebas dengan
variabel terikat yaitu antara faktor risiko (umur,
paritas dan riwayat abortus) dan efek (abortus)
untuk mendapatkan faktor risiko yang bermakna pada
tingkat kepercayaan 0,05 dan CI 95% (α=0,05) dengan
47
menghitung besarnya Odds Ratio (OR) dan menggunakan
uji Chi Square.
Tabel 4 : Hubungan Faktor Risiko Umur Terhadap
Kejadian Abortus
Umur Abortus
Tidak Abortus
X2
(p) OR CI-95%
< 20 tahun atau
> 35 tahun
25 (36,2%)
6 (8,7%)
20 – 35 tahun
44 (63,8%)
63 (91,3%)
15,019
(0,00)* 5,966 2,260 -15,748
+ Sig = < 0,05
Tabel 4 menunjukkan antara 2 kelompok setelah
dilakukan uji statistik dengan Chi Square terlihat pada
kelompok umur reproduktif tidak sehat (umur <20 tahun
atau >35 tahun) secara statistik mempunyai hubungan
yang bermakna terhadap kejadian abortus dibanding
dengan kelompok umur reproduktif sehat dengan nilai
OR=5,966; CI 95%=2,260-15,748; p=0,00, artinya umur
reproduktif tidak sehat mempunyai risiko 5-6 kali
terjadi abortus dibanding dengan ibu hamil dengan usia
reproduktif sehat.
48
Tabel 5 : Hubungan Faktor Risiko Jumlah Paritas Terhadap
Kejadian Abortus
Jumlah Paritas
Abortus Tidak Abortus
X2
(p) OR CI-95%
Paritas
≥ 2
42 (60,9%)
18 (26,1%)
Paritas
< 2
27 (39,1%)
51 (73,9%)
16,985
(0,00) + 4,407 2,139 -9,080
+ Sig = < 0,05 Tabel 5 menunjukkan bahwa ibu hamil dengan
paritas ≥ 2 mempunyai hubungan yang bermakna terhadap
kejadian abortus dibanding dengan ibu hamil dengan
jumlah paritas < 2 dengan nilai OR 4,407; CI 95%=2,139-
9,080; p=0,00, artinya ibu hamil dengan jumlah paritas
≥ 2 mempunyai risiko 4 kali terjadi abortus dibanding
dengan ibu hamil dengan jumlah paritas < 2.
49
Tabel 6 : Hubungan Faktor Risiko Riwayat Abortus Terhadap
Kejadian Abortus
Riwayat Abortus
Abortus
Tidak
Abortus X2 (p)
OR CI-95%
Ada 10
(14,5%) 7
(10,1)
Tidak ada 59 (85,5%)
62 (89,9%)
0,604
(0,437) 1,501 0,536-4,203
Tabel 6 menunjukkan bahwa ibu hamil dengan riwayat
abortus pada kehamilan sebelumnya mempunyai risiko
terjadi abortus 1,5 kali dibanding ibu hamil yang tidak
ada abortus pada kehamilan sebelumnya, tetapi secara
statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara
riwayat abortus dengan kejadian abortus dengan nilai
p=0,437 (>0,05).
3. Analisis Multivariat
Analisis ini untuk melihat hubungan antara
beberapa variabel bebas (faktor risiko) dan variabel
terikat (efek) dengan menggunakan analisis regresi
logistik, analisis data menggunakan program SPSS.
50
Tabel 7: Pengaruh Faktor Risiko Umur Reproduktif Tidak
Sehat dan Jumlah Paritas Terhadap Kejadian Abortus
Variabel β OR CI 95% p
Umur < 20 tahun atau > 35 tahun
1,466 4,332 1,576-11,908 0,04
Paritas ≥ 2 1,237 3,446 1,619-7,332 0,01
Tabel 7 menunjukkan bahwa faktor risiko yang
mempunyai kemaknaan pada analisis bivariat (p=<0,05)
dilakukan analisis secara bersamaan dengan menggunakan
regresi logistik yang menyatakan bahwa faktor risiko
umur reproduktif tidak sehat (umur < 20 tahun atau > 35
tahun) mempunyai risiko yang lebih besar terhadap
kejadian abortus daripada jumlah paritas ≥ 2 (OR=4,332;
CI 95%=1,576-11,908; p = 0,04) ,tetapi secara statistik
faktor risiko jumlah paritas ≥ 2 lebih bermakna
dibanding dengan faktor risiko umur reproduktif tidak
sehat terhadap kejadian abortus dengan nilai p = 0,01.
51
B. PEMBAHASAN
Analisis kejadian abortus berdasarkan faktor
risiko umur pada tabel 4 terlihat bahwa umur
reproduktif tidak sehat (umur < 20 tahun atau > 35
tahun) mempunyai hubungan yang bermakna terhadap
kejadian abortus (OR=5,966; CI95%=2,260-15,748; p=0,00)
sehingga hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
faktor umur reproduktif tidak sehat (< 20 tahun atau >
35 tahun) mempunyai hubungan dengan kejadian abortus
dapat diterima dan dapat dikatakan bahwa ibu hamil
dengan umur reproduktif tidak sehat (<20 tahun atau >35
tahun) berisiko 5-6 kali lebih tinggi mengalami abortus
dibanding dengan ibu hamil pada umur reproduktif sehat
(umur 20-35 tahun).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Widijanti, W
at al (1997), melaporkan bahwa terdapat 6 kasus abortus
(35,3%) dari 17 kasus patologi kehamilan trimester I
pada usia remaja (<20 tahun) dan angka ini cukup tinggi
bila dibandingkan dengan frekuensi abortus umumnya
yaitu antara 10-15%.
Penelitian yang dilakukan oleh Jacoeb, T.Z (2003)
mendapatkan bahwa peningkatan umur ibu cukup berdampak
terhadap kejadian abortus dimana frekuensi kejadian
52
abortus umur > 35 tahun terdapat 13,4% dan umur > 40
tahun meningkat sebesar 23,1%. Hal serupa juga dijumpai
oleh Goldman (2005) bahwa seiring dengan meningkatnya
usia ibu mempunyai hubungan yang bermakna terhadap
kejadian abortus dengan OR 2,0 CI 95%, p=0,05.
Menurut Sangian D dan Rattu R.B (1997),
komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi dalam
kehamilan pada usia remaja (<20 tahun) dapat membawa
dampak yang kurang baik terhadap ibu dan janinnya
dibanding wanita hamil dengan masa reproduktif sehat
(umur 20-35 tahun). Keadaan tersebut erat kaitannya
dengan keadaan anatomi dan fisiologi dari organ
reproduksi yang masih dalam tumbuh kembang sehingga
belum optimal untuk kehamilan dan persalinan yang
fisiologis. Menurut Eastman cit Dasuki D at al (1997),
kehamilan yang terjadi setelah umur 35 tahun fungsi
uterus menurun oleh karena adanya vaskularisasi ke
uterus yang kurang adekuat.
Analisis kejadian abortus berdasarkan faktor
risiko jumlah paritas ≥ 2 pada tabel 5 menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna terhadap kejadian abortus
(OR = 4,407; CI 95% 2,139-9,080; p = 0,00), sehingga
hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah paritas ≥ 2
berhubungan dengan kejadian abortus dapat diterima dan
53
dapat dikatakan bahwa ibu hamil dengan paritas ≥ 2
berisiko 4 kali lebih tinggi mengalami abortus pada
kehamilan berikutnya dibanding dengan ibu hamil dengan
paritas < 2.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Warburton at al, 1986 (dalam Cunningham,
1995) melaporkan bahwa risiko terjadinya abortus
semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah paritas.
Hal serupa juga dilaporkan oleh Kady at al (2005) dalam
penelitiannya bahwa multiparitas akan meningkatkan
berbagai komplikasi dalam obstetri antara lain abortus,
kelahiran bayi prematur, ruptur uterine bahkan kematian
ibu maupun janin.
Menurut Eastman, cit Dasuki D at al (1997),
multiparitas dan grandemultiparitas akan meningkatkan
terjadinya komplikasi dalam kehamilan. Pada
multiparitas dan grandemultiparitas, fungsi uterus
untuk menunjang tumbuh kembang janin menurun oleh
karena menurunnya kapasitas sirkulasi darah ke uterus
dan menurunnya fungsi myometrium sehingga vaskularisasi
ke uterus tidak adekuat dan mengakibatkan gangguan
sirkulasi dari ibu ke janin dan hal ini akan berakhir
dengan kematian janin.
54
Analisis kejadian abortus berdasarkan faktor
risiko riwayat abortus sebelumnya pada tabel 6
menunjukkan bahwa riwayat abortus pada kehamilan
sebelumnya mempunyai risiko 1,5 kali dibanding ibu
hamil tanpa adanya abortus pada kehamilan sebelumnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa ibu hamil dengan riwayat
abortus pada kehamilan sebelumnya mempunyai risiko 1,5
kali dibanding dengan ibu hamil tanpa riwayat abortus,
tetapi secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara riwayat abortus pada kehamilan
sebelumnya dengan kejadian abortus dengan nilai p =
0,437 (> 0,05). Hal ini mungkin disebabkan oleh besar
sampel yang relatif kecil disamping adanya berbagai
faktor etiologik tertentu yang pada penelitian ini
tidak dapat dideteksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Jacoeb T.Z (2003),
menemukan bahwa abortus lebih sering terjadi bila sudah
pernah mangalami abortus pada kehamilan sebelumnya
dimana abortus terjadi sekitar 11,5-20% dengan 1
abortus pada kehamilan sebelumnya, abortus terjadi
sekitar 28-29,4% dengan 2 abortus pada kehamilan
sebelumnya dan abortus terjadi sekitar 43% dengan 3
abortus pada kehamilan sebelumnya.
55
Menurut Polland, 1977 (dalam Cunningham 1995)
melaporkan bahwa jika seorang wanita tidak pernah
melahirkan bayi hidup dan sudah mengalami sedikitnya
satu kelahiran mati (baik abortus spontan maupun
kematian janin atau neonatus) maka risiko terjadinya
abortus adalah 46%. Menurut Calvin (dalam
Prawirohardjo, 2002) melaporkan bahwa dari 141 wanita
hamil yang sebelumnya mengalami abortus 1-4 kali
berturut-turut, terdapat 22,4% akan mengalami abortus
pada kehamilan berikutnya.
Berbagai kondisi yang berperan dalam abortus
yang berulang antara lain adanya respon antibodi ibu.
Dengan pertumbuhan trofhoblast akan menekan rangsangan
sistem antibodi spesifik igG sehingga kadarnya akan
menurun dalam peredaran darah pada wanita hamil
tersebut. Hal ini merupakan faktor yang akan menghambat
bahkan menolak pertumbuhan dan perkembangan janin dan
mengakibatkan terlepasnya buah kehamilan dari tempat
implantasinya. (Sweet BR, 1997).
Setelah dilakukan analisis secara bersamaan dengan
menggunakan regresi logistik pada faktor risiko yang
mempunyai kemaknaan pada analisis bivariat (p=<0,05)
menunjukkan bahwa faktor risiko umur reproduktif tidak
sehat (umur <20 tahun atau >35 tahun) mempunyai risiko
56
yang lebih besar terhadap kejadian abortus daripada
jumlah paritas ≥ 2 (OR=4,332; CI 95%=1,576-11,908).
Menurut Harlap at al, 1980 (dalam Cunningham 1995)
dalam penelitiannya menemukan bahwa lebih dari 80%
kejadian abortus pada 12 minggu pertama dan anomali
kromosom merupakan penyebab yang sekurang-kurangnya
separuh dari abortus dini.
Polland at al, 1981 (dalam Cunningham 1995)
mengidentifikasi secara morfologis adanya disorganisasi
pertumbuhan pada 40% abortus (baik embrio maupun janin)
yang dikeluarkan secara spontan sebelum umur kehamilan
20 minggu. Diantara sejumlah embrio dan janin tersebut
frekuensi perkembangan morfologis yang abnormal adalah
70%. Dari sejumlah embrio yang dilakukan pemeriksaan
kultur jaringan dan analisa kromosom, 60% terlihat
mempunyai abnormalitas kromosom dan nampaknya
pertambahan usia maternal berkaitan dengan kenaikan
insiden defek tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Faktor risiko umur reproduktif tidak sehat (umur
<20 tahun atau >35 tahun) berhubungan dengan
kejadian abortus dengan nilai OR=5,966; CI=2,260-
15,748; p=0,00; dibanding ibu hamil dengan usia
reproduktif sehat (umur 20-35 tahun).
2. Faktor risiko jumlah paritas ≥ 2 berhubungan
dengan kejadian abortus dengan nilai OR=4,407;
CI=2,139-9,080; p=0,00, dibanding dengan ibu hamil
dengan paritas < 2.
3. Faktor risiko adanya riwayat abortus meningkatkan
kejadian abortus 1,5 kali dibanding ibu hamil yang
tidak memiliki riwayat abortus tetapi secara
statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna
dengan kejadian abortus dengan nilai p=0,437
(>0,05).
4. Hasil penelitian ini belum dapat dipercaya
sepenuhnya oleh karena besar sampel yang dapat di
rangkum tidak sesuai dengan hasil perhitungan
57
58
besar sampel, sehingga nilai power (β) dalam
penelitian ini mengalami penurunan dan hanya
mencapai 50%.
B. SARAN
1. Dari hasil penelitian ini mungkin dapat
dijadikan masukan bahwa apabila ditemukan
keadaan-keadaan yang pada penelitian ini
berpengaruh terhadap kejadian abortus selayaknya
dapat digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan
terhadap kemungkinan terjadinya abortus.
2. Peningkatan pengawasan pada ibu hamil sehingga
skrining lebih awal terhadap komplikasi
kehamilan (abortus) dapat diminimalkan pada saat
ANC.
3. Untuk peneliti selanjutnya, kiranya dapat
melakukan penelitian dengan subyek penelitian
yang lebih besar sehingga nilai power (β) dapat
mencapai nilai yang maksimal, dan bila
memungkinkan dalam bentuk prospektif sehingga
kelengkapan, kecermatan dalam memperoleh
informasi yang dapat menimbulkan bias dalam
pengukuran dapat dihindari.
59
DAFTAR PUSTAKA Affandi B, Gunardi E.R, Santoso S.S.I, Hadisaputra W,
Djajadilaga, 1999, Dampak Abortus Terhadap Kesehatan Ibu di Indonesia, Berkala Obstetri dan Ginekologi 23 (3), Jakarta.
, 2004, Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium Indonesia http://www.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDGBI Goal4.pdf, 5-4-2005.
, 2003, Reproductive Health Profile, http://www.
Ministry Reproductive Health Profile, 5-4-2005. Budiarto E, 2002, Metodologi Penelitian Kedokteran:
Sebuah Pengantar, EGC, Jakarta. Chalik TMA, 1991, Risiko Kehamilan dan Persalinan Anak
Pertama pada Remaja dan Dewasa Muda, Berkala Obstetri dan Ginekologi 17 (3), Jakarta.
Chalik TMA, 1997, Hemoragi Utama Obstetri dan
Ginekology, Widya Medika, Jakarta. Cunningham, 1995, Obstetri William Edisi 18, EGC,
Jakarta. Dalono J.B, 2003, Psikoneuroimunologi dalam Bidang
Obstetri dan Ginekologi, Berkala Obstetri dan Ginekologi 27 (4), Jakarta.
Depkes RI, 1998, Penatalaksanaan Klinis Pasca Abortus
dan Komplikasinya, Jakarta. Eastman NJ, dalam Dasuki D, Legowo D, Hasibuan S, 1997,
Kajian Tentang Faktor Umur dan Paritas Terhadap Terjadinya Plasenta Previa, Berkala Kesehatan Klinik 5 (4), Yogyakarta.
Goldman J.C, Malone F.D, Vidaver J, Ball R.H, 2005, http ://www.intl.greenjournal.org/cgi/content/Impactofmaternal Age on Obstetric Outcome/abstract/104/4/784, 16-6-2005.
60
Hacker NF, J. Goerge More, 2001, Essensial Obstetri dan
Gynekology, edisi 2, EGC, Jakarta.
Hartono B, 2004, http://www.idd-indonesian.net/index. php/URLS=Journals&Files=Jurnal 13 htm Perkembangan Fetus Dalam Kondisi Defisiensi Yodium dan Cukup Yodium, 16-6-2005.
Hertig dan Sheldon, dalam Obstetri William Edisi 18, 1995, EGC, Jakarta.
Ichsan T.M dan Sibuea H.D, 1997, Abortus Septik dan
Syok Septik, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran USU/RSU Adam Malik, Medika 26 (6), Medan.
Jacoeb T.Z, 2003, Nasib Kehamilan Triwulan Pertama:
Manfaat Penentuan Progesteron dan Antibodi Antikardiolipin Serum, Farmacia, II (11), Jakarta.
Kamila Y, 2004, Perbandingan Kadar Alfa Tokoferol dan
Lipid Peroksida Plasma pada Penderita Abortus di RSUP Sardjito Yogyakarta, Berkala Obstetri dan Ginekologi, jakarta.
Kady ED, Gilbert MW, Xing G, Smith HL, 2005,
http://www.intl.greenjournal.org/cgi/content/Maternal and Neonatal Outcome of Assaults During Pregnancy/abstract/105/357/363, 16-6-2005.
Knuppel R.A, 1993, High Risk Pregnancy Second Edition,
Independence Square West, Pennsylvania. Lemeshow S, Hosmer Jr.D.W, Klar J, Lwanga S.K, 1997,
(terjemahan) Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, terjemahan, Gadjah mada University Press, Yogyakarta.
Lubis Z, 2003, Status Gizi Ibu Hamil Serta
Pengaruhnya Terhadap Bayi yang Dilahirkan, http//www.Inasp.com.1-5-2005
Manuaba, 1998, Ilmu Kebidanan, Panyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.
61
Murti B, 2003, Prinsip dan Riset Epidemiologi, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Nathin H.A, 1996, Gambaran USG Vaginal 41 Kasus Abortus
Iminens dengan Usia Kehamilan 12 Minggu atau Kurang di Lab/UPF Obstetri Ginekologi FK UNAIR/RSUD DR Soetomo Surabaya, Berkala Obstetri dan Ginekologi 5 (2), jakarta.
Prawirohardjo S, 2002, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga,
YBP-SP, Jakarta. Rekam Medik, 2003, RSUD Labuang Baji Makassar.
Rekam Medik, 2003, RSU Haji Makassar.
Rekam Medik, 2003 RSIA Siti Khadijah Makassar.
Saifuddin, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta.
Saifuddin, 2002, Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta. Sastroasmoro S dan Ismael S, 2002, Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-2, Binapura Aksara, Jakarta.
Sangian D, Rattu R.B, 1997, Kehamilan dan Persalinan
pada Wanita Usia Remaja di RSUP Manado, Berkala Obstetri dan Ginekologi 21 (3), Jakarta.
Shane B, 2002, Mencegah Perdarahan Pasca Salin : Edisi
Khusus Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, http://www.path.org/resource/pub_Outlook htm, 5-4-2005.
Sulistyawati S, Dalono J.B, 1999, Hubungan Antara
Beberapa Faktor Resiko Terhadap Insiden Abortus Provokatus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Berkala Obstetri dan Ginekologi, jakarta.
Supadi, Pramono, Nawi, 2000, Statistika Kesehatan,
Bagian Ilmu kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
62
Sweet BR, 1997, Mayes’ Midwiferi 12TH Edition, Bath Press, London.
Tanjung M.T, 2001, Kematian Maternal tahun 1995-1999 di
RSIA Sri Ratu Medan, Berkala Nusantara 34 (4), Medan.
Warburton, 1986, Etiologi Abortus Spontan dalam
Cunningham, Obstetri William Edisi 18, EGC, Jakarta.
Widiamoko S dan Pramono HN, 2001, Permasalahan Infeksi
TORCH pada Kehamilan, Berkala Obstetri dan Ginekologi 36 (1), jakarta.
Widijanti W, Fasibah I.S, Madjid O.A, 1997, Kehamilan
Usia Remaja, Berkala Obstetri dan Ginekologi 21 (1), Jakarta.
Yosep, 1996, Perdarahan Selama Kehamilan, Cermin Dunia
Kedokteran 112, Jakarta.
63
Lampiran FORMULIR PENGUMPULAN DATA PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR RISIKO,UMUR, PARITAS DAN RIWAYAT ABORTUS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR
Identitas Responden
1. Tanggal kunjungan/masuk RS :
2. Nomor responden :
3. Nomor register :
4. Nama :
5. Umur : tahun
6. Pendidikan
a. Tidak tamat SD :
b. Tamat SD :
c. Tamat SMP :
d. Tamat SMA :
e. Tamat PT :
7. Alamat :
8. Kehamilan ke(Gravid)
a. I :
b. II :
c. III :
d. IV :
e. ≥ 5 :
9. Jumlah anak (paritas) :
a. 0 :
64
b. I :
c. II :
d. III :
e. IV :
f. ≥ 5 :
10. Riwayat abortus sebelumnya :
a. Ya :
b. Tidak :
11. Umur kehamilan : minggu
12. Diagnosis :
13. Tindakan :
a. Konservatif :
b. Digital :
c. Kuret :
14. Penyakit penyerta :
Peneliti,
(Daswati)