d ctor SHARE1$JFINZBI$.pdf · Menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan orang yang terjebak...

17
d sharing accessible health and care SHARE c t o r l

Transcript of d ctor SHARE1$JFINZBI$.pdf · Menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan orang yang terjebak...

d sharing accessible health and care

SHAREc t o r

EDISI KEDUA MEI 2014l

prinsipMenyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan orang yang terjebak dalam krisis, sehingga mereka bisa memulihkan kemampuan untuk membangun kembali kehidupan bermasyarakat.

Penyediaan perawatan medis dan akses pelayanan kesehatan untuk orang yang terjebak dalam krisis, seperti orang-orang yang tidak memiliki akses layanan kesehatan, orang-orang yang menghadapi diskriminasi atau kelalaian dari sistem kesehatan lokal, kelompok marginal dalam masyarakat, mereka yang terjebak dalam bencana alam, epidemi, dan kekurangan gizi.

Integritas, saling berbagi, cinta kasih, saling mempercayai dan menghormati.

Kekuatan tim berada pada rasa tanggung jawab yang tinggi, kemampuan beradaptasi, dan sifat inklusif

Non Profit Voluntary ServicesKegiatan tidak dimaksudkan untuk mencari atau

mengumpulkan keuntungan

Humanitiy ActsBekerja didasarkan pada prinsip kemanusiaan

dan etika medis. Yayasan Dokter Peduli (doctorSHARE) berkomitmen untuk membawa

kualitas perawatan kesehatan untuk orang yang berada dalam krisis tanpa memandang ras, etnis,

suku, agama, antar golongan atau afiliasi politik

Bearing Witness and Speak OutMenjadi saksi atas kejadian kekerasan,

kerusuhan, bencana alam, dan konflik. Berbicara kepada publik dalam upaya untuk memunculkan krisis-krisis kesehatan yang terlupakan atau tidak

disadari publik, menarik perhatian publik untuk kejadian kekerasan yang terjadi di luar jalur, dan

mengkritisi kelemahan sistem bantuan, serta menantang pengalihan bantuan kemanusiaan

yang dilakukan berdasarkan politik kepentingan.

SharingPercaya bahwa setiap individu mempunyai

talenta, kecakapan dan kekuatan masing-masing yang bila dengan tujuan mulia disalurkan,

dibagikan, dan dikolaborasikan akan banyak membantu masalah-masalah sosial terutama

yang berkaitan dengan masalah kesehatan

IndependentBeroperasi secara mandiri dan bebas dari setiap

kepentingan kelompok, golongan, politik, militer, bisnis, dan agama.

ImparsialNetral, tidak berpihak pada salah satu pihak yang

terlibat dalam konflik, memberikan perawatan secara independen untuk meningkatkan akses

bagi korban konflik seperti yang disyaratkan oleh hukum kemanusiaan internasional.

1Pengobatan cuma-cuma

2Bantuan kemanusiaan untuk

bencana alam3

Therapeutic Feeding Centre (Panti Rawat Gizi)

4Health Guidance

(Pendampingan Kesehatan) 5

Kampanye Medis6

Floating Hospital(Rumah Sakit Apung)

visi

misi

program

nilai

3

d sharing accessible health and care

SHAREc t o r doctorSHARE menyediakan akses bantuan medis secara holistik, independen dan imparsial untuk orang-orang yang paling membutuhkan, yaitu mereka yang dianggap miskin dan tidak mampu tapi tidak mempunyai kartu miskin karena masalah administrasi kependudukan, sehingga berimbas kepada tidak dimilikinya Asuransi (Jaminan) Kesehatan Masyarakat dan tidak memperoleh akses kesehatan gratis yang disediakan pemerintah; mereka yang secara sosial dikecualikan dari layanan kesehatan dan dikucilkan dalam masyarakat, mereka yang terjebak dalam bencana alam, epidemi dan kekurangan gizi.

Individu-individu yang tergabung dalam doctorSHARE bekerjasama, membagikan talenta dan kecakapan maing-masing tanpa memandang batasan-batasan suku, agama, etnis, ras dan antar golongan untuk mewujudkan visi dan misi doctorSHARE sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan etika pelayanan medis. Banyak di antara mereka yang telah berpengalaman di medan krisis Indonesia sejak tahun 1998 akibat ketidakstabilan politik, ekonomi dan sosial, serta terpaan bencana alam yang melanda Indonesia.

Saat ini doctorSHARE didukung oleh ahli bedah, dokter, perawat, dan profesional seperti jurnalis, administrator, fotografer, desainer, ahli teknologi informasi, wiraswasta, pekerja sosial profesional, dan sejumlah donatur individual. Kami membuka diri bagi mereka yang tergerak untuk membagikan kecakapan profesionalisme mereka untuk mendukung visi dan misi doctorSHARE memulihkan masyarakat di bidang kesehatan.

profil

PENDIRIdr. Lie A. Dharmawan, PhD, FICS, SpB, SpBTKV

Lisa Suroso, S.E.

SEKRETARIS JENDERALdr. Luyanti, MARS

WAKIL SEKRETARIS JENDERALdr. Sianly

dr. Marselina Mieke Yashika Iskandar

SEKRETARISLucy Tawara

BENDAHARAElisabet Wati Reyaan

MANAGER FUNDRAISINGdr. Angelina VanessaSirikit Senjaya, S.Sn

KOORDINATOR PROYEKTFC PULAU KEI

dr. Luyanti, MARSdr. Karnel Singh

KOORDINATOR PROYEKCCI SEMPER DAN CEMPAKA MAS

dr. Fidella

KOORDINATOR CONTIGENCYdr. Christ Hally Santoso

KOORDINATOR KLINIKdr. Paulus Lukmandr. Hendra Chayadi

KOORDINATOR MEDIASylvie Tanaga, S.IPdr. Peggy Loman

MANAJER TEKNIS KAPAL RSA dr. LIE DHARMAWANAgus Risnawan

MEDIA BERBAGI doctorSHAREPemimpin Redaksi: Sylvie Tanaga, S.IP

Editor: dr. Peggy LomanIlustrasi Cover: Evelyn Tedja, S.T.

Desain Grafis: Lisa SurosoFotografi: doctorSHARE/Eric Satyadi

Copyright 2014 doctorSHAREAll rights reserved.

c

Tak terasa, telah setahun lebih doctorSHARE menjelajah nusantara dengan Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan, menggandeng

tangan mereka yang selama ini tak punya kesempatan mengecap layanan kesehatan karena berbagai alasan. Jika sampai detik ini RSA dr. Lie Dharmawan dapat terus memberikan karya terbaiknya, semua karena karunia-Nya dan tentu saja berkat dukungan Anda semua.

Sebagai ungkapan syukur, doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis di Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara pada Minggu, 16 Maret 2014. Pelabuhan Kali Adem merupakan lokasi sandar RSA dr. Lie Dharmawan di Jakarta. Peringatan setahun karya RSA dr. Lie Dharmawan ini sekaligus menjadi pemacu ampuh bagi kami semua untuk berkreasi menghasilkan karya yang lebih dahsyat.

Di luar dugaan pula, karya doctorSHARE disambut dukungan masyarakat yang begitu

besar, terlebih setelah para sahabat media banyak melakukan reportase terhadap akivitas doctorSHARE. Puncaknya adalah ketika pendiri doctorSHARE, dr. Lie A. Dharmawan, mendapat anugerah Kick Andy Heroes 2014 pada 22 Februari 2014. Penghargaan ini amat besar artinya bagi pelayanan doctorSHARE.

Pada saat bersamaan, Indonesia belum usai menghadapi bencana alam, khususnya erupsi Gunung Sinabung dan Gunung Kelud. Para pengungsi Gunung Sinabung sudah mulai bosan dan depresi dalam menghadapi masa depannya sementara warga Jawa Timur dikejutkan oleh amarah Gunung Kelud seperti yang dapat Anda baca pada testimoni Pak Ginting dan Pak Mislan.

Untuk itu, doctorSHARE terus berupaya mengembangkan inovasi seperti memberikan pelayanan medis keliling posko pengungsian dengan menggunakan ”bentor”, juga menyelenggarakan kids games atraktif bagi anak-anak. Anda pun dapat membaca temuan-temuan menarik lainnya di lapangan.

Usai pelayanan medis di Pelabuhan Kali Adem, doctorSHARE terus melanjutkan aksi “jemput bola” bagi masyarakat pelosok dengan RSA dr. Lie Dharmawan mulai dari Riau, Lombok, Sulawesi Selatan, serta berikutnya adalah Papua Barat dan Maluku Tenggara. Di Raja Ampat – Papua Barat, RSA dr. Lie Dharmawan menjadi peserta sailing pass pada acara berskala internasional Sail Raja Ampat 2014.

Selama menjalankan misi RSA dr. Lie Dharmawan, doctorSHARE pun menemukan banyak hal berharga di luar persoalan medis. Keragaman budaya masyarakat adalah kekayaan yang patut disyukuri di samping kekayaan alam. Di Lombok, misalnya, doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis di halaman sebuah pura, juga mendapat kesempatan berbagi inspirasi bersama anak-anak di Kediri, Lombok Barat.

Anda juga dapat membaca berbagai kisah menarik dari para anggota doctorSHARE saat

m e n j a l a n k a n pelayanannya di daerah t e r p e n c i l

sebagai dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap). Dokter Debby bercerita mengenai berbagai pengalaman menariknya di Papua Barat sementara dokter Karnel (yang hingga saat ini masih menjadi dokter PTT) bertutur soal pengalamannya di Maluku Tenggara.

Cerita-cerita ini dapat membuka mata kita mengenai kondisi sebenarnya yang terjadi di daerah terpencil dari kacamata seorang dokter PTT, menunjukkan bahwa luasnya Indonesia seharusnya dapat dikelola dengan lebih baik bagi kebaikan masyarakatnya, saudara-saudara kita. Lebih dari itu, kami tentu berharap cerita-cerita ini mampu menggugah kesadaran kita untuk mulai bertindak bagi sesama.

Semoga sajian kami dalam buletin doctorSHARE edisi ke-2 tahun 2014 ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk makin peduli sesama dan memulai langkah nyata. Di tengah bencana yang melanda, tingginya pesimisme, dan terbatasnya ruang masyarakat kecil, doctorSHARE percaya bahwa harapan itu masih ada. Kitalah sang pembawa harapan tersebut g

4 5

Harapan Itu Masih Ada

editorial

catatan

6

T ahun 2014 telah doctorSHARE mulai dengan berbagai kegiatan, rutin maupun yang merupakan pengembangan sebagai

konsekuensi bertambah matangnya doctorSHARE sebagai sebuah organisasi. Bagi doctorSHARE, tahun ini tetap merupakan tahun dengan banyak turbulensi.

Pemberitaan media massa tentang keberadaan dan sepak terjang doctorSHARE selama ini telah menimbulkan dinamika luar biasa dalam kehidupan berorganisasi dan juga kehidupan pribadi kami, para aktivis doctorSHARE.

Kami tidak menampik bahwa pemberitaan media massa menambah kesibukan pelayanan kami yang berakibat makin sedikitnya waktu kehidupan sosial pribadi. Namun, kami sadar untuk itulah doctorSHARE dibentuk dan oleh karena itulah kami semua bergabung dalam doctorSHARE.

Secara pribadi dan atas nama organisasi, saya mengagumi dan mengapresiasi semua pengorbanan aktivis kami yang luar biasa bekerja hingga larut malam, lalu subuh-subuh tanpa istirahat segera ke bandara mengambil penerbangan pertama untuk mengejar si “Bahenol” (RSA dr. Lie Dharmawan) agar pada hari yang sama, sebagian pekerjaan dapat diselesaikan.

Tak ada yang mengeluh, juga tidak ketika kritik pedas diungkapkan saat rapat

evaluasi pada malam di hari yang sama. Semua menerima karena tahu, kami adalah pelayan. Yang menjadi ukuran keberhasilan kami adalah kepuasan mereka yang kami layani, bukan keberhasilan pelayanan yang diberikan.

Dalam perjalanan waktu dan bertambahnya pengalaman, kami merasa bahwa Rumah Sakit Apung merupakan salah satu solusi untuk mengisi defisit sarana pelayanan medis di Indonesia, terutama di daerah timur.

Tentang kegiatan-kegiatan lapangan kami yang begitu padat, tidak lagi saya singgung dalam tulisan ini karena sudah sering dipublikasikan di tempat lain.

Akhir Juni 2014, kami mengikuti ajang Sail Raja Ampat 2014 sebagai bentuk partisipasi membantu pemerintah mempromosikan Kabupaten Raja Ampat sebagai destinasi wisata dunia selanjutnya. RSA dr. Lie Dharmawan pun akan tinggal di sana dan melayani pulau-pulau di Papua Barat dan selanjutnya akan bertolak memberikan pelayanan medis ke Maluku Tenggara.

Kami sadar bahwa kebutuhan Rumah Sakit Apung tidak hanya dirasakan mereka yang membutuhkan bantuan. Untuk itu, kami juga merasa bahwa seyogyanya armada Rumah Sakit Apung harus ditambah. Untuk ini, sudah ada donatur-donatur yang memulai pembicaraan. Kami mohon doa restu dan kerjasama yang lebih baik di hari-hari mendatang

Terima kasih g

dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, FICS, Sp.B, Sp.BTKVPendiri doctorSHARE

“Kami adalah pelayan. Yang menjadi ukuran keberhasilan kami adalah kepuasan

mereka yang kami layani”

7

Lima tahun silam atau tepatnya 28 Maret 2009, Panti Rawat Gizi (Therapeutic Feeding Centre) diresmikan secara sederhana oleh Camat Kei Besar dan Wakil Uskup

Kei Besar.

Sejak saat itu, saya mulai kenal lebih banyak kondisi Indonesia Timur dengan birokrasinya yang kompleks, juga terbatasnya pelayanan kesehatan, distribusi obat-obatan, tenaga kesehatan yang mau tinggal lama di suatu desa, dan sulitnya masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

Masalahnya bukan terletak pada mahalnya pelayanan kesehatan. Saat saya bekerja di Pulau Kei, nyatanya semua masyarakat bebas biaya pengobatan alias GRATIS. Lantas apa yang menjadi kesulitan mereka? Keadaan geografis.

Program pemerintah bidang kesehatan sejak zaman Orde Baru hingga saat ini sangat bagus, bahkan sebagian program mengutip program organisasi kesehatan dunia. Namun mengapa masih banyak masalah malnutrisi, tuberkulosis, tingginya tingkat kelahiran, bahkan banyak yang masih “bodoh” tak tahu arti HIV?

Saya tidak menghakimi kinerja Dinas Kesehatan. Hanya saja kadang program yang dibuat tingkat pusat sangat berbeda pengaplikasiannya dengan tingkat kecamatan.

Saya temui banyak petugas kesehatan yang giat menjemput bola untuk imunisasi,

pemeriksaan kehamilan, pemberian vitamin A, dan pemantauan terapi TBC. Saya selalu ikut bersama tim ini. Curhat mereka pada saya, “Obat TBC habis, dok. Bagaimana pasien bisa minum obat secara teratur?”

Petugas gizi curhat: “dana nggak ada, dok. Beli susu pakai uang siapa?”

Lalu petugas imunisasi curhat: “vaksin selalu rusak karena kulkas mati. Genset nggak ada minyak, dok.” Bahkan kepala puskesmas curhat: “obat paracetamol habis, dok.”

Saya dan teman-teman dokter paling bingung jika ingin terapi pasien tapi obat tidak ada. Saya ‘teriak‘ pada kepala puskesmas, kepala puskesmas ‘teriak‘ pada bagian farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas Kesehatan Kabupaten ‘teriak‘ pada Dinas Provinsi, lalu saya tak tahu lagi kelanjutannya dan dimana letak permasalahannya.

Saya yakin keadaan geografis serta gap yang terlalu jauh antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur adalah sumber kondisi yang rumit ini. Kondisi ini yang membuat para pengabdi bangsa malas, karena semua pekerjaan terhalang situasi yang melilit.

Saya sangat mengapresiasi kinerja pemerintah daerah maupun tenaga kesehatan di pelosok-pelosok daerah. Tidak semuanya korupsi dan malas. Karena itu, melalui doctorSHARE kami berharap dapat membangun manusia-manusia menjadi lebih efektif serta keluar dari keterperangkapannya.

Seperti program Panti Rawat Gizi, petugas

dr. Luyanti, MARSSekretaris Jenderal doctorSHARE

catatan

88

“Melalui doctorSHARE kami berharap dapat membangun

manusia-manusia menjadi lebih efektif serta keluar dari

keterperangkapannya”

9

gizi dan perawat adalah petugas kesehatan lokal yang dilatih dan diikutsertakan bekerja untuk masyarakatnya. Di panti ini, kami merawat anak-anak dengan masalah gizi dengan tujuan membangun manusia sejak masih kecil dengan gizi yang cukup.

Juga melalui program Rumah Sakit Apung yang idenya lahir di Pulau Kei, kami memberi pelayanan kesehatan dasar masyarakat dengan fasilitas rumah sakit. Rumah Sakit Apung ini kami persembahkan untuk pulau-pulau di Indonesia. Masyarakat tetap dapat memperoleh pelayanan medis gratis. Karena itu, saya sangat mengharapkan dukungan dan kerjasama pemerintah daerah untuk kegiatan Rumah Sakit Apung di daerahnya.

Pekerjaan mendatang yang kami rencanakan masih banyak: pendidikan kesehatan gizi, pendidikan kesehatan HIV, pelayanan kesehatan dasar, pemberian bantuan obat-obatan kepada dokter-dokter umum yang melayani di daerah terpencil, dan aneka pelayanan medis dengan Rumah Sakit Apung.

doctorSHARE tidak menggantikan apa yang menjadi tugas pemerintah terutama Kementerian Kesehatan. doctorSHARE adalah partner. Mengapa? Karena doctorSHARE milik Indonesia. Mari bersama-sama lakukan bagian kita g

Indonesia is in my heart!

10

S siapa tak kenal Raja Ampat? Kepulauan ini terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis

terkaya di dunia. Raja Ampat juga kaya terumbu karang, hamparan padang lamun, hutan mangrov, dan pantai tebing berbatu indah. Tak heran jika Raja Ampat pun diusulkan sebagai Warisan Dunia (World Heritage Site).

Di balik keindahan alamnya, data BPS tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah sarana infrastruktur yang memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat Raja Ampat tak cukup memadai. Sampai 2012, hanya terdapat 9 dokter umum di Kabupaten Raja Ampat dan belum ada dokter spesialis dan dokter ahli. Jumlah rumah sakit di Kabupaten Raja Ampat sampai tahun 2011 hanya berjumlah 2 unit yang keduanya berada di kota Waisai. Sementara untuk total 24 distrik di Kabupaten Raja Ampat, jumlah puskesmas mencapai 19 unit. Jumlah dokter di Kabupaten Raja Ampat tahun 2012 hanya berjumlah 9 orang yang semuanya merupakan dokter umum*

Berdasarkan rasio beban kerja, seorang dokter

di Kabupaten Raja Ampat harus melayani sekitar 5.000 orang. Masyarakat Kabupaten Raja Ampat yang ingin berobat ke dokter spesialis harus dirujuk ke Kota Sorong di Papua Barat.

Secara umum, kondisi sarana kesehatan di Kabupaten Raja Ampat kurang efektif dan efisien mengingat jarak dan wilayah pelayanan yang luas dengan tenaga medis terbatas. Medan dan jarak yang relatif jauh dan luas membuat pelayanan kesehatan tidak efektif dan tidak mampu menjangkau semua kampung di Raja Ampat.

Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, petugas kesehatan di puskemas dan pustu jarang masuk kerja untuk memberi layanan kesehatan. Alasan aksesibilitas menjadi kendala utama bagi petugas kesehatan untuk menjalankan tanggung jawabnya melayani kesehatan masyarakat meskipun Kabupaten Raja Ampat juga memiliki layanan kesehatan keliling baik melalui jalur darat maupun laut.

Ada juga kampung yang memiliki sarana dan prasarana kesehatan tapi tidak memiliki tenaga medis. Sebaliknya, beberapa kampung

RSA dr. Lie Dharmawan di Raja Ampat

543

2

1

11

telah memiliki Pustu namun tidak memiliki tenaga medis.

Di samping faktor minimnya sarana dan prasarana kesehatan serta tenaga medis, penyebaran penyakit yang diderita masyarakat banyak dipengaruhi oleh pola hidup dan perilaku masyarakat yang tidak sehat. Penyakit kulit merupakan salah satu jenis penyakit yang paling sering ditemukan. Beberapa jenis penyakit kulit tersebut adalah penyakit kulit karena infeksi, alergi dan yang disebabkan oleh jamur.

Kondisi-kondisi inilah yang mendorong doctorSHARE mengambil langkah membantu pemerintah daerah dalam memberikan layanan kesehatan bagi warganya. RSA dr. Lie Dharmawan dapat menjadi salah satu solusi terutama untuk menjawab masalah kesulitan akses, minimnya fasilitas kesehatan dan tenaga medis, serta kendala lainnya seperti ketiadaan dokter spesialis dan keterbatasan finansial.

Beberapa alasan pentingnya keberadaan RSA dr. Lie Dharmawan di Raja Ampat:

Sebagian besar wilayah Kabupaten Raja Ampat didominasi lautanPerbandingan wilayah darat dan laut di Kabupaten Raja Ampat adalah 1:6 dengan wilayah perairan yang lebih dominan. Artinya, laut adalah jalan raya utama bagi masyarakat Kabupaten Raja Ampat. doctorSHARE melihat kondisi geografis ini sangat cocok bagi pelayanan medis RSA dr. Lie Dharmawan yang memanfaatkan lautan sebagai tempat utama operasionalnya. doctorSHARE ingin memperlihatkan bahwa laut bukanlah kendala melainkan sebuah potensi besar yang dapat maksimal dimanfaatkan.

Solusi bagi minimnya fasilitas kesehatanData-data BPS menunjukkan bahwa Kabupaten Raja Ampat masih minim fasilitas kesehatannya. Rumah Sakit di Kabupaten Raja Ampat hanya 2 unit. Jumlah puskesmas pun belum memadai. RSA dr. Lie Dharmawan yang bersifat “menjemput bola“ dapat menjadi jawaban bagi masyarakat Kabupaten Raja

Ampat yang selama ini butuh pelayanan medis namun kesulitan karena minimnya fasilitas kesehatan.

Solusi bagi minimnya jumlah tenaga medis dan dokter spesialisFakta bahwa seorang dokter di Kabupaten Raja Ampat harus melayani sekitar 5.000 orang dan belum tersedianya dokter spesialis merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Untuk menjawab masalah ini, RSA dr. Lie Dharmawan menerjunkan dokter spesialis di samping dokter umum.

RSA dr. Lie Dharmawan dapat menjangkau area yang sulit dilalui kapal-kapal besarRSA dr. Lie Dharmawan merupakan kapal kayu dengan panjang, lebar, tinggi masing-masing 23,15 x 6,02 x 4 meter. Ukuran ini sangat ideal untuk menjangkau daerah-daerah pedalaman di Kabupaten Raja Ampat yang selama ini sulit dilalui kapal-kapal berukuran besar. Dengan demikian, RSA dr. Lie Dharmawan dapat menjangkau banyak warga pedalaman yang membutuhkan layanan medis.

Memberikan edukasi tentang gaya hidup sehatData BPS menunjukkan bahwa sebaran penyakit yang diderita masyarakat Kabupaten Raja Ampat banyak dipengaruhi oleh pola hidup dan perilaku masyarakat yang tidak sehat. Kondisi ini mendorong doctorSHARE untuk turut mendengungkan pentingnya gaya hidup sehat dalam bentuk edukasi (penyuluhan kesehatan) interaktif sehingga kualitas hidup mereka meningkat.

Meski demikian, doctorSHARE melalui misi RSA dr. Lie Dharmawan bukan merupakan satu-satunya solusi bagi segala persoalan kesehatan di Raja Ampat. doctorSHARE hanya membantu upaya pemerintah daerah dalam memberikan layanan kesehatan yang layak bagi warganya. Solusi jangka panjang tentu memerlukan penelitian, strategi, dan kerja keras lebih lanjut dari seluruh pihak terkait g

*Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Raja Ampat. 2012.

12 13

Di Sana, Merah Putih Masih Berkibardr. Debby Kurniawati A. S.

P ilihan saya menjadi dokter PTT pusat di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, amat membuka mata. Kondisinya sungguh berbeda dengan apa

yang saya lihat selama ini di Pulau Jawa. Kota Sorong yang merupakan kota pelabuhan cukup ramai di Provinsi Papua Barat saja, fasilitasnya masih kalah dengan kampung halaman saya yang hanya sebuah kota kecil di Jawa Timur.

Saya melayani di Ibukota Kabupaten Sorong Selatan, Kota Teminabuan. Jaraknya empat jam perjalanan melalui jalur darat dari Kota Sorong. Kondisi jalan yang ditempuh berbukit-bukit dan seringkali rusak jika musim hujan tiba.

Walau disebut ibukota kabupaten, fasilitasnya jauh dari kata memadai. Sumber pembangkit listrik yang digunakan adalah mesin diesel sehingga listrik mati seiring menipisnya persediaan bahan bakar. Sinyal telepon seluler pun seringkali tidak stabil. Seringkali pembicaraan di telepon menjadi lucu karena apa yang dikatakan lawan bicara di ujung sana baru terdengar telinga beberapa saat kemudian.

Saat itu, saya mendapat penugasan di Distrik Metamani, distrik yang berada di wilayah pantai Kabupaten Sorong Selatan. Setiap puskesmas di wilayah pantai, umumnya memiliki kapal puskesmas namun beberapa keropos alias tak layak pakai.

Jangan bayangkan kapal megah atau kapal modern seperti speedboat. Kapal puskesmas ini adalah kapal kayu sederhana

dilengkapi atap pada sepertiga bagiannya. Kapal Puskesmas Metamani menggunakan mesin tempel bertenaga 40 PK, cukup untuk membawa kami beserta barang-barang dari Teminabuan menuju Metamani selama empat jam namun waktu tersebut akan bertambah bila laut berombak.

Seperti puskesmas daerah terpencil yang minim sarana dan tenaga, Puskesmas Metamani pun bernasib sama. Saat saya tiba, personel puskesmas hanya enam orang termasuk saya. Enam personel ini harus bekerjasama menyusun laporan kegiatan puskesmas serta melaksanakan pelayanan bagi sekitar 3.600 warga Distrik Metamani yang tersebar di enam kampung. Sungguh jumlah personel yang jauh dari ideal.

Ketiadaan listrik, sinyal, serta air bersih juga merupakan tantangan tersendiri dalam bertugas di distrik ini. Penyediaan obat juga seringkali terhambat masalah transportasi dan jalur laut yang harus ditempuh menuju ibukota kabupaten.

BBM (Bahan Bakar Minyak) sangat mempengaruhi frekuensi pelayanan yang bisa kami lakukan ke kampung-kampung, berikut kelancaran penyediaan obatnya. Nyatanya, BBM adalah hal langka dan mahal di tanah Papua. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat betapa kayanya tanah ini akan minyak.

BBM bisa dijual hingga Rp 15.000/liter (saat itu harga resmi di SPBU adalah Rp 4.500/liter) dan Rp 17.000/liter jika dicampur dengan oli. Kondisi ini membuat transportasi terhambat

Bendera merah putih yang sama masih berkibar di sana, namun fasilitas pendidikan dan kesehatan yang ada

sungguh mencengangkan; tak percaya masih menginjak negeri yang sama.

dan tentu saja memberatkan masyarakat bila ada keluarganya yang perlu dirujuk ke Teminabuan sementara kapal puskesmas sedang tidak di tempat.

Kesulitan merujuk pasien mendorong kami mengajukan pengadaan peralatan dan obat-obatan emergensi. Namun, keterbatasan yang ada membuat kami harus menerima kenyataan. Tidak satu pun puskesmas di Kabupaten Sorong Selatan yang memiliki tabung oksigen.

Ketika saya menulis ini, masih terbayang seorang pasien balita yang meninggal karena kejang. Pasien yang belum genap berusia satu tahun itu dibawa ke puskesmas dari kampung tetangga. Saya hanya bisa memberikan bantuan napas dengan alat seadanya dan tidak memiliki satu pun obat untuk menghentikan kejangnya. Gurat sedih dan marah di wajah keluarganya nampak ketika balita lucu itu akhirnya

meninggal. Kami pun sedih harus kehilangan nyawanya karena keterbatasan yang ada.

Bendera merah putih yang sama masih berkibar di sana, namun fasilitas pendidikan dan kesehatan yang ada sungguh mencengangkan; tak percaya masih menginjak negeri yang sama. Padahal, pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Padahal, setiap kali berkampanye bukankah dua hal itu yang menjadi janji pemerintah?

Semoga Papua tak hanya jadi ladang yang dikeruk kekayaan alamnya semata. Bukankah mereka merah putih juga? Inilah pekerjaan rumah bagi pemerintahan berikutnya g

dr. Debby adalah anggota doctorSHARE, dokter PTT Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat periode April 2012 – Maret 2013

14 15

P ada 22 Februari 2014, dr. Lie A. Dharmawan, PhD, FICS, SpB, SpBTKV menerima penghargaan Kick Andy Heroes yang ditayangkan oleh Metro TV pada 1 Maret 2014. Ajang ini diselenggarakan oleh program talk show Kick Andy sebagai penghargaan bagi tokoh-tokoh yang berjasa dalam bidang kemanusiaan.

Dewan juri yang memberikan penilaian antara lain adalah Komaruddin Hidayat, Romo Mudji, Imam B Prasodjo, dan Yenny Wahid. Penghargaan untuk dr. Lie A. Dharmawan diserahkan secara langsung oleh Ketua Palang Merah Indonesia, Bpk. H. Jusuf Kalla.

Apresiasi ini besar artinya bagi doctorSHARE. Kami mengucapkan terima kasih pada Anda yang selama ini turut memberi dukungan bagi pelayanan doctorSHARE, termasuk rekan-rekan yang turut memberikan voting bagi dr. Lie A. Dharmawan dalam ajang ini

Tonton tayangan lengkap tentang liputan Kick Andy terhadap kegiatan doctorSHARE di www.doctorSHARE.org g

Pendiri doctorSHARETerima Kick Andy Heroes 2014

Kepada seluruh kerabat, suporter & simpatisan doctorSHARE (Yayasan Dokter Peduli)...

22 Februari 2014 malam, studio Kick Andy Metro TV menyelenggarakan malam penganugerahan “Kick Andy Heroes 2014” pada mereka yang berjasa dalam bidang kemanusiaan.

Saya mewakili doctorSHARE telah terpilih sebagai salah seorang pahlawan kemanusiaan. Hemat saya, gelar ini adalah apresiasi dewan juri dan masyarakat luas atas kinerja doctorSHARE yang konsisten berpartisipasi dalam usaha perbaikan nasib mereka yang terlupakan.

Ini jelas merujuk pada kerja tim, kepada kita seluruhnya, baik yang aktif terjun ke lapangan maupun mereka berhalangan hadir di lapangan. Itulah team work kita. Begitu banyak doa yang didaraskan, voting agar saya menang dalam pemilihan “Kick Andy Heroes” ini dan bentuk-bentuk dukungan lainnya. Saya sungguh terharu. Terima kasih. Ini bukan prestasi pribadi tapi hasil kerja keras kita semua yang konsisten dan tak kenal lelah apalagi menyerah. Untuk itu, gelar ini saya kembalikan pada kita semua para suporter doctorSHARE dan hadiah uang Rp 30 juta juga akan dipakai bagi pelayanan doctorSHARE.

Sekali lagi, terimalah ungkapan terima kasih dari saya pada kita semua. Kekompakan kita mendorong doctorSHARE berkiprah lebih baik lagi di masa depan.

- dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D -

16 17

Erupsi Sinabung & Serba-Serbi Pelayanan doctorSHARE

Sylvie Tanaga

P ada 9 Februari – 7 Maret 2014, doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis bagi korban erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara dalam bentuk

pengobatan umum, bedah minor, dan kids games dengan tema “Merajut Harapan di Tengah Badai“. Periode pertama pelayanan medis berlangsung 10 – 13 Februari 2014 sementara periode berikutnya dilakukan bergantian dengan mobile clinic atau clinic on wheel. Berikut rangkuman beberapa catatan menarik selama sebulan perjalanan tim doctorSHARE.

Warga Belum Paham Pola LetusanSatria, seorang pemuda lokal yang tinggal dalam radius 12,5 kilometer dari puncak gunung memaparkan bahwa Gunung Sinabung sebenarnya pernah meletus tahun 1600-an, lalu kembali erupsi pada 2010. Data yang tersedia hanya tahun 2010. Oleh karenanya, warga tak punya pengetahuan soal pola letusan gunung. Ini berbeda dengan data letusan Merapi yang datanya sudah cukup lengkap sejak era Belanda.

Kondisi Memprihatinkan Posko PengungisandoctorSHARE melihat beberapa posko pengungsian dalam kondisi memprihatinkan misalnya hanya beralaskan tikar dan kardus. Beberapa posko memiliki mobile MCK yang hanya berjarak setengah meter dari tenda pengungsian. Tak hanya itu, jumlahnya pun tak memadai dibanding banyaknya pengungsi. Tak ayal, aroma tak sedap kerap menyeruak, terlebih jika posko sedang

kehabisan air bersih.

Aneka Cara Usir BosanBerbulan-bulan tinggal di posko pengungsian tanpa kejelasan masa depan tentu meninggalkan rasa depresi dan bosan yang luar biasa. Para pengungsi pun mengupayakan beragam cara kreatif. Ibu-ibu di Posko Pengungsian Ndokum Siroga membuat kerajinan tangan dari kertas. Ibu-ibu di Posko Pengungsian Masjid Istihrar membuat anyaman dari daun bengkoang. “Syukur kalau ada yang mau beli. Kalau tidak, kami pakai sendiri. Yang penting kami tak

bosan,“ papar salah seorang pengungsi.

Hipertensi Hingga ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)Dari hasil pengobatan umum, penyakit terbanyak yang diderita warga adalah hipertensi dan ISPA. Hipertensi dapat muncul

karena berbagai hal seperti stress, gangguan tidur, makanan, dan jenis bumbu masak. Menariknya, doctorSHARE melihat bahwa menu hidangan umum di nyaris seluruh lokasi pengungsian adalah nasi, ikan teri, dan kacang. ISPA kemungkinan besar terjadi karena perubahan cuaca yang drastis hingga ketiadaan lokasi khusus untuk merokok di dalam posko/tenda pengungsi.

Kasus Penyakit Paling BerkesanAdalah kasus yang menimpa seorang anak lima tahun yang berada di Posko Pengungsian Masjid Istihrar, Rafa Ariel. Ia mengalami kontraktur alias perlengketan kulit jari ruas pertama dan ruas ketiga sehingga tidak dapat menulis maupun melakukan kegiatan harian.

dr. Paulus Lukman melakukan bedah minor terhadap Rafa selama hampir tiga jam. Kini jari-jari Rafa sudah pulih seperti sediakala.

Mobile Clinic (Clinic On Wheel) doctorSHARE melakukan pelayanan medis keliling posko pengungsian selama satu bulan dengan Bentor. Bentor adalah motor roda tiga. Sebuah boks tepasang di sampingnya untuk meletakkan alat medis dan obat-obatan. Dengan cara ini, doctorSHARE dengan mudah menyambangi posko sekaligus melakukan follow up para pasien. Cepat dan efisien. Kesulitan satu-satunya adalah cara mengendarainya. “Kami hampir nyemplung parit karena bentor ternyata tak mudah dikendalikan,” jelas dr. Christ Hally.

Disambangi Pasien di Tempat KosPasca letusan, hampir setiap posko pengungsian memiliki pos kesehatan tetapi belum tentu dilengkapi dengan kehadiran dokter stand by. Maka ketika doctorSHARE

membuka layanan medis selama sebulan, antusiasme mereka amat besar. Tak hanya menunggu kedatangan bentor, beberapa warga aktif menelepon meminta tim datang maupun sekadar berkonsultasi. Beberapa warga bahkan sengaja datang ke tempat kos tim doctorSHARE untuk mendapatkan pelayanan medis.

Tingginya Antusiasme Anak-anakTentu tak mudah bagi anak-anak menghabiskan hari-harinya di pengungsian. Tak heran saat tim doctorSHARE mengadakan kids games, mereka benar-benar antusias. Mereka bahkan mengajak anak sesama pengungsi lainnya bermain bersama. Ulas senyum berganti menjadi tawa lepas tanpa beban. Mereka begitu gembira melihat permainan sulap, juga saat meniup dan merangkai balon-balon. Pada saat bersamaan, para kakaknya mengerjakan pe-er dengan alat tulis seadanya di atas tikar g

18 19

S etelah mengundurkan diri dari jabatan ajudan personalia di sebuah perusahaan tahun 2001 karena harus kembali ke kampung halaman setelah orang tuanya

meninggal, Pak Ginting (45 tahun) punya cita-cita. Ia ingin wirausaha dengan menggarap tanahnya di Desa Jeraya yang terbilang luas: 43 hektar.

Di tanah tersebut, ia mulai menanam sayur-sayuran, kol, kentang, wortel, juga jeruk dan kopi. Di luar perhitungan, tanaman jeruknya mendapat serbuan agresif lalat buah. Ia gagal panen. Belum habis perkara, Gunung Sinabung meletus dan meluluhlantakkan apa yang telah ia bangun, tanpa sisa.

“Semua habis. Daun-daun layu, hanya batang yang terlihat,” ujar Pak Ginting, tertunduk lesu.

Desa Jeraya hanya berjarak 5,5 kilometer dari kawah Gunung Sinabung. Desa Jeraya bukan satu-satunya desa yang terkena imbas. Letusan dahsyat Sinabung membuat puluhan desa lainnya hancur dan memaksa warganya

mengungsi. Pak Ginting dan keluarganya terpaksa mengungsi ke Posko Jambur Taras di Berastagi. Posko ini menampung pengungsi dari sembilan desa lainnya.

Pak Ginting tak pernah menyangka bahwa letusan kali ini membawa dampak hebat. Gunung Sinabung pernah meletus tahun 2010. Kala itu, gunung menggelegar, hening, dan kemudian mengeluarkan asap amat pekat disertai gempa berkekuatan 4,5 – 5 skala Richter. Pak Ginting merasakan gempa ini dari rumahnya.

48 jam kemudian, abu menebal sehingga warga harus mengungsi. Namun kondisi berangsur normal sehingga sebulan kemudian mereka bisa kembali ke rumah masing-masing.

Sinabung kembali mengamuk pada September 2013. Pada 27 Oktober 2013, letusan lagi-lagi terdengar dan kali ini memunculkan kawah baru. 7 November 2013, terjadi erupsi besar. 27 Desember 2013, Gunung Sinabung memuntahkan abu vulkanik yang jauh lebih besar daripada sebelumnya.

Tekanan Psikis,Masalah Terbesar Pengungsi

Sylvie Tanaga

“Satu Januari 2014, kami melihat Gunung S i n a b u n g m e n ge l u a r ka n lava pijar b a g a i k a n kembang api. Dua hari kemudian kami mengungsi. 6 Januari 2014 kami pulang namun s e s a m p a i n y a di kampung, S i n a b u n g kembali meletus. Warga desa-desa terdekat dari kawah pun kembali m e n g u n g s i , ” terang Pak Ginting.

Dalam tempo singkat, warga dari 22 desa lainnya ikut m e n g u n g s i . Posko media center mencatat jumlah pengungsi Sinabung hingga Februari 2014 mencapai lebih dari 32.500 orang termasuk lansia dan anak-anak.

Pak Ginting juga menilai pemerintah terlambat memberi peringatan bahaya awan panas di radius lima kilometer dari kawah gunung.

Spanduk peringatan baru dipasang setelah jatuhnya 15 korban jiwa.

Lama bermukim sebagai pengungsi bersama empat anaknya, Pak Ginting tak bisa tinggal diam. Ia

pun turun tangan m e m b a n t u k o o r d i n a t o r posko Jambur Taras mengelola k e b u t u h a n pengungsi. Selama itulah Pak Ginting melihat tekanan psikis sebagai masalah para pengungsi yang

paling menonjol. “Banyak yang putus asa memikirkan rumah dan lahan pertaniannya tak bisa diolah kembali terutama di Desa G u r u h k i n a y a n , S u k a m e r i a h , S i m a c e m , Berkerah, Kuta

Rakyat, dan Sigarang-garang. Itu sebabnya pemerintah tidak boleh memandang masalah ini setengah hati. Relokasi harus dibuat semaksimal mungkin sehingga pengungsi tidak merana dan mampu memulai hidup barunya dengan baik g”

P ada 18 – 24 Februari 2014, doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis cuma-cuma bagi para pengungsi korban letusan Gunung Kelud di

Jawa Timur. Tim doctorSHARE menerjunkan 4 dokter, 1 dokter muda, dan 2 relawan melayani 412 pasien pengobatan umum dan seorang pasien bedah minor. Tempat-tempat lokasi pelayanan medis:

Posko Jatim Park 2, Kota Batu.Dusun Ringin Bagus, Desa Manggis, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri.Desa Notorejo, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri.Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.Desa Jombok, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.

Penyakit terbanyak yang diderita warga antara lain adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), hipertensi (darah tinggi), cephalgia (nyeri kepala), myalgia (nyeri otot), dan iritasi mata. Selain memberikan pelayanan medis,

doctorSHARE juga menyalurkan bantuan logistik berupa obat-obatan, vitamin, masker, hand sanitizer, obat tetes mata, balsam, minyak angin, selimut, dan biskuit. Terima kasih bagi para donatur yang telah menyampaikan dukungan dan donasinya.

Meletusnya Gunung Kelud membawa dampak yang amat dahsyat bagi warga. Setelah melakukan survei, doctorSHARE memutuskan untuk melakukan pelayanan medis bagi warga yang belum mendapat bantuan terutama di kawasan-kawasan terimbas lahar dingin seperti Desa Ngantang dan sekitarnya.

doctorSHARE juga mendapat informasi mengenai daerah Kediri yang situasinya konon sangat memprihatinkan karena belum ada satupun bantuan yang masuk, termasuk medis dan obat-obatan. doctorSHARE pun memutuskan pergi ke Kediri dengan menyewa bus. Benar saja. Sesampainya di sana, memang banyak pasien yang belum terjamah bantuan.

Hari berikutnya, doctorSHARE menuju Desa Notorejo yang kondisinya memprihatinkan dan

Pelayanan Medis Bagi Pengungsi Erupsi KeludLayani Pengungsi di Tempat Tak Terjamah

aa

a

a

a

20 21

belum mendapat bantuan sama sekali hingga mereka menulis spanduk “KAMI BELUM DAPAT BANTUAN! KAMI BELUM DAPAT BANTUAN!”. Spanduk tersebut terpasang di segala sudut. Tak heran saat kami membuka pelayanan medis di sana, antrian panjang terjadi.

Berjalan ke desa selanjutnya, tim menemukan sebuah desa yang jauh lebih memprihatinkan karena semua atapnya rubuh. Radiusnya hanya enam kilometer dari Gunung Kelud. Bukan hanya hujan abu yang turun namun hujan batu. Beruntung sudah ada tim medis yang memberi bantuan ke lokasi ini.

Esok harinya, tim doctorSHARE melanjutkan perjalanan ke daerah Pujon dan Ngantang. Ternyata sudah banyak desa di kawasan ini yang telah disinggahi tim medis termasuk ambulans.

“Tapi ketika kami berhenti, mereka minta obat. Ambulans ternyata hanya mondar-mandir namun tidak berhenti. Mereka lebih senang dengan sistem door to door yang kami jalankan. Akhirnya kami turun. Mereka bahu-membahu mengumpulkan warga untuk berobat,” papar koordinator pelayanan medis

doctorSHARE bagi korban erupsi Gunung Sinabung, Stephanie, S. Ked.

Selanjutnya, tim melanjutkan perjalanan ke Desa Jombok. Sang kepala desa berkata bahwa ada lebih dari seratus warga belum mendapat pengobatan. Ketika doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis di kawasan ini, hujan deras turun. Meski tak begitu ramai, warga yang datang berobat sangat antusias. Ketika hendak pulang, tim diberitahu bahwa jembatan terputus sehingga harus memutar lewat Blitar.

Penyakit yang paling banyak dikeluhkan warga adalah iritasi mata dan ISPA karena tebalnya abu Gunung Kelud. Tebalnya abu ini dirasakan sendiri oleh tim doctorSHARE. Meski semua jendela bus sudah tertutup, tim tetap harus mengenakan masker dan goggle di dalam bus. Jika tidak, mata kelilipan. Tebalnya abu juga nyata terlihat dari lapisan abu pada dus-dus obat.

Selain memberikan pelayanan medis, doctorSHARE juga menyalurkan bantuan obat-obatan dan logistik bagi para pengungsi di Kediri g

Jawa Timur

MALANG

KEDIRIGN. KELUD

LOKASI PELAYANAN MEDIS DOCTORSHAREBAGI PENGUNGSI KORBAN LETUSAN GUNUNG

KELUD JAWA TIMUR

22 23

P ak Mislan (60 tahun) adalah salah satu korban bencana erupsi letusan Gunung Kelud yang terjadi pada 13 Februari 2013. Pak Mislan

tinggal di daerah Pandan Sari dengan isteri, anak, keponakan, dan cucunya yang totalnya berjumlah tujuh orang.

Untuk kehidupannya sehari-hari, Pak Mislan bekerja sebagai petani yang menggarap sebidang tanah di dekat rumahnya. Ia menanam jagung, cabai dan beberapa jenis sayuran seperti kol, sawi dan kacang panjang. Hasilnya dijual ke pasar. Semua berjalan baik hingga bencana itu datang.

Kamis, 13 Februari 2013 sekitar pukul 23.00 WIB, Pak Mislan mendengar suara letusan yang begitu kencang. Tak lama kemudian, ia mendengar keponakannya berteriak minta tolong. Saat keluar rumah, Pak Mislan melihat erupsi Gunung Kelud disertai hujan abu dan batu. Ia ingin menolong keponakannya namun tak kuasa mendekat karena bebatuan berjatuhan disertai longsor.

Mendadak situasi menjadi kacau. Rasa panik dan takut menyerbu. Warga berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Beruntung saat itu ada para tentara yang berjaga-jaga karena beberapa minggu sebelumnya Gunung Kelud memang sudah dalam status waspada. Beberapa jalur telah dipasangi pembatas untuk jalur pengungsian. Dengan sigap para tentara segera memimpin evakuasi. “Saat itu, saya takut mati karena selama ini tidak pernah mengalami letusan yang begitu hebat”, ujar Pak Mislan

dengan tatapan mata menerawang jauh, membayangkan kembali peristiwa traumatis tersebut.

Saat kejadian, Pak Mislan terpisah dengan anggota keluarganya. Masing-masing panik dan berusaha menyelamatkan diri. Ia ikut truk tentara dengan tujuan evakuasi ke daerah Pujon. Isterinya dievakuasi ke daerah Salam sedangkan anak dan keponakannya ke daerah Lajo. Cucu Pak Mislan (7 bulan) pingsan akibat terlalu lama menghirup abu sehingga langsung dievakuasi ke daerah Pujon dengan ambulans.

Beberapa hari kemudian, Pak Mislan berkeliling ke beberapa posko pengungsi lainnya untuk mencari anggota keluarganya yang terpisah. Usahanya membuahkan hasil. Pak Mislan akhirnya kembali berkumpul

bersama keluarganya di tenda pengungsian yang berlokasi di Kota Batu. Pada saat bersamaan, Pak Mislan sangat sedih mengingat rumahnya yang hancur akibat erupsi Gunung Kelud. Pak Mislan bertekad akan kembali ke rumahnya jika keadaan sudah aman. Ia ingin membangun kembali rumahnya.

Banyak sesama pengungsi nekad pulang ke rumah mereka masing-masing namun Pak Mislan enggan. Petugas setempat memberi informasi bahwa bahaya banjir lahar dingin mengancam. Pak Mislan patuh, sembari terus berharap dapat membangun kembali hidupnya seperti sedia kala, secepatnya g

dr. Vanessa adalah salah satu tim doctorSHARE untuk pelayanan medis bagi korban Letusan Gunung Kelud, Jawa Timur

Pak Mislan: “Letusan Begitu Hebat”dr. Aurelia Angelina Vanessa

Pa d a 24-28 Maret 2014,

d o c t o r S H A R E atau Yayasan Dokter Peduli m e l a n g s u n g k a n pelayanan medis dengan Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan di Sungai Guntung dan Kuala Enok, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau dengan tema “Menjalin Kasih dengan Semangat Persaudaraan“. Dalam pelayanan medis ini, tim doctorSHARE terdiri dari 1 dokter spesialis bedah, 12 dokter umum, 1 dokter muda, dan 1 relawan non medis. Bentuk pelayanan medis yang dilakukan meliputi pengobatan umum, bedah minor, bedah mayor, serta pendampingan kesehatan. Pelayanan medis di Sungai Guntung berlangsung pada 24-25 Maret 2014. Total pasien pengobatan umum di lokasi ini adalah 426 orang dengan penyakit terbanyak gastritis (nyeri lambung), hipertensi (darah tinggi), ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), rematik, dan cephalgia (nyeri kepala). Adapun pelayanan medis di Kuala Enok atau Tanah Merah berlangsung pada 26-28 Maret 2014. Total pasien pengobatan umum di

lokasi ini mencapai 631 orang dengan penyakit terbanyak hipertensi (darah tinggi), gastritis (nyeri lambung), rematik, cephalgia (nyeri kepala), dan katarak. Total operasi minor

di Sungai Guntung dan Kuala Enok m e n c a p a i 23 pasien d e n g a n kasus antara lain lipoma ( j a r i n g a n lemak yang tumbuh), kista

ateroma, abses, ganglion. Bedah mayor mencapai 15 pasien dengan kasus terbanyak hernia, fibroadenoma mammae (benjolan di payudara), dan hemoroid (wasir).

Pendampingan kesehatan dengan

topik “Pola Hidup Bersih dan Sehat“ di Sungai Guntung diikuti 150 siswa kelas 5 SD sementara di Kuala Enok diikuti oleh 100 siswa kelas 1 SMP (kelas 7). “Kami sangat mengapresiasi sambutan masyarakat Riau yang luar biasa. Senyum mereka adalah penyemangat kami untuk tetap melayani. doctorSHARE bangga menjadi perpanjangan tangan untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Sehat,“ papar koordinator lapangan doctorSHARE untuk pelayanan medis RSA dr. Lie Dharmawan di Riau, Stephanie, S.Ked g

Menjalin kasih dengan Semangat PersaudaraanPelayanan Medis RSA dr. Lie Dharmawan di Riau

24 25

Membangun Harapan Menuju Lombok SehatPelayanan RSA dr. Lie Dharmawan di Lombok

Pada 5-18 April 2014, doctorSHARE kembali melangsungkan pelayanan medis dengan Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie

Dharmawan di Lombok, Nusa Tenggara Barat dengan tema “Membangun Harapan Menuju Lombok Sehat”.

Menerjunkan 12 dokter, 1 perawat, dan 5 relawan non medis, d o c t o r S H A R E m e m b e r i k a n pelayanan medis dalam bentuk bedah mayor, bedah minor, pengobatan umum, pemeriksaan USG (ultrasonografi), dan penyuluhan kesehatan. Total pasien yang ditangani adalah 6 pasien bedah mayor dengan kasus terbanyak hernia, 15 pasien bedah minor dengan kasus terbanyak lipoma, dan 985 pasien pengobatan umum dengan penyakit terbanyak cephalgia (nyeri pada kepala), myalgia (nyeri otot), artritis (radang sendi), hipertensi (darah tinggi), serta dermatitis (gangguan/radang pada kulit)

Rangkaian pelayanan medis dimulai pada 15 April 2014, dengan pemeriksaan pasien yang akan dibedah. Pada 16 April 2014, dilakukan operasi bedah mayor, bedah minor, dan pemeriksaan USG di RSA dr. Lie Dharmawan yang tengah sandar di PELINDO, Pelabuhan Lembar, Lombok Barat. doctorSHARE juga mengadakan pengobatan umum dan penyuluhan kesehatan tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat di Gedung Terminal Pelabuhan Lembar. Kunjungan pasien pasca operasi dilakukan hari berikutnya bersamaan dengan pengobatan umum, pemeriksaan

USG, dan bedah minor di halaman Pura Puseh Tri Buana, Dusun Pelangan Tengah, Desa Pelangan Kecamatan Sekoteng, Kabupaten Lombok Barat yang dibangun tahun 1970-an. Pengobatan umum yang diikuti oleh warga lintas agama dan suku ini disambut

antusiasme yang terlihat dari padatnya antrian pendaftaran pengobatan.

Pada hari yang sama, doctorSHARE juga memberi layanan medis dalam bentuk pengobatan umum di Dusun Karang Bedil Selatan, Kediri, Lombok Barat. Pengobatan

umum ini berlangsung petang hingga malam hari di kediaman keluarga Ibu Fitri Nugraha Ningrum, seorang wanita tunanetra yang memberikan edukasi bagi

anak-anak kurang beruntung dan atas jasanya meraih Kick Andy Heroes 2014.

18 April 2014, doctorSHARE kembali mengunjungi pasien pasca operasi di RSUD Patut Patuh Patju, Kabupaten Lombok Barat. Seluruh pasien dalam kondisi baik, dan seorang pasien anak telah diijinkan pulang. “Melihat antusiasme warga dengan aneka kisahnya menyadarkan kami bahwa kesehatan sangatlah berharga. Semoga kedatangan kami bermanfaat bagi warga Lombok. Besar pula harapan kami dapat terus menjalin kerjasama dan menjangkau daerah yang lebih terpencil,” papar dr. Sianly, Wakil Sekretaris Jenderal doctorSHARE dan koordinator doctorSHARE untuk pelayanan medis di Lombok g

Mewujudkan Harapan Menatap Masa Depan Cerah Pelayanan RSA dr. Lie Dharmawan di Luwu Timur,

Sulawesi Selatan

P ada 23-26 April 2014, doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis dengan RSA dr. Lie Dharmawan di Kabupaten Luwu Timur,

Sulawesi Selatan dengan tema “Mewujudkan Harapan Menatap Masa Depan Cerah”.

Bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Luwu Timur dan partisipasi donatur tetap, kegiatan pelayanan medis ini terdiri dari bedah mayor, bedah minor, operasi katarak, pengobatan umum dan penyuluhan kesehatan. Dalam pelayanan medis ini, doctorSHARE menerjunkan 2 dokter spesialis (bedah dan mata), 11 dokter umum, 1 perawat, dan 5 relawan non medis.

Pelayanan medis dibuka dengan upacara yang dipimpin langsung oleh Bupati Luwu Timur, H. Andi Hatta Marakarma, MP yang bertempat di Pelabuhan Malili.

Pengobatan umum berlangsung di tiga lokasi: Pelabuhan Malili, Puskesmas Wawondula, dan Puskesmas Malili dengan total 1.036 pasien dengan penyakit terbanyak ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), dispepsia (nyeri perut), hipertensi (darah tinggi), dan myalgia (nyeri otot). Masing-masing pasien pengobatan umum juga mendapat bingkisan berupa biskuit, balsam, salep kulit dan minuman sachet.

Bedah mayor berlangsung di RSA dr. Lie Dharmawan yang sandar di Pelabuhan Malili. Total ada 8 pasien dengan kasus hernia,

haemorhoid, FAM (benjolan di payudara), benjolan di leher, dan dugaan keganasan pada wajah. Bedah minor dilaksanakan di RSA dr. Lie Dharmawan dan Puskesmas Wawondula dengan total 32 pasien dengan kasus terbanyak lipoma dan kista ateroma.

Operasi katarak berlangsung tiga hari di RSUD Ilagaligo dengan total

136 pasien. Tiga spesialis mata yang melaksanakan operasi katarak adalah dr. I Gede Eka Yudiasa, SpM; dr. Andi Senggeng Relle, SpM dan dr. Asrayani, SpM.

P e n y u l u h a n kesehatan dengan tema “Pola Hidup Bersih dan Sehat” berlangsung di SDN 223 Balantang, Desa Balantang dan SDN Apundi,

Desa Wawondula dengan total 388 siswa. Tidak hanya

penyuluhan, tapi juga bermain bersama. Selesai acara, doctorSHARE membagi bingkisan kepada anak-anak yang terdiri dari kue lapis, sikat gigi, dan sandal yang merupakan donasi dari para donatur.

“Empat hari pelayanan medis di Luwu Timur berjalan lancar. Masyarakat sangat antusias menyambut kedatangan doctorSHARE. Banyak yang ingin tahu seperti apa RSA dr. Lie Dharmawan yang berlabuh di Pelabuhan Malili. doctorSHARE berharap pelayanan medis ini dapat meringankan penderitaan dan memulihkan kemampuan untuk membangun kembali kehidupan bermasyarakat,” papar Wakil Sekretaris Jenderal doctorSHARE dan koordinator doctorSHARE untuk pelayanan medis di Luwu Timur g

Warna Warni Perjalanan Pulau Keidr. Marselina Mieke Yashika Iskandar

doctorSHARE memberi saya kesempatan menjelajah Indonesia Timur, daerah yang tak pernah terlintas dalam benak saya. Kesempatan itu datang pertama kalinya pada September 2013. Pulau

Kei, Maluku Tenggara. Itulah nama lokasi yang saya tuju. Kehadiran kami di sana adalah dalam rangka pelayanan medis bersama RSA dr. Lie Dharmawan.

Menariknya, kesan itu bukan hanya datang setelah melihat kondisi Pulau Kei namun juga proses perjalanan yang saya tempuh dari Jakarta dengan rute: Jakarta – Ambon, Ambon – Langgur.

Hari itu, penerbangan Jakarta – Ambon berjalan lancar. Sesampainya di Bandara Pattimura Ambon, saya harus mengurus bagasi bersama tiga rekan lainnya. Ketika menunggu bagasi, ternyata pesawat menuju Langgur sudah boarding sementara teman-teman yang lain sudah masuk pesawat.

Petugas menyuruh kami segera masuk, tapi bagasi belum semuanya keluar terutama set mayor yang akan digunakan untuk operasi. Begitu lengkap, kami segera ke ruang tunggu. Set mayor rupanya tidak diperbolehkan masuk dalam kabin pesawat. Saya memaksa dan segera berlari kencang. Tiba di lapangan udara, kami semua bengong karena melihat sendiri pesawat sudah terbang....

Maret 2014. Saya kembali menginjakkan kaki di Indonesia Timur. Kali ini adalah dalam rangka survei di Saumlaki dan Pulau Kei bersama dr. Hendra Chayadi. Selain itu, saya mendapat amanat khusus dari dr. Lie Dharmawan untuk menelusuri keberadaan anak perempuan asal Saumlaki yang selamat setelah menjalani operasi tahun 2009 dan menjadi inspirasi beliau membangun RSA dr. Lie Dharmawan.

Beberapa hari sebelum berangkat, kami sudah persiapkan segalanya termasuk tiket, info anak perempuan tersebut dan beberapa surat yang

kami perlukan. Kami berkoordinasi dengan para suster Alma. Tetapi keterangan yang kami dapatkan masih simpang siur. Tak ada keterangan apapun mengenai anak perempuan tersebut dan pasien operasi dari Saumlaki pada 2009 semuanya tercatat laki-laki.

Kurang dari 24 jam, saya mendapat informasi jika penerbangan Ambon – Saumlaki ditunda padahal penerbangan ke daerah tersebut tidak setiap harinya ada. Akhirnya, pihak maskapai mengganti jadwal terbang menjadi esok harinya. Artinya, kami harus bermalam sia-sia sehari di Ambon.

Tiba di Saumlaki, kami melakukan berbagai hal yang diperlukan untuk mendapat ijin mengadakan pelayanan medis dengan RSA dr. Lie Dharmawan. Pertemuan berjalan lancar. Yang tak kunjung hilang dari benak saya adalah pertanyaan apakah kami dapat bertemu dengan anak perempuan asal Saumlaki tersebut sampai akhirnya seorang suster menelepon bahwa ia sudah bersama dengan sang anak.

Lega rasanya melihat Susanti Watunglawar –demikian nama anak perempuan tersebut– berhasil saya jumpai. Senang rasanya bisa menyelesaikan tugas khusus ini.

Selanjutnya, kami harus terbang ke Pulau Kei. Tiket pesawat sudah dipesan tapi tepat pada hari keberangkatan, tiket bermasalah sehingga kami batal terbang. Seketika itu pula saya lemas. Masih banyak tugas dan tanggung jawab yang harus saya selesaikan di Pulau Kei. Penerbangan berikutnya adalah besok siang, waktu akan terbuang sia-sia.

Wakil Uskup menyarankan kami naik Kapal Kelimutu yang hari itu baru saja tiba di Saumlaki dan akan berlayar ke Tual. Keraguan menyergap. Dengan kapal tersebut, waktu tempuhnya adalah 18 jam. Tak mau membuang waktu, saya putuskan naik kapal tersebut dengan pertimbangan subuh sudah sampai dan

26 2727

langsung bisa menyelesaikan segala urusan. Sebuah perjalanan yang cukup panjang.

Sampai di Pulau Kei Kecil, kami bertemu dengan dr. Karnel Singh, salah satu anggota doctorSHARE yang sedang PTT di Mun, Pulau Kei Besar untuk bersama-sama menghadap pemerintah setempat. Kami bertiga juga mengunjungi Panti Rawat Gizi doctorSHARE di Kelanit dan bermain ke rumah beberapa “alumni” panti. Mereka semua terkejut dan sangat senang dengan kedatangan kami.

Tiba saatnya kami harus menyeberang ke Pulau Kei Besar dengan speed untuk merayakan 5 tahun berdirinya Panti Rawat Gizi doctorSHARE. Pagi hari ketika hendak menyeberang, hujan deras turun. Kami mulai khawatir, apakah bisa menyeberang dan merayakan ulang tahun bersama? Selang dua jam, akhirnya ada kepastian bahwa speed tetap jalan dan kembali lagi ke Pulau Kei Kecil pada sore harinya.

Keharuan menyeruak saat melihat wajah teman-teman kecil kami dan ibunya yang sudah berkumpul di rumah salah seorang perawat panti gizi. Kami bercengkerama dan bermain bersama. Selain itu, juga ada penyuluhan tentang diare, makan bersama secara sederhana, juga pembagian bingkisan. Tak ada yang dapat menggantikan kegembiraan kami melihat mereka, termasuk rasa lelah di perjalanan.

Rasanya, selalu ada cerita “unik” setiap kali saya menjelajah Indonesia Timur. Rasa capek terbayar lunas melihat senyum warga yang begitu berharga. Senyum yang sama adalah senyum yang menyemangati saya kembali ke Indonesia Timur dengan cerita “unik” lainnya. Tak sabar saya menantinya g

dr. Marselina Mieke adalah Wakil Sekretaris Jenderal doctorSHARE, Koordinator Lapangan untuk Pelayanan Medis RSA dr. Lie Dharmawan di Maluku Tenggara.

28 29

Surat “Cinta” Dari Maluku Tenggara dr. Karnel Singh

Cukup lama saya berpikir menjadi seorang dokter PTT. Pasalnya, Menteri Kesehatan RI DR. dr. Nafsiah Mboi Sp.A membuat putusan baru bahwa setiap

dokter PTT harus berkerja minimal dua tahun, berbeda dengan aturan sebelumnya yang hanya 1 tahun. Setelah matang bertimbang, atas restu Tuhan beserta keluarga akhirnya saya memutuskan mendaftar sebagai dokter PTT.

Saya mendaftar untuk ditempatkan di Provinsi Maluku tepatnya Kabupaten Maluku Tenggara dengan kriteria tempat tugas sangat terpencil. Saya memilih tempat ini karena Maret 2012 silam, saya sempat pergi bersama Sekretaris Jenderal doctorSHARE, dr. Luyanti, MARS untuk membantu mengurus Panti Rawat Gizi (Therapeutic Feeding Center) yang merawat anak gizi buruk di Kabupaten Maluku Tenggara.

Selain faktor masih perlunya tenaga dokter PTT di tempat tersebut, saya pun ingin membantu berbagai kegiatan kemanusiaan doctorSHARE di sana. Dinas Kesehatan setempat akhirnya menugaskan saya di Puskesmas Mun, Pulau Kei Besar, Kecamatan Kei Besar Tengah, Kabupaten Maluku Tenggara dengan wilayah kerja 17 desa, dengan masa tugas 2 September 2013 hingga 1 Agustus 2015.

Pada masa-masa awal, saya sungguh terkejut karena di jaman yang sudah modern ini ternyata masih banyak saudara-saudara kita hidup dengan fasilitas begitu minim. Listrik mengandalkan mesin generator pribadi berbahan bakar solar yang baru menyala pukul 7 hingga 9 atau 10 malam, kadang listrik tak menyala sama sekali. Bila cuaca buruk, tak ada sarana transportasi untuk membeli solar di kecamatan. Sinyal telepon hanya tersedia di tempat-tempat tertentu,

itu pun tidak menentu. Transportasi darat belum ada karena belum tersedianya jalan aspal. Terkadang, harus menampung air hujan bila pipa saluran air bersih terputus dan persediaan air bersih habis.

Awalnya tak mudah menghadapi hal ini karena saya sudah terbiasa hidup di kota besar dengan fasilitas memadai. Namun warga setempat sangat baik dan menghargai profesi saya. Inilah yang membuat saya mampu menjalani pekerjaan harian dengan gembira. Saya pun berusaha dengan baik agar semua masyarakat di wilayah kerja saya dapat menikmati pelayanan kesehatan saat mereka membutuhkannya.

Selain bekerja di Puskesmas, saya juga mengajar anak-anak Sekolah Dasar. Saya merasa terpanggil karena jumlah guru di sana sangat minim sehingga angka buta huruf cukup tinggi. Sebagai anggota doctorSHARE, saya juga menjadi tim medis Rumah Sakit Apung dr. Lie A Dharmawan di Kei Besar dan Kei Kecil, membantu penyaluran bantuan obat ke berbagai puskesmas di Kei Besar seperti Puskesmas Elat, Bombay, dan Mun, juga menjadi dokter di Panti Rawat Gizi doctorSHARE di Pulau Kei Besar.

Banyak pengalaman berkesan yang saya alami saat menangani berbagai pasien. Salah satu contohnya adalah ketika saya memimpin persalinan seorang ibu.

Dalam persalinan anak pertamanya, letak bokong dan kaki berada di posisi paling bawah dari mulut rahim. Dalam posisi ini, sebenarnya lebih baik bagi sang ibu jika melahirkan di rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap. Resiko perdarahan mungkin terjadi namun karena berbagai pertimbangan seperti ekonomi, waktu, dan cuaca yang tidak mendukung membuat saya sebagai dokter

yang bertugas di tempat sangat terpencil harus mampu menanganinya. Sempat sang ibu ingin menyerah dan berkata pada saya untuk menikam bayi tersebut karena ia begitu lelah mengedan dan merasakan nyeri saat persalinan berlangsung. Namun setelah berusaha semaksimal mungkin, akhirnya bayi tersebut lahir dengan selamat, begitu pula sang ibu.

Tak bisa dipungkiri, masih banyak hal yang harus dibenahi pemerintah setempat demi terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih baik seperti penambahan jumlah tenaga medis mulai dari perawat, bidan, dokter umum, dokter gigi, hingga dokter spesialis. Ketersediaan obat dan alat kesehatan yang memadai dan berkelanjutan juga tak kalah penting agar pelayanan kesehatan lebih maksimal.

Perlu juga sanksi jelas dan tegas kepada para petugas kesehatan yang tidak bertanggung jawab meninggalkan tempat tugasnya untuk

j a n g k a w a k t u l a m a tanpa alasan jelas karena sangat merugikan masyarakat setempat. Mereka tak mendapat pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Pemerintah pusat juga perlu meningkatkan kepedulian dan pengawasan ketat terhadap pelayanan kesehatan di seluruh penjuru tanah air, khususnya di tempat-tempat terpencil dan sangat terpencil.

Saya sungguh berharap segala pekerjaan yang telah dan akan saya lakukan sebagai dokter PTT dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat setempat. doctorSHARE telah memberi pengalaman dan menularkan perilaku sosial yang begitu berarti bagi saya secara pribadi, juga telah memberi pelayanan kemanusian yang begitu tulus dan luar biasa kepada ribuan masyarakat di Indonesia g

dr. Karnel Singh adalah anggota doctorSHARE, dokter PTT di Kabupaten Maluku Tenggara periode 2 September 2013 – 1 Agustus 2015.

30

Sekat Itu Tidak AdaSylvie Tanaga

Jelas bahwa d e r a s n y a hujan tak sedikit pun menyurutkan

minat warga Desa Pelangan, Lombok Barat, untuk berobat. Mereka sudah riuh berkumpul di bawah lindungan tenda sederhana yang ditempelkan ke atap balai kecil terbuka di halaman Pura. Kamis, 17 April 2014, halaman Pura Puseh Tri Buana yang dibangun tahun 1970-an ini jadi padat oleh aktivitas pengobatan umum doctorSHARE.

Menariknya, warga yang datang berobat tak hanya variatif dari segi usia (balita hingga lansia) melainkan dari aspek lainnya termasuk suku, ras, dan agama. Pemangku Pura Puseh Tri Buana, Mangku Suci Purna Candra (54 tahun) berkata bahwa pengobatan umum yang berlangsung di halaman pura sangat nyata manfaatnya bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali. Semua orang tentu ingin sehat.

Lucu sekali saat satu-dua warga menghampiri saya, tersenyum dan bertanya, “kamu Tionghoa ya?” Saat berlangsungnya pelayanan medis di Dusun Karang Bedil Selatan - Lombok Barat yang mayoritas muslim, tiga anak perempuan bertanya malu-malu: “Kakak dari Taiwan?” Sontak saya tertawa. Pertanyaan yang sama juga pernah diajukan anak-anak Pulau Kei saat kami bermain bersama di tepi pantai.

Pertanyaan mereka polos, tanpa pretensi apapun. Saya senang karena mereka telah menjadi saksi mata betapa indahnya jalinan persahabatan di atas segala perbedaan yang ada, sadar bahwa perbedaan adalah karunia

Tuhan dan kekayaan yang tak ternilai harganya dan itulah hakikat Bhinneka Tunggal Ika. Pura, masjid, gereja, dan wihara di berbagai penjuru tanah

air kerap menjadi lokasi doctorSHARE m e n g g e l a r pelayanan medis. Saat doctorSHARE m e n g a d a k a n layanan medis bagi korban pengungsi Gunung Sinabung

di Masjid Istihrar Berastagi, misalnya, anak-

anak dan warga menyambut dengan antusias, beberapa bahkan berlarian minta foto bersama.

Pada akhir 2012, doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis pada lokasi pasca konflik horizontal bernuansa SARA di Lampung Selatan dengan tujuan mengundang mereka keluar rumah untuk berinteraksi. Terbukti upaya ini membuahkan hasil. Mereka tetap antusias mengantri dan saling berinteraksi. Dalam hal ini, doctorSHARE mengambil peran yang lebih dalam: membangun perdamaian sebagai bagian resolusi konflik.

Kemanusiaan tak kenal sekat. Inilah pesan yang berulang ingin doctorSHARE sampaikan. Sejak awal berdiri, doctorSHARE menganut prinsip independen alias bebas dari kepentingan kelompok, golongan, politik, militer, bisnis, dan agama manapun. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu.

Sang bocah Kei yang sedang menunggu orang tuanya berobat di tepi pantai pun mengangguk pelan sambil bergumam pada dirinya sendiri, “Kita semua orang Indonesia. Seng ada beda” g

We all do better when we work together. Our differences do matter, but our common humanity matters more (Bill Clinton)

Profil Rumah Sakit Apung dr. Lie Dharmawan

Nama Kapal Pemilik Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal Tonase Kotor (GT) Tonase Bersih (NT) Tahun Pembangunan Penggerak Utama Mesin Induk

Tanda Selar

KLM RSA dr. Lie DharmawanYayasan Dokter Peduli23,13 Meter6,82 Meter4,40 Meter173 GT52 NT2008MotorMITSUBISHI 8DC11340 PKGT.173 No.6786 / Bc

Bahan Utama Kapal Jumlah Baling-Baling

Kecepatan Kapal Maksimum Normal Ekonomis

Kapasitas TangkiTangki utama Tangki cadangan

Bahan BakarJenis kapal

KayuSatu

10 Knots8 Knots6 Knots

5.000 Liter2.200 LiterSolar/HSDPinisi

aaa

aa

RontgenEKG (elektrokardiogram) USG (ultrasonografi)LaboratoriumFasilitas BedahRuang ResusitasiRuang Dokter

Fasilitas aaaaaaa

Mega Glodok KemayoranKantor Toko Blok B No. 10Jl. Angkasa Kav. B-6Kemayoran Jakarta Pusat 10160Telp. +6221 6586 [email protected]

OCBC NISP 545.80000.8108BCA no. 198.550.7777a/n Yayasan Dokter Peduli

DoctorSHARE

@doctorSHARE

doctorSHARE