D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut...

49

Transcript of D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut...

Page 1: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

Buku karya Maman Rahman Hakim ini sangat relevan untuk dibaca oleh akademisi dan praktisi hukum ekonomi syariah karena pembahasannya tidak hanya sekedar mengurai tentang teori hukum, lebih dari itu mengupas tentang hukum materil dan formilnya. Sehingga hal ini juga menjadi wawasan yang lebih luas dan mendalam bagi akademisi ekonomi syariah.Prof.DProf.Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc – Mantan Ketua Umum Baznas, Pakar Ekonomi Syariah dan Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun.

BukuBuku ini sangat berguna dan menambah cakrawala ilmu pengetahuan tentang hukum perbankan syariah dengan menampilkankan sisi yang berbeda dalam penyajiannya serta kajian yang komperenhensif pada aspek teoritis dan aplikatif sesuai dengan wacana ke ilmuan yang berkembang pada hukum perbankan syariah.Dr. Jaenal Aripin, M.Ag, PIA –Direktur Pembiayaan Syariah LPDB KUMKM

BukuBuku ini sangat bermafaat untuk mahasiswa/i yang mempelajari ekonomi Islam dan hukum ekonomi Islam serta para praktisi perbankan karena isi buku ini menampilkan pembahasan yang dalam dan luas sehingga pembaca buku akan mendapatkan wawasan yang holistik dan integral tentang hukum perbankan syariah M. Nadratuzzaman. Ph.D -Bendahara Umum MUI Pusat 2015- 2020

BukuBuku yang ditangan anda ini sangat bagus untuk dibaca dan dipahami sebagai pedoman dalam memahami hukum perbankan syariahDr. M. Nur Rianto Al Arif. M.Si- Anggota Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhamadiyah

PembahasanPembahasan buku ini sangat mencerminkan prinsip-prinsip Islam yang diaplikasikan dalam operasional perbankan syariah karena argumentasi yang dibangun berdasarkan sumber-sumber hukum Islam dan memakai pendekatan hukum positif.Dr. Khamami Zada, SH, MA, MDCEF – Tokoh Muda Nahdhatul Ulama (NU)

BukuBuku ini layak dibaca untuk umum terkhusus mahasiswa dan dosen yang menggeluti hukum ekonomi islam karena kontennya sangat jelas, tuntas dan lugas (komprehensif).AM Hasan Ali, MA- Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah FSH UIN Jakarta dan DPS PT Promita finance

Page 2: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

HUKUM PERBANKAN SYARIAH

DI INDONESIA

Maman Rahman Hakim, S.E.I., M.M

Page 3: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

ii

HUKUM PERBANKAN SYARIAH

DI INDONESIA

Penulis:

Maman Rahman Hakim, S.E.I., M.M

Editor:

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H., M.H., M.A

Desain Sampul dan Isi: Tim Faza Media

ISBN : 978-979-15389-7-8

Penerbit :

Faza Media Komp. Perum Puri Pamulang Jl. Rajawali Raya Blok E No. 15

Benda Baru Pamulang Tangerang Selatan

Cetakan Pertama : November 2017 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan

Ukuran : 14,8 cm x 21 cm x + 260 hlm

Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian

atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun secara elektronik maupun mekanis tanpa izin tertulis dari

penerbit. (all right reserved)

Page 4: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

vii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................... vii

BAB I KONSEP DASAR HUKUM DAN HUKUM

PERBANKAN SYARIAH ..................................... 1

A. Konsep Dasar Hukum ............................................. 1

B. Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan

Syariah di Indonesia ................................................. 4

C. Konsep Dasar Hukum Perbankan Syariah ......... 10

1. Asas, Tujuan dan Fungsi Hukum

Perbankan Syariah ........................................... 12

2. Komparasi Perbankan Syariah dan Perbankan

Konvesional ...................................................... 25

3. Kegiatan Usaha Bank Syariah (BUS) ............ 34

4. Kegiatan Usaha Unit Syariah ( UUS) ........... 37

5. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Syariah

(BPRS) ................................................................ 41

6. Tata Kelola dan Prinsip Kehati-hatian

Perbankan Syariah ........................................... 43

7. Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah ....... 45

BAB II IUS CONSTITUTUM HUKUM PERBANKAN

SYARIAH .............................................................. 47

A. Hukum Perbankan Syariah dalam Hierarki

Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia ... 47

Page 5: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

viii

B. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia ditinjau

dari UUD 1945 dan KUHPer ................................ 52

1. Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang

Dasar 1945 ......................................................... 52

2. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata ............................................................... 53

C. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia dalam

Perkembangan Undang-Undang ......................... 54

D. Hukum Perbakan Syariah Ditinjau dari Undang-

Undang Tentang Bank Indonesia dan Peraturan

Bank Indonesia ....................................................... 61

E. Hukum Perbakan Syariah Ditinjau dari Undang-

Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ....................... 69

F. Hukum Perbankan Syariah Ditinjau dari Fatwa

Dewan Syariah Nasional ....................................... 74

BAB III PRINSIP-PRINSIP DAN NORMA HUKUM

PERBANKAN SYARIAH ................................. 95

A. Konsep Qawa’id Fiqhiyyah dalam Hukum

Perbankan Syariah ................................................. 95

B. Proses Pembentukkan Qawa’id Fiqhiyyah ............ 97

C. Kegunaan Qawa’id Fiqhiyyah ................................. 98

D. Beberapa Qawa’id Fiqhiyyah

dalam Penerapannya pada Perbankan Syariah . 98

BAB IV JENIS OPERASIONAL PERBANKAN

SYARIAH .......................................................... 105

A. Penghimpunan Dana (Funding) ......................... 106

B. Penyaluran Dana (Lending) ................................. 115

Page 6: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

ix

C. Pembiayaan Perdagangan (Trade Finance) ........ 141

D. Treasury .................................................................. 144

E. Kegiatan-kegiatan Lainnya ................................. 149

BAB V PERMASALAHAN DALAM PERBANKAN

SYARIAH ............................................................ 159

A. Kategorisasi Hukum Perbankan Syariah ........... 159

B. Tindak Pidana Perbankan Syariah ...................... 161

BAB VI PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

PERBANKAN SYARIAH ............................... 179

A. Pengertian Perlindungan Konsumen

dan Nasabah ........................................................... 180

B. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku

Usaha ....................................................................... 184

C. Larangan Bagi Pelaku Usaha dan Ketentuan

Klausula Baku serta Sengketa Konsumen ......... 188

D. Upaya Penyelesaian Sengketa Konsumen ......... 191

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH .......................................................... 193

A. Pengertian Sengketa Bank Syariah ...................... 193

B. Kewenangan Peradilan Agama dalam

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah ........ 195

C. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dalam

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah ........ 199

Page 7: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

x

D. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Jalur

Non Litigasi ............................................................ 202

E. Sekapur Sirih Sejarah Pembentukan Arbitrase:

BANI, BAMUI , dan BASYARNAS ..................... 205

F. Prosedur Beracara di BASYARNAS .................... 207

Daftar pustaka .................................................................... 213

Biodata Penulis .................................................................. 221

Page 8: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

Konsep Dasar Hukum & Hukum Perbankan Syariah

1

KONSEP DASAR

HUKUM DAN HUKUM PERBANKAN SYARIAH

A. Konsep Dasar Hukum

Menurut Hans Kelsen, hukum termasuk dalam sistem

norma yang dinamik (nomodynamics).1 Hukum berbeda dengan

kaedah dan norma, perbedaan tersebut terletak pada sifatnya

bahwa hukum bersifat heteronom dalam arti bahwa hukum itu

datangnya dari luar diri seseorang sedangkan norma bersifat

otonom yakni datangnya dari diri seseorang itu.2 Lain halnya

dengan kaedah, menurut Soerjono Soekanto, kaedah adalah

patokan atau ukuran atau pedoman untuk berperilaku atau

bersikap tindak dalam hidup.3

Dari penjelasan di atas tampak jelas perbedaan antara

hukum dengan norma. Hukum bersifat mengikat, baik

seseorang menyetujui hukum tersebut ataupun tidak tetap saja

ia harus menaati hukum tersebut karena jika melanggar akan

mendapatkan sanksi. Sedangkan norma, seseorang menaatinya

karena kesadaran diri sendiri karena sifatnya pun tidak

1 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerjemah: Raisul Muttaqien,

(Bandung: Nusa Media, 2014, Cet, Sembilan). 2 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: PT. Kanisius, 2007), h.25. 3 Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1989),h.6.

BAB I

Page 9: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

Maman Rahman Hakim

2

mengikat dan yang tidak menaatinya hanya mendapatkan

sanksi sosial seperti dikucilkan, dicemooh, dan dianggap tidak

baik oleh masyarakat.

Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid)

apabila dibuat oleh lembaga atau otoritas yang berwenang

membentuknya serta bersumber dan berdasar pada norma yang

lebih tinggi, sehingga dalam hal ini norma yang lebih rendah

(imperior) dapat dibentuk oleh norma yang lebih tinggi (superior)

dan hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis membentuk

suatu hierarki.4

Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi menjadi 2 (dua)

yaitu hukum privat yang dengan arti sempit sering disebut

hukum perdata dan hukum publik yakni hukum pidana, hukum

tata negara, dan hukum tata usaha negara.

Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan-

hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain,

dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Sedangkan hukum publik yaitu hukum yang mengatur

hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara).5

Definisi kedua jenis hukum di atas menggambarkan

bahwa hukum perdata dapat dikategorikan mempunyai garis

horizontal karena mengatur tentang urusan pribadi dengan

pribadi. Sedangkan hukum pidana mempunyai garis vertikal

karena mengatur tentang pribadi warga negara dengan negara.

Hukum perbankan syariah merupakan kategori hukum

privat atau perdata karena mengatur tentang hubungan pribadi

dengan pribadi. Namun, di sisi lain juga permasalahan yang

4 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: PT. Kanisius, 2007), h.23. 5 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Jakarta: Rineka

Cipta,,2014), h. 82.

Page 10: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

Konsep Dasar Hukum & Hukum Perbankan Syariah

3

akan timbul pada operasional perbankan syariah menjadikannya

kategori hukum publik seperti permasalahan sengketa pejabat

tata usaha negara yang penyelesaiannya akan dilakukan di

pengadilan tata usaha negara.

Di samping itu, hukum perbankan syariah juga tidak

menutup kemungkinan menjadi hukum publik dikarenakan

terdapat permasalahan yang menyangkut pidana. Dewasa ini

telah terjadi banyak kasus pidana yang timbul dari perbankan,

seperti kejahatan perbankan, pencucian uang dan tidak menutup

kemungkinan tindak pidana korupsi yang selanjutnya disebut

dengan tindak pidana khusus.

Selanjutnya C.S.T Kansil membagi hukum menurut cara

mempertahankannnya kepada 2 (dua) bagian yaitu hukum

materil dan hukum formil.6

Hukum materil, yaitu hukum yang memuat peraturan-

peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan

hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan

larangan-larangan. Contohnya: hukum pidana, hukum perdata,

hukum datang dan lain-lain.

Hukum formil yaitu hukum yang memuat peraturan-

peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan

dan mempertahankan hukum materil atau peraturan-peraturan

yang mengatur bagaimana cara mengajukan suatu perkara ke

muka pengadilan dan bagaimana cara-cara hakim memberi

keputusan atau sering disebut dengan hukum acara. Contohnya

: hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum tata usaha

negara, dan lain-lain.

6 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, h. 82.

Page 11: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

Maman Rahman Hakim

4

B. Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah

Lembaga perbankan menempati posisi strategis dalam

pembangunan ekonomi nasional. Karena itu untuk mendukung

operasional lembaga perbankan, diperlukan suatu kebijakan dari

pemerintah dalam merumuskan dan mengesahkan peraturan

perundang-undangan yang nantinya akan menjadi payung

hukum.7

Payung hukum tentang perbankan syariah tak lepas dari

lembaga perbankan Indonesia yang memiliki sejarah panjang.

Sebelum kemerdekaan, telah terdapat sejumlah bank yang

berasal dari negeri Belanda, bank-bank pribumi dan bank-bank

lainnya. Pada waktu pendudukan Jepang, hampir semua bank

tersebut ditutup atau dilikuidasi dan hanya tiga buah bank yang

diperbolehkan untuk beroperasi, yaitu Yokohama Speciebank,

Shomin Ginko bank (sebelumnya bernama Algemene

Volkcredietbank) dan Tyokin kyoku Ginko.8

Hal tersebut tentu menjadi masalah yang

memprihatinkan bangsa Indonesia kala itu, perbankan yang

seharusnya dikelola oleh pribumi agar dapat menumbuhkan

perekonomian namun kenyataannya tak sejalan dengan harapan

para pendahulu. Tentu pada masa itu menjadi masa yang sangat

pahit dirasakan oleh bangsa Indonesia yang sekarang telah

berhasil menjadikan Indonesia merdeka dan perekonomiannya

mampu bersaing dengan negara-negara lain.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, terutama saat

terjadinya perang kemerdekaan kembali terjadi perubahan

7 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2008). h.

38. 8 Kutipan Rachmadi Usman dari Priasmono Prawiroardjo, Perbankan Indonesia 40 Tahun

sebagaimana dikutip Suseno dan Piter Abdullah, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Pusat Pendidikan dan studi Kebanksentralan Bank Indonesia), h. 49.

Page 12: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

47

IUS CONSTITUTUM HUKUM PERBANKAN

SYARIAH

Dalam ilmu hukum dikenal 2 (dua) jenis hukum yaitu ius

constitutum dan ius constituendum. Kedua jenis hukum tersebut

mempunyai arti yang berbeda. Perbedaan kedua jenis hukum

tersebut terletak pada faktor waktu. Ius constitutum adalah

hukum positif atau hukum yang telah ditetapkan dan berlaku

saat ini. Sedangkan ius constituendum adalah hukum yang

dicita-citakan (masa mendatang).

Pada bab ini penulis akan menjelaskan ius contitutum

tentang perbankan syariah dan tingkat kekuatan mengikatnya.

Seperti telah diketahui bahwa banyak hukum positif yang

mengatur tentang hukum perbankan syariah baik dalam sistem

ataupun dalam segi teknis operasionalnya serta hukum formil

dan hukum materilnya.

A. Hukum Perbankan Syariah dalam Hierarki Peraturan

Perundang-Undangan di Indonesia

Hierarki dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan

dengan (1) urutan tingkatan atau jenjang jabatan (pangkat

kedudukan); (2) organisasi dengan tingkat wewenang dari yang

paling bawah sampai yang paling atas.

Sedangkan peraturan perundang-undangan sebagaimana

disebutkan pada pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12

BAB II

Page 13: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

48

Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau

ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang

melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan.

Dengan demikian, pembahasan ini akan diarahkan untuk

mengetahui bagaimana urutan tingkat mengikatnya suatu

aturan hukum yang mengatur tentang perbankan syariah dalam

tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Menurut Hans Kelsen, sebagaimana dikutip oleh Ismail

Hasani,1 Norma hukum memiliki jenjang atau hierarki yang

menunjukan derajat berlapis. Kelsen memperkenalkan teori

jenjang norma hukum (stufentheorie), dimana norma-norma

hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki

tata susunan, suatu norma yang lebih rendah berlaku,

bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi.

Begitupun norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan

berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian

seterusnya sampai pada norma tertinggi yang disebut norma

dasar.

Hal senada dikemukakan oleh Maria Farida Indrati2 dari

pernyataan Adolf Merkl, suatu norma hukum itu selalu

membentuk dua wajah, di mana suatu norma hukum itu ke atas

ia bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya,

sedangkan ke bawah ia juga menjadi dasar dan menjadi sumber

bagi norma hukum yang ada pada hierarki di bawahnya.

1 Ismail Hasani, Ilmu Perundang-Undangan, (Jakarta: FSH UIN Jakarta, 2014), h. 19. 2 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Peraturan Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Kanisius,

1998, cet. Sebelas), h. 25.

Page 14: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

49

Dengan demikian, dalam hierarki peraturan perundang-

undangan, norma hukum yang yang posisinya berada di bawah

tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang posisinya

lebih tinggi. Hal ini didasarkan pada asas hukum “lex superior

derogat legi imperior” yang artinya “norma hukum yang

hierarkinya lebih tinggi mengesampingkan norma hukum yang

berada lebih rendah”.

Sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan

Indonesia, menurut riset Pusat Studi Hukum dan Kebijakan

(PSHK), sebagaimana dikutip oleh Ismail Hasani3, setidaknya

dikenal ada beberapa pengaturan mengenai pembentukan

peraturan perundang-undangan.

Pertama, Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres)

Nomor 15 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Mempersiapkan

Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia. Pembentukan Inpres ini

diperuntukan sebagai landasan bagi semua menteri dan lembaga

departemen dan non departemen dalam membentuk peraturan

perundang-undangan.

Kedua, Ketetapan MPR RI No. XX/MPRS/1996 tentang

memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum republik

indonesia dan tata urutan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 tentang

sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan. Dengan

perkembangannya, TAP MPR ini tidak berlaku dengan

diundangkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 dan telah

direvisi dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang

pembentukan peraturan perundang-undangan.

3 Ismail Hasani, Ilmu Perundang-Undangan. h. 42.

Page 15: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

50

Pengaturan hierarki peraturan perundang-undangan

diatur pada pasal 7 dan pasal 8 Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

Pasal 7 tersebut berbunyi (1) jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan terdiri atas : a. Undang-Undang Dasar

1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR);

c. Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f.

Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota. (2) kekuatan hukum peraturan perundang-

undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).

Adapun pasal 8 UU tersebut berbunyi : (1) Jenis

Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah

Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank

Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat

yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas

perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang

setingkat. (2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk

berdasarkan kewenangan.

Page 16: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

51

Dengan mengacu kepada pasal 8 ayat (2) UU tersebut

maka peraturan-peraturan yang mengatur tentang perbankan

syariah seperti Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan

Syariah Nasional MUI juga mempunyai kekuatan hukum karena

pembentukannya diperintahkan oleh Undang-Undang.

Adapun hierarki norma hukum yang mengatur tentang

perbankan syariah setelah penulis kolaborasikan dengan kondisi

saat ini hukum perbankan syariah yaitu :

1. Undang-Undang Dasar 1945 ( terutama Pasal 33 )

2. UU No 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas

Jasa Keuangan

4. Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan

atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank

Indonesia

5. KUH Perdata

6. KUH Dagang

7. Peraturan Pemerintah

8. Peraturan Presiden

Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan

perbankan syariah seperti Peraturan Bank Indonesia

(PBI), Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), Fatwa

Dewan Syariah Nasional, dan lain-lain.

B. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia ditinjau dari

UUD 1945 dan KUHPer

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia

merupakan suatu perwujudan dari kebutuhan masyarakat yang

Page 17: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

95

PRINSIP-PRINSIP

DAN NORMA HUKUM PERBANKAN SYARIAH

A. Konsep Qawaid Fiqhiyyah Dalam Hukum Perbankan

Syariah

Istilah qawaid fiqhiyyah terdiri dari dua kata yaitu kata

qawaid dan fiqhiyyah. Kaidah atau al-qaidah (arab) jamaknya

adalah al-qawaid. Ia secara bahasa berarti dasar, pondamen

bangunan, prinsip, asas.1

Kata fiqhiyah berasal dari bahasa arab yang arinya

“paham yang mendalam”.2 Kata fikih atau yang berakar kepada

itu dalam al quran disebut dalam 20 ayat; 19 diantaranya yang

berarti bentuk tertentu dari kedalaman paham dan kedalaman

ilmu yang menyebabkan dapat diambil dari manfaatnya.3 secara

definitif, fikih berarti ilmu tentang hukum hukum syar’i yang

bersifat amaliyah yang digali dan ditemukan dari dalil dalil

yang tafsili.4

Adapun beberapa pengertian qawaid fiqhiyyah menurut

para ahli sebagaimana dikutip oleh Atang Abdur Rahman,

yaitu:5

1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pesantren Krafyak, Tth), h. 1224. 2Amir Syarifudidn, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos, 2005, h. 2 3Amir Syarifudidn, Ushul Fiqh, h. 2 4 Amir Syarifudidn, Ushul Fiqh,. h. 3 5 Atang Abd Rahman, Fikih Perbankan Syariah, (Bandung: Refika Aditama, 2001), h.184-185.

BAB III

Page 18: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

96

1) Abu Zahrah menjelaskan bahwa, qawaid fiqhiyyah yaitu

kumpulan hukum-hukum yang serupa yang kembali

kepada qiyas yang mengumpulkannya.

2) Menurut Al-Jurjani, qawaid fiqhiyyah yaitu ketetapan yang

menyeluruh (kulli) yang mencakup seluruh bagian-

bagiannya.

3) Menurut Tajuddin al-Subki, qawaid fiqhiyyah yaitu sesuatu

yang bersifat general yang meliputi bagian-bagian yang

banyak, dan hukum-hukum yang banyak itu dapat

diketahui melalui kaidah tersebut.

4) Menurut Ibn Abidin dan Ibn Nuzaim, qawaid fiqhiyyah

yaitu sesuatu yang dikembalikan kepadanya hukum-

hukum dari bagian-bagian yang sangat rinci.

5) Menurut Imam al-Suyuthi, qawaid fiqhiyyah yaitu hukum

kulli yang meliputi bagian-bagiannya.

6) Menurut Ali Ahmad An-Badwi, qawaid fiqhiyyah yaitu

hukum kulli (universal) yang sesuai dengan juz’iyyahnya.6

7) Menurut Mustafa Ahmad Zarqa, qawaid fiqhiyyah yaitu

prinsip-prinsip fikih universal yang dirumuskan kedalam

bentuk hukum yang padat, melambangkan ketentuan-

ketentuan umum terhadap kasus-kasus yang berada di

bawah topik-topik tertentu.7

Maka dari beberapa pengertian qawaid fiqhiyyah menurut

para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa qawaid fiqhiyyah

adalah kaidah atau dasar fikih yang bersifat umum yang

substansi materinya meliputi bagian yang banyak sekali

berkaitan dengan hukum-hukum syara’, dan hukum-hukum

6 Ali Ahmad An-Nadwi, Al-Qawaid Fiqhiyyah, (Damaskus : Dar al-Qalam, 1991), h. 39. 7 Muhammad Tahir Mansoori, Kaidah-Kaidah Fikih Keuangan dan Transaksi Syariah, (Bogor: Ulil

Albaab Institute, 2010). h. 4.

Page 19: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

97

syara’ yang banyak tersebut dapat dipahami dari kaidah-kaidah

tadi.8

B. Proses Pembentukan Qawaid Fiqhiyyah

Proses pembentukan qawaid fiqhiyyah bermula dari

munculnya berbagai persoalan-persoalan di masyarakat yang

nyatanya Alquran dan Hadis tidak secara spesifik menyebutkan

hukum atau menjawab persoalan-persoalan tersebut. Maka

dibutuhkan suatu nalar dari para ahli fikih untuk menjawab

persoalan tersebut dengan tidak keluar dari koridor Alquran dan

Hadis serta dengan metodologi (ushul fikih) yang tepat dan

akurat tentunya.

Dengan latar belakang tersebut, cukup jelas bahwa

proses pembentukan kaidah fikih, sebagaimana dijelaskan oleh

A. Djazuli dan dikutip oleh Fathurahman Djamil9, bermula dari

hukum Islam yaitu Alquran dan hadis, kemudian muncul ushul

fikih sebagai metodologi dalam penarikan hukum Islam. Dengan

pola fikir deduktif, metodologi ushul fikih digunakan oleh para

ahli untuk menghasilkan fikih yang nyatanya materinya banyak.

Karena banyaknya materi fikih tersebut, maka dengan

menggunakan pola fikir induktif, materi-materi fikih tersebut

diteliti persamaannya dan dikelompokan sesuai dengan

permasalahan yang serupa. Kemudian materi-materi fikih

tersebut dikritisasi agar mapan, tentu menyesuaikannya dengan

Alquran dan hadis. Ketika kaidah fikih tersebut mapan, maka

dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan yang

muncul di masyarakat, baik di bidang sosial politik ataupun

8 Fathurahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori dan Konsep, (Jakarta: Sinar Grafika,

2013), h. 117-118. 9 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, h. 280.

Page 20: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

98

ekonomi budaya yang nantinya akan muncul fikih-fikih baru.

Dan sebagian dari dari jawaban atas masalah-masalah

menghasilkan fatwa-fatwa yang kemudian dijadikan dasar oleh

negara dalam menyusun peraturan perundang-undangan dan

dilegalisasi menjadi hukum positif yang berlaku di masyarakat.

C. Kegunaan Qawaid Fiqhiyyah

Menurut Fathurahman Djamil, sebagaimana dikutip oleh

Mardani, ada beberapa kegunaan qawaid fiqhiyyah, yaitu :10

1) Untuk mengetahui asas-asas umum fikih

2) Untuk lebih mudah menerapkan masalah-masalah yang

dihadapi

3) Untuk lebih arif menerapkan fikih sesuai dengan waktu

dan tempat yang berbeda untuk keadaan dan adat

kebiasaan yang berlainan

4) Untuk mengetahui rahasia-rahasia dan semangat hukum

islam yang tersimpul dalam kaidah-kaidah fikih

5) Untuk memiliki keluasan ilmu dan hasil ijtihadnya

mendekati kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan.

D. Beberapa Qawaid Fiqhiyyah dalam Penerapannya Pada

Perbankan Syariah

a) lima kaidah induk Qawaid Fiqhiyyah yang sering

digunakan yaitu :

قبصذب س ث segala sesuatu itu bergantung : : الأ

kepada maksudnya

10 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, h. 281.

Page 21: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

99

اىضشس ضاه : Kemudharatan itu harus

dihilangkan

حنخ اىؼبدح : Adat kebiasaan itu menjadi

hukum

لا ضاه ثبىشل Keyakinan tidak dapat : اىق

dihilangkan dengan keraguan

اىشقخ رجيت اىزسش : Kesukaran itu mendatangkan

kemudahan

b) Kaidah-kaidah fiqhiyyah lainnya yang sering digunakan

dalam aflikasi hukum perbankan syariah antara lain

الأصو ف اىؼبلاد الإثبحخ إلا أ ذه اىذىو ػي رحشب

Pada dasarnya semua bentuk transaksi dalam muamalah

itu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang

mengharamkannya

الأصو ف الأشبء الإثبحخ حز ذه اىذىو ػي اىزحش

Hukum dasar dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga

terdapat dalil yang mengharamkan

اىضشس ضا ه

Bahaya harus dihilangkan

مو قشض جش فؼخ ف سثب

Setiap utang-piutang yang mendatangkan manfaat (bagi

yang berpiutang/muqridh) maka termasuk riba

اىضشس ذفغ ثقذس الإنب

Page 22: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

105

JENIS OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH

Dalam industri perbankan syariah dikenal khalayak

umum yakni Jenis operasional perbankan syariah yang dapat

dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu penghimpunan dana (funding),

penyaluran dana (lending) dan jasa layanan perbankan atau

kegiatan-kegiatan lainnya.

Pada prinsipnya semua jenis operasional perbankan

syariah menggunakan prinsip utama yakni tidak dengan prinsip

bunga (riba), gharar (Tipu-menipu), zhalim, maisir, dan transaksi

yang sifatnya haram.

Dengan kata lain, jenis operasional bank syariah

merupakan suatu bentuk artikulasi dan praktik dari nilai-nilai

islam yang selama ini dipandang doktriner dan normatif. Pada

hakikatnya jenis operasioanal perbankan syariah merupakan

metamorfosa nilai-nilai islam dalam industri keuangan dan

dimaksud untuk menepis anggapan bahwa islam adalah agama

yang mengatur persolan ubudiyah atau komunikasi vertikal

antara manusia (makhluk) dengan Allah saja padahal mengatur

dalam muamalat juga.

BAB IV

Page 23: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

106

A. PENGHIMPUNAN DANA (FUNDING)

Dalam penghimpunan dana, bank syariah melakukannya

tidak dengan prinsip bunga (riba), gharar, zhalim, maisir, dan

transaksi yang sifatnya haram. Untuk melaksanakan prinsip

tersebut dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat

Islam, dalam penghimpunan dana bank syariah memakai

prinsip mudharabah (bagi hasil) dan wadi‟ah (titipan).

1) Mudharabah

Mudharabah adalah akad antara kedua belah pihak untuk

salah seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah

uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan dan labanya

dibagi sesuai dengan kesepakatan.1

Dasar Hukum Mudharabah

“Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari

sebagian karunia Allah.” (Q.S. al-Muzammil 73 : 20)

Rukun dan Syarat

Rukun dari mudharabah adalah adanya ijab kabul dan

tidak disyaratkan dengan lafaz tertentu dengan menunjukan

tujuan dan maknanya.

1 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, h.

25.

Page 24: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

107

Adapun syarat-syaratnya, yaitu: pertama, modal

berbentuk uang tunai. Kedua, modal itu harus diketahui dengan

jelas, agar dapat dibedakan dari keuntungan yang akan

dibagikan sesuai dengan kesepakatan. Ketiga, keuntungan yang

jadi milik pekerja dan pemilik modal jelas presentasinya (1/2,

1/3, ¼). Keempat, Mudharabah itu bersifat mutlak, tidak ada

persyaratannya si pelaksana (pekerja) untuk berdagang di

negeri, barang atau waktu tertentu. Namun menurut Abu

Hanifah dan Ahmad sah pula dengan muqayyadi (terikat).2

2) Wadi’ah

Istilah wadi‟ah berasal dari kata wada‟a yang berarti

meninggalkan atau menitipkan sesuatu kepada seseorang untuk

dipelihara. Dengan demikian Secara harfiah, Al-wadi‟ah dapat

didefinisikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak

yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus

dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

Secara epistimologis merujuk apa yang dikemukakan oleh

ulama fiqh, Ulama madzhab hanafi mendefinisikan: mengikut

sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan

yang jelas maupun isyarat” . Sedangkan Ulama Madzhab Hambali,

Syafi‟I dan Maliki serta Jumhur Ulama mendefinisikan

wadhi‟ah yaitu mewakilkan orang lain untuk memelihara harta

tertentu dengan cara tertentu.

Wadi‟ah sendiri dibagi menjadi dua yaitu: Pertama, Wadiah

Yad Dhamanah yakni wadi‟ah di mana si penerima titipan dapat

memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya

2 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, h.

25.

Page 25: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

108

dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara

utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya. Kedua, Wadiah

Yad Amanah yaitu wadiah di mana si penerima titipan tidak

bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi

pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian

atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan

tersebut.

Akad wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat

dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Penerima titipan

merupakan tangan amanah (yad amanah)3, dalam arti mereka

tidak menanggung atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi

pada barang titipan selama bukan akibat kelalaian atau

kecerobohan yang bersangkutan dalam menjalankan amanah.4

Dasar Hukum al-Wadiah

“akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang

lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan

amanatnya (hutangnya)”. (QS. Al-baqarah (2) : 283)

3 Wadi’ah yad amanah adalah jenis akad penitipan dimana pihak penerima titipan tidak

diperkenankan menggunakan barang titipan, sehingga tidak menanggung atas kerusakan atau kehilangan dari barang titipan tersebut, kecuali akibat kelalaian dalam menjalankan amanah. Disamping wadi’ah yad amanah ada juga yang disebut dengan wadi’ah yad dhomanah yaitu akad penitipan dimana pihak penerima titipan dengan izin pemilik dapat memanfaatkan barang titipan, sehingga dengan demikian harus menanggung atas kerusakan atau kehilangan barang titipan tersebut. Lihat Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.hlm. 264.

4 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. hlm., 262.

Page 26: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

109

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya”. (QS. An-Nisa (4) : 58)

Rukun dan Syarat Wadiah

Rukun wadiah sebagaimana disebutkan dalam

Kompilasi Hukum ekonomi syariah ada empat, yaitu: Muwaddi‟

(penitip), Mustaudi‟ (penerima titipan), wadi‟ah bih (harta titipan)

dan akad.5

Sedangkan syarat wadiah, yaitu :6 Pertama, para pihak

yang melakukan akad wadi‟ah harus memiliki kecakapan

hukum. Kedua, harta wadi‟ah harus dapat dikuasai dan

diserahterimakan. Ketiga, muwaddi‟ dan mustaudi‟ dapat

membatalkan akad wadi‟ah sesuai kesepakatan.

Selanjutnya dalam operasional penghimpunan dana,

perbankan syariah membagi dalam 2 (dua) bagian yaitu

simpanan (giro dan tabungan) dan investasi (giro, tabungan dan

deposito). Adapun penjelasan lebih rincinya sebagai berikut:

1. Simpanan

a) Giro

Yaitu Simpanan nasabah pada Bank yang

penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran

lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan.7

5 Pasal 413 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 6 Pasal 414 s/d 416 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 7 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 36/SEOJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Page 27: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

110

Bank syariah menerima simpanan dari nasabah

dalam bentuk rekening giro (current account) untuk

keamanan dan kemudahan pemakaiannya dengan prinsip al-

wadi‟ah yad-dhamanah (singkatnya wadi'ah) atau titipan.

Perbankan syariah dalam hal ini tidak memakai prinsip al-

wadi‟ah yad-amanah karena prinsip ini melarang perbankan

syariah untuk mengelola dana simpanan dari nasabah.

Wadi‟ah merupakan perjanjian perwakilan untuk

tujuan melindungi harta seseorang. Dalam hal ini, bank

dapat mempergunakan dana nasabah selama tidak ditarik,

sementara bank memberikan garansi bahwa nasabah dapat

menarik dananya sewaktu-waktu dengan menggunakan

berbagai fasilitas yang disediakan bank, seperti cek, kartu

ATM, dan sebagainya tanpa biaya.8

Dana yang terhimpun dalam rekening giro tidak

dapat digunakan bank untuk pembiayaan bagi hasil karena

sifatnya yang jangka pendek, tetapi dapat digunakan bank

untuk kebutuhan likuiditas bank dan untuk transaksi jangka

pendek. Bank akan mendapatkan keuntungan dari

pengelolaan dana simpanan nasabah dalam bentuk rekening

giro ini.

Adapun dasar hukum giro, yaitu: Fatwa DSN

No.01/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Giro dan Fatwa DSN

No.86/DSN-MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam

Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah.

8 Ascarya dan Diana Yumanita, Bank Syariah, h.16.

Page 28: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

159

PERMASALAHAN DALAM HUKUM

PERBANKAN SYARIAH

A. KATEGORISASI HUKUM PERBANKAN SYARIAH

Seperti yang telah penulis uraikan di BAB I bahwa

hukum perbankan syariah pada dasarnya dikategorikan hukum

privat, namun tidak menutup kemungkinan dikategorikan

hukum publik tergantung permasalahan yang timbul. Tetapi

penulis tidak akan menjelaskan secara rinci terkait hal tersebut

dikarenakan bukan menjadi fokus pembahasan buku ini.

Adapun beberapa hal terkait pembahasan kategorisasi privat

dan publik dalam perbankan syariah adalah sebagai berikut.

1. Hukum Privat

Hukum perbankan syariah dikategorikan hukum privat

ketika menyangkut sengketa antara individu (person) dengan

individu (person) baik itu secara perorangan ataupun badan

hukum. Hal ini didasarkan bahwa setiap person melekat

padanya hak dan kewajiban dan terkadang hal tersebut

menimbulkan sengketa karena salah satu pihak merasa

dirugikan.

Beberapa hukum yang terlibat dalam permasalahan

perbankan syariah di antaranya : hak kekayaan intelektual,

BAB V

Page 29: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

160

hukum ketenagakerjaan, hukum perlindungan konsumen,

hukum pasar modal dan penanaman modal, hukum perusahaan,

hukum kepailitan, dan lain-lain. Pelbagai hukum yang disebut

di atas pada dasarnya berdiri sendiri, namun berkaitan dengan

hukum perbankan syariah.

Permasalahan yang timbul dari hukum-hukum tersebut

di atas pun akan berbeda cara penyelesaiannya termasuk juga

instansi yang berwenang untuk menyelesaikannya seperti

ketenagakerjaan salah satu instansi yang dapat menyelesaikan

yaitu pengadilan hubungan industrial dan kepailitan dilakukan

oleh pengadilan niaga.

2. Hukum Publik

Dewasa ini tidak sedikit permasalahan pidana yang

timbul dari perbankan termasuk juga perbankan syariah. Ketika

perbankan syariah sebagai subjek yang berbadan hukum

melakukan kejahatan perbankan maka hal tersebut dinamakan

kejahatan korporasi atau tindak pidana korporasi.

Kategorisasi hukum perbankan syariah sebagai hukum

publik karena menyangkut permasalahan pidana yang

selanjutnya disebut pidana khusus. Selain itu juga, alasan

kategorisasi tersebut didasarkan atas hukum tata usaha negara

karena perbankan syariah tidak bisa dilepaskan dari aturan

surat-surat keputusan pejabat negara yang selanjutnya menjadi

objek Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Adapun beberapa tindak pidana khusus yang sering

muncul dari permasalahan perbankan syariah yaitu kejahatan

perbankan, tindak pidana korupsi yang di dalamnya terdapat

juga tindak pidana pencucian uang. Permasalahan tersebut

Page 30: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

161

dapat diselesaikan oleh pengadilan tindak pidana korupsi yang

menjadi pengadilan khusus di bawah pengadilan umum.

B. TINDAK PIDANA PERBANKAN SYARIAH

Hukum pidana termasuk dalam kategori hukum publik,

yaitu yang mempunyai garis hubungan vertikal antara negara

dengan masyarakat.

Dalam arti yang luas, hukum pidana itu dapat dibagi

kepada dua bagian yakni Pertama, hukum pidana subtantif/

materiil disebut juga dengan hukum delik atau hukum sanksi.1

Disebut hukum delik karena didalamnya dirumuskan tentang

sikap dan perbuatan yang salah, karena tidak melaksanakan

yang baik dan benar.2 Adapun disebut hukum sangsi karena

didalamnya tercantum sanksi atau hukuman bagi setiap orang

yang melanggar norma-norma tersebut.3 Kedua, hukum pidana

ajektif/formil yaitu hukum yang menyangkut cara laksana

penguasa menindak warga yang didakwa bertanggung jawab

atas sebuah delik.4

Dalam penerapannya, hukum pidana terbagi menjadi

hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.

Menurut Sudarto, hukum pidana umum adalah hukum

pidana yang dapat diperlakukan terhadap setiap orang pada

umumnya, sedangkan hukum pidana khusus diperuntukan bagi

orang-orang tertentu saja misalnya anggota angkatan perang

ataupun merupakan hukum yang mengatur tentang delik-delik

1 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Alquran, (Jakarta: Diadit Media, 2007) h. 15. 2 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Alquran, h.15 3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Alquran, h.15 4 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Alquran, h.16

Page 31: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

162

tertentu saja, misalnya hukum fiskal (pajak), hukum pidana

ekonomi dan lain-lain.5

Aziz Syamsuddin membedakan antara hukum pidana

umum dan hukum pidana khusus6. Adapun perbedaannya

sebagai berikut:7

a. Definisi

Hukum pidana umum adalah perundang-undangan

pidana dan berlaku umum, sedangkan hukum pidana

khusus adalah perundang-undangan di bidang tertentu

yang bersanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur

dalam undang-undang khusus.

b. Dasar

Hukum pidana umum tercantum dalam KUHP dan

semua perundang-undangan yang mengubah dan

menambah KUHP, sedangkan hukum pidana khusus

tercantum di dalam perundang-udangan di luar KUHP,

baik perundang-undangan pidana, tetapi bersanksi

pidana (ketentuan yang menyimpang dari KUHP).

c. Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan

Yang menjadi penyelidik dan penyidik dalam hukum

pidana umum adalah polisi, sedangkan dalam pidana

khusus adalah polisi, jaksa, PPNS, dan KPK.

d. Pengadilan

Pemeriksaan perkara dalam hukum pidana umum

dilakukan di pengadilan umum, sedangkan hukum

pemeriksaan perkara dalam hukum pidana khusus

adalah pengadilan tipikor, pengadilan pajak, pengadilan

5 Andi Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.18 6 Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.9 7 Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, h.9

Page 32: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

179

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

PERBANKAN SYARIAH

Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen

perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,

kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi

dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang

bertanggungjawab.1

Berdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan

perangkat perundang-undangan untuk mewujudkan

keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku

usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat. Undang-

Undang yang dimaksudkan adalah Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.2

Baik buruknya implementasi Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tercermin antara lain dari banyaknya

pelanggaran hak-hak konsumen. Semakin banyak pelanggaran

1 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2016. Cet. 9, edisi revisi), h.191 2 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, h.192.

BAB VI

Page 33: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

180

hak-hak konsumen, semakin nyata pelaku usaha tidak

melaksanakan UUPK dengan sepenuh hati.3

Pelanggaran hak-hak konsumen bukan hanya

disebabkan pelaku usaha sendiri, tetapi juga karena

ketidaktahuan dan sikap apatis konsumen saat hak-haknya

dilanggar. Konsumen masih jarang menggunakan upaya hukum

jika hak-haknya dilanggar, apalagi yang sampai ke pengadilan.4

Dugaan pelanggaran hak konsumen ternyata tidak hanya

terjadi pada bidang jasa perparkiran, angkutan jasa

penerbangan, maupun perumahan saja. Dewasa ini pelanggaran

hak konsumen juga terjadi di bidang perbankan. Oleh karenanya

konsumen diwajibkan untuk lebih cerdas dalam menggunakan

produk atau jasa perbankan serta tidak apatis untuk melakukan

upaya hukum jikalau hak-haknya dilanggar oleh pelaku usaha.

A. PENGERTIAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN

NASABAH

1. Pengertian Perlindugan Konsumen dan Pelaku Usaha

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-

Amerika) yang berarti adalah lawan dari produsen yaitu setiap

orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang

atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok

mana pengguna tersebut.5

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2011 Tentang otoritas Jasa Keuangan, Konsumen adalah pihak-

3 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia:

Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta: t.tp.2014), h.292 4 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia:

Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, h.292 5 Celina Tri Siwi Kristianti, Hokum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika)

Page 34: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

181

pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan

pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain

nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang

polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun,

berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan.

Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan

“Konsumen sebagai lawan produsen, yakni pemakai barang-

barang hasil industri, bahan makanan, dan sebagainya”.6

Definisi tersebut menghendaki bahwa konsumen adalah

setiap orang atau individu yang harus dilindungi selama tidak

memiliki kapasitas dan bertindak sebagai produsen, pelaku

usaha dan/atau pebisnis.7

Menurut UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan konsumen.

Lain halnya dengan dengan pengertian perlidungan

konsumen menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:

1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan, Perlindungan Konsumen adalah perlindungan

terhadap Konsumen dengan cakupan perilaku Pelaku Usaha

Jasa Keuangan.8

Sedangkan Pelaku usaha yaitu setiap orang perseorangan

atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun

bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

6 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.521 7 Zulham. Hukum perlindungan konsumen, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana, 2013), h.15 8 Lihat Pasal 1 ayat ayat 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013

Page 35: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

182

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi.

2. Pengertian Perlindungan Nasabah

Ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

nasabah adalah konsumen yang menkonsumsi atau

menggunakan produk dan jasa dari perbankan. Sedangkan

perbankan adalah pelaku usaha yang mempunyai produk dan

menawarkan jasa kepada nasabah/konsumen.

Dengan demikian, dalam pembahasan nasabah

perbankan tidak bisa dipisahkan dari pembahasan perlindungan

konsumen yang nyatanya pemerintah dan pelaku usaha

mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen.

Nasabah dalam Undang-Undang Perbankan Syariah

terbagi dalam 4 (empat) kategori, yaitu :9

(1) Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank

Syariah dan/atau UUS.

(2) Nasabah Penyimpan adalah Nasabah yang

menempatkan dananya di Bank Syariah dan/atau UUS

dalam bentuk Simpanan berdasarkan Akad antara Bank

Syariah atau UUS dan Nasabah yang bersangkutan.

(3) Nasabah Investor adalah Nasabah yang menempatkan

dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk

Investasi berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau

UUS dan Nasabah yang bersangkutan.

9 Lihat ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan

Syariah

Page 36: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

183

(4) Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah yang

memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan

dengan itu, berdasarkan Prinsip Syariah.

Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa perlindungan nasabah adalah upaya

pemerintah dalam melindungi nasabah dari kecurangan-

kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan cara

memberlakukan peraturan perundang-undangan yang harus

ditaati. Dalam perlindungan nasabah oleh pelaku usaha di

bidang perbankan syariah secara jelas disebutkan pada pasal 38

ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

perbankan syariah yang berbunyi “Bank Syariah dan UUS wajib

menerapkan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah dan

perlindungan nasabah”.

Adapun upaya pencegahan terjadinya kerugian

konsumen maka sesuai amanat pada Pasal 28 UU No 21 tahun

2011 tentang Otoritsas Jasa Keuangan, upaya yang dilakukan

oleh OJK untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK

berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian

Konsumen dan masyarakat, yang meliputi: a. memberikan

informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik

sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; b. meminta

Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya

apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan

c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.10

Merujuk kepada Perpu No. 3 Tahun 2008 sebagaimana

telah ditetapkan menjadi undang-undang oleh UU No. 7 Tahun

10 Lihat asal 28 UU No. 21 tahun 2011 Tentang Otoritsas Jasa Keuangan

Page 37: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

193

PENYELESAIAN SENGKETA

PERBANKAN SYARIAH

A. PENGERTIAN SENGKETA BANK SYARIAH

Dalam kosa kata Inggris dikenal 2 (dua) istilah, yakni

“conflict” dan “dispute” yang mana kedua kata tersebut

mempunyai kesamaan arti adanya perbedaan antara dua pihak

atau lebih, namun keduanya juga mempunyai perbedaan. Kosa

kata conflict sudah diserap dalam bahasa Indonesia menjadi kata

“konflik”. Adapun Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), kata konflik diartikan yaitu (1) percekcokan,

perselisihan, pertentangan. (2) ketegangan atau pertentangan di

dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua

kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan

antara dua tokoh, dsb). Sedangkan kosa kata dispute

diterjemahkan menjadi “sengketa”. Merujuk pada Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), kata sengketa diartikan yaitu (1)

sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran,

perbantahan, perkara yang kecil dapat juga menimbulkan

sengketa besar; sengketa daerah, daerah yang menjadi rebutan

(pokok pertengkaran); (2) pertikaian; perselisihan: sengketa di

BAB VII

Page 38: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

194

dalam partai itu akhirnya dapat diselesaikan dengan baik; (3)

perkara (dalam pengadilan) tidak ada sengketa yang tidak dapat

diselesaikan;

Sengketa perbankan syariah disini maksudnya adalah

perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak atau lebih

dalam perbankan syariah yang mengakibatkan terjadinya

kerugian bagi pihak atau pihak-pihak tertentu dan perbedaan

kepentingan atau kerugian tersebut dinyatakan kepada pihak

yang dianggap menjadi penyebab kerugian atau kepada pihak

lain, dan pihak lain tersebut memberikan pendapat yang

berbeda.1

Sengketa perbankan syariah dapat diselesaikan dengan

dua jalur yakni litigasi dan nonlitigasi. Litigasi yaitu

penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Dalam hal ini

sengketa perbankan syariah dapat diselesaikan melalui

pengadilan agama. Sedangkan non litigasi yaitu penyelesaian

sengketa di luar jalur pengadilan yakni oleh Badan Arbitrase

atau Alternatif Dispute Resolution (ADR) .

Menurut Rachmadi Usman, sebagaimana dikutip oleh

Adrian Sutedi, istilah Alternatif Dispute Resolution (ADR)

menunjukan pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan

melalui prosedur yang disepakati para pihak (self-governing

system) dengan cara konsultasi, mediasi, konsiliasi, penilaian

ahli, atau arbitrase. Sepanjang para pihak ada kesepakatan,

mereka dapat menggunakan berbagai alternatif tersebut, tetapi

apabila tidak ada kesepakatan, maka dengan sendirinya pihak

1 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor : Ghalia

Indonesia, 2009. Cet. Pertama), h.166

Page 39: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

195

atau pihak-pihak tersebut akan memiilih berperkara di

pengadilan. 2

Hal tersebut bukan berarti bahwa suatu sengketa selalu

lebih dahulu diajukan kepada ADR sebelum ke pengadilan.

Dalam kenyataannya, masyarakat luas lebih mengenal

pengadilan dari pada ADR. Namun demikian, banyak juga yang

enggan mengajukan masalahnya ke pengadilan, antara lain

dengan alasan berperkara menambah masalah.3

Penyelesain sengketa di luar pengadilan juga diatur oleh

pasal 58, 59, dan 60 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman. Adapun ketentuan prosedurnya diatur

oleh undang-undang tersendiri yakni Undang-Undang No. 30

Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

B. KEWENANGAN PERADILAN AGAMA DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

Pada prinsipnya, penegakan hukum hanya dilakukan

oleh kekuasaan kehakiman (judicial power) yang secara

konstitusional lazim disebut badan yudikatif (UUD 1945).

Dengan demikian pihak yang berwenang memeriksa dan

mengadili perkara hanya badan peradilan yang bernaung di

bawah kekuasaan kehakiman yang berpuncak di Mahkamah

Agung.4

Berdasarkan Pasal 2 UU No. 14 Tahun 1970 sebagaimana

perubahanan terakhirnya UU No. 48 Tahun 2009 tentang

2 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjau-maan dan Beberapa Segi Hukum, h.168 3 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, h.168 4 Hasbi Hasan, Kompetensi Peradilan Agama dalam penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah,

(Jakarta: Gramata Publishing, 2010), h.142

Page 40: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

196

kekuasaan kehakiman secara tegas menyatakan bahwa yang

berwenang dan berfungsi melaksanakan peradilan hanya badan-

badan peradilan yang dibentuk berdasarkan undang-undang.

Apabila terjadi sengketa syariah melalui jalur

pengadilan, maka berdasarkan pasal 55 Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah serta penjelasan pasal

49 Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas

Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

lembaga yang berwenang mengadilinya adalah Peradilan

Agama.5 Hal ini dikuatkan oleh putusan MK Nomor 39/PUU-

5 Dalam konteks payung hukum Peradilan Agama telah mengalami perubahan yakni UU No 7

tahun 1989, UU No 3 tahun 2006, dan terakhir adalah UU 50 tahun 2009. Lihat juga Peraturan mengenai

Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dan terakhir sebagai payung hukum perbankan

syariah telah lahir undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang berlaku pada

saat ini. Kewenangan atau kompetensi peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah

secara absolut. Hal ini menepis atau mematahkan anggapan bahwasanya adanya pembatasan kompetensi

peradilan agama hanya terbatas mengurus hukum keluarga pada persolaan nikah, talak dan rujuk. Adanya

kewenangan yang lebih luas oleh peradilan agama menangani pada perkara-perkara perdata (de burgerlijke

rechtazaken) merupakan suatu terobosan hukum luar biasa khususnya pada umat islam dalam

bermuamalah, demi terwujudnya prinsip-prinsip keadilan, tidak ada judi, aniyaya (zolim), riba, dan

ketidakjelasan serta menghindari yang barbau haram dalam transaksi. Dan menepis pula pada sebuah teori

bahwasannya hukum yang berlaku bagi orang Islam merupakan hukum adat masing-masing, sehingga

hukum adatlah yang menentukan ada dan tidaknya hukum Islam. Adanya perintah undang-undang

perbankan syariah tentang kewenangan peradilan agama dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah

merupakan wujud implementasi bahwasannya hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum Islam.

Berlakunya implementasi hukum Islam ini didasarkan pada argumentasi yang yang menyatakan bahwasanya

hukum yang berlaku bagi masyarakat adalah hukum agamanya. Dengan demikian, hukum adat hanya

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Teori ini sejalan dengan konsep ‘Urf yang

dikenal dalam Islam. Konsepsi hukum adat harus senapas dengan hukum Islam. Dalam norma hukum islam

dikenal dengan kaidah al-Adatul Muhakkamah (adat yang dijadikan hukum) sehingga argumentasi ini

senafas dengan yang menyatakan bahwasanya hukum yang berlaku bagi masyarakat adalah hukum

agamanya. Dengan demikan, hukum perbankan syariah menjadi hukum positif hal ini bisa dilihat pada

Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Sehingga ketentuan formil perbankan

syariah yang sudah di undang-undangkan merupakan segala bentuk kewajiban harus dijalankan dan di

patuhi tidak lagi mengenal batas dan sekat-sekat ke agamaan dan kewenangangan penyelesaian sengketa

pun ada di peradilan agama. Hal ini menegaskanan perdebatan telah usai dan tuntas tentang kewenangan

lembaga pengadilan tidak opsi bikameral (PA dan PN) dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

Page 41: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

197

X/2012 yang menghapuskan opsi penyelesaian sengketa melalui

Pengadilan Negeri6.

Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang

Perbankan Syariah menyebutkan “Penyelesaian sengketa

Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Agama. Lihat juga bunyi pasal 49 UU No.

3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. “pengadilan agama

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang a. Perkawinan; b. Waris; c.

Wasiat; e. Hibah; f. Wakaf; f. Zakat; g. Infaq; h. Sedekah; dan i.

Ekonomi syariah.

Yang dimaksud dengan frasa Ekonomi Syariah sesuai

dengan penjelasan pasal 49 UU 21 Tahun 2008 tentang

perbankan syariah tersebut bahwa ekonomi syariah adalah

6 Pada mula munculnya perusahaan yang menggunakan prinsip ekonomi syariah khususnya ketika berdirinya bank syariah di Indonesia, aturan tentang penyelesaian sengketa yang muncul belum mempunyai aturan yang jelas terkait instansi mana yang mempunyai wewenang dalam menyelesaiankan perkara tersebut. Sehingga diundangkanlah UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang tepatnya pada pasal 49 menyatakan bahwa sengketa ekonomi syariah menjadi kewenangan absolut peradilan agama. Berbicara kewenangan absolut tentu peradilan agama menjadi satu-satunya instansi yang mempunyai wewenang dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Namun seiring berjalannya waktu, pada tahun 2008 diundangkan UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan syariah yang tepatnya pada pasal 55 ayat (2) bahwa sengketa perbankan syariah dapat diselesaikan oleh instansi sesuai dengan isi akad para pihak ketika membuat kontrak. Dan hal demikian diperjelas oleh penjelasan pasal 55 ayat (2) yakni selain peradilan agama, sengketa perbankan syariah dapat diselesaikan oleh peradilan umum ketika akad para pihak menentukan demikian. Ketika itulah terjadi choice of forum yakni dualisme kewenangan antara peradilan agama dan peradilan umum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah khusunya dan umumnya ekonomi syariah. Maka dengan adanya aturan tersebut, pada tahun 2012 terdapat warga negara Indonesia yang bernama Dadang Achmad dengan kuasa hukumnya menggugat pasal tersebut dengan legal standing bahwa pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 28D ayat (1) dan Dadang Achmad sebagai warga negara Indonesia merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya pasal tersebut. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi nyatanya mengabulkan permohonan Judicial Riview dari Dadang Achmad dan kuasa hukumnya dengan putusan MK No. 93/PUU-X/2012 dan menyatakan bahwa penjelasan pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tidak mempunyai kekuatan hukum. Dengan demikian, setelah putusan tersebut maka tidak ada lagii dualisme kewenangan dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Dan sengketa perbankan syariah hanya dapat diselesaikan oleh peradilan agama sehingga peradilan umum wajib menolak perkara perbankan syariah yang diajukan kepadanya.

Page 42: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

213

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

A. Perwataatmadja, Karnaen dan Hendri Tanjung, Bank Syariah

Teori, Praktek dan Penerapannya, Jakarta: Celestial

Publishing, 2007.

A. Subaily, Yusuf. Fikih Perbankan Syariah: Pengantar Fikih

Muamalah dan Aplikasinya dalam Ekonomi Modern, Terj.

Erwandi Tarmizi, T.t, Dar Al-Qalam.

Abbas, Syahrizal. Mediasi : dalam Perspektif Hukum Syariah,

Hukum Adat dan Hukum Nasional, Jakarta: Prenada Media

Group, 2009. Cet.1, hlm. 9.

Abd. Rahman, Atang. Fiqh Perbankan syariah, Bandung : Refika

Aditama, cet. 1, 2011.

Ahmad An-Nadwi, Ali. Al-Qawaid Fiqhiyyah, Damaskus : Dar al-

Qalam, 1991.

Al-Maududi, al-Riba, Dar al-sa’udiyah, Jeddah, 1987.

Al-Zarqa’, Mustafa. al-Madkhal al-Fiqh al-‘alam, Dar al-Fikr,

Beirut. T.th, Juz 1.

Amas’adi, Ghufron. Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta:PT. Raja

Grafindo, 2002.

Amin, Ma’ruf. Era Baru Ekonomi Islam Indonesia “ Dari Fikih ke

Praktek Ekonomi Islami, Jakarta : eLSAS, 2011.

Page 43: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

214

Amin, Ma’ruf. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta : elSAS,

cet. 3, 2011.

Amin, Muhammad. Hashiyah ibn ‘Abidin, Dȃ r al-Fikr, Beirut,

1486 H, Ed.ke-2, Juz 5.

Amriani, Nurnaningsih. Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perdata di Pengadilan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2011, cet.1.

Ascarya dan Diana Yumanita, Seri Kebanksentralan, Pusat

Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BANK

INDONESIA, Jakarta, 2005.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. pengantar Hukum Islam I, Jakarta :

Bulan Bintang, cet ke-6, 1980.

Asyhadie, Zaeni. Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di

Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016. Cet. 9,

edisi revisi.

Aziz Syamsuddin, Aziz. Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank

Syariah, Jakarta: Bank Indonesia, 1999.

Celina Tri Siwi Kristianti, Hokum Perlindungan Konsumen,

Jakarta : Sinar Grafika.

Dewan Syariah nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan

Fatwa Keuangan Syariah, Jakarta : Erlangga, 2014.

Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan

Peransuransian Syariah di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2004.

Dib Al-Bugha, Musthafa. Buku Pintar Transaksi Syariah, Jakarta :

Hikmah, 2010.

Page 44: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

215

Djamil, Fathurahman. Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori dan

Konsep, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Fairuzabadi, Qamus al-Muhȃt, Dȃ r al-Fikr, Beirut, 1995.

Farida Indrati, Maria. Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta: PT.

Kanisius, 2007.

Ghofur Anshori, Abdul. Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di

Indonesia, Bandung : Refika Adiama, 2008.

Hamami, Taufiq. Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan

Kehakiman di Indonesia Pasca Amandemen Ke Tiga UUD 1945,

Ciputat : PT. Tatanusa, 2013. Cet. 1

Harahap, Yahya. Arbitrase, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Edisi

Kedua.

Hasan, Hasbi. Kompetensi Peradilan Agama dalam penyelesaian

Perkara Ekonomi Syariah, Jakarta: Gramata Publishing, 2010.

Hasani, Ismail. Ilmu Perundang-Undangan, Jakarta: FSH UIN

Jakarta, 2014.

Hejazziey, Djawahir . Hukum Perbankan Syariah, Jakarta:

Deepublish, 2013.

Hulwati, Ekonomi Islam : Teori dan Prakteknya dalam Perdagangan

Obligasi syariah di Pasar Modal Indonesia dan Malaysia,

Ciputat ; Ciputat Press. Edisi revisi, 2009.

Ibn Hazm, al-Muhallȃ, Juz 9.

Ibn Qayyim, I’lȃm al-Muwaqiȃn an Rabb al-ȃlamȃn, Juz 2.

Ibn Taimiyah, Wa rasail wa fatȃwa ibn Taymiyah fi al-fiqh,

Maktabah Ibn Taymiyah, t.tp, t.th, Juz 29.

Page 45: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

216

Kelsen, Hans. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara,

Penerjemah: Raisul Muttaqien, cet. IX, Bandung: Nusa

Media, 2014.

Mahkamah Agung R.I., Mediasi dan Perdamaian, Jakarta: MA-RI,

2004.

Mardani, Hukum Bisnis Syariah, Jakarta : Kencana Prenada

Media Group, cet. 1, 2014.

Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2015.

Mardjono, Hartono. Petunjuk Praktis Menjalankan Syariat Islam

dalam Bermuamalah yang sah Menurut Hukum Nasional,

Jakarta: Studia Press, 2000.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, cet. 8,

edisi revisi, 2008.

Mustafa, Ibrahim. al-Mujma’ al-wasit, Dȃ r al-Dakwah, Istanbul,

t.th, Juz 2.

Nafis, M. Cholis. Teori Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: UI Press,

2011

Poerwadarminta, Wjs. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 1976.

Prasetyo, Teguh. Hukum Pidana, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010.

Purwaningsih, Endang. Hukum Bisnis, Bogor: Ghalia Indonesia,

2010.

Qardhawi, Yusuf. al-Fatwa Bainaal Intibath wat Tasayyub : Fatwa

Antara Ketelitian dan Kecerobohan, terj: As’ad Yasin, Jakarta :

Gema Insani Press, 1997.

Page 46: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

217

Raharjo, Dawam. The Question of Islamic Banking in Indonesia,

dalam Mohamed Arif (ed.) Islamic Banking in South East

Asia Singapura: ISEAS, 1988.

Rasyid, Chatib dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori

dan Praktik pada Peradilan Agama, Yogyakarta: UII Press,

2009.

Remy Sjahdeni, Sutan. Perbankan Syariah: Produk-Produk dan

Aspek Hukumnya, Jakarta: Kencana, 2014.

Rida, Rasyid. tafsir manar, Dar al-Manar, Kairo, Juz 3.

Sabiq, Sayid. Fikih Sunnah, Bairut: Dar al-Fikr, 1983, Jilid 3.

Sadi, Muhamad. Konsep Hukum Perbankan Syariah “Pola Relasi

Sebagai Institusi Intermediasi dan Agen Investasi”, Malang:

Setara Press, 2015,

Soekanto, Soerjono dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah

Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1989.

Sofa, Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia, Jakarta : GP Press,

2013.

Sri Imaniyati, Neni. Hukum Perbankan Untuk Lingkungan Sendiri,

Bandung, Fakultas Hukum Unisba,2008.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, 2011. Cet. 18.

Sudiarto, Negosiasi, Mediasi dan Arbitrase: Penyelesaian Sengketa

Alternatif di Indonesia, Jakarta: Pustaka Reka Cipta,

2015.cet.1.

Suhendi, Hendi. Fikih Muamalah, Jakarta : Rajawali Press, 2008.

Sumitro, Warkum. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-

Lembaga Terkait (BMUI & Takaful) di Indonesia, Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 1996.

Page 47: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

218

Susanto, Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia,

Yogyakarta : UII Press, 2008.

Sutedi, Adrian. Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi

Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2009. Cet. 1.

Syafi’i Antonio, Muhammad. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek,

Jakarta, Gema Insani, 2001.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fikih, Jakarta : Kencana, cet. 4, jilid 2,

2008.

Tahir Mansoori, Muhammad. Kaidah-Kaidah Fikih Keuangan dan

Transaksi Syariah, Bogor: Ulil Albaab Institute, 2010.

Usman, Rachmadi. Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia,

Jakarta : Sinar Grafika, 2012.

Warson Munawwir, Ahmad. Kamus Al-Munawwir, Yogyakarta:

Pesantren Krafyak, Tth.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Panduan Bantuan

Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan

Menyelesaikan Masalah Hukum, Jakarta: t.tp. 2014.

Zainal Abidin Farid, Andi. Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar

Grafika, 2007.

Zulham. Hukum perlindungan konsumen, Edisi Pertama,

Jakarta: Kencana, 2013.

Undang-Undang dan Peraturan Lainnya

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun

1992 Tentang Perbankan

Page 48: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

219

Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank

Indonesia

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan

Syariah

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin

Simpanan. Undang-undang nomor 7 tahun 2009 tentang

penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-

undang nomor 3 tahun 2008 tentang perubahan atas

undang-undang nomor 4 tahun 2004 Tentang Lembaga

Penjamin Simpanan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

Peraturan Mahkamah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)

Page 49: D WLGDNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50838/... · 2020. 5. 8. · Menurut Maria Farida Indrati, hukum adalah sah (valid) ... Ditinjau dari jenisnya, hukum terbagi

220

Peraturan Bank Indonesia (PBI)

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia