(Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik...

15
Pembuatan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa (Fassflora edulis var falvicarva) Dengan Metode Foam-Mat Drying ABSTRAK Penelitian dari Pembuatan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa (Fassflora edulis var falvicarva) Dengan Metode Foam-Mat Drying. Hasil pengujian terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C (Sari buah terung pirus : Sari buah markisa = 50 % : 50 %); rendemen 68,5848 %; daya serap air 0,22 ml; kadar padatan yang tidak larut dalam air 0,9127 %; kadar air 2,2273 %; kadar vitamin C 11,0929 mg/100 gr bahan; kadar gula 50,7918 %; warna 4,08; aroma 2,96; dan rasa 3,76. Key words : bubuk instan, sari buah, terung pirus, markisa, foam-mat drying. I. PENDAHULUAN Buah Terung pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan markisa (Fassflora edulis var falvicarva) merupakan salah satu komoditas hortikultura Indonesia. Terung pirus memiliki warna yang menarik tetapi rasa sepat yang terdapat pada buah tersebut kurang disukai. Buah markisa memiliki rasa manis dan aroma yang khas, sedangkan warna yang dimiliki buah markisa kurang menarik. Pengeringan sari buah dengan metode foam-mat drying menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi, kwalitas warna dan rasa bubuk yang dihasilkan cukup bagus, biaya yang digunakan lebih murah dan proses pengeringan tidak terlalu rumit (Kumalaningsih et al, 2005). Penambahan sari buah markisa pada pembuatan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa dengan metode foam-mat drying dapat berpengaruh terhadap mutu dan rasa bubuk instan yang dihasilkan juga merupakan diversifikasi produk campuran sari buah dan sekaligus dapat merangsang berkembangnya agroindustri komoditi terung pirus dan markisa. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner Tanaman ini populer dengan nama Terung Belanda (Chyphomandra betacea Cav Sendtner). Tetapi di daerah Sumatra Barat tanaman ini lebih dikenal dengan nama Terung Pirus. Negara asalnya adalah Peru. Tanaman ini masuk dalam famili Solanaceae. Tinggi pohon dapat mencapai 3,5 meter. Daunnya berbentuk oval dengan panjang 6 - 12 inci. Bunganya kecil-kecil berwarna merah jambu. Bentuk buahnya bulat telur, panjangnya antara 2 3 inci. Daging buahnya tebal berwarna merah kekuningan, dibungkus oleh selaput kulit tipis yang mudah dikelupas.

Transcript of (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik...

Page 1: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

Pembuatan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus (Cyphomandra

betacea Cav. Sendtner) dan Markisa (Fassflora edulis var falvicarva) Dengan

Metode Foam-Mat Drying

ABSTRAK

Penelitian dari Pembuatan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus

(Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa (Fassflora edulis var

falvicarva) Dengan Metode Foam-Mat Drying.

Hasil pengujian terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan

markisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C (Sari buah terung pirus

: Sari buah markisa = 50 % : 50 %); rendemen 68,5848 %; daya serap air 0,22 ml;

kadar padatan yang tidak larut dalam air 0,9127 %; kadar air 2,2273 %; kadar

vitamin C 11,0929 mg/100 gr bahan; kadar gula 50,7918 %; warna 4,08; aroma

2,96; dan rasa 3,76.

Key words : bubuk instan, sari buah, terung pirus, markisa, foam-mat drying.

I. PENDAHULUAN

Buah Terung pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan markisa

(Fassflora edulis var falvicarva) merupakan salah satu komoditas hortikultura

Indonesia. Terung pirus memiliki warna yang menarik tetapi rasa sepat yang

terdapat pada buah tersebut kurang disukai. Buah markisa memiliki rasa manis

dan aroma yang khas, sedangkan warna yang dimiliki buah markisa kurang

menarik.

Pengeringan sari buah dengan metode foam-mat drying menggunakan suhu

yang tidak terlalu tinggi, kwalitas warna dan rasa bubuk yang dihasilkan cukup

bagus, biaya yang digunakan lebih murah dan proses pengeringan tidak terlalu

rumit (Kumalaningsih et al, 2005).

Penambahan sari buah markisa pada pembuatan bubuk instan campuran sari

buah terung pirus dan markisa dengan metode foam-mat drying dapat berpengaruh

terhadap mutu dan rasa bubuk instan yang dihasilkan juga merupakan

diversifikasi produk campuran sari buah dan sekaligus dapat merangsang

berkembangnya agroindustri komoditi terung pirus dan markisa.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner

Tanaman ini populer dengan nama Terung Belanda (Chyphomandra betacea

Cav Sendtner). Tetapi di daerah Sumatra Barat tanaman ini lebih dikenal dengan

nama Terung Pirus. Negara asalnya adalah Peru. Tanaman ini masuk dalam famili

Solanaceae. Tinggi pohon dapat mencapai 3,5 meter. Daunnya berbentuk oval

dengan panjang 6 - 12 inci. Bunganya kecil-kecil berwarna merah jambu. Bentuk

buahnya bulat telur, panjangnya antara 2 – 3 inci. Daging buahnya tebal berwarna

merah kekuningan, dibungkus oleh selaput kulit tipis yang mudah dikelupas.

Page 2: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

2

Daging buah melindungi biji-biji yang jumlahnya banyak dan tersusun melingkar

rapi. Daya tahan pohon ini bisa mencapai 10 tahun. (Anonim, 2002).

Terung pirus merupakan salah satu spesies dari genus solanum dengan

klasifikasi sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Sub-divisio : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Cyphomandra betacea Cav. Sendtner

Komposisi kimia yang terkandung di dalam terung pirus menurut Verheij

dan Coronel (1997) cit Maulidarmi (2004), antara lain : air, protein, lemak,

karbohidrat, serat, abu, vitamin A dan vitamin C yang dapat dipergunakan untuk

meningkatkan gizi masyarakat. Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia terung

pirus.

Tabel 1. Komposisi Kimia Terung Pirus dalam 100 gram Bahan

Komposisi Jumlah

Air (gr) 85,00

Protein (gr) 1,50

Lemak (gr) 0,06-0,28

Karbohidrat (gr) 10,00

Serat (gr) 1,40-4,20

Abu (gr) 0,70

Vitamin A (SI) 150-1500

Vitamin C (mg) 25,00

Sumber : Verheij dan Coronel (1997) cit Maulidarmi (2004).

Gambar 1. Buah Terung Pirus yang Digunakan

2.2. Markisa (Fassflora edulis var falvicarva)

Markisa merupakan tanaman tahunan yang dapat

berumur 10 - 25 tahun, tumbuh merambat, batang berzat kayu, sulur muncul pada

ketiak daun yang berhadapan dan dapat berbuah sepanjang tahun. Markisa yang

tumbuh di Sumatra Barat adalah markisa dari jenis Konyal (Fassflora edulis var

falvicarva), dengan ciri-ciri buah berwarna kuning dengan rasa manis dan

mengandung total asam yang rendah (Asfaruddin, Dahlan dan Rini, 2003).

Buah markisa sudah bisa dipanen setelah berumur antara 120 - 140 hari

dengan tanda-tanda warna kuning dan tangkai buah sudah mengkerut dengan

mengeluarkan aroma khas. Semakin tua dipetik, semakin tinggi kualitasnya

Page 3: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

3

namun semakin tidak tahan lama disimpan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan cit

Silvia, 2002).

Menurut Salim (1993), tanaman markisa kuning mempunyai batang agak

lurus, sedikit berkayu, berumur panjang (sampai 6 tahun) dan dapat menjalar

tinggi sekali (kurang lebih 15 meter) pada pohon-pohon atau atap rumah. Buah

berbentuk bulat dengan panjang antara 5 - 7 sentimeter, buah yang masih muda

berwarna ungu hijau, sedangkan buah yang telah masak berwarna kuning tua.

Kulit buahnya cukup kuat dan tahan, bahkan dapat bertahan selama dalam

pengangkutan yang agak jauh.

Manurut Salim (1993), biji buah ini banyak dan ditutupi oleh selaput yang

mengandung cairan yang rasanya manis, serta baunya harum, sedangkan menurut

Asfaruddin et al (2003), cairan atau lendir buah markisa mengandung vitamin dan

mineral. Tabel 2 komposisi kimia markisa menurut Verheij dan Coronel (1997) cit

Silvia (2002).

Tabel 2. Komposisi Kimia Markisa dalam 100 gram Bagian yang Dapat Dimakan

Komposisi Jumlah

Air (g) 69-80

Protein (g) 1,2

Karbohidrat (g) 16

Serat (g) 3,5

Ca (mg) 10

Fe (mg) 1,0

Vitamin A (SI) 20

Riboflavin (mg) 0,1

Nikotinamida (mg) 1,5

Vitamin C (mg) 20

Energi Kj 385

Sumber : Verheij dan Coronel (1997) cit Silvia (2002).

Gambar 2. Buah Markisa yang Digunakan

2.3. Bubuk Instan Sari Buah

Produk bubuk merupakan produk olahan

pangan yang berbentuk serbuk, mudah larut dalam

air, praktis dalam penyajian dan memiliki daya simpan yang lama (Kumalaningsih

et al, 2005). Sari buah adalah produk minuman yang diperoleh secara mekanis

dari buah matang atau dari pengenceran sari buah tanpa fermentasi, diawetkan,

dan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan.

Menurut SNI (1995), bubuk instan sari buah adalah produk yang merupakan

campuran ekstrak sari buah, gula pasir dan bahan tambahan makanan lain yang

diizinkan. Berdasarkan pengertian bubuk instan sari buah tersebut, maka bubuk

instan campuran sari buah terung pirus dan markisa adalah bubuk yang berasal

dari campuran sari buah terung pirus dan markisa yang ditambahkan bahan

tambahan makanan dan dikeringkan sehingga dihasilkan ekstrak sari buah lalu

tambahkan gula pasir dan blender.

Page 4: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

4

Sifat produk pangan bubuk adalah ukuran partikel yang sangat kecil,

memiliki kadar air rendah dan memiliki luas permukaan yang besar

(Kumalaningsih et al, 2005).

2.4. Beberapa Prinsip Pengeringan Sari Buah

Menurut Winarno, Fardiaz dan Fardiaz (1980), pengeringan adalah suatu

metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan

dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.

Bahan pangan kering lebih pekat daripada setiap bentuk bahan pangan

awetan yang lain. Keuntungan pengeringan ini yaitu biaya prosesnya lebih murah,

diperlukan tenaga yang lebih sedikit, peralatan pengolahan terbatas, kebutuhan

penyimpanan untuk bahan pangan kering minimal dan biaya distribusi berkurang

(Muljohardjo, 1988).

Sedangkan menurut Winarno et al (1980), keuntungan dari pengeringan

adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil

sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan,

berat bahan juga menjadi berkurang sehingga mempermudah pengangkutan,

dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah.

Prinsip pembuatan produk pangan bubuk instan sari buah adalah dehidrasi

atau pengeringan. Dalam proses tersebut umumnya diperlukan bahan pengisi

sebagai pengikat komponen-komponen bahan yang rusak atau hilang saat

pengeringan. Teknologi yang digunakan untuk pembuatan produk pangan bubuk

instan biasanya menggunakan peralatan yang canggih seperti spray dryer. Namun,

dalam hal ini akan dilakukan dengan teknologi yang sederhana yaitu dengan

foam-mat drying (Kumalaningsih et al, 2005).

2.4.1. Foam-Mat Drying (Pengering Busa)

Pengeringan ini digunakan untuk mengeringkan cairan yang sebelumnya

telah dijadikan busa terlebih dahulu dengan jalan dikocok dan memberikan zat

pengembang atau pembuih dalam jumlah kecil ke dalam cairan yang dapat

membuih. Pembentukan busa suatu cairan menciptakan permukaan yang lebih

luas, sehingga pengeluaran air menjadi lebih cepat, selain itu juga memungkinkan

penggunaan suhu pengeringan yang lebih rendah (Muljohardjo, 1988).

Sedangkan menurut Zubaedah et al (2003), pengeringan busa (foam-mat

drying) merupakan cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya

dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa yang

menyebabkan lengket jika dikeringkan dengan cara lain.

Makanan yang dikeringkan dengan metode foam-mat drying mempunyai ciri

khas, yaitu struktur remah, mudah menyerap air dan mudah larut dalam air.

Keuntungan pengeringan menggunakan metode foam-mat drying antara lain :

1. Dengan bentuk busa maka penyerapan air lebih mudah dalam proses

pengocokan dan pencampuran sebelum dikeringkan.

2. Suhu pengeringan tidak terlalu tinggi berkisar antara 50 – 80 oC.

3. Bubuk sari buah instan mempunyai kualitas warna dan rasa cukup bagus,

karena dipengaruhi suhu penguapan yang tidak terlalu tinggi sehingga warna

produk tidak rusak, zat aroma dan rasa tidak banyak yang hilang.

4. Biaya proses pengeringan lebih murah karena energi yang dibutuhkan untuk

pengeringan lebih kecil.

Page 5: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

5

5. Produk lebih stabil selama proses penyimpanan sehingga umur produk akan

lebih tahan lama.

6. Bubuk yang dihasilkan mempunyai kepadatan yang rendah dan kadar air

bubuk berkisar antara 2 - 4 % (Kumalaningsih et al, 2005).

Adanya lapisan busa pada metode foam-mat drying akan lebih cepat kering

dari pada lapisan tanpa busa pada kondisi yang sama, hal ini disebabkan cairan

lebih mudah bergerak melalui struktur busa dari pada melalui lapisan padat pada

bahan yang sama (Arsdel, Copley dan Morgan, 1973 cit Zubaedah et al, 2003).

Menurut Zubaedah et al (2002), konsentrasi busa yang semakin banyak

akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur berpori pada bahan dan

memungkinkan terjadinya pemanasan disemua bagian sehingga proses penguapan

air dari bahan lebih cepat.

2.5. Bahan Tambahan Yang Diperlukan

Bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan bubuk instan campuran

sari buah terung pirus dan markisa antara lain :

1. Tween 80

Salah satu pengemulsi sintetik yang sudah dikenal luas adalah tween 80.

Pengemulsi ini memiliki nilai HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance) 15. Nilai

HLB menunjukkan tingkat kekuatan zat pengemulsi terhadap air dan minyak.

Nilai HLB yang besar menyebabkan tween 80 sangat cocok digunakan sebagai

pengemulsi pada sistem emulsi minyak dalam air. Tween 80 dalam konsentrasi

tertentu juga dapat berfungsi sebagai pendorong pembentukan foam (busa),

namun dalam konsentrasi berlebihan justru akan memecahkan foam (busa)

(Kumalaningsih et al, 2005).

2. Dekstrin

Dekstrin adalah golongan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang

dibuat dengan modifikasi pati dengan asam. Dektrin mudah larut dalam air, lebih

cepat terdispersi, tidak kental serta lebih stabil dari pada pati, sebagai pembawa

bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor, pewarna dan remah yang

memerlukan sifat mudah larut ketika ditambahkan air serta sebagai bahan pengisi

karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk (Kumalaningsih et

al, 2005).

Penambahan bahan pengisi diperlukan dalam pembuatan bubuk instan

campuran sari buah terung pirus dan markisa dengan metode foam-mat drying,

bertujuan untuk mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas,

melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan dan memperbesar volume.

(Suryanto et al, 2001).

3. Asam Sitrat

(Kumalaningsih et al, 2005), asam sitrat adalah asam organik yang banyak

terdapat dalam buah citrun, berbentuk granula atau bubuk putih, tidak berbau dan

berfungsi sebagai pemberi rasa asam, cepat larut dalam air dimana kelarutannya

dalam air dingin lebih cepat dari pada dalam air panas.

Asam ini juga berperan sebagai bahan pengawet pada produk sirup dan

minuman. Kelemahan asam sitrat adalah sifatnya yang sangat mudah menyerap

uap air (higroskopis) sehingga memerlukan perhatian yang cukup dalam

penyimpanannya (Kumalaningsih et al, 2005).

Page 6: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

6

4. Gula

Gula sering diartikan sebagai karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis,

tetapi dalam industri pangan gula digunakan untuk menyatakan sukrosa yaitu gula

utama yang digunakan dalam industri pangan dan sebagian besar didapat dari tebu

dan bit (Buckle, Edward, Fleet dan Wootton, 1987).

Menurut Kumalaningsih et al (2005), gula pasir dikenal sebagai bubuk

sweeterner yaitu bahan pemanis yang biasanya digunakan dalam jumlah banyak.

Gula pasir mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air.

Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka kelarutan semakin besar. Kristal

sukrosa yang berhubungan langsung dengan udara dapat menyerap uap air sampai

1 % dari berat sukrosa.

Menurut Buckle et al (1987), meskipun rasa manis adalah ciri gula yang

paling banyak dikenal, penggunaannya yang luas dalam industri pangan juga

tergantung pada sifat-sifat lainnya. Bagaimanapun juga rasa manis selalu ada pada

produk yang mengandung gula dan akan mempunyai pengaruh yang paling berarti

pada penerimaan dari produk tersebut

III. BAHAN DAN METODA

3.1. Tempat Dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP)

Sukarami dan untuk analisanya dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil

Pertanian Universitas Andalas Padang dari bulan Mei - Juli 2006.

Adapun perlakuan yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi sari buah

markisa terhadap sari buah terung pirus, yaitu :

A = Sari buah terung pirus : Sari buah markisa (100 % : 0 %)

B = Sari buah terung pirus : Sari buah markisa (75 % : 25 %)

C = Sari buah terung pirus : Sari buah markisa (50 % : 50 %)

D = Sari buah terung pirus : Sari buah markisa (25 % : 75 %)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa yang dilakukan terhadap campuran sari buah terung pirus dan markisa

sebelum pengeringan, yaitu :

1. pH Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa

Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata pengamatan terhadap pH campuran sari

buah terung pirus dan markisa.

Tabel 3. Rata – Rata pH Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa.

Perlakuan PH

D (25 % : 75 %) 3,9

C (50 % : 50 %) 3,8

B (75 % : 25 %) 3,7

A (100 % : 0 %) 3,6

Page 7: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

7

Dari Tabel 3 dapat dilihat nilai rata-rata pH campuran sari buah terung pirus

dan markisa. Pada perlakuan A diperoleh nilai pH rata-rata 3,6; pada perlakuan B

diperoleh nilai pH rata-rata 3,7; pada perlakuan C diperoleh nilai pH rata-rata 3,8

dan pada perlakuan D diperoleh nilai pH rata-rata 3,9.

2. Kadar Vitamin C Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa

Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata pengamatan terhadap kadar vitamin C

campuran sari buah terung pirus dan markisa.

Tabel 4. Rata-Rata Vitamin C Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa.

Perlakuan Vitamin C

(mg/100 gr bahan)

D (25 % : 75 %) 15,9867

C (50 % : 50 %) 16,7933

B (75 % : 25 %) 19,3967

A (100 % : 0 %) 21,2667

Dari Tabel 4 dapat dilihat nilai rata-rata kadar vitamin C campuran sari buah

terung pirus dan markisa. Pada perlakuan A diperoleh nilai 21,2667 mg/100 gr

bahan, pada perlakuan B diperoleh nilai 19,3967 mg/100 gr bahan, pada perlakuan

C diperoleh nilai 16,7933 mg/100 gr bahan dan pada perlakuan D diperoleh nilai

15,9867 mg/100 gr bahan.

Vitamin C pada campuran sari buah cenderung mengalami penurunan, hal

itu terjadi karena vitamin C mengalami oksidasi saat proses pencampuran sari

buah.

B. Analisa yang dilakukan terhadap bubuk instan campuran sari buah terung

pirus dan markisa setelah pengeringan, yaitu :

1. Rendemen

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT

pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah markisa

berpengaruh nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan

markisa yang dihasilkan. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata rendemen bubuk

instan campuran sari buah terung pirus dan markisa.

Tabel 5. Rata-Rata Rendemen Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus

dan Markisa.

Perlakuan Rendemen (%)

D (25 % : 75 %) 71,0669 a

C (50 % : 50 %) 68,5848 b

B (75 % : 25 %) 66,6921 c

A (100 % : 0 %) 64,7828 d

Kk = 0,9278 %

Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT.

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rendemen bubuk instan sari buah

mengalami kenaikan. Rendemen bubuk instan campuran sari buah terung pirus

dan markisa yang dihasilkan berkisar antara 64,7828 % (perlakuan A) - 71,0669

Page 8: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

8

% (perlakuan D). Berat kering sari buah terung pirus yaitu 15 gr / 100 gr bahan

yang terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan vitamin yang tidak larut dalam

air. Menurut Buharman, Mala, dan Afdi (2004), rendemen sari buah markisa 60,5

%, sehingga dengan adanya penambahan sari buah markisa maka rendemen bubuk

instan campuran sari buah terung pirus dan markisa akan semakin tinggi.

Menurut Winarno et al (1980), dengan mengurangi kadar airnya, bahan

pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak,

mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat

warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang.

2. Daya Serap Air

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji

DNMRT pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah

markisa berpengaruh tidak nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah

terung pirus dan markisa yang dihasilkan. Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata

daya serap air bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa.

Tabel 6. Rata - Rata Daya Serap Air Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung

Pirus dan Markisa.

Perlakuan Daya serap air

(ml)

D (25 % : 75 %) 0,25

C (50 % : 50 %) 0,22

B (75 % : 25 %) 0,18

A (100 % : 0 %) 0,13

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa daya serap air bubuk instan campuran

sari buah terung pirus dan markisa yang dihasilkan berkisar antara 0,13 ml

(perlakuan A) – 0,25 ml (perlakuan D). Dengan penambahan sari buah markisa

pada pembuatan bubuk instan campuran sari buah maka padatan yang terbentuk

pada bubuk instan akan tinggi, sehingga daya serap bubuk instan terhadap air juga

akan semakin tinggi. Menurut Syarief, Santausa dan Budiwati cit Suryanto et al

(2001), bubuk sari buah termasuk produk instan yang sangat mudah menyerap air.

3. Kadar Padatan Yang Tidak Larut dalam Air

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji

DNMRT pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah

markisa tidak berpengaruh nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah

terung pirus dan markisa yang dihasilkan. Tabel 7 menunjukkan nilai rata-rata

kadar padatan yang tidak larut dalam air bubuk instan campuran sari buah

terung pirus dan markisa.

Tabel 7. Rata-Rata Kadar Padatan yang Tidak Larut dalam Air Bubuk Instan

Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa.

Perlakuan

Kadar padatan

yang tidak larut

dalam air (%)

D (25 % : 75 %) 0,9299

Page 9: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

9

C (50 % : 50 %) 0,9127

B (75 % : 25 %) 0,9125

A (100 % : 0 %) 0,9107

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kadar padatan tak larut dalam air bubuk

instan campuran sari buah berkisar antara 0,9107 % (perlakuan A) - 0,9299 %

(perlakuan D). Semakin tinggi kadar padatan yang tidak larut dalam air

menunjukkan bahwa kelarutan bubuk sari buah semakin rendah. Dengan

penambahan sari buah markisa maka kelarutan bubuk instan akan semakin rendah,

hal tersebut dikarenakan padatan yang tidak dapat larut dalam air pada sari buah

markisa tinggi. Menurut Faesal (1986) cit Mardhiah (1996), padatan yang tidak

larut dalam air diantaranya protein, karbohidrat, lilin, dan zat warna pada produk.

4. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT

pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah markisa tidak

berpengaruh nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan

markisa yang dihasilkan. Tabel 8 menunjukkan nilai rata-rata kadar air bubuk

instan campuran sari buah terung pirus dan markisa.

Tabel 8. Rata-Rata Kadar Air Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus

dan Markisa.

Perlakuan Kadar air (%)

D (25 % : 75 %) 2,2286

C (50 % : 50 %) 2,2273

B (75 % : 25 %) 2,2025

A (100 % : 0 %) 2,1311

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar air bubuk instan campuran

sari buah yang dihasilkan berkisar antara 2,1311 % (perlakuan A) – 2,2286 %

(perlakuan D). Dengan penambahan sari buah markisa maka kadar air bubuk

instan cenderung mengalami kenaikan, karena pada sari buah markisa

mengandung kadar gula yang tinggi (terbukti dengan rasanya yang manis)

sehingga berpengaruh pada kadar air bubuk instan yang dihasilkan. Menurut

Kumalaningsih et al (2005), karakteristik bahan pangan bubuk siap saji memiliki

kadar air 2 – 4 %.

5. Vitamin C

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT

pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah markisa

berpengaruh nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan

markisa yang dihasilkan. Tabel 9 menunjukkan nilai rata-rata kadar vitamin C

bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa.

Tabel 9. Rata-Rata Kadar Vitamin C Bubuk Instan Campuran Sari Buah

Terung Pirus dan Markisa.

Perlakuan Vitamin C bubuk

(mg/100 gr bahan)

Page 10: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

10

A (100 % : 0 %) 39,3929 a

B (75 % : 25 %) 23,9760 b

C (50 % : 50 %) 11,0929 c

D (25 % : 75 %) 8,8681 c

Kk = 2,4742 %

Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah

berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT.

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan penambahan sari buah markisa

maka vitamin C bubuk instan mengalami penurunan dari 39,3929 mg/100 gr

bahan (perlakuan A) menjadi 8,8681 mg/100 gr bahan (perlakuan D). Penurunan

kadar vitamin C bubuk instan yang dihasilkan terjadi karena selama pengolahan

campuran sari buah mengalami oksidasi vitamin C Hal ini sesuai dengan

pernyataan Winarno (1995), bahwa vitamin C mudah teroksidasi selama

pengolahan dan penyimpanan tetapi kerusakannya dapat dihambat dalam keadaan

asam. Selain itu menurut Deman (1997), bahwa vitamin C mudah rusak selama

proses, pemanasan yang terlalu lama dengan adanya oksigen akan merusak

kandungan vitamin C dalam makanan.

Pada campuran sari buah untuk bahan baku juga dapat dilihat yaitu dengan

adanya penambahan sari buah markisa akan menurunkan kadar vitamin C bahan

baku.

6. Organoleptik

a. Warna

Hasil pengamatan terhadap warna larutan bubuk instan campuran sari

buah terung pirus dan markisa telah diuji oleh 25 orang panelis. Tabel 10

menunjukkan nilai rata-rata pada pengujian terhadap warna.

Tabel 10. Skor Rata-Rata Warna Larutan Bubuk Instan Campuran Sari Buah

Terung Pirus Dan Markisa.

Perlakuan Warna

C (50 % : 50 %) 4,08 a

A (100 % : 0 %) 3,88 a

B (75 % : 25 %) 2,92 b

D (25 % : 75 %) 2,11 c

Kk = 26,4554 %

1. Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah

berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT.

2. Nilai organoleptik berkisar antara 1 sampai 5, dengan 1= tidak suka, 2 =

kurang suka, 3 = biasa, 4 = suka dan 5 = sangat suka.

Pada Tabel 11 menunjukkan nilai rata-rata uji organoleptik terhadap warna

larutan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa, yaitu berkisar

antara 2,11 – 4,08. Nilai warna tertinggi diperoleh pada perlakuan C yaitu 4,08

(suka). Dengan penambahan sari buah markisa (perlakuan C) maka warna larutan

dari warna merah menjadi kuning jingga.

Menurut Rodriquez dan Raihana (1986) cit Novitasari (1999), Warna merah

pada sari buah terung pirus disebabkan karena adanya zat antosianin, sedangkan

Page 11: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

11

menurut Tressler dan Joslyn (1961) cit Novitasari (1999), warna kuning

disebabkan adanya zat karotenoid pada sari buah markisa.

b. Aroma

Hasil pengamatan terhadap aroma larutan bubuk instan campuran sari

buah terung pirus dan markisa telah diuji oleh 25 orang panelis. Tabel 11

menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengujian terhadap aroma.

Tabel 11. Skor Rata-Rata Aroma Larutan Bubuk Instan Campuran Sari Buah

Terung Pirus Dan Markisa.

Perlakuan Aroma

C (100 % : 0 %) 2,96

A (50 % : 50 %) 2,96

B (75 % : 25 %) 2,80

D (25 % : 75 %) 2,48

Nilai organoleptik berkisar antara 1 sampai 5, dengan 1= tidak suka, 2 = kurang

suka, 3 = biasa, 4 = suka dan 5 = sangat suka.

Nilai rata-rata pada uji organoleptik terhadap aroma larutan bubuk instan

campuran sari buah terung pirus dan markisa berkisar antara 2,48 – 2,96 (kurang

suka). Hal ini sesuai dengan pernyataan Apandi (1984) dan Pantastico,

Chattopdyay dan Subramanya (1986) yang menyatakan bahwa markisa

mempunyai bau dan rasa yang khas, akan tetapi akibat penambahan beberapa

bahan kimia dan pemanasan dalam pengolahan dapat menyebabkan aroma

berbeda dari keadaan semula sehingga kurang disukai konsumen. Sedangkan

menurut Muljohardjo (1988), salah satu kerugian yang ditimbulkan dalam proses

pengeringan adalah kehilangan senyawa flavour atau senyawa-senyawa volatil

yang mudah menguap.

c. Rasa

Hasil pengamatan terhadap rasa larutan bubuk instan campuran sari buah

terung pirus dan markisa telah diuji oleh 25 orang panelis. Tabel 12

menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengujian terhadap rasa.

Tabel 12. Skor Rata-Rata Rasa Larutan Bubuk Instan Campuran Sari

Buah Terung Pirus Dan Markisa.

Perlakuan Rasa

C (50 % : 50 %) 3,76 a

A (100 % : 0 %) 3,24 a b

B (75 % : 25 %) 3,00 b

D (25 % : 75 %) 2,92 b

Kk = 32,6811 %

1. Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT.

2. Nilai organoleptik berkisar antara 1 sampai 5, dengan 1 = tidak suka, 2 =

kurang suka, 3 = biasa, 4 = suka dan 5 = sangat suka.

Page 12: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

12

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata rasa pada pengujian

organoleptik terhadap rasa larutan bubuk instan campuran sari buah terung pirus

dan markisa berkisar antara 2,92 – 3,76. Rasa pada perlakuan A – perlakuan C

(perbandingan sari buah terung pirus lebih besar dan sama) panelis memberikan

penilaian biasa dan untuk perlakuan D (perbandingan sari buah terung pirus lebih

kecil) panelis menyatakan kurang suka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno

(1995), bahwa komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen rasa

primer, akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau

penurunan intensitas rasa yang akan mempengaruhi penilaian konsumen.

7. Analisa Produk Terbaik

Analisa terhadap produk terbaik berupa bubuk instan campuran sari buah

terung pirus dan markisa yaitu pada perlakuan C dengan daya serap air 0,22 ml,

kadar padatan yang tidak larut dalam air 0,9127 %, kadar air 2,2273 %, kadar

vitamin C 6,0533 % dan uji organoleptik dengan skor untuk warna 4,08, aroma

2,96, rasa 3,76. Dari analisa produk terbaik maka dilanjutkan dengan analisa

terhadap kadar gula pada produk terbaik tersebut.

Kadar Gula

Tabel 13. Kadar Gula Sukrosa

Sampel Sukrosa (%) Rata-Rata (%)

C1.1 50,5065 50,7918

C1.2 50,9282

C1.3 50,9406

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa kadar gula sukrosa pada bubuk instan

campuran sari buah terung pirus dan markisa berkisar antara 50,5065 % – 50,9406

% (perlakuan C). Sedangkan berdasarkan standar mutu SNI serbuk minuman rasa

jeruk, jumlah gula sukrosa adalah 75 %. Hal ini menunjukkan bahwa dengan

penambahan gula sebanyak 30 % pada pembuatan bubuk instan campuran sari

buah terung pirus dan markisa menghasilkan jumlah sukrosa dibawah standar

mutu SNI serbuk minuman rasa jeruk.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis dapat mengambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan sari buah markisa berpengaruh nyata terhadap rendemen dan

kadar vitamin C dan tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air, kadar

padatan yang tidak larut dalam air, kadar air. Dimana penambahan markisa

semakin menaikkan rendemen dan menurunkan kadar vitamin C bubuk.

2. Bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang terbaik

adalah perlakuan C (50 % sari buah terung pirus dan 50 % sari buah markisa).

Dari hasil analisa organoleptik diperoleh skor nilai yaitu warna 4,08; aroma

2,96; dan rasa 3,76.

3. Produk terbaik yang diperoleh berdasarkan uji organoleptik dan uji kimia

yaitu pada perlakuan C dengan rendeman 68,5848 %, daya serap air 0,22 ml,

Page 13: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

13

kadar padatan yang tidak larut dalam air 0,9127 %, kadar air 2,2273 %, kadar

vitamin C 11,0929 mg/100 gr bahan dan rata-rata kadar gula yaitu 50,7918 %.

5.2. Saran

Berdasarkan pelitian yang telah dilakukan terhadap sari buah terung pirus

dan markisa, maka penulis menyarankan :

1. Penggunaan metode pengeringan lain pada pembuatan bubuk instan campuran

sari buah terung pirus dan markisa, contohnya dengan Spray Drying.

2. Untuk melakukan penelitian tentang pembuatan bubuk instan sari buah dengan

jenis buah yang berbeda.

3. Adanya fortivikasi dengan penambahan vitamin C.

4. Adanya penambahan persentase jumlah gula yang ditambahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Y dan Z. Zuki. 1981. Penuntun Praktikum Analisis Bahan Makanan.

Departemen Pertanian UNAND. Padang. Fakultas Pertanian Universitas

Andalas. 60 hal.

[Anonim]. 2002. Terung Belanda, Kembaran Tomat Yang Langka.

Harian Sinar Harapan Lampung. Rabu, 20 Februari 2002. Lampung.

http://www.terranet.or.id. [25 November 2005].

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung. Alumni. 106 hal.

Asfaruddin, H. Dahlan, Rini B. 2003. Rekayasa dan Introduksi Alat Pemisah

Biji dan Cairan Buah Markisa untuk Pembuatan Sirup. Jurnal

Teknologi Pertanian Andalas Vol. 8. 18-28 hal.

Biro Pusat Statistik. 1998. Kabupaten Solok dalam Angka. Kerjasama

BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Solok dengan Biro Pusat Statistik.

--------------------------. 1999. Kabupaten Solok dalam Angka. Kerjasama

BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Solok dengan Biro Pusat Statistik.

--------------------------. 2000. Kabupaten Solok dalam Angka. Kerjasama

BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Solok dengan Biro Pusat Statistik.

--------------------------. 2001. Kabupaten Solok dalam Angka. Kerjasama

BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Solok dengan Biro Pusat Statistik.

Buckle, KA, RA. Edward, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.

Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta. UI Press. 365 hal.

Buharman B., Y. Mala, dan E. Afdi. PERSPEKTIF PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS MARKISA DI KABUPATEN SOLOK, SUMATRA

BARAT. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol

7. No.1 : 54-68 hal.

Page 14: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

14

Deman, J.M. 1997. Kimia Makanan. Terj. Padmawinata. Bandung. Institut

Teknologi Bandung. 549 hal.

Kumalaningsih, S., Suprayogi dan B. Yudha. 2005. Membuat Makanan Siap

Saji. Surabaya. Trubus Agrisarana. 41 hal.

Mardhiah, S.Z. 1996. Pengaruh Pemberian Beberapa Bahan Pengawet Alami

Pada Nira Aren Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan.

[Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 48 hal.

Maulidarmi. 2004. Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanasan Bubur Buah

Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav Sendtner) Terhadap Mutu

Sirup yang Dihasilkan. [Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas

Andalas. 42 hal.

Muljohardjo, M. 1988. Tekonologi Pengawetan Pangan. Terj. dari Desrosier,

N.W. Jakarta. Universitas Indonesia Press. 614 hal.

Novitasari, R. 1999. Pengaruh Perbandingan Sari Buah Markisa Dengan Sari

Buah Terung Pirus yang Dihasilkan. [Skripsi]. Padang. Fakultas

Pertanian Universitas Andalas. 41 hal.

Pantastico, T.K., Chattopdyay dan H. Subramanya. 1986. Fisiologi Pasca Panen,

Pengaruh dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

161-190 hal.

Salim, S. 1993. Diskripsi Pengusahaan Markisa Di Kabupaten Solok,

Sumatra Barat. Jakarta. Direktorat Pengkajian Sistem Industri Primer

Deputi Bidang Analisis Sistem Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi. 17 hal.

Silvia, N. 2002. Perbaikan Proses dan Formula Pembuatan Sirup Campuran

Markisa dan Terung Pirus. [Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian

Universitas Andalas. 59 hal.

SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman.

SNI 01-3722-1995. Syarat Mutu Minuman Rasa Jeruk.

Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik. Jurusan Ilmu dan Teknologi

Pangan Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor. IPB. 120 hal.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk

Makanan dan Pertanian. Yogyakarta. Liberti. 138 hal.

Suryanto, R., S. Kumalaningsih dan T. Susanto. 2001. Pembuatan Bubuk Sari

Buah Sirsak (Annona muricata L) dari Bahan Baku Pasta dengan

Metode Foam-Mat Drying, Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi

Page 15: (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa · PDF filemarkisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C ... TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ... pengocokan dan pencampuran sebelum

15

Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://digilib.

Brawijaya.ac.id. Edisi 20 April 2001. [30 November 2005]. 25 hal.

Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.

Jakarta. PT. Gramedia. 89 hal.

Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka

Utama. 253 hal.

Zubaedah, E., J. Kusnadi dan I. Andriastuti. 2003. Pembuatan Laru Yoghurt

dengan Metode Foam-Mat Drying, Kajian Penambahan Busa Putih

Telur Terhadap Sifat Fisik dan Kimia. Jurnal Teknologi dan Industri

Pangan Vol XIV No. 3. 258-261 hal.