Curah hujan dan aliran limpasan

23
1 CURAH HUJAN DAN JUMLAH ALIRAN LIMPASAN HUJAN 1. PENDAHULUAN Aliran limpasan hujan adalah bagian dari hujan yang mengalir di atas permukaan tanah selama hujan dan sesaat sesudahnya. Secara lebih sederhana bisa diungkapkan bahwa prasarana drainase hujan itu menyalurkan limpasan yang tidak dikehendaki, ke suatu tempat pelimpahan terdekat yang dapat menerima, dalam waktu yang cukup sehingga tidak terjadi perusakan maupun hambatan yang berarti. Penentuan periode ulang dari hujan badai yang limpasannya akan dikendalikan, memerlukan suatu perimbangan ekonomis antara biaya bangunan dan biaya langsung dan tak langsung yang menyangkut kerugian yang mungkin terjadi pada kekayaan, serta kesukaran yang ditimbulkan, yang mengenai masyarakat umum selama beberapa tahun. Tidak adanya prasarana drainase jarang mengakibatkan terjadinya kematian tetapi biasanya merupakan penyebab kerusakan-kerusakan. Untuk memperkirakan jumlah limpasan air hujan, secara mudah dapat diingat bahwa seluruh aliran yang masuk jaringan penyalir itu merupakan aliran gaya berat. Aliran tersebut mengalir di atas permukaan tanah dengan berbagai karakteristik, seperti misalnya permukaan yang kasar, permukaan yang halus, lapisan kedap atau tak kedap, melalui berm atau selokan, dan masuk lubang berm ke saluran yang semakin lama semakin besar kapasitasnya. Pertimbangan juga diperlukan untuk menampung akibat meningkatnya urbanisasi dan berubahnya pendapat masyarakat mengenai drainase. Perencanaan sistem drainase yang mencakup seluruh wilayah itu merupakan hal yang penting. Upaya tersebut untuk mencegah pembangunan prasarana penyalir yang sepotong- sepotong, yang pada akhirnya tidak saling menunjang. Kebutuhan tersebut terutama terasa di daerah perkotaan. Kecepatan suatu limpasan hujan didalam saluran itu sulit menelitinya karena curahan hujan yang menyebabkan larian itu sangat beragam. Larian hujan itu adalah bagian hujan yang tidak hilang meresap kedalam tanah, atau tertinggal di lekukan permukaan ataupun yang tertinggal di permukaan dedaunan dan menguap. Kondisi permukaan dan bawah tanah,

description

Curah hujan dan aliran limpasan untuk drainase perkotaan

Transcript of Curah hujan dan aliran limpasan

Page 1: Curah hujan dan aliran limpasan

1

CURAH HUJAN DAN JUMLAH ALIRAN LIMPASAN HUJAN 1. PENDAHULUAN

Aliran limpasan hujan adalah bagian dari hujan yang mengalir di atas permukaan tanah selama hujan dan sesaat sesudahnya. Secara lebih sederhana bisa diungkapkan bahwa prasarana drainase hujan itu menyalurkan limpasan yang tidak dikehendaki, ke suatu tempat pelimpahan terdekat yang dapat menerima, dalam waktu yang cukup sehingga tidak terjadi perusakan maupun hambatan yang berarti. Penentuan periode ulang dari hujan badai yang limpasannya akan dikendalikan, memerlukan suatu perimbangan ekonomis antara biaya bangunan dan biaya langsung dan tak langsung yang menyangkut kerugian yang mungkin terjadi pada kekayaan, serta kesukaran yang ditimbulkan, yang mengenai masyarakat umum selama beberapa tahun. Tidak adanya prasarana drainase jarang mengakibatkan terjadinya kematian tetapi biasanya merupakan penyebab kerusakan-kerusakan. Untuk memperkirakan jumlah limpasan air hujan, secara mudah dapat diingat bahwa seluruh aliran yang masuk jaringan penyalir itu merupakan aliran gaya berat. Aliran tersebut mengalir di atas permukaan tanah dengan berbagai karakteristik, seperti misalnya permukaan yang kasar, permukaan yang halus, lapisan kedap atau tak kedap, melalui berm atau selokan, dan masuk lubang berm ke saluran yang semakin lama semakin besar kapasitasnya. Pertimbangan juga diperlukan untuk menampung akibat meningkatnya urbanisasi dan berubahnya pendapat masyarakat mengenai drainase. Perencanaan sistem drainase yang mencakup seluruh wilayah itu merupakan hal yang penting. Upaya tersebut untuk mencegah pembangunan prasarana penyalir yang sepotong-sepotong, yang pada akhirnya tidak saling menunjang. Kebutuhan tersebut terutama terasa di daerah perkotaan. Kecepatan suatu limpasan hujan didalam saluran itu sulit menelitinya karena curahan hujan yang menyebabkan larian itu sangat beragam. Larian hujan itu adalah bagian hujan yang tidak hilang meresap kedalam tanah, atau tertinggal di lekukan permukaan ataupun yang tertinggal di permukaan dedaunan dan menguap. Kondisi permukaan dan bawah tanah,

Page 2: Curah hujan dan aliran limpasan

2

banyak mempengaruhi kehilangan-kehilangan tersebut, baik yang disebabkan oleh kondisi alamiahnya maupun yang buatan. Dulu, banyak sekali rumus empiris yang digunakan, tetapi sebagian besar telah diabaikan meskipun ada yang cukup sederhana. Rumus empiris itu hanya akan menghasilkan hasil yang memuaskan sepanjang daerah dimana rumus tersebut diturunkan sama dengan kondisi daerah yang dipelajari, dan tidak memungkinkan pemakai menggunakan pertimbangan teknisnya terhadap perubahan komponen yang ada. Ada 2 langkah dasar untuk menanggulangi masalah. Pertama adalah menghitung limpasan dari hujan dengan menggunakan faktor pembanding. Kedua adalah memperkirakan sisa hujan setelah dikurangi resapan dan kehilangan oleh cegatan serta yang terhambat sementara dalam perjalanannya. Cara yang pertama telah lama digunakan didalam metode rasional, yang diperkenalkan tahun 1889. Cara yang kedua dipakai dalam cara yang menghendaki pendekatan yang lebih tepat, serta ekonomis. Cara manapun yang dipilih analisis yang pertama-tama harus dilakukan adalah analisis frekuensi (kekerapan) rencana peluang adalah kekerapan terjadi. Jadi, hujan badai berpeluang 20 % adalah R5, hujan yang sekali dalam 5 tahun disamai atau dilampaui atau 20 kali dalam 100 tahun disamai atau dilampaui. Dalam metode rasional, kekerapan limpasan hujan dianggap sama dengan kekerapan dari kelebatan rata-rata dari hujan harian dengan kekerapan yang sama. Dalam metode-metode lain yang dimaksud di dalam unit pembahasan ini, limpasan tersebut diturunkan berdasarkan atas kelebatan hujan yang diperkirakan mempunyai pola kelebatan yang tertentu. Meskipun pola yang diperkirakan tersebut tidak memberikan kekerapan masing-masing kelebatannya, namun berangkat dari pola tersebut dapat diturunkan sebaran kekerapan kelebatan hujan harian dengan kekerapan rencana.

2. PENAFSIRAN DATA HUJAN Data hujan biasanya dipresentasikan dalam milimeter, dan bisa berupa tabel, diagram atau grafik. Bacaan atas harga-harga tertentu pada data yang dipresentasikan tersebut akan menghasilkan suatu gambaran mengenai sifat-sifat curahan maupun curah hujannya. Sifat curahan hujan itu terutama ditentukan oleh durasi (duration) dan kelebatannya (intensity).

Page 3: Curah hujan dan aliran limpasan

3

Alat yang dipakai untuk mengukur curahan hujan adalah tabung gelas ukur (rain gauge) atau perekam (Automatic Rain Recorder atau Pluviometer). Rain gauge menghasilkan data disket, sedangkan pluviometer akan menghasilkan data yang berkesinambungan (pluviogratif). A. Durasi Curahan Hujan

Durasi curahan hujan atau disingkat durasi hujan itu adalah waktu selama hujan mencurah, dimulai dari saat curahan mulai sampai saat curahan berhenti. Durasi curahan itu bisa hanya beberapa menit, tetapi mungkin juga sampai beberapa hari. Oleh karena itu data rekaman dari suatu perekam hujan otomatik akan sangat berguna untuk mengetahui sebaran kelebatan hujan yang terjadi. Grafik yang sajikan oleh perekam hujan adalah suatu grafik akumulatif, sehingga menaiknya grafik mengisyaratkan bahwa curahan masih berjalan, sedangkan grafik yang mendaftar menandakan curahan sudah berhenti. Gambar 2.1 menggambarkan rekaman hujan dengan interval 10 menit.

Gambar 2.1. Akumulasi curah hujan 10 menitan

B. Kelebatan hujan Kelebatan hujan adalah besar hujan yang tercurah dalam satu satuan waktu. Pada umumnya curahan hujan dengan kelebatan yang kecil dapat berlangsung lama, sedangkan hujan badai, yang kelebatannya besar, berlangsung kurang dari satu hari. Kelebatan itu biasa dinyatakan dalam mm/jam.

Jam mm

6.10 0

6.20 6

6.30 19

6.40 22

6.50 13

7.00 5

65

Curahan hujan

dari jam 6.10

s.d 7.00

Page 4: Curah hujan dan aliran limpasan

4

Satu curahan hujan itu kelebatannya selalu berubah. Awal suatu curah hujan biasanya kelebatannya kecil, selang beberapa waktu kemudian kelebatan tersebut akan membesar dan akhirnya mengecil lagi ketika hujan akan berhenti. Apabila curahan hujan berlangsung lama, seringkali ditengah-tengah kelebatanya menurun untuk kemudian menaik lagi. Buaian kelebatan ini sering tidak hanya satu kali. Itulah sebabnya pola kelebatan suatu curah hujan sebaiknya tidak diturunkan dari data hujan harian, akan tetapi dari data rekaman hujan. Dengan demikian akan dipunyai suatu data yang berkesinambungan, dan dari data tersebut dapat diturunkan sebaran kelebatannya maupun kelebatan rata-ratanya. Sebagai contoh, sebaran kelebatan curah hujan pada grafik 2.1 dapat dibaca sebagai yang disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sebaran Kelebatan Curah Hujan Rekaman Sesuai Grafik 2.1

Jam Durasi (unit) Jumlah waktu (menit)

Tinggi CH (mm)

Kelebatan (mm/jam)

Hujan mm/jam

Tambahan 6.10 6.20 6.30 6.40 6.40 7.00

10 10 10 10 10

0 10 20 30 40 50

6 19 22 13 5

36 114 132 78 30

36 78 54 48 30

C. Curah Hujan Terukur (Point Rainfall) Yang dimaksud dengan curah hujan terukur adalah tinggi curah hujan di tempat penakar hujan dipasang, jadi merupakan curah hujan dari stasiun hujan.

(a) Curah hujan rata-rata terukur

Curah hujan rata-rata terukur adalah curah hujan rata-rata suatu stasiun hujan, dapat dalam bentuk harga rata-rata 1 harian, 5 harian, bulanan, tahunan dan sebagainya. Harga rata-rata dihitung dari data pengamatan yang tersedia. Jadi mungkin ada curah hujan rata-rata dari data hujan 10 tahun, 15 tahun atau dari data 25 tahun. Makin banyak data pengamatannya makin kecil kemungkinan kesalahannya jika dibandingkan dengan curah hujan rata-rata jangka panjang. Kalau data hujan meliputi pengamatan 30 tahunan atau lebih, maka harga rata-

Page 5: Curah hujan dan aliran limpasan

5

ratanya mendekati harga rata-rata jangka panjang. Kemungkinan kesalahannya hanya ±20. Melihat bahwa curah hujan bulanan rata-rata tersebut dihitung dari periode-periode yang berlainan dengan jumlah tahun yang beberapa pula, maka kemungkinan kesalahannya berbeda-beda yang berarti ketelitiannya juga berbeda.

(b) Curah hujan ekstrim terukur Curah hujan harian maksimun dipakai untuk menghitung banjir. Harga-harga tersebut diambil dari data hujan tahun-tahun yang akan dipelajari. Berapa besar curah hujan maksimum di suatu tempat? Jika yang dimaksud curah hujan maksimum yang pernah terjadi, persoalannya akan sangat mudah karena besaran tersebut bisa sekedar diambil dari data curah hujan terbesar. Masalahnya adalah besarnya kemungkinan akan terjadinya curah-curah hujan yang pernah terjadi. Untuk itu perlu dianalisa periode ulang atau peluang disamai atau dilampauinya curah hujan tertentu dan dipelajari apakah curah hujan tersebut sudah cukup besar atau terlalu kecil untuk perencanaan, bukan curah hujan maksimum yang pernah terjadi, akan tetapi curah hujan maksimum yang dapat diramalkan dari data yang tersedia.

3. VARIASI CURAH HUJAN

Seperti telah diketahui tinggi curah hujan di suatu tempat tidak sama dengan tinggi curah hujan di tempat lain, yang disebut variasi curah hujan menurut tempat. Di samping itu juga ada variasi curah hujan menurut waktu.

A. Variasi Curah Hujan Dalam Satu Hari Variasi curah hujan dalam satu hari dapat kita lihat dari perbedaan kelebatannya dari menit ke menit berikutnya ataupun jam ke jam berikutnya. Di Bogor terlihat suatu variasi yang teratur tiap hari, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.1. Variasi yang teratur selama hari hujan itu biasanya kita dapati di daerah lereng gunung dimana Bogor terletak menghadap ke laut. Perbedaan temperatur yang terjadi antara daratan Jakarta dan laut pada tengah hari menyebabkan angin yang mengandung banyak uap air bertiup ke arah Bogor. Sehingga hujan yang deras di

Page 6: Curah hujan dan aliran limpasan

6

daerah terebut hampir selalu terjadi lepas tengah hari. Jakarta, yang terletak dipinggir laut, tidak mempunyai distribusi hujan seperti Bogor, akan tetapi hampir merata sepanjang hari.

Radial : Hujan per jam Sebagai persentasi Dari distribusi merata

Gambar 3.1. Distribusi curah hujan harian pada bulan Januari dan

Februari di Bogor dan Jakarta.

B. Variasi Menurut Tempat

Suatu peta hujan menggambarkan variasi atau sebaran hujan menurut tempat. Sebagai contoh peta curah hujan DAS Citanduy yang menggambarkan variasi tinggi curahan hujan pada tanggal 6-7 November 1969. (Gambar 3.2)

1) Korelasi Antara Sifat-Sifat Curahan Hujan

Antara sifat-sifat curahan hujan seperti kelabatan dengan luas daerah dan durasi curahan ada hubungannya.

Page 7: Curah hujan dan aliran limpasan

7

Gambar 3.2 Peta Curah Hujan Tanggal 6-7 November 1969

2) Hubungan tinggi dan waktu atau durasi hujan

Di Indonesia sebagian besar data hujan adalah tinggi curah hujan harian. Padahal untuk perhitungan-perhitungan sering diperlukan data tinggi curah hujan dengan waktu atau durasi kurang atau lebih dari satu hari. Untuk perencanaan waduk dan polder misalnya, diperlukan data tinggi curah hujan untuk durasi t > sehari, untuk diperhitungkan pembuangan daerah-daerah kecil seperti lapangan terbang atau saluran jalan misalnya, diperlukan curah hujan dengan durasi t < sehari.

Atas usul Ministeri Van Gezondheid Oost Indonesia kepada LPMA, untuk daerah Indonesia Timur yang kering itu telah ditetapkan 3 (tiga) macam rumus untuk keperluan perencanaan untuk saluran-saluran pembuangan air hujan daerah perkotaan.

(a) Tinggi curah hujan untuk waktu hujan 1 – 10 hari

Rumus yang digunakan:

( ) 2066log362100

24

−+= tR

R

Dimana: t = Banyaknya hari hujan R = Tinggi curah hujan rencana

R24 = Curah hujan harian dalam mm

Page 8: Curah hujan dan aliran limpasan

8

Dari rumus tersebut dibuat Tabel T / II / 14

Tabel 3.1 Tabel T / II / 14 Banyaknya

Hari Hujan (t) 24

100

R

R

Banyaknya Hari Hujan (t)

24

100

R

R

1 1,5 2

2.5 3

3.5 4

4.5

100 111 121 130 130 148 156 164

5 5.6 6 7 8 9 10

171 178 185 197 209 220 230

Jika curah hujan harian diketahui R24 = 180 mm, maka curah hujan 4 hari misalnya dapat dihitung:

156100

24

4 =jamR

hrR ------- mmhrR 281156

100

1804 =×=

Page 9: Curah hujan dan aliran limpasan

9

(b) Tinggi curah hujan untuk durasi 24 jam

Tabel 3.2 Tinggi curah hujan untuk durasi 24 jam

Waktu hujan (t)

dalam jam 24

100

R

R

Waktu hujan (t)

dalam jam 24

100

R

R

Waktu hujan (t)

dalam jam 24

100

R

R

1.0 1.1 1.2 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 3.0

52.4 54.3 56.0 57.6 60.6 61.9 63.1 64.3 65.4 66.4 67.4 68.4 69.3 70.1 70.9 71.7 72.4 73.1 73.8 74.4

3.1 3.2 3.3 3.4 3.6 3.7 3.8 3.9 4.0 4.2 4.4 4.6 4.8 5.0 5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.5

75.0 75.6 76.2 76.8 77.3 77.8 78.3 79.2 79.7 80.5 81.3 82.1 82.8 83.4 84.0 84.6 85.2 85.7 86.2 87.4

7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

88.4 89.3 90.2 90.9 91.6 92.8 93.8 94.7 95.5 96.1 96.7 97.2 97.7 98.1 98.5 98.9 99.2 99.5 99.8 100.0

Rumus yang digunakan:

( )12,3

300.11100

24

2

+=

t

t

R

R

R dan R24 dalam mm, t dalam jam Jika diketahui curah hujan harian R24 = 240 mm, maka curah hujan 4 jam:

mmR 1917,79100

24024 =×=

Page 10: Curah hujan dan aliran limpasan

10

(c) Tinggi Curah Hujan untuk Durasi 0 – 1 jam

bR

RaR

+⋅=

24

24

Dimana a dan b adalah faktor-faktor yang tergantung durasi hujan seperti pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Tabel faktor-faktor yang tergantung durasi hujan Waktu hujan a b

1 menit 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit 35 menit 40 menit 45 menit 50 menit 55 menit 59 menit

5,85 29,1 73,8 138 228 351 524 774 1159 1811 3131 7119 39083

21,6 116 254 424 636 909 1272 1781 2544 3816 6360 13992 75048

Boerema mempunyai anggapan bahwa curah hujan maksimum di suatu tempat mempunyai pola sebaran tertentu. Data curah hujan Jakarta tahun 1879-1924 telah diolah, dan telah dibuat lengkung yang menggambarkan hubungan antara tinggi curah hujan dan waktu hujan. Lengkung tersebut memperlihatkan 4 bagian, yang tidak lain menggambarkan hubungan tinggi curah hujan dengan durasi atau waktu yang pendek yaitu antara 10-60 dan sedang yaitu antara 1-24 jam, yang panjang yaitu 1-30 hari dan yang panjang sekali antara 1-12 bulan, yang masing-masing mempunyai persamaan untuk menggambarkannya. Sebagai perbandingan digambar juga lengkung curah hujan maksimum dunia menurut Foster untuk 1 menit sampai 2 bulan.

Page 11: Curah hujan dan aliran limpasan

11

Page 12: Curah hujan dan aliran limpasan

12

Tanimoto telah melakukan studi lanjutan atas dasar hasil studi Boerema dan telah memperoleh sebaran curah hujan untuk pulau Jawa seperti pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Sebaran Curahan Hujan Sebesar 170 mm 230 mm, 350 mm dan 470 mm untuk Pulau Jawa.

Jam 170 mm 230 mm 350 mm 470 mm 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

87 28 18 11 8 6 6 4 2 - - - - - - - - - - - - - -

90 31 20 14 11 9 8 7 5 5 4 4 4 4 3 3 3 3 2 - - - -

96 36 26 20 16 14 13 12 10 10 9 9 9 9 8 8 7 7 7 7 7 6 4

101 42 31 25 22 20 19 18 15 15 14 14 14 14 12 11 13 13 13 11 11 11 10

3) Hubungan Tinggi dan Luas Daerah Hujan

Melchior telah menurunkan hubungan tinggi hujan dengan luas daerah hujan dari pengamatan curah hujan oleh overveldt ten Huisinya di Begalen Selatan pada tahun 1889. Rumus yang bentuknya:

1720396012,0

1970

1

+−−

F

hanya berlaku untuk hujan harian. Tinggi curah hujan digambarkan oleh faktor

β1, sehingga besarnya adalah β1 x R24 jam.

Page 13: Curah hujan dan aliran limpasan

13

4) Hubungan tinggi luas daerah dan durasi hujan

Untuk hujan dengan durasi kurang dari 24 jam masih ada suatu reduksi (β2) yang juga tergantung dari luas daerah hujan seperti tabel 3.5.

Tabel 3.5 Faktor reduksi β

F Harga 2 dalam % untuk berbagai waktu hujan

Ks2 1 2 3 4 5 6 8 10 12 16 20 24

0 10 50 300

44 37 29 20 12

64 57 45 33 23

80 70 57 43 32

89 80 66 52 42

92 82 70 57 50

92 84 74 61 54

93 87 79 69 66

94 90 83 77 74

95 91 88 85 83

96 95 94 93 92

98 97 96 95 94

100 100 100 100 100

Karena = β1 x β2, dan untuk curah hujan 24 jam β2 = 100, 1008 = 1 maka β = β1 Weduwen dan Haspers secara langsung memasukkan pengaruh waktu dan luas daerah ke dalam rumus faktor reduksinya:

Weduwen β Ft

t

9120

1

+++= (Nomogram 2 – 8)

Haspers 12

75,0

15

4,1007,31

12

⋅×+×++= F

t

tt

β

Untuk daerah Indonesia Timur diturunkan dari dara curah hujan daerah Sulawesi, yang dimasukkan oleh Ministerie Van Gezondheid oost Indonesia pada jaman Federal kepada Biro Hidrologi Departemen PUTL. Faktor reduksi tersebut juga tergantung durasi hujan. Dari pengamatan di daerah Sulawesi Selatan dengan luas F antara 0-3000 Ha dan waktu hujan antara 10-60 menit, telah didapatkan harga-harga untuk faktor reduksi seperti pada tabel 3.6, yang besarnya tergantung dari luas daerah maupun dari durasi hujan.

Page 14: Curah hujan dan aliran limpasan

14

Gambar 3.4 Nomogram Faktor Reduksi Raspers

Page 15: Curah hujan dan aliran limpasan

15

Tabel 3.6

Durasi Hujan t (menit) Luas daerah hujan F dalam Ha

0 500 1000 2000 3000 10 30 60

1 0,93 0,88 0,84 0,80 1 0,94 0,90 0,86 0,84 1 0,95 0,92 0,90 0,86

Rumus Empiris : β = 1 - 0,4 F t + 100 yang diturunkan dari durasi dan luas daerah hujan untuk daerah yang sama diselesaikan dan menjadi seperti pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Durasi Hujan t (menit) Luas daerah hujan F dalam Ha

0 500 1000 2000 3000 10 30 60

1 0,92 0,89 0,84 0,80 1 0,93 0,90 0,86 0,83 1 0,94 0,92 0,89 0,86

Terdapat sedikit perbedaan antara tabel 3.6 dan tabel 3.7, sehingga rumus tersebut dapat dipakai. Untuk memudahkan, dari rumus tersebut dibuat suatu tabel yang mendetail seperti pada tabel 3.8. Tabel tersebut dibuat untuk merencanakan saluran-saluran pembuang air hujan daerah pemukiman atau kota, yang menggunakan rumus Rasional yang Q = CiA, dimana i adalah kelebatan hujan selama waktu konsentrasi t yang pada umumnya lebih pendek dari 1 jam. Tabel-tabel tersebut didapat dari bagian Hidrologi lembaga penyelidikan masalah air di Bandung pada zaman federal.

Page 16: Curah hujan dan aliran limpasan

16

Tabel 3.8 Reduksi untuk Daerah Indonesia Timur Luas daerah

hujan f dalam ha

Untuk waktu hujan t dalam

5 mn 10 mn 15 mn 20 mn 30 mn 40 mn 50 mn 60 mn

0 50

100 150 200 300 400 500 600 700 800 900

1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000

1,000 0,973 0,962 0,953 0,946 0,934 0,924 0,915 0,907 0,899 0,892 0,886 0,880 0,874 0,868 0,863 0,857 0,852 0,848 0,843 0,838 0,834 0,930 0,825 0,821 0,817 0,813 0,809 0,806 0,802 0,798 0,795 0,791

1,000 0,974 0,964 0,955 0,949 0,937 0,927 0,919 0,911 0,904 0,897 0,891 0,885 0,879 0,874 0,869 0,864 0,859 0,855 0,850 0,846 0,842 0,837 0,833 0,829 0,826 0,822 0,818 0,815 0,811 0,808 0,804 0,801

1,000 0,975 0,965 0,957 0,951 0,940 0,930 0,922 0,915 0,908 0,902 0,896 0,890 0,885 0,880 0,875 0,870 0,865 0,861 0,857 0,852 0,848 0,844 0,841 0,837 0,833 0,830 0,826 0,823 0,819 0,816 0,813 0,810

1,000 0,976 0,976 0,959 0,953 0,942 0,933 0,925 0,918 0,912 0,906 0,900 0,895 0,889 0,885 0,880 0,875 0,871 0,867 0,863 0,859 0,855 0,851 0,847 0,844 0,840 0,837 0,833 0,830 0,827 0,824 0,821 0,817

1,000 0,978 0,969 0,962 0,956 0,947 0,938 0,931 0,925 0,919 0,913 0,908 0,903 0,898 0,893 0,889 0,885 0,881 0,877 0,873 0,869 0,866 0,862 0,859, 0,856 0,852 0,849 0,846 0,843 0,840 0,837 0,834 0,831

1,000 0,980 0,971 0,965 0,960 0,950 0,943 0,936 0,930 0,924 0,919 0,914 0,910 0,905 0,901 0,897 0,893 0,889 0,886 0,882 0,879 0,875 0,872 0,869 0,866 0,863 0,860 0,857 0,854 0,852 0,849 0,846 0,844

1,000 0,981 0,973 0,967 0,962 0,954 0,947 0,940 0,935 0,929 0,925 0,920 0,916 0,911 0,908 0,904 0,900 0,897 0,893 0,890 0,887 0,884 0,881 0,878 0,875 0,872 0,869 0,867 0,864 0,861 0,859 0,566 0,854

1,000 0,982 0,975 0,969 0,965 0,957 0,950 0,944 0,935 0,934 0,929 0,925 0,921 0,917 0,913 0,910 0,906 0,903 0,900 0,897 0,894 0,891 0,888 0,885 0,883 0,880 0,878 0,875 0,873 0,870 0,868 0,865 0,863

Page 17: Curah hujan dan aliran limpasan

17

5) Hubungan Kelebatan dan Durasi Hujan Makin deras hujan yang berarti makin tinggi kelebatannya, makin pendek curahannya. Hubungan kelebatan durasi hujan digambarkan dengan rumus-rumus berikut:

bt

ai

+= (5 menit < t < 2 jam)

dimana : i = kelebatan dalam mm/jam t = durasi dalam jam a = besarnya curah hujan dalam mm

b = koefisien yang tergantung keadaan setempat yang dinyatakan dalam jam

nt

ci = (t > 2 jam)

Dimana : c = kelebatan dalam mm/jam t = durasi dalam jam, n = koefisien tergantung tempat,

4. ANALISIS CURAH HUJAN A. Faktor Kelebatan Curah Hujan

Didalam perencanaan sistem drainase (penyaliran) besar frekuensi kelebatan hujan yang akan dikendalikan ditentukan sesuai dengan tingkat keamanan yang akan diberikan kepada daerah yang bersangkutan. Pengamanan tersebut sesuai dengan besar kerugian yang akan dicegah. Namun demikian, apabila jaringan penyalir yang akan dibuat tidak menyangkut nilai biaya yang besar, maka pertimbangan-pertimbangan teknis cukup didukung dengan pengalaman dan data kehandaian jaringan lain yang berada di daerah yang mempunyai karakteristik yang sama. Angka kekerapan yang biasa digunakan oleh konsultan adalah: 1) untuk saluran hujan di daerah perumahan, digunakan R2 sampai R15 dan biasanya

diambil R5 2) untuk daerah perdagangan dan wilayah mahal digunakan R10 sampai R50. Angka

persisnya tergantung pada pertimbangan ekonomi. 3) untuk pekerjaan pengendalian banjir, R50 atau lebih.

Page 18: Curah hujan dan aliran limpasan

18

Faktor-faktor lain yang menentukan besar kekerapan rencana antara lain: a. Memilih hujan dengan kelebatan yang lebih tinggi meskipun lebih jarang terjadi,

terutama untuk wilayah-wilayah yang pengendalian larian hujannya tidak akan mempengaruhi kondisi ekonominya di masa mendatang.

b. Memilih hujan dengan kelebatan yang lebih tinggi, meskipun lebih jarang terjadi, untuk perencanaan pembuangan air hujan yang yang disatukan dengan air limbah. Cara tersebut dilakukan terutama karena kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih besar apabila air melimpas keluar saluran.

c. Memilih hujan dengan kelebatan yang tinggi dan lebih jarang terjadi untuk perencanaan bangunan khusus, antara lain seperti pada sistem pemompaan penyaliran daerah by pass. Pertambangan tersebut dilandasi oleh kemungkinan rusaknya fasilitas jalan yang penting tersebut bila sampai terjadi banjir. Frekuensi rencana yang diambil biasanya R50 atau bahkan lebih, terutama apabila wilayah tadahannya kecil.

d. Mengambil hujan dengan kelebatan lebih rendah tetapi lebih sering terjadi, mengingat keterbatasan dana. Dengan demikian tingkat pengamanannya pun terbatas.

Nyatalah sekarang bahwa biaya pembuatan jaringan penyaliran itu tidak langsung berhubungan dengan pemilihan frekuensi rencana. Dari studi-studi terdahulu didapati bahwa perbedaan biaya pembangunan jaringan penyalir dengan frekuensi hujan rencananya yang 10 tahun sekali disamai atau lampaui hanya berbeda 6 sampai 11 % lebih besar dari sistem yang direncanakan dengan fekuensi 5 tahunan. Dan angka-angka tersebut juga tergantung pada kelerengan alur.

B. Beberapa Metode Untuk Menurunkan Lengkung IDF Inti dari penurunan lengkung IDF adalah: 1) Menurunkan kelebatan-kelebatan maksimum hujan untuk jujuh-jujuh tertentu (5

menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam � 2 jam) 2) Menentukan kekerapan kelebatan-kelebatan tersebut 3) Membuat lengkung hubungan antara kelebatan dan durasinya pada kekerapan

tertentu.

Page 19: Curah hujan dan aliran limpasan

19

Bentuk akhir dari lengkung yang diinginkan seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Lengkung IDF

Tabel 4.1 Curah Hujan Maksimum

No. Tahun 5’ 10’ 20’ 30’ 45’ 1 jam 2 jam 3 jam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1961 1962 1963 1964 1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973

10 15 22 9 8

11 14 13 12 20 25 24 21

15 20 30 11 17 15 18 25 19 35 45 34 22

25 26 37 15 27 28 29 40 32 50 60 44 24

35 32 48 17 37 39 41 55 40 67 70 54 31

60 40 62 20 50 67 57 70 51 75 80 74 37

75 42 80 25 70 76 83 89 60 93 97 82 50

90 45

100 30 80 91

105 109 65

107 110 87 67

95 48

110 40 90

100 115 121 75

125 124 94 70

b. Bila di-plot dalam kertas

log normal

a. Bila di-plot dalam

kertas grafik biasa

mm

hujan mm

hujan

menit menit

Page 20: Curah hujan dan aliran limpasan

20

Tabel 4.2 Frekuensi Curah Hujan Maksimum No. Urut (m)

F N+1 M

5’ 10’ 20’ 30’ 45’ 1 jam 2 jam 3 jam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

14 7

4.7 3.5 2.8 2.3 2

1.75 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1

25 24 22 21 20 15 14 13 12 11 10 9 8

45 35 34 30 25 22 20 19 18 17 15 15 11

60 50 44 40 37 32 29 28 27 26 25 24 15

70 67 55 54 48 41 40 39 37 35 32 31 17

80 75 74 70 67 62 60 57 51 50 40 37 20

97 93 89 83 82 80 76 75 70 60 50 42 25

110 109 107 105 100 91 90 87 80 67 65 5

30

125 124 121 115 110 100 95 94 90 75 70 48 40

Masalah yang sering dihadapi adalah bahwa sebaran hujan dalam waktu tersebut tidak dipunyai, karena hujan-hujan tersebut diamati melalui gelas pengukur. Hanya perekam hujan (ARP, pluviometer) yang bisa memberi data sebaran hujan dalam waktu, sebagaimana diketahui jumlah pluviometer di Indonesia itu amat terbatas. Cara yang akan diperkenalkan disini adalah cara di Indonesia, yang selama ini telah dilakukan dan cara yang dikenal di benua Australia. Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungan kelebatan – durasi – frekuensi hujan adalah data rekaman curah hujan. Panjang pengamatan, ketepatan pengukuran dan letak serta kerapatan stasiun pengamat akan sangat mempengaruhi ketangguhan data. Agar data yang didapat tersebut dapat diproses untuk menentukan besar lariannya, maka diperlukan berbagai prosedur statistika, sehingga suatu lengkung kelebatan hujan dengan berbagai frekuensi bisa didapatkan (IDF). Dari tabel 4.1 dan 4.2 dapat langsung kita ketahui hujan R14, R7, R2. untuk mendapatkan R5, R10 dan R25 dapat digunakan bantuan kertas grafik long normal. Apabila datanya kurang, maka dibuat suatu seri data partial, yakni dengan menetapkan suatu angka ambang, yang dianggap bisa mewakili angka kelebatan hujan badai. Angka yang didapatkan dengan cara ini biasanya adalah lebih kecil sehingga harus dikoreksi dengan suatu faktor koreksi. Secara empiris untuk Jakarta besar faktor koreksi tersebut digambarkan pada gambar 4.2.

Page 21: Curah hujan dan aliran limpasan

21

Gambar 4.2 Grafik faktor koreksi

Page 22: Curah hujan dan aliran limpasan

22

Gambar 4.3 Grafik Lengkung IDF (percontoh)

Analisis Seri Waktu Cara tersebut dapat dilakukan apabila datanya memang benar-benar mencakupi. Langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut: - Pertama-tama untuk setiap durasi hujan yang tertentu, kelebatan maksimum

tahunannya dicatat dan ditabulasikan. Setiap tahun hanya diwakili oleh satu data, meskipun mungkin dalam tahun tersebut ada curahan lain-lain yang lebih besar dari curahan maksimum yang terjadi pada tahun-tahun lainnya.

- Kemudian urutkan dan buat analisis frekuensinya - Susun durasi curahan menurut frekuensinya - Turunkan intensitas hujannya (dalam mm/jam) - Kemudian petakan dalam gambar dengan tujuh hujan sebagai axis dan kelebatan

sebagai ordinat

Menurunkan sebaran waktu dari hujan harian rencana Penurunan kelebatan suatu curah hujan ekstrem hanya dilakukan apabila rekaman dalam bentuk pluviograf tidak dipunyai. Metode yang biasanya digunakan di Indonesia adalah dengan melakukan analisis kekerapan pada curah hujan harian ekstrem untuk periode pengamatan yang panjang (15-20 th). Untuk curah hujan harian rencana yang didapat tersebut kemudian diturunkan sebaran kelebatannya dalam waktu. Misalnya untuk waktu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, 1 jam dan seterusnya. Cara menurunkannya, bisa dilakukan dengan metode empiris yang telah dibahas dalam bab 4 pada unit ini. Dari penelitian didapati bahwa hasil yang didapatkan melalui cara ini adalah lebih besar atau kurang tepat. Namun untuk kondisi tidak ada data, tidak ada pilihan lain.

Page 23: Curah hujan dan aliran limpasan

23

Cara ini mengasumsikan, bahwa kelebatan hujan untuk durasi yang pendek itu kekerapan terjadinya adalah sama dengan kekerapan terjadi dari hujan maximum harian yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, bahwa hujan maksimum harian dengan kekerapan terjadi yang tertentu itu sendiri dari hujan-hujan berdurasi pendek dengan kekerapan terjadi yang sama.

Cara-cara lainnya Untuk mendapatkan IDF yang tepat, dan konsisten dalam sebaran waktu dan tempatnya, di Australia di tempuh beberapa cara. Data maximum tahunan dari hujan berdurasi 5 menit sampai 72 jam dianalisis kekerapannya dengan menggunakan sebaran peluang log Person Type III, dengan angka skew yang cukup kecil, yakni 0,8. Disebabkan oleh terbatasnya data rekaman pengukur hujan otomatis, maka digunakan berbagai teknik regresi untuk memperkirakan kelebatan hujan-hujan berdurasi pendek.

5. PENDEKATAN YANG DILAKUKAN

Agar pendekatan bisa menyeluruh, namun sederhana, ada 3 cara pendekatan yang diusulkan. Pemilihan cara mana yang akan dipakai, tergantung pada persyaratan mengenai data. Cara-cara tersebut adalah: o Prosedur persamaan aljabar o Prosedur grafis o Teknik komputerasi

Prosedur aljabar dan grafis mencakupi 8 langkah untuk mendapatkan lengkung IDF untuk sembarang lokasi, dengan jalan menggunakan data masukan dari peta kekerapan curah hujan yang detail. Untuk mendapatkan lengkung IDF yang sesuai dengan kondisi topografi, dan yang sebarannya dalam waktu dan ruang adalah konsisten, maka diperlukan pekerjaan-pekerjaan yang sangat banyak, yang mencakupi penelitian dan pengembangan.

Untuk mempelajari riset apa saja yang diperlukan, dipersilahkan membaca:

Rp. Canterford, et. Al 1987, Desigintensity – Frequency – duratin Rainfall, chapter II.