CSS Kortikosteroid Topikal

12
KORTIKOSTEROID TOPIKAL Oleh : Retno Jayantri Ketaren ( C11050059 ) Aji Soko Santoso (ADAPTASI) Preceptor : Inne Arline Diana, dr., SpKK (K) BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN

description

kulit dan kelamin

Transcript of CSS Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid Topikal

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Oleh :

Retno Jayantri Ketaren ( C11050059 )

Aji Soko Santoso (ADAPTASI)

Preceptor :

Inne Arline Diana, dr., SpKK (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2006

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

I. Pendahuluan

Hormon kortikosteroid yang alami dihasilkan dan dilepaskan oleh korteks adrenal. Korteks adrenal dibagi dalam 3 zona yang mensintesis berbagai steroid. Bagian luar yaitu zona glomerulosa menghasilkan mineralokortikosteroid, seperti aldosteron yang bertanggungjawab dalam pengaturan metabolisme garam dan air. Bagian tengah, zona fasikulata mensintesis glukokortikosteroid dan bagian dalam zona retikularis yang mensekresikan androgen adrenal, seperti dehidroepiandrosteron. Sekresi kortikosteroid diregulasi oleh hormon hipotalamus yaitu CRH (Corticotropin Releasing Hormone). CRH kemudian akan memberi sinyal kepada hipofisis anterior untuk mengeluarkan ACTH. ACTH ini akan merangsang sel fasikulata pada koterks adrenal untuk mengeluarkan kortisol.

Baik hormon kortikosteroid alami maupun sintetik digunakan untuk diagnosis dan pengobatan gangguan fungsi adrenal. Kortikosteroid berasal dari bahan dasar kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Fungsinya menjaga homeostasis tubuh dengan mengatur aktivitas enzim dalam tubuh. Reseptor kortikosteroid ditemukan pada berbagai jenis sel seperti limfosit, monosit/makrofag, osteoblas, sel hati, otot, lemak dan fibroblas. Hal ini menerangkan mengapa kortikosteroid memberikan efek biologis terhadap begitu banyak sel.

Penggunaan kortikosteroid topikal pertama kali diperkenalkan oleh Sulzberger dan Witten pada tahun 1952 dengan menggunakan hidrokortison. Sejak itu kortikosteroid topikal adalah obat yang paling umum diberikan dalam obat dermatologik.

II. Farmakologi

Kortisol dapat dimodifikasi dengan menambahkan/merubah gugus fungsional pada suatu posisi. Menambahkan fluorin pada posisi 6 dan 9 akan meningkatkan potensi steroid, juga mineralkortikoid. Menambahkan (-hidroksil (triamkinolone), (-metil (deksametason) dan (-metil (betametson) meningkatkan efisiensi senyawa tanpa menaikkan properti penyimpanan sodium.

Potensi klinikal kortikosteroid tergantung tidak hanya dari potensi molekul, tetapi juga dari vehikulum dan sifat kulit yang dipakaikan. Vehikulum adalah sangat penting, karena mempengaruhi kuantitas steroid yang diberikan pada waktu tertentu. Sebagai contoh, salep meningkatkan efek kortikosteroid karena menaikkan hidrasi dan permeabilitas pada stratum korneum. Propilene glikol adalah vehikulum pelarut yang sering dipakai, sebab senyawa yang mengandung proplilene glikol akan lebih poten.

Perawatan kulit sebelum pemberian kortikosteroid juga mempengaruhi penyerapan ke dalam kulit; penggunaan zat keratolitik/pelarut lemak seperti aseton akan meningkatkan penetrasi ke dalam kulit.

Sesuai dengan potensinya, kortikosteroid dibagi menjadi 7 kelas:

1. Kelas I (super potent)

Krim Temovate 0.05% (klobetasol propionate)

Salep Temovate 0.05%

Krim Diprolene 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)

Salep Diprolene 0.05%(betametason dipropionat) (vehikulum optimal)

Salep Psorcon 0.05% (diflorason diasetat)

Krim Ultravate 0.05% (halobetasol propionat)

2. Kelas II (potent)

Salep Cyclocort 0.1% (amkinonide)

Krim Diprolene AF 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)

Salep Diprosone 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)

Salep Florone 0.05% (diflorason diasetat)

Salep Elocon 0.1% (mometason furoate)

Krim Halog 0.1% (halkinonide)

Krim Lidex 0.05% (flukinonide)

Gel Lidex 0.05% (flukinonide)

Salep Lidex 0.05%(flukinonide)

Salep Maxiflor 0.05% (diflorason diasetat)

Krim Topicort 0.25% (deksometason)

Gel Topicort 0.05% (deksometason)

Salep Topicort 0.25%(deksometason)

3. Kelas III

Salep Aricocort 0.1% (triamkinolone asetonide)

Salep Cutivate 0.005% (flutikason propionat)

Krim Cyclocort 0.1% (amkinonide)

Lotion Cyclocort 0.1% (amkinonide)

Krim Diprosone 0.05% (betametason dipropionat)

Krim Florone 0.05 (diflorason diasetat)

Krim Lidex A 0.05% (flukinonide)

Krim Maxiflor 0.05%(diflorason diasetat)

Salep Valisone 0.1% (diflorason diasetat)

4. Kelas IV (setengah potensi)

Salep Cordran 0.05% (flurandrenolide)

Krim Elocon 0.1% (mometason furoat)

Krim Kenalog 0.1% (triamkinolone asetonide)

Foam/Busa Luxiq 0.12% (betametason valerat)

Salep Synalar 0.025% (fluorokinolon asetonide)

Salep Westcort 0.2% (hidrokortison valerat)

5. Kelas V

Krim Cordran 0.05% (flurandrenolide)

Lotion Cordran 0.05% (flurandrenolide)

Krim Cutivate 0.05%(flutikason proprionat)

Lotion Diprosone 0.05% (betametason diproprionat)

Lotion Kenalog 0.1% (triamkinolone asetonide)

Krim Locoid 0.1% (hidrokortison butirat)

Krim Synalar 0.025% (fluokinolon asetonide)

Krim Valisone 0.1 (betametason valerat)

Krim Westcort 0.2% (hidrokortison valerat)

6. Kelas VI (sedang)

Krim Aclovate 0.05% (aklometason dipropionat)

Salep Aclovate 0.05% (aklometason dipropionat)

Krim Aristocort 0.1% (triamkinolon asetonide)

Krim DesOwen 0.05% (desonide)

Krim Synalar 0.01% (fluokinolon asetonide)

Solusi Synalar 0.01% (fluokinolon asetonide)

Krim Tridesilon 0.05% (desonide)

Lotion Valisone 0.1% (betametason valerat)

7. Kelas VII

Topikal dengan hidrokortison.

Deksametason, flumetson, prenisolon dan metilprednisolon

III. Kegunaan KlinisEfektivitas kortikosteroid terkait pada 4 fungsi yang dimilikinya, yaitu:

Vasokonstriksi : menyebabkan konstriksi pada pembuluh kapiler di lapisan dermis, sehingga mengurangi eritem.

Antiproliferasi : menghambat sintesa DNA dan mitosis

Imunosupresi : mensupresi sitokin, .jumlah sel mast, imunitas humoral menghambat kemotaksis neutrofil.dan menyebabkan ekspansi jumlah sel B berkurang

Anti-inflamasi : menghambat pembentukan prostaglandin dan fosfolipase A2 sehingga asam arakidonat tidak terbentuk, juga menghambat proses fagositosis dan stabilisasi membran lisosom pada sel fagosit.

Yang perlu diperhatikan dalam memberi kortikosteroid topikal untuk mengobati kelainan kulit adalah respons penyakit pada steroid, yakni sebagai berikut :

Respons tinggiRespons sedang Respons lemah

-Psoriasis ( intertrignous)

-Dermatitis atopik (anak-anak)

-Dermatitis seboroik Intertrigo

Diberikan :

Kortikosteroid dengan potensi rendah-Psoriasis (tubuh)

-Dermatitis atopik (dewasa)

-Dermatitis numular

Dermatitis iritan primer

-Urtikaria papular

-Parapsoriasis

-Liken simpleks kronikus

Diberikan :

Kortikosteroid dengan potensi sedang-Palmoplantar psoriasis

-Psoriasis pada kuku

-Eksema dishidrotik

-Lupus eritematosus

Pempigus

-Liken planus

-Granuloma anular

-Nekrobiosis lipoidica diabetikorum

-Sarkoidosis

-Dermatitis kontak alergik, fase akut

Gigitan serangga

Diberikan :

Kortikosteroid dengan potensi kuat

Lokasi dimana steroid diberikan juga menentukan efektivitas kortikosteroid topikal, sebagai contoh: penetrasi kortikosteroid topikal pada kelopak mata dan skrotum 4 x lebih kuat daripada melalui pelipis dan 36x lebih kuat daripada melalui telapak tangan ataupun kaki. Kulit dengan denudasi, meradang dan lembab juga akan meningkatkan penetrasi.

Absorbsi kortikosteroid topikal oleh kulit adalah sebagai berikut :

Lengan 1%

Ketiak 4%

Muka 7%

Genitalia dan kelopak mata 30%

Telapak tangan 0,1%

Telapak kaki 0,05%

a. Kegunaan bagi pediatrik

Kortikosteroid topikal sangat efektif dan memiliki sedikit efek samping bila sediaan dengan potensi rendah digunakan dalam waktu singkat pada penderita anak-anak.

Namun, bayi di bawah umur 1 tahun sangat rentan terhadap efek samping yang disebabkan oleh kortikosteroid, karena:

Memiliki rasio yang lebih besar antara permukaan kulit dengan berat tubuh

Kurangnya metabolisme terhadap kortikosteroid

Kulit yang tipis, sehingga mengakibatkan penetrasi obat meningkat

Absorpsi kortikosteroid topikal yang berlebih dapat menekan produksi kortisol normal dalam tubuh. Bila agen kortikosteroid topikal harus diberikan, maka pemberiannya haruslah dapat dimonitor dengan teliti.

b. Kegunaan bagi geriatrik

Secara umum, hampir serupa dengan anak-anak. Sangat memerlukan penanganan dan monitor yang tepat.

c. Pada Wanita yang Mengandung dan Menyusui:

Penggunaan kortikosteroid topikal belum pernah mengakibatkan kelainan janin, namun harus tetap diwaspadai. Harus digunakan dengan hati-hati pada ibu menyusui dan tidak diperbolehkan mengoleskan kortikosteroid pada buah dada sebelum menyusui.

IV. Dosis dan FormulasiPenggunaan kortikosteroid 2 kali sehari biasa dicantumkan pada semua agen kortikosteroid topikal , walau tidak ada bukti ilmiah yang mendukung. Untuk mengurangi resiko dari efek samping dan takifilaksis, pemakaian dengan waktu jeda yang panjang amat disarankan kepada pasien. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.

Kortikosteroid topikal bisa diberikan dalam segala bentuk vehikulum. Salep (campuran minyak/lemak dan petrolatum yang tidak dapat larut dalam air) merupakan preparasi terbaik dalam menangani kondisi pada area yang berkulit tebal seperti telapak tangan atau kaki. Salep mampu melembabkan stratum korneum sehingga meningkatkan penetrasi dan potensi kortikosteroid. Satu-satunya keluhan adalah rasa berminyak pada area yang dioleskan.

Krim (W/O) lebih mudah dioleskan, cocok secara kosmetik dibandingkan salep. Namun vehikulum ini mengandung zat emulsif dan preservatif yang mungkin memicu reaksi alergi.

Lotion (O/W) bermanfaat seperti krim karena melarutkan kortikosteroid dan menyebar lebih mudah pada kulit. Cairan terdiri dari air, alkohol dan propilene glikol. Gel adalah komponen padat pada suhu ruangan ,tetapi larut begitu dioleskan pada kulit. Lotion, cairan dan gel kurang dapat menembus kulit, tetapi dapat dipakai pada area yang berambut seperti kulit kepala, walaupun penderita akan mengeluhkan minyak pada kepala. Semprotan yang mengandung steroid adalah cara mudah, tetapi kurang efisien sehingga jarang digunakan.

Busa/foam adalah vehikulum terbaru yang sangat efisien, terpilih untuk digunakan dalam kosmetik dan dapat ditoleransi dengan baik. Bila dioleskan pada kulit, suhu tubuh akan memecahkan struktur busa dan membawa bahan aktif ke dalam kulit dengan residu yang sedikit.

V. Efek Samping

1. Striae dan atrofi kulit : biasanya terjadi karena penggunaan yang lama (3-4 minggu). Terjadi pada daerah aksila atau inguinal dan bersifat reversibel.

2. Steroid akne

3. Dermatitis perioral dan periocular : biasanya akan membaik dengan menghentikan pemakaian

4. Retardasi pertumbuhan dan Iatrogenic Cushings syndrome: terjadi akibat supresi aksis pituitari - adrenal5. Dermatitis kontak alergi atau iritan6. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi7. Teleangiektasia8. HipertrikosisVI. Interaksi Obat

Interaksi obat kortikosteroid topkal hanya sedikit yang diketahui, oleh karenanya pemakaian obat ini sering dicampur dengan obat topikal lainnya seperti anti jamur dan antibiotik untuk membentuk produk kombinasi baru. Namun, pembuatan produk kombinasi yang baru ini tidak disarankan, bahkan ditolak oleh FDA karena para produsen tidak mampu memberikan bukti adanya efektivitas dari masing-masing komponen.