CRS Cedera Kepala

36
Referat Cedera Kepala Disusun oleh : Bramtama Sukma Mulia 04120159 Prima Yosi 04120099 Preseptor : Dr. Wirsma Arif, Sp.B. (K) Onk. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Transcript of CRS Cedera Kepala

Page 1: CRS Cedera Kepala

Referat

Cedera Kepala

Disusun oleh :

Bramtama Sukma Mulia 04120159

Prima Yosi 04120099

Preseptor :

Dr. Wirsma Arif, Sp.B. (K) Onk.

Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Padang

2008

Page 2: CRS Cedera Kepala

CEDERA KEPALA

(HEAD INJURY)

A.Definisi

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung

atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan

tengkorak dan otak.

B.Etiologi dan Epidemiologi

Cedera kepala merupakan penyebab yang sering menimbulkan

morbiditas maupun mortalitas. Sekitar 80% penderita cedera yang

datang keruang emergensi selalu disertai dengan cedera kepala.

Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan

lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan

penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari

ketinggian, tertimpa benda (misalnya ranting pohon, kayu, dsb),

olahraga, korban kekerasan (misalnya senjata api, golok, parang,

batang kayu, palu,dsb), dan lain-lain.

C.Anatomi dan Fisiologi

1. Kulit Kepala (SCALP)

a) S : Skin atau kulit

Sifatnya tebal dan mengandung banyak kelenjar keringat

b) C : Connective Tissue atau jaringan penyambung/subkutis

Merupakan jaringan ikat lemak yang memlki septa septa yang

kaya akan pembuluh darah terutama diatas galea. Pembuluh

darah tersebut merupakan anastomosis antara arteri karotis

interna dan eksterna. Serabut saraf sensorik kulit kepala

terdaat dilapisan S dan C, oleh karena itu anestesi infiltrasi

ditujukan pada daerah ini.

c) A : Aponeurosis atau galea aponeurotika)

Lapisan ini merupakan lapisan terkuat, berupa fasia yang

melekat pada tiga otot yaitu :

Page 3: CRS Cedera Kepala

1. Ke anterior : m. Frontalis

2. Ke posterior : m. Occipitalis

3. Ke lateral : m. temporoparietalis

d) L : Loose Areolar tissue (jaringan areolar longgar)

Lapisan ini mengandung vena emissary yang merupakan vena

tanpa katup (valveless vein) yang menghubungkan SCALP,

vena diploica, dan sinus vena intrakranial. Hematoma yang

terjdi pada lapisan ini disebut subgaleal hematom yang

merupakan jenis hematom yang paling sering ditemukan

setelah cedera kepala, terutama pada anak-anak. Jangan

melakukan aspirasi terhadap hematom ini karena risiko tingi

infeksi kecuali terjadi subgaleal hematom masif yang harus

dilakukan aspirasi dan balut tekan untuk mencegah

penumpukan kembali cairan pada subgaleal. Sebab jika

terjadi infeksi pada daerah ini, akan mudah menyebar ke

intrakranial.

e) P : Perikranium (periosteum yang melapisi tulang tengkorak)

Lapisan ini melekat erat terutama pada sutura yang

menghubungkannya dengan endosteum (lapisan permukaan

dalam tulang tengkorak). Hematom diantara lapisan

periosteum dan tulang tengkorak disebut cephal hematoma

(subperiosteal hematoma). Hematom ini terutama terjadi pada

neonatus yang disebabkan oleh pergesekan dan perubahan

bentuk tulang tengkorak saat di jalan lahir atau terjadi setelah

fraktur tulang tengkorak.

2. Tulang Tengkorak

a) Kubah (kalvaria), khususnya di regio temporal adalah tipis,

namun dilapisi oleh otot temporalis.

b) Basis kranii, berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai

bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan

deselerasi.

Page 4: CRS Cedera Kepala

c) Rongga tengkorak dasar

Fosa anterior : lobus frontalis

Fosa media : lobus temporalis

Fosa posterior : ruang bagi bagian bawah batang otak dan

serebelum

3. Meningen

Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan :

a) Duramater

Merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat

fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari

kranium. Pada beberapa tempat tertentu, duramater

membelah menjadi 2 lapis membentuk sinus venosus besar

yang mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus

sigmoideus (dominan di sebelah kanan). Arteri-arteri

meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam

dari kranium (ruang epidural). Yang paling sering mengalami

cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada

fossa temporalis (fossa media).

b) Arachnoid

Merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Cairan

serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub arachnoid.

c) Piamater

Merupakan lapisan yang melekat erat pada korteks serebri.

4. Otak

a) Serebrum

Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri, yang dipisahkan oleh

falks serebri, yaitu lipatan durameter dari sisi inferior sinus

sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat

bicara manusia yang bekerja dengan tangan kanan, dan juga

pada lebih dari 85 % orang kidal. Hemisfer otak yang

Page 5: CRS Cedera Kepala

mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer

dominan.

Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik,

dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara

(area bicara motorik). Lobus parietal berhubungan dengan

fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur

fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab

dalam proses penglihatan.

b) Serebelum

Bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan

keseimbangan, terletak dalam fossa posterior, berhubungan

medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer

serebri.

c) Batang Otak

Terdiri atas mesensefalon (midbrain), pons, dan medula

oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem

aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan

kewaspadaan. Pada medua oblongata terdapat pusat

kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medula

spinalis.

Page 6: CRS Cedera Kepala

Komponen otak yang mempengaruhi Tekanan Intrakranial

1. Cairan Serebro Spinal (CSS)

CSS dihasilkan oleh plleksus khoroideus di atap ventrikel dengan

kecepatan produksi ± 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel

lateral melalui foramen Monro menuju ventrikel III, akuaduktus

dari Sylvius menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari

sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subarachnoid yang

berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan

direabsorpsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arachnoid

yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam

CSS akan menyumbat granulasio arachnoid sehingga

mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan TIK

(hidrosefalus komunikans paska trauma).

2. Tekanan Intrakranial

Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat

menyebabkan kenaikan Tekanan Intra Kranial (TIK; n=10

mmHg), keadaan ini akan menurunkan perfusi otak dan

menyebabkan atau memperberat iskemia.

3. Aliran Darah ke Otak (ADO)

Normalnya antara 50-55 mL/100 gr jaringan otak/menit.

Cedera otak berat sampai koma dapat menurunkan 50 % ADO

dalam 12 jam pertama sejak trauma. ADO biasanya akan

meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang

Page 7: CRS Cedera Kepala

tetap koma, ADO di bawah normal sampai beberapa hari/minggu

kemudian. ADO yang rendah tidak dapat mencukupi kebutuhan

metabolisme otak segera setelah trauma, sehingga

mengakibatkan iskemi otak (fokal/difus).

Doktrin Monro-Kellie

Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan

karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang rigid.

Segera setelah trauma, massa (gumpalan darah) dapat terus bertambah

sementara TIK masih dalam batas normal. Saat pengaliran CSS dan darah

intravaskuer mencapai titik dekompensasi, TIK akan cepat meningkat.

D.Klasifikasi dan Patofisiologi Cedera Kepala

1. Berdasarkan Mekanisme

a) Cedera tumpul : biasanya berkaitan dengan kecelakaan

kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.

b) Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.

2. Berdasarkan Berat

a) Cedera ringan : penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15).

Page 8: CRS Cedera Kepala

b) Cedera sedang : penderita biasanya tampak kebingungan

atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah

(GCS 9-13).

c) Cedera berat : penderita tidak mampu melakukan perintah

sederhana karena kesadaran yang menurun (GCS 3-8).

3. Berdasarkan Morfologi

a) Fraktur Kranium

Adanya tanda-tanda, seperti : ekimosis periorbital (raccon eyes

sign), ekimosis retroeurikuler (battle sign), kebocoran CSS

(rhinorrhea, otorrhea), paresis N VII, dan kehilangan

pendengaran yang dapat timbul segera atau beberapa hari

posttrauma.

Page 9: CRS Cedera Kepala

Klasifikasinya :

1) Kalvaria

a. Fraktur linear (garis)

Merupakan garis fraktur tunggal pada tulang tengkorak

yang meliputi seluruh ketebalan tulang. Bila fraktur linear

melibatkan rongga udara perinasal maka ada kemungkinan

untuk timbulnya rinorea atau otau otorea LCS.

b. Fraktur Diastase

Adalah fraktur yang terjai pada sutura sehingga terjadi

pemisahan sutura kranial. Sering terjadi pada anak

dibawah usia 3 tahun.

c. Fraktur communited

Fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur

d. Fraktur Depressed

Adalah fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih

tepi fraktur tergeer dibawah tingkat dari tabula interna

tulang tengkorak utuh sekelilingnya. Fraktur jenis ini

terjadi bila energi benturan relatif besar terhadap area

benturan yang relatif kecil, misalnya benturan oleh kayu,

batu, pipa besi, martil. Pada gambaran radiologis akan

Page 10: CRS Cedera Kepala

terlihat suatu area ‘double density’ lebih radio opaq karena

ada bagian tulang yang tumpang tindih.

2) Basilar

Yaitu fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk

dasar tengkorak.

Jenisnya :

a. Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior

Bagian posteriornya dibatasi oleh os. Sphenoid,

prosessus clinoidalis anterior dan jugum sphenoidalis

Manifestasi klinisnya :

Ekimosis periorbita bisa bilateral dan disebut brill

hematoma atau racoon eyes,anosmia jika cedera

melibatkan N. Olfctorius, Rhinorea.

b. Fraktur basis cranii Foss Media

Bagian anteriornya langsung berbatasan dengan

fossa anterior sedangkan bagian posteriornya

dibatasi oleh yamida os petrosus, os tempoalis,

prosesus clinoidalis posterior dan dorsum sella.

Manifestasi klinisnya : ecchimosis pada mastoid

(battle’s sign), otorrhea, hemotympanum (bila

membran tympaninya robek), kelumpuhan N.VII dan

N. VIII (hal ni terutama terjadijika garis frakturnya

transversal terhadap aksis pyramida petrosus).

Carotid-cavernosusfistula (CCF) yang ditandai dengan

chymosis, sakit kepala, adanya bruit, exophtalmus

yang berdenyut.

c. Fraktur Basis Cranii Fossa posterior

Merupakan dasar ari kompartment infratentorial.

Sering tidak disertai gejala dan tanda yang jelas,

tetapi dapat segera menyebabkan kematian karena

penekanan terhadap batang otak. Kadang-kadang

terdapat battle’s sign

Page 11: CRS Cedera Kepala

Lesi Intrakranial

1) Fokal

Merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu

dari otak, bergantung pada mekanisme cedera yang terjadi.

a. Epidural Hematom (EDH)

Relatif jarang (± 0,5 %) dari semua cedera otak dan 9 % dari

penderita yang mengalami koma. EDH terletak di luar dura tetapi di

dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau

menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau

temporoparietal yang dan biasanya disebabkan oleh robeknya a.

Meningea media akibat fraktur tulang tengkorak. A. Meningea

media ini masuk dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan

jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os

temporale. Pada fase awal biasanya penderita tidak menunjukkan

gejala dan tanda. Baru setelah hematom bertambah besar akan

terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial.

Page 12: CRS Cedera Kepala

Penderita akan mengalami sakit kepala, mual dan muntah diikuti

dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting

adalah pupil anisokor, bahkan pelebaran pupil unilateral akan

mencapai maksimal dan reaksi cahaya akan menjadi negatif. Pada

tahap akhir, kesadaran akan menurun sampai koma dalam, pupil

kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua

pupil tidak menunjkkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda

kematian. Ciri khas hematom epidural murni adalah adanya lucid

interval. Tapi jika disertai cedera pada otak, lucid interval tidak akan

terlihat. Lucid interval adalah hilangya kesadaran pada awal

trauma, kemudian pasien sadar lagi (tenang) dan disusul dgn koma.

EDH ini merupakan emergensi bedah saraf. Terapinya hanya

dengan operasi.

Page 13: CRS Cedera Kepala

b. Subdural

Hematom ini disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan

robeknya vena didalam ruang arachnoid (vena-vena kecil di

permukaan korteks serebri). Pembesaran hematom akibat robeknya

vena memerlukan waktu yang lama. Lebih sering terjadi (30 %

cedera kepala berat) akibat robeknya. Biasanya perdarahan

menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Hemtom subdural

dibagi menjadi hematom subdural akut bila gejala timbul pada hari

pertama sampai hari ketiga, subakut bila timbul antara hari ketiga

hingga minggu ketiga, dan kronik bila timbul sesudah minggu

ketiga. Hematom subdural akut dan kronik memberikan gambaran

klinis suatu proses desak ruang (space occupying lession)

yangprogresif sehingga tidak jarang diangap sebagai neoplasma

atau demensia. Penanggulangannya terdiri atas trepanasi dan

evekuasi hematom. Biasanya kerusakan otak di bawahnya lebih

berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dari EDH.

c. Kontusio dan Hematom Intraserebral (ICH)

Hematom Intraserebral Adalah hematom yang terbentk pada

jaringan otak (parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan

pembuluh darah. Terutama melibatkan lobus frotal dan temporal

(80-90%) tetapi juga dapat melibatkan korpus callosum, batang

otak, dan ganglia basalis. Gejala dan tanda tergantung ukuran dan

Page 14: CRS Cedera Kepala

lokasi hematom. Pada CT-Scan terlihat gambaran hiperdens yang

homogen dan berbatas tegas. Disekitar lesi akan disertai edem

perifokal. Jika hematom tersebut berdiameter kurang dari 2/3

diameter lesi,maka keadaan tersebut kontusio. Kontusio ini terjadi

(20-30% dari cedera otak berat) dan sebagian besar terjadi di lobus

frontal dan lobus temporal. Kontusio serebri dapat dalam beberapa

jam atau hari berubah menjadi ICH yang membutuhkan tindakan

operasi. Hal ini timbul pada lebih kurang 20% dari penderita dan

cara mendeteksi terbaik adalah dengan mengulang CT-Scan dalam

12-24 am setelah CT-Scan pertama. Jika ICH ini disertai dengan

SDH dan kontusio atau laserasi pada daerah yang sama maka

disebut burs lobe.

2) Difusa

Merupakan suatu keadaan patologis penderita koma

(penderita yang tidak sadar sejak benturan kepala dan tidak

mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran SOL (space-

occupying lession) pada CT-Scan atau MRI. Paling sering disebabkan

oleh kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi

mekanisme akselerasi dan deselerasi. Angulasi, rotsi dan

peregangan yang timbul menyebabkan robekan seraut saraf pada

bebagai tempat yang sifatnya menyeluruh (difus).

Page 15: CRS Cedera Kepala

a. Konkusi Yaitu Hilangnya kesadaran sementara setelah

trauma kepala dan terjadi tanpa kerusakan struktur otak.

Konkusi ini berlangsung bbrp menit sampai beberapa

jam, Setelah sadar pasien pusing dan bingung. Dapat

terjadi hilangnya kesadaran yaitu :

• Hilangnya daya ingat setelah kejadian

à Amnesia post traumatic

• Hilangnya daya ingat sebelum kejadian

à Amnesia anterograde

b. Cedera Aksonal Difusa atau Diffuse axonal Injury (DAI)

Adanya kerusakan axon yang difus dalam hemisfer serebri,

korpus callosum, batang otak, dan serebelum (pedenkulus).

Awalnya kekuatan renggang pada saat benturan melebihi

level ketahanan akson sehingga terjadi sobekan atau

fagmentasi aksolemma , keteraturan susunan sitoskeleton

akson menjadi rusak. Terjadi pada saat benturan, tetap ada

yang memberi batas waktu dala 60 menit sejak kejadian.

Aksolemma dan susunan membran pada awalnya masih

utuh, walaupun susunan sistoskeleton terganggu.

Penghantaran aksosplasma akan terbendung pada

Page 16: CRS Cedera Kepala

sistoskeleton yang menjadi kerusakan sehingga terjadi

pembengkakan akson (retraction ball) yang pada akhirnya

akan menyebabkan putusnya akson.

Gambaran DAI secara klinis ditandai dengan koma sejak

kejadian.

Klasifikasi :

Ringan : koma 6-24 jam. Jarang.

Sedang : koma > 24 jam. Paling sering. 45%.

Tanpa tanda-tanda batang otak menonjol.

Berat : koma > 24 jam. Mematikan. 36%.

4. Diagnosis

a) Pemeriksaan

1. Neurologis

(1)Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale

(GCS). Penilaian ini harus dilakukan secara periodik untuk

menilai perbaikan atau perburukan keadaan pasien. Tingkat

kesadaran tidak akan terganggu jika cedera hanya terbatas

pada satu hemisfer otak, tetapi menjadi progresif memburuk

Page 17: CRS Cedera Kepala

jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses

patologis akibat penekanan atau cedera pada batang otak.

Respon Mata ≥1 tahun 0-1 tahun

4 Membuka Mata Spontan

3 Membuka Mata dengan perintah

2 Membuka Mata karena Nyeri

1 Tidak membuka mata

Respon

Motorik≥1 tahun 0-1 tahun

6 Mengikuti Perintah Belum dapat Dinilai

5 Melokalisasi Nyeri

4 Menghindari Nyeri

3 Fleksi Abnormal (Dekortikasi)

2 Ekstensi Abnormal (Deserebrasi)

1 Tidak Ada Respon

Respon

Verbal≥5 tahun 2-5 tahun 0-2 tahun

5

Orientasi baik

dan mampu

berkomunikasi

Meyebutkan

kata-kata

yang sesuai

Menangis

kuat

4

Disorientasi

tapi mampu

berkomunikasi

Menyebutkan

kata-kata

yang tidak

sesuai

Menangis

lemah

3

Menyebutkan

kata-kata yang

tidak sesuai

(kasar, jorok)

Menangis dan

menjerit

Kadang-

kadang

menangis

atau

menjerit

2Mengeluarkan

suara

Mengeluarkan

suara lemah

Mengeluark

an suara

lemah

1 Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Page 18: CRS Cedera Kepala

respon respon respon

(2)Pupil dan Pergerakan Bola Mata, Termasuk Saraf Kranial

Penilaian pupil menunjukkan fungsi mesensefalon dan

sangat penting pada cedera kepala, karena :

Bagian kepala yang mengendaikan kesadaran seara

antomis terletak berdekatan dengan pusat yang mengatur

reaksi pupil.

Saraf yang mengendalikan reaksi pupil relatif resisten

terhadap gangguan metabolik, sehingga bisa membedakan

koma-metabolik atau koma struktural.

Reaksi okulosefalik (Doll’s head eye phenomenon) dan

reaksi terhadap tes kalori (okulovestibuler) menunjukkan

fungsi medla oblongata dan pons. Jangan melakukan

pemeriksaan okulosefalik jika cedera servikal beum dapat

disingkirkan. Reaksi okulovestibuler lebih superior daripada

reaksi okulosefalik.

Page 19: CRS Cedera Kepala

(3)Reaksi Motorik Berbagai Rangsang Dari Luar

Kekuatan rangsangan yang dibutuhkan untuk memicu

reaksi dari penderita (spontan, rangsangan suara, nyeri, atau

tanpa respon) berbanding lurus dengan dalamnya penurunan

kesadaran.

(4)Reaksi Motorik Terbaik

Terbagi atas :

Gerakan bertujuan jelas

Kekuatan gerakan harus dinilai menjadi :

o +5 : kekuatan gerakan normal

o +4 : kekuatan gerakan mendekati normal

o +3 : mampu melawan gravitasi

o +2 : dapat bergeser, tidak dapat melawan gravitasi

o +1 : tampak gerakan otot, tapi belum bergeser

Gerakan bertujuan tidak adekuat

Postur fleksor

Postur ekstensor

Diffise muscle flacciditty

(5)Pola Pernapasan

Pernapasan merupakan suatu kegiatan sensorimotor

terintegrasi dari keterlibatan berbagai saraf yang terletak

pada hampir semua tingkat otak dan bagian atas spinal cord.

Kerusakan pada berbagai tingkat pada SSP akan memberikan

gambaran pola pernapasan yang berbeda.

2. Radiologis

(1)Foto Polos Kepala

Foto polos kepala dibuat dalam 2 posisi, AP dan lateral.

Untuk foto lateral, posisi film ditempatkan pada sisi dengan

jejas yang dicurigai ada fraktur. Jika terdapat kecurigaan

fraktur pada kedua sisi, foto lateral sebaiknya dibuat pada

kedua sisi

Page 20: CRS Cedera Kepala

GCS 8

Ya Tidak

P / M unekual

Ya

Tidak

Kelola Gadar

CT Cito

C-Kepala terbuka

Ya

Foto polos kepala sudah sangat jarang digunakan, cukup

berguna untuk cedera kepala yang disertai luka tembus atau

fraktur tulang tengkorak.

(2)Foto Servikal

Foto servikal dibuat terutama posisi lateral, kadang-kadang

diperlukan posisi frontal.

Indikasi :

Penderita tidak sadar atau dengan penurunan kesadaran.

Penderita yang sadar dan mengeluh nyeri.

Ada jejas di atas klavikula, sehubungan dengan mekanisme

cedera.

Setiap penderita dengan kecurigaan trauma servikal.

(3)CT-Scan

Pemeriksaan ini meliputi foramen magnum hingga verteks,

dan setiap pemotongan akan sejajar dengan orbitomeatal line

untuk menghindari radiasi terhadap lensa mata. Sebaiknya

tebal pemotongan gambar adalah 5 mm, terutama pada fosa

posterior untuk menghindari adanya lesi kecil yang

terlewatkan.

Indikasi :

GCS < 15

Cedera kepala ringan yang disertai fraktur tulang

tengkorak.

Ada tanda klinis fraktur basis kranii.

Disertai kejang.

Ada tanda neurologis fokal.

Sakit kepala yang menetap.

E. Penatalaksanaan

(Skema Triase)

Page 21: CRS Cedera Kepala

(Resiko Cedera Kepala)

RENDAH MODERAT TINGGI

Asimptomatis

Dizziness

Laserasi skalp

Abrasi skalp

Perubahan kesadaran

Sakit kepala progresif

Intoksikasi alkohol/obat

Riwayat tidak sesuai

± perforasi tengkorak / fraktur

depress

cedera wajah serius

Kesadaran

rendah

Gejala fokal

Penurunan

kesadaran

Cedera penetrasi

Fraktura depress

a) Primary Survey

(1)Airway

Membersihkan jalan nafas dengan memperhatikan kontrol

servikal. Pasang servikal collar untuk immobilisasi servikal

sampai terbukti tidak ada cedera servikal. Intubasi

endotrakeal dini harus segera dilakukan pada penderita koma.

(2)Breathing

Penderita diberikan ventilasi dengan oksigen 100 %

sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah dan

Page 22: CRS Cedera Kepala

dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.

Penggunaan pulse oksimeter sangat bermanfaat untuk

memonitor saturasi O2 (target > 98%).

(3)Circulation

Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah

yang cukup berat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Pada

penderita yang hipotensi, harus segera distabiisasi untuk

mencapai euvolemia, segera lakukan pemberian cairan untuk

mengganti volume yang hilang dengan perbandigan 3:1 (300

ml RL/100 mL darah yang hilang).

(4)Disability (Penilaian neurologis cepat)

Tingkat kesadaran cara AVPU / GCS :

A = alert.

V = respon terhadap rangsangan verbal.

P = respon terhadap rangsangan nyeri.

U = tidak ada respon.

Pupil :

1. Ukuran.

2. Reaksi cahaya.

(5)Exposure

Untuk mencari tanda-tanda trauma di tempat lain.

b) Secondary Survey

1. Cedera Kepala Ringan

(1)Riwayat :

Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan

Mekanisme cedera, waktu cedera, kesadaran setelah

cedera, tingkat kewaspadaan

Amnesia (Retrograde/antegrade), Sakit kepala (Ringan,

sedang atau berat)

(2)Pemeriksaan Umum untuk menyingkirkan cedera sistemik

(3)Pemeriksaan neurologis

(4)Radiografi tengkorak, servikal, dll sesuai indikasi

(5)Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksik dalam urin

Page 23: CRS Cedera Kepala

(6)CT-Scan

(7)Kriteria Rawat :

Amnesia post traumatika jelas (> 1jam )

Riwayat kehilangan kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran

Nyeri kepala sedang hingga berat

Intoksikasi alkohol atau obat

Fraktur tengkorak

Kebocoran CSS, Otorrhea, atau rinorrhea

Cedera penyerta yang jelas

Tidak punya orang serumah yang dapat bertanggung

jawab

CT-Scan Abnormal atau tidak ada

Semua cedera tembus

(8)Kriteria pemulangan

Tidak memenuhi kriteria rawat

Diskusikan kemungkinan kembali kerumah sakit bila

keadaan memburuk dan berikan lembaran observasi

Jadwalkan untuk kontrol ulang (1 minggu)

2. Cedera Kepala Sedang

(1)Pemeriksan Awal :

(2)Sama dengan cedera kepala ringan tapi ditambah

pemeriksaan darah sederhana dan EKG

(3)Pemerksaan CT-Scan untuk semua kasus dirawat untuk

observasi

(4)Setelah dirawat :

Pemeriksan neurologis periodik (tiap setengah jam)

CT-Scan ulang pada hari ke-3 atau lebih awal bila ada

perburukan atau akan dipulangkan

Bila kondisi membaik (90%), dipulangkan dan kontrol

dipoliklinik biasanya 2 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan bila

perlu 1 tahun setelah cedera

Page 24: CRS Cedera Kepala

Bila keadaan memburuk segera lakukan CT-Scan ulang dan

penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat

3. Cedera Kepala Berat

(1)Riwayat :

Usia, jenis, dan saat kecelakaan.

Penggunaan alkohol dan obat-obatan.

Perjalanan neurologis.

Perjalanan tanda-tanda vital.

Muntah, aspirasi, anoksia, kejang.

Riwayat peyakit sebelumnya, termasuk obat yang dipakai

dan alergi.

(2)Stabilisasi kardiopulmoner

Jalan napas, intubasi dini

Tekanan darah, normalkan segera dengan salin normal

atau darah.

Kateter Folley, NGT.

Film diagnostik : Servikal, Abdomen, Perlvis, Tengkorak,

dan Ekstremitas.

(3)Pemeriksaan Umum

(4)Tindakan emergensi untuk cedera yang menyertai

Trakeostomi

Tube dada

Stabilisasi leher : kolar kaku, tong Gardner-Wells, dan traksi

Parasentesis abdominal

(5)Pemeriksaan neurologis

Kemampuan membuka mata

Respon motor

Respon verbal

Reflek pupil

Okulosefalik (dolls)

Okulovestibuler (kalorik)

(6)Obat-obat terapeutik

Na Bikarbonat

Page 25: CRS Cedera Kepala

Manitol

(7)Tes Diagnostik

CT-Scan

Ventrikulogram udara

Angiogram

c) Terapi Medikamentosa Cedera Otak

Tujuan utamanya adalah mencegah terjadinya kerusakan sekunder

terhadap otak yang telah mengalami cedera.

i) Cairan Intravena

Diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita

tetap dalam keadaan normovolemia. Jangan memberikan cairan

hipotonik. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat

menyebabkan hiperglikemia yang berakibat buruk pada otak

yang cedera. Karena itu, cairan yang dianjurkan adalah larutan

garam fisiologis atau Ringer’s Lactate.

ii) Hiperventilasi

Dilakukan dengan menurunkan PCO2 dan akan

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. Sebaiknya

dilakukan secara selektif dan hanya pada waktu tertentu.

Umumnya, PCO2 dipertahankan pada 35 mmHg atau lebih,

karena PCO2 < 30 mmHg akan menyebabkan vasokonstriksi

serebri berat dan akhirnya iskemia otak. Hiperventilasi dalam

waktu singkat (25-30 mmHg) dapat diterima pada keadaan

deteriorasi neurologis akut.

iii) Manitol

Merupakan diuretik osmotik yang poten, digunakan untuk

menurunkan TIK yang meningkat. Sediaan yang tersedia adalah

cairan dengan konsentrasi 20%. Dosis yang diberikan adalah 1

g/kg BB intravena. Jangan diberikan pada pasien yang hipotensi.

Indikasinya adalah deteriorasi neurologis yang akut seperti

terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis atau kehilangan kesadaran

saat pasien observasi. Pada keadaan ini, berikan bolus manitol

Page 26: CRS Cedera Kepala

dengan cepat (dalam 5 menit) dan penderita langsung dibawa ke

CT-Scan atau kamar operasi (bila sebab telah diketahui dengan

CT-Scan).

iv) Furosemid

Diberikan bersama manitol, dosis yang biasa diberikan

adalah 0,3-0,5 mg/kgBB diberikan secara intravena, tapi jangan

diberikan pada pasien hipovolemik.

v) Steroid

Pemberiannya tidak dianjurkan karena menurut beberapa

penelitian tidak menunjukkan manfaat.

vi) Barbiturat

Bermanfaat menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat-

obatan lain. Tapi jangan diberikan pada keadaan hipotensi dan

hipovolemi

vii) Antikonvulsan

Epilepsi pascatrauma kadang terjadi, diduga berkaitan

dengan kejang awal yang terjadi pada minggu pertama,

perdarahan intrakranial, atau fraktur depresi. Fenitoin adalah

obat yang biasa diberikan pada fase akut. Dosis dewasa awalnya

adalah 1 g intravena dengan kecepatan pemberian < 50

mg/menit dan dosis pemeliharaannya adalah 100 mg/8 jam,

dengan titrasi untuk mencapai kadar terapeutik serum. Pada

pasien dengan kejang lama, diazepam atau lorazepam digunakan

digunakan sebagai tambahan sampai kejang berhenti.

d) Tatalaksana Bedah (Tidak berlaku bila mati batang otak)

Dilakukan bila ada :

Interval lucid (bila CT tak tersedia segera)

Herniasi unkal (pupil/motor tidak ekual)

Fraktura depress terbuka

Fraktura depress tertutup > 1 tabula/1 cm

Massa intrakranial dengan pergeseran garis tengah 5 mm

Massa ekstra aksial 5 mm, uni / bilateral

Page 27: CRS Cedera Kepala

#5 & #6 (<5 mm), tapi mengalami perburukan/sisterna

basal terkompres

Massa lobus temporal 30 ml

1. Lesi Kulit Kepala

Perdarahan dapat diatasi dengan penekanan, kauterisasi,

atau ligasi pembuluh darah. Penjahitan, pemasangan klips

atau staples dapat dilakukan kemudian. Inspeksi secara

cermat dilakukan untuk menemukan adanya fraktur tengkorak

atau benda asing. Adanya LCS menunjukkan robekan Dura.

2. Fraktur Depresi Tengkorak

Fraktur ini mebutuhkan koreksi operatif bila tebal depresi

lebih tebal dari ketebalan tulang di sekitarnya. CT-Scan

berguna untuk menentukan dalamnya depresi tulang, ada-

tidaknya perdarahan intrakranial atau kontusi.

3. Lesi Massa Intrakranial

Lesi harus dikeluarkan atau dirawat oleh seorang ahli bedah

saraf. Tindakan kraniotomi darurat dilakukan pada keadaan

perdarahan intrakranial yang membesar dengan cepat dan

mengancam jiwa.

F. Prognosis

Semua pasien harus mendapatkan terapi agresif sambil menunggu

konsultasi dengan ahli bedah saraf.

G. Komplikasi

a) Komplikasi bedah

1. Hematoma Intrakranial

Dapat terjadi pada keadaan akut setelah cedera kepala atau

delayed setelah beberapa waktu. Keberhasilan pengobatan

tergantung pada cepatnya diagnosis dan operasi evakuasi

sesegera mungkin.

2. Hidrosefalus

(1)Komunikan, timbul karena adanya gangguan penyerapan CSS

pada rongga subarachnoid terutama pada granulasi

Page 28: CRS Cedera Kepala

arachnoid. Gangguan timbul akibat adanya darah dalam

rongga subarachnoid yang mengganggu aliran dan

penyerapan CSS.

(2)Nonkomunikan, timbul akibat penekanan oleh efek massa

perdarahan yang terjadi, terhadap jalur aliran CSS dalam

sistem ventrikel, sehingga aliran CSS terbendung.

Diagnosisnya mutlak membutuhkan CT-Scan kepala, akan

tampak pelebaran sistem ventrikel, termasuk pelebaran temporal

horn, dan adanya periventrikular edema (terutama pada anterior

horn). Jika terdiagnosis, maka harus dirujuk ke ahli bedah saraf

untuk operasi diversi CSS (VP-shunt).

3. Subdural Hematoma Kronis

4. Cedera kepala terbuka

5. Kebocoran CSS

Terutama menyertai fraktur basis. Pada proses

penyembuhan luka, umumnya kebocoran tersebut akan berhenti.

Jika robekan durameter terjepit pada garis fraktur dan

menyebabkan kebocoran terus-menerus, maka perlu tindakan

operatif.

b) Komplikasi non bedah

1. Kejang post traumatika

Merupakan tanda cedera kortikal yang dapat timbul, baik

secara dini, maupun lambat, dan biasanya terjadi karena

cedera vertikal atau kerusakan pada lobus frontal, temporal

ataupun parietal.

2. Infeksi

Infeksi pada cedera kepala umumnya disebabkan oleh

kuman komensal yang berada di kulit (scalp). Penggunaan

antibiotika harus disesuaikan dengan dugaan empiris kuman

penyebab.

3. Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit

Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan aksis

hipotalamus-hipofise, sehingga produksi ADH berkurang,

Page 29: CRS Cedera Kepala

ditandai denganproduksi urin menjadi berlebihan (dewasa >

250 cc/jam, anak > 3 cc/kgBB/jam), osmolaritas urin yang

rendah (50-150 Osm/L), berat jenis urin rendah (1.001-1,005),

kadar natrium serum normal atau meningkat, osmolaritas

plasma meningkat, dengan fungsi adrenal yang normal

4. Gangguan Gastrointestinal

Penderita cedera kepala akan mengalami peningkatan

rangsang simpatik yang mengakibatkan gangguan fungsi

pertahanan mukosa sehingga mudah terjadi erosi. Anisipasinya

adalah dengan pemberian obat antagonis H-2 reseptor dan

inhibitor pompa proton, seperti simetidin, ranitidin, dan

omeprazole.

5. Neurogenic Pulmonary Edema (NPE)

Jarang terjadi, umumnya menyertai cedera kepala yang

berat. Mekanismenya :

Peningkatan TIK yang cepat atau cedera langsung pada

hipotalamus menyebabkan pelepasan rangsangan simpatik

sehingga terjadi aliran darah yang meningkat ke paru-paru

dengan peningkatan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge

Pressure) dan peningkatan permeabilitas kapiler di paru.

Pelepasan katekolamin yang akan mempengaruhi endotel

kapiler (peningkatan permeabiitas alveolar)

Daftar Pustaka :

American College of Surgeons. ATLS : Advanced Trauma Life Support Programs

fo Doctors. 7th ed. Chicago : American College of Surgeons, 2004.

Japardi, Iskandar. Cedera Kepala. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer, 2004.

Sjamsuhidayat, R dan De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta :

EGC, 2005.

Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah. Vol 2. Jakarta : EGC, 1994

www.medicastore.com

Kuliah Pakar Bedah Saraf dan Neurologi