C.R.L

53
PENGENDALIAN KETINGGIAN FLUIDA (CRL) TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktik, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan dan membedakan mode pengendalian kontinyu dan tidak kontinyu 2. Menjelaskan terminology yang digunakan dalam simulasi unit CRL 3. Memahami prinsip pengendalian dan menjelaskan grafik tersebut 4. Melakukan simulasi pengendalian dan menjelaskan grafik tersebut ALAT DAN BAHAN 1. Satu set unit CRL 2. Satu set personal komputer 3. Air dalam tangki penampungan DASAR TEORI Peralatan simulasi proses CRL dibuat oleh DIDACTA Italia dan dikembangkan untuk mempelajari teknik pengendalian level (ketinggian) permukaan fluida cair, yang dalam hal ini fluida yang digunakan adalh air. Konfigurasi yang digunakan untuk simulasi ini adalah sistim loop terbuka (open loop) dan sistim loop tertutup (closed loop). Selain itu, juga dipelajari mode pengendalian dengan pengendalian dengan pengendali (controller) tak kontinyu (ON-OFF Controller) dan pengendali kontinyu (Three tern-controller; P/I/D). PERALATAN CRL Bagian-bagian alat pengendali ketinggian fluida (CRL) dan gambar panel contoh pengendali ketinggian fluida dapat dilihat pada halaman lampiran. Peralatan CRL ini terdiri dari beberapa unit : 1. Tangki air kapasitas 20 liter 2. Pompa sentrifugasi dengan laju 20 liter/menit

description

pengendalian proses

Transcript of C.R.L

PENGENDALIAN KETINGGIAN FLUIDA (CRL)

TUJUAN PERCOBAANSetelah melakukan praktik, mahasiswa diharapkan mampu :1. Menjelaskan dan membedakan mode pengendalian kontinyu dan tidak kontinyu2. Menjelaskan terminology yang digunakan dalam simulasi unit CRL3. Memahami prinsip pengendalian dan menjelaskan grafik tersebut4. Melakukan simulasi pengendalian dan menjelaskan grafik tersebut

ALAT DAN BAHAN1. Satu set unit CRL2. Satu set personal komputer3. Air dalam tangki penampungan

DASAR TEORIPeralatan simulasi proses CRL dibuat oleh DIDACTA Italia dan dikembangkan untuk mempelajari teknik pengendalian level (ketinggian) permukaan fluida cair, yang dalam hal ini fluida yang digunakan adalh air. Konfigurasi yang digunakan untuk simulasi ini adalah sistim loop terbuka (open loop) dan sistim loop tertutup (closed loop). Selain itu, juga dipelajari mode pengendalian dengan pengendalian dengan pengendali (controller) tak kontinyu (ON-OFF Controller) dan pengendali kontinyu (Three tern-controller; P/I/D).

PERALATAN CRLBagian-bagian alat pengendali ketinggian fluida (CRL) dan gambar panel contoh pengendali ketinggian fluida dapat dilihat pada halaman lampiran. Peralatan CRL ini terdiri dari beberapa unit :1.Tangki air kapasitas 20 liter2.Pompa sentrifugasi dengan laju 20 liter/menit3.Katup jenis PNEUMATIK proporsional dengan input 3-5 psi4.Transduser I/P5.Inlet udara tekan (dioperasikan pada 2 bar, min)6.Pengukur tekanan udara tekan7.Alat pengatur tekanan udara tekan secara manual8.Controller elektronik MiniReng (alat tambahan)9.Peralatan listrik (panel CRL)10.Computer dan printer (aplikasi window)11.Tangki bening berskala12.Katup pengeluaran manual, V1 dan V213.Transduser P II14.Katup selenoid untuk input gangguan (disturbance)15.Sinyal penggerak (actuating signal)16.Sinyal variable yang dikendalikan (controller var, signal)17.Sinyal gangguan (noise)

PROSES DENGAN PENGENDALIAN UMPAN BALIK

Pengendalian terhadap proses berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkecil pengaruh perubahan beban. Berdasarkan bentuk keluaran pengendali, sistem pengendalian umpan balik dibedakan menjadi pengendalian diskontinyu dan kontinyu. Termasuk kelompok pengendali diskontinyu adalah pengendali dua posisi. Sedangkan kelompok pengendali kontinyu adalah pengendali proporsional (P), proporsional-integral (PI), proporsional-integral-derivatif (PID) dan proporsional-derivatif (PD).

PENGENDALIAN DISKONTINYU

1. Pengendali Diskontinyu Dua Posisi

Pengendali dua posisi, dahulu on-off, adalah jenis pengendali paling sederhana dan murah. Keluaran pengendali hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu maksimum (100%) atau minimum (0%). Secara matematik,

100%; y buntuk aksi reverse acting(4.1)

U =

0%; y a

100%; y b untuk aksi direct acting(4.2)

U =

0%; y a

dengan,

u = nilai keluaran pengendali (%),

y = nilai pengukuran (variabel proses), a = nilai batas atas variabel proses,b = nilai batas bawah variabel proses.

2. Pengendalian Dua Posisi

Mekanisme pengendalian dua posisi mudah difahami bila ditinjau pengendalian tinggi air dalam tangki pada gambar 4.1. Air dalam tangki secara terus menerus dikeluarkan dengan laju tetap. Apabila permukaan air turun melebihi titik acuan (R), maka sensor tinggi air akan memberi sinyal bahwa telah terjadi penurunan permukaan air melebihi batas. Sinyal ini masuk ke pengendali dan pengendali memerintahkan pompa untuk bekerja. Dengan bekerjanya pompa, air akan masuk ke tangki dan permukaan air naik kembali. Pada saat tinggi air tepat mencapai R pompa berhenti sehingga terjadi pengosongan tangki, dan proses diatas berulang lagi. Siklus ini berjalan terus menerus. Dengan demikian pompa akan selalu mati-hidup secara periodik seiring dengan perubahan tinggi permukaan air.

Gambar 4.1 Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air.

Batas atas adalah batas tertinggi permukaan air pada saat air naik. Sedangkan batas bawah adalah batas terbawah permukaan air saat air turun. Lebar celah antara dua titik batas disebut celah diferensial (differential gap), histeresis, atau daerah netral.

Gambar 4.2 Pengendali dua posisi dengan celah diferensial

Dengan adanya dua titik acuan (batas atas dan bawah), maka terdapat daerah netral yang berada di antara dua titik acuan.Pengendali dua posisi mencatu energi atau massa ke dalam proses dengan bentuk pulsa-pulsa, sehingga menimbulkan osilasi atau cycling pada variabel proses. Amplitudo cycling bergantung pada tiga faktor, yaitu: konstanta waktu proses, waktu mati, dan besar perubahan beban. Amplitudo osilasi menjadi kecil jika konstanta waktu proses besar, waktu mati pendek, atau perubahan beban proses kecil.

(a) Osilasi pada variabel proses (PV)(b) Keluaran pengendali

Gambar 4.3 Osilasi variabel proses

3. Pengendalian Tiga Posisi

Pada proses dengan konstanta waktu kecil, frekuensi osilasi menjadi besar. Keadaan ini dapat mempercepat kerusakan peralatan kendali dan sistem proses. Untuk proses demikian lebih baik memakai pengendali tiga posisi. Keluaran pengendali tiga posisi memiliki tiga kemungkinan, yaitu: 0% - 50% - 100% (gambar 4.4).

Gambar 4.4 Keluaran pengendali tiga posisi.ya = batas atas, yb = batas bawah, r = setpoint

4. Pengendalian Siklus Waktu (Modulasi Lebar Pulsa)

Pengendali siklus waktu biasanya disetel sedemikian, sehingga ketika pengukuran sama dengan setpoint, sinyal kendali bernilai maksimum (on) selama setengah periode waktu dan minimum (off) selama setengah periode waktu yang lain. Ketika beban bertambah besar maka sinyal kendali akan bernilai maksimum (on) selama lebih dari setengah periode waktu dan bernilai minimum (off) selama kurang dari setengah periode waktu.

Gambar 4.5 Pengendali siklus waktu.

PENGENDALIAN KONTINYU

Pengendali secara kontinyu membandingkan nilai sinyal pengukuran (variabel proses) dengan setpoint untuk memutuskan tindakan yang tepat. Jika ada error, pengendali mengatur nilai keluaran berdasarkan pada nilai parameter yang telah ditetapkan dalam pengendaliPengendalian Proporsional

Karakteristik Pengendali. Pengendali proporsional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya sebanding (proporsional) dengan sinyal g alat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan linier antara variabel proses (PV) dan sinyal kendali (posisi elemen kendali akhir). Persamaan pengendali proporsional adalah,

u = Kc e + uo(4.3)

dengan,

u= sinyal kendali (%),

Kc= proportional gain (tanpa satuan)

e = error (%) (r y ) untuk reverse acting (y r ) untuk direct acting uo = bias, yaitu nilai (u) pada saat pengukuran sama dengan setpoint (%)

Proportional gain atau sensitivitas proporsional adalah perbandingan antara perubahan sinyal kendali (u) dan perubahan error (e). Di kalangan praktisi industri, besaran gain (Kc) kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran proportional band (PB), yaitu persentase perubahan error atau pengukuran yang menghasilkan perubahan sinyal kendali atau manipulated variable sebesar 100%.

Proportional band, PB =100%(4.4)

Kc

Modus Pengendalian Proporsional. Pengendalian proporsional merupakan jenis paling sederhana dalam pengendalian kotinyu. Meskipun demikian pengendalian ini menjadi dasar pengendalian lain. Dengan hanya proporsional, maka keluaran pengendali (setara dengan posisi elemen kendali akhir) sebanding atau proporsinal dengan besar nilai pengukuran. Pada moda proporsional, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada nilai pengukuran sebelumnya. Demikian juga, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada kecepatan perubahan pengukuran.

Satu-satunya problem pengendalian proporsional adalah selalu menghasilkan galat sisa (residual error, steady-state error, atau offset) yang disebabkan perubahan beban atau setpoint. Dengan perubahan beban, diperlukan nilai sinyal kendali yang berbeda. Nilai sinyal kendali baru diperoleh jika ada penambahan atau pengurangan dari nilai bias (sinyal kendali saat tidak ada error). Ini dilakukan dengan menambahkan atau mengurangkan dengan kelipatan nilai offset.

Sebagai ilustrasi disajikan contoh pengendalian level air dengan pengendalian proporsional seperti pada gambar 4.10 dan 4.11. Pada gambar 4.10 terlihat kondisi operasi normal. Tinggi air diinginkan 60%. Pada saat tinggi air nyata 60%, laju air masuk (beban) dan laju air keluar (manipulated varieble) sama dengan 25 L/menit. Perhatikan bukaan katup kendali pada aliran air keluar yang membuka kira-kira setengahnya.

Dalam gambar 4.11 diperlihatkan kondisi pada aliran air masuk (beban) 40 L/menit. Pada saat katup aliran air masuk diperbesar sehinga laju alir menjadi 40 L/menit sementara keluaran tetap 25 L/menit maka permukaan air dalam tangki akan naik. Kenaikan air akan mengangkat pelampung (sebagai sensor ketinggian) yang akan menaikkan tuas pengungkit katup (sebagai pengendali) dan membuka katup kendali aliran air keluar lebih besar. Kenaikan katup terus berlangsung sampai tepat terjadi keseimbangan laju alir masuk sama dengan laju air keluar pada 40 L/menit. Pada saat kondisi baru sudah tercapai, permukaan tinggi air ternyata menjadi 70%. Kenaikan tinggi air ini diperlukan untuk mengangkat katup aliran air keluar. Perbedaan antara setpoint dan tinggi nyata disebut offset. Dengan demikian offset memang harus ada, agar terjadi keseimbangan massa/energi yang baru (gambar 4.12 dan 4.13).

Air masuk 25 L/menit

100%

Setpoint 60%

0%Air keluar

25 L/menit

Gambar 4.10 Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban normal 25 L/menit.

Air masuk 40 L/menit

100%

Tinggi air 70%

Setpoint60%

0%Air keluar

40 L/menit

Gambar 4.11 Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban 40 L/menit.

Gambar 4.12 Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsional pada proportional band yang besar.

Gambar 4.13 Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsiona pada proportional band yang kecil.

Gambar 4.14 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan setpoint.

Gambar 4.15 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan beban.

Offset pada pengendalian proporsional dapat diperkecil dengan memperbesar gain proporsional (memperkecil proportional band, PB). Semakin kecil nilai proportional band (semakin besar gain) pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat), offset yang terjadi semakin kecil, tetapi sistem cenderung tidak stabil (terjadi osilasi). Sebaliknya, dengan proportional band yang besar sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka (lambat) dan offset besar. Pada proportional band sama dengan nol (secara nyata tidak dapat dilakukan) perilaku pengendali proporsional sama dengan pengendali dua posisi. Diperlukan kompromi terhadap nilai PB sehingga diperoleh tanggapan cepat, offset dapat diterima, tetapi sistem cukup stabil (gambar 4.14 dan 4.15).

Pengendalian Proporsional-Integral (PI)

Karakteristik Pengendali. Besar keluaran pengendali proporsional-integral (PI) sebanding dengan besar galat (error) dan integral galat (error). Persamaan pengendali PI ideal (standar ISA) adalah sebagai berikut.

u Kc e K cedt uo(4.6)

i

dengan i adalah waktu integral atau waktu reset yang memiliki satuan detik atau menit tiap pengulangan. Pada pengendali PI, suku bias (uo) bisa ditiadakan. Sebab suku integral mampu memberikan nilai bias yang tepat. Tanggapan pengendali PI dengan aksi reverse acting disajikan pada gambar 3.10.

Gambar 4.21 Diagram blok pengendali proporsional-integral (PI).

Sebuah integrator adalah piranti ideal untuk mengatur nilai bias. Jika pengaturan nilai bias dilakukan secara manual, disebut manual reset. Sebaliknya, jika dilakukan secara otomatik dengan memakai integrator, disebut automatic reset atau lebih populer dengan reset saja. Dengan demikian fungsi utama bagian integral adalah menghilangkan offset.

Gambar 4.22 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral (PI) reverse acting.

Pengendalian Proporsional-Integral. Gambar berikut kembali memperlihatkan respon pengendalian level dengan pengendali proporsional. Jika ingin mengembalikan variabel proses (level) ke setpoint, maka manipulated variable (laju alir keluar) harus diperbesar melebihi kebutuhan. Setelah mencapai setpoint aliran keluar dikembalikan hingga tercapai keseimbangan massa. Penambahan laju alir keluar adalah untuk mengganti kehilangan volume dan kemudian mengembalikan ke keseimbangan massa (gambar 4.24). Penambahan sinyal kendali harus dilakukan hingga error hilang. Ini dikenal sebagai aksi reset. Artinya mampu melakukan reset pada proses ke setpoint. Dalam matematika aksi reset adalah integrasi dari error oleh sebab itu disebut juga aksi integral.

Gambar 4.23 Respon pengendalian proporsional.

Besar aksi integral ditentukan oleh waktu integral atau reset (i). Beberapa produsen, melakukan kalibrasi terhadap besaran 1/i (pengulangan per menit) yang dikenal dengan reset rate dan bukan i (menit per pengulangan). Istilah ini dapat difahami dengan melihat tanggapan step untuk loop terbuka. Dapat dilihat, bahwa pada awalnya keluaran pengendali adalah Kce (belum ada pengaruh integral). Setelah satu periode i, maka hasil integrasi adalah,

K cedt K ce i K c e(4.7)

i

i

Artinya aksi integral telah mengulang aksi propor sional. Pengulangan ini terjadi setiap periode waktu i. Oleh sebab itu aksi integral disebut juga aksi reset. Waktu reset adalah waktu yang dibutuhkan aksi integral untuk mengulang aksi proporsional.

Gambar 4.24 Penambahan sinyal kendali mengembalikan variabel proses ke setpoint.

Aksi integral menyebabkan keluaran pengendali (u) berubah terus selama ada error (e) sampai error hilang. Aksi integral pada pengendali PI secara kontinyu menggeser letak proportional-band (PB) dalam usaha mengubah bias. Penggeseran letak PB tidak mengubah besar PB. Mekanisme ini menyebabkan variabel proses selalu sama dengan setpoint (SP) untuk segala perubahan beban dalam batas pengendalian.

Gambar 4.25 Perubahan beban pada pengendali PI.

Sebagai contoh, pengendali PI memiliki PB = 50%. Mula-mula pada saat tidak ada error (e = 0) sinyal kendali, u = 40%. Pada keadaan ini perubahan nilai variabel proses (y) yang menyebabkan perubahan sinyal kendali sebesar 100% adalah dari 30% hingga 80%.

u 2e 40(4.8)

Bila dimisalkan terjadi perubahan beban sehingga mengharuskan sinyal kendali, u = 70%, maka dengan PB tetap 50% dan tidak ada error rentang perubahan variabel proses menjadi 45% hingga 95%. Persamaan keluaran pengendali yang baru adalah,

u 2e 70(4.9)

Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral (i) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh lebih kecil dibanding waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan sistem proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan.

1

Keterangan:(1) i terlalu besar2(2) i cukup(3) i terlalu kecil3

Gambar 4.26 Tanggapan loop tertutup pengendali proporsional-integral pada perubahan beban.

Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif (PID)

Karakteristik Pengendali. Besar sinyal kendali yang yang dihasilkan sebanding dengan besar error, integral error, dan derivasi error. Suku derivatif bereaksi terhadap kecepatan perubahan error. Persamaan pengendali PID adalah,u K c e K cedt K c dde uo(4.10)

idt

dengan d adalah waktu derivatif.

Gambar 4.27 Diagram blok pengendali proporsional-integral-derivatif (PID).

Gambar 4.28 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif. Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan menambah aksi derivatif (preact). Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Hal ini dapat terjadi, karena suku derivatif sebanding dengan besar laju perubahan error (atau pengukuran). Oleh sebab itu dengan penambahan derivatif pengendali dapat mengantisipasi perubahan beban atau dengan kata lain mengurangi total penyimpangan.

Pengendalian Proporsional-Derivatif (PD)

Karakteristik Pengendali. Bentuk persamaan pengendali PD adalah,

u Kc e K c dDe uo(4.11)

dt

Respons terahadp masukan step diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.29 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Derivatif. Modus ini hampir tidak pernah dipakai di industri. Disebabkan kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan, pengendali PD banyak menimbulkan masalah dalam pengendalian. Meskipun demikian, sebenarnya pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses tumpak (batch), dan proses lain yang memiliki tanggapan lambat.

Pada proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar dibanding waktu mati, penambahan aksi derivatif dapat memperbaiki kualitas pengendalian. Proses dengan waktu mati dominan, penambahan aksi derivatif dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab adanya keterlambatan (lag) respons pengukuran.

KRITERIA DAN PENERAPANKriteria Kinerja Sistem PengendalianPada setiap penerapan pengendalian pada sistem proses, dapat dibedakan dua macam kriteria, yaitu kriteria tanggapan tunak dan kriteria tanggapan dinamik. Kriteria tanggapan tunak biasanya dinyatakan dengan tidak adanya kesalahan atau galat (error) pada saat keadaan tunak. Dalam hampir semua kondisi pengendalian, kriteria ini tidak dapat dicapai, kecuali digunakan pengendali PI atau PID. Kriteria tanggapan dinamik didasarkan atas tanggapan transien lingkar tertutup yang menghasilkan galat sekecil mungkin. Kriteria ini dibedakan menja di dua macam, yaitu kriteria sederhana dan kriteria integral.Kriteria sederhana didasarkan atas karakteristik tanggapan undak (step) lingkar tertutup. Dengan kriteria ini hanya dibutuhkan sedikit titik tanggapan. Besaran yang menentukan adalah: overshoot, waktu naik, waktu mantap, decay ratio, dan frekuensi osilasi (lihat kembali karakteristik sistem orde dua). Dari seluruh kriteria ini, yang paling populer karena sering digunakan adalah kriteria decay ratio yang tidak lain adalah kriteria redaman seperempat amplitudo. Kriteria integrasi membutuhkan data tanggapan mulai dari t = 0 hingga mencapai keadaan tunak. Dengan demikian kriteria ini didasarkan pada seluruh tanggapan dari proses yang bersangkutan. Kriteria yang paling sering digunakan adalah: ISE (integral of square error), IAE (integral of absolute error), dan ITAE (integral of product of time and the absolute error).(1) Integral Galat Kuadrat (ISE)Kriteria ini sangat populer di bidang akademik dan cocok digunakan untuk menekan galat yang besar dibanding IAE.

(2) Integral Galat Absolut (IAE)Kriteria ini lebih populer di kalangan praktisi industri sebab mudah dalam pemakaiannya. Di samping itu, kriteria ini cocok untuk menekan galat yang kecil.(3) Integral Waktu dan Galat Absolut (ITAE)Kriteria ini cocok digunakan untuk menekan galat yang terjadi dalam waktu lama. Sebab dapat menekan galat yang sangat kecil.

3.4.2 PEMILIHAN DAN PENERAPAN JENIS PENGENDALIPemilihan jenis pengendali dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, secara teliti dengan pendekatan matematika. Kedua, secara kualitatif dengan pendekatan umum. Jika ketelitian menjadi prioritas utama dapat digunakan urutan sebagai berikut. Memilih kriteria kinerja yang dikehendaki (ISE, IAE, atau ITAE). Menghitung nilai integral kriteria tersebut untuk pengendali P, PI, dan PID, pada parameter yang berbeda-beda. Memilih pengendali dan parameter yang menghasilkan nilai terbaik.Meskipun cara tersebut teliti ditinjau dari segi matematika, tetapi sangat sulit dilaksanakan. Sebab diperlukan model proses yang akurat dan memerlukan perhitungan yang sangat panjang. Belum lagi kesulitan akibat banyaknya kriteria. Oleh sebab itu pemilihan secara kualitatif berikut ini masih menjadi pilihan pertama.

(1) Jika mungkin, digunakan pengendali dua posisi. Jenis ini dapat digunakan jika: variabel proses tidak memerlukan ketelitian tinggi; cycling pada variabel proses dapat diterima; laju perubahan variabel proses cukup lambat.(2) Jika pengendali dua posisi tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional. Jenis ini dapat digunakan jika: offset dapat diterima dengan nilai gain (atau proportional band) yang moderat; sistem proses memiliki aksi integrasi, misalnya tekanan gas dan level cairan; beban tidak banyak berubah secara berlebihan; sistem proses yang mengizinkan gain proporsional besar sehingga offset kecil.

(3) Jika pengendali proporsional tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional-integral (PI). Jenis ini dapat digunakan jika: variabel proses memiliki tanggapan yang cepat, misalnya laju alir. Sebab aksi integral memperlambat tanggapan, sehingga jika prosesnya cepat, penambahan aksi integral masih tetap memuaskan. Oleh sebab itu tekanan gas dan tinggi permukaan cairan jarang dikendalikan dengan PI. Sistem proses yang tidak membolehkan adanya offset

(4) Jika pengendali PI tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional integralderivatif (PID). Jenis ini dapat digunakan jika sistem proses memiliki tanggapanlambat, offset tidak diperbolehkan, waktu mati cukup kecil (tidak dominan), perlu antisipasi perubahan beban, dan tidak ada noise, misalnya suhu, komposisi, dan pH.

(5) Pengendali jenis proporsional-derivatif (PD) hampir tidak pernah digunakan di industri. Adanya aksi derivatif memang mempercepat tanggapan, tetapi sangat peka terhadap noise. Padahal variabel proses di industri hampir selalu mengandung noise. Namun demikian jika diinginkan memakai PB yang kecil sementara overshoot diharapkan tetap kecil, penambahan derivatif dapat membantu. Demikian pula untuk proses tumpak (batch) dan multikapasitas pengendali PD cocok untuk dipakai, dengan catatan, gangguan noise tidak ada.

3.5 UMPAN BALIK DAN KESTABILAN3.5.1 Umpan Balik NegatifTerdapat dua macam umpan balik yang mungkin dalam loop pengendalian proses, yaitu positif atau negatif. Umpan balik positif akan menyebabkan proses tidak seimbang dan terjadi ketidakstabilan. Jika pengendalian suhu digunakan untuk memanaskan aliran proses, maka laju pemanasan akan bertambah jika suhu aliran proses di atas setpoint. Sebaliknya, laju pemanasan berkurang jika suhu aliran proses di bawah setpoint. Loop dengan umpan balik positif akan menyebabkan variabel proses berada pada satu posisi dari dua posisi ekstrim yang mungkin.Umpan balik negatif bekerja untuk mencapai keseimbangan. Jika suhu (variabelproses) terlalu tinggi, laju pemanasan (manipulated variable) dikurangi. Aksi ini bersifat berlawanan dengan arah variabel proses.

3.5.2 Osilasi dalam Loop TertutupOsilasi dalam loop tertutup terjadi bila sejumlah energi diumpan balikkan pada saat yang tepat sedemikian hingga dapat mengatasi rugi-rugi sistem. Hal ini terjadi jika dipenuhi syarat berikut. Umpan balik memiliki beda fase, = -360o, dengan sinyal masukan. Gain total sistem pengendalian, G = 1, pada periode osilasi.Bila salah satu syarat di atas tak dipenuhi, ada dua kemungkinan. Terjadi osilasi teredam jika,= -360o dengan G < 1 atau < -360o dengan G = 1. Terjadi osilasi dengan amplitudo membesar jika, = -360o dengan G > 1.Berhubung dalam sistem pengendalian umpan balik telah terjadi beda fase sebesar -180o pada bagian pembanding (antara setpoint dan variabel proses), maka osilasi akan terjadi bila pergeseran fase oleh pengendali dan sistem proses (ps) sebesar -180o dengan gain total (Gc + Gps) sama dengan satu. Dapat disimpulkan, osilasi dalam loop tertutup terjadi jika, pada periode osilasi, c + ps = -180o (4.15)Gc + Gps = 1 (4.16)

3.5.3 Periode OsilasiPeriode osilasi bergantung pada karakterisitk proses dan pengendali yang dipakai atau dengan kata lain tergantung pada kombinasi elemen dinamik di dalamnya. Pada osilasi kontinyu, jika pergeseran fase hanya disebabkan oleh sistem proses maka osilasi yang dihasilkan disebut osilasi alami dan periode osilasinya disebut periode alami (Tn). Periode osilasi alamai hanya tergantung karakterisitk sistem proses. Dari ketergantungan ini, dapat diambil manfaat berikut. Jika karakterisitk seluruh elemen diketahui, maka periode alami dapat ditentukan. Jika periode alami diketahui, dapat diperkirakan karakterisitk seluruh elemen.Disebabkan karena besar pergeseran fase oleh pengendali dapat diatur, dengan mengatur nilai waktu integral dan waktu derivatif, maka dimungkinkan mengatur besar periode osilasi.Hubungan antara periode osilasi alami dan periode osilasi teredam adalah,

3.5.4 KestabilanDalam kondisi normal, sistem pengendalian harus menghasilkan operasi yang stabil. Artinya pengendali mampu mengembalikan penyimpangan variabel proses ke nilai yang diinginkan dengan sesedikit mungkin overshoot dan osilasi.

3.6 PENALAAN PENGENDALI (Controller Tuning)Penalaan adalah pekerjaan menepatkan atau menyelaraskan dengan sesuatu. Dalam konteks ini, penalaan pengendali bertujuan mendapatkan nilai paramater pengendali yang sesuai dengan kebutuhan proses. Parameter pengendali yang ditentukan meliputi gain (Kc) atau proportional band (PB), waktu integral (i), dan waktu derivatif (d).

3.6.1 Metode Kurva Reaksi

Metode kurva reaksi didasarkan atas tanggapan undak sistem proses. Asumsi yangdigunakan adalah, proses sebagai sistem orde satu disertai waktu mati. Langkah metodekurva reaksi adalah sebagai berikut. Pengendali disetel pada posisi manual. Dilakukan sedikit perubahan mendadak pada sinyal kendali (sebaiknya kurang dari 10%), sehingga terjadi perubahan variabel proses (PV) yang dapat diamati. Tanggapan variabel proses direkam dan dari hasil yang diperoleh ditentukan nilai waktu mati (p), konstanta waktu sistem (p), dan steady-state gain (Kp).

3.6.1.1 Metode Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon dan Kriteria IAEBerikut adalah parameter pengendali metode Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon dan IAE.

3.6.1.2 Metode Chien-Hrones-ReswickBerikut adalah parameter pengendali metode Chien-Hrones-Reswick.

3.6.2 Metode Osilasi Lingkar TertutupMetode osilasi lingkar tertutup dikenal dengan metode Ziegler-Nichols II. Pada prinsipnya dalam lingkar tertutup dibuat kondisi osilasi alami. Ini terjadi ketika pergeseran fase hanya disebabkan oleh sistem proses. Dengan kata lain pengendali pada modus proporsional saja.Adapun langkah penalaan adalah sebagai berikut.1) Pengendali disetel pada posisi automatik.2) Aksi integral dan derivatif dimatikan, dengan membuat waktu integral maksimum,waktu derivatif nol, dan proportional band (PB) maksimum.3) Secara berangsur PB diperkecil setengahnya, sambil diadakan perubahan kecil padagangguan (beban) atau setpoint.4) Langkah nomor (3) diulang terus sampai muncul osilasi kontinyu pada variabel proses (PV). Pada keadaan ini, proportional band sebagai proportional band kritik (PBu) atau proportional gain sebagai proportional gain kritik (Kcu), dan periode osilasi sebagai periode osilasi kritik (Tu). Selanjutnya parameter pengendali mengikuti tabel berikut.

3.6.3 Metode Coba-CobaPengendali PI1) Pertama-tama pengendali disetel ke posisi manual (MANU).2) Manipulated variable (MV) diubah sebesar 5 - 10%. Kemudian diukur waktu yangdibutuhkan variabel proses saat mulai memberi tanggapan. Watu integral (Ti) dibuatlima kali waktu tersebut.3) Proportional band dibuat maksimum, dan pengendali di taruh ke posisi automatik(AUTO).4) Sambil memberi gangguan perubahan setpoint, PB diperkecil sepertiganya.5) Langkah nomor (4) diulang terus hingga diperoleh tanggapan variabel proses yangdikehendaki.6) Waktu integral diperkecil sehingga diperoleh tanggapan secepat mungkin tetapiovershoot masih dapat diterima.Pengendali PID1) Proportional band dibuat maksimum, waktu integral maksimum, dan waktu derivative minimum (nol).2) Perlahan-lahan PB diperkecil hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel prosesjika sistem proses diberi gangguan.3) Waktu derivatif dinaikkan, hingga overshoot hilang.4) Langkah (2) dan (3) diulang, hingga diperoleh tanggapan transien sesuai yang diinginkan.5) Waktu integral diperkecil, hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses jika sistem proses diberi gangguan.6) Waktu derivatif dinaikkan hingga diperoleh tanggapan transien yang diinginkan.

3.7 KOMENTAR SEKITAR PENALAANMetode kurva reaksi tidak dapat dipakai jika sistem proses bersifat integrator. Jika dalam rangkaian proses terdapat integrator, maka bagian ini harus dibuat mantap terlebih dahulu dengan cara manipulasi proses atau dengan pengendali lokal. Metode osilasi lingkar tertutup, kadang-kadang tidak dapat dilakukan pada proses yang peka terhadap variasi variabel proses, misalnya reactor eksotermal atau reaktor bioproses. Sekedar acuan, di sini disampaikan nilai parameter pengendali yang umum ditemui.

3.8 PENGENDALIAN PROSES FUNGSI DASAR

3.8.1 Pengendalian LevelTerdapat beberapa alasan untuk mengendalikan tinggi permukaan, dalam kaitan dengan operasi dan dinamika proses beberapa hal berikut menjadi dasar pertimbangan.

(1) Sejumlah volume cairan perlu dijaga tetap yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) atau penampung sementara untuk mencegah penghentian (shutdown) proses kontinyu akibat kegagalan di bagian hulu atau hilir proses. Dalam hal ini tidak diperlukan pengendalian yang teliti.

(2) Banyak fungsi unit proses berjalan baik jika volume cairan tetap. Sebagai contoh adalah bagian bawah kolom distilasi, volume padatan dalam gilingan bola (ball mill), tinggi permukaan cairan dalam tangki pencampur, reaktor tumpak (batch), dan lain-lain

(3) Pengendalian tinggi cairan dapat dipakai untuk memperhalus fluktuasi aliran dalam sistem bertingkat, jika aliran keluar dari satu unit menjadi masukan unit berikutnya.

Pengendali level pada umumnya mengendalikan proses integrator. Ini disebabkankarena cairan yang terakumulasi adalah jumlah (integral) dari perbedaan antara aliranmasuk dan keluar. Dalam kondisi nyata, tinggi permukaan biasanya bukan sebagai penentu laju alir masuk atau keluar.

PROSEDUR KERJA Menghubungkan Kabel utama pada stop kontak Membuka katup V1 dan V2 dan mengosongkan volume tangki. Mengatur agar katup V2 tertutup sekitar 25%, katup V1 tetap terbuka. Menghidupkan unit CRL dengan mengaktifkan tombol saklar utama Memutar sambil menarik ke atas katup tekanan (7) dan mengatur dengan memutar katup tersebut agar tekanan yang terbaca di (6) maksimal 2 bar. Mengobservasi kejadian di unit CRL dan grafik yang terbentuk. Mencatat waktu yang dibutuhkan mulai dari batas atas ( ketinggian maksimum ) hingga batas bawah (ketinggian minimum).Mengulangi pencatan waktu hingga mendapatkan 3 data.Mengamati bahwa katup pneumatic menutup saat ketinggian melewati batas atas dan terbuka kembali saat ketinggian kurang dari batas bawah. Membuat grafik dari data yang didapatkan.

DATA PENGAMATAN Data pengamatan level 1waktu (menit)Level

00

1,1586,5

2,1775,7

5,3786,3

6,3975,7

8,885,7

9,8275,9

12,3485,7

13,3675,5

- Data pengamatan katup pneumatik 1Waktu (menit )BukaanKatup pneumatic

00

1,150

1,1586,5

2,1786,5

2,170

5,370

5,3786,3

6,3986,3

6,390

8,80

8,885,7

9,8285,7

9,820

12,340

12,3485,7

13,3685,7

13,360

Data pengamatan level 2Waktu (menit)Level

00

1,3886,5

2,1475,7

3,5986,3

4,5775,7

6,3885,7

7,3275,9

Data pengamatan katup pneumatik 2Waktu (menit )BukaanKatup pneumatic

00

1,380

1,3886,5

2,1486,5

2,140

3,590

3,5986,3

4,5786,3

4,570

6,380

6,3885,7

7,3285,7

7,320

GRAFIK 1

LEVEL

GRAFIK 2

ANALISA DATA

Pada praktikum kali ini dilakukan percoobaan pengendalian ketinggian level dengan menggunakan metode pengendalian yaitu pengendalian diskontinyu (ON OFF). Pengendali (on/off) dimana actuator hanya berada pada dua posisi ON (hidup) atau posisi OFF (mati). Pada unit CRL yang digunakan, actuator adalah katup pneumatik (katup bertekanan) yang bersifat ATO (Air to Open) dimana jika katup ini diberikan udara tekan maka katup akan membuka atau dalam keadaan awal katup dalam keadaan tertutup.Awal pertama, cairan dipompa dari penampungan menuju tangki berskala melewati katup pneumatik, lalu fuida masuk ke tangki berskala, pada bagian bawah tangki berskala terdapat transduser yang berguna mengubah besaran tekanan hidrostatis air menjadi sinyal listrik yang sebanding untuk kemudian akan disalurkan ke kontroler. Untuk menciptakan ketinggian level maka nilai input harus lebih besar daripada nilai output. Di dalam tangki berskala terdapat sensor resiitive probe (3 buah batang : pendek, sedang, panjang). Ketika cairan terus naik, maka akan menyentuh sensor resistive probe, apabila cairan telah mencapai batas atas maka sensor akan membaca dan merespon dengan mengirimkan sinyal yang kemudian dibaca oleh kontroler lalu menghentikan kerja pompa yang otomatis akan menghentikan nilai input. Pengosongan tangki terjadi sebab nilai input lebih kecil dibandingkan nilai output.Begitupun sebaliknya, ketika aliran mendekati batas bawah, maka sensor akan membaca dan merespon dengan mengirimkan sinyal ke kontroler yang kemudian kontrole secaraotomatis akan menghidupkan kerja pompa sehingga meningkatkan nilai input. Aliran air yang masuk akan mengisi tangki sesuai dengan set point yang telah ditentukan. Dalam percobaan kali ini, batas atas yang digunakan sebesar 85% sedangkan untuk batas bawahnya sebesar 75%.. Di percobaan pertama, pembacaan batas atas tertinggi level yang di dapat yaitu 86,5 dengan batas bawah 75,5. Sedangkan di percobaan kedua, batas atas tertinggi level yang di dapat yaitu 85,8 dengan batas bawah 75,8 dengan selang waktu yang berbeda-beda. Perbedaan disebabkan oleh pengaturan nilai output pada valve pengeluaran.

KESIMPULANBerdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : Pengendalian yang dilakukan pengendalian on off, dengan menggunakan sensor resistive probe Nilai batas atas, batas bawah dan set point yang digunakan berturut turut 85, 75, dan 80 Untuk mendapatkan ketinggian level maka nilai input harus lebih besar daripada nilai output Pengendalian ON-OFF dilakukan dengan memanfaatkan sinyal tekanan

DAFTAR PUSTAKA

Josheet.2013.Penuntun Praktikum Pengendalian Proses. Teknik Energi. Politeknik Negeri Sriwijaya http://depisatir.blogspot.com/2013/10/laporan-crl-pengendalian-on-off.html Pengendalian_Proses_2013-libre.pdf