Create By PageManager -...

19
P E N G A J A R A N B A H A S A D A N S E N I D I F A K U L T A SB A H A S A D A N S E N I U N I V E R S I T A SN E G E R I J A K A R T A R E F L E

Transcript of Create By PageManager -...

PENGAJARAN BAHASA DAN SENIDI FAKULTAS BAHASA DAN SENIUNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

REFLE

Diterbitkan oleh Penerbit Beringin MuliaJin Bekasi Timur 14/4 No 20 B Jatinegara, Jakarta Timur

email: [email protected]

cetakan 1:Mei2015

Copy Right UNJ, 2015All Right Reserved

Hak cipta Dilindungi Undang-Undang

PenyelarasAksara: Dr. Nuruddin, MA.

Penata Letak: Subur IsmailDesain Sampul: Tim Beringin Mulia

ISBN : 978-602-71433-7-1

EditorDr. Numddin, MA.

Subur Ismail, M.Pd.

Refleksi 50 Tahun Pengajaran Bahasa san Sastradi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta

PENGAJARAN PENGUCAPAN BAHASA INGGRIS:QUARE, QUAMOD, ET QUO VADIS?

(Studi Kasus di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris,Universitas Negeri Jakarta)

Dr. Ifan Iskandar, M.Hum.

(Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Wakil Dekan I FBS UNJ)

PendahuluanPengucapan bahasa Inggris merupakan salah satu aspek

keterampilan berbicara bahasa Inggris yang sering dijadikan tolok ukurpertama dalam menilai keterampilan berbicara seseorang. Dalam kontekspembelajaran bahasa Inggris di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FakultasBahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta (selanjutnya disingkatJBSIng), dosen dan mahasiswa secara umum dianggap memilikiketerampilan berbahasa yang mumpuni atau memadai untuk rnelakukankomunikasi secara lisan dan tulisan. Namun, kenyataan menunjukkanbahwa kemampuan pengucapan mahasiswa, bahkan mahasiswa semester,masih ditandai dengan kesalahan dasar yang seharusnya tidak dilakukanamahasiswa JBSIng. Apakah adil mengemukakan hal ini tanpamempertanyakan bagaimana pembelajaran pengucapan dilakukan di

JBSIng UNJ?Mempertanyakan pembelajaran pengucapan sebagai aspek yang

dianggap penting bukanlah suatu hal yang baru. Ur (2001) dan Fraser(2002) menyatakan bahwa banyak guru tidak pemah mengajarkanpengucapan, namun demikian pengucapan siswa mereka cukupmemuaskan atau menurut Harmer (2001) hanya berusaha sedikit dalammengajarkan pengucapan. Secara khusus, Stead (2013, Centre for EnglishTeaching, Sydney University) mengungkapkan bahwa tidak adapendekatan yang bersistem terhadap pengucapan bahasa Inggris.Kurangnya perhatian terhadap pengajaran pengucapan juga terjadi di Iran

(Shooshtari, Mehrabi, and Mousavinia, 2012).IDua sisi pengucapan yang terkesan ironis ini—dianggap pentingj;dalam keterampilan berbicara, namun hampir diabaikan dalamIpembelajaran—tidak membuat aspek ini sepi dari kajian ilmiah. Pali(International Conference "ICT for Language Learning", 2013 di India)%mengkaji tentang permasalahan utama yang dihadapi penutur asli bahasasHindi di India dan cara menyelesaikannya. Setahun sebelumnya, Al-

Badawi (2012) juga melakukan hal yang sama terhadap mahasiswanya diArab Saudi. Sprak (2012) juga melakukan penelitian yang sama, tapi

Imemumpunkan pada kajian tentang pengucapan konsonan bahasa Inggris

"oleh mahasiswa asal Kepulauan Faroe.

Refleksi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ

Penelitian lain tentang pengucapan dilakukan oleh Liu (2011) yangmemumpunkan pada faktor yang memengaruhi keakuratan pengucapan,yaitu transfer negatif, variabel tugas, dan kemampuan awal individu. Diamembuktikan bahwa kesalahan pada umumnya disebabkan oleh pengaruhnegatif bahasa pertama dan tugas seperti mengucapkan kata atau kalimatatau pembicaraan yang spontan serta kemampuan awal individu dalammemersepsikan, meniru, dan memantau berperan dalam memperbaiki

kemampuan pengucapan. Ali (2013) meneliti permasalahan pengucapandengan melakukan analisis akustik terhadap bunyi vokal bahasa Inggrisyang diucapkan oleh pelajar di Sudan. Mereka kesulitan dalammengucapkan vokal tengah dan belakang dan ini disebabkan olehinterferensi bahasa pertama dan kurangnya pengetauan tentang bahasaInggris. Bahkan pada 2012 dilakukan Simposioum Internasional di Swediatentang Automatic Detection of Errors in Pronunciation Training yangsecara khusus membahas permasalahan pengucapan dan pembelajarannya.(Engwall penyunting, presiding, Juni, 2012).

Paparan di atas menunjukkan bahwa penelitian tentang pengucapanberorientasi pada pengidentifikasian kesalahan pengucapan dan upayapenyelesaiannya. Jadi, penelitian yang dipaparkan di atas bersifat korektifatau memperbaiki. Ini merupakan indikator yang jelas mengonfirmasifakta yang dipaparkan di atas bahwa pembelajaran pengucapan tidakdilakukan secara bersistem dan terencana. Oleh karena itu, menarik untukmelakukan kajian tentang mengapa (quare), dengan cara apa (quamod),dan akan ke mana (quo vadis) pembelajaran pengucapan bahasa Inggris diJurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Negeri Jakarta.

MetodologiMasalah yang dibahas dalam makalah ini mencakup dua hal, yaitu

mengapa pembelajaran pengucapan bahasa Inggris diperlukan bagimahasiswa Jurusan Bahasa dan Sasta Inggris, FBS UNJ dan bagaimanapembelajaran pengucapan dilakukan di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris,FBS UNJ. Studi kasus dipilih untuk menjawab permasalahan di atasdengan sumber data berupa dokumen akademik perkuliahan dan dosenJurusan Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Negeri Jakarta. Jadi,makalah ini bertujuan untuk memaparkan alasan diperlukannyapembelajaran pengucapan bahasa Inggris bagi mahasiswa JBSIng UNJdan bagaimana pembelajaran pengucapan bahasa Inggris dilakukan.

Mengapa Pembelajaran Pengucapan Bahasa Inggris Diperlukan?Bahasan tentang alasan diperlukan atau tidaknya pembelajaran

pengucapan diawali dengan melihat bagaimana kaitan pengucapan denganketerampilan berbahasa lainnya. Ada dua paling tidak keterampilan

Dr Ifan Iskandar, M.Hum., Pengajaran Pengucapan Bahasa Inggris: Quare, Quamod,...

berbahasa yang sangat erat kaitannya dengan pengucapan, yaitu berbicaradan menyimak. Dalam keterapilan berbicara, pengucapan merupakanaspek atau unsur pertama yang membangun keterampilan mikro berbicara.Ada dua unsur pengucapan yang merupakan bagian ini, yaitu: 1)kemampuan memproduksi perbedaan di antara fonem dan variasi alofonbahasa Inggris; dan 2) kemampuan memproduksi pola tekanan, kata yangmendapat tekanan dan tidak, struktur ritme, dan intonasi. Ini jelasmenunjukkan bahwa pengucapan merupakan bagian yang tidakterpisahkan dan bahkan menjadi indikator pertama dalam keterampilan

berbicara.Pengucapan sebagai bagian keterampilan berbicara lebih jauh

dijelaskan Florez (1999). Beliau menyatakan bahwa keterampilanberbicara menyaratkan bukan hanya pengetahuan tentang bagaimanamemproduksi hal-hal khusus bahasa seperti tata bahasa, pengucapan. kosakata (linguistic competence), melainkan juga pemahaman tentang kapan,mengapa, dan cara apa yang digunakan untuk meproduksi bahasa(sociolinguistic competence). Pembicara yang baik, masih menurut Florez,mempunyai paling tidak delapan kemampuan dan salah satunya adalahkemampuan memproduksi bunyi. pola tekanan, struktur ritme, danintonasi. Bahkan pengucapan dapat menjadi penentu keberhasilankomunikasi lisan. Ondracek (2012) dalam disertasi doktornyamembuktikan bahwa permasalahan dalam komunikasi sangat mungkinterjadi karena kesalahan pengucapan bahasa Inggris di kalangan orang

Chehnya.Pengucapan juga merupakan unsur mendasar dan pokok dalam

bidang fonetiks dan fonologi. Dalam fonetiks artikulatoris, caramemproduksi bunyi bahasa atau fonem—pengucapan—merupakan kajianutamanya. Begitu juga dalam fonologi, yaitu pengucapan bunyi dalamkaitannya dengan bunyi lain dalam berbicara yang memunculkan aspekketerkaitan bunyi akhir suatu kata dengan bunyi awal kata lainnya(linking/joining/ catenation) dan penghilangan atau perubahan bunyikarena pengaruh bunyi lainnya (omission dan assimilation). Karenamerupakan bahan dasar aspek pengucapan inilah, lima puluh dua tahunyang lalu, Clarey dan Dixson (1963) mendefinisikan fonetik sebagai

kajian tentang bunyi dan seni pengucapan.Pengucapan yang identik dengan salah satu ciri pokok

keterampilan berbicara juga terkait dengan keterampilan menyimak. Reeddan Michaud (2011) membuktikan bahwa keterampilan berbicara danmenyimak berkaitan, bahwa produksi dapat memfasilitasi persepsi,meningkatkan tuturan yang dapat dipahami (intelligible speech) danpemahaman dalam menyimak (listening comprehension). Inidimungkinkan karena pengetahuan tentang tata bunyi dapat membantu

Refleksi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ

menyimak bunyi yang didengar. Hal ini dinyatakan oleh Pierce (1988)bahwa dalam kelas listening, proses menyimak dan menyusun pesan dariserangkaian bunyi salah satunya bergantung pada pengetahuan siswa

tentang tata bunyi bahasa tersebut.Kaitan antara pengucapan dan keterampilan menyimak juga dapat

ditelusuri dari proses menyimak yang biasanya dikelompokkan menjaditop-down dan bottom-up processing. Duzer (1997) menjelaskan bahwaada dua proses menyimak, yaitu top-down processing dan bottom-upprocessing dan yang kedua hanya dapat berjalan bila pemerolehan maknadari pesan yang dikomunikasikan berdasarkan data bahasa yang masuk,yaitu dari bunyi, kata, hubungan ketatabahasaan, dan makna dan termasukpula tekanan, ritme, dan intonasi. Jadi, dalam proses menyimak yangkedua, pesan yang disimak diproses melalui unsur bahasa yangsebagiannya merupakan bagian dari pengucapan, yaitu bunyi, tekanan,

ritme, dan intonasi.Penelitian tentang kaitan pengucapan dengan keterampilan

menyimak dan keterampilan lain juga pernah dilakukan peneliti lainnyabaru-baru ini. Habibi, dkk. (2013) membuktikan bahwa pengajaran simbolfonetik bahasa Inggris bagi mahasiswa mereka di Iran berpengaruh positifatau dapat meningkatkan kemampuan menyimak bahasa Inggris mereka.Simbol fonetik merupakan salah satu materi yang dapat membantu siswabelajar pengucapan dengan memanfaatkan kamus yang menyediakantranskripsi fonetik. Di samping dapat meningkatkan keterampilanmenyimak, pengajaran pengucapan juga dapat meningkatkan kepercayaandiri dalam berbicara. Varasarin (2007) menyimpulkan bahwa pelatihanpengucapan dan strategi belajar bahasa dapat meningkatkan kepercayaandiri siswa berbicara dalam bahasa Inggris. Penelitian ini dilakukan olehVarasarin di Thailand dan tindak lanjut dari penelitian beliau adalahdimasukkannya pengajaran pengucapan di dalam kurikulum sekolah.

Pembelajaran pengucapan bukanlah pembelajaran yang pentingsebagai sebuah keterampilan yang berdiri sendiri. Pengucapan tidak dapatdisetarakan dengan empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak,berbicara, membaca, dan menulis. Namun, pengucapan merupakan ujungtombak keterampilan berbicara karena kemampuan mengucapkan fonemmerupakan dasar dalam menghasilkan tuturan yang jelas dan lancar dalammenyampaikan pesan yang hendak disampaikan. Pengucapan jugamenjadi salah satu dasar dalam menopang keterampilan menyimak saatmemproses pesan melalui bunyi yang disampaikan. Di samping itu,pengucapan juga dapat menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan diridalam berkomunikasi secara lisan. Dalam tautan inilah pembelajaranpengucapan mempunyai peran strategis dan penting dalam menopang dua

keterampilan berbahasa yang utama yaitu berbicara dan mendengar karenabahasa sejatinya adalah tuturan dan simakan.

Refleksi Pembelajaran Pengucapan di Jurusan Bahasa dan Sastra

Inggris, FBS UNJPembelajaran pengucapan seperti halnya pembelajaran apapun

secara umum sangat erat kaitannya dengan perkembangan penelitian dibidang tersebut. Melalui penelitian, guru atau dosen dapat memperolehpengetahuan empiris tentang permasalahan pembelajaran pengucapan danpenyelesaiannya. Menurut Jenkins (2004), ada dua kecenderungan pentingdalam penelitian pengucapan saat ini, yaitu isu tentang wacana dansosiolinguistik konteks dan isu tentang bagaimana pemanfaatan teknologiuntuk menguji temuan penelitian sebelumnya dan mengembangkanpembelajaran yang baru. Pertanyaan yang menarik untuk dibahas dalamkaitan ini adalah apakah pembelajaran pengucapan di JBSIng UNJ sudahdilakukan berdasarkan temuan penelitian. Atau bahkan pertanyaannyalebih mendasar lagi, "apakah pengucapan benar-benar diajarkan?"

Sebelum melihat bagaimana pembelajaran pengucapan di JBSIngUNJ, sebaiknya potret pembelajaran pengucapan di belahan dunia lainnyapun dikemukakan. Ini penting untuk dijadikan dasar dalam memerikanpotret tersebut di JBSIng. Wei (2006) menyatakan bahwa di pelbagaibelahan dunia, pembelajaran pengucapan diabaikan karena kurangnyastrategi dan teknik pengajaran pengucapan. Di perguruan tinggi di Cina,mata kuliah fonetiks bahasa Inggris ditiadakan (Cheng, 1998). Di Taiwanbanyak guru berpendapat bahwa pengucapan tidak penting (Lin, Fan,Chen, 1995). Di Amerika Serikat, banyak siswa dan guru menganggappembelajaran pengucapan sia-sia karena sangat sulit, misalnya, tidakmungkin siswa dapat membedakan ship dan sheep (Wong, 1993).Pengucapan bahasa Inggris diabaikan dalam kurikulum pendidikan diThailand (Wei dan Zhou, 2002). Di Meksiko pengucapan diperikansebagai Cinderella pengajaran bahasa, penting tapi kurang diperhatikan(Dalton, 2002). Jadi, secara umum pembelajaran pengucapan kurangmendapat perhatian yang memadai sekalipun aspek ini dianggap penting

dan menentukan.

Sampai pada tahun 1999, pengucapan merupakan salah satu matakuliah yang wajib diikuti mahasiswa JBSIng . Buku yang digunakanadalah Sheep or Ship yang ditulis oleh Ann Baker. Kegiatan perkuliahandiisi dengan latihan tubian (drill) dan meniru ucapan dosen pengampu(imitating). Ujian tengah dan akhir semester dilakukan secara lisan dengansatu per satu mahasiswa diminta mengucapkan bunyi sasaran dalam

bentuk kata (minimalpairs), frasa, dan kalimat.

Dr. Ifan Iskandar, M.Hum., Pengajaran Pengucapan Bahasa Inggris: Quare, Ouamod,...

Refleksi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ

Pada awal 2000, kurikulum JBSIng mengalami perabahan yangsignifikan pada kelompok mata kuliah keterampilan bahasa Inggris. Matakuliah listening, speaking, reading, writing yang masing-masing terdiriatas I-III/IV diintegrasikan dalam satu mata kuliah Integrated IntensiveEnglish (HE) dan mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2001/2002. Matakuliah Pronunciation dihilangkan dan diintegrasikan ke dalam Integrated

Intensive English (HE) dan English Phonetics and Phonology.Pada tahun ajaran 2002-2003 (September 2002) terjadi perubahan

kurikulum ke arah kurikulum yang berbasis kompetensi (KBK). Matakuliah Integrated Intensive English (HE) dihilangkan. Muatan mata kuliahpengucapan, yaitu penguasaan fonem bahasa Inggris dikembangkan padamata kuliah English for Social Interaction (ESI) dan mata kuliahStructural Linguistics I yang di dalamnya mencakup materi mata kuliah

English Phonetics and Phonology.Mata kuliah HE adalah mata kuliah yang mempersiapkan

mahasiswa untuk mempunyai keterampilan berbahasa Inggris secara lisandan tertulis pada tingkat Pre-lntermediate (Buku Pedoman Kegiatan

Akademik Universitas Negeri Jakarta, tahun 2001/2002). Karena muatanHE ini bersifat dasar, maka ia merupakan gabungan beberapa mata kuliahjurusan yang diberikan pada semester pertama. Jadi, HE adalah gabungandari beberapa mata kuliah seperti Listening I, Speaking I, structure I,Reading I dan English Pronunciation. Akan tetapi karena tuntutanperubahan kurikulum yang berbasis kompetensi, mata kuliah HE yangrelatif masih baru ini diganti dengan mata kuliah English for Social

Interaction (ESI) namun tetap dengan muatan yang sama dengan mata

kuliah HE.Penggabungan ini tentu saja membawa perubahan pada Satuan

Acara Perkuliahan, materi dan model pembelajaran. Untuk memadukansub-sub mata kuliah ini dosen menggunakan cara yang paling sederhana,yaitu dengan mencari buku yang di dalamnya memuat materi sub-sub

mata kuliah tersebut. Namun, mencari buku yang memuat empatketerampilan berbahasa dan pengucapan sulit dilakukan. Akhirnya timpengajar menggunakan kompilasi buku berseri Interaction (A ReadingSkills Book, A Listening I Speaking Skills Book, A CommunicativeGrammar, A Speaking Activities Book) untuk ke empat sub mata kuliahtersebut. Sementara itu, untuk Mata Kuliah Pronunciation digunakanbuku tersendiri yang dulu biasa digunuakan, yaitu Ship or Sheep (Ann

Baker, 1981).Dari sejak berdirinya JBSIng pada 1964 sampai 2002, pengucapan

masih secara tersurat dituliskan dalam dokumen akademik, baik SatuanAcara Perkuliahan maupun Buku Pedoman Akademik. Hanya saja, sejak2000 pengucapan tidak lagi berdiri sendiri sebagai mata kuliah, tapij

Dr. Ifan Iskandar, M.Hum., Pengajaran Pengucapan Bahasa Inggris: Quare, Quamod,...

dipadukan ke dalam mata kuliah lain. Hingga pada 2013 pun, pengucapanmasih disebutkan walau tidak lagi secara tersurat, melainkan dipadukandalam pemyataan "mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris yangberterima dan dipahami (appropriate and intelligible) secara lisan dantulisan ..." (BPA 2013/2014). Kemampuan berbahasa Inggris pun dipatokdengan menggunakan standar Common European Framework of

Reference (CEFR).Perubahan dari pernyataan yang secara tersurat menyatakan

pengucapan sebagai bagian dari perkuliahan ke pemyataan yang tersiratberdampak pada berkurang atau bahkan hilangnya pembelajaran aspekpengucapan. Sejatinya pengucapan adalah pembelajaran fonem segmentaldan suprasegmental serta aspek fonologis seperti linking, assimilation,omission, dan neutralization. Reed dan Michaud (2011) mengidentifikasiempat komponen utama dalam pengajaran pengucapan, yaitu fitur tuturanyang berkaitan (connected speech features), fitur suprasegmental,morfologi infleksional, dan fonem segmental. Wei (2006) mengungkapkanbahwa komponen pengucapan adalah intonasi, tekanan kata dan kalimat,

konsonan, dan vokal.Jenkins dalam Mihaila-lica (2007) menyatakan bahwa fitur

pengucapan yang penting untuk saling memahami dalam berkomunikasisecara lisan antara bukan penutur asli dengan sesama bukan penutur aslibahasa Inggris ada empat kelompok. Pertama adalah semua konsonankecuali bunyi dengan ejaan "th" pada kata thin atau this. Kedua adalahsemua gugus konsonan (consonant cluster) pada distribusi awal dantengah. Ketiga adalah perbedaan antara vokal panjang dan pendek.Terakhir adalah tekanan pada suku kata atau kata-kata tertentu dalam if asaatau kalimat. Komponen inilah yang sebagian besar hilang dalampembelajaran pengucapan sejak dipadukan secara tersirat ke dalam mata

kuliah keterampilan berbahasa.Pembelajaran pengucapan terpinggirkan pada posisi memperbaiki

kesalahan pengucapan. Artinya pembelajaran pengucapan terjadi hanyaketika mahasiswa melakukan kesalahan pada pengucapan. Jadi,pembelajaran berubah dari konteks yang bersifat proaktif menjadi reaktifdan dari antisipatoris menjadi korektif. Ini menyebabkan terkuranginyamuatan materi ajar pengucapan karena dosen lebih banyak memumpunkanpada komponen segmental, yaitu vokal, konsonan, dan diftong dankomponen suprasegmental, yaitu tekanan. Fitur tuturan yang salingberkaitan (connected speech features) seperti linking dan assimilationhampir tak tersentuh. Namun apakah proses pembelajaran seperti ini salah

atau tidak tepat? Kita perlu melihat sejarah pembelajaran pengucapan yang

ada.

Refleksi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ

Pada akhir 1800-an dan awal 1900-an, ketika masa metodelangsung (direct method), model pembelajaran pengucapan adalah dengardan tiru. Pada masa 1940-an sampai 1950-an, melalui metode audiolingual (audio lingual method), model pembelajaran yang digunakanmenuju penguasaan pengucapan seperti penutur asli (native like) denganmodel pembelajaran mendengar dan meniru seseorang yang dijadikanmodel pengucapan. Pada era 1960-an, saat pendekatan kognitif sedangberkembang, aspek pengucapan dipinggirkan, tujuan menciptakan pelajardengan pengucapan seperti penutur asli dianggap tidak realistis dan tidakmungkin dapat dicapai dan karenanya akan lebih baik bila mengajarkantata bahasa dan kosa kata. Pada 1970-an, dengan berkembangnya silentway pengucapan terpumpun pada sistem bunyi dan tata bahasa bahasasasaran dan melalui metode community language learning, pelajarlah yangdiberi kebebasan untuk menentukan materi yang hendak dilatih dan guruberperan sebagai sumber informasi.

Pada akhir 1970 atau awal 1980-an sampai sekarang, pendekatankomunikatif mengambil alih peran dalam pengajaran bahasa. Tujuanutama pembelajaran adalah komunikasi dan pengajaran pengucapanmerupakan hal yang penting yang bertujuan untuk memproduksi bahasayang dapat dipahami (intelligibility). Teknik yang digunakan adalahmendengar dan meniru, pelatihan fonetis, latihan tubian dengan materipasangan minimal (minimal pairs), dan Iain-lain. Pada abad ke-20 dandengan pendekatan grammar translation dan pendekatan berbasis-bacaan(reading-based approaches), pembelajaran bahasa menekankan padaprinsip bahwa komunikasi lisan bukanlah tujuan utama, berbicara tidakperlu mendapat porsi yang besar, dan pengucapan hampir tidak mendapattempat sama sekali. Pada era yang sama dengan pendekatan natural(natural approach), pelajar hanya berbicara ketika mereka siap berbicaradan dengan metode total physical response, pembelajaran bahasamemumpunkan pada menyimak agar pelajar dapat memeroleh kesempatanmenginternalisasi bunyi sasaran. Pada masa sekarang, pembelajaranpengucapan diarahkan pada teknik seperti kegiatan yang membangunkelancaran berbicara, perlatihan yang berorientasi pada keakuratan, jenispembelajaran bersifat multisensoris, penyesuaian pada materi otentik, danpenggunaan teknologi dalam pengajaran pengucapan.

Dalam penjelasan yang lebih sederhana, sejarah perkembanganpengajaran pengucapan dapat dijelaskan dengan beberapa prinsip dasar.Nunan (2003) menyimpulkan prinsip tersebut dalam pemyataan berikut:1) masa 1940-1950-an: telinga yang baik akan menuntun pada pengucapanyang baik pula; 2) 1960-an hingga 1970: marilah kita menganalisis bunyiyang ada dengan teliti untuk menjelaskan cara mengucapkannya denganjelas; 3) 1980-an hingga sekarang yang dipengaruhi oleh pengajaran

pembelajaran.yang pasti dalamtidak mendapat tempatdinyatakan sehinggaTidak secara tersuratJBSIngPembelajaran di

seperti penutur aslipengucapan yang

Bertujuan memerolehtradisionalPendekatan

komunikasitidak menghalangimutu pengucapan

memadai sehinggapengucapan yang

keterampilanBertujuan memerolehberbasis penelitianPendekatan

Dr. Ifan Iskandar, M.Hum., Pengajaran Pengucapan Bahasa Inggris: Quare, Quamod,...

bahasa yang komunikatif dan berbasis tugas: marilah segera menggunakanbunyi-bunyi yang ada sesegera mungkin sementara guru memberikanpetunjuk dan umpan balik tentang seberapa baik kamu melakukannya.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dilihat bahwa pembelajaranpengucapan terus menerus mengalami perubahan. Secara khusus, Nunan

(2003) mengadaptasi gagasan Celce-Murcia (1987) memetakan empattahap pengajaran pengucapan. Yang pertama adalah mengidentifikasi fiturpengucapan yang akan diperbaiki dan yang kedua adalah memanfaatkankonteks bahasa dalam komunikasi yang sesungguhnya yang di dalamnyafitur-fitur pengucapan tersebut ditemukan. Ketiga, mendisain kegiatankomunikatif untuk melatih fitur yang teridentifikasi dan yang keempatadalah mendisain tiga atau empat tugas untuk mendaur ulang fokus danmenyediakan konteks baru untuk fitur yang teridentifikasi. Empat tahaptersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip untuk meningkatkanketerpahaman, mempertimbangkan keefektifan, mengajarkan bunyi dalamkonteks, memberikan umpan balik, menyadari bahwa pelajarlah yangmemegang kendali terhadap perbaikan pengucapan mereka, bukan guru.

Berdasarkan uraian di atas, beberapa praktik pengajaranpengucapan bahasa Inggris di JBSIng memang mengadopsi pendekatandan prinsip pengajaran pengucapan yang sudah ada. Pengadopsian tersebutdapat dilihat dari penggunaan minimal pairs dan memumpunkan padabunyi yang teridentifikasi salah. Namun, praktik ini, paling tidak dalam

sepuluh tahun terakhir, bukan dalam konteks pengajaran pengucapan yangterencana, tapi sebagai reaksi dari kesalahan yang dibuat oleh mahasiswa.Keadaan tersebut tidaklah memadai dalam memperbaiki pengucapan

bahasa Inggris mahasiswa.Untuk melihat lebih jelas bagaimana sebenamya pengajaran

pengucapan di JBSIng dalam satu dasawarsa terakhir dalam konstelasipengajaran bahasa Inggris yang ada, penyejajaran antara pengajaranpengucapan tradisional dan pengajaran yang berbasis penelitian denganpembelajaran di JBSIng dapat menjadi salah satu alternatif. Pelajari tabel

di bawah ini.Potret pengajaran pengucapan di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNJ

10

Tidak memperhatikanfaktor seperti ini

Faktor afektif tidakdipandang sebagaifaktor penting dalampembelajaran

Faktorafektifdipandang pentingdalam pengajaranpengucapan pelajarmelakukan kegiatanrelaksasi khususuntuk mengurangikekhawatiran danresistensidalam

Tidak menitikberatkanpada dosen ataumahasiswa karenapembelajaran terjadi

hanya jika terjadikesalahan pengucapandan dosen merasa

hendakmemperbaikinya. Jadi,lebih bergantung padapilihan dosen untukmelakukanpengoreksiankesalahan atau tidak

Pelajartidakbertanggungj awabterhadap perbaikan

pengucapannya.

Motivasi pelajardipandang sebagaidasaryangmendukungkesuksesanpengajaran bahasa.Pelajar berperanpentingdalammeperbaikipengucapan sehinggaketerampilanmelakukanself-monitoringdanstrategi kesadaran(awareness

strategies) diajarkan

Hanya beberapa dosenyang menggunakandeskripsi fonetis saatkesalahan pengucapanterjadi

Deskripsifonetismerupakan komponenutama dalam kelas

pengucapan

Deskripsi fonetishanya diberikan jikadiperlukandan

dibutuhkan

Dalam konteks ketikakesalahan pengucapan

terjadi

Bunyi atau fonemsegmental diajarkantidak menggunakanprinsip pembelajarankomunikatif, yaitumelalui latihan tubianatau drills terhadapkata (bukan katadalam konteksnya)

Pengajaran

pengucapandilakukan secarakomunikatif

Umumnya pada bunyiKonsentrasi utama

adalah padapengajaran bunyi

Konsentrasi

pengajaranpadatekanan dan intonasi

Refleksi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ

11

Diadaptasi dari Scarcela dan Oxford, 2004

Perbandingan dalam tabel di atas menunjukkan bahwa pengajaranpengucapan di JBSIng tidak secara tersurat dan jelas dalam dokumenperkuliahan seperti satuan acara perkuliahan dan hanya dinyatakan secaraumum dalam profit kemampuan lulusan JBSIng yang berbasis CEFR. lnimenyebabkan pengajaran pengucapan tidak terencana dan hanya terjadibila dosen merasa perlu untuk memperbaiki kesalahan pengucapanmahasiswa. Dampaknya, pengajaran pengucapan tidak dilakukan secaraoptimal dan biasanya hanya meminta mahasiswa mengulangi ucapannyadengan meniru ucapan dosen.

Secara ringkas, ada tiga hal yang dapat menggambarkan praktikpengajaran pengucapan di JBSIng. Tidak ada mata kuliah pengucapanBahasa Inggris dan pengucapan tidak menjadi subbagian materi ajardalam mata kuliah apapun. Kedua, tidak ada pernyataan tertulis yangsecara tersurat menyatakan atau menjelaskan aspek pengucapan dankomponennya yang harus dikuasai mahasiswa dalam kurikulum maupunsilabus perkuliahan. Ketiga, tidak ada strategi pengajaran pengucapanyang terencana untuk dilakukan dalam kegiatan perkuliahan baik di dalammaupun di luar kelas. Aspek pengucapan hanya secara lisan disepakatiuntuk diajarkan di semua mata kuliah karena menjadi bagian yang takterpisahkan dalam semua kegiatan perkuliahan di JBSIng. lni berartimenyerahkan sepenuhnya kepada dosen untuk memutuskan perlu tidaknyamengajarkan aspek pengucapan kepada mahasiswa. Potret ini sama persisdengan yang dinyatakan oleh Jenkins (2004) bahwa: ^Pronunciationactivities are included in most curricula in an ad hoc and infrequent wayand teachers are given the flexibility to include as little or as much ofthese or their own pronunciation materials into their lessons, resulting ininconsistency across the curricula".

Keadaan di atas harus diubah agar tujuan JBSIng menghasilkanlulusan yang dapat berkomunikasi secara lisan dengan bahasa Inggris yangakurat dan terpahami dapat dicapai. Perubahan dapat dilakukan denganmemberikan penjelasan tambahan dalam silabus secara tersurat danmenyusun rencana pembelajaran yang dapat diintegrasikan dalamperkuliahan pada mata kuliah apapun yang menggunakan bahasa Inggrissebagai pengantarnya. Penambahan penjelasan dalam silabus dapatdilakukan dengan mengidentifikasi komponen yang menjelaskankemampuan berbicara yang baik dan benar dari unsur kompetensilinguistik—di samping kompetensi sosiolinguistik dan pragmatik dalamkompetensi berbahasa yang komunikatif. Komponen dalam kategori

memperbaiki

lengucapan

Dr. Ifan Iskandar, M.Hum., Pengajaran Pengucapan Bahasa Inggris: Quare, Quamod,...

12

keterampilan mikro dan makro kemampuan berbicara juga dapat menjadiawal untuk menjelaskan kemampuan pengucapan bahasa Inggris.

Penyusunan rencana pembelajaran yang dapat dipadukan ke dalamperkuliahan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal.Pertama, bagaimanakah pendekatan pengajaran pengucapan yang lazimdigunakan oleh guru Bahasa? Kedua, bagaimanakah rekomendasi penelitidan pengajar tentang pengajaran pengucapan? Ketiga, bagaimanakahprinsip dan kegiatan yang dapat diterapkan dalam memadukan pengajaranpengucapan ke dalam perkuliahan di JBSIng.

Ada dua pendekatan pembelajaran yang lazim digunakan olehpengajar bahasa dalam pengajaran pengucapan (Celce-Murcia, et. ah,1996). Pertama adalah pendekatan intuitif-imitatif (an intuitive-imitativeapproach) yang dilakukan sebelum akhir abad ke-19). Pendekatan inibergantung pada kemampuan peserta didik dalam menyimak dan meniruritme dan bunyi bahasa sasaran tanpa intervensi dari informasi tersuratapapun. Ini berarti bahwa pendekatan ini menyaratkan adanya guru ataudosen yang dapat menjadi model pengucapan yang valid dan terpercaya.

Pendekatan kedua adalah analitik-linguistik (an analytic-linguisticapproach). Pendekatan ini diterapkan dengan memanfaatkan informasidan peralatan seperti alfabet fonetis, deskripsi artikulatoris, gambar organbicara atau alat ucap, informasi yang bersifat membandingkan bunyi, danalat bantu lainnya yang dapat mendukung kemampuan menyimak, meniru,dan memproduksi bunyi sasaran. Dalam pendekatan ini, peserta didikdiberikan informasi yang jelas tersurat tentang dan dipumpunkan padabunyi dan ritme bahasa sasaran. Pendekatan ini dikembangkan untukmelengkapi dan bukan untuk menggantikan pendekatan intuitif-imitatifyang dapat diterapkan secara bersamaan. Ini berarti bahwa pendekatandalam pembelajaran di JBSIng dapat menggunakan pendekatan yangkedua atau menggabungkan kedua pendekatan di atas sejalan dengankecenderungan pembelajaran bahasa yang sudah berada pada era pascametode atau metode eklektik.

Untuk menerapkan kedua pendekatan di atas, ada beberapa sarandan kegiatan yang dapat dijadikan pertimbangan berdasarkan penelitianyang pernah dilakukan. Morley (1991) menyarankan untuk memadukanpembelajaran pengucapan ke dalam mata kuliah lainnya dan semata-matabertujuan untuk meningkatkan kompetensi komunikatif dan keterpahamanhams menjadi yang diutamakan, "intelligible pronunciation is seen as anessential component of communicative competence'. Keterampilan

menyimak dan pengucapan saling berkaitan (Gilbert, 1984) dankemampuan mempersepsi bunyi secara signifikan memengaruhi produksi

bunyi tersebut (Nooteboom, 1983).

Refleksi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ

13

Dr. Ifan Iskandar, M.Hum., Pengajaran Pengucapan Bahasa Inggris: Quare, Quamod,...

Kegiatan belajar mengajar pengucapan dapat dilakukan denganpelbagai variasi kegiatan. Nunan (2001) mengidentifikasi sepuluhkegiatan, yaitu: 1) meniru rekaman bunyi, kata dan kalimat; 2) merekamujaran peserta didik; 3) menjelaskan dan memberikan instruksi yang rincitentang struktur mulut dan gerakannya dalam memproduksi bunyi; 4)melakukan latihan tubian dengar-dan-ulangi secara individu maupunkelompok; 5) berlatih dengan pelbagai variasi kecepatan dan titi nadabunyi; 6) melakonkan dialog; 7) meniru dalam hati kalimat dan fiturprosodik tertentu; 8) jazz chants; 9) tongue twister; 10) mengoreksi mutuujaran sendiri yang telah direkam. Winiewska (2012) mengumpulkanbeberapa strategi dalam pembelajaran pengucapan, yaitu: menggunakantranskripsi fonetik, memberikan penguatan secara auditoris, memberikanpenguatan secara visual, memberikan penguatan secara sentuhan (tactile),menggunakan teknik vokal seperti dalam drama, memberikan umpan balikaudio, dan memanfaatkan teknologi multimedia. Pada 2003, Nunanketnbali mengumpulkan beberapa kegiatan strategis yang populer dalampengajaran pengucapan, yaitu keterbukaan untuk berubah (openness tochange), pasangan kata minimal dalam konteks (contextualized minimalpairs), peralatan multimedia, berbicara dalam gerak lambat (slow motionspeaking/SMS), penelusuran (tracking), dan teknik dari drama teater.

Penjelasan tentang pendekatan dan rekomendasi di atas dapatdirangkum menjadi petunjuk dalam memadukan pembelajaranpengucapan di JBSIng. Pertama, pengajaran pengucapan harusberorientasi pada pengembangan kemampuan berbicara yang dapatdipahami daripada hanya memperbaiki unsur yang salah diucapkan.Pembelajaran harus menjadi bagian dalam semua mata kuliah yangmenggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Pengajaran pengucapandapat dimulai saat menanggapi kesalahan pengucapan saat interaksi nyatadi kelas dalam diskusi atau presentasi dengan menggunakan pendekatantop-down. Menggunakan kegiatan yang dapat mendorong pengajaranpengucapan yang mandiri dan berkelanjutan. Menggunakan metode yangbersifat gabungan (eclectic) yang sesuai dengan karateristik peserta didik.Mengajarkan pelbagai fitur pengucapan. Menggunakan waktu dua sampailima menit dalam kegiatan kelas/belajar yang sedang berlangsung.

Tujuh petunjuk di atas dapat diterapkan dengan menggunakanprosedur kegiatan berikut ini. Pertama, pendidik mengidentifikasi fiturpengucapan yang tidak akurat ketika peserta didik berkomunikasi. Kedua,pendidik meminta peserta untuk memeriksa fitur tersebut dalam kamusyang dilengkapi dengan transkripsi fonetik atau sumber lainnya.Menuliskan fitur tersebut dan transkripsinya. Mendemostrasikan deskripsiartikulatoris fitur sasaran dan dapat diikuti dengan penguatan secaraauditoris, visual, dan sentuhan (tactile).

14

Refleksi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ

Di samping menggunakan prosedur ini, pendidik juga dapatmenggunakan permainan pengucapan. Ada beberapa permainan singkatyang dapat digunakan berdasarkan saran dari penelitian yang dilakukanIskandar (2002) dengan memanfaatkan buku permaian pengucapanHancock (2001). Pennainan tersebut antara lain: 1) battleships, join thedots, phonetic crossword untuk memperkenalkan dan raelatih simbolfonetik; 2) four-sided dominoes dan sound pictures untuk berlatihmengelompokkan dan mengucapkan kata-kata berdasarkan bunyi yangsama; 3) making tracks untuk berlatih menghitung jumlah suku kata yangada pada setiap kata sebagai dasar belajar tekanan kata; 4) stress snapuntuk melatih mengucapkan tekanan atau stress pada kata- kata yangpendek; 5) happy families untuk berlatih mengucapkan tekanan pada kata-kata yang panjang (kata-kata yang terdiri atas 3-5 suku kata).

Paparan tentang mengapa, dengan cara apa, dan ke mana arahpembelajaran pengucapan bahasa Inggris di Jurusan Bahasa dan SastraInggris UNJ mengerucut pada satu kata kunci, yaitu keterpahaman(intelligibility). Pengucapan yang menjadi etalase keterampilan berbicarapada akhirnya terbukti baik dan akurat hanya bila pengucapan pesan yanghendak disampaikan dapat dipahami. Oleh karena itu, kata kunci ini harusdijelaskan dengan jelas dalam tautannya dengan pengajaran pengucapan.Aiken dan Pearce (2012) menjelaskan keterpahaman dalam tiga faktor.Pertama, faktor pendengar yang terkait dengan kebiasaan terhadap aksen,kemampuan menyimak dan menyimpulkan, pengetahuan tentang topik,dan sikap. Faktor kedua adalah penutur dan ini terkait dengan pengucapan(tekanan, intonasi, pemfrasaan, dan bunyi), penyampaian (kebimbangan,keraguan, volume suara), dan tata bahasa. Faktor kontekstual, yang ketiga,terkait dengan tingkat keramaian latar belakang komunikasi dankemampuan memprediksi konteks bahasa. Dua faktor utama adalah yangpaling menentukan dan ini sangat berkaitan dengan kemampuanpengucapan penutur dalam memproduksi tuturan dengan aksen yang dapatdipahami oleh pendengar.

SimpulanPengajaran pengucapan di JBSIng diposisikan dalam konteks yang

benar dalam hal terpadunya aspek pengucapan ke dalam semua matakuliah yang ada. Namun, karena tidak dijelaskan secara tersurat dan rincitentang aspek pengucapan yang dapat menopang keterampilan berbicarayang akurat dan terpahami di dalam silabus, pendidik tidak tahu sasaranyang harus dicapai sehingga tidak membuat perencanaan dalampembelajarannya walaupun kenyataan ini belum sampai pada keadaanyang obscurum per obscurius, the unclear is explained by means of themore unclear. Pengajaran pengucapan yang ada bersifat reaktif-korektif

15

Dr. Ifan Iskandar, M.Hum., Pengajaran Pengucapan Bahasa Inggris: Quare, Quamod,...

yang membuat keberlangsungan pembelajaran sangat bergantung padamunculnya kesalahan dan ketertarikan pendidik untuk memberikan reaksidan koreksi atau tidak. Karena bersifat reaktif-korektif terhadap kesalahanucap yang dibuat peserta didik, pengajaran pengucapan tidak optimaldalam mencapai aras keterampilan berbicara yang diinginkan. Perubahanterhadap kondisi ini dapat dilakukan dengan menyatakan secara tersuratdan rinci aspek pengucapan yang hendak diajarkan di dalam silabus danmenyusun rencana pengajaran pengucapan yang dapat dipadukan kedalam semua mata kuliah dengan orientasi pada pengucapan yang dapat

dipahami.

Daftar Pustaka

Aiken, Glenice dan Marina Pearce. "Integrating Pronunciation andIndependent Learning Skill into Oral CommunicationOutcomes". ACTA International Conference - TESOL as GlobalTrade, Ethics, Equity and Ecology, Cairns, 2-5 July 2012.

Al-Badawi, Khalid. "An Analysis of Phonetic, Morphological andSyntactic Errors in English: A Case Study of Saudi BA Studentsat King Khalid University."Internationa! Journal ofSocial Science and Humanity, Vol. 2, No. 6, November 2012

Ali, Ezzeldin Mahmoud Tajeldin. "Pronunciation problems: Acousticanalysis of the English vowels produced by Sudanese learners ofEnglish". International Journal of English and Literature, Vol.

4(10), pp. 495-507, December, 2013.Baker, Ann. Ship or Sheep: An Intermediate Pronunciation Course. New

York: Cambridge University Press, 1981.Cheng, F. "The Teaching of Pronunciation to Chinese Students of

Englis/i". English Teaching Forum, Jan-Mar, 1998, 37-39.Clarey, M. Elizabeth and Dixson, Rober J. Pronunciation Exercises in

English. Revised Edition. New York: Regents Publishing

Company Inc., 1963.Dalton, D. "Some Techniques for Teaching Pronunciation." Retrieved 27

April,2002,fromhttp://itesli.org/Techniques/-

Dalton Pronunciation.html. 2002.Duzer, Carol Van. Improving ESL Learners' Listening Skills: At the

Workplace and Beyond. Center for Applied Linguistics Project in

Adult Immigrant Education (PAIE). February, 1997.Elsa, I. Hj011um dan Inger M. Mees. "Error analysis of the pronunciation

of English consonants by Faroese-speaking learners." Theses,Copenhagen Business School Moderna sprak, 2012.

16

Refleksi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ

Florez, MaryAnn Cunningham. Improving Adult English LanguageLearners' Speaking Skills. The CAELA Guide for Adult ESLTrainers. National Center for ESL Literacy Education, 1999.

Habibi, Parvaneh, Shahrokh Jahandar, dan Morteza Khodabandehlou."The Impact of Teaching Phonetic Symbols on Iranian EFLLearner's Listening Comprehension." Indian Journal ofFundamental and Applied Life Sciences ISSN: 2231-6345 Vol. 3(3) July-eptember, 2013, pp. 495-512

Hancock, Mark. Pronunciation Games. Cambridge: Cambridge University

Press, 2001.Iskandar, Ifan. "Penerapan Pronunciation Games dalam Pengajaran Fonem

Inggris". Penelitian PNBP, Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris,Universitas Negeri Jakarta, 2002.

Jenkins, Jennifer. Global English and the teaching of pronunciation, dihttp://www.teachingenglish.org.uk/think/pron/global englishshtml. Diunduh pada April 2015

Lin, H., Fan, C, & Chen, C. Teaching Pronunciation in the Learner-

Centered Classroom. ERIC Document Reproduction Service No.

ED393292, 1995.Liu, Qian. "Factors Influencing Pronunciation Accuracy: LI Negative

Transfer, Task Variables and Individual Aptitude". EnglishLanguage Teaching, Vol. 4, No. 4, December 2011.

Ondracek, Jaroslav. "Problems in communication caused by mistakes inthe pronunciation of English by Czechs. " Doctoral Dissertation,Masaryk University, Brno 2011.

Pal, Shruti. "Mother Tongue Influence on Spoken English". InternationalConference "1CT for Language Learning", Central Institute ofEducation, India, 2013.

Reed, Mamie dan Christina Michaud. An Integrated Approach toPronunciation: Listening Comprehension and Intelligibility inTheory and Practice. Proceedings, 2011

Varasarin, Patchara. "An Action Research Study of PronunciationTraining, Language Learning Strategies and SpeakingConfidence." Doctor of Education. School of Education Facultyof Arts, Education and Human Development Victoria University.February, 2007.

Wong, R. "Pronunciation Myths and Facts". English Teaching Forum,Oct. 1993,45-46.

Wei, Michael. "A Literature Review on Strategies for TeachingPronunciation." University of Maryland. 2006. Tersedia dihttp://files.eric.ed.gov/fulltext/ED491566.pdf

17

Wei, Y. & Zhou, Y. Insights into English pronunciation problems of Thaistudents. ERIC Document Reproduction Service No. ED476746,2002.

Dr. Ifan Iskandar, M.Hum., Pengajaran Pengucapan Bahasa Inggris: Quere, Ouamod...