Cost Efectiveness Analysis

23
ANALISIS STUDI KASUS EKONOMI KESEHATAN "COST EFECTIVENESS ANALYSIS" Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Ekonomi Pelayanan Kesehatan Disusun Oleh : Kelompok 4 1. Imelda Fitria 146070200111001 2. Indra Wahju Hardjanti 146070200111002 3. Nurul Fitriah 1460702001110011 4. Vidria Handayani 1460702001110013 1

description

Cost Efectiveness Analysis

Transcript of Cost Efectiveness Analysis

ANALISIS STUDI KASUS EKONOMI KESEHATAN"COST EFECTIVENESS ANALYSIS"

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Ekonomi Pelayanan Kesehatan

Disusun Oleh : Kelompok 4

1. Imelda Fitria 1460702001110012. Indra Wahju Hardjanti1460702001110023. Nurul Fitriah14607020011100114. Vidria Handayani1460702001110013

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKITFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG2015

Kata Pengantar

Assalamualaikum wr wb.

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT karena rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan analisis studi kasus ini tepat pada waktunya. Analisis studi kasus efektifitas biaya ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Analisis Ekonomi Kesehatan pada Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang tahun ajaran 2014-2015.Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada seluruh pihak yang membantu dalam penyusunan analisis ini, rekan angkatan 2014, beserta dosen pembimbing. Penyusun menyadari bahwa analisis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca, agar menjadi perbaikan bagi penyusun di kemudian hari.Semoga dengan disusunnya analisis kasus efektivitas biaya ini dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca.

Wassalamualaikum wr wb.

Malang, Juni 2015Penyusun

Kelompok 4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iDaftar isi iiDaftar TabeliiiDaftar GambarivBAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 1 1.3 Tujuan 2 1.3.1 Tujuan Umum 2 1.3.2 Tujuan Khusus 2BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Analisis Efektivitas Biaya 3 2.2. Penggunaan Analisis Efektivitas Biaya 4 2.3. Langkah-Langkah Analisis Efektivitas Biaya 6BAB III PEMBAHASAN 3.1. Manfaat hasil penelitian operasional 3.2. Ringkasan Sistem Model Dinamis 3.3. Hasil Manfaat Tahap 3.4. Model Sistem Dinamis 3.5. Hasil sensitivitas Studi 3.6. Model sistem dinamis melengkapi CBABAB IV KESIMPULAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kelompok Alternatif Berdasarkan Efektivitas-Biaya 7Tabel 2 Contoh Perhitungan RIEB/ICER9

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Efektifitas Biaya 8

4

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangAnalisis cost effectiveness (analisis efektivitas biaya) pada prinsipnya adalah membandingkan output yang dihasilkan dari berbagai kombinasi input, sehingga bisa diperkirakan kombinasi biaya terendah yang menghasilkan output yang diharapkan. Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi output yang terbaik dari suatu biaya yang besarannya sudah ditentukan, dengan tetap mengacu pada prinsip efektifitas.Analisis cost effectiveness adalah suatu bentuk analisis ekonomi yang membandingkan biaya dengan hasil (efek) dari dua atau lebih tindakan. Analisis cost effectiveness berbeda dari analisis cost-benefit (biaya-manfaat) yang memberikan nilai moneter untuk ukuran dari efek. Analisis cost effectiveness sering digunakan dalam bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, dimana tidak memungkinkan untuk menggunakan nilai uang untuk mengukur efek kesehatan dan pendidikan (Pendidikan Teknologi Kejuruan, 2012).Sebagai manajer pelayanan kesehatan, kita sering dihadapkan pada beberapa pilihan yang mengharuskan kita untuk memperhitungkan aspek yang paling efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan sehingga didapatkan hasil yang maksimal dengan biaya minimal. Hal tersebut tent saja perlu disesuaikan dengan keinginan pelanggan yang semakin menuntut adanya perbaikan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu diperlukan suatu analisis efektivitas biaya dalam menentukan sebuah terapi, atau tindakan medis. 1.2. Rumusan MasalahRumusan masalah yang diangkat oleh penyusun dalam makalah ini adalah bagaimana aplikasi analisis efektifitas biaya dalam pelayanan kesehatan terhadap kasus yang telah terjadi?1.3. Tujuan1.3.1. Tujuan UmumTujuan umum disusunnya makalah ini adalah untuk memberi gambaran dan penjelasan singkat mengenai analisis efektifitas biaya dalam penerapan pelayanan kesehatan sehari-hari.1.3.2. Tujuan KhususTujuan khusus disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan contoh pengaplikasian analisis efektifitas biaya dalam pelayanan kesehatan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Analisis Efektivitas BiayaAnalisis cost-effectiveness adalah tipe analisis yang membandingkan biaya suatu intervensi terhadap hasil perawatan kesehatan dengan beberapa ukuran nonmoneter. Analisis cost-effectiveness merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik dari beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama. Kriteria penilaian program mana yang akan dipilih adalah berdasarkan discounted unit cost dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai discounted unit cost terendahlah yang akan dipilih oleh para analisis atau pengambil keputusan (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).Analisis cost-effectiveness dalam menganalisis suatu penyakit berdasarkan pada perbandingan antara biaya suatu program dengan hasil dari program tersebut, dalam bentuk perkiraan dari kematian dan kasus yang bisa dicegah (bentuk nonmoneter). Analisis cost effectiveness mengkonversi biaya (cost) dan manfaat (benefit) ke dalam rasio dari obat/program yang dibandingkan (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).Studi farmakoekonomi yang digunakan untuk menginterpretasikan dan melaporkan hasil diwujudkan dalam bentuk rasio efektivitas, yaitu average cost-effectiveness ratio (ACER) dan incremental costeffectiveness ratio (ICER). Apabila suatu intervensi memiliki average cost-effectiveness ratio (ACER) paling rendah per unit efektivitas, maka intervensi tersebut dikatan paling cost effective, sedangkan incremental costeffectiveness ratio (ICER) merupakan tambahan biaya untuk menghasilkan satu unit peningkatan outcome relatif terhadap alternatif intervensinya (Spilker, 1996).Analisis efektivitas biaya merupakan suatu metode evaluasi ekonomi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam memilih alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada dalam pengobatan. Analisis efektivitas biaya biasanya digunakan untuk menilai beberapa alternatif yang tujuan atau luarannya sama, dan efektivitas diukur dalam satuan luaran seperti jumlah pasien yang sembuh, jumlah tindakan, kematian yang dapat dicegah atau satuan lainnya. Biaya pelayanan kesehatan dari sisi konsumen dalam bentuk biaya langsung (direct cost)dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan pasien yang berkaitan langsung dengan biaya pengobatan misalnya biaya rawat inap, biaya obat, biaya laboratorium, biaya dokter. Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak langsung berkaitan dengan biaya pengobatan seperti biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya hilangnya waktu produktif karena pasien sakit atau menunggu anggota keluarga yang sakit ketika dirawat di rumah sakit.2.2. Penggunaan Analisis Efektivitas BiayaAnalisis biaya efektif atau Cost effectiveness analysis (CEA) awalnya digunakan dalam area analisis klinik, namun saat ini banyak digunakan dalam analisis program kesehatan masyarakat. Analisis biaya efektif digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda (Rascati et al., 2009). Adanya analisis yang mengukur biaya sekaligus hasil, pengguna dapat menetapkan bentuk intervensi kesehatan yang paling efisien (membutuhkan biaya termurah) untuk hasil pengobatan yang menjadi tujuan intervensi tersebut. Dengan kata lain, CEA dapat digunakan untuk memilih intervensi kesehatan yang memberikan nilai tertinggi dengan dana yang terbatas jumlahnya. Ini menginformasikan kepada pembuat keputusan untuk menentukan di mana harus mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Rasio efektivitas biaya seringkali berkaitan dengan ukuran anggaran yang relevan untuk menentukan strategi yang paling hemat biaya. Biaya intervensi kesehatan dalam CEA diukur dalam unit moneter (rupiah) dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiah/indikator kesehatan baik klinis maupun non klinis (non-moneter). Tidak seperti unit moneter yang seragam atau mudah dikonversikan, indikator kesehatan sangat beragam mulai dari mmHg penurunan tekanan darah diastolik (oleh obat antihipertensi); banyaknya katarak yang dapat dioperasi dengan sejumlah biaya tertentu (dengan prosedur yang berbeda); sampai jumlah kematian yang dapat dicegah (oleh program skrining kanker payudara, vaksinasi meningitis, dan upaya preventif lainnya). Sebab itu, CEA hanya dapat digunakan untuk membandingkan intervensi kesehatan yang memiliki tujuan sama, atau jika intervensi tersebut ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan yang muaranya sama (Drummond et al., 1997). Jika hasil intervensinya berbeda, misalnya penurunan kadar gula darah (oleh obat antidiabetes) dan penurunan kadar LDL atau kolesterol total (oleh obat antikolesterol), CEA tak dapat digunakan. Kelebihan penggunaan Cost Effectivenes Analysis antara lain:a. Mengatasi kekurangan dalam Cost Benefit Analysis (CBA) saat benefit sulit ditransformasikan dalam bentuk uang. Cost Effectivenes Analysis dilakukan perhitungan perbandingan outcome kesehatan dan biaya yang digunakan, sehingga tetap dapat memilih program yang lebih efektif untuk dilaksanakan meskipun benefitnya sulit untuk diukur.b. Hemat waktu dan sumber daya intensifc. Cost Effectivenes Analysis memiliki tahap perhitungan yang lebih sederhana sehingga lebih dapat menghemat waktu dan tidak memerlukan banyak sumber daya untuk melakukan analisis.d. Mudah untuk memahami. Perhitungan unsur biaya dalam Cost Effectivenes Analysis lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dipahami. Meskipun demikian Cost Effectivenes Analysis masih cukup peka sebagai salah satu alat pengambil keputusan.e. Cocok untuk pengambilan keputusan dalam pemilihan program. Cost Effectivenes Analysis merupakan cara memilih program yang terbaik bila beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih. Sebab, Cost Effectivenes Analysis memberikan penilaian alternatif program mana yang paling tepat dan murah dalam menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini Cost Effectivenes Analysis membantu penentuan prioritas dari sumber daya yang terbatas.f. Membantu penentuan prioritas dari sumber dayaKelemahannya Cost Effectivenes Analysis antara lain:a. Alternatif tidak dapat dibandingkan dengan tepat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sulitnya ditemui Cost Effectivenes Analysis yang ideal, dimana tiap-tiap alternatif identik pada semua kriteria, sehingga analisis dalam mendesain suatu Cost Effectivenes Analysis, harus sedapat mungkin membandingkan alternatif- alternatif tersebut.b. Cost Effectivenes Analysis terkadang terlalu disederhanakan. Umumnya Cost Effectivenes Analysis berdasarkan dari analisis suatu biaya dan suatu pengaruh misalnya rupiah/anak yang diimunisasi. Padahal banyak program-program yang mempunyai efek berganda. Apabila Cost Effectivenes Analysis hanya berdasarkan pada satu ukuran keefektifan (satu biaya dan satu pengaruh) mungkin menghasilkan satu kesimpulan yang tidak lengkap dan menyesatkan.c. Belum adanya pembobotan terhadap tujuan dari setiap program. Akibat belum adanya pembobotan pada tujuan dari setiap program sehingga muncul pertanyaan biaya dan pengaruh mana yang harus diukur?. Pertanyaan ini timbul mengingat belum adanya kesepakatan diantara para analis atau ahli. Satu pihak menghendaki semua biaya dan pengaruh diukur, sedangkan yang lainnya sepakat hanya mengukur biaya dan pengaruh-pengaruh tertentu saja.d. Seharusnya ada pembobotan terhadap tujuan dari setiap proyek karena beberapa tujuan harus diprioritaskan.2.3. Langkah-langkah dalam melakukan Analisis Efektivitas BiayaLangkah dalam mengukur Analisis Efektivitas Biaya antara lain:a. Menentukan jumlah dan waktu atas semua biaya modal. b. Membuat estimasi biaya yang akan terjadi (running cost) selama waktu analisa.c. Membuat suatu output terukur selama waktu analisad. Membuat estimasi biaya dan pendapatan atas aktivitas yang dilakukane. Mendiskontokan biaya dan manfaat yang dapat diukur untuk memungkinkan melakukan perbandingan. f. Menjelaskan secara realistis mengenai kemungkinan adanya biaya-biaya dan manfaat yang tidak dapat dikuantifikasi yang akan muncul pada saat analisa.Pada intinya yang dilakukan selama analisis efektivitas biaya adalah: menentukan kondisi untuk penggunaannya, mengevaluasi total biaya program, mengukur dampak program, membentuk rasio biaya terhadap efektivitasPada penggunaan metode CEA/ REB (ratio efektifitas biaya) perlu dilakukan penghitungan rasio biaya rerata dan rasio inkremental efektivitas-biaya (RIEB = incremental cost-effectiveness ratio/ICER). Dengan RIEB dapat diketahui besarnya biaya tambahan untuk setiap perubahan satu unit efektivitas biaya. Selain itu, untuk mempermudah pengambilan kesimpulan alternatif mana yang memberikan efektivitas-biaya terbaik, pada kajian dengan metode CEA dapat digunakan tabel efektivitas-biaya. Tabel 1 Kelompok Alternatif Berdasarkan Efektivitas-Biaya

Dengan menggunakan tabel efektivitas-biaya, suatu intervensi kesehatan secara relatif terhadap intervensi kesehatan yang lain dapat dikelompokkan ke dalam satu dari empat posisi, yaitu: 1. Posisi Dominan Kolom G (juga Kolom D dan H) Jika suatu intervensi kesehatan menawarkan efektivitas lebih tinggi dengan biaya sama (Kolom H) atau efektivitas yang sama dengan biaya lebih rendah (Kolom D), dan efektivitas lebih tinggi dengan biaya lebih rendah (Kolom G), pasti terpilih sehingga tak perlu dilakukan REB.2. Posisi Didominasi Kolom C (juga Kolom B dan F) Sebaliknya, jika sebuah intervensi kesehatan menawarkan efektivitas lebih rendah dengan biaya sama (Kolom B) atau efektivitas sama dengan biaya lebih tinggi (Kolom F), apalagi efektivitas lebih rendah dengan biaya lebih tinggi (Kolom C), tidak perlu dipertimbangkan sebagai alternatif, sehingga tak perlu pula diikutsertakan dalam perhitungan REB.3. Posisi Seimbang Kolom ESebuah intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas dan biaya yang sama (Kolom E) masih mungkin untuk dipilih jika lebih mudah diperoleh dan/atau cara pemakaiannya lebih memungkinkan untuk ditaati oleh pasien, misalnya tablet lepas lambat yang hanya perlu diminum 1 x sehari versus tablet yang harus diminum 3 x sehari. Sehingga dalam kategori ini, ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan selain biaya dan hasil pengobatan, misalnya kebijakan, ketersediaan, aksesibilitas, dan lain-lain.4. Posisi yang memerlukan pertimbangan efektivitas biaya. Kolom A dan I Jika suatu intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas yang lebih rendah dengan biaya yang lebih rendah pula (Kolom A) atau, sebaliknya, menawarkan efektivitas yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih tinggi, untuk melakukan pemilihan perlu memperhitungkan RIEB/ICER.Alat bantu lain yang dapat digunakan dalam CEA adalah diagram efektivitas-biaya. Suatu alternatif intervensi kesehatan, termasuk obat, harus dibandingkan dengan intervensi (obat) standar.

Gambar 1 Diagram efektifitas biayaMenurut diagram ini, jika suatu intervensi kesehatan memiliki efektivitas lebih tinggi tetapi juga membutuhkan biaya lebih tinggi dibanding intervensi standar, intervensi alternatif ini masuk ke Kuadran I (Tukaran, Trade-off). Pemilihan intervensi Kuadran I memerlukan pertimbangan sumberdaya (terutama dana) yang dimiliki, dan semestinya dipilih jika sumberdaya yang tersedia mencukupi. Suatu intervensi kesehatan yang menjanjikan efektivitas lebih rendah dengan biaya yang lebih rendah dibanding intervensi standar juga masuk kategori Tukaran, tetapi di Kuadran III. Pemilihan intervensi alternatif yang berada di Kuadran III memerlukan pertimbangan sumberdaya pula, yaitu jika dana yang tersedia lebih terbatas. Jika suatu intervensi kesehatan memiliki efektivitas lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah dibanding intervensi standar, intervensi alternatif ini masuk ke Kuadran II (Dominan) dan menjadi pilihan utama. Sebaliknya, suatu intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas lebih rendah dengan biaya lebih tinggi dibanding intervensi standar, dengan sendirinya tak layak untuk dipilih.Contoh Perhitungan RIEB: Untuk terapi sebuah penyakit dapat digunakan tiga macam obat yang masing-masing memiliki kinerja sebagai berikut:1. Obat A membutuhkan biaya Rp6.000.000/100 pasien, tingkat survival 3%2. Obat B membutuhkan biaya Rp22.000.000/100 pasien, tingkat survival 5%3. Obat C membutuhkan biaya Rp30.000.000/100 pasien, tingkat survival 1%Berapa RIEB jika terapi dialihkan dari menggunakan Obat A ke Obat B?Berdasarkan perhitungan, ditemukan rasio efektivitas-biaya (RIEB) untuk setiap alternatif obat. Dengan membandingkan CEA Obat B dengan CEA Obat A, RIEB/ ICER untuk pindah obat dari A ke B dapat dihitung seperti berikut:RIEB A-B = (22.000.000 6.000.000) / (5 3) = 16.000.000/2 kematian yang dicegahDengan demikian, RIEB untuk pindah obat dari A ke B adalah Rp16.000.000 untuk setiap dua kematian yang dicegah, atau Rp 8.000.000 / kematian yang di cegahTabel 2 Contoh perhitungan RIEB/ICER

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa analisis efektivias biaya memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat mengatasi kekurangan Cost Benefit Analysis (CBA). Saat benefit sulit ditransformasikan dalam bentuk uang analisis efektivias biaya dapat dilakukan sebab dalam analisis ini dilakukan perhitungan perbandingan outcome kesehatan (nonmoneter) dan biaya yang digunakan. Untuk mempermudah pengambilan keputusan atas suatu program/pengobatan metode CEA perlu melakukan penghitungan rasio biaya rerata dan rasio inkremental efektivitas-biaya (RIEB). Dengan perhitungan RIEB dapat diketahui besarnya biaya tambahan untuk setiap perubahan satu unit efektivitas biaya. Selain perhitungan RIEB, analisis dengan metode CEA dapat menggunakan tabel efektivitas-biaya dan diagram efektivitas-biaya untuk mempermudah pengambilan keputusan tentang program alternatif yang akan digunakan.

BAB IIIPEMBAHASAN

Makalah analisis efektivitas biaya ini akan membahas dua jurnal yang mengukur efektivitas biaya pengobatan demam tifoid pada dua rumah sakit yang berbeda pada periode yang juga berbeda. Jurnal pertama ditulis oleh Musnelina,dkk dimana penelitian tersebut dilakukan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta pada tahun 2001-2002 dengan melakukan analisa efektivitas biaya pengobatan demam tifoid pada anak yang menggunakan pengobatan klorafenikol dan pengobatan seftriakson. Jurnal kedua ditulis oleh Mispari,dkk dimana penelitian tersebut dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Makasar pada tahun 2010-2011 dengan melakukan analisa efektivitas biaya pengobatan demam tifoid pada pasien yang menggunakan pengobatan siprofloksasin dan pengobatan seftriakson.3.1 Latar Belakang PenelitianKedua penelitian ini memiliki latar belakang yang sama yaitu strain multi drug resistance (MDR) Salmonella typhi yang resisten terhadap dua atau lebih antibiotika yang lazim digunakan yaitu ampisilin, kloramfenikol dan kotrimoksazol. Perkembangan MDR Salmonella typhi begitu cepat di beberapa negara sehingga mengakibatkan mortalitas kasus demam tifoid meningkat. Ditemukannya MDR salmonella typhi, maka pemilihan antibiotika alternatif menjadi faktor utama yang harus diperhatikan selain kendala biaya. Seftriakson dianggap sebagai obat yang poten dan efektif untuk pengobatan demam tifoid dalam jangka pendek. Sifat yang menguntungkan dari obat ini adalah secara selektif dapat merusak struktur kuman dan tidak mengganggu sel tubuh manusia, tetapi harga obat tersebut cukup mahal. Penelitian yang dilakukan oleh Musnelina, dkk analisa efektivitas biaya pengobatan demam tifoid dilakukan pada pasien anak yang menggunakan pengobatan klorafenikol dan pengobatan seftriakson. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mispari,dkk analisa efektivitas biaya pengobatan demam tifoid dilakukan pada pasien yang menggunakan pengobatan siprofloksasin dan pengobatan seftriakson.Analisis efektifitas biaya penting untuk dilakukan. Efisiensi ekonomi kesehatan dilakukan dengan tujuan agar sumber daya yang tersedia dapat digunakan untuk meningkatkan dan menjamin kesehatan masyarakat seoptimal mungkin. Efisiensi juga berhubungan dengan biaya satuan sumber daya yang digunakan dan hasilnya, dengan demikian terlihat adanya maksimalisasi luaran dan pemilihan alternatif proses pelayanan kesehatan yang terbaik.3.2 Tujuan dan Metode PenelitianTujuan penelitian yang dilakukan oleh Musnelina, dkk untuk memperoleh ada atau tidaknya perbedaan terhadap efektivitas dan efisiensi biaya pengobatan demam tifoid antara obat kloramfenikol dengan seftriakson. Data sekunder diambil dari catatan medis/rekam medis pasien demam tifoid anak yang menjalani rawat inap di Bagian Kesehatan Anak Rumah Sakit Fatmawati selama periode Januari 2001 Desember 2002. Ruang lingkup penelitian adalah pasien anak demam tifoid anak yang menggunakan antibiotika kloramfenikol dan antibiotika seftriakson. Penelitian ini membandingkan biaya pengobatan demam tifoid anak antara antibiotika kloramfenikol dengan antibiotika seftriakson, serta membandingkan efektivitas dari masing-masing obat tersebut.Penelitian yang dilakukan oleh Mispari,dkk bertujuan untuk menganalisis perbandingan efektivitas biaya pengobatan demam tifoid dengan menggunakan Siprofloksasin dan Seftriakson. Ruang lingkup penelitian ini adalah pasien demam tifoid yang menggunakan antibiotika Siprofloksasin dan Seftriakson yang dirawat inap pada kelas bangsal di Rumah Sakit Haji Makassar pada periode Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian ini membandingkan biaya pengobatan demam tifoid antara siprofloksasin dengan seftriakson, serta membandingkan efektivitas dari masing-masing obat tersebut.Kedua penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan bersifat cross-sectional dengan melihat data sekunder yang diambil dari rekam medis. Analisis efektivitas biaya pada kedua penelitian tersebut dilakukan dengan membandingkan biaya satuan per episode dengan luaran pengobatan antara dua antibiotik untuk terapi pengobatan demam tifoid. Perhitungan biaya ditinjau dari sisi konsumen terhadap biaya langsung (direct cost) yang dikeluarkan selama rawat inap. Kriteri eksklusi sampel yang digunakan dalam kedua penelitian tersebut juga serupa, yaitu:a. Pasien demam tifoid dengan penyakit penyerta. b. Pasien demam tifoid yang diberi antibiotika lain selain yang diperbandingkanc. Pasien demam tifoid yang diberi antibiotika kombinasi. d. Pasien demam tifoid yang pulang paksa. e. Data status pasien yang tidak lengkap, hilang, tidak jelas terbaca. 3.3 HasilPada penelitian pertama (Musnelina, dkk, 2004) Bila dilihat dari biaya satuan pengobatan demam tifoid anak yang menggunakan antibiotika kloramfenikol lebih murah dibandingkan dengan biaya satuan pengobatan demam tifoid yang menggunakan antibiotika seftriakson. Akan tetapi bila dibandingkan dengan luaran hari rawat inap biaya tersebut akan berbeda. Dengan analisis efektivitas biaya perbedaan tersebut sangat terlihat jelas, dimana rata-rata hari rawat inap pengobatan demam tifoid dengan kloramfenikol sebanyak 6,598 hari lebih lama dibandingkan dengan rata-rata hari rawat inap bagi pasien demam tifoid yang menggunakan seftriakson. Dengan adanya perbedaan hari rawat inap tersebut maka biaya pengobatan untuk pasien demam tifoid dengan kloramfenikol sebesar Rp. 1.182.350,84,- dan Rp. 1.005.670,39,- untuk biaya pengobatan demam tifoid dengan seftriakson. Perbedaan hasil dari biaya satuan dengan biaya pada analisis efektivitas biaya dikarenakan mahalnya harga obat seftriakson dibandingkan dengan kloramfenikol. Demikian juga pada biaya laboratorium dan kunjungan dokter. Namun dengan adanya perpendekkan hari rawat inap memungkinkan adanya pengurangan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh pasien demam tifoid yang diobati dengan antibiotika seftriakson, sehingga dapat dikatakan bahwa biaya pengobatan dengan seftriakson akan lebih murah dibandingkan dengan biaya pengobatan dengan kloramfenikol. Secara farmakoekonomi Seftriakson lebih efektif biaya dibandingkan dengan kloramfenikol pada pengobatan demam tifoid anak.Sedangkan pada penelitian kedua (Mispari dan Hendra, 2011), Pasien tifoid yang diobati dengan siprofloxasin dan seftriakson, lama perawatannya tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukan bahwa efektivitas pengobatan antara kedua obat tersebut dalam hal kesembuhan penyakit tidak jauh berbeda, dalam arti kedua obat tersebut akan memberikan waktu penyembuhan yang sama. Namun dari segi biaya yang dikeluarkan oleh pasien sangat jauh berbeda karena pengobatan dengan siprofloksasin akan memberikan pengeluaran yang sangat tinggi (Rp 1.677.381) hingga mencapai lebih dari 2 kali lipat bila dibandingkan jika pasien hanya diberikan seftriakson (Rp. 769.263). Hal ini disebabkan oleh karena siprofloksasin yang diberikan semuanya dalam bentuk infus intravena yang harganya sangat mahal bila dibandingkan dengan harga seftriakson. Sehingga pemberian seftriakson akan lebih mengurangi beban bagi pasien dari segi biaya. Sehingga pasien tifoid dapat disarankan untuk menggunakan seftriakson karena efektivitas yang sama dengan biaya yang lebih ringan bagi pasien namun tentu saja dalam hal ini perlu dipertimbangan kontraindikasi pada pemberian seftriakson seperti pada pasien yang alergi ter- hadap golongan sefalosporinDari kedua penelitian di atas didapatkan hasil yang serupa dimana pengobatan tifoid yang paling efisien adalah dengan menggunakan ceftriakson dibandungkan dengan kloramfenikol atau siprofloksasin. Memang harga obat kloramfenikol lebih murah, tetapi hari rawat akan lebih panjang, sehingga biaya tetap tinggi. Sedangkan penelitian kedua menggambarkan, siprofloksasin yang harganya mahal, ternyata memiliki efek dan lama rawat yang sama dengan ceftriakson untuk kasus tifoid.

BAB IVPENUTUP

4.1. KesimpulanKesimpulan yang dapat ditarik dari analisa jurnal tersebut adalah :1. Analisis efektifitas biaya dapat digunakan untuk membandingkan pola penatalaksanaan klinis pelayanan kesehatan.2. Dengan analisis efektifitas biaya juga dapat menentukan perkiraan biaya perawatan terhadap suatu kasus tertentu.3. Analisis efektifitas biaya dipengaruhi oleh lama hari rawat.4. Penatalaksanaan kasus tifoid di RS lebih efektif dengan menggunakan antibiotik ceftriaxone dibandingkan dengan menggunakan kloramfenikol atau siprofloksasin.

4.2. SaranSaran yang dapat penyusun sampaikan adalah sebaiknya manajer rumah sakit lebih sering menggunakan analisis efektifitas biaya sebelum menentukan pola terapi atau tindakan.10