CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf ·...

39
1 ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP CORPORATE ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2009) Desie Fatayatiningrum Tri Jatmiko Wahyu Prabowo, SE., M.Si., Akt. Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRACT The tendency will environmental awareness has brought a change of attitude toward the profit orientation of the environmental orientation of the company. Management as agents can not avoid the reality of the impact of corporate activity that not only generate profits and raise share prices, but also cause environmental impacts such as damage to ecosystems, pollution, effluents and waste and all of these are company responsibility in relation to the environmental aspects. This research is aimed to examine the influence of earnings management and corporate governance mechanisms to corporate environmental disclosure (CED). Earnings management was measure by discretionary accruals use Khotari et al. (2005) model. The population of this research is 266 companies in the non-financial companies which were listed in Indonesian Stock Exchange (IDX) in 2008-2009. Data used in this study come from annual reports and sustainable report of non-financial companies listed on the IDX and the Program for Pollution Control Evaluation and Rating (PROPER) in 2008-2009 with a total of 28 companies. Samples are obtained by using purposive sampling method. Hypothesis testing method used is multiple regression analysis. Result of this research indicates that number of audit committee meetings and profitability had a significant effect to corporate environmental disclosure. Meanwhile, earnings management, the proportion of independent commissioners, size corporate, leverage and tipe industry had not significant effect to corporate environmental disclosure. Keywords: Earnings Management, Corporate Governance Mechanisms, Corporate Environmental Disclosure.

Transcript of CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf ·...

Page 1: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

1

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA DAN MEKANISME

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP CORPORATE

ENVIRONMENTAL DISCLOSURE

(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2009)

Desie Fatayatiningrum

Tri Jatmiko Wahyu Prabowo, SE., M.Si., Akt.

Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang

ABSTRACT

The tendency will environmental awareness has brought a change of attitude

toward the profit orientation of the environmental orientation of the company.

Management as agents can not avoid the reality of the impact of corporate activity that

not only generate profits and raise share prices, but also cause environmental impacts

such as damage to ecosystems, pollution, effluents and waste and all of these are

company responsibility in relation to the environmental aspects. This research is aimed

to examine the influence of earnings management and corporate governance

mechanisms to corporate environmental disclosure (CED). Earnings management was

measure by discretionary accruals use Khotari et al. (2005) model.

The population of this research is 266 companies in the non-financial companies

which were listed in Indonesian Stock Exchange (IDX) in 2008-2009. Data used in this

study come from annual reports and sustainable report of non-financial companies

listed on the IDX and the Program for Pollution Control Evaluation and Rating

(PROPER) in 2008-2009 with a total of 28 companies. Samples are obtained by using

purposive sampling method. Hypothesis testing method used is multiple regression

analysis.

Result of this research indicates that number of audit committee meetings and

profitability had a significant effect to corporate environmental disclosure. Meanwhile,

earnings management, the proportion of independent commissioners, size corporate,

leverage and tipe industry had not significant effect to corporate environmental

disclosure.

Keywords: Earnings Management, Corporate Governance Mechanisms, Corporate

Environmental Disclosure.

Page 2: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

2

I. PENDAHULUAN

Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan

banyak kontribusi bagi masyarakat, misalnya memberikan kesempatan kerja,

menyediakan barang untuk dikonsumsi, membayar pajak, memberikan sumbangan.

Karena kontribusi tersebut, perusahaan mendapat legitimasi bergerak leluasa untuk

melaksanakan kegiatannya (Almilia dan Wijayanto, 2007). Namun dibalik semua itu,

perusahaan juga memiliki kontribusi yang besar terhadap kondisi sumber daya alam

yang semakin menipis serta makin buruknya lingkungan alam. Hal ini disebabkan

karena kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam serta proses

produksi yang mau tidak mau menghasilkan limbah yang dapat mengakibatkan

pencemaran lingkungan.

Di Indonesia masalah pencemaran lingkungan juga telah banyak terjadi

seperti kasus PT Newmont Minning Corporation yang menggunakan teknologi

berbahaya di laut, yaitu pembuangan limbah tambang (tailing) ke laut (submarine

tailing disposal) yang terbukti telah mengakibatkan pencemaran di Teluk Buyat,

Sulawesi Utara, oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR) dan pencemaran di Teluk

Senunu, Sumbawa, oleh PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Selain itu, masih banyak

kasus lainnya seperti pabrik pulp dan kertas di Porsea, Sumatera Utara, PT Inti Indorayon

yang mengganggu ekosistem Danau Toba serta banjir lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur

oleh PT Lapindo Brantas yang sampai sekarang belum tertangani dengan baik. Fakta ini

merupakan cerminan bahwa perhatian perusahaan masih rendah terhadap dampak

lingkungan dari aktifitas industri yang dilakukan.

Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan perusahaan,

menimbulkan tekanan dari berbagai pihak khususnya masyarakat terhadap perusahaan

agar memberikan informasi yang transparan mengenai aktivitas lingkungannya

(Anggraini, 2006). Perwita (2009) menyatakan bahwa perusahaan dapat

memperlihatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan melalui

environmental disclosure yaitu pengungkapan informasi mengenai tanggung jawab

lingkungan dalam instrumen laporan keuangan.

Page 3: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

3

Utama (2007) menyatakan bahwa praktik dan pengungkapan CSR merupakan

konsekuensi logis dari implementasi konsep good corporate governance (GCG), yang

prinsipnya menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan

stakeholder sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan

stakeholder demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan. Dengan adanya

mekanisme dan struktur governance ini dapat mengurangi asimetri informasi.

Asimetri informasi antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) dapat

memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan oportunis seperti

manajemen laba (earnings management) mengenai kinerja ekonomi perusahaan

sehingga dapat merugikan pemilik (principal). Dengan adanya masalah agensi yang

disebabkan karena konflik kepentingan dan asimetri informasi ini, maka perusahaan

harus menanggung biaya keagenan (agency cost). Teori agensi mampu menjelaskan

potensi konflik kepentingan diantara pihak yang berkepentingan dalam perusahaan

tersebut (Jensen dan Meckling, 1976).

Chih, Shen dan Kang (2008) dan Prior, Surroca dan Tribo (2008) merupakan

artikel utama yang mengeksplorasi hubungan antara CSR dan manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan Prior et al. (2008) menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh

positif dari praktik manajemen laba (earnings management) terhadap CSR. Prior et al.

(2008) mengemukakan bahwa para manajer umumnya mempunyai kecenderungan

untuk melakukan korupsi dengan stakeholder lain melalui pelaksanaan dan

pengungkapan CSR dengan menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan

perilaku oportunistik. Perusahaan yang melaksanakan kegiatan CSR lebih diharapkan

untuk mengurangi kemungkinan perataan laba. Sedangkan Chih et al. (2008)

menemukan adanya hubungan negatif antara manajemen laba dengan CSR, ketika

manajemen laba diproksikan dengan perataan laba (income smoothing).

Menurut Belkaoui dan Karpik (dalam Anggraini, 2006) perusahaan melakukan

pengungkapan informasi sosial (CSR disclosure) dengan tujuan untuk membangun

image pada perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat. Perusahaan

memerlukan biaya dalam rangka untuk memberikan informasi sosial, sehingga laba

yang dilaporkan dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah. Namun, karena kurangnya

Page 4: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

4

pengawasan pada sistem pengawasan perusahaan, manajer dapat dengan mudah

melakukan tindakan manajemen laba dengan intervensi pada penyusunan laporan

keuangan berdasarkan akuntansi akrual. Untuk itu perlu adanya komite audit yang

diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba melalui pengawasan terhadap proses

pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit eksternal (Widiatmaja, 2010). Oleh karena

itu, pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan aktivitas CSR dengan Good Corporate

Governance karena keduanya merupakan satu continuum (kesatuan), dan bukan

merupakan penyatuan dari beberapa bagian yang terpisahkan. Murwaningsari (2009)

menyatakan bahwa gagasan utama Good Coorporate Governance (GCG) atau tata

kelola perusahaan yang baik adalah mewujudkan tanggung jawab sosial (CSR). Dari

beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa corporate social responsibility

mempunyai keterkaitan erat dengan manajemen laba begitu pula antara corporate social

responsibility dan corporate governance.

Penelitian yang dilakukan oleh Sun, Salama, Hussainey dan Habbash (2010) dan

Handajani, Sutrisno dan Chandrarin (2010) meneliti hubungan antara corporate

environmental disclosure dan manajemen laba dan dampak mekanisme corporate

governance terhadap asosiasi tersebut. Menurut Sun et al. (2010) ada hubungan

signifikan antara corporate environmental disclosure dengan manajemen laba.

Kemudian Sun et al. (2010) juga menemukan bahwa hanya variabel jumlah rapat

komite audit yang berpengaruh terhadap hubungan corporate environmental disclosure

dan manajemen laba.

Oleh karena adanya ketidakkonsistenan antara hasil penelitian sebelumnya, perlu

diuji kembali bagaimana pengaruh antara manajemen laba dan corporate governance

terhadap CSR. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah manajemen laba berpengaruh positif terhadap corporate environmental

disclosure?

2. Apakah mekanisme corporate governance yang diproksikan dengan proporsi

dewan komisaris independen dan jumlah rapat komite audit berpengaruh positif

terhadap corporate environmental disclosure?

Page 5: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

5

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya pengaruh

manajemen laba terhadap corporate environmental disclosure dan untuk membuktikan

adanya pengaruh mekanisme corporate governance yang diproksikan dengan proporsi

dewan komisaris independen dan jumlah rapat komite audit terhadap corporate

environmental disclosure. Setelah tujuan penelitian ini tercapai, maka diharapkan

penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh manajemen laba dan

pengaruh mekanisme corporate governance yang diproksikan dengan proporsi dewan

komisaris independen dan jumlah rapat komite audit terhadap corporate environmental

disclosure. Selain itu sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan ini.

II. TELAAH TEORI

Teori Agensi

Teori agensi menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik

perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Jensen dan Meckling (1976)

menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak yang terjadi antara

manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal). Wewenang dan tanggung jawab

agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.

Jensen dan Meckling (1976) (dikutip dari Waryanto, 2010) menjelaskan adanya

konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Terjadinya konflik kepentingan antara

pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan

prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Pada teori agensi juga

dijelaskan mengenai masalah asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri

informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan

kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan oportunis seperti manajemen

laba (earnings management) mengenai kinerja ekonomi perusahaan sehingga dapat

merugikan pemilik (pemegang saham).

Berdasarkan teori agensi, perusahaan yang menghadapi biaya pengawasan dan

biaya kontrak yang rendah cenderung akan melaporkan laba bersih rendah atau dengan

Page 6: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

6

kata lain akan mengeluarkan biaya-biaya untuk kepentingan manajemen salah satunya

biaya yang dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat. Kemudian

sebagai wujud pertanggungjawaban, manajer sebagai agen akan berusaha memenuhi

seluruh keinginan pihak prinsipal dengan melakukan corporate environmental

disclosure sebagai tindakan CSR. Sun et al. (2010) menyatakan bahwa corporate

environmental disclosure merupakan sinyal yang dapat mengalihkan perhatian

pemegang saham dari pengawasan manipulasi laba atau isu-isu lainnya dan sebagai

hasilnya harga saham di pasar modal akan meningkat seiring meningkatnya

kepercayaan pemegang saham terhadap transparansi informasi yang diungkapkan oleh

perusahaan.

Teori Sinyal

Teori Sinyal berakar pada teori akuntansi pragmatik yang memusatkan

perhatiannya kepada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai

informasi. Salah satu informasi yang dapat dijadikan sinyal adalah pengungkapan yang

dilakukan oleh suatu emiten. Dorongan untuk mengemukakan informasi akuntansi

tersebut adalah karena terdapat asimetri informasi antara manajemen (agent) dan

stakeholder (principal). Information Asymmetry atau ketidaksamaan informasi adalah

situasi di mana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai

kondisi atau prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor (Brigham, 1999 dalam

Susetyo, 2006).

Richardson, 1998 (dalam Wisnuwurti, 2010) menyatakan bahwa asimetri

informasi dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan praktik

manajemen laba (earnings management), keadaan di mana manajer melakukan tindakan

yang menguntungkan diri sendiri dengan menggunakan estimasi dan metode akuntansi

yang dapat menyembunyikan nilai ekonomi perusahaan yang benar dari stakeholder.

Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi asimetri

informasi. Salah satu cara untuk mengurangi asimetri informasi adalah dengan

memberikan sinyal kepada stakeholder tentang informasi keuangan yang dapat

Page 7: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

7

dipercaya yang akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang

akan datang (Wolk et al., 2000 dalam Jama’an, 2008).

Gray et al. (2001) berpendapat bahwa kualitas pelaporan keuangan merupakan

sinyal untuk pelaku pasar keuangan dan stakeholder lainnya yang memperlihatkan

bahwa manajemen mampu mengontrol risiko sosial dan lingkungan dalam perusahaan.

Selain itu, corporate environmental disclosure juga merupakan sinyal kepada investor

dan stakeholder lainnya di mana perusahaan secara aktif ikut serta dalam praktik-

praktik CSR dan menunjukkan bahwa nilai pasar perusahaan dalam posisi yang baik.

Kinerja sosial perusahaan yang baik membantu perusahaan untuk mendapatkan

keandalan reputasi dari pasar modal dan utang.

Teori Stakeholder

Deegan (2004) menyatakan bahwa teori stakeholder menekankan akuntabilitas

organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini

menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi

tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas

permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh

stakeholder.

Sejalan dengan pernyataan tersebut Cahyonowati dalam Januarti dan Apriyanti

(2005) mengemukakan bahwa teori stakeholder mengasumsikan bahwa eksistensi

perusahaan memerlukan dukungan stakeholder, sehingga aktivitas perusahaan juga

mempertimbangkan persetujuan dari stakeholder. Semakin kuat stakeholder, maka

perusahaan harus semakin beradaptasi dengan stakeholder. Pengungkapan sosial dan

lingkungan kemudian dipandang sebagai dialog antara perusahaan dengan stakeholder.

Menurut Januarti dan Apriyanti (2005), ada beberapa alasan yang mendorong

perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholders, yaitu :

1. Isu lingkungan melibatkan kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat

yang dapat mengganggu kualitas hidup mereka,

2. Dalam era globalisasi telah mendorong produk-produk yang diperdagangkan

harus bersahabat dengan lingkungan,

Page 8: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

8

3. Para investor dalam menanamkan modalnya cenderung untuk memilih

perusahaan yang memiliki dan mengembangkan kebijakan dan program

lingkungan,

4. LSM dan pencinta lingkungan makin vokal dalam mengkritik perusahaan-

perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan.

Teori Legitimasi

Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Teori legitimasi

menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin

operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat (Deegan,

2004). Menurut Deegan (2004), dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan

akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal

ini adalah yang diharapkan komunitas.

Lidblom (1994) dalam Guthrie dan Richerri (2006) mengemukakan bahwa, jika

perusahaan merasa bahwa legitimasinya dipertanyakan maka dapat mengambil beberapa

strategi perlawanan, yaitu:

1. Perusahaan dapat berupaya untuk mendidik dan menginformasikan kepada

stakeholder-nya mengenai perubahan yang terjadi dalam perusahaan.

2. Perusahaan dapat berupaya untuk merubah pandangan stakeholder tanpa

mengganti perilaku perusahaan.

3. Perusahaan dapat berupaya untuk memanipulasi persepsi stakeholder dengan

cara membelokkan perhatian stakeholder dari isu yang menjadi perhatian kepada

isu lain yang berkaitan dan menarik.

4. Perusahaan dapat berupaya untuk mengganti dan mempengaruhi harapan pihak

eksternal tentang kinerja (performance) perusahaan.

Berdasarkan kajian tentang teori stakeholder dan teori legitimasi, dapat

disimpulkan bahwa kedua teori tersebut memiliki penekanan yang berbeda tentang

pihak-pihak yang dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi di dalam laporan

keuangan perusahaan. Teori stakeholder lebih mempertimbangkan posisi para

Page 9: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

9

stakeholder yang dianggap powerfull. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi

pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan dan/atau tidak

mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan keuangan. Sedangkan teori legitimasi

menempatkan persepsi dan pengakuan publik sebagai dorongan utama dalam

melakukan pengungkapan suatu informasi di dalam laporan keuangan.

Corporate Social Responsibility

Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau corporate social responsibility

(CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengitegrasikan

perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasi dan interaksi dengan

stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004

dalam Anggraini, 2006).

John Elkington (dalam Titisari, 2010) menerjemahkan CSR sebagai tripel

bottom line, yaitu: Profit, People, dan Planet. Dapat diartikan bahwa tujuan CSR harus

mampu meningkatkan laba perusahaan, menyejahterakan karyawan dan masyarakat,

sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan.

Corporate Environmental Disclosure

Laporan yang berkaitan dengan informasi yang bersifat non keuangan seperti

CSR telah diatur dalam undang-undang dan bersifat mandatory melalui Pasal 66 ayat 2

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Meskipun terdapat

beberapa hal yang mendukung namun berkaitan dengan aspek lingkungan, belum

terdapat suatu peraturan yang benar-benar mengatur tentang pengungkapannya.

Bethelot (2002) dalam Al Tuwaijri (2004) mendefinisikan environmental disclosure

sebagai kumpulan informasi yang berhubungan dengan aktivitas pengelolaan

lingkungan oleh perusahaan di masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Informasi ini

dapat diperoleh dengan banyak cara, seperti pernyataan kualitatif, asersi atau fakta

kuantitatif, bentuk laporan keuangan atau catatan kaki. Sejalan dengan ini, menurut

Wilmshurst dan Frost (2000) environmental disclosure adalah pengungkapan

Page 10: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

10

perusahaan yang terkait dengan dampak aktivitas-aktivitas perusahaan pada lingkungan

fisik atau alam, di mana perusahaan tersebut beroperasi.

Corporate environmental disclosure dapat mempengaruhi tuntutan dan

ketersediaan atas pelaporan keuangan yang bermutu melalui salah satu dari dua cara,

yaitu entrenchment effect dan alignment effect. Entrenchment effect memotivasi

perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan untuk mengelola laba secara

oportunistik. Manajemen mungkin memiliki insentif untuk mengejar keuntungan

pribadinya dan mengambil alih kekayaan dari pemegang saham lainnya (Prior et al.,

2010). Hal ini dikarenakan kurang efektifnya pengawasan yang dilakukan oleh dewan

komisaris.

Pandangan lain adalah alignment effect, yang didasarkan pada argumen bahwa

perusahaan memiliki insentif untuk melaporkan dengan itikad baik dan dengan

demikian memiliki laba yang berkualitas. Perusahaan dapat membuat keputusan lebih

cepat dan memiliki insentif untuk menciptakan kesetiaan karyawan dalam jangka

panjang (Wang, 2006).

Manajemen Laba

Scott (2000) dalam Rahmawati dkk. (2006) membagi cara pemahaman atas

manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik

manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi,

kontrak utang dan political costs (oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan

memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings

Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk

melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang

tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Kemudian Scott (2009) juga mengidentifikasikan adanya empat pola yang

dilakukan manajemen untuk melakukan pengelolaan atas laba sebagai berikut: (1)

Taking a bath, yaitu ketika perusahaan melaporkan adanya kerugian, maka manajemen

melakukan kebijakan untuk melaporkan kerugian dengan jumlah yang besar sekaligus;

Page 11: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

11

(2) Income minimization; kebijakan ini dilakukan ketika laba yang diperoleh perusahaan

tinggi atau meningkat. Hal yang umum dilakukan manajemen dalam praktek ini adalah

dengan meminimalkan laba, contohnya adalah dengan membebankan beban penelitian

dan pengembangan lebih besar di periode berjalan; (3) Income maximization, kebijakan

ini dilakukan ketika laba yang diperoleh perusahaan rendah atau menurun. Hal yang

umum dilakukan manajemen dalam praktek ini adalah dengan memaksimalkan laba,

contohnya adalah dengan mengalokasikan pendapatan tahun mendatang di periode

berjalan; (4) Income smoothing, kebijakan ini dilakukan karena adanya motivasi

manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan.

Mekanisme Corporate Governance

Mekanisme Corporate Governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan

hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang

melakukan kontrol di mana selanjutnya dilakukan pengawasan terhadap keputusan

tersebut. Mekanisme Corporate Governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi

jalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsh dan Schward, 1990 dalam

Sabeni, 2005).

Indonesia menganut sistem dual board dalam struktur organisasi internalnya, dimana

adanya pemisahan fungsi dari board tersebut, yaitu fungsi pengambilan kebijakan dan fungsi

pengawasan. Fungsi pengambilan kebijakan dijalankan oleh dewan direksi, sedangkan fungsi

pengawasan oleh dewan komisaris. Dewan komisaris dapat membentuk suatu komite audit

untuk membantu menjalankan fungsi mereka. Komite audit diwajibkan beranggotakan paling

tidak satu orang komisaris independen. Dewan komisaris dapat meminta kalangan luar, dengan

berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan, untuk duduk sebagai anggota

komite audit guna mencapai tujuan dari komite audit tersebut. Komite audit haruslah bebas dari

pengaruh direksi, eksternal auditor, dan dengan demikian, komite audit hanya bertanggung

jawab kepada dewan komisaris (Wardhani, 2010).

Page 12: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

12

Kerangka Pemikiran

Berikut adalah kerangka konseptual berdasarkan telaah literatur diatas, yang

dapat digambarkan dalam bentuk diagram skematik sebagai berikut :

Gambar 2.3

Model Kerangka Pemikiran Penelitian

Hipotesis

1. Manajemen Laba dan Corporate Environmental Disclosure

Hubungan antara corporate environmental disclosure (CED) sebagai proksi dari

CSR dengan manajemen laba dapat dijelaskan melalui pandangan entrenchment effect.

Pandangan entrenchment effect menyatakan bahwa CED merupakan perlindungan atau

pertahanan (entrenchment) bagi manajer yang melakukan aktivitas yang dapat

mengurangi kemakmuran pemegang saham dari luar perusahaan seperti praktik

Earnings Management

(Discretionary accrual)

Variabel Dependen

Corporate

Environmental

Disclosure (CED)

Variabel Kontrol

- Ukuran perusahaan

- Profitabilitas

- Leverage

- Tipe Industri

Corporate Governance

Mechanisms:

- Proporsi Dewan

Komisaris Independen

- Jumlah Rapat Komite

Audit

H1

H2

Variabel Independen

Page 13: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

13

manajemen laba (Prior et al., 2010). Dengan melakukan CED, perusahaan dapat

membangun citra positif di mata stakeholder dan dukungan serta kepercayaan dari

stakeholder karena kepeduliannya terhadap lingkungan perusahaan. Dalam jangka

panjang, strategi ini memungkinkan manajer menghadapi tekanan dari stakeholder

sebagai hasil dari terdeteksinya praktik manajemen laba.

Melalui kegiatan CED, manajer mengejar tujuan-tujuan yang berbeda seperti

agar diliput oleh media, legitimasi dari masyarakat, peraturan pemerintah yang lebih

menguntungkan dan pengawasan yang tidak terlalu ketat dari investor dan karyawan.

Pada dasarnya, seorang manajer percaya bahwa dengan memuaskan kepentingan

stakeholder dan memproyeksikan kepedulian terhadap sosial dan lingkungan dapat

mengurangi pengawasan dari stakeholder tentang praktik manajemen laba yang

dilakukan oleh manajer (Prior et al., 2010).

Sejalan dengan pandangan di atas hasil penelitian yang dilakukan Sun et al.

(2010) menunjukkan adanya hubungan signifikan antara CED dan manajemen laba.

Hasil ini menunjukkan bahwa manajer yang terlibat dalam praktik manajemen laba

termotivasi untuk mencari persepsi positif dari beragam kelompok pemegang saham

dan stakeholder lainnya melalui kegiatan CED.

H1 : Manajemen laba berpengaruh positif terhadap corporate environmental

disclosure

2. Mekanisme Corporate Governance dan Corporate Environmental Disclosure

a. Proporsi Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan,

memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Proporsi dewan komisaris akan

menentukan kebijakan perusahaan termasuk praktek dan pengungkapan CSR. Coller

dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa keberadaan dewan

komisaris independen akan semakin menambah efektifitas pengawasan. Menurut

Haniffa dan Cooke (2002), apabila jumlah komisaris independen semakin besar atau

dominan hal ini dapat memberikan power kepada dewan komisaris untuk menekan

manajemen untuk meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan. Dengan kata lain,

Page 14: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

14

komposisi dewan komisaris independen yang semakin besar dapat mendorong dewan

komisaris untuk bertindak objektif dan mampu melindungi seluruh stakeholder

perusahaan sehingga hal ini dapat mendorong pengungkapan corporate environmental

disclosure lebih luas.

H2a : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap

corporate environmental disclosure

b. Jumlah Rapat Komite Audit

Berdasarkan keputusan ketua Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 dalam

peraturan Nomor IX.I.5 disebutkan bahwa komite audit mengadakan rapat sekurang-

kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan

dalam anggaran dasar perusahaan. Dalam menjalankan tugasnya komite audit

melakukan rapat atau pertemuan untuk melakukan koordinasi agar dapat menjalankan

tugas secara efektif dalam hal pengawasan laporan keuangan, pengendalian internal, dan

pelaksanaan good corporate governance.

Penelitian Putri (2009) yang menemukan adanya hubungan antara jumlah

pertemuan komite audit yang berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan informasi

laba perusahaan. Hal ini berarti, semakin sering komite audit mengadakan pertemuan

maka pengungkapan informasi laba perusahaan semakin transparan.

H2b : Jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap corporate

environmental disclosure

III. METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel terikat dan dipengaruhi oleh variabel

lainnya (Ghozali, 2009). Variabel dependen pada penelitian ini adalah corporate

environmental disclosure. Pengukuran corporate environmental disclosure dapat

Page 15: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

15

diperoleh melalui pengungkapan CSR dalam annual report maupun melalui

sustainability report yang biasanya terpisah.

Dalam penelitian ini digunakan standar GRI untuk menilai environmental

disclosure. Jumlah item pengungkapan CSR menurut GRI adalah 79 yang terdiri dari:

ekonomi (9 item), lingkungan (30 item), praktik tenaga kerja (14 item), hak manusia (9

item), masyarakat (8 item), dan tanggung jawab produk (9 item). Namun dalam

penelitian ini indikator yang digunakan hanyalah indikator kinerja lingkungan.

Berdasarkan bidang lingkungan (environment), indeks GRI terdiri dari 1 dimensi dan 9

aspek dengan 30 item. Dalam penelitian ini, pengungkapan item environmental

disclosure dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

Jumlah item yang diungkapkan perusahaan

Jumlah item pengungkapan lingkungan GRI

2. Variabel Independen

a. Manajemen Laba

Manajemen laba menggunakan proksi discretionary accrual. Dalam penelitian

ini manajemen laba diukur menggunakan model yang dikembangkan oleh Kothari et al.

(2005). Model tersebut merupakan pengembangan dari model modified Jones (Dechow

et al., 1995) dengan menambahkan kinerja perusahaan – return on assets – sebagai

variabel kontrol dalam regresi total akrual (Sun et al., 2010). Tahap-tahap penentuan

discretionary accrual adalah seperti berikut:

(1) Menghitung total akrual dengan menggunakan pendekatan aliran kas (cash flow

approach), yaitu:

TACCit = NIit – CFOit (1)

Dimana:

TACCit = Total akrual perusahaan i pada tahun t

NIit = Laba bersih kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

N=

Page 16: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

16

(2) Menentukan koefisien dari regresi total akrual.

Akrual diskresioner merupakan perbedaan antara total akrual (TACC) dengan

nondiscretionary accrual (NDACC). Langkah awal untuk menentukan

nondiscretionary accrual yaitu dengan melakukan regresi sebagai berikut:

TACCit/TAit-1 = β1 (1/TAit-1 ) + β2 ((Δ REVit-ΔRECit)/TAit-1 ) + β3 (PPEit/TAit-1 ) + β4 (ROAit-1/ TAit-1 )+ e (2)

Dimana:

TACCit = Total akrual perusahaan i pada tahun t (yang dihasilkan dari

perhitungan nomor 1 di atas)

TA it-1 = Total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1

ΔREVit = Perubahan laba perusahaan i pada tahun t

ΔRECit = Perubahan piutang bersih (net receivable) perusahaan i pada tahun t

PPEit = Property, plant and equipment perusahaan i pada tahun t

ROAit-1 = Return on assets perusahaan i pada akhir tahun t-1

(3) Menentukan nondiscretionary accrual.

Regresi yang dilakukan di (2) menghasilkan koefisien β1, β2, β3 dan β4. Koefisien

β1, β2, β3 dan β4 tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi

nondiscretionary accrual melalui persamaan berikut:

NDACCit = β1(1/TAit-1) + β2((ΔREVit-ΔRECit)/TAit-1) + β3(PPEit/TAit-1) + β4(ROAit-1/ TAit-1)+ e (3)

Dimana:

NDACCit = Nondiscretionary accrual perusahaan i pada tahun t

e = Error

(4) Menentukan discretionary accrual.

Setelah didapatkan akrual nondiskresioner, kemudian discretionary accrual bisa

dihitung dengan mengurangkan total akrual (hasil perhitungan di (1)) dengan

nondiscretionary accrual (hasil perhitungan di (3)).

DACCit = (TACCit/TAit-1) – NDACCit (4)

Dimana:

DACCit = Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t

Page 17: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

17

b. Mekanisme Corporate Governance

Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini adalah :

1) Proporsi Dewan Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak berafiliasi

dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali,

serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi

kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi

kepentingan perusahaan (KNKG, 2006).

Proporsi dewan komisaris independen =

Jumlah anggota komisaris independen

Jumlah seluruh anggota dewan komisaris

2) Jumlah Rapat Komite Audit

Jumlah rapat komite audit merupakan jumlah pertemuan atau rapat yang

dilakukan oleh komite audit dalam waktu satu tahun. Jumlah rapat komite audit diukur

dengan cara melihat jumlah rapat yang dilakukan komite audit pada laporan tahunan

perusahaan yang tercantum pada laporan tata kelola perusahaan maupun laporan komite

audit.

3. Variabel Kontrol

a. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan diukur berdasarkan total aset yang dimiliki oleh perusahaan

sampel terdapat di dalam laporan tahunan perusahaan. Ukuran perusahaan yang diukur

dari total aset akan ditransformasikan dalam bentuk logaritma dengan tujuan untuk

menyamakan dengan variabel lain, karena nilai total aset perusahaan relatif lebih besar

dibandingkan dengan variabel-variabel lain dalam penelitian ini. Ukuran perusahaan

dirumuskan sebagai berikut:

SIZE = log (nilai buku total aset)

b. Profitabilitas

Profitabilitas diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

atau profit dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham. Variabel profitabilitas

Page 18: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

18

dalm penelitian ini menggunakan Return On Asset (ROA). ROA adalah kemampuan

dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan

keuntungan bagi semua investor baik pemegang obligasi maupun pemegang saham

(Riyanto, 2001). Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus :

Laba bersih setelah pajak (EAT)

ROA =

Total aktiva

c. Leverage

Leverage yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketergantungan perusahaan

terhadap hutang dalam membiayai kegiatan operasinya. Hal ini menggambarkan berapa

tingkat kelebihan kewenangan yang dimiliki oleh debtholders dibandingkan dengan

kewenangan shareholders. Rasio leverage diukur dengan membagi total utang dengan

jumlah ekuitas perusahaan. Leverage perusahaan dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Total Debt

LEV = x 100%

Equity

d. Tipe Industri

Tipe industri diukur dengan menggunakan variabel dummy, yaitu pemberian

skor 1 untuk perusahaan yang termasuk dalam industri high-profile, dan skor 0 untuk

perusahaan yang termasuk dalam industri low-profile. Perusahaan-perusahaan yang

termasuk dalam industri migas, kehutanan, pertanian, pertambangan, perikanan, kimia,

otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi, plastik, dan

konstruksi sebagai industri yang high-profile.

Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan non keuangan yang

terdaftar di BEI, dengan alasan bahwa perusahaan-perusahaan non keuangan lebih

banyak mempunyai pengaruh/dampak terhadap lingkungan di sekitarnya sebagai akibat

Page 19: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

19

dari aktivitas yang dilakukan perusahaan. Penelitian ini menggunakan periode penelitian

tahun 2008 dan 2009, dengan alasan: pada 20 Juli 2007 telah dikeluarkan UU PT yang

didalamnya memuat kewajiban pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial

dan lingkungan yang baru berlaku secara efektif pada akhir tahun 2007. Dengan

demikian, peneliti menggunakan laporan tahunan periode 2008 dan 2009 karena pada

tahun tersebut perusahaan dianggap telah mampu dan siap untuk melakukan

pengungkapan dan pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungannya dibandingkan

dengan tahun 2007.

2. Sampel penelitian

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling

dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang

ditentukan. Adapun kriteria sampel yang akan digunakan yaitu :

1. Perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI untuk tahun 2008 dan 2009.

2. Perusahaan tersebut mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja

Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) dari Kementerian

Lingkungan Hidup tahun 2008-2009.

3. Menyediakan laporan tahunan maupun laporan keberlanjutan lengkap selama

tahun 2008 dan 2009.

4. Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan

dalam penelitian.

Metode Analisis

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat

dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,

kurtoses dan skewness (kemencengan distribusi). Analisis statistik deskriptif digunakan

untuk mengetahui gambaran mengenai mekanisme corporate governance, manajemen

laba dan corporate environmental disclosure pada perusahaan non keuangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Page 20: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

20

2. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi antara

variabel dependen dengan variabel independen mempunyai distribusi normal

atau tidak.

2. Uji Multikolinieritas, bertujuan untuk menguji apakah tiap-tiap variabel

independen saling berhubungan secara linier.

3. Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain.

4. Uji Autokorelasi, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).

3. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh simultan dari

beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi digunakan oleh

peneliti apabila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik-turunnya)

variabel dependen, dan apabila dua atau lebih variabel independen sebagai prediktor

dimanipulasi atau dinaik turunkan nilainya (Sugiyono, 2007).

Dalam penelitian ini model regresi berganda yang akan dikembangkan adalah

sebagai berikut :

CEDit = α0 + α1DAit + α2INKOMit + α3RADITit + α4SIZEit + α5LEVit + α6ROAit +

α7INDUSTRI + e

Dimana:

CEDit = Corporate environmental disclosure

α0 = Konstanta

α1-α7 = Koefisien

DAit = Manajemen laba diproksi dengan discretionary accrual (DA).

INKOMit = Proporsi dewan komisaris independen

Page 21: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

21

RADITit = Jumlah rapat komite audit

SIZEit = Ukuran perusahaan dihitung dengan log total aset

LEVit = Rasio Leverage (Debt to Equity Ratio)

ROAit = Profitabilitas diproksi dengan Return On Assets

INDUSTRI= Tipe industri (low profile dan high profile)

4. Uji Hipotesis

a. Uji Statistik t

Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh sebuah variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.

b. Uji Statistik F

Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Nilai R² digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel independen.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan non-keuangan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mengikuti PROPER untuk periode tahun 2008-2009.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode

purposive sampling dengan beberapa ketentuan. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Indonesia Capital Market Directory (ICMD) 2010 diketahui bahwa perusahaan non-

keuangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 hingga 2009 sebanyak 266 perusahaan.

Dari jumlah tersebut, hanya 28 perusahaan yang memenuhi kriteria sampel penelitian

yang telah ditetapkan. Periode pengamatan penelitian ini adalah tahun 2008 sampai

Page 22: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

22

2009 sehingga jumlah annual report dan sustainability report yang diteliti adalah 56

laporan.

Statistik Deskriptif

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

CEDit 56 .033 1.000 .28223 .206551

DAit 56 -.308 .121 -.04595 .084003

inkom 56 .200 .800 .44821 .123387

radit 56 2 51 9.98 8.637

ROAit 56 -.121 .407 .08271 .106231

LEVit 56 .212 7.848 1.18893 1.229799

Valid N (listwise) 56

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif-Dummy Variabel

N Minimum Maximum Persentase Sampel

INDUSTRI 56 0 1 High profile: 96,43%

Low profile : 3,57%

Sumber : Output SPSS, data sekunder yang diolah

Hasil analisis statistik deskriptif pada tabel 4.1 menunjukkan nilai rata-rata

variabel corporate environmental disclosure (CEDit) sebesar 0,28223 dengan nilai

standar deviasi sebesar 0,206551, yang berarti variasi data kecil (kurang dari mean).

CEDit berkisar dari nilai terendah sebesar 0,033 yaitu perusahaan Suparma tahun 2008

dan Lippo Cikarang tahun 2009 sampai dengan nilai tertinggi sebesar 1,000 yaitu

perusahaan Aneka Tambang pada tahun 2009. Nilai rata-rata CEDit sebesar 0,28223

menunjukkan bahwa jumlah persentase dari semua corporate environmental disclosure

yang dilakukan perusahaan sampel selama periode 2008-2009 sebesar 28,22%.

Page 23: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

23

Pada variable manajemen laba yang diukur menggunakan discretionary accrual

(DAit) menunjukkan nilai rata-rata sebesar -0,04595 dengan nilai standar deviasi

sebesar 0,084003. Manajemen laba dalam hal ini dilakukan dengan cara menaikkan laba

maupun menurunkan laba. Variabel DAit memiliki nilai minimum sebesar -0,308 yang

menunjukkan kecilnya tindakan menurunkan laba yang dilakukan oleh perusahaan Fajar

Surya Wisesa pada tahun 2008, kemudian dengan nilai maksimum sebesar 0,121 yang

menunjukkan adanya manajemen laba dari selisih aktual estimasi akrual yang

seharusnya diperoleh perusahaan Indo Acidatama pada tahun 2009.

Pada variabel proporsi dewan komisaris independen, semakin besar nilai

INKOM berarti proporsi dewan komisaris independen yang ada dalam dewan komisaris

semakin banyak. Hasil statistik menunjukkan nilai minimum 0,200 yaitu perusahaan

Adaro Energy pada tahun 2009 sampai dengan nilai maksimum sebesar 0,800 yaitu

perusahaan Aneka Tambang (Persero). Nilai rata-rata proporsi dewan komisaris

independen sebesar 0,44821 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,123387, yang berarti

variasi data kecil (kurang dari mean).

Pada variabel jumlah rapat komite audit, semakin besar nilainya berarti

frekuensi komite audit melakukan rapat internal semakin sering. Nilai minimum dalam

variabel ini adalah 2, dan nilai maksimum adalah 51 dengan nilai rata-rata sebesar 9,98.

Hal ini berarti komite audit perusahaan sampel paling sedikit melakukan rapat sebanyak

2 kali yaitu perusahaan Kalbe Farma pada tahun 2008 dan terbanyak adalah 51 kali

yaitu perusahaan Elnusa pada tahun 2008. Nilai rata-rata rapat yang dilakukan komite

audit perusahaan sampel sebanyak 9,98 kali. Standar deviasi sebesar 8,637

menunjukkan variasi yang terdapat dalam variabel jumlah rapat komite audit.

Ukuran perusahaan (SIZEit) yang diukur dengan menggunakan logaritma dari

total aset menunjukkan rata-rata oleh perusahaan sampel sebesar 9,45521 dengan nilai

standar deviasi sebesar 2,554668. SIZEit berkisar dari nilai terendah sebesar 5,472 yaitu

perusahaan Toba Pulp Lestari pada tahun 2009 sampai dengan nilai tertinggi sebesar

13,123 yaitu perusahaan Indocement Tunggal Prakarsa.

Variabel profitabilitas yang diukur dengan ROA menunjukkan rata-rata sebesar

0,08271. Hal ini berarti bahwa perusahaan sampel rata-rata mampu menghasilkan laba

Page 24: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

24

bersih hingga 8,27% dari total aset yang dimiliki perusahaan. Nilai profitabilitas

minimum diperoleh sebesar -0,121 atau terdapat kerugian hingga mencapai 12,1% dari

seluruh nilai aset yang dimiliki oleh perusahaan Sumalindo Lestari Jaya pada tahun

2008, dan profitabilitas maksimum sebesar 0,407 yaitu perusahaan Unilever Indonesia

pada tahun 2009.

Variabel leverage (LEVit) yang diukur dengan perbandingan antara total hutang

dibandingkan dengan total ekuitas menunjukkan rata-rata sebesar 1,18893. Hal ini

berarti bahwa perusahaan sampel rata-rata memiliki utang sebesar 118,89% dari seluruh

modal sendiri perusahaan. Nilai leverage minimum sebesar 0,212 atau terdapat utang

sebesar 21,2% yaitu perusahaan International Nickel Indonesia pada tahun 2008, dan

nilai maksimum sebesar 7,848 yaitu perusahaan Sumalindo Lestari Jaya pada tahun

2009. Standar deviasi sebesar 1,229799 menunjukkan variasi yang terdapat dalam rasio

leverage perusahaan.

Pada tabel 4.2 dapat diketahui analisis deskriptif dari variabel tipe industri

(INDUSTRI), nilai yang terkecil adalah 0, dan yang terbesar adalah 1. INDUSTRI

dengan nilai 1 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan high

profile, sedangkan INDUSTRI dengan nilai 0 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut

merupakan low profile. Total sampel dengan kategori high profile sebesar 96,43% dari

keseluruhan sampel sedangkan sampel dengan kategori low profile sebesar 3,57% dari

keseluruhan sampel.

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis statistik yang

menggunakan One-sample Kolmogorov-Smirnov Test dan analisis grafik berupa

histogram dan Normal P-P Plot. Hasil uji normalitas terhadap 56 data menunjukkan

bahwa besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 1,134 dan signifikan pada 0,153

yang melebihi nilai α= 0,05. Hal ini berarti bahwa data juga terdistribusi secara normal

dan model regresi memenuhi asumsi normalitas. Pada histogram memberikan pola

distribusi yang mendekati normal. Selanjutnya, grafik normal p-p plot, terlihat titik-titik

Page 25: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

25

yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis

diagonal. Berdasarkan analisis kedua grafik tersebut, maka model regresi memenuhi

asumsi normalitas.

Tabel 4.3

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 56

Normal

Parametersa,,b

Mean .0000000

Std. Deviation .17929692

Most Extreme

Differences

Absolute .151

Positive .151

Negative -.111

Kolmogorov-Smirnov Z 1.134

Asymp. Sig. (2-tailed) .153

Sumber : Output SPSS, data sekunder yang diolah

Gambar 4.1

Hasil Uji Normalitas: Grafik Histogram dan Grafik Normal P-P Plot

Page 26: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

26

2. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor

(VIF). Berdasarkan tabel 4.4 di bawah ini menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas

yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Demikian juga hasil perhitungan nilai

VIF yaitu tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Oleh karena

itu dapat dinyatakan bahwa model regresi untuk persamaan yang digunakan dalam

penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.

Tabel 4.4

Hasil Uji Multikolinearitas: Nilai Tolerance dan VIF

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

DAit .975 1.026

inkom .852 1.174

radit .893 1.120

SIZEit .877 1.140

LEVit .776 1.289

industri .898 1.113

ROAit .720 1.390

Sumber: data sekunder yang diolah

3. Uji Heteroskedastisitas

Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas

(Ghozali, 2009). Untuk menentukan heteroskedastisitas dapat menggunakan grafik

scatterplot. Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot

ditunjukkan pada gambar 4.2 di bawah terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak

diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas.

Page 27: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

27

Gambar 4.2

Hasil Uji Heteroskedastisitas: Grafik Scatterplot

Sumber: Output SPSS, data sekunder yang diolah

4. Uji Autokorelasi

Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi harus dilihat nilai uji Durbin-

Watson. Berdasarkan hasil analisis regresi pada tabel 4.5 diperoleh nilai D-W sebesar

1,872. Sedangkan nilai du diperoleh sebesar 1,861. Dengan demikian diperoleh bahwa

nilai D-W sebesar 1,872 tersebut berada diantara du yaitu 1,861 dan 4 – du yaitu 4 -

1,861 = 2,139. Dengan demikian menunjukkan bahwa model regresi tersebut berada

pada daerah bebas autokorelasi.

Tabel 4.6

Hasil Uji Autokorelasi : Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .496a .246 .137 .191926 1.872

a. Predictors: (Constant), ROAit, DAit, industri, radit, SIZEit, inkom, LEVit

b. Dependent Variable: CEDit

Sumber: Output SPSS, data sekunder diolah

Page 28: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

28

Analisis Regresi Berganda

Tabel 4.6

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .000 .243 -.002 .999

DAit -.240 .312 -.098 -.769 .446 .975 1.026

Inkom -.180 .227 -.108 -.793 .432 .852 1.174

Radit .007 .003 .287 2.167 .035 .893 1.120

SIZEit .007 .011 .087 .651 .518 .877 1.140

LEVit .010 .024 .058 .409 .684 .776 1.289

Industry .155 .146 .140 1.061 .294 .898 1.113

ROAit .681 .287 .350 2.371 .022 .720 1.390

a. Dependent Variable: CEDit

Sumber : Output SPSS, data yang diolah

Hasil persamaan menunjukkan bahwa variabel jumlah rapat komite audit dan

profitabilitas perusahaan memiliki koefisien positif. Hal ini berarti bahwa peningkatan

jumlah rapat komite audit dan profitabilitas perusahaan akan meningkatkan corporate

environmental disclosure.

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut:

CED = 0,000 - 0,240 DAit - 0,180 INKOM + 0,007 RADIT + 0,007 SIZEit + 0,681

ROAit + 0,010 LEVit + 0,155 INDUSTRI

Uji Hipotesis

1. Uji Statistik t

Berdasarkan hasil pengujian yang tampak pada tabel 4.6 diperoleh bahwa

variabel manajemen laba perusahaan memiliki nilai t hitung -0,769 dengan signifikansi

Page 29: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

29

sebesar 0,446. Variabel proporsi dewan komisaris independen memiliki nilai t hitung -

0,793 dengan signifikansi sebesar 0,432. Variabel jumlah rapat komite audit memiliki

nilai t hitung 2,167 dengan signifikansi sebesar 0,035. Variabel kontrol ukuran

perusahaan memiliki nilai t hitung 0,651 dengan signifikansi sebesar 0,518. Variabel

kontrol profitabilitas memiliki nilai t hitung 2,371 dengan signifikansi sebesar 0,022.

Variabel kontrol leverage memiliki nilai t hitung 0,409 dengan signifikansi sebesar

0,684. Variabel kontrol tipe industri memiliki nilai t hitung 1,061 dengan signifikansi

sebesar 0,294.

2. Uji Statistik F

Tabel 4.7 berikut ini menyajikan hasil pengujian statistik F.

Tabel 4.7

Hasil Uji Statistik F

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .578 7 .083 2.243 .047a

Residual 1.768 48 .037

Total 2.346 55

a. Predictors: (Constant), ROAit, DAit, industri, radit, SIZEit, inkom, LEVit

b. Dependent Variable: CEDit

Sumber: Output SPSS, data sekunder yang diolah

Nilai F hitung sebesar 2,243 dengan probabilitas sebesar 0,047. Angka

probabilitas tersebut lebih kecil dari nilai 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa manajemen laba, mekanisme corporate governance, ukuran

perusahaan, profitabilitas, leverage dan tipe perusahaan secara bersama-sama

mempengaruhi corporate environmental disclosure pada taraf 5%.

3. Koefisien Determinasi (R2)

Terlihat dalam tabel 4.8 diketahui bahwa nilai adjusted R² adalah 0,137. Hal ini

berarti bahwa 13,7% variabel corporate environmental disclosure dapat dijelaskan oleh

Page 30: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

30

manajemen laba, mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan, profitabilitas,

leverage, dan tipe perusahaan, sedangkan sisanya 86,3% dijelaskan oleh variabel-

variabel yang lain di luar persamaan.

Tabel 4.8

Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .496a .246 .137 .191926 1.872

Sumber: Output SPSS, data sekunder yang diolah

Interpretasi Hasil

1. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Corporate Environmental Disclosure

Berdasarkan hasil pengujian dalam penelitian ini, variabel manajemen laba

menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap corporate environmental

disclosure sebagai proksi dari CSR. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil analisis linier

berganda, seperti tampak pada tabel 4.6, manajemen laba yang diproksikan dengan

discretionary accrual menunjukkan nilai t hitung sebesar -0,769 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,446 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 berarti hipotesis

1 yang diajukan tidak dapat diterima.

Manajemen laba yang dilakukan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan

jangka pendek belum dianggap sebagai struktur yang tepat untuk mendorong

perusahaan mengungkapkan CSR. Hal tersebut karena adanya pertimbangan yang

menunjukkan bahwa kemungkinan perusahaan PROPER yang mendapatkan penilaian

oleh Kementrian Lingkungan Hidup tidak perlu melakukan manipulasi untuk menarik

investor melalui laporan keuangannya. Perusahaan yang tergabung dalam PROPER

akan dinilai stakeholder berdasarkan kinerja terhadap lingkungan dan melaporkannya

dalam laporan CSR perusahaan.

Page 31: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

31

2. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Corporate

Environmental Disclosure

Berdasarkan hasil pengujian dalam penelitian ini, variabel proporsi dewan

komisaris independen menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap

corporate environmental disclosure. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil analisis linier

berganda, seperti tampak pada tabel 4.6, proporsi dewan komisaris independen memiliki

nilai t hitung -0,793 dengan nilai signifikansi sebesar 0,432 yang lebih besar dari taraf

signifikansi 0,05 berarti hipotesis 2a yang diajukan tidak dapat diterima.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Handajani et al. (2008) dan Said et al.

(2009) yang menemukan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan antara komisaris

independen dan pengungkapan CSR. Penemuan ini menunjukkan bahwa besar kecilnya

ukuran dewan keberadaan komisaris independen yang lebih banyak dalam jajaran

komisaris independen tidak secara langsung memberikan lebih banyak item

pengungkapan sosial yang harus diungkapkan.

Dengan demikian, dengan tidak diperolehnya hasil pengaruh positif signifikan

dari pengujian pengaruh proporsi dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan

mengimplikasikan bahwa keberadaan komisaris independen dalam jajaran keanggotaan

dewan komisaris kurang dapat mengontrol tindakan manajemen dalam pengambilan

keputusan yang dapat memberikan transparansi kepada pemegang saham. Hasil yang

tidak signifikan menunjukkan bahwa pengungkapan CSR tidak hanya didorong oleh

jumlah komisaris independen tetapi juga keahlian, pengetahuan, latar belakang, dan

perbedaan kompetensi dalam meningkatkan kualitas pengambilan keputusan pada

tingkat dewan komisaris dimana CSR dihubungkan (Strandberg, 2005 dalam Handajani

dkk, 2008).

3. Pengaruh Jumlah Rapat Komite Audit terhadap Corporate Environmental

Disclosure

Berdasarkan hasil pengujian dalam penelitian ini, variabel jumlah rapat komite

audit menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap corporate environmental

disclosure. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil analisis linier berganda, seperti tampak

Page 32: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

32

pada tabel 4.6, jumlah rapat komite audit memiliki nilai t hitung 2,167 dengan nilai

signifikansi sebesar 0,035 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 berarti hipotesis

2b yang diajukan dapat diterima. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sun et al. (2010)

yang menemukan bahwa jumlah rapat komite audit mempunyai pengaruh signifikan

terhadap CED.

Alasan yang mendukung yaitu bahwa tingkat jumlah pertemuan yang dilakukan

oleh komite audit dapat menjamin bahwa pelaksanaan pengawasan terhadap manajemen

untuk melakukan kecurangan akan berjalan secara efektif. Sehingga peluang

manajemen untuk melakukan kecurangan dengan menyembunyikan informasi dapat

diminimalisasi.

4. Pengaruh Ukuran Perusahaan (variabel kontrol) terhadap Corporate

Environmental Disclosure

Penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh signifikan antara

ukuran perusahaan dengan corporate environmental disclosure. Hal ini dapat

ditunjukkan dari hasil analisis linier berganda, seperti tampak pada tabel 4.6, variabel

kontrol ukuran perusahaan memiliki nilai t hitung 0,651 dengan nilai signifikansi

sebesar 0,518 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Anggraini et al.

(2006). Variabel ukuran perusahaan terbukti tidak mempunyai pengaruh sebagai

variabel kontrol untuk mendukung pengaruh variabel independen terhadap corporate

environmental disclosure. Alasan yang mendukung yaitu ukuran perusahaan dalam

perusahaan PROPER tidak memiliki pengaruh yang besar dalam mendorong corporate

environmental disclosure karena perusahaan PROPER secara otomatis akan

mengungkapkan laporan CSR berkaitan dengan kinerja lingkungan yang telah

dilakukan.

Page 33: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

33

5. Pengaruh Profitabilitas (variabel kontrol) terhadap Corporate Environmental

Disclosure

Penelitian ini berhasil membuktikan adanya pengaruh signifikan antara

profitabilitas dengan corporate environmental disclosure. Hal ini dapat ditunjukkan dari

hasil analisis linier berganda, seperti tampak pada tabel 4.6, variabel kontrol

profitabilitas memiliki nilai t hitung 2,371 dengan nilai signifikansi sebesar 0,022 yang

lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian ini mendukung pendapat Bowman dan Haire (1976) dan Preston

(1978) dalam Anggraini (2006) yang menyatakan semakin tinggi tingkat profitabilitas

perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial lingkungan. Hasil

penelitian ini tidak berhasil mendukung teori legitimasi yang menyatakan profitabilitas

berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan.

Alasan penerimaan hal tersebut adalah bahwa perusahaan di Indonesia

menganggap bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang

dilakukan akan memberikan nilai positif bagi perusahaan. Menurut Solomon dan

Hansen (1985) dalam Nurkhin (2009), dengan corporate social performance yang baik

akan meningkatkan goodwill karyawan dan konsumen, sehingga perusahaan tersebut

akan menghadapi masalah dengan tenaga kerja yang lebih sedikit, lalu konsumen akan

lebih setia kepada produk perusahaan.

6. Pengaruh Leverage (variabel kontrol) terhadap Corporate Environmental

Disclosure

Penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh signifikan antara

leverage dengan corporate environmental disclosure. Hal ini dapat ditunjukkan dari

hasil analisis linier berganda, seperti tampak pada tabel 4.6, variabel kontrol leverage

memiliki nilai t hitung 0,409 dengan nilai signifikansi sebesar 0,684 yang lebih besar

dari taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sembiring et al. (2005) dan

Anggraini (2006). Variabel leverage terbukti tidak mempunyai pengaruh sebagai

Page 34: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

34

variabel kontrol untuk mendukung pengaruh variabel independen terhadap corporate

environmental disclosure. Alasan yang mendukung yaitu hubungan yang sudah terjalin

baik dengan debtholders dan kinerja perusahaan yang baik bisa membuat debtholders

tidak terlalu memperhatikan rasio leverage perusahaan, sehingga menjadikan hubungan

leverage dengan corporate environmental disclosure menjadi tidak signifikan.

7. Pengaruh Tipe Industri (variabel kontrol) terhadap Corporate Environmental

Disclosure

Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan variabel tipe industri menunjukkan

tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap corporate environmental disclosure.

Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil analisis linier berganda, seperti tampak pada tabel

4.6, variabel kontrol tipe industri memiliki nilai t hitung 1,061 dengan nilai signifikansi

sebesar 0,294 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Murwaningsari

(2009) yang menemukan bahwa tidak ada pengaruh pengaruh signifikan terhadap CSR.

Sejalan dengan variabel ukuran perusahaan, alasan yang dapat dikemukakan yaitu tipe

industri dalam perusahaan PROPER tidak memiliki pengaruh yang besar dalam

mendorong corporate environmental disclosure karena perusahaan PROPER secara

otomatis akan mengungkapkan laporan CSR berkaitan dengan kinerja lingkungan yang

telah dilakukan.

V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini menyimpulkan

bahwa :

1. Variabel manajemen laba tidak berpengaruh terhadap corporate environmental

disclosure.

2. Variabel proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap

corporate environmental disclosure.

Page 35: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

35

3. Variabel jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap corporate

environmental disclosure.

5. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan,

profitabilitas, leverage dan tipe industri. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan

bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap corporate environmental disclosure

yang diproksi ROA. Sebaliknya, ukuran perusahaan, leverage, tipe industri tidak

berpengaruh terhadap corporate environmental disclosure.

Keterbatasan

Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan bahan

pertimbangan bagi peneliti berikutnya agar mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :

1. Indeks pengungkapan CSR yang digunakan sebagai ukuran besarnya pengungkapan

tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan sampel cenderung bersifat

subyektif. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang dari masing-

masing pembaca dalam melihat pengungkapan tanggung jawab sosial yang

diungkapkan perusahaan.

2. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diperoleh relatif sedikit hanya 56

perusahaan dengan tahun pengamatan 2008-2009.

3. Variabel CED yang digunakan sebagai proksi dari CSR dikembangkan oleh

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sun et al. (2010).

Saran

Berdasarkan hasil analisis pembahasan serta beberapa kesimpulan dan

keterbatasan pada penelitian ini, adapun saran-saran yang dapat diberikan agar

mendapatkan hasil yang lebih baik, yaitu:

1. Penelitian selanjutnya diharapkan melibatkan pihak lain dalam menentukan luas

pengungkapan sebagai bahan pemeriksaan kembali.

Page 36: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

36

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbesar jumlah sampel dan

memperpanjang tahun pengamatan.

3. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah variabel yang digunakan sebagai

proksi dari CSR.

4. Pengukuran indeks CSR harus terus mengikuti perkembangan yang ada dari

berbagai badan internasional yang terkait dengan CSR dan disesuaikan dengan

keadaan di Indonesia.

Page 37: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

37

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana, dan Dwi Wijayanto. 2007. Pengaruh Environmental Performance dan

Environmental Disclosure terhadap Economic Performance, The 1st Accounting

Conference, September 2007.

Al-Tuwaijri, S. A., Christensen, T. E., and Hughes II, K. E. (2004). The relations among

environmental disclosure, environmental performance, and economic

performance: a simultaneous equations approach. Accounting, Organizations

and Society, 29, 447–471.

Anggraini, Fr Reni Retno. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Pengugkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan

Tahunan (Study Empiris pada Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar di Bursa

Efek Jakarta)”. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.

Chih, H., C. Shen., and F. Kang. 2008. Corporate social responsibility, investor

protection, and earnings management: some international evidence, Journal of

Business Ethics: 79:179–198.

Dajan , Anto. 1996 . Pengantar Metode Statistik, Jilid Kedua, LP3ES, Jakarta

Deegan, C. 2004. “Financial Accounting Theory”. McGraw-Hill Book Company.

Sydney.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cetakan

IV. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Gray, R., Javad, M., Power, David M., and Sinclair C. Donald. 2001. “Social And

Environmental Disclosure, And Corporate Characteristic: A Research Note And

Extension”, Journal of Business Finance and Accounting, Vol 28 No. 3, pp 327-

356.

Guthrie, J., and F. Ricceri. 2006. “The voluntary reporting of intellectual capital,

comparing evidence from Hong Kong and Australia”. Journal of Intellectual

Capital. Vol. 7 No. 2, pp. 254-271

Handajani, L., Sutrisno, and Chandrarin, G. 2008. “The Effect of Earnings

Management and Corporate Governance Mechanism to Corporate Social

Responsibility Discosure : Study at Public Companies in Indonesia Stock

Exchange”. Simposium Nasional Akuntansi XII. Palembang

Page 38: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

38

Haniffa, R.M. and Cooke T. E. 2002. “Culture, Corporate Governance and Disclosure in

Malaysian Corporations”. Abacus, Vol. 38 No. 3.

Jama'an. 2008. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Kualitas Kantor

Akuntan Publik Terhadap Integritas Informasi Laporan Keuangan (Studi pada

Perusahaan Publik di BEJ). Tesis, Universitas Diponegoro. Semarang.

Januarti, I dan Apriyanti D, 2005, Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Terhadap Kinerja Keuangan . Jurnal MAKSI, Vol. 5, No. 2, Hlm. 227-243.

Jensen, M. and Meckling, W. 1976. ”Theory of the firm: managerial behavior, agency

costs and ownership structure”. Journal Of Financial Economics, Vol 3, pp.

305-360

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum GCG di

Indonesia. Jakarta.

Murwaningsari, Etty. 2009. ”Hubungan Corporate Governance, Corporate Social

Responsibilities Dan Corporate Financial Performance Dalam Satu Continuum”.

Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol. 11 (1) : 30-41.

Nurkhin, Ahmad. 2009. “Corporate Governance dan Profitabilitas; Pengaruhnya

terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris pada

Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia). Tesis, Universitas

Diponegoro, Semarang.

Perwita K. D., Veronika. 2009. “Pengaruh Environmental Disclosure terhadap Reaksi

Pasar dan Nilai Perusahaan”. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Prior, D., J. Surroca and J.A. Tribo. 2008. Are socially responsible managers really

ethical? Exploring the relationship between earnings management and corporate

social responsibility, Corporate Governance : An International Review 16(3):

443-459.

Sabeni, Arifin, 2005, “Peran Akuntan Dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate

Governance (Tinjauan Perspektif Agency Theory)”, Pidato Pengukuhan Guru

Besar , Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Scott, William R. 2009. Financial Accounting Theory, 5th

Edition. Prentice Hall, NJ.

Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan

Tanggung Jawab Sosial : Studi Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa

Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo.

Sugiyono. 2007, Statistik Untuk Penelitian, Alfabeta: Bandung.

Page 39: CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP …eprints.undip.ac.id/29445/1/ARTIKEL_SKRIPSI_DESIE_C2C607040.pdf · artikel utama yang mengeksplorasi hubungan ... pelaku CSR sebaiknya tidak memisahkan

39

Sun, N., Salama, A., Hussainey, K., and Habbash, M. (2010) "Corporate environmental

disclosure, corporate governance and earnings management", Managerial

Auditing Journal, Vol. 25 Iss: 7, pp.679 – 700.

Rahmawati, Yacop Suparno, dan Nurul Qomariyah. 2006. “Pengaruh Asimetri

Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan Publik

yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi VI,

Padang.

Titisari, Kartika Hendra, Suwardi, dan Doddy Setiawan. 2010. “Corporate Social

Responsibility dan Kinerja Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi XIII.

Purwokerto.

Utama, Sidharta. 2007. “Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab

Sosial & Lingkungan di Indonesia”, Pidato ilmiah pengukuhan guru besar FEUI,

Jakarta.

Wang, Dechun, 2006. “Founding Family Ownership and Earnings Quality.” Journal of

Accounting Research Vol.44 No.3.

Waryanto.2010. “Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance Terhadap Luas

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia. Skripsi,

Universitas Diponegoro, Semarang.

Widiatmaja, Bayu Fatma.2010. “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance

Terhadap Manajemen Laba Dan Konsekuensi Manajemen Laba Terhadap

Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2006-2008).

Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Wilmshurst T., & Frost G., 2000, “Corporate Environmental Performance. A Test of

Legitimacy Theory”, Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 13,

No. 1, pp. 10-26.

Wisnumurti, Adhika. 2010. “Analisis Pengaruh Corporate Governance terhadap

Hubungan Asimetri Informasi dengan Praktik Manajemen Laba”. Skripsi,

Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.

http://www.menlh.go.id/proper

http:/www.idx.co.id

http:/www.globalreporting.org