CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

30
KAIDAH DASAR BIOETIK DAN MALPRAKTEK KEDOKTERAN A. KAIDAH DASAR BIOETIKA Prinsip-prinsip dasar etika adalah suatu aksioma yang mempermudah penalaran etik. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, antara lain: 1. Beneficence Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalkan akibat baik dari hal yang buruk. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu; Mengutamakan Alturisme Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan seorang dokter Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu keburukannya Menjamin kehidupan baik-minimal manusia Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain inginkan Memberi suatu resep

Transcript of CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

Page 1: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

KAIDAH DASAR BIOETIK DAN MALPRAKTEK KEDOKTERAN

A. KAIDAH DASAR BIOETIKA

Prinsip-prinsip dasar etika adalah suatu aksioma yang mempermudah penalaran

etik. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran

barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada

4 kaidah dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau

bioetika, antara lain:

1. Beneficence

Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada

pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalkan akibat baik dari hal yang

buruk. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;

Mengutamakan Alturisme

Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya

menguntungkan seorang dokter

Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan

dengan suatu keburukannya

Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan

Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti

yang orang lain inginkan

Memberi suatu resep

2. Non-malficence

Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak

melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang

paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm,

tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciri-ciri:

Menolong pasien emergensi

Mengobati pasien yang luka

Tidak membunuh pasien

Page 2: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

Tidak memandang pasien sebagai objek

Melindungi pasien dari serangan

Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter

Tidak membahayakan pasien karena kelalaian

Tidak melakukan White Collar Crime

3. Justice

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan

sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.

Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan

kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap

dokter terhadap pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :

Memberlakukan segala sesuatu secara universal

Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan

Menghargai hak sehat pasien

Menghargai hak hukum pasien

4. Autonomy

Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap

individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan

nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan

membuat keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui,

membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Autonomy

mempunyai ciri-ciri:

Menghargai hak menentukan nasib sendiri

Berterus terang menghargai privasi

Menjaga rahasia pasien

Melaksanakan Informed Consent

Page 3: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

B. MALPRAKTIK

Pengertian Malpraktik

Makna harfiah = praktik buruk lawannya praktik baik.

Pengelompokan malpraktik :

a. Gatra etikolegal malpraktik ; perilaku tidak etis/tidak bermoral atau perilaku

menyimpang atau perilaku melanggar kewajiban hukum atau praktik jahat

profesi dokter.

b. Gatra ilmiah (yang sering dikonotasikan “gatra profesi”) malpraktik kedokteran

yakni kekurang-terampilan secara tak layak / tak pantas seorang dokter. Dalam

hal ini secara teknis medis kemampuan dokter kurang memadai.

Wanprestasi (Ingkar Janji) 

Sebetulnya wanprestasi atau ingkar janji dalam hubungan kontraktual antara

dokter dan pasien dapat dilakukan oleh masing-masing pihak. Pasien dapat

menggugat dokter jika ternyata dokter tidak dapat melaksanakan kewajibannya

dan sebaliknya dokter dapat menggugat pasien jika ternyata pasien tidak

melaksanakan kewajibannya. Gugatan harus berdasarkan atas kerugian yang

terjadi, baik materiil maupun immateriil sebagai akibat tidak dilaksanakannya

sesuatu kewajiban oleh pihak lain.

Khusus gugatan kepada dokter yang melakukan wanprestasi atau lebih dikenal

dengan malpraktik, maka gugatan itu dibenarkan jika memenuhi syarat 4

D: Penyatuan istilah Malpraktik dengan Kelalaian Medik

Kelalaian Medik terdapat 4 kriteria “4D” yang secara kumulatif semuanya

harus terbukti untuk menjatuhkan sanksi dokter harus membayar ganti rugi

kepada pasien/keluarganya dalam forum pengadilan. Ke 4 D tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Duty of care  by the doctor to the injured patient (kewajiban) = D1, dokter

yang digugat memang mempunyai kewajiban (duty) sebagai akibat adanya

hubungan kontraktual.

2. Dereliction of duty (pelanggaran kewajiban) = D2, adanya wanprestasi atau

melalaikan kewajiban (dereliction of duty).

Page 4: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

3. Damage (kompensasi kerugian) yang foreseeable (laik bayang sebelumnya) =

D3, terjadi kerugian (damage atau compensable injury).

4.  Direct cause (sebab langsung) yakni pelanggaran kewajiban mengakibatkan

kerugian (D2 ------- D3) = D4, adanya hubungan langsung antara kerugian itu

dengan kelalaian melaksanakan kewajiban (direct causation).

Jenis Malpraktik dalam Hukum

1. Criminal Malpractice

Masuk kategori ini, bila memenuhi rumusan delik pidana. Pertama, perbuatan

tersebut (baik positf maupun negatif) harus merupakan perbuatan tercela

(actus reus). Kedua, dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea); yaitu

berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (recklessness) atau kealpaan

(negligence).

1. Contoh kasus intensional

o Melakukan aborsi tanpa indikasi medik

o Melakukan euthanasia

o Membocorkan rahasia kedokteran

o Tidak melakukan pertolongan terhadap seseorang yang sedang dalam

keadaan emergensi meskipun tahu tidak ada dokter lain yang akan

menolongnya (negative act).

o Menerbitkan surat keterangan yang tidak benar.

o Membuat visum et repertum yang tidak benar.

o Memberikan keterangan yang tidak benar di sidang pengadilan dalam

kapasitasnya sebagai ahli.

2. Contoh kasus recklessness

o Melakukan tindakan medis yang tidak sesuai prosedur (legeartis).

o Melakukan tindakan medis tanpa informed consent.

Page 5: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

3. Contoh kasus negligence

o Alpa atau kurang hari-hati sehingga meninggalkan gunting dalam perut

pasien.

o Alpa atau kurang hati-hati sehingga pasien menderita luka-luka (termasuk

cacat) atau meninggal dunia.

Pada criminal malpractice, tanggung jawabnya selalu bersifat individual

(bukan korporasi) dan personal (hanya pada yang melakukan). Oleh sebab itu

tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit.

2. Civil Malpractice

Jika dokter tidak melaksanakan kewajibannya (ingkar janji), yaitu tidak

memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Contohnya, seorang

dokter ahli kandungan sepakat menolong sendiri persalinan seorang wanita sesuai

keinginan wanita tersebut di suatu rumah sakit swasta. Mengingat pembukaan

jalan lahir baru mencapai satu sentimeter, maka dokter meninggalkannya untuk

suatu keperluan yang diperkirakan tidak lama. Ketika dokter itu kembali di tempat

ternyata pasien telah melahirkan dalam keadaan selamat dengan dibantu oleh

dokter lain. Dalam kasus seperti ini dokter dapat digugat atas dasar civil

malpractice untuk membayar ganti rugi immaterial, yaitu perasaan cemas selama

menunggu kedatangan dokter yang sangat dipercayainya. Dikategorikan

sebagai civil malpractice karena :

1. Tidak melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatannya wajib

dilakukan

2. Melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan

tetapi terlambat.

3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak

sempurna.

4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukannya.

Page 6: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

Pada civil malpractice, tanggung gugat (liability) dapat bersifat individual atau

korporasi.Selain itu dapat pula dialihkan kepada pihak lain berdasarkan principle

of vicarious liability (respondeat superior, borrowed servant). Dengan ini maka

rumah sakit dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan oleh dokter-

dokternya (sub ordinatnya), asalkan dapat dibuktikan bahwa tindakan dokter itu

dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.

3. Administrative Malpractice

Dikatakan Administrative Malpractice bila dokter melanggar hukum tata

usaha negara. Perlu diketahui bahwa dalam rangka melaksanakan police

power (the power of state to protect the health, safety, morals and general welfare

of its citizen) yang menjadi kewenangannya, pemerintah berhak mengeluarkan

berbagai macam peraturan di bidang kesehatan, seperti tentang persyaratan bagi

tenaga kesehatan untuk menjalankan profesi medik, batas kewenangan serta

kewajibannya. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang

bersangkutan dapaat dipersalahkan. Contoh yang dapat dikategorikan

sebagai adminsitrative malpractice antara lain :

o Menjalankan praktik kedokteran tanpa lisensi atau izin.

o Menjalankan tindakan medik yang tidak sesuai lisensi atau izin yang dimiliki.

o Melakukan praktik kedokteran dengan menggunakan lisensi atau izin yang

sudah kedaluwarsa.

o Tidak membuat rekam medik.

Pembuktian Malpraktik

1. Criminal Malpractice

Pembuktian berdasarkan atas dipenuhi tidaknya unsur pidananya, sehingga

tergantung dari jenis dari criminal malpractice yang dituduhkan. Dalam hal

dokter dituduh melakukan kealpaan sehingga pasien yang ditangani meninggal

dunia, menderita luka berat atau luka sedang maka yang harus dibuktikan adalah

adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa

alpa atau kurang hati-hati (kurang praduga).

Page 7: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

2. Civil Malpractice

Pembuktiannya melalui dua cara :

a. Cara langsung

Yaitu membuktikan ke empat unsurnya (4D) secara langsung ; yang terdiri

atas unsur kewajiban (duty), menelantarkan kewajiban (dereliction of duty),

rusaknya kesehatan (damage) dan adanya hubungan langsung antara tindakan

menelantarkan dengan rusaknya kesehatan (direct causation).

Kewajiban dokter timbul jika secara afirmatif menerima suatu tanggung jawab

untuk melakukan tindakan medik melalui hubungan kontraktual (a contract

basis), baik yang dibuat atas beban atau dengan Cuma-Cuma (gratuitous service).

Kedua, jika berdasarkan ketentuan yang ada wajib melakukan tindakan medis (a

tort basis). Menelantarkan kewajiban terbukti jika dokter melakukan tindakan

medik yang kualitasnya di bawah standar yaitu suatu tindakan yang mutunya tidak

menggambarkan telah diterapkannya ilmu, keterampilan, perhatian dan

pertimbangan yang layak sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan dokter dengan

keahlian yang sama ketika menghadapi situasi dan kondisi yang sama pula. Untuk

membuktikan ini diperlukan kesaksian ahli dari dokter yang sama keahliannya

dengan dokter yang sedang diadili.

Rusaknya kesehatan terbukti jika pasien meninggal dunia, cacat, lumpuh,

mengalami luka berat atau luka sedang. Jika pasien meninggal dunia perlu

dilakukan otopsi dan bila masih hidup perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter

lain yang akan bertindak sebagai saksi ahli.

Sedangkan hubungan langsung terbukti jika ada hubungan kausalitas antara

rusaknya kesehatan dengan tindakan dokter yang kualitasnya di bawah standar.

Untuk membuktikan ini juga diperlukan kesaksian ahli.

b. Cara tak langsung

Cara ini adalah yang paling mudah yaitu dengan mencari fakta-fakta yang

berdasarkan doktrin Res Ipsa Loquitor (the thing speaks for itself) dapat

membuktikan adanya kesalahan di pihak dokter. Namun tidak semua kelalaian

Page 8: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

dokter meninggalkan fakta semacam itu. Doktrin Res Ipsa Loquitor ini sebetulnya

merupakan varian dari ’doctrine of common knowledge” hanya saja di sini masih

diperlukan sedikit bantuan kesaksian dari ahli untuk menguji apakah fakta yang

ditemukan memang dapat dijadikan bukti adanya kelalaian dokter.

Perlu diketahui bahwa doktrin Res Ipsa Loquitor hanya dapat diterangkan jika

fakta yang ditemukan memenuhi kriteria berikut :

o Fakta tidak mungkin terjadi jika dokter tidak lalai.

o Fakta yang terjadi memang berada di bawah tanggung jawab dokter.

o Pasien tidak ikut menyumbang timbulnya fakta itu atau dengan kata lain tidak

ada contributory negligence.

Jika misalnya ada gunting atau tang tertinggal dalam perut pasien yang

menjalani operasi, maka gunting atau tang itu berdasarkan doktrin Res Ipsa

Loquitor, dapat dijadikan fakta yang secara tidak langsung dapat membuktikan

kesalahan dokter, mengingat :

o Gunting atau tang itu tak mungkin tertinggal kalau tidak ada kelalaian.

o Gunting atau tang yang tertinggal itu berada di bawah tanggung jawab dokter.

o Pasien dalam keadaan terbius sehingga tidak mungkin dapat memberikan andil

terhadap tertinggalnya alat-alat tersebut.

Page 9: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

CONTOH KASUS MALPRAKTEK

Muhammad Raihan, bocah usia 10 tahun yang kini hanya dapat berbaring

lemah di tempat tidur salah satu kamar Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat

(RSPAD) Gatot Subroto Jakarta, dinyatakan lumpuh total. Pengakuan ini

disampaikan langsung oleh ayahanda Raihan, M Yunus, saat dihubungi oleh

liputan6.com, Selasa (8/1/2013)

Terhitung sejak November 2012, kini sudah hampir 2 bulan bocah kelas 5

sekolah dasar ini dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot

Subroto Jakarta. "Keadaan Raihan sekarang lumpuh total. Tidak bisa melihat dan

tidak bisa merespons. Sarafnya pun kini tak lagi berfungsi," kata Yunus.

Tindakan yang sedang dilakukan Yunus sekarang adalah mempertanyakan kepada

pihak dokter yang menangani Raihan mengenai langkah apa yang bisa dilakukan

untuk mengobati Raihan.

Bukan hanya Yunus yang meminta kepada tim dokter untuk tidak langsung

mengoperasi buah hatinya. Istrinya, Puspa Dewi, juga minta kepada tim dokter

untuk melakukan USG. Namun sayangnya, pihak Rumah Sakit Medika Permata

Hijau (RSMPH) Jakarta tidak melakukan itu.

"Saya tidak langsung menyetujui untuk Raihan melakukan operasi. Saya bilang ke

istri saya agar Raihan dirawat dulu selama 2 sampai 3 hari sambil dilakukan

observasi. Tapi, dokter yang menangani Raihan mengatakan, 'Saya sudah

berpengalaman untuk soal operasi ini. Saya biasa mengerjakan itu..'," kata Yunus.

Yunus juga sempat menanyakan kepada dokter yang memeriksa Raihan mengenai

efek apa yang akan terjadi jika anaknya tidak menjalani operasi atau efek apa

yang terjadi setelah anaknya menjalani operasi.

Tapi pihak dokter tetap kekeuh kalau operasi yang dijalani Raihan akan

berjalan lancar.

Hingga kini Yunus beserta istri masih menunggu itikad baik dari pihak Rumah

Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) Jakarta. Tapi sayangnya, sampai hari ini

pula tidak ada tanggapan dari pihak rumah sakit tersebut.

Page 10: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

Pukul 04.00 WIB

Raihan dibawa oleh Ibundanya, Oti Puspa Dewi, ke Rumah Sakit Medika

Permata Hijau (MPH) Jakarta dengan maksud untuk mendapatkan pengobatan

atas sakit yang diderita Raihan. Penanganan awal ditangani oleh bagian IGD

Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta. Setelah pihak IGD

melakukan tindakan, selanjutnya Raihan dimasukkan di ruang rawat inap anak di

lantai 5 Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta.

Sekitar pukul 10.00 WIB

Dokter spesialis Anak melakukan kunjungan pada Raihan dan melakukan

diagnosa awal dan menduga Raihan mengalami sakit usus buntu.

Sekitar pukul 13.00 WIB

Ibunda Raihan melakukan konsultasi ke dokter Bedah Umum dan mendapat

penjelasan bahwa penyakit yang diderita oleh Raihan adalah usus buntu dan

disampaikan secara mendesak agar segera dilakukan tindakan operasi.

Pukul 13.30 WIB

Terjadi pembicaraan via telepon antara ayahanda Raihan, Muhammad Yunus

(yang sedang berada di Kalimantan Selatan) dengan dokter bedah umum Rumah

Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta yang telah menyarankan untuk segera

dilakukan operasi pada Raihan. Muhammad Yunus pun menanyakan mengapa

anaknya harus segera dioperasi. Dijelaskan oleh dokter bedah umum bahwa

Raihan mengalami usus buntu akut yang secepatnya untuk segera dioperasi, jika

tidak dioperasi dikhawatirkan akan terjadi infeksi. Dalam pembicaraan via telepon

antara Yunus dengan dokter bedah umum tersebut, Yunus memohon kepada

dokter tersebut untuk dilakukan semacam second opinion atas dugaan usus

buntunya Raihan. Dan sekalian meminta dirawatinapkan terlebih dahulu guna

dilakukan observasi lebih lanjut atas dugaan dokter tersebut. Namun, dokter bedah

umum tersebut tetap menyatakan Raihan menderita usus buntu akut dan harus

sesegera mungkin diambil langkah operasi sore hari itu juga.

Page 11: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

Muhammad Yunus menanyakan apa efek yang akan terjadi jika dilakukan

operasi dan jika tidak dilakukan operasi secepat itu seperti permintaan dokter

bedah tersebut. Dokter tersebut menjawab, bahwa operasi yang akan dilakukan

Raihan adalah operasi kecil dan biasa dilakukan oleh dokter tersebut. Lalu 2 atau

3 hari setelah operasi dokter meyakinkan bahwa Raihan sudah bisa pulang.

Namun jika tidak segera dioperasi, dikhawatirkan akan terjadi infeksi atau pecah

dan kemungkinan bisa menjadi operasi besar. Bukan hanya Yunus yang meminta

untuk tidak dilakukan operasi tersebut, istrinya Oti Puspa Dewi juga melakukan

hal yang sama. Oti meminta untuk dilakukan pemeriksaan berupa dilakukannya

USG untuk melihat kebenaran dugaan tersebut, namun tidak dilakukan oleh

dokter tersebut dan menyatakan tidak perlu.

Karena menurut pengalamannya, hal ini umum terjadi dan sudah 99 persen

usus buntu akut. Penolakan awal untuk tidak segera dilakukan operasi tersebut

mengingat kondisi psikologis Raihan, terlebih saat itu ayahnya sedang tidak

berada di sampingnya. Dan orangtua Raihan merasa bahwa hal ini tidak separah

dugaan dokter tersebut sambil menunggu kepulangan ayahnya dari Kalimantan.

Sekitar pukul 16.00 s/d selesai

Akhirnya setelah menerima keyakinan dokter tersebut dan harapan terbaik

untuk Raihan, operasi pada Raihan dilakukan dengan dokter yang terlibat dalam

operasi itu adalah dokter bedah umum dan dokter anastesi.

Sekitar pukul 18.00

Tiba-tiba ibunda Raihan, Oti Puspa Desi, dipanggil ke dalam ruang operasi

untuk melihat Raihan yang sudah dalam keadaan kritis dan terkulai tidak sadarkan

diri tanpa adanya pertolongan yang maksimal. Pihak keluarga pun akhirnya

menyangsikan kelengkapan peralatan di ruangan operasi tersebut.

Yang lebih membuat Yunus sesak adalah sewaktu Raihan akan melanjutan

pengobatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto

Jakarta, pihak rumah sakit yang sebelumnya merawat Raihan tetap menagih biaya

perawatan kepada Yunus.

Page 12: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

"Sewaktu saya mau melanjutkan pengobatan Raihan, saya tetap ditagih. Saya

bukan mau keluar. Saya hanya melanjutkan pengobatan anak saya. Dan itu tidak

ditanggapi," cerita Yunus.

Kini, Yunus hanya bisa berharap kalau Raihan yang dikenal sebagai anak yang

aktif di sekolah dan TPA, serta anak yang berprestasi, dapat pulih dan bisa

kembali berkumpul bersama keluarga serta dapat melanjutkan apa yang menjadi

kesenangannya, yaitu renang.

Sementara pihak Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) Jakarta yang

dituding melakukan malpraktik yang dilakukan dokter spesialis bedah umum Dr

A menolak memberi keterangan. Pihak rumah sakit berkali-kali menolak

memberikan keterangan saat dihubungi liputan6.com. (ADT/IGW)

Sumber berita: www.liputan6.com.

ANALISIS KASUS

Resume berita:

Anak Raihan (10 tahun) diduga menderita sakit usus buntu yang harus segera

di operasi (cito) oleh dokter spesialis bedah umum. Kedua orang tua menyatakan

pemberitahuan operasi dilakukan secara mendesak dan mendadak, dan sang Ayah

mendapat permintaan persetujuan melalui telepon. Ayah Raihan tidak setuju

dengan pelaksanaan operasi segera sehingga meminta agar anaknya

dirawatinapkan terlebih dahulu dan meminta dilakukan pemeriksaan lanjutan

seperti USG. Namun dokter yang menangani menyatakan hal tersebut tidak perlu

dilakukan berdasarkan pengalaman praktiknya sebelumnya.

Setelah dilakukan operasi, Raihan menjadi tidak sadarkan diri dan hingga

beberapa hari pasca operasi menderita kelumpuhan dan buta. Pihak rumah sakit

tidak memberi keterangan lanjutan dan tetap menagih biaya operasi serta biaya

perawatan. Oleh karena itu kedua orang tua anak tersebut menunggu itikad baik

atas tindakan dugaan malpraktik yang dilakukan oleh dokter di RS tersebut.

Beberapa hal dapat dikaji berdasarkan Kaidah Dasar Bioetika (KDB) pada

kasus ini:

Page 13: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

Beberapa hal yang terkait kaidah dasar bioetika dalam kasus dugaan

malpraktik ini perlu ditelaah lebih lanjut. Kesalahan yang tampak dalam wacana

ini adalah dokter spesialis yang melakukan informed consent yang secara sepihak

terlihat memaksa harus dilakukan operasi segera pada anak tersebut. Walapun

memang pada kondisi medis anak tersebut perlu dioperasi. Namun, seharusnya

pemeriksaan USG dan labolatorium perlu dilakukan. Anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan tambahan untuk persiapan pre-anestesi harus dilakukan

secara detil karena hasil dari anamnesis dan pemeriksaan pre anestesi sangat

menentukan keadaan pada saat operasi dan setelah operasi.

Adapun prosedur garis besar tindakan sebelum dilakukan pembedahan adalah

sebagai berikut:

1. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik

sehubungan dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah,

satukan bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan

oleh  dokter yang merawat.

2. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-tehnik

khusus (seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).

3. Perencanaan penanganan nyeri post operasi bila perlu.

4. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di

ICU).

5. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.

6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan

bahwa semua pertanyaan telah dijawab.

7. Klasifikasi status fisik dan penilaian singkat.

Page 14: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

Dugaan malpraktik dalam kasus ini dapat digolongkan ke dalam civil

malpractice, dengan pembuktian langsung berupa bukti adanya kecacatan yang

dialami oleh pasien setelah operasi, serta pembuktian tidak langsung berupa fakta-

fakta yang berdasarkan doktrin Res Ipsa Loquitor (the thing speaks for itself)

dapat membuktikan adanya kesalahan di pihak dokter.

1. Tinjauan Kasus Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum

a. Sangsi hukum

Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan

unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa)seperti dalam kasus

malpraktek dalam bidang orthopedy yang kami ambil, maka adalah hal yang

sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena

dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan

hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-

nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.

Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus

sangat berhati-hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan

tugas-tugasnya karena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan

malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus)

saja.Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga

mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain.

Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik

yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23

Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan

malpraktik dengan sanksi pidana.

Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang

mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359,

misalnya menyebutkan, “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya

orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan

paling lama satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya

keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana

Page 15: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (1)

‘Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka

berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan

paling lama satu tahun’. (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang

lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan

menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama

enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti

melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam

menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan

sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian

dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya

putusannya diumumkan.” Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti

merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan

atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian

(pencabutan izin praktik) dapat dilakukan.

Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang

(pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian

kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian

(dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata), “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh

kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang

bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,

tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”

Page 16: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

·     b. Kepastian hukum

Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas

dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan.

Tetapi, juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena

telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan

hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi

seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam

kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum.

Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk

diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga

tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jaminan kepastian hukum

dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa memihak-mihak siapa pun. Hubungan

kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah

melakukan malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban

tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai.  (2)

Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan

pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3) Melanggar

UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Ditinjau dari Sudut Pandang Etika

(Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI).

Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna

yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian

formal tentang moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan

moral adalah sitem tentang motifasi, perilaku dan perbuatan manusia yang

dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu

yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang

amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?. Bagi seorang

sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan

budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan

lainnya, etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi

dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah

Page 17: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

salah satu kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima

jasa profesi secara wajar, jujur, adil, professional dan terhormat.

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “ seorang dokter harus senantiasa

berupaya melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi”.

Jelasnya bahwa seeorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya

seebagai seorang proesional harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir,

hokum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter

hrus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Arinya

dalam setiap tindakan dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan dan

kebahagiaan manusia.

Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu

ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang

mungkin sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi

lainnya seperti halnya advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll. Pengawasan

biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus

sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal ini Majelis

Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka

dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam

Kode Etik Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti kasus yang ditampilkan maka

juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam kode etik.

Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik

tetapi juga dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan

kewenangan oleh undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut.

Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum

hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan.

Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat

dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata. Sudah

saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena

maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan

dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya

kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka

Page 18: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hukum

profesinya.

2. Ditinjau dari Sudut Pandang Agama

Adapun agama-agama memandang malpraktek, khususnya yang menyebabkan

kematian atau bisa pasien kehilangan nyawanya. Diantaranya dapat dilihat

bagaimana secara garis besar agama Islam dan Katolik memandang malpraktek.

·    a. Menurut pandangan Islam

Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan ketentuan yang menjadi hak

prerogatif Tuhan, biasanya disebut juga haqqullâh (hak Tuhan), bukan hak

manusia (haqqul âdam). Artinya, meskipun secara lahiriah atau tampak jelas

bahwa saya menguasai diri saya sendiri, tapi saya sebenarnya bukan pemilik

penuh atas diri saya sendiri. Untuk itu, saya harus juga tunduk pada aturan-aturan

tertentu yang kita imani sebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun saya memiliki diri

saya sendiri, tetapi saya tetap tidak boleh membunuh diri. Dari sini dapat kita

katakana bahwa, sebagai individu saja kita tidak berhak atas diri atau kehidupan

yang kita miliki, apalagi kehidupan orang lain. Karena itu maka setiap tindakan

yang oada akhirnya menghilangkan hidup atau nyawa seseorang bisa dianggap

sebagai satu tindakan yang melanggar hak prerogatif Tuhan. Dengan demikian

segala macam tindakan malpraktek adalah suatu pelanggaran.

Undang-undang Praktik Kedokteran diharapkan menjadi wahana yang dapat

membawa kita ke arah tersebut, sepanjang penerapannya dilakukan dengan benar.

Standar pendidikan ditetapkan guna mencapai standar kompetensi, kemudian

dilakukan registrasi secara nasional dan pemberian lisensi bagi mereka yang akan

berpraktek. Konsil harus berani dan tegas dalam melaksanakan peraturan,

sehingga akuntabilitas progesi kedokteran benar-benar dapat ditegakkan. Standar

perilaku harus ditetapkan sebagai suatu aturan yang lebih konkrit dan dapat

ditegakkan daripada sekedar kode etik. Demikian pula standar pelayanan harus

diterbitkan untuk mengatur hal-hal pokok dalam praktek, sedangkan ketentuan

rinci agar diatur dalam pedoman-pedoman. Keseluruhannya akan memberikan

rambu-rambu bagi praktek kedokteran, menjadi aturan disiplin profesi kedokteran,

Page 19: CONTOH_KASUS_MALPRAKTEK

yang harus diterapkan, dipantau dan ditegakkan oleh Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia (MKDKI). Profesional yang “kotor” dibersihkan dan

mereka yang “busuk” dibuang dari masyarakat profesi.

Ketentuan yang mendukung good clinical governance harus dibuat dan

ditegakkan. Dalam hal ini peran rmah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit harus

mampu mencegah praktek kedokteran tanpa kewenangan atau di luar

kewenangan, mampu “memaksa” para profesional bekerja sesuai dengan standar

profesinya, serta mampu memberikan “suasana” dan budaya yang kondusif bagi

suburnya praktek kedokteran yang berdasarkan bukti hokum dank ode etik yang

berlaku.

PUSTAKA

1. www.liputan 6.com. diunduh pada 26 November 20132. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan

Hukum Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar, Oktober 2005. diunduh pada 26 November 2013

3. Budi Sampurna, Program Non Gelar Blok II FKUI Juni 2007, Sistem Peradilan dan Pembuktian Malpraktik. diunduh pada 26 November 2013

4. Sofwan Dahlan, 2003, Hukum Kesehatan Rambu-rambu bagi Profesi Dokter, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang hal 37. diunduh pada 26 November 2013

5. Sofwan Dahlan, 2005, Hukum Kesehatan Rambu-rambu bagi Profesi Dokter, Balai Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. diunduh pada 26 November 2013

6. Sofwan Dahlan, 2005, Hukum Kesehatan Rambu-rambu bagi Profesi Dokter, Balai Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. diunduh pada 26 November 2013