Contoh kasus audit etika profesi

16
Contoh Kasus Audit Etika Profesi Contoh Kasus Etika Profesional Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan” yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi hukum. Namun, ia

Transcript of Contoh kasus audit etika profesi

Page 1: Contoh kasus audit etika profesi

Contoh Kasus Audit Etika Profesi

Contoh Kasus Etika Profesional

Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja

diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan

pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama

seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International

sebuah perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan

klien Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine

International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan”

yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank

menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine

International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa

metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat.

Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC

membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat

keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan

untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam

kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan

Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi

hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia

mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan

hukum. Ia menutup dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan

seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka.

Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”

Solusi :

pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk

menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain :

Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :

Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode

yang dipertanyakan oleh pihak SEC.

Page 2: Contoh kasus audit etika profesi

Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi

Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada tahun

sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.

Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah

pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.

Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan

metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan diyakini

ketepatannya.

Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan hukum, maka

ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.

Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut. Isu etika dari dilema

tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk mengeluarkan pernyataan

bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan merupakan orang yang

membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini sebagai manajer senior.

- Konsekuensi dari setiap alternatif :

Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya

kemungkinan hal ini dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul

permasalahan hukum maka hal ini dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren,CPA),

rekannya, dan ia sendiri dituntut oleh kliennya karena melakukan kesalahan selama

pelaksanaan audit.

- Tindakan Yang tepat

Keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus mempertimbangkan

masak-masak akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika ia tetap menjunjung

akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap menuliskan ketidak setujuannya akan keputusan

rekannya dalam menangani kasus tersebut mengingat metode akuntansi yang digunakan klien

tidaklah sesuai dengan aturan yang diberikan SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat

rekannya maka kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia

peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan sikap

menghargai dan menghormati keputusan rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank

dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan penugasan tersebut melihat adanya risiko yang

cukup besar pada hasil auditnya nanti.

AUDIT ASSET TETAP

Page 3: Contoh kasus audit etika profesi

Sebuah Kasus Audit Asset Tetap

Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan

korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset

PT. Industri Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil,

dengan asset PT. GDC, sebuah perusahaan swasta.

Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di

kawasan Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.

Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun

Anggaran 1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara

sebesar Rp. 121,628 miliar.

Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC

senilai Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;

penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan

perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat

nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.

Telaah Kasus

Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar

guling asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.

Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat

saja, melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain

itu juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga

kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.

Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik

yang meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak

ada manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.

Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi

untuk mencegah kecurangan-kecurangan.

Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang

sangat buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun

oleh oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu

hal pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya.

Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

Page 4: Contoh kasus audit etika profesi

Permasalahan

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di

Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan

adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta

& Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba

bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang,

pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated),

karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru,

keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6

milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri

Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit

Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit

Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated

penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada

dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur

produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1

dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan

dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.

Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya

pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang

tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan

Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah

mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain

itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa

Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di

PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam

laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar

Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 –

Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan

Mendasar, sebagai berikut:

Page 5: Contoh kasus audit etika profesi

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis,

kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan

atau kelalaian.

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus

diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk

periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum

periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian

dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa

transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Sanksi dan Denda

Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang

Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun

1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan

Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi

administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan

membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas

Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan

per 31 Desember 2001.

2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT

Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,-

(seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak

berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia

Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai

dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya

unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena

dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP

SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04

Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang

Page 6: Contoh kasus audit etika profesi

dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan

pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.

Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan

baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik

Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa)

harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun

buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan

atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta

Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam

sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa

Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk

mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik

dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku

2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena

mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam

pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan

adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah

melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor

tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi

akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran

peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT.

Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi

kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar

profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam

manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans

Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu

apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.

Page 7: Contoh kasus audit etika profesi

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam

kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik

negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu

menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun

buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya.

Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih

2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan.

Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100

miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan

laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &

Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi

dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan

dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa

sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba

bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus

laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas

terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up

ini, merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan

keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana

di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan

menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-

bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja

atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena

laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan

farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun

buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham

Page 8: Contoh kasus audit etika profesi

mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta

akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali

(restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih

Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian

kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam

rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham

Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan

publik.

Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak

terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi

yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan

sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang

menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah

campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan

maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan

publik.

Page 9: Contoh kasus audit etika profesi

PEMBAHASAN

Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP

HTM selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma

Tbk.) dan pemberian opini atas laporan keuangan klien.

Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana

ditinjau dari segi kepentingan stakeholder adalah:

1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.

2. Pemegang saham

3. Masyarakat luas

Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya

jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak

mampu melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih

karena kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan

penggelembungan nilai persediaan.

Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas

audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada

risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah

KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata

pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko

seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan

pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan

Publik tersebut.

Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada

kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi

laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus

manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.

Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat

diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko

Page 10: Contoh kasus audit etika profesi

etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan

stakeholder.

1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika

Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian

risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:

a) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM

HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang

berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para

stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat

melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan

kepada para auditor senior dan junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.

b) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan

menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.

c) Mengutamakan reputasi KAP HTM Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai

hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-

faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.

Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat

mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk

menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil

keuntungan dari kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan

stakeholder

KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi

kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang

dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para

stakeholder HTM.