contoh BAB I PKL

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perguruan tinggi adalah suatu lembaga yang mempunyai fasilitas untuk mencari ilmu. Terkadang perguruan tinggi tidak mampu memfasilitasi semua ilmu yang akan mahasiswa cari. Oleh karena itu mahasiswa sebisa mungkin mencari ilmu dari mana saja. Salah satunya dengan cara membaca buku, mencari pengalaman dari lingkungan sekitar, dan diadakannya kegiatan yang dilakukan secara praktik yang terkadang tidak di dapat di bangku perkuliahan. PKL (Praktek Kerja Lapang) adalah suatu kegiatan untuk memfasilitasi mahasiswa mendapatkan ilmu-ilmu sebanyak- banyaknya yang di dapatkan dalam suatu instansi dan langsung di aplikasikan yang biasanya tidak di dapatkan di perkuliahan. Pemilihan tempat PKL sangatlah penting karena membantu mahasiswa dalam mendapatkan ilmu-ilmu yang sesuai dengan minatnya. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) semarang dinilai sangant cocok dengan minat pada Alat tangkap ikan. 1

Transcript of contoh BAB I PKL

Page 1: contoh BAB I PKL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perguruan tinggi adalah suatu lembaga yang mempunyai fasilitas untuk mencari ilmu.

Terkadang perguruan tinggi tidak mampu memfasilitasi semua ilmu yang akan

mahasiswa cari. Oleh karena itu mahasiswa sebisa mungkin mencari ilmu dari mana

saja. Salah satunya dengan cara membaca buku, mencari pengalaman dari lingkungan

sekitar, dan diadakannya kegiatan yang dilakukan secara praktik yang terkadang tidak

di dapat di bangku perkuliahan.

PKL (Praktek Kerja Lapang) adalah suatu kegiatan untuk memfasilitasi mahasiswa

mendapatkan ilmu-ilmu sebanyak-banyaknya yang di dapatkan dalam suatu instansi

dan langsung di aplikasikan yang biasanya tidak di dapatkan di perkuliahan.

Pemilihan tempat PKL sangatlah penting karena membantu mahasiswa dalam

mendapatkan ilmu-ilmu yang sesuai dengan minatnya. Balai Besar Pengembangan

Penangkapan Ikan (BBPPI) semarang dinilai sangant cocok dengan minat pada Alat

tangkap ikan.

Navigasi merupakan salah satu komoditas yang ada di BBPPI Semarang. Merupakan

bagian terpenting dalam perikanan mulai dari pemilihan route perjalanan sampai

mendeteksi ikan.

Navigasi sudah ada dari sejak dahulu. Pada zaman dahulu kala para pelaut

menentukan arah pelayaran menggunakan peta laut, semakin tahun alat navigasi

berkembang pesat penentuan perjalanan dapat dilakukan dengan GPS. Sampai saat ini

ada suatu alat yang dapat mencakup semua peralatan dari GPS sampai alat bantu

pengumpul ikan.

1

Page 2: contoh BAB I PKL

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya praktek kerja lapang adalah :

1. Membantu mahasiswa agar mendapat ilmu lebih banyak.

2. Agar mahasiswa dapat menerapkan ilmu-ilmu yang sudah di dapatkan di

kampus ke lingkungan sekitar.

3. Mendapatkan ilmu-ilmu yang tidak didapatkan di bangku perkuliahan.

1.3 Waktu dan tempat

Praktek Kerja Lapang di lakukan di Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan

yang beralamat di jalan Yos Sudarso, Kalibaru Barat – Pelabuhan Tanjung Emas,

Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Jaraknya sekitar 2

km dari pusat kota Semarang dari tanggal 30 juni 2010 sampai 06 agustus 2010.

2

Page 3: contoh BAB I PKL

BAB II

KEADAAN UMUM TEMPAT PKL

2.1 Sejarah BBPPI

Pada awal mulanya BBPPI berdiri yang dahulunya bernama BPPI terletak di Pos 3

pelabuhan tanjung Emas, Semarang. Seiring dengan bertambahnya jumlah pegawai

dan meningkatnya aktivitas yang dilakukan oleh BBPPI, maka pada tahun 1978

BBPPI pindah lokasi ke jalan Yos Sudarso, Kalibaru Barat, Semarang yang berlokasi

di pinggir pantai dengan keadaan geografisnya di permukaan yang datar di dataran

rendah kota Semarang. Lahan yang digunakan oleh BBPPI adalah lahan PT

PELABUHAN INDONESIA III yang menaungi Pelabuhan Tanjung Emas. BBPPI

memiliki 3 (Tiga) gedung utama, 1 (Satu) bengkel, 1 (Satu) tempat penyimpanan dan

peragaan alat tangkap, 2 (Dua) wisma penginapan 1 (satu) mesjid, 9 (Sembilan)

Kapal Latih dan Survey dan 1 (Satu) Dermaga yang terletak di depan kantor utama.

Berdirinya BPPI diawali sebagai Pangkalan Armada Survei dan Eksplorasi Direktorat

Jenderal Perikanan Departemen Pertanian RI bertempat di Semarang tahun 1975

dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :

190/Kpts/Org/5/1975, tanggal 2 Mei 1975. Pada perkembangan selanjutnya

ditetapkan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang perikanan

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 308/Kpts/Org/1978 Tahun

1978. Pada tahun 1999, dan BPPI berada dibawah naungan Departemen Eksplorasi

Laut RI setelah mengalami pemisahan dari Departemen Pertanian RI.

Sesuai dengan beban tugas yang diberikan, maka berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Pertanian Nomor : 308/Kpts/Org/1978, tanggal 1 April 1978 maka BPPI

Semarang ditetapkan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang

perikanan lingkup Direktorat Jenderal Perikanan. Kemudian berdasarkan Keputusan

3

Page 4: contoh BAB I PKL

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep.26G/MEN/2001, tanggal 01 Mei 2001

tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Penangkapan Ikan

Semarang. BPPI Semarang mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan penerapan

dan pengembangan teknik penangkapan dan pengawasan serta kelestarian

sumberdaya hayati perairan.

Setelah berkiprah di dunia perikanan Indonesia hampir selama 28 tahun, BBPPI

Semarang menjadi Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI).

Perubahan tersebut, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI

Nomor : Per.03/MEN/2006, tanggal 12 Januari 2006, tentang Susunan Struktur

Organisasi Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan.

2.2 Visi dan Misi BBPPI Saemarang

VISI

Menjadikan BBPPI sebagai Pusat Pengembangan dan Pusat Informasi yang Tangguh

dalam Teknologi Penangkapan Ikan.

 

MISI

1. Menyiapkan bahan informasi produktifitas sarana penangkapan ikan.

2. Melakukan perekayasaan sarana penangkapan ikan.

3. Menyiapkan dan menguji bahan standar sarana penangkapan ikan.

4. Melaksanakan akreditasi lembaga sertifikasi sarana penangkapan ikan.

5. Melaksanakan sertifikasi sarana penangkapan ikan.

6. Mengembangkan jaringan pengembangan penangkapan ikan.

7. Mengembangkan jaringan sistem informasi teknologi penangkapan ikan.

8. Menyebarluaskan teknologi penangkapan ikan.

4

Page 5: contoh BAB I PKL

2.3 Program Kerja BBPPI Semarang

1. Pengkajian Produktifitas Sarana Penangkapan Ikan

2. Perekayasaan Teknologi Penangkapan Ikan

3. Standardisasi Sarana Penangkapan Ikan

4. Akreditasi dan Sertifikasi Sarana Penangkapan Ikan

5. Pengembangan Jaringan Pengembangan Penangkapan Ikan

6. Penyebarluasan Teknologi Penangkapan Ikan

2.4 Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

PER. 03/MEN/2006 tanggal 12 Januari 2006, tentang organisasi dan tata kerja Balai

Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI), maka Balai Besar Pengembangan

Penangkapan Ikan (BBPPI) mempunyai struktur organisasi sebagai berikut (Gambar

2) :

A. Eselon IIb, 1 (Satu) Orang Kepala Balai

Kepala Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI)

(Ir. Julius Silaen, M.S)

B. Eselon IIIb, 4 (Empat) Orang Kepala Bidang

1. Kepala Bidang Tata Usaha (Ir. Usman Effendi, M.M)

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program,

pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian dan jabatan fungsional,

persuratan, barang kekayaan milik negara, dan rumah tangga, serta evaluasi

dan pelaporan

2. Kepala Bidang Standardisasi dan Sertifikasi (Ir. Suhariyanto)

5

Page 6: contoh BAB I PKL

Mempunyai tugas melaksanakan standardisasi di bidang kapal perikanan dan

alat penangkapan ikan serta operasi penangkanapan ikan dan akreditasi

lembaga sertifikasi sarana penangkapan ikan, pengawakan kapal dan tenaga

kerja perikanan tangkap, serta sertifikasi sarana penangkapan ikan,

pengawakan kapal dan tenaga kerja perikanan tangkap.

3. Kepala Bidang Pelayanan Teknis (Eris Mulyadi A.Pi, M.Si.)

Mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sistem jaringan dan pelayanan

jasa serta kerja sama di bidang pengembangan penangkapan ikan.

4. Kepala Bidang Penyebaran Teknologi (Antar Nugroho, S.Pi.)

Mempunyai tugas melaksanakan bimbingan, evaluasi dan penyebarluasan

teknologi, pengelolaan sistem informasi dan publikasi di bidang

pengembangan penangkapan ikan.

C. Eselon IVa, 9 (Sembilan) Orang Kepala Sub Bidang/Seksi

1. Di bawah Kepala Tata Usaha

Kepala Sub-Bidang Perencanaan (Iwan Agus subroto, S.Pi.)

Mempunyai tugas penyiapan bahan penyusunan rencana, program, evaluasi

dan pelaporan.

Kepala Sub-Bidang Kepegawaian (Sudi Ati, S.H)

Mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan kepegawaian dan jabatan

fungsional.

Kepala Sub-Bidang Umum dan Keuangan (Haryanto, S.H)

Mempunyai tugas melakukan pengelolaan administrasi keuangan,

persuratan, barang kekayaan milik negara dan rumah tangga.

2. Di bawah Kepala Bidang Standardisas dan Sertifikasi

Kepala Seksi Standardisasi (Widodo, S.Pi., MSc.)

6

Page 7: contoh BAB I PKL

Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan standardisasi di bidang kapal

perikanan dan alat penangkapan ikan seta operasi penangkapan ikan.

Kepala Seksi Sertifikasi (Drs. Oni Soeryono)

Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan akreditasi lembaga

sertifikasi sarana penangkapan ikan, pengawakan kapal dan tenaga kerja

perikanan tangkap, serta sertifikasi sarana penangkapan ikan, pengawakan

kapal dan tenaga kerja.

1. Di bawah Kepala Bidang Pelayanan Teknis

Kepala Seksi Sarana (Dedi Rohadi, S.St.)

Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pengelolaan sistem jaringan

dan pelayanan jasa di bidang pengembangan penangkapan ikan.

Kepala Seksi Kerjasama (Surini, S.H)

Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kerja sama di bidang

pengembangan penangkapan ikan.

2. Di bawah Kepala Bidang Penyebaran Teknologi

Kepala Seksi Bimbingan Teknis (Mamat Rachmat, S.St.Pi.)

Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan, evaluasi dan

penyebarluasan teknologi di bidang pengembangan penangkapan ikan.

Kepala Seksi Publikasi dan Dokumentasi (Ir. Sugiyanto)

Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pengelolaan sistem

informasi, publikasi dan dokumentasi di bidang pengembangan

penangkapan ikan.

D. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas

7

Page 8: contoh BAB I PKL

1. Funsional Perekayasa (Ir. Zarochman, M.S)

2. Funsional Litkayasa (Agus Suryadi, S.St.Pi.)

3. Funsional Arsiparis (Nur Sulasih)

4. Funsional PNS/Kehumasan (Yeni Emelia Pertiwi, S.H)

5. Pegawai Perikanan

Jumlah pegawai Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI)

Semarang sampai bulan Juni 2009 adalah 200 orang dengan formasi 187 PNS

dan 13 CPNS dengan jumlah pria 170 dan wanita 30 (Tabel 1). Jumlah

pegawai menurut tingkat golongan (Tabel 2).

Tabel 1 . Jumlah Pegawai Menurut Jenis Kelamin

Menurut Jenis Kelamin Jumlah

Pria 170

Wanita 30

Tabel 2 . Jumlah Pegawai Menurut Tingkat Golongan (Tahun 2008)

Menurut Tingkat Golongan Jumlah

8

Page 9: contoh BAB I PKL

IV 13

III 116

II 37

I 9

JUMLAH 175

Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan BBPPI mempunyai tugas

melaksanakan kegiatan pengembangan teknik penangkapan ikan, perekayasaan,

pengujian, penerapan standar kapal perikanan dan alat penangkapan ikan serta

sertifikasi saran penangkapan ikan, identifikasi daerah penangkapan, musim ikan,

cara penangkapan, rehabilitasi lingkungan perairan serta kegiatan lain yang sesuai

dengan tugas masing-masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

BBPPI BERDASARKAN PERMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN

NOMOR: PER.3/MEN/2006 TANGGAL 12 JANUARI 2006

 

9

Page 10: contoh BAB I PKL

2.5 Bidang Usaha/Perekayasaan

Bidang usaha/perekayasaan teknologi alat tangkap dan daerah penangkapan

ikan yang akan dilaksanakan oleh BBPPI diantaranya adalah :

1. Rencana bangun payang bertali kerut di perairan Kabupaten Cilacap

2. Perekayasaan mesin pendingin palka ikan menggunakan Refrigrant CO2 dengan

energi kompresi panas mesin kapal

3. Rancang bangun daerah penangkapan ikan bagi nelayan skala kecil di Pantura

Jawa

4. Perekayasaan double righ shrimp twin trawl (Pukat udang ganda kembar)

diperairan Kalimantan Tengah.

5. Pengujian penghemat BBM pada motor penggerak kapal penangkap ikan

6. Kaji terap kapal PAMBOAT di perairan Selat Jawa

7. Penyusunan dan pembuatan replika kapal perikanan (Tahap 1)

8. Kajian teknis desain kapal ikan 10-20 GT di Pantura Jawa

10

Page 11: contoh BAB I PKL

9. Perekayasaan alat pengumpul ikan elektronik di Pantura Jawa

10. Kajian teknis mesin penggerak kapal dan daya dorong kapal ikan <10 GT di

Pantura Jawa

11. Kajian teknis mesin penggerak kapal dan daya dorong kapal ikan <10 GT di

Kalimantan Selatan

12. Kajian teknis penggerak propeler menggunakan tenaga listrik untuk kapal ikan

11

Page 12: contoh BAB I PKL

BAB III

KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Praktik kerja lapang yang telah dilakukan meliputi kegiatan penelusuran/studi

pustaka, pelatihan, seminar, bimbingan teknis tentang alat pemanggil ikan.

3.1 Memanggil Ikan dengan Gelombang Bunyi

Keterbatasan nelayan Indonesia dalam menggunakan peralatan untuk menangkap

ikan mengundang perhatian tiga mahasiswa Universitas Airlangga (Unair), Surabaya;

M Ikhwan Wahyudi, M Syarifuddien Z, dan Fierza M Pasaribu. Keterbatasan itu, di

mata mereka, sangat berhubungan dengan ekonomi nelayan.

Maka, muncullah pemikiran untuk membuat terobosan yang tidak terlalu mahal

secara ekonomi, tapi membuahkan hasil yang lumayan. Melalui serangkaian

penelitian, mereka kemudian membuat alat pemanggil ikan sesuai dengan gelombang

bunyi. Hasil penelitian yang termasuk dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)

ini telah dipresentasikan dalam Pekan Ilmiah Nasional Mahasiswa (Pinmas) di

Surakarta, beberapa waktu lalu. Penelitian diawali dengan studi kepustakaan, meliputi

studi mengenai kelautan, perikanan, dan perancangan hardware. Studi kelautan

memberikan gambaran secara general mengenai kondisi laut, baik tekanan air

maupun kadar garam. Studi perikanan memberikan gambaran bahwa sebenarnya ikan

dapat merespons bunyi dalam air. Studi perancangan hardware yang mendasari alur

pembuatan dari perancangan dan modulasi frekuensi sehingga dapat menghasilkan

sesuai yang diharapkan.

Pelaksanaan penelitian dilakukan di beberapa tempat. Yakni, bengkel pembuatan, uji

coba labortorium di Fakultas Kedokteran Hewan, uji coba lapangan di Gresik dan

Sampang, Madura dalam rentang waktu Juli 2002 - Nopember 2002.

Penelitian menggunakan metode eksperimental yang dikategorikan dalam dua

bentuk: eksperimental dalam mencoba membuat alat pemanggil ikan yang

menghasilkan keluaran berupa beberapa frekwensi. Hal ini juga termasuk uji terhadap

12

Page 13: contoh BAB I PKL

kelayakan alat (troubles-shooting), ketahanan alat selama penelitian berlangsung.

Bentuk kedua adalah eksperimental dengan menguji alat terhadap objek secara

langsung, yaitu ikan.

Pada uji coba eksperimental kedua, pengukuran tingkat keberhasilan alat adalah

dengan mengukur secara visual melalui penampakan banyaknya ikan yang berkumpul

atau mendekat menuju speaker. Juga melalui pergeseran jenis maupun ukuran ikan

yang disebabkan oleh perpindahan atau perubahan frekwensi yang telah ditentukan

sebelumnya.

Ketiga mahasiswa itu mengatakan, dari uji coba laboratorium dengan menggunakan

akuarium menunjukkan hasil yang positif dengan mendekatnya beberapa ikan.

Namun diakui, ini tidak dapat dijadikan kepastian karena mereka menduga adanya

pantulan frekwensi yang terjadi akibat adanya dinding-dinding kaca akuarium. Hal ini

mendasari untuk untuk uji coba di tambak dan di laut.

Pada perairan payau atau tambak, ketiga mahasiswa ini menguji pada satu jenis ikan

bandeng. Hal ini disebabkan tambak yang tersedia adalah tambak bandeng. Uji coba

menunjukkan hasil positif, ditandai dengan adanya pergerakan ikan bandeng yang

terdapat di kolam bergerak menuju speaker. Ikan bergerak mengelilingi speaker yang

berada di pinggir kolam dengan gerakan setengah lingkaran.

Uji coba berikutnya dilakukan di laut, di wilayah Gresik, Jawa Timur. Alat uji coba

dipasang di perahu secara temporary dengan dudukan yang tidak begitu kuat. Hasil

secara visual atau kenampakan yang didapat sangat buruk mengingat tidak ditemukan

ikan yang berkumpul di sekitar perahu. Hal ini disebabkan oleh kejernihan air laut

yang kurang. Namun ditemukan ubur-ubur yang bergerak mendekati perahu dan juga

adanya sekawanan burung camar yang beterbangan di atas perahu. Menurut nelayan,

itu merupakan tanda adanya pergerakan ikan yang mendekat ke perahu.

13

Page 14: contoh BAB I PKL

3.2 ALPIN, Alat Pemanggil Ikan

Agus bertugas melakukan survei untuk fishing ground (daerah penangkapan ikan).

Untuk itu ia harus berkeliling ke 18 propinsi. Ada hal yang menarik ditangkap lulusan

Fakultas Kelautan IPB ini saat memerhatikan tingkah nelayan-nelayan tua di kawasan

Timur Indonesia. "Beberapa dari mereka, khususnya nelayan-nelayan tua,

menggunakan media bunyi untuk mengundang ikan masuk area tangkapannya. Ada

yang menepuk-nepuk permukaan air, ada pula yang memasukkan bambu yang telah

dilubangi ke dalam laut, lalu ditiupnya sehingga menimbulkan bunyi-bunyi. Dan

yang menarik ada seorang nelayan tua yang melengkingkan bunyi untuk memanggil

ikan. Ini unik sekali," jelas Agus yang sempat kuliah di Seni Rupa ITB, namun keluar

dan mengambil Program Studi Teknologi Kelautan-IPB yang diperolehnya melalui

jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).Tingkah nelayan-nelayan tua itu

merupakan suatu kearifan lokal, dan metode efektif untuk menangkap ikan. "Belum

banyak ilmuwan yang berpikiran untuk mengembangkan kearifan lokal warisan

leluhur itu menjadi lebih berguna," imbuh Agus yang sejak kuliah tingkat III di IPB

sudah bekerja di BPPT.

Alasan lain dibuatnya ALPIN karena aksi penangkapan ikan dengan pengeboman

yang ia lihat di Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Cara pengeboman itu dilakukan

karena cepat dan praktis. "Hanya itu yang dipikirkan penduduk, yaitu bagaimana

memperoleh hasil yang cepat agar bisa memberi makan anak istrinya. Padahal cara

pengeboman itu mengakibatkan banyak terumbu karang rusak.

Selain itu, penangkapan ikan dengan mengebom juga banyak menimbulkan korban,

yaitu kecacatan. Saya pernah lihat ada suatu keluarga di Teluk Kendari yang bapak

dan anaknya cacat (buntung) gara-gara pengeboman itu," paparnya. Maraknya

pengeboman ikan mengakibatkan kelestarian ekosistem terumbu karang terganggu

dan lambat laun kualitas lingkungan perairan menjadi menurun. Padahal ekosistem

terumbu karang memberikan kontribusi terbesar dalam penyediaan makanan, tempat

pemijahan, tempat pergantian generasi dan perlindungan. Selama ini metoda yang

14

Page 15: contoh BAB I PKL

direkomendasikan untuk penangkapan ikan disekitar terumbu karang menggunakan

pancing dan bubu.

Cara kerja ALPIN menggunakan frekuensi bunyi. Untuk memperoleh frekuensi yang

sesuai atau yang disenangi ikan, dilakukan pendekatan metoda Superimpose Sound

System (S3). Teknik ini menggabungkan frekuensi bunyi ikan dan frekuensi

lingkungan yang direkam ke dalam system sirkuit elekronik. Sebelum proses

perekaman, terlebih dahulu dilakukan filterisasi untuk memperoleh frekuensi bunyi

yang sebenarnya.

Selanjutnya proses pengembalian frekuensi bunyi ke alam dibantu oleh alat yang

kedap bunyi dan tahan air, yang Agus namakan speaker air, yang disimpan di dalam

bahan dari mika. Mungkin bahan mika merupakan bahan penghambat bunyi maka

hasil keluaran menjadi tidak optimal.

3.4 Perakayasaan Alat Pengumpul Ikan Akustik

Rancangan alat pengumpul ikan akustik, berdasarkan diagram blok seperti pada

gambar 5 sebagai berikut :

Gambar 5 : diagram blok rancangan alat pengumpul ikan

15

Page 16: contoh BAB I PKL

Komponen utama alat pengumpul ikan elektronik yang bekerja berdasarkan prinsip

akustik, sebagai berikut :

1. Penghasil bunyi elektrik (electrical sound generator), dibuat berdasarkan

rangkaian komponen elektronik yang dapat memproduksi bunyi dengan

kisaran frekwensi 0 s/d 100 Hertz dan dapat dipancarkan secara variabel

sesuai besaran frekwensi yang diinginkan dengan menggunakan potentio

meter yang dipasang khusus dalam rangkaian tersebut.

2. Penghasil bunyi digital (digital sound generator), yang dibangkitkan dari

rancang bangun piranti lunak yang dibuat khusus untuk kepentingan produksi

bunyi dengan kisaran frekwensi 0 s/d 10.000 Hertz yang dilengkapi dengan

sistim penyuntingan dan penyimpanan data.

3. Perekam bunyi (sound recorder), sebagai alat perekam akustik yang dapat

merekam bunyi dari sumber bunyi dalam laut, dari penghasil bunyi elektrik

maupun penghasil bunyi digital.

4. Mikrophone kedap air (hydrophone), berfungsi sebagi penyadap segala

sumber bunyi yang berasal dari dalam laut untuk tujuan perekaman atau

penguatan.

5. Penguat bunyi (amplifier), sebagai alat penguat sumber bunyi yang berasal

dari hasil penyadapan melalui hydrophone untuk tujuan perekaman dan juga

sebagai penguat sumber bunyi (elektrik atau digital) untuk diteruskan ke

dalam laut.

6. Pengeras bunyi (speaker) kedap air, sebagai media pemancaran bunyi ke

dalam laut yang berasal dari penguat bunyi. Untuk besaran frekwensi tertentu,

pengeras bunyi ini dapat digantikan dengan transducer (alat khusus yang

dapat digunakan dalam air laut).

7. Perangkat kontrol (controller device), perangkat yang berfungsi untuk

pemilihan aktif perangkat hydrophone atau transducer.

8. Interface, sebagai perangkat penyelaras fungsi perangkat keras untuk tujuan

digitalisasi sistim pengumpul ikan electronik.

16

Page 17: contoh BAB I PKL

Adapun prinsip kerja rancang bangun alat pengumpul ikan elektronik dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Bunyi yang berasal dari ikan atau biota laut pada daerah penangkapan

ikan tertentu direkam,dan dilakukan koreksi-koreksi kondisi

oceanografis dan biologis untuk bahan identifikasi karakter bunyi

tersebut.

b. Karakter bunyi hasil analisa dibuat tiruannya melalui sistim digital

untuk selanjutnya dipancarkan dalam kolam uji coba laboratorium

c. Bunyi tiruan dilakukan penyeserasian untuk memperoleh karakter

bunyi yang mendapatkan respon dari ikan.

Perangkat keras :

Perangkat keras yang diperlukan sesuai dengan pra rancangan, antara lain :

1. Digital sound recorder, adalah perekam dan pemancar bunyi digital dalam

bentuk kit yang harus dirangkai terlebih dahulu. Perangkat ini dapat merekam

secara flash bunyi digital selama10 detik dan dipancarkan berulang selama

catu daya masih ada. Dari hasil pengukuran, catu daya yang dibutuhkan untuk

memancarkan bunyi hanya 0,5mA dan apa bila menggunakan baterei kering

12 V / 7,2 AH, maka alat tersebut dapat bekerja selama 140 jam secara terus

menerus.

2. Fish caller, yang dijadikan penghasil bunyi elektrik (electrical sound

generator), dibuat berdasarkan rangkaian komponen elektronik yang dapat

memproduksi bunyi dengan kisaran frekwensi 0 s/d 100 Hertz. Khusus alat

penghasil bunyi dapat dibuat berdasarkan rangkaian elektronik mengikuti

diagram sirkuit seperti pada Gambar 6.

3. Sound system, terdiri dari amplifier, pengeras bunyi dan microphone.

Pengeras bunyi yang digunakan, tipe megaphone dan dalam kegiatan ini

dipasang pada rangkaian pipa peralon untuk tujuan mengarahkan bunyi

kedalam laut.

17

Page 18: contoh BAB I PKL

4. Transducer, fungsi alat ini dalam rangkaian fish finder sebagai speaker

dan sebagai microphone secara bergantian sesuai dengan interval pulsa

ultrasonic yang dipancarkan dan pantulan yang diterima.

5. Bak uji yang dibuat khusus dari fibreglass dan dilapis busa, untuk tujuan

pengamatan dan perekaman bunyi ikan hidup yang tertangkap atau hasil dari

koleksi nelayan yang sedang melakukan penangkapan ikan dilaut. Diberikan

lapisan karet busa pada dinding bagian dalam untuk tujuan agar ikan yang

berengan tidak terluka bila membentur dinding, sekaligus meredam pantulan

bunyi-bunyi yang ada selama perekaman.

Gambar 6 Rangkaian elektronik penghasil bunyi

Keterangan :B1-1.5volt BatteryC1- 100 mfd. electrolytic CapacitorE1 - Crystal Microphone or EarphoneR1 - 27k ohm resistorR2 - 5k potentiometerT1 - Audio Transformer 1000 ohm c/tQ1- Transistor 2N3906S1-SPST Slide Switch

18

Page 19: contoh BAB I PKL

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

19