Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

14
IV.3 Aspek Manfaat dan Biaya Sosial Analisis manfaat dan biaya digunakan dalam mengevaluasi pemanfaatan sumber-sumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara efisien. Sebagai ibu kota serta pusat pemerintahan di Indonesia, Kota Jakarta berkembang cukup pesat menjadi kota yang cukup padat dan sibuk dengan aktifitas yang tinggi termasuk tingkat mobilisasi penduduk(perjalanan). Apabila terdapat lebih dari 300 mobil baru setiap hari didaftarkan di DKI Jakarta dengan rata-rata panjang mobil 3 meter, maka dalam sehari saja barisan mobil di jalanan Jakarta bertambah hampir satu kilometer. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dalam setahun mencapai 10 persen, sementara penambahan panjang jalan di Jakarta kurang dari 1 persen tiap tahunnya (Hartadi,2010). Maka kemacetan di Jakarta semakin parah dari waktu ke waktu, bahkan diprediksikan dengan tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor saat ini, Jakarta akan macet total pada tahun 2014 (Hartadi,2010). Kondisi ini menyebabkan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta semakin intensif membangun sejumlah moda transportasi umum, diantaranya Bus Rapid Transit (BRT) atau lebih dikenal dengan Transjakarta yang diluncurkan pertama kalinya pada tanggal 15 Januari 2004, dimana saat ini baru beroperasi untuk 3 koridor dari 15 koridor yang direncanakan (Hartadi, 2010). Tujuan proyek Transjakarta ini selain untuk menekan penggunaan mobil pribadi, Transjakarta juga diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan

description

cost benefit

Transcript of Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

Page 1: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

IV.3 Aspek Manfaat dan Biaya Sosial

Analisis manfaat dan biaya digunakan dalam mengevaluasi pemanfaatan sumber-sumber

ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara efisien.

Sebagai ibu kota serta pusat pemerintahan di Indonesia, Kota Jakarta berkembang cukup

pesat menjadi kota yang cukup padat dan sibuk dengan aktifitas yang tinggi termasuk tingkat

mobilisasi penduduk(perjalanan). Apabila terdapat lebih dari 300 mobil baru setiap hari

didaftarkan di DKI Jakarta dengan rata-rata panjang mobil 3 meter, maka dalam sehari saja

barisan mobil di jalanan Jakarta bertambah hampir satu kilometer. Pertumbuhan jumlah

kendaraan bermotor di Jakarta dalam setahun mencapai 10 persen, sementara penambahan

panjang jalan di Jakarta kurang dari 1 persen tiap tahunnya (Hartadi,2010). Maka kemacetan di

Jakarta semakin parah dari waktu ke waktu, bahkan diprediksikan dengan tingkat pertumbuhan

kendaraan bermotor saat ini, Jakarta akan macet total pada tahun 2014 (Hartadi,2010).

Kondisi ini menyebabkan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta semakin intensif membangun

sejumlah moda transportasi umum, diantaranya Bus Rapid Transit (BRT) atau lebih dikenal

dengan Transjakarta yang diluncurkan pertama kalinya pada tanggal 15 Januari 2004, dimana

saat ini baru beroperasi untuk 3 koridor dari 15 koridor yang direncanakan (Hartadi, 2010).

Tujuan proyek Transjakarta ini selain untuk menekan penggunaan mobil pribadi, Transjakarta

juga diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para pengguna angkutan

umum. Sebab sebelum ini angkutan umum yang nyaman, terjadwal, cepat dan tepat waktu

merupakan satu hal yang belum dimiliki oleh Jakarta. Sebagian menyatakan bahwa

ketidaktersediaan angkutan umum seperti Transjakarta inilah yang menyebabkan masyarakat

membeli kendaraan pribadi.

Sebagai salah satu proyek yang menjadi jawaban atas masalah publik maka diperlukan

evaluasi atas proyek sarana transportasi Transjakarta dari segi manfaat dan biaya. Hal ini sangat

penting untuk melihat apakah sumber-sumber ekonomi sudah digunakan dengan efisien.

Dalam menentukan manfaat dan biaya sosial suatu program atau proyek harus dilihat

secara luas pada manfaat dan tidak hanya pada individu saja. Oleh karena menyangkut

kepentingan masyarakat luas maka manfaat dan biaya dapat dikelompokkan dengan berbagai

cara (Mangkoesoebroto, 1998; Musgrave and Musgrave, 1989 dalam Sugiyono, 2001). Salah

satunya yaitu mengelompokkan manfaat dan biaya suatu proyek secara riil (real) dan semu

Page 2: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

(pecuniary). Manfaat riil adalah manfaat yang timbul bagi seseorang yang tidak diimbangi oleh

hilangnya manfaat bagi pihak lain. Manfaat semu adalah yang hanya diterima oleh sekelompok

tertentu, tetapi sekelompok lainnya menderita karena proyek tersebut.

IV.3.1 Aspek Manfaat

Berdasarkan uraian mengenai manfaat dan biaya tersebut maka analisis evaluasi proyek

sarana Transjakarta dari segi manfaat dan biaya dapat dianalisis sebagai berikut:

a. Manfaat Rill dari Bus Transjakarta

Manfaat riil dibedakan lagi menjadi manfaat langsung atau primer dan tidak langsung

atau sekunder (direct/primary dan indirect/secondary). Hal yang perlu diperhatikan dalam

menentukan manfaat adalah hanya kenaikan hasil atau kesejahteraan yang diperhitungkan

sedangkan kenaikan nilai suatu kekayaan karena adanya proyek tersebut tidak diperhitungkan.

Manfaat langsung berhubungan dengan tujuan utama dari proyek atau program. Manfaat

langsung timbul karena meningkatnya hasil atau produktivitas dengan adanya proyek atau

program tersebut. Pada proyek sarana transportasi Transjakarta ini, manfaat langsungnya adalah

dengan adanya pengadaan bus Transjakarta yaitu adanya sarana transportasi baru yang berupaya

mengurangi kemacetan dan dapat menjadi alternatif transportasi di DKI Jakarta. Selain itu juga

memberikan manfaat kepada para penumpang berupa kenyamanan dan keamanan dalam

bepergian. Namun demikian, manfaat langung dari bus Transjakarta ini masih dirasakan belum

dapat dirasakan dengan maksimal karena tujuan awal untuk mengurangi penggunaan kendaraan

pribadi belum tercapai. Hal ini terbukti dari masih tingginya penggunaan mobil pribadi di jalan-

jalan ibukota.

Menurut data yang ada, jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta pada

Februari 2008 sebesar 4,06 juta orang, bertambah sekitar 0,52 juta orang jika dibandingkan

dengan keadaan Februari 2007 sebesar 3,54 juta orang. Penambahan jumlah pekerja didominasi

oleh kaum perempuan sebesar 379 ribu orang, sementara peningkatan pekerja laki-laki sebesar

133 ribu orang. Dari 4,06 juta pekerja tersebut ternyata sebagian besar mereka menggunakan

kendaraan pribadi sebagai sarana transportasi menuju tempat kerjanya daripada menggunakan

angkutan umum.

Page 3: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

Tabel Alat Transportasi yang digunakan ke tempat kerja

Tabel di atas merupakan hasil peelitian yang dilakukan oleg MARS Indonesia dalam

“Indonesian Consumer Profile 2008”. Berdasarkan hasil riset tersebut sejumlah 78,4% pekerja

di Jakarta lebih suka menggunakan kendaraan pribadi (mobil & motor pribadi). Hal ini berbeda

jauh dengan jumlah pekerja yang memilih menggunakan angkutan umum yaitu sebanyak 18,1%

(Zumar, 2009). Berdasarkan hasil riset tersebut maka dapat dipahami bahwa budaya untuk

menggunakan kendaraan umum belum menjadi budaya masyarakat khusunya dalam riset ini

yaitu pekerja.

Kecenderungan penduduk untuk menggunakan kendaraan pribadi dapat dilihat dari

jumlah kendaraan di DKI Jakarta. Dishub DKI Jakarta menyatakan bahwa pada 2007 kendaraan

di DKI Jakarta mencapai 5,7 juta unit. Hal ini menunjukkan kenaikan sebesar 8% dari dua tahun

sebelumnya yang hanya terdapat 4,9 juta unit. Sejumlah 98,5% dari kendaraan tersebut adalah

adalah kendaraan pribadi dan hanya 1,5% kendaraan umum( Zumar, 2009).

Selain itu, kenyamanan dan keamanan bus Transjakarta masih belum terjamin

sepenuhnya. Para penumpang berdesak - desakan, berdiri, dan berhimpitan. Terutama bagi

wanita, pasti sangat tidak nyaman di saat ketika tidak mendapatkan tempat duduk, dan

berhimpitan dengan lawan jenis, sehingga terbuka kesempatan terjadinya pelecehan seksual.

Ditambah lagi, masih adanya aksi-aksi perampokan dan pencopetan (Khaiwirna, 2010). Apabila

hal ini terus terjadi maka manfaat langsung Transjakarta dapat berkurang dan tergradasi.

Manfaat langsung dari Transjakarta sebagai sarana transportasi yang cepat sempat

mendapat kendala dengan adanya Transjakarta yang terlambat datang. Dijelaskan bahwa

keterlambatan sering terjadi karena adanya jalur-jalur Transjakarta yang dilalui oleh kendaraan

selain bus Transjakarta serta Stasiun Pengisian bahan Bakar Has(SPBG) hanya terdapat tiga

Page 4: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

stasiun yang mengurusi armada Transjakarta di delapan koridor (Depdagri, 2010). Akan tetapi

hal tersebut berkurang dengana dibuatnya Standar Pelayanan Minimum(SPM).

Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak secara langsung disebabkan karena

adanya proyek yang akan dibangun atau merupakan hasil sampingan. Manfaat tidak langsung ini

dapat menjadi luas sekali, tergantung dari sejauh mana memasukkan manfaat tidak langsung ke

dalam analisis. Dalam hal proyek bus Transjakarta ini, manfaat tidak langsungnya adalah adanya

jembatan penyeberangan bagi para pejalan kaki. Pembuatan shelter Transjakarta di beberapa ruas

jalan di Jakarta juga diiringi dengan pembangunan jembatan-jembatan penyeberangan untuk

memudahkan para pengguna mencapai shelter Transjakarta karena biasanya shelter ini berada di

tengah-tengah ruas jalan. Pada awalnya, masyarakat menyeberang di jalan yang dapat

menyebabkan kemacetan. Setelah adanya jembatan penyembrangan ini, para pejalan kaki akan

memilih menggunakan jembatan tersebut untuk menyebrang karena akan lebih aman. Selain itu,

juga tidak akan mengganggu para pengendara dan dapat mengurangi kemacetan di jalan raya.

Jalur Transjakarta dibuat terpisah dengan jalan angkutan umum dan kendaraan lainnya, sehingga

Transjakarta diharapkan terhindar dari kemacetan sehingga para pengguna bus Transjakarta tidak

membuang waktu mereka sia-sia. Namun sayangnya, jalur khusus Transjakarta atau separator

Transjakarta ini tetap saja digunakan para pengendara lain. Hal ini malah mengakibatkan

Transjakarta ikut terjebak macet.

Gambar Antrian di Shelter Transjakarta

Page 5: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

Manfaat riil dapat dibedakan pula menjadi manfaat yang berwujud (tangible) dan yang

tidak berwujud (intangible). Istilah berwujud ditetapkan bagi yang dapat dinilai di pasar,

sedangkan yang tidak berwujud untuk segala sesuatu yang tidak dapat dipasarkan. Manfaat dan

biaya sosial tergolong dalam kategori manfaat yang tidak dapat dipasarkan sehingga termasuk

kategori manfaat dan biaya yang tidak berwujud (intangible benefits dan intangible costs)

(Sugiyono, 2010).

Manfaat sosial atau manfaat yang tidak berwujud dari adanya bus Transjakarta ini adalah

tata kota yang lebih terlihat modern. Pembangunan shelter bus Transjakarta telah membawa

aspek keindahan di kota Jakarta. Unsur kerapian menjadi terlihat. Namun demikian, banyak dari

shelter Transjakarta yang terlihat tidak terurus dan berantakan. Banyak shelter yang seharusnya

dapat digunakan tapi dibiarkan menggangur begitu saja. Bahkan, besi-besi penopang shelter ada

yang dicuri. Adapun manfaat yang berwujud dan yang terlihat adalah terdapatnya bus

Transjakarta. Bus Transjakarta bila dibandingakan dengan bis angkutan lain memang jauh lebih

besar, nyaman, dan bersih. Selain itu, bus Transjakarta ini dilengkapi dengan alat pendingin dan

juga memiliki pengendara yang mengenakan pakaian yang rapi, seperti menggunakan jas dan

dasi.

b. Manfaat Semu dari Bus Transjakarta

Manfaat semu adalah yang hanya diterima oleh sekelompok tertentu, tetapi sekelompok

lainnya menderita karena proyek tersebut. Pada hakekatnya, para pengguna jasa transportasi

(masyarakat Jakarta) tentu diuntungkan dengan adanya bus Transjakarta ini, karena mereka

memiliki lebih banyak pilihan angkutan umum. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan,

ada pula pihak yang dirugikan dan menderita akibat dari proyek ini. Pihak yang dirugikan ini

adalah para supir dari jenis angkutan lain. Dengan adanya bus Transjakarta ini jelas pendapatan

mereka akan semakin berkurang dengan semakin berkurangnya penumpang.

Secara lebih ilmiah, pada dasarnya penentuan manfaat dari suatu proyek dapat

diperkirakan berdasarkan willingness to pay atau kesediaan orang untuk membayar. Beberapa

pendekatan dari konsep willingness to pay yang penting adalah (Sugiyono, 2001):

- Nilai Kesehatan

Berdasarkan nilai kesehatan, adanya penambahan armada angkutan umum baru yaitu bus

Transjakarta tentu akan semakin meningkatkan polusi udara. Pencemaran udara, misalnya karena

Page 6: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

emisi SO2, dapat menyebabkan kondisi kesehatan orang yang terkena pencemaran akan

memburuk, dapat menyebabkan sakit kepala, sesak nafas, dan sebagainya. Kesediaan orang

untuk mengeluarkan biaya pengobatan atau untuk menghindari sakit akibat pencemaran udara

tersebut dapat dipakai sebagai ukuran manfaat dari program penanggulangan pencemaran. Studi

yang telah dilakukan pada tahun 1986 di Los Angeles menunjukkan bahwa kesediaan orang

untuk membayar dalam kaitannya dengan pencegahan gejala sesak nafas berkisar antara 0,97-

23,87 dolar Amerika (Field, 1994 dalam Sugiyono). Hal ini membuktikan bahwa kesedian orang

untuk membayar dalam kaitannya dengan pencegahan gejala sesak nafas tergolong rendah.

Pengadaan bus Transjakarta ini harus dilihat sebesar apa pencemaran udara yang telah

dihasilkan. Dengan demikian, dapat terlihat apakah pengadaan bus Transjakarta ini malah dapat

membahayakan kesehatan masyarakat. Di tambah lagi, kemampuan masyarakat yang tergolong

rendah dalam hal ekonomi tentu akan menyulitkan mereka untuk melakukan pengobatan.

- Biaya Perjalanan

Pendekatan biaya perjalanan dipakai untuk menilai barang yang pada umumnya oleh

masyarakat dinilai terlalu rendah, misalnya barang rekreasi (keindahan dan kenyamanan).

Namun demikian, transportasi adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat

ibukota. Angkutan transportasi di Jakarta cukup beragam dan cukup banyak pilihan. Hal ini pula

lah yang menjadi penyebab tingginya angka kemacetan di Jakarta. Banyaknya jenis angkutan

umum lain yang dapat digunakan para pengguna jasa transportasi, maka diperlukan perhitungan

biaya perjalanan.

Untuk memperkirakan manfaat barang tersebut maka digunakan proksi biaya perjalanan

untuk dapat menikmati pelayanan jasa transportasi bus Transjakarta. Tarif Transjakarta tergolong

mahal bagi beberapa kalangan. Agar dapat menjadi pilihan utama dari para pelanggan, tentu bus

Transjakarta ini harus memiliki tarif yang bersaing dan lebih terjangkau dibandingkan dengan

jenis angkutan umum yang lain. Dengan mempergunakan data biaya perjalanan maka dapat

diperkirakan willingness to pay untuk menggunakan jasa pelayanan angkutan.

IV.3.2 Aspek Biaya Sosial

Selain analisis terkait manfaat, juga diperlupkan anlasisi terkait biaya sosial bus

Transjakarta. Pentingnya mengukur biaya secara akurat sering diabaikan dalam analisis manfaat

dan biaya. Hasil dari suatu analisis menjadi kurang baik akibat memperkirakan biaya yang terlalu

Page 7: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

besar atau memperkirakan manfaat yang terlalu rendah. Biaya sosial dapat diperkirakan dengan

menggunakan prinsip oportunity cost, untuk membedakan dengan biaya untuk pembelian barang

bagi individu. Oportunity cost dalam penggunaan sumber daya alam merupakan nilai tertinggi

bagi masyarakat dari berbagai alternatif penggunaan sumber daya tersebut. Sehingga pendekatan

oportunity cost merupakan pendekatan yang terbaik untuk menentukan nilai dari biaya yang

tidak berwujud (Sugiyono, 2001).

Biaya sosial dapat dilihat dari opportunity cost, dimana biaya yang harus dikorbankan

oleh masyarakat untuk dapat menggunakan jasa Transjakarta (bus Transjakarta). Artinya, berapa

biaya yang dikeluarkan para pengguna ketika menggunakan jenis angkutan lain pada rute yang

sama dan berapa biaya yang dkeluarkan para pengguna ketika mereka menggunakan

Transjakarta sebagai alat transportasinya. Selain itu, opportunity cost dapat digunakan untuk

melihat berapa besar pengorbanan yang harus dikeluarkan pengelola dan para pengguna ketika

memilih alternatif pengadaan Transjakarta dan menggunakan Transjakarta sebagai alat

transportasi. Dengan demikian, dapat dilihat biaya-biaya apa saja yang harus dikeluarkan dan

yang harus dikorbankan dalam rangka pelaksanaan proyek bus Transjakarta ini. Biaya-biaya

yang dikorbankan tidak hanya biaya yang merupakan biaya yang terkait dengan operasional saja,

melainkan juga meliputi biaya yang tidak berwujud secara nyata namun dapat dirasakan bahwa

memang ada yang harus dikorbankan. Dengan melihat dari setiap manfaat yang ada, maka dapat

dilihat pula apa saja biaya-biaya yang harus dikorbankan terkait pelaksanaan proyek bus

Transjakarta ini.Berikut adalah tabel analisis Aspek Manfaat dan Biaya Proyek Bus Transjakarta.

Tabel Analisis Aspek Manfaat dan Biaya Proyek Bus Transjakarta

Manfaat Biaya

Proyek Bus Transjakarta

R

Rill Langsung Berwujud Menurunkan tingkat

kemacetan

Biaya pengadaan

bus Transjakarta, Gaji dan

upah supir bus, Biaya

perawatan bus

Menurunkan Hilangnya atau

Page 8: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

penggunaan jumlah

kendaraan pribadi

menurunya pendapatan

negara dari pajak

kendaraan bermotor

Tidak

Berwujud

Kenyamanan Para

penumpang

Biaya pembelian

AC, Biaya perawatan Bus,

Biaya Service Bus, Biaya

Penataan Interior Bus

Keamanan Para

Penumpang

Biaya sewa petugas

keamanan, Biaya

Pengadaan Sensor

Pengaman

Tidak

Langsung

Berwujud Ada halte bus yang

terpisah

Biaya pembangunan

halte dan Shelter

Transjakarta

Ada jembatan

penyebrangan di ruas jalan

Biaya

Pembangunan Jembatan,

Ada lahan yang berkurang

untuk taman kota

Tidak

Berwujud

Keindahan Kota Biaya

Pembangunan Shelter dan

Koridor Transjakarta yang

artistik

Tata kota yang lebih

modern

Biaya sewa jasa

arsitek

S

semu

Langsung Pendapatan supir

angkotan umum lain

semakin berkurang

Semakin

meningkatkan polusi emisi

Page 9: Contoh-Aplikasi Biaya-Manfaat Trans Jakarta (P-4)

CO2

Masyarakat

memiliki lebih banyak

alternatif transportasi

Berdasarkan tabel analisis manfaat dan biaya diatas dapat terlihat bahwa terdapat

berbagai pengorbanan yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek bus Transjakarta

ini. Opportunity cost-nya meliputi biaya-biaya yang terkait pengadaan bus Transjakarta itu

sendiri, biaya perawatan bus, gaji dan upah supir bus, dan biaya service bus. Selain itu, biaya

yang dikeluarkan juga terkait dengan biaya pembangunan shelter, koridor dan jembatan

penyebrangan. Ditambah lagi, biaya sewa petugas keamanan dan jasa arsitek yang merancang

desainshelter dan koridor Transjakarta sehingga terlihat lebih artistik. Selain biaya-biaya yang

memang dikeluarkan langsung oleh pengelola, ada juga biaya-biaya atau pengorbanan yang

harus dilakukan namun tidak dikeluarkan secara langsung oleh pengelola, seperti hilangnya atau

berkurangnya pendapatan negara yang berasal dari pajak kendaraaan bermotor karena semakin

menurunnya penggunaan kendaraan dan mobil pribadi oleh masyarakat.