CITRA IBU DALAM PUISI INDONESIA MODERN SERTA...

71
CITRA IBU DALAM PUISI INDONESIA MODERN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Shabrina Maulida 11140130000035 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Transcript of CITRA IBU DALAM PUISI INDONESIA MODERN SERTA...

CITRA IBU DALAM PUISI INDONESIA MODERN SERTA

IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA

INDONESIA DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Shabrina Maulida

11140130000035

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

i

ABSTRAK

Shabrina Maulida (NIM: 11140130000035). Citra Ibu dalam Puisi Indonesia

Modern serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan citra ibu pada puisi Ibu karya

D. Zawawi Imron, puisi Ibu karya KH. A. Mustofa Bisri, dan puisi Safinah karya

M. Aan Mansyur; (2) implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Adapun di

dalamnya terdapat analisis struktural yang mencakup analisis pada struktur fisik:

versifikasi, tipografi, diksi, kata konkret, imaji, dan majas serta struktur batin:

tema, perasaan, nada dan suasana, amanat. Hasil analisis citra ibu dari ketiga puisi

tersebut menunjukkan sosok ibu yang sesuai dengan realitas ibu dalam kehidupan

nyata. Citra ibu yang dikelompokkan dalam tiga aspek, yaitu citra ibu dari aspek

fisis, psikis, dan sosial memperlihatkan adanya perkembangan baik dari segi

bentuk maupun isi puisi. Pada pembelajaran sastra Indonesia, analisis citra ibu

pada ketiga puisi tersebut dapat diimplikasikan sebagai bahan pembelajaran dalam

memahami unsur intrinsik dan isi puisi.

Kata kunci: citra ibu, puisi, D.Zawawi Imron, KH. A. Mustofa Bisri, M. Aan

Mansyur

ii

ABSTRACT

Shabrina Maulida (NIM: 11140130000035). The Maternal Imagery in

Modern Indonesian Poetry and It’s Implication for Literary Learning in

School.

This study aims to (1) describe the maternal imagery in the poem Ibu by D.

Zawawi Imron, the poem Ibu by KH. A. Mustofa Bisri, and the poem Safinah by

M. Aan Mansyur; (2) implications for literary learning in schools. The method

used in this research is the qualitative method. Whereas in it there is a structural

analysis that includes analysis of the physical structure: versification, typography,

diction, concrete words, images, and figure of speeches with inner structures:

themes, feelings, tones and atmosphere, mandate. The results of the analysis of the

maternal imagery from the three poems show a maternal figure that matches the

reality of a mother in real life. The maternal imagery which is grouped into three

aspects, that is the maternal imagery of physical, psychological, and social aspects

show the development both in terms of the poetry form and content. In learning

Indonesian literature, the analysis of maternal imagery on the three poems can be

implicated as learning material in understanding the intrinsic elements and

contents in poetry.

Keywords: maternal imagery, poetry, D.Zawawi Imron, KH. A. Mustofa Bisri, M.

Aan Mansyur

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayah-Nya,

penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Citra Ibu dalam Puisi

Indonesia Modern serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”.

Selawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta

para pengikutnya yang selalu istiqomah berada di jalan-Nya. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyusunan laporan penelitian ini tentu tidak terlepas dari berbagai pihak

yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan doa kepada penyusun. Pada

kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr. Sururin, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Novi Diah Haryanti, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

dan sebagai dosen pembimbing yang dengan kelembutan juga semangatnya

selalu memberi arahan, saran, dan dukungan kepada penyusun untuk

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar;

4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah

memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di

Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

5. Buya dan Umi yang selalu menjadi inspirasi dan penyemangat utama bagi

penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini.

iv

6. Dwina Dian Putri, Dwi Noviyanti, dan Ahmad Subhan sebagai sahabat satu

bimbingan yang selalu menemani dan menjadi tempat untuk berdikusi

sekaligus penebar semangat juang untuk dapat menyelesaikan skripsi;

7. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan

2014 yang selalu siap mendoakan dalam proses penyelesaian skripsi.

8. Eka Restu K.H, Sri Ayu K, Ghina Octaviana, Luthfi Agustina, Cahaya

Syifa, dan Maratun Nafisah sebagai sahabat yang tidak hentinya menemani,

mendukung dan menghibur penyusun ketika mengalami kesulitan;

9. Nurus Sifa, Sarah Nur Hikmah, dan Khilda Maulida yang selalu

memberikan kepercayaan bagi diri penyusun dalam menyelesaikan skripsi

ini;

Penulis berharap semoga semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan laporan penelitian ini selalu bahagia, mendapat limpahan rahmat

Allah Swt, dan dimudahkan dalam segala urusannya. Kritik dan saran dari

semua pihak semoga dapat menjadikan laporan penelitian ini lebih baik,

sehingga bermanfaat untuk penulis dan pembaca.

Jakarta, 14 Maret 2019

Penyusun

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ............................................................................................................................................ i

ABSTRACT .......................................................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................................................... 5

C. Fokus Masalah .............................................................................................................. 5

D. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 5

E. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 6

F. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 6

G. Metodologi Penelitian ................................................................................................... 6

Bab II KAJIAN TEORI

A. Puisi............................................................................................................................. 10

1. Pengertian Puisi ....................................................................................................... 10

2. Struktur Puisi ........................................................................................................... 12

B. Citra Ibu ...................................................................................................................... 20

C. Intertekstualitas ........................................................................................................... 24

D. Hakikat Pembelajaran Sastra ...................................................................................... 25

E. Penelitian yang Relevan .............................................................................................. 27

Bab III BIOGRAFI PENGARANG DAN GAGASAN

A. D. Zawawi Imron ........................................................................................................ 30

1. Biografi D. Zawawi Imron ..................................................................................... 30

2. Gagasan D. Zawawi Imron dalam Karyanya ......................................................... 31

vi

B. KH. A. Mustofa Bisri ................................................................................................... 33

1. Biografi KH. A. Mustofa Bisri .............................................................................. 33

2. Gagasan KH. A. Mustofa Bisri dalam Karyanya ................................................... 35

C. M. Aan Mansyur .......................................................................................................... 37

1. Biografi M. Aan Mansyur ..................................................................................... 37

2. Gagasan M. Aan Mansyur dalam Karyanya .......................................................... 38

Bab IV PEMBAHASAN

A. Analisis Struktur Fisik Puisi ....................................................................................... 41

1. Tipografi ................................................................................................................ 41

2. Diksi ........................................................................................................................ 46

3. Kata Konkret ......................................................................................................... 58

4. Imaji ........................................................................................................................ 61

5. Majas ...................................................................................................................... 65

6. Versifikasi ............................................................................................................... 68

B. Analisis Struktur Batin Puisi ....................................................................................... 70

1. Tema ...................................................................................................................... 70

2. Perasaan ................................................................................................................. 71

3. Nada dan Suasana ................................................................................................... 73

4. Amanat .................................................................................................................. 73

C. Analisis Citra Ibu dalam Puisi Indonesia Modern ...................................................... 74

D. Implikasi Citra Ibu dalam Puisi Indonesia Modern terhadap Pembelajaran Sastra di

Sekolah ...................................................................................................................... 100

Bab IV PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................................................... 103

B. Saran .......................................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

LEMBAR UJI REFERENSI

TENTANG PENULIS

vii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Analisis Kata Konkret Puisi Ibu karya D. Zawawi Imron ......................................... 58

Tabel II. Analisis Kata Konkret Puisi Ibu karya KH. A. Mustofa Bisri .................................. 59

Tabel III. Analisis Kata Konkret Puisi Safinah karya M. Aan Mansyur ................................. 60

Tabel IV. Analisis Imaji Puisi Ibu karya D. Zawawi Imron ..................................................... 62

Tabel V. Analisis Imaji Puisi Ibu karya KH. A. Mustofa Bisri ............................................... 63

Tabel VI. Analisis Imaji Puisi Safinah karya M. Aan Mansyur ............................................... 63

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Citra ibu dalam sebuah puisi merupakan bayangan visual mengenai

pribadi atau kesan mental seorang ibu yang diperoleh dari kata, frasa, atau

kalimat yang ditulis dalam karya sastra tersebut. Munculnya citra ibu dalam

imajinasi pembaca merupakan hasil dari usaha penyair dalam menyampaikan

pandangannya. Pembaca dalam hal ini seakan dihadapkan langsung dengan

sesuatu yang konkret mengenai ibu. Dengan demikian, penyajian citra dalam

sebuah puisi tidak hanya untuk memberi gambaran yang jelas, tetapi juga

dapat menarik perhatian, membangun suasana tertentu, hingga membantu

dalam proses penafsiran dan penghayatan puisi.

Puisi sebagai refleksi kehidupan nyata mampu menampilkan citra

manusia tertentu, salah satunya adalah ibu. Pengalaman emosional dan

intelektual penyair terkait ibu itulah, yang kemudian menjadi titik awal

penulisan puisi. D.Zawawi Imron adalah salah satu dari penyair Indonesia

modern yang menggambarkan sosok ibu dalam puisinya. Ia merupakan

penyair santri kelahiran Sumenep, 1 Januari 1945. Puisinya yang berjudul Ibu

ditulis pada tahun 1966 ketika usianya menginjak 20 tahun yaitu saat ia

merantau ke Rogojampi. Kerinduan akan sosok ibu yang dirasakan ketika jauh

dari dekapannya, menjadi latar belakang penyair dalam menulis puisi tersebut.

Pada puisinya yang berjudul Ibu, penggambaran sosok ibu dibalut

dengan diksi-diksi alam serta idiom-idiom Madura. D.Zawawi Imron atau

yang dikenal dengan Bapak Celurit Emas terkenal dengan kehadiran alam dan

budaya Madura pada setiap puisinya. D.Zawawi Imron dalam Pamusuk Eneste

mengungkapkan bahwa keakraban terhadap alam sekeliling itu lama-lama

membangun menjadi rasa cinta yang mendalam. Setiap kekayaan alam yang

2

dihayati terasa ada dialog panjang yang menyajikan sesuatu. Dan dialog itu

akhirnya membawa ia kepada Yang Tak Terumuskan, tapi ia terus berusaha

menghayati-Nya.1

Penyair dalam membangun citraan pada puisinya, tentu menyadari diksi-

diksi yang akan digunakan dalam puisinya. Diksi memegang peranan penting

dalam membangun citraan yang sesuai dengan objek yang ia amati dan

rasakan. Misalnya pada puisi Ibu karya D.Zawawi Imron, alam menjadi

simbol dalam penyampaian citraan terkait sosok ibu. Sosok ibu yang konkret

(fisik) dan abstrak (psikologis dan sosial) kemudian ditransformasikan melalui

penggambaran alam tersebut.

Berkaitan dengan penyampaian citra ibu dalam puisinya, KH. A.Mustofa

Bisri dan Aan Mansyur juga menulis puisi mengenai ibu. KH. A. Mustofa

Bisri yang merupakan penyair santri sekaligus sahabat dari D.Zawawi Imron

menulis puisi berjudul Ibu pada tahun 1992, saat ia berusia 48 tahun. Ia juga

tampak sangat royal dengan penggunaan diksi-diksi alam dalam penyampaian

citra ibu secara simbolik. Meskipun demikian, dalam puisinya, penyair tidak

hanya menjadikan ibu sebagai objek satu-satunya yang diajak bicara. Namun

adanya dialog seorang anak kepada Tuhan Sang Pencipta. Abdul Wachid

mengungkapkan bahwa tema puisi yang ditulis Gus Mus sangatlah beragam.

Semua tema itu ujungnya dapat disimpulkan kepada dua hal, yaitu yang

menguraikan hubungan antarmanusia (hablum minna naas) sekaligus

hubungan dengan Tuhan (hablum minnAllah).2

Berdasarkan hal tersebut, baik D.Zawawi Imron dan KH.A.Mustofa

Bisri melakukan hal yang sama dalam puisinya. Kedua penyair tersebut, sama-

sama menyampaikan citra ibu secara simbolik menggunakan alam dalam

1 D.Zawawi Imron, “Berpuisi di Tengah Malam”, dalam Pamusuk Eneste (ed.), Proses

Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang Jilid 4, (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2009), h. 196.

2 Abdul Wachid, Membaca Makna dari Chairil Anwar ke A.Mustofa Bisri, (Yogyakarta:

Grafindo Litera Media, 2005), h. 150.

3

puisinya. Selain itu, berkaitan dengan judul, KH. A.Mustofa Bisri dan

D.Zawawi Imron juga menggunakan judul yang sama yaitu Ibu serta

terkandungnya misi religiositas dalam membangun keutuhan puisi tersebut.

Adanya persamaan antara kedua puisi tersebut, peneliti tertarik untuk

melakukan perbandingan terkait citra ibu. Namun, seiring berjalannya waktu

pula, khazanah puisi akan selalu berkembang. Adanya inovasi dan

eksperimen, mampu melahirkan puisi yang baru bagi perkembangan puisi di

Indonesia. Maka dari itu, peneliti tertarik pula dalam menganalisis puisi yang

berjudul Safinah karya M.Aan Mansyur sebagai puisi tahun 2000an.

M.Aan Mansyur merupakan penyair kelahiran Bone, 14 Januari 1982. Ia

menulis puisi Safinah pada tahun 2007 ketika ia berumur 25 tahun. Puisi Aan

Manyur secara isi sudah menunjukkan perkembangan bagi puisi Indonesia.

Sapardi Djoko Damono mengungkapkan dalam pengantar kumpulan puisi

Melihat Api Bekerja bahwa Aan adalah salah seorang daru dua atau tiga

penyair kita yang berhasil memaksa kitta dengan cermat mendengarkan demi

penghayatan atas keindahan dongengnya.

Puisi ibu memang banyak ditemukan. Selain D. Zawawi Imron, KH. A.

Mustofa Bisri, dan M. Aan Mansyur, terdapat penyair-penyair Indonesia

modern lainnya yang menulis puisi dengan tema ibu seperti Amir Hamzah

dengan judul “Bonda I” dan “Bonda II”, Rendra dengan judul “Nyanyian

Bunda yang Manis”, Taufik Ismail dengan judul “Dharma Wanita”, Acep Zam

Zam Noor dengan judul “Ibu”, dan Dasri al Mubary dengan judul

“Ibumauibu”. Namun puisi-puisi tersebut telah diteliti oleh seorang

mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2008 dan

peneliti telah mencantumkan jurnal tersebut pada penelitian revelan.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai citra ibu menggunakan puisi Ibu karya D.Zawawi Imron,

puisi Ibu karya KH. A.Mustofa Bisri, dan puisi Safinah karya M.Aan

4

Mansyur. Pertama, karena puisi D. Zawawi Imron dan puisi Gus Mus

memiliki kesamaan secara signifikan dalam penyampaian citra ibu. Dengan

demikian, dari kesamaan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui adanya

citra ibu yang terkandung dalam kedua puisi tersebut. Namun, peneliti juga

tertarik untuk meneliti puisi M.Aan Mansyur sebagai penyair tahun 2000-an,

untuk melihat perkembangan citra ibu yang terdapat dalam puisi tersebut.

Sehubungan dengan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah, ketiga

teks puisi tersebut dapat dijadikan media pembelajaran. Kurangnya

pengetahuan peserta didik dalam hal sastra, terutama tentang penyair-penyair

Indonesia modern dan karya-karyanya, menjadikan penelitian ini sebagai

wadah dalam memperkenalkan penyair-penyair Indonesia modern khususnya

D.Zawawi Imron, KH.A.Mustofa Bisri, dan M.Aan Mansyur.

Kemudian, analisis citra dalam pembelajaran sastra dapat memudahkan

peserta didik dalam memberi pemahaman terkait unsur-unsur fisik dan batin

yang membangun puisi tersebut serta membantu dalam memahami citra

seorang ibu yang terdapat dalam sebuah puisi. Dengan demikian, peserta didik

terbantu dalam proses penafsiran dan penghayatan puisi. Selain itu, puisi

dengan tema ibu mengandung nilai-nilai bakti dan kasih sayang dan nilai-nilai

ketuhanan sehingga menjadi contoh positif yang dapat diterapkan pada

pembelajaran sastra Indonesia di sekolah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti akan

melakukan penelitian dengan judul “Citra Ibu dalam Puisi Indonesia Modern

serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”.

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai penyair-penyair modern

Indonesia khususnya D.Zawawi Imron, KH. A.Mustofa Bisri, dan Aan

Mansyur.

2. Kurangnya pemahaman siswa mengenai struktur fisik dan batin sebuah

puisi.

3. Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami citra dalam sebuah puisi.

4. Belum adanya penelitian mengenai “Citra Ibu dalam Puisi Indonesia

Modern serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, dan agar

penelitian yang dilakukan lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang

dimaksud, dalam penelitian ini peneliti membatasinya pada pembahasan

terkait citra seorang ibu dalam puisi Ibu karya D. Zawawi Imron, puisi Ibu

karya KH. A.Mustofa Bisri, dan puisi Safinah karya Aan Mansyur serta

implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian tersebut, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan

sebagai berikut :

1. Bagaimana citra ibu dalam puisi Ibu karya D.Zawawi Imron, puisi Ibu

karya KH.A. Mustofa Bisri, dan puisi Safinah karya Aan Mansyur?

2. Bagaimanakah implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah?

6

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan citra ibu yang tergambar dalam puisi Ibu karya

D.Zawawi Imron, puisi Ibu karya KH. A. Mustofa Bisri, dan puisi Safinah

karya Aan Mansyur.

2. Mendeskripsikan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat dari segi teoretis dan

praktis. Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah dapat mengembangkan

pengetahuan di bidang sastra khususnya pada puisi dan memperkenalkan

penyair-penyair Indonesia modern beserta karya-karyanya di sekolah.

Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat membantu

pembaca dalam memahami isi khususnya gambaran tentang sosok ibu yang

ada dalam puisi Ibu karya D.Zawawi Imron, puisi Ibu karya KH. A.Mustofa

Bisri, dan puisi Safinah karya Aan Mansyur.

G. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dapat diartikan sebagai suatu studi tentang metode

penelitian yang dapat digunakan sehingga menghasilkan pengetahuan (baru).3

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif. Secara harfiah, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian

yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi,

perhitungan, statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan

3 Kris H.Timotius, Pengantar Metodologi Penelitian: Pendekatan Manajemen Pengetahuan

untuk Pengembangan Pengetahuan, (Yogyakarta: Andi, 2017), h. 5.

7

ukuran angka.4 Namun, penelitian kualitatif didasarkan pada data yang

bersifat deskriptif atau berbentuk kata-kata.

Pemilihan metode didasarkan pada tujuan penelitian. Metode kualitatif

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masalah, gejala, fakta,

peristiwa, dan realita secara luas dan mendalam sehingga diperoleh suatu

pemahaman baru.5 Berdasarkan kutipan tersebut, metode kualitatif ini dapat

digunakan dalam menganalisis citra ibu yang terkandung pada puisi Ibu karya

D.Zawawi Imron, puisi Ibu karya KH. A.Mustofa Bisri, dan puisi Safinah

karya Aan Mansyur serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di

sekolah.

1. Sumber Data

Sumber data dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan

sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini berasal

dari tiga buku yang berbeda, antara lain adalah buku Proses Kreatif

Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang Jilid 4 yang diterbitkan oleh

Kepustakaan Populer Gramedia tahun 2009 dengan tebal 270 halaman

(memuat puisi Ibu karya D.Zawawi Imron yang ditulis pada tahun 1966),

buku kumpulan puisi Pahlawan dan Tikus yang diterbitkan Pustaka

Firdaus tahun 1995 (memuat puisi Ibu karya KH. A.Mustofa Bisri yang

ditulis pada tahun 1992), dan buku kumpulan puisi Aku Hendak Pindah

Rumah yang diterbitkan Nala Cipta Litera tahun 2008 dengan tebal 182

halaman. Namun adanya kendala dalam mendapatkan buku kumpulan

puisi Aku Hendak Pindah Rumah, sehingga peneliti mengambil data dari

blog pribadi M.Aan Mansyur (memuat puisi Safinah karya Aan Mansyur

yang ditulis pada tahun 2007). 6

Adapun sumber data sekunder yang

4 Muhammad Fitrah dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif, Tindakan

Kelas, dan Studi Kasus, (Sukabumi: CV Jejak, 2017), h. 44.

5 J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif,( Jakarta: Grasindo, 2010), h. 67

6 M. Aan Mansyur, Ibu dan Puisi-puisiku, diakses pada 20 Agustus 2018,

(https://hurufkecil.wordpress.com/2011/09/21/ibu-dan-puisi-puisiku/).

8

digunakan dalam penelitian ini berupa buku-buku, jurnal, artikel online,

dan esai yang berhubungan dengan D.Zawawi Imron, KH. A.Mustofa

Bisri dan M. Aan Mansyur.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah teknik

kepustakaan yang dilanjutkan dengan teknik simak dan catat. Teknik

kepustakaan atau studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan

dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta

mengolah bahan penelitian.7 Pada teknik ini data pustaka bersifat siap

pakai (ready-made) yang artinya peneliti hanya berhadapan langsung

dengan data yang tersedia di perpustakaan.

Pengumpulan data primer yang telah dilakukan sebelumnya,

kemudian peneliti lanjutkan dengan teknik simak. Teknik simak

merupakan teknik penyediaan data dengan cara menyimak penggunaan

dan pemakaian bahasa dari ketiga puisi sebagai data primer dalam

penelitian ini. Adapun informasi-informasi yang dihasilkan dalam teknik

menyimak, kemudian dicatat sebagai teknik lanjutan dari teknik simak.

3. Teknik Analisis Data

Fossey dalam Muri Yusuf mengemukakan batasan tentang analisis

data dalam penelitian kualitatif sebagai berikut, “analisis data kualitatif

merupakan proses mereview dan memeriksa data, menyintesis dan

menginterpretasikan data yang terkumpul sehingga dapat menggambarkan

dan menerangkan fenomena atau situasi sosial yang diteliti”.8

7 Mestika Zeed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),

h.3.

8 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, (Jakarta:

Kencana, 2017), h. 400.

9

Analisis data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus

penelitian yang telah dipaparkan. Analisis data dalam penelitian ini

meliputi analisis struktural puisi Ibu karya D.Zawawi Imron, puisi Ibu

karya KH. A.Mustofa Bisri, dan puisi Safinah karya M.Aan Mansyur.

Peneliti mengawali analisis ini dengan mengamati data primer dan data

sekunder yang telah dikumpulkan sebelumnya. Analisis ketiga puisi ini

diawali dengan menganalisis berdasarkan struktur fisik dan batinnya.

Analisis selanjutnya yaitu analisis citra ibu didasarkan tiga aspek citra

yaitu citra fisik, citra psikis, dan citra sosial. Penggambaran citra ibu yang

diklasifikasikan pada tiga aspek tersebut pada akhirnya diuraikan kembali

untuk mengetahui perkembangan citra ibu yang terkandung dari ketiga

puisi tersebut, hingga mengimplikasikannya pada pembelajaran sastra di

sekolah.

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Puisi

1. Pengertian Puisi

Puisi ditinjau dari segi etimologi, berasal dari bahasa Yunani, yakni

poeima yang artinya membuat atau poeisis yang artinya pembuatan. Puisi

dalam bahasa Inggris, disebut poem atau poetry, sedangkan puisi dari

bahasa Arab disebut syiir, yakni al-kalam yuqshadu bibi al-wazn wa al-

qotiyah, pembicaraan yang berlarik dan berlirik.1

William Wordswoth dalam Melani Budianta dkk, memahami puisi

sebagai suatu luapan spontan dari perasaan-perasaan yang kuat -a

spontaneous of powerful feeling).2 Adapun Shelley dalam Rachmat Djoko

Pradopo mengungkapkan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang

paling indah dalam hidup kita.3 Puisi dalam pengertian baru merupakan

rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, dan digubah

dalam wujud yang paling berkesan. Berikut ini merupakan hakikat puisi

yaitu:

a. Sifat atau Fungsi Estetika

Fungsi estetika mengharuskan sebuah puisi bersifat indah, karena

keindahan dari puisi akan menarik perhatian pembaca. Hal ini sejalan

dengan fungsi sastra yang diungkapkan oleh Horrace dalam Wellek

dan Warren, bahwa fungsi sastra adalah dulce dan utile.4 Puisi itu

menyenangkan (dulce) karena pengekspresiannya yang indah dan

1Warsiman, Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis, (Malang: Universitas

Brawijaya Press, 2016), h. 20.

2 Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2008), h. 40.

3 Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2014), h. 6.

4 Wellek dan Warren,Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 23.

11

berguna (utile) karena isinya, apa yang diekspresikan itu berupa

pikiran, ajaran, ataupun gagasan yang berguna untuk kehidupan

manusia.

b. Kepadatan

Puisi sangat padat makna dan pesan. Pada sebuah puisi, penulis

menyelipkan makna yang penting dari puisi tersebut. Artinya, penulis

hanya mengemukakan inti masalahnya yang menjadi persoalan utama.

Selain itu, kata-kata harus dipilih sedemikian rupa. Dengan demikian,

gagasan yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh penulis dapat dilihat

dengan mudah.

c. Ekspresi Tidak Langsung

Puisi identik dengan penggunaan bahasa kiasan. Selain untuk

memikat pembaca dan memberikan nilai estetis yang tinggi, bahasa

kiasan digunakan sebagai cara penulis untuk mengungkapkan

perasaannya dengan gaya bahasanya sendiri. Bahasa kiasan adalah

kata-kata yang diucapkan secara tidak langsung. Jadi penyair harus

berpikir untuk memilih kata yang tepat.5

Puisi tentu berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan

perkembangan masyarakat sehingga batasan-batasan dalam puisi semakin

melebar dan membentuk penjabaran baru dalam puisi. Pada zaman

modern, penyair mulai mencoba hal-hal baru dalam menyampaikan

maksud pikirannya sehingga penyair bisa lari dari ikatan konvensional

sebelumnya.6 Meskipun demikian, Riffaterre dalam Rachmat Djoko

Pradopo mengatakan bahwa ada satu hal yang tetap tinggal dalam puisi,

yaitu menyatakan sesuatu secara tidak langsung, dalam arti mengatakan

suatu hal dan berarti yang lain. 7

5 Surastina, Pengantar Teori Sastra, (Yogyakarta: Elmatera, 2018), h. 21.

6 Indra Intisa, PUTIKA (Puisi Tiga Kata): Teori dan Konsep, (Yogyakarta: Garudhawaca,

2015), h. 5.

7 Rachmat Djoko Pradopo, op.cit., h. 12

12

Kehadiran karya sastra puisi dalam kehidupan sehari-hari dapat

memberi manfaat oleh pembaca yang dapat dirasakan secara tidak

langsung, yaitu manfaat yang bersifat spiritual bagi kehidupan batin dan

kejiwaan manusia.8 Puisi sebagai karya sastra mampu menghenyakkan

pembacanya, dan sekaligus membangkitkan sikap kritis dalam

menghadapi berbagai hal yang terdapat dalam kehidupan. 9

2. Struktur Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan

perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan

struktur fisik dan struktur batinnya.10

Struktur fisik adalah struktur yang

tampak dan dapat dilihat secara langsung. Struktur fisik terdiri atas

perwajahan puisi, diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif atau

majas, dan verifikasi.

a. Tipografi

Tipografi adalah aspek bentuk visual puisi yang berupa tata

hubungan dan tata baris. Selain dipergunakan untuk mendapatkan

bentuk yang menarik agar indah dipandang oleh pembaca, tipografi

juga digunakan untuk mengedepankan arti, kata, frasa, atau kalimat

tertentu, makna puisi disugestikan. Dengan demikian, tipografi juga

dapat dipertimbangkan sebagai simbol pikiran dan perasaan yang

diekspresikan11

Larik-larik pada puisi umumnya, tidak membangun periodisitet

yang disebut paragraf, namun berbentuk bait. Baris puisi tidak bermula

dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan

dari halaman yang memuat puisi juga belum tentu terpenuhi tulisan,

8 Rachmat Djoko Pradopo dkk, Puisi,(Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 1.35.

9 Suminto A. Sayuti, Berkenalan dengan Puisi, (Yogyakarta: Gama Media,2002), h. 15.

10

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 108.

11

Suminto A. Sayuti, op.cit., h. 329

13

hal mana tidak berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang

demikian menunjukkan eksistensi sebuah puisi. 12

Tipografi dalam puisi tidak hanya terkait dengan pembaitan, tetapi

juga pada penggunaan ejaan, dan tanda baca. Penggunaan ejaan

berkaitan dengan penggunaan huruf kapital dalam puisinya, sedangkan

penggunaan tanda baca, terkait dengan penggunaan tanda titik (.),

tanda koma (,), tanda titik dua (:), tanda pisah (-), tanda kurung (()),

tanda seru (!), dan sebagainya. 13

Berkenaan dengan puisi yang terus berkembang, pada puisi

kontemporer, tipografinya dapat membentuk suatu gambar. Orang

menyebutnya sebagai puisi konkret.14

Tipografi puisi yang merupakan

bentuk visual puisi dapat memberi makna tambahan dan bentuknya

bisa didapati pada jenis puisi konkret. Tipografi bentuknya bermacam-

macam antara lain berbentuk grafis, kaligrafi, kerucut, dan

sebagainya.15

Tipografi seperti ini dapat ditemukan pada puisi-puisi

karya Sutardji Colzum Bahri.

b. Diksi

Diksi merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penyair dalam

puisinya. Puisi sebagai bentuk karya sastra yang dengan sedikit kata-

kata dapat mengungkapkan banyak hal, menjadikan kata-kata dalam

sebuah puisi harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata dalam

puisi berhubungan erat dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan

kata.16

Pembendarahan kata yang dilakukan penyair sangat penting untuk

kekuatan ekspresi dan menunjukkan ciri khas penyair itu sendiri.

Penyair dalam memilih kata-kata juga mempertimbangkan daya

12 Herman J.Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 2000), h. 97.

13

Suminto A. Sayuti, op.cit., h. 330.

14

Wahyudi Siswanto, op.cit., h. 113.

15

Alfian Rokhmansyah, Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu

Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 26.

16

Wahyudi Siswanto, op.cit., h. 114.

14

sugestinya sehingga kata-kata tersebut seolah memancarkan daya gaib

yang mampu memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut pada

perasaan sedih, haru, semangat, marah, dan sebagainya.

Selain itu dalam sebuah puisi, penyair kerap menggunakan

kosakata aneka bahasa yang memang didasari oleh persepsi dari

masing-masing penyair, misalnya penggunaan bahasa atau kata-kata

(yang bernuansa) daerah. Dengan demikian, untuk menjadi penikmat

puisi yang baik tentu saja pembaca dituntut memiliki banyak

pengetahuan, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan kebahasaan.17

c. Imaji

Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan

pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.18

Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian dan kata konkret. Diksi

yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata

menjadi lebih konkret seperti yang kita hayati melalui penglihatan,

pendengaran, atau cita rasa.19

Pengimajian ditandai dengan penggunan

kata konkret dan khas.

Situmorang dalam Alfian Rokhmansyah mengungkapkan bahwa

penyair berusaha sekuat tenaga dan sekuat daya dengan pilihan

kata dan jalinan kata agar pembacanya dapat melihat,

merasakan, mendengar, seperti apa yang dilukiskan penyair

melalui fantasinya (imajinya). Oleh karena itu, penyair dapat

menarik perhatian pembaca bahkan bisa meyakinkan terhadap

realitas dari segala sesuatu yang digambarkan itu. 20

Imaji berdasarkan jenisnya, dapat dibagi menjadi imaji visual

(penglihatan), imaji auditif (pendengaran), imaji kinestetik (gerakan),

imaji termal (rabaan), imaji penciuman, imaji pencecapan.21

17 Suminto A. Sayuti, op.cit., h. 159.

18

Wahyudi Siswanto, op.cit., h. 118.

19

Herman J.Waluyo, op.cit., h. 78.

20

Alfian Rokhmansyah, op.cit., h. 17.

21

Suminto A. Sayuti, op.cit., h. 174-175.

15

d. Kata Konkret

Kata konkret adalah kata-kata yang dapat ditangkap dengan

indra.22

Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka

kata-kata harus diperkonkret. Kata-kata itu pada akhirnya dapat

menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Jika penyair mahir

memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-oleh melihat,

mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan

demikian, pembaca terlibat penuh secara batin ke dalam puisinya.

e. Majas

Majas adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan

sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langusng

mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau

makna lambang.23

Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan puisi

menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan

terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini

mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya

gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup.24

Berdasarkan

kecenderungan yang ada, bahasa kias dalam puisi dapat

dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu kelompok

perbandingan (metafora-simile), penggantian (metonimi-sinekdoki),

dan pemanusiaan (personifikasi).25

1) Perbandingan (Metafora dan Simile)

Simile merupakan bentuk perbandingan yang bersifat eksplisit, dan

ditandai oleh pemakaian unsur konstruksional semacam kata

seperti, sebagai, serupa, bagai, laksana, bagaikan, bak, dan ada

kalanya juga morfem se-. Sebaliknya dalam metafora,

22 Wahyudi Siswanto,op.cit., h. 119.

23

Herman J.Waluyo, op.cit., h. 83.

24

Rachmat Djoko Pradopo, op.cit., h. 62-63.

25

Suminto A. Sayuti, op.cit., h. 195.

16

perbandingan bersifat implisit, yakni tersembunyi di balik

ungkapan harfiahnya.

2) Penggantian (Metonimi dan Sinekdoki)

Metonimi adalah majas yang menggunakan nama ciri atau nama

hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal sebagai

penggantinya. Sinekdoki adalah majas yang menyebutkan nama

bagan sebagai pengganti nama keseluruhan, atau sebaliknya.26

3) Pemanusiaan (Personifikasi)

Personifikasi adalah pemberian sifat-sifat manusia pada suatu hal

dalam puisi.

f. Versifikasi

Versifikasi dalam puisi terdiri dari rima, ritma, dan metrum. Ritma

adalah tingi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi. Ritma

sangat menonjol bila puisi itu dibacakan. Metrum berupa pengulangan

tekanan kata yang tetap dan bersifat statis. Pada bahasa Indonesia,

tekanan kata tidak membedakan arti dan belum dibakukan sehingga

sulit dilaksanakan pada puisi Indonesia.27

Secara ringkas, rima dapat

dikatakan sebagai pengulangan bunyi dalam puisi. Pengertian ini dapat

diperluas sebagai kesamaan dan atau kemiripan bunyi tertentu di

dalam dua kata atau lebih, baik yang berposisi di akhir kata, maupun

yang berupa perulangan bunyi yang sama yang disusun pada jarak

secara teratur.28

Wahyudi Siswanto mengungkapkan bahwa rima

mencakup tiga hal sebagai berikut

1) Onomatope, yang merupakan tiruan terhadap bunyi. Bunyi-bunyi

ini memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan

oleh penyair. Onomatope dapat dilihat pada setiap konsonan dan

vokal yang memiliki pemaknaan masing-masing.

26 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: CV. Angkasa, 2013), h. 121-

123.

27

Herman J.Waluyo, op.cit., h. 94.

28

Suminto A. Sayuti, op.cit., h. 104-105.

17

2) Bentuk intern pola bunyi, merupakan aliterasi, asonansi, persamaan

akhir, persamaan awal, sajak berselang, sejak berparuh, sajak

penuh, dan sebagainya.

3) Pengulangan kata atau ungkapan merupakan pengulangan yang

tidak hanya terjadi pada bunyi tetapi pada kata, dan frasa.

Pengulangan ini dapat memberikan efek intelektual dan efek magis

yang murni.29

Selain struktur fisik yang telah dipaparkan di atas, puisi juga memiliki

struktur batin sebagai unsur pembangunnya. Struktur batin merupakan

makna yang terkandung dalam sebuah puisi yang tidak dapat diketahui

secara langsung, melainkan melalui penghayatan. Struktur puisi terdiri dari

tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat atau pesan.30

Berikut

penjabaran dari struktur batin puisi:

a. Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh

pengarang atau yang terdapat dalam puisi. Pokok pikiran atau pokok

persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair sehingga

menjadi landasan utama pengucapannya.31

Seorang penyair dalam

menciptakan puisi selalu mempunyai keinginan dan tujuan. Keinginan

dan tujuan itu disampaikan penyair kepada pembaca melalui puisinya.

Keinginan berhubungan langsung dengan penyair, penyair ingin agar

apa yang menjadi makna dan isi dari puisinya dapat dipahami dan

pembaca tidak mendapat kesulitan dalam menafsirkan puisinya.

Sedangkan tujuan berhubungan dengan pembaca, agar setelah

membaca dan memahami isi serta pesan moral dari puisinya,

menambah pengetahuan dan pengalaman pembaca tentang hidup dan

kehidupan.32

29 Wahyudi Siswanto,op.cit., h. 122.

30

Surastina, op.cit., h. 19.

31

Herman J.Waluyo, op.cit., h. 106.

32

Alfian Rokhmansyah, op.cit., h.27.

18

Herman J. Waluyo mengatakan bahwa tema puisi harus

dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang

terimajinasikan.33

Hal ini juga diungkapkan oleh Tarigan dalam Alfian

Rokhmansyah bahwa tema dalam puisi berhubungan langsung dengan

pengarangnya, yang tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi

seperti falsafah hidup, lingkungan, agama, pekerjaan, dan

pendidikan.34

Adapun macam-macam tema yang terdapat dalam puisi

adalah tema ketuhanan, kemanusiaan, patriotisme/kebanggaan, dan

keadilan sosial.

b. Perasaan

Rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok

permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan

rasa berkaitan dengan latar belakang sosial dan psikologis penyair,

misalnya latar belakang pendidikan,agama, jenis kelamin, kelas sosial,

usia, pengalaman sosiologis, dan psikologis. Dengan demikian, jika

hendak mengungkapkan tema yang sama, penyair yang satu dengan

perasaan yang berbeda dari penyair lainnya, tentu menghasilkan puisi

yang berbeda pula.

c. Nada dan Suasana

Nada dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Nada

juga berhubungan dengan tema dan rasa yang telah dipaparkan

sebelumnya. Penyair dalam berbagai puisi ada yang menyampaikan

tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan

pembaca untuk memecahkan masalah, nada sombong, hingga

menganggap bodoh dan rendah pembaca.35

Apabila nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, maka

suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau

33 Herman J.Waluyo, op.cit., h. 107.

34

Alfian Rokhmansyah, op.cit., h. 28.

35

Wahyudi Siswanto, op.cit., h.125.

19

akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.36

Ketika selesai membaca sebuah puisi, sebagai seorang pembaca tentu

pernah mengalami seakan merasakan suasana yang ada dalam puisi

tersebut. Kegiatan membaca terasa lebih hidup ketika pembaca telah

merasakan suasana yang dihadirkan pengarang.

Jadi, jika membicarakan tentang sikap penyair, maka kita berbicara

tentang nada. Jika kita berbicara tentang suasana jiwa pembaca yang

timbul setelah membaca puisi, maka kita berbicara tentang suasana.

Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi

menimbulkan suasana terhadap pembacanya.

d. Amanat

Karya sastra selain berfungsi sebagai hiburan bagi pembacanya,

juga berfungsi sebagai sarana pendidikan. Wijayanto dalam Emzir

mengungkapkan bahwa amanat adalah unsur pendidikan terutama

pendidikan moral, yang ingin disampaikan pengarang melalui karya

sastra yang ditulisnya. Seorang pengarang karya sastra sadar atau tidak

sadar tentu menyampaikan amanat dalam karyanya, sehingga pembaca

diharapkan cukup teliti untuk mengungkap apa yang hendak

disampaikan dalam karya sastra tersebut.

Berdasarkan pemaparan struktur puisi tersebut, dapat diketahui bahwa

puisi (karya sastra) merupakan sebuah struktur. Struktur dalam karya

sastra berarti susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-

unsurnya terjadi hubungan timbal balik, saling menentukan. Jadi, unsur-

unsur dalam sebuah puisi (karya sastra) saling terikat, saling berkaitan, dan

saling bergantung.37

36 Herman J.Waluyo, op. cit., h.125.

37

Rachmat Djoko Pradopo, op.cit., h. 120.

20

B. Citra Ibu

Citra memiliki arti rupa, gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki

orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang

ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar

yang khas dalam karya prosa dan puisi.38

Altenbernd dalam Sugihastuti

mengungkapkan bahwa citraan adalah gambar-gambar angan atau pikiran dan

setiap gambar pikiran disebut citra.39

Citra dalam sebuah puisi berfungsi untuk

memberikan gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat

(lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan, juga untuk menarik

perhatian.

Pada puisi, istilah citraan dapat dipahami dalam dua cara. Pertama,

dipahami sebagai ekspresif yaitu dari sisi penyair untuk membangun

komunikasi estetik dan menyampaikan pengalaman inderanya. Indera yang

dimaksud adalah suara, penglihatan, rasa atau cecap, raba, dan gerakan.

Kedua, citra dipahami sebagai reseptif yaitu dari sisi pembaca yang akan

menemukan atau dihadapkan dengan sesuatu yang tampak konkret sehingga

dapat membantu proses penafsiran dan penghayatan puisi.40

Sehubungan dengan puisi yang merupakan refleksi kehidupan nyata, puisi

dapat menampilkan citra manusia tertentu. Gambaran citra manusia tertentu

sedikit banyak dapat tercermin dari puisi-puisi yang telah dihasilkan.41

Moeliono mengungkapkan bahwa citraan adalah cara membentuk citra mental

pribadi atau gambaran sesuatu. Citraan dalam mengungkapkan manusia

tertentu mengekspresikan semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah

laku kesehariannya dalam sebuah karya sastra.

Toety Heraty dalam Sugihastuti mengungkapkan bahwa citra wanita

berkaitan dengan pengertian citra diri yang dapat dihubungkan dengan dua

38 Sugihastuti, Wanita di mata Wanita: Perspektif Sajak-sajak Toeti Heraty,(Bandung:

Nuansa, 2000), h. 45.

39

Sugihastuti,op.cit, h. 43.

40

Suminto A. Sayuti, op.cit., h. 170.

41

Tim Penyusun Citra, Citra Manusia dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1994), h. 5.

21

konsep yaitu self concept dan self image. 42

Misalnya pada citra ibu, citra ini

dapat disebut sebagai citra pemikiran tentang ibu. Citra ibu yang terdapat di

dalam sajak, muncul sebagai hasil pengungkapan pikiran terhadap objek yaitu

ibu. Ibu sebagai makhluk individu beraspek fisis dan psikis, serta sebagai

makhluk sosial yang beraspek keluarga dan masyarakat. Aspek-aspek ini

terinci atas dasar citra pemikiran terhadapnya. Citra pemikiran ini juga

terwujud atas dukungan macam-macam citra lain, seperti citra penglihatan,

pendengaran, gerak, dan sebagainya.

1. Konsep ibu dalam aspek fisik

Citra ibu dalam aspek fisik tergambar sebagai citra fisis wanita dewasa

yang sudah menikah. Wanita dewasa memiliki tanda-tanda jasmani,antara

lain dengan dialaminya haid,perubahan fisik, perubahan suara, dan lain

sebagainya.43

Ibu sebagai wanita dewasa memiliki keistimewaan dalam

mengalami beberapa hal yang khas, yaitu hamil, melahirkan, dan menyusui

anak-anaknya. Realitas fisik ini pada kelanjutannya menimbulkan antara

lain mitos tentang wanita sebagai mother-nuture. Mitos tersebut

mengasumsikan wanita sebagai sumber hidup dan dapat menciptakan

makhluk baru atau melahirkan anak.

Citra fisis wanita dewasa tidak digambarkan jauh menyimpang dari

realitas yang dilihat pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

demikian, citra fisis wanita dapat dilihat dari dua arah, yaitu dari penyair

sebagai pengirim atau dari pembaca sebagai pembaca. Kedua-duanya tidak

menimbulkan perbedaan, karena ada kesamaan kode dengan realitas yang

dihadapi bahwa fisik wanita itu tercitrakan melalui tanda-tanda tertentu

yang sudah pasti dalam realitas. 44

42 Sugihastuti,op.cit, h. 46.

43

Ibid., h. 85.

44

Ibid., h. 90.

22

2. Konsep ibu dalam aspek psikis

Aspek fisis yang khas bagi seorang ibu, tentu mempengaruhi aspek

psikisnya. Proses-proses fisiologis pada wanita seperti masa hamil,

kelahiran, masa menyusui, sampai memelihara sang anak, tidak hanya

merupakan suatu kegiatan individual pada tingkat biologis saja. Semua

fungsi fisiologis tersebut senantiasa bersamaan dengan komponen-

komponen psikologis. Dengan demikian, pengalaman-pengalaman sebagai

seorang ibu menumbuhkan tugas-tugas wajib serta reaksi emosional yang

khas, baik yang bersifat positif (kebahagiaan) maupun bersifat negatif

(kecemasan dan ketakutan-ketakutan tertentu).

Adapun sifat-sifat keibuan yang unggul itu dimiliki oleh para wanita

yang feminin sifatnya; yang memiliki keseimbangan antara memberikan

cinta-kasih dan kesediaan untuk berkorban diri demi kebahagiaan anaknya,

tanpa meminta balas jasa. Ibu akan senantiasa memberikan perlindungan,

memberikan arena bermain yang teduh dan aman, serta membela anaknya

yang didukung oleh dorongan-dorongan insting seorang ibu.

Ciri utama dari insting wanita ialah kelembutan (tenderness). Semua

bentuk agresi (perasaan marah atau kecewa) dan sensualitas seksual akan

ditransformasikan dalam bentuk kelembutan kasih-sayang pada anaknya.

Sedang surplus dari komponen agresif, pada umumnya akan diwujudkan

dalam upaya membela dan melindungi secara mati-matian anaknya dari

segala macam mara bahaya.45

Aspek psikis wanita memang tidak dapat dipisahkan dari feminitas.

Prinsip feminitas ini dijelaskan oleh Yung sebagai sesuatu yang merupakan

kecenderungan yang ada dalam diri wanita; prinsip-prinsip itu antara lain

menyangkut ciri relatedness, receptivity, cinta kasih, mengasuh berbagai

potensi hidup, orientasi yang komunal, dan pemeliharaan hubungan

interpersonal. Dalam aspek ini, antara wanita dan pria memiliki perbedaan

45 Kartini Kartono, Psikologi Wanita 2: Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek,(Bandung:

CV Mandar Maju,2007), h. 30-32.

23

yang terletak pada sifat-sifat sekundaritas, emosionalitas, dan aktivitas

fungsi-fungsi kejiwaan; pada diri wanita, fungsi sekundaritas tidak terletak

di bidang intelek, akan tetapi pada perasaan. Ciri ini yang menandai citra

psikisnya.46

3. Konsep ibu dalam aspek sosial

Oppong dan Church dalam Sugihastuti mengungkapkan bahwa terdapat

tujuh peranan yang dapat dimainkan wanita, sebagian lebih berorientasi

pada keluarga dan sebagian lebih beorientasi pada masyarakat. Ketujuh

peranan tersebut meliputi: (a) sebagai orang tua, (b) sebagai istri, (c) dalam

rumah tangga, (d) di dalam kekerabatan, (e) pribadi, (f) di dalam

komunitas, (g) di dalam pekerjaan.47

Citra ibu dapat diamati melalui citra sosial wanita yang terbagi menjadi

dua peran yaitu peran wanita dalam keluarga dan peran wanita dalam

masyarakat. Ibu sebagai tokoh sentral dalam rumah tangga, tentu memiliki

peran yang banyak dalam rumah tangga. Citra wanita dalam keluarga

berhubungan dengan peran wanita dalam keluarga, baik sebagai istri, ibu

dari anak-anak atau sebagai anggota keluarga.48

Keintensifan sebuah citra dalam puisi dapat didukung oleh beberapa faktor,

yaitu faktor bahasa, intertektualitas, dan gaya bahasa. Pertama, faktor bahasa

terkait dengan diksi yang digunakan penyair. Pilihan bunyi, irama, dan kata

yang dilakukan penyair ditempuh sesuai dengan konsep citra wanita yang

hendak dihadirkan. Kedua, intertektualitas yang merupakan hadirnya suatu

teks di dalam teks lain menandakan hadirnya citra tersebut. Ketiga, gaya

bahasa terkait dengan bahasa kiasan yang beraneka ragam ikut

mengkonkretkan citra tersebut.49

Penyair satu dengan penyair lainnya dalam membangun citra pada puisi,

tentu menggunakan sumber yang berbeda-beda, sejalan dengan gagasan yang

46 Sugihastuti,op.cit, h. 95-108.

47

Ibid., h. 121.

48

Ibid., h. 122.

49

Ibid., h. 56

24

hendak dikomunikasikan. Misalnya dari bidang keagamaan, alam, filsafat,

kehidupan sehari-hari, mitos, dan legenda, yang semuanya terkait dengan

sumber-sumber inspirasi kreatif pencipta puisi. Secara keseluruhan dapat

diringkaskan dalam tiga wilayah: kehidupan individual, sosial dan

keagamaan.50

C. Intertekstualitas

A.Teeuw mengungkapkan bahwa pada prinsip intertekstual, setiap teks

sastra harus dibaca dengan latar belakang teks-teks lain. Tidak ada sebuah teks

yang sungguh-sungguh mandiri. Artinya penciptaan dan pembacaannya tidak

dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan, dan

kerangka. Namun, dalam hal ini bukan berarti teks baru hanya meneladani

teks lain atau mematuhi kerangka sebelumnya. Adanya penyimpangan dan

transformasi model teks yang sudah ada pun memainkan peranan yang penting

dalam mengandaikan adanya sesuatu yang dapat diberontaki atau disimpangi.

Adapun prinsip intertekstualitas yang dikemukakan Riffaterre dalam buku

Semiotic of Poetry yaitu sajak biasanya baru bermakna penuh dalam

hubungannya dengan sajak lain, baik dalam hal persamaannya maupun

pertentangannya. Maka dari itu, makna sebuah karya sastra secara sepenuhnya

dapat dipahami setelah mengetahui hubungannya dengan sajak lain yang

menjadi latar penciptaanya.

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, pendekatan intertekstual dapat

dikatakan sebagai kajian dalam memahami karya sastra yang memiliki

hubungan antara satu teks dengan teks lain. Penelitian ini dapat dilakukan

dengan cara menemukan hubungan-hubungan makna di antara dua teks atau

lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks, tidak terbatas pada teks

yang memiliki persamaan genre. Interteks memberi kemungkinan yang seluas-

luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram.

50 Suminto A. Sayuti, op.cit., h. 174.

25

Namun yang terpenting dalam pendekatan ini adalah tujuan dari

pendekatan intertekstual yaitu sebagai salah satu sarana pemberian makna

pada sebuah teks sastra (puisi). Jika dua teks atau lebih disejajarkan, akan

diketahui untuk apa karya sastra itu ditulis, yaitu untuk menentang,

menyimpangi, ataupun meneruskan konvensinya. Di samping itu, suasana

puisi akan lebih terang arti dan kiasan-kiasannya lebih dapat dipahami. 51

D. Hakikat Pembelajaran Satra

Pembelajaran sastra, diarahkan pada penumbuhan apresiasi sastra para

peserta didik sesuai dengan tingkat emosionalnya. Apresiasi itu sendiri

dimaknai sebagai aktivitas memahami, menginterpretasi, menilai, dan pada

akhirnya memproduksi sesuatu yang sejenis dengan karya yang

diapresiasikan.52

Rusyana dalam Warsiman menyatakan bahwa tujuan

pembelajaran sastra adalah untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan

tentang sastra. Pengalaman bersastra dapat diperoleh melalui apresiasi

(membaca, mendengarkan, menonton karya sastra) dan ekspresi sastra

(berdeklamasi, bermain drama, mengarang) sedangkan pengetahuan dapat

dicapai melalui (mengenal unsur-unsur pengembang sastra, sejarah, dan

teori).53

Kehadiran sastra dirasa semakin penting untuk disosialisasikan

melalui institusi pendidikan. Rahmanto dalam Warsiman menyatakan bahwa

pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh, apabila

cakupannya meliputi:

1. Membantu keterampilan berbahasa

Bahasa dan sastra pada kenyataannya merupakan dua hal yang tak

terpisah. Tiada sastra tanpa bahasa, dan tiada bahasa tanpa sastra.54

Pada

apresiasi sastra peserta didik dapat memahami bahasa yang digunakan

dalam karya sastra. Selain itu,peserta didik dalam ekspresi sastra sastra,

51 Rachmat Djoko Pradopo, op.cit., h. 233-235.

52

Warsiman, Pengantar Pembelajaran Sastra, (Malang: UB Press, 2017), h. 8.

53

Ibid., h. 15.

54

Warsiman, Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis op.cit., h. 4.

26

dapat dapat melatih peserta didik dalam menggunakan bahasa yang baik

dan benar untuk mencurahkan perasaannya lewat karya sastra.

2. Meningkatkan pengetahuan budaya

Karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan manusia. Budaya

menjadi salah satu aspek kehidupan yang paling banyak dilukiskan dalam

sebuah karya sastra. Melalui karya sastra, pengarang seakan

memperkenalkan budaya yang mungkin belum banyak diketahui orang lain.

Karya sastra dapat dikatakan sebagai pintu bagi pembaca dalam

meningkatkan pengetahuan tentang suatu budaya.

3. Mengembangkan cipta, rasa, dan karsa

Cipta, rasa, dan karsa merupakan tiga kekuatan yang ada dalam diri

manusia. Manusia diharapkan mampu memaksimalkan kekuatan cipta

(menghasilkan sesuatu), rasa (perasaan dan emosi pribadi), dan karsa

(keinginan yang kuat dalam menghasilkan sesuatu) dalam hidupnya.

4. Menunjang pembentukkan watak

Karya sastra kaya akan nilai-nilai moral yang mencerminkan

kehidupan kita sehari-hari. Tentunya, nilai-nilai moral tersebut diharapkan

dapat mempengaruhi peserta didik dalam pembentukkan akhlak yang lebih

baik.

Berdasarkan uraian tersebut pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

peserta didik. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dikatakan

sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.

Pembelajaran ini dapat membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya,

budaya lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam

masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta

menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.55

55 Warsiman, Pengantar Pembelajaran Sastra, op.cit,. h. 8.

27

Pembelajaran sastra yang dilaksanakan baik, niscaya akan memberikan

kontribusi yang bermakna bagi proses pendidikan dalam keseluruhannya,

yang juga dapat berarti bahwa terdapat korelasi positif antara pembelajaran

sastra dan pembelajaran bidang studi lainnya.56

Selain itu, kesadaran akan

pentingnya pengalaman bersastra anak hendaknya menjadi pemikiran dan

perhatian. Karya sastra sebenarnya dapat memperkaya hidup dan kehidupan

pembacanya melalui pencerahan pengalaman.57

E. Penelitian Relevan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan peneliti, belum ada yang

meneliti “Citra Ibu dalam Puisi Indonesia Modern serta Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Namun terkait dengan puisi Ibu

karya D.Zawawi Imron dan puisi Ibu karya KH. A. Mustofa Bisri sudah

pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Sedangkan puisi Safinah karya Aan

Mansyur belum pernah diteliti. Peneliti menyajikan penelitian yang berkaitan

dengan karya Aan Mansyur yang pernah dilakukan penelitian sebelumnya.

Penelitian terkait dengan puisi Ibu karya D.Zawawi Imron pernah diteliti

oleh Abdul Aziz Rasjid, mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas

Muhammadiyah Purwokerto tahun 2008 dengan penelitiannya yang berjudul

Citra Ibu pada Puisi: dalam Pengembaraan Penyair Indonesia. Adapun puisi-

puisi yang dikajinya yaitu Amir Hamzah dengan Bonda I dan Bonda II, D.

Zawawi Imron dengan Ibu, Rendra dengan Nyanyian Bunda yang Manis,

Fauzi Absal dengan Kepada Ibunya, Acep Zamzam Noor dengan Ibu, Dasri al

Mubary dengan Ibumauibu dan Taufiq Ismail dengan Dharma Wanita.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui citra seorang ibu melalui puisi yang

dihasilkan oleh penyair Indonesia pada pengembaraan mereka atas

“perpindahan budaya”. Hasilnya puisi tentang ibu terus mengalami inovasi

bentuk bersama pengembaraan penyair menuju kota, di mana pencitraan ibu

56 Suminto A.Sayuti, “Sastra dalam Perspektif Pembelajaran”, dalam Riris K. Toha-Sarumpet

(ed.), Sastra Masuk Sekolah, (Magelang: Indonesia Tera, 2002), h. 45.

57

Warsiman, Pengantar Pembelajaran Sastra, op.cit,. h. 14.

28

dalam puisi berwujud pada kecintaan dari kerinduan. Baru pada tahun 1998,

Taufik Ismail melakukan inovasi isi, yaitu dengan penjagaan terhadap ibu

lewat puisi Dharma Wanita.58

Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Fahrudin Mualim,

mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014 berjudul Perbandingan Gaya

Bahasa Puisi Ibu Karya Mustofa Bisri dan Lirik Lagu Kramat Karya Rhoma

Irama. Adapun tujuan penelitian tersebut adalah menguraikan perbandingan

mengenai gaya bahasa dari puisi Ibu dan lirik lagu Kramat, serta implikasi

kedua karya tersebut dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di

sekolah. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah kualitatif,

yaitu peneliti dilibatkan dalam situasi dan fenomena yang sedang dipelajari.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa adanya persamaan dan perbedaan gaya

bahasa pada puisi Ibu karya KH. A. Mustofa Bisri dan lirik lagu Kramat karya

Rhoma Irama. Kesamaannya terlihat dari gaya bahasa pada tiap pilihan

katanya, keduanya sama-sama banyak menggunakan istilah alam yang

digunakan. Jika Mustofa Bisri menggunakan istilah alam untuk

menggambarkan pengorbanan seorang ibu atau sebagai gambaran kekaguman

akan keagungan seorang ibu, sedangkan Rhoma Irama memposisikan istilah

alam yang digunakan sebagai bentuk penolakan atau kritikannya kepada

perilaku masyarakat yang keliru. Pada tahun 2015, penelitian ini kemudian

dijadikan sebuah jurnal.59

Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Ley Faunani

Susilo, mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas

Nusantara PGRI Kediri tahun 2017. Penelitian yang berjudul Kajian Struktur

58 Abdul Aziz Rasjid, Citra Ibu Pada Puisi : Dalam Pengembaraan Penyair Indonesia,

diakses pada 20 Desember 2016,

(http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/yinyang/article/view/210/180).

59

Fahrudin Mualim, Perbandingan Gaya Bahasa pada Puisi Ibu karya KH. A. Mustofa Bisri

dan lirik lagu Kramat karya Rhoma Irama serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra

Indonesia, diakses pada 22 Desember 2018,

(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29101/1/FAHRUDIN%20MUALIM-

FITK.pdf).

29

Fisik pada Kumpulan Puisi Melihat Api Bekerja Karya Aan Mansyur

bertujuan mendeskripsikan penggunaan diksi, majas, dan citraan pada

Kumpulan Puisi Melihat Api Bekerja karya Aan Mansyur. Hasil dari

penelitian tersebut adalah penggunaan diksi yang dominan digunakan penyair

adalah penggunaan diksi konotasi, ditemukan sejumlah dua puluh tiga, karena

puisi merupakan karya sastra memiliki gaya bahasa dengan makna yang tidak

hanya menerangkan tetapi juga sangat ekspresif. Kemudian penggunaan majas

yang dominan digunakan penyair adalah penggunaan majas perbandingan,

ditemukan sejumlah tujuh, karena penyair berusaha mempercantik susunan

kalimat yang tujuan akhirnya ialah untuk memperoleh efek makna yang

mendalam agar tercipta sebuah kesan yang imajinatif. Selain itu citraan yang

dominan digunakan penyair adalah penggunaan citraan penglihatan, karena

penyair berusaha memperkuat makna dan memperjelas maksud dalam setiap

puisi agar timbul rasa yang lebih mendalam saat memahami puisi-puisinya

dengan membawa pembaca atau penyimak seolah-olah ikut melihat yang

terjadi pada puisi tersebut.60

60 Ley Faunani Susilo, Kajian Struktur Fisik pada Kumpulan Puisi Melihat Api Bekerja Karya

Aan Mansyur, diakses pada 25 November

2018,(http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2017/f43c10a29bf4a7b296fdc18014cbd5

fc.pdf).

30

BAB III

BIOGRAFI PENGARANG DAN GAGASAN

A. D.Zawawi Imron

1. Biografi D.Zawawi Imron

D.Zawawi Imron dilahirkan 19 September 1946 di Batang-batang,

Sumenep, Madura. Ia tinggal di ujung timur Pulau Madura, di sebuah

dusun yang jauhnya 20 kilometer dari kota Sumenep. Dusun tersebut

terletak di lembah sebuah bukit, yang di pinggir-pinggir dusunnya masih

hutan belukar. Keindahan alam yang murni menjadi kekhasan dari tempat

kelahiran penyair satu ini. 1

Ia merupakan Ketua Bidang Sastra Lembaga Kesenian Sumenep dan

guru agama. Latar belakang pendidikannya dimulai dari Sekolah Rakyat di

Madura, yang dilanjutkan ke pesantren Lambicabbi yang terletak di

Gapura hingga PGA. Pesantren merupakan tempat D.Zawawi Imron

membekali diri dengan ilmu agama sekaligus sebagai tempat pertama

kegiatan tulis-menulis syairnya dimulai.

D.Zawawi Imron terus belajar hingga menghasilkan banyak karya

puisi. Pada tahun 1973, sajak-sajaknya mulai dikirimkan dan dimuat oleh

Mingguan Bhirawa Surabaya. Kemudian pada tahun 1981, sajak-sajaknya

yang terkumpul dalam Bulan Tertusuk Ilalang dan Nenek Moyangku

Airmata diterbitkan Balai Pustaka. Empat tahun kemudian, kumpulan puisi

Nenek Moyangku Airmata memenangi hadiah dari Yayasan Buku Utama.

Selain itu, D.Zawawi Imron juga mendapatkan hadiah penulisan puisi

terbaik untuk buku Nenek Moyangku Airmata dan Celurit Emas dari Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di tahun 1990.

1 D.Zawawi Imron, “Berpuisi di Tengah Malam”, dalam Pamusuk Eneste (ed.), Proses

Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang Jilid 4, (Jakarta: Kepsutakaan Populer

Gramedia, 2009), h. 189.

31

D.Zawawi Imron dikenal dengan nama Penyair Celurit Emas.

Adapun nama itu diberikan berdasarkan salah satu karyanya yang terkenal

yaitu Celurit Emas (1986). Selain itu, karyanya yang juga terkenal di

kalangan masyarakat adalah puisi Ibu (1966). Kumpulan sajak yang lain:

Semerbak Melayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Derap-derap

Tasbih (1992), Berlayar di Pamor Badik (1994), Bantalku Ombak

Selimutku Angin (1996), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), dan

Madura, Akulah Darahmu (1999). Karyanya yang lain adalah Campaka

(1980) dan Bangsacara Ragapadmi (1980). 2

2. Gagasan D. Zawawi Imron dalam Karyanya

D.Zawawi Imron merupakan “penyair Madura” par excellence, yaitu

penyair yang menulis dalam bahasa Indonesia dengan mengangkat

khazanah Madura dalam sajak-sajaknya.3 Madura sebagai tanah

kelahirannya memang berpengaruh besar terhadap kepenyairannya. Hal

tersebut dapat dilihat pada karya-karya yang menampilkan kekayaan alam

Madura melalui pilihan kata-kata yang bertipikal alam dan kultur Madura,

seperti pohon siwalan, celurit, karapan sapi, garam, laut, perahu, soronen,

perbukitan, ladang, jagung, bonang, karang, kulit kerang, nelayan, dan

berencong, Namun, nama-nama benda tersebut tidak tingggal diam

sebagai lanskap, tetapi sengaja diberi muatan ide yang bermakna lebih

dalam, misalnya pada sajak Celurit Emas, kata „celurit‟ tidak hanya berdiri

sebagai benda tajam yang terbuat dari emas dan bentuknya melengkung,

tetapi oleh penyar kata „celurit‟ telah disemiotiskan sebagai „celurit

kebijaksanaan‟.4

2 Ibid., h.261

3 Jamal D. Rahman, D. Zawawi Imron Duta Madura untuk Sastra Indonesia Modern, diakses

pada 01 Agustus 2018, (https://jamaldrahman.wordpress.com/2008/08/20/d-zawawi-imron-duta-

madura-untuk-sastra-indonesia-modern/).

4 Abdul Wachid B.S, Religiositas Alam: dari Surealisme ke Spiritualisme D. Zawawi Imron,

(Yogyakarta: Gama Media, 2002), h. 69-70.

32

Kekayaan alam Madura dalam sajaknya menjadi stimulus ke arah

religiositas. D.Zawawi Imron mengemukakan bahwa dengan menyebut

benda-benda dan alam dalam sajak, seakan memandang telunjuk ajaib

yang menunjukkan bayang-bayang kasih dan ridla Tuhan.5 Religiositas

penyair seakan bersentuhan dengan realitas alam dan budaya. Alam

dipandang sebagai individu (pribadi) sebagaimana manusia yang telah

tercerahkan rohaninya, sedangkan alam menjadi media yang merangsang

pencerahan itu. Alam menjadi pembawa berita baik, di samping sebagai

peringatan bagi manusia.6 Misalnya pada puisi Dengan Engkau dan

Zaman.

Selain itu, D.Zawawi Imron juga memiliki gaya kepuitisan surealistis

dalam sajak-sajaknya. Berdasarkan analisis struktural semiotik, sajak D.

Zawawi Imron memiliki kesamaan estetika dengan sajak surealisme.

Kesamaan tersebut terletak pada gaya pencitraan realitas empiris dan

realitas transedensi. Misalnya kata-kata dalam sajak “Celurit Emas” ini:

“roh-roh bebunga yang layu sebelum semerbak itu”. Kata “roh-roh”

menunjuk realitas transendensi, sedangkan kata “bebunga” merujuk

realitas empiris. Penggunaan dua realitas tersebut, menunjukkan sajak

D.Zawawi Imron sarat bentukan imaji surealistis.7

Subagio Sastrowardoyo menyimpulkan bahwa dunia angan-angan

D.Zawawi Imron bergerak di dalam alam surealisme yang hendak

mengatasi dan menolak kenyataan. Namun yang perlu digarisbawahi ialah

kesamaannya dengan karya kaum surealis hanya sebagai gaya

kepuitisannya saja (surealisme estetika) dan tidak pada pemikirannya.

Pemikiran aku lirik, justru mereferensikan pada pemikiran religius yang

Qur’ani.8

5 D.Zawawi Imron, loc.cit.

6 Abdul Wachid B.S, op.cit., h. 186.

7 Abdul Wachid B.S, Religiositas Alam: dari Surealisme ke Spiritualisme D. Zawawi Imron,

op.cit., h. 75-76

8 Abdul Wachid B.S, Sastra Pencerahan, (Yogyakarta: Saka, 2005)., h. 221.

33

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

D.Zawawi Imron merupakan penyair yang mencintai alam dan kultur

Madura. Kecintaannya terhadap alam seakan menjadi kekhasan dari setiap

puisi yang ditulisnya. D. Zawawi Imron sebagai penyair Indonesia mampu

menunjukkan keberhasilan sajaknya melalui gaya kepuitisannya yang

surealistis estetis dan pemikiran religiusnya.

B. KH. A. Mustofa Bisri

1. Biografi KH. A. Mustofa Bisri

KH. A. Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus merupakan

sahabat D.Zawawi Imron. Gus Mus lahir di Rembang, 10 Agustus 1944.

Gus Mus dididik langsung oleh ayahandanya KH. Bisri Mustofa di

Pesantren Raudlatu Thalibin Rembang. Ayahanda dari Gus Mus yang

merupakan seorang kiai dan penulis terkenal yang selalu memberi

pendidikan dalam bentuk-bentuk contoh dan keteladanan sebagai inspirasi

serta energi dalam memaknai dan menjalani kehidupan. Pendidikan Gus

Mus dilanjutkan di pondok pesantren Lirboyo Kediri. Kemudian ia

meneruskan ke pondok pesantren Krapyak Yogyakarta hingga

melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.9 Gus

Mus yang gemar membaca sejak masa kanak-kanak, menjadikan

tulisannya saat remaja sudah banyak dimuat di berbagai media masa

termasuk Kompas dengan nama M. Ustov Abi Sri sebagai pseudonimnya.

Gus Mus memang seorang kiai yang fenomenal. Selain menyandang

predikat kiai yang mengasuh pondok pesantren Raudlatut Thalibin

Rembang, ia juga seorang intelektual Muslim (cendekiawan), sastrawan,

seniman, dan budayawan. Ia juga merupakan penulis yang produktif,

mulai dari puisi, cerpen, dan esai. Selain itu, Gus Mus juga mahir dalam

melukis. Salah satu karya lukisannya berjudul Berdzikir bersama Inul

9 Jamal Ma‟mur Asmani, Mereguk Kearifan Para Kiai,( Jakarta: Elex Media Komputindo,

2018), h. 164

34

sempat menjadi kontroversi karena menarasikan orang-orang berdzikir

mengelilingi penyanyi Inul.10

Dedikasi Gus Mus di bidang sastra, membuat dirinya banyak

menerima undangan dari berbagai negara. Bersama Sutardji Colzoum

Bachri, Taufiq Ismail, Abdul Hadi WM, dan Leon Agusta, Gus Mus

menghadiri perhelatan puisi di Baghdad (Iraq, 1989). Selain itu di

beberapa negara seperti Mesir, Jerman, Belanda, Perancis, Jepang,

Spanyol, Kuwait, Saudi, Arabian (2000). Gus Mus juga diundang untuk

menghadiri seminar di Fakultas Sastra Universitas Hamburg dan

Universitas Malaya, Malaysia. Sebagai cerpenis, Gus Mus menerima

penghargaan Anugerah Sastra Asia dari Majelis Sastra (Mastera, Malaysia,

2005).11

Gus Mus sangat piawai dalam menulis. Kemampuan menulis yang

diturunkan dari sang ayah menjadikan Gus Mus melahirkan banyak karya

yang sangat bermanfaat. Sebagian karya Gus Mus adalah Dasar-dasar

Islam (1401 H), Ensiklopedi Ijma’ (bersama KH. MA. Sahal Mahfudh)

(1987), Awas Manusia (1970), Nyamuk-nyamuk Perkasa (1979) dan,

Kimyaatus Sa’adalah, Syair Asmaul Husna (1997), Ohoi: Kumpulan Puisi

Balsem (1991), Tadarus Antologi Puisi (1993), Mutiara-mutiara Benjol

(1994), Rubiyat Angin dan Rumput (1995), Pahlawan dan Tikus (1996),

Mahakiai Hasyim Asy’ari , Metode Tasawuf al-Ghazali, Saleh Ritual

Saleh Sosial (1995), Pesan Islam Sehari-hari, Fikih Keseharian Gus Mus

(1997), dan lain-lain. Kolom dan esai Gus Mus juga menghiasi media

masa nasional dan lokal, seperti Kompas, Jawa Pos, Suara Merdeka.

Wawasan, dan lain-lain. Selain itu, di zaman berkembangnya media sosial

saat ini, Gus Mus juga aktif di beberapa akun media sosialnya seperti

twitter, youtube, dan website yang dinamakan Gubuk Maya Gus Mus.

10 Labibah Zain dan Lathiful Khuluq, Gus Mus: Satu Rumah Seribu Pintu, (Jakarta: PT LKiS

Printing Cemerlang, 2009), hlm. 149.

11

A. Mustofa Bisri, op.cit.

35

2. Gagasan KH. A. Mustofa Bisri dalam Karyanya

Kemunculan KH. A. Mustofa Bisri dalam dunia sastra Indonesia

memberikan angin segar, tidak saja bagi puisi Indonesia, tetapi juga bagi

masyarakat Indonesia secara umum. Gus Mus merupakan representasi dari

seseorang kiai, budayawan, sastrawan, dan perupa aktif menyuarakan

kritik-kritik sosial lewat karya-karyanya, tak terkecuali lewat puisi-

puisinya. Puisi-puisi Gus Mus tergolong puisi religius dan kental dengan

kritik-kritik sosial.12

Religiositas Gus Mus dalam karyanya didasari pengetahuan yang

luas tentang Tuhan, pencipta, makhluk, hakikat kehidupan, dan sebagainya

yang bernilai filosofis tinggi. Hal ini tentu membuat, unsur-unsur

ketuhanan begitu melekat pada karya-karyanya seperti syair, puisi, cerpen,

dan lain-lain.13

Puisi, cerpen, dan esai Gus Mus dengan jelas

mempresentasikan pemaknaan dan pelaksanaan dari pandangan hidup

yang dianjurkan oleh Al-Quran dan Al-Hadis. Gus Mus menulis apapun

didasarkan kepada alasan keruhanian menyampaikan hikmah, dan mencari

keberkahan hidup.14

Oleh karena itu, karyanya memang tidak hanya

memberikan keindahan seni dan budaya, tetapi sarat akan makna serta

mampu menyentuh dimensi emosi para pembaca. Tidak heran, jika banyak

orang kemudian menyebut bahwa puisi dapat menjadi sarana yang tepat

untuk berdakwah.15

Cinta dan dakwah rupanya merupakan kata kunci dalam proses

kreatif Gus Mus dalam perilaku hidup dan setiap tulisannya. Menurutnya

dengan mencintai Tuhan, maka seseorang akan mencintai ciptaan Tuhan

yakni manusia dan alam semesta, sebagaimana ia mencintai dirinya

sendiri. Dengan mencintai sesama manusia dan alam semesta sebagai

ciptaan Tuhan, maka seorang pecinta akan memberlakukan dirinya sebagai

12 Labibah Zain dan Lathiful Khuluq. op.cit., hlm. 17.

13

Ibid., h. 215.

14

Abdul Wachid B.S., Membaca Makna: dari Chairil Anwar ke A. Mustofa Bisri,

(Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2005), h. 143.

15

Labibah Zain dan Lathiful Khuluq. loc.cit.

36

“….orang yang beriman dan beramal shaleh, dan saling mengingatkan

untuk berpegang teguh pada kebenaran, dan saling mengingatkan untuk

berlaku sabar (QS. Al-Ashr : 3).16

EH.Kartanegara mengungkapkan bahwa Gus Mus menyimpan energi

keteguhan seorang ustaz yang meyakini bahwa ayat-ayat suci menyimpan

keajaiban yang terserah Pencipta dan Pemiliknya mau diberikan kepada

siapa yang Dia kehendaki. mau Islam atau bukan Islam, itu bukan urusan

dia. Kewajiban Gus Mus adalah menyeru dan mengajak pada kebaikan

seperti yang diajarkan Rasulullah Saw.17

Gus Mus pada beberapa tulisannya, memang tidak bisa untuk tidak

menampakkan kegelisahan pada gejala-gejala sosial keagamaan umat.

Misalnya dalam kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi, umpannya terpancar

kegelisahan tentang kebodohan, kepala, dan hati batu umat yang ribuan

kali mengaji & mengunjungi pengajian namun tingkah laku seperti tidak

dibimbing Al-Quran.18

Gus Mus dalam karyanya (terutama puisi) memiliki ciri khas yang

terlihat pada pengungkapan masalah sosial dan spiritual dengan

menggunakan bahasa sehari-hari, dan pengucapan yang lugas. Bahasa

yang digunakan cukup wajar dan sederhana, tapi di balik kesederhanaan

itu sebenarnya terdapat makna yang lebih, atau dapat disebut dengan

deceptive simplicity (kesederhanaan yang menipu). Selain itu, ciri khas

lain dari puisi Gus Mus adalah penggunaan diksi-diksi religi untuk

mengungkapkan masalah-masalah sosial sehingga seolah-olah sajak

tersebut seperti sajak bertema religi, padahal sesungguhnya hendak

menyuarakan protes.19

Agama dan sastra, kiai dan seniman, agamawan dan budayawan,

ternyata adalah ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi dan tidak

16 Abdul Wachid B.S, loc.cit.

17

Labibah Zain dan Lathiful Khuluq. op.cit., hlm. 180.

18

Ibid., h. 179.

19

Labibah Zain dan Lathiful Khuluq, op.cit., h. 18

37

perlu dikotomi. Pesan-pesan Gus Mus dalam puisi-puisinya juga

menggugah kita untuk semakin peduli kepada sesama. Pesan-pesan Al-

Quran dengan style yang indah bak puisi tingkat tinggi juga mengandung

makna yang dalam meski dengan bahasa yang sederhana. Tak heran, Gus

Mus mampu menggunakan style ini untuk menyampaikan pesan-pesan

damai dalam puisi-puisinya.

Berdasarkan pemaparan tersebut, puisi-puisi A.Mustofa Bisri

memang sarat dengan visi. Terutama visi religiositas yang tidak sekedar

dihubungkan dengan ketaatan ritual, tetapi pada yang lebih dalam, lebih

mendasar dalam pribadi manusia, yang menuntun manusia. Menutup

gagasan Gus Mus, peneliti mengutip kalimat yang sering ia katakan yaitu

cinta dunia adalah malapetaka, dunia ini adalah wasilah (alat/perantara),

bukan ghayah (tujuan).

C. M. Aan Mansyur

1. Biografi Aan Mansyur

M. Aan Mansyur, penyair kelahiran Bone, Sulawesi Selatan 14

Januari 1982, dikenal dengan nama pena huruf kecil di beberapa akun

sosial medianya. Ia bekerja sebagai relawan di Komunitas Innawa dan

pustakawan di Kata Kerja, Makasar. Aan Mansyur yang merupakan anak

dari pasangan Mansyur dan Safinah tumbuh sebagai anak yang pemalu,

pendiam dan penyendiri. Kelainan jantung yang ia miliki sejak kecil,

membuat Aan tidak dapat melakukan banyak aktivitas seperti anak-anak

pada umumnya. Hal ini yang menjadikan dirinya berteman dengan buku-

buku dan memilih menulis sebagai cara untuk berkomunikasi.20

Aan dikenal sebagai pustakawan, penyair, dan penulis buku. Aan

memulai karir kepenulisannya dari prosa. Aan pada saat itu, mulai menulis

ulang dongeng-dongeng yang kerap diceritakan neneknya. Selain itu, Aan

20 Sorta Tobing, Lapisan Pikiran Aan Mansyur, diakses pada 30 Agustus 2018,

(https://beritagar.id/artikel/figur/lapisan-pikiran-m-aan-mansyur).

38

juga menulis beberapa cerita, yang kemudian tulisan-tulisan tersebut

dikirimkan ke media dan sahabat penanya.21

Kepenulisan Aan Mansyur di

bidang puisi, dimulai sejak SMP, yaitu ketika ia membaca buku puisi

berjudul Simfoni 2 karya Subagio Sastrowardoyo. Puisi-puisi tersebut

seakan membuka pikirannya bahwa puisi adalah sebuah ruang yang kecil

tetapi banyak hal yang dapat disampaikan di dalamnya.22

Sejak tahun 2004 karya-karyanya telah dimuat di dalam buku

antologi, cerpen, esai, dan reportase. Salah satu karyanya yang berjudul

Tak Ada New York Hari Ini pada tahun 2016 begitu populer di kalangan

masyarakat terutama anak muda. Buku kumpulan puisi yang sekaligus

rekaman kehidupan tokoh Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta? 2

mampu menyihir pembaca untuk larut dalam keromantisan kata-katanya.

Keromantisan puisi yang dibacakan tokoh Rangga dalam film tersebut

merupakan hasil dari kepiawaian Aan sebagai penyair.

Adapun buku-buku Aan Mansyur yang sudah terbit antara lain:

Hujan Rintih-rintih (2005), Perempuan, Rumah Kenangan (2007), Aku

Hendak Pindah Rumah (2008), Cinta yang Marah (2009), Tokoh-tokoh

yang Melawan Kita dalam Satu Cerita (2012), Kukila (2012), Kepalaku:

Kantor Paling Sibuk di Dunia (2014), Melihat Api Bekerja (2015)23

.

2. Gagasan Aan Mansyur dalam Karyanya

Aan Mansyur dalam acara BukaTalks mengungkapkan kisah

mengapa dan bagaimana dirinya mengarang, khususnya dalam menulis

puisi. Salah satu ungkapan Aan Mansyur adalah small things have the

power to make me write –and by writing, I hope people to read them so

they become little bigger24

. Aan Mansyur dalam menulis puisi terkenal

21 Hendarto Setiadi, Aan Mansyur: All Poem are Love Poems, diakses pada 30 Agustus 2018,

(https://www.goethe.de/ins/id/id/kul/mag/20783608.html).

22

Buka Talks, The Art of Saying the Unsaid, diakses pada 01 September 2018,

(https://www.youtube.com/watch?v=9QqsgzRKjMQ).

23

M. Aan Mansyur, Kukila, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 187.

24

Buka Talks, The Art of Saying the Unsaid, op.cit,.

39

dengan kesederhanaan diksi yang digunakannya. Kata-kata yang dipilih

terasa begitu akrab dengan kehidupan sehari-hari. Namun, kesederhanaan

diksi tersebut justru menyimpan lapisan makna yang melebihi kata yang

dimaknainya.

Aan Mansyur mengungkapkan bahwa ketika menulis, ia merasakan

ingin menulis benda-benda yang ada di sekitarnya., ingin membangun

sesuatu. Misalnya jendela yang memiliki fungsi sebagai tempat sirkulasi

udara, tetapi ia merasa jendela memiliki fungsi yang berbeda. Ia merasa

jendela adalah dunia yang bermacam-macam. Dengan demikian, hal-hal

kecil di sekitarnya, membuat dirinya kemudian ingin menciptakan dunia

baru. Aan juga berharap hal kecil tersebut menjadi lebih besar dari apa

yang mereka bayangkan.

Selain itu, serumit apa pun yang ingin ia katakan dalam puisi, Aan

selalu membayangkan pembacanya sedekat dan sejauh ibunya. Aan tidak

ingin menambah rumit Ibunya dengan menggunakan bahasa-bahasa yang

rumit pada puisinya. Oleh karena itu, Aan lebih memilih menata interior

puisinya daripada melakukan akrobat bahasa. Sebisa mungkin ia memilih

kata-kata yang sederhana, tetapi memungkinkan Aan untuk menata

lapisan-lapisan makna di baliknya.25

Aan mengungkapkan bahwa i wrote this line to tell you that poetry is

one of the safest places for truth. Ia menulis baris ini untuk memberitahu

pembaca bahwa puisi itu adalah salah satu tempat paling aman untuk

mengatakan kebenaran dalam versi masing-masing. Baginya puisi tidak

menyampaikan apapun untuk meyakinkan satu hal. Puisi seperti rumah

yang dibangun dari pertanyaan-pertanyaan. Aan dalam puisinya tidak

memberikan jawaban apapun itu, tapi ia berharap siapa pun yang masuk ke

25 Spoila.Net, Aan Mansyur: Saya Sebisa Mungkin Memilih Bahasa yang Sederhana, diakses

pada 01 September 2018,( https://spoilaaa.wordpress.com/2014/11/22/aan-mansyur-saya-sebisa-

mungkin-memilih-bahasa-yang-sederhana/).

40

sana mendapatkan sesuatu yang dia cari tergantung apa yang dia bawa

masuk ke sana.26

Berdasarkan hal tersebut, puisi Aan bukanlah sekadar kata-kata

mutiara untuk mencurahkan perasaan atau pernyataan retorik, tetapi

banyak menyerupai monolog yang berlapis-lapis. Membaca puisi Aan

seperti menikmati percakapan internal atau seperti Sapardi Djoko Damono

katakan bahwa Aan Mansyur seperti mendongeng di hadapannya dengan

loncatan-loncatan pikiran yang susul-menyusul dalam pikirannya.27

26 Buka Talks, The Art of Saying the Unsaid, op.cit,.

27

Farah Wardani, Percakapan Kata dan Rupa dalam Melihat Api Bekerja, diakses pada 04

September 2018,( https://medium.com/@hurufkecil/melihat-api-bekerja-e29c529abe16).

103

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti pada puisi Ibu karya

D. Zawawi Imron, puisi Ibu karya KH. A. Mustofa Bisri, dan puisi Safinah

karya M. Aan Mansyur, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis yang telah dipaparkan, citra ibu dalam ketiga puisi

Indonesia modern tersebut merupakan hasil dari pengungkapan pikiran

penyair terhadap sosok ibu. Citra ibu yang terdapat dalam ketiga puisi

tersebut diklasifikasikan pada aspek fisis, psikis dan aspek sosial yang

mencakup peran ibu dalam keluarga. Citra ibu yang terkandung dalam

ketiga puisi tersebut merupakan sosok ibu yang sesuai dengan realitas ibu

dalam kehidupan nyata. Citra ibu yang paling dominan dari ketiga puisi

tersebut adalah citra ibu secara fisik yang menujukkan ibu sebagai mother

nuture atau sumber hidup dan kehidupan, sebagai makhluk yang dapat

menciptakan makhluk baru (mengandung anak). Ibu secara psikis

digambarkan memiliki sifat mendidik, melindungi, lembut, dan empati.

Sedangkan dari aspek sosial yaitu keluarga, ibu memiliki peran sentral

dalam keluarga yang disibukkan dengan kegiatan domestik seperti

mengurus anak dan memasak. Keintensifan citra ibu yang terdapat pada

ketiga puisi tersebut didukung oleh diksi yang digunakan masing-masing

penyair dalam menghadirkan konsep citra ibu yang hendak dihadirkan.

Perubahan dan perbedaan antara ketiga penyair tersebut memperlihatkan

adanya perkembangan baik bentuk maupun isi. Selain itu, adapun

persamaan antara puisi D.Zawawi Imron dan KH.A.Mustofa Bisri,

didasarkan pada kesamaan otak dalam merespon pengalaman yang

104

jenisnya sama, serta adanya kemungkinan hubungan mempengaruhi dan

dipengaruhi antara keduanya.

2. Analisis citra ibu terhadap pembelajaran sastra di sekolah, dapat

diterapkan dalam pembelajaran puisi di jenjang SMP kelas VIII semester

I. Hal ini sesuai dengan kompetensi dasar yaitu menelaah unsur-unsur

pembangun teks puisi yang diperdengarkan atau dibaca. Kegiatan

menelaah unsur-unsur pembangun teks puisi dapat memperkaya

pengetahuan peserta didik dalam menganalisis unsur-unsur pembangun

teks puisi. Mengingat unsur-unsur pembangun teks puisi merupakan satu

kesatuan dan saling berhubungan, pemahaman terhadap unsur-unsur

pembangun teks puisi juga dapat memudahkan peserta didik dalam

memahami isi puisi tersebut.

B. Saran

Berdasarkan beberapa simpulan yang telah dijelaskan, ada beberapa saran

yang diajukan penulis, yaitu:

1. Pendidik dapat menambah wawasan peserta didik terkait penyair-penyair

Indonesia modern seperti D. Zawawi Imron, KH. A. Mustofa Bisri, M.

Aan Mansyur terkait perkembangan karya sastra saat ini.

2. Pendidik dapat menggunakan puisi Ibu karya D. Zawawi Imron, puisi Ibu

karya KH. A. Mustofa Bisri, dan puisi Safinah karya M. Aan Mansyur

sebagai bahan pembelajaran di kelas dalam menanamkan nilai-nilai bakti

dan ketuhanan pada peserta didik.

3. Melalui analisis ini, peserta didik dapat menggunakannya dalam

memahami unsur-unsur pembangun teks puisi dan isi puisi yang

disampaikan oleh penyair.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma’mur. Mereguk Kearifan Para Kiai. Jakarta: Elex Media

Komputindo. 2018.

Bisri, A. Mustofa. Pahlawan dan Tikus: Kumpulan Puisi KH. A. Mustofa Bisri.

Jakarta: Pustaka Firdaus.1995.

Budianta, Melani dkk. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera. 2008.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Sastra Bandingan. Jakarta: Bukupop. 2014.

Fitrah, Muhammad dan Luthfiyah. Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif,

Tindakan Kelas, dan Studi Kasus. Sukabumi: CV Jejak, 2017.

Imron, D.Zawawi. “Berpuisi di Tengah Malam”, dalam Pamusuk Eneste (ed.).

Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang Jilid 4. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia. 2009.

Intisa, Indra. PUTIKA (Puisi Tiga Kata): Teori dan Konsep. Yogyakarta:

Garudhawaca.2015.

Kartono, Kartini. Psikologi Wanita 1 Mengenal Gadis Remaja dan Wanita

Dewasa. Bandung: Mandar Maju. 2006.

______________. Psikologi Wanita 2: Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek.

Bandung: Nuansa. 2007.

Mansyur, M. Aan. Kukila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2015.

Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press. 2014.

Pradopo, Rachmat Djoko dkk. Puisi. Jakarta: Universitas Terbuka. 2008.

Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo. 2010.

Rokhmansyah, Alfian. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap

Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2014.

Sayuti, Suminto A. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media. 2002.

Sayuti Suminto A. “Sastra dalam Perspektif Pembelajaran”, dalam Riris K. Toha-

Sarumpet (ed.), Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia Tera. 2002.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo. 2008.

Sugihastuti. Wanita di mata Wanita: Perspektif Sajak-sajak Toeti Heraty.

Bandung: Nuansa.2000.

Surastina. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Elmatera. 2018.

Tarigan,Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: CV. Angkasa. 2013.

Timotius, Kris H. Pengantar Metodologi Penelitian: Pendekatan Manajemen

Pengetahuan untuk Pengembangan Pengetahuan. Yogyakarta:Andi. 2017.

Wachid B.S, Abdul. Religiositas Alam: dari Surealisme ke Spiritualisme D.

Zawawi Imron. Yogyakarta: Gama Media. 2002.

_________________. Membaca Makna dari Chairil Anwar ke A.Mustofa Bisri.

Yogyakarta: Grafindo Litera Media. 2005.

________________. Sastra Pencerahan.Yogyakarta: Saka. 2005.

Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. 2000.

Warsiman. Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis. Malang:

Universitas Brawijaya Press.2016.

_________. Pengantar Pembelajaran Sastra: Sajian dan Kajian Hasil Riset.

Malang: UB Press. 2017.

Wellek dan Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2014.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.

Jakarta: Kencana. 2017.

Zain, Labibah dan Lathiful Khuluq. Gus Mus: Satu Rumah Seribu Pintu. Jakarta:

PT LKiS Printing Cemerlang. 2009.

Zeed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

2008.

Abdul Aziz Rasjid, “Citra Ibu Pada Puisi : Dalam Pengembaraan Penyair

Indonesia”,http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/yinyang/article/view

/210/180, 20 Desember 2016.

Buka Talks. “The Art of Saying the

Unsaid”.https://www.youtube.com/watch?v=9QqsgzRKjMQ. 01 September

2018.

Mansyur, M. Aan. “Ibu dan Puisi-puisiku”.

https://hurufkecil.wordpress.com/2011/09/21/ibu-dan-puisi-puisiku/). 20

Agustus 2018.

Mualim, Fahrudin “Perbandingan Gaya Bahasa pada Puisi Ibu karya KH. A.

Mustofa Bisri dan lirik lagu Kramat karya Rhoma Irama serta Implikasinya

terhadap Pembelajaran

SastraIndonesia”.http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29

101/ 1/FAHRUDIN%20MUALIM-FITK.pdf. 22 Desember 2018.

Rahman, Jamal D. “D. Zawawi Imron Duta Madura untuk Sastra Indonesia

Modern”. https://jamaldrahman.wordpress.com/2008/08/20/d-zawawi-imron-

duta-madura-untuk-sastra- indonesia-modern/. 01 Agustus 2018.

Susilo, Ley Faunani. “Kajian Struktur Fisik pada Kumpulan Puisi Melihat Api

Bekerja Karya Aan Mansyur”.

http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2017/f43c10a29bf4a7b296

fdc18014cbd5fc.pdf. 25 Agustus 2018.

Setiadi, Hendarto. “Aan Mansyur: All Poem are Love Poems”.

https://www.goethe.de/ins/id/id/kul/mag/20783608.html. 30 Agustus 2018.

Tobing, Sorta. “Lapisan Pikiran Aan Mansyur”. 2018.

https://beritagar.id/artikel/figur/lapisan-pikiran-m-aan-mansyur. 30 Agustus

2018.

Wachid, Abdul B.S. “Dinamika Puisi Keagamaan di

Indonesia”.http://pbi.ums.ac.id/wp-content/uploads/sites/15/2019/03/Abdul-

Wachid-BS_Dinamika-Puisi-Keagamaan-di-Indonesia.doc).22 Juni 2019.

Wardani, Farah. “Percakapan Kata dan Rupa dalam Melihat Api Bekerja”.

https://medium.com/@hurufkecil/melihat-api-bekerja-e29c529abe16.

04 September 2018.

Lampiran 1

IBU

D. Zawawi Imron

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau

sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama meranting

hanya mata air air matamu, Ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau

sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku

di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan

lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku

dan ibulah yang meletakkan aku di sini

saat bunga kembang menyerbak bau sayang

ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi

aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera

sempit lautan teduh

tempatku mandi, mencuci lumut pada diri

tempatku berlayar, menebar pukat, dan melempar sauh

lokan-lokan,mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu

lantaran aku tahu

engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukan telah ku kenal

ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala

sesekali datang kepadaku

menyuruhku menulis langit biru

dengan sajakku1

1 D.Zawawi Imron, “Berpuisi di Tengah Malam”, dalam Pamusuk Eneste (ed.), Proses

Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang Jilid 4, (Jakarta: Kepsutakaan Populer

Gramedia, 2009), h. 194-95.

Lampiran 2

IBU

KH. A. Mustofa Bisri

Ibu

Kaulah gua teduh

tempatku bertapa bersamamu

sekian lama

Kaulah kawah

dari mana aku meluncur perkasa

Kaulah bumi

yang tergelar lembut bagiku

melepas lelah dan nestapa

gunung yang menjaga mimpiku

siang dan malam

mata air yang tak brenti mengalir

membasahi dahagaku

telaga tempatku bermain

berenang dan menyelam

Kaulah, ibu, laut dan langit

yang menjaga lurus horisonku

Kaulah, ibu, mentari dan rembulan

yang mengawal perjalananku

mencari jejak sorga

di telapak kakimu

(Tuhan,

aku bersaksi

ibuku telah melaksanakan amanatMu

menyampaikan kasihsayangMu

maka kasihilah ibuku

seperti Kau mengasihi

kekasih-kekasihMu

Amin).2

2 A. Mustofa Bisri, Pahlawan dan Tikus: Kumpulan Puisi KH. A. Mustofa Bisri, (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1995), h.37.

Lampiran 3

Safinah

M. Aan Mansyur

1.

engkau memasang langkah di kakiku.

engkau memasang ayun di tanganku.

agar aku menjauh dan merindukanmu.

dan engkau juga menyimpan sesuatu

di dalam waktu, aku tak tahu apa itu.

karenanya aku terus tumbuh menuju

semakin dekat ke masa kecilku,

semakin kembali ke bukit-dadamu,

semakin kembali ke lembah-rahimmu.

2.

dari berangkat langit mengikutiku

penuh lubang seperti jaring nelayan

selalu luput menangkap seekor ikan.

begitulah yang aku pikirkan di sini,

di kejauhan yang hiruk oleh sepi ini.

dan di dalam mataku yang terluka

selalu aku saksikan matamu terbuka

menampung seluruh langit yang nila

langit yang jauh dari musim hujan

langit yang meminta kita tiduran

di padang rumput sambil bercerita

tentang rupa-rupa nama burung

dan matahari sore yang murung.

3.

dulu aku mencuri sehelai fotomu dari album

dan aku sembunyikan di dompet kurusku

lalu berangkat tanpa tahu ke mana mengarah.

di sini, di tempat yang sungguh jauh dari rumah

jauh dari album yang pernah menyimpan foto itu,

waktu melulu dipenuhi sapa sepi dan bunyi sunyi.

tapi dari dompetku selalu aku dengar kau bernyanyi

mengulang-ulang kata pulang dan rembang petang

supaya kedua kakiku semakin kuat buat bertualang

4.

di antara awan-awan yang melayang

alangkah biru angkasa itu

di antara jalan-jalan yang membentang

alangkah rindu anakmu, ibu3

3 M. Aan Mansyur, Ibu dan Puisi-Puisiku: Safinah,2018,

https://hurufkecil.wordpress.com/2011/09/21/ibu-dan-puisi-puisiku/.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Madrasah : MTs Negeri 3 Jakarta

Mata pelajaran : Bahasa Idonesia

Kelas/Semester : VIII / 1 (Ganjil)

Materi : Puisi

Alokasi Waktu : 3 X 40 menit

A. Kompetensi Inti

Kompetensi Dasar

3.8 Menelaah unsur-unsur pembangun teks puisi (perjuangan, lingkungan hidup,

kondisi sosial, dan lain-lain) yang diperdengarkan atau dibaca.

B. Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi

3.8. Menelaah unsur-unsur

pembangun teks puisi yang

diperdengarkan atau dibaca.

3.8.1 Menentukan unsur-unsur pembangun teks

puisi

3.8.2 Menjelaskan unsur-unsur pembangun dari

segi fisik (bentuk).

3.8.3 Menjelaskan unsur-unsur pembangun dari

segi batin (makna).

3.8.3 Mengaitkan isi puisi pada kehidupan sehari-

hari.

C. Tujuan Pembelajaran 1. Mampu merumuskan unsur-unsur pembangun teks puisi yang diperdengarkan atau

dibaca.

2. Mampu menjelaskan unsur-unsur pembangun puisi dari segi fisik (bentuk).

3. Mampu menjelaskan unsur-unsur pembangun puisi dari segi batin (makna).

4. Mampu mengaitkan isi puisi pada kehidupan sehari-hari.

D. Materi Pembelajaran

Unsur-unsur pembangun puisi:

a. Unsur Fisik

1) Majas dan Irama

2) Diksi

3) Kata Konkret

4) Pengimajian

5) Tipografi

b. Unsur Batin

1) Tema

2) Perasaan

3) Nada

4) Amanat

E. Metode Pembelajaran 1. Tanya Jawab

2. Penugasan

3. Diskusi

4. Menyimpulkan

F. Media Pembelajaran

1. Video pembacaan puisi Ibu karya D. Zawawi Imron.

2. Teks puisi Ibu karya D. Zawawi Imron.

G. Sumber Belajar

1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Buku Siswa Bahasa Indonesia. Jakarta :

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017.

2. Internet

H. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Pendahuluan

Alokasi

Waktu

Orientasi

1. Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa.

2. Guru bersama siswa berdoa untuk memulai pelajaran.

3. Guru memeriksa kehadiran siswa.

Motivasi

4. Guru memotivasi peserta didik untuk mempersiapkan fisik dan psikis

dalam mengawali pembelajaran.

Apersepsi

5. Guru menyampaikan tujuan serta manfaat pembelajaran yang akan

dilakukan.

6. Guru mengingatkan kembali materi pertemuan sebelumnya dengan

bertanya.

Pemberi Acuan

7. Guru memberi tahu materi pembelajaran yang akan dibahas saat ini.

10

menit

Kegiatan Inti Alokasi

Waktu

Mengamati

1. Peserta didik secara kelompok mengamati video pembacaan puisi dan

teks puisi Ibu karya D. Zawawi Imron.

2. Peserta didik membaca teks puisi tersebut.

3. Peserta didik mencermati bentuk dan isi puisi tersebut.

4. Peserta didik mengamati uraian materi mengenai :

Unsur-unsur Pembangun Puisi

20

menit

Menanya

Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan

pertanyaan berkenaan dengan unsur-unsur pembangun puisi.

10

menit

Mengumpulkan Informasi

Peserta didik secara kelompok mengumpulkan informasi yang relevan,

melalui kegiatan:

1. Mengamati teks puisi Ibu karya D. Zawawi Imron dan menggali

sebanyak-banyaknya mengenai unsur-unsur pembangun puisi dan isi

berdasarkan teks puisi tersebut.

30

menit

Mengasosiasi

1. Peserta didik secara kelompok berdiskusi untuk menyimpulkan hasil

temuan terkait unsur-unsur pembangun puisi dari segi fisik (bentuk) dan

batin (makna) dari teks puisi tersebut.

2. Peserta didik secara kelompok berdiskusi untuk menyimpulkan hasil

20

menit

temuan terkait isi teks puisi.

Mengkomunikasikan

1. Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian.

2. Kelompok lain memberi tanggapan dan komentar terhadap kelompok

yang presentasi.

20

menit

Kegiatan Penutup Alokasi

Waktu

Kegiatan Penutup

Peserta didik:

1. Membuat simpulan terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

2. Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.

Guru :

1. Memberikan penghargaan dan penguatan kepada peserta didik.

2. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk tugas perseorangan

10

menit

I. Penilaian Hasil Pembelajaran

1. Teknik Penilaian

a. Penilaian Kompetensi Sikap : Observasi

b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan : Tulis

c. Penilaian Kompetensi Keterampilan : Lisan

2. Instrumen Penilaian

a. Penilaian Kompetensi Sikap

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : VIII.1/1

Materi : Puisi

No Nama

Siswa

SIKAP

Skor Tanggung

Jawab Jujur Peduli

Kerja

sama Santun

Percaya

Diri Disiplin

1.

2.

3.

Kolom aspek perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut.

5 = sangat baik 4 = baik 3 = cukup 2 = kurang 1 = sangat kurang

b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan

No.

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Teknik

Penilaian

1. Menentukan unsur-unsur pembangun teks puisi. Tulis

2. Menjelaskan unsur-unsur pembangun dari segi fisik (bentuk). Lisan

3. Menjelaskan unsur-unsur pembangun dari segi batin (makna). Lisan

c. Penilaian Kompetensi Keterampilan

No.

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Teknik

Penilaian

1. Mengaitkan isi puisi pada kehidupan sehari- hari. Tulis

d. Pedoman Penilaian

No. Aspek yang dinilai Skor

Maksimal

1. Peserta didik mampu menentukan unsur-unsur pembangun

puisi. 20

2. Peserta didik mampu menjelaskan unsur-unsur pembangun

puisi dari segi fisik (bentuk). 30

3. Peserta didik mampu menjelaskan unsur-unsur pembangun

puisi dari segi fisik (bentuk). 30

4. Peserta didik mampu mengaitkan isi puisi pada kehidupan

sehari-hari. 20

Total Skor 100

Jakarta, ………………….

Kepala Sekolah

NIP/NIK.

Guru Mata Pelajaran

NIP/NIK.

DAFTAR UJI REFERENSI

Nama : Shabrina Maulida

NIM : 11140130000035

Jurusan/ Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi : Citra Ibu dalam Puisi Modern serta Implikasinya terhadap

Pembelajaran Sastra di Sekolah

No Daftar Referensi Halaman

Kutipan

Halaman

di Skripsi

Paraf

Pembimbing

1.

Asmani, Jamal Ma’mur. Mereguk

Kearifan Para Kiai. Jakarta: Elex Media

Komputindo. 2018.

164 33

2. Budianta, Melani dkk. Membaca Sastra.

Magelang: Indonesia Tera. 2008. 40 10

3. Endraswara, Suwardi. Metodologi Sastra

Bandingan. Jakarta: Bukupop. 2014. 202 93

4.

Fitrah, Muhammad dan Luthfiyah.

Metodologi Penelitian: Penelitian

Kualitatif, Tindakan Kelas, dan Studi

Kasus. Sukabumi: CV Jejak, 2017.

44 7

5.

Imron, D.Zawawi. “Berpuisi di Tengah

Malam”, dalam Pamusuk Eneste (ed.).

Proses Kreatif:Mengapa dan Bagaimana

Saya Mengarang Jilid 4. Jakarta:

KepuStakaan Populer Gramedia. 2009.

196

2

6.

Intisa, Indra. PUTIKA (Puisi Tiga Kata):

Teori dan Konsep. Yogyakarta:

Garudhawaca. 2015.

5 11

7.

Kartono, Kartini. Psikologi Wanita 1

Mengenal Gadis Remaja dan Wanita

Dewasa. Bandung: Mandar Maju. 2006.

16,17 79,85

8.

Kartono, Kartini. Psikologi Wanita 2:

Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek.

Bandung: Nuansa. 2007.

238-239,

24-25,33

85,95,

97

9. Mansyur, M. Aan. Kukila. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama. 2015. 187 38

10.

Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian

Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. 2014.

6, 12,

62-63,

120,

233-235

10,11,

15,119,

25

11. Pradopo, Rachmat Djoko dkk. Puisi.

Jakarta: Universitas Terbuka. 2008. 1.35 12

12. Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif.

Jakarta: Grasindo. 2010. 67 7

13.

Rokhmansyah, Alfian. Studi dan

Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal

Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha

Ilmu. 2014.

26, 17,

27,28

13,14,

17,18

14. Sayuti, Suminto A. Berkenalan dengan

Puisi. Yogyakarta: Gama Media. 2002.

15,329,

330,159,

174-175,

195, 104-

105, 170

12,12,

13,14,

14,

15,16,

20

15.

Sayuti Suminto A. “Sastra dalam

Perspektif Pembelajaran”, dalam Riris K.

Toha-Sarumpet (ed.), Sastra Masuk

Sekolah. Magelang: Indonesia Tera. 2002.

45 27

16. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori

Sastra. Jakarta: PT Grasindo. 2008.

108,113,

114,118,

119,122,

125

12,13,

13,14,

15,17,

18

17.

Sugihastuti. Wanita di mata Wanita:

Perspektif Sajak-sajak Toeti Heraty.

Bandung: Nuansa. 2000.

43,45,46,

95-108,

121,90

20,20,21,

23,

94,99

18. Surastina. Pengantar Teori Sastra.

Yogyakarta: Elmatera. 2018. 21, 19 11,17

19. Tarigan,Henry Guntur. Pengajaran Gaya

Bahasa, Bandung: CV. Angkasa. 2013. 121-123 16

20.

Timotius, Kris H. Pengantar Metodologi

Penelitian: Pendekatan Manajemen

Pengetahuan untuk Pengembangan

Pengetahuan. Yogyakarta:Andi. 2017.

5 6

21.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan. Jakarta: Kencana. 2017.

400 8

22.

Wachid B.S, Abdul. Religiositas Alam:

dari Surealisme ke Spiritualisme D.

Zawawi Imron. Yogyakarta: Gama Media.

2002.

69-70,

75-76,

72,64

31,32,

98,99

23. Wachid, Abdul. Membaca Makna dari

Chairil Anwar ke A.Mustofa Bisri. 143,139 35,92

Yogyakarta: Grafindo Litera Media. 2005.

24. Wachid B.S, Abdul. Sastra

Pencerahan.Yogyakarta: Saka. 2005. 221 32

25. Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi

Puisi. Jakarta: Erlangga. 2000.

97,78,83,

94,106,

107,125

13,14,15,

16,17,

18,19

26.

Warsiman. Membumikan Pembelajaran

Sastra yang Humanis. Malang:

Universitas Brawijaya Press. 2016.

20, 4 10,25

27.

Warsiman. Pengantar Pembelajaran

Sastra: Sajian dan Kajian Hasil Riset.

Malang: UB Press. 2017.

8,14 26,27

28. Wellek dan Warren. Teori Kesusastraan.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2014. 23 10

29.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan. Jakarta: Kencana. 2017.

400 8

30.

Zain, Labibah dan Lathiful Khuluq. Gus

Mus: Satu Rumah Seribu Pintu. Jakarta:

PT LKiS Printing Cemerlang. 2009.

149, 17,

180, 18,

34,35,

36,36

31.

Zeed, Mestika. Metode Penelitian

Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia. 2008.

3 8

32.

Abdul Aziz Rasjid, “Citra Ibu Pada Puisi :

Dalam Pengembaraan Penyair

Indonesia”,http://ejournal.iainpurwokerto.

ac.id/index.php/yinyang/article/view/210/

180, 20 Desember 2016.

- 28

33.

Buka Talks. “The Art of Saying the

Unsaid”.https://www.youtube.com/watch?

v=9QqsgzRKjMQ. 01 September 2018.

- 38

34.

Mansyur, M. Aan. “Ibu dan Puisi-

puisiku”.https://hurufkecil.wordpress.com

/2011/09/21/ibu-dan-puisi-puisiku/).20

Agustus 2018.

- 7

35.

Mualim, Fahrudin “Perbandingan Gaya

Bahasa pada Puisi Ibu karya KH. A.

Mustofa Bisri dan lirik lagu Kramat karya

Rhoma Irama serta Implikasinya terhadap

PembelajaranSastraIndonesia”.http://repos

itory.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456

789/29101/1/FAHRUDIN%20MUALIM-

FITK.pdf. 22 Desember 2018.

- 28

36.

Rahman, Jamal D. “D. Zawawi Imron

Duta Madura untuk Sastra Indonesia

Modern”.https://jamaldrahman.wordpress.

- 31

com/2008/08/20/d-zawawi-imron-duta-

madura-untuk-sastra- indonesia-modern/.

01 Agustus 2018.

37.

Susilo, Ley Faunani. “Kajian Struktur

Fisik pada Kumpulan Puisi Melihat Api

Bekerja Karya Aan Mansyur”.

http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/fil

e_artikel/2017/f43c10a29bf4a7b296fdc18

014cbd5fc.pdf. 25 November 2018.

- 29

38.

Setiadi, Hendarto. “Aan Mansyur: All

Poem are Love Poems”.

https://www.goethe.de/ins/id/id/kul/mag/2

0783608.html. 30 Agustus 2018.

- 38

39.

Tobing, Sorta. “Lapisan Pikiran Aan

Mansyur”. 2018.

https://beritagar.id/artikel/figur/lapisan-

pikiran-m-aan-mansyur. 30 Agustus 2018.

- 37

40.

Wachid, Abdul B.S. “Dinamika Puisi

Keagamaan di

Indonesia”.http://pbi.ums.ac.id/wp-

content/uploads/sites/15/2019/03/Abdul-

Wachid-BS_Dinamika-Puisi-Keagamaan-

di-Indonesia.doc).22 Juni 2019.

- 98

41.

Wardani, Farah. “Percakapan Kata dan

Rupa dalam Melihat Api Bekerja”.

https://medium.com/@hurufkecil/melihat-

api-bekerja-e29c529abe16. 04 September

2018

- 40

Jakarta, 14 Maret 2019

Pembimbing

Novi Diah Haryanti, M. Hum.

NIP. 198411262015032007

TENTANG PENULIS

Shabrina Maulida lahir di Jakarta pada tanggal 11

Agustus 1996. Perempuan yang merupakan anak dari

pasangan Amung Wijaya Abdullah dan Hj. Suryani ini

menempuh pendidikan awal di SDN Lebak Bulus 02 Pagi

(2002- 2008), MTs Darunnajah Ulujami (2008 - 2009),

Mts Negeri 3 Jakarta (2010-2011), MA Negeri 4 Jakarta

(2011-2014), dan kemudian melanjutkan pendidikan S1

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia.

Perempuan yang akrab dipanggil Shabrina ini memiliki ketertarikan

dengan puisi. Ketertarikannya tersebut mampu membawa dirinya untuk ikut di

berbagai perlombaan puisi. Selain itu, kemampuannya dalam membaca puisi juga

membuka peluang untuk tampil sebagai pembaca saritilawah Al-Quran dan juga

mengikuti perlombaan pidato di Madrasah Tasanawiyah dan Aliyah. Ia pernah

menjadi Juara II lomba Puitisasi Al-Quran Tingkat Mts se-DKI Jakarta tahun

2010 dan Juara II lomba Puisi Bahasa Arab Tingkat Nasional di UI tahun 2012.