Cinta Tanpa Batas

9
CINTA TANPA BATAS Gerimis masih turun sedari tadi. Cipratan air yang jatuh dari atap mengenai sepatu Afif yang mengkilat. Matahari mulai tampak. Sinar keemasan sore harinya menerangi pelataran ruang. “Kondisi fisiknya baik, tidak ada masalah. Kami sarankan Ibu dirawat di...” “Biar saya bawa pulang saja, Pak Dokter.” Gerakannya cepat, langsung menuju tempat tidur Sang perempuan. Wajahnya masih menunduk. Ia pun menggenggamnya erat. “Semuanya sudah baik-baik saja. Ayo kita pulang,” senyumnya merekah. “Orang jahat itu sudah pergi kan?” masih tersirat ketakutan di wajah Sang perempuan. “Iya, ayo kita pulang ke rumah baru. Supaya orang itu tidak tahu kita ada di sana.” Mereka pun bergandengan, lalu menjinjing koper besar yang dibawanya. Mereka tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Afif melihat mereka berjalan keluar. Matanya menyipit. Ia merasakan hal yang tak biasa. Ganjil. Rasa penasarannya mencuat. “Dok, pasien tadi rumahnya di mana?” tanya Afif pada salah satu dokter jaga IGD. “Yang mana? Suami istri tadi?” jawab Sang dokter sambil menulis lembaran rekam medis pasien. “Yap. Jauh gak rumahnya?” “Ikutin aja tuh mumpung belum jauh,” canda seorang mahasiswa perawat. Afif sigap berlari. Sang mahasiswa kaget, tak menyangka sarannya benar-benar diikuti. Sang dokter IGD hanya geleng-geleng kepala. Sepasang insan layaknya orang yang tengah jatuh cinta sedang duduk di taman tak jauh dari Rumah Sakit. Kaki mereka saling berayun seperti anak kecil. Sang perempuan sesekali tertawa dan mencubit- cubit Sang lelaki yang meringis-meringis kesakitan. Dunia seperti milik mereka saja. Dahi Afif mengernyit, ia membetulkan kaca mata minusnya. Sejauh ini, ia tak pernah menemukan hal menarik selain dua insan di hadapan

description

cinta

Transcript of Cinta Tanpa Batas

CINTA TANPA BATAS

Gerimis masih turun sedari tadi. Cipratan air yang jatuh dari atap mengenai sepatu Afif yang mengkilat. Matahari mulai tampak. Sinar keemasan sore harinya menerangi pelataran ruang.Kondisi fisiknya baik, tidak ada masalah. Kami sarankan Ibu dirawat di...Biar saya bawa pulang saja, Pak Dokter.Gerakannya cepat, langsung menuju tempat tidur Sang perempuan. Wajahnya masih menunduk. Ia pun menggenggamnya erat.Semuanya sudah baik-baik saja. Ayo kita pulang, senyumnya merekah.Orang jahat itu sudah pergi kan? masih tersirat ketakutan di wajah Sang perempuan.Iya, ayo kita pulang ke rumah baru. Supaya orang itu tidak tahu kita ada di sana. Mereka pun bergandengan, lalu menjinjing koper besar yang dibawanya. Mereka tersenyum dan mengucapkan terima kasih.Afif melihat mereka berjalan keluar. Matanya menyipit. Ia merasakan hal yang tak biasa. Ganjil. Rasa penasarannya mencuat.Dok, pasien tadi rumahnya di mana? tanya Afif pada salah satu dokter jaga IGD.Yang mana? Suami istri tadi? jawab Sang dokter sambil menulis lembaran rekam medis pasien.Yap. Jauh gak rumahnya?Ikutin aja tuh mumpung belum jauh, canda seorang mahasiswa perawat.Afif sigap berlari. Sang mahasiswa kaget, tak menyangka sarannya benar-benar diikuti. Sang dokter IGD hanya geleng-geleng kepala.Sepasang insan layaknya orang yang tengah jatuh cinta sedang duduk di taman tak jauh dari Rumah Sakit. Kaki mereka saling berayun seperti anak kecil. Sang perempuan sesekali tertawa dan mencubit-cubit Sang lelaki yang meringis-meringis kesakitan. Dunia seperti milik mereka saja.Dahi Afif mengernyit, ia membetulkan kaca mata minusnya. Sejauh ini, ia tak pernah menemukan hal menarik selain dua insan di hadapan matanya saat ini. Dua hari sudah ia di sini, jenuh dan membosankan. Apalagi ia lupa membawa komik kesukaannya.Ayo kita pulang Mas. Orang itu pasti sudah pergi, ujar Sang perempuan.Ke rumah kita yang baru?Yang lama saja. Di kulkas aku masih menyimpan cokelat yang enak. Aku mau, ia merajuk. Sang lelaki mengangguk. Mereka bergandengan lagi. Pulang.Afif membuntuti mereka perlahan, berusaha tak mencurigakan. Pasangan itu berjalan perlahan kemudian memasuki pekarangan rumah yang lebat ditumbuhi tanaman, lalu menghilang di antara rimbunnya rerumputan. Afif celingukan. Rasanya seperti berada di depan rumah hantu. Lalu ia pun mulai ragu dengan langkahnya. Benarkah dua sosok tadi adalah manusia?Afif menggelengkan kepalanya dan mengerjapkan mata. Ia merasa bodoh berpikir hal-hal mistis macam itu. Sudah jelas mereka tadi berobat ke Rumah Sakit. Mereka itu nyata.Pak, mereka itu siapa? Afif bertanya pada orang yang tiba-tiba lewat di hadapannya.Orang itu tampak heran. Ia memperhatikan Afif dari ujung rambut hingga ujung kaki.Orang gila, jawabnya singkat lalu pergi. Afif sudah menduganya. Memang tampak seperti tidak beres. Ia makin penasaran. Insting detektifnya muncul. Ya, akibat terlalu banyak baca komik dan novel detektif dibanding textbook kedokteran.Handphone Afif berbunyi dengan nada deringnya yang khas mengusik telinga. Didit, partner tugasnya menelepon. Tugas menanti dokter muda, batinnya.Hei, kamu ke mana aja sih? Makan yuk, laper nih, suara khas Didit memecahkan keheningan.Lagi misi penyelidikan, Bro, jawab Afif. Apa lagi ini? Ada yang kucingnya ilang? ujar Didit sambil tertawa. Afif teringat keberhasilannya memecahkan misteri hilangnya kucing peliharaan tetangga Didit.Bukan lah, ini lebih seru dong. Tapi hari ini udahan dulu, udah sore. Besok lanjut lagi deh. Tunggu aku di warung biasanya ya. Afif pun menekan tombol merah. Pembicaraan terputus. Ia melangkah pergi sambil berusaha mengingat-ingat kembali jalan yang ditelusurinya agar esok bisa kembali lagi.Tumben kita hari ini sepi panggilan, ujar Afif di sela-sela makan mereka.Didit tersedak. Jangan ngomong kata-kata kotor.Hah? Mananya yang kotor? Afif melotot.Maksudnya, itu haram diucapkan anak praktekan macam kita gini. Hmmm, tuh kan liat hapeku langsung bunyi, Didit tampak kesal.Haha. Oke Bos, saya berangkat. Habisin makanmu sana, aku gak nafsu! Afif pun melompat dari kursi. Ia pun berlari.Woy, pasien kita yang kemarin katanya mau bunuh diri!Apa???Didit buru-buru membayar lalu ikut berlari bersama Afif.Fif, sebenernya kita itu lagi stase apa sih? Bedah apa jiwa? Kok jadi kita yang kena batunya, Didit tampak kesal. Afif terbahak membayangkan ekspresi Didit saat memegangi tangan pasien yang nekat mau melepas infusnya.Setiap orang yang sakit itu tak lepas dari kelabilan kondisi psikisnya Bro, jawab Afif sok keren.Kayak kamu itu. Labil, dengus Didit kesal.Oiya aku jadi inget. Misi penyelidikanku itu tentang orang skizofren. Baru dugaan sih, tapi ya udah 99% lah, ujar Afif bersemangat.Skizofrenia? Gangguang jiwa maksudnya? Didit bergidik.Apaan sih Dit, seru lagi. Mau ikut yuk! ajak Afif.Belum masuk stase jiwa ah, belum ngerti. Kamu aja sana. Tapi aku gak nanggung risikonya ya. Orang gila tu lebih bahaya daripada orang waras! Didit bergidik lagi.Oke kalau gak mau gabung dalam misi! Aku gak kenal kamu lagi! Didit cuek saja dengan ancaman Afif.Pagi-pagi sekali Afif sudah memulai rutinitas joggingnya. Didit masih tertidur pulas. Rute perjalanannya pun berubah, menuju rumah pasangan aneh itu. Langit masih gelap. Lampu penerangan jalan masih menyala, begitu pula lampu rumah-rumah lainnya. Tetapi rumah ini berbeda. Lampu terasnya mati, dari jendela tampak cahaya berpendar. Namun bukan lampu, melainkan seperti cahaya lilin yang temaram.Tiba-tiba gorden jendela terbuka. Seorang perempuan dengan rambut acak-acakan tampak menyeringai. Afif kaget bukan main. Ia lari terbirit-birit, seperti melihat hantu. Setelah berlari sejauh setengah kilometer ia baru tersadar. Bisa jadi seseorang dalam bahaya di sana.Afif berbalik arah, kembali ke rumah tadi. Ia memberanikan diri masuk ke dalam pekarangan rumah yang lebat, menuju pintu lalu mengetuknya dengan keras.Permisi Pak, tolong buka pintunya, Afif terengah-engah. Tidak ada jawaban. Ia mengintip melalui jendela. Seisi rumah tampak berantakan, meskipun ia hanya bisa melihatnya samar-samar karena cahaya yang terbatas. Ia beralih ke jendela samping, mencoba mengintip. Letaknya yang cukup tinggi membuat Afif sulit menjangkaunya. Tapi ia mendengar samar-samar suara minta tolong.Afif kembali ke pintu depan, berusaha membuka pintu secara paksa. Ajaib, pintunya tidak terkunci. Ia pun masuk, mencari arah sumber suara lirih yang ia dengar. Lalu didapatinya seorang laki-laki yang terikat di dipannya. Buru-buru Afif melepas ikatannya.Sani ada di dapur, laki-laki itu menunjuk ke arah luar kamar. Afif bergegas ke sana. Ia melihat seorang perempuan sedang duduk sambil mengunyah sebatang coklat. Wajahnya kotor, belepotan terkena cokelat.Mau? ia menyodorkan cokelatnya pada Afif. Rasanya Afif mau pingsan saja melihat kejadian di depan matanya. Ia tak percaya. Kakinya gemetar.Saya mohon jangan beritahukan kejadian ini pada siapa-siapa, tiba-tiba Sang lelaki mencengkeram tangan Afif.Tapi Pak, Anda dalam bahaya, suara Afif bergetar.Biarlah ini semua jadi tanggung jawab saya. Saya pasti akan lebih berhati-hati, ujar lelaki itu, memelas.Sudah berapa lama dia seperti ini? Maaf, hubungan Bapak dan Ibu ini? Afif tampak ragu.Dia istri saya, lelaki itu tertunduk. Sudah 2 tahun. Sejak kami belum menikah.Afif terperanjat. Ia tak percaya.Ba...Bapak menikahi orang. Hmmm. Baiklah. Jadi Bapak sudah tahu keadaan Ibu sejak awal? Afif mulai dapat menguasai diri.Ya. Saya menerimanya Mas. Saya yang menanggung semuanya, tiba-tiba Sang lelaki terisak.Bapak harus tenang dan berpikir jernih. Ibu ini harus dirawat di tempat yang lebih baik, Afif mencoba membujuknya.Saya tidak mau dia menderita. Biarlah saya yang menderita. Dia begini karena saya, lelaki itu terisak lebih keras. Namun isakannya kemudian kalah dengan kerasnya suara dengkuran. Sang perempuan yang tidak lain adalah istrinya telah tertidur pulas sambil terduduk.Baiklah, Bapak tenangkan diri ya. Saya pulang dulu. Nanti saya kembali lagi ke sini, ujar Afif sambil menepuk pundak Sang lelaki. Ia pun pergi meninggalkan Sang lelaki yang tengah berlutut dan Sang perempuan yang mendengkur keras. Kepala Afif terasa pening. Ia buru-buru kembali ke Rumah Sakit.Dit, kamu pasti tidak percaya sama ceritaku, Afif mencegat Didit yang telah berpakaian rapi dengan jas putihnya.Mandi sana, udah siang. Waktunya follow up pasien Bro, Didit meninggalkan Afif begitu saja. Afif tampak kesal, namun ia mengikuti saran temannya itu. Matahari mulai tinggi. Saatnya kembali pada rutinitas yang seharusnya.Fif, sorry tadi belum sempet cerita ya. Pasti tentang orang gila itu. Sudah kuduga kamu pasti ke sana, ujar Didit saat Poliklinik telah sepi pasien.Kita harus berbuat sesuatu, Dit. Ini udah bahaya banget, ujar Afif panik.Tenang Bro, pelan-pelan ngomongnya.Afif pun menceritakan semua hal yang dialaminya. Didit setuju untuk bergabung dalam misi Afif. Namun ia masih tampak ragu. Ia khawatir akan keselamatan mereka.Afif menarik tangan Didit, tergesa-gesa. Didit nampak kesulitan mengikuti langkah Afif yang cepat. Mereka menghadang rimbunnya semak belukar di pekarangan rumah itu.Separah inikah? Didit tampak ketakutan. Afif membuka pintu rumah. Lagi-lagi tidak terkunci. Rumah ini sudah kembali rapi, tak seperti tadi pagi. Afif menyusuri tiap ruangan. Sepi. Tak ada tanda-tanda penghuninya akan nampak.Pak.... Bu.... Afif mulai memanggil. Ia menambah cermat pencariannya hingga ke seluruh penjuru ruangan.Nihil, Fif. Mereka menghilang, ujar Didit ketakutan. Jangan-jangan mereka bukan manusia.Mereka pasti ke rumah baru! teriak Afif. Didit keheranan. Ia tak mengerti apa yang diucapkan temannya itu. Afif berlari ke luar kemudian masuk ke kebun belakang rumah yang lebih rimbun dibanding pekarangannya. Didit mengikuti sambil terengah-engah. Ia pun tak percaya saat menemui sebuah gubuk kecil di pojok kebun itu.Afif langsung membuka pintunya. Seorang perempuan menjerit.Orang jahatnya datang lagi! kemudian mengacungkan sapu pada Afif. Afif mengangkat kedua tangannya. Didit terpaku di luar, ia tak berani masuk.Pergi kamu! Orang jahat! tiba-tiba Sang lelaki datang dan memeluk Sang perempuan, lalu membawanya masuk. Didit pun menarik Afif keluar.Afif, kita gak bisa menangani ini sendiri! Percayalah! Kita butuh bantuan orang lain. Kita dalam bahaya!--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Hari ini hari pertama Afif bertugas di Rumah Sakit Jiwa. Dengan wajah sumringah, ia melangkahkan kakinya dengan riang.Tunggu aku dong! Didit, partner setianya berteriak dari jauh.Kenapa Dit? Takut ya? Afif terbahak. Mereka melewati koridor bangsal. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka dari balik pagar besi.Memang menyeramkan. Pantas saja pasienmu itu gak mau dibawa ke sini, Didit bergidik.Tu mereka! ujar Afif sambil menunjuk ke sebuah gubuk peristirahatan. Terlihat sepasang laki-laki dan perempuan begitu akrab bersenda gurau. Sang laki-laki memakai baju rawat Rumah Sakit. Sang perempuan tampak sangat berbeda, cantik dan rapi. Tampaknya ia membawakan makanan untuk suaminya.Jadi Ibu itu sudah keluar? Malah suaminya yang masih di sini, ujar Didit.Ya, aku pikir cuma istrinya yang sakit jiwa, ternyata suaminya lebih parah. Untung saja waktu aku ke sana sendiri, gak terjadi apa-apa, Afif mengelus dada.Jadi sebenernya Bapak itu ditali sama istrinya karena dia mengamuk semaleman? Rumahnya acak-acakan itu karena ulah Bapak itu kan, bukan istrinya? ujar Didit setengah mencemooh Afif.Ya, detektif kan juga bisa salah. Yang penting sekarang happy ending, kilah Afif. Didit tertawa.Tapi kamu belum cerita semuanya Fif. Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka, Didit mencoba menyamai langkah Afif yang lebar.Kamu anamnesis sendiri aja sana. Nanti kan kita harus presentasi kasus, ya kamu pake aja kasusnya. Gejalanya masih keliatan kok, Afif terbahak. Ia kemudian berlari. Didit pun berusaha mengejarnya. Mereka malah tampak seperti sepasang dokter muda yang terlalu menghayati stasenya.----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Seorang Laki-laki usia 30 tahun dengan Skizofrenia Paranoid, Dokter.Ya, silahkan.Pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit Jiwa oleh warga sekitar karena menyembunyikan istrinya di gubuk belakang rumahnya.Lanjutkan.Pasien ditemukan warga di gubuk belakang rumahnya sedang mengamuk sambil memeluk istrinya. Pasien menyembunyikan istrinya karena takut istrinya dibawa ke Rumah Sakit Jiwa. Sehari sebelumnya, pasien membawa istrinya ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah karena istrinya menangis seharian dan tidak mau makan. Pasien merasa penyebabnya adalah karena istrinya takut pada orang jahat. Saat dikatakan bahwa istrinya tidak sakit secara fisik tetapi butuh dirawat kejiwaannya, pasien malah meminta pulang. Esok paginya, saat warga datang, rumahnya sangat berantakan dan pasien dalam keadaan terikat di dipannya, sementara istrinya berada di dapur sedang makan. Warga segera membebaskan pasien karena mengira pasien dianiaya istrinya yang gila. Saat dibujuk untuk membawa istrinya ke Rumah Sakit Jiwa, pasien malah menangis dan memohon agar hal ini dirahasiakan. Ia mengatakan akan bertanggungjawab sepenuhnya karena penyebab istrinya menjadi seperti ini adalah dia.Hmmmmmm.Saat warga datang kembali siang harinya, pasien dan istrinya tidak ada di rumahnya dan ditemukan berada di dalam gubuk kecil di belakang rumahnya. Pasien mengaku mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya menyembunyikan istrinya agar tidak dibawa ke Rumah Sakit Jiwa.Diagnosis istri pasien?Gangguan Bipolar, Dokter. Saat ini sudah terkontrol dan menjalani rawat jalan.Alloanamnesisnya?Iya setelah ini saya bacakan Dokter.Siapa yang kamu tanya maksud saya.Istrinya, Dokter.Sudah tau istrinya ada riwayat gangguan jiwa. Kamu bisa mempercayai keterangannya?Lalu hening.----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Bu, setelah Ibu benar-benar menyadari bahwa Bapak mengalami gangguan jiwa, Ibu masih bersedia mendampinginya? tanya Afif.Dia adalah yang satu-satunya saya miliki. Setelah kedua orang tua saya meninggal saat itu. Saya sangat shock hingga menjadi seperti orang gila. Kadang saya merasa sedih sekali, tetapi kadang saya merasa senang entah kenapa. Saya merasa diri saya aneh, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Saat itu saya mengenal Bapak. Dia sangat perhatian dan mau menerima saya apa adanya, perempuan itu terisak.Setahu saya dia itu setiap hari minum obat, tetapi tidak tahu apa. Pernah sekali dia itu aneh. Diam dan menyendiri di pojok rumah. Katanya ada orang jahat. Kemudian saya mulai ditakut-takuti, bahwa ada orang jahat yang mengincar kami, jadi saya harus menikah dengannya agar ia bisa melindungi saya. Entah kenapa saya percaya padanya dan mau menikah dengannya. Setiap pagi dia melihat curiga ke luar jendela. Waktu saya tanya ada apa, katanya dia takut polisi menemukannya di sini. Saya bingung tapi saya percaya saja, ia melanjutkan ceritanya.Lalu tiba-tiba ia mengamuk. Saya ikat saja dia di dipan waktu dia tidur.Bapak bilang Ibu jadi aneh karena dia? tanya Afif lagi.Ya, belakangan saya tahu kalau orang tua saya kecelakaan di jalan dekat rumahnya. Sebelum orang tua saya kecelakaan, dia membuang kulit pisang di jalan itu untuk mencelakai orang lain. Tetapi malah orang tua saya ditabrak mobil di sana. Dia mungkin beranggapan kalau orang tua saya celaka karena kulit pisang itu, ia tersenyum masam.Jadi, Ibu masih menerima Bapak?Ya, selamanya saya adalah istrinya. Dia begitu mencintai saya dengan caranya. Saya yakin cintanya tulus dan tanpa batas. Maka saya juga harus membalasnya semampu saya, kali ini ia terisak.Afif terdiam. Ia membiarkan perempuan itu larut dalam isakannya. Awalnya ia pikir, Sang laki-laki yang begitu hebat dapat menerima kekurangan Sang perempuan dan tulus mencintainya. Namun ternyata banyak hal yang tidak dipahaminya. Mereka mencintai pasangannya dengan caranya masing-masing. Sesuatu yang tampak, tidak selamanya itu yang sesungguhnya terjadi. Afif berjanji akan berusaha memahami dengan lebih baik. Mendalami jiwa-jiwa yang tak tersentuh dan bahkan mungkin dikucilkan orang lain.Hei calon psikiater! sapa Didit.Gimana presentasi kasusmu? tanya Afif sambil nyengir.Kamu jahaaaaat!Mereka pun kembali berkejar-kejaran. Kali ini bagaikan sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta, seperti di film-film Bollywood.