Cimetidine
-
Upload
erda-indranata -
Category
Documents
-
view
41 -
download
4
description
Transcript of Cimetidine
Cimetidine
A. Sifat Fisikokimia
Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :
Rumus struktur
Rumus molekul : C10H16N6S.
Berat molekul : 252,34.
Nama Kimia : 2-Siano-1-metil-3-{2-{{(5-metilimidazol-4-il)
Metil}tio}etil)guanidin.
Kandungan : Tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C10H16N6S, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih; praktis. Tidak
Berbau atau bau merkaptan lemah.
Kelarutan : Larut dalam etanol, dalam polietilen glikol 400; Mudah
larut
dalam metanol; agak sukar larut dalam isopropanol; sukar
larut dalam air dan dalam kloroform; praktis tidak larut
dalam eter.
Titik lebur : Antara 139° dan 144°.
Baku pembanding : Cimetidine BPFI; lakukan pengeringan pada suhu
110° C
selama 2 jam sebelum digunakan.
B. Farmakologi Umum
Cimetidine merupakan antagonis kompetitif histamin pada reseptor H2 dari sel
parietal sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung. Cimetidine
juga memblok sekresi asam lambung yang disebabkan oleh rangsangan makanan,
asetilkolin, kafein, dan insulin. Cimetidine digunakan untuk pengobatan tukak lambung
atau usus dan keadaan hipersekresi yang patologis, misal sindrom Zolinger – Ellison
(Siswondono dan Soekardjo, 1995).
C. Farmakodinamik
Obat ini secara farmakologis hanya memblok reseptor histamine H2. Relative
selektif, tidak memblok reseptor H1 atau reseptor otonomik. Efek klinisnya adalah
menurunkan sekresi asamlambung. Selain itu juga mempunyai efek memblok
kardiovaskuler dan mast cell H2 receptor-mediated, tetapi tidak digunakan untuk terapi.
Cimetidine digunakan untuk pengobatan tukak peptikum duodenum, tukak
lambung, esofagitis erosif dan hipersekresi (Katzung, 2001).
Selain itu Cimetidine digunakan juga sebagai pencegahan dan pengobatan ulkus
duodenum yang sedang aktif khususnya diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek
pada ulkus duodenum akut maupun ulkus gaster ringan yang sedang aktif, mencegah
kambuhnya ulkus gastrik dan ulkus duodenum, pengobatan hipersekresi asam lambung
yang patologis, seperti pada Zollinger-Ellison Syndrome, pengobatan ulkus gastrik aktif
non malignancy, pengobatan pada perdarahan lambung dan intestinal yang disebabkan
ulkus gaster, ulkus doudenum dan gastritis haemorrhagic dan pencegahan aspirasi asam
lambung ke dalam paru, sebelum dilakukan pembiusan.
Tidak diketahui adanya kontra Indikasi terhadap penggunaan Cimetidine.
D. Farmakokinetik
Cimetidine dapat dicerna secara cepat dalam saluran cerna, kadar plasma tertinggi
dicapai dalam 1 jam bila diberikan dalam keadaan lambung kosong dan 2 jam bila
diberikan bersama – sama dengan makanan (Siswondono dan Soekardjo, 1995).
1. Dosis
a. Oral
Pengobatan ulkus gaster dan ulkus duodenum : 400 mg dua kali per hari, pagi
setelah makan dan sebelum tidur malam hari atau 200 mg tiga kali per hari
bersama makan dan 400 mg sesaat sebelum tidur, selama 4 - 8 minggu. Obat-
obat antasid hendaknya ditambahkan untuk mempercepat berkurangnya rasa
nyeri. Pemberian secara simultan hendaknya dihindari, karena antasid
mengurangi penyerapan cimetidine
Keadaan hipersekresi yang patologis seperti pada Zollinger Ellison Syndrome
200 mg tiga kali perhari bersama makan dan 400 mg menjelang tidur malam.
Jika perlu dosis dapat ditingkatkan 400 mg empat kali perhari dan menjelang
tidur. Dosis hendaknya disesuaikan dengan masing-masing kondisi penderita
dan tidak melebihi 2 gr per hari, dan hendaknya diberikan sepanjang indikasi
klinis memang membutuhkan.
Ulkus Gastrik akut, direkomendasikan untuk diberikan dengan dosis 200 mg 4
kali per hari dan 400 mg pada saat menjelang tidur malam dan diberikan
selama 6 - 8 minggu
Untuk mencegah ulkus duodenum berulang, dosis yang direkomendasikan
adalah 400 mg menjelang tidur dan pemberian hendaknya tidak lebih dari 1
tahun
Pada penderita dengan gangguan fungsi hepar, dosis harus dikurangi
b. Injeksi
Harus diberikan perlahan-lahan (2 menit)
Intramuskuler : 200 mg (1 ampul) setiap 4 – 6 jam, tanpa diencerkan.
pemberian secara I.M. akan menyebabkan rasa nyeri yang bersifat sementara
pada tempat penyuntikan.
Intravena :
a. Intermittent Bolus : 200 mg (1 ampul), encerkan dengan NaCl 0,9% atau
cairan lain yang sesuai, sampai mencapai volume 20 ml Injeksikan
dengan perlahan selama 2 menit. Pemberian yang terlalu cepat akan
menyebabkan aritmia dan hipotensi,. Pemberian dapat diulang selang 4 - 6
jam sekali
b. Per Infus : 200 mg (1 ampul) diencerkan dengan 100 ml Dekstrose 5%
atau cairan lain yang sesuai, diberikan selama 15 – 20 menit. dapat diulang
tiap 4 - 6 jam atau lebih sering lagi, tetapi dosis maksimum per hari tidak
elbih dari 2 gr per hari
c. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis harus disesuaikan
dengan keadaan penderita. dosis yang dianjurkan 200 mg 2 kali per hari
per oral maupun I.V. Jika perlu frekuensi dapat ditingkatkan menjadi tiap
8 jam. Karena cimetidine turut dikeluarkan saat hemodialisa, maka
pemberiannya hendaknya diberikan setelah menjalani dialisa.
d. Bila disertai gangguan liver, pengurangan dosis lebih lanjut perlu
dipertimbangkan.
E. Toksisitas
Cimetidine dapat menimbulkan efek samping seperti diare, pusing, kelelahan dan
rash (Siswondono dan Soekardjo, 1995).
Cimetidine merupakan inhibitor enzim metabolism obat di liver yang poten dan
juga menurunkan aliran darah hepar. Cimetidine dosis besar mempunyai efek
antiandrogen.
Pengobatan dengan cimetidine mungkin akan menyebabkan diare ringan, pusing
dan kemerahan pada kulit. Sakit kepala, sakit persendian dan nyeri otot yang bersifat
reversibel pernah dilaporkan.
Kondisi "confuse" seperti "mental confuse", agitasi, depresi, kecemasan,
halusinasi, disorientasi, pernah dilaporkan, khususnya pada penderita-penderita dengan
penyakit yang kritis, usia lanjut dan penderita dengan gangguan fungsi liver atau ginjal.
Ginekomasti, pernah dilaporkan pada penderita yang mendapat pengobatan
selama satu bulan atau lebih, khususnya pada penderita keadaan hipersekresi patologis.
Kondisi ini bisa menetap maupun bersifat reversibel jika pengobatan dilanjutkan.
Impotensi yang bersifat reversibel pernah dilaporkan terjadi pada penderita
hipersekresi patologis yang mendapat pengobatan selama 12 bulan dengan dosis yang
tinggi. Juga pernah dilaporkan rambut rontok, neutropenia, agranulocytosis,
trombositopeni, anemia aplastic.
Jika terjadi overdosis, tidak terdapat antidotnya. Pengelolaan jika terjadi
keracunan adalah dengan mengeluarkan obat yang masih belum terserap dari usus,
monitoring tanda-tanda vital dan terapi pendukung lainnya (supportive terapy). Toksisitas
lebih dari 10gr pernah dilaporkan.