Cholinesterase Dan Mekanisme Keracunan Pestisida

download Cholinesterase Dan Mekanisme Keracunan Pestisida

of 7

description

cholines

Transcript of Cholinesterase Dan Mekanisme Keracunan Pestisida

Cholinesterase dan Mekanisme Keracunan PestisidaPestisida (pesticide) berasal dari kata pest atau hama dan cide atau memberantas. Menurut FAO pestisida adalah setiap zat atau campuran yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vektor pada manusia atau penyakit pada binatang serta tanaman yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan kerusakan.

Menurut Undang-Undang Nomor : 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman (Pasal 1), disebutkan bahwa pestisida adalah zat atau senyawa kimia, atau zat perangsang tumbuh, bahan lain serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan bagi tanaman. Pestisida dapat diartikan juga sebagai zat kimia jasad renik, virus atau bahan lain yang digunakan untuk berbagai kebutuhan pertanian, antara lain mengendalikan serta mencegah hama, memberantas atau membunuh rumput-rumputan, mengatur pertumbuhan tanaman yang bertujuan agar tanaman mencapai produktivitas maksimal.

Berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan pestisida terdiri dari beberapa jenis antara lain :Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.

1. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.

2. Bakterisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa membunuh bakteri.

3. Nematisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa membunuh nematoda.

4. Akarisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba.

5. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.

6. Moluskisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot serta teripisan yang banyak terdapat ditambak.

7. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

8. Pestisida lain; a. Pisisida adalah pestisida untuk membunuh ikan mujair; b. Algisida adalah pestisida untuk membunuh ganggang; c. Avisida adalah pestisida untuk membunuh burung; d. Larvisida adalah pestisida untuk membunuh ulat; e. Pedukulusida adalah pestisida untuk membunuh kutu; f. Silvisida adalah pestisida untuk membunuh pohon hutan atau sisa pohon; g. Ovisida adalah pestisida untuk membunuh telur; h. Piscisida adalah pestisida untuk membunuh predator; i. Termisida adalah pestisida untuk membunuh rayap ; j. Arborisida adalah pestisida untuk membunuh semak dan belukar; k. Predasida adalah pestisida untuk membunuh hama vertebrata.

Pestisida merupakan bahan kimia yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya pestisida bersifat racun. Sistem kerja yang sifatnya sebagai racun digunakan untuk membunuh organisme pengganggu tanaman. Sistem kerja pestisida dengan menghambat enzim kholinesterase. Keracunan pestisida dapat diketahui melalui dua cara, yaitu pemeriksaan laboratorium dan dengan melihat gejala-gejala yang ditimbulkannya (keluhan subjektif). Pada dasarnya setiap bahan aktif yang terkandung dalam pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbeda-beda. Gejala keracunan (keluhan subjektif) dari golongan organofosfat dan karbamat antara lain timbul gerakan otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak keringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakan dan akhirnya pingsan.

Mekanisme keracunan pestisidaPenggunaan pestisida untuk mengendalikan hama tanaman mengandung risiko kecelakaan pada manusia. Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Dampak dari keracunan pestisida ini dibedakan menjadi dua yaitu keracunan akut dan kronis.

Beratnya tingkat keracunan berhubungan dengan dengan tingkat penghambatan kholinesterase dalam darah.

Kemampuan zat meracuni tubuh berbeda untuk tiap zat, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang terkandung dalam racun maupun faktor diluar zat racun. Kemampuan suatu zat meracuni tubuh antara lain dipengaruhi oleh :

1. Sifat fisik bahan kimia (gas; uap; debu; kabut; fume; awan; dan asap)

2. Dosis atau jumlah dan konsentrasi racun yang masuk dalam tubuh

3. Lama paparan;

4. Sifat kimia dari zat racun seperti jenis persenyawaan; besar molekul; kelarutan dalam jaringan tubuh; dan jenis pelarut

5. Jalan masuk racun kedalam tubuh (pernafasan, pencernaan, kulit, selaput lender)

6. Faktor host atau pejamu seperti umur, jenis kelamin, derajat kesehatan tubuh, toleransi, kebiasaan, nutrisi, faktor genetic.

Menurut data yang ada golongan pestisida yang banyak digunakan pertanian Indonesia adalah golongan organofosfat dan karbamat, suatu golongan pestisida yang dikenal sebagai inhibitor untuk enzim cholinesterase. Beberapa zat yang terkandung dalam pestisida (seperti golongan organofosfat dan karbamat) mampu mengurangi kamampuan enzim cholinesterase untuk menghidrolisa asetilcholin, sehingga laju penyampaian rangsangan pada impuls saraf terhambat dan pada akhirnya akan menyebabkan kelainan fungsi sistem saraf (Rasyid, 1995).

Jika terjadi keracunan pestisida golongan organofosfat dan karbamat akan menurunkan aktivitas enzim cholinesterase pada tingkat tertentu sesuai dengan tingkat keracunannya. Sebetulnya selain dengan melihat aktivitas enzim cholinesterase, keracunan pestisida dapat diketahui dengan cara melihat gejala-gejala yang ditimbulkannya atau keluhan subjektif.

Enzim cholinesterase sangat penting terutama untuk kerja sistem saraf. Hidrolisis asetilcholin oleh enzim cholinesterase menghasilkan asam asetat dan cholin yang berfungsi sebagai perantara kimia pada sinapsis sistem saraf otonom sehingga rangsangan yang sampai dapat diteruskan. Tinggi rendahnya aktivitas enzim cholinesterase menjadi indikator tinggi rendahnya tingkat keracunan.

Derajat pengaruh racun pada tubuh seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain umur; jenis kelamin; derajad kesehatan tubuh; daya tahan; nutrisi; tingkat kelemahan tubuh; faktor genetik; kondisi sinergi bahan kimia; dan status endocrine. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi faktor yang memperberat atau mempercepat timbulnya keracunan atau justru sebagai barier sehingga kasus keracunan tidak sampai terjadi.

Ketika seseorang terpapar pestisida golongan organofosfat, cholinesterase akan berikatan dengan pestisida tersebut yang bersifat ireversible. Akibatnya tidak terjadi reaksi dengan asetilcholin secara baik. Dalam pemeriksaan akan nampak terjadinya penurunan aktivitas cholinesterase atau peningkatan kadar asetilcholin. Penurunan aktivitas cholinesterase dalam eritrosit dapat berlangsung hingga 1 3 minggu, sedangkan penurunan aktivitas cholinesterase dalam trombosit dapat berlangsung hingga 12 minggu atau 3 bulan (Siswanto, 1991)

Sebagaimana diketahui, salah satu kemampuan enzim cholinesterase adalah menghidrolisa asetilcholin dan merubahnya menjadi cholin dan asam asetat. Atau dengan kata lain mampu mengubah derajad asam dan basa. Melalui kemampuan hidrolisa ini kemudian dijadikan dasar untuk mengetahui keberadaan enzim ini. Di laboratorium, prosedur pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan sampel darah yang ditambah larutan indikator bromothymol blue dan larutan substrat acetylcholine perchlorate, kemudian dibiarkan beberapa menit sesuai dengan waktu pengukuran. Aktivitas enzim cholinesterae dalam darah dapat dijadikan indikasi keberadaan pestisida dalam darah.

Namun penting untuk diperhatikan, bahwa penurunan aktivitas enzim cholinesterase dapat juga terjadi pada beberapa penyakit, terutama penyakit yang menyerang hati. Infeksi virus pada hati dikenal dengan hepatitis, baik yang akut maupun yang kronis dapat menurunkan aktivitas enzim cholinesterase antara 30 % 50 %, sedangkan pada penyakit serosis hepatitis yang lanjut dan tumor hati ataupun tumor lainnya yang berfermentasi ke hati dapat menurunkan aktivitas enzim cholinesterase sebanyak 50 % 70 %.

Klasifikasi tingkat keracunan berdasarkan persentase cholinesterase dalam darah menurut Sumamur (1987), antara lain sebagai berikut :

1. Aktivitas cholinesterase dalam darah antara 76% -100% belum dianggap suatu keracunan sehingga tenaga kerja masih dapat terus bekerja dan dilakukan pemeriksaan ulangan di waktu yang dekat.

2. Aktivitas cholinesterase dalam darah antara 51% 75% kemungkinan ada keracunan sehingga tenaga kerja perlu melakukan pemeriksaan kesehatan ulang dan bila telah dipastikan, maka tenaga kerja tersebut masih boleh bekerja selama dua minggu. Kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan ulang.

3. Aktivitas cholinesterase dalam darah antara 26% 50%, dapat diartikan telah terjadi keracunan yang gawat, jika diyakini tenaga kerja tersebut tidak boleh bekerja dengan pestisida dari golongan apapun juga. Tenaga kerja tersebut harus mendapat pemeriksaan dan pengobatan dari dokter bila terlihat tandatanda ia sakit.

4. Aktivitas cholinesterase dalam darah pada kadar 0 % 25 %, telah terjadi keracunan sangat gawat sehingga tenaga kerja tidak boleh bekerja dan harus menjalani perawatan dan pengobatan dokter.

Sedangkan menurut Depkes RI (1992), diagnosa gejala keracunan dapat dilakukan dengan uji (test) kholinesterase dengan tingkat keracunan 75 -100% kadar kholinesterase termasuk normal, 50 75% termasuk keracunan ringan, 25 5% termasuk keracunan sedang dan 0 25 % termasuk keracunan berat.

Upaya-upaya mencegah terjadinya keracunan di tempat kerja :

1. Unit-unit operasi yang menimbulkan gas atau uap ke udara harus memakai sistem tertutup dengan ventilasi keluar setempat. Ventilasi umum dan dilusi biasanya tidak memadai.

2. Corong ventilasi keluar harus menutupi unit operasi sesempurna mungkin agar dihindari pencegahan bahan kepada pekerja ditempattempat lain.

3. Bahan-bahan harus diangkut dengan alat angkut mekanik selama pengangkutan demikian mu ngkin dilaksanakan.

4. Tempat-tempat pengolahan bahan berbahaya harus berlantai dan berbangku kerja yang tak tembus, agar semuanya mudah dibersihkan sehingga dapat dicegah penimbunan bahan-bahan baik padat maupun cair yang berbahaya. Selain itu harus ada saluran-saluran air, agar tempat kerja tersebut mudah sering dicuci.

5. Bubuk-bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vacu m.

6. Menyapu harus secara basah atau kadang-kadang dipakai minyak untuk persenyawan tertentu.

7. Cairan yang tumpah harus dibuang dengan mencuci.

8. Untuk ventilasi umum harus dipakai udara segar, dan tidak dipakai udara berulang kali.

9. Sedapat mungkin di usahakan subsitusi dengan bahan-bahan yang kurang toksik.

10. Suhu harus diatur, apabila terdapat bahan-bahan yang mengalami dekomposisi oleh panas.

11. Udara tempat kerja tidak boleh mengandung bahan-bahan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB), (Sumamur, 1987)

Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas serangga di rumah, perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh : basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, diazinon,dll.

Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah pertumbuhan jamur/ cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun. Contoh : tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.

Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salahsatu contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh virus CVPD yang meyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu.

Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya harus hati-hati, karena dapat mematikan juga hewan ternak yang memakannya. Contohnya : Warangan.

Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian akar dan umbi tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.

Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh ammonium sulfonat dan pentaklorofenol Akarisida, berasal dari kata akari yang berasal dari bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida juga sering disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.

Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk melawan alge.

Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung.

Bakterisida, berasal dari bahasa latin bacterium atau kata yunani bacron. Berfungsi melawan bakteri.

Fungisida, berasal dari bahasa latin Fungus atau kata yuna sponges yang berarti jamur. Berfungsi untuk memberantas jamur atau candawan.

Herbisida, berasal dari bahasa latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu)

Insektisida, berasal dari kata latin Insectum yang berarti potongan, keratin atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga.

Larvisida, berasal dari kata Yunani Lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva.

Molluksisida, berasal dari kata Yunani Molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi untuk membunuh siput

Nematisida, berasal dari kata Latin nematode atau bahasa Yunani berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematode (semacam cacing yang hidup di akar).

Ovisida, berasal dari kata Latin Ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur.

Pedukusida, berasal dari kata latin pedis yang berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.

Piscisida, berasal dari kata Yunani pescis yang berarti ikan. Berfungsi untuk membunuh ikan.

Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat seperti tikus.

Predisida, berasal dari kata Yunani preda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk membunuh pemangsa (predator).

Silvisida, berasal dari kata Latin silva yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh pohon.