cholestasis
-
Upload
abdurrahman-arsyad-as-siddiqi -
Category
Documents
-
view
240 -
download
0
Transcript of cholestasis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.1 Ikterus
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang
menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi
darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah
biasanya pertama kali menjadi kuning. 3 Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di
sklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43
umol/L). Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk: 0-0.3 mg/dL, dan total
bilirubin: 0.3-1.9 mg/dL.4
Gambar 1. Sklera ikterik5
1.2 Patofisiologi
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung
dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik, masih relevan. Pentahapan yang
baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase,
yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi
bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin
tersebut.3
1
Gambar 2. Metabolisme Bilirubin6
Fase Prahepatik3,7
Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal
yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah).
a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat
badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang
matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada
terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah
merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran
gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
·
Fase Intrahepatik3,7
Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang
mengganggu proses pembuangan bilirubin
c. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
d. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan
asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk.
Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila
2
jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena
albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang
larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan
oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid /
bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk.
Fase Pascahepatik3,7
Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati
oleh batu empedu atau tumor
e. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan
lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan
mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian
diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai
mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi
tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas
pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis ekstrahepatik. Gangguan metabolisme
bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini: over produksi,
penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke
dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).3
1.2.1 Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek
1. Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua
atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran
eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular
(kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom
yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer
bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui
kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin
indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi
bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan
peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik :
hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi
serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat. 3,6
3
2. Penurunan ambilan hepatik
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari
albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam
flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. 5
3. Penurunan konjugasi hepatik
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi
pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II. 1,3
1.2.2 Hiperbilirubinemia konjugasi/direk
Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan ekskresi bilirubin
ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik
dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan
menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul
hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis, sirosis hepatis,
alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yg.meracuni hati fosfor, klroform, obat
anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus,
sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat
disertai tinja yang akolik. 3,6
Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : 6
Obstruksi sal.empedu di dalam hepar : Sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis,
tumor maligna primer dan sekunder.
Obstruksi di dalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris
Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor saluran
empedu.
Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery,
pancreatitis, metastasis tumor di lig.hepatoduodenale
4
Gambar 3. Batu pada kandung empedu8
1.3 Diagnosis
Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk menegakkan
diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan mengadakan penilaian
klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada apakah hiperbilirubinemia
bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika ikterus ringan tanpa warna air seni yang gelap
harus difikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirect yang mungkin disebabkan
oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau sindroma Crigler Najjar, dan bukan karena penyakit
hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan disertai warna urin yang gelap
menandakan penyakit hati atau bilier. Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu difikirkan
segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu
atau keganasan kaput pankreas).6
Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau
kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagian
kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut (painless
jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi, warna
kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih memberi
kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish
jaundice) pada kolestasis intrahepatik.6
Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui
penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta
5
beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan
terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan
hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit
xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu
anemia hemolitik.7
Gambar 4. Alur Diagnosis Pasien Ikterus
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga
keadaan infeksi.10
Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.9
Bilirubin
Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan menyebabkan peningkatan bilirubin
indirek. Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk.
Kelainan posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.10
Aminotransferase dan alkali fosfatase9
6
Tes serologi hepatitis virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B
akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B. 10
Biopsi hati
Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan
beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat
obat-obatan (drug induced).10
Tabel 1. Perbedaan ikterus prehepatik, hepatik & posthepatik6
Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga untuk mendiagnosis penyakit infiltratif
dan kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis
dan penyakit fokal pada hati. 10
Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan PTC (Percutans
Transhepatic Colangiography).
ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk
mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus
pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang sangat bermanfaat dalam
7
membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah kasus ikterus bedah
yang inoperabel.2
Indikasi ERCP diagnostik pada ikterus bedah meliputi:2
Kolestasis ekstra hepatik
Keluhan pasca operasi bilier
Keluhan pasca kolesistektomi
Kolangitis akut
Pankreatitis bilier akut.
Di samping itu kelainan di daerah papila Vateri (tumor, impacted stone) yang
juga sering merupakan penyebab ikterus bedah dapat terlihat jelas dengan teknik
endoskopi ini. 2
Gambar 5. ERCP sebagai alat diagnostik8
1.5 Pengobatan
Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan
menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu
misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab
dasarnya sudah mencukupi.9
Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan
tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase via
kateter untuk striktura (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk
8
sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent
yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik (ERCP).7 Pada sejumlah
pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat dilakukan "ERCP terapeutik".
Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang
dialiri arus listrik sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik).
Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada
saat diagnosis ditegakkan.2 Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah
menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di
saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran empedu.7
Gambar 6. ERCP sebagai alat terapeutik (a) spingterektomi, (b) stent8
BAB II
9
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh bangunan
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Kampung Sudut
II. Anamnesis
Seorang pria usia 49 tahun dirawat di RSUD Prof M.A. Hanafiah SM Batusangkar, masuk pada tanggal 4 Desember 2013 dengan :
Keluhan Utama : badan berwarna kuning sejak 1 minggu lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Badan berwarna kuning yang dirasakan meluas sejak 1 minggu lalu. Awalnya kuning hanya terlihat di mata yang dirasakan sejak 2 minggu lalu.
Nyeri perut kanan atas sejak 2 bulan lalu. Nyeri hilang timbul. Nyeri saat makan makanan yang berlemak disangkal. Nyeri dirasakan menjalar ke bahu dan pinggang.
BAK seperti teh pekat dialami sejak 10 hari lalu. BAB seperti dempul dialami sejak 1 minggu lalu. Mual dan muntah dialami sejak 1 minggu lalu, frekuensi 2 kali, muntah berisi
makanan, darah tidak ada. Nafsu makan menurun sejak sakit Demam tidak ada Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit kuning sebelumnya tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai buruh bangunan.
III. Pemeriksaan Fisik
10
Keadaan umum : Sakit Sedang Tinggi Badan : 165 cm
Kesadaran : Komposmentis kooperatif Berat Badan : 56 kg
Tekanan darah : 120/80 mmHg BMI : 20,57kg/m2
Nadi : 76 x/mnt Kesan : Normoweight
Nafas : 24 x/mnt
Suhu : 37o C
Kulit : Tampak berwarna kuning kehijauan.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (+)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O.
Dada : Inspeksi : Gerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama regular, bising (-)
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membucit, ikterik (+)
Palpasi : Tegang, Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan regio hipokondrium kanan dan epigastrium (+), Murphy sign (-), courvoisier sign (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : Tidak diperiksa
11
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik
Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-, oedem (-)
Ikterik (+) hingga tungkai atas.
IV. Laboratorium (4 Desember 2013)
Hb : 9,2 gr/dl
Hematokrit : 28,1 %
Leukosit : 20.200/mm3
Trombosit : 544.000/mm3
Ureum : 30 mg/dl
Creatinin : 0,98 mg/dl
Uric Acid : 3,8 mg/dl
SGOT : 49 mg/dl (n = 25-30)
SGPT : 62 mg/dl (n = 20-40)
Bil. Total : 9,86 mg/dl (n= <1) Fosfatase alkali : 655 mg/dl (n= 53-128)
Bil. Direk : 7,23 mg/dl (n=<0,25)
Bil. Indirek : 2,64 mg/dl (n=<0,75)
HbsAg : - / negatif
Kesan : Anemia ringan, leukositosis, Hiperbilirubinemia direk & indirek, peningkatan SGOT-SGPT dan peningkatan fosfatase alkali.
V. Diagnosa
Diagnosa : Ikterus kolestasis ekstrahepatal e.c susp. koledokolithiasis
Diagnosa Banding : Ikterus Kolestasis ekstrahepatal e.c. Susp Ca Caput Pankreas
VI. Penatalaksanaan :
Diet hepar III
Aminofusin hepar : RL (2 : 1) 8 jam/kolf
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
12
Urdafalk tab 2x1
Curcuma tab 3x1
Neurodex tab 1x1
Rencana :
USG
Cek GDN, GDPP, profil lipid,
Urinalisa
Laboratorium (5 desember 2013)
GDN : 133 mg/dl
GDPP : 220 mg/dl
Chol Total : 156 mg/dl
Chol HDL : 36 mg/dl
Chol LDL : 94 mg/dl
Trigliserida : 129 mg/dl
Kesan : Hiperglikemia ec DM tipe 2 tak terkontrol
Urinalisa
Mikroskopis
Warna : Kuning Pekat
Kejernihan : Jernih
pH : 6,0
Kimia urine
Bilirubin : +/Positif
Urobilinogen : +/Positif
Keton, glukosa, protein, nitrit : -/ negatif
13
Mikroskopis
Leukosit : 1-2/LPB
Eritrosit : 0-1/LPB
USG
Vesica fellea : ukuran membesar, dinding menebal, batu (+), CBD melebar, batu CBD (+)
Pancreas : bentuk, ukuran, dan echostruktur normal, massa (-), kalsifikasi (-), tidak tampak pembesaran limfonodus para aorta
Kesan : Kolestasis ekstrahepatal e.c koledokolithiasis disertai kolelithiasis dan kolesistitis
Follow Up
Kamis, 5 Desember 2013
S/ Mata dan badan kuning (+)
BAK seperti teh pekat (+)
BAB (-)
O/ KU : Sedang
Kesadaran : CMC
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/i
Nafas : 20 x/i
Suhu : 36,50C
D/ Ikterus kolestasis ekstrahepatal e.c koledokolithiasis + kolelithiasis + kolesistitis
DM tipe 2 tak terkontrol
Terapi :
Diet hepar III
Aminofusin hepar : RL (2 : 1) 8 jam/kolf
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
Inj. Cefoperazone 2x1 vial (+skin test)
14
Urdafalk tab 2x1
Curcuma tab 3x1
Canderin 8mg 1x1
Neurodex tab 1x1
Anjuran : Rujuk
Jumat, 6 desember 2013
S/ Badan terasa letih
Mata dan badan kuning (+)
BAK seperti teh pekat (+)
BAB pucat (-)
O/ KU : Sedang
Kesadaran : CMC
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 78 x/i
Nafas : 20 x/i
Suhu : 37,10C
A/ Ikterus kolestasis ekstrahepatal e.c koledokolithiasis + kolelithiasis + kolesistitis
DM tipe 2 tak terkontrol
Terapi :
Diet hepar III
Aminofusin hepar : RL (2 : 1) 8 jam/kolf
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
Inj. Cefoperazone 2x1 vial (+skin test)
Urdafalk tab 2x1
Curcuma tab 3x1
Canderin 8mg 1x1
15
Neurodex tab 1x1
Anjuran : Rujuk
Sabtu, 7 desember 2013
S/ Badan terasa letih (-)
Mata dan badan kuning (+)
BAK seperti teh pekat (+)
BAB pucat (-)
O/ KU : Sedang
Kesadaran : CMC
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 88 x/i
Nafas : 20 x/i
Suhu : 36,80C
A/ Ikterus kolestasis ekstrahepatal e.c koledokolithiasis + kolelithiasis + kolesistitis
DM tipe 2 tak terkontrol
Terapi :
Diet hepar III
Aminofusin hepar : RL (1 : 2) 8 jam/kolf
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
Inj. Cefoperazone 2x1 vial (+skin test)
Urdafalk tab 2x1
Glurenorm 30mg 2x1
Neurodex tab 1x1
Senin, 9 desember 2013
S/ Badan terasa letih (-)
16
Mata dan badan kuning (+)
BAK seperti teh pekat (+)
BAB pucat (-)
O/ KU : Sedang
Kesadaran : CMC
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 80 x/i
Nafas : 20 x/i
Suhu : 37,20C
A/ Ikterus kolestasis ekstrahepatal e.c koledokolithiasis + kolelithiasis + kolesistitis
DM tipe 2 tak terkontrol
Anemia Ringan
Terapi :
BLPL
Urdafalk tab 2x1
Neurodex tab 1x1
Glurenorm 30mg 2x1
BAB III
DISKUSI
17
Seorang pria usia 30 tahun dirawat di bangsal Interne pria RSUP Dr. M. Djamil
Padang, masuk pada tanggal 15 Oktober 2012 dengan keluhan utama mata berwarna kuning
sejak 1 minggu lalu. Mata kuning sudah dirasakan sejak 2 minggu lalu, kuning juga terdapat
di seluruh tubuh. Nyeri perut kanan atas sejak 2 bulan lalu, nyeri hilang timbul, nyeri saat
makan makanan yang berlemak disangkal, nyeri dirasakan menjalar ke bahu dan pinggang.
Pasien juga mengeluhkan BAK seperti teh pekat 10 hari lalu, dan BAB seperti dempul 1
minggu lalu. Mual dan muntah dialami 1 minggu lalu, frekuensi 2 kali, muntah berisi
makanan, darah tidak ada. Nafsu makan menurun sejak sakit. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan kulit berwarna kuning kehijauan, sklera ikterik dan perut tegang dan nyeri tekan
epigastrium dan (+). Pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT: 87, SGPT: 307, Bil. Total
: 17,87 mg/dl, Bil. Direk: 13,89 mg/dl, Bil. Indirek: 3,98 mg/dl. Bilirubin urin (+)
Diagnosis kerja pada pasien ini ialah ikterus kolestasis ekstrahepatal ec susp
koledokolitiasis, diagnosis ini kami tegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang sesuai dengan tanda-tanda ikterus kolestasis ekstrahepatal yang disebabkan sumbatan
pada duktus koledukus, yaitu ikterus yang mencolok serta berwarna kuning kehijauan
(greenish jaundice), urin berwarna seperti teh pekat, terdapat nyeri perut kanan atas, dan
BAB berwarna dempul/pucat, lalu pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
yang tinggi pada bilirubin direk daripada bilirubin indirek,sertaditemukannya bilirubin pada
urin. Diagnosis banding pada pasien ini ialah ikterus kolestasis ekstrahepatal ec susp ca
caput pankreas.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah DH II, IVFD aminofuchsin
hepar : triofuchsin : NaCl 0,9 % = 1 : 2 : 1, Curcuma 3x1 tab, Sistenol 3x1 tab
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Schwartz SI. Manifestations of Gastrointestinal Desease. Dalam : Principles of
Surgery fifth edition, editor : Schwartz, Shires, Spencer. Singapore : McGraw- Hill,
1989. 1091-1099
2. Lesmana. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (E R C P) diagnostik
dan terapeutik pada Obstruksi Biller. Http://www.kalbe.co.id.
3. Anonim. Ikterus. Http://ilmukedokteran.net.
4. Medline Plus. Bilirubin. Http://www.nlm.nih.gov.
5. Anonim. Gallensteine. Http://www.internisten-im-netz.de.
6. Campbell FC. Jaundice. Http://www.qub.ac.uk.
7. Anonim. Jaundice. Http://www.wrongdiagnosis.com
8. Medline Plus. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP).
Http://www.nlm.nih.gov.
9. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2006. 422-425
10. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series,
2006.
19