CHF.doc

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung kongestif (GJK) dalam bahasa Inggris disebut dengan Congestive Heart Failure (CHF) merupakan sindrom klinis kompleks yang di dapat dari hasil gangguan jantung fungsional atau struktural yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan darah (Figueroa & Peters, 2006). Tidak ada tes diagnostik yang akurat untuk CHF. Diagnosis klinis CHF yang digunakan sebagian besar didasarkan pada keluhan pasien dan pemeriksaan fisik serta didukung oleh pemeriksaan tambahan seperti rontgen dada, elektrokardiogram, dan ekokardiografi (Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH,2000). Gagal jantung menjadi penyakit yang umum diderita di dunia. Sekitar lima juta orang di Amerika Serikat menderita CHF, dimana jumlah tersebut didominasi oleh orang tua, dengan hampir 80% kasus terjadi pada pasien di atas usia 65 tahun. Namun demikian, beberapa studi telah menemukan bahwa CHF dikaitkan dengan angka kematian sekitar 45-50% selama kurun waktu dua tahun terakhir, jumlah ini mendekati angka kematian yang disebabkan oleh penyakit keganasan (Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH,2000). 1

Transcript of CHF.doc

Page 1: CHF.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung kongestif (GJK) dalam bahasa Inggris disebut dengan

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan sindrom klinis kompleks yang di

dapat dari hasil gangguan jantung fungsional atau struktural yang mengganggu

kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan darah (Figueroa & Peters,

2006). Tidak ada tes diagnostik yang akurat untuk CHF. Diagnosis klinis CHF

yang digunakan sebagian besar didasarkan pada keluhan pasien dan pemeriksaan

fisik serta didukung oleh pemeriksaan tambahan seperti rontgen dada,

elektrokardiogram, dan ekokardiografi (Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH,2000).

Gagal jantung menjadi penyakit yang umum diderita di dunia. Sekitar lima

juta orang di Amerika Serikat menderita CHF, dimana jumlah tersebut didominasi

oleh orang tua, dengan hampir 80% kasus terjadi pada pasien di atas usia 65

tahun. Namun demikian, beberapa studi telah menemukan bahwa CHF dikaitkan

dengan angka kematian sekitar 45-50% selama kurun waktu dua tahun terakhir,

jumlah ini mendekati angka kematian yang disebabkan oleh penyakit keganasan

(Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH,2000).

Kasus gagal jantung kongestif di Indonesia terutama di Yogyakarta,

berdasarkan data RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dari bulan Januari- November

2012 sebanyak 3.459 orang, baik pasien yang baru terdiagnosis 2 maupun pasien

lama yang melakukan rawat jalan. Sedangkan pasien rawat inap yang mengalami

CHF sebanyak 401 orang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta, pasien dengan CHF rata-rata diatas umur 35 tahun dengan

keluhan lemah pada tubuh sehingga untuk berjalan pun mereka masih

membutuhkan bantuan dari keluarga atau kerabat yang mengantar untuk check up.

Akibat dari kondisi fisiknya tersebut, pasien merasa takut bila melakukan aktivitas

yang berlebihan akan menimbulkan gejala CHF, sehingga pasien sangat berhati-

hati ketika berjalan, duduk, ataupun melakukan aktivitas lain. Hal ini lah yang

membuat pasien dengan CHF merasa trauma dan cemas dikarenakan riwayat

1

Page 2: CHF.doc

pasien pernah mengalami kekambuhan. CHF memiliki dampak yang besar pada

pasien dan keluarga. Pasien yang mengalami CHF pada prinsipnya mempunyai

gejala kelelahan dan dyspnea ditambah lagi dengan re-hospitalisasi serta tingginya

mortalitas berkontribusi memperburuk kesehatan (Davis RC, Hobbs FDR, Lip

GYH,2000).

Kecendrungan pasien mengalami ketergantungan berpengaruh terhadap

peran dan fungsi keluarga yang mengasuh pasien sehingga mengganggu status

ekonomi keluarga, hal tersebut dikarenakan pasien dengan CHF harus selalu rutin

dalam check up maupun terapi yang tentunya memerlukan biaya yang mahal,

akibatnya tidak hanya secara finansial terganggu, tingkat stress keluarga juga

berperan besar terkait masalah yang dihadapi keluarga. Pasien CHF juga memiliki

masalah psikologi seperti cemas, gangguan tidur, depresi, dan sensitifitas

berlebihan yang mengakibatkan kualitas hidup pasien menurun (Davis RC, Hobbs

FDR, Lip GYH,2000; Gibbs CR, Beevers DG, 2000).

2

Page 3: CHF.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi jantung

Jantung addah organ muskular yang berlubang yang berfungsi sebagai

pompa ganda system kardiovaskular. Berat jantung normal satu pon (0,45 kg) dan

kurang lebih sebesar tinju orang dewasa. Jantung terletak di dalarn rongga dada

danterletak diantara sternum (ruang dada) dan kolumna vertrebralis (Santoso A,

2007 ).

Jantung dapat diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari bagian

kiri dan kanan. Bagian kanan dari jantung berfungsi untuk memompa darah dari

tubuh ke paru - paru, sedangkan bagian kiri berfungsi untuk memompa darah dari

paru – paru ke tubuh. Setiap bagian terdiri dari dua kompartemen, di bagian atas

merupakan serambi (atrium) dan dibagian bawah merupakan bilik (ventriculus).

Antara serambi dan bilik terdapat katup, begitu pula antara bilik dan pembuluh

besar. Fungsi keempat katup tersebut adalah untuk menjamin darah mengalir

hanya satu jurusan. (Santoso A, 2007).

Pada setiap denyutan jantung dapat dibedakan menjadi dua fase, yaitu

diastole dimana otot jantung melepaskan diri dan biliknya terpenuhi darah vena.

Kemudian menyusul sistole, dimana otot jantung menguncup (kontraksi) sebagai

reaksi terhadap diastole, sehingga darah dipompa keluar jantung dan keddam

arteri. Pada penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, adalah

merokok, hiperkolesterolemia, hipertensi, kegemukan, diabetes, stress, selain itu

faktor usia dan kelamin juga berpengaruh (Santoso A, 2007).

Jantung merupakan organ yeang terdiri dari otot dimana kerjanya seperti

otot polos tetapi bentuknya seperti serat lintang. Letaknya di dalam rongga dada

depan sebelah depan (kavum mediastrum anterior), sebelah kiri bawah dari

pertengahan rongga dada, diatas diafragma dan pangkalnya terdapat di belakang

kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah palilla mamae. Ukuran jantung

kurang lebih dari sebesar genggaman tangan (Santoso A, 2007)..

3

Page 4: CHF.doc

Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu: 1) endocardium, merupakan bagian

yang paling dalam terdiri dari jaringan endotel, 2) miokardium, merupakan

lapisan inti/otot, 3) pericardium, merupakan bagian terluar, terdiri dari dua lapisan

yaitu visceral dan parietal yang bertemu di pangkal jantung membentuk kantung

jantung, diantaranya keduanya terdapat lender sebagai pelican. (Santoso A, 2007).

Peredaran darah jantung terbagi menjadi dua yaitu peredaran darah

sistemik dan peredaran darah pulmonal. Peredaran darah sistemik merupakan

peredaran darah jantung kiri masuk aorta memalui vulvula semilunaris aorta

beredar ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung kanan, melalui vena kava

superior dan inferior. Aorta bercabang menjadi arteri-arteriola-kapiler-arteri-

kapiler vena-venolus-vena kava. (Santoso A, 2007).

Peredaran darah pulmonal adalah peredaran darah dari ventrikel dekstra ke

arteri pulmonalis melalui vulvula semilunaris pulmonalis, masuk paru kiri dan

kanan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. (Santoso A, 2007).

4

Page 5: CHF.doc

Jantung dapat bergerak mengembang dan menguncup disebabkan oleh

adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonomi. Dalam kerjanya

jantung mempunyai tiga periode:

1. Periode kontraksi/ sistol adalah keadaan dimana ventrikel menguncup,

katup bicuspid dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup. Vulvula

semilunaris aorta dan vulvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka,

sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke areteri pulmonalis

masuk ke paru-paru, sedangkan darah dari ventrikel seinistra mengalir ke

aorta kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Lama kontraksi ± 0,3 detik

2. Periode dilatasi/diastole adalah keadaan dimana jantung mengembang.

Katup bikuspidalis, dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari atrium

dekstra masuk ke ventrikel dekstra, darah dari atrium sinistra masuk

ventrikel sinistra. Selanjutnya darah yang ada di paru melalui vena

pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui

van kava masuk melalui vena kava ke atrium dekstra. Lama dilatasi 0,5

detik

3. Periode istirahat, yaitu waktu antara periode kontraksi dan dilatasi dimana

jantung berhenti kira-kira 1/10 detik. Pada waktu istirahat akan

menguncup 70-80x/menit. Pada tiap-tiap kontaksi, jantung akan

memindahkan darah ke aorta sebanyak 60-70cc. pada waktu aktivitas,

kecepatan jantung bisa mencapai 150x/menit dengan daya pompa 20-25

liter/menit. Setiap menit, jumlah volume darah yang tepat sama sekali

dialirkan dari vena ke jantung, apabila pengambilan dari vena tidak

seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa

jantung, maka vena-vena dekat jantung tadi membengkak berisi darah

sehingga tekanan dalam vena naik dan dalam jangka waktu lama bisa

menjadi oedema (Santoso A, 2007)

5

Page 6: CHF.doc

2.2 Definisi

Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan

struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian

ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal

jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas

dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini

mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung (Santoso A, 2007).

Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks akibat kelainan

jantung ataupun non-jantung yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk

memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh seperti peningkatan cardiac output. Gagal

jantung dapat muncul akibat gangguan pada miokardium, katup jantung,

perikardium, endokardium ataupun gangguan elektrik jantung (Santoso A, 2007).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau

disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung

kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan

(Santoso A, 2007).

Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan

curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema

paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung

kongestif. Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen

dan nutrisi (Santoso A, 2007), Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH,2000)

6

Page 7: CHF.doc

2.3 Etiologi

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi

gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung

lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan

masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume

sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi

tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, konteraktilitas, afterload.

• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung

dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.

• Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang

terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut

jantung dan kadar kalsium

• Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus

dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan

oleh tekanan arteriol.

Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka

curah jantung berkurang (Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH,2000).

Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :

a. Penyakit Jantung Koroner

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita

penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi

ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8

tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif (Hellerman, 2003). Pada

negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal

jantung kongestif (Mann, 2008). Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami

disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (Davis

RC, Hobbs FDR, Lip GYH,2000).

7

Page 8: CHF.doc

b. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi

terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam

Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat

hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik

menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.

Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi

sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi

predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya

akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers

D.G., 2000).

c. Cardiomiopathy

Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak

disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital.

Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated

cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal

jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri

dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi

sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis

(Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000). Hipertrophic cardiomiopathy

merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal

dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot

miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi

septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi

ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan

diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel (Rodeheffer R, 2005).

Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik

dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak

ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan

gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari

8

Page 9: CHF.doc

normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis,

Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya (Rodeheffer

R, 2005).

d. Kelainan Katup Jantung

Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering

menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral

meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung.

Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar

darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung

lama menyebabkan gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers

D.G., 2000).

e. Aritmia

Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa

perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari

pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan

60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan

pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung

tetapi juga memperparah prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

f. Alkohol dan Obat-obatan

Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial

fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang

menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung

kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu

beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium diantaranya ialah

agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral

(Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000)

9

Page 10: CHF.doc

g. Lain-lain

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk

menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada

wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G.,

2000). Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan

kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme

perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan

peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang

merupakan penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi

Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang untuk

kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung (Lip G.Y.H.,

Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

Tabel 2.1. Penyebab Gagal Jantung Kongestif

Main Ischemic Heart Disease (35-40%)Cause Cardiomiopathy expecially dilated (30-34%) Hypertension (15-20%)

Cardiomyopathy undilated : Hyperttrophy/obstructive, Valvular heart disease (mitral, aortic, tricuspid) Congenital heart disease (ASD,VSD) Alcohol and drugs (Hyperdinamic circulation (anemia, thyrotoxicosis)

Other Cause Right Heart failure (RV infarct, pulmonary hypertension) Tricuspid incompetence Arrhythmia (AF, Bradycardia (complete heart block) Pericardial disease (constrictive pericarditis ) Infection (Chagas’ disease)

Sumber : Kumar, P., Clark, M., 2009. Cardiovascular disease. In : Clinical Medicine Ed 7th

2.4 Patofisiologi

Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak

bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan

hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.

10

Page 11: CHF.doc

Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa

jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis

ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme

kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi

ventrikel kiri (Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH, 2000).

Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin-

Angiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2)

peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap

normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac

output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus

karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf

sentral di cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik

Hormon (ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas

duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat (Jackson G, Gibbs CR,

Davies MK, Lip GYH, 2000).

Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang

menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi

simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan

kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan

dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme

kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan

struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif

yang lebih lanjut (Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH, 2000).

Perubahan neurohormonal adrenergic dan sitokin menyebabkan

remodeling ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi miosit

(2) perubahan substansi kontraktil miosit (3) penurunan jumlah miosit akibat

nekrosis, apoptosis dan kematian sel autophagy (4) desentisasi beta adrenergic (5)

kelainan metabolism miokardium (6) perubahan struktur matriks ekstraselular

miosit (Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH, 2000).

Remodeling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa,

volume, bentuk, dan komposisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah

11

Page 12: CHF.doc

bentuk jantung menjadi lebih sferis sehingga beban mekanik jantung menjadi

semakin meningkat. Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi jumlah afterload

yang mengurangi stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga terjadi

peningkatan end-diastolic wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke

subendokardium yang akan memperparah fungsi ventrikel kiri (2) peningkatan

stress oksidatif dan radikal bebas yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel

Perubahan struktur jantung akibat remodeling ini yang berperan dalam

penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan overload hemodinamik.

Ketiga hal diatas berkontribusi dalam progresivitas penyakit gagal jantung

(Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH, 2000).

2.5 Klasifikasi

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung

kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung

kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Beberapa sistem klasifikasi telah

dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung.

Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang

digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis

yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA. Klasifikasi berdasarkan Killip

digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:

- Derajat I : Tanpa gagal jantung

- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop

dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan

diaforesis)

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda

kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi

vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung

pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver

12

Page 13: CHF.doc

valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,

pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan

kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak

disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan

yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi

menjadi empat kelas, yaitu:

- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

Menurut New York Heart Association (NYHA), membagi klasifikasi fungsional

gagal jantung dalam 4 kelas :

KELAS GEJALA

Kelas I (Mild) Tidak ada gejala pada setiap tingkat

tenaga dan tidak ada pembatasan

dalam kegiatan fisik biasa

Kelas II (Mild) Gejala ringan dan keterbatasan sedikit

selama kegiatan rutin. Nyaman saat

istirahat

Kelas III (Moderate) Akibat gejala terlihat keterbatasan,

bahkan selama aktivitas minimal.

Nyaman hanya saati istirahat

Kelas IV (Berat) Keterbatasan aktivitas. Pengalaman

gejala bahkan sementara pada saat

istirahat.

(Sumber : European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic heart Failure)

13

Page 14: CHF.doc

Framingham Kriteria

Kriteria Mayor:

• Paroksismal nokturnal dispnea

• Distensi vena pada leher

• Ronkhi basah

•Kardiomegali

• Edema paru akut

•Gallop S3

• Peningkatan tekanan vena jugularis

• Refluks hepatojugular

Kriteria Minor:

• Edema ekstremitas

• Batuk malam hari

•Dispnea d’ effort

• Hepatomegali

• Efusi pleura

• Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

• Takikardia(>120/menit)

Major atau minor

Penurunan BB≥4.5kg dalam 5 hari pengobatan.

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2

kriteria minor.

(Sumber : Marantz et. al., 1988. The relationship between left ventricular systolic

function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. In :

Circulation. Ed. 77 : 607-612)

14

Page 15: CHF.doc

2.6 Manifestasi Klinis

1. Dispnea dengan tenaga (awal) atau pada saat istirahat (akhir)

2. Orthopnea

a) Dispnea ketika berbaring; bantuan dengan tegak duduk atau menggunakan

beberapa bantal

b) Batuk nokturnal

3. Paroksismal nokturnal dispnea

a) Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya

membangunkan pasien

b) Batuk dan mengi sering bertahan bahkan dengan duduk tegak.

c) Asma kardiale : dispnea nokturnal, mengi, dan batuk karena bronkospasme

4. Respirasi Cheyne-Stokes

a) Respirasi respirasi periodik atau siklik

b) Umum di gagal jantung maju dan biasanya berhubungan dengan output jantung

yang rendah

c) Pada tahap apneic, P arteri O 2 jatuh, dan P arteri CO 2 meningkat.

•Hal ini merangsang pusat pernapasan tertekan, menyebabkan

hiperventilasi dan hipokapnia.

•Pusat pernafasan depresi, pesat pernafasan yang berulang fase apneic, dan

siklus berulang.

d) Mungkin dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak parah atau

sebagai penghentian sementara pernapasan

5. Kelelahan dan kelemahan

6. Gejala Gastrointestinal

a) Anoreksia

b) Mual

15

Page 16: CHF.doc

c) Sakit perut dan kepenuhan

d) Nyeri kuadran kanan atas (kongesti hati dan peregangan kapsulnya)

7. Gejala Cerebral

a) Status mental berubah karena perfusi serebral berkurang :

• Kebingungan

• Disorientasi

• Kesulitan berkonsentrasi

• Gangguan memori

• Sakit kepala

• Insomnia

• Kegelisahan

• Mood swing

8. Nokturia

(McNamara DM, 2008)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi mengenai denyut, irama,

dan konduksi jantung, serta seringkali etiologi, misalnya perubahan ST segmen

iskemik untuk kemungkinan STEMI atau non-STEMI

Pemeriksaan foto toraks harus dikerjakan secepatnya untuk menilai derajat

kongesti paru dan untuk menilai kondisi paru dan jantung yang lain. Kardiomegali

merupakan temuan yang penting. Pada paru, adanya dilatasi relatif vena lobus

atas, edema vascular, edema interstitial, dan cairan alveolar membuktikan adanya

hipertensi vena pulmonal.

Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:

1. anemia

2. prerenal azotemia

3. hypokalemia dan hyperkalemia, yang dapat meningkatkan resiko aritmia

4. peningkatan kadar tiroid, pada tirotoksikosis atau miksedema

16

Page 17: CHF.doc

5. peningkatan produksi Brain Natriuetic Peptide (BNP), akibat peningkatan

tekanan intraventrikular, seperti pada gagal jantung selain itu, kadar kreatinin,

glukosa, albumin, enzim hati, dan INR dalam darah juga perlu dievaluasi.

Analisis gas darah memungkinkan penilaian oksigen (pO2), fungsi

respirasi (pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH), terutama pada semua pasien

dengan stress pernafasan

Ekokardiografi dengan Doppler merupakan alat yang penting untuk

evaluasi perubahan fungsional dan structural yang dihubungkan dengan GJA.

Temuan dapat menentukan strategi pengobatan. (McNamara DM, 2008 (Davies

MK, Gibbs CR, 2000)

2.8 Diagnosis

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala

dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,

hepatomegali, edema tungkai. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan

untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead,

ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes

fungsi paru. (Nieminen MS, 2005) (McNamara DM, 2005)

Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet

jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis

terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20

mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B

pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran

batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.

Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang

lebih banyak terkena adalah bagian kanan. (Nieminen MS, 2005) (McNamara

DM, 2005)

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada

hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat

dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain

gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block

17

Page 18: CHF.doc

dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan

gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada

pasien sangat kecil kemungkinannya. (Nieminen MS, 2005) (McNamara DM,

2005)

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna

pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai

struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah

semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan

murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan

risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tidak terkontrol,

atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi

diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.

(Nieminen MS, 2005) (McNamara DM, 2005)

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai

penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta

komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan

mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya

hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum

kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga

mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin

setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi.

Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada

pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring.

Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal,

penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung

kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena

kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai

kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung

dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300pg/ml.

(Nieminen MS, 2005) (McNamara DM, 2005)

Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventriculography dapat

mengetahui fraksi ejeksi, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan

18

Page 19: CHF.doc

abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada

berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui

gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan

diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah

kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary

artery capillary wedge pressure. (Nieminen MS, 2005) (McNamara DM, 2005)

2.9 Penatalaksanaan

Terapi awal bertujuan untuk memperbaiki gejala dan menstabilkan kondisi

hemodinamik, yang meliputi:

1. Oksigenasi dengan sungkup masker atau CPAP (contimuos positif

airway pressure), target SaO2 94-96%

2. Pemberian vasodilator berupa nitrat atau nitroprusid

3. Terapi diuretic dengan furosemid atau diuretik kuat lainnya

4. Pemberian morfin untuk memperbaiki status fisik, psikologis, dan

hemodinamik

5. Pemberian infus intravena dipertimbangkan apabila ada kecurigaan

tekanan pengisian yang rendah (low filling pressure)

6. Pacing, antiaritmia, atau elektroversi jika terjadi kelainan denyut dan

irama jantung

7. Mengatasi komplikasi metabolik dan kondisi spesifik organ lainnya.

(Maggioni AP, Lee TH, 2005).

8.

Terapi farmakologi :

1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)

Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume

berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan

volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja

jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar tekanan

darah menurun.

2) Antagonis aldosteron

19

Page 20: CHF.doc

Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.

3) Obat inotropik

Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.

4) Glikosida digitalis

Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan

volume distribusi.

5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)

Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah

vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan

kapasitas vena.

6) Inhibitor ACE

Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi

aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor

ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan

peningkatan curah jantung. (Maggioni AP, Lee TH, 2005).

2.10 Komplikasi

a. Kerusakan atau kegagalan ginjal. Gagal jantung dapat mengurangi aliran

darah ke ginjal, bisa yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal jika tidak

ditangani Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialisis

untuk pengobatan.

b. Masalah katup jantung. Katup jantung yang membuat darah mengalir dalam

arah yang benar melalui jantung, dapat menjadi rusak dari darah dan

penumpukan cairan dari gagal jantung.

c. Kerusakan hati. Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang

menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Hal ini cadangan cairan dapat

menyebabkan jaringan parut, yang membuatnya lebih sulit bagi hati berfungsi

dengan benar.

d. Serangan jantung dan stroke. Karena aliran darah melalui jantung lebih

lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin

20

Page 21: CHF.doc

besar kemungkinan akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat

meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke (Watson RDS, Gibbs

CR, 2000).

21

Page 22: CHF.doc

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah

jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru

dan bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah

yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.

Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :

Penyakit jantung koroner, hipertensi, cardiomiopathy, kelainan katup jantung, aritmia, alkohol dan obat-obatan

Menurut New York Heart Association (NYHA), membagi klasifikasi fungsional gagal jantung dalam 4 kelas :

KELAS GEJALA

Kelas I (Mild) Tidak ada gejala pada setiap tingkat

tenaga dan tidak ada pembatasan

dalam kegiatan fisik biasa

Kelas II (Mild) Gejala ringan dan keterbatasan sedikit

selama kegiatan rutin. Nyaman saat

istirahat

Kelas III (Moderate) Akibat gejala terlihat keterbatasan,

bahkan selama aktivitas minimal.

Nyaman hanya saati istirahat

Kelas IV (Berat) Keterbatasan aktivitas. Pengalaman

gejala bahkan sementara pada saat

istirahat.

22

Page 23: CHF.doc

Terapi awal bertujuan untuk memperbaiki gejala dan menstabilkan kondisi

hemodinamik, yang meliputi:

1. Oksigenasi dengan sungkup masker atau CPAP (contimuos positif

airway pressure), target SaO2 94-96%

2. Pemberian vasodilator berupa nitrat atau nitroprusid

3. Terapi diuretic dengan furosemid atau diuretik kuat lainnya

4. Pemberian morfin untuk memperbaiki status fisik, psikologis, dan

hemodinamik

5. Pemberian infus intravena dipertimbangkan apabila ada kecurigaan

tekanan pengisian yang rendah (low filling pressure)

6. Pacing, antiaritmia, atau elektroversi jika terjadi kelainan denyut dan

irama jantung

7. Mengatasi komplikasi metabolik dan kondisi spesifik organ lainnya.

(Maggioni AP, Lee TH, 2005).

Terapi farmakologi :

1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)

Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume

berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan

volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja

jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar tekanan

darah menurun.

2) Antagonis aldosteron

Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.

3) Obat inotropik

Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.

4) Glikosida digitalis

Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan

volume distribusi.

23

Page 24: CHF.doc

5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)

Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah

vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan

kapasitas vena.

6) Inhibitor ACE

Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi

aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor

ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan

peningkatan curah jantung. (Maggioni AP, Lee TH, 2005).

24

Page 25: CHF.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and

epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.

2. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ

2000;320:104-7

3. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.

Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007

4. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological

management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements

2005;7 (Supplement J):J15-J205.

5. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and

restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to

diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.

6. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure:

pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.

7. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart failure. In:

Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and

treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.117-36.

8. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation. BMJ

2000;320:297-300

9. Hobbs FDR, Davis RC, Lip GYH. ABC of heart failure: heart failure in general

practice. BMJ 2000;320:626-9.

10. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart failure

– full text the task force on acute heart failure of the european society of

cardiology. Eur Heart J 2005.

11. Watson RDS, Gibbs CR, Lip GY H. ABC of heart failure: clinical features

and complications. BMJ 2000;320:236-9.

12. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW,

editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New

York: Marcel Dekker; 2005.p.449-65.

25