Chapter I.pdf

4
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman pinang (Areca catechu L.) termasuk salah satu jenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur yang sampai saat ini belum memperoleh perhatian serius, dibanding tanaman palma lainnya. Di Indonesia tanaman pinang banyak terdapat di pulau Sumatera (Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat), Kalimantan (Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat), Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi utara) dan Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur) (Ferry, 2003). Jenis tanaman ini di dunia barat dikenal dengan nama betel nut, terutama ditanam untuk dimanfaatkan buah (biji), daun dan sabutnya. Biji pinang dikenal sebagai salah satu campuran makan sirih. Biji berguna untuk bahan makanan, bahan baku industri seperti pewarna kain dan obat. Biji pinang sebagai obat tradisional diantaranya obat cacingan, luka dan kudis (Cahyana, 2005). Produksi buah pinang dapat mencapai 50 – 100 buah/mayang dan 150 – 250 buah per mayang untuk ukuran buah lebih kecil. Tahun 2003 volume ekspor pinang mencapai 77.126.347 kg dengan nilai US$ 22.960.446. Namun tanaman ini belum banyak dibudidayakan, sehingga umumnya yang diperdagangkan selama ini merupakan hasil pengumpulan dari berbagai daerah penghasil pinang. Pasar ekspor pinang antara lain Singapura 6.157 ton per bulan, Pakistan 27.138 ton per bulan, India 10.489 ton per bulan, dan Korea Selatan 125 ton per bulan (Barlina, 2007). Perbanyakan pinang umumnya dilakukan dari penyemaian biji. Dalam kegiatan pembibitan pinang ada petani yang langsung menyemaikan biji pinang Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter I.pdf

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Tanaman pinang (Areca catechu L.) termasuk salah satu jenis palma yang

    tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur yang sampai saat ini

    belum memperoleh perhatian serius, dibanding tanaman palma lainnya. Di

    Indonesia tanaman pinang banyak terdapat di pulau Sumatera (Aceh,

    Sumatera Utara dan Sumatera Barat), Kalimantan (Kalimantan Selatan dan

    Kalimantan Barat), Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi utara) dan

    Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur) (Ferry, 2003).

    Jenis tanaman ini di dunia barat dikenal dengan nama betel nut, terutama

    ditanam untuk dimanfaatkan buah (biji), daun dan sabutnya. Biji pinang dikenal

    sebagai salah satu campuran makan sirih. Biji berguna untuk bahan makanan,

    bahan baku industri seperti pewarna kain dan obat. Biji pinang sebagai obat

    tradisional diantaranya obat cacingan, luka dan kudis (Cahyana, 2005).

    Produksi buah pinang dapat mencapai 50 100 buah/mayang dan

    150 250 buah per mayang untuk ukuran buah lebih kecil. Tahun 2003 volume

    ekspor pinang mencapai 77.126.347 kg dengan nilai US$ 22.960.446. Namun

    tanaman ini belum banyak dibudidayakan, sehingga umumnya yang

    diperdagangkan selama ini merupakan hasil pengumpulan dari berbagai daerah

    penghasil pinang. Pasar ekspor pinang antara lain Singapura 6.157 ton per bulan,

    Pakistan 27.138 ton per bulan, India 10.489 ton per bulan, dan Korea Selatan 125

    ton per bulan (Barlina, 2007).

    Perbanyakan pinang umumnya dilakukan dari penyemaian biji. Dalam

    kegiatan pembibitan pinang ada petani yang langsung menyemaikan biji pinang

    Universitas Sumatera Utara

  • dan ada pula yang harus diberi perlakuan terlebih dahulu sebelum disemai yaitu

    dengan merendamnya selama 24 jam. Sebelum dilakukan perkecambahan biji,

    lahan pembibitan dipersiapkan dahulu. Untuk kebutuhan bibit pada lahan seluas

    1 ha maka luas lahan perkecambahan yang diperlukan sekitar 4 5 m2 atau sekitar

    400 biji/m2. Perkecambahan biji pinang pada umumnya berlangsung

    1,5 2 bulan. Hal ini diduga karena biji pinang mempunyai lapisan endocarp

    berupa cangkang biji yang keras sehingga menyulitkan terjadinya proses

    perkecambahan (Ferry, 1992).

    Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara

    penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan

    bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling

    efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani dengan

    manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada

    hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,

    asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).

    Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan

    untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit

    biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat

    seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji

    menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Bahan lain

    yang sering digunakan adalah potassium hydroxide, asam hidrochlorit,

    potassium nitrat, dan thiourea. Di samping itu dapat pula digunakan hormon

    tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah cytokinin,

    Universitas Sumatera Utara

  • giberellin dan auxin. Pemberian giberellin pada benih terong dengan dosis

    100 200 ppm dapat menghilangkan dormansi benih tersebut (Sutopo, 1988).

    Giberelin dapat memecahkan dormansi biji dan tunas pada sejumlah

    tanaman. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protease dan

    enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino,

    zat-zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease, ditranspor

    ke embrio, dan di sini zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan

    munculnya kecambah (Heddy, 1989).

    Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian

    mengenai berbagai skarifikasi dan konsentrasi asam Giberelat (GA3) terhadap

    perkecambahan benih Pinang (Areca catechu L.) untuk mempersingkat masa

    perkecambahan benih pinang, yaitu dengan meneliti pengaruh pemberian GA3

    pada kisaran konsentrasi 0 300 mg/l dan skarifikasi pada tempat yang berbeda

    pada benih.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk meneliti respons perkecambahan benih

    Pinang (Areca catechu L.) terhadap berbagai skarifikasi dan konsentrasi Asam

    Giberelat (GA3).

    Hipotesis penelitian

    Berbagai skarifikasi dan konsentrasi asam Giberelat (GA3) serta interaksi

    keduanya berpengaruh nyata terhadap perkecambahan benih

    Pinang (Areca catechu L.).

    Universitas Sumatera Utara

  • Kegunaan Penelitian

    Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang

    merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

    Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang

    membutuhkan.

    Universitas Sumatera Utara