Chapter II(3)

download Chapter II(3)

of 7

Transcript of Chapter II(3)

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Sikap (Attitude)

    2.1.1 Definisi Sikap

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

    seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Berdasarkan batasan

    tersebut, dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap tidak dapat langsung

    dilihat, tetapi hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

    tertutup. Newcomb, seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa

    sikap adalah kesediaan dan kesiapan untuk bertindak, dan bukan

    merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap bukan suatu tindakan atau

    aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

    2.1.2 Komponen Sikap

    Dalam bagian lain Allport (1954) yang dikutip kembali oleh

    Notoatmodjo menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen

    pokok, yakni:

    1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

    2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

    3. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave) (Notoatmodjo, 2003).

    Ketiga komponen ini secara bersama sama akan membentuk sikap

    yang utuh (total attitude), dimana pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

    emosi memegang peranan penting dalam pembentukannya.

    2.1.3 Tingkatan Sikap

    Menurut Notoatmodjo (1996), sikap terdiri dari berbagai tingkatan

    yaitu :

    1. Menerima (receiving)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Merespon (responding)

    3. Menghargai (valuing)

    4. Bertanggung jawab (responsible).

    Mula-mula subjek akan menerima stimulus yang diberikan, lalu

    subjek akan meresponnya. Selanjutnya subjek akan mulai tertarik dengan

    stimulus, dimana subjek akan mulai berbagi pendapat atau berdiskusi

    dengan orang di sekitarnya. Akhirnya, subjek akan menentukan pilihan

    bagaimana merespon stimulus, bisa positif ataupun negatif.

    Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak

    langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau

    pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat

    digunakan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan kepada

    responden.

    2.2 Psikiatri

    2.2.1 Definisi Psikiatri

    Psikiatri adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari

    segala hal yang berhubungan dengan gangguan jiwa, yaitu dalam hal

    pengenalan, pengobatan, rehabilitasi, dan pencegahan serta juga dalam hal

    pembinaan dan peningkatan kesehatan jiwa (Maramis, 2009).

    Psikiatri umumnya dianalogikan dengan kesehatan mental.

    Kesehatan mental didefinisikan sebagai suatu keadaan sejahtera secara

    psikososial dimana tiap individu menyadari potensi dirinya sendiri, dapat

    menghadapi tekanan yang normal dalam kehidupan, mampu bekerja

    secara produktif dan baik, dan dapat berkontribusi bagi komunitasnya

    (Andriyanti, 2004).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.2 Perkembangan Psikiatri

    Beberapa hal yang dipelajari dalam cabang-cabang ilmu lain

    membantu perkembangan Ilmu Kedokteran Jiwa (Maramis, 2009),

    misalnya :

    1. Neuroanatomi : hubungan bagian otak tertentu dengan kehidupan dan

    gangguan mental.

    2. Neurofisiologi : cara kerja substrat anatomi sampai terjadi proses

    mental dan gangguannya : penyelidikan hal belajar dan ingatan.

    3. Neurokimia : peran zat-zat kimia terhadap hal-hal kejiwaan dan

    gangguannya.

    4. Psikofarmakologi : obat-obatan yang dapat mempengaruhi proses

    mental, baik dalam keadaan sehat, maupun dalam keadaan terganggu.

    5. Genetika : menyelidiki segala faktor keturunan dalam hal gangguan

    jiwa

    6. Ilmu jiwa atau psikologi : menambah pengertian tentang persepsi,

    kognisi, ingatan, berbagai teori tentang belajar, motivasi, dan

    komunikasi antar manusia serta kepribadian.

    7. Sosiologi : pengaruh faktor-faktor sosial terhadap kesehatan dan

    gangguan jiwa, seperti struktur dan fungsi sosial, perubahan sosial,

    interaksi individu dan kelompok, serta interaksi antar kelompok.

    8. Antropologi : pengaruh norma, nilai dan kepercayaan pada kesehatan

    jiwa; pengaruh keluarga : pernikahan, perceraian, struktur keluarga,

    dan fungsi keluarga.

    9. Epidemiologi : sangat membantu penyelidikan tentang keadaan

    kesehatan jiwa dalam masyarakat dan segala faktor yang

    mempengaruhinya.

    Ilmu kedokteran jiwa modern telah berkembang sedemikian rupa

    sehingga muncul beberapa subspesialis (Maramis, 2009), misalnya :

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Ilmu kedokteran jiwa anak atau psikiatri anak. Karena anak bukanlah

    dewasa mini, maka berkembanglah ilmu kesehatan anak (pediatrik)

    dan psikiatri anak.

    2. Psikoterapi, sejak Sigmund Freud telah berkembang khusus dalam

    pemberian pertolongan individual dengan cara yang langsung

    memengaruhi mental penderita.

    Beberapa bagian lain dalam psikiatri sedang berkembang dengan

    cepat dan sedang mencari-cari bentuknya sendiri (Maramis, 2009),

    misalnya :

    1. Kedokteran jiwa masyarakat atau psikiatri masyarakat (community

    psychiatry) mempelajari, merancang dan mengusahakan program-

    program dalam masyarakat , misalnya dalam hal promosi, prevensi,

    dan rehabilitasi.

    2. Psikiatri klinis mempelajari seluk beluk gangguan jiwa perorangan,

    antara lain melalui psikopatologi dan psikodinamika serta pengobatan

    dan rehabilitasi.

    3. Farmakopsikiatri menaruh perhatian pada pemakaian obat dalam

    penanggulangan gangguan mental. Bila dimulainya dari farmakologi,

    maka disebut psikofarmakologi.

    4. Kedokteran jiwa usia lanjut atau geropsikiatri mencurahkan perhatian

    pada gangguan jiwa orang usisa lanjut

    5. Ilmu kedokteran jiwa kehakiman atau psikiatri forensik mempelajari

    faktor mental pada para pelanggar hukum, pelaku tindak pidana atau

    orang yang membahayakan masyarakat karena perilakunya.

    2.2.3 Teori Psikiatri

    Sejak dahulu kala sampai sekarang, manusia masih saja terus

    berusaha untuk menerangkan dan memahami perilakunya sendiri. Sejak

    majunya ilmu kedokteran jiwa dan ilmu perilaku (behavioral sciences),

    Universitas Sumatera Utara

  • maka telah banyak teori kepribadian yang dikemukakan. Semua teori ini

    berusaha terutama untuk menjelaskan sebab musabab perilaku manusia.

    Sigmund Freud mempelopori dengan teori psikoanalisa yang

    berkisar pada libido sebagai pendorong utama perilaku manusia.

    Perkembangan kepribadian menurut Freud berjalan melalui beberapa fase :

    1. Fase oral (0- 1 tahun)

    2. Fase anal ( 1- 3 thn)

    3. Fase Phalik (3- 5 thn)

    4. Fase laten (5 12 thn)

    5. Fase genital (12- 20 thn)

    Freud mengemukakan pula suatu model topografik dan struktural

    kepribadian. Menurutnya jiwa terbagi menjadi 3 bagian, yaitu id, ego, dan

    super ego. Untuk topografi kepribadian terbagi atas 3 yaitu alam tak sadar,

    alam pra-sadar dan alam sadar.

    Beberapa murid Freud, yang kemudian tidak setuju dengan tempat

    utama yang diberikan kepada libido mengemukakan teori mereka sendiri,

    misalnya seperti Alfred Adler dengan psikologi individualnya dan Jung

    dengan alam tak sadar pribadi dan tipologi.

    Karen Horney, Sullivan dan Fromm, memasukkan unsur

    kebudayaan dan unsur hubungan antar manusia ke dalam teori mereka,

    sebagai hal yang sangat penting dalam membangkitkan motivasi perilaku

    manusia. Adolf Meyer mengetengahkan interpretasi psikologisnya yang

    melihat gejala gejala gangguan jiwa sebagai reaksi terhadap lingkungan

    atau pengalaman. Teori teori lain yang diperoleh dari psikologi adalah

    teori Allport, yang menganggap sifat sebagai elemen dasar kepribadian;

    Kurt Lewin yang melihat manusia sebagai suatu sistem energi yang

    kompleks; Maslow dengan hierarki kebutuhan dan teori stimulus respons

    Universitas Sumatera Utara

  • yang menganggap kebiasaan itu sebagai elemen struktural utama pada

    kepribadian serta tidak akan ada respon bila tidak ada stimulus.

    Beberapa teori perkembangan dikemukakan juga, antara lain :

    1. Teori perkembangan kognitif oleh Jean Piaget.

    2. Teori perkembangan moral oleh Lawrence Kohlberg.

    3. Teori perkembangan sosial oleh Erik Erikson.

    4. Teori perkembangan kepercayaan oleh James Fowler.

    2.2.4 Gangguan Jiwa

    Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ,

    gangguan jiwa adalah suatu kelompok gejala atau perilaku yang bermakna

    dan dapat ditemukan secara klinis dan yang disertai dengan penderitaan

    (distress) pada kebanyakan kasus dan yang berkaitan dengan terganggunya

    fungsi seseorang. Pada dasarnya gangguan jiwa bukanlah sesuatu yang

    berdiri sendiri, karena kita mengetahui manifestasi gangguan jiwa berupa

    perilaku, pikiran, dan perasaan, erat sekali kaitannya dengan kondisi

    tubuh/jasmani.

    Salah satu masalah terbesar yang dihadapi dalam gangguan jiwa

    adalah masalah stigma. Stigma berarti suatu tanda atau identifikasi dari

    tanda yang terdiri dari rasa malu, noda atau kecemaran. Stigma erat

    kaitannya dengan ketidak-mengertian atau salah pengertian tentang

    gangguan jiwa termasuk pengobatannya dan profesi psikiater dan tenaga

    medis yang terlibat di dalamnya (Carol et al,2008).

    Masyarakat cenderung untuk mempersepsikan dan memandang

    gangguan jiwa sebagai rasa takut; takut akan penyakitnya, takut dari

    ketidaktahuan, dan takut akan kekerasannya. Beberapa kultur masyarakat

    masih mempercayai bahwa gangguan jiwa adalah pekerjaan makhluk

    halus, darah yang kotor, racun, dan integritas moral yang rendah. Di dalam

    masyarakat sendiri terdapat diskriminasi dalam bidang pekerjaan,

    pelayanan masyarakat, pelayanan asuransi, dan hak untuk menerima

    Universitas Sumatera Utara

  • pendidikan pada individu yang mengalami gangguan jiwa (Andriyanti,

    2004).

    Penelitian oleh Lai et al (2000) mengemukakan bahwa terdapat

    dampak stigma terhadap pasien psikiatri, yaitu percaya diri yang rendah,

    rasa malu akan penyakitnya dan penolakan sosial, disertai kesulitan

    mendapat pekerjaan dan hak atas layanan kesehatan. Bahkan seperti yang

    dinyatakan oleh Carol et al (2008), stigma dapat mempengaruhi keluarga

    dari penderita, yang mana dapat mempengaruhi secara psikologi pada

    kesehatan mental penderita. Maka tidaklah berlebihan jika Bozan et al

    (2007) menyatakan bahwa stigma merupakan hambatan dalam

    meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien dengan penyakit mental.

    Munculnya stigma tidak lepas dari peranan media. Menurut Bozan

    et al (2007) pendidikan psikiatri dan kepaniteraan klinik dapat

    menurunkan hambatan emosional terhadap pasien psikiatri, namun gagal

    dalam menghilangkan pandangan stereotipi, kecuali mitos tentang

    penderita sakit mental yang berbahaya.. Oleh karena itu, program edukasi

    kesehatan yang baik dengan memberikan informasi yang benar tentang

    gangguan jiwa, psikiatri, dan peran psikiater diharapkan dapat membantu

    eradikasi stigma.

    Universitas Sumatera Utara