Chapter II(26)

15
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu penyakit endokrin kronis berupa gangguan metabolisme yang ditandai dengan tiga gejala klasik yang sangat khas yaitu polidipsia, poliuria, dan polifagiakarena terganggunya aktivitas insulin. 12 Pada kondisi ini akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) karena produksi insulin berkurang, disfungsi insulin atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Hiperglikemi kronik pada Diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. 7,12-13 Secara umum, Diabetes melitus dapat dikatakan suatu kumpulan masalah anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor berupa defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 1 Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta yang berada di pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah dengan mengubah karbohidrat, lemak dan protein menjadi energi. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel. 12-13 Pada keadaan normal, kadar insulin yang cukup akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk kemudian dimetabolisme menjadi energi. Namun, pada Diabetes melitus dimana didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitasnya insulinnya tidak baik (resistensi insulin), insulin dan reseptornya ada tetapi akibat terjadi kelainan di dalam sel maka pintu masuk sel tertutup sehingga glukosa tidak dapat masuk sel untuk dimetabolisme. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel hingga kadar glukosa dalam darah meningkat. 13 Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit endokrin kronis berupa gangguan

metabolisme yang ditandai dengan tiga gejala klasik yang sangat khas yaitu

polidipsia, poliuria, dan polifagiakarena terganggunya aktivitas insulin.12 Pada

kondisi ini akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) karena

produksi insulin berkurang, disfungsi insulin atau berkurangnya respon terhadap

reseptor insulin pada organ target. Hiperglikemi kronik pada Diabetes melitus

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa

organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.7,12-13

Secara umum, Diabetes melitus dapat dikatakan suatu kumpulan masalah

anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor berupa defisiensi insulin absolut

atau relatif dan gangguan fungsi insulin.1 Insulin merupakan hormon yang diproduksi

oleh sel beta yang berada di pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa

dalam darah dengan mengubah karbohidrat, lemak dan protein menjadi energi. Dalam

proses metabolisme, insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel.12-13 Pada keadaan normal, kadar insulin yang

cukup akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot,

kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk

kemudian dimetabolisme menjadi energi. Namun, pada Diabetes melitus dimana

didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitasnya insulinnya

tidak baik (resistensi insulin), insulin dan reseptornya ada tetapi akibat terjadi

kelainan di dalam sel maka pintu masuk sel tertutup sehingga glukosa tidak dapat

masuk sel untuk dimetabolisme. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel hingga

kadar glukosa dalam darah meningkat.13

Universitas Sumatera Utara

Sudah lama diketahui bahwa Diabetes melitus merupakan penyakit keturunan,

artinya apabila orang tuanya menderitaDiabetes melitus maka anaknya kemungkinan

besar akan menderita juga. Hal itu memang benar, tetapi faktor keturunan saja tidak

cukup. Ada beberapa faktor risiko terjadinya Diabetes melitus yaitu adanya infeksi

virus (pada Diabetes melitus tipe 1), kegemukan, pola makan yang salah, minum

obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah, proses menua, stress, dan lain-

lain.13

2.1.1 Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien Diabetes melitus.Kecurigaan

terjadinya Diabetes melitus dapat diketahui dengan adanya gejala khas berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, tubuh lemas dan berat badan menurun. Gejala lain yang

mungkin dirasakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensi

pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.1,7 Diagnosis Diabetes melitus harus

didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Apabila ditemukan gejala

khas Diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah

cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas

Diabetes melitus, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.1

Diagnosis Diabetes melitus dapat ditegakkan melalui cara berikut:1,13

a. Gejala khas Diabetes melitus + kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari

tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

b. Gejala khas Diabetes melitus + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

c. Glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mg/dL

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan dengan standar WHO

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang

dilarutkan dalam air.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA)

tahun 2009 terbagi menjadi empat tipe, yaitu:1,3,13

a. Diabetes melitus tipe 1

Penurunan sekresi insulin yang disebabkan oleh destruksi sel beta akibat

proses imunologi (autoimun) dan idiopati.

b. Diabetes melitus tipe 2

Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin disertai resistensi insulin.

c. Diabetes melitus kehamilan (gestasional)

Keadaan intoleransi terhadap glukosa yang terjadi selama kehamilan.Anak

yang dilahirkan dari ibu yang menderita Diabetes melitus kehamilan memiliki risiko

yang lebih tinggi untuk mengalami obesitas dan diabetes saat dewasa.

d. Diabetes melitus tipe lain

Berupa defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit

eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, imunologi, dan

sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes melitus.

2.1.3 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling

banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar glukosa darah yang tinggi terus-menerus,

sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.11,14

Kadar gula darah yang tidak terkontrol cenderung menyebabkan kadar zat lemak

dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya arterosklerosis

(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Arterosklerosis ini sering terjadi

pada penderita Diabetes melitus.14

Penderita Diabetes melitus dapat mengalami berbagai komplikasi jangka

panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi jangka panjang

Diabetes melitus yang sering terjadi meliputi retinopati diabetikum yaitu gangguan

penglihatan akibat kerusakan pada retina mata, nefropati yaitu kelainan fungsi ginjal

Universitas Sumatera Utara

yangdapat menyebabkan gagal ginjal, neuropati perifer dengan risiko ulkus pada

kaki, neuropati otonom yang mengakibatkan terganggunya pencernaan,

kardiovaskular, dan disfungsi seksual. Hipertensi dan abnormalitas metabolisme

lipoprotein juga sering dijumpai pada pasien Diabetes melitus.3,13 Dalam hal

manifestasi oral, komplikasi sering terjadi pada penderita Diabetes melitus yang tidak

terkontrol. Keluhan dan kelainan di rongga mulut pasien Diabetes melitus sangat

bervariasi dari yang ringan sampai yang berat, yaitu xerostomia, Angular Cheilitis,

Burning Mouth Syndrome (BMS), meningkatnya insidensi dan keparahan penyakit

periodontal, perubahan flora normal rongga mulut yang didominasi oleh Candida

albicans, dan dapat mengalami gangguan penyembuhan luka.7,12

2.1.4 Penyakit Periodontal pada Pasien Diabetes Melitus

Penyakit periodontal lebih prevalen dan lebih parah pada penderita Diabetes

melitus dibandingkan pada orang sehat. Diabetes melitus terutama pada keadaan

kontrol gula darah yang buruk dapat mengakibatkan meningkatnya gingivitis,

periodontitis dan kehilangan tulang alveolar.15Diabetes melitus dapat menyebabkan

periodontitis melalui respons inflamasi mikroflora yang berlebihan pada jaringan

periodontal.16Penderita Diabetes melitus dengan oral higiene yang tidak terawat baik

ditambah faktor infeksi akan memudahkan terjadinya diabetik oral di rongga mulut.

Oral higiene yang buruk akan mempermudah pembentukan plak yang terus menyebar

ke jaringan periodontal dan akar gigi, apabila tidak dirawat akan menyebabkan

terjadinya periodontitis.6

Leukosit polimorfonukleusmerupakan sel pertahanan utama dari

periodonsium.Fungsi sel yang terlibat dalam respon pertahanan ini adalah neutrofil,

monosit dan makrofag.Penderita Diabetes melitus menderita kelainan fungsi sel

pertahanan utama tersebut yaitu tidak seimbangnya fungsi kemotaksis dan fagositosis

yang menyebabkan penderita Diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi.

Terganggunya fungsi fagositosis neutrofil dapat meningkatkan jumlah bakteri di saku

periodontal, sehingga meningkatkan kerusakan jaringan periodontal.17 Meningkatnya

inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan menghambat perbaikan jaringan

Universitas Sumatera Utara

yang rusak berperan dalam kerusakan jaringan periodontal yang terlihat pada pasien

Diabetes melitus.18 Ada beberapa pendapat mengenai keterlibatan Diabetes melitus

sebagai faktor risiko penyakit periodontal, yaitu:10

a. Terjadinya penebalan membran basal

Pada penderitaDiabetes melitus, membran basal gingiva akan mengalami

penebalan sehingga pembuluh kapiler menyempit. Menyempitnya pembuluh kapiler

ini mengakibatkan terganggunya difusi oksigen, pembuangan sisa-sisa metabolisme

dan migrasi leukosit polimorfonukleus.

b. Perubahan biokimia

Level cyclic adenosine monophosphate (cAMP) pada penderita Diabetes

melitus menurun, sehingga dapat menyebabkan inflamasi gingiva yang parah.

c. Perubahan mikrobiologis

Peningkatan kadar glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi

lingkungan subgingiva, yang dapat menginduksi perubahan jumlah bakteri sehingga

mempengaruhi jaringan periodontal dikarenakan sulkus gingiva merupakan

lingkungan yang baik bagi bakteri untuk berkembangbiak.

d. Perubahan imunologis

Penderita Diabetes melitus rentan terhadap inflamasi disebabkan oleh

terjadinya defisiensi fungsi leukosit polimorfonukleus (LPN) berupa terganggunya

kemotaksis dan melemahnya daya fagositosis.

e. Perubahan berkaitan dengan kolagen

Meningkatnya kadar glukosa darah dapat menyebabkan berkurangnya

produksi kolagen sehingga terjadi peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva.

Universitas Sumatera Utara

Gambar. Penyakit periodontal pada pasien Diabetes melitus16

2.2 Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang

memiliki prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia.Penyakit periodontal adalah

penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi dalam plak yang

menyebabkan gingiva mengalami peradangan. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak

yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat

pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Diperkirakan bahwa 1 mm3 plak gigi

dengan berat 1 mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme.Umumnya plak

didominasi oleh bakteri gram-positif tetapi kemudian dijumpai banyak bakteri

anaerob gram-negatif seperti Porphyromonas gingivalis dan Bacteriodes forsythus.9

Mikroorganisme non-bakteri yang dijumpai dalam plak adalah spesies Mycoplasma,

ragi, protozoa, dan virus.Mikroorganisme tersebut terdapat di antara matriks

interseluler, yang juga mengandung sedikit sel jaringan seperti sel epitel, makrofag,

dan leukosit. Matriks interseluler merupakan 20-30% massa plak, terdiri atas bahan

organik dan anorganik yang berasal dari saliva, cairan sulkular, dan produk bakteri.8

Lokasi dan laju pembentukan plak bervariasi di antara individu.Penumpukan

plak sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur

oral higiene.Plak tampak sebagai massa globular berwarna putih, keabu-abuan, atau

kuning. Faktor yang mempengaruhi pembentukan plak adalah oral higiene, dan faktor

hostseperti diet, komposisi dan laju aliran saliva.8 Ada dua tipe penyakit periodontal

yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis merupakan lesi

Universitas Sumatera Utara

inflamasi pada gingiva dan lesi inflamasi di jaringan tulang dan jaringan pendukung

disebut dengan periodontitis.8,19

2.2.1 Gingivitis

Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan, yang secara klinis

ditandai dengan gingiva berwarna merah, membengkak, mudah berdarah, perubahan

kontur, kehilangan adaptasi terhadap gigi, dan peningkatan jumlah cairan

sulkular.Tejadinya gingivitis akibat adanya plak gigi yang terdiri atas berbagai

macam bakteri dan menginduksi perubahan patologis pada jaringan secara langsung

maupun tidak langsung.Mikroorganisme yang dijumpai dalam proses perkembangan

gingivitis adalah bakteri batang gram positif, kokus gram-positif, dan kokus gram-

negatif. Bakteri gram-positif yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis,

Actinomyces viscosus, Actinomyces naeslundii, dan Peptostreptococcus micros.

Sedangkan bakteri gram-negatifnya didominasi oleh Fusobacterium nucleatum,

Prevotella intermedia, Veillonella parvula, dan spesies Haemophilus dan

Camphylobacter.8

2.2.2 Periodontitis

Periodontitis adalah peradangan yang sudah sampai ke jaringan pendukung

gigi yang lebih dalam.Periodontitis merupakan infeksi persisten yang disebabkan

inflamasi kronis yang mengenai jaringan gingiva, tulang penyangga gigi dan jaringan

ikat di sekitar gigi.19 Secara klinis perbedaan periodontitis dan gingivitis adalah pada

periodontitis dijumpai adanya kehilangan perlekatan jaringan ikat ke gigi pada

keadaan gingiva yang terinflamasi. Juga terjadi kehilangan ligamen periodontal dan

terganggunya perlekatannya ke sementum, dan resorpsi tulang alveolar.8Bakteri

penyebab periodontitis adalah bakteri gram negatif, yaitu Actinobacillus

actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Bacteriodes forsythus,

Prevotella intermedia, Camphylobacter rectus, Eikenella corrodens, Fusobacterium

nucleatum, dan spesies Treponema dan Eubacterium.8,19

Universitas Sumatera Utara

Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan

berkembang kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva

sehingga merusak jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada

gigi dan membentuk saku yang akan bertambah dalam sehingga makin banyak tulang

dan jaringan pendukung yang rusak. Bila penyakit ini berlanjut terus dan tidak segera

dirawat maka lama kelamaan gigi akan goyang dan harus dicabut.9

2.2.3 Faktor Risiko Penyakit Periodontal

Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa

faktor yang menjadi faktor risiko penyakit periodontal.Faktor ini dapatberada di

dalam mulut atau sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum, faktor risiko

penyakit periodontal adalah oral higieneyang buruk, kebiasaan merokok, penyakit

sistemik, usia, jenis kelamin.9,20 Faktor obesitas juga dilaporkan mempunyai

keterkaitan dengan timbulnya penyakit periodontal.9

1. Oral Higiene

Beberapa ahli menyatakan penyakit periodontal dihubungkan dengan kondisi

oral higieneyang buruk.8-9Loe et al. melaporkan pada individu yang mempunyai

gingiva sehat akan segera mengalami gingivitis bila tidak melakukan pembersihan

rongga mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan pemeliharaan

kebersihan mulut maka peradangan akan hilang dalam waktu 1 minggu. Semua

penelitian yang dilakukan menunjukkan pentingnya melakukan kontrol plak bila

tidak ingin terjadi kerusakan pada jaringan periodontal.9

2. Merokok

Beberapa survei menunjukkan bahwa rerata oral higienepada perokok lebih

buruk daripada yang tidak merokok.Oleh karena itu, tidak heran bila penyakit

periodontal kronis lebih parah pada perokok daripada yang tidak merokok.Seorang

perokok mempunyai risiko menderita periodontitis 2-7 kali lebih besar daripada

bukan perokok.9Perokok yaitu apabila paling sedikit mengonsumsi rokok selama satu

tahun dan mengonsumsi rokok 10 batang per hari.Panas rokok akan meningkatkan

kerusakan perlekatan periodontal dan bertambah banyaknya kalkulus yang akan

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan retensi plak.9,21 Peluang terkena penyakit periodontal lebih tinggi pada

perokok dewasa muda berusia 20-33 tahun.9

3. Penyakit Sistemik

Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes melitus dan penyakit

sistemik lainnnya seperti penyakit vaskular dan penyakit saluran pernafasan.9

Penderita Diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi terutama pada penderita

diabetes yang tidak terkontrol.7,9,12,22-23 Penyakit-penyakit tersebut tidak memulai

timbulnya penyakit gingiva dan periodontal, tetapi mempercepat perkembangan dan

memperhebat kerusakan pada jaringan periodontal.8

4. Usia

Banyak penelitian menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan

meningkatsejalan dengan bertambahnya usia.8-9,20 Penyakit periodontal lebih banyak

dijumpai pada orang tua daripada kelompokmuda, walaupun keadaan ini lebih sering

dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses

menua).9

5. Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin masih diragukan, ada yang mengatakan bahwa kondisi

periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. Walaupun demikian, bila

dibandingkan status kebersihan mulut pria dan wanita, maka dijumpai kebersihan

mulut wanita lebih baik daripada pria. Oleh karena itu, tidak dijumpai perbedaan

yang signifikan bila dibuat perbandingan antara pria dan wanita dengan status

kebersihan mulut dan usia yang sama.9

6. Obesitas

Bertitik tolak dari adanya hubungan antara obesitas dengan Diabetes melitus

yang merupakan faktor risiko penyakit periodontal, belakangan ini para ahli telah

meneliti adanya keterkaitan obesitas dan peningkatan prevalensi penyakit periodontal

sehingga obesitas juga dinyatakan sebagai faktor risiko. Saito et al., melakukan

penelitian terhadap 241 orang dewasa Jepang dan menjumpai adanya hubungan

bermakna antara obesitas dengan peningkatan risiko penderita periodontitis.9 Al-

Universitas Sumatera Utara

Zahrani et al., dalam penelitiannya menyatakan obesitas dapat meningkatkan

prevalensi penyakit periodontal terutama pada usia muda.24

2.2.4 Pencegahan Penyakit Periodontal

Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak mikroorganisme yang akan

mengadakan interaksi dengan jaringan periodontal sebagai pejamu. Aksi

mikroorganisme ini akan diperhebat oleh beberapa faktor yang bersifat lokal maupun

sistemik. Dengan berpedoman pada interaksi faktor tersebut, maka konsep

pencegahan penyakit periodontal ditujukan untuk menghambat pembentukan dan

penumpukan plak, meningkatkan pertahanan jaringan periodontal, dan memperbaiki

faktor lokal ataupun sistemik.9

Prinsip pencegahan penyakit periodontal yang tidak berubah selama bertahun-

tahun adalah kontrol plak mekanis secara teratur dan konsisten pada gigi dan sulkus

gingiva, yang meliputi menyikat gigi, menggunakan alat pembersih interdental, dan

berkumur-kumur dengan larutan fluor. Yang perlu diingat bahwa plak supra gingiva

dapat berkembang menjadi plak sub gingiva bila tidak disingkirkan dan selanjutnya

akan mengalami kolonisasi oleh adanya bakteri penyebab penyakit periodontal.8-9

Pencegahan penyakit periodontal dapat dilakukan dengan kontrol plak. Pertahanan

jaringan periodontal dapat ditingkatkan juga dengan nutrisi yang baik. Salah satu

nutrisi yang berkaitan dengan peningkatan pertahanan jaringan periodontal adalah

vitamin C. Apabila kadar vitamin C rendah, maka metabolisme akan terganggu

sehingga menurunkan daya regenerasi dan perbaikan jaringan periodontal. Selain itu,

terganggunya pembentukan tulang alveolar dan meningkatnya permeabilitas ekologi

sub gingiva sehingga meningkatkan patogenesis mikroorganisme tertentu.9

2.2.5 Indeks Penyakit Periodontal

Untuk dapat mengukur prevalensi penyakit, keparahannya serta kaitannya

dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya diperlukan suatu alat ukur yang

dikenal sebagai indeks.8Ada beberapa indeks yang biasa digunakan, namun tidak ada

satupun indeks yang bisa digunakan untuk semua jenis penelitian. Indeks yang baik

Universitas Sumatera Utara

adalah indeks yang dapat dipercaya, sederhana dan mudah digunakan serta mudah

dipahami dan dijelaskan kepada penderita. Indeks penyakit periodontal dibedakan

atas indeks untuk mengukur plak gigi, cairan sulkus gingival, kebutuhan perawatan

dan keparahan penyakit periodontal.9

Indeks penyakit periodontal pertama kali dikembangkan oleh Ramfjord pada

tahun 1959 yang mengukur keadaan gingiva dan kedalaman saku

periodontal.Pemeriksaan dilakukan hanya pada enam gigi saja yaitu gigi 16, 21, 24,

36, 41 dan 44 (dinamakan gigi indeks Ramfjord).Pengukuran dilakukan

menggunakan kaca mulut dan prob periodontal WHO yang mempunyai kalibrasi

dalam milimeter dan mempunyai batas warna hitam 3-6 mm. Skor indeks periodontal

Ramfjord dihitungdengan membagi jumlah skor periodontal dengan jumlah gigi yang

diperiksa.8,25 Pada penelitian ini, indeks yang dipilih adalah indeks periodontal

Ramfjord karena:

1.Indeks ini mirip dengan indeks periodontal oleh Russel dengan

beberapa penyempurnaan.

2. Indeks ini dapat digunakan sebagai ukuran keadaan serta keparahan

penyakit periodontal.

3. Indeks ini lebih sederhana karena hanya mengukur enam gigi saja sesuai

yang telah ditentukan.

Tabel 1. Kriteria Indeks Penyakit Periodontal Ramfjord25

Skor Kriteria

Universitas Sumatera Utara

Gingivitis

0

1

2

3

Kedalaman saku

dihitung dari cemento

enamel junction (CEJ)

4

5

6

Tidak ada peradangan

Gingivitis ringan tetapi tidak meluas mengelilingi gigi

Gingivitis sedang dan meluas mengelilingi gigi

Gingivitis parah ditandai dengan kemerahan,

kemungkinan telah ada perdarahan spontan dan ulserasi

Kedalaman saku periodontal kurang dari 3 mm

Kedalaman saku periodontal 3-6 mm

Kedalaman saku periodontal lebih dari 6 mm

2.2.6 Oral higiene

Oral higiene sangat berperan dalam kesehatan seseorang.Oral higiene yang

buruk dapat menyebabkan berbagai penyakit di rongga mulut.Indeks yang dapat

digunakan untuk mengukur status oral higiene adalah Indeks Oral Higiene

(OHI).Gigi yang diukur adalah seluruh gigi geligi dalam rongga mulut.Bila

pengukuran hanya dilakukan pada enam gigi indeks saja dinamakan Indeks Higiene

Oral Disederhanakan (Oral Hygiene IndexSimplified).8-9

Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46.Pada

gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46

permukaan lingualnya.Indeks ini merupakan salah satu indeks yang populer

digunakan untuk menentukan status kebersihan mulut pada penelitian

epidemiologis.Indeks ini terdiri dari 2 komponen, yakni Indeks Debris dan Indeks

Kalkulus.Skor OHIS diperoleh dari menjumlahkan skor debris dan skor kalkulus.

Skor 0-1,2 dikategorikan baik, 1,3-3,0 dikategorikan sedang, dan 3,1-6 dikategorikan

buruk.8-9

Tabel 2.Kriteria Indeks Debris8-9,25

Universitas Sumatera Utara

Skor Kriteria

0

1

2

3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan

gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Tabel 3. Kriteria Indeks Kalkulus8-9,25

Skor Kriteria

0

1

2

3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3

permukaan gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum

melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva

di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan

gigi atau kalkulus subgingiva mengelilingi servikal gigi atau kedua-

duanya

2.3 Landasan Teori

Diabetes melitus adalah suatu penyakit akibat gangguan metabolisme

karbohidrat ditandai dengan kadar glukosa darah yang meningkat. Diabetes melitus

merupakan salah satu penyakit sistemik yang dapat berperan sebagai faktor risiko

bagi terjadinya periodontitis dan memperburuk kesehatan periodontal.10 Penelitian

Hidayati, Mu’afiro, dan Suwito menyatakan ada pengaruh antara OHIS terhadap

tingkat periodontitis dengan odd rasio sebesar 2,8. Penderita Diabetes melitus dengan

kebersihan mulut yang kurang baik dan ada penumpukan kalkulus sering mengalami

peradangan gingiva yang parah, pembentukan poket yang dalam dan abses

periodontal.6

Universitas Sumatera Utara

Untuk mengukur oral higiene digunakanOral Higiene

IndexSimplified.Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan

46.Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat

permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46

permukaan lingualnya.Indeks ini terdiri dari 2

komponen, yakni Indeks Debris dan Indeks

Kalkulus.8-9

Untuk mengukur periodontal pada

penelitian ini digunakan Indeks Penyakit Periodontal oleh Ramfjord. Pengukuran

indeks dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44.Bila salah satu gigi

ini hilang maka akan digantikan oleh gigi disampingnya (17, 11, 25, 37, 42, dan

45).10,25-26

Odd rasio pada rancangan case control dihitung dengan rumus:

a x d

OR = b x c

Keterangan:

a: Penderita Diabetes melitus yang mengalami penyakit periodontal

b: Penderita Diabetes melitus yang tidak mengalami penyakit periodontal

c: Penderita non-Diabetes yang mengalami penyakit periodontal

d: Penderita non-Diabetes yang tidak mengalami penyakit periodontal

2.4 Kerangka Konsep

Diabetes melitus (kasus)

1. Status oral higiene

2. Status periodontal

Non-Diabetes (kontrol)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara