Chapter II Erni

8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Penghasil Antibiotik dan Jenis Antibiotiknya Tanah merupakan tempat interaksi biologis yang paling dinamis dan mempunyai lima komponen utama yaitu mineral, air, udara, dan zat organik. Lingkungan Indonesia yang tropik dan lembab merupakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan fungi (Gandjar et al., 1999). Mikroorganisme terdapat di berbagai habitat, seperti dalam tanah, lingkungan akuatik dan atmosfer (Listari, 2009). Tanah merupakan habitat alami bagi sebagian besar mikroorganisme yang memproduksi antibiotik (Grossbard, 1952) yang terlibat dalam dekomposisi dan resintesis senyawa organik (Suwandi, 1989). Organisme hidup dalam tanah antara lain bakteri, aktinomisetes, fungi, algae, dan protozoa (Suwandi, 1989). Fungi tanah merupakan salah satu mikroorganisme tanah yang mempunyai peranan penting dalam siklus hara yang selanjutnya akan menentukan kesuburan tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Suciatmih, 2006). Dalam mengisolasi fungi penghasil antibiotik dari tanah dapat menggunakan metode cawan sebar. Prinsip teknik ini yaitu dengan mengencerkan contoh tanah. Koloni penghasil aktivitas antibiotik ditunjukkan pada area agar di sekitar koloni yang bebas pertumbuhan koloni lain. Setelah terbukti bahwa koloni tersebut memang penghasil antibiotik, populasi tersebut dimurnikan dan disubkultur untuk membuat stok biakan yang diperlukan dalam pengujian selanjutnya (Davis & Blevins, 1999). Fungi ada yang bermanfaat bagi manusia, antara lain sebagai pengendali hayati, penghasil enzim, antibiotik, rekayasa genetik, dan industri komersial (Ahmad, 2008). Dalam bidang farmasi fungi juga berperan sebagai penghasil antibiotik (Gandjar et al.,

description

mikhaaaaaaaaaaaaaaaaa

Transcript of Chapter II Erni

Page 1: Chapter II Erni

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungi Penghasil Antibiotik dan Jenis Antibiotiknya

Tanah merupakan tempat interaksi biologis yang paling dinamis dan mempunyai lima

komponen utama yaitu mineral, air, udara, dan zat organik. Lingkungan Indonesia yang

tropik dan lembab merupakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan fungi (Gandjar

et al., 1999). Mikroorganisme terdapat di berbagai habitat, seperti dalam tanah,

lingkungan akuatik dan atmosfer (Listari, 2009). Tanah merupakan habitat alami bagi

sebagian besar mikroorganisme yang memproduksi antibiotik (Grossbard, 1952) yang

terlibat dalam dekomposisi dan resintesis senyawa organik (Suwandi, 1989). Organisme

hidup dalam tanah antara lain bakteri, aktinomisetes, fungi, algae, dan protozoa (Suwandi,

1989).

Fungi tanah merupakan salah satu mikroorganisme tanah yang mempunyai

peranan penting dalam siklus hara yang selanjutnya akan menentukan kesuburan tanah

dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Suciatmih, 2006). Dalam mengisolasi fungi

penghasil antibiotik dari tanah dapat menggunakan metode cawan sebar. Prinsip teknik

ini yaitu dengan mengencerkan contoh tanah. Koloni penghasil aktivitas antibiotik

ditunjukkan pada area agar di sekitar koloni yang bebas pertumbuhan koloni lain.

Setelah terbukti bahwa koloni tersebut memang penghasil antibiotik, populasi tersebut

dimurnikan dan disubkultur untuk membuat stok biakan yang diperlukan dalam

pengujian selanjutnya (Davis & Blevins, 1999).

Fungi ada yang bermanfaat bagi manusia, antara lain sebagai pengendali hayati,

penghasil enzim, antibiotik, rekayasa genetik, dan industri komersial (Ahmad, 2008).

Dalam bidang farmasi fungi juga berperan sebagai penghasil antibiotik (Gandjar et al.,

Page 2: Chapter II Erni

1999). Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes,

fungi, dan beberapa mikroorganisme lainnya (Suwandi, 1989).

Antibiotik merupakan substansi kimia alamiah hasil metabolisme sekunder

mikroorganisme, dalam konsentrasi yang rendah mempunyai kemampuan baik

menghambat pertumbuhan maupun membunuh mikroorganisme lain (Lay, 1994;

Setyaningsih, 2004). Antibiotik merupakan komponen antimikroorganisme yang

dihasilkan secara alami oleh organisme dan bersifat toksik bagi mikroalga, bakteri, fungi,

virus atau protozoa. Antibiotik bila dimaksudkan untuk kelompok organisme yang khusus

maka sering digunakan istilah-istilah seperti antibakteri, antifungi, dan sebagainya

(Setyaningsih, 2004). Ada dua cara antibiotik dalam menghambat pertumbuhan

mikroorganisme yaitu sebagai bakteriostatis dan baktriosidal.

Menurut Suwandi (1989), sekitar 800 jenis antibiotik dihasilkan oleh fungi. Fungi

dari genus Aspergillus dan Penicilin lebih sering memproduksi antibiotik (Nemec et al.,

1963). Penicillium sp. dan Aspergillus sp. dilaporkan juga menghasilkan senyawa

metabolit sekunder yaitu lovastin yang berfungsi sebagai anti hiperkolestrolemia

(Aryantha et al., 2004). Suwandi (1989) menyatakan bahwa fungi penghasil antibiotik

yang terkenal diantaranya adalah Penicilium menghasilkan penisilin, griseofulvin,

Cephalosporium menghasilkan sefalosporin, serta beberapa fungi lain seperti Aspergillus

menghasilkan fumigasin, Chaetomium menghasilkan chetomin, Fusarium menghasilkan

javanisin dan Trichoderma menghasilkan gliotoxin. Di bawah permukaan air, kultur

P. urticae memproduksi antibiotik patulin dan griseofulvin yang tumbuh pada media

glukosa-nitrat (Sekiguchi & Gaucher, 1977). Fungi dermatofita telah lama diketahui

menghasilkan suatu senyawa antibiotik. Produksi antibiotik dari dermatofyta pertama kali

diteliti oleh Nakumura 1931, yang menemukan aktivitas antibakteri dari jenis

Trichophyton (Kheira et al., 2007).

Fungi penghasil antibiotik yang terkenal salah satunya adalah Penicilium.

Penisilin merupakan antibiotik modern yang pertama, paling bermanfaat serta paling luas

penggunaannya. Penisilin dihasilkan selama pertumbuhan dan metabolisme Penicillium

Page 3: Chapter II Erni

notatum (Pelczar & Chan, 2005). Penicillium chrysogenum juga dapat menghasilkan

antibiotik penisilin, mikroorganisme ini mempunyai spektrum yang sangat luas terhadap

bakteri dan beberapa jamur (Sri et al., 2000). Penisilin ditemukan oleh Alexander

Fleming pada tahun 1929. Fleming memperlihatkan bahwa pada suatu cawan agar yang

diinokulasikan dengan Staphylococcus aures telah terkontaminasi oleh sejenis jamur dan

koloni jamur tersebut dikelilingi oleh suatu zona yang jernih, menunjukkan adanya

penghambatan pertumbuhan bakteri (Pelczar & Chan, 2005).

Penisilin merupakan suatu kelompok persenyawaan dengan struktur yang

sekerabat dan sifat-sifat serta aktivitas yang agak berbeda. Semua penisilin mempunyai

inti yang sama yaitu cincin β-laktam-thiazolidin, yang memberikan sifat unik pada

masing-masing penisilin adalah rantai sampingnya yang berbeda-beda (Pelczar & Chan,

2005). Antibiotik ini spesifik menghambat sintesis dinding sel bakteri, mencegah sintesis

peptidoglikan yang utuh sehingga dinding sel akan melemah dan akibatnya akan

mengalami lisis (Susanti & Sri, 2004).

Antibiotik lainnya yang dihasilkan oleh jamur adalah sefalosporin merupakan

antibiotik yang dihasilkan oleh Cephalosporium acremonium, kelompok kimiawinya

sama seperti penisilin. Sefalosporium menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan

cara menghambat sintesis dinding sel (Pelczar & Chan, 2005).

2.2 Fungi Patogen pada Tanaman

Beberapa fungi patogen pada tanaman yang sudah sering diteliti diantaranya adalah

Fusarium oxysporum, Ganoderma boninense, dan Penicillium citrinum.

Penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat disebabkan oleh F. oxysporum.

Patogen ini dapat menyebabkan damping-off di persemaian dan tanaman dewasa,

terutama saat tanaman memasuki fase generative (Winarsih, 2007). F. oxysporum adalah

jamur patogen yang dapat menginfeksi tanaman dengan kisaran inang sangat luas (Mess

Page 4: Chapter II Erni

et al., 1999). Jamur ini menyerang jaringan bagian vaskuler dan mengakibatkan kelayuan

pada tanaman inangnya dengan cara menghambat aliran air pada jaringan xylem. Hifa

dari fungi Fusarium terdapat di bagian sel dan antar sel jaringan tanaman inang. Jumlah

hifa banyak pada seluruh pembuluh, kemudian menyebar dengan sistem beragam dan

akhirnya menginfeksi pada bagian pangkal akar (De Cal et al., 2000).

Koloni F. oxysporum pada media Potato Dextrosa Agar (25º C) mencapai

diameter 3,5-5,0 cm dalam waktu 3 hari. Miselia tampak jarang atau banyak seperti

kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih atau salem dan biasanya agak

keunguan yang tampak lebih kuat dekat permukaan medium (Gambar 2.2.1). Permukaan

bawah berwarna kekuningan hingga keunguan. Klamidospora terdapat dalam hifa atau

dalam konidia, berwarna hialin, berdinding halus atau agak kasar, berbentuk semibulat

dengan diameter 5,0-15 µm, dan berpasangan atau tunggal (Gandjar et al., 1999). F.

oxysporum memiliki dua macam spora yaitu mikrokonidium dan makrokonidium. Di

samping itu juga dihasilkan klamidospora (Brown, 1980).

Gambar 2.2.1 Koloni F. oxysporum pada media PDA umur 3 hari

Di dalam jaringan pembuluh tanaman, Fusarium tumbuh dan masuk kejaringan

parenkim yang berdekatan dan menghasilkan sejumlah besar konidia dan klamidospora.

Konidia ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang dapat kembali masuk ke

dalam tanah ketika jaringan yang terinfeksi mati dan membusuk. Klamidospora ini tetap

hidup dan bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama di dalam tanah . siklus penyakit

Page 5: Chapter II Erni

akan berulang bila klamidospora ini berkecambah dan tumbuh kembali baik sebagai

saprofit atau menyerang tanaman inang (Winarsih, 2007).

Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh infeksi cendawan

Ganoderma boninense merupakan penyakit penting yang menyerang kebun-kebun kelapa

sawit yang telah mengalami peremajaan. Cendawan G. boninense merupakan patogen

tular tanah yang merupakan parasitik fakultatif dengan kisaran inang yang luas dan

mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi (Risanda, 2008). Di kalangan perkebunan,

Ganoderma boninense dianggap sebagai musuh penting bagi tanaman kelapa sawit

maupun kelapa. Fungi patogen ini biasanya dapat masuk ke dalam badan tumbuhan

melalui luka, lubang alami seperti hidatoda atau dengan menembus permukaan tumbuhan

yang utuh (Pelczar & Chan, 1986).

Gejala awal tanaman yang terinfeksi oleh G. boninense yaitu, pelepah daun yang

berada di pucuk berwarna pucat seperti kekurangan unsur hara. Selanjutnya daun

mengalami nekrosis dimulai dari daun tua kemudian ke daun yang lebih muda. Pelepah

daun akan patah dan menggantung. Daun pupus (pelepah daun muda) tidak bisa

membuka dan terkumpul lebih banyak dari biasanya (lebih dari 3 pelepah) 6-12 bulan

kemudian tanaman akan mati. Penampang batang yang terserang berwarna coklat muda

dengan garis seperti pita yang disebut daerah/zona reaksi yaitu tempat berkumpulnya

gum. Badan buah terbentuk pada bagian bawah batang atau pada akar yang sakit biasanya

badan buah ini muncul ketika tanaman sudah mati atau rubuh (Rimansyah, 2010).

Miselium G.boninense berwarna putih seperti kapas. Warna koloni permukaan

atas putih dan warna koloni permukaan bawah krem hingga kekuningan (Gambar 2.2.2)

Page 6: Chapter II Erni

Penicillium citrinum merupakan mikroorganisme yang banyak di temukan pada

isolasi tanah yang subur. Mikroorganisme ini merupakan mikroorganisme yang

mempunyai pertumbuhan relatif cepat, serta mempunyai kemampuan menekan

mikroorganisme lain (berkompetisi) (Cayanto, 2010).

Koloni pada medium dapat mencapai diameter 3-5 cm dalam waktu 7 hari, dan

permukaan seperti tepung kering berwarna cokelat kekuningan. Klamidospora umumnya

ada, dapat tunggal atau sebagai cabang pendek, berwarna coklat hingga coklat tua, halus,

berdinding kadang-kadang sedikit kasar, berbentuk semibulat atau periform, dan dinding

mempunyai tebal 4-8 µm (Gandjar et al., 1999).

Penicillium citrinum pada capex yeast agar (CYA) berdiameter 25-30 mm,

menghasilkan konidium warna biru-hijau agak kelabu. Pada malt extract agar (MEA)

berdiameter 14-18 mm, pembentukan konidium tebal, pada tepi koloni berwarna biru-

hijau, sedangkan pada bagian lainnya berwarna hijau pudar (Gambar 2.2.3). Panjang

tangkai konidiofornya 100-300 µm, berdinding halus, biasanya berakhir pada vertisil dari

3-5 metula yang divergen dan panjangnya seragam, pada bagian ujungnya membesar atau

vesikulat, fialid berbentuk seperti ampula, panjang 7-8 (-12) µm; konidiumnya bulat

hingga agak bulat, diameter 2.2-3.0 µm, dengan dinding berasal dari kolom panjang yang

jelas batasnya, satu per metula, tersusun dalam suatu lingkaran pada tiap konidiofor (Pitt

& Hocking, 1997).

Gambar 2.2.2 Koloni G. boninense pada media PDA umur 3 hari

Page 7: Chapter II Erni

Gambar 2.2.3 Koloni P. citrinum Sumber www.showsvamp.asp.htm

Davis et al. (1975) mengemukakan bahwa pada tahun 1951 P. citrinum telah

diisolasi dari beras kuning yang di impor dari Asia Selatan ke Jepang. Spesies ini

kosmopolit dan merupakan kontaminan udara yang sangat umum. Spesies ini sering

diisolasi dari substrat-substrat yang semula bersuhu tinggi, misalnya kompos, dan telah

diisolasi dari tanah hutan sesudah terjadi suatu kebakaran, tanah bergaram tinggi, air laut,

udara, daun palem, pulp kayu, jerami yang membusuk, sampah kota, sarang burung, bulu

dan kotorannya, kacang tanah, gandum, pisang, wortel, kubis, bawang, jagung, sorgum,

serta kurma busuk yang lama disimpan. Spesies ini mudah merusak bahan pangan

(Gandjar et al., 1999).

2.3 Pengendalian Hayati Fungi Patogen Tanaman

Pengendalian hayati khususnya penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme

telah dimulai sejak lebih dari 70 tahun yang lalu, setidaknya pada tahun 1920 sampai

1930 ketika pertama kali diperkenalkan antibiotik yang dihasilkan mikroorganisme tanah

(Hasanuddin, 2003). Kesempatan untuk menemukan agen biokontrol untuk jamur

patogen sangat besar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan biodiversitas yang

tinggi. Mekanisme penghambatan pertumbuhan oleh agen biokontrol terhadap jamur

patogen tanaman dapat melalui antibiotik yang dihasilkannya (Yuliar, 2008).

Page 8: Chapter II Erni

Pengendalian hayati terhadap fungi patogen tanaman telah banyak dilakukan,

diantaranya Phytophthora infestans penyebab penyekit lodoh busuk umbi kentang

(Purwantisari et al., 2008), F. oxysporum penyebab penyakit rebah kecambah, layu

fusarium gladiol (Yusriadi, 2006; Soesanto et al., 2008), P. citrinum penyebab penyakit

pada tanaman jeruk (Suryanto et al., 2006), G. boninense (Wibowo, 2008; Simbolon

2008) penyebab penyakit busuk pangkal batang, dan masih banyak lagi fungi patogen

tanaman yang saat ini belum diketahui jenisnya dan penanggulangannya secara biologis

serta ramah lingkungan.

Upaya penanggulangan penyakit karena fungi patogen tanaman secara kimiawi

kurang disukai, karena meninggalkan residu yang membahayakan dan merusak

lingkungan. Salah satu alternatifnya adalah dengan melakukan pengendalian secara

hayati. Agensia hayati potensial yang dapat digunakan antara lain Trichoderma

harzianum, Trichoderma viridae, Agrobacterium sp. dan Fusarium oxysporum non

patogenik (Fakhrullah, 2008).