Chapter II Benthos Air Panas

download Chapter II Benthos Air Panas

of 11

description

Chapter II benthos air panas

Transcript of Chapter II Benthos Air Panas

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sumber dan Aliran Air Panas Sipoholon

    Air yang keluar dari mata air panas di panasakan oleh Geothermal (kerak bumi).

    sumber air panas di ketahui mengandung kadar mineral tinggi, seperti kalsium, litium,

    atau radium. Sumber air panas menyebar di berbagai tempat di Dunia dan Indonesia,

    seperti di Islandia, Selandia Baru, Chili, kanada, Taiwan, dan Jepang (Anonim,

    2009).

    Di dalam kulit bumi ada kalanya aliran air dekat sekali dengan batu-batuan

    panas dimana suhu bisa mencapai 1480 C. Air tersebut tidak menjadi uap karena tidak

    ada kontak dengan udara. Ketika air panas keluar ke permukaan bumi ada celah atau

    terjadi retakan dikulit bumi, maka timbul air panas yang di sebut dengan hot spring.

    Air yang keluar tersebut akan mengalir dan membentuk suatu aliran kecil dengan

    suhu air yang berbeda-beda (Lumbangaol, 2000). Air panas alam (hot spring) ini

    biasa di manfaatkan sebagai kolam air panas, dan banyak pula yang sekaligus menjadi

    tempat wisata (Teguh, 2007).

    Sebagian dari sumber mata air tercipta sejak 20 sampai 45 juta tahun yang lalu

    akibat dari aktivitas vulkanik serta memiliki suhu hingga 3500 C ( 662 F) (Admin,

    2009). Reservoir air panas diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu yang bersuhu

    rendah dengan suhu < 150 C dan yang bersuhu tinggi dengan suhu di atas 150 C.

    Faktor suhu pada mata air panas relatif konstan, namun sepanjang aliran keluar

    (out flow), suhu airnya bervariasi, karena adanya pelepasan panas oleh badan air dan

    disamping itu adanya pemasukan air dari luar. Adanya variasi suhu di sepanjang

    Universitas Sumatera Utara

  • aliran panas akan berpengaruh terhadap keberadaan hewan poikilothermis seperti

    Makrozoobentos (Welch, 1952)

    Daerah panas bumi Sipoholon Tarutung secara administratif berada di wilayah

    Kecamatan Sipoholon dan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera

    Utara pada posisi geografis antara 2 04 30,1- 2 04 34,9 LU dan 98 56 39,2-

    9856 45,3BT belahan bumi utara. Manifestasi panas bumi daerah Sipoholon

    Tarutung berupa pemunculan mata air panas dengan temperatur antara 360C 59 C.

    Sumber air panas Sipoholon yang terletak di perbukitan yang berkapur. Kandungan

    sulfur dan soda di tempat ini juga di percaya masyarakat sekitar dapat menyembuhkan

    berbagai penyakit kulit. Jika naik ke atas bukit, maka akan terlihat air panas yang

    menggelegak dan membentuk ukiran batu kapur. Masyarakat sekitar juga

    memanfaatkan bukit ini sebagai tempat penambangan kapur. Selain itu, penduduk

    juga menggunakan sumber air panas untuk membuat kolam permandian air panas

    (Silaban, 2009)

    2.2 Keanekaragaman Bentos

    Berdasarkan ukuran tubuhnya, hewan bentos dibedakan atas dua kelompok besar,

    yaitu mikrozoobentos dan makrozoobentos. Mikrozoobentos adalah hewan bentos

    yang ukuran tubuhnya kecil dari 0,6 mm, sedangkan makrozoobentos ialah hewan

    bentos yang ukuran tubuhnya lebih besar 0,6 mm (Hynes, 1978). Menurut Howkes

    (1975) makrozoobentos dapat mencapai ukuran tubuhnya sekurang-kurangnya 3-5

    mm pada saat pertumbuhan maksimum.

    Makrozoobentos mempunyai peranan penting dalam mempercepat proses

    dekomposisi materi organik. Pada sisi lain struktur komunitas makrozoobenthos

    sering digunakan untuk mengevaluasi kualitas air dan tekanan ekosistem perairan. Hal

    ini disebabkan oleh sifat makrozoobentos yang memiliki siklus hidup yang relatif

    panjang, gerakan lambat menempati posisi pusat pada rantai makanan akuatik dan

    toleran terhadap kondisi lingkungan yang bervariasi. Serta besarnya populasi

    Universitas Sumatera Utara

  • makrozoobentos sangat ditentukan oleh kecepatan air, temperatur, kekeruhan zat-zat

    terlarut, substrat makanan, debit air dan kompetiti spesies (Hyines, 1978).

    Odum (1993) menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan

    gambaran mengenai kondisi fisika, kimia, dan biologi dari suatu perairan. Sebagai

    organisme yang hidup dalam perairan, hewan makrozoobentos sangat peka terhadap

    perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap

    komposisi dan kelimpahannya.

    Bentos merupakan organisme air yang hidup pada substrat dasar suatu

    perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas).

    Berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat di bagi menjadi :

    a. Holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh siklus hidupnya bersifat

    bentos.

    b. Merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase- fase

    tertentu dari siklus hidupnya.

    Berdasarkan sifat hidupnya , bentos di bedakan antara lain :

    a. Fitobentos, yaitu organisme bentos yang bersifat tumbuhan

    b. Zoobentos, yaitu organisme bentos yang bersifat hewan (Fachrul, 2007),

    Berikut ini adalah peranan dan pembagian zoobentos.

    2.3 Peranan Zoobentos

    Zoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik.

    Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detrivor, dapat menghancurkan

    makrofil akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk kedalam

    perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah

    mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan. Berbagai

    jenis zoobentos ada yang berperan sebagai konsumen primer dan ada pula sebagai

    konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang lebih tinggi. Pada

    umumnya, zoobentos merupakan makanan alami pada ikan- ikan pemakan di dasar

    (botton feeder) (Pennak, 1978; Tudorancea, Green dan Hubner, 1978, dalam Ardi,

    2002).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4 Pembagian Zoobentos

    Berdasarkan ukurannya, zoobentos dapat di golongkan kedalam kelompok zoobentos

    mikroskopik atau mikrozoobentos dan zoobentos makroskopik yang disebut juga

    dengan makrozoobentos. Menurut Cummins (1975), makrozoobentos dapat mencapai

    ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3 5 mm pada saat pertumbuhan maksimum.

    Barnes and Hughes (1999) dan Nybakken (1997) menyatakan bahwa

    berdasarkan keberadaannya di dasar perairan, maka makrozoobentos yang hidupnya

    merayap di permukaan dasar perairan di sebut epifauna, seperti Crustacea dan larva

    serangga. Dan makrozoobentos yang hidup pada substrat lunak di dalam lumpur

    disebut dengan infauna, misalnya Bivalve dan Polychaeta.

    Menurut Hynes (1978), organisme yang termasuk makrozoobentos di antaranya

    adalah ; Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan

    Annelida.

    contoh jenis makrozoobentos di perairan air panas adalah

    Chironomus sp

    Universitas Sumatera Utara

  • ( Sumber:www.sunsite.ualberta.ca)

    Dari kelas insecta yang bisa bertahan hidup pada suhu 590C, merupakan anggota

    Arthopoda terdiri atas caput, toraks dan abdomen, memiliki 2 pasang sayap, 3 pasang

    kaki. Respirasi insecta dewasa menggunakan trakea yang bercabang dan terbuka pada

    sepasang spirakulum pada sisi tubuh sedangkan pada insekta air bernafas dengan

    insang trakea. Selain di udara, insekta di air tawar juga banyak terutama pada stadium

    muda dari perkembangannya.

    2.5 Pengaruh Suhu Terhadap Keberadaan Makrozoobentos

    Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas serta

    memacu atau menghambat perkembang biakan organisme perairan. Pada umumnya

    peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan

    organisme perairan. Klein (1972) dalam Pararaja (2008), menyatakan bahwa suhu air

    yang tinggi dapat menambah daya racun senyawa-senyawa beracun seperti NO3,

    NH3 dan NH3N terhadap hewan akuatik, serta dapat mempercepat kegiatan

    metabolisme hewan akuatik.

    Setiap organisme mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap suhu.

    Odum (1971), mengemukakan hasil studi di sumber air panas di ketahui bahwa batas

    toleransi beberapa kelompok organisme terhadap suhu berbeda-beda. Seperti Pada

    penelitian tentang keberadaan Makrozoobentos di sumber air panas Afrika telah

    ditemukan makrozoobentos dari family Bathynellacea pada suhu 550C.

    Sumber : Odum (1971).

    2.6 Makrozoobentos Sebagai Bioindikator

    Spesies indikator merupakan organisme yang dapat menunjukkan kondisi lingkungan

    secara akurat, yang juga di kenal dengan bioindikator makrozoobentos seperti

    Polycaeta merupakan bioindikator yang baik untuk kualitas air lingkungan laut karena

    respon mereka terhadap polutan dapat di bandingkan terhadap sistem air tawar.

    Polycaeta dikenal sebagai organisme yang sangat toleran terhadap tekanan lingkungan

    Universitas Sumatera Utara

  • (seperti rendahnya kandungan oksigen, kontaminasi organik di sedimen dan polusi

    sampah) sehingga mereka di gunakan sebagai indikator lingkungan yang tertekan.

    Pemilihan bentos sebagai indikator kualitas di suatu ekosistem air dengan

    beberapa alasan, yaitu :

    a. Pergerakannya yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam

    pengambilan sampel

    b. Ukuran tubuh relatif besar sehingga relatif mudah di identifikasi

    c. Hidup di dasar periran serta relatif diam sehingga secara terus menerus

    terdedah oleh kondisi air sekitarnya

    d. Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan bentos sangat terpengaruh

    oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut

    e. Perubahan faktor- faktor lingkungan ini akan mempengaruhi keanekaragaman

    komunitas bentos.

    Beberapa oganisme makrozoobentos sering di pakai sebagai spesies indikator

    kandungan bahan organik, dan dapat memberikan gambaran yang lebih tepat di

    bandingkan pengujian secara fisika- kimia (Hynes, 1978). Kelemahnnya adalah

    karena sebarannya mengelompok dan dipengaruhi oleh faktor hidrologi seperti arus,

    dan kondisi substrat dasar (Hawkes, 1978).

    Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus

    nutrien di dasar perairan. Montagna et all. (1989) menyatakan bahwa dalam

    ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai

    penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen

    tingkat tinggi.

    Tabel 2.1, Klasifikasi Indikator bentos (Richardson, dalam Wilhm, 1975)

    Kelompok Contoh-contoh organisme Jenis yang akan dan yang sangat tahan terhadap polusi

    Cacing-cacing Tubificid, lintah, larva nyamuk, siput yang tahan teristimewa Musculium sp, dan Psidium sp

    2.7 Faktor Fisik Kimia Perairan

    Universitas Sumatera Utara

  • Studi Ekologi pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan untuk

    mengetahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan

    populasi Makrozoobentos yang diteliti. Faktor fisika di air antara lain adalah

    temperatur, cahaya, kecerahan, arus dan daya hantar listrik. Adapun faktor kimia air

    antara lain kadar oksigen terlarut, pH, alkalinitas, kesadahan, BOD, COD, unsur-unsur

    dan zat organik terlarut (Suin, 2002).

    2.7.1 Temperatur

    Dalam setiap penelitian ekosistem aquatik pengukuran temperatur air merupakan hal

    yang mutlak. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta

    semua aktivitas biologis-fisiologis didal;am ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh

    temperatur. Kenaikan temperatur sebesar 10C akan meningkatkan laju metabolisme

    dari organisme sebesar 2-3 kali lipat (Barus, 1996). Selanjutnya Fardiaz (1992),

    menyatakan bahwa kenaikan temperatur air akan menimbulkan beberapa akibat

    terhadap ekosistem air antara lain: Jumlah oksigen terlarut didalam air, kecepatan

    reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan hewan air lainnya yang terganggu, dan

    jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati.

    2.7.2 Kekeruhan Air

    Kekeruhan air terjadi disebabkan oleh adanya zat koloid, yaitu berupa zat yang

    terapung serta zat yang terurai secara halus sekali, jasad renik, lumpur, tanah liat dan

    zat-zat koloid yang tidak mengendap dengan segera (Mahida,1993, dalam Suriawiria,

    1996). Kekeruhan air dapat dihubungkan dengan hadirnya pencemarannya melalui

    buangan (Suriawiria, 1996). Menurut Koesbiono (1979), pengaruh utama dari

    kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara drastis ke dalam badan air.

    Sehingga menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan algae yang akan

    mengakibatkan turunnya produktivitas primer perairan.

    Adanya sedimen dalam air akan mengurangi penetrasi cahaya masuk kedalam

    air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis pada ekosistem perairan (Fardiaz,

    Universitas Sumatera Utara

  • 1992). Beberapa hewan akuatik yang akan menyebabkan kekeruhan air dan

    sebaliknya dapat juga menjernihkan air. Dengan demikian kekeruhan membatasi

    pertumbuhan organisme yang menyesuaikan diri pada keadaan air yang tidak tercemar

    ataupun jernih (Michael, 1984).

    2.7.3 Intensitas Cahaya

    Intensitas cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran ikan. Intensitas

    cahaya bagi organisme akuatik berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung

    kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Apabila intensitas berkurang maka

    proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air akan berkurang,

    dimana oksigen dibutuhkan organisme untuk metabolismenya (Barus, 1996).

    Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-

    sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian

    lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman

    lapisan air, intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik

    secara kualitatif maupun kuantitatif. Kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada

    setiap ekosistem air yang berbeda (Barus, 2004).

    2.7.4 Penetrasi Cahaya

    Penetrasi cahaya adalah kecerahan atau sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air.

    Dengan mengetahui kecerahan cahaya suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai

    dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan

    manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan paling keruh. Air yang tidak

    terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan.

    Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau

    plankton. Nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 45 cm

    Universitas Sumatera Utara

  • atau lebih. Karena bila kecerahan kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan berkurang

    (Kordi, 2004).

    Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, lumpur,

    potongan tamanan yang mengendap dan populasi organisme misalnya fitoplankton

    sehingga membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman

    (Odum, 1994). Sedangkan menurut Arie (1991), warna suatu perairan umumnya

    disebabkan oleh bahan terlarut seperti tanin, asam humus, plankton dan gambut.

    Dominasi bahan terlarut ini dapat dibedakan dari warna airnya. Air yang tercemar

    oleh limbah industri tentunya dapat mengakibatkan kematian pada ikan.

    2.7.5 pH (Derajat Keasaman)

    Derajat keasaman merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan

    suasana asam suatu perairan. Air dikatakan basa apabila pH > 7 dan dikatakan asam

    apabila pH < 7. Secara ilmiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi

    karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam (Arie, 1991). Derajat keasaman (pH)

    merupakan parameter penera banyaknya ion hidrogen yang terkandung dalam air.

    Nilai pH di sungai dipengaruhi oleh karakteristik batuan dan tanah di sekelilingnya.

    Effendi (2003) menjelaskan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap

    perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi

    proses kimia perairan. Menurut Pescod (1973), pH yang ideal untuk kehidupan nekton

    berkisar antara 6,5-8,5. Sedang Sastrawidjaya (1991) menyatakan bahwa pH turut

    mempengaruhi kehidupan ikan, pH air yang mendukung bagi kehidupan ikan berkisar

    6,5- 7,5. pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada

    pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan

    respirasi ikan.

    2.7.6 Oksigen Terlarut

    Universitas Sumatera Utara

  • Disolved Oxygen (DO) banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen

    terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama

    sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian organisme air. Kelarutan

    oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh suhu. Kelarutan maksimum

    oksigen di dalam air dengan suhu 00 C yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Oksigen terlarut

    bersumber terutama dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan dari

    proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari

    permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik (Barus,

    2004).

    Oksigen diperlukan oleh ikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting

    bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik dan

    aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen terlarut di perairan sangat sedikit maka

    perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air,

    karena akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan (Beveridge,

    1987). Menurut Wardhana (1995), kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/ O2 sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal.

    2.7.7 Kandungan sulfida

    Sulfida merupakan gas asam belerang. Pada air limbah sulfida merupakan hasil

    pembusukan zat organik berupa hidrogen sulfida (H2S). Hidrogen sulfida yang

    diproduksi oleh mikroorganisme pembusuk dari zat-zat organik bersifat racun

    terhadap gangguan dan mikroorganisme lainnya, tetapi hidrogen sulfida dapat

    digunakan oleh bakteri fotosintetik sebagai donor elektron/hidrogen untuk mereduksi

    karbondioksida (CO2). Hasil pembusukan zat-zat organik tersebut menimbulkan bau

    busuk yang tidak menyenangkan pada lingkungan sekitarnya. Sulfur terdapat secara

    luar di alam sebaga unsur H2S dan SO2, dalam biji sulfida logam dan dalam sulfat

    seperti gifs dan anhidrit. Hidrogen sulfida adalah gas yang tidak berwarna, beracun,

    mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini bisa timbul dari faktor biologis

    ketika bakteri mengurai bahan organis dalam keadaan oksigen seperti di rawa dan

    saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga timbul pada gas aktivitas gunung berapi

    Universitas Sumatera Utara

  • dan gas alam. Hidrogen sulfida juga dikenal dengan nama sulfana, gas limbah. IUPAC

    menerima penamaan hidrogen sulfida dan sulfana, kata akhir digunakan lebih

    eksklusif ketika menamakan campuran yang lebih kompleks. Kimiawi hidrogen

    sulfida merupakan hibrida kovalen yang secara kimia terkait dengan air. Karena

    oksigen dan sulfur berada dalam golongan yang sama (Mahida, 1984).

    2.7.8 Substrat Dasar

    Substrat dasar merupakan faktor utama yang mempengaruhi kehidupan perkembangan

    dan keanekaragaman makrozoobenthos (Michael, 1984). Menurut Seki (1982),

    komponen organik utama yang terdapat di dalam air adalah asam amino, protein,

    karbohidrat dan lemak. Komponen lain seperti asam organik, hidrokarbon, vitamin,

    dan hormone juga ditemukan di perairan. Hanya 10% dari materi organik tersebut

    yang mengendap sebagai substrat ke dasar perairan. Di samping adanya senyawa

    organik, substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan

    lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobenthos (Odum, 1994).

    Menurut Sumich(1992), Nybakken (1997) dan Barnes & Hughes (1999)

    substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur

    berpasir, pasir dan berbatu. Adapun substrat berpasir umumnya miskin akan

    organisme, tidak di huni oleh kehidupan mikroskopik. Kelompok organisme yang

    mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro

    (berukuran 1- 10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme

    meiofauna mikro (berukuran 0,1- 1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam

    ruang interaksi . organisme yang dominan adalah polichaeta , bivalvia dan crustacea.

    .

    Universitas Sumatera Utara