Chapter Ia
-
Upload
syafar-marpaung -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
Transcript of Chapter Ia
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing ?
Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau jangan-
jangan, ia akan mengungkap lafal bahasa asing itu dengan logika dan gramatikal
bahasa Ibunya?!
Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan suatu perasaan , peran,
maupun pendapat yang dalam prakteknya dapat disampaikan secara lisan maupun
tulisan. Kemampuan dalam menguasai suatu bahasa merupakan salah satu syarat
agar dapat saling tukar menukar informasi, juga untuk lebih memperlancar
hubungan komunikasi dalam pergaulan, baik pergaulan antar pribadi, maupun
pergaulan antar bangsa, sebagai anggota masyarakat bahasa.
Bahasa sebagai alat ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang sangat
penting bagi perkembangannya. Oleh karena itu diperlukan penguasaan bahasa
untuk mempelajari, menerapkan, dan mentransfer ilmu pengetahuan.
Tajuddin (2003) mengemukakan bahwa kadar kualitas penguasaan bahasa
tergantung pada dua faktor,yaitu :1) sejauh mana kadar kualitas kemampuan
penguasaan bahasa si penutur dalam mengungkapkan gagasan atau pikirannya, 2)
sejauh mana kadar kualitas pikiran/gagasan yang hendak diungkapkannya. Kedua
faktor tersebut saling mempengaruhi.
Bahasa Jepang sebagai salah satu bahasa asing yang sangat diminati oleh
pembelajar maupun masyarakat Indonesia, memiliki daya tarik tersendiri untuk
Universitas Sumatera Utara
-
dipelajari, sehingga dari tahun ke tahun jumlah pembelajar bahasa Jepang
semakin meningkat.
Dilihat dari aspek kebahasaannya, bahasa Jepang memiliki karakteristik
tertentu yang dapat kita amati dari huruf yang dipakainya, kosa kata, sistem
pengucapan, gramatika dan ragam bahasanya.
Apabila melihat huruf yang dipakai untuk menuliskan bahasa Jepang, kita
akan tahu bahwa bahasa Jepang memiliki sistem penulisan yang sangat kompleks,
karena menggunakan empat perangkat huruf, yakni Kanji, Kana yang terdiri atas
Hiragana dan Katakana, serta Romaji ( Iwabuchi, 1989 : 180 )
Keunikan lainnya adalah adanya perbedaan struktur kosakata bahasa
Jepang dengan struktur kosakata bahasa Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh
Soepardjo (1997) bahwa struktur kosakata bahasa Jepang memiliki perbedaan
yang sangat mencolok dengan struktur kosakata bahasa Indonesia. Perbedaan
tersebut erat kaitannya dengan proses pembentukan kata kedua bahasa dan
perbedaan pola pikir masyarakat bahasa kedua bahasa tersebut.
Perbedaan lain yang dikatakan oleh Lehman ( 1997 : 86 ) adalah
perbedaan tersebut bukan hanya dari segi tata bahasa saja, tapi juga dari segi
bentuk dan susunannya.
Belakangan ini dampak yang paling kentara dari semangat mondial atau
keterbukaan adalah tergila-gilanya orang pada dunia informasi. Seolah informasi
sudah menjadi berhala baru, sehingga seperti tiada hari tanpa informasi. Tak
sulit dibantah, hampir setiap hari media massa kita menawarkan sejumlah produk
pengolah informasi, seperti komputer, telepon genggam, dan bahkan jasa
Universitas Sumatera Utara
-
internet. Siapapun tahu, via produk tersebut, dalam sekejap dunia berada dalam
genggaman tangan.
Akibat dari hal diatas, apreasiasi orang terhadap penguasaan bahasa asing
terutama bahasa Inggris dan bahasa Jepang, makin meningkat. Sebab mau tak
mau, untuk menggenggam dunia seperti ini dibutuhkan penguasaan bahasa asing
yang baik.
Peningkatan apresiasi ini, pada akhirnya turut pula melahirkan mereka-
mereka yang mahir sekaligus dalam 2 (dua) bahasa ( bilingual ) atau lebih (
multilingual ). Dalam konteks ini, akibat lebih jauh maka munculah transfer
negatif atau interferensi. Yakni adanya proses transfer dari satu bahasa ke bahasa
lain dalam diri seseorang atau kelompok.
Sejumlah pakar sosiolinguistik mengungkapkan, pada dasarnya
interferensi adalah pengacauan bahasa yang terjadi dalam diri orang yang
bilingual atau lebih, dan ini bersifat sangat produktif. Sebab, bahasa bahasa
yang ada didalam diri orang tersebut secara alamiah akan saling mempengaruhi,
saling mengubah dan saling mengganggu.
Interferensi dapat terjadi karena adanya kontak di antara bahasa-bahasa
yang dikuasai oleh penutur bilingual. Dalam peristiwa kontak bahasa , bahasa
yang satu akan mempengaruhi bahasa yang lain. Manakala pengaruh dimaksud
menimbulkan penyimpangan, penyimpangan inilah yang disebut interferensi.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat, maka semakin banyak pula digunakan bahasa-bahasa asing atau
kata-kata serapan , selanjutnya disebut dengan Gairaigo , dalam kehidupan sehari-
hari masyarakat Jepang, khususnya di kalangan anak muda Jepang. Penulis
Universitas Sumatera Utara
-
banyak menemukan istilah-istilah asing ini yang ditulis dengan menggunakan
huruf Katakana dalam kalimat bahasa Jepang, yang terdapat dalam majalah-
majalah Jepang, khususnya majalah Nipponia.
Dapat dilihat bahwa kata-kata yang diserap dari bahasa asing tersebut
kadang penulisan dan pengucapannya tidak sesuai dengan bahasa aslinya. Bahkan
kontruksi kalimatnya pun mengalami perubahan.
Hal ini disebabkan karena perbedaan pengucapan sehingga penulisannya
pun harus disesuaikan dengan pengucapan orang Jepang itu sendiri, dan letak
susunan kata harus disesuaikan dengan kaidah baku kalimat bahasa Jepang. Hal
inilah yang menjadi titik tolak bagi penulis untuk mengetahui sejauh mana
interferensi Gairaigo dalam penggunaan kalimat bahasa Jepang saat ini.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, terdapat beberapa masalah yang perlu dibahas
dalam penyimpangan atau interferensi ini, terutama hubungannya dengan bahasa
Jepang yang di interferensi oleh Gairaigo, baik dalam semua kontruksi kalimat
dan sejauh mana Gairaigo itu mempengaruhi maknanya.
Pengacauan atau kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada semua
komponen kebahasaan. Ini berarti bahwa interferensi dapat terjadi dalam bidang
fonologi, semantik, sintaksis, morfologi dan bidang linguistik lainnya.
Atas pelbagai pertimbangan teoritis dan praktis, maka penulis memilih
judul : Interferensi Gairaigo Terhadap Pemakaian Kalimat Bahasa Jepang
Dalam Majalah Nipponia , dan merumuskan permasalahan yang akan dibahas
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
-
1. Sejauh mana interferensi unsur-unsur bahasa asing masuk ke dalam
pemakaian kalimat bahasa Jepang
2. Gairaigo apa saja yang ada dalam Nipponia dilihat dari struktur
sintaksisnya
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Dari permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya
pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan permasalahan yang akan
dikemukakan.
Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah
pemakaian Gairaigo yang tercantum dalam majalah NIPPONIA berbahasa Jepang
dari berbagai edisi, dengan menitikberatkan pada pembahasan Gairaigo dalam
tataran struktur sintaksis. Pembahasan diarahkan pada penjelasan mengenai fungsi
dari Gairaigo dalam kalimat, keterkaitan Gairago dalam struktur frase, yang
sekaligus melihat posisi Gairaigo tersebut berdasarkan hukum DM-MD.
Sebelum penjelasan inti, penulis juga memaparkan bahwasannya bahasa
Jepang dewasa ini, khususnya Gairaigo, banyak digunakan dalam berbagai bahasa
dunia dikarenakan berbagai hal. Dari pemaparan tersebut dapat terlihat bahwa
Gairaigo itu dalam tataran sintaksisnya bisa dijadikan berbagai fungsi dalam
kalimat. Dan juga bisa berubah fungsi yang memiliki konstruksi bahasa Jepang
bahasa Inggris, bahasa Inggris bahasa Jepang, atau bahkan bahasa Inggris
bahasa Inggris. Bahkan juga bisa memiliki nuansa yang berbeda-beda.
Universitas Sumatera Utara
-
Dengan demikian dirasakan cukup bervariatif Gairaigo ini dalam
mempengaruhi interferensi bahasa Jepang . Oleh karena itu, penulis ingin
membahas hal tersebut dalam skripsi ini.
Sebagai data pendukung penulisan, dalam skripsi ini juga akan dipaparkan
mengenai sejarah Gairaigo, karakteristik dan penulisan serta karakter Gairaigo,
tanggapan masyarakat Jepang terhadap Gairaigo itu sendiri, dan beberapa contoh
Gairaigo dari beberapa Negara.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1.Tinjauan Pustaka
Bahasa dapat dinyatakan dengan dua cara, yakni lisan dan tulisan. Ragam
lisan lebih dahulu dikenal sejak zaman prasejarah daripada ragam tulisan. Seperti
diketahui bahwa Cina memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan
budaya Jepang.
Dalam sejarah kesusastraan Jepang, pengaruh tersebut dapat dilihat dari
ditemukannya Manyogana , yaitu tulisan huruf Cina dengan struktur tulisan
bahasa Cina. Kemudian pada abad ke-8. lahirlah huruf Jepang yang disebut
dengan Katakana dan Hiragana.
Huruf yang pertama dibuat adalah huruf Katakana, merupakan huruf yang
dikarang oleh Kibinomakibi dan diambil dari bagian-bagian huruf Kanji. Huruf
ini hanya dipergunakan untuk menuliskan bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa
asing, bahasa tiruan dari bunyi alam, suara binatang, dan yang merupakan istilah
tentang bentuk atau keadaan benda.
Universitas Sumatera Utara
-
Nashihin ( 2003 ) mengemukakan terdapat beberapa cara untuk membentuk
kosakata-kosakata baru dalam bahasa Jepang, diantaranya melalui proses :
1. Afiksasi, suatu proses sangat umum dalam pembentukan kata dalam
bahasa Jepang melalui proses afiksasi, yakni melalui prefiksasi dan
sufiksasi. Ini merupakann proses-poses dimana sufiks atau prefiks sebagai
suatu morfem diinfleksikan ke sebuah bentuk dasar.
2. Penggabungan, penggabungan dalam bahasa Jepang dapat dibentuk
dengan satu ragam cara. Sebagai contoh, komposisi-komposisi dari
penggabungan bisa saja menrupakan kata asli, Sino-Jepang ( berasal dari
cina ) atau kombinasi dari kata-kata yang aslinya berbeda
3. Reduplikasi, suatu proses dimana sebagian dari sebuah kata atau
keseluruhan kata diulangi untuk menciptakan suatu kata baru. Dua contoh
dari Reduplikasi dalam bahasa Jepang yaitu mimetik dan reduplikasi
semu ( renyookei )
4. Serapan, yakni sebagai suatu proses terakhir dalam pembentukan kata-
kata dalam bahasa Jepang adalah serapan ( pinjaman ). Semua kata-kata
serapan, termasuk gabungan-gabungan Sino-Jepang, ada pada kelompok
ini.
Gairaigo sebagai salah satu kosakata bahasa Jepang termasuk ke dalam
bentuk kosa kata serapan. Prosentase Gairaigo dalam kosakata bahasa Jepang
semakin hari semakin meningkat. Diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu
lama, akan terus meningkat hingga mencapai 60-80% dalam berbagai ilmu
Universitas Sumatera Utara
-
pengetahuan. Sehingga menjadi kosakata yang penting untuk mengetahui
kehidupan orang Jepang secara umum.
1.4.2. Kerangka Teori
Secara leksikal, interferensi berarti gangguan (Echols dan Shadily, 1996).
Secara definitif, interferensi merupakan kesulitan atau hambatan yang muncul
dalam proses penguasaan bahasa kedua atau bahasa yang dipelajari dalam
kebiasaan pemakaian bahasa pertama atau bahasa ibu (Lado, 1960; Valdman,
1996 via Abdulhayi, 1985).
Secara teoritis, masuknya unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa
yang lain mewujud ke dalam dua kelompok. Kedua kelompok itu adalah
kelompok leksikon dan kelompok gramatika ( Poedjosoedarmo:1979 ). Wujud
leksikon lebih dominan , baik yang dimasukkan secara sadar , maupun yang
masuk dengan sendirinya.
Masuknya unsur-unsur satu bahasa ke bahasa lain yang terjadi secara sadar
disebut dengan istilah interferensi aktif, sedangkan yang masuk tanpa disadari
disebut dengan istilah interferensi pasif ( Poedjosoedarmo:1983 ).
Salah satu hasil penelitian Bawa ( 1993 ) yang meneliti masuknya unsur-
unsur bahasa Inggris dan bahasa Sansekerta ke dalam pemakaian bahasa
Indonesia ragam formal para pejabat di Bali menunjukan kecendrungan
interferensi aktif, yakni unsur-unsur bahasa Inggris dan bahasa Sanksekerta ke
dalam pemakaian bahasa Indonesia yang dilakukan dengan sengaja. Sedangkan
interferensi pasif biasanya masuk dan digunakan tanpa disadari oleh pemakai
bahasa.
Universitas Sumatera Utara
-
Sejumlah pakar sosiolinguistik mengatakan, proses terjadinya interferensi
sejalan dengan proses difusi ( penyebaran ) dalam kebudayaan. Oleh karena itu
gejala interferensi dapat dilihat melalui 2 (dua) tatakan yang saling melengkapi.
Yakni, pertama, tataran psikologis, yang berkaitan dengan perilaku seseorang
dalam berbahasa, sebagai dampak adanya aspek nonlinguistik. Dan kedua, tataran
politis yang bertalian dengan sistem kebahasaan itu sendiri. Maksud dari tataran
politis adalah
Para linguis menamakan gejala kekacauan pemakaian tata bahasa dengan
istilah interferensi. Secara umum, gejala ini terjadi pada aspek unsur kata dan
frase. Interferensi terjadi paling banyak pada tataran bunyi, tataran morfologi ,
tataran sintaksis dan yang terakhir adalah tataran leksikal( Weinreicht, 1970 : 12 ).
Istilah interferensi ini berkaitan dengan istilah identifikasi antar bahasa.
Konsep ini, yang dikenal juga dengan istilah transfer negatif, merupakan gejala
yang terjadi jika unsur-unsur bahasa sumber (BSu) berbeda dengan bahasa sasaran
(BSa), dan ini dapat menimbulkan kesulitan sekaligus kesalahan pada BSa (
Corder 1973; Weinreich, 1964; Littlewood, 1995 ).
Hamers dan Blanc (1993) mendefinisikan gejala interferensi ini sebagai
"which the learner unconsciously and inapproprately tranfer elements or rules
from the first to the second languange" (h. 268).
Batasan yang lain dikemukakan oleh Hartman dan Stork (1972) dalam
Alwasilah (1989), bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan
terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa
atau dialek. Selain dapat terjadi dalam wilayah bunyi dan kata, interferensi dapat
juga terjadi dalam wilayah tata bahasa , kosa kata, makna, dan bahkan budaya,
Universitas Sumatera Utara
-
baik dalam ucapan maupun tulisan terutama tatkala seseorang sedang mempelajari
bahasa kedua.
Sementara itu, Samsuri (1983) menyebut interferensi sebagai gangguan,
artinya ketika menggunakan unsur satu bahasa penutur kemudian memasukkan
unsur dari bahasa lain sehingga mengganggu struktur bahasa yang sedang
digunakan.
Weinreich ( 1970:1 ) mengatakan bahwa dua bahasa atau lebih berkontak
jika bahasa-bahasa itu dipakai secara bergantian oleh orang yang sama. Keadaan
penutur bahasa yang bilingual / multilingual memungkinkan penyimpangan /
kesalahan berbahasa yang merupakan gejala interferensi. Menurutnya, interferensi
terjadi paling banyak pada tataran bunyi, kemudian tataran morfologi dan
sintaksis serta leksikal.
Sedangkan menurut Kridalaksana ( 1983:66) interferensi ialah
penggunaan unsur bahasa lain oleh bahahasawan yang bilingual secara individual
dalam suatu bahasa,ciri-ciri bahasa lain itu masih kentara .
Jadi, dari beberapa pengertian interferensi diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa interferensi berarti :
1. Penerapan dua buah unsur bahasa dalam satu kondisi kebahasaan yang
mengakibatkan pengacauan pada struktur bahasa yang sedang digunakan.
2. Penyimpangan yang terjadi karena bahasa yang satu mempengaruhi
bahasa yang lain, dalam hal ini bahasa-bahasa asing yang mempengaruhi
bahasa Jepang. Pengaruh dimaksud biasanya dapat dijumpai dalam hal
peminjaman kosa kata.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Interferensi dianggap sebagai fenomena tutur yang hanya terjadi pada
penutur bilingual dan/atau multilingual, dan peristiwanya dianggap
sebagai penyimpangan. Interferensi dalam skripsi ini difokuskan pada
penyimpangan yang terjadi akibat masuknya unsur atau kaidah bahasa
asing ke dalam unsur atau kaidah kalimat bahasa Jepang.
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan sejauh mana Interferensi unsur-unsur bahasa asing (
Gairaigo) ke dalam pemakaian kalimat Bahasa Jepang
2. Mempelajari faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya
interferensi tersebut
1.6. Metode Penelitian
Penelitian (riset) adalah penggunaan metode ilmiah yang bersifat formal
dan sistematis untuk mempelajari masalah. (Sumanto ; 1990 : 4). Pada umumnya
penelitian menempuh strategi dan langkah yang hampir sama. Langkah-langkah
itu terdiri dari pembuatan statement masalah, pengumpulan data, analisis data, dan
penarikan kesimpulan.
Sebagai objek studi, bahasa bersifat multidispliner. Artinya, bahasa dapat
dianalisis dan dipakai dari berbagai disiplin ilmu. Studi bahasa dapat dilakukan
dengan melihat strukturnya semata-mata, melihat kaitannya dengan kebudayaan
manusia, melihat hubungannya dengan perkembangan individu dan melihat
Universitas Sumatera Utara
-
kaitannya dengan masyarakat pemakainya. Oleh karena itu, penulis menggunakan
metode sosiolinguistik dan komunikatif sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini.
Sosiolinguistik termasuk disiplin ilmu yang paling muda dalam jajaran
disiplin ilmu linguistik. Namun demikian tidak berarti bahwa telaah bahasa dalam
hubungannya dengan masyarakat juga masih muda. Jauh sebelumnya sudah sering
dilakukan studi umum tentang hubungan kata, arti dan budaya. Dari perluasan
studi inilah, sosiolinguistik dibangun.
Sosiolinguistik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari dan membahas
aspek-aspek kemasyarakan bahasa, khususnya perbedaan yang terdapat dalam
bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan.
Fishman (1972) mengatakan bahwa sosiolinguistik merupakan ilmu yang
membahas hubungan antar pemakai bahasa dan perilaku sosial. Selain itu,
sosiolinguistik juga mengkaji pemakaian bahasa dalam konteks sosial dan
kebudayaan. Dari deskripsi ini terlihat bahwa sosiolinguistik mengkaji pemakaian
bahasa sebagai gejala sosial.
Pada penulisan ini, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini berfungsi
sebagai alat pengumpul data utama, dimana pembuktian hipotesis dilakukan logis
dan rasional melalui pendapat, teori, atau hukum-hukum yang diterima
kebenarannya, baik yang menolak maupun yang mendukung hipotesis tersebut.
Dalam penulisan skripsi ini, data-data yang terkumpul bersumber dari
buku-buku, jurnal, majalah, dan juga artikel internet. Dan yang menjadi sumber
utama pembahasan adalah kalimat-kalimat bahasa Jepang yang berasal dari
Universitas Sumatera Utara
-
Majalah Nipponia versi bahasa Jepang. Setelah data-data terkumpul maka
dilakukan proses penyusunan data yakni proses pengorganisasian dan pengurutan
data ke dalam pola dan kategori, sehingga dapat ditentukan tema. Kemudian data
disusun dalam satuan-satuan untuk dikategorisasikan pada setiap bab maupun
anak bab. Sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dan saran.
Universitas Sumatera Utara